• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGERTIAN UPAYA HUKUM Acara Perdata

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGERTIAN UPAYA HUKUM Acara Perdata"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

A. PENGERTIAN UPAYA HUKUM

Upaya hukum adalah upaya yang diberikan oleh undang-undang kepada seseorang atau badan hukum untuk dalam hal tertentu melawan putusan hakim1.

Dalam Hukum Acara Perdata dikenal dengan dua macam upaya hukum, anatar lain upaya hukum biasa dan upaya hukum luar biasa.

Menurut Ny. Retno Wulan dalam buku Acara Hukum Perdata menyatakan, upaya hukum biasa adalah perlawanan terhadap putusan vesrtek, banding, dan kasasi. Pada azasnya, upaya hukum ini menangguhkan eksekusi. Pengecualian adalah, apabila putusan tersebut dijatuhkan dengan ketentuan dapat dilaksanakan terlebih dahulu (uitvoerbaar bij voorraad ex. Pasal 180 (1) H.I.R), maka meskipun diajukan upaya biasa, namun eksekusi akan berjalan terus.

Berbeda dengan upaya hukum biasa, mengenai upaya hukum luar biasa pada azasnya tidak menangguhkan eksekusi yang termasuk upaya hukum luar biasa adalah perlawanan pihak ketiga terhadap sita eksekutorial dan peninjauan kembali.

Yang dimaksud pihak ketiga adalah orang yang semula bukan pihak dalam perkara yang bersangkutan, tetapi karena ia merasa pihak yang berkepentingan, misalnya ia merasa bahwa barang yang dipersengketakan itu atau sedang disita itu adalah miliknya, bukan milik tergugat2.

Maka dari pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan upaya hukum yaitu suatu usaha bagi setiap pribadi yang merasa dirugikan haknya atau atas kepentingannya untuk memperoleh keadilan dan perlindungan/ kepastian hukum, menurut cara-cara yang ditetapkan dalam undang-undang.

Jenis-jenis upaya hukum3:

1. Upaya hukum melawan gugatan: a. Eksepsi,

b. Rekonvensi; (guagatan balik); c. Minta vrijwaring;

2. Upaya hukum melawan putusan:

a. Upaya hukum biasa: verzet, banding, dan kasasi.

1 Retno Wulan Sutantio. 2009. Hukum Acara Perdata,cetakan kesebelas, Bandung: CV. Mandar Maju 2 Mardani. 2009. Hukum Acara Perdata Peradilan Agama & Mahkamah Syar’iyah, cetkan pertama,

Jakarta: Sinar Grafika

(2)

b. Upaya hukum luar biasa (istimewa): rekes sipil (peninjauan kembali), derden verzet,

3. Upaya hukum melawan sita a. Verzet yang bersangkutan; b. Verzet pihak ketiga; 4. Upaya hukum melawan sita:

a. Verzet yang bersangkutan; b. Verzet pihakk ketiga;

5. Upaha hukum untuk mencapuri proses: a. Intervensi (tussenkomst= mencampuri); b. Voeging (turut serta pada salah satu pihak); c. Vrijwaring (ditarik sebagai penjamin);

6. Upaya hukum pembuktian: a saksi, b. tulisan, c. dugaan/persangkaan; d. pengakuan, e. sumpah dan sebagainya. Dengan alat-alat bukti yang sah.

Pada bab ini selanjutnya penulis akan bicarakan tentang upaya hukum tentang banding, kasasi, dan peninjauan kemabali.

A. UPAYA HUKUM BIASA 1. Verzet

Verzet ialah perlawanan dari tergugat terhadap putusan verstek peradilan agama tingkat pertama4. Verstek diajukan ke Pengadilan Agama yang mengeluarkan putusan dalam waktu tertentu. Dalam hukum Islam Verstek disebut dengan al-qadha al-qhaib

(putusan yang dijatuhkan karena tidak hadirnya tergugat).

Dalam upaya hukum verzet, hakim ndapat memeriksa (kembali) gugatan yang diputuskan secara verstek, karena ketika verstek belum mencakup materi/substansi perkara.

