MENTZER INDEKS PADA ANEMIA DEFISIENSI BESI DAN
THALASSEMIA
Tesis
LINDA STELLA TARIGAN
PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN - SPESIALIS PATOLOGI KLINIK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
MENTZER INDEKS PADA ANEMIA DEFISIENSI BESI DAN
THALASSEMIA
Tesis
Untuk memperoleh Gelar Magister Kedokteran di bidang
Patologi Klinik /clin-path pada Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara
LINDA STELLA TARIGAN
PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN - SPESIALIS PATOLOGI KLINIK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
Daftar singkatan v
Abstrak vii
Bab 1. Pendahuluan
1.1. Latar belakang 11.2 . Perumusan masalah 4
1.3. Hipotesa penelitian 4
1.4. Tujuan penelitian 1.4.1. Tujuan umum 4
1.4.2. Tujuan khusus 4
1.5. Manfaat penelitian 5
Bab 2 . Tinjauan pustaka
2.1. Anemia defisiensi besi 2.1.1. Defenisi anemia defisiensi besi 62.1.2. Epidemiologi anemia defisiensi besi 6
2.1.3. Etiologi anemia defisiensi besi 7
2.1.4. Distribusi besi dalam tubuh 9
2.1.4.1. Hemoglobin 9
2.1.4.2. Cadangan besi 10
2.1.4.3. Mioglobin 10
2.1.4.4 Kompartemen besi jaringan 11
2.1.4.5 .Besi transport 11
2.1.5. Absorpsi besi 11
2.1.6. Mekanisme regulasi absorpsi besi 14
2.1.7. Siklus besi dalam tubuh 15
2.1.10 . Patofisiologi anemia defisiensii besi 20
2.1.11. Penilaian status besi 21
2.2. Thalassemia 2.2.1. Defenisi thalassemia 30
2.2.2. Distribusi thalassemia 30
2.2.3. Etiologi thalassemia 31
2.2.4. Klasifikasi thalassemia 31
2.2.4.1 .Beta thalassemia homozigot 31
2.2.4.2. Beta thalassemia heterozigot 32
2.2.4.3. Alfa thalassemia homozigot 33
2.2.4.4. Alfa thalassemia heterozigot 33
2.2.5. Patofisiologi thalassemia 34
2.2.6. Gejala klinis thalassemia 35
2.2.7. Pemeriksaan laboratorium 35
2.3 Kerangka konseptual 36
Bab 3. Metode penelitian
3.1. Desain penelitian 373.2. Waktu dan tempat penelitian 37
3.3. Populasi dan sampel penelitian 37
3.4. Perkiraan besar sampel 38
3.5 . Kriteria esklusi dan inklusi 38
3.6. Persetujuan setelah penjelasan 39
3.7. Etika penelitian 39
3.8. Bahan dan cara 39
3.8.1. Pengambilan sampel 39
3.8.4. Pemeriksaan laboratorium 41
3.8.5. Kontrol kualitas pemeriksaan laboratorium 44
3.9 Identifikasi variabel 49
3.10. Batasan operasional 49
3.11.. Analisa data 51
3.12. Alur penelitian 52
3.13. Kerangka operasional 53
Bab 4 . Hasil penelitian
54Bab 5. Pembahasan
58Bab 6. Kesimpulan dan saran
61Bab 7. Ringkasan
62Daftar pustaka
64Tabel
: 4.1. Karakteristik subjek penelitian dengan jenis kelamin 544.2. Karakteristi subjek penelitian dengan suku/bangsa 54
4.3. Karakteriktik hasil pemeriksaan laboratorium dari sampel 55
4.4. Karakteristik subjek penelitian setelah pemeriksaan darah lengkap Feritin dan hemoglobin elektroforesis 55
4.5. Mentzer Indeks terhadap anemia defisiensi besi 56
4.6. Mentzer indeks terhadap thalassemia 56
4.7. Sensitiviti,spesitifiti,PPV,NPV Mentzer Indeks terhadap anemia 57 Defisiensi besi dan thalassemia.
Lampiran
: 1. Status pasien 704. Persetujuan Komisi Etik tentang pelaksanaan penelitian 73
5. Izin penelitian 74
6. Data primer pasien 75
ALAS : Amino levulinic Acid Synthetase
ASI : Air Susu Ibu
βTT : Beta Trait Thalassemia
CDC : Centre for Disease Control
CHr : Content of Reticulocytes
CV : Coeficient Variable
DCYTB : Doudenal Cytocrome B Like
DMT 1 : Divalent Metal Transport
EDTA :Ethylene Diamine Tetra Acetic Acid
ECLIA : Electro Chemiluminescence ImmunoAssay
EP : Erythrocyte protophyrin
FEP : Free Erythrocyte Porphyrin
Hb : Hemoglobin
Hb A : Hemoglobin A
Hb A2 : Hemoglobin A2
Hb F : Hemoglobin F
Ht : Hemotokrit
HbE : Hemoglobin Elektroforese
HPLC : High Performance Liquid Chromatography
IDA : Iron Deficiency Anemia
IPU : Informasi Processing Unit
IRE : Iron Responssive Element
IRE-BP : Iron Responssive Element Binding Protein
MCHC : Mean Corpuscular Hemoglobin Concentrate
MCH : Mean Corpuscular Hemoglobin
MI : Mentzer Indeks
mRNA : messenger Ribosa Nucleic Acid
n : Nominal
NaCl : Natrium Clorida
NPV :Negative Predictible Value
PPV : Positive Predictible Value
QC : Quality Control
RBC : Red Blood Cell
Rikesda : Riset Kesehatan Dasar
RES : Reticulum Endothelial System
RDW index : Red Blood Distribution Width Index
RSUP : Rumah Sakit Umum Pendidikan
SD :Standard Deviation
SKRT : Survey Kesehatan Rumah Tangga
TF : Transferin Receptor
TFRs : Cell Surface Transferin Receptor
TIBC : Total Iron Binding Capacity
UL : Upper Limit
WHO : World Health Organization
Linda Stella
Abst ra k
Tariagan,Ratna. A. Ganie ,Adi Koesoema Aman,Departemen Patologi Klinik Fakultas kedokteran Universitas Sumatera Utara/RSUP
H.Adam Malik Medan Indonesia
Latar belakang : Penyakit yang paling umum ditemukan dengan gambaran
morfologi darah tepi anemia mikrositik hipokrom adalah anemia defisiensi besi dan thalassemia.Para klinisi sering dihadapkan dengan gambaran mikrositik hipokrom dari sel darah merah (eritrosit) pada daerah degan prevalensi anemia defisiensi besi dan thalassemia yang tinggi. Mentzer indeks(MI) dapat membantu membedakan defisiensi besi dengan thalassemia dimana pemeriksaan ini merupakan hasil perhitungan MCV/RBC.Bila hasil perhitungan >14 ( suggestive) indikasi anemia defisiensi besi, namun bila <12 (suggestive) indikasi thalassemia trait.
Tujuan : Dengan menggunakan Mentzer indeks diharapkan anemia defisiensi besi dapat dibedakan dengan thalassemia.
Bahan dan Cara : Dilakukan penelitian secara cross sectional, selama bulan Oktober sampai dengan Desember 2012 di Departemen Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/ RSUP H.Adam Malik ,Medan.Populasi adalah pasien yang datang untuk pemeriksaan darah lengkap.Sampel adalah pasien dengan dengan MCV < 80 fldan MCH< 27 pq , secara consecutive sampling sebanyak 34 sampel. Sampel memenuhi kriteria inklusi dilanjutkan dengan pemeruksaan serum Feritin dengan metode ECLIA dan pemeriksaan Hemoglobin Elektroforesis dengan micro capillary elektroforesis.
Hasil:Dari hasil penelitian secara statistik, dengan menggunakan Fisher Exact test diperoleh hasil penelitian dengan P value 0.384 (>0.05), menunjukkan tidak ada perbedaan pada penetapan anemia defisiensi besi dengan menggunakan Mentzer
indeks,sedangkan untuk β thalassemia traitdiperoleh hasil P value 0.016 (<0.05)
,yang hasil menunjukkan bahwa ada perbedaan yang bermakna dengan menggunakan Mentzer Indeks.
Dengan Mentzer indeks > 14 (suggestif) untuk menentukan adanya anemia defisiensi besi diperoleh nilai sensitiviti 86%,spesitifiti 37%, negative predictive value 91% dan positif predictive value 26%, .Dengan Mentzer indeks <12( sugestif )
untuk menentukan adanya β trait thalassemia diperoleh nilai sensitiviti 36%,specitifiti 17% ,negative predictive value 17% dan positif predictive value 36%,
Kesimpulan: Dari hasil penelitian ini ,belum bisa dibuktikan bahwa Mentzer indeks
dapat dipakai untuk diagnosa anemia defisiensi besi .
Linda Stella
Abst ra k
Tariagan,Ratna. A. Ganie ,Adi Koesoema Aman,Departemen Patologi Klinik Fakultas kedokteran Universitas Sumatera Utara/RSUP
H.Adam Malik Medan Indonesia
Latar belakang : Penyakit yang paling umum ditemukan dengan gambaran
morfologi darah tepi anemia mikrositik hipokrom adalah anemia defisiensi besi dan thalassemia.Para klinisi sering dihadapkan dengan gambaran mikrositik hipokrom dari sel darah merah (eritrosit) pada daerah degan prevalensi anemia defisiensi besi dan thalassemia yang tinggi. Mentzer indeks(MI) dapat membantu membedakan defisiensi besi dengan thalassemia dimana pemeriksaan ini merupakan hasil perhitungan MCV/RBC.Bila hasil perhitungan >14 ( suggestive) indikasi anemia defisiensi besi, namun bila <12 (suggestive) indikasi thalassemia trait.
