TALI SERAT BERBAHAN DASAR SERAT ALAMI
TANAMAN LIDAH MERTUA (
Sansevieria trifasciata laurentii
)
SKRIPSI
OLEH : DETYARA IMANI
110308072
PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
TALI SERAT BERBAHAN DASAR SERAT ALAMI
TANAMAN LIDAH MERTUA (
Sansevieria trifasciata laurentii
)
SKRIPSI
OLEH : DETYARA IMANI
110308072
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Program Studi Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
Disetujui Oleh :
Komisi Pembimbing
(Lukman Adlin Harahap, STP, M. Si) (Ir. Saipul Bahri Daulay, M. Si)
Ketua Anggota
PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
i
ABSTRAK
DETYARA IMANI: Tali Serat Berbahan Dasar Serat Alami Tanaman Lidah
Mertua (Sansevieria trifasciata laurentii), dibimbing oleh LUKMAN ADLIN
HARAHAP dan SAIPUL BAHRI DAULAY.
Sansevieria merupakan tanaman yang mempunyai keanekaragaman warna dan bentuk daun serta dapat digunakan sebagai tanaman hias. Serat Sansevieria
memiliki karakteristik yang tidak mudah rapuh, mengkilat, panjang, dan memiliki kualitas tali serat yang baik. Penelitian ini bertujuan untuk membuat dan menguji kualitas tali serat berbahan baku tanaman lidah mertua (Sansevieria trifasciata laurentii).
Penelitian ini dilakukan pada bulan April hingga September 2015 di Laboratorium Keteknikan Pertanian, Fakultas Pertanian dan uji tarik dilakukan di Laboratorium Penelitian, Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara, Medan, dengan cara studi literatur, pemintalan tali dengan menggunakan alat pemintal sederhana, pengujian tarik dan pengamatan parameter. Parameter yang diamati adalah tegangan tarik, regangan, elastisitas, deformasi tali dan kelenturan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masing–masing bahan uji dengan berat yang sama menghasilkan diameter tali yang berbeda. Nilai rata-rata untuk pengujian tali yaitu untuk berat tali serat yang diuji adalah 1,2 gr, untuk diameter tali adalah 4,26 mm, untuk panjang tali adalah 34 mm, untuk pertambahan panjang tali adalah 17,2159 mm, untuk beban maksimum yang dapat ditahan oleh tali adalah 659,2695 N, untuk luas penampang tali adalah 14,31 mm2, untuk tegangan tarik tali adalah 46,85 N/mm2, untuk regangan tali adalah 0,5063, untuk elastisitas tali adalah 92,5322 N/mm2, untuk deformasi tali adalah 17,2159 mm, dan untuk kelenturan tali adalah 50,63 %.
Kata Kunci : Sansevieria, Tali Serat, Serat Alami, Uji Tarik
ABSTRACT
DETYARA IMANI: Ropes made from mother in law tongue fiber (Sansevieria trifasciatalaurentii), supervised by LUKMAN ADLIN HARAHAP and SAIPUL BAHRI DAULAY.
Sansevieria is a plant that has variety of color and leaf form and can be used as decorative plants. Fiber of Sansevieria has characteristics of not easily fragile, shiny, long, and good quality. This study was aimed to make and to examine the quality of rope made from mother in law tongue fiber (Sansevieria trifasciata laurentii).
This research was conducted in April until September 2015 in the Laboratory of Agricultural Engineering, Faculty of Agriculture and tensile test was conducted at Research Laboratory, College of Engineering University of North Sumatra, Medan, by literature study, spinning the rope using spinners simple tool, tensile test and parameters observation. Parameters measured were tensile strength, strain, elasticity, rope deformation, and flexing. Results of the research indicated that each substance tested with the same weight produced different string diameter. Average values of examinated ropes was 1,2 g weight, diameter was 4,26 mm, length was 34 mm, elongation was 17,2159 mm, maximum loaded was 659,2695 N, cross section was 14,31 mm2, elongation at break of tensile strength was 46,85 N/mm2, strain was 0,5063, elasticity was 92,5322 N/mm2, ropes deformation was 17,2159 mm and flexing was 50,63 %.
ii
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Medan, pada tanggal 28 Desember 1993 dari ayah
H. Muhammad Syarif dan ibu Hj. Jumiati. Penulis merupakan anak ketiga dari
empat bersaudara.
Pada tahun 2011 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Binjai dan tahun yang
sama masuk ke Fakultas Pertanian USU melalui jalur Ujian Masuk Bersama
(UMB). Penulis memilih Program Studi Keteknikan Pertanian, Fakultas
Pertanian.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif mengikuti organisasi Ikatan
Mahasiswa Teknik Pertanian (IMATETA) sebagai anggota.
Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di PTP. Nusantara
iii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
“Tali Serat Berbahan Dasar Serat Alami Tanaman Lidah Mertua (Sansevieria
trifasciata laurentii)” yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Program Studi Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas
Sumatera Utara, Medan.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua yang telah
mendukung penulis baik secara moril maupun materil. Penulis juga mengucapkan
terima kasih kepada Bapak Lukman Adlin Harahap, STP, M.Si selaku ketua
komisi pembimbing dan Bapak Ir. Saipul Bahri Daulay, M.Si selaku anggota
komisi pembimbing yang telah banyak membimbing dan memberikan kritik serta
saran yang membangun kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini
dengan baik. Disamping itu penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua
staf pengajar dan pegawai di Program Studi Keteknikan Pertanian serta semua
rekan mahasiswa yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih, semoga skripsi ini
bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan.
Medan, Oktober 2015
iv
DAFTAR ISI
Hal
ABSTRAK ... i
RIWAYAT HDUP ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR TABEL ... v
DAFTAR GAMBAR ... vi
PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1
Tujuan Penelitian ... 3
Manfaat Penelitian ... 3
TINJAUAN PUSTAKA
Klasifikasi Serat ... 9
Tali Serat ... 13
Pemintalan ... 13
Pengujian Tali Serat ... 17
Uji Tarik ... 17
Tegangan ... 18
Regangan ... 20
Diagram Tegangan-Regangan ... 23
Deformasi ... 25
Hubungan Tegangan dan Regangan (Hukum Hooke) ... 25
Uji Lentur ... 27
METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ... 29
Bahan dan Alat ... 29
Metode Penelitian ... 29
Prosedur penelitian ... 30
Pengeluaran serat ... 30
Pembuatan Tali ... 30
Pengujian Tali Serat ... 30
Menghitung Ketahanan Tarik Serat ... 31
Parameter Penelitian ... 31
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 33
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 43
Saran ... 43
v
DAFTAR TABEL
No Hal
1. Sifat Mekanis Serat Alam ... 11
2. Sifat-Sifat Serat Alami ... 12
3. Perbandingan Kekuatan Tarik pada Tanaman Eceng Gondok dengan atau tanpa Perlakuan NaOH ... 12
4. Perbandingan Kekuatan Tali dengan Berbagai Ukuran Diameter ... 16
5. Perbandingan Kekuatan Tali Kering atau Basah Berdasarkan Umur Tali ... 17
6. Data Uji Tarik Tali Serat Berbahan Lidah Mertua ... 33
7. Data Uji Tegangan Tarik Tali Serat Berbahan Lidah Mertua ... 35
8. Data Uji Regangan Tali Serat Berbahan Lidah Mertua ... 36
9. Data Uji Elastisitas Tali Serat Berbahan Lidah Mertua ... 37
10. Data Uji Deformasi Tali Serat Berbahan Lidah Mertua ... 38
11. Data Uji Kelenturan Tali Serat Berbahan Lidah Mertua ... 39
vi
DAFTAR GAMBAR
No. Hal
1. Tanaman Lidah Mertua ... 5
2. Gaya F Bekerja pada Luas Permukaan A ... 20
3. Strain Normal ... 22
vii
DAFTAR LAMPIRAN
No. Hal
1. Flow Chart Pelaksanaan Penelitian ... 46
2. Perhitungan Kekuatan Tarik ... 47
3. Perhitungan Regangan ... 49
4. Perhitungan Elastisitas ... 50
5. Perhitungan Deformasi Tali ... 51
6. Perhitungan Kelenturan Tali ... 52
7. Gambar Alat Pemintal ... 54
8. Gambar Proses Penelitian ... 56
i
ABSTRAK
DETYARA IMANI: Tali Serat Berbahan Dasar Serat Alami Tanaman Lidah
Mertua (Sansevieria trifasciata laurentii), dibimbing oleh LUKMAN ADLIN
HARAHAP dan SAIPUL BAHRI DAULAY.
Sansevieria merupakan tanaman yang mempunyai keanekaragaman warna dan bentuk daun serta dapat digunakan sebagai tanaman hias. Serat Sansevieria
memiliki karakteristik yang tidak mudah rapuh, mengkilat, panjang, dan memiliki kualitas tali serat yang baik. Penelitian ini bertujuan untuk membuat dan menguji kualitas tali serat berbahan baku tanaman lidah mertua (Sansevieria trifasciata laurentii).
