• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tali Serat Berbahan Dasar Serat Alami Tanaman Lidah Mertua (Sansevieria Trifasciata Laurentii)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Tali Serat Berbahan Dasar Serat Alami Tanaman Lidah Mertua (Sansevieria Trifasciata Laurentii)"

Copied!
68
0
0

Teks penuh

(1)

TALI SERAT BERBAHAN DASAR SERAT ALAMI

TANAMAN LIDAH MERTUA (

Sansevieria trifasciata laurentii

)

SKRIPSI

OLEH : DETYARA IMANI

110308072

PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

TALI SERAT BERBAHAN DASAR SERAT ALAMI

TANAMAN LIDAH MERTUA (

Sansevieria trifasciata laurentii

)

SKRIPSI

OLEH : DETYARA IMANI

110308072

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Program Studi Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

Disetujui Oleh :

Komisi Pembimbing

(Lukman Adlin Harahap, STP, M. Si) (Ir. Saipul Bahri Daulay, M. Si)

Ketua Anggota

PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

(3)

i

ABSTRAK

DETYARA IMANI: Tali Serat Berbahan Dasar Serat Alami Tanaman Lidah

Mertua (Sansevieria trifasciata laurentii), dibimbing oleh LUKMAN ADLIN

HARAHAP dan SAIPUL BAHRI DAULAY.

Sansevieria merupakan tanaman yang mempunyai keanekaragaman warna dan bentuk daun serta dapat digunakan sebagai tanaman hias. Serat Sansevieria

memiliki karakteristik yang tidak mudah rapuh, mengkilat, panjang, dan memiliki kualitas tali serat yang baik. Penelitian ini bertujuan untuk membuat dan menguji kualitas tali serat berbahan baku tanaman lidah mertua (Sansevieria trifasciata laurentii).

Penelitian ini dilakukan pada bulan April hingga September 2015 di Laboratorium Keteknikan Pertanian, Fakultas Pertanian dan uji tarik dilakukan di Laboratorium Penelitian, Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara, Medan, dengan cara studi literatur, pemintalan tali dengan menggunakan alat pemintal sederhana, pengujian tarik dan pengamatan parameter. Parameter yang diamati adalah tegangan tarik, regangan, elastisitas, deformasi tali dan kelenturan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masing–masing bahan uji dengan berat yang sama menghasilkan diameter tali yang berbeda. Nilai rata-rata untuk pengujian tali yaitu untuk berat tali serat yang diuji adalah 1,2 gr, untuk diameter tali adalah 4,26 mm, untuk panjang tali adalah 34 mm, untuk pertambahan panjang tali adalah 17,2159 mm, untuk beban maksimum yang dapat ditahan oleh tali adalah 659,2695 N, untuk luas penampang tali adalah 14,31 mm2, untuk tegangan tarik tali adalah 46,85 N/mm2, untuk regangan tali adalah 0,5063, untuk elastisitas tali adalah 92,5322 N/mm2, untuk deformasi tali adalah 17,2159 mm, dan untuk kelenturan tali adalah 50,63 %.

Kata Kunci : Sansevieria, Tali Serat, Serat Alami, Uji Tarik

ABSTRACT

DETYARA IMANI: Ropes made from mother in law tongue fiber (Sansevieria trifasciatalaurentii), supervised by LUKMAN ADLIN HARAHAP and SAIPUL BAHRI DAULAY.

Sansevieria is a plant that has variety of color and leaf form and can be used as decorative plants. Fiber of Sansevieria has characteristics of not easily fragile, shiny, long, and good quality. This study was aimed to make and to examine the quality of rope made from mother in law tongue fiber (Sansevieria trifasciata laurentii).

This research was conducted in April until September 2015 in the Laboratory of Agricultural Engineering, Faculty of Agriculture and tensile test was conducted at Research Laboratory, College of Engineering University of North Sumatra, Medan, by literature study, spinning the rope using spinners simple tool, tensile test and parameters observation. Parameters measured were tensile strength, strain, elasticity, rope deformation, and flexing. Results of the research indicated that each substance tested with the same weight produced different string diameter. Average values of examinated ropes was 1,2 g weight, diameter was 4,26 mm, length was 34 mm, elongation was 17,2159 mm, maximum loaded was 659,2695 N, cross section was 14,31 mm2, elongation at break of tensile strength was 46,85 N/mm2, strain was 0,5063, elasticity was 92,5322 N/mm2, ropes deformation was 17,2159 mm and flexing was 50,63 %.

(4)

ii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Medan, pada tanggal 28 Desember 1993 dari ayah

H. Muhammad Syarif dan ibu Hj. Jumiati. Penulis merupakan anak ketiga dari

empat bersaudara.

Pada tahun 2011 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Binjai dan tahun yang

sama masuk ke Fakultas Pertanian USU melalui jalur Ujian Masuk Bersama

(UMB). Penulis memilih Program Studi Keteknikan Pertanian, Fakultas

Pertanian.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif mengikuti organisasi Ikatan

Mahasiswa Teknik Pertanian (IMATETA) sebagai anggota.

Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di PTP. Nusantara

(5)

iii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat

dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul

“Tali Serat Berbahan Dasar Serat Alami Tanaman Lidah Mertua (Sansevieria

trifasciata laurentii)” yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Program Studi Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas

Sumatera Utara, Medan.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua yang telah

mendukung penulis baik secara moril maupun materil. Penulis juga mengucapkan

terima kasih kepada Bapak Lukman Adlin Harahap, STP, M.Si selaku ketua

komisi pembimbing dan Bapak Ir. Saipul Bahri Daulay, M.Si selaku anggota

komisi pembimbing yang telah banyak membimbing dan memberikan kritik serta

saran yang membangun kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini

dengan baik. Disamping itu penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua

staf pengajar dan pegawai di Program Studi Keteknikan Pertanian serta semua

rekan mahasiswa yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih, semoga skripsi ini

bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan.

Medan, Oktober 2015

(6)

iv

DAFTAR ISI

Hal

ABSTRAK ... i

RIWAYAT HDUP ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Manfaat Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA

Klasifikasi Serat ... 9

Tali Serat ... 13

Pemintalan ... 13

Pengujian Tali Serat ... 17

Uji Tarik ... 17

Tegangan ... 18

Regangan ... 20

Diagram Tegangan-Regangan ... 23

Deformasi ... 25

Hubungan Tegangan dan Regangan (Hukum Hooke) ... 25

Uji Lentur ... 27

METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ... 29

Bahan dan Alat ... 29

Metode Penelitian ... 29

Prosedur penelitian ... 30

Pengeluaran serat ... 30

Pembuatan Tali ... 30

Pengujian Tali Serat ... 30

Menghitung Ketahanan Tarik Serat ... 31

Parameter Penelitian ... 31

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 33

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 43

Saran ... 43

(7)

v

DAFTAR TABEL

No Hal

1. Sifat Mekanis Serat Alam ... 11

2. Sifat-Sifat Serat Alami ... 12

3. Perbandingan Kekuatan Tarik pada Tanaman Eceng Gondok dengan atau tanpa Perlakuan NaOH ... 12

4. Perbandingan Kekuatan Tali dengan Berbagai Ukuran Diameter ... 16

5. Perbandingan Kekuatan Tali Kering atau Basah Berdasarkan Umur Tali ... 17

6. Data Uji Tarik Tali Serat Berbahan Lidah Mertua ... 33

7. Data Uji Tegangan Tarik Tali Serat Berbahan Lidah Mertua ... 35

8. Data Uji Regangan Tali Serat Berbahan Lidah Mertua ... 36

9. Data Uji Elastisitas Tali Serat Berbahan Lidah Mertua ... 37

10. Data Uji Deformasi Tali Serat Berbahan Lidah Mertua ... 38

11. Data Uji Kelenturan Tali Serat Berbahan Lidah Mertua ... 39

(8)

vi

DAFTAR GAMBAR

No. Hal

1. Tanaman Lidah Mertua ... 5

2. Gaya F Bekerja pada Luas Permukaan A ... 20

3. Strain Normal ... 22

(9)

vii

DAFTAR LAMPIRAN

No. Hal

1. Flow Chart Pelaksanaan Penelitian ... 46

2. Perhitungan Kekuatan Tarik ... 47

3. Perhitungan Regangan ... 49

4. Perhitungan Elastisitas ... 50

5. Perhitungan Deformasi Tali ... 51

6. Perhitungan Kelenturan Tali ... 52

7. Gambar Alat Pemintal ... 54

8. Gambar Proses Penelitian ... 56

(10)

i

ABSTRAK

DETYARA IMANI: Tali Serat Berbahan Dasar Serat Alami Tanaman Lidah

Mertua (Sansevieria trifasciata laurentii), dibimbing oleh LUKMAN ADLIN

HARAHAP dan SAIPUL BAHRI DAULAY.

Sansevieria merupakan tanaman yang mempunyai keanekaragaman warna dan bentuk daun serta dapat digunakan sebagai tanaman hias. Serat Sansevieria

memiliki karakteristik yang tidak mudah rapuh, mengkilat, panjang, dan memiliki kualitas tali serat yang baik. Penelitian ini bertujuan untuk membuat dan menguji kualitas tali serat berbahan baku tanaman lidah mertua (Sansevieria trifasciata laurentii).

