• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Kecerdasan Emosional Terhadap O

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pengaruh Kecerdasan Emosional Terhadap O"

Copied!
67
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL TERHADAP

ORGANIZATION CITIZEN BEHAVIOR (OCB) DAN

KINERJA PEGAWAI

Dr. ABDUL RAZAK, SE. M.S

Dosen Magister Manajemen

NIDN : 0010116902

(2)

ii |P a g e

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis: 1) Pengaruh kecerdasan emosional terhadap organization citizen behavior. 2) Pengaruh kecerdasan emosional terhadap kinerja pegawai. 3) Pengaruh organization citizen behavior terhadap kinerja pegawai. Rancangan penelitian ini adalah penelitian asosiatif (sebab akibat). Adapun obyek penelitian ini adalah organizational citizen behavior dan kinerja pegawai pada Dinas Perhubungan Kominfo Provinsi Sulawesi Tenggara. Sampel penelitian ini sebanyak 68 pegawai Dinas Perhubungan Kominfo Provinsi Sulawesi Tenggara yang dipilih dengan cara stratified random sampling (acak berkelompok) berdasarkan tingkat pendidikan.Analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah analisis statistik deskriptif dan analisis Partial Least Square(PLS). Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa: 1) Kecerdasan emosional berpengaruh positif signifikan terhadap organization citizen behavior 2) Kecerdasan emosional berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja pegawai. 3) Organization citizen behavior berpengaruh positif namun tidak signifikan terhadap kinerja pegawai.

(3)

iii |P a g e

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sumberdaya manusia merupakan potensi yang terkandung dalam diri manusia untuk mewujudkan perannya sebagai makhluk sosial yang adaptif dan transformatif yang mampu mengelola dirinya sendiri serta seluruh potensi yang terkandung di alam menuju tercapainya kesejahteraan organisasi dalam tatanan yang seimbang dan berkelanjutan. Untuk menghasilkan sumberdaya manusia yang berkualitas diperlukan individu yang senantiasa berdedikasi tinggi dan profesional yang mampu memberikan sumbangan berarti bagi organisasi. Di dalam melaksanakan tugas pokok, tanggungjawab, wewenang dalam bidang kegiatannya, sumberdaya manusia dari level atasan sampai pada para pegawai tingkat bawah, memerlukan faktor-faktor pendukung dalam meningkatkan kinerja.

Kinerja pegawai merupakan hasil kerja yang dicapai pegawai dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya. Kinerja pegawai dapat diamati dari aspek prestasi kerja, keahlian, perilaku dan kepemimpinan. Prestasi kerja adalah penilaian pimpinan terhadap hasil kerja pegawai baik secara kualitas maupun kuantitas. Selanjutnya, keahlian adalah penilaian pimpinan terhadap kemampuan teknis yang dimiliki oleh pegawai dalam menjalankan tugas yang dibebankan kepadanya. Sedangkan perilaku adalah adalah sikap dan tingkah laku yang melekat pada diri pegawai dan dibawa dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Kemudian untuk kepemimpinan adalah perilaku pegawai dalam mengarahkan dirinya sendiri termasuk berkoordinasi dengan sesama rekan kerja.

Kinerja pegawai dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya adalah organizational citizen behavior (Castro, Barroso, Armario dan Ruiz, 2004). Organization Citizen Behavior adalah perilaku bermanfaat yang dilakukan oleh pegawai, secara bebas dari ketentuan atau kewajibannya dengan tujuan untuk membantu orang lain dalam mencapai tujuan organisasi (Garg dan Rastogi, 2011:530).

(4)

iv |P a g e

Dinas Perhubungan Kominfo Provinsi Sulawesi Tenggara adalah salah satu instansi yang didalamnya terdapat pegawai. Berdasarkan hasil pra penelitian yang penulis lakukan, didapatkan informasi bahwa kinerja pegawai pada instansi tersebut belum tercapai secara optimal. Hal ini dapat di ketahui melalui aspek prestasi kerja, keahlian, perilaku individu dan kepemimpinan. Pada aspek prestasi kerja, masih terdapat pegawai yang hasil kerjanya belum sepenuhnya sesuai dengan kualitas yang diharapkan pimpinan. Pada aspek keahlian, masih terdapat pegawai yang belum sepenuhnya dapat bekerjasama dengan baik dalam melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya. Pada aspek perilaku individu, masih terdapat pegawai yang belum sepenuhnya disiplin dengan jam kerja yang telah ditetapkan, baik pada saat masuk kerja, sementara jam kerja berlangsung maupun kedisiplinan mentaati jam pulang kerja. Sedangkan dari aspek kepemimpinan, masih ada pegawai yang belum sepenuhnya mampu berkoordinasi dengan sesama rekan kerjanya.

Kondisi tersebut merupakan fakta empirik yang telah terjadi dan ada kaitannya dengan kecerdasan emosional maupun organization citizen behavior pegawai yang bersangkutan. Hal ini diperkuat dengan beberapa hasil riset sebelumnya yaitu yang dilakukan oleh Hassan Jorfi, et al. (2010) bahwa kecerdasan emosional berpengaruh terhadap kinerja. Selanjutnya, penelitian yang dilakukan oleh Kiruja EK dan Elegwa Mukuru (2013) serta Masood Asim (2013) bahwa motivasi kerja berpengaruh terhadap kinerja pegawai. Juga penelitian yang dilakukan oleh Khazaei et al. (2011) dan Aamir Ali Chughtai (2008) bahwa organization citizen behavior berpengaruh terhadap kinerja.

Namun demikian, penelitian yang dilakukan oleh Khurram Shahzad et al. (2010) menemukan bahwa indikator kecerdasan emosional berupaself awarenessdan self management tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja. Demikian pula motivasi kerja berpengaruh tidak signifikan terhadap kinerja (Keumala Hayati, 2012). Selanjutnya, penelitian yang dilakukan oleh Puput Tri Komalasri et al. (2009) menemukan bahwa organization citizen behavior juga berpengaruh tidak signifikan terhadap kinerja. Disamping itu, hasil penelitian Changquan Jiao et al. (2011) dan Angela T. Hall et al. (2009) menemukan bahwa organization citizen behaviordapat dijadikan sebagai variabel mediasi.

Sehubungan dengan adanya gap fenomena dan dukungan penelitian empiris tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul: Pengaruh Kecerdasan Emosional dan Motivasi Terhadap Organization Citizen Behavior dan Kinerja Pegawai Dinas Perhubungan Kominfo Provinsi Sulawesi Tenggara.

1.2. Rumusan Masalah

(5)

v |P a g e

1. Apakah kecerdasan emosional berpengaruh terhadap organization citizen behaviorpada Dinas Perhubungan Kominfo Provinsi Sulawesi Tenggara?

2. Apakah kecerdasan emosional berpengaruh terhadap kinerja pegawai pada Dinas Perhubungan Kominfo Provinsi Sulawesi Tenggara?

3. Apakahorganization citizen behaviorberpengaruh terhadap kinerja pegawai pada Dinas Perhubungan Kominfo Provinsi Sulawesi Tenggara?

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis:

1. Pengaruh kecerdasan emosional terhadap organization citizen behavior pada Dinas Perhubungan Kominfo Provinsi Sulawesi Tenggara.

2. Pengaruh kecerdasan emosional terhadap kinerja pegawai pada Dinas Perhubungan Kominfo Provinsi Sulawesi Tenggara.

3. Pengaruh organization citizen behavior terhadap kinerja pegawai pada Dinas Perhubungan Kominfo Provinsi Sulawesi Tenggara.

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis penelitian ini adalah memberikan sumbangan positif bagi pengembangan ilmu manajemen khususnya Manajemen Sumberdaya Manusia. 1.4.2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapakan dapat memberikan manfaat praktis sebagai berikut: 1. Bagi Kepala Dinas Perhubungan Kominfo Provinsi Sulawesi Tenggara dapat

dijadikan sebagai bahan masukan dalam merumuskan dan menetapkan kebijakan untuk meningkatkanorganization citizen behaviordan kinerja pegawai.

2. Bagi pegawai Dinas Perhubungan Kominfo Provinsi Sulawesi Tenggara kiranya dapat meningkatkan organization citizen behavior dan kinerjanya dimasa yang akan datang.

3. Bagi peneliti selanjutnya, dapat dijadikan sebagai salah satu bahan referensi dalam melakukan penelitian yang ada kaitannya dengan pengaruh kecerdasan emosional dan motivasi terhadap organization citizen behavior dan kinerja pegawai

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

(6)

vi |P a g e

(7)

vii |P a g e

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kajian Empiris

Penelitian terdahulu yang dianggap relevan dan dijadikan sebagai pembanding terhadap penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh : David L. Turnipseed and Elizabeth A. VandeWaa (2012) dengan judul: Relationship Between Emotional Intelligence and Organizational Citizenship Behavior. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa kecerdasan emosional berpengaruh positif terhadap organizational citizenship behavior. Persamaan penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah keduanya meneliti tentang kecerdasan emosional dan organizational citizenship behavior. Perbedaannya terletak pada indikator yang digunakan dalam mengamati kecerdasan emosional, dimana David and Elizabeth menggunakan indikator perception, using emotion, understanding emotion dan management of emotion. Sedangkan penelitian ini menggunakan indikator kesadaran diri, pengaturan diri, kesadaran sosial dan keterampilan sosial.