Penelitian ini dilakukan pada bulan April hingga September 2015 di Laboratorium Keteknikan Pertanian, Fakultas Pertanian dan uji tarik dilakukan di Laboratorium Penelitian, Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara, Medan, dengan cara studi literatur, pemintalan tali dengan menggunakan alat pemintal sederhana, pengujian tarik dan pengamatan parameter. Parameter yang diamati adalah tegangan tarik, regangan, elastisitas, deformasi tali dan kelenturan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masing–masing bahan uji dengan berat yang sama menghasilkan diameter tali yang berbeda. Nilai rata-rata untuk pengujian tali yaitu untuk berat tali serat yang diuji adalah 1,2 gr, untuk diameter tali adalah 4,26 mm, untuk panjang tali adalah 34 mm, untuk pertambahan panjang tali adalah 17,2159 mm, untuk beban maksimum yang dapat ditahan oleh tali adalah 659,2695 N, untuk luas penampang tali adalah 14,31 mm2, untuk tegangan tarik tali adalah 46,85 N/mm2, untuk regangan tali adalah 0,5063, untuk elastisitas tali adalah 92,5322 N/mm2, untuk deformasi tali adalah 17,2159 mm, dan untuk kelenturan tali adalah 50,63 %.
Kata Kunci : Sansevieria, Tali Serat, Serat Alami, Uji Tarik
ABSTRACT
DETYARA IMANI: Ropes made from mother in law tongue fiber (Sansevieria trifasciatalaurentii), supervised by LUKMAN ADLIN HARAHAP and SAIPUL BAHRI DAULAY.
Sansevieria is a plant that has variety of color and leaf form and can be used as decorative plants. Fiber of Sansevieria has characteristics of not easily fragile, shiny, long, and good quality. This study was aimed to make and to examine the quality of rope made from mother in law tongue fiber (Sansevieria trifasciata laurentii).
This research was conducted in April until September 2015 in the Laboratory of Agricultural Engineering, Faculty of Agriculture and tensile test was conducted at Research Laboratory, College of Engineering University of North Sumatra, Medan, by literature study, spinning the rope using spinners simple tool, tensile test and parameters observation. Parameters measured were tensile strength, strain, elasticity, rope deformation, and flexing. Results of the research indicated that each substance tested with the same weight produced different string diameter. Average values of examinated ropes was 1,2 g weight, diameter was 4,26 mm, length was 34 mm, elongation was 17,2159 mm, maximum loaded was 659,2695 N, cross section was 14,31 mm2, elongation at break of tensile strength was 46,85 N/mm2, strain was 0,5063, elasticity was 92,5322 N/mm2, ropes deformation was 17,2159 mm and flexing was 50,63 %.
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sansevieria merupakan tanaman yang cukup popular yang mempunyai keanekaragaman warna dan bentuk daun dan sering digunakan sebagai tanaman
hias di dalam maupun di luar rumah karena tanaman ini dapat tumbuh dalam
kondisi yang sedikit air dan cahaya matahari serta tanpa banyak perawatan.
Sansevieria mempunyai penggemar di seluruh belahan dunia, baik karena keindahan, manfaat, maupun nilai-nilai kepercayaan yang dimiliki tanaman
sekulen ini.
Di tanah air, tumbuhan Sansevieria lebih populer dengan sebutan lidah mertua (mother-in-law’s tongue) ataupun tanaman ular (snake plant). Lidah mertua banyak dimanfaatkan sebagai obat, penyerap polutan di daerah yang padat
lalu lintas dan di dalam ruangan yang penuh asap rokok, serta seratnya digunakan
dalam industri tekstil. Jenis serat Sansevieria hampir sama dengan serat daun nenas yaitu memiliki karakteristik serat tidak mudah rapuh, mengkilat, dan
panjang. Sansevieria dibagi menjadi dua jenis, yaitu yang tumbuh memanjang ke atas dengan ukuran 50-75 cm dan yang berdaun pendek melingkar dalam bentuk
roset dengan panjang 8 cm dan lebar 3-6 cm (Anggraini, 2010).
Serat dapat digolongkan menjadi dua jenis yaitu serat alami dan serat
sintetis (serat buatan manusia). Serat sintetis dapat diproduksi secara murah dalam
jumlah yang besar. Namun demikian, serat alami ketersediaannya cukup
melimpah di alam dan dapat dibudidayakan oleh manusia (renewable). Serat
alami meliputi serat yang diproduksi oleh tumbuh-tumbuhan, hewan dan proses
petrokimia. Namun demikian, ada pula serat sintetis yang dibuat dari selulosa
alami seperti rayon (Pencinta Alam, 2012).
Tali merupakan sesuatu yang dapat digunakan untuk mengikat. Dalam
kehidupan sehari-hari, masyarakat banyak menggunakan tali yang berasal dari
serat sintetis. Dalam jumlah yang besar, pemakaian tali yang berasal dari serat
sintetis dapat berdampak negatif bagi lingkungan. Hal ini dikarenakan limbah tali
dari serat sintetis akan susah atau lama terurai sehingga apabila dibiarkan dalam
waktu yang cukup lama, akan menimbulkan masalah bagi lingkungan. Sehingga
perlu dilakukan suatu penelitian agar limbah tali dari serat sintetis seperti tali
plastik yang dianggap dapat merugikan dapat digantikan dengan tali yang berasal
dari serat alami yang ramah lingkungan dan memiliki kekuatan yang unggul
dibandingkan dengan tali yang berasal dari serat sintetis.
Berdasarkan penelitian Ritonga (2014) mengenai pemanfaatan serat alami
limbah ampas tebu sebagai tali serat menghasilkan tali serat yang masih kurang
baik karena nilai kekuatannya yang masih rendah, artinya untuk daya saing tali di
pasaran, tali serat dari ampas tebu dianggap tidak menguntungkan walaupun
bahan bakunya diperoleh secara gratis karena berasal dari limbah ampas tebu.
Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik melakukan penelitian
terhadap tanaman lidah mertua (Sansevieria trifasciata laurentii) untuk
meningkatkan fungsi guna daun lidah mertua selain pemanfaatannya sebagai
tanaman hias, tanaman tersebut juga dapat menghasilkan tali serat yang memiliki
nilai kekuatan yang sangat tinggi.
Penelitian ini akan membuat dan menguji tali serat berbahan baku tanaman
lidah mertua yang berasal dari pekarangan rumah, selanjutnya diambil serat
dengan pengerokan menggunakan garpu, kemudian pembuatan tali dengan
menggunakan alat pemintal manual, kemudian dilakukan pengujian tali serat
untuk mendapatkan tali serat yang berkualitas dengan parameter yang telah
ditentukan yaitu tegangan tarik, regangan, deformasi, elastisitas dan kelenturan.
Pada penelitian ini akan menggunakan alat pemintal tali sederhana yang
menggunakan tenaga manusia sebagai penggeraknya. Alat ini telah banyak
digunakan dalam proses pembuatan tali serat, salah satunya pernah digunakan di
Program Studi Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera
Utara oleh Ritonga (2014) untuk pembuatan tali serat berbahan dasar limbah
ampas tebu. Menurut Ritonga (2014) alat ini terdiri dari tiga komponen utama
yaitu engkol pemutar, corong masukan dan rol penggulung. Lama pemintalan tali,
laju putaran alat, laju rol penggulung dan jumlah pintalan perjam dari alat yang
digunakan tergantung pada yang mengoperasikan alat tersebut.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk membuat dan menguji kualitas tali serat
berbahan baku tanaman lidah mertua (Sansevieria trifasciata laurentii).
Manfaat Penelitian
1. Bagi penulis, yaitu sebagai bahan untuk menyusun skripsi yang merupakan
syarat untuk menyelesaikan pendidikan di Program Studi Keteknikan
Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
2. Bagi mahasiswa, sebagai informasi pendukung untuk melakukan penelitian
4
TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman
Tanaman lidah mertua dahulu disebut sebagai Sansevieria zeylanica.
Tanaman ini merupakan sejenis herba tidak berbatang dan mempunyai rimpang
yang kuat dan tegak. Daun tanaman lidah mertua berwarna hijau atau
berbarik-barik kuning. Panjang daun dari tanaman ini dapat mencapai 1,75 m. Lidah
mertua berasal dari Afrika tropis di bagian Nigeria Timur dan menyebar hingga ke
Indonesia, terutama di Pulau Jawa. Tanaman ini dapat ditemui dari dataran rendah
hingga ketinggian 1-1000 meter di atas permukaan laut. Daun dari tanaman ini
mengandung serat yang mempunyai sifat kenyal dan kuat. Serat tersebut disebut
sebagai bowstringhemp dan banyak digunakan sebagai bahan membuat kain. Adapun sistematika tanaman lidah mertua adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Sub Divisi : Angiospermae
Kelas : Liliopsida (berkeping satu / monokotil)
Ordo : Liliaies
Famili : Agavaceae
Genus : Sansevieria
Gambar 1. Tanaman Lidah Mertua
Keterangan :
A = Daun Lidah Mertua
B = Akar Lidah Mertua
Beberapa varietas Lidah Mertua (Sansevieria trifasciata) adalah :
1. Laurentii sama bentuknya seperti pedang, hanya warnanya hijau dengan tepi kuning yang lebar.
2. Hahnii warnanya sama dengan jenis dasar yaitu hijau dengan garis-garis melintang abu-abu putih, tetapi daunnya hanya sepanjang 10 cm dan pangkal
daun melebar, daunnya tidak tegak lurus ke atas tetapi menyebar ke samping
dan tersusun beraturan seperti helaian bunga atau pohon nenas.
