• Tidak ada hasil yang ditemukan

EKSISTENSI BALEGDA (BADAN LEGISLASI DAERAH) DPRD KABUPATEN GROBOGAN DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH (PERSPEKTIF UU NO.12 TAHUN 2011)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "EKSISTENSI BALEGDA (BADAN LEGISLASI DAERAH) DPRD KABUPATEN GROBOGAN DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH (PERSPEKTIF UU NO.12 TAHUN 2011)"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

i

EKSISTENSI BALEGDA (BADAN LEGISLASI DAERAH) DPRD

KABUPATEN GROBOGAN DALAM PEMBENTUKAN

PERATURAN DAERAH

(PERSPEKTIF UU NO.12 TAHUN 2011)

SKRIPSI

Diajukan untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum Pada Universitas Negeri Semarang

Oleh

Setyoko Werdy Utomo 8150408011

FAKULTAS HUKUM

(2)
(3)
(4)
(5)

v

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO

 “Man jadda wa jadda. Barang siapa yang bersungguh-sungguh, ia akan mendapatkan (apa yang diinginkan)”

 “Kesulitanmu itu sementara, seperti semua yang sebelumnya pernah terjadi”

PERSEMBAHAN

1. Untuk kedua orang tuaku tercinta ayahanda Suwadi dan ibunda Suliyati yang mengasuh dan membimbing penulis penuh dengan segala kasih sayangnya. Serta memberikan do’a dan dukungan moral maupun material, tanpa kedua orang tua yang penulis cintai mungkin skripsi ini tidak pernah ada.

2. Untuk Segenap Dosen dan pembimbing skripsi, terima kasih atas ilmu yang diberikan.

(6)

vi

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan

rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan skripsi

dengan judul: “EKSISTENSI BALEGDA (BADAN LEGISLASI DAERAH) DPRD KABUPATEN GROBOGAN DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN

DAERAH (PERSPEKTIF UU NO.12 TAHUN 2011)” Skripsi diajukan untuk

memperoleh gelar Sarjana Hukum, Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang.

Penulis menyadari bahwa terselesaikannnya penulisan skripsi ini tidak

terlepas dari bantuan dan bimbingan berbagai pihak, untuk itu penulis menyampaikan

terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Fathur Rokhman M.Hum. Selaku Rektor Universitas Negeri Semarang, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menempuh studi pada

Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Negeri Semarang.

2. Drs. Sartono Sahlan, M.H. Selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang dan juga sebagai pembimbing II.

3. Dr. Rodiyah, SPd, SH. Msi, Selaku pembimbing I yang telah memberikan bimbingan dan masukan dalam pelaksanaan skripsi ini.

4. Seluruh Dosen Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan banyak ilmunya kepada penulis sehingga penulis mendapatkan

(7)
(8)

viii

ABSTRAK

Werdy Utomo, Setyoko. 2015. Eksistensi Balegda (Badan Legislasi Daerah) DPRD Kabupaten Grobogan Dalam Pembentukan Peraturan Daerah (Perspektif UU No.12 Tahun 2011). Skripsi, Prodi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Negeri Semarang. Pembimbing I: Dr. Rodiyah, S.Pd, S.H, M.Si., Pembimbing II: Drs. Sartono Sahlan, M.H.

Kata kunci: Pembentukan Peraturan Daerah, Eksistensi Balegda

Amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pemerintah daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi. Daerah berhak membentuk produk hukum sendiri (Perda). DPRD bersama Badan Legislasi Daerah harus membentuk perda yang baik dan sesuai dengan keadaan masyarakat daerahnya. Fokus penelitian 1) Eksistensi Balegda kabupaten Grobogan dalam pembentukan Perda, 2) Model pembentukan perda yang digunakan untuk mendiskripsikan dan menemukan eksistensi dan model pembentukan Perda.

Kerangka teori yang digunakan adalah teori trias politica yaitu tentang pembagian/pemisahan kekuasaan atara legislatif, eksekutif, judikatif. Melalui otonomi luas daerah diberikan kewenangan mengurus rumah tangganya sendiri, dalam hal ini membuat kebijakan berupa perda melalui badan legislatif atau DPRD dengan dibantu alat kelengkapannya yaitu badan legislasi daerah (Balegda).

Pendekatan penelitian kualitatif. Jenis penelitian yuridis sosiologis. Lokasi penelitian gedung DPRD Kabupaten Grobogan. Pengumpulan data menggunakan wawancara dan dokumentasi. Keabsahan data menggunakan tehnik triangulasi. Analisis data dengan interactive analysis model dan bentuk pengumpulan data, reduksi, penyajian data, dan simpulan.

Hasil penelitian menunjukan: 1) Eksistensi Balegda DPRD Kabupaten Grobogan dalam pembentukan Perda yaitu menyiapkan Raperda usul DPRD dan melakukan koordinasi penyusunan Prolegda antara DPRD dan Pemerintah Daerah. 2) Model yang digunakan dalam pembentukan Perda yaitu ROCCIPI (Rule, Opportunity, Capacity, Comunication, Interest, Process dan Ideology).

(9)

ix

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

PENGESAHAN ... iii

PERNYATAAN ... iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi

ABSTRAK ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR BAGAN ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Penelitian ... 1

1.2 Identifikasi Masalah Penelitian ... 9

1.3 Batasan Masalah Penelitian ... 10

1.4 Rumusan Masalah ... 10

1.5 Tujuan Penelitian ... 11

1.6 Manfaat Penelitian ... 11

1.6.1 Manfaat Teoritis ... 11

1.6.2 Manfaat Praktis ... 12

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 13

2.1 Pengertian Eksistensi ... 13

2.2 Negara Indonesia Negara Hukum Dalam Perspektif Demokrasi Pancasila ... 14

2.2.1 Pengertian Demokrasi ... 14

2.2.2 Aspek Demokrasi Pancasila ... 15

2.3 Kedaulatan Ditangan Rakyat Dalam Kekuasaan Negara ... 16

2.3.1 Teori Montesquieu (Trias Politica) ... 16

2.3.2 Lembaga Pelaksana Negara ... 19

2.4 Pembentukan Perundang-undangan Dalam Perspektif UU No.12 Tahun 2011 ... 21

2.4.1 Pengertian Perundang-undangan ... 21

2.4.2 Asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan ... 23

(10)

x

2.4.4 Jenis dan Hierarki Peraturan Perundang-undangan ... 25

2.5 Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) ... 26

2.5.1 Pengertian Dewan Perwakilan Rakyat Daerah ... 26

2.5.2 Tugas dan Wewenang Dewan Perwakilan Rakyat Daerah ... 27

2.5.3 Alat Kelengkapan DPRD ... 28

2.6 Badan Legislasi Daerah ... 29

2.6.1 Pengertian Badan Legislasi Daerah ... 29

2.6.2 Tugas Badan Legislasi Daerah ... 30

2.7 Program Legislasi Daerah ... 31

2.8 Pembentukan Peraturan Daerah ... 33

2.8.1 Pengertian Peraturan Daerah ... 33

2.8.2 Prosedur Pembentukan Peraturan Daerah ... 34

2.9 Model Analisis Regulasi ... 37

2.10 Kerangka Berpikir ... 42

BAB 3 METODE PENELITIAN ... 45

3.1 Pendekatan Penelitian ... 45

3.2 Jenis Penelitian ... 46

3.3 Fokus Penelitian ... 46

3.4 Lokasi Penelitian ... 47

3.5 Sumber Data ... 48

3.5.1 Data Primer ... 48

3.5.2 Data Skunder ... 48

3.6 Tehnik Pengumpulan Data ... 50

3.7 Validitas Data ... 52

3.8 Analisis Data ... 55

BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 58

4.1 Deskripsi Balegda DPRD Kabupaten Grobogan ... 58

4.1.1 Deskripsi DPRD Kabupaten Grobogan ... 58

4.1.2 Deskripsi Balegda DPRD Kabupaten Grobogan ... 64

4.2 Eksistensi Badan Legislasi Daerah DPRD Kabupaten Grobogan Dalam Pembentukan Peraturan Daerah ... 66

4.3 Model Pembentukan Peraturan Daerah Kabupaten Grobogan ... 79

BAB 5 PENUTUP ... 87

5.1 Simpulan ... 87

5.2 Saran ... 88

(11)

xi

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1.1 Keanggotaan Badan Legislasi Daerah DPRD Kabupaten

Grobogan Masa Keanggotaan 2014-2019 ... 7 Tabel 4.1 Jumlah Partai Politik dan perolehan kursi di DPRD Kabupaten

