• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA BANDAR LAMPUNG NOMOR 16/G/2009/PTUN/BL TENTANG SENGKETA SERTIFIKAT GANDA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA BANDAR LAMPUNG NOMOR 16/G/2009/PTUN/BL TENTANG SENGKETA SERTIFIKAT GANDA"

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRACT

ANALYSIS OF STATE COURT ADMINISTRATION OF BANDAR LAMPUNG DECISION NUMBER: 16/G/2009/PTUN/BL

ABOUT DOUBLE CERTIFICATE DISPUTE By

EMELDA SARI

Certificate is an authentic deed showing ownership of the land legally, but in fact there are double certificates that have an impact on the occurrence of the dispute, so one of the first party has filed a certificate to the Head of the Land Office and other parties who have a certificate at a later date.

The research problem was formulated: (1) What are basic consideration of the judges in the State Court Administration of Bandar Lampung decision No. 16 / G / 2009 / PTUN / BL on Dispute Dual Certificate? (2) What is the legal effect of the ruling of the State Administrative Tribunal of Bandar Lampung No. 16 / G / 2009 / PTUN / BL to issue double certificates?

(2)

Emelda Sari

(3)

ABSTRAK

ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA BANDAR LAMPUNG NOMOR 16/G/2009/PTUN/BL

TENTANG SENGKETA SERTIFIKAT GANDA Oleh

EMELDA SARI

Sertifikat pada dasarnya merupakan akta otentik yang menunjukkan kepemilikan tanah secara sah, tetapi pada kenyataannya terdapat sertifikat ganda yang berdampak pada terjadinya sengketa dalam kehidupan masyarakat, sehingga salah satu pihak yang terlebih dahulu memiliki sertifikat mengajukan gugatan kepada Kepala Kantor Pertanahan dan pihak lain yang memiliki sertifikat di kemudian hari.

Permasalahan penelitian ini dirumuskan: (1) Apakah dasar pertimbangan majelis hakim dalam Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Bandar Lampung Nomor 16/G/2009/PTUN/BL tentang Sengketa Sertifikat Ganda? (2) Apakah akibat hukum terhadap Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Bandar Lampung Nomor 16/G/2009/PTUN/BL terhadap masalah sertifikat ganda?

Penelitian ini menggunakan pendekatan normatif dan empiris. Prosedur pengumpulan dilakukan dengan studi kepustakaan dan studi lapangan. Prosedur pengolahan data dilakukan melalui tahap pemeriksaan data, klasifikasi data, penyusunan data dan seleksi data. Analisis data dilakukan secara deskriptif kualitatif.

(4)

Emelda Sari

(5)
(6)
(7)
(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis di lahirkan di Karta Kabupaten Tulang Bawang Udik pada tanggal 12 Mei 1992, sebagai anak ketiga dari empat bersaudara, buah hati pasangan Bapak Haidar dan Ibu Denci Wati.

(9)

MOTO

Jangan Menyerah Sebelum Berjuang

(10)

PERSEMBAHAN

Kupersembahkan skripsi ini kepada: Papa dan Mama Tercinta

Yang telah sabar mendidik dan mendampingiku Dalam keseharian ku dengan penuh perhatian, cinta kasih

Dan selalu mendoakanku untuk keberhasilanku Kedua kakak dan adikku tercinta

Media Suryana S.E., Rika Zahara Wati S.Kep. Ners. dan Joni Ahmad, yang selalu mendoakanku dan selalu memberiku semangat

dalam hidupku Kepada kakek dan Nenekku

yang selalu mendoakanku untuk keberhasilanku Keluarga Besarku

Terima kasih atas motivasi dan dukungan yang selama ini di berikan Semangat kepadaku untuk menyelesaikan studi

Kepada Teman-Temanku

Himawati Kusumaningtias S.H., Indah Triyanti S.H., Annisa Pramuhita S.H., Mega Laras Sakti, Andjani Regisa Putri S.H., Hardian Patria S.H., yang selalu ada buat menyelesaikan skripsi ini dan selalu memberikan masukan

(11)

SAN WACANA

Alhamdulillah segala puji dan syukur penulis panjatkan Kehadirat Allah SWT Tuhan Semesta Alam, sebab hanya dengan rahmat dan karunianya-Nya semata, maka penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul: Analisis Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Bandar Lampung Nomor 16/G/2009/PTUN/BL Tentang Sengketa Sertifikat Ganda. Skripsi ini disusun sebagai sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Lampung.

Penulis menyadari bahwa proses penyusunan hingga selesainya skripsi ini, penulis banyak mendapatkan, bimbingan dan dukungan berbagai pihak, oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Bapak Sudirman Mechsan, S,H,.M.H., selaku Pembimbing I, atas masukan dan saran serta bimbingan diberikan dalam proses penyusunan hingga selesainya skripsi ini.

2. Bapak Syamsir Syamsu, S,H,.M.H., selaku Pembimbing Akademik dan sebagai Pembimbing II, atas masukan dan saran serta bimbingan diberikan dalam proses penyusunan hingga selesainya skripsi ini.

(12)

4. Bapak Satria Prayoga,S.H.M.H, selaku Pembahas II yang telah memberikan saran dan keritik kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.

5. Bapak Dr. Heryandi, S.H., M.S. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung.

6. Ibu Upik Hamidah, S.H., M.H., selaku Ketua Jurusan Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Lampung

7. Bapak Ilham Lubis, selaku Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Bandar Lampung

8. Ibu Masnah, S.H., selaku Kepala Subseksi Perkara pada Badan Pertanahan Nasional Kota Bandar Lampung

9. Seluruh dosen dan karyawan Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah banyak mengajari dan member ilmu kepada saya;

10. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu

Penulis berdoa kebaikan yang telah diberikan kepada penulis, akan mendapatkan balasan kebaikan yang lebih besar dari Allah SWT membalas kebaikan yang telah diberikan kepada penulis dengan kebaikan yang lebih besar lagi di sisi-Nya dan akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat. Amin

Bandar Lampung, Agustus 2014 Penulis

(13)

i

1.2 Permasalahan dan Ruang Lingkup Penelitian ... 8

1.2.1 Permasalahan ... 8

1.2.2 Ruang Lingkup Penelitian ... 9

1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 9

1.3.1 Tujuan Penelitian ... 9

1.3.2 Kegunaan Penelitian ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 11

2.1 Putusan Hakim ... 11

2.2 Sertifikat Tanah... 16

2.2.1 Definisi Sertifikat Hak Milik Atas Tanah... 16

2.2.2 Fungsi Sertifikat Bagi Pemegangnya ... 19

2.3 Hak Milik Atas Tanah... 24

2.3.1 Unsur-Unsur Hak Milik Atas Tanah ... 24

2.3.2 Terjadinya Hak Milik Atas Tanah ... 26

(14)

ii

BAB III METODE PENELITIAN... 30

3.1 Pendekatan Masalah... 30

3.2 Sumber dan Jenis Data... 30

3.3 Prosedur Pengumpulan Data... 32

3.4 Prosedur Pengolahan Data ... 32

3.5 Analisis Data ... 33

IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 36

4.1 Deskripsi Perkara Sengketa Sertifikat Ganda ... 36

4.2 Analisis Putusan PengadilanTata Usaha Negara Bandar Lampung Nomor 16/G/2009/PTUN/BL tentang Sengketa Sertifikat Ganda.... 39

4.2.1 Tahap-Tahap Putusan Pengadilan ... 39

4.2.2 Eksepsi Tentang Gugatan Daluarsa ... 42

4.2.3 Dasar Pertimbangan Hakim dalam Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Bandar Lampung Nomor 16/G/2009/ PTUN/BL ... 46

4.3 Akibat Hukum Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Bandar Lampung Nomor 16/G/2009/PTUN/BL... 60

V PENUTUP... 66

5.1 Kesimpulan ... 66

5.2 Saran ... 67

(15)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Tanah merupakan salah satu kebutuhan primer bagi manusia bahkan sampai meninggalpun manusia masih membutuhkan tanah. Kebutuhan manusia terhadap tanah dewasa ini makin meningkat. Hal ini disebabkan semakin bertambahnya jumlah penduduk, sementara disisi lain luas tanah tidak bertambah.

