• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP ANAK YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA KELALAIAN YANG MENGAKIBATKAN KECELAKAAN LALU LINTAS (Studi Putusan No: 51/Pid.A/2013/Pn.GnS)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP ANAK YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA KELALAIAN YANG MENGAKIBATKAN KECELAKAAN LALU LINTAS (Studi Putusan No: 51/Pid.A/2013/Pn.GnS)"

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP ANAK YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA KELALAIAN YANG MENGAKIBATKAN KECELAKAAN

LALU LINTAS

(Studi Putusan No: 51/Pid.A/2013/Pn.GnS)

Oleh

HENDRA ARI SAPUTRA

Kecelakaan lalu lintas merupakan sebuah kelalaian, yang mana kelalaian juga merupakan sebuah tindak pidana. Seperti kecelakaan lalu lintas yang dilakukan oleh anak dibawah umur yang mengakibatkan korban meninggal dunia sesuai dengan putusan Pengadilan Negeri Gunung Sugih No.51/Pid.A/2013/PN.GNS. Permasalahan dalam penelitian ini adalah : (1)Bagaimanakah pertanggungjawaban pidana pelaku tindak pidana kecelakaan lalu lintas anak dibawah umur? (2)Apakah dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap pelaku anak tentang kecelakaan lalu lintas? Tujuan peneliatian ini adalah (1) Untuk mengetahui pertanggungjawaban terhadap pelaku tindak pidana kecelakaan lalu lintas anak dibawah umur. (2) Untuk mengetahui dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap pelaku anak tentang kecelakaan lalu lintas.

Pendeketan masalah dalam penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris. Analisis data dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif yang dilakukan secara induktif, yaitu cara berfikir yang didasarkan pada berbagai hal yang bersifat khusus dan kemudian ditarik menjadi suatu kesimpulan.

(2)

Hendra Ari Saputra

ancaman pidana bagi orang dewasa (enam tahun), yakni paling lama tiga tahun penjara dan atau denda sebesar Rp.6.000.000,- (enam juta rupiah).

Saran dalam penelitian ini adalah : Peran para aparat pemerintah dan aparat penegak hukum harus lebih ditingkatkan lagi terutama bagi mereka yang bertugas langsung dilapangan dalam hal ini memberantas, menindak dan mencegah terjadinya pelanggaran lalu lintas supaya tidak terjadi kecelakaan.Serta para penegak hukum seharusnya dapat lebih memahami isi Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak sehingga tidak terjadi pelanggaran dalam proses persidangan anak.

(3)

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP ANAK YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA KELALAIAN YANG

MENGAKIBATKAN KECELAKAAN LALU LINTAS (Studi Putusan No: 51/Pid.A/2013/Pn.GnS)

(Skripsi)

Oleh :

Hendra Ari Saputra

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(4)

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP ANAK YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA KELALAIAN YANG

MENGAKIBATKAN KECELAKAAN LALU LINTAS (Studi Putusan No: 51/PID.A/2013/PN.GnS)

(Skripsi)

Oleh :

Hendra Ari Saputra

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA HUKUM

Pada

Bagian Hukum Pidana

Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(5)

DAFTAR ISI

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang 1

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup 6

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 6

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual 7

E. Sistematika Penulisan 13

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana 15 B. Pengertian Tindak Pidana Dan Tindak Pidana Anak 18

C. Tinjauan Umum Tentang Anak 21

D. Pengertian Kecelakaan Lalu Lintas 24

E. Pengertian Putusan Hakim 29

III. METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Masalah 32

B. Sumber dan Jenis Data 33

C. Penentuan Narasumber 34

D. Metode Pengumpulan dan Pengolahan Data 35

(6)

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAAN

A. Karakteristik Responden 37

B. Gambaran Umum Perkara No : 51/Pid.A/2013/PN.GnS 38 C. Pertanggungjawaban Terhadap Pelaku Tindak Pidana

Kecelakaan Lalu Lintas Anak Dibawah Umur 41 D. Dasar Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan

Terhadap Pelaku Anak Tentang Kecelakaan Lalu Lintas 48

V. PENUTUP

A. Simpulan 59

B. Saran 61

(7)
(8)

MOTO

Landasan Iman adalah jiwa yang suci

Landasan Keikhlasan adalah hati yang jernih

Landasan Tekat adalah Semangat Yang Kuat Membara

Dan Landasan Usaha adalah Kemauan Yang Keras.

Keberhasilan adalah saat dimana kita bisa “Berbuat, Melakukan

dan Menghasilkan” sesuatu yang bermanfaat bagi orang lain

(9)
(10)

PERSEMBAHAN

Di atas segalanya ucap syukur kepada ALLAH SWT

kupersembahkan karya sederhana ini kepada:

Ibu dan Bapak tercinta, yang dengan pengorbanan jiwa dan

raga serta dengan penuh cinta dan kasih sayang senantiasa

berdoa untuk keberhasilanku.

Kakakku “

Eko Widiatmoko

,

Dwi Aviandari

serta

Ferdi

Ardiansyah

”, yang kusayangi sebagai ungkapan rasa

terimakasihku untuk segala yang diberikan dengan cinta dan

kasih.

Sahabat-sahabatku yang teristimewa dan rekan-rekanku

tercinta.

(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Natar tanggal 19 mei 1993, merupakan anak keempat dari empat bersaudara, hasil perkawinan dari Bapak Khairi dan Ibu Sumiyati.

Pendidikan formal yang telah ditempuh penulis yaitu Sekolah Dasar Negeri 1 Rajabasa pada Tahun 1999-2005, Sekolah Menengah Pertama (SMP) pada Tahun 2005-2008 di SMP Negeri 8 Bandar Lampung, dan Sekolah Menengah Atas Tahun 2008-2011 di SMA Muhammadiyah 2 Bandar Lampung.

(12)

SANWACANA

Bismillahirrohmanirrohim,

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Anak Yang Melakukan Tindak Pidana Kelalaian Yang Mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas” (Studi Putusan No: 51/Pid.A/2013/Pn.GnS). Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan pada Fakultas Hukum Bagian Pidana Universitas Lampung.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak memperoleh bantuan dan bimbingan serta petunjuk dari semua pihak. Maka kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa penghargaan dan ucapan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Heryandi, S.H.,M.S., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung;

2. Ibu Diah Gustiniati, S.H., M.H., selaku Ketua Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Uiversitas Lampung.

3. Ibu Firganefi, S.H., M.H., selaku Sekretaris Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung.

(13)

5. Bapak Gunawan Jatmiko, S.H., M.H., selaku Pembimbing II (dua) yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan saran, bimbingan dan bantuan yang sangat berarti dalam penulisan skripsi ini;

6. Bapak Tri Andrisman, S.H., M.H., selaku pembahas I (satu) yang telah memberikan waktu, masukan, dan kritik dalam penulisan skripsi ini;

7. Bapak Budi Rizki Husien, S.H., M.H., selaku pembahas II (dua) yang telah memberikan waktu, masukan, dan kritik dalam penulisan skripsi ini;

8. Seluruh Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan kepada penulis, serta kepada seluruh staf administrasi Fakultas Hukum Universitas Lampung;

9. Ibu Dr. Erna Dewi, S.H.,M.H., selaku Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah memberikan sedikit waktunya pada saat penulis melakukan penelitian;

10.Ibu Eva Susiana, S.H.,M.H., selaku hakim di Pengadilan Negeri Gunung Sugih yang telah memberikan sedikit waktunya pada saat penulis melakukan penelitian;

