ABSTRAK
EFEKTIVITAS PENDEKATAN SAINTIFIK DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBEDAKAN PADA MATERI
HIDROLISIS GARAM
Oleh
DYNDA MEUTIA TYFFANI
Dynda Meutia Tyffani
EFEKTIVITAS PENDEKATAN SAINTIFIK DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBEDAKAN PADA MATERI
HIDROLISIS GARAM
Oleh
DYNDA MEUTIA TYFFANI
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN
Pada
Program Studi Pendidikan Kimia
Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG
EFEKTIVITAS PENDEKATAN SAINTIFIK DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBEDAKAN PADA MATERI
HIDROLISIS GARAM
(Skripsi)
Oleh
DYNDA MEUTIA TYFFANI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG
xviii DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Tahap-Tahap Pembelajaran Menggunakan Pendekatan Saintifik ... 10
2. Ranah Hasil Belajar Menggunakan Pendekatan Saintifik.... ... 16
3. Taksonomi Bloom Revisi ... 18
4. Alur Penelitian ... 39
5. Rata-Rata Nilai Pretes dan Rata-Rata Nilai Postes Kemampuan Membedakan di Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen ... 46
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... xvii
DAFTAR GAMBAR ... xviii
I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 6
C. Tujuan Penelitian ... 6
D. Manfaat Penelitian ... 6
E. Ruang Lingkup Penelitian ... 7
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 8
A. Efektivitas Pembelajaran ... 8
B. Pendekatan Saintifik ... 9
C. Taksonomi Bloom... 18
D. Analisis Konsep Garam Menghidrolisis ... 23
E. Kerangka Pemikiran ... .. 31
F. Anggapan Dasar ... 33
xv
III. METODOLOGI PENELITIAN... 34
A. Populasi dan Sampel Penelitian ... 34
B. Jenis dan Sumber Data ... 35
C. Metode dan Desain Penelitian ... 35
D. Variabel Penelitian ... 36
E. Instrumen Penelitian... 36
F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian... 37
G. Hipotesis kerja... 40
H. Teknik Analisis Data dan Pengujian Hipotesis ... 40
IV. HASIL PENELITIAN, TEMUAN DAN PEMBAHASAN... 46
A. Hasil Penelitian dan Analisis Data ... 46
B. Pembahasan... 53
V. SIMPULAN DAN SARAN... 64
A. Simpulan ... 64
B. Saran... 64
DAFTAR PUSTAKA ... 65
LAMPIRAN 1. Analisis Standar Kompetensi, KI dan KD ... 69
2. Silabus... 74
3. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ... 89
xvi
5. Lembar Kerja Siswa 2 ... 115
6. Lembar Kerja Siswa 3 ... 122
7. Kisi-Kisi Soal Pretes ... 133
8. Rubrikasi Pretes ... 134
9. Soal Pretes ... 138
10. Kisi-Kisi Soal Postes... 139
11. Rubrikasi Postes ... 140
12. Soal Postes ... 142
13. Perhitungan Nilai Pretes, Postes, dann-Gain... 143
14. Uji Normalitas Kelas Kontrol (Pretes) ... 145
15. Uji Normalitas Kelas Eksperimen (Pretes) ... 147
16. Uji Homogenitas (Pretes) ... 149
17. Uji Kesamaan Dua Rata-Rata ... 150
18. Uji Normalitas Kelas Kontrol(n-Gain)... 152
19. Uji Normalitas Kelas Eksperimen(n-Gain)... 154
20. Uji Homogenitas(n-Gain)... 156
xvii DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Analisis Konsep Materi Hidrolisis Garam ... 24
2. Desain Penelitian ... 35
3. Data Normalitas Nilai Pretes Kemampuan Membedakan ... 48
4. Data Homogenitas Nilai Pretes Kemampuan Membedakan ... 48
5. Data Uji Kesamaan Dua Rata-Rata Terhadap Nilai Pretes Kemampuan Membedakan ... 49
6. Data Normalitasn-GainKemampuan Membedakan ... 51
7. Data Homogenitasn-GainKemampuan Membedakan ... 52
MOTO
Orang yang tidak pernah membuat kesalahan adalah orang yang tidak pernah mencoba hal baru
People who never make mistakes are those who never try new things (Albert Einsten)
Semakin mereka mencaci, semakin mereka memberi kekuatan padamu, tutup telingamu, pejamkan matamu, ikuti kata hatimu dan melangkah lebih maju
PERSEMBAHAN
Dengan mengucap syukur kehadirat Allah SWT, maka dengan ini saya
persembahkan karya kecil Kepada :
1. Keluarga saya tercinta, yang senantiasa berusaha untuk memberikan segala
yang terbaik dalam hidup saya, terimakasih atas Doa serta dukungannya.
2. Almamaterku tercinta.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 28 Juli 1995 sebagai putri
ter-akhir dari tiga bersaudara, dari pasangan Bpk. Drs. Purnomo, S.H. dan Ibu Siti
Aisyah, S.Kep..
Pendidikan diawali pada tahun 2000 di TK Satria, SD Negeri 1 Sukarame tahun
2001 dan diselesaikan pada tahun 2007, SMP Negeri 2 Bandar Lampung
di-selesaikan pada tahun 2009, dan SMA Negeri 2 Bandar Lampung didi-selesaikan
pada tahun 2011.
Terdaftar sebagai mahasiswa di Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan
Pen-didikan MIPA Fakultas Keguruan dan Ilmu PenPen-didikan Universitas Lampung
pada tahun 2011 melalui jalur SNMPTN tertulis, mengantarkan penulis aktif
sebagai staf Himpunan Mahasiswa Pendidikan Eksakta (Himasakta) pada
2012-2013. Program Pengalaman Lapangan (PPL) yang terintergrasi dengan Kuliah
Kerja Nyata (KKN) Kependidikan juga diikuti oleh penulis di SMP Negeri 2
SANWACANA
Puji syukur hanyalah untuk-Mu Allah, Rabb semesta alam, yang senantiasa
men-cucurkan rahmat dan ridho-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
“Efektivitas Pendekatan Saintifik dalam Meningkatkan Kemampuan
Membeda-kan pada Materi Hidrolisis Garam”sebagai salah satu syarat untuk mencapai
gelar sarjana pendidikan. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah untuk
Nabi besar, Muhammad SAW, seorang manusia biasa namun luar biasa karena
kebiasaannya.
Ucapan terima kasih pun tak lupa penulis haturkan kepada:
1. Bapak Dr. Bujang Rahman, M.Si. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Lampung dan Bapak Dr. Caswita, M.Si. selaku
Ketua Jurusan Pendidikan MIPA.
2. Ibu Dr. Noor Fadiawati, M.Si. selaku Ketua Program Studi Pendidikan
Kimia,
3. Ibu Dra. Nina Kadaritna, M.Si selaku pembimbing I, atas kesediaannya
memberi bimbingan, motivasi, saran, dan kritik dalam proses penyusunan
skripsi;
4. Ibu Emmawaty Sofya, S.Si., M.Si., selaku Pembimbing II, atas kesediaannya
memberi bimbingan, motivasi, saran, dan kritik dalam proses penyusunan
5. Ibu Dr. Ratu Betta Rudibyani, M. Si, selaku Pembahas atas segala bimbingan,
saran dan kritik yang diberikan dalam memperbaiki penulisan skripsi ini;
6. Bapak Drs. Tasviri Efkar, M.Si, selaku pembimbing akademik, atas
kesedia-annya memberi bimbingan dan motivasi di sela-sela kesibukan, meminjami
segala fasilitas, dan selalu sudi menjadi tempat mencurahkan segala keluh
kesah;
7. Seluruh Dosen Program Studi Pendidikan Kimia dan dosen lain yang telah
memberikan ilmunya selama lebih dari tiga tahun ini dan segenap civitas
akademik Jurusan Pendidikan MIPA;
8. Ibu Dra. Hj. Rospardewi, M.M.Pd, selaku kepala sekolah dan Ibu Endah
Winarni, S.Pd, sebagai Guru Mitra SMAN 3 Bandar Lampung, atas izin dan
waktu yang diberikan untuk melaksanakan penelitian;
9. Ibu dan bapak sayayang senantiasa memberikan do’a, restu, dan dukungan
untuk kelancaran studi ini; dan kedua kakak saya Eva Elisa dan Puspa Indah
Pratiwi serta adik saya Raihan Tanjung Purnomo atas semangat, do’a dan
dukungan;
10. Ketiga rekan penelitian saya Deanita Nastiti, Pradiska Nawang Anggara dan
Abil Malik yang senantiasa memberikan semangat, do’a dan kerjasama.
Sahabatku PKB, Bundo Siska, Jupe, Aulia, Kudik, Ticha, Teh Pilah, Ruru,
Ria, Nur, Pipit, Mbak Sevi, Dang, dan Eko, serta genk KKN yang saya
sayangi Karyanti, Ayu dan Veni, terima kasih atas senyum, ceria, dukungan
dan kepercayaan yang selalu kalian beri;
Setiap karya pasti memiliki kelebihan dan kekurangan. Segala kelebihan dan
manfaat yang bisa diambil merupakan hasil dari bimbingan dan bantuan segenap
pengalaman dan pengetahuan penulis. Oleh sebab itu saran dan kritik yang
mem-bangun sangat diharapkan untuk perbaikan di masa mendatang.