Kebutuhan manusia terhadap tanah semakin mengalami peningkatan seiring dengan kebutuhan tempat tinggal atau rumah. Setiap orang yang akan mendirikan tempat tinggal pasti membutuhkan tanah, sehingga upaya membangun tempat tinggal ini tidak terlepas dari kegiatan perolehan hak atas tanah untuk mendapatkan kepastian hukum atas tanah yang dimilikinya.

(16)

2

Hak milik adalah hak untuk menikmati secara bebas dan memperlakukan secara sesuka si pemilik hak yang sempurna. Pemilik dapat menggunakannya, menikmatinya, memusnahkannya, membuangnya, menjualnya. Secara umum pengaturan mengenai hak milik atas tanah dalam Pasal 20-27 UUPA, menurut prinsip-prinsip umum tentang hak milik atas tanah.1

Hak milik berdasarkan Pasal 20 UUPA merupakan hak yang turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah dan memberi wewenang untuk mempergunakan bagi segala macam keperluan selama waktu yang tidak terbatas sepanjang tidak ada larangan khusus untuk itu. Sifat terkuat dan terpenuhi artinya yang paling kuat dan penuh bagi pemegang hak milik dan mempunyai hak untuk bebas dengan menjual, menghibahkan, menukarkan dan mewariskan. Hak penguasaan atas tanah berisikan serangkaian wewenang, kewajiban dan atau larangan bagi pemegang untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang mengenai tanah yang dihakinya, karena telah ditetapkan UUPA dan peraturan pemerintah tentang pendaftaran tanah.

Sebagai pelaksanaan Pasal 19 UUPA maka dikeluarkanlah Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah yang kemudian diganti dengan PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Menurut Pasal 1 ayat (1) PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, diketahui bahwa pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengelolaan, pembukuan, dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis dalam

1

(17)

3

bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termaksud pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.

Pendaftaran tanah sesuai dengan Pasal 1 ayat (1) PP No. 24 Tahun 1997 berfungsi untuk mengetahui status bidang tanah, siapa pemiliknya, apa haknya, berapa luasnya, untuk apa dipergunakan. Untuk memperoleh kekuatan hukum rangkaian kegiatan pendaftaran tanah secara sistematis, pengajuan kebenaran materiil pembuktian data fisik dan data yuridis hak atas tanah, ataupun lain hal yang dibutuhkan sebagai dasar hak pendaftaran tanah, dan atau riwayat asal usul pemilikan atas tanah, jual-beli, warisan, tidak terlepas pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dampak arti praktisnya selama belum dibuktikan yang sebaliknya data fisik dan data yuridis dalam perbuatan hukum maupun sengketa didepan pengadilan harus diterima sebagai data yang benar. Individu atau badan hukum lainnya tidak dapat menuntut tanah yang telah bersertifikat atas nama orang lain atau badan hukum lainnya jika selama lima tahun sejak dikeluarkan tidak mengajukan gugatan di pengadilan.

(18)

4

Pendaftaran tanah yang dilakukan secara sistematis sampai saat ini masih dianggap belum maksimal dan prosedural dalam masyarakat, walaupun sebelum dilakukan pengukuran oleh tim teknis telah dilakukan pematokan awal oleh para pemilik tanah. Kota Bandar Lampung sebagai salah satu kota yang sedang berkembang, masyarakatnya juga memiliki hubungan erat dengan tanah. Tanah merupakan sumber kehidupan sekaligus aktifitas sehari-hari, oleh karena itu setiap tanah yang dimiliki masyarakat butuh pengakuan atas kepemilikan tanah tersebut.

Pendaftaran tanah yang dilakukan secara sistematis sampai saat ini masih dianggap belum maksimal dan prosedural dalam masyarakat, walaupun sebelum dilakukan pengukuran oleh tim teknis telah dilakukan pematokan awal oleh para pemilik tanah. Tanah merupakan sumber kehidupan sekaligus aktifitas sehari-hari, oleh karena itu dibutuhkan pengakuan atas kepemilikan tanah melalui sertifikat.2

Menurut Bachtiar Effendie:

Pada dasarnya istilah “sertifikat” itu sendiri berasal dari bahasa Inggris

(certificate) yang berarti ijazah atau Surat Keterangan yang dibuat oleh Pejabat tertentu. Dengan pemberian surat keterangan berarti Pejabat yang bersangkutan telah memberikan status tentang keadaan seseorang. Istilah

“Sertifikat Tanah” dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai surat

keterangan tanda bukti pemegang hak atas tanah dan berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat. Dengan penerbitan sertifikat hak atas tanah bahwa telah menerangkan bahwa seseorang itu mempunyai hak atas suatu bidang tanah, ataupun tanah seseorang itu dalam kekuasaan tanggungan, seperti sertifikat Hipotek atau Kreditverband, berarti tanah itu terikat dengan Hipotek atauKreditverband.3

Pengertian Sertifikat Tanah dapat dilihat dasarnya yaitu dalam Pasal 19 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Pokok-Pokok Agraria (UUPA):

2

Boedi Harsono,Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria Isi dan Pelaksanaannya,Djambatan, Jakarta, 2003, hlm. 25

3

Bachtiar Effendie,Pendaftaran Tanah di Indonesia dan Peraturan-Peraturan Pelaksanaannya,

(19)

5

(1) Untuk menjamin kepastian hukum oleh pemerintah diadakan pendaftaran tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.

(2) Pendaftaran tersebut dalam ayat (1) pasal ini meliputi : a. Pengukuran, pemetaan dan pembukuan tanah

b. Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut

c. Pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat

Berdasarkan ketentuan Pasal 19 UUPA, khususnya ayat (1) dan (2), dapat diketahui bahwa dengan pendaftaran tanah/pendaftaran hak-hak atas tanah, sebagai akibat hukumnya maka pemegang hak yang bersangkutan akan diberikan surat tanda hak atas tanah dan berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat terhadap pemegang hak atas tanah tersebut.

Sertifikat Tanah atau Sertifikat Hak Atas Tanah atau disebut juga Sertifikat Hak terdiri salinan Buku Tanah dan Surat Ukur yang dijilid dalam 1 (satu) sampul. Sertifikat tanah memuat:

a. Data fisik: letak, batas-batas, luas, keterangan fisik tanah dan beban yang ada di atas tanah;

b. Data yuridis: jenis hak (hak milik, hak guna bangunan, hak guna usaha, hak pakai, hak pengelolaan) dan siapa pemegang hak.

