• Tidak ada hasil yang ditemukan

BATIK PRING DESA SIDOMUKTI (Studi Nilai Budaya dan Perkembangan Kerajinan Batik di Kabupaten Magetan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "BATIK PRING DESA SIDOMUKTI (Studi Nilai Budaya dan Perkembangan Kerajinan Batik di Kabupaten Magetan)"

Copied!
102
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

i

BATIK PRING DESA SIDOMUKTI

(Studi Nilai Budaya dan Perkembangan Kerajinan Batik di Kabupaten Magetan)

SKRIPSI

Oleh :

ANITA DEWI SETYANINGRUM

X4406006

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

(2)

commit to user

ii

BATIK PRING DESA SIDOMUKTI

(Studi Nilai Budaya dan Perkembangan Kerajinan Batik di Kabupaten Magetan)

Oleh:

ANITA DEWI SETYANINGRUM

X4406006

Skripsi

Ditulis dan Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Mendapatkan Gelar

Sarjana Pendidikan Sejarah Jurusan Pendidikan

Ilmu Pengetahuan Sosial

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

(3)

commit to user

iii

PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan dihadapan tim penguji

skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret

Surakarta.

Surakarta, 22 Desember 2010

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Hermanu Joebagyo, M. Pd Drs. Djono, M. Pd

(4)

commit to user

iv

PENGESAHAN

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima

untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.

Pada hari : Selasa

Tanggal : 11 Januari 2011

Tim Penguji Skripsi:

Nama Terang

Tanda Tangan

Ketua

: Dra. Sri Wahyuni, M. Pd

...

Sekretaris

: Drs. Tri Yuniyanto, M. Hum

...

Anggota I

: Dr. Hermanu Joebagio, M. Pd

...

Anggota II

: Drs. Djono, M. Pd

...

Disahkan Oleh

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Sebelas Maret

Dekan,

Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd

(5)

commit to user

v

ABSTRAK

Anita Dewi Setyaningrum.

BATIK PRING DESA SIDOMUKTI (Studi Nilai

Budaya Dan Perkembangan Kerajinan Batik Di Kabupaten Magetan).

Skripsi, Surakarta : Fakultas Keguruan dan Ilmu Pandidikan. Universitas Sebelas

Maret Surakarta, Januari 2011.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menjawab masalah mengenai : (1)

Perkembangan Batik Pring Sidomukti di Kabupaten Magetan, (2) Usaha PEMDA

Magetan untuk mempertahankan eksistensi batik Pring di Kabupaten Magetan.

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif yang bersifat

etnografi dengan strategi Kasus Terpancang Tunggal artinya sasaran yang akan

diteliti dibatasi dan terpusat pada satu lokasi

.

Metode penelitian etnografi adalah

usaha untuk mencari data dengan wawancara berkali-kali dengan beberapa

informan kunci. Teknik analisis yang digunakan adalah teknik analisis interaktif

yang merupakan proses siklus yang paling bergerak diantara ketiga komponen

pokok yaitu reduksi atau seleksi data, sajian data dan penarikan kesimpulan.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan : (1) Kerajinan batik di

Desa Sidomukti telah lama berkembang di masyarakat. Sejak saat itu, batik

mengalami pasang surut. Walaupun hanya terbatas pada beberapa orang, tetapi

menjadi warisan turun temurun yang diturunkan kepada keturunannya

masing-masing. Batik ini sempat menghilang selama beberapa dekade. Baru muncul

kembali pada tahun 70-an tapi dengan motif yang berbeda yaitu motif bambu atau

yang terkenal dengan sebutan motif Pring Sedapur. Motif ini terinspirasi dari

keadaan desa tempat batik ini muncul di dukuh Papringan yang masih banyak

ditumbuhi oleh pohon-pohon bambu. Dari sinilah tercipta motif-motif batik Pring

Sidomukti yang pada intinya adalah bambu yang dikolaborasi dengan motif-motif

lain seperti garuda, cucak rowo, bunga-bunga, naga dan binatang-binatang serta

tumbuh-tumbuhan yang banyak terdapat di sekitar Gunung Lawu.sekarang sudah

ada 21 motif. Batik yang beredar saat ini bukan hanya jarik (kain bawah) sebagai

pasangan kebaya saja, tetapi berkat kreatifitas para desainer batik maka

berkembang pesat mulai baju-baju (hem), t-shirt, rok, celana, sprei, taplak, sarung

bantal guling bahkan pernak-pernik kecil sekalipun. (2) Pemerintah Kabupaten

Magetan melakukan banyak hal untuk mempertahankan eksistensi batik di

Kabupaten Magetan. Salah satunya dengan mengeluarkan peraturan untuk

mewajibkan PNS dan jajaran Staf di Kabupaten untuk memakai batik Pring

Sidomukti. Selain itu untuk mempertahankan eksistensi batik dan menjadikan

Batik Pring sebagai batik khas Magetan dengan mendaftarkan di Lembaga Hak

Paten. Pemerintah melalui Departemen Perindustrian dan Perdagangan

memberikan pelatihan-pelatihan untuk regenerasi pembatik dan memberikan

bantuan modal baik dalam bentuk uang maupun dalam bentuk mesin printing.

Pemerintah Kabupaten Magetan juga membantu dalam hal promosi antara lain

lewat media cetak seperti surat kabar dan majalah, lewat media elektronik seperti

Blog, Facebook maupun Twitter, dan untuk promosi langsung dengan cara

memakai baju batik di setiap kesempatan resmi, misal ketika melakukan lawatan

ke daerah lain dan juga memberikan oleh-oleh kepada tamu-tamu yang datang ke

Kabupaten Magetan berupa batik pring.

(6)

commit to user

vi

ABSTRACT

Anita Dewi Setyaningrum.

BATIK PRING OF THE VILLAGE OF

SIDOMUKTI (A Study on Cultural Values and Development of Batik Craft

in Magetan Regency)

. Skripsi, Surakarta: Teacher Training and Education

Faculty. Surakarta Sebelas Maret University, Januari 2011.

The objective of research was to answer the problems about: (1) the

development of Batik Craft in Magetan Regency, (2) the attempts the Magetan

Local Government takes to maintain the existence of Batik Pring in Magetan

Regency.

This research employed a descriptive qualitative method that is

ethnographic in nature using A Single Embedded Case strategy and the strategi of

this research was meaning that the target to be studied is limited to and

concentrated in a location. Ethnographic research method attempt to search the

data with multiple interviews with some informants. The analysis technique used

was an interactive analysis one constituting the cycle process encompassing three

main components: data reduction or selection, display and conclusion drawing.

Considering the result of research: (1) Batik Craft in Sidomukti Village

has developed for a long time within the society. Since then, batik faced

fluctuation. Although limited to some people, it becomes the heritage from

generation to generation passed down to their respective offspring. This batik ever

disappeared for several decades. It reemerged only in 1970s but with different

motive, bamboo motive or frequently called Pring Sedapur motive. This motive is

inspired from the state of village where this batik emerged in Papringan hamlet on

which so many bamboo trees still grow. From this, the motives of batik Pring

Sidomukti are basically bamboo collaborated with other motives such as

garuda,

cucak rowo, flowers,

dragon and animals as plants existing widely around Lawu

Mountain. Now there are 21 motives. Batik circulating today is not only

jarik

(lower cloth) as the

kebaya

couple, but owing to designers’ creativity, many kinds

of shirts, t-shirts, skirts, trousers, bed cover, tablecloth, pillow sheath

and even

small things develop. (2) The government of Magetan Regency has done many

things to maintain the existence of Batik in Magetan Regency. One of them is to

release a regulation requiring the Civil Servant and staffs of Regency office to

wear batik. Batik that should be worn is the typical Magetan batik, batik pring of

Sidomukti Village for Friday and free batik every Thursday. In addition, in order

to maintain the existence of batik and to make Batik Pring as the typical Magetan

batik, the government has registered it in Patent Institution. The government

through industry and trade department gives training to batik crafters regeneration

and gives capital grant in the form of both money and printing machine. The

government of Magetan Regency also helps in the terms of promotion including

via printed media such as news paper and magazine, electronic media such as

Blog, Facebook and twitter, and direct promotion by wearing batik cloth in every

official occasion, like during traveling to other area and also giving souvenir to

the guests coming to Magetan Regency in the form of pring batik.

(7)

commit to user

vii

MOTTO

Kedalaman dan keindahan sebuah karya cipta tidak lepas dari kebersihan jiwa dan

pikiran manusia itu sendiri.

(Emha Ainun Nadjib)

Ajining diri ono ing lati, ajining rogo ono ing busono.

