• Tidak ada hasil yang ditemukan

The Influenced Factors in Abusing Drugs and Other Substance on Inpatient at Clinic In North Sumatera

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "The Influenced Factors in Abusing Drugs and Other Substance on Inpatient at Clinic In North Sumatera"

Copied!
96
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Oleh

Desy Natalia br Tarigan 121121080

(2)

Nama : Desy Natalia br. Tarigan NIM : 121121080

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang berjudul: Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyalahgunaan Napza pada Pasien di Poloklinik Napza Rumah Sakit Jiwa Daerah Propinsi Sumatera Utara Tahun 2013 adalah benar-benar hasil karya sendiri, kecuali jika dalam pengutipan substansi disebutkan sumbernya, dan belum pernah diajukan kepada institusi manapun, serta bukan karya jiplakan. Saya bertanggung jawab atas keabsahan dan kebenaran isinya sesuai dengan kaidah ilmiah yang harus dijungjung tinggi.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya, tanpa adanya tekanan dan paksaan dari pihak manapun serta bersedia mendapat sanksi akademik jika ternyata dikemudian hari pernyataan ini tidak benar.

Medan, Februari 2014 Yang menyatakan,

(3)
(4)

penyusunan Proposal ini. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan Sarjana Keperawatan di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Tahun 2013 dengan Judul ”Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penyalahgunaan Napza Pada Pasien Di Poliklinik Napza Rumah Sakit Jiwa Daerah Perovinsi Sumatera Utara Tahun 2013”.

Dalam penyusunan Skripsi ini penulis banyak mendapatkan bimbingan dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Bapak dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan USU. 2. Ibu Erniyati S.Kep, MNS, Pembantu Dekan I Fakultas Keperawatan USU,

Ibu Evi Karota Bukit S.Kep, MNS, Pembantu Dekan II Fakultas Keperawatan USU, dan. Bapak Ikhsannudin S.Kep, MNS, Pembantu Dekan III Fakultas Keperawatan USU.

3. Kepada Pimpinan Rumah Sakit Jiwa Daerah Sumatra Utara yang telah memberikan izin penelitian.

4. Ibu Roxana Devi Tumanggor S.Kep,Ns, M.nurs selaku pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk memberikan pengarahan, bimbingan maupun saran serta dorongan sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini. 5. Ibu Wardiah Daulay S,Kep,Ns,M.Kep selaku penguji I dan Ibu Mahnum

(5)

T br Sembiring, dan adik-adik aku Sri Tesa br Tarigan, Billy Haganta Tarigan dan keluarga besarku yang telah memberikan dukungan moril maupun materil dan senantiasa memberikan doa yang tulus untuk penulis.

8. Teristimewa kepada teman-teman terbaikku Exsa, Nuri, Oloria , Fransiska, kag Nova, yang telah memberikan semangat dan masukkan kepada penulis untuk menyelesaikan penelitian ini.

9. Teristimewa buat teman bimbingan aku kag Cut, Ihsan yang telah memberikan semangat dan dukungan kepada penulis.

10. Teman-teman S1 Keperawatan Ekstensi Sore yang telah memberikan semangat dan masukkan kepada penulis untuk menyelesaikan penelitian ini.

Medan, Februari 2013 Penulis

Desy Natalia br Tarigan

(6)

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vii

ABSTRAK ... ix

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

1. Latar Belakang ... 1

2. Rumusan Masalah ... 6

3. Pertanyaan Penelitian ... 6

4. Tujuan Penelitian ... 7

4.1 Tujuan Umum ... 7

4.2 Tujuan Khusus ... 7

5. Manfaat Penelitian ... 8

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1 Defenisi Napza ... 9

2.2 Jenis-Jenis Napza. ... . 9

2.2.1 Narkotika ... . 9

2.2.2 Psikotropika ... . 10

2.2.3 Zat Adiktif. ... . 11

2.3 Cara Kerja Napza. ... . 12

2.4 Efek Yang Ditimbulkan Napza Terhadap Perilaku. ... . 13

2.4.1 Golongan Depresan. ... . 13

2.4.2 Golongan Stimultan. ... . 14

2.4.3 Golongan Halusinongen. ... . 15

2. 5 Jenis Napza Yang Disalahgunakan Dan Efeknya. ... . 15

2.5.1 Kokai. ... . 15

2.5.2 Ganja. ... . 16

(7)

2.5.8 Amphetamine. ... . 19

2.5.9 Inhalant Abuse. ... . 19

2.6.0 LSD (Lysergic acid). ... . 20

2.7. Penyalahgunaan Napza. ... . 20

2.7.1 Ketergantungan Primer. ... . 21

2.7.2 Ketergantungan Reaktif. ... . 21

2.7.3 Ketergantungan Simtomatis. ... . 21

2.8. Faktor-faktor Penyalahgunaan Napza. ... . 22

2.8.1 Faktor Keperibadian. ... . 22

2.8.2 Faktor Lingkungan. ... . 24

2.8.3 Faktor Teman Sebaya. ... . 27

2.8.4 Faktor Tersedianya Napza. ... . 28

2.9. Dampak Penyalahgunaan Napza. ... . 28

2.10. Pencegahan Penyalahgunaan Napza. ... . 30

2.10.1 Pencegahan Primer. ... . 30

2.10.2 Pencegahan Sekunder. ... . 31

2.10.3 Pencegahan Tertier. ... . 32

2.11. Penangulanggan Penyalahgunaan Napza. ... . 32

2.11.1. Terapi Pengobatan. ... . 32

2.11.2 Terapi Rehabilitasi. ... . 36

BAB III : KERANGKA PENELITIAN ... . 37

1 Kerangka Penelitian ... . 37

(8)

2.2 Sampe. ... . 40

3.3 Teknik sampling . ... . 41

3 Lokasi Dan Waktu Penelitian. ... . 42

4 Pertimbangan Etik ... . 42

5 Instrumen Penelitian. ... . 43

6 Pengukuran Validitas- Reliabilitas. ... . 44

7 Pengumpulan Data. ... . 46

8 Analisa Data. ... . 46

BAB V : HASIL DAN PEMBAHASAN. ... . 48

1. Hasil Penelitian ... . 48

1.1 Analisis Univariat ... . 48

1.1.1 Data Demografi. ... . 48

1.1.2 Faktor Keperibadian. ... . 50

1.1.3 Faktor Lingkungan. ... . 51

1.1.4 Faktor Tersedianya Napza. ... . 52

1.1.5 Faktor Teman Sebaya. ... . 53

2. Pembahasan. ... . 54

BAB VI : KESIMPULAN DAN SARAN. ... . 60

1 Kesimpulan. ... . 62

2 Saran. ... . 63

DAFTAR PUSTAKA. ... . 64 DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Informed Consent Lampiran 2 : Kuesioner Penelitian

(9)

Lampiran 8 : Taksasi Dana

(10)

1. Defenisi Operasional ... 34

2. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden ... 44

3. Distribusi Frekuensi Faktor Kepribadian ... 45

4. Distribusi Frekuensi Faktor Lingkungan ... 45

5. Distribusi Frekuensi Faktor Tersediannya Napza. ... 46

(11)

Tahun : 2014

ABSTRAK

Masalah penyalahgunaan Napza di Indonesia semakin meningkat dari tahun ke tahun. Beberapa faktor yang mempengaruhinya diantaranya adalah faktor kepribadian, faktor lingkungan, faktor tersediannya napza, dan faktor teman sebaya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi penyalahgunaan Napza. Dengan menggunakan desain deskriptif. Pengambilan sampel dengan Accidental Sampling dengan jumlah responden 85. Alat ukur penelitian ini dengan menggunakan kuesioner. Data diolah secara univariat. Hasil analisis univariat di dapatkan faktor kepribadian kategori berpengaruh sebanyak 65 orang 76,5%, faktor lingkungan katagori tidak berpengaruh sebanyak 52 orang 61,2%, faktor tersedianya Napza katagori berpengaruh sebanyak 75 orang 88,2%, dan faktor teman sebaya kategori sangat mempengaruhi sebanyak 81 orang 95,3%. Mengatasi penyalahgunaan Napza dibutuhkan kerja sama dari berbagai pihak, baik dari pihak orang tua yang memberikan bimbingan dan pola asuh, dan pihak masyarakat, serta tenaga kesehatan.

(12)

ABSTRACT

The problem of misusing drugs and other addictive substance abuse getting higher and higher in Indonesia year by year. Some factors that influence are personality, available drugs, environment, and peers. This research purpose to know about the factors that influence misusing drugs and other addictive substance abuse using descriptive design. The samples were taken using accidental sampling with 85 respondents. This research using questionnaire that the data is used unvaried data. The result of this analysis showed personality influences 65 people 76,5%, environment 52 people 61,2%, available drugs 75 people 88,2% , peers in very effective category 81 people 95,3%. To handle this problem is needed cooperation from many aspects, not only parents who responsible to give and be aware about education but also the public and health staff.

Keywords: misusing drugs and other addictive substance abuse, environment, peers.

(13)

1. Latar belakang

Masalah penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adaktif lainnya (Napza) saat ini menjadi perhatian banyak orang. Di Indonesia berbagai elemen masyarakat ikut ambil andil dalam upaya pemberantasan dari penyebaran Napza ini mulai dari Pemerintah, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), bahkan masyarakat umum (Husni, 2012 dalam Badan Narkotika Nasional 2008).

Menurut Kepala Badan Narkotika Nasional angka prevalensi penyalahgunaan Napza sebesar 2,2 persen atau sekitar 3,8-4,2 orang juta jiwa pada periode 2011, namun dengan fenomena Gunung es, maka penyalahguna ataupun pecandu Napza bisa lebih besar. (Jenny 2008, dalam Departemen Kesehatan 2000).

(14)

digunakan proporsi yang paling tinggi adalah pengguna narkotika 53,7%, psikotropika 43,3%, dan zat adiktif 3,0% (Bahri, 2005).