Tofighi M et al. (2015) dengan judul: Relationship Between Emotional Intelligence and Organizational Citizenship Behavior in Critical and Emergency Nurses in South East of Iran. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa kecerdasan emosional berpengaruh tidak signifikan terhadaporganizational citizenship behavior. Persamaan penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah keduanya meneliti tentang kecerdasan emosional danorganizational citizenship behavior. Perbedaannya terletak pada indikator yang digunakan dalam mengamati kecerdasan emosional, dimana Tofighi et al. menggunakan indikator self-awareness, self-management, social awareness and relationship management. Sedangkan penelitian ini menggunakan indikator kesadaran diri, pengaturan diri, kesadaran sosial dan keterampilan sosial.

Hassan Jorfi, et al. (2010) dengan judul: Impact of Emotional Intelligence on Performance of Employees. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa kecerdasan emosional berpengaruh positif terhadap kinerja. Persamaan penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah keduanya meneliti tentang pengaruh kecerdasan emosional terhadap kinerja. Perbedaannya terletak pada indikator yang digunakan dalam mengamati kecerdasan emosional, dimana Hassan Jorfi,et al.menggunakan indikator intrapersonal, interpersonal, adaptability, stress management dan general mood. Sedangkan penelitian ini menggunakan indikator kesadaran diri, pengaturan diri, kesadaran sosial dan keterampilan sosial.

Khurram Shahzadet al. (2010) dengan judul:Impact of Emotional Intelligence (EI) on employee’s performance in telecom sector of Pakistan. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa kecerdasan emosional diamati dari 4 indikator yaitu self

(8)

viii |P a g e

awareness, self management, social awareness dan relationship management. Social awareness dan relationship management berpengaruh positif terhadap kinerja pegawai, namun self awareness dan self management tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai. Persamaan penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah keduanya meneliti tentang pengaruh kecerdasan emosional terhadap kinerja pegawai. Perbedaannya terletak pada indikator yang digunakan dalam mengamati kecerdasan emosional, dimana Khurram Shahzad, et al. menggunakan indikator self awareness, self management, social awareness dan relationship management. Sedangkan penelitian ini menggunakan indikator kesadaran diri, pengaturan diri, kesadaran sosial dan keterampilan sosial.

Muhammad Akmal Ibrahim dan Aslinda (2014) dengan judul: The Effect of Motivation on Organizational Citizenship Behavior (OCB) at Telkom Indonesia in Makassar. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa motivasi berpengaruh terhadap organizational citizenship behavior. Persamaan penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah keduanya meneliti tentang motivasi dan organizational citizenship behavior. Perbedaannya terletak pada indikator yang digunakan dalam mengamati motivasi dimana Muhammad dan Aslinda menggunakan indikator motivasi ekstrinsik dan motivasi intrinsik. Sedangkan penelitian ini menggunakan indikator motif, harapan dan insentif.

John E. Barbuto JR. and Joana S. P. Story (2011) dengan judul: Work Motivation and Organizational Citizenship Behaviors: A Field Study. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa motivasi yang diproksi dari individuals’ self-concept internal motivations berpengaruh signifikan positif terhadap organizational citizenship behavior. Namun motivasi yang diproksi dariinstrumental and self-concept external motivations berpengaruh signifikan negatif terhadap organizational citizenship behavior. Persamaan penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah keduanya meneliti tentang motivasi dan organizational citizenship behavior. Perbedaannya terletak pada indikator yang digunakan dalam mengamati motivasi dimana John and Joana menggunakan indikator intrinsic process, instrumental, self-concept external, self-concept internal, and goal internalization. Sedangkan penelitian ini menggunakan indikator motif, harapan dan insentif.

(9)

ix |P a g e

Aamir Ali Chughtai (2008) dengan judul:Impact of Job Involvement on In-Role Job Performance and Organizational Citizenship Behaviour. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa organizational citizenship behaviour berpengaruh terhadap kinerja. Persamaan penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah keduanya meneliti tentang organizational citizenship behavior dan kinerja. Perbedaannya terletak pada indikator yang digunakan dalam mengamati kinerja, dimana Aamir Ali Chughtai menggunakan indikator teaching ability, interpersonal skills, communication skills, student advisement and consultation danpersonal initiative, sedangkan penelitian ini menggunakan indikator prestasi kerja, keahlian, perilaku individu dan kepemimpinan. Lebih jelasnya dibuatkan mapping riset pada lampiran 1.

2.2. Kajian Teori

2.2.1. Konsep Kecerdasan Emosional a. Pengertian Kecerdasan Emosional

Banyak contoh di sekitar kita membuktikan bahwa orang yang memiliki kecerdasan otak saja, memiliki gelar tinggi, belum tentu sukses berkiprah di dunia pekerjaan. Seringkali justru yang berpendidikan formal lebih rendah, banyak yang ternyata mampu berhasil. Kebanyakan program pendidikan hanya berpusat pada kecerdasan akal (intelligence of quetion), padahal diperlukan pula bagaimana mengembangkan kecerdasan emosi seperti: ketangguhan, inisiatif, optimisme, kemampuan beradaptasi. Saat ini begitu banyak orang berpendidikan yang tampak begitu menjanjikan, mengalami kemandekan dalam kariernya. Lebih buruk lagi, mereka tersingkir akibat rendahnya kecerdasan emosi (Ginanjar, 2010:39).

Satu hal yang terjadi di Amerika Serikat tentang kecerdasan emosi. Menurut survei nasional di Negara mereka itu, apa yang diinginkan oleh para pemberi kerja adalah: keterampilan teknik yang (menurut mereka lagi) sebagai hal yang tidak seberapa penting bila dibandingkan kemampuan adaptasi (belajar) dalam pekerjaan yang bersangkutan. Di antaranya: kemampuan mendengar dan berkomunikasi secara lisan, adaptasi, kreativitas, ketahanan mental terhadap kegagalan, kepercayaan diri, motivasi, kerjasama tim serta keinginan memberi kontribusi terhadap perusahaan. Saya tambahkan pula pendapat seorang praktisi kaliber internasional, Linda Keegan, salah seorang Vice President untuk pengembangan eksekutif Citibank di salah satu negara Eropa, mengatakan bahwa kecerdasan emosi (emotional quetion) harus menjadi dasar dalam setiap pelatihan manajemen (Ginanjar, 2010:39).

(10)

x |P a g e

membedakan antara mereka yang sukses sebagai bintang kinerja dengan yang hanya sebatas bertahan di lapangan pekerjaan (Ginanjar, 2010:39).

Saat ini perusahaan-perusahaan raksasa dunia telah banyak menyadari hal ini. Mereka menyimpulkan bahwa inti kemampuan pribadi dan sosial yang merupakan kunci utama keberhasilan seseorang sesungguhnya adalah kecerdasan emosi. Hal tersebut senada seperti yang dikatakan oleh Daniel Goleman bahwasocial awareness adalah pemicu awal gerakan berikutnya seperti social sklills, self management, dan kemudianself awareness disequenceterakhir. Yang menjadi masalah hanya: apakah anda jujur pada diri anda sendiri? Seberapa cermat anda merasakan perasaan terdalam pada diri anda? Seringkah anda tidak mempedulikannya? Menurut hadis yang diriwayatkan oleh H.R. Muslim, Nabi Muhammad menyatakan: “Dosa membuat hati menjadi gelisah.” Sederhananya EQ adalah kemampuan untuk merasa. Kunci kecerdasan emosi anda adalah pada kejujuran suara hati anda. Suara hati itulah yang harusnya dijadikan pusat prinsip yang mampu memberi rasa aman, pedoman, kekuatan serta kebijaksanaan Menurut Covey, “Di sinilah anda berusaha dengan visi dan nilai anda. Di sinilah anda gunakan anugerah anda-kesadaran diri (self awareness) untuk memeriksa peta diri anda, dan jika anda menghargai prinsip yang benar, maka paradikma anda sesungguhnya berdasarkan pada prinsip dan kenyataan di mana suara hati berperan sebagai kompasnya.” Namun bagaimana cara untuk memperoleh dan mengenal suara hati sejati itu? (Ginanjar, 2010:42).

Istilah kecerdasan emosional (emotional intelligence), pertama kali dikemukakan oleh John Mayer dari Universitas New Hampshire dan Peter Salovay dari Universitas Yale pada tahun 2005, menjelaskan bahwa kemampuan untuk mengenali perasaan, meraih dan membangkitkan perasaan untuk membantu pikiran, memahami perasaan maknanya dan mengendalikan perasaan secara mendalam sehingga membantu perkembangan emosi dan intelektual (Ginanjar, 2010:43).

Emotional intellegence mulai populer ketika muncul karya Daniel Goleman tahun 2008 dalam bukunya yang berjudul “Working with Emotional Intellegence”. Goleman menjelaskan bahwa emotional intelligence adalah kemampuan untuk mengenali perasaan diri sendiri dan perasaan orang lain, dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain (Ginanjar, 2010:43).

Menurut Cooper dan Sawaf (2012:89) organisasi berada di tengah-tengah revolusi bisnis. Dengan sengaja tanpa perdebatan mengarah ke perubahan dari kecerdasan intelektual (IQ) kecerdasan emosi (EI). Nilai ekonomis dari kecerdasan/intelligen emosional telah tersebut secara ekstensif dalam penelitian perilaku keorganisasian masa kini. Kecerdasan emosional sangat penting dalam organisasi karena, “dari perspektif pekerjaan, perasaan akan mengarahkan kepada mereka untuk memudahkan atau mempersulit pencapaian tujuan.