Grobogan hasil pemilihan umum 2014... 61 Tabel 4.2 Susunan Pimpinan dan Keanggotaan Badan Legislasi Daerah

DPRD Kabupaten Grobogan Masa Keanggotaan 2014-2019 .... 66 Tabel 4.3 Peraturan Daerah Kabupaten Grobogan Tahun 2014 ... 73 Tabel 4.4 Program Legislasi Daerah (Prolegda) Kabupaten Grobogan

(12)

xii

DAFTAR BAGAN

Halaman Bagan 2.1 Alur legislasi Perda menurut UU No.12 Tahun 2011

tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan... 36

Bagan 2.2 Kerangka Berpikir ... 42

Bagan 3.1 Bagan Analisis Data ... 56

Bagan 4.1 Struktur Organisasi DPRD Kabupaten Grobogan ... 64

Bagan 4.2 Tahapan pembentukan RAPERDA inisiatif DPRD ... 72

(13)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Rekomendasi dari DPRD Kabupaten Grobogan

Lampiran 2 Surat Keputusan DPRD Kabupaten Grobogan Nomor 3 Tahun 2015 Tentang Susunan Pimpinan dan Keanggotaan Badan Legislasi Daerah DPRD Kabupaten Grobogan

Lampiran 3 Dokumentasi di Kantor DPRD Kabupaten Grobogan

(14)

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Masalah

Amanat Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pemerintah daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi. Pemberian otonomi luas kepada daerah dimaksudkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan dan pemberdayaan. Selain itu melalui otonomi luas, Daerah diharapkan mampu meningkatkan daya saing dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan serta potensi dan keanekaragaman daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Oleh karena itu, “setiap pembentukan Daerah Otonom harus selalu memperhatikan syarat-syarat kemampuan ekonomi, jumlah penduduk, luas daerah pertahanan dan keamanan yang memungkinkan daerah otonom melaksanakan otonomi yang nyata dan bertanggung jawab” (B.N Marbun, 1983:83).

(15)

mencapai efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan otonomi daerah, perlu memperhatikan hubungan antar susunan pemerintahan dan antar pemerintahan daerah, potensi dan keanekaragaman daerah.

Daerah memiliki kewenangan membuat kebijakan daerah untuk memberi pelayanan, peningkatan peranserta, prakarsa, dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada peningkatan kesejahteraan rakyat. Isi dari materi peraturan daerah di setiap daerah tidaklah selalu sama. Setiap daerah berhak membentuk peraturan daerah sesuai dengan keadaan masyarakat di daerah tersebut dan tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Untuk menangani urusan pemerintahan harus dilaksanakan berdasarkan tugas, wewenang, dan kewajiban yang senyatanya telah ada dan berpotensi untuk tumbuh, hidup dan berkembang sesuai dengan potensi dan kekhasan daerah tersebut.

(16)

3

Kepentingan dan aspirasi masyarakat tersebut harus dapat ditangkap oleh Pemerintah Daerah maupun Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagai representasi perwakilan rakyat dalam struktur kelembagan pemerintahan daerah yang menjalankan fungsi pemerintahan. Pemerintah daerah menjalankan fungsi pemerintahan dan DPRD menjalankan fungsi legislasi, fungsi penganggaran dan fungsi pengawasan.

Hubungan antara pemerintah Daerah dan DPRD merupakan hubungan kerja yang kedudukannya setara dan bersifat kemitraan. Kedudukan yang setara bermakna bahwa diantara lembaga pemerintahan daerah itu memiliki kedudukan yang sama dan sejajar, artinya tidak saling membawahi. Hal ini dapat dicerminkan dalam membuat kebijakan daerah berupa peraturan daerah. Hubungan kemitraan bermakna bahwa antara Pemerintah Daerah dan DPRD adalah sama-sama mitra kerja dalam membuat kebijakan daerah untuk melaksanakan otonomi daerah sesuai dengan fungsi masing-masing sehingga antara kedua lembaga itu membangun suatu hubungan kerja yang sifatnya saling mendukung (sinergi) bukan merupakan lawan ataupun pesaing satu sama lain dalam melaksanakan fungsi masing-masing.

(17)

pemerintah daerah yang kurang memiliki pengetahuan dan pemahaman yang memadai sehingga ada beberapa kasus yang ditimbulkan khususnya masalah legislasi. Contohnya adalah masalah pembatalan perda yang terjadi di kabupaten Grobogan yaitu Peraturan Daerah Kabupeten Grobogan nomor 8 tahun 2003 tentang Retribusi Izin Penebangan dan atau Pengangkutan Kayu milik rakyat, Dengan di keluarkannya keputusan menteri dalam Negeri nomor 34 tahun 2009 tentang pembatalan Peraturan Daerah Kabupaten Grobogan Nomor 8 Tahun 2003 tentang retribusi izin penebangan dan atau pengangkutan kayu milik rakyat, batal demi hukum karena bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

Kemunculan persoalan di sekitar perda bermasalah antara lain di sebabkan oleh semangat berlebihan dari daerah dalam rangka meningkatkan pendapatan daerah. Dengan adanya otonomi daerah, seolah-olah Daerah berlomba untuk sebanyak-banyaknya membuat peraturan daerah tentang pajak dan retribusi daerah. Kejadian ini mungkin berawal dari ketiadaan aturan operasional dari pusat berupa peraturan pemerintah yang mengatur kewenangan daerah kabupaten/kota.Sehingga setiap daerah menafsirkan sendiri kewenangan yang ada pada dirinya. (Ni’matul huda, 2013:228)

(18)

5

Kabupaten Grobogan merupakan kabupaten terluas kedua di Jawa Tengah setelah Cilacap. (http://grobogan.go.id diakses tanggal 01-07-2015)

Potensi luas wilayah yang dimiliki kabupaten Grobogan menjadi salah satu tolok ukur perkembangan Kabupaten Grobogan meski keberadaannya dinilai belum optimal untuk menampung pertumbuhan penduduk yang melewati ambang batas. Kabupaten Grobogan sendiri terletak pada posisi silang jalur transportasi Semarang ke arah Blora dan Surakarta ke arah Pati, Blora, dan Kudus. Potensi letak geografis yang cukup strategis ini juga menjadikan suatu keuntungan tersendiri bagi perkembangan wilayah Kabupaten Grobogan. Tentunya hal tersebut harus di dukung pemerintahan yang baik dari kabupaten grobogan demi kemajuan kabupaten Grobogan itu sendiri.Serta di ikuti dengan peraturan daerah yang baik juga berperan dalam kemajuan kabupaten Grobogan.

(19)

disusun secara berencana, terpadu dan sistematis antara DPRD dan Pemerintah Daerah.

(20)

7

Berdasarkan surat keputusan DPRD kabupaten Grobogan nomor 3 tahun 2015 tentang persetujuan perubahan atas keputusan DPRD kabupaten Grobogan nomor 39 tahun 2014 tentang susunan pimpinan dan keanggotaan badan legislasi daerah DPRD kabupaten Grobogan masa keanggotaan 2015-2019, saat ini anggota Balegda berjumlah 12 (dua belas) orang, yaitu sebagai berikut:

Tabel 1.1

Susunan Pimpinan dan Keanggotaan Badan Legislasi Daerah DPRD Kabupaten Grobogan Masa Keanggotaan 2014-2019

NO. NAMA JABATAN UNSUR

FRAKSI 1 BAMBANG GURITNO, SH, MM. Ketua merangkap anggota F-PDI P 2 HM. MISBAH, S.Ag, M.Si. Wk. Ketua merangkap

anggota

F-PPP

3 SISWANTI BUDHIYANI, A.MKes.

Anggota F-PDI P

4 BAMBANG ISMOYO Anggota F-PDI P

5 MUSTA’IN, S.Ag. Anggota F-PKB

6 AGUS DWI PRIYANTO Anggota F-PKB

7 SUTRISNO, ST. Anggota F-PG

8 MUHAMAD SIDIQ, A.Md. Anggota F-PG

9 RIYADI, S.Pd Anggota F-GERINDRA

10 BUDI IRAWAN Anggota F-P.NASDEM

11 AMIN ROIS ABDUL GHONI, SE.

Anggota F-NK

12 SRI WIYATI, S.Sos. Anggota F-PD

(21)

Tugas pokok dan fungsi badan legislasi daerah terkait dengan Undang-undang nomor 12 tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perUndang-undang- perundang-undangan diantaranya terdapat dalam Pasal 36 ayat (1) dan (2), yaitu sebagai berikut:

(1) Penyusunan Prolegda kabupaten/kota antara DPRD kabupaten/kota dan Pemerintah Daerah kabupaten/kota dikoordinasikan oleh DPRD kabupaten/kota melalui alat kelengkapan DPRD kabupaten/kota yang khusus menangani bidang legislasi.