(20)

6

setiap proses dalam pendaftaran tanah. Hal ini erat kaitannya dengan hakikat dari sertifikat tanah itu sendiri, yaitu:

a. Memberikan kepastian hukum mengenai hak-hak baik oleh manusia secara perorangan maupun suatu badan hukum;

b. Merupakan alat bukti yang kuat bahwa subjek hukum yang tercantum dalam sertifikat tersebut adalah pemegang hak sesungguhnya, sebelum dibuktikan sebaliknya atau telah lewat jangka waktu 5 (lima) tahun sejak penerbitan sertifikat tanah;

c. Memberikan kepastian mengenai subjek dan objek hak atas tanah serta status hak atas tanah tersebut.

Permasalahan yang melatarbelakangi penelitian ini adalah dengan semakin meningkatnya pembangunan, maka kebutuhan terhadap tanah semakin meningkat pula, sedang persediaan tanah semakin terbatas. Keadaan yang demikian berakibat banyaknya tindak pidana atau pelanggaran terhadap tanah terjadi baik itu pemalsuan surat-surat tanah yang dipergunakan untuk kepentingannya dan merugikan bagi orang lain, juga dengan menipu dengan menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hak dengan jalan menjual, menukarkan, menyewakan atau menjadikan tanggungan utang sesuatu hak rakyat dalam memakai tanah pemerintah atau partikelir, pembatasan tanah.

(21)

7

penyelenggara pendaftaran tanah yang dalam pelaksanaannya dilakukan oleh kantor pertanahan Kota Bandar Lampung. Berbagai masalah yang muncul seperti adanya sertifikat ganda, penyerobotan lahan yang diikuti dengan tindakan penertiban sertifikat oleh pihak yang tidak berhak merupakan beberapa masalah pertanahan yang kerap muncul di masyarakat berkaitan dengan kegiatan pendaftaran tanah, di mana hal tersebut di sebabkan antara lain oleh ketidaktahuan masyarakat tentang obyek tanah yang ternyata telah memiliki sertifikat, kembali dimohonkan untuk diterbitkan sertifikatnya lagi (satu obyek tanah memiliki dua sertifikat atau sertifikat ganda).

Salah satu perkara sengketa sertifikat ganda adalah dalam Putusan Nomor: 16/G/2009/PTUN/BL, yang menyabutkan bahwa Pengadilan Tata Usaha Negara Bandar Lampung telah menjatuhkan putusan dalam sengketa antara Drs. Hi. Refzon sebagai Penggugat terhadap Kepala Kantor Pertanahan Kota Bandar Lampung sebagai Tergugat I dan Lorensiana Renny sebagai Tergugat I, terkait sertifikat ganda atas sebidang tanah di Jalan Bumi Manti Kampung Baru Kedaton Bandar Lampung.

(22)

8

Tanah yang terletak kapling nomor 34 di Jalan Bumi Manti Kampung Baru Kedaton Bandar Lampung tersebut pada awalnya dibeli oleh paman Drs. Hi. Refzon Bin Hi. Rustam Effendy ZN yaitu Wirzen Nur (Alm) dari Tergugat dengan alas hak berupa Surat Jual Beli Tanah/Kebun Kelapa Tertanggal 27 Juli 1979 dari Sariat kepada Tergugat. Kemudian berdasarkan akta jual beli yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) pada Kantor Kecamatan Kedaton sesuai dengan akta jual beli Nomor 205/C/1979 tertanggal 10 Agustus 1979 maka tanah tersebut menjadi milik Wirzen Nur (Alm). Akibat tidak dapat dijualnya tanah saksi Drs. Hi. Refzon Bin Hi. Rustam Effendy ZN yaitu Wirzen Nur (Alm), maka saksi melalui kuasa hukumnya mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara Bandar Lampung dengan Tergugat I yaitu Kepala Kantor Pertanahan Kota Bandar Lampung dan Tergugat Intervensi yaitu Lorensiana Reny.

Berdasarkan uraian di atas maka penulis akan melakukan penelitian ke dalam

Skripsi yang berjudul “Analisis Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Bandar

Lampung Nomor 16/G/2009/PTUN/BL Tentang Sengketa Sertifikat Ganda”

1.2 Permasalahan dan Ruang Lingkup Penelitian 1.2.1 Permasalahan

Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

(23)

9

b. Apakah akibat hukum terhadap Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Bandar Lampung Nomor 16/G/2009/PTUN/BL terhadap masalah sertifikat ganda?

1.2.2 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Dasar pertimbangan majelis hakim dalam Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Bandar Lampung Nomor 16/G/2009/PTUN/BL tentang Sengketa Sertifikat Ganda

2. Akibat hukum terhadap Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Bandar Lampung Nomor 16/G/2009/PTUN/BL terhadap masalah sertifikat ganda

1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui dasar pertimbangan majelis hakim dalam Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Bandar Lampung Nomor 16/G/2009/PTUN/BL tentang Sengketa Sertifikat Ganda

2. Untuk mengetahui akibat hukum terhadap Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Bandar Lampung Nomor 16/G/2009/PTUN/BL terhadap masalah sertifikat ganda

1.3.2 Kegunaan Penelitian

(24)

10

a. Kegunaan Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk memperkaya kajian ilmu hukum, khususnya yang terkait dengan dasar pertimbangan hakim terhadap Putusan Nomor 16/G/2009/PTUN/BL tentang Sengketa Sertifikat Ganda. b. Kegunaan Praktis

(25)

11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Putusan Hakim

Hakim dalam membuat Putusan pengadilan, harus memperhatikan apa yang diatur dalam pasal 197 KUHAP, yang berisikan berbagai hal yang harus dimasukkan dalam surat Putusan. Adapun berbagai hal yang harus dimasukkan dalam sebuah putusan pemidanaan sebagaimana disebutkan dalam pasal 197 KUHAP.

Sistematikan putusan hakim adalah sebagai berikut: 1. Nomor Putusan

2. Kepala Putusan/Irah-irah (Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa)

3. Identitas Tergugat

4. Tahapan penahanan (kalau ditahan) 5. Surat Dakwaan

6. Tuntutan Pidana 7. Pledooi

8. Fakta Hukum

9. Pertimbangan Hukum

10. Peraturan perundangan yang menjadi dasar pertimbangan 11. Terpenuhinya Unsur-unsur tindak pidana

(26)

12

13. Alasan yang memberatkan atau meringankan hukuman 14. Kualifikasi dan pemidanaan

15. Penentuan status barang bukti 16. Biaya perkara

17. Hari dan tanggal musyawarah serta putusan

18. Nama Hakim, Penuntut Umum, Panitera Pengganti, Tergugat dan Penasehat Hukumnya1

Hakim yang bebas dan tidak memihak telah menjadi ketentuan universal. Ia menjadi ciri Negara hukum. Sistem yang dianut di Indonesia, pemeriksaan di sidang pengadilan yang dipimpin oleh Hakim, hakim itu harus aktif bertanya dan member kesempatan kepada pihak Tergugat yang diawali oleh penasihat hukumnya untuk bertanya kepada saksi-saksi, begitu pula kepada penuntut umum. Semua itu dengan maksud menemukan kebenaran materiil. Hakimlah yang bertanggungjawab atas segala yang diputuskannya

Perihal putusan hakim atau putusan pengadilan merupakan aspek penting dan diperlukan untuk menyelesaiakn perkara pidana. Dengan demikian dapat dikonklusikan lebih jauh bahwasannya putusan hakim di satu pihak berguna bagi Tergugat guna memperoleh kepastian hukum tentang statusnya dan sekaligus dapat mempersiapakan langkah berikutnya terhadap putusan tersebut dalam arti dapat berupa menerima putusan, melakukan upaya hukum verzet, banding, atau kasasi, melakukan grasi, dsb. Sedangkan di pihak lain, apabila ditelaah melalui visi hakim yag mengadili perkara, putusan hakim adalah mahkota dan puncak

1

(27)

13

pencerminan nilai-nilai keadilan, kebenaran hakiki, HAM, penguasaan hukum atau fakta secara mapan, mumpuni, dan faktual, serta visualisasi etika, mentalitas, dan moralitas dari hakim yang bersangkutan.