3. Golden hahnii sama dengan Hahnii hanya warna daunnya hijau abu-abu dengan garis putih kuning lebar.
4. Silver hahnii daun warna hijau keperakan dengan garis-garis horizontal hijau kelam tersebar.
(Wianta, 1983).
Sansevieria memiliki akar serabut berwarna putih kekuningan sampai kemerahan. Pada tanaman yang sehat, akarnya banyak dan berserabut. Akar
A
tumbuh dari rimpang (rhizoma) yang dapat menghasilkan tunas anakan. Namun
pada beberapa jenis seperti S. tom grumbly dan S.ballyii tunas anakan keluar dari ketiak daun melalui stolon (Tahir dan Sitanggang, 2008).
Selain terdapat akar juga terdapat organ yang menyerupai batang, orang
menyebut organ ini sebagai rimpang atau rhizoma yang berfungsi sebagai tempat
penyimpanan sari-sari makanan hasil fotosintesis. Rimpang juga berperan dalam
perkembangbiakan. Rimpang menjalar di bawah dan kadang-kadang di atas
permukaan tanah. Ujung organ ini merupakan jaringan meristem yang selalu
tumbuh memanjang (Anggraini, 2010).
Tanaman Sansevieria mudah dikenali dari daunnya yang tebal dan banyak mengandung air (fleshy dan succulent). Struktur daun seperti ini membuat
Sansevieria tahan terhadap kekeringan. Proses penguapan air dan laju transpirasi dapat ditekan. Daun tumbuh di sekeliling batang semu di atas permukaan tanah.
Bentuk daun panjang dan meruncing pada bagian ujungnya (Pramono, 2008).
Bunga kecil sampai sangat besar dan amat menarik, kebanyakan banci,
aktinomorf atau sedikit zigomorf. Hiasan bunga berupa tenda bunga yang menyerupai mahkota dengan atau tanpa pelekatan berupa buluh, terdiri atas 6
daun tenda bunga, jarang hanya 4 atau lebih dari 6, kebanyakan jelas tersusun
dalam 2 lingkaran. Benang sari 6, jarang sampai 12 atau hanya 3, berhadapan
dengan daun-daun tenda bunga. Tangkai sari bebas atau berlekatan dengan
berbagai cara. Kepala sari beruang 2, membuka dengan celah membujur, jarang
dengan suatu liang pada ujungnya (Tjitrosoepomo, 2002).
oranye, hitam, dan hijau kusam. Jumlah biji dalam satu celah antar spesies yang
satu dengan yang lain berbeda, yaitu 1-4 biji. Saat masih muda kulit buah halus
setelah tua kasar (Lingga, 2005).
Biji dihasilkan dari pembuahan serbuk sari pada kepala putik. Biji
memiliki peran penting dalam perkembangbiakan tanaman. Biji Sansevieria
berkeping tunggal seperti tumbuhan monokotil lainnya. Bagian paling luar dari
biji berupa kulit tebal yang berfungsi sebagai lapisan pelindung. Di sebelah dalam
kulit terdapat embrio yang merupakan bakal calon tanaman (Anggraini, 2010).
Syarat Tumbuh Iklim
Pada malam hari tanaman ini membutuhkan temperatur 15-17,5°C dan
siang hari 20-22,5°C, meski demikian Sansevieria sangat bandel terhadap tinggi rendahnya temperatur, tanaman Sansevieria bisa diletakkan di berbagai tempat misalnya di teras, di bawah atap atau di tempat-tempat yang agak kering
(Santoso, 2006).
Ada dua jenis Sansevieria berdasarkan kebutuhannya terhadap cahaya
matahari. Pertama, jenis Sansevieria yang membutuhkan cahaya matahari penuh atau full sun. Misalnya, Sansevieria cylindrica, Sansevieria liberica, Sansevieria trifasciata. Tanaman Kedua, jenis Sansevieria yang menghendaki cahaya matahari yang tidak langsung, ini tumbuh baik di tempat yang ternaungi.
Sansevieria yang masuk dalam kategori ini umumnya berdaun kuning, misalnya
Tempat Tumbuh
Keasaman (pH) media tanam yang ideal untuk Sansevieria adalah 5,5-7,5. Meskipun demikian tanaman ini bisa bertoleransi pada rentang pH 4,5-8,5. Pada
kondisi asam, penyerapan hara nitrat dan fosfor akan terhambat. Kondisi asam
juga mendorong bebasnya besi dan almunium yang justru merupakan racun bagi
tanaman. Selain itu, media tanam yang terlalu asam merupakan tempat yang ideal
bagi pertumbuhan patogen. Akibatnya, tanaman menjadi sangat rentan terhadap
serangan penyakit yang disebabkan oleh jamur seperti busuk rimpang dan busuk
daun (Pramono, 2008).
Serat
Serat adalah sebuah zat yang panjang, tipis dan mudah dibengkokkan.
Serat yang dicita-citakan (diidealisir) dibatasi sebagai zat yang penampangnya
nol, tidak punya tahanan terhadap lenturan, puntiran dan tekanan dalam arah
memanjang, tetapi mempunyai tahanan terhadap tarikan, dan akan
mempertahankan keadaan lurus. Serat yang sebenarnya, bagaimanapun
mempunyai penampang, dan tahanan terhadap lenturan, puntiran, dan tekanan.
Serat yaitu suatu benda yang perbandingan panjang dan diameternya besar
sekali. Serat merupakan bahan baku yang digunakan dalam pembuatan benang
atau kain. Sebagai bahan baku, serat tekstil memegang peranan yang sangat
penting, sebab:
1. Sifat-sifat serat mempengaruhi sifat-sifat benang atau kain yang akan
dihasilkan.
2. Semua pengolahan benang atau kain, baik secara mekanik maupun secara
Berdasarkan panjangnya, maka serat dibagi menjadi:
1. Serat staple yaitu serat-serat yang mempunyai panjang terbatas.
2. Serat filament yaitu serat-serat yang panjangnya lanjut.
Serat telah dikenal orang sejak ribuan tahun sebelum masehi. Flax dan wol
adalah serat-serat tekstil yang pertama kali digunakan, sebab serat-serat tersebut
mudah diantih menjadi benang daripada serat kapas (Enie dan Karmayu, 1980).
Serat terutama digunakan untuk pakaian, interior, dan industri. Pemakaian
dalam bidang industri termasuk bangunan, transmisi tenaga, pertanian dan
kehutanan, perikanan, pengepakan, pengangkutan dan perabot. Serat alam
mempunyai pemakaian yang luas, seperti tali, lapisan kabel, kantong dan lakan.
Keadaan ini akan dipengaruhi oleh harga dan manfaat serat buatan. Umpamanya
dalam dunia perdagangan tali ban dan jala ikan misalnya, serat alam telah
dipergunakan secara luas. Oleh karena keuletannya yang tinggi dan harga yang
rendah, benang polietilen yang pecah atau terbelah dengan cepat telah
menggantikan serat kapas untuk tujuan industri (Hartanto dan Watanabe, 2003).
Klasifikasi Serat
Menurut asal seratnya, maka serat dapat digolongkan menjadi:
Serat alam, ialah serat yang telah tersedia di alam, terdiri dari :
1. Serat tumbuh-tumbuhan
a. Biji : kapas dan kapok
b. Batang : flax, jute, rosella, ilenep, rami, urena, kenaf dan sunn
c. Daun : albaka, sisal, ilenequen
2. Serat binatang
a. Stapel : wol (biri-biri) dan rambut (alpaca, unta, kashmir, mohair)
b. Filamen : sutera
3. Serat mineral
a. Asbes : Chrysotile dan Crocidolite
Serat buatan, ialah serat yang dibuat oleh manusia, terdiri dari :
1. Organik
a. Polimer alam : alginat, selulosa (ester selulosa dan rayon termasuk
kupramonium dan viskosa), protein dan karet.
b. Polimer buatan :
- Polimer kondensasi : poliamida (nylon), poliester, poliuretan
- Polimer adisi : polididrokarbon, polihidrokarbon yang
disubstitusi halogen, polihidrokarbon yang disubstitusi
hidroksil, polihidrokarbon yang disubstitusi nitril.
2. Anorganik
a. Gelas
b. Logam
c. Silikat
(Enie dan Karmayu, 1980).
Banyak jenis serat yang terdapat di alam ini baik itu serat alam maupun
serat sintetik. Serat alam yang utama adalah kapas, wol, sutra dan rami (hemp), sedangkan serat sintetik adalah rayon, poliester, akril dan nilon. Masih banyak
jenis lainnya yang dibuat untuk memenuhi keperluan industri dan sebagainya.
berkristal. Oleh karena itu sifat kimianya tergantung pada struktur rantai polimer
tersebut. Serat mempunyai bentuk tipis dan panjang dan mempunyai ciri-ciri
cukup pada struktur dalamnya. Dilihat dari kenyataan, keluatan tarik, modulus
elastik pada arah memanjang (modulus young), keduanya menunjukkan harga
yang sangat besar. Kekuatan melar dari serat adalah cukup baik
(Surdia dan Saito, 2005).
