• Tidak ada hasil yang ditemukan

SATV, CIKAL BAKAL MUHAMMADIYAH SURAKARTA (Catatan Tambahan untuk Mu’arif)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "SATV, CIKAL BAKAL MUHAMMADIYAH SURAKARTA (Catatan Tambahan untuk Mu’arif)"

Copied!
2
0
0

Teks penuh

(1)

56 7 - 21 SYAWAL 1431 H

SATV, CIKAL BAKAL

MUHAMMADIYAH SURAKARTA

(Catatan Tambahan untuk Mu’arif)

MOHAMAD ALI

(SEKRETARIS LEMBAGA PUSTAKA PDM SURAKARTA)

SOHIFAH

A

rtikel ini dimaksudkan sebagai catatan tambahan terkait kemunculan Persyarikatan Muhammadiyah di Surakarta. Benar, bahwa SATV (Sidik Amanah Tabligh Vathonah) adalah perkumpulan keagamaan lokal yang kemudian mele-burkan diri menjadi Muhammadiyah. Namun demikian, dari awal SATV memang dipersiapkan sebagai Cabang Muhammadiyah yang benihnya disebar oleh Kiai Ahmad Dahlan. Untuk memahami masalah tersebut, dibutuhkan penjelasan lebih rinci tentang dina-mika organisasi dan proses peleburan itu berlangsung.

Kalau dicermati secara seksama, ada satu hal yang menge-muka dalam uraian Muarif, yaitu memakai pendekatan (sejarah) pers atau pesuratkabaran. Oleh karena itu, tidak aneh kalau kemudian sosok Misbach terlihat begitu menonjol dalam perjalanan SATV. Padahal, Misbach hanya satu tahun saja menjadi ketua SATV. Pendekatan pers tentu saja tidak keliru, tetapi kurang mema-dai pisau analisis untuk membedah keberadaan perkumpulan pra Muhammadiyah di Surakarta. Melalui pendekatan sejarah sosial, sebagaimana dilakukan dalam artikel ini, keberadaan SATV dapat diteropong lebih jelas. Akan diuraikan secara kronologis sesuai dengan perkembangan internal yang terjadi.

Sebenarnya tidak terlalu mengherankan kalau Muhammadi-yah sejak awal bisa hadir di Surakarta. Bukan hanya karena wila-yahnya berdekatan (kira-kira 60 km) dan terdapat jalur transportasi kereta api yang begitu mudah dijangkau. Lebih dari itu, jaringan Yogya-Solo (Surakarta) semakin diperkuat karena melibatkan

koneksi perdagangan batik dan hubungan-hubungan kekerabatan. Seperti diketahui, tatkala berdagang Kiai Ahmad Dahlan selalu meluangkan waktu untuk menemui kiai ataupun ulama berpe-ngaruh setempat untuk menyampaikan gagasan pembaruannya. KHR Mohamad Adnan, rektor PTAIN Yogyakarta pertama, termasuk yang dikunjungi Kiai Ahmad Dahlan (Abdul Basit Adnan, 1990). Cara ini ternyata sangat efektif untuk membuka jalan lahirnya SATV yang seluruh pelopornya adalah para santri pedagang batik di Kauman dan Laweyan.

Sebelum SATV lahir, Kiai Ahmad Dahlan sudah demikian popular di kalangan umat Islam Surakarta. Peristiwa yang mero-ketkan namanya adalah perdebatan di muka umum antara Kiai Bagus Arfah, paman Kiai Ahmad Dahlan yang juga pimpinan Madrasah Mambaul Ulum, dengan Kiai Suleman berkaitan dengan hukum menafsirkan Al-Qur’an. Peristiwa itu terjadi sekitar tahun 1910. Posisi Kiai Bagus Arfah dalam keadaan terpojok, tetapi atas saran dan pendampingan Kiai Ahmad Dahlan kemudian dapat memenangi perdebatan itu secara gemilang. Umat Islam Surakarta menilai bahwa kemenangan Kiai Bagus Arfah tidak lepas dari peran Kiai Ahmad Dahlan, keponakannya, sebagai peracik strategi yang jitu.

Dinamika SATV

Sebagaimana dijelaskan Surono (1957: 51), kemunculan SATV bermula dari dibukanya Ranting (kring) Sarekat Islam Kam-pungsewu, Kecamatan Jebres Surakarta pada tahun 1913. Di ba-wah kepemimpinan Darsosasmito perkumpulan ini merencanakan kursus (kajian) Islam tengah bulanan dengan mengundang Kiai kenamaan, di antaranya H. Misbach (1876-1924) dan KHR Mo-hammad Adnan. Pada tahun 1914 rupanya kursus Islam ini sema-kin berkembang. Kegiatan itu disertai tanya jawab yang intensif sehingga pembicaraannya berkembang sedemikian rupa sampai-sampai memunculkan persoalan-persoalan yang tidak bisa ter-jawab, seperti tentang perbandingan agama, teosofi, kebatinan dan lain-lain. Untuk memahami dan mendalami permasalahan tersebut, H Misbach menyarankan agar mengundang Kiai Ahmad Dahlan. Saran H Misbach bisa diterima seluruh peserta kursus Islam. Diterimanya usulan H Misbach tentu tidak lepas dari kepopuleran Kiai Ahmad Dahlan di mata umat Islam Surakarta. Pada tahun

