DRAFT
OLEH :
BELA VELILA VISKA YUNITA
110308059
PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
DRAFT
OLEH :
BELA VELILA VISKA YUNITA
110308059
Draft sebagai salah satu syarat untuk dapat melakukan Penelitian di Program Studi Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing
(Ir. Saipul Bahri Daulay, M. Si) (
Ketua Anggota
Ainun Rohanah, STP, M.Si)
PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pembuatan Tali Serat Berbahan Serat Alami Kulit Dalam Batang Melinjo (Gnetum gnemon)”. Skripsi ini sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian dari Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
Penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Orang tua yang telah membimbing, membesarkan hingga seperti sekarang ini dan memberikan dukungan moril serta materil, Bapak Ir. Saipul Bahri Daulay, M.Si selaku ketua komisi pembimbing dan Ibu Ainun Rohanah, STP, M.Si, selaku anggota komisi pembimbing yang telah banyak memberi masukan, bimbingan dan bantuan yang sangat berharga bagi penulis selama penulisan skripsi ini berlangsung sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.
Untuk lebih menyempurnakan skripsi ini, maka penulis sangat mengharapkan saran dan kritikan yang bersifat membangun. sehingga penelitian ini nantinya dapat berguna bagi kita semua.
Medan, September 2015
ii
Pengujian Tali Serat ...19
Uji Tarik...19
Tegangan ...20
Regangan ...22
Diagram Tegangan-Regangan ...23
Deformasi ...25
Hubungan Tegangan dan Regangan (Hukum Hooke) ...26
Uji Lentur...27
METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat ...29
Bahan dan Alat ...29
Metode Penelitian ...29
Prosedur penelitian ...29
Pengeluaran serat ...29
Pembuatan Tali ...30
Pengujian Tali Serat ...30
Menghitung Ketahanan Tarik Serat ...31
iii
Kelenturan...39 Tali Serat Kulit dalam Batang Melinjo ...39 KESIMPULAN DAN SARAN
iv
DAFTAR TABEL
No Hal
1. Serat Kulit Tumbuhan ... 9
2. Komposisi Kimia Serat Batang Melinjo (Gnetum gnemon) ... 11
3. Sifat Mekanis Beberapa Serat Alam ... 13
4. Perbandingan Kekuatan Tarik pada Tanaman Eceng Gondok dengan atau tanpa Perlakuan NaOH ... 14
5. Data Uji Tarik Tali Serat Berbahan Limbah Ampas Tebu ... 15
6. Tegangan Tarik Tali Serat Gedebok Pisang Raja ... 16
7. Data uji tarik tali serat kulit dalam batang melinjo ... 33
8. Data Tegangan Tarik ... 35
9. Data Regangan ... 36
10. Data Elastisitas ... 37
11. Data Deformasi Tali ... 38
v
DAFTAR GAMBAR
No. Hal
vi
DAFTAR LAMPIRAN
No. Hal
1. Flowchart Pelaksanaan Penelitian ... 47
2. Data Uji Tarik ... 48
3. Perhitungan Kekuatan Tarik ... 49
4. Perhitungan Regangan ... 50
5. Perhitungan Elastisistas ... 51
6. Perhitungan Deformasi Tali ... 52
7. Perhitungan Kelenturan Tali ... 53
8. Gambar Alat ... 54
9. Gambar Proses Pengambilan Serat ... 56
10.Gambar Pengujian Tarik ... 57
11.Kapasitas Alat ... 59
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kenyataan menunjukkan bahwa melinjo bukan merupakan tanaman asing bagi masyarakat Indonesia. Di daerah pedesaan, sering dijumpai tanaman melinjo tumbuh rimbun menaungi pekarangan rumah penduduk. Rata-rata dari masyarakat pedesaan yang menanam melinjo mengatakan, melinjo yang ditanamnya tidak pernah mendapatkan perawatan khusus. Meskipun begitu, tetap saja mereka bisa memetik “buah” melinjo setiap musim panen. Ternyata memang melinjo bukanlah jenis tanaman yang menuntut perlakuan istimewa.
menyerang pun tidak begitu banyak. Kalaupun terserang hama atau penyakit jarang yang berakibat fatal.
Serat dapat digolongkan menjadi dua jenis yaitu serat alami dan serat sintetis (serat buatan manusia). Serat sintetis dapat diproduksi secara murah dalam jumlah yang besar. Namun demikian, serat alami memiliki berbagai kelebihan khususnya dalam hal kenyamanan. Serat alami meliputi serat yang diproduksi oleh tumbuh-tumbuhan, hewan dan proses geologis. Serat jenis ini bersifat dapat mengalami pelapukan. Serat sintetis atau serat buatan manusia umumnya berasal dari bahan petrokimia. Namun demikian, ada pula serat sintetis yang dibuat dari selulosa alami seperti rayon.
Tali merupakan sesuatu yang dapat digunakan untuk mengikat. Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat banyak menggunakan tali yang berasal dari serat sintetis. Dalam jumlah yang besar, pemakaian tali yang berasal dari serat sintetis dapat berdampak negatif bagi lingkungan. Hal ini dikarenakan limbah tali dari serat sintetis akan susah atau lama terurai sehingga apabila dibiarkan dalam waktu yang cukup lama, akan menimbulkan masalah bagi lingkungan. Sehingga perlu dilakukan suatu penelitian agar limbah tali dari serat sintetis seperti tali plastik yang dianggap dapat merugikan dapat digantikan dengan tali yang berasal dari serat alami yang ramah lingkungan dan memiliki kekuatan yang unggul dibandingkan dengan tali yang berasal dari serat sintetis.
dipasaran, tali serat dari ampas tebu dirasa tidak menguntungkan walaupun bahan bakunya diperoleh secara gratis karena berasal dari limbah ampas tebu.
Untuk itu dilakukan pengembangan penelitian mengenai pembuatan tali serat berbahan serat alami kulit dalam batang melinjo (Gnetum gnemon) untuk mendapatkan tali serat dengan nilai kekuatan yang tinggi dan menjadi salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk mengurangi masalah lingkungan akibat limbah dari penggunaan tali serat sintetis dan menggantikan pemakaian tali yang berasal dari serat sintetis.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk membuat tali serat dari kulit dalam batang melinjo dan menguji ketahanan tali dari kulit dalam batang melinjo terhadap uji tarik yang dilakukan.
Kegunaan Penelitian
1. Bagi penulis, yaitu sebagai bahan untuk menyusun skripsi yang merupakan syarat untuk menyelesaikan pendidikan di Program Studi Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
2. Bagi mahasiswa, sebagai informasi pendukung untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai tali serat.
3. Bagi masyarakat, sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan terutama petani melinjo.
Hipotesis Penelitian
4
TINJAUAN PUSTAKA
Melinjo
Melinjo (Gnetum gnemon) adalah tanaman lokal Indonesia yang belum dimanfaatkan secara luas. Umumnya melinjo dikonsumsi sebagai komponen dalam pembuatan sayur ataupun dalam pembuatan kue kering yang dikenal dengan emping. Di Indonesia, area penyebaran tanaman ini yaitu di sekitar pulau Danaman, pulau Sumatra dan pulau jawa. Di pulau Sumatra, produksi melinjo lebih dari 20.000 granules (biji) per tahun. Hal ini merupakan pertumbuhan yang spontan untuk satu spesies tanaman di hutan dan melinjo juga biasa ditanam di kebun ataupun di halaman sebagai hiasan (Parhusip dan Sitanggang, 2011).
Dalam dunia tumbuh – tumbuhan, dikenal adanya suatu divisi yang dinamakan Spermatophyta (tumbuhan berbiji). Divisi ini dibagi dalam dua subdivisi: Gymnospermae (tumbuhan berbiji telanjang/terbuka) dan Angiospermae (tumbuhan berbiji tertutup). Seperti telah dijelaskan di atas, ke dalam kelompok Gymnospermae itulah melinjo digolongkan. Sementara itu Angiospermae masih dibagi lagi menjadi dua kelas, yaitu Monocotyledonae (tumbuhan biji berkeping satu) dan Dicotyledone (tumbuhan biji berkeping dua). Jenis ini dikatakan sebagai bentuk peralihan antara Gymnospermae dan Angiospermae (Tim Penulis PS, 1999).
Secara garis besar, klasifikasi tanaman melinjo dalam dunia tumbuh-tumbuhan adalah sebagai berikut :
Ordo : Gnetales Famili : Gnetaceae Genus : Gnetum
Spesies : Gnetum gnemon (melinjo) (Tim Penulis PS, 2002).
Seperti umumnya tumbuhan tingkat tinggi, pohon melinjo juga dapat dibedakan atas akar, batang, daun dan bunga. Masing-masing organ ini mempunyai ciri morfologi tersendiri. Persamaan dan perbedaan dengan tumbuhan lain inilah yang menjadi salah satu dasar pengklasifikasiannya
(Tim Penulis PS, 2002).