Putusan hakim yang baik, mumpuni, dan sempurna hendaknya putusan tersebut dapat diuji dengan empat kriteria dasar pertanyaan (the 4 way test) berupa:

1. Benarkah putusanku ini?

2. Jujurkah aku dalam mengambil putusan? 3. Adilkah bagi pihak-pihak putusan? 4. Bermanfaatkah putusanku ini?2

Praktiknya walaupun telah bertitiktolak dari sifat/sikap seseorang Hakim yang baik, kerangka landasan berfikir/bertindak dan melalui empat buah titik pertanyaan tersebut di atas, maka hakim ternyata seorang manusia biasa yang tidak luput dari kelalaian, kekeliruan/kekhilafan (rechterlijk dwaling), rasa rutinitas, kekuranghati-hatian, dan kesalahan. Dalam praktik peradilan, ada saja aspek-aspek tertentu yang luput dan kerap tidak diperhatikan hakim dalam membuat keputusan.

Putusan hakim merupakan puncak dari suatu perkara, sehingga hakim harus mempertimbangkan aspek-aspek lainnya selain dari aspek yuridis, sehingga putusan hakim tersebut lengkap mencerminkan nilai-nilai sosiologis, filosofis, dan yuridis. Pada hakikatnya dengan adanya pertimbangan-pertimbangan tersebut diharapkan nantinya dihindari sedikit mungkin putusan hakim menjadi batal demi

2Ibid

(28)

14

hukum (van rechtswege nietig atau null and void) karena kurang pertimbangan hukum (onvoldoende gemotiverd).

Secara kontekstual ada tiga esensi yang terkandung dalam kebebasan hakim dalam melaksanakan kekuasaan kehakiman yaitu3:

a. Hakim hanya tunduk pada hukum dan keadilan

b. Tidak seorangpun termasuk pemerintah dapat mempengaruhi atau mengarahkan putusan yang akan dijatuhkan oleh hakim

c. Tidak ada konsekuensi terhadap pribadi hakim dalam menjalankan tugas dan fungsi yudisialnya.

Adapun beberapa teori atau pendekatan yang dapat dipergunakan oleh hakim dalam penjatuhan putusan dalam suatu perkara, yaitu sebagai berikut:

(1) Teori keseimbangan

Yang dimaksud dengan keseimbangan disini keseimbangan antara syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang dan kepentingan pihak-pihak yang tersangkut atau berkaitan dengan perkara, yaitu antara lain seperti adanya keseimbangan yang berkaitan dengan masyarakat dan kepentingan Tergugat. (2) Teori pendekatan seni dan intuisi

Penjatuhan putusan oleh hakim merupakan diskresi atau kewenangan dari hakim. Sebagai diskresi, dalam penjatuhan putusan hakim menyesuaikan dengan keadaan dan pidana yang wajar bagi setiap pelaku tindak pidana, hakim akan melihat keadaan pihak Tergugat atau penuntut umum dalam perkara pidana. Pendekatan seni dipergunakan oleh hakim dalam penjatuhan

3

(29)

15

putusan, lebih ditentukan oleh instink atau intuisi dari pada pengetahuan dari hakim.4

Teori lain yang berkaitan dengan dasar pertimbangan hakim, yaitu dalam mengadili pelaku tindak pidana, maka proses menyajikan kebenaran dan keadilan dalam suatu putusan pengadilan sebagai rangkaian proses penegakan hukum, maka dapat dipergunakan teori kebenaran. Dengan demikian, putusan pengadilan dituntut untuk memenuhi teori-teori sebagai berikut:

1. Teori koherensi atau kosistensi

Teori yang membuktikan adanya saling berhubungan antara bukti yang satu dengan bukti yang lain, misalnya, antara keterangan saksi yang satu dengan keterangan saksi yang lain. Atau, saling berhubungan antara keterangan saksi dengan alat bukti yang lain (alat-alat bukti yang tertuang dalam Pasal 184 KUHAP). Dalam hal seperti ini dikenal adanya hubungan kausalitas yang bersifatrasional a priori.

2. Teori korespodensi

Jika ada fakta-fakta di persidangan yang saling bersesuaian, misalnya, antara keterangan saksi bersesuaian dengan norma atau ide. Jika keterangan saksi Mr. X menyatakan bahwa pembangunan proyek yang dilakukan oleh Mr. Y tidak melalui proses lelang tetapi dilaksanakan melalui penunjukan langsung Perusahaan Z. Persesuaian antara fakta dengan norma ini terlihat dalam hubungan kuasalitas yang bersifat empirisa pesteriori.

4

(30)

16

3. Teori utilitas

Teori ini dikenal pula dengan pragmatik, kegunaan yang bergantung pada manfaat (utility), yang memungkinkan dapat dikerjakan (workbility), memiliki hasil yang memuaskan (satisfactory result), misalnya, seseorang yang dituduh melakukan korupsi karena melakukan proyek pembangunan jalan yang dalam kontrak akan memakai pasir sungai, tetapi karena di daerah tersebut tidak didapatkan pasir sungai, lalu pelaksana proyek itu mempergunakan pasir gunung yang harganya lebih mahal. Apakah pelaksanaan proyek itu dapat dipersalahkan melakukan korupsi? Padahal dia tidak memperkaya diri sendiri atau orang lain, bahkan dia merugi kalau memakai pasir gunung. Kasus seperti ini dapat diteropong melalui kacamata teori yang ketiga ini, karena kepentingan umum untuk melayani masyarakat terpenuhi.5

2.2 Pengadilan Tata Usaha Negara

Pengadilan Tata Usaha Negara (biasa disingkat PTUN) merupakan sebuah lembaga peradilan dilingkungan Peradilan Tata Usaha Negara yang berkedudukan di ibukota kabupaten atau kota.Sebagai pengadilan tingkat pertama, Pengadilan Tata Usaha Negara berfungsi untuk memeriksa, memutuskan, menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara. Pengadilan Tata Usaha Negara dibentuk melalui keputusan presiden dengan wilayah hukum meliputi kabupaten atau kota. Susunan Pengadilan Tata Usaha Negara meliputi pimpinan (Ketua PTUN dan Wakil ketua PTUN) Hakim anggota, Panitera dan sekertaris.

5

(31)

17

Berdasarlam Pasal 11 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 Tentang Pengadilan Tata Usaha Negara diketahui bahwa susunan pengadilan Tata Usaha Negara adalah pimpinan, hakim anggota, panitera, dan sekretaris. Susunan tersebut sama halnya dengan susunan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara. Beda dengan susunan Pengadilan Negeri dan Pengadilan Agama, di Pengadilan TUN tidak ada juru sita.