2. Banding

Salah satu upahaya hukum yang biasa adalah banding5, banding artinya ialah moho supaya perkara yang telah diputus oleh Pengadilan yang lebih tinggi (tingkat banding), karena merasa belum puas dengan keputusan Pengadilan tinggka pertama6. Dengan diajukannya permohonan banding, perkara menjadi mentah lagi. Atas penetapan Pengadilan Agama dapat dimintakan banding oleh pihak yang berperkara kecuali apabila dijatuhkan dengan ketentuan dapat dilaksanakan terlebih dahulu, atau putusan tersebut adalah suatu putusan provisional, tidak dapat dilaksanakan. Dasar hukumnya ada pada pasal 61 UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang

4 Ibid. Hal: 1

(3)

berbunyi “Atas penetapan dan putusan Pengadilan Agama dapat dimintakan banding oleh pihak yang berperkara, kecuali apabila undang-undang menentukan lain. Permohonan banding diajukan kepada Pengadilan Tinggi Agama yang daerah hukumnya meliputi Pengadilan Agama yang bersangkutan dan permohanan banding diajukan melalui Pengadilan Agama yang memutusnya.

a. Syarat-Syarat Banding

Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh si pembanding, ialah sebagai berikut:

1. Diajukan oleh pihak-pihak berperkara,

2. Diajukan masih masa tenggang waktu banding. Masa tenggang banding yaitu 14 (empat belas) hari terhitung dari tanggal pembacaan tulisan. Namun, bila pihak yang mengajukan banding tidak hadir pada saat pembacaan putusan, maka tenggang waktu 14 hari dihitung sejak tanggal penerimaan pemberitahuan amar putusan kepada pihak yang bersangkutan (vide pasal 199 ayat (1) RBg). Membayar panjar biaya banding7. Jika perkara prodeo, terhitung 14 hari dari tanggal pemeberitahuan putusan prodeo dari Pengadilan Tinggi Agama kepada Pemohon banding (pasal 7 ayat (3) UU No. 20 Tahun 1947 tentang pemeriksaan Ulang Perkara Perdata dalam Tingkat Banding untuk Pengadilan Tinggi di Jawa dan Madura.

3. Putusan Pengadilan Agama tersebut menurut hukum boleh dimintakan banding.

b. Tata Cara Banding

1. Pengajuan Permohonan Banding, permohonan banding harus disampaikan dengan surat atau dengan lisan oleh calon pembanding atau kuasa hukumnya untuk mengajukan banding. Surat permohonan banding disampaikan kepada Pengadilan Agama memutus perkara yang hendak dibanding. Permohonan banding dapat diajukan dalam tenggang waktu 14 hari setelah putusan dibacakan atau diberitahukan. Dan bentuk permohonan banding bias dengan lisan atau atau dapat juga dengan tulisan.

2. Pembayaran ongkos atau biaya banding kecuali hal prodeo, biaya banding dibebankan kepada pemohon (pebanding) bukan kepada pihak termohon (terbanding). Pemohon banding selanjutnya dicatat oleh panitera dalam registerinduk perkara, dibuatkan akta banding dan lampiran berkas perkara banding.

(4)

3. Pemberitahuan banding kepada terbanding (pihak lawan), Pengadilan Agama melalui juru sita segera menyampaikan pemeberitahuan permohanan banding kepada pihak terbanding (lawan) paling lama dalam waktu satu minggu.

4. Membaca dan mempelajari berkas perkara (inzage), Pengadilan Agama melalui juru sita harus sudah memberi kesempatan kepada pihak yang berperkara (paling lambat 14 hari dari tanggal permohonan banding) untuk membaca danmempelajari berkas perkara.

5. Memori dan kontra memori banding, pihak pembanding dapat mengajukan memori banding ke Pengadila Agama dalam tenggang waktu selama-lamanya 30 hari sejak pemeberitahuan adanaya memori banding.

6. Menyampaikan berkas banding ke Pengadilan Tinggi Agama, berkas perkara banding yang terdiri dari Bundel A (terdiri dari surat-surat dan Berita Acara dan segala sesuatu yang berkaitan dengan hasil pemeriksaan perkara di Pengadilan Agama) dan bundel B (terdiri dari surat-surat yang berkaitan dengan adanya permohonan banding termasuk didalamnya akta banding, salinan putusan Pengadilan Agama yang bersangkutan, memori dan kontra memori banding, dan surat-surat lain yang hubungannya dengan upaya hukum banding dikirimkan ke Pengadilan Tinggi Agama disertai pula dengan biaya bandingnya.