Melinjo (Gnetum gnemon L.) adalah tanaman tahunan yang tumbuh dengan baik di daratan rendah dan tinggi yang tidak lebih dari 1200 m dpl. Tumbuhan ini dapat tumbuh pada tanah liat, lempung dan tanah berpasir. Tumbuhan melinjo mulai berbuah pada umur 3~4 tahun. Kulit tanaman ini juga berguna, yaitu dapat diolah menjadi tali. Suatu macam serat yang berkualitas tinggi dihasilkan dari kulit batang bagian dalam kulit ini dimanfaatkan sebagai tali panah yang terkenal di pulau Sumba, juga untuk tali pancing atau jaring, berkat ketahanannya terhadap air laut (Harley dan Elevitch 2006).
Syarat Tumbuh
pegunungan tanaman ini dapat hidup baik dan menghasilkan dengan kelembaban tinggi, yaitu mempunyai musim penghujan selama 9 bulan (basah) dan musim kering selama 3 bulan. Perbedaannya daun tanaman melinjo yang tumbuh di daerah pegunungan lebih tebal dan kurang lemas, sehingga daun muda yang disebut daun so itu bila dimasak sebagai sayur terasa kurang enak (Sunanto, 1991).
Akar
Melinjo yang tumbuh dari biji mempunyai sistem perakaran tunggang, seperti halnya tumbuhan dikotil. Akar pokok tumbuh ke pusat bumi, sedangkan percabangan akarnya tumbuh ke berbagai sisi. Melinjo yang tumbuh dari hasil perbanyakan secara vegetatif, seperti cangkok dan setek, tidak berakar tunggang. Inilah yang menyebabkan ia mudah roboh (Tim Penulis PS, 2002).
Batang
Batang melinjo berkayu dan bercabang. Tinggi pohon ini antara 5-22 meter. Bentuk percabangannya sangat khas. Cabang yang tumbuh menempel pada batang pertumbuhannya tidak pernah melampaui batang pokok sehingga batang pokok selalu tampak lebih jelas (lebih besar dan lebih panjang). Sistem percabangan yang demikian ini membuat perawakan pohon melinjo tampak seperti kerucut. Percabangannya tumbuh tidak jauh dari atas tanah dan kurang kuat menempel pada batang. Oleh karena itu, cabang-cabang ini bersifat mudah patah atau lepas dari batang. Jika pohon melinjo dibiarkan tumbuh secara alami, daun-daunnya akan tumbuh bergelayutan hampir menyentuh tanah
(Tim Penulis PS, 2002).
rebahnya sel mati disertai terbentuknya sejumlah zat yang nampaknya melindungi permukaan dari kekeringan dan luka luar. Periderm kemudian berkembang dari sel hidup di bawah bekas luka. Jika cabang atau sumbu batang yang mengalami pertumbuhan sekunder terluka, maka pembentukan periderm didahului oleh pembentukan kalau yang terjadi dengan adanya sel parenkim yang berpoliferasi (tumbuh dengan cepat) dekat luka. Kalus juga merupakan jaringan yang selnya dapat berdiferensiasi menjadi kambium jika jaringan tersebut terputus karena luka. Sel mati dipermukaan sayatan akan terurai dan membentuk lapisan nekrotik, seperti bekas luka pada penyembuhan luka. Kalus dibentuk dari berbagai sel hidup, antar lain sel jari-jari empelur floem dan sel jari-jari empelur xilem yang amat aktif (Hidayat, 1995).
Daun
Pohon melinjo berdaun rimbun. Setiap daun panjangnya antara 7-22 cm serta lebarnya 2-10 cm dengan bentuk elips meruncing pada ujungnya dan bertepi rata. Jenis daunnya tunggal dengan duduk daun berhadapan
(Tim Penulis PS, 2002).
Bunga
jantan sebenarnya juga berbakal biji, di samping benang sari, tetapi tidak sempurna sehingga tidak dapat berkembang menjadi biji. Lain halnya dengan kerucut bunga betina yang bakal bijinya sempurna berbentuk bola. Bakal biji ini dapat berkembang menjadi biji tanpa melalui proses pembuahan
(Tim Penulis PS, 2002).
Biji
Biji melinjo panjangnya 2-2,5 cm dengan bentuk elipse, ujung meruncing pendek, dan terdiri dari tiga lapis kulit yaitu: sarcotesta, sclerotesta, dan endotesta. Sarcotesta (kulit luar) sewaktu muda berwarna hijau berangsur-angsur berubah warna menjadi kuning dan merah tua setelah masak. Sclerotesta (kulit tengah) berwarna cokelat dan keras apabila biji telah tua. Kulit yang keras dan kedap air ini merupakan salah satu faktor penghambat perkecambahan biji. Sedangkan endotesta (kulit dalam) merupakan selaput tipis yang melekat pada inti biji. Biji melinjo bersifat istimewa, yaitu sangat lamban dalam berkecambah. Sejak biji masak dan jatuh dari pohon, biji itu akan tidur dalam waktu yang cukup lama, bisa mencapai setahun atau lebih. Pada waktu itulah biji tidak mau berkecambah (Tim Penulis PS, 2002).
Serat
Serat yaitu suatu benda yang perbandingan panjang dan diameternya besar sekali. Serat merupakan bahan baku yang digunakan dalam pembuatan benang atau kain. Sebagai bahan baku, serat tekstil memegang peranan yang sangat penting, sebab: 1. Sifat-sifat serat mempengaruhi sifat-sifat benang atau kain yang akan
dihasilkan.
2. Semua pengolahan benang atau kain, baik secara mekanik maupun secara kimia selalu berdasarkan sifat-sifat yang dimiliki oleh seratnya.
Berdasarkan panjangnya, maka serat dibagi menjadi: 1. Serat stapel
Yaitu serat-serat yang mempunyai panjang terbatas. 2. Serat filamen
Yaitu serat-serat yang panjangnya lanjut.
Serat telah dikenal orang sejak ribuan tahun sebelum masehi. Flax dan wol adalah serat-serat tekstil yang pertama kali digunakan, sebab serat-serat tersebut mudah diantih menjadi benang daripada serat kapas (Enie dan Karmayu, 1980).
Serat kulit pohon berasal dari tankai, batang pohon, dan daun dari tumbuh-tumbuhan. Terdapat bermacam-macam jenis, masing-masing dengan sifat-sifatnya sendiri. Cara pemintalan dan penggunaannyapun berbeda.
Tabel 1.Serat kulit tumbuhan.
N0 Serat kulit tumbuhan Penggunaan
1 Flax atau lenan Pakaian, kemeja, serbet,
sapu tangan, taplak meja, jaring nyamuk, kantong, kanvas, benang jahit, benang untuk membuat tatami, jala ikan, tali dan kabel.
2 Rami
3 Henep Pakaian, tali, inti benang
4 Jute (Goni) Kain bungkus, inti benang, benang untuk membuat tatami dan kantong.
5 Henep manila Tali, tambang untuk
pendaki, kertas dan anyaman
Dalam tabel diatas diperlihatkan serat-serat kulit pohon yang utama. Ada jenis yang lunak dan ada yang kaku. Yang lunak dipergunakan untuk membuat kain tenun, sedangkan yang kaku untuk tambang. Benang, tali, bahan-bahan untuk permadani dan kain pembungkus mempunyai arti penting dalam industri
(Hartanto dan Watanabe, 2003).
Kualitas dan sifat dari serat tergantung dari beberapa faktor seperti ukuran, kematangan (umur) dan proses/metode yang digunakan untuk mengekstrak serat. Sifat-sifat seperti densitas, electrical resistivity, kekuatan tarik dan initial modulus sangat berkaitan dengan struktur internal dan kandungan kimia dari serat (Mohanty dkk, 2001).
Serat terutama digunakan untuk pakaian, interieur, dan industri. Pemakaian dalam bidang industri termasuk bangunan, transmisi tenaga, pertanian dan kehutanan, perikanan, pengepakan, pengangkutan dan perabot. Serat alam mempunyai pemakaian yang luas, seperti tali, lapisan kabel, kantong dan lakan. Keadaan ini akan dipengaruhi oleh harga dan manfaat serat buatan. Umpamanya dalam dunia perdagangan tali ban dan jala ikan misalnya, serat alam telah dipergunakan secara luas. Oleh karena keuletannya yang tinggi dan harga yang rendah, benang polietilen yang pecah atau terbelah dengan cepat telah menggantikan serat kapas dan kulit pohon untuk tujuan industri
(Hartanto dan Watanabe, 2003).