1. Pimpinan

Berdasarkan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 pimpinan PTUN terdiri dari seorang ketua dan wakil ketua, pada dasarnya ketentuan-ketentuan yang berlaku untuk ketua dan wakil ketua adalah sama dengan Pengadilan-Pengadilan lain terutama Pengadilan-Pengadilan Negeri. Begitu pula dengan Pengadilan-Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara. Mengenai pengangkatan dan pemberhentian jabatan ketua dan wakil ketua, baik pengadilan TUN ataupun Pengadilan Tinggi TUN berada di tangan Menteri Kehakiman berdasarkan persetujuan Mahkamah Agung.

2. Hakim Anggota

Secara umum ketentuan yang berkaitan dengan hakim anggota pada Peradilan Tata Usaha Negara adalah sama dengan Hakim Pengadilan Negeri. Begitu juga halnya dengan persyaratan pengangkatan hakim tinggi dalam pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara, pada pokoknya sama dengan persyaratan pengangkatan hakim tinggi yang ada di dalam lingkungan peradilan umum. 3. Panitera

(32)

18

Tinggi Tata Usaha Negara ketentuan umum mengenai panitera Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara tidak jauh berbeda dengan ketentuan umum panitera di pengadilan tinggi dalam lingkungan Peradilan Umum.

4. Sekretaris

Sama halnya dengan lingkungan peradilan lain, sesuai dengan pasal 40 dan 41 undang-undang PTUN, disana ditentukan bahwa jabatan sekretaris Pengadilan Tata Usaha Negara dan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara, dirangkap oleh panitera yang dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh wakil sekretaris. Mengenai ketentuan umum lainnya tidak jauh berbeda dengan peradilan umum.

Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara memiliki wewenang diantaranya:

a. Bertugas dan berwenang memeriksa dan memutus sengketa Tata Usaha Negara di tingkat banding;

b. Bertugas dan berwenang memeriksa dan memutus di tingkat pertama dan terakhir sengketa kewenangan mengadili antara pengadilan TUN di dalam daerah hukumnya

c. Betugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan di tingkat pertama sengketa tata usaha Negara.

2.3 Sertifikat Tanah

2.3.1 Definisi Sertifikat Hak Milik Atas Tanah

(33)

19

Sertifikat adalah surat tanda bukti hak sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat 2 huruf c UUPA untuk hak atas tanah, hak pengelolaan tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun, dan hak tanggungan yang masing-masing sudah dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan.

Sertifikat berdasarkan Pasal 32 ayat (1) PP No. 24 tahun 1997 yaitu surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat di dalamnya, sepanjang data fisik dan data yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah yang bersangkutan.

Untuk memahami lebih mendalam tujuan penerbitan sertifikat hak milik atas tanah kita harus kembali mempelajari klasifikasi benda sebagaimana diatur dalam KUHPerdata (Ketentuan Pasal 612-616). Pada prinsipnya benda dapat diklasifikasikan menjadi 2 bagian yaitu:

a. Benda bergerak

Barang bergerak karena sifatnya adalah barang yang dapat berpindah sendiri atau dipindahkan (Pasal 509 KUHPdt). Kapal, perahu, sampan tambang, kincir dan tempat penimbunan kayu yang dipasang di perahu atau yang terlepas dan barang semacam itu adalah barang bergerak.(Pasal 510 KUHPdt).Yang dianggap sebagai barang bergerak karena ditentukan undang- undang adalah:

1) Hak pakai hasil dan hak pakai barang-barang bergerak;

2) Hak atas bunga yang dijanjikan, baik bunga yang terus-menerus, maupun bunga cagak hidup;

(34)

20

4) Bukti saham atau saham dalam persekutuan perdagangan uang, persekutuan perdagangan atau persekutuan perusahaan, sekalipun barang-barang bergerak yang bersangkutan dan perusahaan itu merupakan milik persekutuan. Bukti saham dipandang sebagai barang bergerak, tetapi hanya terhadap masing-masing peserta saja, selama persekutuan berjalan;

5) Saham dalam utang negara Indonesia, baik yang terdaftar dalam buku besar, maupun sertifikat, surat pengakuan utang, obligasi atau surat berharga lainnya, berserta kupon atau surat-surat bukti bunga yang berhubungan dengan itu.

Sero-sero atau kupon obligasi dari pinjaman lainnya, termasuk juga pinjaman yang dilakukan negara-negara asing. (Pasal 511 KUHPdt)

b. Benda tetap/tak bergerak Barang tak bergerak adalah:

1) Tanah pekarangan dan apa yang didirikan di atasnya; 2) Penggilingan, kecuali yang dibicarakan dalam Pasal 510;

3) Pohon dan tanaman ladang yang dengan akarnya menancap dalam tanah, buah pohon yang belum dipetik, demikian pula barang-barang tambang seperti batu bara, sampah bara dan sebagainya, selama barang-barang itu belum dipisahkan dan digali dari tanah;

4) Kayu belukar dari hutan tebangan dan kayu dari pohon yang tinggi, selama belum ditebang;

(35)

21

pekarangan atau terpaku pada bangunan.(Pasal 506 KUHPdt)

Yang termasuk barang tak bergerak karena tujuan adalah:

a) Pada pabrik; barang hasil pabrik, penggilangan, penempaan besi dan barang tak bergerak lain, apitan besi, ketel kukusan, tempat api, jambangan, tong dan perkakas-perkakas sebagainya yang termasuk bagian pabrik, sekalipun barang itu tidak terpaku;

b) Pada perumahan: cermin, lukisan dan perhiasan lainnya bila dilekatkan pada papan atau pasangan batu yang merupakan bagian dinding, pagar atau plesteran suatu ruangan, sekalipun barang itu tidak terpaku;

c) Dalam pertanahan: lungkang atau tumbuhan pupuk yang dipergunakan untuk merabuk tanah; kawanan burung merpati; sarang burung yang biasa dimakan, selama belum dikumpulkan; ikan yang ada di dalam kolam;

d) Runtuhan bahan bangunan yang dirombak, bila dipergunakan untuk pembangunan kembali; dan pada umumnya semua barang yang oleh pemiliknya dihubungkan dengan barang tak bergerak guna dipakai selamanya.(Pasal 507 KUHPdt)

(36)

22

2.3.2 Fungsi dan Kekuatan Hukum Sertifikat

Sebagai konsekuensi dari terciptanya kepastian hukum mengenai subyek dan obyek maka dengan diterbitkannya sertifikat tersebut dapat menimbulkan beberapa fungsi bagi pemiliknya yaitu:

a. Nilai ekonomisnya (harga jual) lebih tinggi

Dalam jual beli pada umumnya pembeli (konsumen) memilik pandangan, lebih baik kalah dalam membeli tetapi menang dalam pemakaian daripada menang membeli tetapi kalah dalam memakai. Bertolak dari pandangan seperti itulah sehingga tanah yang telah bersertifikat memiliki harga yang jauh lebih tinggi ketimbang tanah yang belum bersertifikat. Kenapa demikian, karena tanah yang telah bersertifikat telah memiliki jaminan kepastian hukum baik subyek maupun obyeknya. Kepastian hukum mengenai subyek, dalam hal ini ada jaminan oleh hukum bahwa penjual adalah pemilik tanah yang sesungguhnya. Dengan begitu telah menepiskan keragu-raguan dari pembeli atas gangguan pihak ketiga. Kepastian hukum mengenai obyek, bahwa luas dan batas-batas tanah tidak perlu diragukan lagi karena kedua hal tersebut telah tersurat di dalam sertifikat tanah6

b. Tanah lebih mudah dijadikan sebagai jaminan utang

Tidak setiap orang memiliki kemampuan ekonomi yang cukup, sering ditemukan orang dalam mempertahankan hidupnya harus meminjam uang dari pihak/orang lain. Demikian juga halnya dengan para pelaku usaha, bahwa tidak setiap pelaku usaha memiliki modal yang cukup untuk tetap bertahan