Berikut ini adalah tabel perbandingan beberapa serat alam berdasarkan
parameternya :
Tabel 1. Sifat Mekanis Serat Alam
Serat Panjang
Tabel 2. Menunjukkan sifat-sifat khas serat. Disamping sifat-sifat tersebut,
ketahanan abrasi dan ketahanan lelah bagi nilon dan poliester adalah sangat baik
sedangkan bagi asetat dan rayon agak buruk. Serat yang diinginkan dapat dipilih
Tabel 2. Sifat-sifat serat alami Kadar air kembali (%)
Resmi 8.5 15 11.0 12
(Surdia dan Saito, 2005).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Umardani dan Pramono
(2009) dalam pengolahan serat dari tanaman eceng gondok juga ditambahkan
NaOH yang berfungsi untuk meningkatkan nilai elongasi serat eceng gondok
namun tidak dapat meningkatkan regangan tarik serat eceng gondok, dimana
dalam penelitiannya menggunakan kadar NaOH sebesar 5 %, 10% dan 15 %. Hal
ini juga diperkuat dengan data penelitian yang telah dilakukan oleh Umardani dan
Pramono, sebagai berikut :
Tabel 3. Perbandingan kekuatan tarik pada tanaman eceng gondok dengan atau tanpa perlakuan NaOH.
No. Perlakuan Kadar
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Wijoyo, dkk. (2011)
mengenai penggunaan NaOH pada uji tarik mulur serat nanas dengan perendaman
NaOH (10%, 20%, 30% dan 40%) dengan variasi perendaman 2 dan 4 jam
menyatakan bahwa, nilai elongasi semakin meningkat seiring dengan peningkatan
kadar NaOH. Semakin lama waktu perendaman dan kadar NaOH yang digunakan
semakin rendah, maka kekuatan tariknya cenderung mengalami penurunan. Ini
disebabkan karena NaOH memiliki sifat yang mampu mengubah permukaan serat
menjadi kasar, akibatnya kekuatan tarik semakin menurun setelah melampaui
batas jenuhnya.
Tali Serat
Tali merupakan susunan benang-benang panjang yang saling tersusun satu
sama lain dan membentuk suatu pilinan. Berdasarkan artikel Pencinta Alam
(2012), tali adalah untaian-untaian panjang yang terbuat dari berbagai bahan yang
berfungsi untuk mengikat, menarik, menjerat, menambat, menggantung dan
sebagainya. Sedangkan tali serat adalah tali yang berasal dari bahan-bahan yang
memiliki kandungan serat dan tersusun membentuk sebuah anyaman atau pilinan
(serat alam atau sintetis). Dalam perkembangannya, tali yang berasal dari serat
sintetis yang sering digunakan karena dapat diproduksi secara murah dalam
jumlah yang besar. Namun demikian, serat alami ketersediaannya cukup
melimpah di alam dan dapat dibudidayakan oleh manusia (renewable). Misalnya serat yang berasal dari pelepah pisang yang dapat dipilin menjadi sebuah tali.
Pemintalan
Proses pemintalan tali serat menggunakan suatu alat bernama rope
pemintal secara manual tanpa menggunakan mesin (motor) sebagai tenaga
penggerak. Serat yang telah disusun dengan panjang yang sama dan diameter
yang telah ditentukan dimasukan dalam corong masukkan kemudian kumpulan
serat tersebut dikaitkan pada rol penggulung. Setelah serat-serat terkait dengan
benar, selanjutnya pegangan diputar searah jarum jam bersamaan dengan
ditahannya serat pada corong masukan luar. Maka, serat terpintal bersamaan
dengan berputarnya pegangan dan rol penggulung. Menurut Sinurat (2000) dalam
tesis Junardi (2012), serat-serat dimasukkan secara manual melalui lubang
pengumpan ke dalam corong pemuntir, serat yang telah dipuntir oleh corong
pemuntir dimasukkan lagi kedalam corong tetap hingga ke lubang poros berongga
dan selanjutnya dipuntir dan ditekan lagi oleh rol pemuntir, serat yang keluar dari
rol pemuntir digulung oleh rol penggulung.
Ada 3 macam sistem pemintalan yaitu:
1. Sistem pemintalan serat pendek, yaitu sistem yang digunakan untuk mengolah
serat kapas
2. Sistem pemintalan serat sedang, yaitu sistem yang digunakan untuk mengolah
serat wol
3. Sistem pemintalan serat panjang, yaitu sistem yang digunakan untuk mengolah
serat-serat batang dan daun
(Enie dan Karmayu, 1980).
Pemintalan serat sabut kelapa secara mekanik dengan menggunakan mesin
pemintal berteknologi tepat guna telah dilakukan di Balai Penelitian Teknologi
Karet Bogor untuk memenuhi kebutuhan serat bergelombang dalam pengolahan
mesin serta kekuatan bahan konstruksi selama proses pemintalan. Hasil
pengamatan menunjukkan bahwa mesin pemintal serat sabut kelapa telah dapat
beroperasi dengan baik untuk memintal serat, dengan laju putaran rangka pemutar
40 rpm, corong pemuntir 597 rpm dan rol penggulung 6 rpm. Mesin pemintal
berkapasitas 550 gram per jam untuk pintalan berdiameter 3-4 mm dan 1.438
gram per jam untuk pintalan berdiameter 6-7 mm dengan kecepatan linier
penarikan rol penggulung 110 meter per jam. Bahan konstruksi mesin telah
mampu untuk menahan beban dinamis selama proses pemintalan.
Mesin pemintal serat sabut kelapa terdiri atas empat unit utama, yaitu
motor penggerak, corong pemuntir, rangka pemutar, dan rol atau batang
penggulung. Mesin pemintal digerakkan oleh motor listrik yang bertenaga 1 HP
dengan laju putaran 1470 rpm. Motor listrik menggerakkan poros pulley dan
pulley dengan transmisi V-belt atau pulley. Selanjutnya dengan transmisi V-belt,
pulley menggerakkan poros yang juga sebagai poros roda gigi penggerak kedua corong pemuntir. Demikian juga dengan pulley yang menggerakkan poros yang berfungsi sebagai poros penggerak rangka pemutar. Rangka pemutar
menggerakkan (memutar) roda gigi 11 yang bersinggungan dengan roda gigi pada
poros statis. Selanjutnya poros roda gigi menggerakkan roda fiksi pada batang rol
penggulung melalui transmisi roda-roda gigi di antara poros roda gigi dan serat
yang akan dipintal ditumpuk di atas pengumpan.
Serat-serat tersebut dimasukkan secara manual oleh seorang operator
melalui lubang pengumpan ke dalam corong pemuntir. Serat yang telah dipuntir
oleh corong pemuntir dimasukkan lagi ke dalam corong tetap hingga ke lobang
roda pemuntir. Pintalan serat yang keluar dari roda pemuntir digulung oleh rol
penggulung. Setelah rol penggulung terisi penuh, pintalan serat dipindahkan atau
digulung pada rol cadangan dan selanjutnya dimanfaatkan sebagai bahan untuk
pengolahan saburet setelah penguraian menjadi serat bergelombang dan bahan
pembuatan tali dengan cara menggabungkan beberapa pintalan serat
(Sinurat, 2000).
Untuk mengetahui kekuatan tali kita dapat melihatnya pada Catalog atau
Manual Book dari tali tersebut. Biasanya tertulis Breaking Strength (Kekuatan Putus). Satuannya bisa dalam KN (Kilonewton) atau KG (Kilogram). 1 KN kalau
dikilogramkan sebanyak 100 Kg. Ada juga yang namanya Numbers of Falls, yaitu berapa kali beban dijatuhkan hingga tali tersebut terputus. (Standarnya
menggunakan FF1 dengan beban 80 Kg). Setelah mengetahui breaking
strengthnya yang penting juga harus diketahui adalah SWL (Safe Working Load)
atau beban kerja yang aman. Umumnya menggunakan rumus Breaking Strength /
5, kalau penggunaan untuk manusia BS/10 dan untuk Rescue BS/15
(Korpcitaka, 2008).
Suatu tali mempunyai diameter yang berbeda dengan yang lainnya yang
akan berpengaruh terhadap elongasi (pertambahan panjang) dan kekuatannya. Hal
ini dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4. Perbandingan kekuatan tali dengan berbagai ukuran diameter.
Diameter Elongasi 80 kg
Hal yang harus diperhatikan adalah pengurangan kekuatan tali. Ada
beberapa hal yang bisa mengurangi kekuatan tali yaitu, ketika dibuat simpul pada
tali, maka pada saat itu pula terjadi pengurangan kekuatan. Pengurangan ini tidak
permanen, hanya pada saat ada simpul tersebut, yaitu disebabkan oleh tegangan
dan tekanan yang terjadi pada tali akibat simpul yang dibuat. Tali dalam keadaaan
basah. Tali yang basah bisa berkurang kekuatannya sampai 35 %.