Bandarlampung, Juli 2015 Penulis,
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan salah satu faktor pendukung untuk meningkatkan
kemaju-an suatu Negara dalam berbagai sektor. Kualitas pendidikkemaju-an di Indonesia saat ini
sudah mulai berkembang. Hal ini dibuktikan dengan adanya data UNESCO
(2012) mengenai peringkat Indeks Pengembangan Manusia (Human Development Index) yang menunjukkan bahwa indeks pengembangan manusia Indonesia mulai meningkat. Dari 127 negara di dunia, Indonesia menempati posisi ke-64. Untuk
mempercepat peningkatan mutu pendidikan di Indonesia ada tiga hal penting yang
harus menjadi perhatian yaitu: sumber daya manusia (SDM), fasilitas, dan
kuriku-lum.
Telah banyak dilakukan usaha-usaha dalam rangka meningkatkan kualitas
pendi-dikan. Salah satunya dalam kependidikan MIPA, telah banyak dilakukan
pemba-haruan, perbaikan maupun pemantapan. Ilmu kimia adalah bagian dari
pendidi-kan IPA. Ada tiga hal yang berkaitan dengan kimia yang tidak terpisahpendidi-kan, yaitu
kimia sebagai produk, kimia sebagai proses dan kimia sebagai sikap. Kimia
se-bagai produk merupakan pengetahuan kimia yang berupa fakta-fakta, konsep
konsep, prinsip-prinsip, hukum-hukum dan teori-teori. Kimia sebagai proses
ber-kaitan dengan cara kerja ilmiah, sehingga kimia bukan hanya penguasaan
2
tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Ketiga hal tersebut merupakan
satu kesatuan yang tidak dapat terpisahkan antara kimia sebagai produk, proses
dan sikap. Oleh sebab itu, pembelajaran kimia dan penilaian hasil belajar kimia
harus memperhatikan karakteristik ilmu kimia sebagai proses, produk dan sikap
(Tim Penyusun, 2014).
Salah satu strategi yang dilakukan oleh pemerintah dalam meningkatkan mutu
pendidikan di Indonesia yaitu dengan mengembangkan kurikulum, yaitu dari
kuri-kulum tingkat satuan berbasis kompetensi (KTSP) menuju kurikuri-kulum 2013.
Dalam kurikulum 2013 terdapat beberapa komponen dalam kompetensi inti, yaitu:
(1) kompetensi inti sikap spiritual, (2) kompetensi inti sikap sosial, (3) kompetensi
inti pengetahuan dan (4) kompetensi inti keterampilan.
Pada kurikulum 2013 menggunakan konsep saintifikapproach(pendekatan sainti-fik) dimana siswa mampu menemukan sebuah jawaban yang tidak berdasarkan
angan-angan akan tetapi melalui proses ilmiah yang struktural. Model
pembel-ajaran pendekatan saintifik memiliki beberapa tahapan yaitu: (1) mengamati ( ob-serving), (2) menanya (questioning), (3) mencoba (experimenting), (4) menalar
(associating), dan (5) mem-bentuk jejaring (networking). Tahap pertama yaitu mengamati(observing), siswa diberikan fenomena atau fakta yang bersangkutan
dengan materi yang diajarkan. Setelah mengamati fenomena, siswa akan
mene-mukan hal-hal yang tidak mereka pahami sehingga dalam diri siswa muncul
ber-bagai pertanyaan. Tahap kedua ialah menanya (questioning), pada tahap ini siswa
diminta menuliskan hal-hal yang tidak mereka pahami dalam bentuk
pertanyaan-pertanyaan. Tahap ketiga yaitu mencoba (experimenting), pada tahap ini siswa
3
mereka rancang sendiri. Setelah itu, siswa melakukan percobaan dan mencatat
hasil percobaan dengan cara mereka masing-masing. Tahap keempat yaitu
mena-lar (associating) dalam hal ini siswa diharapkan dapat menganalisis data
percoba-an. Pada tahap ini, siswa diberikan pertanyaan dalam bentuk soal yang harus
di-diskusikan bersama kelompoknya. Siswa menganalisis data dan informasi yang
diperoleh dari langkah-langkah sebelumnya untuk menemukan keterkaitan satu
informasi dengan informasi lainnya sehingga dapat menemukan suatu kesimpulan.
Tahap terakhir adalah membentuk jejaring (networking). Membentuk jejaring
dapat berupa mengkomunikasikan hasil diskusi yang telah dilakukan bersama
anggota kelompoknya yaitu presentasi hasil diskusi di depan kelas.
Tahapan pada pendekatan saintifik dapat melatihkan kemampuan berpikir siswa.
Kemampuan berpikir kritis merupakan kemampuan yang sangat esensial untuk
kehidupan, pekerjaan, dan berfungsi efektif dalam semua aspek kehidupan
lain-nya. Menurut Halpen (1996), berpikir kritis adalah memberdayakan kemampuan
atau strategi kognitif dalam menentukan tujuan. Proses tersebut dilalui setelah
menentukan tujuan, mempertimbangkan, dan mengacu langsung kepada sasaran.
Hal ini merupakan bentuk berpikir yang perlu dikembangkan dalam rangka
me-mecahkan masalah, merumuskan kesimpulan, mengumpulkan berbagai
kemung-kinan, dan membuat keputusan ketika menggunakan semua kemampuan tersebut
secara efektif dalam konteks dan tipe yang tepat. Pendapat senada dikemukakan
Anggelo (1995), berpikir kritis adalah mengaplikasikan rasional, kegiatan berpikir
yang tinggi, yang meliputi kegiatan menganalisis, mensintesis, mengenal
perma-salahan dan pemecahannya, menyimpulkan, dan mengevaluasi. Dari dua
penda-pat tersebut, tampak adanya persamaan dalam hal sistematika berpikir yang
4
kepada sebuah kesimpulan atau penilaian. Menurut Bloom, dalam ranah
kognitif-nya kemampuan intelektual dibagi pada tingkatan-tingkatan, yaitu C1 sampai
dengan C6: mengingat, memahami, mengaplikasikan, menganalisis, evaluasi, dan
membuat. Salah satu proses kognitif dalam menganalisis adalah kemampuan
membedakan yaitu membedakan bagian yang memiliki hubungan dengan bagian
yang tidak memiliki hubungan atau memisahkan bagian yang penting dengan
ba-gian yang tidak penting dari materi yang telah disajikan.
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan di SMA Negeri 3 Bandar Lampung,
diketahui bahwa pembelajaran kimia telah menggunakan pendekatan saintifik
namun belum maksimal. Masih terdapat beberapa materi kimia yang
mengguna-kan metode ceramah. Hal ini disebabmengguna-kan oleh kurangnya pengetahuan guru
ten-tang pendekatan saintifik. Sehingga pada saat proses pembelajaran berlangsung,
guru memberikan informasi melalui metode ceramah dan siswa hanya diminta
untuk mendengarkan dan memperhatikan. Siswa tidak dituntut untuk berusaha
berpikir apa yang sebaiknya dilakukan untuk mencapai tujuan belajarnya. Hal ini
menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kritis siswa kurang terlatih khususnya
pada kemampuan membedakan siswa, hal ini ditunjukkan dengan aktivitas siswa
yang pasif saat pembelajaran berlangsung, dan juga nilai hasil tes yang masih
relatif rendah. sehingga tidak sesuai dengan amanat dari kurikulum 2013 dan
ka-rakter ilmu kimia.
Hal ini didukung oleh hasil penelitian Marhan dkk (2014) terhadap siswa kelas X
SMA Negeri 9 Malang tahun 2013/2014 yang menunjukkan bahwa penerapan
pendekatan saintifik dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. Hal
5
menyimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada prestasi belajar
dan sikap ilmiah siswa kelas X SMA Negeri 4 Magelang sebelum dan sesudah
mengikuti pembelajaran dengan menggunakan pendekatan ilmiah, dimana
pende-katan ilmiah lebih baik daripada pendepende-katan konvensional dan pendepende-katan ilmiah
juga dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif siswa.
Salah satu materi kimia yang sebagian konsepnya bersifat abstrak adalah materi
hidrolisis garam. Materi ini dipenuhi dengan rumus-rumus dan reaksi-reaksi
kimia sehingga memerlukan pemahaman dalam segala aspek representasi
khusus-nya aspek mikroskopik dan simbolik agar lebih mudah dipahami dan dimengerti.
Melalui materi ini, siswa diajak untuk mengamati fenomena hidrolisis garam. Pada
proses mengamati ini banyak pertanyaan yang muncul pada di benak siswa, seperti
mengapa garam ada yang bersifat asam dan basa. Kemudian siswa diminta untuk
me-nentukan variabel kontrol, terikat dan bebas untuk percobaan identifikasi senyawa
garam. Lalu siswa juga harus menentukan alat dan bahan yang akan digunakan
dalam percobaan serta merancang prosedur percobaan tersebut. Dari tahap tersebut
diharapkan kemampuan berpikir kritis khususnya kemampuan membedakan siswa
dapat terlatih. Setelah melakukan percobaan siswa diharapkan dapat membedakan
senyawa garam berdasarkan sifatnya. Lalu siswa juga dituntut untuk bisa
membeda-kan antara hidrolisis sebagian (parsial), hidrolisis total dan yang tidak mengalami
hidrolisis melalui gambarmikroskopis hidrolisis garam yang disajikan. Hal ini pula
yang dapat melatih kemampuan berpikir kritis khususnya kemampuan membedakan.