Menurut perkiraan UNODC (United Nations Office on Drugs and Crime), sekitar 200 orang di seluruh dunia menggunakan Napza jenis narkotika dan psikotropika secara ilegal. Kanabis merupakan jenis Napza yang sering digunakan, didikuti dengan amfetamin, kokain, dan opoida. Penyalahgunaan Napza jenis ini didominasi oleh peria, dan juga terlihat diantara kalangan muda. Di bandingakan dengan katagori usia lebih tua, sebanyak 2,7% dari populasi dunia dan 3,9% dari seluruh orang berusia 15 tahun ke atas telah menggunakan kanabis paling sedikit antara tahun 2000 dan 2001 (Pantjalina, 2008, dalam UNODC).

Berdasarkan hasil penelitiaan Rustywati, pergaulan dengan teman pengguna Napza merupakan hal yang paling berhubungan dengan kejadiaan penyalahgunaan Napza, baik secara mandiri maupun secara bersama-sama. Hasil penelitiaan ini sesuai dengan penelitiaan Hawari (1990) yang membuktikan bahwa pengaruh teman kelompok sebaya mempunyai andil 81,3% bagi seseorang menjadi penyalahgunaan Napza. Pada penelitian ini menurut kelompok umur adalah remaja dan dewasa muda dengan rentang umur 21-30 tahun (72%) dan rata-rata mendapatkan Napza pada tingkat sekolah menengah atas. Jika dilihat dari rata-rata umur maka sesuai dengan tiori bahwa faktor utama seseorang terkena Napza adalah teman sebaya. (Haryanto, 2012).

(15)

Yatim (1990, dalam Hawari 2006) membuktikan bahwa kesibukan orang tua merupakan salah satu faktor yang mempunyai andil bagi terjadinya penyalahgunaan Napza, hal ini dapat dilihat dari kesibukan orang tua > 14 jam/hari sangat berhubungan dengan penyalahgunaan Napza, baik secara mandiri maupun bersama-sama. Resiko untuk terjadinya penyalahgunaan Napza yang mempunyai orang tua yang sibuk >14jam/hari mencapai 20 kali dibandingkan dengan remaja yang mempunyai orang tua <14hari/jam. Sesuai dengan penelitiaan ini. Faktor Kepribadian seseorang dipengaruhi oleh tingkat kecerdasaan emosi yang dimiliki.

Hasil penelitian Rilley dan Schutte dalam (Handoko, 2009) menunjukkan bahwa kecerdasan emosional yang rendah berhubungan dengan penyalahgunaan Napza, alkohol, dan perilaku menyimpang. Penelitian yang dibuktikan oleh Alcoholis Anonymous program pemulihan obat terlarang yang didasarkan pada lebih dari 200 orang pasien pecandu heroin dapat disembuhkan dengan mengajarkan kecerdasaan emosional yang cenderung akan menghilangkan keinginan untuk menggunakan obat terlarang (Goleman, 2007).

(16)

kelompok pekerja menggunakan itu sebagai pendukung stamina ataupun sejak awal sudah menjadi pengguna atau pecandu Napza (Mere, 2012).

Wardhany (2010, dalam Hawari, 2006) menyatakan ada 3 tahapan dalam pemakaiaan Narkoba, yaitu: (1) Use (menggunakan), tahap awal ini adalah dimana pemakai Napza hanya sekedar coba-coba, artinya pemakai hanya sekedar mencari kesenangan semata. (2) Abuse (menyalahgunakan), dalam tahap ini pemakai sudah bisa merasakan efek dari pemakaian Napza, frekuensi pemakaian bertambah (1 atau 2 kali seminggu) yang bersangkutan lebih cenderung untuk berkumpul dengan teman-teman pemakai Napza, mulai berani membeli narkoba walaupun dengan cara patungan, apabila ada masalah dari pemakaian. (3) Addict/user (pengguna), pada tahap ini Napza sudah menjadi masalah dalam kehidupan sehari-hari sipemakai. Hidupnya dikendalikan oleh Napza, cara apapun akan di tempuh untuk mencukupi kebutuhan pemakai Napza seperti mencuri, merampok,dll.

(17)

mengkonsumsi Napza jenis kokain secara berlebihan (overdosis/intoksifikas) ia akan mengalami gejala-gejala gangguan jiwa seperti halusinasi dan delusi.

Berdasarkan Penelitian yang dilakukan oleh Sofia (2011) prevalensi penyalahgunaan Napza mengalami kenaikan sejak tahun 2009. Pada tahun tersebut, prevalensi penyalahgunaan Napza berjumlah 1,9 juta orang dan tahun 2010 angka tersebut naik menjadi 2,21 persen (4,02 juta orang ), kemudiaan pada tahun 2011 prevalensi penyalahgunaan Napza meningkat menjadi 2,8 persen atau sekitar 5 juta orang. Jika tidak dilakukan upaya penangulangan, maka diperkirakan kenaikan jumlah pemakai Napza akan naik menjadi 12 juta penduduk Indonesia pada tahun 2015 (Andryani, 2011).

(18)

Hasil survey awal yang dilakukan oleh peneliti pada Mei di RSJ Provinsi Sumatra Utara jumlah pasien di poliklinik Napza 1163 pada tahun 2012 (Rekam medik RSJ Provinsi Sumatera Utara, 2013).

Adapun faktor-faktor yang menjadi penyalahgunaan Napza menurut (Hawari, 2006) mengemukakan ada beberapa faktor yang menyebabkan seseorang menjadi pengguna Napza (pecandu). Diantaranya faktor kepribadian, faktor lingkungan, faktor terediannya Napza, dan faktor teman sebaya (peer group) seseorang dapat menjadi pengguna atau pecandu karena disebabkan oleh beberapa faktor sekaligus atau secara bersamaan karena ada juga faktor yang muncul secara beruntun akibat dari satu faktor tertentu.

Berdasarkan fenomena-fenomena yang terjadi di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul : “Faktor-faktor yang mempengaruhi penyalahgunaan Napza pada pasien di Poliklinik Napza Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatra Utara 2013”.

2. Rumusan Masalah

(19)

3. Penelitian

Bagaimana faktor- faktor yang mempengaruhi Penyalahgunaan Napza pada pasien di Poliklinik Napza Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatra Utara Tahun 2013.

4. Tujuan Penelitiaan a. Tujuan Umum

Tujuan umum penelitiaan ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi penyalahgunaan Napza pada pasien di poliklinik Napza Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara.

b. Tujuan Khusus

Tujuan khusus penelitiaan ini adalah :

i. Untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi penyalahgunaan Napza pada pasien di poliklinik Napza Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatra Utara di tinjau dari faktor kepribadian.

ii. Untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi penyalahgunaan Napza pada pasien di poliklinik Napza Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatar Utara ditinjau dari faktor lingkungan.

(20)

iv. Untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi penyalahgunaan Napza pada pasien di poliklinik Napza Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatra Utara di tinjau dari faktor teman sebaya.

5. Manfaat Penelitian

a. Bagi Praktik Keperawatan

Penelitian ini dapat memberikan informasi bagi perawatan dalam mengenal faktor-faktor penyalahgunaan Napza sehingga mampu menerapkan asuhan keperawatan pada klien dengan masalah penyalahgunaan Napza.

b. Bagi Pendidikan Keperawatan

Penelitian ini dapat digunakan untuk meningkatkan pengetahuan pendidik dan peserta didik dalam mengenali faktor penyalahgunaan Napza.

c. Bagi Penelitian Keperawatan

Penelitiaan ini dapat digunakan menjadi sumber data awal bagi penelitian selanjutnya tentang faktor penyalahgunaan Napza.

d. Bagi Masyarakat

(21)

Napza (Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lain) adalah bahan/zat/ obat , atau zat yang bukan makanan yang jika diminum, dihisap, dihirup, ditelan, atau disuntikkan, berpengaruh pada kerja otak atau susunan saraf pusat (Fortinash, 2003).

Napza adalah bahan aktif, yang artinya menimbulkan ketergantungan. Dan bahan psikoaktif, yang artinya berpengaruh pada otak. Penyalahgunaan Napza adalah penggunaan Napza bukan untuk maksud pengobatan, tetapi ingin menikmati pengaruhnya, dalam jumlah berlebihan, teratur, dan cukup lama sehingga menyebabkan gangguan kesehatan, fisik, mental, dan kehidupan sosialnya (Worret, 2003).

2.2. Jenis-Jenis Napza 2.2.1. Narkotika

(22)

Narkotika terbagi menjadi 3 golongan yaitu :

1. Narkotika Golongan I: Narkotika yang dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan, dan tidak ditujukan untuk terapi serta mempunyai potensi sangat tinggi menimbulkan ketergantungan. (contoh heroin, puttaw, kokain, ganja). 2. Narkotika Golongan II : Narkotika yang berkhasiat pengobatan digunakan

sebagai pilihan terkhir dan dapat digunakan dalam terapi atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan (contoh: morfin, petidin).

3. Narkotika Golongan III : narkotika yang berkahasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi atau tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai

potensi ringan mengakibatkan ketergantungan (contoh : kodein) (Afiatin, dkk 2008)

2.2.2. Psikotropika.

Berdasarkan UU No. 5 Tahun 1997, Psitropika adalah zat atau obat, baik sintesis maupun semisintesis yang bekhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Zat yang tergolong dalam psikotropika (Hawari, 2006) adalah stimulansia yang membuat pusat syaraf menjadi sangat aktif karena merangsang saraf simpatis.

Psikotropika terdiri dari 4 golongan yaitu :

(23)

2. Psikotropika Golongan II: kuat menyebabkan ketergantungan, digunakan terapi secara terbatas. Contoh: amfetamin, metamfetamin (sabu), fensiklidin (PCP), dan ritadin.

3. Psikotropika Golongan III: potensi sedang menyebabkan ketergantungan, banyak digunakan dalam terapi. Contoh: pentobarbital, flunitrazepam.

4. Psikotropika Golongan IV : potensi ringan menyebabkan ketergantungan, dan sangat luas digunakan dalam terapi. Contoh: diazepam, klobazam, fenobarbital, barbital, klorazepam, klordiazepoxide, dan nitrazepam (Martono, 2006).