Penelitian ini dilakukan pada bulan April hingga September 2015 di Laboratorium Keteknikan Pertanian, Fakultas Pertanian dan uji tarik dilakukan di Laboratorium Penelitian, Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara, Medan, dengan cara studi literatur, pemintalan tali dengan menggunakan alat pemintal sederhana, pengujian tarik dan pengamatan parameter. Parameter yang diamati adalah tegangan tarik, regangan, elastisitas, deformasi tali dan kelenturan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masing–masing bahan uji dengan berat yang sama menghasilkan diameter tali yang berbeda. Nilai rata-rata untuk pengujian tali yaitu untuk berat tali serat yang diuji adalah 1,2 gr, untuk diameter tali adalah 4,26 mm, untuk panjang tali adalah 34 mm, untuk pertambahan panjang tali adalah 17,2159 mm, untuk beban maksimum yang dapat ditahan oleh tali adalah 659,2695 N, untuk luas penampang tali adalah 14,31 mm2, untuk tegangan tarik tali adalah 46,85 N/mm2, untuk regangan tali adalah 0,5063, untuk elastisitas tali adalah 92,5322 N/mm2, untuk deformasi tali adalah 17,2159 mm, dan untuk kelenturan tali adalah 50,63 %.

Kata Kunci : Sansevieria, Tali Serat, Serat Alami, Uji Tarik

ABSTRACT

DETYARA IMANI: Ropes made from mother in law tongue fiber (Sansevieria trifasciatalaurentii), supervised by LUKMAN ADLIN HARAHAP and SAIPUL BAHRI DAULAY.

Sansevieria is a plant that has variety of color and leaf form and can be used as decorative plants. Fiber of Sansevieria has characteristics of not easily fragile, shiny, long, and good quality. This study was aimed to make and to examine the quality of rope made from mother in law tongue fiber (Sansevieria trifasciata laurentii).

This research was conducted in April until September 2015 in the Laboratory of Agricultural Engineering, Faculty of Agriculture and tensile test was conducted at Research Laboratory, College of Engineering University of North Sumatra, Medan, by literature study, spinning the rope using spinners simple tool, tensile test and parameters observation. Parameters measured were tensile strength, strain, elasticity, rope deformation, and flexing. Results of the research indicated that each substance tested with the same weight produced different string diameter. Average values of examinated ropes was 1,2 g weight, diameter was 4,26 mm, length was 34 mm, elongation was 17,2159 mm, maximum loaded was 659,2695 N, cross section was 14,31 mm2, elongation at break of tensile strength was 46,85 N/mm2, strain was 0,5063, elasticity was 92,5322 N/mm2, ropes deformation was 17,2159 mm and flexing was 50,63 %.

(11)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sansevieria merupakan tanaman yang cukup popular yang mempunyai keanekaragaman warna dan bentuk daun dan sering digunakan sebagai tanaman

hias di dalam maupun di luar rumah karena tanaman ini dapat tumbuh dalam

kondisi yang sedikit air dan cahaya matahari serta tanpa banyak perawatan.

Sansevieria mempunyai penggemar di seluruh belahan dunia, baik karena keindahan, manfaat, maupun nilai-nilai kepercayaan yang dimiliki tanaman

sekulen ini.

Di tanah air, tumbuhan Sansevieria lebih populer dengan sebutan lidah mertua (mother-in-law’s tongue) ataupun tanaman ular (snake plant). Lidah mertua banyak dimanfaatkan sebagai obat, penyerap polutan di daerah yang padat

lalu lintas dan di dalam ruangan yang penuh asap rokok, serta seratnya digunakan

dalam industri tekstil. Jenis serat Sansevieria hampir sama dengan serat daun nenas yaitu memiliki karakteristik serat tidak mudah rapuh, mengkilat, dan

panjang. Sansevieria dibagi menjadi dua jenis, yaitu yang tumbuh memanjang ke atas dengan ukuran 50-75 cm dan yang berdaun pendek melingkar dalam bentuk

roset dengan panjang 8 cm dan lebar 3-6 cm (Anggraini, 2010).

Serat dapat digolongkan menjadi dua jenis yaitu serat alami dan serat

sintetis (serat buatan manusia). Serat sintetis dapat diproduksi secara murah dalam

jumlah yang besar. Namun demikian, serat alami ketersediaannya cukup

melimpah di alam dan dapat dibudidayakan oleh manusia (renewable). Serat

alami meliputi serat yang diproduksi oleh tumbuh-tumbuhan, hewan dan proses

(12)

petrokimia. Namun demikian, ada pula serat sintetis yang dibuat dari selulosa

alami seperti rayon (Pencinta Alam, 2012).

Tali merupakan sesuatu yang dapat digunakan untuk mengikat. Dalam

kehidupan sehari-hari, masyarakat banyak menggunakan tali yang berasal dari

serat sintetis. Dalam jumlah yang besar, pemakaian tali yang berasal dari serat

sintetis dapat berdampak negatif bagi lingkungan. Hal ini dikarenakan limbah tali

dari serat sintetis akan susah atau lama terurai sehingga apabila dibiarkan dalam

waktu yang cukup lama, akan menimbulkan masalah bagi lingkungan. Sehingga

perlu dilakukan suatu penelitian agar limbah tali dari serat sintetis seperti tali

plastik yang dianggap dapat merugikan dapat digantikan dengan tali yang berasal

dari serat alami yang ramah lingkungan dan memiliki kekuatan yang unggul

dibandingkan dengan tali yang berasal dari serat sintetis.

Berdasarkan penelitian Ritonga (2014) mengenai pemanfaatan serat alami

limbah ampas tebu sebagai tali serat menghasilkan tali serat yang masih kurang

baik karena nilai kekuatannya yang masih rendah, artinya untuk daya saing tali di

pasaran, tali serat dari ampas tebu dianggap tidak menguntungkan walaupun

bahan bakunya diperoleh secara gratis karena berasal dari limbah ampas tebu.

Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik melakukan penelitian

terhadap tanaman lidah mertua (Sansevieria trifasciata laurentii) untuk

meningkatkan fungsi guna daun lidah mertua selain pemanfaatannya sebagai

tanaman hias, tanaman tersebut juga dapat menghasilkan tali serat yang memiliki

nilai kekuatan yang sangat tinggi.

Penelitian ini akan membuat dan menguji tali serat berbahan baku tanaman

(13)

lidah mertua yang berasal dari pekarangan rumah, selanjutnya diambil serat

dengan pengerokan menggunakan garpu, kemudian pembuatan tali dengan

menggunakan alat pemintal manual, kemudian dilakukan pengujian tali serat

untuk mendapatkan tali serat yang berkualitas dengan parameter yang telah

ditentukan yaitu tegangan tarik, regangan, deformasi, elastisitas dan kelenturan.

Pada penelitian ini akan menggunakan alat pemintal tali sederhana yang

menggunakan tenaga manusia sebagai penggeraknya. Alat ini telah banyak

digunakan dalam proses pembuatan tali serat, salah satunya pernah digunakan di

Program Studi Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera

Utara oleh Ritonga (2014) untuk pembuatan tali serat berbahan dasar limbah

ampas tebu. Menurut Ritonga (2014) alat ini terdiri dari tiga komponen utama

yaitu engkol pemutar, corong masukan dan rol penggulung. Lama pemintalan tali,

laju putaran alat, laju rol penggulung dan jumlah pintalan perjam dari alat yang

digunakan tergantung pada yang mengoperasikan alat tersebut.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk membuat dan menguji kualitas tali serat

berbahan baku tanaman lidah mertua (Sansevieria trifasciata laurentii).

Manfaat Penelitian

1. Bagi penulis, yaitu sebagai bahan untuk menyusun skripsi yang merupakan

syarat untuk menyelesaikan pendidikan di Program Studi Keteknikan

Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

2. Bagi mahasiswa, sebagai informasi pendukung untuk melakukan penelitian

(14)

4

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman

Tanaman lidah mertua dahulu disebut sebagai Sansevieria zeylanica.

Tanaman ini merupakan sejenis herba tidak berbatang dan mempunyai rimpang

yang kuat dan tegak. Daun tanaman lidah mertua berwarna hijau atau

berbarik-barik kuning. Panjang daun dari tanaman ini dapat mencapai 1,75 m. Lidah

mertua berasal dari Afrika tropis di bagian Nigeria Timur dan menyebar hingga ke

Indonesia, terutama di Pulau Jawa. Tanaman ini dapat ditemui dari dataran rendah

hingga ketinggian 1-1000 meter di atas permukaan laut. Daun dari tanaman ini

mengandung serat yang mempunyai sifat kenyal dan kuat. Serat tersebut disebut

sebagai bowstringhemp dan banyak digunakan sebagai bahan membuat kain. Adapun sistematika tanaman lidah mertua adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

Sub Divisi : Angiospermae

Kelas : Liliopsida (berkeping satu / monokotil)

Ordo : Liliaies

Famili : Agavaceae

Genus : Sansevieria

(15)

Gambar 1. Tanaman Lidah Mertua

Keterangan :

A = Daun Lidah Mertua

B = Akar Lidah Mertua

Beberapa varietas Lidah Mertua (Sansevieria trifasciata) adalah :

1. Laurentii sama bentuknya seperti pedang, hanya warnanya hijau dengan tepi kuning yang lebar.

2. Hahnii warnanya sama dengan jenis dasar yaitu hijau dengan garis-garis melintang abu-abu putih, tetapi daunnya hanya sepanjang 10 cm dan pangkal

daun melebar, daunnya tidak tegak lurus ke atas tetapi menyebar ke samping

dan tersusun beraturan seperti helaian bunga atau pohon nenas.