(Peribahasa Jawa)

Seseorang dengan tujuan yang jelas akan membuat kemajuan walaupun melewati

jalan yang sulit. Seseorang yang tanpa tujuan, tidak akan membuat kemajuan

walaupun ia berada di jalan yang mulus.

(8)

commit to user

viii

PERSEMBAHAN

Karya ini kupersembahkan untuk :

1.

Bapak dan ibu tersayang yang telah

mengenalkan arti hidup , perjuangan,

ketabahan dan pantang menyerah dalam

mengejar impian.

2.

Omku Jandel, adikku Fery, kakek, nenek dan

uyutku.

3.

Dwi

Sukarno,

yang

selalu

sabar

menemaniku,

memberikan

dukungan

kepadaku dan membuatku semangat.

4.

Lidya, Siska, Mbak Pipit, Lala dan Wisma

Amanah.

5.

Sahabat dan teman Sejarah 06

(9)

commit to user

ix

KATA PENGANTAR

Assalamu ‘alaikum Wr. Wb

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan

hidayahnya, maka skripsi ini dapat diselesaikan.

Banyak hambatan yang penulis hadapi dalam penyelesaian penulisan

skripsi ini, namun berkat dorongan dan bantuan dari berbagai pihak maka skripsi

ini dapat diselesaikan. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, penulis

mengucapkan terima kasih kepada:

1.

Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret

Surakarta yang telah memberikan ijin penyusunan skripsi ini.

2.

Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial yang telah menyetujui

atas permohonan Skripsi ini.

3.

Ketua Program Pendidikan Sejarah yang telah memberikan pengarahan dan

ijin penyusunan skripsi ini.

4.

Dr. Hermanu Joebagio, M. Pd dan Drs. Djono, M. Pd selaku pembimbing I

dan Pembimbing II yang telah dengan perhatian dan sabar memberi

pengarahan sebelum dan selama penelitian maupun penulisan skripsi ini.

5.

Staf dan karyawan Perpustakaan Prodi Sejarah, Perpustakaan FKIP,

Perpustakaan Universitas Sebelas Maret, Perpustakaan Daerah Surakarta,

Perpustakaan Daerah Magetan, Perpustakaan Monumen Pers, Perpustakaan

Ignasius dan Perpustakaan Rekso Pustoko Puri Mangkunegaran yang

membantu penulis dalam memperoleh sumber data.

6.

Teman-teman di Program Studi sejarah yang banyak membantu tersusunnya

skripsi.

7.

Bapak Tikno selaku Kepala Desa Sidomukti Kecamatan Plaosan Kabupaten

Magetan dan segenap aparat pemerintah desa yang telah memberikan ijin

untuk melakukan penelitian dan memberikan data-data yang penulis perlukan.

8.

Ibu Indrawati selaku Ketua Koperasi Mukti Rahayu yang banyak memberikan

(10)

commit to user

x

9.

Warga Desa Sidomukti khususnya para pengrajin batik yang telah bersedia

menjadi nara sumber bagi penulis, terimakasih banyak karena tanpa nara

sumber skripsi ini tidak akan pernah terseleseikan.

10.

Berbagai pihak yang tidak mungkin disebutkan saru persatu yang telah

memberikan dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan

skripsi ini.

Semoga amal kebaikan semua pihak tersebut mendapatkan imbalan dari

Tuhan Yang Maha Esa. Amien.

Tiada kebenaran sempurna yang datangnya dari manusia. Oleh karena itu,

penulis menyadari sepenuhnya dengan kerendahan hati, skripsi ini masih jauh dari

sempurna, kritik dan saran merupakan jalan untuk mencari kesempurnaan.

Semoga hasil karya ini bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan para

pembaca pada umumnya serta bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Surakarta, Januari 2011

(11)

commit to user

xi

DAFTAR ISI

halaman

JUDUL

...

i

PENGAJUAN

...

ii

PERSETUJUAN

...

iii

PENGESAHAN

... iv

ABSTRAK

... v

MOTTO

...

vii

PERSEMBAHAN

... viii

KATA PENGANTAR

... ix

DAFTAR ISI

...

xi

DAFTAR LAMPIRAN

... xiii

DAFTAR GAMBAR

... xiv

DAFTAR TABEL

... xv

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II LANDASAN TEORI

A. Kajian Pustaka ... 8

1. Batik ... 8

2. Industri Rakyat ... 18

3. Kebijakan Pemerintah ... 20

B. Kerangka Pemikiran ... 29

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 31

1. Tempat Penelitian ... 31

2. Waktu Penelitian ... 31

B. Bentuk dan Strategi Penelitian ... 31

1. Bentuk Penelitian ... 31

2. Strategi Penelitian ... 33

C. Sumber Data ... 35

D. Teknik Pengumpulan Data ... 36

E. Teknik Sampling ... 38

F. Validitas Data ... 39

G. Teknik Analisa Data ... 41

H. Prosedur Penelitian ... 42

BAB IV. HASIL PENELITIAN

A. Deskripsi Wilayah Desa Sidomukti ... 44

1. Deskripsi Geografis ... 44

2. Deskripsi Demografis ... 44

B. Masuk dan Berkembangnya Kerajinan Batik Pring di

Desa Sidomukti Kabupaten Magetan ... ... 47

(12)

commit to user

xii

2. Periodisasi Perkembangan Kerajinan Batik di Desa

Sidomukti... ... 53

3. Corak Batik Pring di Desa Sidomukti ... ... 59

4. Proses Produksi dan Pemsaran Kerajinan Batik Pring di

Desa Sidomukti Kecamatan Plaosan Kabupaten Magetan

Jawa Timur ... 59

a.

Permodalan ... 59

b.

Tenaga Kerja ... 59

c.

Alat-alat dan Bahan Produksi ... 60

d.

Proses Produksi ... 65

e.

Pemasaran Hasil Produksi ... 68

C. Motif Batik Pring Sidomukti ... 70

D. Usaha Pemerintah Daerah Magetan Untuk Mempertahankan

Eksistensi Batik Pring Di Kabupaten Magetan ... 78

BAB IV. KESIMPULAN

A. Kesimpulan ... 83

B. Implikasi ... 85

1. Teoritis ... 85

2. Praktis ... 85

C. Saran ... 85

DAFTAR PUSTAKA

... 89

(13)

commit to user

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

1.

Daftar Istilah ... 91

2.

Daftar Informan ... 92

3.

Daftar Hasil Wawancara ... 94

4.

Gambar Peta Kabupaten Magetan ... 106

5.

Gambar Peta Hasil Industri di Kabupaten Magetan ... 107

6.

Foto-foto ... 108

7.

Surat Keputusan Dekan Fkip ... 114

8.

Surat Permohonan Ijin Menyusun Skripsi ... 115

9.

Surat Permohonan ijin penelitian ... 116

(14)

commit to user

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel

1.

Jumlah Penduduk Menurut Umur ………..……….… 45

2.

Jumlah Penduduk Angkatan Kerja ………

46

3.

Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian ……….

(15)

commit to user

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar

1.

Kerangka Berpikir ……… 29

2.

Skema Model Analisis Interaktif ………. 42

3.

Skema Prosedur Penelitian ……….. 43

4.

Motif Batik Grompol ………... 54

5.

Motif Batik Sidoluhur ……….. 54

6.

Motif Batik Parang ………... 54

7.

Motif Batik Terang Bulan ……… 54

8.

Motif-motif Dasar Batik Pring Sidomukti ………... 70

9.

Ornamen Jalak Lawu ……….... 72

10.

Ornamen Cucak Rowo ………. 73

11.

Ornamen Naga ……….. 74

12.

Ornamen Pring Kukuh ……….. 74

13.

Motif Batik Pring Sedapur ……… 75

14.

Motif Batik Pring Cucak Rowo ……… 76

15.

Motif Batik Pring Tunggal ……….... 76

16.

Motif Batik Pring Jalak Lawu ……….. 77

17.

Motif Batik Pring Gunung ……… 77

18.

Kantor Lurah Desa Sidomukti ……….. 108

19.

Balai Desa Sidomukti ………... 108

20.

Kenceng ……… 109

21.

Papan ………. 109

22.

Meja Gambar dan Mesin Printing ……… 110

23.

Gawangan ………. 110

24.

Bak Pewarnaan ………. 111

25.

Drum Tempat Malam ……… 111

26.

Bak Pencucian ……… 112

27.