2.2.3. Zat Adiktif

Zat adiktif adalah zat, bahan kimia, dan biolongi dalam bentuk tunggal maupun campuran yang dapat membahayakan kesehatan lingkungan hidup secara langsung dan tidak langsung yang mempunyai sifat karsinogenik, teratogenik, mutagenik, korosif, dan iritasi. Bahan-bahan berbahaya ini adalah zat adiktif yang bukan termasuk ke dalam narkotika dan psikotropika, tetapi punya pengaruh dan efek merusak fisik seseorang jika disalahgunakan (Wresniwiro dkk, 1999).

Yang termasuk Zat Adiktif adalah :

1. Minuman Alkohol : mengandung etanol etil alkohol, yang berpengaruh menekan susunan saraf pusat dan sering menjadi kehidupan manusia.

Ada 3 golongan minuman beralkohol yaitu :

(24)

2. Inhalasi atau solven, yaitu gas atau zat pelarut yang mudah menguap berupa senyawa organik yang sering digunakan untuk keperluan industri, kantor, bengkel, toko, dan rumah tangga, seperti lem, thiner,aceton, aerosol, bensin. Zat ini disalahgunakan dengan cara dihirup, terutama pada anak usia 9-14 tahun.

3. Tembakau (nikotin): terdapat pada tembakau. Rokok mengandung 4.000 zat. Yang paling berbahaya adalah nikotin, tar, dan karbon monoksida (CO). nikotin merupakan bahan penyebab ketergantungan (Joewana, 2005).

2.3. Cara Kerja Napza

Napza yang telah masuk ke lambung, kemudian ke pembuluh darah jika dihisap atau dihirup, zat diserap masuk ke dalam pembuluh darah melalui saluran hidung dan paru-paru. Jika zat disuntikan, zat itu langsung masuk ke dalam aliran darah dan darah membawa zat itu ke otak.

Semua jenis Napza akan mengubah perasaan dan cara pikir seseorang, tergantung pada jenisnya. Napza menyebabkan antara lain.

1. Perubahan pada suasana hati (menenangkan, rileks, gembira, dan rasa bebas) 2. Perubahan pada pikiran (stress hilang, meningkatnya khayal)

3. Perubahan perilaku (meningkatkan keakraban, menghambat nilai, lepas kendali).

(25)

yaitu pusat kenikmatan pada otak, adalah bagian dari sistem limbus. Napza mengubah susunan biokimiawi molekul sel otak yang disebut neuro-transmitter. Perubahan sel biokimiawi sel otak menyebabkan rasa nyaman dan nikmat yang bersifat sementara setelah itu timbul perasaan sebaliknya (gelisah, cemas, perasaan tertekan, dan sebagainnya). Akibatnya ia ingin memakai zat itu kembali. Demikian berulang kali, akhirnya kecanduan atau ketergantungan. Pengaruh Napza pada tubuh bergantung bagi berbagai hal. jenis zat, jumlah zat, ada tidaknya zat lain yang digunakan bersamaan, suasana hati pemakai, dan situasi dimana Napza digunakan. (Lydia dkk, 2006)

2.4. Berdasarkan Efeknya Terhadap Perilaku Yang Ditimbulkan Napza Dapat Digolongkan Menjadi 3 Golongan Yaitu :

2.4.1. Golongan Depresan

(26)

respon rendah dapat menimbulkan respon eksitasi, (4) obat-obatan tersebut mampu menimbulkan ketergantungan fisiolongis dan psikologis. Dan jenis Napza golongan depresan berfungsi mengurangi aktifitas fungsional tubuh membuat pemakaiannya menjadi : tenang dan bahkan tak sadarkan diri, contohnya: (opioda morfin, heroin, codein), sedative (penenang), hipnotik (obat tidur) dan transquilizer (Doenges, 2006).

2.4.2. Golongan Stimultan

(27)

membuat penggunanya menjadi aktif , segar dan bersemangat. Contoh : kafein, amfetamin, nikotin, dan kokain (DSM-IV dalam Doengoes, 2006).

2.4.3. Golongan Halusinogen

Jenis Napza yang bersifat halusinogenik dapat mengubah persepsi individu terhadap realita, menggangu persepsi sensorik, dan menyebabkan halusinasi. Oleh karena itu, obat-obatan ini disebut sebagai obat yang “memperluas pikiran”. Pengaruh yang ditimbulkan setiap kali jenis Napza ini tidak dapat diperediksi, dan reaksi yang merungikan termasuk, ‘flashback’ dapat terjadi setiap saat, walaupun obat-obatan tersebut tidak digunakan lagi. Dan bersifat merubah perasaan, pikiran dan sering kali menciptakan daya pandang yang berbeda sehinnga seluruh perasaan, pikiran dan seringkali menciptakan

pandang yang berbeda sehingga seluruh perasaan dapat terganggu. Contoh : fensiklidin, dan kanabis (Sumiati, dkk 2009).

2.5. Jenis Napza Yang Disalahgunakan Dan Efek Yang Ditimbulkan Napza Menurut Lydia dan Setiawan, (2006) jenis Napza yamg disalahgunakan dan efeknya dapat digolongkan menjadi beberapa bagian antara lain :

2.5.1. Kokain

(28)

golongan narkotika golongan I. kokain berbentuk kristal putih. Nama jalannya adalah koka, happy dust, Charlie, srepet, snow, salju putih. merupakan zat perangsang yang sangat kuat yang terbentuk dari kristalisasi bubuk putih yang disuling dari daun tanaman belukar tersebut biasa dikunyah oleh penduduk setempat untuk mendapatkan efek stimulant, dan jenis kokain dapat juga di konsumsi dengan cara dihidu (bubuk kokain disedot/dihirup melalui hidung) akan mengalami ganguan mental dan perilaku sebagai berikut : agitasi psikomotor, rasa gembira (elation), rasa harga diri meningkat (grandiosity), banyak bicara. Waham/curiga.

2.5.2. Ganja

Ganja adalah sering pula disebut dengan Canabis, yakni sejenis tanaman yang mengandung tetrahydrocanabinol (THC) yang bersifat psikoaktif. Untuk menyebutkan istilah ganja ini antara lain adalah rumput, grass, gele,daun jayus, gum, cimeng, marijuana dan lain-lain. Efek yang dapat ditimbulkan dari penyalahgunaan ganja ini, antara lain adalah hilangnya konsentrasi (suka benggong), peningkatan denyut jantung, kehilangan keseimbangan, rasa gelisah, dan panik, sering menguap (mengantuk), cepat marah (temperamental), perasaan tidak tenang dan tidak bergairah , paranoid (kecurigaan berlebihan).

2.5.3. Heroin

(29)

(analgesik) yang efektif dengan pengaruh penenang diri (sedative). Efek negatif antara lain : tertariknya bola mata (miosis.),mengalami mual-mual, muntah, gatal-gatal, perasaan tegang, hidung dan mata berair.

2.5.4. Puttaw

Puttaw merupakan sejenis heroin dengan kadar yang lebih rendah (heroin kelas lima atau enam ) zat ini berasal dari opium. Istilah ini kadang digunakan untuk menyebutkan nama narkotika ini adalah puttaw, white, bedak, pate atau etep jenis obat yang masuk dalam kategori puttaw ini adalah banana, dan snow white yang berbentuk bubuk putih sampai kecoklatan tua atau dapat pula berbentuk cairan atau larutan. Efek negatif lain yang ditimbulkan dari akibat mengkonsumsi puttaw ini antara lain: terlihat mata sayu, pupil mata melebar dan mengecil, disforia (rasa sedih tanpa sebab), lemah tidak bertenaga/lesu, sering megantuk/tidur, bicara cadel, mual-mual, dan bersikap pendiam, daya ingat menurun, pemarah, sulit untuk berkonsentrasi, bicara melantur, apatis.

2.5.5. Alkohol

(30)

menyebabkan gangguan fungsi hati, kecendrungan melakukan kegiatan kriminal, rentan terhadap infeksi, hipertensi (tekanan darah tinggi ).

2.5.6 Shabu-shabu.

Shabu-shabu adalah sebutan untuk zat atau bahan methamphetamine. Obat ini dapat ditemukan dalam kristal, tidak mempunyai warna ataupun bau. Shabu-shabu dikenal juga dengan istilah ice yang mempunyai pengaruh kuat terhadap syaraf. Pengguna shabu-shabu akan memiliki ketergantungan yang sangat tinggi pada obat ini dan akan berlangsung lama, bahkan bisa mengalami sakit jantung atau bahkan kematian. Istilah lain yang sering digunakan untuk menyebut nama shabu-shabu ini, antara lain ice, Kristal, ubas, ss, mean, glass, quartz, hiropon. Efek yang dapat ditimbulkan dari penyalahgunaan shabu-shabu ini adalah impotensi, halusinasi, kerusakan pada anggota tubuh, seperti pada lever, lambung, jantung, ginjal, sariawan yang parah, pupil mata yang melebar, tekanan darah naik, keringat berlebih dengan rasa dingin, mual dan muntah, agitasi psikomotor, (hiperaktif triping), bicara melantur, penyimpangan seks, sukar tidur, (insomnia). Hilang nafsu makan, dan kematian.

2.5.7. Ekstasi

(31)

methamphetamine (MOMA). Efek yang dapat ditimbulkan dari penyalahgunaan ekstasi ini adalah hiperaktif, rasa haus yang sangat, sering pusing, gemetar, detak jantung yang cepat, rasa mual, dan muntah, kehilangan nafsu makan, mata sayu dan pucat, dehidrasi, mengigil tak terkontrol, gangguan pada lever, tulang gigi, syaraf dan mata, daya ingat menurun, syaraf mata rusak, sulit konsentrasi.

2.5.8. Amphetamine

Amphetamine adalah salah satu obat bius yang dapat ditemukan dalam bentuk pil, kapsul ataupun bubuk. Obat menstimulasikan mood pengguna menjadi tinggi. Nama lain dari amphetamine adalah speed, whiz, billywhiz, peplis. Efek yang dapat ditimbulkan adalah: berat badan menurun, terlihat seperti kurang tidur, tekanan darah tinggi, detak jantung cepat dan tidak beraturan, mengalami rasa takut, sering pigsan karena kelelahan, gelisah.