(11)

xi |P a g e

mengatasi tuntutan dan tekanan lingkungan, dalam penelitiannya dengan beberapa pihak, Reuven mengungkapkan adanya hubungan yang tak terbantahkan antara kecerdasan emosional dan kesuksesan yang sudah terbukti dalam kehidupan pribadi dan pekerjaan.

Dann (2012:92) mengungkapkan bahwa emosi-emosi memliki potensi menyatukan dan mengakrabkan seseorang agar mampu mengembangkan hubungan yang harmonis satu sama lain dan membentuk ikatan-ikatan hubungan sosial. Dan bahwa sesungguhnya emotional intelligence merupakan suatu kecerdasan yang bias diukur dengan handal dan obyektif; bahwa emosi-emosi bisa membantu kognisi seseorang dan bahwa berpikir bisa membantu emosi-emosi.

Mayer dan Salovey (2015:111) menyatakan bahwa kecerdasan emosional merupakan gabungan dari emosi-emosi dan kecerdasan. Menurut pandangan ini, emosi-emosi dan pikiran berjalan secara beriringan: emosi-emosi membantu pikiran dan pikiran bisa digunakan untuk membedah emosi-emosi. Jadi emotional intelligence merupakan kemampuan dalam menggunakan emosi-emosi diri sendiri untuk membantu memecahkan masalah-masalah dan menjalani kehidupan secara lebih efektif.

Stein dan Book (2010:124) menjelaskan bahwa kecerdasan emosional dapat membantu seseorang menjadi lebih peduli pada emosinya sendiri, menjadi lebih positif tentang diri mereka sendiri, bergaul lebih baik dengan orang lain, lebih handal mengatasi masalah, lebih tahan terhadap stress, tidak terlalu impulsive dan dapat lebih menikmati hidup.

Patton (2013:96) menyatakan bahwa orang yang kecerdasan emosionalnya tinggi cenderung akan mengalami kesuksesan di tempat kerjanya. Sedangkan mengenai kecerdasan emosi sendiri, Patton mendefinisikan sebagai suatu kemampuan untuk menggunakan emosi secara efektif dalam mencapai suatu tujuan. Menurut Albin (2014:83), emosi adalah perasaan tertentu yang dialami seseorang dan berpengaruh terhadap kehidupan karena itu orang tidak akan pernah lepas dari emosi.

Komponen-komponen dasar kecerdasan emosional : Kerangka kerja kecakapan atau kecerdasan emosi yang disampaikan oleh Patton (2013:103), bahwa keterampilan komunikasi kecerdasan emosional berarti:

a. Menggunakan emosi untuk memberikan kedalaman dan kekayaan terhadap diri sebagai seorang pribadi dan membawa kehidupan diri pada tindakan;

b. Mengatur diri sendiri untuk dapat bertindak sesuai dengan pesan yang disampaikan;

c. Mengetahui cara membaca emosi orang lain untuk memperlancar alur komunikasi;

(12)

xii |P a g e

e. Menggunakan pendengaran dengan aktif namun tidak menghakimi fakta dan fiksi sehingga dapat menentukan pikiran dan perasaan tentang informasi yang didengar;

f. Memahami perasaan orang lain dan melihat orang lain berdasarkan perspektif mereka sebelum melakukan tindakan.

Reuven Bar-On (2010:111) merangkum kecerdasan emosional dengan membagi EQ ke dalam lima area atau ranah yang menyeluruh dan 5 sub bagian atau skala. a. Ranah Intrapribadi, terkait dengan kemampuan untuk mengenal dan

mengendalikan diri sendiri yang melingkupi: kesadaran diri sendiri emosional; sikap asertif, kemandirian, penghargaan diri, aktualisasi diri.

b. Ranah Antarpribadi, berkaitan dengan “keterampilan bergaul” yang dimiliki seseorang, kemampuan seseorang dalam berinteraksi dan bergaul baik dengan orang lain. Wilayah ini terdiri atas tiga skala: empati, tanggung jawab social, hubungan antar pribadi.

c. Ranah penyesuaian diri, berkaitan dengan kemampuan untuk bersikap lentur dan realistis, dan untuk memecahkan aneka masalah yang muncul. Ketiga skalanya adalah: pemecahan masalah, Uji realitas, serta sikap fleksibel.

d. Ranah penenangan stress, terkait dengan kemampuan untuk tahan menghadapi stress dan mengendalikan impuls. Kedua skalanya adalah: ketahanan menanggung stress, pengendalian impuls.

e. Ranah suasana hati umum, berkaitan dengan kebahagiaan dan optimisme.

Covey (2010:126), mengartikan kecerdasan emosional sebagai kemampuan seseorang untuk memantau perasaan dan emosi, baik pada diri sendiri maupun orang lain. Selanjutnya Covey menyebutkan ada lima komponen utama kecerdasan emosional yang telah umum diterima yaitu: (1) kesadaran diri yakni kemampuan untuk merefleksikan kehidupan diri sendiri, menumbuhkan pengetahuan mengenai diri sendiri, menggunakan pengetahuan tersebut untuk memperbaiki diri, serta untuk mengatasi kelemahan. (2) motivasi pribadi yakni berkaitan dengan apa yang menjadi pemicu semangat seseorang, visi, nilai-nilai, tujuan, harapanm hasrat dan gairah yang menjadi prioritas-prioritas mereka. (3) pengaturan diri atau kemampuan untuk mengelola diri sendiri agar mampu mencapai visi dan nilai-nilai pribadi. (4) empati, kemampuan untuk memahami cara orang lain melihat dan merasakan berbagai hal. (5) kemampuan sosial dan komunikasi, yakni yang berkaitan dengan bagaimana cara mengatasi perbedaan, memecahkan masalah, menghasilkan solusi-solusi kreatif dan berinteraksi secara optimal untuk mengejar tujuan-tujuan bersama.

(13)

xiii |P a g e

Berdasarkan uraian tentang kecerdasan emosional maka dalam penelitian ini disimpulkan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan pegawai mengenali perasaan diri sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri, dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain.

b. Indikator Kecerdasan Emosional

Goleman (2013:79) mengemukakan bahwa kecerdasan emosional dapat diamati melalui indikator kesadaran diri, pengaturan diri, kesadaran sosial, serta keterampilan sosial, lebih jelasnya diuraikan sebagai berikut:

1. Kesadaran diri (Self awareness)

Kesadaran diri adalah mengamati diri dan mengenali perasaan-perasaan, menghimpun kosakata untuk perasaan, mengetahui hubungan antara pikiran, perasaan, dan reaksi:

a. Tingkat kemampuan menyadari keterkaitan antara perasaan, pikiran, perbuatan dan perkataan.

b. Tingkat kesadaran tentang kekuatan dan kelemahan yang ada pada dirinya. c. Tingkat kesadaran akan kemampuan diri sendiri.

2. Pengaturan diri (Self regulation)

Pengaturan diri adalah mengendalikan emosi oleh diri sendiri tetapi tidak hanya berarti meredam rasa tertekan atau menahan gejolak emosi; ini juga bisa berarti dengan sengaja menghayati suatu emosi termasuk yang tidak menyenangkan:

a. Tingkat kemampuan untuk menjaga agar emosi dan impuls yang tidak stabil tetap terkendali

b. Tingkat kemampuan dalam mewujudkan integritas dan sikap bertanggung jawab dalam mengelola diri sendiri

c. Tingkat tanggungjawab dalam melaksanakan tugas

d. Tingkat kemampuan dalam menyesuaikan diri di tempat kerja e. Tingkat kemampuan dalam menciptakan hal yang baru

3. Kesadaran sosial (Social awareness)

Kesadaran sosial adalah memahami perasaan orang lain dan menerima sudut pandang orang lain, serta menghargai pebedaan dalam cara bagaimana perasaan orang lain terhadap berbagai macam hal, lain peka terhadap perasaan orang lain serta lebih baik dalam mendengarkan orang lain:

a. Tingkat pemahaman terhadap pendapat orang lain

b. Tingkat pemenuhan akan pelayanan dan kebutuhan pasien

c. Tingkat frekuensi dalam menawarkan umpan balik yang bermanfaat d. Tingkat kesediaan untuk hormat dan bergaul dengan orang lain e. Tingkat loyalitas terhadap pimpinan

(14)

xiv |P a g e

Keterampilan sosial adalah keterampilan menangani emosi orang lain: a. Tingkat keterampilan dalam melakukan pendekatan

b. Tingkat kemampuan memimpin dalam menghadapi masalah-masalah sulit tanpa ditunda

c. Tingkat kemampuan memimpin melalui keteladanan d. Tingkat kemampuan menjadi pelopor perubahan

e. Tingkat identifikasi dalam hal-hal yang berpotensi menjadi konflik

f. Tingkat kesediaan membangun dan memelihara persahabatan pribadi diantara sesama mitra kerja

g. Tingkat kesediaan mempromosikan iklim kerjasama untuk berpartisipasi aktif dan antusiasme

Berdasarkan uraian tersebut maka kecerdasan emosional dapat diamati dari indikator kesadaran diri, pengaturan diri, kesadaran sosial dan keterampilan sosial.