Secara teknis Direktorat Jendral Peradilan Agama telah membuat prosedur dan prosen penyelesaian perkara banding.

c. Prosedur Banding

Langkah-langkah yang harus dilakukan pemohon banding:

1. Permohonan banding harus disampaikan secara tertulis atau lisan kapada Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyah dalam tenggang waktu.

a. 14 (empat belas) hari terhitung mulai hari berikutntya dari hasil pengucapan putusan, pengumuman/pemeberitahuan putusn kepada yang berkepentingan;

b. 30 (tigapuluh) hari bagi Pemohon yang tidak bertempat dikediaman di wilayah hukum Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyah yang memutus perkara tingkat pertama (pasal 7 UU No. 20 Tahun 1974). 2. Membayar biaya perkara banding (pasal 7 UU No. 20 Tahun 1974), pasal

89 UU No. 7 Tahun 1989 yang telah diubah dengan UU No. 3 Tahun 2006.

(5)

4. Pemohon banding dapat mengajukan memori banding dan termohon banding dapat mengajukan kontra memori banding (pasal 11 ayat (3) UU No. 20 Tahun 1974).

5. Selambat-lambatnya 1 hari setelh permohonan diberitahukan kepada pihak lawan, panitera memberi kesempatan kepada kedua belah pihak untuk melihat surat-surat berkas perkara di kantor Pengadilan Agama (pasal 11 ayat (1) UU No. 20 Tahun 1974)

6. Berkas perkara banding dikirim ke Pengadilan Tinggi Agama/Mahkamah Syar’iyah provinsi ke Pengadilan Agama selambat-lambatnya satu bulan sejak diterima perkara banding.

7. Salinan putusa banding dikirim oleh Pengadilan Tinggi Agama ke Pengadilan Agama yang memeriksa perkara pada tingkat pertama untuk disampaikan kepada para pihak.

8. Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyah menyampaikan salianan putusan kepada para pihak.

9. Setelah putusan memperoleh kekuatan hukum tetap maka panitera:

A. Untuk perkara cerai talak

1. Memberitahukan tentang Penetapan Hari Sidang penyaksian ikrar talak denga memanggil Pemohon dan Termohon.

2. Memebrikan Akta Cerai sebagai surat bukti cerai selambat-lambatnya dalam waktu tujuh hari.

B. Untuk perkara cerai gugat:

Memberikan akta cerai sebagai bukti cerai selambat-lambatnya dalam waktu tujuh hari.

d. Proses Pelayanan Perkara

1) Berkas perkara badning dicatat dan diberi nomor register.

2) Ketua Pengadilan Tinggi Agamam/Mahkamah Syar’iyah provinsi membuat Penetapan Majelis Hakim yang akan memeriksa berkas. 3) Panitera menetapkan panitera pengganti yang akan membantu majelis. 4) Panitera pengganti menyerahka berkas kepada ketua majelis.

5) Panitera pengganti mendistribusikan berkas perkara ke Majelis Hakim Tinggi.

6) Majelis Hakim Tinggi memutus perkara banding.

7) Salinan putusan dikirimkan kepada duabelah pihak melalui pengadilan tingkat pertama.

e. Produk Hukum Banding

(6)

1) Memperkuat Putusan Pengadilan,

Majelis Hakim Tinggi Agama menilai putusan Pengadilan Agama telah benar dan tepat.

2) Membatalkan Putusan Pengadilan Agama,

Jika Pengadilan Agama telah salah penerapan, baik dalam hukum acara maupun materiil.

3) Memperbaiki Putusan Pengadilan Agama.

Jika pada dasarnya Pengadilan Agama telah benar dan tepat dalam pokok-pokok perkara. namun dianggap masih kurang mempertimbanng mengarah kepada rasa keadilan, atau Pengadilan Agama kurang/salah dalam redaksi putusan.