(2) Penyusunan Prolegda kabupaten/kota di lingkungan DPRD kabupaten/kota dikoordinasikan oleh alat kelengkapan DPRD kabupaten/kota yang khusus menangani bidang legislasi.

Dalam hal ini alat kelengkapan DPRD kabupaten/kota yang khusus menangani bidang legislasi yaitu badan legislasi daerah (balegda), sesuai dengan tugas dari badan legislasi daerah yang telah dijelaskan dalam pasal 53 huruf (a) dan (b) Peraturan Pemerintah nomor 16 tahun 2010 Tentang Pedoman Penyusunan Peraturan dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tentang Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, sebagai berikut:

(a) Menyusun rancangan program legislasi daerah yang memuat daftar urutan dan prioritas rancangan peraturan daerah beserta alasannya untuk setiap tahun anggaran di lingkungan DPRD;

(22)

9

Latar belakang tersebut yang menjadi alasan penulis ingin melakukan penelitian tentang proses pembentukan Peraturan Daerah khususnya kinerja dari Badan Legislasi Daerah DPRD kabupaten Grobogan dalam pembentukan Peraturan Daerah. Maka dari itu penulis tertarik untuk menulis skripsi yang berjudul “EKSISTENSI BALEGDA (BADAN LEGISLASI DAERAH) DPRD KABUPATEN GROBOGAN DALAM PEMBENTUKAN

PERATURAN DAERAH (PERSPEKTIF UU NO.12 TAHUN 2011)”

1.2

Identifikasi Masalah Penelitian

Masalah dalam penelitian ini muncul karena adanya pengamatan dari peneliti terhadap kinerja Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam proses pembentukan Peraturan Daerah, hal tersebut diindikasikan program legislasi daerah dalam pembahasannya tidak maksimal dalam setiap tahun anggaran.

Dalam hal ini ada masalah-masalah yg perlu di Identifikasi, diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana peran DPRD Kabupaten Grobogan tentang pembentukan Peraturan Daerah.

2. Bagaimana eksistensi Balegda DPRD Kabupaten Grobogan dalam pembentukan Peraturan Daerah.

(23)

4. Bagaimana alur pembentukan Peraturan Daerah dalam perspektif Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

5. Kendala apa saja yang di alami Balegda DPRD Kabupaten Grobogan selama proses pembentukan Peraturan Daerah.

1.3

Batasan Masalah Penelitian

Untuk membatasi masalah agar tidak memberikan luasnya penafsiran mengenai masalah yang akan peneliti bahas, dalam penyusunan skripsi ini peneliti akan membatasi masalah mengenai :

1. Eksistensi Balegda DPRD kabupaten Grobogan dalam pembentukan peraturan daerah perspektif Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

2. Model pembentukan Peraturan Daerah di Kabupaten Grobogan

1.4

Rumusan Masalah Penelitian

Rumusan masalah dimaksudkan sebagai penegasan masalah-masalah yang akan diteliti sehingga memudahkan dalam pekerjaan serta pencapaian sasaran. dalam penelitian ini penulis merumuskan masalah sebagai berikut :

(24)

11

2. Bagaimana model pembentukan Peraturan Daerah Kabupaten Grobogan?

1.5

Tujuan Penelitian

Berdasarkan beberapa permasalahan di atas ada beberapa tujuan yang hendak dicapai oleh peneliti dalam penelitian ini. Adapun tujuan dari penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Untuk mendiskripsikan Eksistensi Balegda DPRD Kabupaten Grobogan dalam proses pembentukan Peraturan Daerah.

2. Menemukan model pembentukan peraturan Daerah Kabupaten Grobogan.

1.6

Manfaat Penelitian

Suatu penelitian yang berhasil adalah penelitian yang dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis. Adapun manfaat yang diharapkan sehubungan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1.6.1 Manfaat Teoritis

(25)

2. Bagi penulis, penelitian ini dapat dimanfaatkan untuk sarana pengembangan ilmu pengetahuan dalam Hukum Tata Negara khususnya tentang pembentukan peraturan Daerah.

3. Bagi pembaca, penelitian ini di harapkan mampu menambah pengetahuan tentang tata cara pembentukan peraturan daerah.

1.6.2 Manfaat Praktis

1. Dapat menjadi dasar penelitian selanjutnya yang lebih luas dan mendalam guna mengupas lebih jauh mengenai tema tersebut.

(26)

13

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Pengertian

Eksistensi

Menurut kamus besar Bahasa Indonesia Eksistensi adalah keberadaan, kehadiran yang mengandung unsur bertahan. Eksistensi berasal dari bahasa latin yaitu “existere” yang artinya muncul, ada, timbul, memiliki keberadaan actual. Existere berasal dari kata ex yang artinya keluar dan sistere yang artinya muncul atau tampil. Terdapat beberapa pengertian tentang eksistensi yang dijelaskan menjadi empat pengertian, pertama eksistensi adalah apa yang ada, kedua eksistensi adalah apa yang memiliki aktualitas, ketiga eksistensi adalah segala sesuatu yang dialami dan menekankan bahwa sesuatu itu ada, dan keempat eksistensi adalah kesempurnaan. (Wikipedia.org, diakses 22-09-2015)

Abidin Zaenal (2007:16) mendeskripsikan tentang eksistensi yaitu sebagai berikut :

“Eksistensi adalah suatu proses yang dinamis, suatu, menjadi atau mengada. Ini sesuai dengan asal kata eksistensi itu sendiri, yakni

exsistere, yang artinya keluar dari, melampaui atau mengatasi. Jadi eksistensi tidak bersifat kaku dan terhenti, melainkan lentur atau kenyal dan mengalami perkembangan atau sebaliknya kemunduran, tergantung pada kemampuan dalam mengaktualisasikan potensi-potensinya”.

(27)

bahas tentang peran, tugas pokok dan fungsi Balegda dalam hal pembentukan peraturan daerah Kabupaten Grobogan.

2.2

Negara Indonesia Negara Hukum Dalam Perspekif Demokrasi

Pancasila

2.2.1 Pengertian Demokrasi

Istilah “Demokrasi” berasal dari Yunani kuno yang tepatnya di

utarakan di Athena kuno pada abad ke-5 SM. Negara tersebut di anggap sebagai contoh dari awal sebuah sistem yang berhubungan dengan hukum demokrasi modern. Namun arti dari istilah ini berubah sejalan dengan waktu, dan definisi modern berevolusi sejak abad ke-18, bersamaan dengan perkembangan sistem demokrasi di banyak Negara.

Kata “Demokrasi” berasal dari dua kata yaitu, demos yang berarti rakyat, dan kratos/cratein yang berarti pemerintahan, sehingga dapat diartikan sebagai pemerintahan rakyat, atau yang lebih kita kenal seperti kutipan yang disampaikan Abraham Lincoln presiden Amerika Serikat ke-16 berikut “From The People, By the People, and For the People” yang artinya pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk

(28)

15

Demokrasi menempati posisi vital dalam kaitanya pembagian kekuasaan, dalam suatu negara umumnya berdasarkan konsep dari teori Montesquieu yang kita kenal yaitu dengan prinsip trias politica dimana kekuasaan Negara yang diperoleh dari rakyat juga harus digunakan untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.

Rodiah (2011:2) berpendapat tentang prinsip trias politica

sebagai berikut:

Prinsip trias politica ini menjadi sangat penting untuk di perhitungkan ketika fakta-fakta sejarah mencatat kekuasaan pemerintah (eksekutif) yang begitu besar ternyata tidak mampu untuk membentuk masyarakat yang adil dan beradap, bahkan kekuasaan absolut pemerintah seringkali menimbulkan pelanggaran terhadap hak-hak asasi manusia.

2.2.2 Aspek Demokrasi Pancasila

Indonesia menganut Demokrasi Pancasila, yaitu demokrasi yang berdasarkan Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan dan keadilan. Berdasarkan pengertian dan pendapat tentang demokrasi Pancasila maka ada dua aspek yang terkandung di dalamnya yakni: 1. Aspek material

(29)

2. Aspek formal

Demokrasi Pancasila merupakan bentuk atau cara pengambilan keputusan (Demokrasi politik) yang diceritakan oleh sila ke-4, yakni “kerakyatan yang di pimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam

permusyawaratan perwakilan.