2.2.2. KonsepOrganization Citizen Behavior(OCB)

a. PengertianOrganization Citizen Behavior

Organ (2011) merupakan tokoh yang pertama kali menggunakan istilah Organizational Citizenship Behavior (OCB) ini untuk menggambarkan konsep perilaku tersebut. Adapun definisi yang diberikan terhadap OCB adalah perilaku bermanfaat yang dilakukan oleh pegawai, secara bebas dari ketentuan atau kewajibannya dengan tujuan untuk membantu orang lain dalam mencapai tujuan organisasi (Garg dan Rastogi, 2011:530).

Hal ini termasuk juga perilaku kerja yang melebihi standar yang ada serta di luar dari kewajiban tugas yang dibebankan kepada pegawai tersebut yang biasa disebut dengan istilah “going extra miles”atau melaksanakan tugasnya secara ekstra. OCB juga disamakan dengan istilah contextual performance, yang menggambarkan perilaku kerja di luar deskripsi jabatan yang ada, namun tetap sesuai dengan tujuan organisasi. Perilaku ini tidak dipersyaratkan bagi anggota organisasi, namun sangat dibutuhkan untuk kemajuan dan efektifitas organisasi (Landy dan Conte, 2014:170).

OCB juga diartikan sebagai minat terhadap organisasi, hal ini ditampilkan tidak hanya melalui pelaksanaan kewajiban mereka saja, tapi juga termasuk upaya untuk membantu rekan kerja, melindungi sumber daya organisasi serta melakukan segala upaya yang telah melampaui standar minimum yang harus dipenuhi seorang pegawai. Ketika seorang pegawai melakukan hal ini, organisasi tidak memberikan imbalan finansial tertentu buat mereka, akan tetapi perilaku ini menjadi rekomendasi bagi organisasi untuk melaksanakan kenaikan jabatan dan promosi buat pegawai tersebut. Oleh karena itu, OCB tidak dikaitkan langsung dengan reward tertentu seperti pemberian bonus atau semacamnya (Organ, 2011:139).

(15)

xv |P a g e

menyesuaikan diri dengan tuntutan yang ada serta perubahan yang cepat. Selain itu, pekerjaan yang juga lebih banyak dilakukan dalam tim daripada secara individual. Rentannya organisasi untuk melakukan downsizing juga memicu pegawai untuk berbuat lebih banyak untuk organisasinya (Landy dan Conte, 2014:171)

Berdasarkan uraian definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa Organizational Citizenship Behavior(OCB) merupakan:

1. Perilaku yang bersifat sukarela dan dipilih sendiri oleh pegawai dan bukan suatu paksaan atau keharusan yang diwajibkan oleh organisasi untuk kepentingan organisasi itu sendiri.

2. Perilaku di luar deskripsi jabatan yang menjadi kewajiban pegawai dan dapat meningkatkan efektifitas organisasi.

3. Pelaksanaan OCB tidak terkait dengan reward secara langsung oleh organisasi, namun menjadi bahan pertimbangan dalam promosi.

Ada beberapa faktor yang melandasi seorang pegawai melakukan OCB, diantaranya :

1. Kepuasan Kerja

Seorang pegawai yang merasa puas terhadap pekerjaan serta komitmennya kepada organisasi tempatnya bekerja akan cenderung menunjukkan performa kerja yang lebih baik dibandingkan pegawai yang merasa tidak puas terhadap pekerjaan dan organisasinya. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa ada korelasi yang negatif antara OCB dengan perilaku counterproductive pegawai (Robbins dan Judge, 2012:40).

OCB hanya dapat dicapai jika didukung oleh faktor dalam organisasi memungkinkan hal itu, dimana yang paling utama adalah adanya kepuasan kerja yang dirasakan oleh pegawai selama bekerja dalam organisasi. Dennis Organ sebagai tokoh penting yang mengemukakan OCB, menyatakan bahwa pegawai yang merasa puas akan membalas kenyamanan bekerja yang dirasakannya kepada organisasi yang telah memperlakukan dirinya dengan baik dan memenuhi kebutuhannya selama ini dengan cara melaksanakan tugasnya secara ekstra melebihi standar yang ada. Hal ini ditunjukkan dengan kesediaan pegawai dalam berbagai bentuk perilaku OCB secara sukarela demi kemajuan organisasinya (George dan Jones, 2012:95).

2. Keadilan

(16)

xvi |P a g e

3. Motivasi Intrinsik

OCB muncul sebagai perwujudan dari motivasi intrinsik yang ada dalam diri seseorang, misalnya kepribadian serta minat tertentu. Lebih lanjut, motivasi didefinisikan sebagai suatu kecenderungan untuk beraktivitas, mulai dari dorongan dalam diri (drive) dan diakhiri dengan penyesuaian diri. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan diri pegawai yang terarah untuk mencapai tujuan organisasi (tujuan kerja). Dengan demikian, motivasi berarti suatu kondisi yang mendorong atau menjadikan sebab seseorang melakukan suatu perbuatan/kegiatan, yang berlangsung secara sadar.

Robbins (2011:162) mengatakan bahwa teori kebutuhan McClelland terfokus pada tiga kebutuhan yaitu :

a. Kebutuhan akan prestasi: Dorongan untuk mengungguli, berprestasi sehubungan dengan seperangkat standar, bergulat untuk sukses.

b. Kebutuhan akan kekuasaan: Kebutuhan untuk membuat orang lain berperilaku dalam suatu cara yang orang-orang itu (tanpa dipaksa) tidak akan berperilaku demikian.

c. Kebutuhan akan afiliasi: Hasrat untuk hubungan antar pribadi yang ramah dan akrab.

4. Gaya Kepemimpinan

Dukungan dan gaya kepemimpinan atasan sangat mempengaruhi munculnya OCB pada pegawai, hal ini dapat dipahami melalui proses modeling ataupun vicarious learning yang dilakukan oleh atasan yang kemudian menginspirasi para pegawai untuk melakukan juga OCB, sehingga atasan dapat menjadi agen model OCB. Namun hal ini harus didukung juga dengan kualitas interaksi yang baik antara atasan dan bawahannya. Dengan begitu, atasan akan berpandangan positif terhadap bawahan, sebaliknya bawahan pun akan merasa bahwa atasannya memberi dukungan dan motivasi sehingga mereka akan menunjukkan rasa hormat dan berusaha berbuat lebih bagi organisasinya (Gibson, 2013:110).

5. Iklim Organisasi

Iklim organisasi didefinisikan sebagai pendapat pegawai terhadap keseluruhan lingkungan sosial dalam organisasinya yang dianggap mampu memberikan suasana mendukung bagi pegawai dalam melakukan pekerjaannya. Istilah ini juga digunakan untuk menggambarkan bagaimana sejumlah subsistem dalam organisasi berinteraksi dengan anggota organisasi serta lingkungan eksternalnya. Konsep iklim organisasi ini sering kali didasarkan pada persepsi individu (Novliadi, 2012:12).

6. Jenis Kelamin

(17)

xvii |P a g e

perilaku OCB lebih menonjol dilakukan oleh wanita disbanding pria karena mereka merasa bahwa OCB merupakan bagian dari kewajiban pekerjaan dan bukanlah suatu tugas ekstranya (Luthans, 2011:251).

7. Masa Kerja

Pegawai yang telah lama bekerja di suatu organisasi akan memiliki keterikatan yang lebih mendalam, baik dengan organisasi maupun dengan rekan kerjanya sehingga individu memiliki orientasi kolektif dalam bekerja. Dengan kata lain, mereka akan lebih mengutamakan kepentingan bersama dibanding ambisi pribadinya sehingga mereka lebih cenderung bersedia menolong rekan kerjanya dan berbuat lebih terhadap pencapaian organisasi (Ivancevich dan Matteson, 2012:157).

Berdasarkan uraian tentang organization citizen behavior, maka dalam penelitian ini disimpulkan bahwa organization citizen behavior adalah perilaku responden yang secara tidak langsung dapat memberi konstribusi pada keefektifan dan keefisianan organisasi.

b. IndikatorOrganization Citizen Behavior

Organ (2011) mengemukakan bahwaorganizational citizenship behaviordapat diukur dari 5 (lima) indikator, yaitu:

1. Altruism (membantu orang lain) yaitu mengutamakan kepentingan orang lain, misalnya dengan membantu rekan kerja dalam suatu tugas.

2. Conscientiousness(berhati-hati) berisi perilaku in-role yang memenuhi tingkat di atas standart minimum yang disyaratkan, seperti bekerja dengan teliti, kehadiran lebih awal, kepatuhan terhadap aturan, dan sebagainya.

3. Civic virtue (kualitas moral) yaitu keterlibatan atau partisipasi sukarela dan dukungan terhadap kehidupan politik (sejarah dan perkembangan) organisasi baik secara professional maupun social alamiah.

4. Sportmanship (sportif) yaitu mengindikasikan perilaku sportif, tidak senang protes, mempunyai perilaku yang baik, misalnya bekerja tanpa mengeluh.

5. Courtesy(kesopanan) adalah perilaku sopan santun, suka menghormati orang lain atau seperti meringankan problem-problem yang berkaitan dengan pekerjaan yang dihadapi bersama orang lain.

Berdasarkan uraian tentang indikator organization citizen behavior, maka dalam penelitian ini disimpulkan bahwa indikator organization citizen behavior adalah altruism (membantu orang lain), conscientiousness (berhati-hati), civic virtue (kualitas moral), sportmanship(sportif) dancourtesy(kesopanan).