3. Kasasi

Kasasi yaitu permohonan pembatalan terhadap putusan/penetapan Pengadilan Agama Tingkat Pertama atau terhadap putusan pengadilan tingkat banding (Pengadilan Tinggi Agama ke Mahkamah Agung di Jakarta melalui Pengadilan Agama yang memutuskan perkara tersebut, dengan syarat-syarat yang telah ditentukan).

Kasasi merupakan kekuasaan Mahkamah Agung, sesuai Pasal 28 UU No.14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, yaitu:

(1) Mahkamah Agung bertugas dan berwewenang memeriksa dan memutus:

a. Permohonan kasasi,

b. Sengketa tentang kewenangan mengadili,

c. Permohonan peninjauan kembali putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

(2) Untuk kelancaran pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud ayat (1) Ketua Mahkamah Agaung menetapkan pembidangan tugas dalam Mahkamah Agung.

Pasal 29 berbunyi: Mahkamah Agung memutus permohonan kasaso terhadp putusan Pengadilan Tingkat Banding atau tingkat terakhir dari semua lingkungan peradilan.

Pasal 30 berbunyi: Mahkamah Agung dalam tingkat kasasi membatalkan atau penetapan pengadilan-pengadilan dari semua lingkungan peradilan karena:

a. Tidak berwenang atau melampaui batas wewenang, b. Salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku,

(7)

A. Tata Cara Kasasi

1. Banding disampaikan kepada Mahkamah Agung RI melalui Panitera Pengadilan Agama yang memutus perkara. Dalam tenggang waktu 14 hari dari tanggal diterimanya pemberitahuanamar putusan Pengadilan Tinggi Agama tersebut. Permohonan kasasi harus diikuti pembayaran biaya kasasi, kemudian Pengadilan Agama Membuat akta kasasi dan dicatat pada register induk perkara. Selanjutnya, panitera mamberitahukan secara tertulis pada pihak lawan selambat-lambatnya 7 hari sejak diterimanya permohonan kasasi.

2. Penyampaian risalah kasasi dan kontra memori kasasi. Pihak pemohona kasasi membuat memori kasasi sebanyak 3 rangkap dalam tenggang waktu emapat belas hari sejak dari pemberitahuan risalah kasasi, termohon kasasi harus menyampaikan kontra risalah kasasi dan pemberitahuan kepada pemohon kasasi (Pasal 47 UU No. 14 Tahun 1985.

Dalamtenggang waktu 30 hari pengadilan agama mengirimkan berkas berupa Bundel A dan Bundel B kepada Mahkamah Agung (pasal 48 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1985).

Bundel A terdiri atas surat-surat dan Berita Acara dan segala sesuatu yang berkaitan dengan hasil pemeriksaan perkara di Pengdilan Agama, sedangkan Bundel B memuat atas surat-surat yang berkaitan dengan pemohonan kasasi, seperti:

 Reelas-reelas pemeberitahuan isi putusan banding kepada keduabelah pihak yang berperkara.

 Akta kasasi,

 Surat kuasa khusus kasasi dari pemohon kasasi,  Memori kasasi (bila ada),

 Kontra memori kasasi (bila ada),

 Salinan putusan Pengadilan Agama, salinan putusan Pengadilan Tinggi Agama, dan surat-surat lain yang berhubungan dengan kasasi.

Secara teknis Direktorat Badan Peradilan Agama telah memuat proedur dan peroses penyelesaian perkara kasasi.

B. Prosedur

Langkah-langkah yang harus dilakukan pemohon kasasi:

(8)

Tinggi Agama diberitahukan kepada pemohon (pasal 46 ayat (1) UU No. 14 Tahun 1985 yang telah diubah dengan No. 5 Tahun 2004)

2) Membayar biaya perkara kasasi (Pasal 46 Tahun 1985 yang telah diubah dengan UU No. 5 Tahun 2004).

3) Panitera pengadilan tingkat pertama memberitahukan secara tertulis kepada pihak lawan, selambat-lambatnya 7 hari setelah permohonan kasasi terdaftar.

4) Pemohon kasasi wajib menyampaikan memori kasasi dalam tenggang waktu 14 hari setelah permohonan didaftar (Pasal 47 (1) No. 14 Tahun 1989 yang telah diubah dengan UU No. 5 Tahun 2004.