Tabel 2. Komposisi kimia Serat batang melinjo (Gnetum gnemon)
Komponen Persentase
Hemisellulosa 24.02%
Alfasellulosa 39.3%
Lignin 9.82%
Ekstraktif benzene 3.08%
Serat-serat lignocellulosic yang berasal dari struktur jaringan tumbuhan sebagai serat alternatif bagi serat sintetik, memberi harapan terhadap tingkat CO2 di udara, kemampuan serat untuk dapat terurai oleh bakteri (biodegradability) dan sifat mekanis yang dapat disandingkan dengan serat sintetik. serat batang melinjo sebagai serat alami yang mempunyai sifat mekanis yang cukup baik dibandingkan dengan serat alam lainnya (Chandrabakty, 2011).
Klasifikasi Serat
Menurut asal seratnya, maka serat dapat digolongkan menjadi: 1. Serat alam, ialah serat yang telah tersedia di alam
1. Serat tumbuh-tumbuhan
a. Biji : kapas dan kapok
b. Batang : flax, jute, rosella, ilenep, rami, urena, kenaf dan sunn c. Daun : albaka, sisal, ilenequen
d. Buah : sabut kelapa 2. Serat binatang
a. Stapel : wol (biri-biri) dan rambut ( alpaca, unta, Kashmir, lama, mohair, kelinci, vikuna)
b. Filamen : sutera 3. Serat mineral
Asbes : Chrysotile dan Crocidolite 2. Serat buatan, ialah serat yang dibuat oleh manusia
1. Organik
b. Polimer buatan
- Polimer kondensasi: poliamida (nylon), poliester, poliuretan - Polimer adisi : polididrokarbon, polihidrokarbon yang
disubstitusi halogen, polihidrokarbon yang disubstitusi hidroksil, polihidrokarbon yang disubstitusi nitril
2. Anorganik a. Gelas b. Logam
c. Silikat (Enie dan Karmayu, 1980).
Banyak jenis serat yang terdapat di alam ini baik itu serat alam maupun serat sintetik. Serat alam yang utama adalah kapas, wol, sutra dan rami (hemp), sedangkan serat sintetik adalah rayon, poliester, akril dan nilon. Masih banyak jenis lainnya yang dibuat untuk memenuhi keperluan industri dan sebagainya. Setiap serat sintetik terdiri dari rantai polimer dan kebanyakan merupakan polimer berkristal. Oleh karena itu sifat kimianya tergantung pada struktur rantai polimer tersebut. Serat mempunyai bentuk tipis dan panjang dan mempunyai ciri-ciri cukup pada struktur dalamnya. Dilihat dari kenyataan, keluatan tarik, modulus elastik pada arah memanjang (modulus young), keduanya menunjukkan harga yang sangat besar. Kekuatan melar dari serat adalah cukup baik
(Surdia dan Saito, 2005).
Jute 1800-3000 0,1-0,2 1500 32 350 1,7
Kenaf 30-750 0,04-0,09 - 22 295 -
Sisal - 0,5-2 1450 100 1100 -
Sumber: Building Material and Technology Promotion Council
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Umardani dan Pramono (2009) dalam pengolahan serat dari tanaman eceng gondok juga ditambahkan NaOH yang berfungsi untuk meningkatkan nilai elongasi serat eceng gondok namun tidak dapat meningkatkan regangan tarik serat eceng gondok, dimana dalam penelitiannya menggunakan kadar NaOH sebesar 5 %, 10% dan 15 %. Hal ini juga diperkuat dengan data penelitian yang telah dilakukan oleh Umardani dan Pramono, sebagai berikut:
Tabel 4.Perbandingan kekuatan tarik pada tanaman eceng gondok dengan atau tanpa perlakuan NaOH.
1 Non Perlakuan 0 0,857 0,037 1,014 27,397
2 NaOH 5 1,952 0,037 0,785 21,211
3 NaOH 10 2,142 0,037 0,491 13,257
4 NaOH 15 3,716 0,037 0,654 17,676
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ritonga (2014) mengenai besarnya tegangan tarik untuk pemilinan U1, U2 dan U3 berturut-turut adalah 123,8 × 105 N/m2, 99,4 × 105 N/m2 dan 93,7 × 105 N/m2. Sedangkan dari hasil menunjukkan bahwa tegangan tarik yang terbesar adalah pada tali U1. Dari hasil tersebut juga menunjukkan bahwa semakin besar luas penampang yang diperoleh maka semakin kecil pula tegangan tarik yang dimiliki tali serat untuk menahan suatu beban. Ini terjadi pada tali U3 dimana tegangan tariknya lebih kecil dibanding dengan tali U1 dan U2.
Tabel 5. Data uji tegangan tarik tali serat berbahan limbah ampas tebu.
Ulangan A (m2) F maks (N) σ (N/m2)
U1 2,286 x 10-5 350 123,8 x 105
U2 2,515 x 10-5 250 99,4 x 105
U3 4,576 x 10-3 250 93,7 x 105
Rata-rata 2,489 x 10-5 283,33 105,6 x 105 Tali dirasa masih kurang baik karena nilai kekuatannya yang masih rendah. Untuk daya saing tali, memang tali serat dari ampas tebu dirasa tidak menguntungkan tetapi apabila diolah lebih baik dan dikreasi menjadi berbagai bentuk kerajinan dirasa tali serat limbah ampas tebu dapat menguntungkan dimana bahan bakunya diperoleh secara gratis (Ritonga, 2014).
Tabel 6. Tegangan tarik tali serat gedebok pisang raja
No. Jenis Perlakuan σ (Nm
-2 )
P2 P3 P4
1 Non Perlakuan 242,04×105 267,51×105 140,13×105 2 5% NaOH 2 jam 389,38×105 515,92×105 407,64×105 .
Tali Serat
Tali merupakan susunan benang-benang panjang yang saling tersusun satu sama lain dan membentuk suatu pilinan. Berdasarkan artikel Pencinta Alam (2012), tali adalah untaian-untaian panjang yang terbuat dari berbagai bahan yang berfungsi untuk mengikat, menarik, menjerat, menambat, menggantung dan sebagainya. Sedangkan tali serat adalah tali yang berasal dari bahan-bahan yang
memiliki kandungan serat dan tersusun membentuk sebuah anyaman atau pilinan (serat alam atau sintetis). Dalam perkembangannya, tali yang berasal dari serat
sintetis yang sering digunakan karena dapat diproduksi secara murah dalam jumlah yang besar. Namun demikian, serat alami memiliki berbagai kelebihan khusunya dalam hal kenyamanan. Misalnya serat yang berasal dari pelepah pisang yang dapat dipilin menjadi sebuah tali.
Pemintalan
Proses pemintalan tali serat menggunakan suatu alat bernama rope machine. Namun dalam hal ini serat yang akan dipintal menggunakan alat
dengan berputarnya pegangan dan rol penggulung. Menurut Sinurat (2000) dalam tesis Junardi (2012), serat-serat dimasukkan secara manual melalui lubang pengumpan ke dalam corong pemuntir, serat yang telah dipuntir oleh corong pemuntir dimasukkan lagi kedalam corong tetap hingga ke lubang poros berongga dan selanjutnya dipuntir dan ditekan lagi oleh rol pemuntir, serat yang keluar dari rol pemuntir digulung oleh rol penggulung.
Ada 3 macam sistem pemintalan yaitu:
1. Sistem pemintalan serat pendek, yaitu sistem yang digunakan untuk mengolah serat kapas.
2. Sistem pemintalan serat sedang, yaitu sistem yang digunakan untuk mengolah serat wol.
3. Sistem pemintalan serat panjang, yaitu sistem yang digunakan untuk mengolah serat-serat batang dan daun (Enie dan Karmayu, 1980).
Alat pemintal tali sederhana yang menggunakan tenaga manusia sebagai penggeraknya, alat ini terdiri dari tiga komponen utama yaitu engkol pemutar, corong masukan dan rol penggulung. Rol penggulung ditempatkan diarah yang berlawanan dengan corong masukan sehingga tidak mengganggu proses pemasukan bahan. Pada alat rol penggulung digunakan untuk memintal sekaligus menggulung hasil pintalan tali. Lama pemintalan tali, laju putaran alat, laju rol penggulung dan jumlah pintala perjam dari alat yang digunakan tergantung pada yang mengoperasikan alat tersebut (Ritonga, 2014).
serat sabut kelapa. Dalam ujicoba tersebut diamati kinerja dan kondisi operasi mesin serta kekuatan bahan konstruksi selama proses pemintalan. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa mesin pemintal serat sabut kelapa telah dapat beroperasi dengan baik untuk memintal serat, dengan laju putaran rangka pemutar 40 rpm, corong pemuntir 597 rpm dan roll penggulung 6 rpm. Mesin pemintal berkapasitas 550 gram per jam untuk pintalan berdiameter 3-4 mm dan 1.438 gram per jam untuk pintalan berdiameter 6-7 mm dengan kecepatan linier penarikan roll penggulung 110 meter per jam. Bahan konstruksi mesin telah mampu untuk menahan beban dinamis selama proses pemintalan (Sinurat, 2000).
dipuntir dan ditekan (dilemaskan) lagi oleh roda pemuntir. Pintalan serat yang keluar dari roda pemuntir digulung oleh roll penggulung. Setelah roll penggulung terisi penuh, pintalan serat dipindahkan atau digulung pada roll cadangan dan selanjutnya dimanfaatkan sebagai bahan untuk pengolahan saburet setelah penguraian menjadi serat bergelombang dan bahan pembuatan tali dengan cara menggabungkan beberapa pintalan serat (Sinurat, 2000).