3. Golden hahnii sama dengan Hahnii hanya warna daunnya hijau abu-abu dengan garis putih kuning lebar.

4. Silver hahnii daun warna hijau keperakan dengan garis-garis horizontal hijau kelam tersebar.

(Wianta, 1983).

Sansevieria memiliki akar serabut berwarna putih kekuningan sampai kemerahan. Pada tanaman yang sehat, akarnya banyak dan berserabut. Akar

A

(16)

tumbuh dari rimpang (rhizoma) yang dapat menghasilkan tunas anakan. Namun

pada beberapa jenis seperti S. tom grumbly dan S.ballyii tunas anakan keluar dari ketiak daun melalui stolon (Tahir dan Sitanggang, 2008).

Selain terdapat akar juga terdapat organ yang menyerupai batang, orang

menyebut organ ini sebagai rimpang atau rhizoma yang berfungsi sebagai tempat

penyimpanan sari-sari makanan hasil fotosintesis. Rimpang juga berperan dalam

perkembangbiakan. Rimpang menjalar di bawah dan kadang-kadang di atas

permukaan tanah. Ujung organ ini merupakan jaringan meristem yang selalu

tumbuh memanjang (Anggraini, 2010).

Tanaman Sansevieria mudah dikenali dari daunnya yang tebal dan banyak mengandung air (fleshy dan succulent). Struktur daun seperti ini membuat

Sansevieria tahan terhadap kekeringan. Proses penguapan air dan laju transpirasi dapat ditekan. Daun tumbuh di sekeliling batang semu di atas permukaan tanah.

Bentuk daun panjang dan meruncing pada bagian ujungnya (Pramono, 2008).

Bunga kecil sampai sangat besar dan amat menarik, kebanyakan banci,

aktinomorf atau sedikit zigomorf. Hiasan bunga berupa tenda bunga yang menyerupai mahkota dengan atau tanpa pelekatan berupa buluh, terdiri atas 6

daun tenda bunga, jarang hanya 4 atau lebih dari 6, kebanyakan jelas tersusun

dalam 2 lingkaran. Benang sari 6, jarang sampai 12 atau hanya 3, berhadapan

dengan daun-daun tenda bunga. Tangkai sari bebas atau berlekatan dengan

berbagai cara. Kepala sari beruang 2, membuka dengan celah membujur, jarang

dengan suatu liang pada ujungnya (Tjitrosoepomo, 2002).

(17)

oranye, hitam, dan hijau kusam. Jumlah biji dalam satu celah antar spesies yang

satu dengan yang lain berbeda, yaitu 1-4 biji. Saat masih muda kulit buah halus

setelah tua kasar (Lingga, 2005).

Biji dihasilkan dari pembuahan serbuk sari pada kepala putik. Biji

memiliki peran penting dalam perkembangbiakan tanaman. Biji Sansevieria

berkeping tunggal seperti tumbuhan monokotil lainnya. Bagian paling luar dari

biji berupa kulit tebal yang berfungsi sebagai lapisan pelindung. Di sebelah dalam

kulit terdapat embrio yang merupakan bakal calon tanaman (Anggraini, 2010).

Syarat Tumbuh Iklim

Pada malam hari tanaman ini membutuhkan temperatur 15-17,5°C dan

siang hari 20-22,5°C, meski demikian Sansevieria sangat bandel terhadap tinggi rendahnya temperatur, tanaman Sansevieria bisa diletakkan di berbagai tempat misalnya di teras, di bawah atap atau di tempat-tempat yang agak kering

(Santoso, 2006).

Ada dua jenis Sansevieria berdasarkan kebutuhannya terhadap cahaya

matahari. Pertama, jenis Sansevieria yang membutuhkan cahaya matahari penuh atau full sun. Misalnya, Sansevieria cylindrica, Sansevieria liberica, Sansevieria trifasciata. Tanaman Kedua, jenis Sansevieria yang menghendaki cahaya matahari yang tidak langsung, ini tumbuh baik di tempat yang ternaungi.

Sansevieria yang masuk dalam kategori ini umumnya berdaun kuning, misalnya

(18)

Tempat Tumbuh

Keasaman (pH) media tanam yang ideal untuk Sansevieria adalah 5,5-7,5. Meskipun demikian tanaman ini bisa bertoleransi pada rentang pH 4,5-8,5. Pada

kondisi asam, penyerapan hara nitrat dan fosfor akan terhambat. Kondisi asam

juga mendorong bebasnya besi dan almunium yang justru merupakan racun bagi

tanaman. Selain itu, media tanam yang terlalu asam merupakan tempat yang ideal

bagi pertumbuhan patogen. Akibatnya, tanaman menjadi sangat rentan terhadap

serangan penyakit yang disebabkan oleh jamur seperti busuk rimpang dan busuk

daun (Pramono, 2008).

Serat

Serat adalah sebuah zat yang panjang, tipis dan mudah dibengkokkan.

Serat yang dicita-citakan (diidealisir) dibatasi sebagai zat yang penampangnya

nol, tidak punya tahanan terhadap lenturan, puntiran dan tekanan dalam arah

memanjang, tetapi mempunyai tahanan terhadap tarikan, dan akan

mempertahankan keadaan lurus. Serat yang sebenarnya, bagaimanapun

mempunyai penampang, dan tahanan terhadap lenturan, puntiran, dan tekanan.

Serat yaitu suatu benda yang perbandingan panjang dan diameternya besar

sekali. Serat merupakan bahan baku yang digunakan dalam pembuatan benang

atau kain. Sebagai bahan baku, serat tekstil memegang peranan yang sangat

penting, sebab:

1. Sifat-sifat serat mempengaruhi sifat-sifat benang atau kain yang akan

dihasilkan.

2. Semua pengolahan benang atau kain, baik secara mekanik maupun secara

(19)

Berdasarkan panjangnya, maka serat dibagi menjadi:

1. Serat staple yaitu serat-serat yang mempunyai panjang terbatas.

2. Serat filament yaitu serat-serat yang panjangnya lanjut.

Serat telah dikenal orang sejak ribuan tahun sebelum masehi. Flax dan wol

adalah serat-serat tekstil yang pertama kali digunakan, sebab serat-serat tersebut

mudah diantih menjadi benang daripada serat kapas (Enie dan Karmayu, 1980).

Serat terutama digunakan untuk pakaian, interior, dan industri. Pemakaian

dalam bidang industri termasuk bangunan, transmisi tenaga, pertanian dan

kehutanan, perikanan, pengepakan, pengangkutan dan perabot. Serat alam

mempunyai pemakaian yang luas, seperti tali, lapisan kabel, kantong dan lakan.

Keadaan ini akan dipengaruhi oleh harga dan manfaat serat buatan. Umpamanya

dalam dunia perdagangan tali ban dan jala ikan misalnya, serat alam telah

dipergunakan secara luas. Oleh karena keuletannya yang tinggi dan harga yang

rendah, benang polietilen yang pecah atau terbelah dengan cepat telah

menggantikan serat kapas untuk tujuan industri (Hartanto dan Watanabe, 2003).

Klasifikasi Serat

Menurut asal seratnya, maka serat dapat digolongkan menjadi:

Serat alam, ialah serat yang telah tersedia di alam, terdiri dari :

1. Serat tumbuh-tumbuhan

a. Biji : kapas dan kapok

b. Batang : flax, jute, rosella, ilenep, rami, urena, kenaf dan sunn

c. Daun : albaka, sisal, ilenequen

(20)

2. Serat binatang

a. Stapel : wol (biri-biri) dan rambut (alpaca, unta, kashmir, mohair)

b. Filamen : sutera

3. Serat mineral

a. Asbes : Chrysotile dan Crocidolite

Serat buatan, ialah serat yang dibuat oleh manusia, terdiri dari :

1. Organik

a. Polimer alam : alginat, selulosa (ester selulosa dan rayon termasuk

kupramonium dan viskosa), protein dan karet.

b. Polimer buatan :

- Polimer kondensasi : poliamida (nylon), poliester, poliuretan

- Polimer adisi : polididrokarbon, polihidrokarbon yang

disubstitusi halogen, polihidrokarbon yang disubstitusi

hidroksil, polihidrokarbon yang disubstitusi nitril.

2. Anorganik

a. Gelas

b. Logam

c. Silikat

(Enie dan Karmayu, 1980).

Banyak jenis serat yang terdapat di alam ini baik itu serat alam maupun

serat sintetik. Serat alam yang utama adalah kapas, wol, sutra dan rami (hemp), sedangkan serat sintetik adalah rayon, poliester, akril dan nilon. Masih banyak

jenis lainnya yang dibuat untuk memenuhi keperluan industri dan sebagainya.

(21)

berkristal. Oleh karena itu sifat kimianya tergantung pada struktur rantai polimer

tersebut. Serat mempunyai bentuk tipis dan panjang dan mempunyai ciri-ciri

cukup pada struktur dalamnya. Dilihat dari kenyataan, keluatan tarik, modulus

elastik pada arah memanjang (modulus young), keduanya menunjukkan harga

yang sangat besar. Kekuatan melar dari serat adalah cukup baik

(Surdia dan Saito, 2005).