2.5.9. Inhalant abuse

(32)

2.5.10. LSD (lysergic acid)

Termasuk dalam golongan halusinongen. Nama lain dari LSD adalah Acid, Trips, Tabs, Kertas. Bentuk biasa didapatkan dalam bentuk kertas berukuran kotak kecil sebesar seperempat perangko dalam banyak warna dan gambar. Ada juga yang berbentuk pil dan kapsul. Cara penggunaannya meletakkan LSD pada permukaan lidah, dan bereaksi setelah 30-60 menit kemudiaan, mengilang setelah 8-12 jam. Efek yang dapat ditimbulkan. terjadi halusinasi tempat, warna, dan waktu sehingga timbul obsesi yang sangat indah dan bahkan menyeramkan dan lama–kelamaan menjadikan penggunaannya menjadi paranoid.

2.6. Penyalahgunaan Napza

(33)

dan demam. Meskipun zat tertentu sangat bermanfaat bagi pengobatan, namun jika disalahgunakan, atau penggunanya tidak sesuai dengan standar pengobatan,akan berakibat sangat merugikan bagi si pemakai maupun orang lain di sekitarnya, bahkan masyarakat umum (Departemen Kesehatan RI, 2001).

Menurut Hawari (2006) penyalahgunaan Napza dapat dibagi menjadi 3 golongan yaitu:

2.6.1. Ketergantungan Primer

Ditandai dengan adanya kecemasan dan depresi, yang pada umumnya terdapat pada orang dengan kepribadian yang tidak stabil. Mereka ini sebetulnya dapat digolongkan orang yang menderita sakit (pasien) namun salah atau tersesat ke Napza dalam upaya mengoobati dirinya sendiri yang seharusnya meminta pertolongan ke dokter (psikiater). Golongan ini memerlukan terapi dan rehabilitasi dan bukannya hukuman.

2.6.2. Ketergantungan Reaktif

Yaitu (terutama) terdapat pada remaja karena dorongan ingin tahu, bujukan dan rayuan teman, jebakan dan tekanan serta pengaruh teman kelompok sebaya. Mereka ini sebenarnya merupakan korban. Golongan ini memerlukan terapi dan rehabilitasi bukannya hukuman.

2.6.3. Ketergantungan Simtomatis

(34)

merangkap sebagai pengedar. Mereka ini selain memerlukan terapi dan rehabilitasi juga hukuman. Mereka yang mengkonsumsi Napza akan mengalami gangguan mental dan perilaku yang diakibatkan tergangunya system tranmisi saraf (neuro-transmitter) pada susunan saraf pusat (otak), yang mengakibatkan terganggunya fungsi fikir, perasaan dan perilaku.

2.7. Faktor-Faktor Penyalahgunaan Napza 2.7.1. Faktor Kepribadian.

(35)

memberontak, depresi, cemas, perilaku menyimpang dari norma dan aturan yang berlaku, rasa kurang percaya diri, memiliki citra diri yang negatif, sifat yang mudah kecewa, murung, pemalu, mudah merasa boosan dan jenuh, dan rasa ingin tahu yang besar. Mencoba sesuatu dan rasa penasaran. Keinginan untuk bersenang-senang, keinginan untuk mengikuti kehidupan moderen, indentitas diri yang kabur, sehingga merasa “kurang jantan”, tidak siap mental untuk menghadapi tekanan pergaulan sehingga sulit mengambil keputusan untuk menolak tawaran Napza dengan tegas, kemampuan komunikasi rendah, kegagalan, ketidakmampuan dan kegetiran hidup serta rasa malu, putus sekolah dan kurang menghayati iman kepercayaanya (Hawari, 2002).

Kepribadian seseorang turut berperan dalam penyalahgunaan Napza , cenderung terjadi pada usia remaja. Remaja yang menjadi pecandu biasanyan memiliki konsep diri yang negatif dan harga diri yang rendah. Perkembangan emosi yang terhambat, dengan ditandai dengan ketidakmampuan mengeksperisakan emosinya secara wajar, mudah cemas, pasif, agresif, dan cendrung depresi, juga turut mempengaruhi. Selain itu, kemampuan untuk memecahkan masalah secara adekuat berpengaruh terhadap bagaimana ia mudah mencari pemecahan masalah dengan cara melarikan diri, hal ini juga dapat dilihat dari inteligensia seseorang, usia, dan dorongan kenikmatan dan perasaan ingin tahu dalam penyalahgunaan Napza (Purba, 2008 dalam Yatim, 1986).

(36)

penyalahgunaan Napza kecerdasan emosional yang rendah. Kecerdasan emosional yang rendah berhubungan secara signifikan dengan penyalahgunaan Napza, alkohol, serta dapat melakukan perilaku menyimpang (patnjalina dkk, 2008).

2.7.2 Faktor lingkungan.

Kondisi sosial yang tidak sehat atau rawan, dapat merupakan terganggunya perkembangann jiwa/kepribadian seseorang kearah perilaku menyimpang yang pada giliranya terlibat penyalahgunaan/ketergantungan Napza. Lingkungan masyarakat sosial yang rawan tersebut adalah: tempat-tempat hiburan yang buka hingga larut malam bahkan hingga dini hari dimana sering digunakan sebagai tempat transaksi Napza dan pelacuran, banyaknya penganguran, anak putus sekolah, anak jalanan, terdapatnya tempat-tempat pelacur beroperasi seperti warung-warung remang, banyaknya perumahan yang padat dan kumuh, dan tempat-tempat teransaksi Napza baik secara terang-terangan ataupun secara sembunyi-sembunyiaan (saifun, 2000).

Keluarga merupakan faktor yang paling sering menjadi penyebab seseorang pengguna Napza. Berdasarkan hasil penelitiaan tim UKM Atma Jaya dan Perguruan Tinggi Kepolisian Jakarta pada tahun 1995, terdapat beberapa tipe keluarga yang berisiko tinggi anggota keluarganya terlibat penyalahgunaan Napza, yaitu:

(37)

2. Keluarga dengan manejemen yang kacau, yang terlihat dari pelaksanaan aturan yang tidak konsisten dijalankan oleh ayah dan ibu (misalnya ayah bilang ya, dan ibu bilang tidak).

3. Kelurga dengan konflik yang tinggi dan tidak pernah ada upaya penyelesaiaan yang memuaskan semua pihak yang berkonflik. Konflik dapat terjadi antara ayah dan ibu, ayah dan anak, ibu dan anak, maupun antar saudara.

4. Keluarga dengan orang tua yang otoriter. Dalam hal ini, peran orang tua sangat dominan, dengan anak yang harus sekedar harus mengikuti apa kata orang tua dengan alasan sopan santun, adat istiadat, atau demi kemajuan dan masa depan anak itu sendiri, tanpa diberi kesempatan untuk berdialog dan menyatakan tidak kesetujuaanya.

5. Keluarga yang perfeksionis, yaitu keluarga yang menuntut anggotanya mencapai kesempurnaan dengan standar tinggi yang harus dicapai dalam banyak hal.

(38)

sibuk terhadap pekerjaan atau aktivitas lain, misalnya orang tua jarang dirumah menyebabkan komunikasi dan waktu bersama anak berkurang atau tidak sama sekali. Sedangkan hubungan interpersonal yang tidak baik hubungan antara anak dan kedua orang tuannya, anak dengan sesama saudaranya (anak sesama anak), dan hubungan antara ayah dan ibu yang sering cekcok, bertengkar, dingin, acuh-tak acuh, dan lain sebagainya sehingga suasana rumah kurang kehangatan. (Hawari, 2006).

(39)

2.7.3 Faktor Teman Sebaya

Hasil penelitian Rustyawati, menunjukan bahwa alasan pertama mengapa menyalahgunakan Napza, adalah karena teman sebaya, kebanyakan pemakai mulai berkenalan dengan obat dari kawan-kawanya. Penolakan terhadap tekanan ini dapat mengakibatkan anggota yang menolak dikucilkan atau disepak dari kelompok. Dan menurut Diwanto (2006), mengatakan faktor teman sebaya, adanya satu atau dari beberapa anggota kelompok teman sebaya yang menjadi pengedar Napza, ajakan bujukan atau iming-iming teman sebaya, pelaksanaan dan tekanan teman sebaya, bila tidak ikut melakukan penyalahgunaan Napza dianggap tidak setia kepada kelompok (Ermawati dkk, 2009).

(40)

2.7.4. Faktor Tersediannya Napza

Ketersediaan Napza dan kemudahan memperolehnya juga dapat disebut sebagai pemicu seseorang menjadi pecandu. Indonesia yang sudah menjadi tujuan pasar narkoba internasioanl, menyebabkan obat-obatan ini mudah diperoleh. Bahkan beberapa media massa melaporkan bahwa para penjual narkotika menjual danganganya di sekolah-sekolah, termasuk di Sekolah Dasar. Pengalaman feel good saat mencoba drugs akan semakin memperkuat keinginan untuk memanfaatkan kesempatan dan akhirnya menjadi pecandu. Seseorang dapat menjadi pecandu karena disebabkan oleh beberapa faktor sekaligus atau secara bersamaan. Karena ada juga faktor yang muncul secara beruntun akibat dari satu faktor tertentu. (Purba dkk, 2008).

Meningkatnya penyalahgunaan Napza disebabkan oleh tersediannya Napza dimana-mana (dipemukiman, sekolah SMP/SMA, Kampus, di warung-warung kecil). Asal tahu tempatnya gampang mendapatkanya dan harganya relatif terjangkau. Mudahnya Napza di dapat dimana-mana dengan harga terjangkau, banyaknya iklan minuman beralkohol, khasiat farmakolongi Napza yang menenangkan, dan menghilangkan rasa nyeri (Sumiati dkk,2009).