Tulisan Muarif di Suara Muhammadiyah (No

14-16/Th ke-95) tentang perkumpulan pra

Muhammadiyah menarik untuk disimak dan

didiskusikan lebih lanjut. Menarik, karena

kajian sejarah Muhammadiyah lokal yang

sejauh ini diabaikan, dapat memperkaya

khazanah pengembangan dakwah, sekaligus

sebagai cermin diri dalam merencanakan dan

menatap masa depan secara bijak.

De

m

o (Vi

si

t ht

tp:

//www.pdfspl

itm

erge

r.c

om

(2)

57

SUARA MUHAMMADIYAH 18 / 95 | 16 - 30 SEPTEMBER 2010

SOHIFAH

1916 terbentuklah panitia tabligh umum yang akan mendatangkan Kiai Ahmad Dahlan dengan susunan sebagai berikut: H. Misbach (ketua), Darsosasmito (wakil ketua), M. Harsolumakso (penulis), R.Ng Parikrangkungan (penulis II), R. Sontohartono (bendahara), M. Sukarno dan M. Sudiono sebagai pembantu. Panitia mempersiapkan acara secara matang. Sebab, kedatangan Kiai Ahmad Dahlan ke Surakarta ternyata akan dijadikan momentum untuk meresmikan keberadaan Muhammadiyah. Sebagaimana di tempat lain, seperti Banyuwangi, Surabaya, Pekalongan, kegiatan tabligh umum yang dihadiri Kiai Ahmad Dahlan sekaligus menandai dibukanya Cabang baru Muhammadiyah.

Satu tahun kemudian, 1917 acara tabligh umum baru bisa terlaksana bertempat di rumah Harsolumekso (Kerabon). Kegiatan ini dihadiri masyarakat umum dan mengundang sejumlah Kiai berpengaruh di Surakarta yang sehaluan dengan pemikiran Muhammadiyah, di antaranya Kiai Imam Bisri dan Kiai Idris Jamsaren. Dari Yogyakarta, Kiai Ahmad Dahlan mengajak serta Fachruddin, Hadjid, dan Bagus Hadikusumo. Setelah mendengar isi ceramah Kiai Ahmad Dahlan, niatan panitia tabligh umum untuk membentuk dan meresmikan Muhammadiyah cabang Surakarta semakin mantap. Panitia tabligh umum menjadi pengurus inti ditambah M Abu Thayib, R. Martodihardjo, R.M. Mangkutaruno, dan Muchtar Buchary (1899-1926).

Sayang sekali, semangat mendidih umat Islam Surakarta untuk mendirikan Muhammadiyah di wilayahnya belum dapat terwujud saat itu. Keadaan ini terjadi karena terhalang beslit pemerintah Hindia Belanda yang membatasi ruang gerak Muhammadiyah terbatas di daerah Yogyakarta. Maka, sebagai jalan keluarnya, perkumpulan ini oleh Kiai Ahmad Dahlan diberi nama Persyarikatan Sidik Amanah Tabligh Vathonah (SATV). Dengan demikian, sejak tahun 1917 Persyarikatan Muhammadiyah telah memiliki Cabang yang riil di Surakarta dengan nama SATV. Namun, secara hukum (di mata pemerintah kolonial), belum diakui. Maka tidak aneh kalau kegiatan SATV senafas dan sebangun dengan aktivitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Baru satu tahun memimpin SATV, pada bulan Juli 1918 H Misbach mengundurkan diri dari kursi ketua, tapi masih tetap menjadi anggota (mubaligh SATV). H Misbach mengundurkan diri karena usahanya untuk membelokkan haluan SATV ke arah gerakan politik yang bersikap radikal terhadap pemerintah kolonial Belanda ditolak oleh pengurus yang lain. Penolakan ini menunjukkan bahwa koordinasi antara SATV dengan Muhammadiyah Yogya berjalan lancar. Muhammadiyah mengutamakan gerakan sosial dan pendidikan, bukan gerakan politik.