Berikut ini adalah tabel perbandingan beberapa serat alam berdasarkan

parameternya :

Tabel 1. Sifat Mekanis Serat Alam

Serat Panjang

Tabel 2. Menunjukkan sifat-sifat khas serat. Disamping sifat-sifat tersebut,

ketahanan abrasi dan ketahanan lelah bagi nilon dan poliester adalah sangat baik

sedangkan bagi asetat dan rayon agak buruk. Serat yang diinginkan dapat dipilih

(22)

Tabel 2. Sifat-sifat serat alami Kadar air kembali (%)

Resmi 8.5 15 11.0 12

(Surdia dan Saito, 2005).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Umardani dan Pramono

(2009) dalam pengolahan serat dari tanaman eceng gondok juga ditambahkan

NaOH yang berfungsi untuk meningkatkan nilai elongasi serat eceng gondok

namun tidak dapat meningkatkan regangan tarik serat eceng gondok, dimana

dalam penelitiannya menggunakan kadar NaOH sebesar 5 %, 10% dan 15 %. Hal

ini juga diperkuat dengan data penelitian yang telah dilakukan oleh Umardani dan

Pramono, sebagai berikut :

Tabel 3. Perbandingan kekuatan tarik pada tanaman eceng gondok dengan atau tanpa perlakuan NaOH.

No. Perlakuan Kadar

(23)

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Wijoyo, dkk. (2011)

mengenai penggunaan NaOH pada uji tarik mulur serat nanas dengan perendaman

NaOH (10%, 20%, 30% dan 40%) dengan variasi perendaman 2 dan 4 jam

menyatakan bahwa, nilai elongasi semakin meningkat seiring dengan peningkatan

kadar NaOH. Semakin lama waktu perendaman dan kadar NaOH yang digunakan

semakin rendah, maka kekuatan tariknya cenderung mengalami penurunan. Ini

disebabkan karena NaOH memiliki sifat yang mampu mengubah permukaan serat

menjadi kasar, akibatnya kekuatan tarik semakin menurun setelah melampaui

batas jenuhnya.

Tali Serat

Tali merupakan susunan benang-benang panjang yang saling tersusun satu

sama lain dan membentuk suatu pilinan. Berdasarkan artikel Pencinta Alam

(2012), tali adalah untaian-untaian panjang yang terbuat dari berbagai bahan yang

berfungsi untuk mengikat, menarik, menjerat, menambat, menggantung dan

sebagainya. Sedangkan tali serat adalah tali yang berasal dari bahan-bahan yang

memiliki kandungan serat dan tersusun membentuk sebuah anyaman atau pilinan

(serat alam atau sintetis). Dalam perkembangannya, tali yang berasal dari serat

sintetis yang sering digunakan karena dapat diproduksi secara murah dalam

jumlah yang besar. Namun demikian, serat alami ketersediaannya cukup

melimpah di alam dan dapat dibudidayakan oleh manusia (renewable). Misalnya serat yang berasal dari pelepah pisang yang dapat dipilin menjadi sebuah tali.

Pemintalan

Proses pemintalan tali serat menggunakan suatu alat bernama rope

(24)

pemintal secara manual tanpa menggunakan mesin (motor) sebagai tenaga

penggerak. Serat yang telah disusun dengan panjang yang sama dan diameter

yang telah ditentukan dimasukan dalam corong masukkan kemudian kumpulan

serat tersebut dikaitkan pada rol penggulung. Setelah serat-serat terkait dengan

benar, selanjutnya pegangan diputar searah jarum jam bersamaan dengan

ditahannya serat pada corong masukan luar. Maka, serat terpintal bersamaan

dengan berputarnya pegangan dan rol penggulung. Menurut Sinurat (2000) dalam

tesis Junardi (2012), serat-serat dimasukkan secara manual melalui lubang

pengumpan ke dalam corong pemuntir, serat yang telah dipuntir oleh corong

pemuntir dimasukkan lagi kedalam corong tetap hingga ke lubang poros berongga

dan selanjutnya dipuntir dan ditekan lagi oleh rol pemuntir, serat yang keluar dari

rol pemuntir digulung oleh rol penggulung.

Ada 3 macam sistem pemintalan yaitu:

1. Sistem pemintalan serat pendek, yaitu sistem yang digunakan untuk mengolah

serat kapas

2. Sistem pemintalan serat sedang, yaitu sistem yang digunakan untuk mengolah

serat wol

3. Sistem pemintalan serat panjang, yaitu sistem yang digunakan untuk mengolah

serat-serat batang dan daun

(Enie dan Karmayu, 1980).

Pemintalan serat sabut kelapa secara mekanik dengan menggunakan mesin

pemintal berteknologi tepat guna telah dilakukan di Balai Penelitian Teknologi

Karet Bogor untuk memenuhi kebutuhan serat bergelombang dalam pengolahan

(25)

mesin serta kekuatan bahan konstruksi selama proses pemintalan. Hasil

pengamatan menunjukkan bahwa mesin pemintal serat sabut kelapa telah dapat

beroperasi dengan baik untuk memintal serat, dengan laju putaran rangka pemutar

40 rpm, corong pemuntir 597 rpm dan rol penggulung 6 rpm. Mesin pemintal

berkapasitas 550 gram per jam untuk pintalan berdiameter 3-4 mm dan 1.438

gram per jam untuk pintalan berdiameter 6-7 mm dengan kecepatan linier

penarikan rol penggulung 110 meter per jam. Bahan konstruksi mesin telah

mampu untuk menahan beban dinamis selama proses pemintalan.

Mesin pemintal serat sabut kelapa terdiri atas empat unit utama, yaitu

motor penggerak, corong pemuntir, rangka pemutar, dan rol atau batang

penggulung. Mesin pemintal digerakkan oleh motor listrik yang bertenaga 1 HP

dengan laju putaran 1470 rpm. Motor listrik menggerakkan poros pulley dan

pulley dengan transmisi V-belt atau pulley. Selanjutnya dengan transmisi V-belt,

pulley menggerakkan poros yang juga sebagai poros roda gigi penggerak kedua corong pemuntir. Demikian juga dengan pulley yang menggerakkan poros yang berfungsi sebagai poros penggerak rangka pemutar. Rangka pemutar

menggerakkan (memutar) roda gigi 11 yang bersinggungan dengan roda gigi pada

poros statis. Selanjutnya poros roda gigi menggerakkan roda fiksi pada batang rol

penggulung melalui transmisi roda-roda gigi di antara poros roda gigi dan serat

yang akan dipintal ditumpuk di atas pengumpan.

Serat-serat tersebut dimasukkan secara manual oleh seorang operator

melalui lubang pengumpan ke dalam corong pemuntir. Serat yang telah dipuntir

oleh corong pemuntir dimasukkan lagi ke dalam corong tetap hingga ke lobang

(26)

roda pemuntir. Pintalan serat yang keluar dari roda pemuntir digulung oleh rol

penggulung. Setelah rol penggulung terisi penuh, pintalan serat dipindahkan atau

digulung pada rol cadangan dan selanjutnya dimanfaatkan sebagai bahan untuk

pengolahan saburet setelah penguraian menjadi serat bergelombang dan bahan

pembuatan tali dengan cara menggabungkan beberapa pintalan serat

(Sinurat, 2000).

Untuk mengetahui kekuatan tali kita dapat melihatnya pada Catalog atau

Manual Book dari tali tersebut. Biasanya tertulis Breaking Strength (Kekuatan Putus). Satuannya bisa dalam KN (Kilonewton) atau KG (Kilogram). 1 KN kalau

dikilogramkan sebanyak 100 Kg. Ada juga yang namanya Numbers of Falls, yaitu berapa kali beban dijatuhkan hingga tali tersebut terputus. (Standarnya

menggunakan FF1 dengan beban 80 Kg). Setelah mengetahui breaking

strengthnya yang penting juga harus diketahui adalah SWL (Safe Working Load)

atau beban kerja yang aman. Umumnya menggunakan rumus Breaking Strength /

5, kalau penggunaan untuk manusia BS/10 dan untuk Rescue BS/15

(Korpcitaka, 2008).

Suatu tali mempunyai diameter yang berbeda dengan yang lainnya yang

akan berpengaruh terhadap elongasi (pertambahan panjang) dan kekuatannya. Hal

ini dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4. Perbandingan kekuatan tali dengan berbagai ukuran diameter.

Diameter Elongasi 80 kg

(27)

Hal yang harus diperhatikan adalah pengurangan kekuatan tali. Ada

beberapa hal yang bisa mengurangi kekuatan tali yaitu, ketika dibuat simpul pada

tali, maka pada saat itu pula terjadi pengurangan kekuatan. Pengurangan ini tidak

permanen, hanya pada saat ada simpul tersebut, yaitu disebabkan oleh tegangan

dan tekanan yang terjadi pada tali akibat simpul yang dibuat. Tali dalam keadaaan

basah. Tali yang basah bisa berkurang kekuatannya sampai 35 %.

Tabel 5. Menunjukkaan kekuataan tali dengan kondisi basah maupun

kering dengan umur tali yang sama yang nyatanya pada kondisi kering jumlah

jatuh FFI 80 kg, jarak 1 meter memiliki nilai yang tinggi, data dapat dilihat

sebagai berikut :

Tabel 5. Perbandingan kekuatan tali kering atau basah berdasarkan umur tali.

Usia Kering/Basah Jumlah Jatuh FF1 80 kg, jarak 1m

Baru Kering 41

Baru Basah 25

4,5 tahun Kering 4

4,5 tahun Basah 4

(Korpcitaka, 2008).