Tabel 5. Menunjukkaan kekuataan tali dengan kondisi basah maupun
kering dengan umur tali yang sama yang nyatanya pada kondisi kering jumlah
jatuh FFI 80 kg, jarak 1 meter memiliki nilai yang tinggi, data dapat dilihat
sebagai berikut :
Tabel 5. Perbandingan kekuatan tali kering atau basah berdasarkan umur tali.
Usia Kering/Basah Jumlah Jatuh FF1 80 kg, jarak 1m
Baru Kering 41
Baru Basah 25
4,5 tahun Kering 4
4,5 tahun Basah 4
(Korpcitaka, 2008).
Pengujian Tali Serat Uji Tarik
Sifat-sifat bahan teknik perlu diketahui secara baik karena bahan tersebut
dipergunakan untuk berbagai macam keperluan dan berbagai macam keadaan.
Deformasi bahan yang disebabkan oleh beban tarik adalah dasar pengujian dan
kajian mengenai kekuatan bahan. Hal ini disebabkan oleh beberapa alasan, yaitu:
1. Mudah dilakukan
3. Kebanyakan bahan lebih mudah dilakukan uji tarik daripada uji tekan
misalnya, sehingga dalam pengujian bahan teknik, kekuatan paling sering
dinyatakan dengan uji tarik
(Zainuri, 2008).
Uji tarik dilaksanakan di laboratorium menggunakan satu dari beberapa
jenis mesin uji. Beban dibaca dari jarum penunjuk (dials) atau layar digital. Beberapa mesin uji dapat membaca dan mencatat data secara otomatis dan
menggambarnya dalam kertas plot. Tegangan diperoleh dengan membagi beban
dengan luas penampang awal spesimen. Luasan spesimen akan berubah selama
pembebanan (Zainuri, 2008).
Uji tarik adalah cara pengujian bahan yang paling mendasar. Pengujian ini
sangat sederhana, tidak mahal dan sudah mengalami standarisasi di seluruh dunia,
misalnya di Amerika dengan ASTM E8 dan Jepang dengan JIS 2241. Dengan
menarik suatu bahan kita akan segera mengetahui sejauh mana material itu
bertambah panjang. Alat eksperimen untuk uji tarik ini harus memiliki
cengkraman (grip) yang kuat dan kekakuan yang tinggi (highly stiff). Brand terkenal untuk alat uji tarik antara lain adalah Shimadzu, Iastron, dan Dartec
(Sastranegara, 2009).
Tegangan (Stress)
Konsep paling dasar dalam mekanika bahan adalah tegangan dan
regangan. Konsep ini dapat diilustrasikan dalam bentuk yang paling mendasar
dengan meninjau sebuah batang prismatis yang mengalami gaya aksial. Batang
prismatis adalah sebuah elemen struktural lurus yang mempunyai penampang
arah sama dengan sumbu elemen, sehingga mengakibatkan terjadinya tarik atau
tekan pada batang. Intensitas gaya (yaitu gaya per satuan luas) disebut tegangan
dan diberi notasi huruf yunani σ (sigma). Jadi, gaya aksial P, yang bekerja di
penampang adalah resultan dari tegangan yang terdistribusi kontinu. Dengan
mengasumsikan bahwa tegangan terbagi rata kita dapat melihat bahwa resultannya
harus sama dengan intensitas σ dikalikan dengan luas penampang A dari batang
tersebut. Dengan demikian, kita mendapatkan rumus berikut untuk menyatakan
besar tegangan :
�=�
�
dimana,
σ = tegangan tarik (N/m2)
F = gaya (N)
A = luasan permukaan (m2)
(Gere dan Timoshenko, 2000).
Tegangan adalah perbandingan antara gaya yang bekerja pada benda
dengan luas penampang benda tersebut sedangkan tegangan tarik adalah tegangan
yang diakibatkan beban tarik atau beban yang arahnya tegak lurus meninggalkan
luasan permukaan. Menurut Ishaq (2006), dalam elastisitas besaran gaya F
memperhatikan sebuah sistem yang memiliki luasan dan volume, bukan sistem
yang cukup diwakili sebuah pusat massa saja. Jadi gaya dalam hal ini dipandang
bekerja pada sebuah titik pada medium. Atas dasar itulah besaran tegangan
(stress) diperkenalkan. Stress didefinisikan sebagai gaya F yang bekerja pada satu satuan luas A. Hubungan antara gaya yang bekerja dan satu satuan luas dapat
dilihat pada gambar 2.
Gambar 2. Gaya F bekerja pada luas permukaan A
Jika benda diberi beban maka benda berada dalam keadaan berdeformasi
berarti benda dalam keadaan tegang. Akibat adanya beban maka terdapat
gaya-gaya reaksi dalam (internal) benda sendiri, karena adanya pergeseran
molekul-molekul benda yang cenderung untuk mengimbangi beban ini dan mengembalikan
bentuk benda kebentuknya semula. Gaya reaksi atau gaya untuk mengembalikan
benda kebentuk asli persatuan luas di dalam benda disebut “stress”. Gaya reaksi ini terbagi rata ke seluruh penampang. Stress adalah besaran yang berbanding lurus dengan gaya penyebabnya. Stress normal (stress longitudinal ; stress
pertama) ada dua macam :
a.Stress normal tekan, benda berada dalam keadaan kompressi.
b.Stress normal tarik, benda berada dalam keadaan tegang. Pada stress normal, gaya tegak lurus penampang
(Sarojo, 2002).
Regangan (Strain)
Suatu batang lurus akan mengalami perubahan panjang apabila dibebani
secara aksial, yaitu menjadi panjang jika mengalami tarik dan menjadi pendek jika
mengalami tekan. Perpanjangan δ dari batang ini adalah hasil kumulatif dari
perpanjangan semua elemen bahan di seluruh volume batang. Jika kita tinjau
perpanjangan yang sama dengan δ/2 dan jika kita meninjau seperempat bagian
dari batang, bagian ini akan mempunyai perpanjangan yang sama dengan L/4.
Dengan cara yang sama, satu satuan panjang dari batang tersebut akan
mempunyai panjang yang sama dengan 1/L kali perpanjangan total δ. Dengan
proses ini kita akan sampai pada konsep perpanjangan per satuan panjang atau
regangan, yang diberi notasi huruf yunani ε (epsilon) dan dihitung dengan
persamaan
ε = ∆l
l0
=
(�−��)
��
dimana,
ε = regangan
l = panjang akhir (m)
l0 = panjang awal (m)
∆l = perubahan panjang (m)
(Gere dan Timoshenko, 2000).
Regangan tarik didefinisikan sebagai perbandingan panjang ∆l terhadap
panjang semula l0, dimana perpanjangan ∆l tidak hanya terjadi pada ujung-ujungnya, tetapi setiap bagian batang akan memanjang dengan perbandingan yang
sama (Young dan Freedman, 2002).
Sedangkan menurut Ishaq (2006) jika sebuah stress bekerja pada suatu benda maka dampak atau akibatnya benda mengalami strain (regangan). Dapat dilihat pada gambar berikut :
Gambar 3. Strain normal
Pada arah normal, perubahan ditunjukkan dengan pemendekan bahan dari
L menjadi L′ akibatnya volume bahan berubah. Strain secara umum didefinisikan sebagai :
τ= keadaan akhir−keadaan awal keadaan awal
τ= ∆LL
Perubahan pada ukuran sebuah benda karena gaya-gaya atau kopel dalam
kesetimbangan dibandingkan dengan ukuran semula disebut “strain”. Strain
adalah derajat deformasi. Macam-macam strain:
1.Strain linear = perubahan panjang per panjang semula : ∆l/l 2.Strain volum = perubahan volum per volum semula : ΔV/V
3.Strain geser = strain angular = deformasi dalam bentuk (bangun = shape), β.
Jadi strain adalah suatu perbandingan atau sudut geser (β), berarti besaran yang
tidak berdimensi dan tidak mempunyai satuan (Sarojo, 2002).
Suatu batang lurus akan mengalami perubahan panjang apabila dibebani
secara aksial, yaitu menjadi panjang jika mengalami tarik dan menjadi pendek jika
disebutregangan tarik, yang menunjukkan perpanjangan bahan. Demikian juga
halnya jika batang mengalami tekan, maka regangannya disebut regangan tekan,
dan batang tersebut memendek. Besarnya gaya yang diberikan pada benda
memiliki batas-batas tertentu. Jika gaya sangat besar maka regangan benda sangat
besar dan pertambahan panjang sebanding dengan gaya yang diberikan. Regangan
tarik biasanya bertanda positif dan regangan tekan bertanda negatif
(Mulyati, 2011).