Untuk mengetahui kekuatan tali kita dapat melihatnya pada Catalog atau Manual Book dari tali tersebut. Biasanya tertulis Breaking Strength (Kekuatan
Putus). Satuannya bisa dalam KN (Kilonewton) atau KG (Kilogram). 1 KN kalau dikilogramkan sebanyak 100 Kg. Ada juga yang namanya Numbers of Falls, yaitu berapa kali beban dijatuhkan hingga tali tersebut terputus. (Standarnya menggunakan FF1 dengan beban 80 Kg). Setelah mengetahui breaking strengthnya yang penting juga harus diketahui adalah SWL (Safe Working Load) atau beban kerja yang aman. Umumnya menggunakan rumus Breaking Strength / 5, kalau penggunaan untuk manusia BS / 10 dan untuk Rescue BS / 15 (Korpcitaka, 2008).
Pengujian Tali Serat Uji Tarik
Sifat-sifat bahan teknik perlu diketahui secara baik karena bahan tersebut dipergunakan untuk berbagai macam keperluan dan berbagai macam keadaan. Deformasi bahan yang disebabkan oleh beban tarik adalah dasar pengujian dan kajian mengenai kekuatan bahan. Hal ini disebabkan oleh beberapa alasan, yaitu: 1 Mudah dilakukan
3. Kebanyakan bahan lebih mudah dilakukan uji tarik daripada uji tekan misalnya, sehingga dalam pengujian bahan teknik, kekuatan paling sering dinyatakan dengan uji tarik (Zainuri, 2008).
Uji tarik dilaksanakan di laboratorium menggunakan satu dari beberapa jenis mesin uji. Beban dibaca dari jarum penunjuk (dials) atau layar digital. Beberapa mesin uji dapat membaca dan mencatat data secara otomatis dan menggambarnya dalam kertas plot. Tegangan diperoleh dengan membagi beban dengan luas penampang awal spesimen. Luasan spesimen akan berubah selama pembebanan (Zainuri, 2008).
Tegangan (Stress)
Konsep paling dasar dalam mekanika bahan adalah tegangan dan regangan. Konsep ini dapat diilustrasikan dalam bentuk yang paling mendasar dengan meninjau sebuah batang prismatis yang mengalami gaya aksial. Batang prismatis adalah sebuah elemen struktural lurus yang mempunyai penampang konstan di seluruh panjangnya, dan gaya aksial adalah beban yang mempunyai arah sama dengan sumbu elemen, sehingga mengakibatkan terjadinya tarik atau tekan pada batang. Intensitas gaya (yaitu gaya per satuan luas) disebut tegangan dan diberi notasi huruf yunani σ (sigma). Jadi, gaya aksial P, yang bekerja di penampang adalah resultan dari tegangan yang terdistribusi kontinu. Dengan mengasumsikan bahwa tegangan terbagi rata kita dapat melihat bahwa resultannya harus sama dengan intensitas σ dikalikan dengan luas penampang A dari batang tersebut. Dengan demikian, kita mendapatkan rumus berikut untuk menyatakan besar tegangan : σ= P
Tegangan adalah perbandingan antara gaya yang bekerja pada benda dengan luas penampang benda tersebut sedangkan tegangan tarik adalah tegangan yang diakibatkan beban tarik atau beban yang arahnya tegak lurus meninggalkan luasan permukaan. Menurut Ishaq (2006), dalam elastisitas besaran gaya F memperhatikan sebuah sistem yang memiliki luasan dan volume, bukan sistem yang cukup diwakili sebuah pusat massa saja. Jadi gaya dalam hal ini dipandang bekerja pada sebuah titik pada medium. Atas dasar itulah besaran tegangan (stress) diperkenalkan. Stress didefinisikan sebagai gaya F yang bekerja pada satu satuan luas A.
Gambar 1. Gaya F bekerja pada luas permukaan A
Jika benda diberi beban maka benda berada dalam keadaan berdeformasi berarti benda dalam keadaan tegang. Akibat adanya beban maka terdapat gaya-gaya reaksi dalam (internal) benda sendiri, karena adanya pergeseran molekul-molekul benda yang cenderung untuk mengimbangi beban ini dan mengembalikan bentuk benda kebentuknya semula. Gaya reaksi atau gaya untuk mengembalikan benda kebentuk asli persatuan luas di dalam benda disebut “stress”. Gaya reaksi ini terbagi rata ke seluruh penampang. Stress adalah besaran yang berbanding lurus dengan gaya penyebabnya. Stress normal (stress longitudinal ; stress pertama) ada dua macam :
b.Stress normal tarik, benda berada dalam keadaan tegang. Pada stress normal, gaya tegak lurus penampang (Sarojo, 2002).
Regangan (Strain)
Suatu batang lurus akan mengalami perubahan panjang apabila dibebani secara aksial, yaitu menjadi panjang jika mengalami tarik dan menjadi pendek jika mengalami tekan. Perpanjangan δ dari batang ini adalah hasil kumulatif dari
perpanjangan semua elemen bahan di seluruh volume batang. Jika kita tinjau setengah bagian dari batang (panjangnya L/2), bagian ini akan mempunyai perpanjangan yang sama dengan δ/2 dan jika kita meninjau seperempat bagian dari batang, bagian ini akan mempunyai perpanjangan yang sama dengan L/4. Dengan cara yang sama, satu satuan panjang dari batang tersebut akan mempunyai panjang yang sama dengan 1/L kali perpanjangan total δ. Dengan proses ini kita akan sampai pada konsep perpanjangan per satuan panjang atau regangan, yang diberi notasi huruf yunani ε (epsilon) dan dihitung dengan persamaan �= �� (Gere dan Timoshenko, 2000).
Regangan tarik didefinisikan sebagai perbandingan panjang ∆l terhadap panjang semula l0, dimana perpanjangan ∆l tidak hanya terjadi pada
Gambar 2. Strain normal
Pada arah normal, perubahan ditunjukkan dengan pemendekan bahan dari L menjadi L′ akibatnya volume bahan berubah. Strain secara umum didefinisikan sebagai:
τ=keadaan akhir−keadaan awal keadaan awal
τ=∆L L
Perubahan pada ukuran sebuah benda karena gaya-gaya atau kopel dalam kesetimbangan dibandingkan dengan ukuran semula disebut “strain”. Strain adalah derajat deformasi. Macam-macam strain:
1.Strain linear = perubahan panjang per panjang semula: ∆l/l 2.Strain volum = perubahan volum per volum semula: ΔV/V
3.Strain geser = strain angular = deformasi dalam bentuk (bangun = shape), β. Jadi strain adalah suatu perbandingan atau sudut geser (β), berarti besaran yang tidak berdimensi dan tidak mempunyai satuan (Sarojo, 2002).
Diagram Tegangan-Regangan
Jika suatu benda ditarik maka akan mulur (extension), terdapat hubungan antara pertambahan panjang dengan gaya yang diberikan. Jika gaya persatuan luasan disebut tegangan dan pertambahan panjang disebut regangan maka
hubungan ini dinyatakan dengan grafik tegangan dan regangan (stress-strain graph).
Gambar 3. Diagram Tegangan-Regangan
1. Batas proporsional (proportional limit), pada daerah ini berlaku hukum Hooke bahwa tegangan sebanding dengan regangan. Kesebandingan ini tidak berlaku di seluruh diagram. Kesebandingan ini berakhir pada batas proporsional.
2. Batas elastis (elastic limit), batas tegangan di mana bahan tidak kembali lagi ke bentuk semula apabila beban dilepas tetapi akan terjadi deformasi tetap yang disebut permanent set. Untuk banyak material, nilai batas proporsional dan batas elastik hampir sama. Untuk membedakannya, batas elastik selalu hampir lebih besar daripada batas proporsional.