Pengujian Tali Serat Uji Tarik

Sifat-sifat bahan teknik perlu diketahui secara baik karena bahan tersebut

dipergunakan untuk berbagai macam keperluan dan berbagai macam keadaan.

Deformasi bahan yang disebabkan oleh beban tarik adalah dasar pengujian dan

kajian mengenai kekuatan bahan. Hal ini disebabkan oleh beberapa alasan, yaitu:

1. Mudah dilakukan

(28)

3. Kebanyakan bahan lebih mudah dilakukan uji tarik daripada uji tekan

misalnya, sehingga dalam pengujian bahan teknik, kekuatan paling sering

dinyatakan dengan uji tarik

(Zainuri, 2008).

Uji tarik dilaksanakan di laboratorium menggunakan satu dari beberapa

jenis mesin uji. Beban dibaca dari jarum penunjuk (dials) atau layar digital. Beberapa mesin uji dapat membaca dan mencatat data secara otomatis dan

menggambarnya dalam kertas plot. Tegangan diperoleh dengan membagi beban

dengan luas penampang awal spesimen. Luasan spesimen akan berubah selama

pembebanan (Zainuri, 2008).

Uji tarik adalah cara pengujian bahan yang paling mendasar. Pengujian ini

sangat sederhana, tidak mahal dan sudah mengalami standarisasi di seluruh dunia,

misalnya di Amerika dengan ASTM E8 dan Jepang dengan JIS 2241. Dengan

menarik suatu bahan kita akan segera mengetahui sejauh mana material itu

bertambah panjang. Alat eksperimen untuk uji tarik ini harus memiliki

cengkraman (grip) yang kuat dan kekakuan yang tinggi (highly stiff). Brand terkenal untuk alat uji tarik antara lain adalah Shimadzu, Iastron, dan Dartec

(Sastranegara, 2009).

Tegangan (Stress)

Konsep paling dasar dalam mekanika bahan adalah tegangan dan

regangan. Konsep ini dapat diilustrasikan dalam bentuk yang paling mendasar

dengan meninjau sebuah batang prismatis yang mengalami gaya aksial. Batang

prismatis adalah sebuah elemen struktural lurus yang mempunyai penampang

(29)

arah sama dengan sumbu elemen, sehingga mengakibatkan terjadinya tarik atau

tekan pada batang. Intensitas gaya (yaitu gaya per satuan luas) disebut tegangan

dan diberi notasi huruf yunani σ (sigma). Jadi, gaya aksial P, yang bekerja di

penampang adalah resultan dari tegangan yang terdistribusi kontinu. Dengan

mengasumsikan bahwa tegangan terbagi rata kita dapat melihat bahwa resultannya

harus sama dengan intensitas σ dikalikan dengan luas penampang A dari batang

tersebut. Dengan demikian, kita mendapatkan rumus berikut untuk menyatakan

besar tegangan :

�=�

dimana,

σ = tegangan tarik (N/m2)

F = gaya (N)

A = luasan permukaan (m2)

(Gere dan Timoshenko, 2000).

Tegangan adalah perbandingan antara gaya yang bekerja pada benda

dengan luas penampang benda tersebut sedangkan tegangan tarik adalah tegangan

yang diakibatkan beban tarik atau beban yang arahnya tegak lurus meninggalkan

luasan permukaan. Menurut Ishaq (2006), dalam elastisitas besaran gaya F

memperhatikan sebuah sistem yang memiliki luasan dan volume, bukan sistem

yang cukup diwakili sebuah pusat massa saja. Jadi gaya dalam hal ini dipandang

bekerja pada sebuah titik pada medium. Atas dasar itulah besaran tegangan

(stress) diperkenalkan. Stress didefinisikan sebagai gaya F yang bekerja pada satu satuan luas A. Hubungan antara gaya yang bekerja dan satu satuan luas dapat

dilihat pada gambar 2.

(30)

Gambar 2. Gaya F bekerja pada luas permukaan A

Jika benda diberi beban maka benda berada dalam keadaan berdeformasi

berarti benda dalam keadaan tegang. Akibat adanya beban maka terdapat

gaya-gaya reaksi dalam (internal) benda sendiri, karena adanya pergeseran

molekul-molekul benda yang cenderung untuk mengimbangi beban ini dan mengembalikan

bentuk benda kebentuknya semula. Gaya reaksi atau gaya untuk mengembalikan

benda kebentuk asli persatuan luas di dalam benda disebut “stress”. Gaya reaksi ini terbagi rata ke seluruh penampang. Stress adalah besaran yang berbanding lurus dengan gaya penyebabnya. Stress normal (stress longitudinal ; stress

pertama) ada dua macam :

a.Stress normal tekan, benda berada dalam keadaan kompressi.

b.Stress normal tarik, benda berada dalam keadaan tegang. Pada stress normal, gaya tegak lurus penampang

(Sarojo, 2002).

Regangan (Strain)

Suatu batang lurus akan mengalami perubahan panjang apabila dibebani

secara aksial, yaitu menjadi panjang jika mengalami tarik dan menjadi pendek jika

mengalami tekan. Perpanjangan δ dari batang ini adalah hasil kumulatif dari

perpanjangan semua elemen bahan di seluruh volume batang. Jika kita tinjau

(31)

perpanjangan yang sama dengan δ/2 dan jika kita meninjau seperempat bagian

dari batang, bagian ini akan mempunyai perpanjangan yang sama dengan L/4.

Dengan cara yang sama, satu satuan panjang dari batang tersebut akan

mempunyai panjang yang sama dengan 1/L kali perpanjangan total δ. Dengan

proses ini kita akan sampai pada konsep perpanjangan per satuan panjang atau

regangan, yang diberi notasi huruf yunani ε (epsilon) dan dihitung dengan

persamaan

ε = ∆l

l0

=

(�−�)

��

dimana,

ε = regangan

l = panjang akhir (m)

l0 = panjang awal (m)

∆l = perubahan panjang (m)

(Gere dan Timoshenko, 2000).

Regangan tarik didefinisikan sebagai perbandingan panjang ∆l terhadap

panjang semula l0, dimana perpanjangan ∆l tidak hanya terjadi pada ujung-ujungnya, tetapi setiap bagian batang akan memanjang dengan perbandingan yang

sama (Young dan Freedman, 2002).

Sedangkan menurut Ishaq (2006) jika sebuah stress bekerja pada suatu benda maka dampak atau akibatnya benda mengalami strain (regangan). Dapat dilihat pada gambar berikut :

(32)

Gambar 3. Strain normal

Pada arah normal, perubahan ditunjukkan dengan pemendekan bahan dari

L menjadi L′ akibatnya volume bahan berubah. Strain secara umum didefinisikan sebagai :

τ= keadaan akhir−keadaan awal keadaan awal

τ= ∆LL

Perubahan pada ukuran sebuah benda karena gaya-gaya atau kopel dalam

kesetimbangan dibandingkan dengan ukuran semula disebut “strain”. Strain

adalah derajat deformasi. Macam-macam strain:

1.Strain linear = perubahan panjang per panjang semula : ∆l/l 2.Strain volum = perubahan volum per volum semula : ΔV/V

3.Strain geser = strain angular = deformasi dalam bentuk (bangun = shape), β.

Jadi strain adalah suatu perbandingan atau sudut geser (β), berarti besaran yang

tidak berdimensi dan tidak mempunyai satuan (Sarojo, 2002).

Suatu batang lurus akan mengalami perubahan panjang apabila dibebani

secara aksial, yaitu menjadi panjang jika mengalami tarik dan menjadi pendek jika

(33)

disebutregangan tarik, yang menunjukkan perpanjangan bahan. Demikian juga

halnya jika batang mengalami tekan, maka regangannya disebut regangan tekan,

dan batang tersebut memendek. Besarnya gaya yang diberikan pada benda

memiliki batas-batas tertentu. Jika gaya sangat besar maka regangan benda sangat

besar dan pertambahan panjang sebanding dengan gaya yang diberikan. Regangan

tarik biasanya bertanda positif dan regangan tekan bertanda negatif

(Mulyati, 2011).

Diagram Tegangan-Regangan

Jika suatu benda ditarik maka akan mulur (extension), terdapat hubungan antara pertambahan panjang dengan gaya yang diberikan. Jika gaya persatuan

luasan disebut tegangan dan pertambahan panjang disebut regangan maka

hubungan ini dinyatakan dengan grafik tegangan dan regangan (stress-strain graph), berikut gambarnya :

Gambar 4. Diagram Tegangan-Regangan

1. Batas proporsional (proportional limit), pada daerah ini berlaku Hukum

Hooke bahwa tegangan sebanding dengan regangan. Kesebandingan ini tidak berlaku di seluruh diagram. Kesebandingan ini berakhir pada batas

proporsional.

(34)

2. Batas elastis (elastic limit), batas tegangan di mana bahan tidak kembali lagi ke bentuk semula apabila beban dilepas tetapi akan terjadi deformasi tetap

yang disebut permanent set. Untuk banyak material, nilai batas proporsional dan batas elastik hampir sama. Untuk membedakannya, batas elastik selalu

hampir lebih besar daripada batas proporsional.

3. Titik mulur (yield point), titik dimana bahan memanjang mulur tanpa

pertambahan beban.