11.Bapak Joko Nugroho, S.H selaku pembina kemasyarakatan di Balai Pemasyarakatan (Bapas) yang telah memberikan sedikit waktunya pada saat penulis melakukan penelitian;

(14)

13.Rekan-rekan seperjuangan di Fakultas Hukum, Fietra Albajuri, S.H, M. Rizky Andrean, S.H, Tomi Hidayat, S.H, Tara Sabily, S.H, Adi Wahyu, S.H, Arahmat Panca S.H. Terima kasih atas bantuan kalian semua, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

14.Keluarga besar kantin Uye, Bunda Kiki, Bunda Eel, Mas Santos, Mas Hendra, Gusti Reza, Moh. Farid, Rendi Renaldo, Arjuna Fransisko, Ika Ristia, M. Rizky Hassbuloh, Rahmawan, S.H, Yonatan Aji, S.H, Riandi, S.H, Aji, Akbar. Terimakasih atas perhatian serta dukungan, sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

15.Teman-teman KKN (Kuliah Kerja Nyata) di Desa Sendang Mulyo Lampung Tengah, Anggun Chairunisa, Silvida Dwi, Fajar, Robet, Tri Widia, Ucok, terimakasih atas dukungannya.

16.Serta semua pihak yang tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu.

Penulis mendoakan semoga Allah SWT akan memberikan imbalan yang setimpal, atas segala kebaikan yang telah kita perbuat dan skripsi ini dapat bermanfaat bagi mereka yang membutuhkan, Amien.

Bandar Lampung, Oktober 2015 Penulis

(15)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Transportasi merupakan sarana yang digunakan masyarakat untuk melakukan aktifitasnya. Seiring dengan berkembangnya zaman, maka semakin banyak pula alat transportasi yang diperlukan untuk pemenuhan kebutuhan, dari berbagai macam sarana transportasi yang ada, seperti transportasi laut, udara, dan darat, transportasi darat merupakan transportasi yang dominan digunakan oleh masyarakat.

(16)

2

Seiring dengan perkembangan zaman dapat dilihat bahwa telah terjadi pola perubahan dan perilaku anak dalam kehidupan sehari-hari. Anak yang seharusnya menjalani kehidupannya secara wajar sesuai dengan usianya, ternyata melakukan berbagai perbuatan tercela yang mengarah pada pelanggaran dan tindak pidana, seperti menjadi pelaku tindak pidana pencurian, pencabulan bahkan pembunuhan. Fenomena lain yang saat ini berkembang adalah anak telah terbiasa mengendarai kendaraan bermotor, padahal mereka belum memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM), belum memahami dan tidak mematuhi peraturan lalu lintas, tidak memiliki kemampuan mengemudikan kendaraannya dengan wajar dan tidak mengutamakan keselamatan dalam berkendaran.

Pada umumnya anak yang mengendarai kendaraan bermotor berstatus sebagai pelajar yang belum memahami kelas jalan, rambu-rambu dan marka jalan, alat pemberi isyarat lalu lintas, waktu kerja dan waktu istirahat pengemudi, gerak lalu lintas berhenti dan parkir, persyaratan teknis dan laik jalan kendaraan bermotor dan tidak mengindahkan kecepatan minimum dan kecepatan maksimum dalam berkendaran. Berbagai hal tersebut menjadi penyebab terjadinya kecelakaan lalu lintas di kalangan pelajar atau yang dikategorikan sebagai anak.

(17)

3

Upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat seiring kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, pemerintah Indonesia telah berusaha melaksanakan pembangunan di berbagai bidang. Pembangunan tersebut tidak hanya meliputi pembangunan fisik saja seperti pembangunan gedung, perbaikan jalan, tetapi juga dalam segi kehidupan lain di antaranya meningkatkan keamanan bagi warga masyarakat, karena kehidupan yang aman merupakan salah satu faktor yang mendorong terciptanya kesejahteraan masyarakat, sehingga bila keamanan yang dimaksud bukan berarti tidak ada perang tetapi dapat meliputi keamanan dalam menggunakan jalan raya dan fasilitas-fasilitas yang ada di jalan raya tersebut.1

Lalu lintas yang macet merupakan suatu kejadian yang biasa kita lihat, baik di pagi hari, sore hari maupun di malam hari. Masalah ini terjadi karena pertambahan jumlah kendaraan dengan pertumbuhan jalan tidak seimbang, sehingga selain menyebabkan kemacetan juga dapat menyebabkan kecelakaan lalu lintas. Masalah lalu lintas tidak hanya karena kemacetan melainkan karena terjadinya kecelakaan, baik kecelakaan ringan maupun kecelakaan berat yang mengakibatkan meninggalnya seseorang. Kecelakaan lalu lintas bisa terjadi akibat kelalaian seseorang atau akibat ketidakpatuhan seseorang terhadap rambu dan marka lalu lintas. Kecelakaan adalah sesuatu yang tidak dikehendaki oleh siapa pun kecuali memang ada niat untuk melakukan sesuatu yang direncanakan untuk melukai seseorang. Artinya kecelakaan lalu lintas secara umum terjadi tanpa ada

1

(18)

4

niat atau unsur kesengajaan dari pelakunya, karena kejadian tersebut berlangsung tanpa dikehendaki.2

Kasus ini berawal dari terdakwa, awalnya terdakwa berjalan dari arah punggur dengan mengendarai 1 (satu) unit sepeda motor merk Kharisma dengan Nomor Polisi BE 5302 GR dengan membonceng saksi Fidanru dan saksi Robinson menuju arah Mojo Pahit dengan kecepatan 60 km/jam, kemudian ketika melintas di Jalan Raya Punggur Kampung Sukowati Kecamatan Punggur Kabupaten Lampung Tengah, terdakwa yang mengendarai sepeda motor menyalib 1 (satu) unit mobil yang berada di depan kendaraannya dengan mengambil jalur hukum sebelah kanan lawan, namun dari arah berlawanan tiba-tiba datang 1 (satu) unit sepeda motor mek Honda Revo BE 7517 G yang dikendarai oleh korban dan langsung bertabrakan dengan sepeda motor yang dikendarai terdakwa hingga korban terpental dan tergeletak dijalan serta tidak sadarkan diri, kemudian datang warga langsung menolong korban dan membawa korban ke Rumah Sakit Umum Daerah A. Yani dan akhirnya korban meninggal dunia. Terdakwa Dedi Suprianto telah terbukti secara sah bersalah melakukan tindak pidana melanggar pasal 310 Ayat (4) UU RI No. 22 tahun 2009 tentang lalu lintas.

Berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Gunung Sugih 20 Maret 2013 Nomor: 51/Pid.A/2013/Pn.GnS, yang berbunyi “Terdakwa telah sah terbukti bersalah melakukan tindak pidana karna kelalaiannya mengakibatkan kecelakaan lalu lintas mengakibatkan korban meninggal dunia sebagaimana Pasal 310 Ayat (4) UU RI No 22 Tahun 2009, sebagaimana dalam tuntutan Penuntut Umum agar majelis

2

(19)

5

Hakim menjatuhkan pidana penjara selama 2 (dua) tahun. Namun majelis Hakim mempunyai pendapat sendiri, terdakwa dijatuhi hukuman berupa pidana penjara selama 1 (satu) tahun dan 6 (enam) bulan.