Diagram Tegangan-Regangan
Jika suatu benda ditarik maka akan mulur (extension), terdapat hubungan antara pertambahan panjang dengan gaya yang diberikan. Jika gaya persatuan
luasan disebut tegangan dan pertambahan panjang disebut regangan maka
hubungan ini dinyatakan dengan grafik tegangan dan regangan (stress-strain graph), berikut gambarnya :
Gambar 4. Diagram Tegangan-Regangan
1. Batas proporsional (proportional limit), pada daerah ini berlaku Hukum
Hooke bahwa tegangan sebanding dengan regangan. Kesebandingan ini tidak berlaku di seluruh diagram. Kesebandingan ini berakhir pada batas
proporsional.
2. Batas elastis (elastic limit), batas tegangan di mana bahan tidak kembali lagi ke bentuk semula apabila beban dilepas tetapi akan terjadi deformasi tetap
yang disebut permanent set. Untuk banyak material, nilai batas proporsional dan batas elastik hampir sama. Untuk membedakannya, batas elastik selalu
hampir lebih besar daripada batas proporsional.
3. Titik mulur (yield point), titik dimana bahan memanjang mulur tanpa
pertambahan beban.
4. Kekuatan maksimum (ultimate strength), merupakan ordinat tertinggi pada kurva tegangan-regangan yang menunjukkan kekuatan tarik (tensile strength) bahan.
5. Kekuatan patah (breaking strength), terjadi akibat bertambahnya beban
mencapai beban patah sehingga beban meregang dengan sangat cepat dan
secara simultan luas penampang bahan bertambah kecil
(Zainuri, 2008).
Diagram tegangan-regangan dari jenis-jenis material banyak macamnya,
dan uji tegangan yang dilakukan berbeda pada material yang sama dengan hasil
yang berbeda pula tergantung pada temperatur bahan dan kecepatan pembebanan.
Itu memungkinkan, bagaimanapun untuk melihat perbedaan beberapa
karakteristik pada diagram tegangan-regangan dengan jenis-jenis materi yang
berbeda dan untuk membagi material kedalam dua kategori pada dasar
karakteristik ini dinamakan kelenturan material dan kerapuhan material
Deformasi
Sebuah gaya dikerjakan pada sebuah batang menyebabkan batang tersebut
berubah (mengalami deformasi). Pertama, deformasi sebanding dengan beban
yang ditingkatkan dalam batas-batas tertentu. Jika beban dihilangkan, maka
batang akan kembali pada bentuk semula (perilakunya sama dengan sebuah
per/pegas), daerah ini disebut dengan daerah elastis dan deformasinya ialah
deformasi elastis. Bila beban ditingkatkan maka deformasi pada kebanyakan
bahan meningkat secara proporsional (sebanding). Pada daerah ini struktur dalam
dari bahan akan berubah bentuk secara tetap/permanen akibat gaya-gaya yang
bekerja, jika beban dihilangkan, benda tidak dapat kembali pada bentuk semula
dan akan terjadi deformasi permanen. Daerah ini disebut daerah plastis dan
deformasinya adalah deformasi plastis (Daryanto, 2001).
Material–material yang ulet mengalami suatu regangan plastis (permanen)
sebelum patah. Sebagai contoh, jika suatu batang baja dibebani, mula-mula batang
itu akan melentur elastis. Pelenturan akan hilang bila beban ditiadakan. Suatu
beban berlebih akan membengkokan batang secara permanen pada lokasi-lokasi
dimana tegangan-tegangan melampaui kekuatan luluh dari baja tersebut
(Van Vlack, 2004).
Hubungan Tegangan dan Regangan (Hukum Hooke)
Pada kebanyakan bahan teknik terdapat hubungan antara tegangan dan
regangan. Untuk setiap peningkatan tegangan terjadi peningkatan regangan yang
sebanding, sebelum batas tegangan dicapai. Jika tegangan mencapai nilai batas,
hubungan regangan tidak lagi proporsional dengan tegangan. Hubungan
tahun 1678 dan menjadi hukum Hooke. Modulus elastisitas atau modulus Young
dinotasikan dengan simbol E dan berlaku untuk tarik dan tekan, dinyatakan
dengan persamaan :
Karena regangan adalah murni angka (tidak mempunyai satuan karena
perbandingan dimensi panjang dengan panjang), maka modulus elastisitas E
mempunyai satuan yang sama dengan tegangan, yaitu pascal (Pa) atau
megapascal (MPa). Nilai modulus elastisitas sangat penting untuk desain proses pada banyak bahan keteknikan (Zainuri, 2008).
Hukum Hooke berlaku pada daerah elastis saja, pada suatu saat stress
cukup besar elastisitas benda menjadi tidak linier (E tidak lagi konstan), daerah ini
disebut daerah plastis. Jika benda telah mencapai daerah plastis karena strees yang besar maka elastisitas benda akan hilang dan benda tidak lagi mampu kembali ke-
putus atau hancur dimana ikatan molekul pada benda tidak lagi mampu mengatasi
besarnya tekanan yang diberikan (Ishaq, 2006).
Uji Lentur
Kelenturan merupakan sifat material yang mampu menerima beban impak
tinggi tanpa menimbulkan tegangan lebih pada batas elastis. Ini menunjukkan
bahwa energi yang diserap selama pembebanan disimpan dan dikeluarkan jika
material tidak dibebani. Pengukuran kelenturan sama dengan pengukuran
ketangguhan (Zainuri, 2008).
Kelenturan merupakan sifat mekanik bahan yang menunjukkan derajat
deformasi plastis yang terjadi sebelum suatu bahan putus atau gagal pada uji tarik.
Bahan disebut lentur (ductile) bila regangan plastis yang terjadi sebelum putus lebih dari 5%, bila kurang dari itu suatu bahan disebut getas (brittle). Persen kelenturan adalah bahan meregang dan patah secara cepat dalam persen. Dimana
panjang mula-mula dari suatu bahan adalah L0 dan panjang pada patahan adalah
Lf, yaitu:
%kelenturan =L�L−L0
0 × 100%
Persen pengurangan daerah merupakan cara lain untuk menentukan kelenturan.
Itu ditetapkan dalam persamaan sebagai berikut:
%pengurangan =A0−A�
A0 × 100%
dimana, A0 adalah daerah potongan melintang mula-mula dan Af adalah daerah
patah (Hibbeler, 2005).
Ukuran panjang digunakan dalam perhitungan kelenturan dengan nilai
standar 2 inci (50 mm). Bahan disusun dengan ujungnya dijepit pada alat uji. Alat
………... (4)
uji tarik didesain untuk memperpanjang bahan pada laju konstan dan hingga
seterusnya serta pengukuran yang seragam (merata) saat diletakkan beban dan
menghasilkan mulur (menggunakan extensometer). Uji tegangan dan regangan
yang khususnya dilakukan beberapa menit adalah bersifat merusak. Ini
menjelaskan bahwa uji bahan terdeformasi secara permanen dan biasanya patah
29
METODOLOGI PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2015 sampai dengan
September 2015 di Laboratorium Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian dan
Laboratorium Teknik Kimia Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.
Bahan dan Alat
Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun lidah
mertua (Sansevieria trifasciata laurentii) sebagai bahan yang akan diteliti seratnya menjadi tali dan air digunakan untuk mencuci serat.
Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah pisau digunakan
untuk memotong daun lidah mertua, garpu makan untuk pengerok serat, piring
plastik sebagai wadah mengumpulkan serat, sarung tangan untuk melindungi
tangan, mistar (penggaris) untuk mengukur panjang serat, tensolab (alat uji tarik) di Laboratorium Teknik Kimia Fakultas Teknik untuk menguji serat yang telah
dipintal menjadi tali, jangka sorong / mikrometer sekrup digital untuk mengukur
diameter tali serat, kalkulator untuk perhitungan, timbangan digital untuk
menimbang berat serat, kamera sebagai alat dokumentasi dan alat tulis untuk
mencatat data yang diperoleh dari penelitian.
Metode Penelitian
Dalam penelitian ini pengumpulan data dilakukan dengan cara studi
literatur dari buku pustaka dan jurnal-jurnal penelitian yang berkaitan dengan uji
tarik. Pelaksanaan pengeluaran serat, pembuatan tali serat dan uji tarik tali serat
Prosedur Penelitian 1. Pengeluaran Serat
a. Disiapkan bahan dan alat yang akan digunakan dalam pelaksanaan
penelitian
b. Dipilih dan dipotong daun tanaman lidah mertua
c. Dikerok daun untuk mengambil serat tanaman lidah mertua
d. Dipisah serat berdasarkan ukuran 50 cm
2. Pembuatan Tali
a. Diambil serat yang telah disiapkan
b. Disusun serat berdasarkan ukuran yang telah ditentukan
c. Ditentukan diameter tali yang akan dibuat
d. Diukur diameter tali dan panjang tali
e. Ditimbang serat yang akan dipintal menjadi tali
f. Dibagi serat yang telah ditimbang menjadi 3 bagian
g. Dipintal/dianyam serat yang telah ditentukan untuk menjadi tali dengan 1
pintalan kecil
h. Dipintal/dianyam tali dengan 1 pintalan kecil, menjadi 1 pintalan besar
dengan menggabungkan 3 pintalan kecil
3. Pengujian Tali Serat
a. Diukur panjang awal (l0) dan diameter tali
b. Dilakukan uji tarik pada tali dengan menggunakan alat tensolab
c. Diukur panjang tali setelah dilakukan uji tarik (l)
Menghitung Ketahanan Tarik Serat
1) Tegangan Tarik (σ)
Tegangan adalah perbandingan antara gaya yang bekerja pada benda dengan
luas penampang benda tersebut sedangkan tegangan tarik adalah tegangan
yang diakibatkan beban tarik atau beban yang arahnya tegak lurus
meninggalkan luasan permukaan, dengan menggunakan persamaan (1).
2) Regangan (ε)
Pertambahan panjang (l) pada serat dan tali serat terhadap panjang awal (l0),
dengan menggunakan perrsamaan (2).
3) Elastisitas
Sifat kemampuan bahan untuk kembali ke ukuran dan bentuk asalnya, setelah
gaya luar dilepas, dengan menggunakan persamaan (4).
Parameter Penelitian
1. Tegangan tarik
Tegangan adalah perbandingan antara gaya yang bekerja pada benda dengan
luas penampang benda tersebut sedangkan tegangan tarik adalah tegangan
yang diakibatkan beban tarik atau beban yang arahnya tegak lurus
meninggalkan luasan permukaan.
2. Regangan
Pertambahan panjang (l) pada serat dan tali serat terhadap panjang awal (l0).
3. Elastisitas
Sifat material yang dapat kembali ke dimensi awal setelah beban
dihilangkan. Sangat sulit menentukan nilai tepat elastisitas. Yang bisa
4. Deformasi
Deformasi yaitu perubahan bentuk yang tidak dapat kembali kekeadaan
bentuk semula.
5. Kelenturan
Sifat material yang mampu menerima beban impak tinggi tanpa
menimbulkan tegangan lebih pada batas elastis. Ini menunjukkan bahwa
energi yang diserap selama pembebanan disimpan dan dikeluarkan jika
33
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan dari hasil penelitian, diperoleh bahwa diameter tali
berpengaruh terhadap besarnya luas penampang tali, kekuatan tarik tali, regangan
tali, elastisitas tali dan kelenturan dari tali yang dihasilkan. Hal ini dapat dilihat
pada Tabel 6 berikut ini.
Tabel 6. Data uji tarik tali serat berbahan serat alami tanaman lidah mertua
Ulangan Berat
ΔL = Pertambahan Panjang (mm)
A = Luas Permukaan (mm2)
Dari Tabel 6 dapat dilihat bahwa masing-masing tali memiliki berat yang
sama yaitu seberat 1,2 g dan panjang awal yang sama pula yaitu sebesar 34 mm
tetapi menghasilkan diameter yang berbeda. Hal ini disebabkan oleh bentuk serat
yang tidak seragam dan berjatuhan pada saat proses pemintalan. Hal ini sesuai
dengan literatur Sutiawan (2015) yang menyatakan bahwa tali serat dengan berat
yang sama menghasilkan diameter yang berbeda pada masing-masing perlakuan.
Hal ini dapat terjadi karena pada saat proses pemintalan terdapat serat yang lepas
dan berjatuhan, sehingga setelah serat sudah dipintal luas penampang dari tali
Dari Tabel 6 dapat dilihat bahwa nilai rata-rata pertambahan panjang tali
sebesar 17,21591 mm. Diameter tali juga mempengaruhi perubahan panjang tali.
Hal ini disebabkan oleh serat-serat penyusun tali tidak putus secara bersamaan
dalam waktu yang sama melainkan putus secara bertahap yang dimulai dari
pintalan-pintalan kecil dan akhirnya putus secara keseluruhan. Faktor yang
mempengaruhi hal tersebut karena diakibatkan oleh kerusakan secara bertahap
pada tali saat diuji. Hal ini sesuai dengan literatur Sarojo (2002) yang menyatakan
bahwa akibat adanya beban maka terdapat gaya-gaya reaksi dalam (internal)
benda sendiri, karena adanya pergeseran molekul-molekul benda yang cenderung
untuk mengimbangi beban ini dan mengembalikan bentuk benda kebentuknya
semula.
Dari Tabel 6 juga dapat dilihat besarnya beban maksimal pada tali dengan
diameter yang berbeda menghasilkan beban maksimal berbeda. Hal ini jika
dibandingkan dengan Tabel 4 pada halaman 18 mengenai kekuatan tali dengan
berbagai ukuran diameter, tali yang diperoleh dari tanaman lidah mertua dirasa
masih kurang baik karna tali yang terbuat dari tanaman lidah mertua masih
menggunakan mesin manual dimana diameter lubang pemasukan maksimal hanya
6 mm sehingga hasilnya jauh lebih rendah dari ketentuan tersebut.
Tegangan Tarik
Tegangan tarik merupakan tegangan yang diakibatkan beban tarik atau
beban yang arahnya tegak lurus meninggalkan luasan permukaan. Adapun hasil
uji kekuatan tarik dapat dilihat pada Tabel 7 yang perhitungannya terdapat pada
Tabel 7. Data tegangan tarik
Dari Tabel 7 diperoleh tegangan tarik rata-rata sebesar 46,85 N/mm2.
Perbedaan hasil yang didapat disebabkan oleh adanya perbedaan luas penampang
benda uji dan gaya maksimum yang dapat diterima oleh benda uji, semakin besar
luas penampang akan semakin menurunkan kekuatan tarik. Hal ini sesuai dengan
literatur Sarojo (2002) yang menyatakan bahwa tegangan tarik adalah
perbandingan antara gaya yang bekerja pada benda dengan luas penampang
benda, sehingga semakin besar luas penampang akan semakin menurunkan
tegangan tarik.
Tegangan tarik tali serat tanaman lidah mertua memiliki nilai tegangan
tarik yang tinggi dibandingkan serat ampas tebu dan batang pisang barangan. Pada
penelitian Ritonga (2014) pada serat ampas tebu bahwa nilai tegangan tarik yang
dimiliki cukup rendah dibandingkan nilai dari serat tanaman lidah mertua.
Sehingga, serat tanaman lidah mertua memiliki tegangan tarik yang tinggi dan
kualitasnya tinggi.
Regangan
Regangan merupakan perbandingan panjang ∆l terhadap panjang semula
l0, dimana perpanjangan ∆l tidak hanya terjadi pada ujung-ujungnya, tetapi setiap
bagian batang akan memanjang dengan perbandingan yang sama. Adapun hasil uji
Tabel 8. Data regangan
Dari hasil diperoleh nilai regangan rata-rata sebesar 0,5063. Semakin kuat
tarikan yang terjadi maka semakin besar gaya yang diberikan ke tali sehingga
semakin besar pula pertambahan panjang yang dialami tali serat dan
mengakibatkan regangan yang terjadi semakin besar. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Mulyati (2011) yang menyatakan bahwa besarnya gaya yang diberikan
pada benda memiliki batas-batas tertentu. Jika gaya sangat besar maka regangan
benda sangat besar dan pertambahan panjang sebanding dengan gaya yang
diberikan.
Nilai regangan pada serat tanaman lidah mertua memiliki regangan yang
tinggi dibandingkan tali serat ampas tebu dan batang pisang barangan. Hal ini
terjadi karena gaya tarik (gaya maksimum) pada serat tanaman lidah mertua lebih
besar dibandingkan kedua serat tersebut. Hal ini sesuai dengan penelitian Ritonga
(2014) yang menyatakan bahwa semakin kuat tarikan (gaya maksimum) yang
terjadi maka semakin besar pula pertambahan panjang yang dialami tali serat dan
semakin besar pula regangan yang terjadi.
Elastisitas
Elastisitas merupakan sifat material yang dapat kembali ke dimensi awal
setelah beban dihilangkan. Sangat sulit menentukan nilai tepat elastisitas. Yang
hasil uji elastisitas dapat dilihat pada Tabel 9 yang perhitungannya terdapat pada
Dari hasil diperoleh nilai elastisitas rata-rata sebesar 92,5322 N/mm2.
Semakin kecil nilai elastisitas yang dihasilkan maka akan semakin mudah bagi
suatu bahan untuk mengalami perpanjangan atau perpendekan. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Ishaq (2006), bahwa jika benda telah mencapai daerah plastis
karena strees yang besar maka elastisitas benda akan hilang dan benda tidak lagi mampu kembali ke bentuknya semula. Hal ini juga diperkuat dengan pernyataan
Sulistyo (2006) yang menyatakan bahwa semakin besar nilai E berarti semakin
sulit suatu benda untuk merentang dalam pengaruh gaya yang sama.
Tali serat tanaman lidah mertua memiliki nilai elastisitas yang rendah
dibandingkan tali serat batang pisang barangan. Hal ini terjadi karena perubahan
panjang yang terjadi pada tali serat tanaman lidah mertua cukup tinggi
dibandingkan tali serat batang pisang barangan. Diameter pada tali serat tanaman
lidah mertua juga cukup besar, sehingga perubahan panjang tali akan tinggi.