5) Panitera pengadilan tingkat pertama meberitahukan dan menyampaikan salinan memori kasasi kepada pihak lawan dalam waktu selambat-lmabtanya 30 hari sejak diterimanya memori kaasasi (pasal 48 UU NO.14 Tahun 1985 yang telah diubah dengan UU No. 5 Tahun 2004).

6) Pihak lawan dapat mengajukan surat jawaban terhadap memori kasasi kepada Mahkamah Agung selambat-lambatnya dalam tenggang waktu 14 hari sejak tanggal diterimanya salinan memori kasasi (Pasal 47 ayat 3 UU No.14 Tahun 1985 yang telah diubah dengan UU No.5 Tahun 2004). 7) Panitera Pengadilan tingkat pertama mengirimkan berkas kasasi kepada

Mahkamah Agung selambat-lambatnya dalam tenggang waktu 30 hari sejak diterimanya memori kasasi dan jawaban memori kasasi (pasal 48 UU No. 12 Tahun 1985 yang telah diubah dengan UU No.5 Tahun 2004) 8) Setelah putusan diampaikan kepada para pihak maka panitera:

a. Untuk perkara cerai talak:

1) Memberitahukan tentang Penetapan Hari Sidang penyaksian ikrar talak dengan memanggil keduabelah pihak.

2) Memberikan akta cerai sebagai surat bukti cerai selambat-lambatnya 7 hari.

b. Untuk perkara cerai gugat:

Memberikan akta cerai sebagai surat bukti cerai selambat-lambatnya dalam waktu tujuh hari.

C. Proses Penyelesaian Perkara

1) Permohanan kasasi diteliti kelengkapan berkasnya oleh Mahkamah Agung, kemudian dicatat dan diberi nomor register perkara kasasi.

2) Mahkamah Agung memberitahukan kepada Pemohon dan Termohon kasasi bahwa perkaranya telah diregistrasi.

(9)

4) Penyerahan berkas perkara oleh asisten coordinator (Askor) kepada panitera pengganti yang menangani perkara tersebut.

5) Panitera pengganti mendistribusikan berkas perkara ke Majelis Hakim Agung masing-masing (pembaca 1, 2, dan pembaca 3) untuk diberi pendapat.

6) Majelis Hakim Agung memutus perkara.

7) Mahkamah Agung mengirimkan salinan putusan kepada para pihak melalui pengadilan tingkat pertama yang menerima permohonan kasasi.

B. UPAYA HUKUM LUAR BIASA

1. Peninjauan Kembali (PK)

Peninjauan kembali adalah upaya hukum luar biasa (request civil) merupakan upayauntuk memeriksa atau memerintahkan kembali suatu putusan pengadilan, baik tingkat pertama, banding, kasasi yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, guna membatalkanya, karena diketahui terdapat hal-hal baru yang dahulu tidak dapat diketahui maka keputusan hakim akan menjadi lain, tentang Peninauan Kembali diatur dalam Pasal 66 UU No. 14 Tahun 1985, yang berbunyi:

(1) Permohonan peninjauan kembali hanya dilakukan sekali,

(2) Permohanan peninjauan kembali tidak menangguhkan atau menghentikan pelaksanaan putusan pengadilan,

(3) Permohanan peninjauan kembali dapat dicabut selama belum diputus, dan dalam hal sudah dicabut permohonan Peninjauan Kembali itu tidak dapat diajukan lagi,

A. Tata Cara Permohonan Peninjauan Kembali

1) Pihak yang berperkara, ahli warisnya atau kuasanya mengajukan permohonan PeninjauanKembali ke pengadilan agama dengan tenggang waktu paling lama 180 hari sejak putusan berkekutan hukum tetap atau sejak ditemukan bukti-bukti baru. Permohonan peninjauan kembali harus memuat alasan-alasannya sebagaimana diatur dalam Pasal 67 UU No. 14 Tahun 1985, sebagai berikut:

(10)

- Apabila setelah diputus, ditemukan surat-surat bukti yang bersifat menentukan, yang pada waktu perkara diperiksa tidak dapat ditemukan.

- Apabila telah dikabulkan suatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa pertimbangan sebab-sebab nya.