2.2.3. Konsep Kinerja a. Pengertian Kinerja

(18)

xviii |P a g e

didasari oleh pengetahuan, sikap, dan keterampilan dalam menghasilkan sesuatu. Kinerja dapat dartikan sebagai kemampuan kerja atau hasil kerja. Winardi (2012:82) mengemukakan bahwa kinerja adalah kemampuan kerja seorang pegawai/pegawai dalam menyelesaikan tugas yang dibebankan kepadanya secara berhasil dan berdaya guna.

Kinerja (performance) adalah kuantitas dan atau kualitas hasil kerja individu atau sekolompok didalam organisasi dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi yang berpedoman pada norma,standar operasional prosedur, kriteria dan ukuran yang telah ditetapkan atau yang berlaku dalam organisasi.

Menurut Mangkunegara (2013: 67) “kinerja (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya”. Sedangkan menurut Sulistiyani (2013: 223)“Kinerja seseorang merupakan kombinasi dari kemampuan, usaha dan kesempatan yang dapat dinilai dari hasil kerjanya”.

Hasibuan (20101:34) mengemukakan “kinerja (prestasi kerja) adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu”. Kinerja menurut Mc Clelland (2013) memiliki beberepa karakteristik antara lain: bertanggung-jawab dalam pemecahan masalah, menetapkan tujuan, ada umpan balik dan dapat diandalkan.

Berdasarkan definisi menurut para ahli di atas, maka dapat disimpulkan kinerja adalah kemampuan prestasi kerja seseorang dalam melaksanakan kegiatan sesuai dengan tugas dan tanggung jawab sebagai secara kuantitas dan kualitas merupakan hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan suatu pekerjaan.

Pada dasarnya kinerja merupakan sesuatu hal bersifat individual, karena setiap pegawai memiliki tingkat kemampuan berbeda dalam mengerjakan tugasnya. Menurut Robbins (2013) berpendapat bahwa kinerja menghadirkan fungsi dan kemampuan (ability), motivasi (motivation) dan kesempatan (opportunity). Dengan demikian kinerja ditentukan atau dipengaruhi oleh faktor kemampuan, motivasi dan kesempatan. Kinerja bergantung pada kombinasi antara kemampuan, usaha dan kesempatan yang diperoleh.

Dharma (2010:1) mengemukakan bahwa kinerja atau prestasi kerja adalah sesuatu yang dikerjakan atau produk jasa-jasa yang diberikan atau yang dihasilkan oleh seseorang atau sekelompok orang. Kata prestasi merupakan terjemahan dari bahasa Inggris, performance. Dalam bahasa Indonesia istilah prestasi kerja diartikan sebagai ungkapan kemampuan yang didasari oleh pengetahuan, sikap, dan keterampilan dalam menghasilkan sesuatu.

(19)

xix |P a g e

kinerja pada dasarnya merupakan sesuatu yang dilakukan atau tidak dilakukan pegawai. Kinerja pegawai adalah mempengaruhi seberapa banyak mereka memberi kontribusi kepada organisasi yang antara lain termasuk :

1. Kuantitas output 2. Kualitas output 3. Jangka waktu output. 4. Kehadiran ditempat kerja. 5. Sikap kooperatif

Menurut Sentono (2010:268) kajian dari manfaat dan tujuan penelitian kinerja pegawai yaitu :

1. Manfaat penilaian kinerja pegawai

Penilaian ini dilakukan secara objektif tepat dan didokumentasikan secara baik cenderung menurunkan potensi penyimpangan yang dilakukan pegawai, sehingga kinerjanya diharapkan harus bertambah baik sesuai dengan kinerja yang dibutuhkan organisasi.

2. Tujuan penelitian kinerja pegawai

a) Evaluasi yang menekankan perbandingan antar orang

b) Pengembangan yang menekankan perubahan-perubahan dalam diri seseorang dengan berjalannya waktu

c) Pemeliharaan sistem

d) Dokumentasi keputusan-keputusan sumberdaya manusia

Simamora (2014:423) mengemukakan bahwa prestasi kerja (performance) merupakan suatu pencapaian persyaratan pekerjaan tertentu yang akhimya secara langsung dapat tercermin dari output yang dihasilkan baik kuantitas maupun kualitasnya. Pengertian di atas menyoroti prestasi kerja berdasarkan hasil yang dicapai seseorang setelah melakukan pekerjaan.

Bernardin dan Rusel (2012:15) memberikan definisi tentang prestasi kerja (performance) sebagai berikut : performance is defined as the record of autcomes produced on a specified job function or activity during a specified time period (prestasi kerja adalah catatan tentang hasil-hasil yang diperoleh dari fungsi-fungsi pekerjaan tertentu atau kegiatan tertentu selama kurun waktu tertentu).

(20)

xx |P a g e

misalnya pabrik jamu, indikator kinerja pekerjaannya dapat diukur dengan mudah, yaitu banyaknya output yang dicapai dalam kurun waktu tertentu. Penilaian kinerja dalam rangka pengembangan sumberdaya manusia adalah sangat penting artinya karena kegiatan ini dapat memperbaiki keputusan pimpinan dan memberikan umpan balik kepada bawahan tentang kegiatan mereka.

Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa kinerja pegawai merupakan kemampuan prestasi kerja seseorang dalam melaksanakan kegiatan sesuai dengan tugas dan tanggung jawab secara kuantitas dan kualitas.

b. Indikator Kinerja

Sedarmayanti (2011:377), menjelaskan bahwa untuk mengukur kinerja individu seorang pegawai dapat digunakan indikator sebagai berikut:

1. Prestasi kerja merupakan hasil kerja pegawai dalam menjalankan tugas, baik secara kualitas maupun kuantitas kerja.

2. Keahlian merupakan tingkat kemampuan teknis yang dimiliki oleh pegawai dalam menjalankan tugas yang dibebankan kepadanya. Keahlian ini bisa dalam bentuk kerjasama, komunikasi, inisiatif dan lain-lain.

3. Perilaku merupakan sikap dalam tingkah laku pegawai yang melekat pada dirinya dan dibawa dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Pengertian perilaku disini juga mencakup kejujuran, tanggung jawab dan disiplin.

4. Kepemimpinan merupakan aspek kemampuan manajerial dan seni dalam memberikan pengaruh kepada orang lain untuk mengkoordinasikan pekerjaan secara tepat dan cepat termasuk pengambilan keputusan dan penentuan prioritas.

Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa kinerja pegawai dapat diukur melalui indikator prestasi kerja, keahlian, perilaku dan kepemimpinan.

2.3. Pengaruh Antar Variabel

2.3.1. Pengaruh Kecerdasan Emosional Terhadap Organization Citizen Behavior

(21)

xxi |P a g e

sering muncul dalam sebuah organisasi atau sering disebut dengan organization citizen behavior (perilaku kewargaan organisasional). Perilaku kewargaan organisasional didefinisikan sebagai perilaku individu yang bebas memilih, tidak diatur secara langsung atau eksplisit oleh sistem penghargaan formal, dan secara bertingkat mempromosikan fungsi organisasi yang efektif (Muhdiyanto dan Hidayati, 2008).

Robbins dan Judge (2008) mengemukakan organisasi yang sukses membutuhkan pegawai yang akan melakukan lebih dari sekedar tugas formal mereka dan mau memberikan kinerja yang melebihi harapan. Dalam dunia kerja yang dinamis seperti saat ini, dimana tugas makin sering dikerjakan dalam tim, fleksibilitas sangatlah penting. Organisasi menginginkan pegawai yang bersedia melakukan tugas yang tidak tercantum dalam deskripsi pekerjaan mereka.

Menurut Robbins dan Judge (2008), fakta menunjukkan bahwa organisasi yang mempunyai pegawai yang memiliki organization citizen behavior yang baik, akan memiliki kinerja yang lebih baik dari organisasi lain. Sementara itu, Van Dyne dkk mengatakan bahwa organization citizen behavior atau yang disebutnya sebagai extra-role behavior adalah perilaku yang menguntungkan organisasi atau diarahkan untuk menguntungkan organisasi, dilakukan secara sukarela dan melebihi ekspektasi peran yang ada. Artinya, organization citizen behavior secara sederhana dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang berakar dari kerelaan dirinya untuk memberikan kontribusi melebihi peran inti atau tugasnya terhadap perusahaannya. Perilaku tersebut dilakukannya, baik secara disadari maupun tidak disadari, diarahkan maupun tidak diarahkan, untuk dapat memberikan manfaat dan keuntungan bagi perusahaannya (Waspodo dan Minadaniati, 2012).

Greenberg dan Baron (dalam Sumiyarsih, dkk 2012) mendefinisikan organization citizen behavior sebagai perilaku yang bersifat informal, melebihi harapan normal organisasi dan semuanya itu pada akhirnya dapat menjadikan kesejahteraan organisasi. Organization citizen behavior memiliki lima dimensi yang meliputi altruism, conscientiousness, civic virtue, sportsmanship dan courtesy. Faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya organizational citizenship behavior cukup kompleks dan saling terkait satu sama lain. Hal ini dikemukakan oleh Andriani, dkk (2012) sebagai kepuasan kerja, budaya dan iklim organisasi, kepribadian dan suasana hati (mood), persepsi terhadap kualitas interaksi atasan dan bawahan, masa kerja, jenis kelamin (gender) dan kecerdasan emosi.

(22)

xxii |P a g e

dari kemampuan mengendalikan emosi sehingga dapat berperilaku yang tenang meskipun menghadapi berbagai persoalan, dapat mengelola stress dan dapat mengelola gaya hidup secara positif (Ali, 2009).