4. Kekuatan maksimum (ultimate strength), merupakan ordinat tertinggi pada kurva tegangan-regangan yang menunjukkan kekuatan tarik (tensile strength) bahan.

5. Kekuatan patah (breaking strength), terjadi akibat bertambahnya beban

mencapai beban patah sehingga beban meregang dengan sangat cepat dan

secara simultan luas penampang bahan bertambah kecil

(Zainuri, 2008).

Diagram tegangan-regangan dari jenis-jenis material banyak macamnya,

dan uji tegangan yang dilakukan berbeda pada material yang sama dengan hasil

yang berbeda pula tergantung pada temperatur bahan dan kecepatan pembebanan.

Itu memungkinkan, bagaimanapun untuk melihat perbedaan beberapa

karakteristik pada diagram tegangan-regangan dengan jenis-jenis materi yang

berbeda dan untuk membagi material kedalam dua kategori pada dasar

karakteristik ini dinamakan kelenturan material dan kerapuhan material

(35)

Deformasi

Sebuah gaya dikerjakan pada sebuah batang menyebabkan batang tersebut

berubah (mengalami deformasi). Pertama, deformasi sebanding dengan beban

yang ditingkatkan dalam batas-batas tertentu. Jika beban dihilangkan, maka

batang akan kembali pada bentuk semula (perilakunya sama dengan sebuah

per/pegas), daerah ini disebut dengan daerah elastis dan deformasinya ialah

deformasi elastis. Bila beban ditingkatkan maka deformasi pada kebanyakan

bahan meningkat secara proporsional (sebanding). Pada daerah ini struktur dalam

dari bahan akan berubah bentuk secara tetap/permanen akibat gaya-gaya yang

bekerja, jika beban dihilangkan, benda tidak dapat kembali pada bentuk semula

dan akan terjadi deformasi permanen. Daerah ini disebut daerah plastis dan

deformasinya adalah deformasi plastis (Daryanto, 2001).

Material–material yang ulet mengalami suatu regangan plastis (permanen)

sebelum patah. Sebagai contoh, jika suatu batang baja dibebani, mula-mula batang

itu akan melentur elastis. Pelenturan akan hilang bila beban ditiadakan. Suatu

beban berlebih akan membengkokan batang secara permanen pada lokasi-lokasi

dimana tegangan-tegangan melampaui kekuatan luluh dari baja tersebut

(Van Vlack, 2004).

Hubungan Tegangan dan Regangan (Hukum Hooke)

Pada kebanyakan bahan teknik terdapat hubungan antara tegangan dan

regangan. Untuk setiap peningkatan tegangan terjadi peningkatan regangan yang

sebanding, sebelum batas tegangan dicapai. Jika tegangan mencapai nilai batas,

hubungan regangan tidak lagi proporsional dengan tegangan. Hubungan

(36)

tahun 1678 dan menjadi hukum Hooke. Modulus elastisitas atau modulus Young

dinotasikan dengan simbol E dan berlaku untuk tarik dan tekan, dinyatakan

dengan persamaan :

Karena regangan adalah murni angka (tidak mempunyai satuan karena

perbandingan dimensi panjang dengan panjang), maka modulus elastisitas E

mempunyai satuan yang sama dengan tegangan, yaitu pascal (Pa) atau

megapascal (MPa). Nilai modulus elastisitas sangat penting untuk desain proses pada banyak bahan keteknikan (Zainuri, 2008).

Hukum Hooke berlaku pada daerah elastis saja, pada suatu saat stress

cukup besar elastisitas benda menjadi tidak linier (E tidak lagi konstan), daerah ini

disebut daerah plastis. Jika benda telah mencapai daerah plastis karena strees yang besar maka elastisitas benda akan hilang dan benda tidak lagi mampu kembali ke-

(37)

putus atau hancur dimana ikatan molekul pada benda tidak lagi mampu mengatasi

besarnya tekanan yang diberikan (Ishaq, 2006).

Uji Lentur

Kelenturan merupakan sifat material yang mampu menerima beban impak

tinggi tanpa menimbulkan tegangan lebih pada batas elastis. Ini menunjukkan

bahwa energi yang diserap selama pembebanan disimpan dan dikeluarkan jika

material tidak dibebani. Pengukuran kelenturan sama dengan pengukuran

ketangguhan (Zainuri, 2008).

Kelenturan merupakan sifat mekanik bahan yang menunjukkan derajat

deformasi plastis yang terjadi sebelum suatu bahan putus atau gagal pada uji tarik.

Bahan disebut lentur (ductile) bila regangan plastis yang terjadi sebelum putus lebih dari 5%, bila kurang dari itu suatu bahan disebut getas (brittle). Persen kelenturan adalah bahan meregang dan patah secara cepat dalam persen. Dimana

panjang mula-mula dari suatu bahan adalah L0 dan panjang pada patahan adalah

Lf, yaitu:

%kelenturan =L�L−L0

0 × 100%

Persen pengurangan daerah merupakan cara lain untuk menentukan kelenturan.

Itu ditetapkan dalam persamaan sebagai berikut:

%pengurangan =A0−A�

A0 × 100%

dimana, A0 adalah daerah potongan melintang mula-mula dan Af adalah daerah

patah (Hibbeler, 2005).

Ukuran panjang digunakan dalam perhitungan kelenturan dengan nilai

standar 2 inci (50 mm). Bahan disusun dengan ujungnya dijepit pada alat uji. Alat

………... (4)

(38)

uji tarik didesain untuk memperpanjang bahan pada laju konstan dan hingga

seterusnya serta pengukuran yang seragam (merata) saat diletakkan beban dan

menghasilkan mulur (menggunakan extensometer). Uji tegangan dan regangan

yang khususnya dilakukan beberapa menit adalah bersifat merusak. Ini

menjelaskan bahwa uji bahan terdeformasi secara permanen dan biasanya patah

(39)

29

METODOLOGI PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2015 sampai dengan

September 2015 di Laboratorium Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian dan

Laboratorium Teknik Kimia Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

Bahan dan Alat

Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun lidah

mertua (Sansevieria trifasciata laurentii) sebagai bahan yang akan diteliti seratnya menjadi tali dan air digunakan untuk mencuci serat.

Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah pisau digunakan

untuk memotong daun lidah mertua, garpu makan untuk pengerok serat, piring

plastik sebagai wadah mengumpulkan serat, sarung tangan untuk melindungi

tangan, mistar (penggaris) untuk mengukur panjang serat, tensolab (alat uji tarik) di Laboratorium Teknik Kimia Fakultas Teknik untuk menguji serat yang telah

dipintal menjadi tali, jangka sorong / mikrometer sekrup digital untuk mengukur

diameter tali serat, kalkulator untuk perhitungan, timbangan digital untuk

menimbang berat serat, kamera sebagai alat dokumentasi dan alat tulis untuk

mencatat data yang diperoleh dari penelitian.

Metode Penelitian

Dalam penelitian ini pengumpulan data dilakukan dengan cara studi

literatur dari buku pustaka dan jurnal-jurnal penelitian yang berkaitan dengan uji

tarik. Pelaksanaan pengeluaran serat, pembuatan tali serat dan uji tarik tali serat

(40)

Prosedur Penelitian 1. Pengeluaran Serat

a. Disiapkan bahan dan alat yang akan digunakan dalam pelaksanaan

penelitian

b. Dipilih dan dipotong daun tanaman lidah mertua

c. Dikerok daun untuk mengambil serat tanaman lidah mertua

d. Dipisah serat berdasarkan ukuran 50 cm

2. Pembuatan Tali

a. Diambil serat yang telah disiapkan

b. Disusun serat berdasarkan ukuran yang telah ditentukan

c. Ditentukan diameter tali yang akan dibuat

d. Diukur diameter tali dan panjang tali

e. Ditimbang serat yang akan dipintal menjadi tali

f. Dibagi serat yang telah ditimbang menjadi 3 bagian

g. Dipintal/dianyam serat yang telah ditentukan untuk menjadi tali dengan 1

pintalan kecil

h. Dipintal/dianyam tali dengan 1 pintalan kecil, menjadi 1 pintalan besar

dengan menggabungkan 3 pintalan kecil

3. Pengujian Tali Serat

a. Diukur panjang awal (l0) dan diameter tali

b. Dilakukan uji tarik pada tali dengan menggunakan alat tensolab

c. Diukur panjang tali setelah dilakukan uji tarik (l)

(41)

Menghitung Ketahanan Tarik Serat

1) Tegangan Tarik (σ)

Tegangan adalah perbandingan antara gaya yang bekerja pada benda dengan

luas penampang benda tersebut sedangkan tegangan tarik adalah tegangan

yang diakibatkan beban tarik atau beban yang arahnya tegak lurus

meninggalkan luasan permukaan, dengan menggunakan persamaan (1).

2) Regangan (ε)

Pertambahan panjang (l) pada serat dan tali serat terhadap panjang awal (l0),

dengan menggunakan perrsamaan (2).

3) Elastisitas

Sifat kemampuan bahan untuk kembali ke ukuran dan bentuk asalnya, setelah

gaya luar dilepas, dengan menggunakan persamaan (4).

Parameter Penelitian

1. Tegangan tarik

Tegangan adalah perbandingan antara gaya yang bekerja pada benda dengan

luas penampang benda tersebut sedangkan tegangan tarik adalah tegangan

yang diakibatkan beban tarik atau beban yang arahnya tegak lurus

meninggalkan luasan permukaan.