6

(37)

23

atau mengembangkan usahanya, terkadang harus membutuhkan dana yang cukup besar, sementara dana dimaksud tidak dimilikinya. Suatu alternatif yang dapat ditempuh ialah dengan cara meminjam dana dari orang/pihak lain.7

Bertolak dari kenyataan tersebut pemerintah bahkan pihak swasta membentuk lembaga-lembaga keuangan misalnya, lembaga perbankan di mana salah satu fungsinya memberi kredit bagi setiap orang yang membutuhkannya. Suatu keraguan lalu muncul, bagaimana kalau debitur terlambat atau tidak mengembalikan uang pinjaman nya, kalau ini terjadi kreditur akan menderita kerugian. Untuk mengatasi hal ini lalu kreditur membuat persyaratan bahwa dalam perkreditan disyaratkan adanya jaminan (garansi) maksudnya para debitur hanya akan diberi kredit jika ada barang yang dijaminkan.

Barang yang menjadi obyek jaminan tersebut meliputi segala macam barang yang memiliki nilai ekonomi, termasuk tanah. Dengan adanya barang yang dijaminkan kreditur tidak perlu ragu akan pengembalian uang pinjaman sebab sekalipun debitur wanprestasi barang dimaksud dapat dijual lelang dan hasil penjualannya digunakan untuk pelunasan utang. Keraguan yang muncul berikutnya adalah bagaimana kalau barang yang dijaminkan tersebut bukan milik debitur, kalau ini terjadi proses pelelangan akan terhambat oleh gangguan pihak ketiga sebagai pemilik tanah yang sesungguhnya. Konsekuensinya ialah pelelangan tidak dapat dilakukan sehingga uang pinjaman tidak dapat dikembalikan oleh debitur apa bila secara yuridis pihak ketiga itu mampu membuktikan bahwa barang jaminan sebagai miliknya.

7

(38)

24

Terbayang oleh dampak terburuk itu lalu muncul pemikiran bahwa kalau sebidang tanah yang dijadikan sebagai jaminan pelunasan utang disyaratkan dengan sertifikat tanah dimaksud agar ada kepastian hukum, bahwa debitur adalah benar-benar sebagai pemilik atas tanah yang dijaminkan.

c. Potensi untuk menang dalam berperkara lebih terbuka

Ada pepatah dalam bahasa latin yang berbunyi “Sivis Pacem Para Bellum”

yang berarti hendak damai siapkan perang. Rupanya pepatah tersebut tidak hanya dapat diterapkan pada perang dalam arti yang sesungguhnya tetapi justru cukup memberi inspirasi dalam dunia hukum, dalam hal ini berperkara di pengadilan. Sertifikat hak milik atas tanah dapat diklasifikasikan dalam golongan alat bukti tertulis/surat. Bagi kita di idonesia hingga kini alat bukti primer (utama) lebih khusus lagi akta otentik. Apa yang dinamakan akta otentik tidal lain adalah akta yang dibuat oleh atau dihadapan pejabat yang berwenang untuk itu. Berdasarkan rumusan di atas maka sertifikat memenuhi syarat untuk digolongkan kedalam akta otentik karena dibuat oleh pejabat tertentu.8

Akta otentik dinamakan alat bukti primer karena memiliki keunggulan tersendiri yang tidak dimiliki alat bukti lain. Suatu keunggulan bagi akta otentik dibanding dengan alat bukti lain ialah dari segi kekuatan pembuktiannya (Vis Probandi) bahwa akta otentik memiliki kekuatan pembuktian sempurna (Volledige Bewijs Kracht) artinya kekuatan pembuktian yang memberikan kepastian hukum yang cukup, kecuali terbukti sebaliknya. 8

(39)

25

Sehingga menurut hukum akta otentik (termasuk sertifikat hak milik atas tanah) untuk sementara harus dianggap sebagai suatu yang benar sepanjang belum terbukti kepalsuan nya. Konsekuensinya ialah barang siapa yang membantah keaslian nya pihak inilah yang harus membuktikan nya bahwa akta itu palsu, berarti kalau tidak terbukti kepalsuan nya maka pihak ini harus kalah dalam perkaranya.

d. Dapat memberi proteksi yuridis bagi pemegangnya

Seseorang yang bukan pemilik tanah menerbitkan sertifikat hak milik terhadap tanah tersebut atas namanya tanpa seizing pemilik sesungguhnya jika keduanya terlibat sengketa di pengadilan di mana sertifikat dijadikan sebagai alat bukti hampir dapat dipastikan pemegang sertifikat ini akan memenangkan perkara, sebab paling tidak secara yuridis ia telah membuktikan hak-haknya terhadap tanah tersebut. Kebenaran hukum itu terkadang tidak mencapai

kebenaran yang sesungguhnya, dengan kata lain “pengertian yang benar”

menurut hukum ialah pihak yang mampu membuktikan dalil-dalilnya dan mampu membuktikan dalil-dalil sangkalannya yang diajukan pihak lawan dengan menggunakan alat-alat bukti yang sah. Sebaliknya bagi pihak lawannya sekalipun ia sebagai pemilik tanah yang sesungguhnya tetapi karena dalam perkara, para pihak mampu membuktikan haknya atas tanah yang dipersengketakan.9

9Ibid.

(40)

26

Sertifikat sebagai salah satu bukti kepemilikan hak, menjadi salah satu hal penting dalam pembangunan kesadaran hukum masyarakat. Oleh karena itu penerbitan sertifikat, menjadi sangat penting dalam sebuah negara hukum.

2.4 Hak Milik Atas Tanah

Ditinjau dari kepentingan yang mendesak dan sangat dibutuhkan oleh manusia atau badan hukum maka hak atas tanah dapat dibedakan atas hak milik, hak pakai, hak guna bangunan dan hak guna usaha.10

Pada dasarnya hak atas tanah hanya terdiri atas hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan dan hak pakai, namun berdasarkan UUPA maka hak tersebut dapat ditambah dengan hak memungut hasil dan hak membuka tanah.Salah satu hak atas tanah yang sering menjadi pangkal sengketa di pengadilan adalah sengketa terhadap hak milik atas tanah. Secara yuridis hak milik diatur dalam Pasal 20 ayat (1) dan (2) UUPA yang menegaskan bahwa, hak milik adalah hak turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah dengan mengingat ketentuan dalam Pasal 6 UUPA, dan hak ini dapat beralih serta dialihkan pada pihak lain.11

2.4.1 Unsur-Unsur Hak Milik Atas Tanah

Hak milik adalah hak yang dapat diwariskan secara turun temurun, secara terus menerus dengan tidak harus memohon haknya kembali apabila terjadi pemindahan hak. Unsur-unsur dari hak milik adalah sebagai berikut:

10

Urip Santoso.Pendaftaran dan Peralihan Hak atas Tanah.Kencana, Jakarta. 2010. Hlm. 27

11

Bachtiar Effendie.Pendaftaran Tanah di Indonesia dan Peraturan-peraturan Pelaksanaannya.