Dua aspek tersebut harus menjadi landasan dalam pembentukan hukum di Indonesia, khususnya Pembentukan Peraturan Daerah yang mampu menciptakan keadilan.

2.3

K

edaulatan Di Tangan Rakyat Dalam Kekuasaan Negara

2.3.1Teori Montesquieu/Trias politica

Montesquieu adalah ahli pemikir besar yang yang pertama di antara para ahli pemikir besar tentang negara dan hukum dari Perancis. Ia adalah seorang sarjana hukum, hidup pada tahun 1688 – 1755. Ia adalah

seorang autodidact, yaitu seorang yang dengan pikiran dan tenaganya sendiri telah memperoleh kemajuan terutama dalam lapangan ilmu pengetahuan. Ajaranya ditulis dalam buku-bukunya diantaranya Lettres persanes, berisi tentang suatu kecaman yang tajam terhadap keadaan agama, politik dan social di Perancis. Dan kemudian bukunya yang sangat terkenal di seluruh dunia, tentang pemikiran Negara dan hukum yaitu

(30)

17

Dalam bukunya Esprit de Lois Montesquieu memberikan suatu ajaran tentang pemisahan kekuasaan dalam suatu negara yang terkenal dengan sebutan konsep Trias Politica yang hingga kini masih berjalan di berbagai negara di dunia. Konsep Trias Politica tersebut memisahkan tiga macam kekuasaan, yaitu sebagai berikut:

1. Kekuasaan pembentukan perundang-undangan (legislatif)

Legislatif yaitu struktur politik yang fungsinya membuat Undang-undang. Di Indonesia disebut dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), sedangkan tingkat Daerah yaitu Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi/Kota.

2. Kekuasaan melaksanakan pemerintahan (eksekutif)

Eksekutif adalah kekuasaan untuk melaksanakan Undang-undang yang dibuat oleh Legislatif. Di Indonesia lembaga eksekutifnya adalah Presiden, sedangkan di tingkat daerah yaitu Gubernur/Bupati/walikota.

(31)

1. Criminal law, penyelesaian dipegang pengadilan. Di Indonesia proses pengadilan sifatnya berjenjang dari Pengadilan Negeri (tingkat kabupaten/kota), Pengadilan Tinggi (tingkat Provinsi), dan Mahkamah Agung (tingkat Nasional).

2. Constitution law, jika individu, kelompok, maupun lembaga-lembaga Negara mempersoalkan suatu Undang-undang atau peraturan, upaya penyelesaiannya di Mahkamah Konstitusi.

3. Administrative law, penyelesainnya yaitu dilakukan di Pengadilan Tata Usaha Negara, contohnya kasus sengketa tanah, perizinan, kepegawaian.

4. International law, tidak diselesaikan oleh badan yudikatif di bawah kendali suatu negara, melainkan atas nama Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

(32)

19

2.3.2Lembaga Pelaksana Negara

Berdasarkan pasal 1 ayat 2 UUD 1945 menyatakan Kedaulatan

berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.

Ini berarti ada lembaga negara yang berfungsi untuk menjalankan tugas

negara sebagai wakil rakyat dan merupakan lembaga negara yang bertugas

sebagai pelaksana kedaulatan rakyat. Lembaga pelaksana Negara tersebut

diantaranya sebagai berikut :

1. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)

Lembaga Negara dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia yang terdiri atas anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Daerah

2. Presiden dan Wakil Presiden

Presiden RI memegang kekuasaan pemerintahan menurut UUD 1945, yang dalam melakukan kewajibannya dibantu oleh satu orang wakil Presiden. (pasal 4 UUD 1945)

3. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

Lembaga Negara dalam system ketatanegaraan Republik Indonesia yang merupakan lembaga perwakilan rakyat dan memegang kekuasaan membentuk Undang-undang.

4. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)

(33)

5. Mahkamah Agung

Lembaga Negara yang memegang kekuasaan kehakiman disamping mahkamah konstitusi di Indonesia.

6. Mahkamah Konstitusi

Mahkamah Konstitusi adalah salah satu kekuasaan kehakiman di Indonesia.

7. Dewan Perwakilan Daerah (DPD)

Dewan Perwakilan Daerah merupakan bagian dari keanggotaan MPR yang dipilih melalui pemilihan umum dari setiap Propinsi. 8. Pemerintah Daerah

Pemerintah daerah adalah Gubernur, Bupati, atau walikota dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. 9. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)

Lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah

10.Komisi Pemilihan Umum (KPU)

KPU merupakan komisi yang bertanggung jawab akan pelaksanaan pemilihan umum di Indonesia. Bersifat nasional, tetap, dan mandiri.

11.Komisi Yudisial

(34)

21

2.4

Pembentukan Perundang-Undangan Dalam Perspektif UU

No.12 Tahun 2011

2.4.1 Pengertian Perundang-undangan

Ilmu perundang-undangan adalah suatu ilmu yang berorientasi dalam hal melakukan perbuatan (dalam hal ini adalah pembentukan peraturan perundang-undangan dan bersifat normatif). Selanjutnya Burkhardt Krems dalam bukunya Maria Farida Indrati menjelaskan Ilmu Pengetahuan Perundang-undangan (Gezetzgebungswissenschaft) merupakan ilmu yang interdisipliner yang berhubungan dengan ilmu politik dan sosiologi yang secara garis besar dapat dibagi menjadi dua bagian besar yaitu :

1. Teori Perundang-undangan (Gezetzgebungtheorie), yang berorientasi pada mencari kejelasan dan kejernihan makna atau pengertian-pengertian dan bersifat kognitif.

2. Ilmu Perundang-undangan (Gezetzgebungzlehre), yang berorientasi pasa melakukan perbuatan dlam hal pembentukan peraturan perundang-undangan dan bersifat normatif.

(35)

1. Landasan Filosofis

Dasar filosofis merupakan cita hukum. Atau dengan kata lain bahwa filsafat adalah pandangan hidup bangsa dan merupakan nilai-nilai moral dari suatu bangsa tersebut.Dimana dalam moral itu berisi nilai baik dan nilai buruk.Nilai baik adalah nilai yang mengandung keadilan,kebenarn, kejujuran dan semua nilai-nilai yang dianggap baik oleh masyarakat.

2. Landasan Sosiologis

Dalam membuat suatu peraturan perundang-undangan harus didasarkan pada daya guna dan hasil guna, mempertimbangkan nilai-nilai sosial yang berlaku dalam masyarakat.Peraturan yang dibuat harus berdasarkan pada keyakinan umum dan kesadaran masyarakat karenan nantinya peraturan itu akan diberlakukan kepada masyarakat.

3. Landasan Yuridis

Landasan yang menekankan bahwa dalam pembuatan peraturan

perundang-undangan itu harus memberikan kepastian hukum seperti:

ketepatan waktu,tidak ada diskriminasi .Selain itu, landasan yuridis

sangat penting karena akan menunjukan adanaya kewenangan dari

(36)

23

2.4.2 Asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan

Dalam membentuk Peraturan Perundang-undangan harus berdasarkan pada asas pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang baik. Pada pasal 5 Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik tersebut haruslah memenuhi syarat sebagai berikut:

1. Kejelasan tujuan, setiap pembentukan peraturan Perundang-undangan harus mempunyai tujuan yang jelas yang hendak dicapai.

2. Kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat, setiap jenis peraturan perundang-undangan harus dibuat oleh lembaga atau pejabat pembentuk peraturan perundang-undangan yang berwenang. Peraturan perundang-undangan dapat dibatalkan atau batal demi hukum, apabila dibuat oleh lembaga atau pejabat yang tidak berwenang.

3. Kesesuaian antara jenis, hierarki dan materi muatan, dalam pembentukan peraturan perundangn-undangan harus benar-benar memperhatikan materi muatan yang tetap dengan jenis Peraturan Perundang-undangannya.

4. Dapat di laksanakan, setiap pembentukan peraturan perundang-undangan harus memperhitungkan efektifitas Peraturan Perundang-undangan yang akan dibentuk dalam masyarakat, baik secara filosofis, yuridis maupun sosiologis. 5. Kedayagunaan dan kehasilgunaan, setiap peraturan

perundang-undangan dibuat karena memang benar-benar dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

(37)

7. Keterbukaan, dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan mulai dari perencanaan, persiapan, penyusunan, dan pembahasan bersifat transparan dan terbuka. Dengan demikian seluruh lapisan masyarakat mempunyai kesempatan seluas-luasnya untuk memberikan masukan dalam proses Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

2.4.3 Asas Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan

Pembentukan peraturan perundang-undangan haruslah berisikan dengan asas materi muatan yang baik. Asas materi muatan peraturan perundang-undangan tersebut tertera dalam Pasal 6 Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan, asas materi muatan peraturan perundang-undangan tersebut yaitu sebagai berikut:

1. Pengayoman, setiap materi muatan peraturan Perundang-undangan harus berfungsi memberikan perlindungan dalam kerangka menciptakan ketentraman masyarakat.