3. Titik mulur (yield point), titik dimana bahan memanjang mulur tanpa pertambahan beban.
5. Kekuatan patah (breaking strength), terjadi akibat bertambahnya beban mencapai beban patah sehingga beban meregang dengan sangat cepat dan secara simultan luas penampang bahan bertambah kecil (Zainuri, 2008).
Diagram tegangan-regangan dari jenis-jenis material banyak macamnya, dan uji tegangan yang dilakukan berbeda pada material yang sama dengan hasil yang berbeda pula tergantung pada temperatur bahan dan kecepatan pembebanan. Itu memungkinkan, bagaimanapun untuk melihat perbedaan beberapa karakteristik pada diagram tegangan-regangan dengan jenis-jenis materi yang berbeda dan untuk membagi material kedalam dua kategori pada dasar karakteristik ini dinamakan kelenturan material dan kerapuhan material (Beer dan Jhonston, 1981).
Deformasi
Material–material yang ulet mengalami suatu regangan plastis (permanen) sebelum patah. Sebagai contoh, jika suatu batang baja dibebani, mula-mula batang itu akan melentur elastis. Pelenturan akan hilang bila beban ditiadakan. Suatu beban berlebih akan membengkokan batang secara permanen pada lokasi-lokasi dimana tegangan-tegangan melampaui kekuatan luluh dari baja tersebut (Van Vlack, 2004).
Hubungan Tegangan dan Regangan (Hukum Hooke)
Pada kebanyakan bahan teknik terdapat hubungan antara tegangan dan regangan. Untuk setiap peningkatan tegangan terjadi peningkatan regangan yang sebanding, sebelum batas tegangan dicapai. Jika tegangan mencapai nilai batas, hubungan regangan tidak lagi proporsional dengan tegangan. Hubungan proporsional tegangan dan regangan awalnya dinyatakan oleh Robert Hooke pada tahun 1678 dan menjadi hukum Hooke. Modulus elastisitas atau modulus Young dinotasikan dengan symbol E dan berlaku untuk tarik dan tekan, dinyatakan dengan persamaan :
E =
TeganganRegangan
=
� ɛ
Karena regangan adalah murni angka (tidak mempunyai satuan karena perbandingan dimensi panjang dengan panjang), maka modulus elastisitas E mempunyai satuan yang sama dengan tegangan, yaitu pascal (Pa) atau megapascal (MPa). Nilai modulus elastisitas sangat penting untuk desain proses pada banyak bahan keteknikan (Zainuri,2008).
Hukum Hooke berlaku pada daerah elastis saja, pada suatu saat stress cukup besar elastisitas benda menjadi tidak linier (E tidak lagi konstan), daerah ini disebut daerah plastis. Jika benda telah mencapai daerah plastis karena strees yang
besar maka elastisitas benda akan hilang dan benda tidak lagi mampu kembali ke- bentuknya semula, sampai suatu saat karena strees terlampau besar, benda akan putus atau hancur dimana ikatan molekul pada benda tidak lagi mampu mengatasi besarnya tekanan yang diberikan (Ishaq, 2006).
Uji Lentur
Kelenturan merupakan sifat material yang mampu menerima beban impak tinggi tanpa menimbulkan tegangan lebih pada batas elastis. Ini menunjukkan bahwa energi yang diserap selama pembebanan disimpan dan dikeluarkan jika material tidak dibebani. Pengukuran kelenturan sama dengan pengukuran ketangguhan (Zainuri, 2008).
Persen kelenturan adalah bahan meregang dan patah secara cepat dalam persen. Dimana panjang mula-mula dari suatu bahan adalah L0 dan panjang pada patahan adalah Lf, yaitu:
%kelenturan =L�−L0
L0 × 100%
Persen pengurangan daerah merupakan cara lain untuk menentukan kelenturan. Itu ditetapkan dalam persamaan sebagai berikut:
%pengurangan =A0−A�
A0 × 100%
dimana, A0 adalah daerah potongan melintang mula-mula dan Af adalah daerah patah (Hibbeler, 2005).
Ukuran panjang digunakan dalam perhitungan kelenturan dengan nilai standar 2 inci (50 mm). Bahan disusun dengan ujungnya dijepit pada alat uji. Alat uji tarik didesain untuk memperpanjang bahan pada laju konstan dan hingga seterusnya serta pengukuran yang seragam (merata) saat diletakkan beban dan
………... (4)
29
METODOLOGI PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2015 sampai dengan bulan Juli 2015 di Laboratorium Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara dan uji tarik dilakukan di Laboratorium Penelitian Program Studi Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
Bahan dan Alat
Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kulit dalam batang pohon melinjo dan air.
Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah pisau, meja, ember, alat pemintal sederhana, tensolab (alat uji tarik), mistar (penggaris), jangka sorong/ mikrometer skrup, kertas pasir, kalkulator, timbangan digital, kamera, alat tulis dan komputer.
Metode Penelitian
Dalam penelitian ini pengumpulan data dilakukan dengan cara studi literatur dari buku pustaka dan jurnal-jurnal penelitian yang berkaitan dengan uji tarik. Pelaksanaan pengeluaran serat, pembuatan tali serat dan uji tarik tali serat pada tanaman melinjo. Pengujian terhadap parameter-parameter yang diperoleh pada alat yang digunakan.
Prosedur penelitian Pengeluaran serat:
- Dihilangkan lendir yang terdapat pada serat kulit bagian dalam pohon melinjo
- Diambil kulit bagian dalam batang melinjo, dengan cara ditarik sedikit demi seikit sehingga menjadi seperti benang
- Dijemur serat kulit bagian dalam batang melinjo - Dipisah dan diambil serat dengan ukuran 1 meter
Pembuatan Tali:
- Diambil serat yang telah disiapkan - Disusun serat dengan ukuran 1 meter
- Ditentukan diameter tali yang akan dibuat sebesar 2 mm - Diukur diameter tali
- Ditimbang serat yang akan dipintal
- Dipintal/dianyam serat yang telah ditimbang untuk menjadi tali dengan 1 pintalan kecil
- Digabungkan 3 tali pintalan kecil agar menjadi 1 pintalan besar
- Dipintal/dianyam 3 tali pintalan kecil tersebut agar menjadi 1 pintalan besar
- Digulung tali pada sebuah kayu untuk mempererat gabungan pintalan tali
Pengujian Tali Serat:
- Diukur panjang awal (l0) sepanjang 130 mm dan diameter tali - Dilakukan uji tarik pada tali dengan menggunakan alat tensolab - Diukur panjang tali setelah dilakukan uji tarik (l)
- Dilakukan pengamatan parameter
Tegangan Tarik (σ)
Tegangan adalah perbandingan antara gaya yang bekerja pada benda dengan luas penampang benda tersebut sedangkan tegangan tarik adalah tegangan yang diakibatkan beban tarik atau beban yang arahnya tegak lurus meninggalkan luasan permukaan. Tegangan tarik dapat dihitung menggunakan Persamaan (1).
Regangan (ε)
Pertambahan panjang (l) pada serat dan tali serat terhadap panjang awal (l0). Regangan dapat dihitung menggunakan Persamaan (2).
Elastisitas
Sifat kemampuan bahan untuk kembali ke ukuran dan bentuk asalnya, setelah gaya luar dilepas. Elastisitas dapat dihitung menggunakan Persamaan (4).
Parameter Penelitian
1. Tegangan tarik
Tegangan adalah perbandingan antara gaya yang bekerja pada benda dengan luas penampang benda tersebut sedangkan tegangan tarik adalah tegangan yang diakibatkan beban tarik atau beban yang arahnya tegak lurus meninggalkan luasan permukaan.
2. Regangan
Pertambahan panjang (l) pada serat dan tali serat terhadap panjang awal (l0).
3. Deformasi tali serat
Deformasi yaitu perubahan bentuk yang tidak dapat kembali kekeadaan bentuk semula.
Sifat material yang dapat kembali ke dimensi awal setelah beban dihilangkan.Sangat sulit menentukan nilai tepat elastisitas.Yang bisa dilakukan adalah menentukan rentang elastisitas atau batas elastis.
5. Kelenturan
33
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari penelitian yang dilakukan, diperoleh hasil bahwa diameter tali berpengaruh terhadap besarnya luas penampang tali, kekuatan tarik tali, regangan tali, dan elastisitas dari tali yang dihasilkan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 7 berikut ini.