(41)

27

a. Turun temurun

Bahwa hak milik dapat diwariskan pada pihak lain atau ahli waris apabila pemiliknya meninggal dunia tanpa harus memohon kembali bagi ahli waris untuk mendapatkan penetapan

b. Terkuat dan terpenuh

Hal ini berarti bahwa hak milik merupakan hak yang terkuat dan terpenuh yang dimiliki oleh seseorang dapat dibedakan dengan hak yang lain seperti hak guna usaha, hak guna bangunan dan hak pakai, bahwa diantara hak-hak atas tanah hak miliknya yang mutlak, tak terbatas dan tidak dapat diganggu gugat, tetapi tetap mempunyai fungsi sosial.

c. Fungsi sosial

Maksudnya adalah meskipun hak milik sifatnya terkuat dan terpenuh tetapi tetap mempunyai fungsi sosial, yang mana apabila hak ini dibutuhkan untuk kepentingan umum maka pemiliknya harus menyerahkannya pada negara dengan mendapatkan ganti rugi yang layak

d. Dapat beralih dan dialihkan

Hak milik dapat dialihkan pada pihak yang lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku baik melalui penjualan, penyerahan, hibah atau bahkan melalui hak tanggungan.12

Apabila disimak bunyi Pasal 21 ayat (1),(2) dan (3) UUPA maka dapat diketahui bahwa yang berhak untuk memperoleh hak milik adalah hanya warga negara Indonesia; oleh pemerintah ditetapkan badan-badan hukum yang dapat mempunyai hak milik dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan; orang asing 12

(42)

28

yang sudah berlakunya undang-undang ini memperoleh hak milik karena pewarisan tanpa wasiat atau pencampuran harta kekayaan.

Menurut Pasal 1 Peraturan Pemerintah No. 38 tahun 1963 tentang Penunjukan Badan-Badan Hukum, bahwa yang dapat mempunyai hak atas tanah adalah sebagai berikut:

a. Bank-bank yang didirikan oleh negara (selanjutnya disebut Bank Negara) b. Perkumpulan-perkumpulan koperasi pertanian

c. Badan-badan keagamaan yang ditunjuk oleh Menteri Pertanian/Agraria setelah mendengar Menteri Agama

d. Badan-badan sosial yang ditunjuk oleh Menteri Pertanian/Agraria setelah mendengar Menteri Sosial.

2.4.2 Terjadinya Hak Milik Atas Tanah

Sebagai salah satu jenis hak atas tanah maka hak milik merupakan hak yang terkuat, terpenuh serta turun temurun. Hal ini sesuai dengan Pasal 20 ayat (1) UUPA yang menyebutkan bahwa hak milik adalah hak turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah.

a. Hak milik atas tanah terjadi di sini dapat didaftarkan pada kantor pertanahan Kabupaten/Kota untuk mendapatkan sertifikat hak milik.

b. Hak milik atas tanah yang terjadi karena penetapan pemerintah.

(43)

29

c. Hak milik atas tanah yang terjadi karena ketentuan undang-undang

Hak milik atas tanah yang terjadi karena ketentuan konversi (perubahan) menurut UUPA. Sejak berlakunya UUPA pada tanggal 24 September 1960, maka semua hak atas tanah yang ada harus diubah menjadi salah satu hak atas tanah yang diatur dalam UUPA. Yang dimaksud dengan konversi adalah perubahan hak atas tanah sehubungan dengan berlakunya UUPA. Hak-hak atas tanah yang ada sebelum berlakunya UUPA diubah menjadi hak-hak atas tanah yang ditetapkan dalam UUPA.13

2.4.3 Hak Atas Tanah yang Dapat Didaftarkan

Urutan vertikal mengenai hak-hak penguasaan atas tanah dalam hukum tanah nasional (UUPA) dalam susunan berjenjang yaitu sebagai berikut :

a. Hak bangsa, sebagai yang disebut dalam Pasal 1 UUPA, merupakan hak penguasaan atas tanah yang tertinggi dan meliputi semua tanah dalam wilayah negara, yang merupakan tanah bersama. Hak bangsa ini dalam penjelasan Umum Angka II UUPA dinyatakan sebagai hak ulayat yang dingkat pada tingkat yang paling atas, pada tingkat nasional, meliputi semua tanah di seluruh wilayah negara.

b. Hak menguasai dari negara sebagaimana yang disebut dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945, merupakan hak penguasaan atas tanah sebagai penugasan pelaksanaan hak bangsa yang termasuk bidang hukum publik, meliputi semua tanah bersama bangsa Indonesia.14

13

A.P. Parlindungan.Pendaftaran Tanah Di Indonesia.Bandung: Mandar Maju.1998. hlm. 139

14Ibid

(44)

30

Makna dikuasai oleh negara tidak terbatas pada pengaturan, pengurusan, dan pengawasan terhadap pemanfaatan hak-hak perorangan. Akan tetapi negara mempunyai kewajiban untuk turut ambil bagian secara aktif dalam mengusahakan tercapainya kesejahteraan rakyat. Dalam hal dikuasai oleh negara dan untuk mencapai kesejahteraan rakyat, negara Indonesia merdeka adalah negara kesejahteraan sebagaimana termaksud dalam Pembukaan UUD 1945. Dasar pemikiran lahirnya konsep hak penguasaan negara dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945, merupakan perpaduan antara teori negara hukum kesejahteraan dan konsep penguasaan hak ulayat dalam persekutuan hukum adat. Makna penguasaan negara adalah kewenangan negara untuk mengatur (regelen), mengurus (bestuuren), dan mengawasi (tozichthouden).15

Substansi dari penguasaan negara adalah dibalik hak, kekuasaan atau kewenangan yang diberikan kepada negara terkandung kewajiban negara untuk menggunakan dan memanfaatkan tanah sebagai sumber daya ekonomi bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

1) Hak ulayat, dari masyarakat hukum adat sepanjang menurut kenyataan masih ada, hak ulayat merupakan hak penguasaan atas tanah bersama masyarakat hukum adat tertentu.

2) Hak perorangan yang memberikan kewenangan untuk memakai, dalam arti menguasai, menggunakan, dan atau mengambil manfaat tertentu dari suatu bidang tanah tertentu, yang terdiri dari:

a. Hak atas tanah, berupa hak milik, hak guna bangunan, hak guna usaha, hak pakai, hak milik atas satuan rumah susun, hak sewa, hak membuka tanah,

15

(45)

31

dan hak memungut hasil hutan yang ketentuan pokoknya terdapat dalam UUPA, serta hak lain dalam hukum adat setempat, yang merupakan hak penguasaan atas tanah untuk dapat memberikan kewenangan kepada pemegang haknya, agar dapat memakai suatu bidang tanah tertentu yang dihaki dalam memenuhi kebutuhan pribadi atau usahanya (Pasal 4, 9, 16, dan BAB II UUPA).

b. Hak atas tanah wakaf, yang merupakan penguasaan atas suatu bidang tanah tertentu, bekas hak milik (wakaf) yang oleh pemiliknya dipisahkan dari harta kekayaannya dan melembagalan selama-lamanya untuk kepentingan peribadatan atau keperluan umum lainnya sesuai ajaran agama islam (Pasal 49 UUPA jo Pasal 1 PP No. 28 tahun 1977).

(46)

32

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan Masalah

Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dan pendekatan empiris.