2. Kemanusiaan, setiap materi muatan peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan perlindungan dan penghormatan hak asasi manusia serta harkat dan martabat setiap warga Negara dan penduduk Indonesia secara proposional.

3. Kebangsaan, setiap materi muatan peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan sifat dan watak bangsa Indonesia yang pluralistik (kebinekaan) dengan tetap menjaga prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia

4. Kekeluargaan, setiap materi muatan peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan musyawarah untuk mencapai mufakat dalam setiap pengambilan keputusan.

(38)

25

merupakan bagian dari sistem hukum nasional yang berdasarkan Pancasila.

6. Bhinneka Tunggal Ika, setiap materi muatan peraturan Perundang-undangan harus memperhatikan keragaman penduduk, agama, suku, dan golongan, kondisi khusus daerah dan budaya, khususnya yang menyangkut masalah sensitif dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

7. Keadilan, setiap materi muatan peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan keadilan secara proposional bagi setiap warga Negara tanpa kecuali.

8. Kesamaan Kedudukan dalam Hukum dan Pemerintahan, setiap materi muatan peraturan Perundang-undangan tidak boleh berisi hal-hal yang bersifat membedakan berdasarkan latar belakang, antara lain, agama suku, ras, golongan, gender, atau status sosial.

9. Ketertiban dan Kepastian Hukum, setiap materi muatan peraturan Perundang-undangan harus dapat menimbulkan ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan adanya kepastian hukum.

10.Keseimbangan, Keserasian, dan Keselarasan, setiap materi muatan peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan keserasian dan keselarasan, antara kepentingan individu dan masyarakat dengan kepentingan bangsa dan Negara.

2.4.4 Jenis dan Hierarki Peraturan Perundang-undangan

Dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 pasal 7 tentang pembentukan Peraturan Perundang-undangan menjelaskan tentang Jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan, yaitu sebagai berikut :

1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat

3. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah PenggantiUndang-Undang

4. Peraturan Pemerintah 5. Peraturan Presiden

6. Peraturan Daerah Provinsi

(39)

2.5

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

2.5.1 Pengertian Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

Mengingat Indonesia merupakan negara kesatuan yang dibagi-bagi dalam pemerintahan daerah, maka demokrasi juga direalisasikan sampai ke tingkat daerah. Sebagaimana halnya dengan Pemerintah Pusat, maka di tingkat daerah juga dibentuk lembaga perwakilan rakyat tingkat daerah, yang biasa dikenal dengan nama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).

Lembaga perwakilan tingkat daerah ini harus bisa memperhatikan aspirasi rakyat agar bisa menentukan kebijaksanaan yang sesuai dengan kehendak rakyat. Selain itu untuk bisa merealisasikan fungsinya dengan baik, maka kualitas para anggota mempunyai peran penentu. (Josef Riwu Kaho, 2002 : 71)

Pengertian Dewan Perwakilan Rakyat Daerah disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Pasal 1 angka 4, menyatakan bahwa Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah Lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah. Sedangkan “Pemerintah daerah adalah pelaksana fungsi-fungsi pemerintahan daerah

(40)

27

2002:140). Pemerintah daerah bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, sebagaimana di maksud dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. 2.5.2 Tugas dan Wewenang Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah dan berkedudukan sebagai unsur penyelenggaraan pemerintahan daerah dan memiliki fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan. Di dalam pasal 154 UU No. 23 Tahun 2014, DPRD sebagai lembaga perwakilan rakyat daerah memiliki tugas dan wewenang yaitu sebagai berikut :

1. Membentuk Perda Kabupaten/Kota bersama bupati/wali kota;

2. Membahas dan memberikan persetujuan rancangan Perda mengenai APBD kabupaten/kota yang diajukan oleh bupati/wali kota;

3. Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Perda dan APBD kabupaten/kota;

4. Memilih bupati/wali kota;

5. Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian bupati/wali kota kepada Menteri melalui gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat untuk mendapatkan pengesahan pengangkatan dan pemberhentian.

6. Memberikan pendapat dan pertimbangan kepada Pemerintah Daerah kabupaten/kota terhadap rencana perjanjian international di Daerah;

(41)

8. Meminta laporan keterangan pertanggungjawaban bupati/wali kota dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah kabupaten/kota;

9. Memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama dengan Daerah lain atau dengan pihak ketiga yang membebani masyarakat dan Daerah;

10.Melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.

2.5.3 Alat Kelengkapan DPRD

Untuk melaksanakan tugas dan wewenangnya dalam Pasal 110 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah, DPRD dibantu dengan alat kelengkapan, yaitu sebagai berikut:

1. Pimpinan, yaitu anggota DPRD yang berasal dari partai politik yang memperoleh kursi tebanyak pertama di DPRD.

2. Badan Musyawarah, yaitu alat kelengkapan DPRD yang bersifat tetap yang dibentuk pada permulaan masa jabatan keanggotaan DPRD.

3. Komisi, merupakan alat kelengkapan DPRD yang beranggotakan seluruh dewan kecuali Pimpinan DPRD, dimana terdiri dari komisi A, B, C, D yang masing-masing anggotanya diupayakan sama. 4. Badan Legislasi Daerah, yaitu alat kelengkapan DPRD yang bersifat

(42)

29

5. Badan Anggaran, yaitu alat kelengkapan DPRD yang bersifat tetap yang mempunyai tugas berkenaan tentang anggaran pendapatan belanja daerah (APBD).

6. Badan Kehormatan, yaitu alat kelengkapan DPRD yang bertugas memantau dan mengevaluasi disiplin , kode etik, dan peraturan tata tertib DPRD, dalam rangka menjaga kredibilitas DPRD.

7. Alat kelengkapan lain yang diperlukan dan dibentuk oleh rapat paripurna.

2.6

Badan Legislasi Daerah

2.6.1 Pengertian Badan Legislasi Daerah

(43)

Tentang Pedoman Penyusunan Peraturan dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tentang Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah).

Pimpinan Badan Legislasi Daerah terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan 1 (satu) orang wakil ketua yang dipilih dari dan oleh anggota Badan Legislasi Daerah berdasarkan prinsip musyawarah untuk mufakat.Sekretaris DPRD karena jabatannya adalah sekretaris Badan Legislasi Daerah dan bukan sebagai anggota. Masa jabatan pimpinan Badan Legislasi Daerah paling lama dua setengah tahun.Keanggotaan Badan Legislasi Daerah dapat diganti pada setiap tahun anggaran.(Pasal 52 PP Nomor 16 tahun 2010 Tentang Pedoman Penyusunan Peraturan dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tentang Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah).

2.6.2 Tugas Badan Legislasi Daerah

Pasal 53 peraturan pemerintah nomor 16 Tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tentang Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menjelaskan tentang tugas Badan Legislasi Daerah yaitu sebagai berikut:

1. Menyusun rancangan program legislasi daerah yang memuat daftar urutan dan prioritas rancangan peraturan daerah beserta alasannya untuk setiap tahun anggaran di lingkungan DPRD.

2. Koordinasi untuk penyusunan program legislasi daerah antara DPRD dan pemerintah Daerah

(44)

31

4. Melakukan pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi rancangan peraturan daerah yang diajukan anggota, komisi dan/gabungan komisi sebelum rancangan peraturan daerah tersebut disampaikan kepada pimpinan DPRD

5. Memberikan pertimbangan terhadap rancangan peraturan daerah yang diajukan oleh anggota, komisi dan/gabungan komisi, diluar prioritas rancangan peraturan daerah tahun berjalan atau diluar rancangan peraturan daerah yang terdaftar dalam program legislasi daerah

6. Mengikuti perkembangan dan melakukan evaluasi terhadap pembahasan materi muatan rancangan peraturan daerah melalui koordinasi dengan komisi/panitia khusus

7. Memberikan masukan kepada Pimpinan DPRD atas rancangan peraturan daerah yang ditugaskan oleh Badan Musyawarah

8. Membuat laporan kinerja pada masa akhir keanggotaan DPRD baik yang sudah maupun yang belum terselesaikan untuk dapat digunakan sebagai bahan oleh komisi Pada masa keanggotaan berikutnya.