Tujuan : Dengan menggunakan Mentzer indeks diharapkan anemia defisiensi besi dapat dibedakan dengan thalassemia.
Bahan dan Cara : Dilakukan penelitian secara cross sectional, selama bulan Oktober sampai dengan Desember 2012 di Departemen Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/ RSUP H.Adam Malik ,Medan.Populasi adalah pasien yang datang untuk pemeriksaan darah lengkap.Sampel adalah pasien dengan dengan MCV < 80 fldan MCH< 27 pq , secara consecutive sampling sebanyak 34 sampel. Sampel memenuhi kriteria inklusi dilanjutkan dengan pemeruksaan serum Feritin dengan metode ECLIA dan pemeriksaan Hemoglobin Elektroforesis dengan micro capillary elektroforesis.
Hasil:Dari hasil penelitian secara statistik, dengan menggunakan Fisher Exact test diperoleh hasil penelitian dengan P value 0.384 (>0.05), menunjukkan tidak ada perbedaan pada penetapan anemia defisiensi besi dengan menggunakan Mentzer
indeks,sedangkan untuk β thalassemia traitdiperoleh hasil P value 0.016 (<0.05)
,yang hasil menunjukkan bahwa ada perbedaan yang bermakna dengan menggunakan Mentzer Indeks.
Dengan Mentzer indeks > 14 (suggestif) untuk menentukan adanya anemia defisiensi besi diperoleh nilai sensitiviti 86%,spesitifiti 37%, negative predictive value 91% dan positif predictive value 26%, .Dengan Mentzer indeks <12( sugestif )
untuk menentukan adanya β trait thalassemia diperoleh nilai sensitiviti 36%,specitifiti 17% ,negative predictive value 17% dan positif predictive value 36%,
Kesimpulan: Dari hasil penelitian ini ,belum bisa dibuktikan bahwa Mentzer indeks
dapat dipakai untuk diagnosa anemia defisiensi besi .
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Mikrositer hipokrom adalah gambaran morfologi sel darah merah
dengan nilai MCV lebih kecil dari normal (< 80fl) dan MCH lebih kecil dari nilai
normal (<27pq). Penyakit yang paling umum ditemukan dengan gambaran
morfologi darah tepi anemia mikrositik hipokrom adalah anemia defisiensi besi dan
thalassemia.Para klinisi sering dihadapkan dengan gambaran mikrositik hipokrom
dari sel darah merah (eritrosit) pada daerah dimana prevalensi anemia defisiensi
besi dan thalassemia yang tinggi . Sehingga dalam memberikan obat-obatan
selalu keliru. Mentzer Indeks adalah perbandingan MCV dan RBC yang dipakai
selama ini untuk membedakan anemia defisiensi besi dan thalassemia.
Pemeriksaan ferritin merupakan salah satu tes untuk menentukan status besi
pada keadaan dimana anemia defisiensi besi dan thalassemia belum dapat
dipastikan. Penentuan kadar HbA2 dan HbF juga dapat membantu untuk
membedakan anemia defisiensi besi dan thalassemia yang dapat diperiksa
dengan menggunakan hemoglobin elektroforesis1,3,9,15.
Saat ini telah dikembangkan pemeriksaan elektroforesis hemoglobin
dengan tingkat ketelitian yang tinggi yaitu dengan metoda elektroforesis kapiler
dari Sebia.Metoda ini merujuk pada elektroforesis yang dilakukan pada tabung
kapiler,menggunakan voltase tinggi ,waktu yang singkat dalam pengerjaannya dan
memerlukan jumlah darah yang minimal.Fraksi hemoglobin normal maupun
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat kurangnya zat
penyediaan besi untuk eritropoesis,karena cadangan besi kurang,yang akhirnya
mengakibatkan pembentukan hemoglobin menjadi berkurang. Defenisi anemia
menurut kriteria WHO adalah kadar hemoglobin dibawah nilai normal menurut
umur bayi sampai umur 6 tahun:<11g/dl,6tahun-14tahun <12g/dl, wanita
dewasa:<12g/dL, laki-laki dewasa : < 13 gr/dl, dimana kadar Hb berbeda
bervariasi berdasarkan jenis kelamin dan umur. Pada umumnya digunakan definisi
anemia berdasarkan Centers for Disease Control and Prevention (CDC) dan
World Health Organization (WHO).1,2,7,18,21.
Menurut SKRT Indonesia 1995, prevalensi anemia defisiensi besi pada
populasi Indonesia berkisar 40-58% ( SKRT 1995,NHS HKI 2001) yaitu,1-2 tahun
sebesar 61,4%, 0-5 tahun sebesar 47%,15-19 tahun sebesar 26,5%, wanita usia
subur sebesar 51,4%, wanita hamil sebesar 40%.
29, Menurut Survei Kesehatan
Rumah Tangga (2004) diperoleh data bahwa 39% untuk balita ,24% untuk 5-11
tahun.29
Menurut laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesda) Nasional tahun 2007
di 440 kota/kabupaten di 33 propinsi di Indonesia oleh Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Depkes RI mengungkapkan bahwa secara nasional
prevalensi anemia diperkotaan menurut Riskesda paling tinggi pada usia balita
27,7% diikuti oleh kelompok usia lanjut (> 75 tahun) 17,7%.
Thalassemia adalah sekumpulan kelainan genetik yang mengakibatkan
berkurang atau tidak ada sama sekali sintesis satu atau lebih rantai globin
.Kelainan ini dapat dijumpai gambaran darah tepi mikrositik hipokrom, dengan
kadar hemoglobin dalam batas normal atau menurun dibandingkan dengan
anemia defisiensi besi disertai penurunan kadar hemoglobin tergantung tingkat
keparahannya.
Kelainan genetik thalassemia tersebar luas di daerah di dataran Cina di
daerah perbatasan Muangthai,Laos,Kamboja dengan frekwensi sebesar 50-60%
dan juga tersebar di daerah lain Asia Tenggara dengan frekwensi yang makin
berkurang di daerah yang lebih jauh.Frekwensi gen untuk Indonesia belum jelas.
Diduga sekitar sekitar 3-5% ,sama seperti Malaysia dan Singapura.
10,11,12,13.14.
11,12,23,25.
Mentzer indeks dapat membantu membedakan defisiensi besi dengan
thalassemia dimana pemeriksaan ini merupakan hasil perhitungan MCV/RBC.Bila
hasil perhitungan >14 ( suggestive) merupakan indikasi untuk anemia defisiensi
besi, namun bila <12 (suggestive) merupakan indikasi untuk thalassemia
trait.Tetapi bila ditemukan anemia defisiensi besi dan thalassemia secara
bersamaan, maka Mentzer indeks tidak dapat dipakai. .1,2,5,10,22.
Penelitian yang dilakukan oleh Aysin Demir dkk,Ankara,Turkey,Mentzer
Indeks digunakan untuk mendiagnosa anemia defisiensi besi dengan trait
thalassemia oleh karena untuk anemia defisiensi besi memiliki sensitiviti
62%,specificiti 86% sedangkan β trait thalassemia memiliki sensitiviti 86%
,specifisiti 62%.
26 .Dari hasil penelitian ini ,belum bisa dibuktikan bahwa Mentzer
Indeks dapat dipakai untuk diagnosa anemia defisiensi besi dan thalassemia
walaupun penelitian lain yang dilakukan oleh Fakher Rahim dkk, Ahwaz ,Iran,
dengan menggunakan Mentzer indeks untuk membandingkan antara anemia
defisiensi besi dengan β trait thalassemia mendapatkan : anemia defisiensi besi
memiliki sensitiviti 80% dan spesifisiti 95%, untuk β trait thalassemia memiliki
Berdasarkan ini penelitian ingin membuktikan ketepatan Mentzer Indeks
untuk dapat membedakan anemia defisiensi besi dengan thalassemia melalui
skrining morfologi eritrosit mikrositer hipokrom dan analisa hemoglobin
menggunakan mikro capillary elektroforesis.
1.2. PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan paparan latar belakang penelitian yang telah diuraikan diatas
dapatlah dirumuskan permasalahan penelitian adalah:
1. Apakah ada hubungan Mentzer indeks dalam membedakan antara pasein
anemia defisiensi besi dengan thalassemia?
1.3. HIPOTESA PENELITIAN
Mentzer indeks dapat digunakan untuk membedakan anemia defisiensi besi dan
thalassemia.
1.4. TUJUAN PENELITIAN
1.4.1. Tujuan umum
Dengan menggunakan Mentzer indeks diharapkan anemia defisiensi besi
dapat dibedakan dengan thalassemia.
1.4.2.Tujuan khusus
- Untuk melihat nilai Menzter Indeks dari gambaran hipokrom mikrositer
pada anemia defisiensi besi.
- Untuk melihat nilai Mentzer Indeks dari gambaran hipokrom mikrositer
- Untuk mendapatkan nilai HbA2 dan HbF pada anemia defisiensi besi dan
thalassemia dengan menggunakan Mikrocappilary Elektroforesis.