Berdasarkan uraian di atas, dalam upaya meningkatkan kemampuan membedaan
khususnya pada materi pokok hidrolisis garam menggunakan pendekatan saintifik
maka dilakukan penelitian ini dengan judul : “Efektivitas Pendekatan Saintifik
6
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah bagaimanakah efektivitas pendekatan saintifik pada materi
hidrolisis garam dalam meningkatkan kemampuan membedakan pada siswa kelas
XI MIA SMA Negeri 3 Bandar Lampung?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan dari penelitian ini adalah
mendeskripsikan efektivitas pendekatan saintifik pada materi hidrolisis garam
dalam meningkatkan kemampuan membedakan.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah:
1. Siswa
Mempermudah siswa dalam mencapai kompetensi dasar pada pembelajaran
kimia, khususnya pada materi hidrolisis garam dan menambah referensi siswa
dalam belajar.
2. Guru
Pembelajaran menggunakan pendekatan saintifik dapat menjadi salah satu
pen-dekatan pembelajaran yang inovatif dan kreatif bagi guru.
3. Sekolah
Menjadi informasi dan sumbangan pemikiran dalam upaya meningkatkan mutu
7
E. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dari penelitian ini adalah :
a. Materi pokok dalam penelitian ini adalah hidrolisis garam yang merupakan
materi pembelajaran kimia kelas XI MIA semester II yang meliputi pengertian
senyawa garam, sifat senyawa garam, garam yang tidak mengalami hidrolisis,
hidrolisis garam sebagian (parsial) dan total, serta perumusan dan perhitungan
pH senyawa hidrolisis garam.
b. Pendekatan saintifik yang digunakan memiliki beberapa tahap: (1) mengamati
(observing), (2) menanya (questioning), (3) mencoba (experimenting), (4)
menalar (associating), dan (5) membentuk jejaring (networking).
c. Pembelajaran dikatakan efektif apabila secara statistik hasil belajar siswa
me-nunjukkan perbedaan yang signifikan antara pemahaman awal dengan
pema-haman setelah pembelajaran yang ditunjukkan dengan gain yang signifikan
antara kelas kontrol dan eksperimen (Nuraeni, 2010).
d. Menurut taksonomi Bloom, kemampuan membedakan merupakan kegiatan
berpikir membedakan bagian-bagian yang menyusun suatu struktur
berdasar-kan relevansi, fungsi dan penting tidaknya. Membedaberdasar-kan menuntut adanya
ke-mampuan untuk menentukan mana yang relevan/esensial dari suatu perbedaan
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Efektivitas Pembelajaran
Efektivitas berasal dari bahasa Inggris, effective yang berarti berhasil, tepat, atau manjur. Efektivitas menunjukkan tingkat keberhasilan pencapaian suatu tujuan.
Dalam kamus bahasa Indonesia, efektivitas berasal dari kata efektif yang berarti
memiliki efek, pengaruh, atau akibat. Dari definisi mengenai efektivitas, maka
efektivitas berkaitan erat dengan pencapaian suatu tujuan tertentu, tujuan dari
pembelajaran sendiri adalah ketercapaian kompetensi (Wibowo, 2010).
Menurut Soemosasmito dalam Trianto (2010), suatu pembelajaran dikatakan
efek-tif apabila memenuhi persyaratan utama keefekefek-tifan pengajaran, yaitu: (1)
presen-tasi waktu belajar siswa yang tinggi dicurahkan terhadap kegiatan belajar
meng-ajar, (2) rata-rata perilaku melaksanakan tugas yang tinggi di antara siswa, (3)
tetapan antara kandungan materi ajaran dengan kemampuan siswa (orientasi
ke-berhasilan belajar) diutamakan, dan (4) mengembangkan suasana belajar yang
akrab dan positif, mengembangkan struktur kelas yang mengandung butir (2)
tanpa mengabaikan butir (4). Sedangkan menurut Suryosubroto (2009),
peng-ajaran merupakan hasil proses belajar mengajar, efektivitasnya tergantung dari
terlaksana tidaknya perencanaan. Karena perencanaan maka pelaksanaan
9
Menurut Hamalik (2002), pembelajaran dikatakan efektif jika memberikan
ke-sempatan belajar sendiri dan beraktivitas seluas-luasnya kepada siswa untuk
bel-ajar. Dengan menyediakan kesempatan belajar sendiri dan beraktivitas
seluas-luasnya diharapkan siswa dapat mengembangkan potensinya dengan baik. Hal ini
sependapat dengan Sutikno (2005), yang mengemukakan sebagai berikut.
Pembelajaran efektif adalah suatu pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk dapat belajar dengan mudah., menyenangkan, dan dapat men-capai tujuan pembelajaran sesuai dengan yang diharapkan.
Menurut Nieveen (1999) dalam Sunyono (2013) menjelaskan bahwa keefektifan
model pembelajaran sangat terkait dengan pencapaian tujuan pembelajaran.
Model pembelajaran dikatakan efektif bila pelajar dilibatkan secara aktif dalam
mengorganisasi dan menemukan hubungan dan informasi-informasi yang
diberi-kan, dan tidak hanya secara pasif menerima pengetahuan dari guru/dosen.
Indikator keefektifan meliputi:
1) Pencapaian tujuan pembelajaran dan ketuntasan belajar pembelajar 2) Pencapaian aktivitas pembelajar dan guru/dosen
3) Pencapaian kemampuan dosen dalam mengelola pembelajaran 4) Pembelajar memberi respon positif dan minat yang tinggi terhadap
pembelajaran yang dilaksanakan.
Dari beberapa pendapat di atas mengenai efektivitas, dapat disimpulkan bahwa
efektivitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target (kuantitas,
kualitas dan waktu) yang telah dicapai oleh manajemen, yang mana target tersebut
sudah ditentukan terlebih dahulu.
B. Pendekatan Saintifik
Pendekatan saintifik merupakan pendekatan yang pada dasar gaya berpikirnya
mengadopsi dari metode saintifik. Upaya penerapan pendekatan saintifik dalam
10
yang seharusnya terjadi dalam proses pembelajaran, karena sesungguhnya
pembe-lajaran itu sendiri adalah sebuah proses saintifik (keilmuan). Banyak para ahli
yang meyakini bahwa melalui pendekatan saintifik, selain dapat menjadikan siswa
lebih aktif dalam mengkonstruksi pengetahuan dan keterampilannya, juga dapat
mendorong siswa untuk melakukan penyelidikan guna menemukan fakta-fakta
dari suatu fenomena atau kejadian. Artinya, dalam proses pembelajaran, siswa
di-belajarkan dan dibiasakan untuk menemukan kebenaran saintifik, bukan diajak
untuk beropini dalam melihat suatu fenomena (Sudrajat, 2013).
Tim Penyusun (2013a) memberikan konsepsi tersendiri bahwa pendekatan ilmiah
dalam pembelajaran didalamnya mencakup komponen: mengamati (observing),
menanya (questioning), mencoba (experimenting), menalar (associating), dan membentuk jejaring (networking).
Gambar 1. Tahap-tahap pembelajaran menggunakan pendekatan ilmiah.
1. Mengamati (Observing)
Mengamati ialah melakukan pengumpulan data tentang fenomena atau peristiwa
dengan menggunakan inderanya. Metode mengamati mengutamakan
kebermak-naan proses pembelajaran (meaningfull learning). Metode ini memiliki
keunggul-an tertentu, seperti menyajikkeunggul-an objek secara nyata sehingga siswa senkeunggul-ang dkeunggul-an
11
antara objek yang dianalisis dengan materi pembelajaran yang digunakan oleh
guru (Tim Penyusun, 2013a).
Dalam kegiatan mengamati, guru membuka kesempatan bagi siswa untuk
melaku-kan pengamatan melalui kegiatan melihat, menyimak, mendengar, dan membaca.
Guru memfasilitasi siswa untuk melakukan pengamatan, melatih mereka untuk
memperhatikan (melihat, membaca, mendengar) hal yang penting dari suatu
benda atau objek. (Tim Penyusun, 2013b).
Kegiatan mengamati dalam pembelajaran dilakukan dengan menempuh
langkah-langkah seperti berikut:
a. Menentukan objek yang akan diobservasi.
b. Membuat pedoman observasi sesuai dengan lingkup objek yang akan diobservasi.
c. Menentukan data-data yang perlu diobservasi, baik primer maupun sekunder.
d. Menentukan di mana tempat objek yang akan diobservasi.
e. Menentukan secara jelas bagaimana observasi akan dilakukan untuk mengumpulkan data agar berjalan mudah dan lancar.
f. Menentukan cara dan melakukan pencatatan atas hasil observasi, seperti menggunakan buku catatan, kamera, tape recorder, video perekam, dan alat-alat tulis lainnya.