Pewarna Batik ……… 112

(16)

commit to user

1

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Masalah

Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang kaya akan keanekaragaman

budaya yang dihasilkan oleh berbagai kelompok masyarakat. Budaya tersebut

menunjukan identitas dari suatu kelompok sebagai penunjang identitas nasional,

namun letak geografis yang terpisah dan tersebar luas serta sifat terbuka bangsa

Indonesia memungkinkan adanya pengaruh dari kebudayaan Negara lain yang

akan menimbulkan pergeseran atau perubahan tata kehidupan bagi masyarakat.

Keanekaragam warisan budaya sangatlah teramat penting untuk kita lestarikan

keberadaannya. Budaya tersebut menunjukan identitas dari suatu kelompok yang

akhirnya diharapkan menjadi identitas nasional. Bangsa Indonesia terdiri dari

berbagai suku bangsa dengan latar belakang agama, sejarah, adat istiadat,

kebudayaan, dan kesenian yang beraneka ragam serta letak geografis yang

terpisah dan tersebar luas membentuk suatu identitas bangsa.

Kebudayaan itu sendiri memiliki unsur-unsur pokok yang dapat

menunjang perkembangannya. Salah satu unsurnya adalah kesenian yang

merupakan bagian tak terpisahkan dari kebudayaan bangsa. Kesenian harus

ditumbuhkembangkan sebagai ciri khas yang membedakan bangsa Indonesia

dengan bangsa yang lainya. Seni berfungsi juga sebagai cermin masyarakat

Indonesia yaitu sebagai suatu bentuk ekspresi yang mengandung nilai-nilai dan

pola perilaku masyarakat untuk menopang identitas dan solidaritas kelompok

masyarakat (Soedarsono;1974:23).

Salah satu bentuk karya seni bangsa Indonesia yang dikagumi dunia

adalah batik. Nilai seni yang ada pada batik tidak terbatas hanya pada keindahan

penampilan. Lebih dari itu batik memiliki keragaman yang hadir melalui ragam

hias penyusunan pola dengan makna filosofi. Batik dengan segala seluk beluknya,

telah menempuh perjalanan panjang sejak beberapa tahun silam dalam

(17)

commit to user

pola dan ragam hiasnya, tumbuh dan berkembang seirama dengan berjalannya

waktu dan lingkungan.

Batik merupakan kebudayaan asli bangsa Indonesia yang mempunyai

nilai tinggi. Batik sudah dikenal masyarakat Indonesia sejak ratusan tahun yang

lalu. Bahkan sebelum hindu Jawa dan merupakan warisan budaya nenek moyang

yang adi luhung dan bersifat turun temurun. Disamping keindahan bentuk dan

coraknya, batik menyimpan nilai filosofi yang tinggi karena motifnya

melambangkan kehidupan dan kondisi alam. Batik cukup di kenal sejak zaman

nenek moyang kita, khususnya masyarakat Jawa. Di kalangan para leluhur,

membatik merupakan kegiatan yang dapat dilakukan sehari-hari bahkan untuk

kalangan tertentu, misalnya keraton, kain batik dengan motif tertentu menjadi

pakaian kebesaran (Destin Huru Setiati; 2007:iii, 1).

Pada awalnya batik dikerjakan berdasarkan kebutuhan keraton saja dan

hasilnya untuk pakaian raja dan keluarga serta para pengikutnya. Oleh karena

banyak dari pengikut raja yang tinggal diluar kraton, maka kesenian batik ini

dibawa oleh mereka keluar kraton dan dikerjakan ditempatnya masing-masing.

Proses pembuatan batik dalam perkembangannya lambat laun kesenian batik ini

ditiru oleh rakyat terdekat dan selanjutnya meluas menjadi pekerjaan kaum wanita

dalam rumah tangganya untuk mengisi waktu senggang. Selanjutnya, batik yang

tadinya hanya pakaian keluarga istana, kemudian menjadi pakaian rakyat yang

digemari, baik wanita maupun pria (mepow.wordpress.com).

Dalam pembuatan batik tradisional terdapat empat aspek yang

diperhatikan, yakni motif, warna, teknik pembuatan, dan fungsinya. Batik

memiliki keindahan visual karena semua ornamen, isian dalam pola atau “carik”

tersusun dengan rapi dan harmonis. Batik juga memiliki keindahan spiritual

karena pesan, harapan, ajaran hidup dan doa kepada Tuhan Yang Maha Esa dari

pembuat batik dituangkan dalam pola batik. Ragam hias batik merupakan ekspresi

keadaan diri dan lingkungan penciptanya. Ragam hias batik dibagi menjadi dua,

yakni batik keraton dan batik pesisiran (Sariyatun, 2005: 3).

Di daerah-daerah tertentu terdapat usaha atau industri batik yang masih

(18)

commit to user

batik tradisional tersebut mempunyai gaya, corak, motif dan pewarnaan khas yang

kuat, contohnya batik Jogja, batik Surakarta, batik Cirebon dan batik Pekalongan.

Batik-batik daerah tersebut apabila kita cermati tampak adanya perbedaan, baik

pada corak, motif maupun pewarnaannya (Destin Huru Setiati;2007:3).

Di Jawa Timur, terdapat sejumlah motif batik khas. Mulai dari khas

Madura, khas Sidoarjo, hingga khas Sidomukti di Magetan. Di Sidoarjo,

misalnya, batik sudah mulai muncul sejak tahun 1920-an. Ada juga yang

menyatakan batik sudah ada sejak tahun 1922-an. Namun, yang jelas kegiatan

perbatikan di Sidoarjo memang ada dan sudah ada sejak sebelum jaman

kemerdekaan. Hal ini ditegaskan dengan keberadaan sentra batik yang ada di

wilayah Sidoarjo. Antara lain Desa Kedungcangkring Kecamatan Jabon, Desa

Sekardangan Kecamatan Sidoarjo, dan Kampung Jetis Pekauman Kecamatan

Sidoarjo.

Pada 1970-an, industri batik Sidoarjo menjadi salah satu tiang penopang

ekonomi utama dari hampir seluruh rumah tangga di Kampung Jetis. Namun,

pernah juga mengalami masa surut yang cukup lama. Baru beberapa tahun

belakangan sentra batik tersebut menggeliat kembali. Dan kini batik telah menjadi

perhatian dan disukai masyarakat secara luas. Para perajin batik pun mulai

bergairah.

Selain batik Sidoarjo, ada batik yang khas di Kabupaten Magetan yang

dimenal dengan nama batik pring sidomukti. Batik Sidomukti tak jauh berbeda

dari batik daerah lainnya. Namun, sebenarnya Batik Sidomukti Magetan

mempunyai ciri khusus pada motifnya, yakni motif “Pring Sedapur” atau

serumpum bambu. Menurut ketua Kelompok Perajin Batik Pring Sedapur, Mukti

Rahayu, Indrawati, motif ini diambil dari rumpunan tumbuhan bambu yang

tumbuh mengelilingi kawasan Dusun Papringan di Desa Sidomukti, tempat batik

tulis ini dibuat untuk pertama kalinya sekitar tahun 1970 (www. Kompas. Com).

Menurut bu Indra, seiring dengan berjalannya waktu, jumlah anggotanya

tidak bertambah banyak, sebaliknya malah terus berkurang. Jika dulu, awal

kelompok perajin batik yang terdiri dari dua kelompok ini didirikan pada tahun

(19)

commit to user

kelompok. Banyak yang beralih menjadi petani. Karena jika hanya mengandalkan

sebagai seorang perajin, tidak mencukupi dari segi ekonomi. Pada sisi lain, ibu

Indra menerangkan bahwa untuk membuat sebuah batik diperlukan kesabaran dan

ketelitian. Pembatik di Desa Sidomukti mengaku tetap mempertahankan keaslian

proses pembuatan batik secara tradisional. Tak heran jika pengerjaan sebuah batik

membutuhkan waktu empat hari hingga satu minggu lamanya. Hal ini untuk

mempertahankan keasliannya dan kepuasan konsumen. Meski demikian, perajin

batik Sidomukti juga melayani batik cap untuk memenuhi kebutuhan

pelanggannya. Jadi semua tergantung dari keinginan pelanggan. Batik tradisional

atau tulis ada, demikian juga untuk batik cap juga tersedia.

Menurut bapak Tikno, Kepala Desa Sidomukti Kecamatan Plaosan, di

desanya telah ada sekitar 15 perajin batik yang membuat batik di Balai Desa

Sidomukti dan sekitar 30 orang di Desa Papringan Magetan. Kebanyakan yang

dipesan adalah batik tulis. Pemesannya adalah seniman, seniwati Magetan. Selain

itu, mereka juga berasal dari Ngawi, Ponorogo, Karanganyar, dan sekitarnya.