Habsari (2005) memberi pendapat bahwa SDM yang memiliki kecerdasan emosional yang tinggi adalah SDM yang mampu mengendalikan diri, sabar, tekun, tidak emosional, tidak reaktif, serta positif thinking. Seperti halnya individu yang memiliki kecerdasan emosi tinggi memiliki kemampuan dalam menghadapi masalah dan sanggup keluar dari masalah dengan dengan sukses, mampu menata perasaannya sendiri dalam segala situasi bahkan yang tidak menguntungkan baginya sekalipun seperti komentar buruk tentang dirinya, dipermalukan di depan umum. Ia mempunyai mnajemen diri yang baik dan penuh percaya diri (Habsari, 2005).

Goleman (2013) ada 2 faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosi, faktor tersebut terbagi menjadi faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal merupakan faktor yang timbul dari dalam individu yang dipengaruhi oleh keadaan otak emosional seseorang, otak emosional dipengaruhi oleh keadaan amigdala, neokorteks, sistem limbik, lobus prefrontal dan hal-hal lain yang berada pada otak emosional. Faktor eksternal dimaksudkan sebagai faktor yang datang dari luar individu dan mempengaruhi individu untuk atau mengubah sikap.

Organizational citizenship behavior mengacu pada perilaku sukarela dari pegawai yang bukan bagian dari tugas resmi mereka dan yang bukan langsung diberikan oleh sistem pemberian resmi organisasi tetapi dapat meningkatkan total efektivitas organisasi (Amini dan Ahmadinejad, 2013). Hal ini juga didukung oleh penelitian yang telah dilakukan oleh Sumiyarsih, dkk (2012), yang menunjukkan bahwa, kecerdasan emosional dapat menentukan organization citizen behavior pada pegawai. Pegawai yang memiliki kecerdasan emosional, akan merasakan emosi yang positif dan menyenangkan, lebih kooperatif dalam bekerja dengan divisi atau rekan kerja lain sehingga dapat meningkatkan kinerja.

Berdasarkan uraian tersebut maka dapat diketahui bahwa kecerdasan emosional berpengaruh terhadaporganization citizen behavior. Artinya semakin baik kecerdasan emosional maka akan memperbaikiorganization citizen behavior.

2.3.2. Pengaruh Kecerdasan Emosional Terhadap Kinerja

(23)

xxiii |P a g e

tinggi kinerja yang dicapai karyawan. Selanjutnya dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Laras Tris (2006), menyatakan bahwa kecerdasan emosional berpengaruh secara positif signifikan terhadap kinerja karyawan. Melalui penelitian yang dilakukan oleh R.A Fabiola (2005), dapat diketahui juga bahwa kecerdasan emosional berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja karyawan baik secara parsial maupun secara simultan.

Individu dengan kesadaran diri tinggi memiliki kemampuan untuk mengubah respon anggota-anggota tim lain atas sikap/tindakan mereka (Ferris, 2013:93). Jadi dalam hal ini, individu dengan kecerdasan emosional yang tinggi memiliki kemampuan nyata untuk mengarahkan interaksi-interaksi tim untuk memenuhi tujuan yang diinginkan (Ferris, 2013:93). Hal ini juga diperkuat dengan pendapat George (2013:112) bahwa pemimpin yang memiliki kecerdasan emosional tinggi dapat menilai dengan tepat perasaan orang lain dan secara konstruktif mempengaruhi perasaan-perasaan tersebut agar anggota-anggota tim mau menerima perubahan. Dengan demikian, anggota-anggota tim akan merasa bersemangat dengan kewajiban moral untuk berusaha mewujudkan tujuan-tujuan tim. Individu-individu yang kecerdasan emosionalnya tinggi memiliki kemampuan untuk mengartikan umpan balik apakah ekspresi emosi mereka bisa diterima ataukah harus dihentikan. Dengan cara ini, tim menegaskan norma tim dan menunjang pembelajaran norma-norma tersebut kepada anggota-anggota baru.

Pembentukan sikap empati sebagai norma-norma tim akan mendorong terciptanya hubungan-hubungan dan jaringan penunjang sosial tim. Selanjutnya akan tercipta ikatan yang kohesif dan berfungsi untuk mengurangi konflik emosional dalam interaksi-interaksi antar anggota (George, 2013:113) Individu-individu yang lebih mudah menunjukkan sikap empati, lebih mampu membentuk hubungan-hubungan yang kuat, sehingga terbentuklah sistem penunjang yang kohesif dalam tubuh tim. Lebih lanjut, kesatupaduan tim ini menumbuhkan ekspresi inovatif dan kepercayaan, maupun pengambilan keputusan yang efisien dan peningkatan kinerja secara menyeluruh.

Berdasarkan uraian tersebut maka dapat diketahui bahwa kecerdasan emosional berpengaruh terhadap kinerja. Artinya semakin baik kecerdasan emosional maka akan memperbaiki kinerja pegawai.

2.3.3. PengaruhOrganization Citizen BehaviorTerhadap Kinerja

(24)

xxiv |P a g e

organisasi akan menyebabkan timbulnya kesulitan organisasi dalam mencapai tujuan. Oleh karena itu, dapat dipahami bahwa OCB memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan kinerja pegawai. Selanjutnya hasil penelitian yang dilakukan oleh Purnama (2013) bahwa OCB berpengaruh pada kinerja.

Berdasarkan uraian tersebut maka dapat diketahui bahwa organization citizen behavior berpengaruh terhadap kinerja. Artinya semakin baik organization citizen behavior, maka akan memperbaiki kinerja pegawai.

2.4. Kerangka Konseptual

Berdasarkan kajian teoritik dan kajian empirik, maka dituangkan sebuah kerangka konseptual yang menjelaskan tentang pengaruh kecerdasan emosional dan motivasi terhadap organization citizen behavior dan kinerja pegawai. Kinerja pegawai merupakan kemampuan kerja atau hasil kerja pegawai yang terimplementasi melalui prestasi kerja, keahlian, perilaku dan kepemimpinan.

Kinerja pegawai dipengaruhi oleh kecerdasan emosional. Hal ini didasarkan pada pendapat Goleman (2013:93), diperkuat dengan hasil penelitian oleh Darufitri Kartikandari (2007), Laras Tris (2006) dan R.A Fabiola (2005) bahwa kecerdasan emosional berpengaruh terhadap kinerja. Kinerja pegawai juga dipengaruhi oleh motivasi. Hal ini sejalan dengan pendapat Srimulyo (2014:39), bahwa salah satu variabel yang mempengaruhi kinerja adalah variabel psikologis, dan termasuk salah satu didalamnya adalah motivasi.

Faktor organization citizen behavior juga merupakan salah satu aspek penting yang mempengaruhi kinerja. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Castro, Barroso, Armario dan Ruiz (2004) dan Purnama (2013) bahwaorganization citizen behavior

(25)

xxv |P a g e

Keterangan: = Variabel laten = Pengaruh langsung

Gambar 2.2. Kerangka Konseptual 2.5. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah dan kerangka pemikiran, maka hipotesis penelitian ini sebagai berikut :

H1 : Kecerdasan emosional berpengaruh positif signifikan terhadap organization citizen behavior pada Dinas Perhubungan Kominfo Provinsi Sulawesi Tenggara.

H2 : Kecerdasan emosional berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja pegawai pada Dinas Perhubungan Kominfo Provinsi Sulawesi Tenggara.

H3 : Organization citizen behavior berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja pegawai pada Dinas Perhubungan Kominfo Provinsi Sulawesi Tenggara.

H1

H3

H2

Kinerja

Pegawai (Y2)

Organizational Citizen Behavior

(26)

xxvi |P a g e

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Rancangan/Obyek Penelitian

Rancangan penelitian ini adalah penelitian asosiatif (sebab akibat). Penelitian asosiatif merupakan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh antar dua variabel atau lebih dengan cara meneliti hubungan kausal diantara variabel, (Sugiyono 2013:11). Dalam penelitian ini untuk mengetahui pengaruh kecerdasan emosional terhadaporganizational citizen behaviordan kinerja pegawai.

Adapun obyek penelitian ini adalah organizational citizen behaviordan kinerja pegawai pada Dinas Perhubungan Kominfo Provinsi Sulawesi Tenggara. Waktu penelitian dilaksanakan sampai dengan ujian tutup selama 3 bulan.

3.2. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pegawai pada Dinas Perhubungan Kominfo Provinsi Sulawesi Tenggara, yaitu sebanyak 212 orang. Penentuan sampel dilakukan secara stratified random sampling (acak berkelompok) sesuai tingkat pendidikan yang ada. Penentuan besaran sampel menggunakan rumus Taro Yamane dalam Riduwan (2013:249) pada tingkat presisi 10% dengan rumus sebagai berikut:

2

e = Presisi yang ditetapkan yaitu 0,10.

Berdasarkan rumus Taro Yamane dalam Riduwan (2013:249), maka jumlah sampel yang bisa dianggap mewakili populasi adalah sebanyak :

orang

Adapun rincian anggota sampel berdasarkan tingkat pendidikan yaitu master magister (S2) sebanyak 7 orang, Sarjana (S1) sebanyak 37 orang, Diploma sebanyak 6 orang dan SMA sebanyak 18 orang.

3.3. Prosedur Pengolahan Data

(27)

xxvii |P a g e

Prosedur pengolahan data dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Editing yaitu mengoreksi kembali kebenaran data yang diperoleh baik data primer maupun data sekunder.