Selama proses pembelajaran, siswa dapat melakukan observasi dengan dua cara
pelibatan diri. Kedua cara pelibatan yang dimaksud yaitu observasi berstruktur
dan observasi tidak berstruktur. Pada observasi berstruktur dalam rangka proses
pembelajaran, fenomena subjek, objek, atau situasi apa yang ingin diobservasi
oleh siswa telah direncanakan secara sistematis di bawah bimbingan guru. Pada
observasi yang tidak berstruktur dalam rangka proses pembelajaran, subjek, objek,
atau situasi apa yang ingin diobservasi oleh siswa ditentukan secara baku oleh
guru. Dalam kerangka ini, siswa membuat catatan, rekaman, atau mengingat
12
Prinsip-prinsip yang harus diperhatikan oleh guru dan siswa selama observasi
pembelajaran disajikan berikut:
a. Cermat, objektif, dan jujur serta terfokus pada objek yang diobservasi untuk kepentingan pembelajaran.
b. Banyak atau sedikit serta homogenitas atau heterogenitas subjek, objek, atau situasi yang diobservasi. Makin banyak dan heterogen subjek, objek, atau situasi yang diobservasi, makin sulit kegiatan obervasi itu dilakukan. Sebelum obsevasi dilaksanakan, guru dan siswa sebaiknya menentukan dan menyepakati cara dan prosedur pengamatan.
c. Guru dan siswa perlu memahami apa yang hendak dicatat, direkam, dan sejenisnya, serta bagaimana membuat catatan atas perolehan observasi (Tim Penyusun, 2013a).
2. Menanya (Questioning)
Dalam kegiatan menanya, guru membuka kesempatan secara luas siswa untuk
bertanya mengenai apa yang sudah dilihat, disimak, dibaca atau dilihat pada
ke-giatan mengamati. Guru perlu membimbing siswa untuk dapat mengajukan
per-tanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan hasil pengamatan objek yang
kon-kret sampai kepada yang abstrak berkenaan dengan fakta, konsep, prosedur, atau
pun hal lain yang lebih abstrak. Pertanyaan tersebut dapat bersifat faktual sampai
kepada pertanyaan yang bersifat hipotetik. Dari situasi di mana siswa dilatih
mengajukan pertanyaan oleh guru, siswa tersebut masih memerlukan bantuan
guru untuk mengajukan pertanyaan sampai ke tingkat di mana siswa mampu
mengajukan pertanyaan secara mandiri.
Melalui kegiatan bertanya dikembangkan rasa ingin tahu siswa. Siswa yang
se-makin terlatih dalam bertanya maka rasa ingin tahunya sese-makin dapat
dikem-bangkan. Pertanyaan tersebut menjadi dasar untuk mencari informasi yang lebih
lanjut dan beragam dari sumber yang ditentukan guru sampai yang ditentukan
13
memiliki banyak fungsi dalam kegiatan pembelajaran. Fungsi bertanya adalah
se-bagai berikut:
a. Membangkitkan rasa ingin tahu, minat, dan perhatian siswa tentang suatu tema atau topik pembelajaran.
b. Mendorong dan menginspirasi siswa untuk aktif belajar, serta mengem-bangkan pertanyaan dari dan untuk dirinya sendiri.
c. Mendiagnosis kesulitan belajar siswa sekaligus menyampaikan ancangan untuk mencari solusinya.
d. Menstrukturkan tugas-tugas dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menunjukkan sikap, keterampilan, dan pemahamannya atas subs-tansi pembelajaran yang diberikan.
e. Membangkitkan keterampilan siswa dalam berbicara, mengajukan per-tanyaan, dan memberi jawaban secara logis, sistematis, dan mengguna-kan bahasa yang baik dan benar.
f. Mendorong partisipasi siswa dalam berdiskusi, berargumen, mengem-bangkan kemampuan berpikir, dan menarik simpulan.
g. Membangun sikap keterbukaan untuk saling memberi dan menerima pen-dapat atau gagasan, memperkaya kosa kata, serta mengembangkan tole-ransi sosial dalam hidup berkelompok.
h. Membiasakan siswa berpikir spontan dan cepat, serta sigap dalam meres-pon persoalan yang tiba-tiba muncul.
i. Melatih kesantunan dalam berbicara dan membangkitkan kemampuan berempati satu sama lain (Tim Penyusun, 2013a).
3. Mencoba (Experimenting)
Tindak lanjut dari menanya adalah mencoba. Dalam hal ini, siswa menggali dan
mengumpulkan informasi dari berbagai sumber melalui berbagai cara. Untuk itu
siswa dapat membaca buku yang lebih banyak, memperhatikan fenomena atau
objek yang lebih teliti, atau bahkan melakukan eksperimen. Dari kegiatan
terse-but terkumpul sejumlah informasi yang menjadi dasar bagi kegiatan berikutnya
yaitu menalar (Tim Penyusun, 2013c).
Untuk memperoleh hasil belajar yang nyata atau otentik, siswa harus mencoba
atau melakukan percobaan, terutama untuk materi atau substansi yang sesuai.
Pada mata pelajaran IPA, peserta siswa memahami konsep-konsep IPA dan
14
proses untuk mengembangkan pengetahuan tentang alam sekitar, serta mampu
menggunakan metode ilmiah dan bersikap ilmiah untuk memecahkan
masalah-masalah yang dihadapinya sehari-hari.
Aplikasi metode eksperimen atau mencoba dimaksudkan untuk mengembangkan
berbagai ranah tujuan belajar, yaitu sikap, keterampilan, dan pengetahuan.
Akti-vitas pembelajaran yang nyata untuk ini adalah: (1) menentukan tema atau topik
sesuai dengan kompetensi dasar menurut tuntutan kurikulum; (2) mempelajari
cara-cara penggunaan alat dan bahan yang tersedia dan harus disediakan; (3)
mempelajari dasar teoritis yang relevan dan hasil-hasil eksperimen sebelumnya;
(4) melakukan dan mengamati percobaan; (5) mencatat fenomena yang terjadi,
menganalisis, dan menyajikan data; (6) menarik simpulan atas hasil percobaan;
dan (7) membuat laporan dan mengkomunikasikan hasil percobaan.
4. Menalar (Associating)
Istilah “menalar” dalam kerangka proses pembelajaran dengan pendekatan ilmiah
yang dianut dalam kurikulum 2013 digunakan untuk menggambarkan bahwa guru
dan siswa merupakan pelaku aktif. Penalaran adalah proses berpikir yang logis
dan sistematis atas fakta-kata empiris yang dapat diobservasi untuk memperoleh
simpulan berupa pengetahuan. Penalaran dimaksud merupakan penalaran ilmiah,
meski penalaran nonilmiah tidak selalu tidak bermanfaat.
Istilah aktivitas menalar dalam konteks pembelajaran pada kurikulum 2013
dengan pendekatan ilmiah banyak merujuk pada teori belajar asosiasi atau
pem-belajaran asosiatif. Pengalaman-pengalaman yang sudah tersimpan di memori
otak berelasi dan berinteraksi dengan pengalaman sebelumnya yang sudah
15
Dalam kegiatan ini, siswa melakukan pemrosesan informasi untuk menemukan
keterkaitan satu informasi dengan informasi lainnya, menemukan pola dari
keter-kaitan informasi dan bahkan mengambil berbagai kesimpulan dari pola yang
di-temukan (Tim Penyusun 2013c).
5. Membentuk Jejaring (Networking)
Membentuk jejaring atau pembelajaran kolaboratif merupakan suatu filsafat
per-sonal, lebih dari sekadar teknik pembelajaran di kelas-kelas sekolah. Kolaborasi
esensinya merupakan filsafat interaksi dan gaya hidup manusia yang
menempat-kan dan memaknai kerjasama sebagai struktur interaksi yang dirancang secara
baik dan disengaja sedemikian rupa untuk memudahkan usaha kolektif dalam
rangka mencapai tujuan bersama. Jika pembelajaran kolaboratif diposisikan
seba-gai satu falsafah pribadi, maka ia menyentuh tentang identitas siswa terutama jika
mereka berhubungan atau berinteraksi dengan yang lain atau guru.
Dalam situasi kolaboratif itu, siswa berinteraksi dengan empati, saling
menghor-mati, dan menerima kekurangan atau kelebihan masing-masing. Dengan cara
se-macam ini akan tumbuh rasa aman, sehingga memungkin siswa menghadapi
ber-bagai perubahan dan tuntutan belajar secara bersama-sama. Dalam kegiatan ini,
siswa menuliskan atau menceritakan apa yang ditemukan dalam kegiatan mencari
informasi, mengasosiasi, dan menemukan pola. Hasil tersebut disampaikan di
kelas dan dinilai oleh guru sebagai hasil belajar siswa atau kelompok siswa
ter-sebut.
Proses pembelajaran dengan berbasis pendekatan ilmiah harus dipandu dengan
kaidah-kaidah pendekatan ilmiah. Pendekatan ini bercirikan penonjolan dimensi
16
kebenaran. Dengan demikian, proses pembelajaran harus dilaksanakan dengan
dipandu nilai-nilai, prinsip-prinsip, atau kriteria ilmiah. Berikut beberapa kriteria
dalam pendekatan ilmiah:
1. Materi pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat di-jelaskan dengan logika atau penalaran tertentu; bukan sebatas kira-kira, khayalan, legenda, atau dongeng semata.