2.7

Program Legislasi Daerah

(45)

kabupaten/kota. prolegda sebagaimana yang dimaksud memuat program pembentukan peraturan daerah dengan judul rancangan peraturan daerah, materi yang diatur, dan keterkaitannya dengan peraturan perundang-undangan lainya.

Prolegda tidak saja sebagai wadah politik hukum di daerah atau potret rencana pembangunan materi hukum (perda-perda jenis apa saja) yang akan dibuat dalam satu tahun ke depan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan serta untuk menampung kondisi khusus daerah, tetapi juga merupakan instrumen yang mencakup mekanisme perencanaan hukum agar selalu konsisten dengan tujuan, cita-cita hukum yang mendasari, dan sesuai dengan arah pembangunan daerah. Penyusunan prolegda di lingkungan DPRD menurut pasal 13 dan 14 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 tahun 2014 Tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah, yaitu sebagai berikut :

Pasal 13

(1)Balegda menyusun Prolegda di lingkungan DPRD.

(2)Prolegda ditetapkan untuk jangka waktu 1 (satu) tahun berdasarkan skala prioritas pembentukan Rancangan Perda. (3)Penyusunan dan penetapan Prolegda dilakukan setiap tahun

sebelum penetapan Rancangan Perda tentang APBD provinsi dan APBD kabupaten/kota.

Pasal 14

(1) Penyusunan Prolegda antara pemerintah daerah dan DPRD dikoordinasikan oleh DPRD melalui Balegda.

(46)

33

DPRD.

(3) Prolegda sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan keputusan DPRD.

2.8

Pembentukan Peraturan Daerah

2.8.1 Pengertian Peraturan Daerah

Sesuai dengan ketentuan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang pembentukan peraturan perundang-undangan, yang di maksud dengan Peraturan Daerah (Perda) adalah peraturan perundang-undangan yang di bentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan persetujuan bersama kepala daerah.

Menurut Asshiddiqie, 2006:357 Definisi lain tentang peraturan daerah adalah:

Peraturan perundang-undangan yang di bentuk bersama oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan kepala Daerah baik propinsi maupun di kabupaten atau kota. Kedudukan peraturan daerah baik tingkat provinsi maupun tingkat kabupaten atau kota dapat dikatakan sama dengan Undang-undang, dalam arti sama-sama merupakan produk hokum lembaga legislatif. Namun demikian dari segi isi (yang mengatur materi dalam ruang lingkup daerah tertentu) maka peraturan daerah mempunyai kedudukan yang lebih rendah jika dibandingkan peraturan dengan ruang lingkup wilayah berlaku yang lebih luas.

(47)

serta merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan cirri khas masing-masing Daerah. (Rodiah, 2011:113)

2.8.2 Prosedur Pembentukan Peraturan Daerah

Dalam rangka tertib administrasi dan peningkatan kualitas produk hukum Daerah, di perlukan suatu proses atau prosedur penyusunan Peraturan daerah agar lebih terarah dan terkoordinasi. Hal ini di sebabkan dalam pembentukan Peraturan daerah perlu adanya persiapan yang matang dan mendalam.

(48)

35

wilayah Daerah, APBD, Rencana program jangka menengah Daerah, Perangkat daerah, Pemerintahan Desa, Pengaturan umum lainnya.

Proses pembentukan perda menurut Rodiah, 2011:114 terdiri dari 3 (tiga) tahap, yaitu:

1. Proses penyiapan rancangan perda yang merupakan proses penyususnan dan perangcangan di lingkungan DPRD atau di lingkungan pemda (dalam hal ini raperda usul inisiatif). Proses ini termasuk penyusunan naskah inisiatif (initiatives draft), naskah akademik (academic draft) dan naskah rancangan Perda (legal draft).

2. Proses mendapatkan persetujuan, yang merupakan pembahasan di DPRD.

3. Proses pengesahan oleh Kepala Daerah dan pengundangan oleh Sekretaris Daerah.

(49)

Bagan 2.1 Alur legislasi Perda menurut UU No.12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan

Sebagai prioritas rancangan peraturan daerah kabupaten Grobogan yang akan di bahas dan di bentuk menjadi peraturan daerah antara Bupati Grobogan dan DPRD Kabupaten Grobogan yang di tuangkan dalam Keputusan DPRD Kabupaten Grobogan Nomor 34 Tahun 2013 Tentang Persetujuan Program Legislasi Daerah Kabupaten Grobogan tahun 2014, telah menetapkan 12 (dua belas) Rancangan Peraturan Daerah.

Prakarsa

penyiapan Disampaikan ke

Disetujui bersama DPRD dan Kepala Daerah DPRD dan Kepala Daerah membahas bersama

PRO

LEGD

A

disebarkan partisipasi

(50)

37

2.9

Model Analisis Regulasi

Pembentukan peraturan Perundang-undangan secara umum di awali dengan model analisis pembentukan peraturan Perundang-undangan yang akan menjadi prioritas dan urutan efektifitas pembentukannya. Ada beberapa model analisis yang sering di gunakan di antaranya sebagai berikut:

1. ROCCIPI (Rule, Opportunity, Capacity, Comunication, Interest, Process dan Ideology)

1. Rule (Peraturan)

a. Susunan kata dari peraturan kurang jelas atau rancu. b. Peraturan mungkin memberi peluang perilaku masalah c. Tidak menangani penyebab-penyebab dari perilaku masalah d. Memberi peluang pelaksanaan yang tidak transparan, tidak

bertanggung jawab dan tidak partisipatif

e. Memnberikan kewenangan yang tidak perlu kepada pejabat palaksana dalam memutuskan apa dan bagaimana mengubah perilaku bermasalah.

2. Opportunity (Kesempatan)

(51)

b. Apakah lingkungan tersebut membuat perilaku yang sesuai tidak mungkin terjadi?

3. Capacity (Kemampuan)

a. Apakah para pelaku peran memiliki kemampuan berperilaku sebagaimana di tentukan oleh peraturan yang ada?

b. Berperilaku sebagaimana ditetapkan oleh undang-undang yang ada. 4. Communication (Komunikasi)

Ketidaktahuan seorang pelaku peran tentang Undang-undang mungkin dapat menjelaskan mengapa dia berperilaku tidak sesuai. Apakah pihak yang berwenang telah mengambil langkah-langkah yang memadai untuk mengkomunikasikan peraturan-peraturan yang ada pada kepada para pihak yang dituju? Tidak ada orang yang dengan secara sadar mematuhi Undang-undang kecuali bila dia mengetahui perintah. 5. Interest (Kepentingan)

Apakah ada kepentingan material atau non material (sosial) yang mempengaruhi pemegang peran dalam bertindak sesuai atau tidak sesuai dengan aturan yang ada?

6. Process (Proses)

(52)

39

dari perorangan, kategori “proses” menghasilkan beberapa hipotesa

yang berguna untuk menjelaskan perilaku mereka. Orang-orang biasanya memutuskan sendiri apakah akan mematuhi peraturan atau tidak.

7. Ideology (Ideologi)

Apakah nilai-nilai, kebiasaan dan adat istiadat yang ada cukup mempengaruhi pemegang peran untuk bertindak sesuai atau bertentangan dengan aturan yang ada?

2. RegMAP (Regulatory Mapping)

Regulatory mapping adalah alat bantu (tool) inovatif untuk melakukan pemetaan (mapping) dan pengkajian (review) kualitas regulasi, alat yang sederhana dan mudah di gunakan, akan tetapi tetap dapat dipertanggungjawabkan (accountable). Tahapan utama dari RegMAP terdiri dari:

1. Pengumpulan regulasi terkait dengan masalah yang teridentifikasi

(53)

sejumlah regulasi yang diindikasi paling bermasalah (misalnya daftar 10 besar)

Menurut Rodiah (2011:86) tahapan secara utuh yang dilakukan menggunakan RegMAP meliputi:

1. Perencanaan (Planning): metode awal, plotting, metode final dan training.

2. Pemetaan (Mapping): Initial stakeholder colsultation; identifikasi dan mengumpulkan regulasi yang relevan; membangun data base.

3. Pengkajian (Review): mengkaji regulasi dengan penyaringan bertingkat.

4. Pelaporan dan Desiminasi (Reporting dan Dissemination): menyiapkan laporan pendukung regulasi, membuat regulasi dan menindaklanjuti.