- Untuk mendapatkan nilai Ferritin pada anemia defisiensi besi dan
thalassemia.
- Untuk menentukan sensitivitas dan spesitifitas dari Mentzer
Indeks.terhadap anemia defisiensi besi dan thalassemia.
1.5. Manfaat penelitian
Diharapkan dengan penelitian ini dapat memberi masukan kepada klinisi
bahwa Mentzer indeks dengan gambran hipokrom mikrositer dapat dipakai untuk
membedakan antara anemia defisiensi besi dengan thalassemia. Sehingga para
klinisi dapat menentukan untuk pemeriksaan lanjutan yang akan dilakukan atau
dirujuk.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. ANEMIA DEFISIENSI BESI
2.1.1. DEFENISI
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya
penyediaan besi untuk eritropoesis,karena cadangan besi kosong,yang akhirnya
mengakibatkan pembentukan hemoglobin berkurang.
2.1.2. EPIDEMIOLOGI
1,2.3.8.9
Prevalensi anemia defisiensi besi tinggi pada balita, demikian juga pada
anak usia sekolah dan anak pra remaja. Angka kejadian anemia defisiensi besi
pada anak usia sekolah(5-8 tahun) di kota sekitar 5,5% anak praremaja 2,6%,
gadis remaja yang hamil 26%29
Diperkirakan sekitar 30% penduduk dunia menderita anemia dan lebih
dari setengahnya merupakan anemia defisiensi besi. Anemia defisiensi besi lebih
sering ditemukan di negara sedang berkembang ,sehubungan dengan
kemampuan ekonomi yang terbatas,masukan protein hewani yang rendah dan
infeksi parasit yang merupakan masalah endemik. Di saat ini di Indonesia ,anemia
defisiensi besi masih merupakan salah satu masalah gizi utama disamping
kekurangan kalori protein,vitamin A dan yodium. .
2.1.3.ETIOLOGI ANEMIA DEFISIENSI BESI
Defisiensi zat besi terjadi jika kecepatan kehilangan atau penggunaan
elemen tersebut melampaui kecepatan asimilasinya. Penurunan cadangan
zat besi jika bukan pada anemia yang nyata, biasanya dijumpai pada bayi
dan remaja dimana merupakan masa terbanyak penggunaan zat besi untuk
pertumbuhan. Neonatal yang lahir dari perempuan dengan defisiensi besi
jarang sekali anemis tetapi memang memiliki cadangan zat besi yang
rendah. Bayi ini tidak memiliki cadangan yang diperlukan untuk
pertumbuhan setelah lahir. ASI merupakan sumber zat besi yang adekuat
secara marginal. Berdasarkan data dari “the third National Health and
Nutrition Examination Survey” ( NHANES III ), defisiensi besi
ditentukan oleh ukuran yang abnormal dari serum feritin, transferring
saturation, dan/atau erythrocyte protophorphyrin.Kebutuhan zat besi yang
sangat tinggi pada laki-laki dalam masa pubertas dikarenakan
peningkatan volume darah, massa otot dan myoglobin. Pada wanita
kebutuhan zat besi setelah menstruasi sangat tinggi karena jumblah darah
yang hilang, rata-rata 20mg zat besi tiap bulan, akan tetapi pada beberapa
individu ada yang mencapai 58mg. Penggunaan obat kontrasepsi oral
menurunkan jumlah darah yang hilang selama menstruasi, sementara itu
alat-alat intrauterin meningkatkan jumlah darah yang hilang selama
menstruasi. Tambahan beban akibat kehilangan darah karena parasit
seperti cacing tambang menjadikan defisiensi zat besi suatu masalah
dengan proporsi yang mengejutkan.Penurunan absorpsi zat besi, hal ini
terjadi pada banyak keadaan klinis. Setelah gastrektomi parsial atau total,
motilitas dan by pass usus halus proximal, yang menjadi tempat utama
absorpsi zat besi. Pasien dengan diare kronik atau malabsorpsi usus halus
juga dapat menderita defisiensi zat besi, terutama jika duodenum dan
jejunum proximal ikut terlibat.
Kehilangan zat besi, dapat terjadi secara fisiologis atau patologis;
Fisiologis:
• Menstruasi
• Kehamilan, pada kehamilan aterm, sekitar 900mg zat besi hilang
dari ibu kepada fetus, plasenta dan perdarahan pada waktu partus.
Patologis:
Perdarahan saluran makan merupakan penyebab paling sering dan
selanjutnya anemia defisiensi besi. Prosesnya sering tiba-tiba. Selain itu
dapat juga karena cacing tambang, pasien dengan telangiektasis herediter
sehingga mudah berdarah, perdarahan traktus gastrourinarius, perdarahan
paru akibat bronkiektasis atau hemosiderosis paru idiopatik.
Yang beresiko mengalami anemia defisiensi zat besi:
• Wanita menstruasi
• Wanita menyusui/hamil karena peningkatan kebutuhan zat besi
• Bayi, anak-anak dan remaja yang merupakan masa pertumbuhan
yang cepat.
• Orang yang kurang makan makanan yang mengandung zat besi,
jarang makan daging dan telur selama bertahun-tahun.
• Menderita penyakit maag.
• Penggunaan aspirin jangka panjang
• Vegetarian karena tidak makan daging, akan tetapi dapat
digantikan dengan brokoli dan bayam.
2.1.4.DISTRIBUSI BESI DALAM TUBUH
2.1.4.1. Hemoglobin
Hemoglobin terdiri dari besi sekitar 0,34% dari beratnya, laki-laki
mengandung besi sekitar 2 gr dari besi tubuh dan wanita sekitarnya 1,5 gr. Satu
millimeter eritrosit murni mangandung besi sekitar 1 mg1,2,3
2.1.4.2.Cadangan besi
.
Sebagian besi disimpan dalam sel retikuloendotel sebagai feritin dan
hemosiderin,jumlahnya sangat bervariasi sesuai dengan status besi tubuh
keseluruhan. Feritin adalah kompleks besi protein yang larut dalam air,dengan
berat molekul 465.000. Feritin tersusun atas cangkang protein luar yaitu
apoprotein yang terdiri atas 22 subunit dan inti besi-fosfat-hidroksida,
mengandung besi sampai 20% beratnya dan tidak tampak pada pemeriksaan
mikroskop cahaya. Tiap molekul apoprotein dapat mengikat 4000-5000 atom
besi.
Hemosiderin adalah suatu kompleks besi protein tak larut dengan
komposisi yang bervariasi dan mengandung besi sekitar 37% beratnya.
Hemosiderin berasal dari digesti parsial agregat molekul feritiin oleh lisosom,dan
dapat dilihat dalam makrofage dan sel lain pada pemeriksaan mikroskop cahaya
setelah diwarnai dengan reaksi Perls ( biru Prussian ).
1,2,3,4
2.1.4.3. Myoglobin
Besi juga terdapat dalam otot dan sel otot jantung dalam jumlah yang
sangat kecil,dimana berguna sebagai sumber oksigen pada saat terjadi luka pada
sel
2.1.4.4.Kompartemen besi jaringan
1,2,9.
Besi jaringan sekitar 6-8mg.Termasuk didalamnya sitokrom dan
enzim-enzim yang mengandung besi. Besi jaringan ini lebih kecil kemungkinan untuk
berkurang dibandingkan hemosiderin,feritin dan hemoglobin pada keadaan
defisiensi besi.
2.1.4.5.Besi transport
1,217,18
Dari seluruh kandungan besi dalam tubuh,yang merupakan besi
transport sekitar 3 mg. Meskipun dalam jumlah yang sangat sedikit tetapi paling
aktif dibandingkan kompartemen besi lainnya,pada keadaan normal turn over 10
kali setiap hari.
Tranferin dan laktoferin merupakan glikoprotein,dimana transferin
pengangkut besi dari plasma dan laktoferin mengangkut besi dari susu. Transferin
disintesa di hati dan disekresikan ke plasma. Transferin juga diproduksi di testis
dan susunan saraf pusat ,oleh karena itu tempat ini relatif tidak dapat dimasuki
protein pada sirkulasi.
1,2,16,17
2.1.5 . ABSORPSI BESI
1,2,19,20
Tubuh mendapat masukan besi yang berasal dari makanan.Untuk
besi paling banyak terjadi pada bagian proksimal duodenum disebabkan oleh pH
dari asam lambung dan kepadatan protein tertentu yang diperlukan dalam
absorpsi besi pada epitel usus. Proses absorpsi besi dibagi menjadi 3 fase :
1. Fase luminal
Besi dalam makanan terdapat dalam dua bentuk yaitu:
Besi heme : terdapat dalam daging dan ikan,tingkat absorpsinya tinggi,tidak
dihambat oleh bahan penghambat sehingga mempunyai bioavaibilitas
tinggi.
Besi non heme : berasal dari tumbuh-tumbuhan ,tingkat absopsinya
rendah,dipengaruhi oleh bahan pemacu atau penghambat sehingga
bioaviabilitasnya rendah.
Yang tergolong sebagai bahan pemacu absorpsi besi adalah meat factor
dan vitamin C,sedangkan yang tergolong bahan penghambat ialah
tanat,phytat dan serat (fiber). Dalam lambung karena pengaruh asam
lambung maka besi dilepas dari ikatannya dengan senyawa lain. Kemudian
terjadi reduksi dari besi bentuk ferri ke ferro yang siap untuk diserap.