1. Pendekatan yuridis normatif adalah pendekatan melalui studi kepustakaan (library research) dengan cara membaca, mengutip dan menganalisis teori-teori hukum dan peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan permasalahan dalam penelitian.

2. Pendekatan empiris adalah upaya untuk memperoleh kejelasan dan pemahaman dari permasalahan berdasarkan realitas yang ada atau studi kasus1.

3.2 Sumber dan Jenis Data

Sumber dan jenis data yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut: 1. Data Primer

Data primer adalah data utama yang diperoleh secara langsung dari lapangan penelitian dengan cara melakukan wawancara dengan responden, untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam penelitian.

1

(47)

33

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data tambahan yang diperoleh dari berbagai sumber hukum yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti. Data sekunder dalam penelitian ini, terdiri dari:

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer bersumber dari:

1) Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

2) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 Tentang Pengadilan Tata Usaha Negara

3) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman Republik Indonesia.

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder dapat bersumber dari bahan-bahan hukum yang melengkapi hukum primer dan peraturan perundang-undangan lain yang sesuai dengan masalah dalam penelitian ini. Selain itu bahan hukum sekunder berasal dari:

1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

(48)

34

c. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier dapat bersumber dari berbagai bahan seperti teori/ pendapat para ahli dalam berbagai literatur/buku hukum, dokumentasi, kamus hukum dan sumber dari internet.

3.3 Prosedur Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan prosedur studi kepustakaan dan studi lapangan sebagai berikut:

1. Studi Kepustakaan

Studi kepustakaan adalah prosedur yang dilakukan dengan serangkaian kegiatan seperti membaca, menelaah dan mengutip dari buku-buku literatur serta melakukan pengkajian terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan terkait dengan permasalahan.

2. Studi Lapangan

Studi lapangan adalah prosedur yang dilakukan dengan kegiatan wawancara (interview) kepada responden penelitian sebagai usaha mengumpulkan berbagai data dan informasi yang dibutuhkan sesuai dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian. Wawancara dilakukan dengan menggunakan daftar pertanyaan mengenai sengketa sertifikat ganda. Wawancara dilakukan yang dilakukan kepada:

a. Hakim PTUN Bandar Lampung

(49)

35

3.4 Prosedur Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan untuk mempermudah analisis data yang telah diperoleh sesuai dengan permasalahan yang diteliti. Pengolahan data dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:

1 Seleksi data, adalah kegiatan pemeriksaan untuk mengetahui kelengkapan data selanjutnya data dipilih sesuai dengan permasalahan yang diteliti dalam penelitian ini.

2 Klasifikasi data, adalah kegiatan penempatan data menurut kelompok-kelompok yang telah ditetapkan dalam rangka memperoleh data yang benar-benar diperlukan dan akurat untuk dianalisis lebih lanjut.

3 Penyusunan data, adalah kegiatan menyusun data yang saling berhubungan dan merupakan satu kesatuan yang bulat dan terpadu pada subpokok bahasan sehingga mempermudah interpretasi data.

3.5 Analisis Data

(50)

66

V. PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka kesimpulan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Dasar pertimbangan majelis hakim dalam Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Bandar Lampung Nomor 16/G/2009/PTUN/BL tentang Sengketa Sertifikat Ganda adalah objek sengketa dan dimohonkan batal atau tidak sah oleh Penggugat adalah Keputusan Tergugat berupa Sertifikat Hak Milik Nomor 9500/kp.B tanggal 26 April 2004 seluas 302 M2, atas nama tergugat II Intervensi, Surat Ukur Nomor 288/ Kampung Baru/2004 tanggal 27 April 2007. Menimbang bahwa gugatan penggugat tersebut, Pihak Tergugat dan Tergugat II Intervensi dalam tanggapannya masing-masing tanggal 12 Oktober 2009 dan 28 Oktober 2009 selain mengajukan jawaban dalam pokok perkara, juga telah mengajukan eksepsi, oleh karena itu majelis hakim terlebih dahulu akan mempertimbangkan eksepsi Tergugat dan Tergugat II Intervensi tersebut dalam mempertimbangkan tentang pokok sengketanya

(51)

67

memperoleh kekuatan hukum tetap, terhadap pejabat yang bersangkutan dikenakan upaya paksa berupa pembayaran sejumlah uang paksa dan atau sanksi administratif dalam rangka menciptakan kepastian hukum.

B. Saran

Saran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

(52)

DAFTAR PUSTAKA

Effendie, Bachtiar. 1993.Pendaftaran Tanah di Indonesia dan Peraturan-peraturanPelaksanaannya,Alumni, Bandung.

Hamzah, Andi. 2000.Hukum Acara Pidana Indonesia,Sinar Grafika, Jakarta.

Hutagalung, Arie Sukanti. 2005. Tebaran Pemikiran Seputar Masalah Hukum Tanah,Lembaga Pemberdayaan Hukum Indonesia, Jakarta.

Harsono, Boedi . 2003.Hukum Agraria Indonesia,Sejarah Pembentukan Undang -Undang Pokok Agraria Isi dan Pelaksanaannya,Djambatan, Jakarta, Harahap, M. Yahya. 1998. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP,

Sinar Grafika, Jakarta.

Parlindungan, A.P. 1998.Pendaftaran Tanah di Indonesia,Mandar Maju, Bandung.

Perangin, Effendi. 1994. Hukum Agraria Di Indonesia, Suatu Telaah dari Sudut Pandang Praktisi Hukum, RajaGrafindo, Jakarta.

Soekanto, Soerjono 1983.Pengantar Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta. Sudarto,Kapita Selekta Hukum Pidana, Alumni,Bandung, 1986.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 Tentang Pengadilan Tata Usaha Negara Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang

Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1997 tentang

Pendaftaran Tanah.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini berjudul “Pengaruh Ukuran Perusahaan, Umur Perusahaan, Deversifikasi, dan Return on Assets Terhadap Pengungkapan Akuntansi Sumber Daya Manusia (Studi Empiris

Selain daripada itu bagi menggalakan pasaran perumahan khususnya dalam mengalakkan pemilikan rumah, pemilik rumah juga diberi insentif melalui subsidi terhadap cukai pendapatan

Untuk mengetahui adanya pengaruh peningkatan kadar VCO yang digunakan pa da sediaan, maka dilakukan analisis statistika One-Way Anova dengan derajat kepercayaan α=0,05

Meskipun sudah lima tahun berada dalam tahap pe nge mbangan, Proye k Uji Coba Ulu Mase n tidak memiliki dasar hukum yang kuat untuk me nge lola hutan dalam lokasi proye k..

Dari hasil analisa Perhitungan kuat lentur balok tabel hasil Perhitungan studi 1 rasio tulangan = 0,0 dengan fy 420 mpa bahwa untuk rasio tulangan tekan atau balok bertulangan

Cakupan jamban yang memenuhi syarat kesehatan masih rendah  Melakukan penyuluhan PHBS secara berkelanjutan  Kunjungan rumah secara berkelanjutan  Membuat jamban/bowl

Perahu atau kapal yang berbasis di Barru, Sulawesi Selatan memiliki daerah penangkapan ikan demersal khususnya jenis ikan karang ekonomis penting dengan rawai

Salah satu contoh peranserta krama desa adat adalah turut memperhatikan kebersihan lingkungan sekitar dan saluran drainase/sungai, turut terlibat aktif dalam kegiatan