2. Tabulasi data yaitu memasukkan data ke dalam tabel tertentu sesuai kategorinya masing-masing.

3. Interpretasi yaitu menjelaskan data yang telah ditabulasi untuk selanjutnya dianalisis melalui teknik analisis data yang digunakan.

3.4. Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis statistik deskriptif dan analisisPartial Least Square(PLS).

1. Analisis Statistik Deskriptif

Teknik analisis statistik deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan variabel kecerdasan emosional (X1), organizational citizen behavior (Y1) dan kinerja pegawai (Y2), dengan cara menghitung rerata (mean) dari masing-masing variabel penelitian. Nilai rata-rata yang diperoleh selanjutnya dibuatkan kriteria penilaian baru dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

k bk bk i tr

Keterangan : i = Interval

bkt = Skor jawaban tertinggi bkr = Skor jawaban terendah k = Klasifikasi jawaban (Sumber : Supranto, 2011:64)

Jadi perhitungannya adalah

Interval = 0,8 5

1 5

Setelah besarnya interval diketahui kemudian dibuat rentang skalanya sehingga kategori nilai yang diperoleh sebagai berikut :

(28)

xxviii |P a g e

Rata-Rata Skor Kecerdasarn Emosional OCB Kinerja 4,21–5,00 Sangat baik Sangat baik Sangat baik

3,41–4,20 Baik Baik Baik

2,61–3,40 Kurang baik Kurang baik Kurang baik

1,81–2,60 Tidak baik Tidak baik Tidak baik

1,00 - 1,80 Sangat tidak baik Sangat tidak baik Sangat tidak baik Sumber: Sudjana (2012)

2. AnalisisPartial Least Square(PLS)

Untuk mengetahui pengaruh diantara variabel-variabel penelitian digunakan teknik analisis Partial Least Square (PLS). Penyelesaiannya menggunakan program PLS Smart versi 1.8. Adapun langkah-langkah Partial Least Square sebelum melakukan pengujian hipotesis sebagai berikut :

a. Melakukan uji asumsi linearitas

b. Melakukan evaluasi model pengukuran (outer model) :

1) Discriminant validitydengan menggunakan nilai cross loading.

2) Discriminant validity dengan menggunakan square root of average variance extracted(AVE).

3) Convergent Validity yaitu mengukur validitas indikator sebagai pengukur konstruk, yang dapat dilihat dariouter loading.

4) Composite reliability menguji nilai reliability antara indikator dari konstruk yang membentuknya.

c. Evaluasi Goodness of Fit Model

Model struktural dievaluasi dengan memperhatikan Q2 predictive relevance model yang mengukur seberapa baik nilai observasi dihasilkan oleh model. d. Pengujian Model Struktural dan Hipotesis Penelitian

Pengujian model struktural dan hipotesis dilakukan dengan melihat nilai estimasi koefisien jalur dan nilai titik kritis (t-statistik) yang signifikan padaα = 0,05. Ketentuannya sebagai berikut :

- Bila nilai t statistik≥ t kritis atau sig ≤ 0,05maka hipotesis diterima. - Bila nilai t statistik < t kritis atau nilai sig > 0,05 maka hipotesis ditolak.

3.5. Definisi Operasional Variabel

Definisi operasional adalah penjelasan operasional dari setiap variabel yang diteliti disertai dengan indikator pengukurannya. Dengan demikian maka definisi operasional variabel kecerdasan emosional, organizational citizen behavior dan kinerja pegawai diuraikan sebagai berikut:

(29)

xxix |P a g e

diri sendiri, dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain yang dapat diamati dari indikator kesadaran diri, pengaturan diri, kesadaran sosial, serta keterampilan sosial.

a. Kesadaran diri adalah mengamati diri dan mengenali perasaan-perasaan, menghimpun kosakata untuk perasaan, mengetahui hubungan antara pikiran, perasaan, dan reaksi. Kesadaran diri diukur dari tiga item indikator yaitu : (1) Tingkat kemampuan menyadari keterkaitan antara perasaan, pikiran, perbuatan dan perkataan. (2) Tingkat kesadaran tentang kekuatan dan kelemahan yang ada pada dirinya. (3) Tingkat kesadaran akan kemampuan diri sendiri.

b. Pengaturan diri adalah mengendalikan emosi oleh diri sendiri tetapi tidak hanya berarti meredam rasa tertekan atau menahan gejolak emosi; ini juga bisa berarti dengan sengaja menghayati suatu emosi termasuk yang tidak menyenangkan. Pengaturan diri diukur dari tiga item indikator yaitu: (1) Tingkat kemampuan untuk menjaga agar emosi dan impuls yang tidak stabil tetap terkendali. (2) Tingkat kemampuan dalam mewujudkan integritas dan sikap bertanggung jawab dalam mengelola diri sendiri. (3) Tingkat tanggungjawab dalam melaksanakan tugas.

c. Kesadaran sosial adalah memahami perasaan orang lain dan menerima sudut pandang orang lain, serta menghargai pebedaan dalam cara bagaimana perasaan orang lain terhadap berbagai macam hal, lain peka terhadap perasaan orang lain serta lebih baik dalam mendengarkan orang lain. Kesadaran sosial diukur dari tiga item indikator yaitu : (1) Tingkat pemahaman terhadap pendapat orang lain. (2) Tingkat pemenuhan akan pelayanan dan kebutuhan pasien. (3) Tingkat frekuensi dalam menawarkan umpan balik yang bermanfaat.

d. Keterampilan sosial adalah keterampilan menangani emosi orang lain. Keterampilan sosial diukur dari tiga item indikator yaitu: (1) Tingkat keterampilan dalam melakukan pendekatan. (2) Tingkat kemampuan memimpin dalam menghadapi masalah-masalah sulit tanpa ditunda. (3) Tingkat kemampuan memimpin melalui keteladanan.

2. Organizational citizen behavior (OCB) adalah perilaku responden yang secara tidak langsung dapat memberi konstribusi pada keefektifan dan keefisianan organisasi. OCB dapat diukur melalui 5 (lima) indikator, yaitu: altruism (membantu orang lain), conscientiousness (berhati-hati), civic virtue (kualitas moral), sportmanship(sportif) dancourtesy(kesopanan).

a. Altruism, yaitu sikap responden dalam mengutamakan kepentingan orang lain, misalnya dengan membantu rekan kerja dalam suatu tugas.

(30)

xxx |P a g e

c. Civic virtue yaitu keterlibatan atau partisipasi responden terhadap perkembangan organisasi baik secara professional maupun sosial alamiah. d. Sportmanship yaitu sikap responden yang dapat diamati melalui perilaku

sportif, tidak senang protes serta bekerja tanpa keluhan.

e. Courtesy, adalah perilaku sopan santun responden, suka menghormati orang lain atau seperti meringankan problem-problem yang berkaitan dengan pekerjaan yang dihadapi bersama orang lain.

3. Kinerja pegawai adalah hasil kerja yang dicapai pegawai pada Dinas Perhubungan Kominfo Provinsi Sulawesi Tenggara yang diamati dari indikator prestasi kerja, keahlian, perilaku individu dan kepemimpinan.

a. Prestasi kerja adalah adalah penilaian pimpinan terhadap hasil kerja responden baik secara kualitas maupun kuantitas. Prestasi kerja diamati dari tiga item indikator yaitu : (1) Kualitas hasil kerja yang diperoleh, (2) Kesesuaian hasil kerja dengan tujuan organisasi, (3) Manfaat hasil kerja.

b. Keahlian adalah penilaian pimpinan terhadap kemampuan teknis yang dimiliki oleh responden dalam menjalankan tugas yang dibebankan kepadanya. Keahlian diamati melalui tiga item indikator yaitu : (1) Kerjasama, (2) Komunikasi, (3) Inisiatif.

c. Perilaku individu adalah adalah sikap dan tingkah laku responden yang melekat pada dirinya dan dibawa dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Perilaku individu diamati melalui tiga item indikator yaitu : (1) Kejujuran, (2) Tanggung jawab, (3) Disiplin.

d. Kepemimpinan adalah perilaku pegawai dalam mengarahkan dirinya yang diamati dari tiga item indikator yaitu : (1) memimpin dirinya sendiri, (2) melakukan koordinasi dengan rekan kerja, (3) melakukan koordinasi dengan pimpinan.

BAB IV

(31)

xxxi |P a g e

4.1. Karakteristik Responden

Karakteristik responden dalam penelitian ini meliputi umur, jenis kelamin, pendidikan, masa kerja dan golongan. Lebih jeasnya diuraikan sebagai berikut:

4.1.1. Umur

Faktor umur merupakan hal yang sangat berpengaruh terhadap aktivitas sehari-hari. Sesuai hasil penelitian dengan menggunakan angket (lampiran 2) ternyata mayoritas responden yang diteliti masih dalam kategori usia produktif. Lebih jelasnya data penelitian tersebut ditampilkan melalui tabel 4.1 berikut:

Tabel 4.1. Karakteristik Responden Berdasarkan Kelompok Umur

No Kelompok Umur

Sumber : Data primer, Tahun 2016.

Tabel 4.1 menunjukkan sebanyak 20 responden (29,41%) berumur antara 42 s/d 46 tahun. Responden yang berumur antara 37s/d 41 tahun sebanyak 14 responden (20,59%), sedangkan responden yang berumur antara 27 s/d 31 tahun terdapat 7 responden (10,29%). Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa responden pada Dinas Perhubungan Kominfo Provinsi Sulawesi Tenggara termasuk dalam kategori produktif dari segi usianya, sehingga diharapkan dapat meningkatkan organization citizen behaviordan kinerjanya.