Mundurnya H Misbach (ketua) dan meninggalnya Darso-sasmito (wakil ketua) tidak mengendorkan semangat kawan-kawan untuk terus berkiprah di SATV. Pada tahun 1919 disusun ulang kepengurusan SATV dengan mempertimbangkan keahlian masing-masing. Susunan kepengurusan baru tahun 1919-1920 di ketuai oleh kalangan muda energik berpengetahuan luas, Kiai Muchtar Buchary. Saat itu ia baru berusia 20 tahun. Kemudian berturut-turut dibantu oleh: R Ng Parikrangkungan (wakil ketua), M Harsolumakso (penulis), R Sontohartono (bendahara), dan pembantu adalah R Ng Sastrosugondo, R Ng Wignjodisastro, R

Sastrasumarto, R Ng Samsu Hadiwijoto, dan M Abu Thoyib. Pada tahun 1921 beslit pemerintah Hindia Belanda telah membolehkan Persyarikatan Muhammadiyah beroperasi dan membuka Cabangnya di seluruh wilayah Nusantara. Namun demikian, mungkin karena harus mempersiapkan berbagai persyaratan yang harus dipenuhi, baru pada tahun 1923 SATV dibubarkan dan berganti nama menjadi Muhammadiyah cabang Surakarta. Proses transisi SATV ke Persyarikatan Muhammadiyah di bawah kepemimpinan Kiai Muchtar Buchary. Amat disayangkan, dalam usia masih sangat muda menginjak usia 27 tahun beliau meninggal dunia, di tahun 1926.

Sebelum SATV lahir, Kiai

Ahmad Dahlan sudah

demikian popular di kalangan

umat Islam Surakarta...

Perintis SATV

Menyimak kronologi kemunculan SATV, sebagaimana uraian di atas, dapat diketahui bahwa orang-orang yang terlibat dalam upaya perintisan dan pengembangan SATV tidak sedikit. Namun demikian, ada dua tokoh yang perlu digarisbawahi, yaitu H. Misbach (1876-1924) dan Kiai Muchtar Buchary (1899-1926). Meskipun hanya satu tahun menjadi ketua SATV (1917-1918), tetapi ia telah meletakkan fondasi organisasi yang kokoh. Setelah lengser dari kursi ketua, H Misbach masih menjadi mubaligh SATV sampai akhir hayatnya dan mencurahkan tenaga dan pikirannya untuk melakukan pembelaan terhadap petani, buruh, dan kaum miskin kota. Akibat tindakannya yang radikal, pada bulan Juli 2003 H. Misbach di buang ke Manokwari, Papua oleh pemerintah Hindia Belanda. Ketika dalam pembuangan, ternyata H Misbach masih berupaya mengenalkan Muhammadiyah di Indonesia bagian timur. Berkembangnya Muhammadiyah di Indonesia timur tidak lepas dari aktivitasnya. Selama di pembuangan, ia berhasil merumuskan gagasan kontroversialnya tentang sinergi “Islam dan Komunisme” yang memerlukan elaborasi secara jernih.

Kalau H Misbach adalah saudagar sukses yang menyukai aktivitas politik radikal, Kiai Muchtar Buchary seorang mubaligh intelektual yang berkemajuan. Setamat dari HIS, melanjutkan ke Madrasah Islamiyah Arabiyah hingga rampung, lalu belajar di pesantren Termas Pacitan. Di samping mengadakan kursus mubaligh, ia sebagaimana H Misbach juga aktif menjadi redaktur di Medan Moeslimin, Islam bergerak, Bintang Islam, Majalah Al-Islam, dan Wewarah Islam. Melihat banyaknya majalah yang menjadi organ SATV Surakarta menunjukkan bahwa mereka sangat peduli dengan dunia tulis-menulis, sebuah aktivitas yang belakangan ini terabaikan.l

De

m

o (Vi

si

t ht

tp:

//www.pdfspl

itm

erge

r.c

om

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini memiliki keterbatasan penelitian yaitu pengukuran agresivitas pajak hanya menggunakan data perusahaan dalam annual report dan tidak mempertimbangkan faktor-faktor

Kesimpulan dari penelitian ini menunjukan bahwa terdapat pengaruh antara terpaan iklan dan brand loyalty terhadap minat beli produk Samsung Galaxy, baik itu

Maka ka ke kesp spro ro di dide de3i 3ini nisi sika kan n se se2a 2aga gai i @k @kea eada daan an se se+ah +ahter tera a 3is 3isik ik, , me ment ntal al da dan n

yang sesuai dengan tinjauan teori yaitu mulai dari pengkajian.

Capaian indikator kinerja pada kegiatan rapat-rapat koordinasi dan konsultasi ke luar daerah ini mencapai target 99.96 % dengan realisasi sebesar Rp 280.991.420, dari

Narasumber juga memberikan hasil penilaian dari validasi media dari segi komponen materi dengan nilai 90% yang tergolong sangat baik penilaian ini diberikan oleh

Pada hari ini Juma’t tanggal sembilan bulan Mei tahun dua ribu empat belas, Kami Panitia Pengadaan Barang/Jasa Untuk Kegiatan Dengan Sumber Dana APBD Provinsi

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa izin