- Apabila menangani suatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpe pertimbangan sebab-sebabnya.

- Apabila antara pihak-pihak yang sama, mengenai suatu soal yang sama, atas dasar yang sama, oleh pengadilan yang sama atau sama tingkatanya telah diberikan putusan yang satu dengan yang satu dengan yang lainnyasaling bertentangan.

- Apabila dalam suatu putusan terdapat ketentuan-ketentuan yang saling bertentangan antara yang satu dengan yang lainnya.

2) Membayar biaya perkara kepada Panitera Pengadilan Agama. Setelah permohonan Peninjauan Kembali diterima dan biaya perkara dibayar penitera membuat antara peninjauan kembali dan mendaftarkan pada buku induk register.

3) Pemberitahuan permohonan PK, selambat-lambatnya 14 hari setelah permohonan PK diterima, panitera memberitahukan permohonan PK tersebut kepada pihak lawan dengan mengirimkan salinan permohonan PK serta alasan-alasannya. Pihak lawan dapat mengajukan jawabnya dalam tenggang waktu 30 hari setelah tanggal diterimanya salinan permohonan PK tersebut. Setelah jawaban PK diterima oleh Pengadilan Agama, berkas perkara PK dan buku pembayaran biayanya oleh Panitera dikirimkan ke Mahkamah Agung dalam waktu 30 hari. Berkas perkara itu disusun dalam bundel (jilid).

Secara teknis Direktorat Badan Peradilan Agama telah memuat prosedur dan proses penyelesaian perkara peninjauan kembali (PK)

B. Prosedur PK

Langkah langkah yang harus dilakukan pemohon Peninjauan Kembali (PK): 1) Mengajukan permohonan PK kepada Mahkamah Agung secara tertulis

atau lisan melalui Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyah.

(11)

dan disahkan oleh pejabat yang berwenang (pasal 69 UU 1 Tahun 1945) yang telah diubah dengan UU No. 5 Tahun 2004.

3) Mambayar biaya perkara PK (pasal 70 UU No. 14 Tahun 1985 yang telah diubah dengan UU No. 45 Tahun 2004, pasal 89 dan 90 No.7 Tahun 1989 yang telah diubah dengan UU No. 3 Tahun 2006).

4) Panitera Pengadilan tingkat pertama memberitahukan dan menyampaikan salinan memori PK kepada pihak lawan dalam tenggang waktu selambat-lambatnya 14 hari.

5) Pihak lawan berhak mengajukan surat jawaban terhadap memori PK dalam tenggang waktu 30 hari setelah tanggal diterimanya salinan permohonan PK.

6) Panitera pengadilan tingkat pertama mengirimkan berkas PK ke MA selambat-lambatnya dlam tenggang waktu 30 hari.

7) Panitera MA menyampaikan salinan putusan PK kepada Pengdilan Agama/ Mahkamah Syar’iyah.

8) Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyah menyampaikan salinan putusan PK kepada para pihak selambat-lambatnya dalam tenggang waktu 30 hari. 9) Setelah putusan disampaikan kepada para pihak maka panitera:

a) Untuk perkara cerai talak:

I. Memberitahukan tentang Penetapan Hari Sidang penyaksian ikrar talak dengan memanggil Pemohon dan Termohon.

II. Memberikan Akta Cerai sebaagai surat bukti cerai selambat-lambatnya 7 hari.

b) Untuk perkara cerai gugati:

Memberikan akta cerai sebagai surat bukti cerai selambat-lambatnya dalam waktu 7 hari.

C. Proses Penyelesaian Perkara

1) Permohonan PK diteliti kelengkapan berkasnya oleh Mahkamah Agung, dicatat kemudian diberi nomor register perkara PK.

2) Mahkamah Agung memberitahukan kepada Pemohon dan Termohon PK bahwa perkaranya telah diregistrasi.

3) Ketua Mahkamah Agung menetapkan tim dan selanjutnya ketua tim menetapkan Majelis Hakim Agung yang akan memerikasa perkara PK. 4) Penyerahan berkas perkara oleh asisten coordinator (askor) kepada

panitera pengganti menangani perkara PK tersebut.