Tikno mengakui, warganya memang lemah di bidang pemasaran. Batik Sidomukti

menurut informasi Pemkab Magetan, sudah ada sejak dahulu kala namun sulit

dilacak tepat waktunya. Seiring perkembangan zaman, kerajinan batik tersebut

mulai redup dan nyaris tak ada lagi. Dan baru mulai hidup kembali sejak tahun

2000. Kesulitan sekarang adalah soal permodalan, hak paten dan pengakuan motif

khas Magetan. Semua ini masih diperjuangkan, selain menunggu suntikan dana

dari Pemkab.

Untuk sementara ini, bahan batik seperti kain dan malam diperoleh dari

Solo. Karena pengerjaannya masih manual, batik pring sidomukti ini belum

banyak dikenal seperti batik Solo atau batik Pekalongan. Meski begitu, para

pengusaha batik tersebut tidak berhenti untuk membidik pasarnya. Bidikan pasar

selama ini diarahkan kepada pembuatan seragam sekolah, mulai dari SD, SMP

dan SMA.

Batik khas Magetan ini, sulit berkembang, akibat kalah bersaing dengan

batik dari daerah lain seperti batik Solo dan Pekalongan. Keberadaan batik khas

(20)

commit to user

tingkat pasar lokal, akibat masuknya batik Solo dan Pekalongan. Meski batik

pring sedapur telah diakui oleh pemerintah daerah setempat sebagai batik khas

Magetan, namun terus terang perhatian dari Pemkab Magetan sendiri dinilai masih

kurang, sehingga sulit berkembang. Bentuk perhatian dari Pemkab Magetan

sempat diwujudkan dengan pemesanan seragam bagi pegawai negeri sipil (PNS)

dari beberapa instansi pemerintah. Meski pesanannya tidak banyak, namun cukup

membuat pengrajin bertahan, waktu itu.

Hingga

akhirnya,

pada

tahun

2006

lalu,

Pemkab

Magetan

menginstruksikan semua pegawai negeri sipil (PNS) di lingkungannya memakai

baju batik khas Magetan, Pring Sedapur. Namun, ironisnya, instruksi tersebut

tidak diikuti dengan order sebanyak 15.000 helai kain dari Pemkab Magetan ke

Kelompok Perajin Batik Magetan di Desa Sidomukti. Malahan, Pemkab Magetan

telah memesan seragam batik bagi seluruh karyawannya dengan motif khas

Magetan tersebut ke Solo, Jawa Tengah. Alasannya, para pengrajin dinilai tidak

mampu memenuhi order sebanyak itu dengan teknik batik yang masih batik tulis.

Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Magetan, Suko

Winadi, menyatakan penolakannya jika Pemkab Magetan tidak ada perhatian

terhadap kelompok perajin batik khas Magetan ini. Perhatian telah diwujudkan

dengan serangkaian bantuan yang diberikan kelompok perajin. Mulai dari bantuan

modal pada tahun 2002 dan 2004 lalu dan alat lainnya. Meski belum dapat

diberikan setiap tahunnya, namun pemkab setempat telah ada aksi

(www.kompas.com).

Menurut bapak Suko, bantuan terbaru yang diberikan Pemkab kepada

anggota kelompok perajin adalah pemberian satu paket alat produksi batik cap

senilai Rp110 juta. Alat tersebut terdiri dari mesin pewarna kain, pengering, bak

penampungan, alat cap, loyang, dan pengolahan limbah. Dengan diberikannya

bantuan tersebut, diharapkan agar batik khas Magetan mampu bersaing di tingkat

pasar lokal. Bantuan tersebut untuk meningkatkan kemampuan produksi kecil

menjadi menengah. Sehingga order bisa bertambah dan tidak fokus pada batik

tulis saja. Dari latar belakang masalah diatas, maka penulis tertarik untuk

(21)

commit to user

dengan mengambil judul

BATIK PRING DESA SIDOMUKTI (Studi Nilai

Budaya dan Perkembangan Kerajinan Batik di Kabupaten Magetan).

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan

permasalahan sebagai berikut :

1.

Bagaimana perkembangan batik pring sidomukti di Kabupaten

Magetan?

2.

Bagaimanakah usaha PEMDA Magetan untuk mempertahankan

eksistensi batik Pring di kabupaten Magetan?

C. Tujuan Penelitian

Dalam kaitannya dengan rumusan masalah yang dikemukakan maka

penelitian memiliki beberapa tujuan, yaitu :

1.

Untuk mengetahui perkembangan batik pring sidomukti di Kabupaten

Magetan.

2.

Untuk mengetahui usaha PEMDA Magetan untuk mempertahankan

eksistensi batik Pring di kabupaten Magetan.

D. Manfaat Penelitian

Adapun penelitian ini dapat memberikan manfaat, yaitu :

1. Manfaat Teoritis

a.

Menambah khazanah pustaka mengenai Batik.

b.

Dapat dijadikan sumber inventaris yang akan disampaikan kepada

generasi penerus agar kerajinan batik dapat dilestarikan bahkan

dikembangkan dengan lebih baik lagi.

c.

Menambah wawasan dan pengetahuan tentang keberadaan Batik

Pring di desa Sidomukti yang menjadi sentra industri karajinan batik

di Kecamatan Plaosan Kabupaten Magetan.

(22)

commit to user

a.

Memenuhi salah satu syarat guna meraih gelar sarjana pendidikan

Program Pendidikan Sejarah Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan Universiras Sebelas Maret Surakarta.

b.

Dapat digunakan sebagai bahan informasi bagi pengrajin batik untuk

masa yang akan datang agar dapat memberikan nilai tambah bagi

(23)

commit to user

8

BAB II

LANDASAN TEORI

A.

Kajian Teori

1.

Kebudayaan

Pada hakekatnya, kebudayaan mengandung pengertian yang cukup luas.

Secara estimologis kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta”budhaya” yang

berarti akal. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Koentjaraningrat

bahwa kata “Budhaya” adalah bentuk jamak dari “budhi” yang berarti budi atau

akal. Dalam pembendaharaan bahasa Jawa kata budaya berasal dari kata budi dan

daya. Kata budi sering dirangkaikan dengan kata akal sehingga menjadi akal budi

yang berarti kepandaian.

Selo Sumarjan (1980) mengemukakan kebudayaan sebagai hasil cipta,

rasa dan karsa masyarakat yang dipimpin dan diarahkan oleh karsa. Unsure cipta

merupakan kemampuan mental dan berpikir atau bernalar dari orang-orang yang

hidup dalam masyarakat. Cipta antara lain menghasilkan filsafat dan ilmu

pengetahuan. Unsur rasa meliputi jiwa manusia berwujud segala kaidah-kaidah

dan nilai-nilai kemasyarakatan. Unsur karya adalah keterampilan tangan, kaki,

bahkan seluruh tubuh manusia.

Kebudayaan dari setiap bangsa atau masyarakat terdiri dari unsur-unsur

besar maupun kecil yang merupakan bagian dari suatu kebulatan yang bersifat

sebagai suatu kesatuan. Unsur-unsur besar atau kecil dalam suatu kebudayaan

biasa disebut sebagai cultural universal. Kebudayaan itu mempunyai unsur-unsur

universal, artinya unsur-unsur kebudayaan itu dapat ditemukan dalam kebudayaan

dimanapun didunia. Ada tujuh unsur kebudayaan antara lain :

a.

Sistem religi dan keagamaan

b.

Sistem pengetahuan

c.

Sistem organisasi kemasyarakatan

d.

Bahasa

e.

Kesenian

(24)

commit to user

g.

Sistem teknologi dan peralatan

Jadi kebudayaan adalah hasil cipta, rasa dan karsa manusia yang

bersumber pada akal manusia untuk menuangkan emosi dan pikiran manusia

dakam sebuah karya.

2.

Batik

a. Pengertian

Dalam Ensiklopedia Indonesia (1989:206) dijelaskan bahwa:

Batik adalah suatu seni tradisional asli Indonesia dalam menghias kain dan

bahan lain dengan motif hiasan dan bahan pewarna khusus. Batik juga

diartikan kain mori yang digambari dan diproses secara tradisional untuk

digunakan sebagai pakaian bawah oleh banyak suku di Indonesia, terutama

suku-suku di pulau Jawa.

Dalam perkembangannya, kain batik kini juga dikerjakan sebagai

kemeja, gaun wanita, gorden, sprei, sarung bantal, taplak meja, hiasan dinding dan

keperluan lain lagi. Cara pembuatannya pun sudah mengalami perkembangan

pula. Kini selain batik yang dibuat tradisional, yakni dengan ditulis tangan,

adapula batik yang diproduksi secara besar-besaran dipabrik dengan tehnik

modern.