Karena diameter sangat mempengaruhi perubahan panjang tali. Tali serat tanaman
lidah mertua dapat dikatakan elastis karena nilai E yang diperoleh lebih kecil
Deformasi Tali
Deformasi yaitu perubahan bentuk yang tidak dapat kembali ke keadaan
bentuk semula yaitu bila bahan ditarik sampai melewati batas proporsional dan
mencapai daerah landing. Adapun hasil uji deformasi dapat dilihat pada Tabel 10 yang perhitungannya terdapat pada Lampiran 5.
Tabel 10. Data deformasi tali
Ulangan ∆L (mm) Deformasi (mm)
Rata-rata 17,21591 17,21591
Dari hasil diperoleh nilai deformasi rata-rata sebesar 17,21591 mm.
Perbedaan hasil yang diperoleh karena kondisi pemilinan yang berbeda serta
deformasi juga tergantung pada pengaturan alat uji, apabila pengaturan tidak pas
dengan tegangan tali maka deformasi akan semakin besar, apabila pengaturan alat
tepat pada tegangan tali maka deformasi yang dihasilkan semakin kecil. Hal ini
sesuai dengan pernyataan William and Callister (1991), bahwa alat uji tarik didesain untuk memperpanjang bahan pada laju konstan dan hingga seterusnya
serta pengukuran yang seragam (merata) saat diletakkan beban dan menghasilkan
mulur. Hal ini juga diperkuat dengan pernyataan Sastranegara (2009) yang
menyatakan bahwa alat eksperimen untuk uji tarik ini harus memiliki cengkraman
(grip) yang kuat dan kekakuan yang tinggi (highly stiff).
Nilai deformasi pada tali serat tanaman lidah mertua memiliki nilai yang
tinggi dibandingkan pada tali serat ampas tebu dan batang pisang barangan. Hal
tali serat tanaman lidah mertua. Pertambahan panjang pada tali juga
mempengaruhi nilai deformasi.
Kelenturan Tali
Kelenturan merupakan sifat material yang mampu menerima beban impak
tinggi tanpa menimbulkan tegangan lebih pada batas elastis. Ini menunjukkan
bahwa energi yang diserap selama pembebanan disimpan dan dikeluarkan jika
material tidak dibebani. Adapun hasil uji kelenturan dapat dilihat pada Tabel 11
yang perhitungannya terdapat pada Lampiran 6.
Tabel 11. Data kelenturan tali
Ulangan L (mm) ∆L (mm) Kelenturan (%)
Dari hasil diperoleh nilai kelenturan rata-rata sebesar 50,63%. Semakin
besar nilai pertambahan panjang suatu tali maka nilai kelenturannya semakin
besar sedangkan semakin kecil nilai pertambahan panjang suatu tali maka
semakin kecil pula nilai kelenturannya.
Nilai kelenturan tali serat tanaman lidah mertua jauh lebih besar
dibandingkan dengan tali serat ampas tebu dan batang pisang barangan. Hal ini
terjadi karena nilai pertambahan panjang dari tali serat ampas tebu dan batang
pisang barangan lebih rendah dibandingkan dengan tali serat tanaman lidah
mertua. Hal ini sesuai dengan penelitian Ritonga (2013) bahwa semakin besar
nilai pertambahan panjang suatu tali maka nilai kelenturannya semakin besar,
sedangkan semakin kecil nilai pertambahan panjang suatu tali maka semakin kecil
Pengujian Tali Serat
Tali serat yang terbuat dari tanaman lidah mertua diuji dengan metode uji
tarik (tensile test). Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui besarnya kekuatan tarik bahan serat dan perubahan panjang yang terjadi pada tali itu sendiri. Menurut
Sastranegara (2009) uji tarik adalah cara pengujian beban yang mendasar,
pengujian ini sangat sederhana dan sudah mengalami standarisasi di seluruh
dunia, misalnya di Amerika dengan ASTM E8 dan Jepang dengan JIS 2241.
Dengan menarik suatu bahan kita akan segera mengetahui bagaimana bahan
tersebut bereaksi terhadap tenaga tarikan dan mengetahui sejauh mana material itu
bertambah panjang.
Alat dan Mesin yang Digunakan
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah alat pemintal tali sederhana
yang menggunakan tenaga manusia sebagai penggeraknya, alat ini terdiri dari tiga
komponen utama yaitu engkol pemutar, corong masukan dan rol penggulung.
Serat yang telah disusun dengan panjang yang sama dan diameter yang telah
ditentukan dimasukan dalam corong masukkan kemudian kumpulan serat tersebut
dikaitkan pada rol penggulung. Setelah serat-serat terkait dengan benar,
selanjutnya pegangan diputar searah jarum jam bersamaan dengan ditahannya
serat pada corong masukan luar. Maka, serat terpintal bersamaan dengan
berputarnya pegangan dan rol penggulung. Menurut Sinurat (2000) dalam tesis
Junardi (2012), bahwa serat-serat dimasukkan secara manual melalui lubang
pengumpan kedalam corong pemuntir, serat yang telah dipuntir oleh corong
dan selanjutnya dipuntir dan ditekan lagi oleh rol pemuntir, serat yang keluar dari
rol pemuntir digulung oleh rol penggulung.
Lama pemintalan tali, laju putaran alat, laju rol penggulung, dan jumlah
pintalan perjam dari alat yang digunakan tergantung pada yang mengoperasikan
alat tersebut. Hasil yang diperoleh dalam memintal bahan pembuat tali dari serat
alami tanaman lidah mertua untuk menghasilkan 1 pintalan kecil dengan panjang
50 cm dan berat 1,5 gram membutuhkan waktu pemintalan selama 40 detik.
Untuk menghasilkan 1 pintalan besar dengan penggabungan 3 pintalan kecil
dengan panjang 32 cm dan berat 4,5 gram membutuhkan waktu pemintalan
selama 180 detik. Hal ini jauh berbeda dengan Mesin pemintal sabut kelapa
Sinurat (2000) dalam Prosiding Seminar Nasional Mekanisasi Pertanian (2004).
Mesin pemintal serat sabut kelapa telah dapat beroperasi dengan baik untuk
memintal serat, dengan laju putaran rangka pemutar 40 rpm, corong pemuntir 597
rpm dan roll penggulung 6 rpm. Mesin pemintal berkapasitas 550 gram perjam
untuk pintalan berdiameter 3-4 mm dan 1.438 gram perjam untuk pintalan
berdiameter 6-7 mm dengan kecepatan linier penarikan rol penggulung 110 meter
perjam. Bahan konstruksi mesin pemintal serat sabut kelapa juga telah mampu
untuk menahan beban dinamis selama proses pemintalan.
Tabel 12. Waktu Pemintalan Serat Berbahan Lidah Mertua
Jenis Panjang (cm) Berat (gr) Waktu (s)
Pintalan Kecil 50 1,5 40
Pintalan Besar 32 4,5 180
Selain alat pemintal, penelitian ini juga menggunakan alat uji tegangan
itu sendiri. Pengoperasian alat ini operator dituntut untuk ekstra teliti agar bahan
yang diuji terjepit maksimal serta tidak lebih ataupun kurang dari jarak yang
ditentukan karena sangat mempengaruhi hasil pertambahan panjang dari bahan
yang akan diuji. Alat pengujian harus memiliki penjepit yang kuat untuk menahan
bahan yang akan diuji sehingga saat bahan mulai ditarik bahan tidak terlepas. Hal
ini sesuai dengan literatur Sastranegara (2009) yang mengatakan bahwa dengan
menarik suatu bahan kita akan segera mengetahui bagaimana bahan tersebut
bereaksi terhadap tenaga tarikan dan mengetahui sejauh mana material itu
bertambah panjang. Alat eksperimen untuk uji tarik ini harus memiliki
43
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Tali serat tanaman lidah mertua sebagai bahan uji dengan berat yang sama
menghasilkan diameter tali yang berbeda.
2. Nilai rata-rata tegangan tarik yang diperoleh sebesar 46,85 N/mm2. Tegangan
tarik tali serat tanaman lidah mertua memiliki nilai tegangan tarik yang tinggi
dibandingkan serat ampas tebu dan batang pisang barangan.
3. Nilai rata-rata regangan yang diperoleh sebesar 0,5063. Tali serat tanaman
lidah mertua memiliki regangan yang besar dibandingkan dengan serat ampas
tebu dan batang pisang barangan.
4. Nilai rata-rata elastisitas yang diperoleh sebesar 92,5322 N/mm2. Tali serat
tanaman lidah mertua dapat dikatakan elastis karena nilai E yang diperoleh
lebih kecil dibandingkan dengan tali serat batang pisang barangan.
5. Nilai rata-rata deformasi tali yang diperoleh sebesar 17,21591 mm. Tali serat
tanaman lidah mertua memiliki nilai deformasi yang tinggi dibandingkan
dengan serat ampas tebu dan batang pisang barangan.
6. Nilai rata-rata kelenturan tali yang diperoleh sebesar 50,63%. Tali serat
tanaman lidah mertua memiliki nilai kelenturan tali yang besar dibandingkan
dengan serat ampas tebu dan batang pisang barangan.
Saran
1. Perlunya dilakukan penelitian lebih lanjut dengan bahan yang sama namun
berbeda varietasnya.