2. Penjelasan guru, respon siswa, dan interaksi edukatif guru-siswa terbebas dari prasangka yang serta-merta, pemikiran subjektif, atau penalaran yang menyimpang dari alur berpikir logis.
3. Mendorong dan menginspirasi siswa berpikir secara kritis, analistis, dan tepat dalam mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah, dan mengaplikasikan materi pembelajaran.
4. Mendorong dan menginspirasi siswa mampu berpikir hipotetik dalam me-lihat perbedaan, kesamaan, dan tautan satu sama lain dari materi pem-belajaran.
5. Mendorong dan menginspirasi siswa mampu memahami, menerapkan, dan mengembangkan pola berpikir yang rasional dan objektif dalam merespon materi pembelajaran.
6. Berbasis pada konsep, teori, dan fakta empiris yang dapat dipertanggung-jawabkan.
7. Tujuan pembelajaran dirumuskan secara sederhana dan jelas, namun me-narik sistem penyajiannya.
Proses pembelajaran pendekatan ilmiah menyentuh tiga ranah, yaitu sikap,
penge-tahuan, dan keterampilan. Integrasi dari ketiga ranah tersebut seperti terlihat pada
gambar berikut ini:
1. Ranah sikap menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar siswa “tahu mengapa”.
2. Ranah keterampilan menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar siswa “tahu bagaimana”.
3. Ranah pengetahuan menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar siswa “tahu apa”.
17
Hasil akhirnya adalah peningkatan dan keseimbangan antara kemampuan untuk
menjadi manusia yang baik (soft skills) dan manusia yang memiliki kecakapan
dan pengetahuan untuk hidup secara layak (hard skills) dari siswa yang meliputi aspek kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Pada penelitian ini yang
akan dijadikan tolak ukur adalah kemampuan berpikir kreatif (Tim Penyusun, 2013a).
Sebuah proses pembelajaran yang digenjot oleh seorang guru di kelasnya akan
dapat disebut saintifik bila proses pembelajaran tersebut memenuhi
kriteria-kriteria berikut ini:
1) Substansi atau materi pembelajaran benar-benar berdasarkan fakta atau fenomena yang dapat dijelaskan dengan logika atau penalaran tertentu; bukan sebatas kira-kira, khayalan, legenda, atau dongeng semata. 2) Penjelasan guru, respon peserta didik, dan interaksi edukatif
guru-peserta didik harus terbebas dari prasangka yang serta-merta, pe-mikiran subjektif, atau penalaran yang menyimpang dari alur berpikir logis.
3) Mendorong dan menginspirasi peserta didik berpikir secara kritis, analitis, dan tepat dalam mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah, dan mengaplikasikan substansi atau materi pembelajaran. 4) Mendorong dan menginspirasi peserta didik mampu berpikir
hipo-tetik (membuat dugaan) dalam melihat perbedaan, kesamaan, dan tautan satu dengan yang lain dari substansi atau materi pembelajaran. 5) Mendorong dan menginspirasi peserta didik mampu memahami,
me-nerapkan, dan mengembangkan pola berpikir yang rasional dan objek-tif dalam merespon substansi atau materi pembelajaran.
6) Berbasis pada konsep, teori, dan fakta empiris yang dapat dipertanggung-jawabkan.
7) Tujuan pembelajaran dirumuskan secara sederhana, jelas, dan menarik sistem penyajiannya.
Konsep Pendekatan Scientific dalam Kurikulum 2013. Pada penerapan
(imple-mentasi Kurikulum 2013) di lapangan, guru salah satunya harus menggunakan
pendekatan saintifik (saintifik), karena pendekatan ini lebih efektif hasilnya
18
C. Taksonomi Bloom
Bloom (Filsaime, 2008) mendaftar enam tingkatan berpikir kritis dari tingkatan
berpikir kritis yang paling sederhana sampai yang paling kompleks. Daftar
ter-sebut mulai dalam pengetahuan dan bergerak atas menuju penguasaan, aplikasi,
analisis, sintesis dan evaluasi. Pendagogi berpikir kritis selalu mengacu pada teori
Bloom. Menurut Bloom, seseorang harus menguasai satu tingkatan berpikir
se-belum dia bisa menuju ke tingkatan atas berikutnya. Alasannya adalah kita tidak
bisa meminta seseorang untuk mengevaluasi jika dia tidak mengetahui, tidak
me-mahaminya, tidak bisa menginterprestasikannya, tidak bisa menerapkannya, dan
tidak bisa menganalisisnya.
Gambar 3. Taksonomi Bloom Revisi
1. Mengingat (remembering)
Mengingat kembali pengetahuan yang diperoleh oleh ingatan jangka panjang.
Adapun proses dalam ranah kognitif ini adalah:
1.1. Mengenali (recognizing) atau mengindentifikasi yaitu menemukan pe-ngetahuan dari ingatan jangka panjang yang sesuai dengan materi yang disajikan
19
2. Memahami (understand)
Membangun pengertian atau makna dari pesan berupa perintah atau intruksi,
termasuk secara lisan, tertulis dan hubungan dengan kejadian yang
sebenar-nya atau dalam bentuk gambar. Adapun proses dalam ranah kognitif tingkat
ini meliputi:
2.1. Menafsirkan (interpreting) atau mengartikan/menggambarkan ulang yaitu mengubah dari suatu bentuk gambaran ke bentuk lain.
2.2. Memberi contoh (exampliying) yaitu menemukan contoh yang sesuai dan cocok atau mengilustrasikan suatu konsep
2.3. Mengklasifikasikan (classifying) yaitu menentukan konsep yang ada pada suatu materi atau kategori.
2.4. Meringkas (summarizing) yaitu meringkas suatu bagian yang umum atau poin-poin utama dari suatu tema
2.5. Menduga (inferring) atau mengambil kesimpulan yaitu menggambarkan kesimpulan secara nyata dari informasi yang disajikan.
2.6. Membandingkan (compairing) yaitu mendeteksi atau mencari kesesuai-an kesesuai-antara dua ide, objek dkesesuai-an hal-hal ykesesuai-ang serupa.
2.7. Menjelaskan (explaining) yaitu membangun hubungan sebab-akibat dari suatu sistem
3. Mengaplikasikan (apply)
3.1. Menjalankan (executing) yaitu menerapkan suatu cara yang telah dikenal untuk tugas yang telah biasa dijumpai.
3.2. Mengimplementasikan (implementing) yaitu menggunakan cara yang telah ada untuk menyelesaikan tugas yang belum dikenal sebelumnya.
4. Menganalisis (analyze)
4.1. Membedakan (differentiating) yaitu membedakan bagian yang memiliki hubungan dengan bagian yang tidak memiliki hubungan atau memisah-kan bagian yang penting dengan bagian yang tidak penting dari materi yang telah disajikan.
4.2. Mengorganisir (organizing) yaitu menentukan bagaimana suatu unsur atau fungsi sesuai dengan strukturnya.
4.3. Menemukan makna tersirat (attributing) yaitu menentukan pokok per-masalahan, bias, nilai atau maksud tersembunyi dari materi yang ada.
5. Evaluasi (evaluate)
5.1. Memeriksa (checking) yaitu menemukan ketidaksesuaian atau kesalahan antara proses dan hasil, menemukan bahwa proses dan hasil memiliki kesesuaian, mengawasi ketidakefektifan suatu cara dalam penerapan 5.2. Mengkritik (critiquing) yaitu menemukan ketidaksesuaian antara hasil
dan criteria dari luar, menemukan bahwa hasil sesuai atau tidak,
menemukan kesalahan dari suatu cara yang menyebabkan suatu masalah.
20
6.1. Merumuskan (generating) yaitu membuat hipotesis atau dugaan sementara sebagai alternative berdasarkan criteria yang ada.
6.2. Merencanakan (planning) atau mendesain yaitu merencanakan cara untuk menyelesaikan tugas
6.3. Memproduksi (producing) yaitu menemukan atau menghasilkan suatu produk
Dalam berbagai aspek dari setelah melalui revisi, taksonomi Bloom tetap
meng-gambarkan suatu proses pembelajaran, cara kita memproses suatu informasi
se-hingga dapat dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari. Beberapa prinsip di
antaranya adalah:
1) Sebelum kita memahami sebuah konsep maka kita harus mengingatnya terlebih dahulu
2) Sebelum kita menerapkan maka kita harus memahaminya terlebih dahulu
3) Sebelum kita mengevaluasi dampaknya maka kita harus mengukur atau menilai
4) Sebelum kita berkreasi sesuatu maka kita harus menginga, memahami, mengaplikasikan, menganalisis, dan mengevaluasi, serta memper-baharui.
Ditinjau dari tingkat kesulitan dan kerumitannya, keterampilan berpikir dibagi
menjadi dua kelompok, yaitu keterampilan berpikir dasar dan keterampilan
ber-pikir kompleks. Berber-pikir tingkat tinggi berbeda dengan berber-pikir biasa. Berber-pikir
biasa tidak mempunyai standar dan sederhana, sedangkan berpikir tingkat lebih
kompleks dan berdasarkan standar objektif, kegunaan atau kemantapan.
Perkem-bangan setiap kecerdasan dapat ditransformasikan ke dalam bentuk taksonomi
ke-mampuan kognitif. Disajikan dalam bentuk tabel yang menjelaskan proses
ber-pikir di dalam ber-pikiran ke dalam domain kecerdasan yang berbeda pada tingkat
pe-mikiran yang berbeda berdasarkan versi sederhana taksonomi Bloom (Rustaman,
2011).
Menganalisis merupakan memecahkan suatu permasalahan dengan memisahkan
21
tersebut dan mencari tahu bagaimana keterkaitan tersebut dapat menimbulkan
per-masalahan. Kemampuan menganalisis merupakan jenis kemampuan yang banyak
dituntut dari kegiatan pembelajaran di sekolah-sekolah. Berbagai mata pelajaran
menuntut siswa memiliki kemampuan menganalisis dengan baik. Tuntutan
ter-hadap siswa untuk memiliki kemampuan menganalisis sering kali cenderung lebih
penting daripada dimensi proses kognitif yang lain seperti mengevaluasi dan
men-ciptakan. Kegiatan pembelajaran sebagian besar mengarahkan siswa untuk
mampu membedakan fakta dan pendapat, menghasilkan kesimpulan dari suatu
informasi pendukung (Gunawan, 2012).
Menurut Ennis (dalam Maulana, 2008 : 4) berpikir kritis bertujuan untuk
men-capai penilaian yang kritis terhadap apa yang akan kita terima atau apa yang akan
kita lakukan dengan alasan yang logis. Dengan berpikir kritis, seseorang dapat
mengambil keputusan untuk bertindak lebih tepat. Orang yang berpikir kritis
ada-lah individu yang berpikir, bertindak secara normatif, dan siap bernalar tentang
kualitas dari apa yang mereka lihat, dengar, atau yang mereka pikirkan. Dari
defi-nisi di atas dapat dikatakan bahwa berpikir kritis adalah berpikir secara beralasan
dengan menekankan pada pembuatan keputusan tentang apa yang harus
diperca-yai atau dilakukan, melalui tahapan – tahapan menganalisis, mensintesis,
me-ngenal masalah dan pemecahannya,menyimpulkan, dan menilai.
Menurut Costa dalam Liliasari (2007) membagi keterampilan berpikir menjadi
dua, yaitu keterampilan berpikir dasar dan keterampilan berpikir kompleks atau
tingkat tinggi. Berpikir kompleks atau tingkat tinggi dapat dikategorikan menjadi
empat kelompok, yaitu pemecahan masalah, pembuatan keputusan, berpikir kritis,
dan berpikir kreatif. Diantara proses berpikir tingkat tinggi, salah satu yang
Ber-22
pikir kritis sangat diperlukan oleh setiap individu untuk menyikapi permasalahan
kehidupan yang dihadapi. Berpikir kritis membuat seseorang dapat mengatur,
menyesuaikan, mengubah atau memperbaiki pikirannya sehingga dia dapat
ber-tindak lebih cepat. Seseorang di-katakan berpikir kritis, apabila ia mencoba untuk
membuat berbagai pertimbangan ilmiah untuk menentukan pilihan terbaik dengan
menggunakan berbagai kriteria. Berpikir kritis berbeda dengan berpikir biasa.
Berpikir biasa tidak mempunyai standar dan sederhana, sedangkan berpikir kritis
lebih komplek dan berdasarkan standar objektif, kegunaan atau kemantapan.
Ada tiga proses kognitif yang tercakup dalam menganalisis yaitu membedakan
(differentiating), mengorganisir (organizing), dan menghubungkan makna tersirat (attributing). Lebih lanjut Anderson (2011) menyatakan bahwa membedakan
(differentiating) merupakan kegiatan berpikir membedakan bagian-bagian yang menyusun suatu struktur berdasarkan relevansi, fungsi dan penting tidaknya.
Membedakan (differentiating) berbeda dari membandingkan (compairing). Mem-bedakan menuntut adanya kemampuan untuk menentukan mana yang relevan /
esensial dari suatu perbedaan terkait dengan struktur yang lebih besar. Sedangkan
mengorganisasi (organizing) adalah mengidentifikasi unsur-unsur suatu keadaan dan mengenali bagaimana unsur-unsur tersebut terkait satu sama lain untuk
mem-bentuk suatu struktur yang padu. Dan menghubungkan pesan tersirat (attributing) meliputi ketika siswa menemukan sudut pandang, bias, dan tujuan dari suatu
bentuk komunikasi.
Pada penelitian ini yang akan dijadikan tolak ukur kemampuan berpikir kritis
23
D. Analisis Konsep Hidrolisis garam
Herron et al. (1977) dalam Fadiawati (2011) berpendapat bahwa belum ada defi-nisi tentang konsep yang diterima atau disepakati oleh para ahli, biasanya konsep
disamakan dengan ide. Markle dan Tieman dalam Fadiawati (2011)
mendefinisi-kan konsep sebagai sesuatu yang sungguh-sungguh ada. Mungkin tidak ada
satu-pun definisi yang dapat mengungkapkan arti dari konsep. Untuk itu diperlukan
suatu analisis konsep yang memungkinkan kita dapat mendefinisikan konsep,
se-kaligus menghubungkan dengan konsep-konsep lain yang berhubungan.
Lebih lanjut lagi, Herron et al. (1977) dalam Fadiawati (2011) mengemukakan
bahwa analisis konsep merupakan suatu prosedur yang dikembangkan untuk
me-nolong guru dalam merencanakan urutan-urutan pengajaran bagi pencapaian
konsep. Analisis konsep dilakukan melalui tujuh langkah, yaitu menentukan
nama atau label konsep, definisi konsep, jenis konsep, atribut kritis, atribut
24 Tabel 1. Analisis Konsep Materi Hidrolisis Garam
No Nama/ Label
Definisi Jenis Konsep
Atribut Konsep Posisi Konsep
Contoh Non
Contoh Kritis Variabel
Super
Ordinat Ordinat
25
No Nama/ Label
Definisi Jenis Konsep
Atribut Konsep Posisi Konsep
Contoh Non
Contoh Kritis Variabel
Super
Ordinat Ordinat
26
No Nama/ Label
Definisi Jenis Konsep
Atribut Konsep Posisi Konsep
Contoh Non
Contoh Kritis Variabel
Super
Ordinat Ordinat
Sub
27
No Nama/ Label
Definisi Jenis Konsep
Atribut Konsep Posisi Konsep
Contoh Non
Contoh Kritis Variabel
Super
Ordinat Ordinat
Sub
28
No Nama/ Label
Definisi Jenis Konsep
Atribut Konsep Posisi Konsep
Contoh Non
Contoh Kritis Variabel
Super
Ordinat Ordinat
Sub
29
No Nama/ Label
Definisi Jenis Konsep
Atribut Konsep Posisi Konsep
Contoh Non
Contoh Kritis Variabel
Super
Ordinat Ordinat
Sub
Penyangga Tetapan
30
No Nama/ Label
Definisi Jenis Konsep
Atribut Konsep Posisi Konsep
Contoh Non
Contoh Kritis Variabel
Super
Ordinat Ordinat
Sub Ordinat
garam yang menghidrolis is air
9,18 H = 1,8
31 E. Kerangka Pemikiran
Pembelajaran menggunakan pendekatan saintifik, terutama dalam membelajarkan materi
hidrolisis garam, merupakan pembelajaran yang mengadopsi dari metode saintifik. Pendekatan
saintifik dalam pembelajaran didalamnya mencakup komponen: mengamati (observing), menanya (questioning), mencoba (experimenting), menalar (associating), dan membentuk
jejaring (networking).
Pada tahap awal pembelajaran dengan pendekatan saintifik ialah mengamati (ob-serving), siswa
diberikan tabel berupa beberapa larutan garam yang telah diukur pHnya menggunakan indikator
universal. Kemudian siswa diminta untuk memahami, mengidentifikasi dan menemukan data
berdasarkan fenomena tersebut. Dengan melakukan pengamatan fenomena secara langsung
siswa dilatihkan untuk mampu membedakan fakta dengan pendapat dari suatu peristiwa yang
terjadi. Setelah mengamati fenomena, siswa akan menemukan hal-hal yang tidak mereka
pahami sehingga dalam diri siswa muncul berbagai pertanyaan.
Tahap selanjutnya ialah menanya (questioning). Pada tahap ini, siswa diminta menuliskan hal-hal yang tidak mereka pahami dalam bentuk pertanyaan-pertanya-an. Langkah selanjutnya ialah
mencoba (experimenting), pada tahap ini, siswa diminta untuk merancang sebuah percobaan dan melakukan percobaan yang telah mereka rancang sendiri. Dalam merancang percobaan, siswa
diminta menentukan variabel-variabel percobaan, menyusun prosedur percobaan, dan kemudian
me-nentukan alat serta bahan yang digunakan dalam percobaan. Melalui kegiatan ini siswa
akan dilatihkan untuk menemukan perbedaan dari suatu fenomena yang terjadi berdasarkan
relevansinya terhadap struktur yang lebih besar, yang merupakan indikator keterampilan
32 memperoleh berbagai informasi yang akan digunakan untuk menjawab pertanyaan pada tahap
selanjutnya.
Langkah berikutnya yaitu menalar (associating) dalam hal ini menganalisis data percobaan. Pada tahap ini, siswa diberikan pertanyaan dalam bentuk soal diskusi. Siswa menganalisis data
dan informasi yang diperoleh dari langkah-langkah sebe-lumnya untuk menemukan keterkaitan
satu informasi dengan informasi lainnya sehingga dapat menemukan suatu kesimpulan. Pada
langkah ini, siswa dilatih untuk mengenali, memahami, dan menanggapi suatu masalah dari
informasi maupun data yang diperoleh.
Langkah terakhir adalah membentuk jejaring (networking). Membentuk jejaring dapat berupa
mengkomunikasikan hasil diskusi yang telah dilakukan bersama anggota kelompoknya yaitu
presentasi hasil diskusi di depan kelas. Pada tahap ini, siswa dapat menemukan kebenaran suatu
pertanyaan atau kebenaran suatu rencana penyelesaian masalah serta mempunyai alasan yang
dapat dipertanggung-jawabkan untuk mencapai suatu keputusan. Hal ini karena ketika presentasi
hasil diskusi, siswa diminta memberikan tanggapan dengan sopan terhadap presentasi temannya.
Berdasarkan uraian dan langkah-langkah di atas dengan diterapkannya pembel-ajaran
menggunakan pendekatan saintifikpada materi hidrolisis garam akan dapat meningkatkan
33 F. Anggapan Dasar
Beberapa hal yang menjadi anggapan dasar dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Tingkat kedalaman dan keluasan materi yang dibelajarkan sama;
2. Perbedaan keterampilan membedakan pada materi hidrolisis garam semata-mata karena
perbedaan perlakuan dalam proses pembelajaran;
3. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi peningkatan keterampilan membedakan materi
pokok larutan hidrolisis garam siswa kelas XI semester genap SMA Negeri 3
Bandarlampung T.A. 2014-2015 diabaikan.
G. Hipotesis Penelitian
Hipotesis umum dalam penelitian ini adalah penggunaaan pendekatan saintifik efektif dalam
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas XI MIA SMA Negeri 3
Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2014-2015 yang berjumlah 153 siswa. Siswa
tersebut merupakan satu kesatuan populasi, karena adanya kesamaan-kesamaan
sebagai berikut:
a. Siswa-siswa tersebut berada dalam lima kelas yang sama, yaitu kelas XI MIA
SMA Negeri 3 Bandar Lampung.
b. Siswa-siswa tersebut berada dalam semester yang sama, yaitu semester genap.
c. Dalam pelaksanaan pengajarannya, siswa-siswa tersebut diajar dengan
kuri-kulum 2013 dan jumlah jam belajar yang sama (empat jam pelajaran dalam
setiap minggu).
2. Sampel
Pengambilan sampel dilakukan dengan teknikpurposive sampling. Purposive samplingyaitu teknik pengambilan sampel yang didasarkan pada suatu
pertim-bangan tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri berdasarkan ciri atau sifat-sifat
populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Syaodih, 2009). Dalam
pelaksanaan-nya, peneliti meminta bantuan guru bidang studi kimia untuk memperoleh
35
dijadikan sampel penelitian yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol. Peneliti
mendapatkan kelas XI MIA 4 dan XI MIA 5 sebagai sampel penelitian.
Kemudi-an peneliti menetapkKemudi-an kelas XI MIA 4 sebagai kelas kontrol, sedKemudi-angkKemudi-an kelas XI
MIA 5 sebagai kelas eksperimen.
B. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
pen-dukung. Data primer berupa data nilai tes kemampuan membedakan sebelum
pe-nerapan pembelajaran (pretes) dan data nilai tes kemampuan membedakan setelah
penerapan pembelajaran (postes). Sedangkan data pendukung berupa data afektif,
data psikomotor dan data kinerja guru. Data penelitian ini bersumber dari seluruh
siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol.
C. Metode dan Desain Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah kuasi eksperimen dengan desainNon Equivalence Control Group Design(Creswell, 1997). Ditunjukkan pada tabel
berikut:
Tabel 2. Desain Penelitian
Kelas Pretes Perlakuan Postes
Kelas kontrol O1 - O2
Kelas eksperimen O1 X O2
Keterangan:
O1 : Kelas kontrol dan eksperimen diberi pretes
X : Perlakuan berupa penerapan pembelajaran pendekatan saintifik O2 : Kelas kontrol dan eksperimen diberi postes
Non Equivalence Control Group Designhampir sama denganPretest-Posttest Control Group Design,hanya saja pada desain ini kelompok eksperimen maupun
36
eksperimental maupun kelompok kontrol dibandingkan, kendati kelompok
terse-but dipilih dan ditempatkan tanpa melalui random. Dua kelompok yang ada
di-beri pretes, kemudian didi-berikan perlakuan, dan terakhir didi-berikan postes (James,
1973).
D. Variabel Penelitian
Penelitian ini terdiri dari satu variabel bebas dan satu variabel terikat. Sebagai
va-riabel bebas adalah pendekatan pembelajaran yang digunakan, yaitu pembelajaran
menggunakan pendekatan ilmiah dan pembelajaran konvensional. Sebagai
varia-bel terikat adalah kemampuan membedakan pada materi pokok hidrolisis garam
kelas XI MIA SMA Negeri 3 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2014-2015.
E. Instrumen Penelitian
Instrumen adalah alat yang berfungsi mempermudah pelaksanaan sesuatu.
Instru-men pengumpulan data merupakan alat yang digunakan oleh pengumpul data
un-tuk melaksanakan tugasnya mengumpulkan data (Arikunto, 2004). Pada
peneliti-an ini, instrumen ypeneliti-ang digunakpeneliti-an peneliti-antara lain adalah silabus, rencpeneliti-ana pelakspeneliti-anapeneliti-an
pembelajaran (RPP), LKS kimia yang menggunakan pendekatan saintifik pada
materi hidrolisis garam sejumlah 3 LKS, soal pretes dan soal postes yang berupa
soal uraian yang mewakili kemampuan membedakan,lembar penilaian afektif, lembar penilaian psikomotor, lembar observasi kinerja guru.
Agar data yang diperoleh sahih dan dapat dipercaya, maka instrumen yang
digu-nakan harus valid. Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur
apa yang diinginkan dan dapat mengungkap data dari variabel yang diteliti secara
37
instrumen. Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang
di-inginkan dan dapat mengungkap data dari variabel yang diteliti secara tepat.
Pengujian instrumen penelitian ini menggunakan validitas isi. Pengujian
kevali-dan isi ini dilakukan dengan carajudgment. Dalam hal ini pengujian dilakukan dengan menelaah kisi-kisi, terutama kesesuaian antara tujuan penelitian, tujuan
pengukuran, indikator keterampilan, dan butir-butir pertanyaannya. Bila antara
unsur-unsur itu terdapat kesesuaian, maka dapat dinilai bahwa instrumen dianggap
valid untuk digunakan dalam mengumpulkan data sesuai kepentingan penelitian
yang ber-sangkutan. Oleh karena dalam melakukanjudgmentdiperlukan keteliti-an dketeliti-an keahliketeliti-an penilai, maka peneliti meminta ahli untuk melakukketeliti-annya. Dalam
hal ini dilakukan oleh Ibu Dra. Nina Kadaritna, M.Si. dan Ibu Emmawaty Sofya,
S.Si., M.Si. sebagai dosen pembimbing untuk mengujinya.
F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian
Langkah-langkah yang digunakan penelitian ini adalah:
1. Pra-penelitian
Prosedur pra-penelitian terdiri dari beberapa tahap, yaitu:
a. Meminta izin kepada Kepala SMA Negeri 3 Bandar Lampung untuk
me-laksanakan penelitian
b. Mengadakan observasi ke sekolah tempat penelitian untuk mendapatkan
informasi tentang data siswa, karakteristik siswa, jadwal dan
sarana-pra-sarana yang ada di sekolah yang dapat digunakan sebagai sarana-pra-sarana
pendu-kung pelaksanaan penelitian.
38
2. Pelaksanaan Penelitian
Prosedur pelaksanaan penelitian terdiri dari beberapa tahap, yaitu:
a. Tahap persiapan, peneliti menyusun analisis KI-KD-indikator, analisis
konsep, silabus, RPP, LKS, kisi-kisi soal pretes dan postes,soal pretes dan postes,lembar penilaian afektif, lembar penilaian psikomotor, dan lembar kinerja guru.
b. Validasi instrumen, dalam hal ini dilakukan oleh ibu Ibu Dra. Nina
Kadaritna, M.Si. dan Ibu Emmawati Sofya, S.Si., M.Si. sebagai dosen
pembimbing untuk mengujinya.
c. Tahap pelaksanaan penelitian, adapun prosedur pelaksanaan penelitian
adalah (1) melakukan pretes dengan soal-soal yang sama pada kelas kotrol
dan kelas eksperimen; (2) melaksanakan kegiatan pembelajaran pada
materi hidrolisis garam sesuai dengan pembelajaran yang telah ditetapkan
di masing-masing kelas, pembelajaran pendekatan saintifik diterapkan di
kelas eksperimen serta pembelajaran konvensional diterapkan di kelas
kontrol; (3) melakukan postes dengan soal-soal yang sama pada kelas
eks-perimen dan kelas kontrol; dan
3. Analisis dan pelaporan
Analisis data dan pelaporan pada penelitian ini terdiri dari beberapa tahap,
yaitu:
a. Menganalisis jawaban tes tertulis siswa yang berupa hasil pretes dan
postes.
b. Melakukan pembahasan terhadap hasil penelitian dan penarikan
39
Adapun langkah-langkah penelitian tersebut ditunjukkan pada alur penelitian
sebagai berikut:
Gambar 4. Alur penelitian
Pra-Penelitian 2. Observasi Pendahuluan
3. Menentukan populasi dan sampel 1. Meminta izin ke SMA
kelas eksperimen pembelajaran
pendekatan saintifik kelas kontrol
pembelajaran konvensional
pretes
postes
3. Pelaksanaan penelitian
1. Analisis data
2. Pembahasan
Analisis dan Pelaporan
3. Kesimpulan
Pelaksanaan Penelitian 1. Pembuatan instrumen
40
G. Hipotesis Kerja
Hipotesis kerja pada penelitian ini adalah rata-ratan-Gainkemampuan membeda-kan pada materi hidrolisis garam pada kelas yang diterapmembeda-kan pembelajaran
meng-gunakan pendekatan saintifik lebih tinggi daripada rata-ratan-Gainkemampuan
membedakan pada kelas yang diterapkan pembelajaran konvensional.
H. Teknik Analisis Data dan Pengujian Hipotesis
1. Teknik analisis data
Tujuan analisis data adalah untuk memberikan makna atau arti yang digunakan
untuk menarik suatu kesimpulan yang berkaitan dengan masalah, tujuan, dan
hi-potesis yang telah dirumuskan sebelumnya.
a. Perhitungan nilai siswa
Salah satu data primer yang diperoleh pada penelitian ini adalah skor kemampuan
membedakan sebelum penerapan pembelajaran pretes dan skor tes kemampuan
berpikir kritis setelah penerapan pembelajaran (postes). Skor pretes dan postes
ini selanjutnya diubah menjadi nilai. Nilai pretes dan postes pada penilaian ke-mampuan membedakan secara operasional dirumuskan sebagai berikut:
100 x maksimal
skor Jumlah
diperoleh yang
jawaban skor
Jumlah siswa
Nilai ………...(1)
Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan menghitungn-Gain, yang
selan-jutnya digunakan pengujian hipotesis.
b. Perhitungann-Gain
Untuk mengetahui kemampuan membedakan pada materi pokok hidrolisis garam
41
konvensional, maka dilakukan analisis skor gain ternormalisasi. Menurut Meltzer
(2002), besarnya perolehan dihitung dengan rumusnormalized gain, yaitu:
= nilai postes nilai pretes
nilai maksimum nilai pretes
Datagainternormalisasi yang diperoleh diuji normalitas dan homogenitasnya,
ke-mudian digunakan sebagai dasar dalam menguji hipotesis penelitian.
2. Pengujian hipotesis
Pengujian hipotesis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji
ke-samaan dua rata-rata dan uji perbedaan dua rata-rata. Uji keke-samaan dua rata-rata
dilakukan pada nilai pretes kemapuan membedakan pada kelas kontrol dan kelas
eksperimen. Sedangkan uji perbedaan dua rata-rata dilakukan pada n-Gain kema-mpuan membedakan siswa pada materi pokok hidrolisis garam. Sebelum
dilaku-kan uji kesamaan dan perbedaan dua rata-rata, ada uji pra-syarat yang harus
di-lakukan, yaitu uji normalitas dan uji homogenitas.
a. Uji normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah sampel berasal dari populasi
yang berdistribusi normal atau tidak dan untuk menentukan uji selanjutnya apakah
memakai statistik parametrik atau non parametrik. Hipotesis untuk uji normalitas:
H0= sampel yang berasal dari populasi yang berdistribusi normal
H1= sampel yang berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal
Untuk uji normalitas data digunakan rumus sebagai berikut :
=
( ) ………(3)Keterangan :
= uji Chi-kuadrat fo = frekuensi observasi
42
fe = frekuensi harapan
Data akan berdistribusi normal jika χ2hitung≤ χ2tabel dengan taraf signifikan 5%
dan derajat kebebasan dk = k–3 (Sudjana, 2005).
b. Uji homogenitas
Uji homogenitas dilakukan untuk memperoleh asumsi bahwa sampel penelitian
berasal dari kondisi yang sama atau homogen, yang selanjutnya untuk
menentu-kan statistik-t yang amenentu-kan digunamenentu-kan dalam pengujian hipotesis. Uji homogenitas
dilakukan dengan menyelidiki apakah kedua sampel mempunyai varians yang
sa-ma atau tidak.
Untuk uji homogenitas dua peubah terikat digunakan rumus yang terdapat dalam
Sudjana (2005) :
kecil
Varian ter
terbesar
Varians
F
Keterangan :
F = Kesamaan dua varians S = Simpangan baku x=n-Gainsiswa
= rata-ratan-Gain n = jumlah siswa
Hipotesis yang digunakan dalam uji homogenitas adalah sebagai berikut:
H0:σ12 σ22 (kedua kelas penelitian mempunyai variansi yang homogen)
H1:σ12 σ22 (kedua kelas penelitian mempunyai variansi yang tidak homogen)
Kriteria uji: tolak H0jikaF F½ ( , ) atauF F denganF½ ( , )
didapat dari distribusi F dengan peluang½α, derajat kebebasan = 1dan
= 1. α = taraf nyata. Dalam hal lainnya H0diterima.
s =
( ) …...(4)43
c. Uji kesamaan dua rata-rata
Uji kesamaan dua rata-rata digunakan untuk menentukan apakah pada awalnya
kedua kelas penelitian memiliki kemampuan membedakan yang berbeda secara
signifikan atau tidak. Uji kesamaan dua rata-rata dalam penelitian ini
mengguna-kan analisis statistik, yaitu uji-t. Hipotesis dirumusmengguna-kan dalam bentuk pasangan
hipotesis nol (H0) dan hipotesis alternatif (H1).
Rumusan Hipotesis:
H0: µ1x= µ2x : Rata-rata nilai pretes kemampuan membedakan siswa pada kelas
kontrol sama dengan rata-rata nilai pretes kemampuan
membeda-kan siswa pada kelas eksperimen pada materi hidrolisis garam.
H1: µ1x≠µ2x : Rata-rata nilai pretes kemampuan membedakan siswa pada kelas
kontrol tidak sama dengan rata-rata nilai pretes kemampuan
mem-bedakan siswa pada kelas eksperimen pada materi hidrolisis
garam.
Keterangan:
µ1 : Rata-rata nilai pretes (x) pada kelas kontrol pada materi hidrolisis garam.
µ2 : Rata-rata nilai pretes (x) pada kelas eksperimen pada materi hidrolisis garam.
x : kemampuan membedakan.
Data yang diperoleh berdistribusi normal dan homogen ( = ), maka penguji
an menggunakan uji statistik parametrik, yaitu menggunakan uji-t dalam Sudjana
(2005) yang dirumuskan sebagai berikut:
t = s =( ) ( )
Keterangan:
thitung= Kesamaan dua rata-rata.
= Rata-rata nilai pretes kemampuan membedakan siswa pada kelas kontrol pada materi hidrolisis garam.
= Rata-rata nilai pretes kemampuan membedakan siswa pada kelas eksperimen pada materi hidrolisis garam.
= Simpangan baku gabungan. = Jumlah siswa pada kelas kontrol.
44
= Jumlah siswa pada kelas eksperimen. = Simpangan baku siswa pada kelas kontrol. = Simpangan baku siswa pada kelas eksperimen.
Dengan kriteria uji : terima H0jika -t(1-1 2α)< t < t(1-1 2α)dengan derajat
kebe-basan d(k) = n1+ n2– 2 pada taraf signifikan α = 5% dan peluang (1-1 2α ).
Untuk harga t lainnya H0ditolak.
d. Uji perbedaan dua rata-rata
Uji perbedaan dua rata-rata digunakan untuk menentukan seberapa efektif
perla-kuan terhadap sampel dengan melihatn-Gainkemampuan membedakan pada ma-teri hidrolisis garam yang lebih tinggi antara pembelajaran menggunakan
pende-katan saintifik dengan pembelajaran konvensional dari siswa SMA Negeri 3
Bandar Lampung. Uji perbedaan dua rata-rata dalam penelitian ini menggunakan
analisis statistik, yaitu uji-t. Hipotesis dirumuskan dalam bentuk pasangan
hipo-tesis nol (H0) dan hipotesis alternatif (H1).
Rumusan Hipotesis yang digunakan pada uji perbedaan dua rata-rata adalah
seba-gai berikut:
H0: µ1x> µ2x : Rata-ratan-Gainkemampuan membedakan siswa pada kelas yang
diterapkan pembelajaran menggunakan pendekatan saintifik lebih
tinggi daripada rata-ratan-Gainkemampuan membedakan siswa pada kelas yang diterapkan pembelajaran konvensional pada materi
hidrolisis garam.
H1: µ1x< µ2x : Rata-ratan-Gainkemampuan membedakan siswa pada kelas yang
diterapkan pembelajaran menggunakan pendekatan ilmiah lebih