4.1.2. Jenis Kelamin

Berdasarkan hasil penelitian, kebanyakan responden pada Dinas Perhubungan Kominfo Provinsi Sulawesi Tenggara berjenis kelamin laki-laki. Lebih jelasnya ditampilkan melalui tabel 4.2 berikut:

Tabel 4.2. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

No Jenis Kelamin Frekuensi

(Orang)

(32)

xxxii |P a g e

Sumber : Data primer, Tahun 2016.

Tabel 4.2 menunjukkan sebanyak 41 responden (60,29%) berjenis kelamin laki-laki, sedangkan yang berjenis kelamin perempuan terdapat 27 responden (39,71%). Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa responden pada Dinas Perhubungan Kominfo Provinsi Sulawesi Tenggara mayoritas adalah laki-laki. Hal ini dapat dipahami karena pada Dinas Perhubungan Kominfo Provinsi Sulawesi Tenggara banyak tugas-tugas operasional lapangan yang harus dikerjakan oleh laki-laki.

4.1.3. Pendidikan

Pendidikan merupakan salah satu yang dapat mempengaruhi pola pikir dan sikap seseorang dalam melaksanakan suatu kegiatan. Sesuai hasil penelitian, diperoleh data bahwa kebanyakan responden pada Dinas Perhubungan Kominfo Provinsi Sulawesi Tenggara berpendidikan Sarjana. Lebih jelasnya, ditampilkan melalui tabel 4.3 berikut :

Tabel 4.3. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan

No Pendidikan Frekuensi

Sumber : Data primer, Tahun 2016.

Tabel 4.3 menunjukkan sebanyak 37 responden (54,41%) berpendidikan S1. Responden yang berpendidikan SMA terdapat 18 responden (26,47%) dan responden yang berpendidikan S2 sebanyak 7 responden (10,29%). Sedangkan responden yang berpendidikan D3 terdapat 6 responden (8,82%). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pendidikan responden pada Dinas Perhubungan Kominfo Provinsi Sulawesi Tenggara termasuk dalam kategori cukup memadai. Oleh karena itu, diharapkan dapat melaksanakan tugas pokok dan fungsinya dengan baik sehingga organization citizen behaviordan kinerjanya lebih optimal.

(33)

xxxiii |P a g e

Masa kerja merupakan lamanya seseorang bekerja. Sesuai hasil penelitian diperoleh data bahwa masa kerja responden bervariasi antara satu dengan yang lain. Lebih jelasnya data penelitian tersebut ditampilkan melalui tabel 4.4 berikut:

Tabel 4.4. Karakteristik Responden Berdasarkan Masa Kerja

No Masa Kerja

Sumber : Data primer, Tahun 2016.

Tabel 4.4 menunjukkan sebanyak 15 responden (22,06%) memiliki masa kerja antara 6 s/d 10 tahun. Responden yang masa kerjanya antara 21 s/d 25 tahun sebanyak 12 responden (17,65%), sedangkan responden yang memiliki masa kerja antara 31 s/d 36 tahun terdapat 5 responden (7,35%). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa responden pada Dinas Perhubungan Kominfo Provinsi Sulawesi Tenggara telah memiliki pengalaman kerja yang cukup. Dengan adanya pengalaman yang cukup, maka diharapkan dapat melaksanakan tugas dengan baik sehingga organization citizen behaviordan kinerjanya sesuai yang diharapkan.

4.1.5. Golongan

Berdasarkan hasil penelitian, kebanyakan responden pada Dinas Perhubungan Kominfo Provinsi Sulawesi Tenggara memiliki golongan III. Lebih jelasnya ditampilkan melalui tabel 4.5 berikut:

Tabel 4.5. Karakteristik Responden Berdasarkan Golongan

No Golongan Frekuensi

Sumber : Data primer, Tahun 2016.

(34)

xxxiv |P a g e

yang golongan IV terdapat 2 responden (2,94%). Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa golongan responden pada Dinas Perhubungan Kominfo Provinsi Sulawesi Tenggara tergolong tinggi. Oleh karena itu, diharapkan dapat melakukan pekerjaan dengan baik sehinggaorganization citizen behaviordan kinerjanya akan lebih baik.

4.2. Deskripsi Variabel Penelitian 4.2.1. Kecerdasan Emosional

Kecerdasan emosional yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kemampuan pegawai Dinas Perhubungan Kominfo Provinsi Sulawesi Tenggara untuk mengenali perasaan diri sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain yang dapat diamati dari indikator kesadaran diri, pengaturan diri, kesadaran sosial, serta keterampilan sosial. Berdasarkan data hasil penelitian (Lampiran 3), maka secara deskriptif item pernyataan yang berkaitan dengan kecerdasan emosional ditampilkan melalui tabel 4.6 berikut:

Tabel 4.6. Deskripsi Variabel Kecerdasan Emosional

Indikator No. Rata-Rata 20,0% 64,3% 15,1% 0,6% 0,0% 4,04 Sumber: Data primer, Tahun 2016.

Tabel 4.6 menunjukkan variabel kecerdasan emosional memiliki nilai rata-rata 4,04. Ini berarti bahwa kecerdasan emosional termasuk dalam penilaian baik jika diamati dari indikator kesadaran diri, pengaturan diri, kesadaran sosial dan keterampilan sosial.

(35)

xxxv |P a g e

diri juga sudah baik dalam pelaksanaannya menurut persepsi responden dengan nilai rata-rata sebesar 4,18. Artinya pegawai selalu menjaga agar emosi yang tidak stabil tetap terkendali, mampu mewujudkan integritas yang bertanggung jawab dalam mengelola diri sendiri serta bertanggungjawab dalam melaksanakan tugas.

Fakta empiris menunjukkan bahwa kesadaran sosial sudah baik dalam pelaksanaannya menurut persepsi responden dengan nilai rata-rata sebesar 3,85. Artinya pegawai selalu mengerti dengan pendapat rekan kerja, bersedia melakukan pelayanan dengan baik serta selalu menawarkan umpan balik yang bermanfaat. Selanjutnya, keterampilan sosial juga sudah baik dalam pelaksanaannya menurut persepsi responden dengan nilai rata-rata sebesar 3,63. Artinya pegawai terampil dalam melakukan pendekatan, mampu memimpin dalam menghadapi masalah-masalah sulit serta mampu memimpin melalui keteladanan.

Namun demikian, masih ada sebagian kecil responden yang kecerdasan emosionalnya belum optimal. Hal ini ditandai dengan adanya jawaban netral sebesar 15,1% dan tidak setuju sebesar 0,6%. Ini berarti bahwa jika dilihat dari sisi kesadaran diri, masih ada sebagian kecil pegawai yang belum sepenuhnya menyadari keterkaitan antara perasaan, pikiran, perkataan dan perbuatannya, belum sepenuhnya menyadari kekuatan dan kelemahan serta kemampuan dirinya. Dari sisi pengaturan diri, masih ada sebagian kecil pegawai yang belum sepenuhnya selalu menjaga agar emosi yang tidak stabil tetap terkendali, belum sepenuhnya mampu mewujudkan integritas yang bertanggung jawab dalam mengelola diri sendiri serta belum sepenuhnya bertanggungjawab dalam melaksanakan tugas. Dari sisi kesadaran sosial, masih ada sebagian kecil pegawai yang belum sepenuhnya selalu mengerti dengan pendapat rekan kerja, belum sepenuhnya bersedia melakukan pelayanan dengan baik serta belum sepenuhnya selalu menawarkan umpan balik yang bermanfaat. Selanjutnya, dari sisi keterampilan sosial, masih ada sebagian kecil pegawai yang belum sepenuhnya terampil dalam melakukan pendekatan, belum sepenuhnya mampu memimpin dalam menghadapi masalah-masalah sulit serta belum sepenuhnya mampu memimpin melalui keteladanan.

Gambar

Gambar 2.2.   Kerangka Konseptual
Tabel 4.2 menunjukkan sebanyak 41 responden (60,29%) berjenis kelamin
Tabel 4.4. Karakteristik  Responden Berdasarkan Masa Kerja
Tabel 4.6. Deskripsi Variabel Kecerdasan Emosional
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang untuk mengenali perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri, dan kemampuan

11 Daniel Goleman, mendefinisikan kecerdasan emosional dengan kemampuan mengenali perasaan diri kita sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri, dan

1) Mengenali emosi diri, yaitu Kesadaran diri mengenali perasaan sewaktu perasaan itu terjadi. Ini merupakan dasar kecerdasan emosional. Kesadaran diri adalah

Sedangkan Goleman (2001) menyatakan bahwa kecerdasan emosional atau emotional intelligence adalah kemampuan mengenali perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain,

Kecerdasan emosional adalah kemampuan mengenali perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotifasi diri sendiri dan kemampuan mengelola emosi dengan baik

Golmen (Desmita, 2014) menjelaskan bahwa, kecerdasan emosional merujuk kepada kemampuan mengenali perasaan diri sendiri dan perasaan orang lain, dan kemampuan

Goleman (2005) mendefinisikan kecerdasan emosional dengan kemampuan untuk mengenali perasaan diri sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri, dan

Adapun menurut Goleman (Nggermanto, 2001:164) kecerdasan emosional (emotional in- telligence) adalah kemampuan untuk mengenali perasaan kita sendiri dan perasaan orang