Kata batik berasal dari Indonesia asli. Batik berasal dari “

tik

” yang dalam

bahasa Jawa berarti sesuatu yang kecil. Dalam bahasa ditemukan istilah lain,

yakni “

klitik

” yang berarti tato kecil, dan “

kitik

” yang berarti kutu kecil.

Penggunaan kata “

tik

” juga dijumpai dalam “

pabatik

”, dalam masyarakat Dayak

Kalimantan diartikan sebagai tattoo dan “

bitik

” yang berarti menggambar atau

menulis. Di Minahasa dijumpai kata “

mahapantik

” yang berarti juga menulis.

Dengan demikian kata “

ambatik

” berasal dari kata tik yang berarti melukis atau

menulis sesuatu yang sangat kecil, dan batik berarti tulisan atau lukisan kecil

(Sariyatun, 2005: 55-56).

Secara etimologis kata batik berasal dari dua kata yaitu ”Mbat” dan

”Tik”. Seperti pendapat Kuswadji Kawindro Susanto (1928: 2) yang mengatakan

bahwa batik adalah rangkaian kata ”Mbat” dan ”Tik”. Mbat dalam bahasa Jawa

(25)

commit to user

Sehingga secara etimologis batik berarti melemparkan titik-titik yang banyak dan

berkali-kali pada kain. Sehingga lama kelamaan bentuk titik-titik itu berhimpitan

menjadi bentuk garis. Dalam kasusasteraan jawa kuno dan jawa pertengahan kain

batik dengan proses tangan tulis, semula dibahasakan sebagai serat titik. Atau bisa

juga diartikan sebagai suatu cara pembuatan ragam hias permukaan kain yang

berprinsip penolakan atau riset, dimana bagian yang dikehendaki tidak terkena

tinta atau warna di tutup dengan lilin atau dengan memakai alat canting atau cap.

Kata batik dalam bahasa Jawa berasal dari kata ”tik” yang mempunyai

arti berhubungan dengan suatu pekerjaan halus, lembut dan kecil berhubungan

dengan keindahan. Merupakan hasil penggambaran corak diatas kain dengan

menggunakan canting dan bahan malam (Joko Dwi Handoyo, 2008: 3).

Jadi dapat disimpulkan bahwa batik adalah suatu seni tradisional asli

Indonesia dalam menghias kain dan bahan lain dengan motif hiasan dan bahan

pewarna khusus yang awalnya berupa titik kecil hingga membentuk suatu pola.

b. Batik Sebagai Pakaian Jawa (Custom)

Pakaian adalah kulit sosial dan kebudayaan. Pakaian merupakan ekspresi

dari identitas seseorang. Pakaian juga berperan besar dalam menentukan

citra seseorang. Sadar atau tidak sadar, mau atau tidak mau, kita menaruh

harapan besar bahwa pakaian dapat menggambarkan dengan jelas identitas

kita.

(Henk Schulte Nordholt dalam Sri Margana dan M. Nursam, 2010 : 117)

Menurut Kees van Dijk yang dikutip Henk Schulte Nordholt (2010 : 39),

“Dress is one of the most obvious of a whole range of markers of outward

appearances, by which people set themselves apart from others and, in turn,are

identified as a particular group.”

Pakaian sebagai kebutuhan dasar manusia sudah dikenal masyarakat

sejak zaman dahulu. Dengan begitu, pakaian mempunyai sejarah yang panjang.

Pada mulanya, pakaian dipakai sebagai alat untuk melindungi tubuh dari pengaruh

cuaca, gigitan serangga, dan lainnya yang kemudian berkembang kearah etika dan

estetika (Dwi Ratna Nurhajarini dalam Sri Margana dan M. Nursam, 2010: 117).

(26)

commit to user

khasanah tulisan sejarah. Hal ini, mungkin karena pakaian dianggap sebagai

kebutuhan rutin oleh masyarakat. Tulisan-tulisan tentang pakaian kebanyakan

menyoroti pakaian tradisional atau yang memusatkan perhatian pada makna dan

fungsi pakaian dalam peristiwa-peristiwa khusus seperti peristiwa ritual. Jarang

ada tulisan yang membahas pakaian yang terkait dengan tindakan sosial. Dalam

melukiskan tradisi, unsur-unsur asing sering ditinggalkan meskipun menjadi

bagian dari pengalaman. Tekanan pada kesempatan khusus, seperti ritual,

mengaburkan gaya pakaian yang biasa dipakai orang.

Menurut Lurie yang dikutib Henk Schulte Nordholt, (1997: 1)

“Clothes

are an expression of a person’s identity, because ‘(t)o choose clothes, either in a

store or at home, is to define and describe ourselves”

Berpakaian sesungguhnya bukan sekedar memenuhi kebutuhan biologis

untuk melindungi tubuh dari panas, dingin, dan gigitan serangga. Akan tetapi,

terkait dengan adat istiadat, pandangan hidup, peristiwa, kedudukan atau status

dan juga identitas. Pakaian merupakan salah satu penampilan lahiriah yang paling

jelas yang membedakan penduduk dari yang lainnya (Dwi Ratna Nurhajarini

dalam Sri Margana dan M. Nursam, 2010: 117)

Menurut Wilson yang dikutib Henk Schulte Nordholt, (1997: 1)

menyatakan bahwa

“Dress can be seen as ‘an extention of the body, yet not quit

of it […which] not only links the body to the social world but also […] separates

the two”

Pakaian berperan besar dalam menentukan citra seseorang. lebih dari itu,

pakaian adalah cermin dari identitas, status, hierarki, gender, memiliki nilai

simbolik dan merupakan ekspresi cara hidup tertentu. Pakaian juga mencerminkan

sejarah, hubungan kekuasaan serta perbedaan dalam pandangan sosial, politik dan

religius. Pakaian dapat dilihat sebagai perpanjangan tubuh, padahal sebenarnya ia

bukan bagian dari tubuh. Pakaian tidak hanya menghubungkan tubuh dengan

dunia luar tetapi sekaligus memisahkan keduanya. Akan tetapi, melalui pakaian

juga proses diskriminasi dan hegemoni berlangsung. Sejak masa kolonial,

(27)

commit to user

membedakan antara yang kulit putih dan pribumi serta pribumi satu dengan yang

lain.

Dalam buku

Notes and Queries an anthropology, (1929: 205)

yang juga

disadur

henk Schulte Nordholt

, (1997: 1) mengatakan “

All variations in clothing

should be noticed, whether according to the season of the year, for festivals, for

indoor or outdoor wear, for everyday occupations, for keeping of the rain. What

clothing is worn at night?”

Pakaian merupakan bagian penting dari penampilan luar setiap orang,

begitu juga kaum perempuan. Dari fungsi utama yakni menutup tubuh, pakaian

berkembang kearah etika dan estetika, sehingga kemudian muncul dress code

untuk acara-acara tertentu.

Menurut Kuper yang dikutip oleh Henk Schulte Nordholt dalam buku

Recalling the Indies (1997: 2) “

Given the critical importance of clothing as an

expression of an individual’s social identities, origins, commitments, and

allegiances, it is no wonder that persons should view their clothing almost as an

extension of themselves. In sum, it now becomes intelligible why a person’s

relationship to his clothing is at once different from and

more intimate than his

relationship to all other material objects.”

Secara umum pakaian yang dikenakan oleh kaum perempuan di

Yogyakarta pada awal abad ke 20 dapat dikelompokkan dalam tiga model :

1)

Kain panjang, sarung dan kebaya

2)

Pakaian ala Shanghai

3)

Pakaian ala Barat (Rok dan Blus atau baju terusan)

Tatkala kain batik sarung dan kain panjang menjadi pakaian bagi semua

kaum perempuan, para perempuan Eropa dan Cina memakai kain yang bercorak

batik yakni batik cina dan batik Belanda yang terkenal halus buatannya. Ragam

hias dan corak batik seperti buketan, motif burung Hong, burung Punik dan

lainnya menjadi trend dalam gaya pakaian kaum perempuan Eropa atau Cina.

Kala itu beberapa perempuan Eropa dan Cina muncul sebagai pengusaha batik

yang cukup terkenal, sebut salah satu di antara mereka adalah Elizabeth Van

(28)

commit to user

Menurut Cohn, 1996b, Masyarakat Indonesia selalu merupakan

sistem-sistem yang relatif terbuka. Pengaruh-pengaruh dari luar dan dari

penafsiran-penafsiran setempat mereka merupakan bagian dan bidang bagi

kebudayaan-kebudayaan setempat.