2.8. Dampak Penyalahgunaan Napza

(41)
(42)

pemakaiaan yang sering diperlukan untuk menenangkan keinginan yang besar dan pada akhirnya menyebabkan kematian. Ungkapan Prevention is better than cure, telah menjadi kebenaran mutlak. Dampak lain dari penyalahgunaan Napza antara lain: efek jasmaniah (langsung), dampak kejiwaan, dampak terhadap kehidupan sosial dan dampak terhadap perekonomian. (Dalami, Suliswati dkk, 2009).

2.9 Pencegahan Penyalahgunaan Napza

Menurut Hawari (2006) Pencegahan Penyalahgunaan Napza dapat dikatagorikan menjadi 3 golongan yaitu :

2.9.1. Pencegahan primer

(43)

dll), penyuluhan dengan mengintergrasikan informasi tentang bahaya Napza kedalam kegiatan seperti pendidikan agama, bimbingan moral, dan lain sebagainnya.

2.9.2 Pencegahan sekunder

Ditujukkan kepada para remaja yang telah mencoba-coba menggunakan Napza serta sektor-sektor masyarakat yang dapat membantu remaja untuk berhenti menyalahgunakan Napza (orang tua, tokoh masyarakat, jajaran pemerintah setempat, dan organisasi sosial lainnya ). Tujuan dari pencegahan sekunder adalah untuk mencegah meluasnya penyalahgunaan Napza, menyelamatkan dan memperkuat ketahanan individu remaja dan keluarga yang mulai terkena, penyalahgunaan supaya tidak terkena pengaruh lebih lanjut. Pelaksanaan pencegahan sekunder dilakukan antara lain dalam bentuk penyuluhan dengan teknik-teknik ceramah atau diskusi, bimbingan sosial melalui kunjungan rumah, diskusi kelompok, serta pelayanan konsling perorangan atau keluarga bermasalah penyalahgunaan Napza.

2.9.3. Pencegahan Tersier

(44)

pengawasan sosial yang menguntungkan terhadap korban untuk mantapnya kesembuhan korban penyalahgunaan Napza, pengembangan minat, bakat dan keterampilan. Bekerja atau berusaha haruslah rasional dan dapat dipertanggung jawabkan, serta bantuan pelayanan penempatan kerja dan bantuan modal kerja bagi para korban.

2.10. Penanggulangan Penyalahgunaan Napza

Menurut Hawari (2008), Penangulangan Penyalahgunaan Napza dapat di bagi menjadi beberapa bagian yaitu:

2.10.1. Terapi Pengobatan.

Terapi pengobatan terhadap penyalahgunaan Napza haruslah rasional dan dapat dipertanggungjawabkan dari segi medik, psikiatrik, sosial dan agama. Terapi Pengobatan terdiri dari 2 tahapan yaitu detoksifikasi dan pasca detoksifikasi (pemantapan) yang mencangkup komponen-komponen sebagai berikut :

1. Terapi Medik-Psikiatrik (Detoksifikasi)

(45)

digunakan jenis obat-obatan yang tergolong major tran-quilizer yang ditujukan terhadap gangguan system neuro-tansmitter susunan saraf pusat (otak). Selain dari pada itu diberikan pula analgetik non opiate, yaitu jenis obat anti nyeri (pain killer) yang potensi dan efektivitasnya setara dengan opiat tetapi tidak mengandung opiat dan turunanya serta tidak menimbulkan adiksi dan dependensi (tidak menimbulkan ketagihan dan ketergantungan). Pada peroses detoksifikasi ini juga diberikan obat anti depresi yang tidak menimbulkan adiksi (ketagihan) dan dependensi (ketergantungan). Alasan rasional diberikan obat ini karena pada penyalahguna Napza akan mengalami depresi karena bersangkutan akan mengalami euphoria pada saat Napza dibersihkan dri tubuhnya. Sesuai dengan hasil penelitiaan Hawari (1990) yang menyatakan 88% penyalahguna Napza mengalami depresi dan 86,6% mengalami kecemasan. Metode detoksifikasi ini memakai sistem blok total (abstinentia totalis), artinya pasien penyalahguna Napza tidak boleh lagi menggunakan Napza atau turunanya (derivates), dan juga tidak menggunakan obat-obatan sebagai pengganti/substitusi (substitution).

2. Terapi Medik- Psikiatrik (Psikofarmaka)

(46)

tersebut, digunakan obat-obatan yang berkhasiat memperbaiki gangguan dan memulihkan fungsi neuro-transmitter pada susunan saraf pusat (otak), yaitu yang dinamakan psikofarmaka golongan major tranquilizer yang tidak menimbulkan adiksi dan dependensi (tidak berakibat ketagihan dan ketergantungan). Selain psikofarmaka golongan major tranquilizer tadi pada pasien penyalahguna Napza juga diberikan jenis obat anti-depressant. Obat anti-depresi perlu diberikan karena dengan diputuskanya Napza seringkali pada pasien penyalahguna Napza akan timbul gejala depresi. Dengan terapi psikofarmaka baik dari golongan major tranquilizer maupun anti-deperssant tadi, maka gangguan mental dan perilaku dapat diatasi.

3. Terapi Medik-Psikiatrik (Psikotrapi)

(47)

harus melarikan diri ke Napza. Selama terapi psikofarmaka berlangung, terapi psikofarmaka dan terapi psikoreligius dapat diintergrasikan secara bersamaan.

4. Terapi Medik-Somatik

Terapi medik-somatik adalah pengguanaan obat-obatan yang berkhasiat terhadap kelainan-kelainan fisik baik sebagai akibat dilepaskanya Napza dari tubuh (detoksifikasi) yaitu putus Napza (with-drawal symptoms) maupun komplikasi medik berupa kelainan organ tubuh akibat penyalahguna Napza. Pada umumnya pasien penyalahgunaan Napza kondisi fisiknya/gizi tidak baik, oleh karena itu perlu diberikan makanan dan minuman yang berkalori dan bergizi tinggi juga terapi fisik misalnya olahraga untuk memulihkan daya tahan (stamina) yang bersangkutan. Yang termasuk terapi medik-somatik ini adalah larangan merokok bagi pasien penyalahguna Napza. Karena tembakau memperburuk kelainan paru.

5. Terapi Psikososial

(48)

6. Psikorelegius

Terapi keagamaan (psikorelegius) terhadap pasien penyalahguna/ketergantunan Napza ternyata memang peranan penting, baik dari segi pencegahan (prevensi), maupun rehabilitasi. Di dalam konferensi tahunan The American Psychiatric Associatin, Chicago (2000), Sierra dan Vex mengemukakan hasil penelitiannya yang menginteregasikan unsur agama dalam terapi penyalahguna/ketergantungan Napza. Dikemukakan bahwa efektivitas terapi hasilnya lebih baik dari pada hanya menggunakan terapi medik-psikiatri saja. Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan Synder-man (1996) yang berkesimpulan bahwa terapi medik saja tanpa agama, tidaklah lengkap sebaliknya terapi agama saja tanpa medik tidak akan efektif. Unsur agama dalam terapi bagi para pasien penyalahguna/ketergantungan Napza mempunyai arti penting dalam mencapai keberhasilan penyembuhan. Unsur agama yang mereka terima akan memperkuat dan memulihkan rasa percaya diri, harapan, dan keimanan. Unsur agama ini tidak hanya penting bagi pasien penyalahguna/ketergantungan Napza saja tapi juga penting bagi keluarganya dalam menciptakan suasana rumah tangga yang religious.

2.11. Rehabilitasi

(49)
(50)

Faktor-faktor yang mempengaruhi penyalahgunaan zat: 

Faktor Kepribadian Faktor Lingkungan

Faktor Tersedianya Napza Faktor Teman Sebaya. 3.1. Kerangka Penelitian

Kerangka penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi penyalahgunaan Napza. Faktor tersebut antara lain faktor kepribadian yaitu tipe kepribadian yang suka melanggar dan terbawa emosi. Faktor lingkungan kesibukan orang tua dan adanya pengaruh dari lingkungan luar, baik dari sekolah maupun tempat kerja. Faktor tersedianya Napza adalah mudahnya mendapatkan Napza dengan harga yang relatif terjangkau. Faktor teman sebaya adanya tekanan dari teman sebaya, dan agar dikatakan mengikuti perkembangan zaman/ gaul. (Martono dkk, 2006).

Ket : ……… : Tidak diteliti

: Diteliti

(51)

3.2. Defenisi Operasional

Defenisi operasional dalam penelitian ini akan dijabarkan pada table di bawah ini:

Tabel 3.2 Tabel Defenisi Operasional Instrumen Penelitian

Variabel Defenisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur Faktor-faktor yang

mempengaruhi

Penyalahgunaan Napza

Faktor Kpribadian

Faktor Lingkungan

Faktor Tersedianya Napza

Faktor Teman Sebaya

Merupakan masalah yang kompleks dan memiliki dimensi yang luas, baik dari sudut pandang medik, psikiatrik, kesehatan jiwa maupun psikososial.

Suatu tipe kepribadian yang suka melanggar dan suka terbawa emosi, serta mudah terpengaruh atau ikut-ikutan.

Kesibukan orang tua, dan adanya pengaruh dari lingkungan luar individu mis: sekolah, atau tempat kerja,

Mudahnya mendapatkan Napza dimana-mana dan harga relatif terjangkau.

Adanya tekanan dari teman sebaya atau kelompok untuk mengkonsumsi Napza Kuesioner sebanyak 10 pertanyaan Kuesioner sebanyak 10 pertanyaan Kuesioner sebanyak 10 pertayaan Kuesioner sebanyak 10 pertanyaan Berpengaruh = skor > 20 Tidak

berpengaruh= skor < 20 Berpengaruh = skor > 20

Tidak berpengaruh = skor < 20

Berpengaruh = skor > 20

Tidak berpengaruh = skor < 20

Berpengaruh = skor > 20

Tidak berpengaruh = skor < 20

Ordinal

Ordinal

Ordinal

(52)

4.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain deskriptif yaitu metode penelitian yang bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi penyalahgunaan Napza pada pasien di Poliklinik Napza Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatra Utara Tahun 2013.