2. Fase mukosal
Penyerapan besi terjadi terutama melalui mukosa doudenum dan jejenum
proksimal. Penyerapan terjadi secara aktif melalui proses yang sangat
kompleks dan terkendali. Besi dipertahankan dalam keadaan terlarut oleh
pengaruh asam lambung. Sel absorptif terletak pada puncak villi usus
( apical sel). Pada brush border dari sel absorptif, besi ferri dikonversi
menjadi besi ferro oleh enzim ferroreduktase, mungkin dimediasi oleh
protein duodenal cytocrome b-like (DCYTB). Transport melalui membran
Setelah besi masuk dalam sitoplasma,sebagian disimpan dalam bentuk
feritin,sebagian diloloskan melalui basolateral transporter ( ferroportin
disebut juga sebagai IREG 1) ke dalam kapiler usus. Pada proese ini terjadi
reduksi dari ferri menjadi ke ferro oleh enzim ferroreduktase (antara lain
oleh hepaestin,identik dengan seruloplasmin pada metabolisme tembaga)
kemudian besi (ferri) diikat oleh apotransferin dalam kapiler usus. Besi
heme diabsorpsi melalui proses yang berbeda mekanismenya,belum
diketahui dengan jelas. Besi heme dioksidasi menjadi hemin,kemudian
diabsorpsi secara utuh diperkirakan melalui suatu reseptor. Absorpsi heme
jauh lebih efisien dibandingkan dengan besi non heme. Besar kecilnya besi
yang ditahan dalam eritrosit atau diloloskan ke basolateral diatur oleh set
point yang sudah diset saat enterosit berada pada dasar
Lieberkuhn,kemudian pada waktu pematangan bermigrasi ke arah puncak
vili sehingga siap sebagai sel absortif.
3. Fase korporal
Besi setelah diserap oleh enterosit ( epitel usus) ,melewati bagian basal
epitel usus memasuki kapiler usus,kemudian dalam darah diikat oleh
apotransferin menjadi transferin. Transferin akan melepaskan besi pada sel
RES melalui proses pinositosis.Satu molekul transferin dapat mengikat
maksimal dua molekul besi. Besi yang terikat pada tranferin (Fe2-Tf) akan
diikat oleh reseptor tranferin (transferin receptor = Tfr) yang terdapat pada
permukaan sel, terutama sel normoblast.Kompleks Fe2-Tf-Tfr akan
terlokalisir pada suatu cekungan yang dilapisi oleh klatrin (
clathrin-coated-pit), cekungan ini mengalami invaginasi sehingga melepaskan ikatan besi
dengan bantuan DMT1,sedangkan ikatan apotransferin dan reseptor
mengalami siklus kembali ke permukaan sel dan dapat dipergunakan
kembali.
2.1.6. MEKANISME REGULASI ABSORPSI BESI
Terdapat 3 mekanisme regulasi absorpsi besi dalam usus1,2,4,9
1.Regulator dietik
:
Absorpsi besi dipengaruhi oleh jenis diet dimana besi terdapat. Diet
dengan bioavaibilitas tinggi yaitu besi heme,besi dari sumber hewani,serta adanya
faktor enchancer akan meningkatkan absorpsi besi. Sedangkan besi dengan
bioaviabilitas rendah adalah besi non heme,besi yang berasal dari sumber nabati
dan banyak mengandung inhibitor akan disertai dengan persentasi absorpsi besi
yang rendah.
2.Regulator simpanan
Penyerapan besi diatur melalui besarnya cadangan besi dalam tubuh.
Penyerapan besi rendah jika cadangan besi tinggi,sebaliknya apabila cadangan
besi rendah maka absorpsi besi akan ditingkatkan. Bagaimana mekanisme
regulasi ini bekerja belum diketahui dengan pasti.
3.Regulator eritropoetik
Besarnya absorpsi besi berhubungan dengan kecepatan eritropoesis.
Regulator eritropoetik mempunyai kemampuan regulasi absorbsi besi lebih tinggi
belum diketahui dengan pasti. Eritropoesis infektif ( peningkatan eritropoesis tetapi
disertai penghancuran prekursor eritroid dalam sum-sum tulang) seperti misalnya
pada thalasemia atau hemoglobinopati lainnya,disertai dengan peningkatan
absorpsi besi lebih besar dibandingkan dengan peningkatan eritropoesis akibat
destruksi eritrosit di darah tepi,seperti misalnya pada anemia hemolitik
autoimun.Oleh karena itu hemokromatosis sekunder jauh lebih sering pada
keadaan pertama dibandingkan dengan keadaan kedua. Akhir-akhir ini ditemukan
suatu peptida hormonal kecil hepcidin yang diperkirakan mempunyai peran
sebagai soluble regulator absorpsi besi dalam usus.
2.1.7. SIKLUS BESI DALAM TUBUH
Pertukaran besi dalam tubuh merupakan lingkaran yang tertutup yang
diatur oleh besarnya besi yang diserap,sedangkan kehilangan besi fisiologik
bersifat tetap. Besi yang diserap usus setiap hari berkisar antara 1-2 mg,ekskresi
besi terjadi dalam jumlah yang sama melalui eksfoliasi. Besi dari usus dalam
bentuk transferin akan bergabung dengan besi yang dimobilisasi dari makrofag
dalam sumsum tulang sebesar 22 mg perhari. Eritrosit yang terbentuk secara
efektif yang akan beredar melalui sirkulasi memerlukan besi 17 mg,sedangkan
besi sebesar 7 mg akan dikembalikan ke makrofag karena terjadinya eritropoeisis
infektif (hemolisis intrameduler). Besi yang terdapat pada eritrosit yang
beredar,setelah mengalami proese penuaan juga akan dikembalikan pada
makrofage sumsum tulang 17 mg. Sehingga dengan demikian dapat dilihat suatu
2.1.8.. PERANAN BESI DALAM ERITROPOESIS
Hemoglobin mempunyai masa hidup yang terbatas sesuai dengan umur
eritrosit yaitu sekitar 120 hari dalam sirkulasi,sehingga sedikitnya satu persen dari
total besi dalam eritrosit dilepaskan setiap hari dan berpengaruh pada keadaan
besi dalam tubuh. Eritropoesis adalah suatu proses yang terus menerus dimana
sel progenitor eritroid yang primitif mengalami proliferasi dan diferensiasi sehingga
menjadi sel matang. Proses ini diatur oleh eritropoetin,suatu hormon yang
dihasilkan oleh ginjal sebagai respons terhadap anemia dan hipoksia. Pada
janin,eritropoetin berasal dari sistem monosit/makrofag di hati dan setelah lahir
eritropoetin dihasilkan oleh sel peritubuler di ginjal.
Sekitar 70% besi diangkut oleh eritrosit sebagai hemoglobin,sebagian
besar sisanya disimpan sebagai cadangan yaitu feritin,hemosiderin dan kira-kira
sepertiganya dalam makrofag serta sepertiganya lagi dalam hepatositnya.
Sebagian kecil besi berada sebagai mioglobin dan enzim. Distribusi besi dalam
tubuh akan mengalami daur ulang,setiap hari sekitar 25 ml eritrosit harus diganti
sehingga membutuhkan 25 mg besi tetapi hanya sekitar 1mg/hari yang dapat
diabsorbsi dari makanan sedangkan 24 mg lagi diambil dari daur ulang besi dan
dari cadangan besi. Siklus besi harian ini diatur oleh transferin plasma (TF),cell
surface transferin receptors (TFRs), dan cadangan protein feritin. Kontrol
intraseluler dalam sel eritroid bergantung pada interaksi antara iron responssive
binding protein (IRE-BP) dengan iron responssive elements (IRE) sebagai
transferrin receptor (TFR).feritin dan juga erytroid cell-specific aminolevulinic acid
synthetase (ALAS) yang merupakan enzim yang terlibat dalam pembentukan
heme dari glycine dan succinil CoA dalam mitokondria.
1,2,17,18
Absorbsi besi terutama terjadi di duodenum oleh enterosit,pada villi usus
besi melalui bagian apikal dan kemudian melalui bagian basoleteral dari membran
sel untuk mencapai sirkulasi. Bagian apikal membran membawa heme dan besi
ferro ke dalam sel. Heme diabsorbsi secara langsung ke dalam sel mukosa
dimana heme tersebut diurai oleh heme oxygenase dan ferro dilepas. Besi
anorganik dari diet makanan terutama dalam bentuk ferri dan secara enzimatik
akan berkurang dalam bentuk yang lebih efisiens untuk diabsorbsi yaitu bentuk
ferro oleh brush border feric reductase,difasilitasi oleh pH lambung yang rendah
dan adanya agen-agen yang mengurangi pH lambung seperti asam askorbat. Besi
ferro dibawa melalui bagian apikal membran ke dalam enterosit oleh divalen metal
transporter.
Pengambilan besi oleh enterosit ditentukan oleh kandungan besi dan hal
ini tergantung kepada jumlah transferin yang berikatan dengan besi yang disimpan
sebagai ferritin pada bagian basal sel kripta. Kandungan besi pada sel kripta
mencerminkan jumlah total cadangan besi dan berhubungan erat dengan
kebutuhan tubuh.
1,2,16,17
Metabolisme seluler dari besi dilakukan oleh tiga protein yaitu
transferin.receptor transferin dan ferritin. Besi lepas dari tempat absorbsi dan
masuk ke sel yang sedang aktif bersintesis oleh suatu protein yaitu transferin.
Protein transpor plasma ini mengandung 679 asam amino. Tidak seperti protein
transpor lain,transferin tidak ikut dikomsumsi selama proses
pengangkutan,sehingga daur ulangnya dalam plasma tidak sama dengan daur
ulang besi dalam plasm. Produksi transferin meningkat pada keadaan defisiensi
besi dan menurun pada keadaan overload besi. Konsentrasi transferin dalam
plasma secara fungsional dihitung sebagai total iron binding capacity
(TIBC).
Serum transferin receptor adalah suatu protein transmembran dengan dua
rantai polipeptida. Besi dibawa ke eritroblas melalui interaksi antara transferin
plasma dengan permukaan sel reseptor transferin. Ketika terjadi defiensi besi
maka terjadi peningkatan jumlah tranferin receptor.
1,2,16,17
Pada keadaan normal besi akan bergabung dengan protoporfirin selama
tahap akhir biosintesis heme. Pada saat terjadi defisiensi besi,protoporfirin IX tidak
dapat bergabung dengan besi untuk membentuk heme pada tahap akhir sintesis
heme.Akibatnya tidak adanya besi ,protoporfirin bergabung dengan seng untuk
membentuk free erythrocyte zinc protoporphyrin (ZPP) yang stabil selama hidup
sel darah merah.
1,2,11,17.
2.1.9.DEFISIENSI BESI
1,2,11,17
Kriteria WHO untuk anenia defiensi besi adalah 1,2,4,7,
1. Kadar hemoglobin dibawah nilai normal menurut umur: :
Bayi sampai umur 6 tahun : < 11 g/dl
6 tahun -14 tahun : <12 g/dl
Wanita dewasa : ˂12 g/dl
Laki-laki dewasa : <13 g/dl
2. MCHC : <31 % ( 32-35%)
3. Serum iron : <50 ng/dl (80-180ng/dl)
4. Transferin saturation : <16% (20-50%)
6. Erythrocyte protoporphirin(EP) :>2,5 ng/g hemoglobin
Defisiensi besi tanpa anemia akan mengakibatkan gangguan sintesis
hemoglobin tapi kadar hemoglobin belum turun sesuai kriteria anemia.
Biasanya ditandai dengan serum ferritin < 10 ng/l, EP> 2,5 ng/g
hemoglobin. MCV <72 fl, atau respons terhadap terapi besi oral akan
meningkatkan kadar hemoglobin sedikitnya 10g/l dalam satu bulan setelah
pemberian besi oral 3mg/kg sebagai ferrosulfat satu kali perhari sebelum
sarapan pagi.
2.1.10. PATOFISIOLOGI
Anemia defisiensi besi merupakan tingkat terakhir dari tingkatan
kekurangan besi pada manusia. Tingkatan defisiensi besi yaitu1,2,4,18
1. Strorage iron deficiency ( prelatent iron deficiency)
:
Pada stadium ini cadangan besi menurun,absorbsi besi meningkat pada
saluran cerna. Ditemukan penurunan serum ferritin,konsentrasi besi dalam
sum-sum tulang dan jaringan hati menurun.
2. Iron limited erythtopoeisis ( latent iron deficiency)
Cadangan besi menurun.Pada stadium ini terjadi penurunan serum
ferritin,serum iron dan saturasi transferin.peningkatan total iron binding
capacity,peningkatan free erythtrocyte porphyrin (FEP) sedang kadar
hemoglobin masih dalam batas normal.
3. Iron deficiency anemia
Akibat balans besi negatif yang berkepanjangan maka produksi eritrosit
terganggu yang mengakibatkan penurunan kadar hemoglobin yang
Hb,MCV,MCH,MCHC,besi serum,peningkatan TIBC dan penurunan
saturasi transferin.
2.1.11. PENILAIAN STATUS BESI
Diagnosis banding untuk anemia pada anak sangat luas,tetapi akan lebih sempit
jika ditemukan gambaran eritrosit yang mikrositik pada darah tepi. Defisiensi besi
dan thalasemia minor adalah penyebab yang paling sering dari anemia mikrositik
pada anak. Belum ada pemeriksaan tunggal yang terbaik untuk menegakkan
diagnosis defisiensi besi sebelum timbul anemia. Baku emas untuk
mengidentifikasi defisiensi besi adalah dengan melakukan biopsi sum-sum tulang
dengan pewarnaan prussian.Tetapi karena pemeriksaan ini sangat invasif maka
pemeriksaan indirek masih lebih banyak digunakan1,2,4,9.
Pemeriksaan laboratorium indirek yang digunakan dalam diagnosis
defisiensi besi dapat digolongkan pada pemeriksaan hematologi berdasarkan
gambaran eritrosit dan pemeriksaan biokimia berdasarkan metabolisme besi yaitu
pemeriksaan serum ferritin,kadar besi serum,total iron binding capacity
(TIBC),saturasi transferin,serum transferin receptor,erythrocyte protoporphyrin
(EP) dan zinc protoporphyrin.
.
1.Pemeriksaan hematologi
1,2,4,9
Pemeriksaan ini sering digunakan untuk skrining pada suatu populasi yang
cenderung berkembang menjadi defisiensi besi.. 1,2,4,9
1.1.Hemoglobin (Hb)
Tahap awal dalam diagnosis anemia defisiensi besi adalah pengukuran
hemoglobin dibawah persentil kelima menurut referensi populasi yang sehat.
Menurut WHO konsentrasi Hb normal adalah 11gr/dl untuk bayi sampai umur 6
tahun dan 12gr/dl untuk anak 6 tahun sampai 14 tahun.
Hemoglobin adalah petanda yang lambat untuk defisiensi besi karena timbul
setelah lanjut sehingga sensitifitasnya rendah karena anemia yang berhubungan
dengan defisiensi besi biasanya ringan. Spesitifitasnya juga rendah karena nilai
Hb yang rendah juga ditemukan pada infeksi
kronis.inflamasi,malnutrisi.thalasemia minor dan sebagainya.
1.2.Hematokrit (Ht)
Pada defisiensi besi,Ht akan menurun setelah formasi Hb terganggu
sehingga pada kasus-kasus awal defisiensi besi,konsentrasi Hb yang sedikit
menurun akan menunjukkan nilai hematokrit yang normal.Hanya pada keadaan
anemia defisiensi besi berat yang akan menurunkan nilai Ht.
1.3. Indeks eritrosit
Indeks eritrosit dihitung dari hasil pemeriksaan hemoglobin,hematokrit dan
eritrosit yang dapat digunakan sebagai pemeriksaan tambahan untuk mengetahui
jenis anemia.
- Mean Corpuscular Volume (MCV) = volume eritrosit rata-rata = VER
Rumus : nilai hematokrit
Jumlah eritrosit ( juta) X 10
Nilai normal : 80-93 fl
Lebih besar dari nilai normal : makrositer
MCV adalah penentuan volume index secara modern.
- Mean Corpuscular Hemoglobin (MCH) = Hemoglobin Eritrosit Rata-rata=
HER
Rumus : Nilai hemoglobin Jumlah eritrosit (juta)
X 10
Satuan SI : pikogram
Nilai normal : 27-32 pq
Lebih besar dari nilai normal : hiperkrom
Lebih kecil dari nilai normal : hipokrom
MCH adalah penentuan Colour index secara modern.
- Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration=MCHC=Konsentrasi
Hemoglobin Eritrosit Rata-rata=KHER
Rumus : Nilai hemoglobin Nilai hematokrit
X 100
Satuan SI :g/dl
Nilai normal : 31-35 g/dl
Lebih kecil dari nilai normal : hipokrom
MCHC adalah penentuan saturation index secara modern.
Mean corpuskular volume (MCV) merupakan pemeriksaan yang cukup
akurat dan merupakan parameter yang sensitif terhadap perubahan eritrosit bila
dibandingkan dengan pemeriksaan MCHC dan MCH dan untuk mengetahui
kemungkinanan terjadinya defisiensi besi.
Wright CM dkk menyimpulkan bahwa anak dengan kadar hemoglobin dan
MCH yang rendah specifik terhadap defisiensi besi dan respons yang baik
1.4 Jumlah retikulosit
Retikulosit merupakan eritrosit imatur yang berada dalam aliran darah
dan akan berkurang jumlahnya pada keadaan defisiensi besi.
Pemeriksaan ini dapat membantu membedakan anemia yang
hipoproduktif (penurunan produksi eritrosit) dari proses destruksi ( peningkatan
penghancuran eritrosit). Jumlah retikulosit yang rendah menunjukkan gangguan
pada sum-sum tulang dan jumlah yang meningkat menunjukkan suatu proses
hemolitik atau kehilangan darah yang aktif.
Parameter ini biasanya digunakan untuk menilai respon awal terhadap
pemberian suplementasi besi .Menurut Sandoval C,dkk(2004) ,respons terhadap
defisiensi besi tampak pada puncak jumlah retikulosit hari ke-5-7 setelah
suplementasi besi. Kemudian diikuti oleh nilai hemoglobin 1-2 g/dl setiap minggu
sampai tercapai nilai normal dalam 4-6 minggu.
1.5. Red blood distribution width index (RDW index)
RDW index menunjukkan variabilitas bentuk ertrosit( anisositosis) yang
juga merupakan manifestasi awal terjadinya defisiensi besi.
RDW index yaitu (MCV/RBC X RDW ), bila >220 merupakan indikasi
untuk anemia defisiensi besi dan bila < 220 merupakan indikasi thalasemia trait
dengan spesifisitas 92%. Rumus ini dapat membantu klinisi untuk menentukan
pilihan antara terapi besi empiris dan melakukan elektroforesis hemoglobin untuk
konfirmasi thalasemia trait.
Suatu penelitian yang dilakukan terhadap orang dewasa,RDW index
defisiensi besi dan penelitian pada bayi umur 12 bulan . RDW index yang tinggi
menujukkan sensitivitas 100% dan spesifitas 82%..Karena spesifitasnya yang
rendah maka RDW index tidak digunakan sebagai uji skrining tunggal tetapi
biasanya digabung dengan MCV. Nilai RDW indeks yang meningkat dan MCV
yang menurun mengarah kepada diagnosis defisiensi besi.
1.6. Mentzer indeks
Klinisi sering dihadapkan dengan kasus anemia mikrositik pada
populasi dimana prevalensi thalasemia yang tinggi. Mentzer indeks dapat
membantu membedakan defisiensi besi dengan thalassemia dimana pemeriksaan
ini merupakan hasil perhitungan MCV/RBC.
Bila hasil perhitungan >14 merupakan indikasi untuk anemia defisiensi besi,
namun bila <12 merupakan indikasi untuk thalassemia trait .
1.7.Hemoglobin content of reticulocytes (CHr)
CHr merupakan konsentrasi besi yang mengandung protein dalam
retikulosit yang diukur dengan menggunakan flowsitometer dan merupakan
indikator awal terhadap defisiensi besi pada subyek sehat yang diberikan
recombinant human eritropoietin.
Brugnara C,dkk pada suatu penelitian retropektif terhadap 210 anak
menunjukkan kadar CHr yang rendah merupakan prediktor terbaik terhadap
defisiensi besi dibandingkan dengan Hb,MCV,serum iron,RDW. Saturasi transferin
dan serum tranferin receptor..
2.1. Serum feritin
Feritin merupakan komponen cadangan besi yang nilainya akan turun
selama defisiensi besi sebelum perubahan karakteristik dari serum iron dan total
iron binding capacity. Dalam keadaan anemia defisiensi besi ketika terjadi anemia
mikrositik hipokromik,serum feritin akan sangat rendah , yang merupakan
gambaran menurunnya cadangan besi. Penting dicatat bahwa konsentrasi serum
feritin yang rendah merupakan karakteristik hanya pada keadaan defisiensi besi.
Serum feritin mempunyai spesifitas yang tinggi untuk defisiensi besi
khususnya bila dikombinasi dengan pemeriksaan lainnya seperti Hb,tetapi masih
terbatas penggunaannya karena harganya yang sangat mahal dan belum semua
klinik bisa melakukannya. Sheriff A dkk(1998) menyatakan bahwa pada bayi
antara umur 12 dan 18 bulan tidak terjadi perubahan yang bermakna pada kadar
Hb tetapi terjadi perubahan kadar serum feritin menurut umur sehingga bila feritin
digunakan sebagai alat skrining defieinsi besi maka faktor umur harus juga
diperhatikan.
2.2. Konsentrasi serum iron
Konsentrasi serum iron akan menurun bila terjadi penurunan cadangan
besi tubuh tetapi konsentrasinya tidak menggambarkan keadaan cadangan besi
secara akurat karena dipengaruhi oleh faktor tambahan seperti absorbsi besi dari
makanan,infeksi dan inflamasi.
2.3.Total iron binding capacity (TIBC)
Ketika terjadi defisiensi besi ,deplesi dari cadangan besi diikuti dengan
eritrosit dan penurunan kandungan hemoglobin dengan tampaknya bentuk eritrosit
yang mikrositik hipokromik.
Hampir semua besi dalam serum berikatan dengan protein,yaitu transferin
sehingga TIBC secara tidak langsung juga menunjukkan kadar transferin yang
akan meningkat bila konsentrasi dan cadangan besi dalam serum menurun.
2.4. Serum transferin
Transferin merupakan glikoprotein, yang mengangkut besi dari plasma.
Menunjukkan jumlah iron binding sites dan besi transpor pada cadangan besi
dengan menghitung perbandingan antara konsentrasi serum iron dengan TIBC
yang dinyatakan dalam persen. Saturasi transferin yang rendah menunjukkan
rendahnya kadar serum iron relative terhadap jumlah iron binding sites, yang
menandakan rendahnya cadangan besi. Saturasi tansferin yang menurun
sebelum timbulnya anemia tetapi belum cukup cepat untuk menunjukkan deplesi
besi. Pemeriksaan ini juga dipengaruhi oleh faktor lain sama seperti pemeriksaan
TIBC dan konsentrasi serum iron dan kurang sensitif terhadap perubahan
cadangan besi bila dibandingkan dengan serum feritin.
Saturasi transferin lebih sensitif terhadap perubahan status besi dalam
tubuh bila dibandingkan dengan indeks eritrosit, nilainya yang rendah bila
dihubungkan dengan peningkatan TIBC akan mengarah kepada diagnosa
defisiensi besi .
2.5.Serum transferin reseptor
Serum transferin reseptor adalah suatu protein transmembran dengan
plasma dengan transferin reseptor di permukaan sel. Ketika terjadi defisiensi besi
maka terjadi peningkatan jumlah transferin reseptor. Pemeriksaan ini baik
digunakan pada bayi dan pada daerah dengan prevalensi infeksi yang tinggi
karena serum transferin tidak dipengaruhi oleh proses inflamasi akut atau kronik.
2.6. Erythrocyte protoporphyrin(EP)
Terjadi akumulasi protoporpirin pada ertrosit pada saat kekurangan
besi dimana seharusnya besi tersebut akan bergabung dengan protoporpirin untuk
membentuk heme. EP meningkat pada defisiensi besi dan keracunan timbal
sehingga dapat digunakan terhadap bayi dan anak pada daerah perkotaan
dengan ekonomi lemah dimana kedua kondisi ini sering dijumpai.
Serdar,dkk (2000) dalam suatu penelitian terhadap 72 anak dengan anemia
defisiensi besi menyatakan bahwa terdapat hubungan yang significant antara EP
dengan hemoglobin.EP lebih sensitif tetapi kurang specifik dibanding
pemerikasaan kadar feritin tetapi dapat digunakan sebagai pemeriksaan
diagnostik terhadap defisiensi besi dan untuk diagnosa anemia defisiensi besi
pada bayi.
2.7. Zinc protoporphyrin (ZPP)
ZPP adalah metabolit normal yang jumlahnya sedikit tetapi dibutuhkan
dalam biosintesis heme. Reaksi akhir dari jalur biosintesis heme adalah ikatan
antara besi dan protoporpirin. Bila terdapat kekurangan atau gangguan
penggunaan besi maka seng merupakan logam alternatif untuk ikatan tersebut
respons biokimia pertama terhadap kekurangan besi untuk eritropoesis,yang
mengakibatkan meningkatnya ZPP dalam di sirkulasi.
Anemia defisiensi besi dapat dilihat dari rendahnya kadar hemoglobin
dan tahap deplesi besi dapat diketahui dengan penurunan konsentrasi serum
feritin. Tetapi untuk mengetahui apakah telah terjadi kekurangan besi untuk
eritropoesis diperlukan pemerikasaan ZPP yang konsentrasinya akan meningkat
karena seng (Zn) akan menggantikan posisi besi dalam proses pembentukan
heme. ZPP juga dapat digunakan sebagai pemeriksaan skrinning terhadap
defisiensi besi.
Hastka dkk (1994) berdasarkan penelitiannya menyarankan pemeriksaan
hemoglobin,feritin dan ZPP untuk mempermudah melihat setiap tahap defisiensi
besi.
2.2 THALASSEMIA
2.2.1. Defenisi thalassemia
Thalassemia adalah kelainan kuantitatif yang ditandai oleh produksi
hemoglobin (Hb) yang tidak adekuat sebagai akibat kurang atau tidak adanya
sintesis satu atau lebih rantai polipeptida globin.
2.2.2. Distribusi thalassemia
1,2,10,11
Thalassemia ditemukan tersebar di seluruh ras Mediterania,Timur
Tengah,India sampai Asia Tenggara. Dalam tiga tahun terakhir ini,daerah tersebut
memiliki distribusi yang sama dengan thalassemia α. Dengan kekecualian di
beberapa negara, frekuensinya rendah di Afrika,tinggi di Mediterania dab
bervariasi di Timur Tengah,India, dan Asia Tenggara.
2.2.3. Etiologi
1,12,1
Lebih dari 150 mutasi diketahui thalassemia β, sebagian besar
disebabkan perubahan pada satu basa,delesi atau insersi 1-2 basa pada satu
bagian yang sangat berpengaruh.Hal ini bisa terjadi pada intron,ekson ataupun
diluar gen pengkode.
2.2.4.Klasifikasi
1 13,14,15
Secara klinis bisa dibagi menjadi 3 grup yaitu : 1,2,12,17.
1. Thalassemia mayor
2. Thalassemia intermedia
3. Thalassemia minor
Secara laboratorium thalassemia dibagi atas :
1. Thalassemia α : - homozigot
- heterozigot
2. Thalassemia β : - homozigot
- heterozigot
2.2.4.1. Beta –thalassemia homozigot
Kelainan beta-thalassemia homozigot disebut juga thalassemia mayor
menyebabkan rantai alfa menumpuk dan menggumpal. Gumpalan rantai alfa tidak
stabil dan mengendap membentuk Heinz Bodies hingga eritrosit yang
mengandung agregat ini dihancurkan secara berlebihan dalam limpa. Hal ini
biasanya mengakibatkan anemia hemolitik yang berat dan berlangsung seumur
hidup.
Pemeriksaan hematologik menunjukkan kadar hemoglobin amat
rendah,eritrosit mikrositik hipokrom dengan berbagai kelainan morfologik.
Retikulositosis dapat mencapai 15% dan dalam darah tepi dapat dijumpai eritrosit
berinti. Kelainan tulang tampak jelas karena adanya hiperplasia sum-sum tulang.
Hal ini terjadi karena HbA2 dan HbF yang dibentuk berlebihan sebagai
,kompensasi mempunyai afinitas terhadap oksigen yang lebih tinggi sehingga
oksigen yang dilepaskan ke jaringan lebih sedikit. Hipoksia yang terjadi akan
menyebabkan peningkatan produksi eritropoetin dan stimulasi sum-sum tulang
secara berlebihan. Pada kelainan ini mungkin pula dijumpai splenomegali dan
ikterus.
1,10,11,13
2.2.4.2. Beta-thalassemia heterozigot
1,11,12,14
Penyakit ini disebut juga thalassemia minor atau Cooley’s trait. Gejala
klinis bervariasi mulai dari tidak ada gejala hingga gejala berat. Penderita dengan
satu gen rantai beta normal dan satu gen rantai beta abnormal menunjukkan
relatif ringan gejala klinis. Beta thalassemia heterozigot ini menunjukkan sindrom
thalassemia minor dengan gambaran: anemia ringan,eritrosit mikrositik
hipokrom,banyak sel target,eritrosit dengan bintik-bintik basofil, peningkatan
tahanan osmotik. Sum-sum tulang menunjukkan eritropoesis inefisien
2.2.4.3. Alfa thalassemia homozigot
Pada alfa thalassemia terjadi defek pada gen yang membentuk rantai alfa.
Bila rantai alfa tidak diproduksi sama sekali,seperti pada alfa thalassemia
homozigot,dapat terjadi kematian intrauterin setelah trimester kedua. Janin dapat
hidup dengan hemoglobin embrional sampai trimester kedua. Pada defisiensi
rantai alfa terdapat rantai gamma yang tidak berpasangan dan membentuk
hemoglobin Barts.Hb Barts mempunyai afinitas terhadap oksigen sangat tinggi
sehingga walaupun hemoglobin samapai ke jaringan hampir tidak ada oksigen
yang dilepaskan. Akibatnya adalah bahwa janin dalam kandungan mati karena
anemia dan gagal jantung kongestif (hidrops fetalis). Hemoglobin pada penderita
ini seringkali terdiri atas hemoglobin Barts yang dominan,sedikit hemoglobin H dan
tidak ada hemoglobin A.
2.2.4.4.Alfa-thalassemia heterozigot
1,11,12.14
Pada heterozigot alfa-thalasemia dengan defek pada 2 atau 3 gen, terdapat
rantai alfa yang berfungsi sehingga gejala penyakit tidak terlalu jelas. Hasil
pemeriksaan hematogik hanya menunjukkan kelainan ringan dan tidak
specifik1,11.12,14
2.2.5.Patofisiologi thalassemia .
Lebih 150 mutasi telah diketahui tentang thalassemia β trait, sebagian
besar disebabkan perubahan pada satu basa,delesi atau insersi 1-2 basa pada
bagian yang sangat berpengaruh. Hal ini bisa terjadi pada intron,ekson ataupun
Satu substitusi disebut mutasi non sense menyebabkan perubahan satu
basa pada ekson yang mengkode kodon stop pada mRNA. Hal ini menyebabkan
terminasi sintesis rantai globin menjadi lebih pendek dan tidak tahan lama. Satu
mutasi lain yang disebut frameshift menyebabkan 1-2 basa tidak dibaca sehingga
menghasilkan kodon stop baru. Mutasi pada intron,ekson,atau
perbatasannya,mengganggu penglepasan ekson dari prekursor mRNA. Misalnya
satu substitusi pada GT atau AG pada intron-ekson junction mengganggu
pemisahan,beberapa mutasi pada bagian ini menyebabkan penurunan produksi β
globin. Mutasi pada sekuens menjadi menyerupai intron-ekson junction
mengaktivasi terjadinya pemisahan.Misalnya sekuens yang menyerupai IVS-1 dan
kodon 24-27 pada ekson 1 gen globin β,mutasi pada kodon 19 (A-G),26 (G-T)
menyebabkan perubahan jumlah mRNA karena splicing abnormal dan substitusi
asam amino pada mRNA normal yang diterjemahkan menjadi protein. Substitusi
satu basa juga terjadi bagian kosong gen globin β.Bila mengenai bagian promoter,
menurunkan jumlah transkripsi gen globin β dan menyebabkan thalassemia β
minor.11,12,14,15
2.2.6. Gejala klinis thalassemia
Bentuk homozigot menunjukkan gejala klinis yang berat dan untuk
kelangsungan hidupnya penderita membutuhkan transfusi darah rutin. Bentuk
heterozigot memperlihatkan gejala yang ringan,hampir tanpa gejala,dengan
II.2.7. Pemeriksaan laboratorium :
1.Pemeriksaan darah lengkap
1,2,12,13
- anemia ringan
- MCV dan MCH mengalami penurunan yang bermakna
- morfologi darah tepi : hipokromik mikrositik, basophilic stippling
2. Hb elektroforesis : HbA2 ˃3,5%
2.3. Kerangka konseptual
Mikrositer
Hipokrom
Kriteria inklusi Krietiria eksklusi
Mentzer Indeks
MI > 14 MI < 12
Feritin
Hemoglobin Elektroforesis
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 .Desain penelitian
Penelitian ini dilakukan secara cross sectional .
3.2. Waktu dan tempat penelitian
Penelitian dilakukan di Departemen Patologi Klinik FK USU/RSUP H.Adam
Malik Medan mulai bulan Oktober 2012 sampai dengan bulan Desember 2012.
3.3 Populasi dan sampel penelitian
Populasi yang dimasukkan dalam penelitian ini adalah pasien yang datang
untuk pemeriksaan darah lengkap, sampel adalah pasien dengan dengan
mikrositik hipokrom [MCV < 80 fl ] yang datang berkunjung ke Departemen
Patologik Klinik FK USU/ RSUP.H.Adam Malik Medan.
3.4 Perkiraan besar sampel
Sampel dipilih secara secara consecutive sampling dengan perkiraan besar
sampel minimum dari subjek yang diteliti dipakai rumus uji hipotesis satu populasi:
{z1-α/2√P0(1-P0)+Z1-β√Pa(1-Pa)} n= ---
2
(Pa-P0)2
P
P
{1,96√0.61﴾1-0,61﴿+1,28√0,71﴾1-0,71﴿}P
2
n= --- = 31
﴾0,71-0,61﴿P
Keterangan:
n= Besar sampel
Z1-α/2= Nilai distribusi normal baku pada α tertentu =1,96
Z1-β= Nilai distribusi normal baku padaβ tertentu =1,28
P0= Proporsi di populasi =0,61
Pa= Perkiraan proporsi di populasi= 0,71
Pa-P0 = Perkiraan selisih proporsi yang di teliti dengan proporsi di populasi =0,10
3.5. Kriteria inklusi dan eksklusi
Penderita yang masuk dalam penelitian ini (kriteria inklusi) adalah:
1. Wanita dan pria dewasa ( usia ˃18 tahun) yang bersedia ikut dalam
penelitian
2. Mikrositik hipokrom ( MVC ˂ 80 fl, MCH ˂ 27pg)
3. Menandatangani informed concent secara tertulis
Penderita akan dikeluarkan dari penelitian (kriteria eksklusi) bila:
1. MCV ˃80fl, MCH˃27 pg
2. Pasien dengan penyakit sistemik lainnya
3.6.Persetujuan setelah penjelasan (Informed Consent)
Semua penelitian dengan subjek manusia baru dapat dilaksanakan bila
3.7. Etika Penelitian
Dijelaskan bahwa penelitian yang akan dilaksanakan telah mendapat
persetujuan dari Komite Etik Bidang Kesehatan Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara Medan.
3.8.Bahan dan cara
3.8.1.Pengambilan sampel
Untuk sampel darah diambil dari darah vena.
3.8.2.Pengambilan sampel darah
Pengambilan sampel darah diambil dari darah vena mediana cubiti.Tempat
punksi vena terlebih dahulu dilakukan aseptik dengan alkohol 70% dan dibiarkan
dibiarkan kering,kemudian dilakukan punksi. Pengambilan darah dilakukan tanpa
stasis yang berlebihan dengan disposable syringe 10 cc,darah diambil 10 cc
dengan antikoagulan : 3 cc untuk Hb Elektroforesis + EDTA, 4 cc untuk
pemeriksaan feritin + heparin.
3.8.3.Pengolahan sampel
1. Darah lengkap : segera diperiksa dengan menggunakan Sysmexz 2000
2. Feritin : darah dibiarkan dalam suhu kamar selama 30 menit,kemudian
Sentrifus dengan kecepatan 1500 rpm selama 15 menit,
Tabung tersebut dimasukkan ke dalam untuk diukur dengan
3.Hb Elektroforese : Sampel darah untuk pemeriksaan HbE adalah
hemolisat
Pembuatan hemolisat :
- Sentrifuge 3-5 ml darah EDTA 3000 rpm selama 15
menit,lapisan plasma dibuang.
- Cucilah eritrosit dengan NaCl 0,9% sama banyak
sebanyak 3 kali.
- Tambahkan 1 bagian eritrosit dengan 2 bagian air
suling dan 1 bagian karbon tetraklorida.
- Kocok selama 5 menit dan sentrifuge 3000 rpm selama
30 menit.
- Pisahkan hemolisat dan kemudian disaring.Hemolisat
ini dapat disimpan pada suhu -200C, tahan selama 3 bulan.
3.8.4.Pemeriksaan laboratorium
Prinsip kerja flowsitometri :
1. Pemeriksaan darah lengkap dengan metode flowsitometri.
Prinsip light scattering adalah metode dimana sel didalam suatu aliran melalui
celah dimana berkas cahaya difokuskan ke arah itu atau sensing area. Apabila
cahaya itu mengenai sel,akan dihamburkan,dipantulkan atau dibiaskan ke semua
arah. Beberapa detektor yang diletakkan pada sudut-sudut tertentu akan
Pulsa cahaya yang berasal dari hamburan cahaya,intensitas warna atau
flouresensi diubah pula menjadi pulsa listrik. Pulsa ini oleh program komputer
dipakai untuk menghitung jumlah,ukuran maupun isi bagian dalam yang
merupakan ciri dari masing-masing sel. Hamburan cahaya dengan arah lurus atau
forward scattered light akan mendeteksi volume dan ukuran sel. Sedangkan yang
dibiaskan dengan sudut 900 atau right angle scatterd light menunjukkan isi granula sitoplasma.
Pemeriksaan feritin dengan menggunakan Cobas e 601 berdasarkan
metode ELISA yaitu electrochemiluminescence immunoassay ( ECLIA). Pada
inkubasi yang pertama,serum yang mengandung feritin ditambahkan dengan
antibodi monoklonal terhadap feritin berasal dari tikus yang dilekatkan pada biotin.
Setelah itu ditambahkan antibodi monoklonal terhadap feritin dari tikus yang telah
dilabel dengan ruthenium sehingga terbentuk kompleks sandwich. Pada inkubasi
kedua ditambahkan streptavidin yang dilapisi mikropartikel,bagian streptavidin
akan melekat ke biotin. Kemudian mikropartikel akan melekat ke permukaan
elektroda membentuk kompleks mikropartikel dan menimbulkan emisi
chemiluminescent yang akan diukur dengan photomultiplier.Lamanya
pemeriksaan 18 menit pada suhu 37
2. Pemeriksaan feritin dengan metode ECLIA
Sistem minicap menggunakan prinsip elektroforesis kapiler dalam larutan
bebas dengan molekul bermuatan dipisahkan berdasarkan mobilitas elektroforeis
pada larutan buffer alkali dengan pH alkalis. Kecepatan migrasi tergantung aliran
elektroosmotik yang bergerak menuju katoda,menyebabkan aliran buffer dari
anoda ke katoda. Seluruh ion baik positif maupun negatif didorong ke arah yang
sama oleh aliran elektroosmotik dan analit terpisah sesuai mobilitas elektroforesis
saat bermigrasi melewati kapiler. Pada saat ini terjadi konflik antara aliran
elekroosmotik dengan mobilitas elektroforesis,sehingga ion yang bermuatan
negatif akan bermigrasi lebih lama dibandingkan dengan ion yang bermuatan
positif.
3.Pemeriksaan Hb Elektroforesis dengan metode mikrokapiler elektroforesis
Sistem MINICAP memiliki fungsi kapiler paralel yang memungkinkan
dilakukannya 2 analisi kuantifikasi hemoglobin secara bersamaan. Bahan
pemeriksaan yang diencerkan dengan larutan hemolisa diaspirasi pada ujung
anoda kapiler. Kemudian dijalankan voltase tinggi untuk pemeriksaan fraksi
hemoglobin. Hemoglobin dipisahkan dalam kapiler silika yang langsung dan
spesifik dideteksi pada panjang gelombang 415 nm. Deteksi langsung pada
panjang gelombang yang tepat meningkatkan ketelitian dan ketepatan serta
memastikan hasil yang tetap. Hasil elektrogram dievaluasi secara visual untuk
melihat pola akurat terhadap fraksi hemoglobin.
28
Cara :
• Alat dalam keadaan ready dan menu pemeriksaan hemoglobin
elektroforesis.
• Keluarkan kontrol dari lemari es tunggu hingga sama dengan suhu
ruangan.
• Buka pintu MINICAP kemudian letakkan kontrol pada posisi tabung 28 dan larutan pelisis pada posisi tabung 27.
• Tutuplah pintu MINICAP ,alat secara otomatis melakukan pemeriksaan. • Masukkan data kontrol,meliputi nomor lot reagen dan tanggal kadaluarsa. • Hasil dapat dilihat pada result eksplorer dan dapat dicetak.
Sampel dikumpulkan untuk satu minggu ,hingga akan dilakukan pemeriksaan
hemoglobin elektroforese, sehingga kualiti kontrol untuk pemeriksaan elektroforese juga dilakukan satu kali dalam satu minggu.
3.8.5.Kontrol kualitas pemeriksaan laboratorium
3.8.5.a. kontrol kualitas pemeriksaan darah lengkap Sysmex XT 2000i
Untuk pemeriksaan darah lengkap Sysmex XT 2000i digunakan regen
kualitas kontrol e-check Trilevel Quality Control.
Darah manusia yang digunakan dalam Sysmex e-check bebas dari HbsAg dan tidak mengandung antibodi HIV-1,HIV-2 dan Hepatitis virus C dengan menggunakan FDA teknik specifik.Sysmex e-check harus dianggap berpotensi menular dan harus ditangani dengan menggunakan standar pencegahan .
Prosedur analisa kualitas kontrol
1. Keluarkan vial e-Check dari kulkas dan biarkan di suhu ruangan (18-250
2. Campur vial dengan perlahan end to end iinversion sampai benar-benar tercamour homogen.
C) selama±15 menit.
a. Tempatkan pada suhu ruangan ,campur vial-vial kontrol di rak deengan label barcode yang menghadap ke instrumen.
c. Setelah kontrol dianalisa,klikn ikon “QC” di IPU.
I. Klik pada tab kontrol untuk menampilkan grafik L-J II. Klik pada(∇) diasamping Level, dan pilih tingkat 1-3 III. Klik pada (∇) disamping mode ,dan pilih “ Closed”
IV. Klik pada (∇) disamping Lot dan pilih “New” atau “Current”.
V. Gunakan scroll bar disebelah kanan grafik untuk melihat semua parameter grafik.
VI. Pastikan semua parameter berada dalam batas-batas yang
ditentukan laboratorium .
VII. Verifikasi hasil auto mode QC SF-2000i.
Kontrol kualitas pemeriksaan RBC Sysmex XT 2000i
Kontrol kualitas pemeriksaan Hemoglobin Sysmex XT 2000i
Kontrol kualitas pemeriksaan MCV Sysmex XT 2000i
3.8.5.b.Kontrol kualitas pemeriksaan feritin dengan metode ECLIA Cobas
e 601
Untuk kualiti kontrol dapat dugunakan Elecsys PreciControl Anemia 1
(19,4ng/ml),2 (234 ng/ml),dan 3 (1446 ng/ml) atau Elycsys PreciControl Tumor
Marker 1 (22,2 ng/ml) dan 2 (226 ng/ml) .Materi kontrol yang lain yang sesuai
juga dapat digunakan. Kontrol untuk range variasi konsentrasi harus ditetapkan
penentuannya,paling tidak setiap 24 jam ketika tes akan dimulai,satu untuk satu
kit reagent dan sesudah setiap kalibrasi. Interval dari kontrol dan batasannya
disesuaikan untuk setiap laboratorium. Dibuat pembatasan penilaian yang rendah
diantara limit tertentu. Setiap laboratorium harus membuat pemeriksaan yang baik
jika nilanya terlalu rendah. Mengikuti ketetapan pemerintah dan pedoman
setempat untuk kualiti kontrol.
Pemeriksaan Feritin dilakukan sekaligus dalam satu hari, sehingga
pemantapan kualitas hanya sekali dengan hasil sebagai berikut :
Pemeriksaan 1 Tanggal
22-01-2013
Level 1 (Target)
9.73 ng/mL
Level 2 (Target)
305.0 ng/mL
3.8.5.c.Kontrol kualitas Hemoglobin Elektroforesis
Pemantapan kualitas laboratorium yang baik harus dilakukan untuk
mendapatkan hasil pemeriksaan laboratorium yang benar. Kontrol positif dan
kontrol negatif harus dilakukan secara paralel dengan spesimen yang berasal dari
pasien. Kegagalan untuk mendapatkan hasil yang tepat untuk nilai kontrol