5. Institusionalisasi (Institutionalization): melembagakan RegMAP ini melalui mitra (kerjasama) baik dengan unsur pemerintah, dunia usaha dan perguruan tinggi.

3. RIA ( Regulatory Impact Assesment)

Metode analisis RIA (Regulatory Impact Assesment) yaitu suatu alat fundamental untuk menilai dampak regulasi. RIA digunakan unuk menguji dan mengukur kemungkinan manfaat, biaya, dan efek dari peraturan baru yang sudah ada.

RIA menggunakan 10 pertanyaan yang merupakan standar baku yang di tetapkan oleh OECD, yaitu:

1. Apakah masalahnya sudah didefinisikan dengan benar? 2. Apakah tindakan pemerintah sudah tepat?

(54)

41

4. Apakah peraturan ada dasar hukumnya?

5. Berapa tingkatan birokrasi pemerintah yang dilibatkan untuk koordinasi regulasi ini?

6. Apakan regulasi bermanfaat disbanding biayanya?

7. Apakah distribusi di masyarakat dampaknya akan transparan?

8. Apakan peraturan tersebut jelas, konsisten, dipahami, dan diakses oleh pengguna?

(55)

2.10

Kerangka Berpikir

Bagan 2.2 Kerangka Berpikir

DASAR HUHUM A. UUD 1945

B. Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang pembentukan peaturan perundang-undangan.

C. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang pemerintahan Daerah;

D. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis

Permusyawaratan Rakkyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

E. PP Nomor 16 Tahun2010 Tentang Pedoman Penyusunan Peraturan dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tentang Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;

F. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2014 tentang pembentukan Produk Hukum Daerah;

Model-model Peraturan Daerrah

1. ROCCIPI

2. REGMAP

3. RIA

Perspektif Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011

Peranan Balegda (Badan Legislasi Daerah) DPRD dalam pembentukan peraturan Daerah

Yuridis Sosiologis

1. Kepustakaan

2. Wawancara

3. dokumentasi

(56)

43

keterangan :

Penulis merumuskan secara skematis alur penulisan skripsi. Sebagai langkah awal penulisan skripsi akan membahas masalah eksistensi Badan Legislasi Daerah (Balegda) DPRD Kabupaten Grobogan dalam Pembentuan Peraturan Daerah. Kerangka berpikir ini, landasan hukum pembentukan peraturan daerah yatu pada Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan peraturan Perundang-undangan.

Secara konseptual yuridis, Pasal 1 angka (8) Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan peraturan Perundang-undangan, Peraturan Daerah Kabupaten/Kota adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota dengan persetujuan bersama Bupati/Walikota. Selanjutnya Pasal 39 Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan peraturan Perundang-undangan, Perencanaan penyusunan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dilakukan dalam Prolegda Kabupaten/Kota

(57)

yang khusus menangani bidang legislasi. Pasal 13 angka (1) Peraturan Menteri Dalam Negeri, Balegda menyusun Prolegda di lingkungan DPRD.

Pembentukan peraturan Perundang-undangan secara umum diawali dengan model analisis pembentukan peraturan Perundang-undangan yang akan menjadi prioritas dan urutan efektivitas pembentukannya, model-model tersebut diantaranya yaitu ROCCIPI (Rule, Opportunity, Capacity, Communication, Interest, Process, Ideologi), Reg MAP (Regulatory Mapping), RIA (Regulatory Impact Assessment).

(58)

45

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1

Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif, dimana dengan penelitian ini tidak menggunakan angka-angka melainkan pendekatan yang dilakukan langsung turun kelapangan, wawancara, dan analisis data.Penelitian kualitatif membangun teori dari data atau fakta - fakta yang ada.Metode pendekatan kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif yang berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.

(59)

3.2

Jenis Penelitian

Pada penelitian ini menggunakan jenis penelitian Yuridis Sosiologis, Yuridis Sosiologis adalah penelitian hukum yang menggunakan data sekunder sebagai data awalnya, yang kemudian dilanjutkan dengan data primer atau data lapangan, Meneliti efektivitas suatu Undang-Undang dan Penelitian yang ingin mencari hubungan (korelasi) antara berbagai gejala atau variabel sebagai alat pengumpul datanya terdiri dari studi dokumen, pengamatan (observasi), dan wawancara (interview).

Faktor yuridis ini didasarkan pada beberapa peraturan perundangan yang mengatur tentang pembentukan Peraturan Daerah kabupaten Grobogan, dalam hal ini Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Sedangkan faktor sosiologis dalam penelitian ini mengacu pada peran, tugas pokok dan fungsi Badan Legislasi Daerah Kabupaten Grobogan dalam membentuk Peraturan Daerah di Kabupaten Grobogan.

3.3

Fokus Penelitian

(60)

47

diperolehnya melalui kepustakaan ilmiah ataupun kepustakaan lainnya”

(Moleong, 2009: 97).

Sesuai dengan pokok permasalahan, maka fokus dari penelitian ini yaitu “Eksistensi Balegda (Badan Legislasi Daerah) DPRD Kabupaten Grobogan

dalam pembentukan Peraturan Daerah (Perspektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011)”

3.4

Lokasi Penelitian

(61)

3.5

Sumber Data

3.5.1 Data primer

Sumber data utama atau primer yaitu didapat dari kata kata atau tindakan orang orang yang diamati (Moleong, 2009:157). Data yang diperoleh langsung dari masyarakat melalui observasi/pengamatan, interview atau wawancara. Data primer dalam penelitian ini diperoleh secara langsung dari para responden dan narasumber tentang obyek yang akan diteliti yaitu anggota Balegda Kabupaten Grobogan melalui wawancara atau tanya jawab. Narasumber dalam penelitian ini di peroleh dari:

1. Bambang Guritno ,SH, MM. selaku ketua merangkap anggota Badan Legislasi Daerah DPRD Kabupaten Grobogan;

2. Amin Rois Abdul Ghoni, SE selaku anggota Badan Legislasi Daerah DPRD Kabupaten Grobogan.

3.5.2 Data Skunder

(62)

49

1. Bahan hukum primer, yang merupakan bahan-bahan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat, yaitu peraturan perundang-undangan yang terkait dengan Legislasi Daerah, terdiri dari : a. UUD 1945

b. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang pemerintahan Daerah.

c. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 tahun 2014 tentang prosedur penyusunan produk hukum Daerah

d. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakkyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

e. Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang pembentukan peaturan perundang-undangan

2. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang erat hubungannya dengan bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisa bahan hukum primer yaitu buku-buku, makalah-makalah dan hasil-hasil penelitian terdahulu.

(63)

3.6

Tehnik Pengumpulan Data

Dalam pengumpulan data diusahakan sebanyak mungkin data yang diperoleh dan dikumpulkan mengenai masalah-masalah yang berhubungan dengan penelitian ini. Alat-alat pengumpulan data, pada umumnya dikenal tiga jenis alat pengumpulan data, yaitu studi dokumen atau bahan pustaka, pengamatan atau observasi, dan wawancara atau interview.

1. Wawancara (interview)

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Wawancara/percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewer) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu. (moleong, 2009:186)

Wawancara dilakukan secara langsung kepada beberapa pihak-pihak yang terkait dengan eksisiensi Badan Legislasi Daerah DPRD kabupaten Grobogan dalam pembentukan Peraturan Daerah. Seta pihak-pihak yang berkompeten untuk memberikan informasi kepada peneliti.

(64)

51

Legislasi Daerah DPRD Kabupaten Grobogan dan Bapak Amin Rois Abdul Ghoni, SE selaku anggota Badan Legislasi Daerah DPRD Kabupaten Grobogan.

2. Observasi

Observasi diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian.Pengamatan dan pencatatan yang dilakukan terhadap objek di tempat terjadi atau berlangsungnya peristiwa, sehingga observer berada bersama objek yang diselidiki, disebut observasi langsung. Observasi tidak langsung adalah pengamatan yang dilakukan tidak pada saat berlangsungnya suatu yang akan diselidiki (Amirudin, 2003:77).

(65)

3. Studi Kepustakaan

Penelitian ini, penulis menggunakan metode pengumpulan data melalui studi dokumen/kepustakaan (library research) yaitu dengan melakukan penelitian terhadap berbagai sumber bacaan seperti buku-buku yang berkaitan dengan proses pembentukan Peraturan Perundang-undangan pada umumnya dan Peraturan Daerah pada khususnya, pendapat sarjana, surat kabar, artikel, kamus dan juga berita yang penulis peroleh dari internet.