4.2. Populasi, Sampel, dan Teknik Sampling 4.2.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah pada semua klien penyalahguna Napza yang sedang di rawat jalan di Poliklinik Napza Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara. Seluruh pasien di Poliklinik Napza Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara yang berjumlah 1163 orang ( Rekam Medik RSJ Provinsi Sumatera Utara, 2013).

4.2.2. Sampel

(53)

Rumus : n = N 1 + N (d)2

n = 1163 = 92 orang 1 + 1163 (0,1)2

Keterangan : n = Jumlah sampel N = Jumlah populasi d = Tingkat signifikasi (0.1)

Berdasarkan hasil pengumpulan data responden, pada saat pengumpulan data pada tanggala 18 Desember s/d 18 Januari, sampel yang didapat hanya 85 orang. Hal ini terjadi dikarenakakan jumlah sampel yang tidak memenuhi jumlah yang diinginkan. Hal ini terjadi karena jumlah pasien yang berobat jalan di poliklinik Napza pada tahun 2013 sangat berkurang dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Dan hal ini disebabkan karena kebanyakan pasien tidak melakukan pengobatan secara rutin dan teratur, dan pada umumnya pasien kembali berobat ke poliklinik di karenakan pasien sudah dalam keadaan kondisi akut.

4.3 Teknik Sampling

(54)

4.4. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini diadakan di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara karena merupakan rumah sakit jiwa terbesar di Sumatera Utara. Rumah Sakit Jiwa ini juga memiliki populasi yang banyak dan sebagai rumah sakit jiwa rujukan yang ada di Sumatera Utara. Sekaligus menjadi rumah sakit pendidikan bagi mahasiswa yang akan praktek keperawatan jiwa. RSJ menampung banyak pasien gangguan jiwa seperti skizofrenia, retardasi mental, penyalahgunaan obat terlarang dan gangguan jiwa lainnya. Penelitian ini dilakukan di ruangan Poliklik RSJ Daerah Provinsi Sumatera Utara karena jumlah pasien yang berobat di ruangan Poliklinik Napza lebih dari sampel penelitiaan. Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2013 – Januari 2014.

4.5. Pertimbangan Etik

(55)

ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang disajikan. (Anonimity).

4.5. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket (kuesioner) yang pertanyaannya dibuat sendiri oleh peneliti yang disesuaikan dengan tinjauan pustaka. Instrumen dalam penelitian ini terdiri dari dua bagian, yaitu kuesioner A tentang data demografi, kuesioner B tentang faktor-faktor yang mempengaruhi penyalahgunaan Napza di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatra Utara.

Kuesioner data demografi meliputi nomor responden, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan terakhir, status pernikahan, penghasilan, dan lama dirawat. Data demografi responden hanya digunakan untuk menguraikan karateristik responden.

(56)

Untuk pertanyaan positif terdiri dari: 1, 3, 6, 7, 8, 9, 11, 13, 14, 16, 17, 18, 20, 21, 22, 23, 25, 26, 28, 30, 31, 32, 33, 34, 35, 36, 37, 38, 39, 40. dengan menggunakan skala likert dimana jawaban “TP” bernilai 1, jawaban “J” bernilai 2, jawaban “S” bernilai 3, jawaban “SS” bernilai 4. Dimana nilai tertinggi 120 dan nilai terendah 30.

Untuk pertanyaan negatif terdiri dari: 2, 4, 5, 10, 12 ,15 ,19 ,24 ,27 ,29 dengan menggunakan skala likert dimana jawaban “TP” bernilai 4, jawaban “j” bernilai 2, jawaban “S” bernilai 3, jawaban “SS” bernilai 1. Dimana nilai tertinggi 40 nilai terendah 10.

4.6. Uji Validitas dan Reliabilitas.

(57)

4.6.1. Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas menunjuk pada suatu pengertian bahwa suatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik. Instrumen yang baik tidak bersifat tendensius mengarahkan responden untuk memilih jawaban-jawaban tertentu. Instrumen yang sudah dapat dipercaya, yang reliabel menghasilkan data yang dapat

dipercaya juga. Apabila datanya benar sesuai dengan kenyataannya maka berapa kalipun diambil tetap sama. Reliabel artinya dapat dipercaya, jadi dapat

diandalkan dengan menggunakan rumus Cronbach Alpha, dimana menurut Saryono (2010) jika alpha > 0,70 maka butir-butir pernyataan dikatakan reliabel.

Uji reliabel ini dibantu dengan menggunakan teknik komputerisasi. Besar sampel untuk uji reliabilitas penelitian ini berjumlah 10 orang pasien yang berobat jalan diruang Poliklinik Napza Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara. Uji coba reliabel ini akan dilakukan setelah sidang proposal disetujui oleh para dosen penguji.

(58)

4.7.Proses Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan mulai tanggal 18 Desember - 18 Januari 2014. Pengumpulan data dilakukan dengan memberikan kuesioner kepada responden. Prosedur pengumpulan data dimulai dengan mengajukan permohonan izin pelaksanaan penelitian ke bagian pendidikan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Setelah mendapatkan surat pengantar dari fakultas peneliti mengirim surat tersebut ke Poliklinik RSJ Daerah Provinsi Sumatera Utara pada tanggal 18 Desember 2013 Peneliti mulai penelitiaan dengan mendatangi responden dan menjelaskan kepada responden tentang tujuan, prosedur, dan manfaat penelitian. Kemudian peneliti meminta kesediaan responden untuk mengikuti penelitiaan. Setelah responden bersedia, peneliti langsung mewawancarai responden. Waktu yang dibutuhkan dalam mewawancarai responden ± 15 menit untuk menjawab semua pernyataan pada kuesioner. Setelah peneliti selesai mewawancarai responden, peneliti memeriksa kembali kelengkapan jawaban responden dan meyesuaikan dengan jumlah kuesioner yang terkumpul. Setelah kuesioner terkumpul, peneliti menganalisa data.

4.8. Analisa Data

(59)

huruf menjadi data angka atau bilangan. Coding atau pemberian kode ini sangat berguna dalam memasukkan data (data entry). Tabulating yaitu jawaban yang telah diberi kode kategori jawaban kemudiaan dimasukkan ke dalam tabel. Analisa data, yaitu menganalisa data yang dilakukan dengan program analisa statistik. Cleaning yaitu pengecekan kembali data yang sudah dimasukkan ke paket computer. Peneliti melihat kembali kemungkinan adanya kesalahan-kesalahan kode, ketidak lengkapan, dan lain-lain. Dari data yang telah dimasukkan sebelumnya tidak ada missing (data yanghilang)

Analisa data kemudian dilanjutkan dengan analisis (faktor-faktor yang mempengaruhi penyalahgunaan Napza). dilanjutkan dengan menggunakan analisis univariat.

4.8.1 Statistika Univariat

(60)

5.1. Hasil

Pada bab ini akan memaparkan hasil penelitian yang telah dilakukan mulai Desember-Januari 2013. Pengambilan data dilakukan dengan pengisian kuesioner oleh respon yang berobat jalan di poliklinik Napza Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera utara. Kuesioner yang di sebar sebanyak 85 buah. Hasil penelitian ini berupa daftar distribusi responden berdasarkan variabel yang akan diteliti yang terdiri dari dua bagian yaitu. Bagian pertama berisi data demografi, dan bagian kedua menampilkan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi penyalahgunaan Napza di rumah sakit jiwa daerah provinsi Sumatra utara.

5.2. Analisis Univariat

Hasil analisis univariat pada penelitian ini dibagi atas dua bagian yaitu, data demografi responden, dan faktor-faktor yang mempengaruhi penyalahgunaan Napza pada Pasien di Poliklinik Napza RSJ Daerah Provinsi Sumatera Utara.

5.2.1. Data Demografi

(61)
[image:61.595.109.508.180.625.2]

Table 5.1. Distribusi frekuensi responden di Poliklinik Napza Berdasarkan umur, jenis kelamin, status pernikahan, agama, pendidikan terakhir, lama di rawat, pekerjaan, dan penghasilan di RSJ Daerah Provinsi Sumatra Utara Bulan Desember-Januari 2013 (n=85)

Variabel Kategori F (%)

Umur 20-30 31-40 41-50 62 22 1 72,9 25,9 1,2 Jenis Kelamin Laki-laki

Perempuan

81 4

95,3 4,7 Status Pernikahan Menikah

Belum Menikah 3 82 3,5 96,5 Agama Protestan Katolik Islam 10 27 48 11,8 31,8 56,5 Pendidikan Terakhir SD SMP SMA D3 18 31 22 14 21,2 36,5 25,9 16,5 Lama Rawat < 1 tahun

1-3 tahun 3-5 tahun > 5 tahun

18 31 22 14 21,2 36,5 25,9 16,5

Pekerjaan PNS

Wiraswasta

4 81

4,7 95,3 Penghasilan >Rp. 1.400.000

<Rp. 1.400.000

56 29

65,9 34,1

(62)

mayoritas memiliki latar belakang pendidikan SMP sebanyak 31 orang (36,5%), dan status pernikahan mayoritas belum menikah sebanyak 82 orang (96,5%) dengan pekerjaan mayoritas wiraswasta sebanyak 81 orang (95,3%), serta berpenghasilan mayoritas >1.400.000 sebanyak 56 orang (65,9%).