Agama dan kelas adalah konsep pengorganisasian masyarakat. Demikian

pula halnya dengan raja dan gubernur jenderal. Hal itu terjadi jika hanya ras

yang menjadi konsep pengorganisasian (organizing Concept) dan

menggantikan kepentingan kelas, sedangkan agama tetap merupakan

lencana bagi loyalitas politik. Para pemegang kekuasaan mencoba untuk

menyusun batasan-batasan [enduduk (Residence), hak, pakaian, hokum, dan

sejenisnya. Para penguasa menginginkan sebuah masyarakat yang

terkotak-kotak tetapi dibedakan berdasarkan ras (Apartheid).

(Jean Gelman Taylor dalam Recaling the Indies, 2004 : 23)

Gaya-gaya berpakaian yang dapat dipilih oleh masyarakat demikian

beragam. Pada saat ini warga Negara yang sama di Indonesia dapat memilih

pakaian daerah untuk upacara-upacara pernikahan. Pada pertemuan-pertemuan

keagamaan mereka memakai pakaian yang menonjolkan latar belakang

kemuslimannya. Memakai kemeja batik modern pada acara resepsi, mengenakan

setelan gaya barat untuk menjalankan negosiasi-negosiasi bisnis yang penting.

Pakaian pria yang menonjol saat ini adalah setelan safari dan kemeja

batik longgar yang dikenakan dengan celana panjang. Kedua gaya pakaian

Indonesia yang mengambil bentuk pakaian barat ini berfungsi sebagai pakaian

resmi dan kemeja batik harus berlengan panjang.

c Jenis Batik

Ditinjau dari tekniknya, batik dibedakan menjadi 2 (Yayasan Harapan

Kita; 1997: 17), yaitu :

a)

Batik tulis (Batik Tradisional)

Teknik ini sering disebut teknik batik tradisional dan batiknya disebut

batik klasik. Batik tulis adalah teknik batik yang dihasilkan dengan cara

menggunakan canting tulis sebagai alat bantu dalam melekatkan cairan malam

pada kain. Canting ini terbuat dari tembaga ringan yang dapat menampung cairan

(29)

commit to user

terdapat cucuk atau pipa dengan bentuk yang berlubang. Canting ini adalah alat

pokok dalam membatik yang berfungsi untuk menggambar atau melukiskan

cairan malam pada kain dalam membuat corak dan mampu melukiskan ragam hias

paling sulit setingkat dengan kemampuan pembatik.

b)

Batik cap

Teknik ini diproses dengan menggunakan canting cap. Canting cap

adalah sebuah alat dari rangka kuningan berbingkai yang ditatah dengan pola

batik yang digunakan untuk mencap malam pada kain.

Batik pring Desa Sidomukti tergolong ke dalam jenis batik tulis atau

batik tradisional. Hal ini dikarenakan batik ini merupakan batik yang dalam

menggunakan canting dan penggambaran polanya juga masih dengan cara manual

tanpa menggunakan cap seperti pada batik printing.

Menilik daerah serta pengaruh pertumbuhan batik yang berlainan maka

pada zaman penjajahan Belanda dikelompokan menjadi 2 kelompok (Didik

Riyanto, 1997: 52), yaitu :

a)

Batik Vorstenlanden (Solo, Yogya)

Dengan ciri-ciri ragam hias bersifat simbolis, berlatarkan kebudayaan

Hindu-Jawa dan Warnanya adalah Sogan/coklat, Indigo/biru, hitam, krem/putih.

b)

Batik Pesisir (Pekalongan, Cirebon, Indramayu, Madura) Garut, Lasem, Jambi

meskipun tidak berada di pesisir tetapi ragam hias dan warnanya hampir sama.

Dengan ciri-ciri ragam hiasnya bersifat naturalis dan pengaruh berbagai

kebudayaan asing terlihat kuat dan warna beraneka ragam. Meskipun ragam hias

itu banyak sekali, tetapi bisa digolongkan menjadi 2 golongan :

(1)

Golongan geometris

Yaitu banyak terjadi pengulangan/repeat.

(a)

Garis miring

(b)

Garis silang atau parang

(c)

Anyaman

(2)

Golongan non geometris

Yaitu tidak/jarang terjadi pengulangan kalau banyak pengulangan antar

(30)

commit to user

(a)

Semen

(b)

Boketan

(c)

Lung-lungan

Dahulu sebelum kemerdekaan RI, orang tidak boleh sembarangan

mengenakan ragam hias batik. Misal motif parang rusak barong, sawat/lard dan

kawung hanya boleh dikenakan oleh para Raja dan keluarga dekatnya saja.

Pemakaian kain batik ada peraturan tertentu mengingat :

1)

Kedudukan sosial si pemakai

2)

Pada kesempatan atau peristiewa apa batik tersebut dikenakan.

Setelah kemerdekaan aturan tersebut sudah tidak berlaku lagi. Semua

ragam hias batik tersebut sudah menjadi milik masyarakat. Pada tahun tujuh

puluhan, batik abstrak mulai dikenalkan kepada masyarakat dan mendapat hati

tersendiri sampai sekarang.

d. Motif Batik

Motif batik adalah gambar utama pada kain batik yang mencirikan dan

menentukan jenis suatu batik. Kain batik yang ada di daerah-daerah seluruh

Indonesia mempunyai atau dicirikan dengan motif yang berbeda-beda (Destin

huru setiati. 2008: 43).

Motif batik tiap daerah mempunyai ciri khas, tetapi pada dasarnya

merupakan suatu motif ornamen. Ornamen utama batik merupakan gambaran

yang mencirikan suatu motif batik. Ornamen inilah yang menjadi ciri batik sesuai

asalnya.

Di pulau Jawa ragam batik dapat dibagi dalam dua golongan besar, yakni

motif batik Solo-Yogya dan motif pesisir. Ragam batik Solo-Yogya bersifat

simbolis atau perlambang dengan latar belakang kebudayaan Hindu dan kejawen.

Antara lain ada motif lar yang melambangkan mahkota atau penguasa tinggi. Ada

motif meru atau pagoda melambangkan alam, bumi atau gunung. Gambaran naga

melambangkan air. Burung melambangkan dunia atas atau angin. Modang atau

(31)

commit to user

dengan warna-warna yang dominan, yakni coklat sogan, biru wedelan (Indigo),

hitam dan putih

(Destin huru setiati, 2008: 5).

Motif batik pesisir banyak dipengaruhi oleh ragam hias yang berasal dari

budaya asing, terutama Cina. Bentuk gambarnya lebih bersifat naturalis. Warna

batik ini juga lebih beraneka ragam. Misalnya, warna biru ada beberapa macam,

mulai dari biru muda sampai ke biru tua. Demikian pula warna merah, kuning dan

coklat. Batik pesisir yang terkenal adalah batik pekalongan, Lasem, Cirebon dan

Madura.

Menurut Destin huru setiati (2008: 43-50), dalam paham Jawa Kuno

ornamen-ornamen untuk motif batik mempunyai maksud dan tujuan tertentu.

Sebagai contoh adalah motif semen yang ornamen pokoknya terdiri atas meru,

pohon hayat, tumbuhan, garuda, burung, bangunan, lidah api, ular, dan binatang.

Sedangkan ornamen pelengkapnya berupa daun-daun dan bunga-bunga.

Arti dari ornamen-ornamen ini adalah sebagai berikut :

1)

Meru

Ornamen ini melambangkan gunung atau tanah atau bumi

2)

Pohon Hayat

Ornamen ini melambangkan kehidupan

3)

Tumbuh-tumbuhan

Ornamen ini melambangkan keserasian

4)

Garuda atau lar(sayap)

Ornamen ini melambangkan mahkota atau penguasa tinggi yaitu penguasa

jagad atu dunia seisinya.

5)

Burung

Ornamen ini melambangkan angin atau maruta

6)

Bangunan

Ornamen ini melambangkan suatu bangunan untuk tempat perlindungan,

mengayomi.

7)

Api atau lidah api

(32)

commit to user

8)

Ular atau naga

Ornamen ini melambangkan air

9)

Binatang

Ornamen ini sudah digunakan sejak sebelum masa Hindu Jawa. Ornamen

ini biasanya berupa gambar binatang berkaki empat. Gambar binatangnya

biasanya khayalan seperti singa bersayap, kerbau berbelalai dll. Untuk

motif batik Solo Yogya gambar binatangnya divariasi sedemikian rupa

sehingga kurang begitu nyata. Sedangkan untuk daerah pesisir utara Jawa

berupa binatang yang nyata.