5) Panitera pengganti mendistribusikan berkas perkara ke Majelis Hakim Agung masing-masing (pembaca 1, 2, dan 3) untuk diberi pendapat. 6) Majelis Hakim Agung memutus perkara.

(12)

2. DERDEN VERZET

Derden verzet yaitu upaya pihak ketiga membele haknya karena barangnya disrita yang pihak ketiga merasa dirugikan8

Derden verzet diatur pada pasal 195 ayat (6) HIR dalam pasal itu dapat dilihat bahwa perlawana yang termasuk upaya derden vezet adalah perlawanan terhadap Sita Eksektorial, sementara sita jaminan tidak tidak diatur dalam HIR maupun RBg ssesungguhnya yang demikian dalam peraktik pengadilan sering dijumpai perlawanan sita jaminan dari pihak ketiga, dan pengadilan tidak boleh menolak gugatan atau permohonan yang diajukannya.

Tatacara Derden Verzet

1) Pihak ketiga merasa dirugikan atas pelaksanaan sita, mengajukan permohonan ke Pengadilan Agama yang mewilayahi objek sengketa. 2) Membayar biaya perkara, walaupun demikian derden \verzet tidak

menangguhkan eksekusi dan mempunyai hak banding dan kasasi seperti perkara pada umumnya.

Sebagai contoh, dalam persoalan hutang piutang antar X dan Y tersebut bahwa sawah yang terletak dikota lain itu disita eksekutorial.

Pemilik sesungguhnya adalah Z dari sawah tersebut, mengajukan perlawanan pihak ketiga, perlawanan ini diajukan kepada Pengadilan negeri di kota B, yang melaksanakan pensitaan tersebut, karena pengadilan negeri tersebut adalah yang relative bewenang untuk memeriksa dan memutus perlawanan tersebut. Sebagai bukti bahwa Z adalah pemilik sawah yang disita itu diajuakan sertifikat atas nama Z, maka jelas pensitaan terhadap sawah tersebut adalah keliru, Ketua Pengadilan kota B yang harus memberi laporan dua hari sekali telah melporkan segala keadaa itu kepada rekannya di kota A. persoalan semacam ini tentu jarang terjadi dalam praktek, dan perlawanan Z sebagai pihak ketiga dan terhadap sita eksekutorial mohon agar eksekusi ditangguhkan kepada Ketua Pengadilan di kota A (pasal 207 (3) HIR:

“Bantahan itu tiada dapat menahan orang mulai atau meneruskan hal menjalankan keputusan itu, kecuali jika ketua telah memberi perintah, supaya hal itu ditangguhkan sampai jatug putusan pengadilan negeri”

Yang dimaksud orang pada pasal tersebut adalah orang tertentu, dalam hal tersebut adalah Ketua Pengadilan Negeri dikota A, dan yang dimaksud ketua pada

(13)

Referensi

Dokumen terkait

KBK adalah sebuah perangkat rencana dan pengaturan tentang kompetensi dan hasil belajar yang harus dicapai oleh siswa, penilaian, kegiatan belajar mengajar,

Tekan RED ENTER tunggu beberapa saat maka pada layar akan muncul angka hasil analisa parameter yang diuji dan catat

Kedua belah pihak juga membahas berbagai isu terkait dengan implementasi Agreed Minutes for Further Strengthening Economic and Trade Cooperation ( agreed minutes

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang bertujuan untuk menggambarkan upaya yang dilakukan oleh guru dalam memperbaiki kualitas kemampuan representasi

P : Menurut Bapak/ Ibu jika diantara anak didik tingkat TK dan SD disini ikut ajang pencarian bakat anak Little Miss Indonesia apakah mereka akan terganggu prestasinya?. I :

Mengingat masyarakat saat ini mengenal internet, maka Sistem Informasi Geografi (SIG) akan sangat tepat digunakan sebagai sarana untuk mengolah informasi lokasi ATM

Pohon aren termasuk suku palem- paleman yang memiliki berbagai fungsi antara lain fungsi konservasi dan fungsi ekonomis, sebab hampir semua bagian tanaman akar,

If we can prove rigorously that algorithmic problem P cannot be solved by any algorithm that requires less than, say, quadratic time in the worst case, then people trying to