5.2.2 Faktor Kepribadian

[image:62.595.109.514.426.490.2]

Pada variabel faktor kepribadian responden di Poliklinik Napza RSJ Daerah Provinsi Sumatera Utara dapat dilihat dari tabel berikut:

Table 5.2. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Faktor Kepribadian Di Poliklinik Napza RSJ Daerah Provinsi Sumatera Utara Bulan Desember- Januari 2013 (n=85)

Variabel Kategorik Frekuensi Persentase (%)

Faktor Kepribadian Berpengaruh Tidak Berpengaruh

65 20

76,5 23,5

(63)

5.2.3 Faktor Lingkungan

[image:63.595.106.517.268.331.2]

Pada variabel faktor lingkungan responden di Poliklinik Napza RSJ Daerah Provinsi Sumatera Utara dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Faktor Lingkungan Di Poliklinik Napza RSJ Daerah Provinsi Sumatera Utara Bulan Desember- Januari 2013 (n=85)

Variabel Kategorik Frekuensi Persentase (%) Faktor lingkungan Berpengaruh

Tidak Berpengaruh 33 52

38,8 61,2

(64)

5.2.4 Faktor Tersedianya Napza

[image:64.595.108.517.270.352.2]

Pada variabel faktor tersedianya Napza di Poliklinik RSJ Daerah Provinsi Sumatera Utara dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Faktor Tersedianya Napza Di Poliklinik Napza RSJ Daerah Perovinsi Sumatera Utara Bulan Desember- Januari 2013 (n=85)

Variabel Kategorik Frekuensi Persentase %

Faktor Tersedianya Napza Berpengaruh Tidak

Berpengaruh

75 10

88,2 11,8

(65)

Tabel 5.2.5 Faktor Teman Sebaya.

[image:65.595.111.519.269.351.2]

Pada variabel faktor teman sebaya di Poliklinik RSJ Daerah Provinsi Sumatera Utara dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 5.5 Distribusi Ferekuensi Responden Berdasarkan Faktor Teman Sebaya Di Poliklinik Napza RSJ Daerah Provinsi Sumatera Utara Bulan Desember – Januari 2013 (n=85).

Variabel Kategori Frekuensi Persentase % Faktor Teman Sebaya. Berpengaruh

Tidak

Berpengaruh

81 4

95,3 4,7

(66)

5.2. Pembahasan

5.2.1. Faktor Kepribadian

Hasil penelitian yang diperoleh tentang faktor kepribadian yang mempengaruhi penyalahgunaan Napza di dapat bahwa responden mayoritas berpengaruh sebanyak 65 orang 76,5%. Kepribadian merupakan salah satu faktor etiologik dan konsisten pada penyalahgunaan Napza, faktor kepribadian merupakan faktor predisposisi. Kepribadian seseorang yang ditandai dengan ketidakmampuan menyesuaikan diri, perilaku anti sosial, dan kurang percaya diri. Merupakan ciri kepribadian yang rawan (vulnerable personality) pada penyalahguna Napza. Sehingga mengakibatkan hendaya (impairment) dalam fungsi dan hubungan sosialnya, pekerjaan atau sekolahnya, dan biasanya disertai penderitaan subyektif bagi dirinya (kecemasan dan depresi) (Hawari, 2006).

(67)

Napza. Sesuai dengan penelitian tersebut, Hawari (2006) mengatakan kepribadian yang tidak fleksibel akan sulit untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan hidupnya. Akan mengakibatkan seseorang anti sosial. Seseorang yang anti sosial akan mengalami resiko relatif untuk menggunakan Napza (Nasution, 2004).

Hal ini juga dapat di lihat dari item kuesioner yaitu “saya pertama sekali menggunakan Napza karena coba-coba dimana seseorang pertama sekali menyalahgunakan Napza karena ingin coba-coba. (Hawari 2006) menyatakan bahwa seseorang yang menyalahgunakan Napza pertama sekali dengan coba-coba akan berakibat fatal. Karena hal tersebut akan mengakibatkan penyalahguna Napza mengalami ketagihan dan sakau. Hal ini terjadi akibat keperibadiaan seseorang yang tidak fleksibel dan sulit untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan hidupnya. Sehingga mengakibatkan fungsi dan hubungan sosial yang tidak baik. Baik didalam sekolahnya dan pekerjaanya akan mengalami kemerosotan yang signifikan (Afiatin, 2008).

Hal ini juga dapat dilihat bahwa faktor kepribadian penyalahguna Napza memiliki konsep diri yang negatif, dan harga diri rendah serta kemampuan untuk memecahkan masalah secara adekuat berpengaruh bagaimana ia mudah mencari pemecahan masalah dengan cara melarikan diri, hal ini juga dapat dilihat dari intelegensia seseorang, dan dorongan kenikmatan dan perasaan ingin tahu dalam penyalahgunaan Napza (Yatim, 1998).

(68)

disebabkan karena seseorang yang mempunyai kepribadian yang tidak fleksibel. seseorang tersebut cendrung sulit menyesuaikan diri dengan lingkungan hidupnya. Serta kurang percaya diri. Sehingga untuk meningkatkan rasa percaya dirinya seseorang menyalahgunakan Napza.

5.2.2. Faktor Lingkungan.

Faktor keluarga seseorang yang berada dalam kondisi keluarga yang tidak baik (disfungsi keluarga) akan merasa tertekan, dan ketertekanan itu dapat menjadi faktor penyerta bagi dirinya terlibat dalam penyalahgunaan Napza. Kondisi keluarga yang tidak baik dan disfungsi keluarga yang dimaksud adalah sebagai berikut : kondisi keluarga yang tidak utuh, misanlnya orang tua meninggal atau kedua orang tua bercerai atau berpisah. Kesibukan orang tuanya, misalnya kedua orang tua jarang dirumah menyebabkan komunikasi dan waktu bersama anak berkurang dan tidak sama sekali. Sedangkan hubungan interpersonal yang tidak baik hubungan antara anak dan kedua orang tuanya, anak dengan sesama saudaranya (anak sesama anak ), atau hubungan ayah dan ibu yang sering cengcok, bertengkar, acuh-tak acuh, dan lainnya sebagainya sehingga suasana rumah kurang kehangatan (Martono, 2006).

(69)

Napza”. Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Husni (2012), sebanyak 53,1 dengan keadaan keluarga yang kondusif dan harmonis. Sesuai dengan hasil wawancara peneliti dengan responden bahwa, mayoritas responden mempunyai keluarga yang baik dan harmonis. Sehingga faktor lingkungan keluarga tidak terlalu mempengaruhi dalam penyalahgunaan Napza pada responden.

Hal ini juga dapat dilihat dari item kuesioner,” di lingkungan tmpat tinggal, saya banyak bergaul dengan pengganguran dan anak putus sekolah”. Lingkungan yang tidak kondusif seperti ini, juga dapat mengakibatkan penyalahgunaan Napza, karena pada umumnya seseorang menyalahgunakan Napza karena orang/teman di dalam lingkungan yang tidak baik, karena pada dasarnya seorang anak menyalahgunakan Napza pada tingkat SMP sampai perguruan tinggi. Dan pada saat itu seorang anak lebih mudah terpengaruh di karenakan kondisi anak yang mempunyai emosi yang cukup labil. Penyalahgunaan Napza selain dari teman sebaya yang tidak baik, juga dapat karena ketidaktahuannya bahwa Napza itu haram hukumnya baik dari segi agama maupun UU dan merusak kesehatan. (Hawari,2006).

(70)

5.2.3. Faktor Tersedianya Napza

Berdasarkan hasil penelitian tentang faktor tersedianya Napza di Poliklinik Napza RSJ Daerah Provinsi Sumatera Utara, didapatkan mayoritas berpengaruh sebanyak 88,2%. Ketersediaan Napza dan kemudahan memperolehnya juga dapat disebut sebagai pemicu seseorang menjadi pecandu, Indonesia sudah menjadi pasar tujuan pasar narkoba Internasional, menyebabkan obat-obatan ini mudah diperoleh. Bahkan beberapa media massa melaporkan bahwa para penjual narkotika menjual daganganya di sekolah-sekolah, termasuk di Sekolah Dasar. Pengalaman feel good mencoba drugs akan semakin memperkuat keinginan untuk memanfaatkan kesempatan dan akhirnya menjadi pecandu. Seseorang dapat menjadi pecandu disebabkan oleh beberapa faktor sekaligus atau secara bersamaan. Karena ada juga faktor yang muncul secara beruntun akibat dari satu faktor tertentu. (Purba dkk, 2008).

(71)

Hal ini juga dapat dilihat dari item kuesioner dimana, “saya sangat menyukai rasa dan khasiat yang ditimbulkan Napza”. Napza menjadi faktor terjadinya penyalahgunaan Narkoba karena pemakaiaanya menimbulkan efek atau sensasi tertentu sehingga pengguna terdorong untuk mencari dan menikmati sensasi-sensasi baru itu. Hal ini terjadi karena Napza bersifat adiktif, yakni menimbulkan ketagihan dan ketergantungan. Mudahnya mendapatkan Napza merupakan salah satu faktor pemicu yang sangat penting bagi terjadinya tindak penyalahgunaa. Napza dan mendapat Napza tanpa melalui izin dan resep dari dokter merupakan dampak yang besar pula dalam penyalahgunaan Napza. Widjono (1998 dalam Afatin, 2008).

Dari hasil penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa seseorang menyalahgunakan Napza di karenakan seseorang mudah mendapatkan Napza hal tersebut merupakan salah satu pemicu seseorang menyalahgunakan Napza, karena pada saat ini Napza dapat di beli di mana-mana, termasuk di toko obat sekali pun tanpa ada izin dokter. Serta khasiat yang ditimbulkan Napza membuat seseorang ingin terus menggunakan Napza. Hal ini terjadi karena Napza bersifat adiktif sehingga menimbulkan ketagihan dan ketergantungan.

5.2.4. Faktor Teman Sebaya.

(72)

mulai berkenalan dengan Napza dari kawan-kawanya. Penolakan terhadap tekanan ini dapat mengakibatkan anggota yang menolak dikucilkan atau disepak dari kelompok. Dan menurut Diwanto (2006), mengatakan faktor teman sebaya, adanya satu atau dari beberapa anggota kelompok teman sebaya yang menjadi pengedar Napza, ajakan bujukan atau iming-iming teman sebaya, pelaksanaan dan tekanan teman sebaya, bila tidak ikut melakukan penyalahgunaa Napza dianggap tidak setia kepada kelompok (Ermawati dkk,2009).