2. Regangan

Pertambahan panjang (l) pada serat dan tali serat terhadap panjang awal (l0).

3. Elastisitas

Sifat material yang dapat kembali ke dimensi awal setelah beban

dihilangkan. Sangat sulit menentukan nilai tepat elastisitas. Yang bisa

(42)

4. Deformasi

Deformasi yaitu perubahan bentuk yang tidak dapat kembali kekeadaan

bentuk semula.

5. Kelenturan

Sifat material yang mampu menerima beban impak tinggi tanpa

menimbulkan tegangan lebih pada batas elastis. Ini menunjukkan bahwa

energi yang diserap selama pembebanan disimpan dan dikeluarkan jika

(43)

33

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan dari hasil penelitian, diperoleh bahwa diameter tali

berpengaruh terhadap besarnya luas penampang tali, kekuatan tarik tali, regangan

tali, elastisitas tali dan kelenturan dari tali yang dihasilkan. Hal ini dapat dilihat

pada Tabel 6 berikut ini.

Tabel 6. Data uji tarik tali serat berbahan serat alami tanaman lidah mertua

Ulangan Berat

ΔL = Pertambahan Panjang (mm)

A = Luas Permukaan (mm2)

Dari Tabel 6 dapat dilihat bahwa masing-masing tali memiliki berat yang

sama yaitu seberat 1,2 g dan panjang awal yang sama pula yaitu sebesar 34 mm

tetapi menghasilkan diameter yang berbeda. Hal ini disebabkan oleh bentuk serat

yang tidak seragam dan berjatuhan pada saat proses pemintalan. Hal ini sesuai

dengan literatur Sutiawan (2015) yang menyatakan bahwa tali serat dengan berat

yang sama menghasilkan diameter yang berbeda pada masing-masing perlakuan.

Hal ini dapat terjadi karena pada saat proses pemintalan terdapat serat yang lepas

dan berjatuhan, sehingga setelah serat sudah dipintal luas penampang dari tali

(44)

Dari Tabel 6 dapat dilihat bahwa nilai rata-rata pertambahan panjang tali

sebesar 17,21591 mm. Diameter tali juga mempengaruhi perubahan panjang tali.

Hal ini disebabkan oleh serat-serat penyusun tali tidak putus secara bersamaan

dalam waktu yang sama melainkan putus secara bertahap yang dimulai dari

pintalan-pintalan kecil dan akhirnya putus secara keseluruhan. Faktor yang

mempengaruhi hal tersebut karena diakibatkan oleh kerusakan secara bertahap

pada tali saat diuji. Hal ini sesuai dengan literatur Sarojo (2002) yang menyatakan

bahwa akibat adanya beban maka terdapat gaya-gaya reaksi dalam (internal)

benda sendiri, karena adanya pergeseran molekul-molekul benda yang cenderung

untuk mengimbangi beban ini dan mengembalikan bentuk benda kebentuknya

semula.

Dari Tabel 6 juga dapat dilihat besarnya beban maksimal pada tali dengan

diameter yang berbeda menghasilkan beban maksimal berbeda. Hal ini jika

dibandingkan dengan Tabel 4 pada halaman 18 mengenai kekuatan tali dengan

berbagai ukuran diameter, tali yang diperoleh dari tanaman lidah mertua dirasa

masih kurang baik karna tali yang terbuat dari tanaman lidah mertua masih

menggunakan mesin manual dimana diameter lubang pemasukan maksimal hanya

6 mm sehingga hasilnya jauh lebih rendah dari ketentuan tersebut.

Tegangan Tarik

Tegangan tarik merupakan tegangan yang diakibatkan beban tarik atau

beban yang arahnya tegak lurus meninggalkan luasan permukaan. Adapun hasil

uji kekuatan tarik dapat dilihat pada Tabel 7 yang perhitungannya terdapat pada

(45)

Tabel 7. Data tegangan tarik

Dari Tabel 7 diperoleh tegangan tarik rata-rata sebesar 46,85 N/mm2.

Perbedaan hasil yang didapat disebabkan oleh adanya perbedaan luas penampang

benda uji dan gaya maksimum yang dapat diterima oleh benda uji, semakin besar

luas penampang akan semakin menurunkan kekuatan tarik. Hal ini sesuai dengan

literatur Sarojo (2002) yang menyatakan bahwa tegangan tarik adalah

perbandingan antara gaya yang bekerja pada benda dengan luas penampang

benda, sehingga semakin besar luas penampang akan semakin menurunkan

tegangan tarik.

Tegangan tarik tali serat tanaman lidah mertua memiliki nilai tegangan

tarik yang tinggi dibandingkan serat ampas tebu dan batang pisang barangan. Pada

penelitian Ritonga (2014) pada serat ampas tebu bahwa nilai tegangan tarik yang

dimiliki cukup rendah dibandingkan nilai dari serat tanaman lidah mertua.

Sehingga, serat tanaman lidah mertua memiliki tegangan tarik yang tinggi dan

kualitasnya tinggi.

Regangan

Regangan merupakan perbandingan panjang ∆l terhadap panjang semula

l0, dimana perpanjangan ∆l tidak hanya terjadi pada ujung-ujungnya, tetapi setiap

bagian batang akan memanjang dengan perbandingan yang sama. Adapun hasil uji

(46)

Tabel 8. Data regangan

Dari hasil diperoleh nilai regangan rata-rata sebesar 0,5063. Semakin kuat

tarikan yang terjadi maka semakin besar gaya yang diberikan ke tali sehingga

semakin besar pula pertambahan panjang yang dialami tali serat dan

mengakibatkan regangan yang terjadi semakin besar. Hal ini sesuai dengan

pernyataan Mulyati (2011) yang menyatakan bahwa besarnya gaya yang diberikan

pada benda memiliki batas-batas tertentu. Jika gaya sangat besar maka regangan

benda sangat besar dan pertambahan panjang sebanding dengan gaya yang

diberikan.

Nilai regangan pada serat tanaman lidah mertua memiliki regangan yang

tinggi dibandingkan tali serat ampas tebu dan batang pisang barangan. Hal ini

terjadi karena gaya tarik (gaya maksimum) pada serat tanaman lidah mertua lebih

besar dibandingkan kedua serat tersebut. Hal ini sesuai dengan penelitian Ritonga

(2014) yang menyatakan bahwa semakin kuat tarikan (gaya maksimum) yang

terjadi maka semakin besar pula pertambahan panjang yang dialami tali serat dan

semakin besar pula regangan yang terjadi.

Elastisitas

Elastisitas merupakan sifat material yang dapat kembali ke dimensi awal

setelah beban dihilangkan. Sangat sulit menentukan nilai tepat elastisitas. Yang

(47)

hasil uji elastisitas dapat dilihat pada Tabel 9 yang perhitungannya terdapat pada

Dari hasil diperoleh nilai elastisitas rata-rata sebesar 92,5322 N/mm2.

Semakin kecil nilai elastisitas yang dihasilkan maka akan semakin mudah bagi

suatu bahan untuk mengalami perpanjangan atau perpendekan. Hal ini sesuai

dengan pernyataan Ishaq (2006), bahwa jika benda telah mencapai daerah plastis

karena strees yang besar maka elastisitas benda akan hilang dan benda tidak lagi mampu kembali ke bentuknya semula. Hal ini juga diperkuat dengan pernyataan

Sulistyo (2006) yang menyatakan bahwa semakin besar nilai E berarti semakin

sulit suatu benda untuk merentang dalam pengaruh gaya yang sama.

Tali serat tanaman lidah mertua memiliki nilai elastisitas yang rendah

dibandingkan tali serat batang pisang barangan. Hal ini terjadi karena perubahan

panjang yang terjadi pada tali serat tanaman lidah mertua cukup tinggi

dibandingkan tali serat batang pisang barangan. Diameter pada tali serat tanaman

lidah mertua juga cukup besar, sehingga perubahan panjang tali akan tinggi.

Karena diameter sangat mempengaruhi perubahan panjang tali. Tali serat tanaman

lidah mertua dapat dikatakan elastis karena nilai E yang diperoleh lebih kecil

(48)

Deformasi Tali

Deformasi yaitu perubahan bentuk yang tidak dapat kembali ke keadaan

bentuk semula yaitu bila bahan ditarik sampai melewati batas proporsional dan

mencapai daerah landing. Adapun hasil uji deformasi dapat dilihat pada Tabel 10 yang perhitungannya terdapat pada Lampiran 5.

Tabel 10. Data deformasi tali

Ulangan ∆L (mm) Deformasi (mm)

Rata-rata 17,21591 17,21591

Dari hasil diperoleh nilai deformasi rata-rata sebesar 17,21591 mm.

Perbedaan hasil yang diperoleh karena kondisi pemilinan yang berbeda serta

deformasi juga tergantung pada pengaturan alat uji, apabila pengaturan tidak pas

dengan tegangan tali maka deformasi akan semakin besar, apabila pengaturan alat

tepat pada tegangan tali maka deformasi yang dihasilkan semakin kecil. Hal ini

sesuai dengan pernyataan William and Callister (1991), bahwa alat uji tarik didesain untuk memperpanjang bahan pada laju konstan dan hingga seterusnya

serta pengukuran yang seragam (merata) saat diletakkan beban dan menghasilkan

mulur. Hal ini juga diperkuat dengan pernyataan Sastranegara (2009) yang

menyatakan bahwa alat eksperimen untuk uji tarik ini harus memiliki cengkraman

(grip) yang kuat dan kekakuan yang tinggi (highly stiff).