Tabel 7. Data uji tarik tali serat kulit dalam batang melinjo Ulangan Berat
Dari Tabel 7 dapat dilihat bahwa masing-masing tali memiliki berat yang sama yaitu sebesar 1.8 g dan panjang awal yang sama pula yaitu sebesar 94 mm tetapi menghasilkan diameter yang berbeda. Dimana masing-masing diameter pada ulangan U1, U2, dan U3 berturut-turut yaitu sebesar 5.28 mm, 5.40 mm, dan 5.44 mm. Diameter tertinggi terdapat pada ulangan U3 yaitu sebesar 5.44 mm sedangkan diameter terendah terdapat pada ulangan U1 yaitu sebesar 5.28 mm. Hal ini disebabkan oleh bentuk serat yang tidak seragam, sehingga pada saat dipintal serat yang memiliki bentuk lebih tebal akan memiliki diameter yang lebih besar di bandingkan dengan serat yang memiliki bentuk lebih halus seperti benang. Hal ini sesuai dengan pernyataan Chandrabakty (2011) yang menyatakan besarnya diameter pada serat tanpa perlakuan disebabkan oleh lapisan lignin dan wax pada permukaan serat. Kekurangan serat alam di banding serat sintetik adalah ketidak seragaman diameter serat.
mm dan 40.24224 mm. Pertambahan panjang tertinggi diperoleh pada ulangan U3 yaitu sebesar 40.24224 mm dan pertambahan panjang terendah diperoleh pada ulangan U1 yaitu sebesar 32.43701 mm. Hal ini disebabkan oleh masing-masing tali pintalan besar merupakan gabungan dari 3 pintalan kecil. Pada saat dilakukan pengujian tarik terhadap tali, tali yang di uji mengalami kerusakan secara bertahap. Serat-serat penyusun tali tidak putus secara bersamaan dalam waktu yang sama melainkan putus secara bertahap yang dimulai dari pintalan-pintalan kecil dan akhirnya putus secara keseluruhan. Dengan demikian pada penelitian ini pertambahan panjang yang diperoleh dari masing-masing ulangan berbeda-beda.
Tegangan Tarik
Tegangan tarik merupakan suatu gaya yang bekerja pada suatu sehingga terjadi pergeseran molekul-molekul benda yang cenderung untuk mengimbangi beban ini dan mengembalikan bentuk benda kebentuknya semula persatuan luas di dalam benda. Adapun hasil penelitian yang berkaitan dengan kekuatan tarik dapat dilihat pada Tabel 8 yang perhitungannya terdapat pada Lampiran 3.
Tabel 8. Data tegangan tarik
Ulangan ϕ
Dari tabel diatas dapat dilihat masing- masing tegangan tarik pada U1, U2 dan U3 berturut-turut adalah sebesar 45.82 N/mm2, 37.64 N/mm2 dan 43.38 N/mm2. Dari hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa tegangan tarik terbesar terdapat pada U1 sedangkan tegangan tarik terendah terdapat pada U2. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan luas penampang benda uji dan gaya maksimum yang dapat diterima oleh benda uji. Pada U1 memiliki luas penampang paling kecil dan gaya yang mampu diterima oleh benda uji besar sehingga tegangan tarik U1 menjadi tinggi. Pada U2 memiliki luas penampang yang besar dan gaya yang dapat diterima benda uji sangat rendah sehingga kekuatan tarik U2 menjadi sangat rendah. Pada U3 memiliki luas penampang paling besar akan tetapi gaya yang mampu diterima benda uji juga sangat tinggi sehingga U3 memiliki tegangan tarik yang lebih tinggi dibandingkan dengan U2.
faktor yang mempengaruhi hasil kekuatan tarik serat yaitu cacat alami pada masa pertumbuhan serat dan akibat jamur atau bakteri sehingga serat memiliki karakteristik permukaan dan mekanis yang relatif bervariasi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Chandrabakty (2011) yang menyatakan bahwa secara umum, ketidak-seragaman pada serat alami adalah karena dominasi cacat pada strukturnya. Dan pernyataan Mohanty dkk (2001) yang menyatakan kekuatan tarik dan initial modulus sangat berkaitan dengan struktur internal dan kandungan kimia dari serat.
Regangan
Regangan merupakan perbandingan panjang ∆l terhadap panjang semula l0, dimana perpanjangan ∆l tidak hanya terjadi pada ujung-ujungnya, tetapi setiap
bagian batang akan memanjang dengan perbandingan yang sama. Adapun hasil penelitian yang berkaitan dengan regangan dapat dilihat pada Tabel 9 yang perhitungannya terdapat pada Lampiran 4.
Tabel 9. Data regangan
pertambahan panjang yang dialami tali serat serta mengakibatkan besar regangan yang terjadi.
Pada Tabel 9 terdapat selisih pada masing-masing ulangan. Pada ulangan U1 dan U2 terdapat selisih regangan sebesar 0.0044 dimana regangan U1 lebih kecil dari U2. Pada ulangan U2 dan U3 terdapat selisih regangan sebesar 0.0786 dimana regangan U2 lebih kecil dari U3. Pada ulangan U1 dan U3 terdapat selisih regangan sebesar 0.083 dimana U1 lebih kecil dari U3. Perbedaan selisih pada masing-masing ulangan disebabkan oleh tali yang di uji terdiri dari pintalan-pintalan kecil dimana serat pada pintalan-pintalan kecil tersebut memiliki karakteristik yang tidak seragam, sehingga saat dilakukan uji tarik tali tidak mengalami putus keseluruhan secara bersamaan akan tetapi tali putus secara perlahan sehingga menyebabkan pertambahan panjang yang besar dan mengakibatkan besar pula nilai regangan yang dihasilkan.
Elastisitas
Elastisitas merupakan sifat material yang dapat kembali ke dimensi awal setelah beban dihilangkan.Sangat sulit menentukan nilai tepat elastisitas.Yang bisa dilakukan adalah menentukan rentang elastisitas atau batas elastis.Adapun hasil penelitian yang berkaitan dengan regangan dapat dilihat pada Tabel 10 yang perhitungannya terdapat pada Lampiran 5.
Tabel 10. Data elastisitas
Pada Tabel 10 dapat dilihat bahwa besarnya elastisitas pada masing-masing ulangan U1, U2 dan U3 secara berturut-turut adalah sebesar 132.7731 N/mm2, 107.6967 N/mm2, dan 102.0322 N/mm2. Dimana nilai elastisitas terbesar terdapat pada U1 yaitu sebesar 132.7731 N/mm2 dan nilai elastistas terendah terdapat pada U3. Hal ini disebabkan karena tegangan tarik yang diberikan kepada tali ulangan U1 besar sedangkan regangan yang terjadi pada tali sangat rendah.
Deformasi Tali
Deformasi merupakan perubahan panjang yang terjadi akibat adanya gaya tarik ataupun gaya tekan yang dialami oleh suatu bahan. Adapun hasil penelitian yang berkaitan dengan regangan dapat dilihat pada Tabel 13 yang perhitungannya terdapat pada Lampiran 6.
Tabel 11. Data deformasi tali
Ulangan ∆L
Rata-rata 35.17867 35.17867
Kelenturan Tali
Kelenturan merupakan sifat material yang mampu menerima beban impak tinggi tanpa menimbulkan tegangan lebih pada batas elastis. Ini menunjukkan bahwa energi yang diserap selama pembebanan disimpan dan dikeluarkan jika material tidak dibebani. Adapun hasil penelitian yang berkaitan dengan regangan dapat dilihat pada Tabel 12 yang perhitungannya terdapat pada Lampiran 7. Tabel 12. Data kelenturan tali
Ulangan L
Pada Tabel 12 dapat dilihat bahwa besarnya nilai kelenturan tali masing-masing pada ulangan U1, U2, dan U3 secara berturut-turut adalah sebesar 34.51 %, 34.95 % dan 42.81 %. Kelenturan tali terbesar terdapat ada U3 yaitu sebesar 42.81 % sedangkan kelenturan tali terendah terdapat pada U1 yaitu sebesar 34.51 %. Hal ini disebabkan oleh besarnya pertambahan panjang yang terjadi pada ulangan U3 sehingga kelenturan dari tali pada U3 menjadi lebih besar dimana panjang awal dari masing-masing ulangan sama yaitu sebesar 94 mm.
Tali Serat Kulit Dalam Batang Melinjo
penggulung. Hal ini sesuai dengan literatur Ritonga (2014) yang menyatakan bahwa alat pemintal tali sederhana yang menggunakan tenaga manusia sebagai penggeraknya, alat ini terdiri dari tiga komponen utama yaitu engkol pemutar, corong masukan dan rol penggulung. Rol penggulung ditempatkan diarah yang berlawanan dengan corong masukan sehingga tidak mengganggu proses pemasukan bahan. Pada alat rol penggulung digunakan untuk memintal sekaligus menggulung hasil pintalan tali. Lama pemintalan tali, laju putaran alat, laju rol penggulung dan jumlah pintala perjam dari alat yang digunakan tergantung pada yang mengoperasikan alat tersebut.