Tingginya kecelakaan lalu lintas yang melibatkan anak, tidak terlepas dari sikap orang tua dan masyarakat yang terkesan mentolelir penggunaan kendaraan oleh anak. Menjadi lazim baik di kota besar maupun kecil, para pelajar di bawah umur pergi ke sekolah menggunakan kendaraan. Orang tua dalam hal ini bahkan memberi izin, dengan tidak memperhitungkan resiko yang ada pada anak mereka. Meningkatnya kasus laka lantas di Lampung berdasarkan catatan akhir tahun petugas, pada tahun 2013 Ditlantas Polda Lampung dan Satlantas Polres/ta, menangani kasus laka lantas sebanyak 1.560 kasus, dan pada tahun 2014 Ditlantas Polda Lampung dan Satlantas Polres/ta menangani kasus lakalantas sebanyak 1.809 kasus naik sebanyak 15 persen.3 Sedangkan kasus laka lantas yang di selesaikan petugas pada tahun 2013 sebanyak 1.204 kasus, dan pada tahun 2014 kasus laka lantas yang diselesaikan petugas sebanyak 1.348 kasus.

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka penulis tertarik untuk mengangkat masalah ini dalam bentuk skripsi dengan judul “Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Anak Yang Melakukan Tindak Pidana Kelalaian Yang Mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas” (Studi Putusan Pengadilan Negeri No: 51/Pid.A/2013/Pn.GnS).

3

(20)

6

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup 1. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang diatas maka dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

a. Bagaimanakah pertanggungjawaban pelaku tindak pidana kecelakaan lalu lintas anak dibawah umur?

b. Apakah dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap pelaku anak tentang kecelakaan lalu lintas?

2. Ruang Lingkup

Ruang lingkup ilmu penelitian adalah hukum pidana, khususnya yang berkaitan dengan kajian mengenai pertanggungjawaban tindak pidana kecelakaan lalu lintas yang dilakukan oleh anak yang menyebabkan korban luka berat. Lokasi penelitian dilaksanakan pada Pengadilan Negeri Gunung Sugih dengan waktu penelitian pada tahun 2015.

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan di dalam penelitian ini, maka yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah :

a. Untuk mengetahui Pertanggungjawaban Terhadap Pelaku Tindak Pidana Kecelakaan Lalu Lintas Anak Dibawah Umur.

(21)

7

2. Kegunaan Penelitian

a. Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk memperkaya kajian ilmu hukum pidana, khususnya yang terkait dengan pelaksanaan pertanggungjawaban pidana terhadap tindak pidana lalu lintas yang dilakukan oleh anak.

b. Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai kontribusi positif bagi pihak Pengadilan Negeri Gunung Sugih sebagai aparat penegak hukum dalam menyelesaikan perkara pidana lalu lintas, khususnya oleh anak di bawah umur yang menyebabkan korban mengalami luka berat. Selain itu hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi berbagai pihak-pihak lain yang akan melakukan penelitian mengenai analisis putusan di masa-masa yang akan datang.

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual

1. Kerangka Teoritis

Kerangka teori merupakan abstraksi hasil pemikiran atau kerangka acuan atau dasar yang relevan untuk pelaksanaan suatu penelitian ilmiah, khususnya penelitian hukum.4 Kerangka teoritis yang lain digunakan dalam penelitian ini adalah :

a. Teori Pertanggungjawaban Pidana Anak

Dengan adanya ketentuan yang berbeda-beda dalam setiap instrumen perundangan mengenai batasan umur anak yang dapat dimintakan

4

(22)

8

pertanggunjawaban. Tentunya hal ini akan menjadikan kekacauan hukum, sehingga dikhawatirkan justru akan memberikan dampak negatif bagi seorang anak. Hal semacam telah tampak dari berbagai permasalahan yang muncul dalam proses penanganan anak nakal, sehingga banyak kalangan menilai bahwa aparat penegak hukum dianggap telah merampas masa depan anakanak tersebut.

Demi meminimalisir kejadian dan ketidaksepahaman dalam menafsirkan perundangan yang ada, maka Mahkamah Konstitusi memutuskan terkait beberapa pasal yang dianggap menjadi polemik di dalam UU No 12 tahun 2012. Salah satu dari tiga poin yang menjadi putusan MK diantaranya adalah mengenai masalah umur anak yang dapat diajukan ke persidangan. Sehingga begitu jelas, bahwa usia anak menjadi poin penting dalam sebuah penegakan hukum karena berkaitan dengan konsekuensi yang akan diterima anak-anak yang dianggap melakukan tindak pidana.

Ada dua istilah yang menunjuk pada pertanggungjawaban dalam kamus hukum, yaitu liability dan responsibility. Liability merupakan istilah hukum yang luas yang menunjuk hampir semua karakter risiko atau tanggung jawab, yang pasti, yang bergantung atau yang mungkin meliputi semua karakter hak dan kewajiban secara aktual atau potensial seperti kerugian, ancaman, kejahatan, biaya atau kondisi yang menciptakan tugas untuk melaksanakan undang-undang.

(23)

9

Dasar dari pertanggungjawaban pidana adalah kesalahan yang terdapat 4 unsur -unsurnya yaitu :

1. Melakukan perbuatan 2. Mampu beratanggungjawab 3. Dengan kesengajaan atau kealpaan 4. Tidak ada alasan pemaaf

Dalam hal dipidana atau tidaknya sipelaku tindak pidana, bukanlah tergantung pada apakah ada perbuatan pidana atau tidak. Melainkan pada apakah terdakwa tercela atau tidak tercela telah melakukan tindak pidana itu. Dengan demikian dasar dari pada adanya tindak pidana adalah asas legalitas.

b. Teori Pertimbangan Hakim

Keyakinan hakim dalam menjatuhkan putusan bukan semata-mata peranan hakim sendiri untuk memutuskan, tetapi hakim meyakini bahwa terdakwa telah melakukan tindak pidana yang didakwakan dan didukung oleh alat bukti yang sah menurut Undang-undang. Sebagai bahan pertimbangan hakim, terdapat dalam Pasal 183 dan Pasal 184 KUHAP, menurut KUHAP harus ada alat-alat bukti yang sah, alat bukti yang dimaksud adalah keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa.

(24)

10

hakim dalam menjatuhkan putusan, yaitu dalam Pasal 8 Ayat (2) : “Dalam mempertimbangkan berat ringannya pidana, hakim wajib memperhatikan pada sifat yang baik dan jahat dari terdakwa”.

Hakim dalam putusannya harus memberikan rasa keadilan, menelaah terlebih dahulu kebenaran peristiwa yang diajukan kepadanya kemudian menghubungkannya dengan hukum yang berlaku. Hakim dalam menjatuhkan putusan harus berdasar pada penafsiran hukum yang sesuai dengan rasa keadilan yang tumbuh, hidup, dan berkembang dalam masyarakat, juga faktor lain yang mempengaruhi seperti faktor budaya, sosial, ekonomi, dan politik .

Menurut Sudarto, untuk menentukan kesalahan seseorang sehingga dapat tidaknya dipidana seseorang tersebut harus memenuhi beberapa unsur, sebagai berikut :5

1. Adanya kemampuan bertanggung jawab pada si pembuat kesalahan

2. Hubungan batin antara si pembuat dengan perbuatan berupa kesengajaan

(dolus)ataupun kealpaan(culpa)

3. Tidak adanya alasan yang menghapus kesalahan atau alasan pemaaf

Suatu hal yang wajar apabila memidana pelaku delik dengan melihat unsur perbuatan dan harus memenuhi unsur kesalahan karena tidak adil apabila menjatuhkan pidana terhadap orang yang tidak mempunyai kesalahan. Sesuai dengan asas pertanggungjawaban pidana yang berbunyi : tiada pidana tanpa kesalahan (geen straf zonder schuld : actus non facit reum nisi mens sit rea).