Nilai deformasi pada tali serat tanaman lidah mertua memiliki nilai yang

tinggi dibandingkan pada tali serat ampas tebu dan batang pisang barangan. Hal

(49)

tali serat tanaman lidah mertua. Pertambahan panjang pada tali juga

mempengaruhi nilai deformasi.

Kelenturan Tali

Kelenturan merupakan sifat material yang mampu menerima beban impak

tinggi tanpa menimbulkan tegangan lebih pada batas elastis. Ini menunjukkan

bahwa energi yang diserap selama pembebanan disimpan dan dikeluarkan jika

material tidak dibebani. Adapun hasil uji kelenturan dapat dilihat pada Tabel 11

yang perhitungannya terdapat pada Lampiran 6.

Tabel 11. Data kelenturan tali

Ulangan L (mm) ∆L (mm) Kelenturan (%)

Dari hasil diperoleh nilai kelenturan rata-rata sebesar 50,63%. Semakin

besar nilai pertambahan panjang suatu tali maka nilai kelenturannya semakin

besar sedangkan semakin kecil nilai pertambahan panjang suatu tali maka

semakin kecil pula nilai kelenturannya.

Nilai kelenturan tali serat tanaman lidah mertua jauh lebih besar

dibandingkan dengan tali serat ampas tebu dan batang pisang barangan. Hal ini

terjadi karena nilai pertambahan panjang dari tali serat ampas tebu dan batang

pisang barangan lebih rendah dibandingkan dengan tali serat tanaman lidah

mertua. Hal ini sesuai dengan penelitian Ritonga (2013) bahwa semakin besar

nilai pertambahan panjang suatu tali maka nilai kelenturannya semakin besar,

sedangkan semakin kecil nilai pertambahan panjang suatu tali maka semakin kecil

(50)

Pengujian Tali Serat

Tali serat yang terbuat dari tanaman lidah mertua diuji dengan metode uji

tarik (tensile test). Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui besarnya kekuatan tarik bahan serat dan perubahan panjang yang terjadi pada tali itu sendiri. Menurut

Sastranegara (2009) uji tarik adalah cara pengujian beban yang mendasar,

pengujian ini sangat sederhana dan sudah mengalami standarisasi di seluruh

dunia, misalnya di Amerika dengan ASTM E8 dan Jepang dengan JIS 2241.

Dengan menarik suatu bahan kita akan segera mengetahui bagaimana bahan

tersebut bereaksi terhadap tenaga tarikan dan mengetahui sejauh mana material itu

bertambah panjang.

Alat dan Mesin yang Digunakan

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah alat pemintal tali sederhana

yang menggunakan tenaga manusia sebagai penggeraknya, alat ini terdiri dari tiga

komponen utama yaitu engkol pemutar, corong masukan dan rol penggulung.

Serat yang telah disusun dengan panjang yang sama dan diameter yang telah

ditentukan dimasukan dalam corong masukkan kemudian kumpulan serat tersebut

dikaitkan pada rol penggulung. Setelah serat-serat terkait dengan benar,

selanjutnya pegangan diputar searah jarum jam bersamaan dengan ditahannya

serat pada corong masukan luar. Maka, serat terpintal bersamaan dengan

berputarnya pegangan dan rol penggulung. Menurut Sinurat (2000) dalam tesis

Junardi (2012), bahwa serat-serat dimasukkan secara manual melalui lubang

pengumpan kedalam corong pemuntir, serat yang telah dipuntir oleh corong

(51)

dan selanjutnya dipuntir dan ditekan lagi oleh rol pemuntir, serat yang keluar dari

rol pemuntir digulung oleh rol penggulung.

Lama pemintalan tali, laju putaran alat, laju rol penggulung, dan jumlah

pintalan perjam dari alat yang digunakan tergantung pada yang mengoperasikan

alat tersebut. Hasil yang diperoleh dalam memintal bahan pembuat tali dari serat

alami tanaman lidah mertua untuk menghasilkan 1 pintalan kecil dengan panjang

50 cm dan berat 1,5 gram membutuhkan waktu pemintalan selama 40 detik.

Untuk menghasilkan 1 pintalan besar dengan penggabungan 3 pintalan kecil

dengan panjang 32 cm dan berat 4,5 gram membutuhkan waktu pemintalan

selama 180 detik. Hal ini jauh berbeda dengan Mesin pemintal sabut kelapa

Sinurat (2000) dalam Prosiding Seminar Nasional Mekanisasi Pertanian (2004).

Mesin pemintal serat sabut kelapa telah dapat beroperasi dengan baik untuk

memintal serat, dengan laju putaran rangka pemutar 40 rpm, corong pemuntir 597

rpm dan roll penggulung 6 rpm. Mesin pemintal berkapasitas 550 gram perjam

untuk pintalan berdiameter 3-4 mm dan 1.438 gram perjam untuk pintalan

berdiameter 6-7 mm dengan kecepatan linier penarikan rol penggulung 110 meter

perjam. Bahan konstruksi mesin pemintal serat sabut kelapa juga telah mampu

untuk menahan beban dinamis selama proses pemintalan.

Tabel 12. Waktu Pemintalan Serat Berbahan Lidah Mertua

Jenis Panjang (cm) Berat (gr) Waktu (s)

Pintalan Kecil 50 1,5 40

Pintalan Besar 32 4,5 180

Selain alat pemintal, penelitian ini juga menggunakan alat uji tegangan

(52)

itu sendiri. Pengoperasian alat ini operator dituntut untuk ekstra teliti agar bahan

yang diuji terjepit maksimal serta tidak lebih ataupun kurang dari jarak yang

ditentukan karena sangat mempengaruhi hasil pertambahan panjang dari bahan

yang akan diuji. Alat pengujian harus memiliki penjepit yang kuat untuk menahan

bahan yang akan diuji sehingga saat bahan mulai ditarik bahan tidak terlepas. Hal

ini sesuai dengan literatur Sastranegara (2009) yang mengatakan bahwa dengan

menarik suatu bahan kita akan segera mengetahui bagaimana bahan tersebut

bereaksi terhadap tenaga tarikan dan mengetahui sejauh mana material itu

bertambah panjang. Alat eksperimen untuk uji tarik ini harus memiliki

(53)

43

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Tali serat tanaman lidah mertua sebagai bahan uji dengan berat yang sama

menghasilkan diameter tali yang berbeda.

2. Nilai rata-rata tegangan tarik yang diperoleh sebesar 46,85 N/mm2. Tegangan

tarik tali serat tanaman lidah mertua memiliki nilai tegangan tarik yang tinggi

dibandingkan serat ampas tebu dan batang pisang barangan.

3. Nilai rata-rata regangan yang diperoleh sebesar 0,5063. Tali serat tanaman

lidah mertua memiliki regangan yang besar dibandingkan dengan serat ampas

tebu dan batang pisang barangan.

4. Nilai rata-rata elastisitas yang diperoleh sebesar 92,5322 N/mm2. Tali serat

tanaman lidah mertua dapat dikatakan elastis karena nilai E yang diperoleh

lebih kecil dibandingkan dengan tali serat batang pisang barangan.

5. Nilai rata-rata deformasi tali yang diperoleh sebesar 17,21591 mm. Tali serat

tanaman lidah mertua memiliki nilai deformasi yang tinggi dibandingkan

dengan serat ampas tebu dan batang pisang barangan.

6. Nilai rata-rata kelenturan tali yang diperoleh sebesar 50,63%. Tali serat

tanaman lidah mertua memiliki nilai kelenturan tali yang besar dibandingkan

dengan serat ampas tebu dan batang pisang barangan.

Saran

1. Perlunya dilakukan penelitian lebih lanjut dengan bahan yang sama namun

berbeda varietasnya.

Gambar

Tabel 1. Sifat Mekanis Serat Alam
Tabel 3. Perbandingan kekuatan tarik pada tanaman eceng gondok dengan atau tanpa perlakuan NaOH
Tabel 4. Perbandingan kekuatan tali dengan berbagai ukuran diameter.
Tabel 5. Perbandingan kekuatan tali kering atau basah berdasarkan umur tali.
+7

Referensi

Dokumen terkait

KANTOR PUSAT BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA PELAKSANAAN KENAIKAN PANGKAT FULLBOARD PELAKSANAAN KENAIKAN PANGKAT JB: Barang/jasa JP: Jasa Lainnya. 2

Komposisi media tanah, kompos yang telah bercampur dengan jerami, daun jagung dan kertas menjadi media tumbuh yang menguntungkan bagi perkembangan perakaran tanaman

Digunakan untuk mengganti Sampul Lembar Jawaban

Principle Component analysis, vegetation delineation and normalized difference vegetation index, spectral profile of different classes and machine learning supervised

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PUSAT PENILAIAN PENDIDIKAN..

In the top-down approach, first a primitives library is defined, which contains the five most popular roof types (flat, shed, gable, hipped and mansard roofs). MCMC with

Evaluasi Penawaran dilaksanakan berdasarkan Dokumen Pengadaan Nomor : 019/DI- DAK/V/2017 tanggal 12 Mei 2017 , Addendum Dokumen Pengadaan, Berita Acara Penjelasan

With the autonomous flight control algorithm coupling with laser ranging data of transmission lines, an unmanned blimp is guided along power lines in a limited