Tali serat kulit dalam batang melinjo yang dihasilkan dalam penelitian ini memiliki kekuatan yang lebih baik jika dibandingkan dengan tali serat limbah ampas tebu dan tali serat gedebok pisang raja pada penelitian sebelumnya. Kekuatan tarik tertinggi pada penelitian ini sebesar 45.82 N/mm2 sedangkan berdasarkan penelitian Ritonga (2014) menyatakan bahwa kekuatan tarik tertinggi pada tali serat limbah ampas tebu sebesar 123,8 × 105 N/m2 atau setara dengan 12,38 N/mm2. Berdasarkan penelitian Sari (2014) menyatakan bahwa kekuatan tarik tertinggi pada tali serat gedebok pisang raja tanpa perlakuan yaitu sebesar 267,51 × 105 N/m2 atau setara dengan 26,751 N/mm2.
lingkungan. Hal ini sesuai dengan literatur Chandrabakti (2011) yang menyatakan bahwa serat batang melinjo sebagai serat alami yang mempunyai sifat mekanis yang cukup baik dibandingkan dengan serat alam lainnya dan sesuai dengan pernyataan Harley dan Elevitch (2006) yang menyatakan bahwa suatu macam serat yang berkualitas tinggi dihasilkan dari kulit batang bagian dalam kulit ini dimanfaatkan sebagai tali panah yang terkenal di pulau Sumba, juga untuk tali pancing atau jaring, berkat ketahanannya terhadap air laut.
42
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Kekuatan tarik tali serat kulit dalam batang melinjo memiliki besar yang berbeda akibat adanya perbedaan luas penampang benda uji dan gaya maksimum yang dapat diterima oleh benda uji. Besarnya kekuatan tarik berturut-turut yaitu sebesar 45.82 N/mm2, 37.64 N/mm2 dan 43.38 N/mm2. 2. Semakin besar gaya yang diberikan ke tali sehingga semakin besar pula
pertambahan panjang yang dialami tali serat dan mengakibatkan besarnya regangan. Besarnya regangan masing-masing pada U1, U2, dan U3 berturut-turut adalah sebesar 0.3451, 0.3495, dan 0.4281. Dimana regangan tertinggi terdapat pada U3 yaitu sebesar 0.4281
3. Besarnya elastisitas pada masing-masing ulangan U1, U2 dan U3 secara berturut-turut adalah sebesar 132.7731 N/mm2, 107.6967 N/mm2, dan 102.0322 N/mm2. Dimana nilai elastisitas terbesar terdapat pada U1 yaitu sebesar 132.7731 N/mm2 yang dikarenakan tegangan tarik yang diberikan kepada tali ulangan U1 lebih tinggi dibandingkan regangan sangat rendah. 4. Besarnya deformasi tali masing-masing pada ulangan U1, U2, dan U3 secara
berturut-turut yaitu sebesar 32.43701 mm, 32.85677 mm dan 40.24224 mm. Dimana deformasi tali terbesar terjadi pada U3 yaitu sebesar 40.24224 mm yang terjadi karena tali tidak putus secara keseluruhan dengan waktu yang bersamaan.
U2, dan U3 secara berturut-turut adalah sebesar 34.51 %, 34.95 % dan 42.81 %. Kelenturan tali terbesar terdapat ada U3 yaitu sebesar 42.81 %.
6. Tali serat kulit dalam batang melinjo memiliki potensi yang cukup tinggi untuk menambah nilai ekonomis dari tanaman melinjo dan serat kulit dalam batang melinjo memiliki sifat mekanis yang lebih baik dari serat alam lainnya.
Saran
1. Diharapkan ada penelitian lanjutan untuk pemanfaatan serat kulit dalam batang melinjo yang bermanfaat dalam bidang keteknikan.
2. Perlu dilakukan modifikasi terhadap alat pemintal agar lebih efisien untuk mempermudah proses penyambungan bahan serat menjadi tali agar lebih cepat. 3. Diharapkan ada penelitian tentang pembuatan alat untuk pemisahan serat dari
44
DAFTAR PUSTAKA
Beer, F. P., and Jr. E. R. Johnston, 1981.Mechanics of Materials.International Student Edition. McGraw-Hill Book Company, New York.
Chandrabakty, S. 2011. Pengaruh Panjang Serat Tertanam Terhadap Kekuatan Geser Interfacial Komposit Serat Batang Melinjo-Matriks Resin Epoxy. Jurnal Ilmiah. Universitas Tadulako. Palu.
Daryanto, 2001. Mekanika Bangunan. Bumi Aksara, Jakarta.
Enie, H., dan K. Karmayu, 1980. Pengantar Teknologi Tekstil. DEPDIKBUD, Jakarta.
Gere, J. M., dan S. P. Timoshenko, 2000. Mekanika Bahan. Jilid I. Edisi keempat. Penerjemah : Bambang Suryoatmono. Erlangga, Jakarta.
Hibber, R. C., 2005.Mechanics of Materials.Sixth Edition.Prentice –Hall, Inc., Singapore.
Harley and Elevittch. 2006. Species Profiles For Pacific Island Agroforestry. University of Guam.
Hartanto, M.S. dan Watanabe, S., 2003. Teknologi Tekstil. Pradnya Paramitha. Jakarta
Hidayat, E.B., 1995. Anatomi Tumbuhan Berbiji. ITB. Bandung. Ishaq, M., 2006. Fiska Dasar. Edisi Pertama. Graha Ilmu, Jakarta.
Junardi, 2012. Strategi Pengembangan Agroindustri Serat Sabut Kelapa Berkaret (Sebutret) Studi Kasus di Kabupaten Sambas. Sekolah Pasca Sarjana. IPB, Bogor Korpcitaka, 2008. Materi Tali Temali
Freevar.com/download/materi%20Tali,Pdf-pdf/2008/06/19/materi-tali-temali. [Diakses pada 20Desember 2015].
Mohanty, A.K., Misra M. dan Drzal L.T. (2001).”Surface modifications of natural fibers and performance of the resulting biocomposites: An overview”. Composite Interfaces 8(5), pp 313-343.
Parhusip, A. J. N. dan A. B. Sitanggang. 2011. Antimicrobial Activity of Melinjo Seed dan peel Extract (Gnetum gnemon) Against Selected Pathogenic Bacteria. Boing.lipan.staff.ipb.ac.id. [Diakses pada 20 Desember 2015].
Pecinta Alam, 2012. Sejarah Pembuatan Tali dan Tema
Ritonga, C. 2014. Pemanfaatan Serat Alami Limbah Ampas Tebu Sebagai Tali Serat. Skripsi. Universitas Sumatera Utara.
Sari, A.M., 2014. Uji Ketahanan Tarik Tali Serat Gedebok Pisang Raja (Musa textilia). Skripsi. Universitas Sumatera Utara
Sarojo, G. A., 2002. Seri Fisika Dasar Mekanika. Edisi Pertama. Salemba Teknika. Jakarta.
Sinurat, M., 2000. Kinerja Pemintalan Secara Mekanik Untuk Serat Sabut Kelapa. Balai Penelitian Teknologi Karet Bogor pada Prosiding Seminar Nasional Mekanisasi Pertanian 2004. [Diakses pada 20Desember 2015].
Sunanto, H., 1991. Budidaya Melinjo dan Usaha Produksi Emping. Kanisius,Yogyakarta.
Surdia, T., dan S. Saito, 2005. Pengetahuan Bahan Teknik. Pradnya Paramita,Jakarta.
Tim Penulis PS, 1999. Budidaya dan Pengolahan Melinjo. Penebar Swadaya, Jakarta.
Tim Penulis PS, 2002. Budidaya dan Pengolahan Melinjo. Penebar Swadaya, Jakarta.
Umardani, Y., dan C. Pramono, 2009. Pengaruh Larutan Alkali dan Etanol Terhadap Kekuatan Tarik Serat Enceng Gondok dan Kompatibilitas Serat Enceng Gondok Pada Matrik Unsaturated Polyester Yukalac Tipe 157 BQTN-EX. Rotasi 11: 27-29, Semarang.
Vlack, L. H. Van, 2004. Elemen-elemen Ilmu dan Rekayasa Material. Edisi Keenam. Penerjemah: S. Djaprie. Erlangga, Jakarta.
Wijoyo, C. Purnomo dan A. Nurhidayat, 2011.Optimasi Kekuatan Tarik Serat Nanas (AnanasComous L. Merr).ISBN.978-602-99334-0-6, Semarang. William D and Jr. Callister, 1991.Materials Science and Engineering “An
Young, H. D., dan R. A. Freedman, 2002. Fisika Universitas. Edisi Kesepuluh. Jilid 1. Penerjemah: Endang Juliastuti. Erlangga, Jakarta.