10)

Kupu-kupu

Ornamen ini biasa digambarkan berupa binatang kecil bersayap, seperti

kumbang, kepik, kelelawar dan kupu-kupu terbang.

Mengingat sarana yang tersedia melimpah, misalnya zat pewarna

(nila,soga dll.), tumbuh-tumbuhan ini tumbuh subur di bumi Indonesia, khususnya

pulau Jawa, dan tenaga manusia yang terampil serta punya kepercayaan yang kuat

begitu banyak, maka seni batik tumbuh berkembang dengan pesat seirama dengan

selera minat daerah masing-masing sehingga banyak daerah yang muncul sebagai

penghasil batik. Misal Solo, Yogya, Pekalongan, Cirebon, Indramayu, Garut,

Lasem, Jambi dan Madura. Dalam pertumbuhan dan perkembanganya, setiap

daerah pembatikan mempunyai keunikan dan ciri khas masing-masing, baik

dalam ragam hias maupun tata warnanya (Didik Riyanto 1997: 50).

Menurut Didik Riyanto (1997: 51) faktor-faktor yang mempengaruhi

keunikan dan ciri khas batik antara lain :

1)

Letak geografis

Penghasil batik dari daerah pesisir berlainan dengan batik pedalaman atau

keraton. Daerah pesisir banyak dipengaruhi dari luar karena

pedagang-pedagang dari luar negeri sering kali singgah untuk berdagang. Daerah

kraton banyak dipengaruhi oleh kebudayaan atau kepercayaan yang telah

(33)

commit to user

2)

Sifat dan tata daerah yang bersangkutan

Masyarakat pesisir tiap hari yang dipandang hanya birunya laut atau

hijaunya daun, karena bosan dengan warna-warna tersebut, orang-orang

pesisir merasa segar dan tertarik dengan warna-warna yang beraneka

ragam. Masyarakat kraton/pedalaman bosan dengan warna-warni. Di taman

sudah banyak bunga beraneka ragam, warna-warna kontras dirasakan kasar

(kurang miyayeni/anggun)

3)

Kepercayaan dan adat istiadat yang ada didaerah yang bersangkutan

Di sini nampak bila pengaruh Hindu Jawa yang kuat maka ragam

hiasnya/motifnya banyak digambarkan dengan lambang-lambang secara

simbolis. Misalnya : semen, lar, dll. Bila pengaruh agam islam yang kuat

maka ragam hiasnya berisi tulisan Arab/kaligrafi.

4)

Keadaan alam sekitarnya termasuk Flora dan fauna

Di daerah pesisir ragam hiasnya banyak menggambarkan air, ikan, udang

dan tumbuh-tumbuhan secara naturalis. Di daerah kraton ragam hias banyak

menggambarkan gunung, kupu-kupu, burung dan tumbuh-tumbuhan secara

simbolis/distilir.

5)

Adanya kontak atau hubungan antar daerah pembatikan

Dengan adanya kontak atau hubungan dengan daerah pembatikan lain,

menimbulkan ragam hias yang baru (saling mempengaruhi).

6)

Pemujaan terhadap tokoh-tokoh kepahlawanan

Misalnya dalam cerita wayang (karena yang besar pengaruhnya terhadap

masyarakat), masyarakat Jawa Tengah khususnya Solo, Yogya senang

terhadap tokoh Arjuna yang lemah lembut, gentur tapane, orang yang bisa

menguasai diri, meskipun bathinnya menangis tapi bibirnya tetap bisa

tersenyum dan dilambangkan dengan banyak istri. Maka terlihatlah ragam

hias batik Solo, Yogya yang kecil-kecil, halus dan melengkung/ukel. Tidak

suka pada ragam atau lurus, warnanyapun harmoni, hitam, biru, coklat dan

krem/putih. Tarianyapun lemah gemulai. Masyarakat Madura senang

terhadap tokoh Prabu Mandura/Baladewa., yang tidak senang terhadap

(34)

commit to user

lain tidak sopan. Terlihat ragam hias Madura, besar-besar dan panjang tidak

berbelit-belit, warnanya bebas apa adanya. Di Bali tokoh Hanoman

merupakan kebanggannya (pahlawan kera dalam cerita Yamayana). Banyak

disekeliling pura dihiasi oleh patung-patung kera yang ditutup kain

kotak-kotak hitam putih seperti yang dikenakan oleh Hanoman. Tariannya

kadang-kadang diam angkuh tetapi kadang-kadang-kadang-kadang gesit lincah seperti kera.

2. Home Industri

a. Pengertian Home Industri

Istilah industri menurut Drans Mardi Hartanto dan Filippo (Prisma, 1987:

34) adalah suatu bentuk kegiatan manusia yang meningkatkan nilai guna dari

bahan atau barang dengan mengerahkan inovasi teknologi dan ketrampilan fisik

maupun sumber alam yang ada.

Dalam Ensiklopedia Umum (1973: 564) industri adalah kumpulan

perusahaan yang menghasilkan barang sejenis atau menggunakan

barang-barang sejenis.

Industri pada hakekatnya adalah pembangunan suatu sistem yang

mempunyai daya hidup dan mampu berkembang secara mendiri serta mengakar

pada struktur ekonomi dan struktur masyarakat. Oleh karena itu sebagian negara

di dunia, termasuk Indonesia menjadikan industrialisasi sebagai pilihan dalam

suatu model pembangunan untuk mencapai kemajuan.

Menurut Samuelson dan Nordhaus (1993: 12) industri adalah

sekelompok perusahaan yang memproduksi barang yang sama dan sejenis.

Pengertian secara umum, industri adalah perusahaan yang menjalankan kegiatan

dalam bidang ekonomi yang tergolong ke dalam sektor sekunder, sedangkan

pengertian industri secara ekonomi adalah kumpulan dari perusahaan-perusahaan

yang menghasilkan barang yang sama atau identik.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1996: 330) mengartikan ”

(35)

commit to user

Rakyat adalah sekumpulan orang atau penduduk yang diam dalam suatu

daerah atau wilayah tertentu dan menjadi bagian dari suatu masyarakat, negara

dan bangsa (Ensiklopedi Nasional Indonesia, 2004: 68).

Memang istilah ini mempunyai banyak pengertian, antara lain 1) rakyat

sebagai kelompok penduduk dalam suatu daerah/wilayah tertentu, 2) rakyat

sebagai lapisan bawah masyarakat, 3) rakyat sebagai seluruh penduduk sebuah

negara.

Menurut teori kenegaraan Yunani kuno, rakyat atau penduduk secara

politis dan hukum dibagi dalam tiga kelas pokok. Kelas pertama, para budak yang

merupakan kelas terbanyak. Kelas kedua adalah orang asing atau metics. Dan

yang ketiga adalah warga atau rakyat yang merupakan warga negara kota dan

berhak dalam pemerintahan (Ensiklopedi Nasional Indonesia, 2004: 68).

Dikatakan sebagai perusahaan kecil karena jenis kegiatan ekonomi ini

dipusatkan di rumah. Pengertian usaha kecil secara jelas tercantum dalam UU No.

9 Tahun 1995, yang menyebutkan bahwa usaha kecil adalah usaha dengan

kekayaan bersih paling banyak Rp200 juta (tidak termasuk tanah dan bangunan

tempat usaha) dengan hasil penjualan tahunan paling banyak Rp1.000.000.000.

Kriteria lainnya dalam UU No 9 Tahun 1995 adalah: milik WNI, berdiri sendiri,

berafiliasi langsung atau tidak langsung dengan usaha menengah atau besar dan

berbentuk badan usaha perorangan, baik berbadan hukum maupun tidak.

Jika terdaftar dalam Dinas Perdagangan Kabupaten/kota permohonan izin

ke pemerintah untuk menjalankan usaha, Home Industri termasuk dalam kategori

peraturan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) Putih,

yaitu perusahaan kecil

yang dengan kekayaan kurang dari 200 juta.

Secara harfiah, Home berarti rumah, tempat tinggal, ataupun kampung

halaman. Sedang Industri, dalam Ensiklopedi Indonesia dapat diartikan sebagai

kerajinan, usaha produk barang dan ataupun perusahaan. Singkatnya, Home

Industri adalah rumah usaha produk barang atau juga perusahaan kecil.

Home Industri juga dapat berarti industri rumah tangga, karena termasuk

dalam kategori usaha kecil yang dikelola keluarga.