Dan hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitiaan Jenny, (2007) 91,3 % bahwa di dalam mekanisme terjadinya ketergantungan Napza teman kelompok sebaya (peer group), mempunyai pengaruh yang sangat besar untuk mendorong/mencetuskan penyalahgunaan Napza pada diri seseorang. Hawari (1990) menyatakan pengaruh teman sebaya ini dapat menciptakan keterikatan dan kebersamaan, sehingga yang bersangkutan sukar melepaskan diri. Pengaruh teman sebaya ini hanya pada saat perkenalan pertama dengan Napza, melainkan juga yang menyebabkan seseorang tetap menyalahgunakan Napza, sehingga menyebabkan relaps. Marlatt dan Cordon (1980 dalam Jenny 2007), dalam penelitiannya terhadap para penyalahgunaan atau ketergantungan Napza yang kambuh, menyatakan bahwa mereka kembali kambuh karena ditawarin oleh teman-teman yang masih menggunakan Napza.

(73)

kelompok, pengaruh teman kelompok ini tidak hanya pada saat perkenalan pertama dengan Napza, melainkan juga yang menyebabkan seseorang tetap menyalahgunakan Napza. Pada hakikatnya penyalahguna Napza tidak mampu menyesuaika diri dalam menjalin hubungan yang baik dengan lingkungan sekitarnya. Oleh karena itu kebanyakan penyalahguna Napza bergabung dengan kelompok teman sebaya dan turut menyalahgunakan Napza. Pada umumnya pertama sekali penyalahguna Napza menggunakan Napza dari teman kelompoknya biasanya dengan ditawari, dijebak, dibujuk, dan sebagainya, sehingga yang bersangkutan turut menggunakan Napza , dan sukar melepaskan diri dari ikatan teman kelompoknya. Keinginan untuk bersatu dalam subkultur ini

makin kuat, dan Napza adalah salah satu pengikat utamanya. (Brehm dkk, 1990, dalam Afatin, 2008).

(74)

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan Penelitiaan yang dilakukan pada November - Desember 2013 di Poliklinik Napza Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatra Utara untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi penyalahgunaan Napza di Poliklinik Napza RSJ Daerah Provinsi Sumatera Utara dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Faktor Kepribadiaan di Poliklinik Napza RSJ Daerah Provinsi Sumatra Utara di dapatkan pada katagori berpengaruh 76,5%

2. Faktor Lingkungan Di Poliklinik Napza RSJ Daerah Provinsi Sumatra Utara di dapatkan pada katagori tidak berpengaruh 61,2

3. Faktor Tersedianya Napza Di Poliklinik Napza RSJ Daerah Provinsi Sumatra Utara di dapatkan katagori berpengaruh 88,2%

(75)

6.2. Saran

2.1. Bagi Praktik Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menggambarkan keadaan yang menjadi faktor penyebab penyalahgunaan Napza, sehingga dapat menjadi masukkan dalam bidang keperawatan dan memberikan asuhan keperawatan mulai dari penyuluhan tentang bahaya dan dampak Napza sampai pada pengobatan dan perawatan di rehabilitasi Napza.

2.2. Bagi Pendidikan Keperawatan

Hasil penelitian ini disarankan dapat menjadi tambahan informasi bagi pendidikan keperawatan tentang faktor-faktor penyalahgunaan Napza di Poliklinik Napza RSJ Daerah Perovinsi Sumatera Utara.

2.3. Bagi Penelitian Keperawatan.

Hasil penelitian yang diperoleh dapat menjadi data dasar dan informasi bagi penelitiaan selanjutnya dan penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan acuan bagi peneliti selanjutnya yang berkaitan dengan desain, populasi dan tehnik pengambilan sampel yang berbeda.

(76)

Andriyani. (2011). Upaya Pencegahan Tindak Penyalahgunaan Narkoba Dikalangan Mahasiswa Politeknik Negeri Sriwijaya. Dibuka pada tanggal 3 Juni 2013 dari www.pdf.com.

Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek (Edisi Kelima). Jakarta : Rineka Cipta.

Bahri, S. (2005). Penyalahgunaan Napza Dapat menghancurkan Generasi Muda. Skripsi USU. Dibuka pada tanggal 3 Juni 2013. http://

repository.usu.ac.id.

Dalami, E., Suliswati., Rochima., Suryati, K. R., Lestari. W. (2009). Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Jiwa. Jakarta : TIM.

Doenges, M. E., Townsend, M. C., Moorhouse, M. F. (2006). Rencana Asuhan Keperawatan Psikiatri (Edisi 3). Jakarta : EGC.

Fortinash, M. & Worret, H. (2003). Psychiatric Nursing Care Plans (Edisi 4). California : Mosby.

Goleman, M.E., Moorhouse, M. F. (2005). Penyebab Dan Kondisi Psikologi Penyalahgunaan Napza. Jakarta : Rinela Cipta.

Gunawan, W (2006). Keren Tanpa Narkoba. Jakarta, PT. Grasindo

Hawari, D. H. (2009). Penyalahgunaan Dan Ketergantungan Naza (Edisi Kedua). Jakarta : FK. UI.

Haryanto. N. (2005) Psikologi Penyalahgunaan Napza Bandung : Cipta Pustaka. Hawari, D. H. (2008). Lima Besar Penyakit Mental Masyarakat. Jakarta : FK UI. Husni. (2012). Faktor – faktor yang mempengaruhi penyalahgunaan Napza oleh

pasien di instalasi Napza Rumah Sakit Jiwa Prof. DR. HB. SA’ANIN PADANG Tahun 2012. Dibuka tanggal 29 Mei 2013 dari www.pdf.com.

(77)

Jenny. (2007). Karakteristik Penyalahgunaan Napza di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara. Skripsi FIK USU. Dibuka tanggal 29 Mei 2013 dari http:// repository.usu.ac.id.

Joewana, S. (2005). Gangguan Mental dan Prilaku Akibat Penggunaan Zat Psikoaktif (Edisi 2). Jakarta : EGC.

Martono, L. H. & Joewana, S. (2008). Menangkal Narkoba dan Kekerasan (Edisi Keempat). Jakarta : Balai Pustaka.

Martono, L. H. & Joewana, S. (2006). Membantu Pemulihan Pecandu Narkoba. Jakarta : Balai Pustaka.

Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta. Nursalam, S. (2009). Manajemen Keperawatan; Aplikasi dalam Praktik

Keperawatan Profesional (Edisi 2). Jakarta : Salemba Medika. Nasution , Z. (2004) Menyelamatkan Keluarga Indonesia Dari Narkoba Bandung : Cipta Pustaka Media.

Pantjalina. (2008). Faktor Mempengaruhi Prilaku Pecandu Penyalahgunaan Napza Pada Masa Pemulihan di Rumah Sakit Jiwa Daerah Atma Husada Mahakam Samarinda. Dibuka pada tanggal 4 Juni 2013 dari www.pdf.com.

Purba, J. M., Wahyuni, S. E., Nasution, M. L., Daulay, W. (2008). Asuhan -Keperawatan Pada Klien Dengan Masalah Psikososial dan Gangguan Jiwa. Medan : Usu Press.

Rustyawati. (2011). Beberapa Faktor Resiko Yang Berhubungan Dengan Penyalahgunaan Napza Yang Dirawat di Panti Rehabilitasi Semarang. Dibuka pada tanggal 3 Juni 2013 dari www.pdf.com.

Rekam Medik (2012) Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara.

Saryono. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan (Edisi 3). Yogyakarta : Mitra Cendikia.

Siregar, M. (2004). Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Penyalahgunaan Narkotik Pada Remaja di Panti Sosial Parmadi Putra “Insyaf” Medan. Skripsi FSIP USU. Dibuka pada tanggal 26 Mei 2013. http:// repository.usu.ac.id.

(78)
(79)

Lampiran 1

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN (Informed Concent)

Saya adalah mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara

Medan yang melakukan penelitian dengan judul “Faktor-Faktor yang mempengaruhi

Napza Pada Pasien Di Poliklinik Napza RSJ Daerah Perovinsi Sumatra Utara”. Penelitian

ini bertujuan untuk mengidentifikasi Faktor-Faktor Yang

Gambar

Table 5.1. Distribusi frekuensi responden di Poliklinik Napza Berdasarkan
Table 5.2. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Faktor Kepribadian Di  Poliklinik Napza RSJ Daerah Provinsi Sumatera Utara Bulan Desember- Januari  2013 (n=85)
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Faktor Lingkungan Di Poliklinik Napza RSJ Daerah Provinsi Sumatera Utara Bulan Desember- Januari  2013 (n=85)
Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Faktor Tersedianya
+2

Referensi

Dokumen terkait

Pada tulisan ini akan diterapkan salah satu metode dari analisis diskriminan yaitu aturan minimum ECM pada data kemiskinan kota dan desa seluruh provinsi di

SEMESTER GENAP TAHUN AKADEMIK 2014/2015 PROGRAM STUDI : KOMPUTERISASI AKUNTANSI.

Oleh itu, latihan secara program yang baik perlu dititikberatkan terhadap pekerja bagi meningkatkan pengetahuan mereka dalam mengendalikan kerja yang dilakukan

· Pembuatan tabel distribusi frekuensi dapat dimulai dengan menyusun data mentah ke dalam urutan yang sistematis ( dari nilai terkecil ke nilai yang lebih besar atau

Kami memproduksi accessories fashion (Kalung) yang dibuat secara Handmade dengan design yang unik dan menggunakan bahan seperti kain (Batik, Tenun, Doyo, dll), kuningan, tembaga

Hasil itu menunjukkan bahwa pelatihan pemaknaan dan pembacaan ayat-ayat Alquran dapat menurunkan tingkat stres mahasiswa yang sedang mengerjakan skripsi di program

Yeni Arama Berjudul Manas (Studi Tentang Langkah Kompositoris Dalam Kasus Perbenturan Tonalitas)”. Lahirnya dilatarbelakangi oleh dialektika dua budaya di dalam musik Manas

Pembelajaran tematik yang diterapkan di SD Kristen Satya Wacana Salatiga sudah baik namun akan lebih menarik apabila dipadukan dengan model pembelajaran kooperatif