Lampiran 2. Data uji tarik
Ulangan Berat (g)
ϕ
(mm) L (mm)
∆L (mm)
A
(mm2) Fmax (N) (N/mmƠ 2) ɛ (N/mmE 2) Kelenturan (%)
U1 1.8 5.28 94 32.43701 21.88 1,002.481 45.82 0.3451 132.7731 34.51
U2 1.8 5.40 94 32.85677 22.89 861.518 37.64 0.3495 107.6967 34.95
U3 1.8 5.44 94 40.24224 23.23 1,014.761 43.68 0.4281 102.0322 42.81
Lampiran 5. Perhitungan elastisitas
Ulangan Ơ
(N/mm2)
ɛ E
(N/mm2)
U1 45.82 0.3451 132.7731
U2 37.64 0.3495 107.6967
U3 43.68 0.4281 102.0322
Rata-rata 42.38 0.3742 114.1673
1. E = σε = 45.82
0.3451
= 132.7731 N/mm2 2. E = σ
ε
= 37.64 0.3495
= 107.6967 N/mm2 3. E = σ
ε
= 43.68 0.4281
Lampiran 6. Perhitungan Deformasi Tali
Ulangan ∆L
(mm)
Deformasi (mm)
U1 32.43701 32.43701
U2 32.85677 32.85677
U3 40.24224 40.24224
Rata-rata 35.17867 35.17867
1. Deformasi = ∆L
= 32.43701 mm 2. Deformasi = ∆L
= 32,85677 mm 3. Deformasi = ∆L
Lampiran 8. Gambar alat
Gambar 1. Alat pemintal tampak atas
Gambar 3. Alat pemintal tampak samping kiri
Lampiran 9. Gambar pengambilan serat
Gambar 5. Proses pengambilan kulit batang melinjo yang terdapat serat dari pohon melinjo
Gambar 6. Kulit batang melinjo yang telah diambil
Lampiran 10. Gambar pengujian tarik
Gambar 8. Alat uji tarik
Gambar 9. Alat pengukuran yang digunakan
Gambar 11. Benda uji yang telah putus setelah dilakukan pengujian
Lampiran 11. Kapasitas Alat
Kapasitas Alat = Rataan Panjang setelah dipintal Waktu
Kapasitas Alat = 1 m
60 detik × 3600 detik⁄jam
Kapasitas Alat = 60 m⁄jam( untuk 1 pintalan kecil)
1 pintalan besar terdiri dari 3 pintalan kecil sehingga kapasitas alat menjadi:
Kapasitas alat 1 pintalan besar = 60 m/jam
3
Lampiran 12. Analisis Ekonomi
P = Nilai awal (harga beli/pembuatan) alsin (Rp) S = Nilai akhir alsin (10% dari P) (Rp)
n = umur ekonomis (tahun)
D= (Rp.1.100.000-Rp.110.000)
5 = Rp.198.000/tahun
- Bunga modal dan asuransi
I = (i(P)(n+1))/)
2n
= (17%(Rp.1.100.000)(5+1))
2x 5
= Rp. 112.200/tahun - Biaya sewa gedung
- Total Biaya Tetap (BT) = Rp. 343.200/tahun 2. Biaya Tidak Tetap (BTT)
- Biaya perbaikan alat (reparasi)
Biaya perbaikan alat (reparasi) = (1,2% (P-S))
X
=(1,2% (Rp.1.100.000−Rp.110.000))
1196
= Rp. 9,933/jam - Biaya operator
Biaya operator = Rp. 5000/jam
- Total Biaya Tidak Tetap (BTT) = 5.009,933/jam 3. Unsur Produksi
Biaya Pembuatan Alat (P) = Rp. 1.100.000 Umur Ekonomis (n) = 5 tahun Nilai Akhir Alat (S) = Rp. 110.000 Jam Kerja = 4 jam/hari
Produksi / hari = 20 m/jam x 4 jam/hari = 80 m/hari Biaya Operator = Rp 20.000/hari
Biaya Perbaikan = 9,933/jam
Bunga Modal dan Asuransi = Rp. 112.200/tahun Biaya Sewa Gedung = Rp. 11.000/tahun
Pajak = Rp.22.000/tahun
Jam Kerja Alat/tahun = 1196 jam/tahun (asumsi 299 hari efektif berdasarkan tahun 2015)
Biaya Tidak Tetap = Rp. 5009,933/jam
Biaya Pemintalan Tali
Pengukuran biaya produksi dilakukan dengan cara menjumlahkan biaya yang dikeluarkan yaitu biaya tetap dan biaya tidak tetap (biaya pokok).
Biaya pokok = [ BT
X + BTT ] C
Dimana : BT = Total Biaya tetap (Rp/tahun) BTT = Total biaya tidak tetap (Rp/jam) X = Total jam kerja per tahun (jam/tahun) C = Kapasitas alat (jam/satuan produksi)
Biaya pokok =[ BT
X + BTT ] C
= [ Rp.343.200/tahun
1196 jam/tahun + Rp.5009,933/jam] 0,05 jam/m
= Rp. 264.84/m Break Even Point
Dalam analisis ini, keuntungan awal dianggap sama dengan nol.
N= F R-V
Biaya tetap (F) = Rp. 343.200 /tahun
= Rp. 343.200 /tahun
(80 m/hari)x(299 hari/tahun) =Rp. 14.35/m Biaya tidak tetap (V) = Rp. 5009,933/jam
= Rp. 5009,933/jam
20m/jam =Rp 250.5 /m
= (15% x (BT + BTT)) + (BT + BTT)
Sementara itu keuntungan yang diharapkan dari investasi yang dilakukan (dalam %) bertindak sebagai tingkat bunga modal dalam perhitungan-perhitungan.
Penerimaan (CIF) = Pendapatan x (P/A, i, n) + Nilai akhir x (P/F, i, n) Pengeluaran (COF) = Investasi + pembiayaan (P/A, i, n)
Kriteria NPV yaitu :
NPV > 0, berarti usaha yang telah dilaksanakan menguntungkan;
NPV < 0, berarti sampai dengan tahun investasi proyek tidak menguntungkan;
Berdasarkan persamaan nilai NPV alat ini dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut.
CIF – COF ≥ 0
Investasi : Rp. 1.100.000
Pendapatan : Rp. 7. 285.553,6 /tahun Nilai akhir : Rp. 110.000
Pembiayaan : Rp. 5.991.879,868 /tahun Suku bunga bank : 15%
Suku bunga coba-coba : 20% Umur alat : 5 tahun Cash in flow 15%
Pendapatan : Pendapatan x (P/A, 15%, 5) : Rp. 7. 285.553,6 x 3,352 : Rp. 24.421.175,67
Nilai akhir : Nilai akhir x (P/F, 15%, 5) : Rp.110.000 x 0,4972 : Rp. 54.692
Jumlah CIF : Rp. 24.475.867,67 Cash out flow 15%
Investasi : Rp. 1.100.000
Pembiayaan : pembiayaan x (P/A, 15%, 5) : Rp. 5.991.879,868 x 3,325 = Rp. 19.923.000,56
NPV 15% = CIF – COF
= Rp. 24.475.867,67– Rp. 21.023.000,56 = Rp. 3.452.867
Cash in flow 20%
Pendapatan : pendapatan x (P/A, 20%, 5) : Rp. Rp. 7. 285.553,6 x 2,991 : Rp. 21.791.090,82
Nilai akhir : nilai akhir x (P/F, 20%, 5) : Rp. 110.000 x 0,4019 : Rp. 44.209
Jumlah CIF = Rp. 21.835.299,82 Cash out flow 20%
Investasi : Rp. 1.100.000
Pembiayaan : pembiayaan x (P/F, 20%, 5) : Rp. 5.991.879,868 x 2,991 = Rp. 17.921.712,69
Jumlah COF = Rp. 19.021.712,69
NPV 20% = CIF – COF
= Rp. 21.835.299,82 – Rp. 19.021.712,69 = Rp. 2.813.587,13
Internal Rate Of Return
Internal Rate Of Return (IRR) adalah suatu tingkat discount rate, dimana
atau NPV = Y (positif) dan NPV = X (negatif) atau NPV = Y (negatif), dihitunglah harga IRR dengan menggunakan rumus berikut:
IRR=p%+ X/(X+Y) X(q%-p%)(positif dan negatif) dan
IRR=p%+ X/(X-Y) X(q%-p%)(positif dan positif) Dimana :
p = suku bungan bank paling atraktif q = suku bunga coba-coba (> dari p) X = NPV awal pada p
Y = NPV awal pada q
Suku bunga bank paling atraktif (p) = 15% Suku bunga coba-coba (> dari p) (q) = 20%
IRR = p%+ X
X-Y X(q%-p%)
IRR = 20% + Rp. 3.452.867
Rp. 3.452.867- Rp. 2.813.587,13 (20%-15%) = 20% + (5.4) (5%)