(36)

commit to user

Menurut Dumairy (1997: 232) berdasarkan administrasi departemen

perindustrian dan perdagangan, industri di Indonesia digolongkan berdasarkan

hubungan arus produknya menjadi :

1) Industri Hulu, yang terdiri atas :

a)

Industri kimia dasar

b)

Industri mesin,logam dan elektronika

2. Industri hilir, yang terdiri atas :

a)

Aneka industri

b)

Industri kecil (pekerja antar 5-19 orang)

3.Kebijakan Pemerintah

a. Pengertian Kebijakan Pemerintah

Dalam rangka melaksanakan tujuan-tujuan dari sistem politik perlu

ditentukan kebijakan-kebijakan berdasarkan sumber daya yang ada dalam

masyarakat. Para ahli berusaha untuk menjelaskan maksud dari kebijakan menurut

sudut pandang yang berbeda-beda.

Menurut Supandi dan Ahmad Sanusi yang di kutip oleh Abdurrahman

Assegaf (2005: 1) mengatakan bahwa kebijakan merupakan sekumpulan

keputusan yang diambil oleh seseorang atau kelompok politik dalam usaha

memilih tujuan-tujuan dan cara-cara.

Sementara itu menurut Arif Budiman (2002: 89) menyatakan bahwa

kebijakan merupakan keputusan-keputusan pemerintah yang diambil oleh negara

dan dilaksanakan oleh aparat birokrasi. Kebijakan ini tentunya merupakan sebuah

proses politik yang kompleks. Prosesnya meliputi tujuan-tujuan negara dan cara

pengambilan keputusannya, orang-orang atau kelompok yang dilibatkan, dan

bagaimana kebijakan ini dilaksanakan oleh aparat birokrasi.

Miriam Budiardjo (2008: 20) juga mengemukakan bahwa kebijakan

adalah suatu kumpulan keputusan yang diambil oleh seorang pelaku atau

kelompok politik, dalam usaha memilih tujuan dan cara untuk mencapai tujuan

itu. Pada prinsipnya, pihak yang membuat kebijakan-kebijakan itu mempunyai

(37)

commit to user

menyangkut dua aspek besar yaitu proses pelaksanaan keputusan serta dampak

dari pelaksanaan keputusan itu.

Dari beberapa pengertian kebijakan dari para ahli di atas, dapat

disimpulkan bahwa kebijakan merupakan kumpulan keputusan yang diambil oleh

seorang pelaku atau kelompok politik dalam usaha memilih tujuan dan cara untuk

mencapai maksud yang diinginkan. Proses membuat kebijakan menunjukkan

sejumlah langkah berturut-turut yang diambil oleh pemerintah untuk memecahkan

masalah, mengambil keputusan, menentukan penunjukan sumber daya atau

nilai-nilai, melaksanakan kebijakan dan umumnya mengerjakan segala hal diharapkan

warga. Untuk melaksanakan kebijakan yang ditempuh perlu dimiliki kekuasaan

dan kewenangan yang akan digunakan untuk menegakkan norma-norma dan

menyelesaikan konflik yang mungkin timbul.

Dalam Ensiklopedi Nasional Indonesia (2004: 56) menjelaskan bahwa

”Pemerintah atau pemerintahan dalam arti sempit adalah pemegang kekuasaan

eksekutif, sedangkan dalam arti luas, seluruh lembaga dan kegiatannya dalam

suatu negara. Tugas utama pemerintah adalah melaksanakan kehendak negara

sebagaimana tercantum dalam UUD”.

S. Pamudji (1982: 6) berpendapat, arti pemerintahan ada dua, yaitu

pemerintahan dalam arti luas dan pemerintahan dalam arti sempit. Pemerintahan

dalam arti luas adalah perbuatan memerintah yang dilakukan oleh organ-organ

atau badan-badan legeslatif, eksekutif dan yudikatif dalam rangka mencapai

tujuan pemerintahan negara (tujuan nasional). Sedangkan pemerintahan dalam arti

sempit adalah perbuatan memerintah yang dilakukan oleh organ eksekutif dan

jajarannya dalam rangka mencapai tujuan pemerintahan negara. Pemerintahan

merupakan

serangkaian kegiatan yang dilaksanakan oleh pemerintah dalam

rangka melaksanakan fungsinya sebagaimana yang telah dinyatakan dalam

perundang-undangan negara (Dharma Setyawan Salam, 2004: 35)

Menurut M. Irfan Islamy (2004: 20), kebijakan pemerintah adalah

serangkaian tindakan yang ditetapkan dan dilaksanakan atau tidak dilaksanakan

oleh pemerintah yang mempunyai tujuan atau berorientasi pada tujuan tertentu

(38)

commit to user

Dari beberapa pengertian diatas, dapat ditarik kesimpulan kebijakan

pemerintah adalah serangkaian tindakan/keputusan yang diambil, ditetapkan dan

dilaksanakan atau tidak dilaksanakan yang diambil oleh seorang pelaku,

kelompok politik atau pemerintah yang mempunyai tujuan atau berorientasi pada

tujuan tertentu demi kepentingan seluruh masyarakat.

b. Tujuan Kebijakan Pemerintah

Fungsi dari negara adalah mewujudkan, menjalankan, dan melaksanakan

kebijakan bagi seluruh masyarakat di daerah kekuasaannya. Menurut Bambang

Sunggono (1994: 12), tujuan-tujuan penting kebijakan pemerintah pada umumnya

adalah:

1)

Memelihara ketertiban umum (negara sebagai stabilisator)

2)

Memajukan perkembangan dari masyarakat dalam berbagai hal

(negara sebagai stimulator)

3)

Memperpadukan berbagai aktivitas (negara sebagai koordinator)

4)

Menunjuk dan membagi berbagai benda material dan non material

(negara sebagai distributor)

Kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah dalam suatu

tindakan-tindakan, mempunyai tujuan: (1) untuk meningkatkan pemuasan kepentingan

umum, (2) menetapkan proses administrasi yang tepat dan, (3) menghindari

konflik sosial yang bersifat destrutif.

c. Unsur-unsur Pembuat Kebijakan

Tiga unsur yang harus diperhatikan dalam proses pembuatan kebijakan

menurut Ramalan Surbakti (1992: 191-192), yaitu:

1)

Jumlah orang yang ikut mengambil keputuan, yang membuat

keputusan dapat satu orang, dua, atau lebih bahkan jutaan orang.

Pemilihan umum merupakan proses pengambilan keputusan secara

masal, walaupun setiap pilihan bersifat individual yang melibatkan

berjuta-juta warga negara yang berhak memilih yang bertindak

sebagai pengambil keputusan tentang siapa saja yang akan menjadi

(39)

commit to user

2)

Peraturan pembuat keputusan ialah ketentuan yang mengatur jumlah

orang atau presentase orang yang harus memmberikan persetujuan

terhadap suatu alternatif keputusan agar dapat diterima dan disahkan

sebagai keputusan.

3)

Informasi sangat diperlukan dalam pembuatan keputusan berdasarkan

asumsi bahwa dalam proses pembuatan keputusan terjadi diskusi,

perdebatan, tawar-menawar dan kompromi maka informasi

Gambar

  Tabel
  Gambar
Tabel 1. Jumlah Penduduk Menurut Umur
tabel berikut :
+7

Referensi

Dokumen terkait

Fromkin’s explanation about how a language may reflect the view of that language user, it may be understood that behind the meaning of a taboo word and the use of that word in

Secara Konstitusional Mahkamah Konstitusi memilikii empat kewenangan yang putusannya bersifat final yaitu menguji Undang- Undang terhadap UUD 1945, memutus pembubaran

hari sidang maka pada hari sidang pertama inilah majelis hakim yang menyidangkan perkara tersebut memerintahkan kepada para pihak untuk menempuh mediasi terlebih dahulu yang akan

Tahun 2005-2010, Jaringan BATIK-Net telah menghubungkan 105 titik terdiri atas klaster A Network Operating Control (NOC) sejumlah 35 titik, klaster B Kecamatan Pekalongan Barat

Terkait dengan kewajaran penyajian Laporan keuangan yang disusun terdiri dari Neraca, Laporan Perubahan Ekuitas, Laporan arus kas, Laporan Pembagian Hasil Usaha di

DPPH merupakan radikal bebas yang dapat bereaksi dengan senyawa yang dapat mendonorkan atom hidrogen, dapat berguna untuk pengujian aktivitas antioksidan komponen

Maka sudah jelas dapat di katakan bahwa terdapat hubungan pengaruh yang signifikan antara variabel X dengan variabel Y yaitu gaya kepemimpinan terhadap kinerja guru MTs-

JUDUL PENELITTAN : TANGGUNG GUGAT BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KESEHATAN (BPJS) KESEHATAN ATAS KERUGIAN YANG DIALAMI OLEH PENGGUNA JASA BPJS KESEHATANa. NAMA