Adapun kesalahan tersebut dapat berupa kesengajaan atau kealpaan.

5

(25)

11

2. Konseptual

Konseptual adalah susunan berbagai konsep yang menjadi fokus pengamatan penelitian. Berdasarkan definisi tersebut, maka batasan pengertian dari istilah yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut:

a. Pertanggungjawaban pidana

Pertanggungjawaban pidana menurut hukum pidana adalah kemampuan bertanggungjawab seseorang terhadap kesalahan.

b. Perkara pidana

Perkara pidana adalah bagian dari perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana yang disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu bagi siapa yang melanggar larangan tersebut. Tindak pidana merupakan pelanggaran norma atau gangguan terhadap tertib hukum, yang dengan sengaja atau tidak sengaja telah dilakukan terhadap seorang pelaku.6

c. Perkara pidana lalu lintas

Perkara pidana lalu lintas adalah jenis perkara yang berkaitan dengan tidak dipenuhinya persyaratan untuk mengemudikan kendaraaan motor atau mobil oleh pengemudi, pelanggaran terhadap ketentuan peraturan lalu lintas maupun yang berkaitan dengan terjadinya kecelakaan lalu lintas

6

(26)

12

yang berakibat pada timbulnya korban baik luka-luka maupun meninggal dunia.7

d. Pelaku tindak pidana

Pelaku tindak pidana adalah setiap orang yang melakukan perbuatan melanggar atau melawan hukum sebagaimana dirumuskan dalam undang-undang. Pelaku tindak pidana harus diberi sanksi demi terpeliharanya tertib hukum dan terjaminnya kepentingan umum.8

e. Pengertian anak

Menurut Pasal 1 Ayat (2) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, Pengertian anak Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Sementara itu anak yang berkonflik dengan hukum adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana.

7

Ibid. hlm.41. 8

(27)

13

E. Sistematika Penulisan

Agar mempermudah memahami terhadap isi skripsi ini secara keseluruhan, maka diperlukan penjelasan mengenai sistematika penulisan yang bertujuan untuk mendapat suatu gambaran jelas tentang pembahasan skripsi yang dapat dilihat dari hubungan antara satu bagian dengan satu bagian lainnya secara keseluruhan. Sistematikanya sebagai berikut :

I. PENDAHULUAN

Pada bagian memuat latar belakang, permasalahan dan ruang lingkup, tujuan dan kegunaan penelitian, kerangka teoritis dan konseptual, serta sistematika penulisan.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Berisi tinjauan pustaka dari berbagai konsep atau kajian yang berhubungan dengan penyusunan skripsi yaitu pengertian penegakan hukum, pengertian dan unsur-unsur tindak pidana dan tindak pidana lalu lintas dan Kepolisian Negara Republik Indonesia.

III. METODE PENELITIAN

Pada bagian ini menjelaskan langkah-langkah yang digunakan dalam pendekatan masalah, sumber dan jenis data, cara pengumpulan data dan serta analisis data.

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

(28)

14

V. PENUTUP

(29)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana

Pertanggungjawaban pidana mengandung makna bahwa setiap orang yang melakukan tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam undang-undang, maka orang tersebut patut mempertanggungjawabkan perbuatan sesuai dengan kesalahannya.1Untuk dapat dipidananya pelaku, disyaratkan bahwa tindak pidana yang dilakukannya itu harus memenuhi unsur-unsur yang telah ditentukan dalam undang-undang sehingga pelaku secara sah dapat dikenai pidana karena perbuatannya.

Pertanggungjawaban pidana adalah kemampuan seseorang terhadap kesalahan. Pertanggungjawaban dalam hukum pidana menganut asas tiada pidana tanpa kesalahan(geen straf zonder schuld). Walaupun tidak dirumuskan dalam undang-undang, tetapi dianut dalam praktik. Tidak dapat dipisahkan antar kesalahan dan pertanggungjawaban atas perbuatan.2

Mengenai adanya penentuan pertanggungjawaban, seseorang pembuat dalam melakukan suatu tindak pidana harus ada “sifat melawan hukum” dari tindak pidana itu, yang merupakan sifat terpenting dari tindak pidana. Tentang sifat melawan hukum apabila dihubungkan dengan keadaan psikis (jiwa) pembuat

1

Andi Hamzah.Asas-Asas Hukum Pidana,Jakarta:Rineka Cipta, 2001,Hlm.12. 2

(30)

✂6

terhadap tindak pidana yang dilakukannya dapat berupa “kesengajaan” (opzet)

atau karena “kelalaian”(culpa).

Pertanggung jawaban pidana diartikan sebagai diteruskan celaan yang objektif yang ada pada perbuatan pidana dan secara subjektif yang ada memenuhi syarat untuk dapat dipidana karena perbuatanya itu. Dasar adanya perbuatan pidana adalah asas legalitas sedangkan dasar dapat dipidananya pembuat adalah asas kesalahan.3

Menurut pandangan para ahli hukum pidana ada (3) tiga bentuk kesengajaan

(opzet),yakni :

1) Kesengajaan sebagai maksud

Kesengajaan ini bersifat tujuan, si pelaku dapat dipertanggungjawabkan dan apabila kesengajaan seperti ini ada pada suatu tindak pidana, si pelaku pantas di kenakan hukuman.

2) Kesengajaan dengan keinsyafan pasti

Kesengajaan ini ada apabila si pelaku (doer or dader) dengan perbuatanya tidak bertujuan untuk mencapai akibat dasar dari delik dan mengetahui pasti atau yakin benar bahwa selain akibat dimaksud akan terjadi suatu akibat lain. 3) Kesengajaan dengan keinsafan kemungkinan(Dolus Eventualis)

Kesengajaan ini juga disebut kesengajaan dengan kesadaran kemungkinan, bahwa seseorang melakukan perbuatan dengan tujuan untuk menimbulkan suatu akibat tertentu. Akan tetapi, si pelaku menyadari bahwa mungkin akan timbul akibat lain yang juga dilarang dan diancam oleh Undang-Undang.4

Suatu perbuatan dapat dikatakan telah melanggar hukum, dan dikenakan sanksi pidana bila terpenuhi 2 (dua) unsur yakni perbuatan lahiriah yang terlarang/ perbuatan pidana (actus reus), dan ada sikap batin jahat/tercela (mens rea).

Kesalahan (schuld) merupakan unsur pembuat delik, jadi termasuk unsur pertanggungjawaban pidana yang terkadang makna dapat dicelanya si pembuat 3

Ibid.Hlm.89. 4

(31)

17

atau perbuatanya. Dalam hal kesalahan tidak terbukti, berarti bahwa perbuatan pidana (actus reus) sebenarnya telah terbukti, karena tidak mungkin hakim akan membuktikan adanya kesalahan jika ia telah mengetahui lebih dahulu bahwa perbuatan pidana tidak ada atau tidak terbukti diwujudkan oleh terdakwa.

Seseorang dikatakan mampu bertanggungjawab apabila memenuhi 3 (tiga) syarat, yaitu:

1) Dapat menginsyafi makna dari perbuatnya.

2) Dapat menginsyafi bahwa perbuatnya itu tidak dapat dipandang patut dalam pergaulan masyarakat.

3) Mampu untuk menentukan kehendak dalam melakukan perbuatan.5

Ada beberapa alasan seseorang tidak dapat bertanggungjawab atas tindak pidana yang dilakukanya, yaitu:

Dari dalam manusia : 1) Jiwa si pelaku cacat

2) Tekanan jiwa yang tidak dapat ditahan 3) Gangguan penyakit jiwa6

Berdasarkan KUHP masalah kemampuan bertanggungjawab terdapat dalam Pasal 44 ayat (1) yang menyatakan bahwa:

''Barang siapa melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya karena jiwanya cacat dalam pertumbuhan atau terganggu karena cacat, tidak dapat dipidana''

5

Roeslan Saleh.perbuatan pidana dan pertanggung jawaban pidana: dua pengertian dasar dalam hukum pidana,cetakan ketiga, Jakarta:Aksara Baru 2009, hlm.80.

6

(32)

18

Tanggung jawab pidana dapat diartikan sebagai akibat lebih lanjut yang harus ditanggung oleh siapa saja yang telah bersikap tindak, baik yang selaras dengan hukum atau yang bertentangan dengan hukum. Tanggung jawab pidana adalah akibat lebih lanjut yang harus diterima, dibayar atau ditanggung seseorang yang melakukan tindak pidana secara langsung dan tidak langsung.7

B. Pengertian Tindak Pidana Dan Tindak Pidana Anak

Pemahaman mengenai pengertian tindak pidana penting bukan saja hanya untuk kepentingan akademis, tetapi juga dalam rangka pembangunan kesadaran hukum masyarakat. Bagaimana masyarakat dapat berbuat sesuai yang diharapkan oleh hukum (pidana), jika pedoman bertingkah laku itu tidak dipahami. Oleh karena itu, yang penting bukan hanya apa yang mereka ketahui mengenai tindak pidana, tetapi apa yang memang seharusnya mereka ketahui.

Menurut Bambang Poernomo, tindak pidana yaitu perbuatan yang dilakukan oleh seseorang dengan melakukan suatu kejahatan atau pelanggaran pidana yang merugikan kepentingan orang lain atau merugikan kepentingan umum. Beberapa Sarjana Hukum Pidana di Indonesia menggunakan istilah yang berbeda-beda menyebutkan kata “Pidana”, ada beberapa sarjana yang menyebutkan dengan tindak pidana, peristiwa pidana, perbuatan pidana atau delik.8

7

Roeslan Saleh.Perbuatan Dan Pertanggungjawaban Pidana,. Jakarta:Aksara Baru, 1999, hlm.83.

8

(33)

19

Menurut Simons tindak pidana adalah tindakan melanggar hukum yang telah dilakukan dengan sengaja ataupun tidak sengaja oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan atas tindakannya dan yang oleh undang-undang telah dinyatakan sebagai suatu tindakan yang dapat dihukum.9

Perbuatan pidana adalah perbuatan seseorang atau sekelompok orang yang menimbulkan peristiwa pidana atau perbuatan melanggar hukum pidana dan diancam dengan hukuman. Peristiwa pidana adalah suatu kejadian yang mengandung unsur-unsur perbuatan yang dilarang oleh undang-undang, sehingga siapa yang menimbulkan peristiwa itu dapat dikenai sanksi pidana (hukuman).10

Perbuatan pidana lebih tepat digunakan dengan alasan sebagai berikut :

1) Perbuatan yang dilarang adalah perbuatannya (perbuatan manusia, yaitu suatu kejadian atau keadaan yang ditimbulkan oleh kelakuan orang), artinya larangan itu ditujukan pada perbuatannya. Sementara itu, ancaman pidananya itu ditujukan pada orangtuanya.

2) Antara larangan (yang ditujukan pada perbuatan) dengan ancaman pidana (yang ditujukan pada orangnya), ada hubungan yang erat. Oleh karena itu, perbuatan (yang berupa keadaan atau kejadian yang dtimbulkan orang tadi, melanggar larangan) dengan orang yang menimbulkan perbuatan tadi ada hubungan erat pula.

3) Untuk menyatakan adanya hubungan yang erat itulah, maka lebih tepat digunakan istilah perbuatan pidana.

9

Wirjono Prodjodikoro.Asas-asas Hukum Pidana Indonesia. Bandung:Eresco. 1986. hlm. 1 10

(34)

20

Seorang Anak yang melakukan tindak pidana biasa disebut dengan anak nakal. Berdasarkan Pasal 1 Butir 2 Undang-Undang No.11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak, anak nakal adalah:

1. Anak yang melakukan tindak pidana, atau

2. Anak yang melakukan perbuatan yang dinyatakan dilarang bagi anak, baik menurut perundang-undangan maupun menurut peraturan hukum lain yang hidup dan berlaku dalam masyarakat bersangkutan.

Kenakalan anak menurut Kartini Kartono adalah perilaku jahat /dursila, atau kejahatan/kenakalan anak-anak muda, merupakan gejala sakit (patologi) secara sosial pada anak-anak dan remaja yang disebabkan oleh suatu bentuk pengabaian tingkah laku yang menyimpang.11

Kenakalan anak adalah reaksi dari penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh anak, namun tidak segera ditanggulangi, sehingga menimbulkan akibat yang berbahaya baik untuk dirinya maupun bagi orang lain. Menurut Romli Atmasasmita, Juvenile Deliquency adalah setiap perbuatan atau tingkah laku seseorang anak di bawah umur 18 (delapan belas) tahun dan belum kawin yang merupakan pelanggaran terhadap norma-norma hukum yang berlaku serta dapat membahayakan perkembangan peribadi anak yang bersangkutan.12

Kenakalan anak suatu tindakan atau perbuatan pelanggaran norma, baik norma hukum maupun norma sosial yang dilakukan oleh anak-anak yang masih dibawah umur. Pengaturan dalam undang-undang pengadilan anak mengacu pada pembinaan dan perlindungan hukum kepada anak nakal guna melindungi hak-hak 11

Kartini Kartono.Pathologi Sosial (2), Kenakalan Remaja,Jakarta : Raja Wali Pers,1992.hlm. 68 12

(35)

21

anak untuk menjamin kepentingan terbaik bagi anak. Anak adalah seseorang yang masih dibawah umur perlu mendapatkan perhatian dan perlindungan hukum agarhak-haknya sebagai anak dapat terpenuhi.

C. Tinjauan Umum Tentang Anak

1. Pengertian Anak

Mengenai defenisi anak sampai sekarang ini belum ada persepsi status anak di bawah umur. Tingkat usia seseorang dapat dikategorikan antara satu negara dengan negara lain cakupannya beraneka ragam. Indonesia sendiri tidak ada keseragaman batas umur seseorang yang dapat dikatakan sebagai anak, ada banyak undang-undang yang menyebutkan batas umur/usia antara lain :

1) Undang-undang No. 23 Tahun 2003 tentang Perlindungan Anak Jo (junto)

Undang-undang No 35 Tahun 2014, anak adalah seorang yang belum berusia 18(delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.

2) Undang-undang No. 11 Tahun 2012, tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Dalam UU ini yang dimaksud dengan anak dirumuskan dalam Pasal 1 ayat (3) yaitu anak yang berkonflik dengan hukum yang selanjutnya disebut dengan anak adalah anak yang telah berumur 12 tahun, tetapi belum berumur 18 tahun(delapan belas) yang diduga melakukan tindak pidana.

Anak memiliki karakteristik khusus (spesifik) dibandingkan dengan orang dewasa dan merupakan salah satu kelompok rentan yang haknya masih terabaikan, oleh karena itu hak-hak anak menjadi penting diprioritaskan.13Dalam hukum positif di

13

(36)

22

Indonesia anak diartikan sebagai orang yang belum dewasa (minderjarig/person under age), orang yang dibawah umur/keadaan dibawah umur (minderjarig heid/inferiority) atau biasa disebut juga sebagai anak yang berada dibawah pengawasan wali (minderjarige under voordij). Pengertian anak itu sendiri jika kita tinjau lebih lanjut dari segi usia kronologis menurut hukum dapat berbeda-beda tergantung tempat, waktu dan untuk keperluan apa, hal ini juga akan mempengaruhi batasan yang digunakan untuk menentukan umur anak. Adapun beberapa definisi tentang anak dalam beberapa peraturan perudang-undangan saat ini adalah sebagai berikut:

1) Pasal 1 Convention on the Right of the Child, Anak diartikan sebagai setiap orang dibawah usia 18 (delapan belas) tahun, kecuali berdasarkan hukum yang berlaku terhadap anak, kedewasaan telah diperoleh sebelumnya. Artinya yang dimaksud dengan anak adalah mereka yang belum dewasa dan yang menjadi dewasa karena peraturan tertentu sedangkan secara mental dan fisik masih belum dewasa.

2) Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Anak adalah setiap manusia yang berusia di bawah 18 (delapan belas) tahun dan belum menikah termasuk anak yang masih dalam kandungan apabila hal tersebut adalah demi kepentingannya.

(37)

23

Mengenai pengertian atau definisi anak dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia saat ini belum ada batasan yang konsisten. Artinya antara satu dengan lainnya belum terdapat keseragaman, melihat hal tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa penetapan batasan umur atau usia anak digantungkan pada kepentingan pada saat produk hukum tersebut dibuat.

2. Perlindungan Hukum Terhadap Anak

Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi (Pasal 1 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak).

Upaya perlindungan anak perlu dilaksanakan sedini mungkin, yakni sejak dari janin dalam kandungan sampai anak berumur 18 (delapan belas) tahun. Bertitik tolak dari konsepsi perlindungan anak yang utuh, menyeluruh, dan komprehensif, UndangUndang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak meletakkan kewajiban memberikan perlindungan kepada anak berdasarkan asas-asas yaitu:

1) Nondiskriminasi

2) Kepentingan yang terbaik bagi anak

3) Hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan 4) Penghargaan terhadap pendapat anak

(38)

24

lembaga swadaya masyarakat, organisasi kemasyarakatan, organisasi sosial, dunia usaha, media massa, atau lembaga pendidikan.

Perlindungan hukum terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana merupakan perwujudan dari pemenuhan hak-hak anak dalam konteks sistem peradilan pidana anak. Hak-hak anak yang menjadi sorotan utama dalam proses ini adalah sebagai berikut; sebagai tersangka, hak-hak yang diperoleh sebagai tindakan perlindungan terhadap tindakan yang merugikan (fisik, psikologis dan kekerasan), hak untuk yang dilayani kerena penderitaan fisik, mental, dan sosial atau penyimpangan perilaku sosial; hak didahulukan dalam proses pemeriksaan, penerimaan laporan, pengaduan dan tindakan lanjutan dari proses pemeriksaan; hak untuk dilindungi dari bentukbentuk ancaman kekerasan dari akibat laporan dan pengaduan yang diberikan.

D. Pengertian Kecelakaan Lalu Lintas

Kecelakaan lalu lintas dijala raya adalah dua rangkaian kata yang terdiri dari kata kecelakaan lalu lintas dan jalan raya. Kata kecelakaan lalu lintas diartikan sebagai suatu peristiwa dijalan yang tidak disangkakan dan tidak disengaja melibatkan kendaraan dengan atau tanpa pemakai jalan lainnya, mengakibatkan korban manusia atau kerugian harta benda.

(39)

25

Jalan raya tempat untuk lalu lintas orang atau kendaraan dan sebagiannya (sebagian besar), perlintasan dari satu tempat ketempat lain. Bahwa jalan sebagai salah satu prasaran transportasi merupakan unsur penting dalam pengembangan kehidupan berbangsa dan bernegara dan pembinaan persatuan dan kesatuan bangsa, wilayah bangsa dan fungsi masyarakat serta dalam memajukan kepentingan umum.

Kontroversi penerapan hukum pidana dalam kasus kecelakaan lalu lintas juga harus diluruskan. Perdamaian dalam tindak pidana kecelakaan lalu lintas sering terjadi dan diterapkan oleh masyarakat selama ini. Perdamaian kerap kali terjadi di antara pihak pengemudi yang menabrak dengan pihak korban dengan cara pembayaran sejumlah uang atau santunan oleh pihak penabrak kepada korban sebagai penggantian biaya pengobatan di rumah sakit atau biaya santunan bagi korban yang telah meninggal dunia. Biasanya pihak korban telah merasa adil sementara pihak pelaku sendiri dengan tulus ikhlas membayarkan sejumlah uang tersebut.

Dampak yang ditimbulkan akibat kecelakaan lalu lintas dapat menimpa sekaligus atau hanya beberapa hanya diantaranya. Berikut kondisi yang digunakan untuk mengklasifikasikan korban lalu lintas yaitu:

1) Meninggal dunia adalah korban kecelakaan lalu lintas yang dipastikan meninggal dunia akibat kecelakaan laulintas dalam jangka paling lama 30 hari stelah kecelakaan tersebut.

(40)

26

30 hari sejak terjadi kecelakaan. Suatu kejadian digolongkan cacat tetap jika sesuatu anggota badan hilang atau tidak dapat digunakan sama sekali dan tidak dapat pulih kembali untuk selama-lamanya (cacat permanen/seumur hidup).

3) Luka ringan adalah korban yang mengalami luka-luka yang tidak memerlukan rawat inap atau harus diinap lebih dari 30 hari.

Pasal 310 ayat (1), (3) dan (4) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009:

(1) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan kerusakan Kendaraan dan/atau barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).

(3) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan korban luka berat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (4), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).

(4) Dalam hal kecelakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).

(41)

27

karena alpa melakukan kejahatan disebut dengan strict liability, artinya ada kejahatan yang pada waktu terjadinya keadaan mental terdakwa adalah tidak mengetahui dan sama sekali tidak bermaksud untuk melakukan suatu perbuatan. Namun meskipun demikian dia dipandang tetap bertanggung jawab atas terjadinya perkara yang terlarang itu, walaupun dia sama sekali tidak bermaksud untuk melakukan suatu perbuatan yang ternyata adalah kejahatan.14 Dasar pengenaan

strict liabilityadalah pertanggungjawaban pidana dapat dibebankan kepada pelaku tindak pidana yang bersangkutan dengan tidak perlu dibuktikan adanya kesalahan (kesengajaan atau kelalaian) pada pelakunya.

Ketentuan Pasal 229 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menggolongkan kecelakaan lalu lintas sebagai berikut : (1) Kecelakaan Lalu Lintas digolongkan atas :

a) Kecelakaan Lalu Lintas ringan b) Kecelakaan Lalu Lintas sedang atau c) Kecelakaan Lalu Lintas berat.

(2) Kecelakaan Lalu Lintas ringan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan kecelakaan yang mengakibatkan kerusakan Kendaraan dan/atau barang.

(3) Kecelakaan Lalu Lintas sedang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan kecelakaan yang mengakibatkan luka ringan dan kerusakan Kendaraan dan/atau barang.

(4) Kecelakaan Lalu Lintas berat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c

14

(42)

28

merupakan kecelakaan yang mengakibatkan korban meninggal dunia atau luka berat.

(5) Kecelakaan Lalu Lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat di sebabkan oleh kelalaian Pengguna Jalan, ketidaklaikan Kendaraan, serta ketidaklaikan Jalan dan/atau lingkungan.

(43)

29

E. Pengertian Putusan Hakim

Perihal “putusan hakim” atau “putusan pengadilan” merupakan aspek penting dan diperlukan untuk menyelesaikan perkara pidana. Oleh karena itu dapatlah dikonklusikan lebih jauh bahwasanya “putusan hakim” disatu pihak berguna bagi terdakwa memperoleh kepastian hukum (rech zekerheids)tentang “statusnya” dan sekaligus dapat mempersiapkan langkah berikutnya terhadap putusan tersebut dalam artian berupa menerima putusan ataupun melakukan upaya hukum verzet, banding atau kasasi, melakukan grasi, dan sebagainya. Sedangkan dilain pihak, apabila ditelaah melalui visi hakim yang mengadili perkara, putusan hakim merupakan mahkota “sekaligus” “puncak” pencerminan nilai-nilai keadilan, kebenaran hakiki, hak asasi manusia, penguasaan hukum atau fakta secara mapan, mumpuni dan faktual, serta visualisasi etika, mentalitas, dan moralitas dari hakim yang bersangkutan.15

Menurut Leden Marpaung, Pengertian putusan hakim adalah hasil atau kesimpulan dari sesuatu yang telah dipertimbangan dan dinilai dengan semasak-masaknya yang dapat berbentuk tertulis maupun lisan.16

Dalam praktek peradilan, lazimnya terhadap putusan pemidanaan kerap muncul nuansa yuridis. Pertama, jika tidak dilakukan penahanan terhadap terdakwa, majelis hakim dapat memerintahkan supaya terdakwa ditahan, yang diancam dengan pidana lima tahun atau lebih atau tindak pidana itu termasuk yang diatur dalam ketentuan Pasal 21 ayat (4) KUHAP dan terdapat alasan cukup untuk itu.

15

Lilik Mulyadi,Putusan Hakim dalam Hukum Acara Pidana Indonesia, Bandung:PT Citra Aditya Bakti, 2010, hlm.129

16

(44)

30

Dalam aspek terdakwa dilakukan suatu penahanan maka pengadilan dapat menetapkan terdakwa tersebut tetap berada dalam tahanan atau membebaskanya jika terdapat cukup alasan untuk itu (Pasal 193 ayat (2) KUHAP). Kedua, sedangkan terhadap lamanya pemidanaan (sentencing atau straftoemeting)

pembentuk undang-undang memberi kebebasan kepada hakim untuk menentukan antara pidana minimum dan maksimum terhadap pasal yang terbukti dalam persidangan.

Menurut MacKenzei, ada beberapa teori atau pendekatan yang dapat dipergunakan oleh hakim dalam mempertimbangkan penjatuhan putusan dalam suatu perkara, yaitu:

1) Teori Keseimbangan

Yang dimaksud dengan keseimbangan adalah keseimbangan antara syaratsyarat yang ditentukan oleh undang-undang dan kepentingan pihak-pihak yang tersangkut atau berkaitan dengan perkara, yaitu antara lain seperti adanya keseimbangan yang berkaitan dengan masyarakat, kepentingan terdakwa dan kepentingan korban.

2) Pendekatan Seni dan Intuisi

(45)

31

3) Teori Pendekatan Keilmuan

Titik tolak dari teori ini adalah pemikiran bahwa proses penjatuhan pidana harus dilakukan secara sistematik dan penuh kehati-hatian khususnya dalam kaitannya dengan putusan-putusan terdahulu dalam rangka menjamin konsistensi dari putusan hakim.17

17

(46)

✄ ☎

III. METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Masalah

Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan dua pendekatan, yaitu:

1. Pendekatan Yuridis Normatif

Pendekatan yuridis normatif adalah pendekatan yang dilakukan oleh penulis dalam bentuk usaha mencari kebenaran dengan melihat dan memperhatikan asas-asas yang ada dalam berbagai peraturan perundang-undangan terutama berhubungan dengan permasalahan yang diteliti yaitu dalam hal putusan Pengadilan Negeri Gunung Sugih Nomor:51/Pid.A/2013/Pn.GnS tentang tindak pidana kecelakaan lalu lintas anak dibawah umur. Pendekatan secara yuridis normatif dilakukan agar mendapat gambaran dan pemahaman yang jelas dan benar terhadap permasalahan yang akan dibahas.

2. Pendekatan Yuridis Empiris

(47)

✆✆

gambaran tentang bagaimana penegakan hukum pidana terhadap tindak pidana kecelakaan lalu lintas oleh anak dibawah umur.

B. Sumber dan Jenis Data

Sumber data penelitian ini berasal dari data lapangan dan data kepustakaan. Jenis data yang diperlukan dalam melakukan penelitian ini adalah data primer dan data sekunder.

1. Data Primer

Menurut Soerjono Soekanto, data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari responden.1 Sedangkan data primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang didapat penulis berdasarkan pengamatan pada putusan PN Gunung Sugih Nomor: 51/Pid A/2013/Pn.GnS.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari bahan pustaka, terdiri dari: a. Bahan hukum primer, antara lain:

(✝) Undang-Undang Pembaharuan PP (Peraturan Pemerintah) Nomor 58 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana)

(✞) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak

(✟) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya

1

(48)

✠ ✡

(☛) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak

b. Bahan hukum sekunder

Bahan hukum sekunder yaitu bahan-bahan yang memberikan penjelasan-penjelasan mengenai bahan-bahan hukum primer seperti literatur-literatur ilmu hukum, makalah-makalah, putusan pengadilan, dan tulisan hukum lainnya yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti.

c. Bahan hukum tersier

Bahan hukum tersier yaitu bahan hukum yang bersumber dari kamus-kamus, kamus besar bahasa Indonesia, serta bersumber dari bahan-bahan yang didapat melalui internet.

C. Penentuan Narasumber

Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data primer dalam penelitian ini adalah wawancara terhadap para narasumber. Wawancara dilakukan kepada : 1. Hakim Pada Pengadilan Negeri Gunung Sugih : 1 Orang 2. BAPAS (Balai Pemasyarakatan) Metro : 1 Orang 3. Dosen Bagian Hukum Pidana FH Unila : 1 Orang

(49)

☞ ✌

D. Metode Pengumpulan dan Pengolahan Data

1. Prosedur Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penulisan skripsi ini dilakukan dengan : a. Studi Kepustakaan (library research)

Untuk memperoleh sumber-sumber data sekunder digunakanlah studi kepustakaan, yang dilakukan dengan cara membaca, mempelajari, mencatat atau mengutip dari literatur-literatur, peraturan perundang-undangan, dan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan putusan tersebut.

b. Studi Lapangan (field research)

Untuk memperoleh data primer, studi lapangan dilakukan dengan cara wawancara untuk mengumpulkandan mendapatkan gambaran yang jelas tentang permasalahan yang penulis kaji. Wawancara ditunjukan kepada Hakim Pengadilan Negeri Gunung Sugih, Pondok Pesantren Darul Qiram, BAPAS Metro dan Dosen Hukum Pidana Universitas Lampung.

2. Prosedur Pengolahan Data

Berdasarkan data yang telah terkumpul baik dari studi kepustakaan maupun dari lapangan, maka data diproses pengolahan data dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Seleksi Data

(50)

✍6

b. Klasifikasi Data

Mengelompokan data yang telah diseleksi dengan mempertimbangkan jenis dan hubungannya agar menegtahui tempat masing-masing data.

c. Sistematisasi Data

Menyusun dan menempatkan data pada pokok bahasan atau permasalahan dengan susunan kalimat yang sistematis sesuai dengan tujuan penelitian.

E. Analisis Data

(51)

✎ ✏

V. PENUTUP

A. Simpulan

1. Kasus tindak pidana kecelakaan lalu lintas yang dilakukan oleh anak dibawah umur yang mengakibatkan meninggalnya seseorang sesuai dengan Studi Putusan No : 51/PID.A/2013/PN.GnS yaitu dakwaan Penuntut Umum adalah pidana penjara selama 2 (dua) Tahun, namun majelis hakim mempunyai pertimbangan sendiri yaitu dengan menjatuhkan sanksi pidana penjara selama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan. Ancaman pidana penjara bagi anak yang melakukan tindak pidana adalah setengah dari maksimum ancaman pidana penjara bagi orang yang sudah dewasa sebagaimana yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Anak. Dengan demikian, anak yang mengemudikan kendaraan bermotor karena kelalaiannya hingga mengakibatkan orang lain meninggal dunia, dipidana dengan pidana penjara setengah dari ancaman pidana bagi orang dewasa (enam tahun), yakni paling lama tiga tahun penjara dan atau denda sebesar Rp.6.000.000,- (enam juta rupiah).

(52)

60

(53)

61

B. Saran

Saran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Penegakan hukum pidana harus dilakukan lebih optimal, terpadu dan terarah yang tidak hanya berupa penegakan dalam landasan teori yaitu pembuatan sejumlah peraturan perundang-undangan, melainkan penegakan yang diwujudkan dalam praktek sebagai salah satu upaya nyata keseriusan pemerintah dalam mencegah dan memberantas kecelakaan lalu lintas pada umumnya dan agar kiranya pemerintah dan aparat penegak hukum yang berwenang senantiasa melakukan sosialisasi kepada masyarakat tentang akibat dari kelalaian / kealpaan dalam berlalu lintas melalui berbagai penyuluhan-penyuluhan.

2. Peran para aparat pemerintah dan aparat penegak hukum harus lebih ditingkatkan lagi terutama bagi mereka yang bertugas langsung dilapangan dalam hal ini memberantas, menindak dan mencegah terjadinya pelanggaran lalu lintas supaya tidak terjadi kecelakaan.Serta para penegak hukum seharusnya dapat lebih memahami isi Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak sehingga tidak terjadi pelanggaran dalam proses persidangan anak.

(54)

DAFTAR PUSTAKA

Arief, Barda, Nawawi. 2009.RUU KUHP Baru Sebuah Restrukturisasi/ Rekonstruksi Sistem Hukum Pidana Indonesia, Universitas Diponogoro.

Ashofa Burhan, 2010.Metode Penelitian Hukum, Alumni, Bandung.

Atmasasmita Romli. 1983.Problem Kenakalan Anak-Anak Remaja,Armico, Bandung. Chazawi Adami. 2007.Pelajaran Hukum Pidana, Rajagrafindo, Jakarta.

C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil. 1995.Disiplin Berlalu Lintas di Jalan, Rineka Cipta, Jakarta.

Daliyo J.B. 2001.Pengantar Hukum Indonesia,Prenhalindo, Jakarta.

Gultom Maidin. 2008.Perlindungan Hukum Terhadap Anak,Reflika Aditama, Bandung, Hamzah Andi. 2001.Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta.

Huda Chairul. 2003.Dari Tiada Pidana Tanpa Kesalahan,Fajar Interpratama Offset. Jakarta. Kartono Kartini.1992.Pathologi Sosial (2), Kenakalan Remaja,Raja Wali Pers, Jakarta.

Marpaung Leden. 2005.Asas-Teori-Praktik Hukum Pidana, Sinar Grafika, Jakarta.

Moeljatno. 1993. Perbuatan Pidana dan Pertanggung jawaban Dalam Hukum Pidana, Bina Aksara, Jakarta.

Muladi. 2001.Hak Asasi Manusia, Politik dan Sistem Peradilan Pidana, UNDIP Semarang. Prodjodikoro Wirjono. 1986.Asas-asas Hukum Pidana Indonesia, Eresco, Jakarta.

Poernomo Bambang. 1997.Asas-asas Hukum Pidana, Ghalia Indonesia, Jakarta.

(55)

Saleh Roeslan. 2009.perbuatan pidana dan pertanggung jawaban pidana: dua pengertian dasar dalam hukum pidana,Aksara Baru, Jakarta.

Soekanto Soerjono. 1983.Pengantar Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta. Sudarto. 1990.Hukum Pidana I.Yayasan Sudarto FH UNDIP, Semarang.

Sugiyono. 2011.Statistika Untuk Penelitian, Alfabeta, Bandung. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan Raya. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-undang No 23 tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.

Wawancara :

Hasil wawancara denganHAKIMpada tanggal 15 Septmber 2015 jam 13.00 WIB Hasil wawancara denganBAPASpada tanggal 14 September 2015 jam 10.00 WIB Hasil wawancara denganDOSENpada tanggal 28 September 2015 jam 15.00 WIB

Internet :

http://poskotanews.com/2015/01/03/jumlah-kecelakaan-lalulintas-di-lampung meningkat/

Referensi

Dokumen terkait

Miriam, seorang Melankolis yang Sempurna, meceritakan kepada saya bagaimana dia tertarik dengan seketika kepada Chuck karena pria ini begitu percaya kepada dirinya sendiri,

Program Keahlian Ganda merupakan program yang dirancang untuk memenuhi kekurangan guru produktif di SMK. Pemberian kewenangan mengajar guru yang mengampu mata

Akan tetapi pada permasalahan perencanaan jalur yang kompleks dengan lingkungan dinamis, algoritma dasar PSO tidak dapat menjamin menemukan solusi optimal (local

Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian berjudul Analisis Pembentukan Citra Pariwisata Goa Kreo Terhadap Usaha Mikro Kecil Masyarakat Kandri Semarang sesuai dengan

Sebagaimana dikatakan bahwa masalah itu merupakan kesenjangan antara harapan dan kenyataan yang tentunya dibutuhkan penyelesaian yang pasti sebagaimana yang terjadi

pengembangan anak usia dini yang holistik dan terintegrasi terutama keterpaduan PAUD, BKB, dan Posyandu; (4) untuk mengevaluasi pelaksanaan pelayanan PAUD yang

Berdasarkan pengamatan dengan mikroskop pada pembesaran 100 x 100 dari hasil penelitian Lichenes di Brayeun Kecamatan Leupung Aceh Besar di ambil salah satu

Hal ini mungkin karena kupu-kupu jenis tersebut merupakan jenis kupu-kupu pemakan buah sehingga jenis ini banyak ditemui mengunjungi bunga semangka, karena pada