4. Dokumentasi

Dokumentasi adalah mengumpulkan data melalui peninggalan tertulis, seperti arsip-arsip dan termasuk juga buku-buku tentang pendapat, teori, dalil atau hukum-hukum dan lain-lain yang berhubungan dengan eksistensi Balegda dalam pembentukan Peraturan Daerah dan model yang digunakan dalam pembentukan peraturan daerah kabupaten Grobogan. Sebagai contoh laporan kegiatan dan produk Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Grobogan Tahun Sidang 2013 dan 2015.

.

3.7

Validitas Data

(66)

53

pemeriksaan.Validitas membuktikan hasil yang diamati sudah sesuai dengan kenyataan dan memang sesuai dengan yang sebenarnya atau kejadiannya.

Teknik pengujian yang dipergunakan penulis dalam penentuan validitas data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan Triangulasi. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain dalam membandingkan hasil wawancara terhadap objek penelitian (Moloeng, 2009:330)

Teknik triangulasi ini dibagi menjadi dua, yaitu triangulasi data dan triangulasi metode.

1. Triangulasi Data

Yaitu membandingkan dan mengecek balik dan kepercayaan informasi yang diperoleh dari sumber data yang berbeda-beda. Triangulasi data ini dapat dicapai dengan jalan :

- Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara. - Membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa

yang dikatakan secara pribadi.

- Membandingkan apa yang dikatakan orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu

(67)

berpendidikan menengah dan tinggi, orang yang berada, orang pemerintahan.

- Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang terkait.

2. Triangulasi Metode

Yaitu upaya mengecek tingkat keaslian dan penelitian dengan cara membandingkan data-data sejenis yang dikumpulkan dengan teknik dan metode pengumpulan yang berbeda. Teknik triangulasi dalam penelitian ini sebagai berikut:

- Membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil wawancara

(Moleong, 2009:287)

- Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan

(Moleong, 2009:287) Sumber data

Pengamatan

Wawancara

Sumber data

Dokumen

(68)

55

3.8

Analisis Data

Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan ditemukan hipotesis kerja seperti yang didasarkan oleh data (Moleong, 2009:103).

Analisis data dilakukan secara induktif, yaitu mulai dari lapangan atau fakta empiris dengan cara terjun ke lapangan, mempelajari, menganalisis, menafsir dan menarik kesimpulan dari fenomena yang ada di lapangan.Analisis data di dalam penelitian kualitatif dilakukan bersamaan dengan proses pengumpulan data.Menurut Milles dan Huberman tahapan analisis data adalah sebagai berikut :

1. Pengumpulan Data

Peneliti mencatat semua data secara objektif dan apa adanya sesuai dengan hasil observasi dan wawancara di kantor DPRD Kabupaten Grobogan.

2. Reduksi Data

(69)

gambaran yang lebih tajam tentang hasil pengamatan dan mempermudah peneliti untuk mencari sewaktu-waktu diperlukan.

3. Penyajian Data

Penyajian data berupa sekumpulan informasi yang telah tersusun yang member kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Penyajian data merupakan analisis dalam bentuk matriks, chart, atau grafis.Sehingga peneliti dapat menguasai data.

4. Penarikan Kesimpulan atau Verifikasi

Verifikasi dapat dilakukan dengan singkat yaitu dengan cara mengumpulkan data baru. Dalam pengambilan keputusan, didasarkan pada reduksi data dan penyajian data yang merupakan jawaban atas masalah yang diangkat peneliti.

Tahapan analisis data kualitatif diatas dapat dilihat dalam bagan 3.1

Bagan 3.1 Analisis Data

Pengumpulan Data

Penarikan Kesimpulan/Verifikasi

Reduksi Data

(70)

57

(71)

87

5.1

Simpulan

(72)

88

daerah yang setiap tahun anggaran tidak mampu mencapai target program legilasi daerah untuk di bahas dan tetapkan menjadi peraturan daerah.

2. Langkah yang perlu dilalui dalam menyusun suatu Perda baru pertama yaitu mengidentifikasi isu dan masalah, Identifikasi legal baseline atau landasan hukum dan bagaimana peraturan daerah (Perda) baru dapat memecahkan masalah, Penyusunan Naskah Akademik, Penulisan Rancangan Perda Penyelenggaraan Konsultasi Publik (Revisi Rancangan Perda, Apabila diperlukan, melakukan konsultasi publik tambahan), Pembahasan di DPRD, Pengesahan Perda. Dalam mengidentifikasi isu dan masalah tersebut, Kabupaten Grobogan menggunakan model ROCCIPI (Rule, Opportunity, Capacity, Comunication, Interest, Process dan Ideology) dalam pembentukan Peraturan Daerah.

5.2

Saran

(73)

dampak peraturan daerah tersebut, karena terkadang ada peraturan daerah yang perlu di ubah atau di perbaiki karena perubahan kondisi di masyarakat memerlukan pertimbangan dan pendapat dari tenaga ahli yang mengerti secara mendalam masalah hukum.

(74)

90

DAFTAR PUSTAKA

Buku :

Abidin Zainal, 2007. Analisis Eksistensial. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada

Amirudin, dan H. Zainal Asikin. 2003. Pengantar Metode Penelitian Hukum. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.

Huda Ni’matul, 2013. Otonomi Daerah Filosofi perkembangannya dan

problematikanya, Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Indrati M.F, 2007. Ilmu Perundang-undangan Dasar-dasar dan Pembentukannya. Yogyakarta: Kansius

Jimly Assiddhiqie 2006. Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia. Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepanitraan Mahkamah Konstitusi RI.

Kaho J.R, 2002. Prospek Otonomi Daerah di Negara Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Kansil C.S.T, 1979. Pokok-pokok Pemerintahan Daerah. Jakarta: Aksara Baru

Marbun B.N, 1992. DPRD Pertumbuhan, Masalah dan Masa Depannya. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Moleong L.J, 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

Nasution, 2003. Metode Research:Penelitian Ilmiah. Jakarta: PT. Bumi Aksara Ranggawijaya R. Pengantar Ilmu Perundang-undangan Indonesia. Bandung: Mandar

Maju

Rodiah, 2011. Tehnik Perundang-undangan. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Sitepu P.A, 2012. TeoriTeori Politik, Yogyakarta: Graha Ilmu.

Soegito, 2007. Pendidikan Pancasila. Semarang: UPT MKU Universitas Negeri Semarang.

Soehino, 2001. Ilmu Negara. Yogyakarta: Liberty Yogyakarta.

(75)

Widjaja H.A.W, 2002. Otonomi Daerah dan Daerah Otonom. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Peraturan Perundang-Undangan :

Amandemen Undang Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan Daerah.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakkyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 Tentang pembentukan peraturan perundang-undangan

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor16 Tahun 2010 tentang Pedoman penyusunan peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah tentang Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 16 tahun 2006 tentang prosedur penyusunan produk hukum Daerah.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 53 Tahun 2011 tentang pembentukan Produk Hukum Daerah

Jurnal :

A. Zarkasi, S.H., M.H. Pembentukan Peraturan Daerah Berdasarkan Peraturan

Perundang-Undangan Vol. 2, No.4, 2010. Diakses melalui

http://online-jour

Gambar

Tabel 1.1

Referensi

Dokumen terkait

Dalam penelitian ini akan menerapkan metode Analisis Risiko pada Portofolio Saham Syari’ah Menggunakan Value at Risk (VaR) dengan Pendekatan Generalized Pareto Distribution

[r]

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan tentang pengaruh perencanaan pajak terhadap manajemen laba pada perusahaan manufaktur subsektor makanan dan minuman

Skripsi dengan judul “partisipasi masyarakat dalam penyusunan program legislasi daerah oleh DPRD Kabupaten Bone Bolango Ditinjua dari pasal 35 Huruf (D) UU No

Sedangkan dalam seminar bimbingan dan konseling bagi guru pembimbing di SD, SLTP, SMK se-kabupaten Pati dikemukakan bahwa bimbingan dan konseling di sekolah

Panitia penyelenggara melaksanakan registrasi penerimaan peserta 1 (satu) hari sebelum pelaksanaan diklat dan peserta sudah harus langsung menginap di asrama yang

Ku kituna ieu panalungtikan anu judulna “Pupujian nu aya di Pondok Pasantrén Al-Barokah Bandung Pikeun Bahan Pangajaran Ngaregepkeun di SMP Kelas VII (Ulikan Semiotik,

KESATU : Perubahan atas Surat Keputusan DPRD Nomor 18 tahun 2009 tentang Penempatan Personil Anggota Fraksi pada Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah