• Tidak ada hasil yang ditemukan

KETENTUAN PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH (Berdasarkan UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KETENTUAN PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH (Berdasarkan UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan)"

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)

KETENTUAN PEMBENTUKAN

PERATURAN DAERAH

(Berdasarkan UU No. 12 Tahun 2011 tentang

Pembentukan Peraturan Perundang-undangan)

NURYANTI WIDYASTUTI

Direktur Fasilitasi Perancangan Peraturan Daerah dan Pembinaan Perancang Peraturan Perundang-undangan

Disampaikan pada:

Rapat Koordinasi Pendampingan Penyusunan RAPERDA tentang Pencegahan dan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan

(2)

Yang dimaksud dengan:

Peraturan Daerah adalah peraturan

perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah dengan persetujuan bersama

Kepala Daerah.

(3)

Kedudukan Peraturan Daerah dalam

Hierarki Peraturan Perundang-undangan

 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

 Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;

 UU/Peraturan Pemerintah Pengganti UU;

 PP;

 Peraturan Presiden;

 Peraturan Daerah Provinsi; dan

 Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

(Pasal 7 ayat (1) UU Nomor 12 Tahun 2011 ttg Pembentukan Peraturan Perundang-undangan)

(4)

Kedudukan Peraturan Daerah dalam Hierarki

Produk-produk Pengaturan di Daerah

 Produk Hukum Daerah berbentuk peraturan bdskn Permendagri No. 80 Thn 2015 ttg Pembentukan

Produk Hukum Daerah meliputi: a. Peraturan Daerah;

b. Peraturan Kepala Daerah;

c. Peraturan Bersama Kepala Daerah; dan d. Peraturan DPRD.

 Secara hierarki, kedudukan Peraturan Daerah berada pada urutan pertama dan menjadi acuan peraturan yang berada di bawahnya.

(5)

Dasar Pembentukan Peraturan Daerah

Berdasarkan ketentuan butir 39 Lampiran II UU No. 12/2011, dasar pembentukan Peraturan Daerah dibedakan menjadi:

Yang memberikan dasar kewenangan

a. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

b. Undang-Undang tentang Pembentukan Daerah yang bersangkutan

c. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah

Yang memerintahkan

 peraturan perundang-undangan yang memerintahkan secara tegas pembentukan Peraturan Daerah.

(6)

PEMAHAMAN DAN KETENTUAN DALAM

PROGRAM PEMBENTUKAN

PERATURAN DAERAH

Perencanaan dilakukan dalam suatu Program

Pembentukan Peraturan Daerah

Disusun oleh DPRD dan kepala daerah untuk

jangka waktu 1 (satu) tahun berdasarkan skala

prioritas pembentukan rancangan Perda.

(7)

Perencanaan Penyusunan Peraturan Daerah

Provinsi

dilakukan

dalam

Program

Pembentukan Daerah Provinsi.

Perencanaan Penyusunan Peraturan Daerah

Kabupaten/Kota dilakukan dalam Program

Pembentukan

Pembentukan

Daerah

(8)

 Fungsi Program Pembentukan Peraturan Daerah:

a. memberikan gambaran objektif tentang kondisi umum mengenai permasalahan pembentukan Peraturan Daerah; b. menetapkan skala prioritas penyusunan rancangan

Peraturan Daerah untuk jangka panjang, menengah atau jangka pendek sebagai pedoman bersama dalam pembentukan Peraturan Daerah;

c. menyelenggarakan sinergi antar lembaga yang berwenang membentuk Peraturan Daerah;

d. mempercepat proses pembentukan Peraturan Daerah dengan memfokuskan kegiatan penyusunan Rancangan Peraturan Daerah menurut skala prioritas yang ditetapkan; dan

e. menjadi sarana pengendali kegiatan pembentukan Peraturan Daerah.

(9)

Program Pembentukan Peraturan Daerah memuat program pembentukan Peraturan Daerah dengan judul rancangan peraturan daerah, materi yang diatur serta keterkaitannya dengan Peraturan Perundang-undangan lainnya.

Materi yang diatur serta keterkaitannya dengan Peraturan Perundang-undangan lainnya merupakan keterangan mengenai rancangan peraturan daerah yang meliputi:

a. latar belakang dan tujuan penyusunan; b. sasaran yang ingin diwujudkan;

c. pokok pikiran, lingkup atau obyek yang akan diatur; dan

(10)

MEKANISME PENYUSUNAN:

Penyusunan Program Pembentukan Peraturan Daerah

Provinsi, Kabupaten/Kota dilaksanakan oleh DPRD Provinsi, Kabupaten/Kota dan Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota.

 Program Pembentukan Provinsi Provinsi, Kabupaten/Kota ditetapkan untuk jangka waktu 1 (satu) tahun berdasarkan skala prioritas pembentukan Rancangan Peraturan Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota.

Penyusunan dan penetapan Program Pembentukan

Peraturan Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota dilakukan setiap tahun sebelum penetapan Rancangan Peraturan Daerah Provinsi tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota.

(11)

Lanjutan …

Penyusunan Program Pembentukan Peraturan Daerah

Provinsi, Kabupaten/Kota antara DPRD Provinsi,

Kabupaten/Kota dan Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota dikoordinasikan oleh DPRD Provinsi,

Kabupaten/Kota melalui alat kelengkapan DPRD Provinsi, Kabupaten/Kota yang khusus menangani bidang legislasi.

Penyusunan Program Pembentukan Peraturan Daerah

Provinsi, Kabupaten/Kota di lingkungan DPRD

Provinsi, Kabupaten/Kota dikoordinasikan oleh alat

kelengkapan DPRD Provinsi, Kabupaten/Kota yang khusus menangani bidang legislasi.

(12)

Lanjutan …

Penyusunan Program Pembentukan Peraturan

Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota di lingkungan

Pemerintah

Daerah

Provinsi,

Kabupaten/Kota dikoordinasikan oleh biro

hukum dan dapat mengikutsertakan instansi

vertikal terkait.

(Yang dimaksud dengan “instansi vertikal” adalah

Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM)

(13)

Lanjutan …

 Hasil penyusunan Program Pembentukan Peraturan Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota antara DPRD Provinsi, Kabupaten/Kota dan Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota disepakati menjadi Program

Pembentukan Peraturan Daerah Provinsi,

Kabupaten/Kota dan ditetapkan dalam Rapat

Paripurna DPRD Provinsi, Kabupaten/Kota.

 Program Pembentukan Peraturan Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota ditetapkan dengan Keputusan

(14)

Lanjutan …

Dalam program pembentukan Perda dapat

dimuat daftar kumulatif terbuka yang

terdiri atas:

a. akibat putusan Mahkamah Agung;

dan

(15)

Lanjutan …

Selain itu dalam program pembentukan

Peraturan Daerah dapat dimuat daftar

kumulatif terbuka mengenai:

a. penataan Kecamatan; dan

b. penataan Desa.

(16)

Lanjutan …

Dalam keadaan tertentu, DPRD dan Kepala Daerah dapat mengajukan rancangan Perda di luar program pembentukan Perda karena alasan:

a. mengatasi keadaan luar biasa, keadaan konflik, atau bencana alam;

b. menindaklanjuti kerja sama dengan pihak lain;

c. mengatasi keadaan tertentu lainnya yang memastikan adanya urgensi atas suatu rancangan Perda yang dapat disetujui bersama oleh alat kelengkapan DPRD yang khusus menangani bidang pembentukan Perda dan unit yang menangani bidang hukum pada Pemerintah Daerah;

(17)

Lanjutan …

d. akibat pembatalan oleh gubernur sebagai

wakil

Pemerintah Pusat untuk Perda

Kabupaten/Kota;

dan

e. perintah

dari

ketentuan

peraturan

perundang-

undangan yang lebih tinggi

setelah program

pembentukan

Perda

(18)

Lanjutan …

Pasal 41 UU No. 12 Tahun 2011 ttg Pembentukan Peraturan Perundang-undangan

 “Dalam Program Pembentukan Peraturan Daerah Kabupaten/kota dapat dimuat daftar kumulatif terbuka mengenai pembentukan, pemekaran, dan penggabungan Kecamatan atau nama lainnya

dan/atau pembentukan, pemekaran, dan

(19)

PEMAHAMAN DAN KETENTUAN

PENYUSUNAN NASKAH AKADEMIK

Naskah Akademik adalah:

 naskah hasil penelitian atau pengkajian hukum dan hasil penelitian lainnya terhadap

suatu masalah tertentu yang dapat

dipertanggungjawabkan secara ilmiah mengenai pengaturan masalah tersebut dalam suatu

Rancangan Undang-Undang, Rancangan

Peraturan Daerah Provinsi, atau Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota sebagai solusi terhadap permasalahan dan kebutuhan hukum masyarakat.

(Pasal 1 angka 10 UU No. 12/2011 ttg Pembentukan Peraturan Perundang-undangan)

(20)

Tujuan Penyusunan Naskah Akademik:

Memuat sasaran utama dibuatnya suatu

Peraturan Daerah dan menjadi landasan

ilmiah bagi penyusunan suatu peraturan

daerah,

karena

Naskah

Akademik

memberikan arah dan menetapkan ruang

lingkup

pembentukan

suatu

peraturan

perundang-undangan sesuai dengan ruang

lingkup identifikasi masalah.

(21)

Fungsi Penyusunan Naskah Akademik:

1. Salah satu cara meminimalisasi pembentukan peraturan perundang-undangan yang saling tumpang tindih;

2. Bahan awal bagi pemrakarsa dalam penyusunan Raperda atau sebagai suatu pemikiran baru;

3. Memudahkan legal drafter dalam menyusun dan menarik norma hukum bagi pembentukan peraturan perundang-undangan;

4. Memberikan arahan bagi pemangku kepentingan yang menduduki fungsi sebagai pengambil kebijakan (decision maker), dan para hakim untuk memutuskan perkara khususnya perkara yang berkaitan dengan

judicial review karena dapat ditelusuri perdebatannya

(22)

Penyusunan

Naskah

Akademik

sebelum

dilakukan penyusunan Peraturan Daerah, dapat

menjadi landasan kuat bahwa Peraturan

Daerah tersebut benar-benar diperlukan oleh

masyarakat dan Pemerintah Daerah dan dapat

menjadi dasar hukum untuk melakukan

sesuatu atau tidak melakukan sesuatu, serta

memberikan kejelasan aturan dan kepastian

hukum.

(23)

PENGATURAN NASKAH AKADEMIK:

 Pasal 56 UU No. 12 Tahun 2011 menyatakan bahwa:

(2) Rancangan Peraturan Daerah Provinsi disertai dengan penjelasan atau keterangan dan/atau naskah akademik. (3) Dalam hal Rancangan Peraturan Daerah Provinsi:

a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi; b. Pencabutan Peraturan Daerah Provinsi yang hanya

terbatas mengubah beberapa materi;

c. Perubahan Peraturan Daerah Provinsi yang hanya terbatas mengubah beberapa materi.

Disertai dengan keterangan yang memuat pokok pikiran dan materi muatan yang diatur.

 Pasal 63 UU No. 12 Tahun 2011 menyatakan bahwa:

“Ketentuan penyusunan Peraturan Daerah Provinsi berlaku mutatis mutandis untuk penyusunan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.”

(24)

Sistematika Naskah Akademik

JUDUL

KATA PENGANTAR DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN PRAKTIK EMPIRIS BAB III EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN

PERUNDANG- UNDANGAN TERKAIT BAB IV LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, DAN

YURIDIS

BAB V JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG LINGKUP MATERI MUATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI ATAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN/KOTA BAB VI PENUTUP

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

(Lampiran II Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 ttg Pembentukan Peraturan Perundang-undangan)

(25)

PROSES DAN PROSEDUR

PENYUSUNAN RAPERDA

Penyusunan

rancangan

Perda

dilakukan

berdasarkan program pembentukan Perda.

Penyusunan rancangan Perda dapat berasal dari

(26)

Lanjutan …

Raperda inisiatif DPRD Disampaikan oleh: - Anggota DPRD - Komisi - Gabungan Komisi

- Alat kelengkapan DPRD yang menangani bidang legislasi

Penyebarluasan Raperda yang berasal dari DPRD dilaksanakan oleh sekretariat DPRD.

B. Raperda inisiatif Kepala Daerah

Disampaikan dengan surat pengantar kepada DPRD

Penyebarluasan Raperda yang berasal dari Kepala Daerah dilaksanakan oleh Sekretariat Daerah.

Apabila dalam satu masa sidang, Kepala Daerah dan DPRD menyampaikan Raperda,mengenai materi yang sama, maka yang dibahas adalah Raperda yang disampaikan oleh DPRD, sedangkan Raperda yang disampaikan oleh Kepala Daerah digunakan sebagai bahan untuk dipersandingkan.

(27)

 Pembahasan dilakukan oleh DPRD bersama kepala daerah untuk mendapat persetujuan bersama.

 Pembahasan bersama dilakukan melalui tingkat pembicaraan, yaitu: pembicaraan tingkat I dan pembicaraan tingkat II.

(28)

 Pembicaraan Tingkat I meliputi:

a. Dalam hal rancangan Perda berasal dari kepala daerah dilakukan dengan kegiatan sebagai berikut:

1. penjelasan kepala daerah dalam rapat

paripurna mengenai rancangan peraturan daerah;

2. pemandangan umum fraksi terhadap rancangan Perda; dan

3. tanggapan dan/jawaban kepala daerah terhadap pemandangan umum fraksi.

(29)

b. Dalam hal rancangan Perda berasal dari DPRD dilakukan dengan kegiatan sebagai berikut:

1. penjelasan pimpinan komisi, pimpinan gabungan komisi, pimpinan Badan Pembentukan Peraturan Daerah, atau pimpinan panitia khusus dalam rapat paripurna mengenai rancangan Perda;

2. pendapat kepala daerah terhadap rancangan Perda; dan

3. tanggapan dan/jawaban fraksi terhadap pendapat kepala daerah.

(30)

Pembicaraan Tingkat II meliputi:

a. pengambilan

keputusan

dalam

rapat

paripurna yang didahului dengan:

1. penyampaian laporan pimpinan komisi/

pimpinan gabungan komisi/pimpinan

panitia khusus yang berisi proses

pembahasan, pendapat fraksi dan hasil

pembicaraan sebagaimana dimaksud pada

ayat (3) huruf c; dan

2. permintaan persetujuan dari anggota

secara lisan oleh pimpinan rapat

paripurna.

(31)

Pada tingkat II, apabila persetujuan tidak dapat

dicapai secara musyawarah untuk mufakat,

keputusan diambil berdasarkaan suara terbanyak.

Dalam hal rancangan Perda tidak mendapat

persetujuan bersama antara DPRD dan kepala

daerah, rancangan Perda tersebut tidak boleh

diajukan lagi dalam persidangan DPRD masa itu.

(32)

Penetapan Rancangan Peraturan Daerah

 Rancangan Perda yang telah disetujui bersama oleh DPRD dan Kepala Daerah disampaikan oleh pimpinan DPRD kepada kepala daerah untuk ditetapkan menjadi Perda.

 Penyampaian rancangan Perda dilakukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari terhitung sejak tanggal persetujuan bersama.

 Kepala daerah wajib menyampaikan rancangan Perda kepada gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat paling lama 3 (tiga) hari terhitung sejak menerima rancangan Perda dari pimpinan DPRD untuk mendapatkan nomor register Perda.

(33)

Lanjutan

 Gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat memberikan nomor register rancangan Perda paling lama 7 (tujuh) hari sejak rancangan Perda diterima.

 Rancangan Perda yang telah mendapat nomor register ditetapkan oleh kepala daerah dengan membubuhkan tanda tangan paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak rancangan Perda disetujui bersama oleh DPRD dan kepala daerah.

 Dalam hal kepala daerah tidak menandatangani rancangan Perda yang telah mendapat nomor register akan sah menjadi Perda dan wajib diundangkan dalam lembaran daerah.

(34)

Lanjutan …

 Rancangan Perda yang tidak ditandatangani kepala

daerah dinyatakan sah dengan kalimat

pengesahannya berbunyi “Peraturan Daerah ini dinyatakan sah”.

 Pengesahan tersebut harus dibubuhkan pada halaman terakhir Perda sebelum pengundangan naskah Perda ke dalam lembaran daerah.

(35)

Lanjutan …

Rancangan Perda yang belum mendapatkan

nomor register belum dapat ditetapkan kepala

daerah dan belum dapat diundangkan dalam

lembaran daerah.

Gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat secara

berkala menyampaikan laporan Perda yang telah

mendapatkan nomor register kepada Menteri.

(36)

Lanjutan

 Perda diundangkan dalam lembaran daerah.

 Pengundangan Perda dalam lembaran daerah dilakukan oleh Sekretaris Daerah.

 Perda mulai berlaku dan mempunyai kekuatan mengikat pada tanggal diundangkan, kecuali ditentukan lain di dalam Perda yang bersangkutan.

(37)

Lanjutan

 DPRD dan kepala daerah wajib melakukan penyebarluasan sejak penyusunan program pembentukan Perda, penyusunan rancangan Perda, dan pembahasan rancangan Perda.

 Penyebarluasan program pembentukan Perda dilakukan bersama oleh DPRD dan kepala daerah yang dikordinasikan oleh alat kelengkapan DPRD yang khusus menangani pembentukan Perda.

(38)

Lanjutan …

Penyebarluasan rancangan Perda yang berasal dari

DPRD dilaksanakan oleh alat kelengkapan DPRD.

Penyebarluasan rancangan Perda yang berasal dari

kepala daerah dilaksanakan oleh sekretaris daerah.

Penyebarluasan

dilakukan

untuk

dapat

memberikan informasi dan/atau memperoleh

masukan

masyarakat

dan

para

pemangku

kepentingan.

(39)

TEKNIK PENYUSUNAN RAPERDA

Berdasarkan Lampiran II Undang-Undang

Nomor 12 Tahun 2011 ttg Pembentukan

Peraturan Perundang-undangan

(40)

MATERI MUATAN PERATURAN DAERAH

1. dalam rangka penyelenggaraan otonomi

daerah dan tugas pembantuan;

2. menampung kondisi khusus daerah;

3. penjabaran

lebih

lanjut

peraturan

perundang-undangan

yang

lebih

tinggi.

Pasal 14 UU No. 12/2011 ttg Pembentukan

Peraturan Perundang-undangan Jo. Pasal 236

ayat (3) dan ayat (4) UU No. 23/2014 ttg

Pemerintahan Daerah

(41)

KERANGKA PERATURAN DAERAH

Judul

Pembukaan

Batang Tubuh

Penutup

Penjelasan

(42)

JUDUL

Judul harus singkat, jelas, tetapi mencerminkan norma yang diatur.

Judul memuat keterangan mengenai jenis, nomor, tahun penetapan, dan

nama Peraturan Daerah.

Nama Peraturan Daerah dibuat secara singkat dengan hanya

menggunakan 1 (satu) kata atau frasa tetapi secara esensial

mempunyai makna dan mencerminkan isi Peraturan Daerah.

Judul ditulis dengan huruf kapital yang diletakkan di tengah marjin

tanpa diakhiri tanda baca.

Judul tidak boleh ditambah dengan singkatan atau akronim.

Nama daerah tidak disebutkan 2 (dua) kali pada suatu judul

Peraturan Daerah.

(43)

PEMBUKAAN 

1.

Frasa “DENGAN RAHMAT TUHAN

YANG MAHA ESA”.

2.

Jabatan Pembentuk Peraturan Daerah.

3.

Konsiderans  Menimbang

4.

Dasar Hukum  Mengingat

5.

Diktum

(44)

KONSIDERANS  MENIMBANG

 Konstatasi fakta mengenai urgensinya dibuat suatu

peraturan harus disusun sedemikian rupa untuk

setiap pertimbangan yang satu dengan

pertimbangan berikutnya tidak boleh berdiri sendiri-sendiri maknanya, tetapi alur pikirannya harus berkesinambungan secara rentet.

 Memuat uraian singkat mengenai pokok-pokok

pikiran yang menjadi latar belakang dan alasan pembuatan peraturan perundang-undangan.

 Pokok-pokok pikiran memuat unsur filosofis,

yuridis, dan sosiologis yang menjadi latar belakang pembuatannya.

(45)

POKOK-POKOK PIKIRAN DALAM KONSIDERANS

Filosofis:

Peraturan yang dibentuk mempertimbangkan pandangan hidup, kesadaran dan cita hukum yang meliputi suasana kebatinan serta falsafah bangsa Indonesia yang bersumber dari Pancasila dan Pembukaan UUD Negara RI tahun 1945. Sosiologis:

Peraturan yang dibentuk untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam berbagai aspek.

Yuridis:

Peraturan yang dibentuk untuk mengatasi permasalahan hukum atau mengisi kekosongan hukum dengan mempertimbangkan aturan yang telah ada, yang akan diubah, atau yang akan dicabut guna menjamin kepastian hukum dan rasa keadilan masyarakat.

(46)

LANJUTAN

Konsideran cukup memuat satu pertimbangan yang berisi uraian

singkat mengenai perlunya melaksanakan ketentuan Pasal atau

beberapa Pasal dari UU atau PP yang memerintahkan pembentukan

Peraturan Daerah tersebut dengan menunjuk Pasal atau beberapa

Pasal dari UU atau PP yang memerintahkan pembentukannya.

Contoh:

Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 19 ayat

(2) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang

Bantuan Hukum perlu menetapkan Peraturan

Daerah tentang Penyelenggaraan Bantuan

Hukum;

(47)

DASAR HUKUM

 Memuat dasar kewenangan pembuatan peraturan perundang-undangan dan

peraturan peraturan perundang-undangan yang memerintahkan pembuatan peraturan perundang-undangan.

 Dasar hukum pembentukan Perda adalah Pasal 18 ayat (6) UUD Negara

Republik Indonesia Tahun 1945, UU tentang Pembentukan Daerah dan UU tentang Pemerintahan Daerah.

 Peraturan perundang-undangan yang digunakan sebagai dasar hukum

hanya peraturan perundang-undangan yang tingkatannya lebih tinggi atau sama.

 Peraturan perundang-undangan yang akan dicabut dengan peraturan

perundangan yang dibentuk atau belum resmi berlaku tidak boleh dijadikan dasar hukum.

(48)

LANJUTAN

 Apabila lebih dari satu, urutan pencantuman perlu memperhatikan tata

urutan peraturan perundang-undangan dan jika tingkatannya sama disusun secara kronologis berdasarkan saat pengundangan atau penetapannya.

 Diikuti dengan penyebutan Lembaran Daerah dan Tambahan Lembaran

Daerah.

 Setiap frasa diakhiri dengan tanda baca “titik koma (;). Walaupun untuk

akhir frasa huruf terakhir. Contoh:

Peraturan Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota … Tahun … Nomor … tentang … (Lembaran Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota … Tahun … Nomor …, Tambahan Lembaran Daerah Nomor …)

(49)

DIKTUM

Diktum terdiri atas:

a. kata memutuskan;

b. kata menetapkan;

(50)

CONTOH DIKTUM

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI JAWA BARAT dan

GUBERNUR JAWA BARAT MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PENCEGAHAN DAN PENINGKATAN KUALITAS PERUMAHAN KUMUH DAN PERMUKIMAN KUMUH.

(51)

BATANG TUBUH

1.

Ketentuan Umum;

2.

Materi Pokok Yang Diatur;

3.

Ketentuan Pidana; (Jika Diperlukan)

4.

Ketentuan Peralihan; (Jika Diperlukan)

(52)

KETENTUAN UMUM

a.

Batasan pengertian atau definisi

b.

Singkatan atau akronim yang digunakan dalam peraturan

c.

Hal-hal lain yang bersifat umum yang berlaku bagi pasal-pasal

berikutnya antara lain ketentuan yang mencerminkan asas,

maksud, dan tujuan.

d.

Frasa Pembuka dalam ketentuan umum Peraturan Daerah

berbunyi:

(53)

LANJUTAN

e.

Jika ketentuan umum memuat batasan pengertian atau definisi,

singkatan atau akronim lebih dari satu, maka masing-masing

uraiannya diberi nomor urut dengan angka Arab dan diawali

dengan huruf kapital serta diakhiri dengan tanda baca titik.

f. Kata atau istilah yang dimuat dalam ketentuan umum hanyalah

kata atau istilah yang digunakan berulang-ulang di dalam pasal

atau beberapa pasal selanjutnya.

(54)

PERBEDAAN

DEFINISI DAN PENGERTIAN

Definisi:

1. Harus diambil dari definisi yang sudah disebutkan dalam

Peraturan Perundang-undangan di atasnya;

2. Tidak boleh dikurangi atau ditambahkan, hanya disesuaikan

dengan substansi.

Pengertian:

(55)

SINGKATAN ATAU AKRONIM

Perbedaan singkatan dan akronim:

Contoh singkatan:

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

Contoh akronim:

Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional

(BAKOSURTANAL)

Frasa yang digunakan adalah:

Singkatan>>>>>>> yang selanjutnya disingkat…….

Akronim >>>>>>> yang selanjutnya disebut……..

(56)

MATERI POKOK YANG

DIATUR

Ditempatkan langsung setelah bab ketentuan umum, dan jika

tidak ada pengelompokan bab, materi pokok yang diatur

diletakkan setelah pasal-pasal ketentuan umum

.

(57)

SANKSI ADMINISTRATIF

Sanksi administratif atau sanksi keperdataan atas pelanggaran

norma tersebut dirumuskan menjadi satu bagian (Pasal)

dengan norma yang memberikan sanksi administratif atau

sanksi keperdataan.

Jika norma yang memberikan sanksi administratif atau

keperdataan terdapat lebih dari satu Pasal, sanksi

administratif atau sanksi keperdataan dirumuskan dalam Pasal

terakhir dari bagian (Pasal tersebut).

(58)

SANKSI ADMINISTRATIF & SANKSI KEPERDATAAN

Sanksi administratif dapat berupa:

a.

Pencabutan izin;

b.

Pembubaran;

c.

Pengawasan;

d.

Pemberhentian sementara;

e.

Denda administratif.

Sanksi keperdataan berupa, antara lain:

- ganti kerugian.

(59)

KETENTUAN PIDANA

Peraturan Daerah boleh memuat ketentuan pidana (Pasal 15 UU No.12/2011 jo. Pasal 238 UU No. 23/2014) tetapi tetap dibatasi sebagai berikut :

1. Lamanya pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan.

2. Banyaknya denda paling banyak Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta

rupiah).

3. Perda dapat memuat ancaman pidana kurungan atau pidana denda

selain sebagaimana tersebut di atas, sesuai dengan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan

(60)

Contoh:

Setiap

orang

yang

melanggar

ketentuan

mengenai penyelenggaraan usaha pariwisata

yang meliputi kegiatan usaha jasa pariwisata dan

usaha sarana pariwisata sebagaimana dimaksud

dalam Pasal ..., dipidana dengan pidana

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37

Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1990 tentang

kepariwisataan.

(61)

LANJUTAN

Ketentuan pidana tidak boleh diberlakukan surut.

Dalam hal ketentuan pidana berlaku untuk siapa saja, maka

untuk subyek ditulis “setiap orang“.

Bila ketentuan pidana hanya berlaku untuk subyek tertentu,

maka harus secara tegas disebut subyek tersebut, misalnya

Pegawai Negeri Sipil, Pengemudi dan lain-lain.

Rumusan ketentuan pidana harus menyatakan secara tegas

kualifikasi pidana yang dijatuhkan bersifat kumulatif, alternatif,

atau kumulatif alternatif.

(62)

KETENTUAN PERALIHAN

Memuat penyesuaian pengaturan tndakan hukum atau hubungan

hukum yang sudah ada berdasarkan Peraturan

Perundang-undangan yang lama terhadap Peraturan Perundang-Perundang-undangan

yang baru, yang bertujuan untuk:

Menghindari terjadinya kekosongan hukum;

Menjamin kepastian hukum;

Memberikan perlindungan hukum bagi pihak yang terkena

dampak perubahan ketentuan Peraturan Perundang-undangan;

dan

Mengatur hal-hal yang bersifat transisional atau bersifat

(63)

KETENTUAN PENUTUP

Memuat ketentuan mengenai:

a.

penunjukan organ atau alat kelengkapan yang melaksanakan

Peraturan Perundang-undangan;

b.

nama singkat Peraturan Perundang-undangan;

c.

status Peraturan Perundang-undangan yang sudah ada; dan

d.

saat mulai berlaku Peraturan Perundang-undangan.

(64)

KETENTUAN PENUTUP

 Tidak menggunakan frasa ….. mulai berlaku efektif pada tanggal

….. atau yang sejenisnya, karena frasa ini menimbulkan ketidakpastian mengenai saat berlakunya suatu Peraturan Perundang-undangan yaitu saat diundangkan atau saat berlaku efektif.

 Saat mulai berlakunya Peraturan Perundang-undangan, pelaksanaanya

tidak boleh ditetapkan lebih awal daripada saat mulai berlaku Peraturan Perundang-undangan yang mendasarinya.

 Peraturan Perundang-undangan hanya dapat dicabut dengan

Peraturan Perundang-undangan yang tingkatannya sama atau lebih tinggi.

(65)

CONTOH KETENTUAN PENUTUP

 Jika jumlah Peraturan Perundang-undangan yang dicabut lebih dari 1

(satu), cara penulisan dilakukan dengan rincian dalam bentuk tabulasi. Contoh:

Pada saat Peratruan DAerah ini mulai berlaku: a………..:

b………..;

c………...; dan d………...,

(66)

CONTOH KETENTUAN PENUTUP

 Kalau terdapat penyimpangan terhadap saat mulai berlakunya, maka

harus disebutkan dengan tegas. Contoh:

a. Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal 17 Agustus 2011.

b. Saat mulai berlakunya Undang-Undang ini akan ditetapkan dengan Peraturan Presiden.

c. Undang-Undang ini mulai berlaku setelah 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal diundangkan.

(67)

Contoh yang salah:

Dalam ketentuan Penutup memuat

ketentuan mengenai delegasi blangko

sbb:

Hal-hal yang belum cukup diatur

dalam Peraturan Daerah ini akan

diatur lebih lanjut dengan Peraturan

Bupati. (??)

(68)

PENUTUP

Penutup merupakan bagian akhir Peraturan Perundang-undangan yang memuat:

a. rumusan perintah pengundangan dan penempatan Peraturan

Perundang-undangan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia, Berita Negara Republik Indonesia, Lembaran Daerah Provinsi, Lembaran Daerah Kabupaten/Kota, Berita Daerah Provinsi atau Berita Daerah Kabupaten/Kota;

b. penandatanganan pengesahan atau penetapan Peraturan

Perundang-undangan;

c. pengundangan atau Penetapan Peraturan Perundang-undangan; dan d. akhir bagian penutup.

(69)

LANJUTAN

Rumusan perintah pengundangan dan penempatan Peraturan Daerah

dalam Lembaran Daerah atau Berita Daerah

Contoh:

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan

Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah

Provinsi Kepulauan Riau.

(Tidak menggunakan kata “dapat” diantara kata “orang” dan

“mengetahuinya”, karena akan menimbulkan ketidakpastian hukum).

(70)

LANJUTAN

Penandatanganan penetapan Peraturan Daerah memuat:

a. tempat dan tanggal penetapan; b. nama jabatan;

c. tanda tangan pejabat; dan

d. nama lengkap pejabat yang menandatangani, tanpa gelar, pangkat, golongan

dan nomor induk pegawai.

Pengundangan Peraturan Daerah memuat:

a. tempat dan tanggal Pengundangan;

b. nama jabatan yang berwenang mengundangkan; c. tanda tangan; dan

d. nama lengkap pejabat yang menandatangani, tanpa gelar, pangkat, golongan

dan nomor induk pegawai.

(untuk UU >>>>>> Disahkam

(71)

PENJELASAN

Setiap Undang-Undang, Peraturan Daerah Provinsi dan

Peraturan Daerah Kabupaten/Kota diberi penjelasan.

Peraturan Perundang-undangan di bawah Undang-Undang

(selain Peraturan Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota) dapat

diberi penjelasan jika diperlukan.

(72)

LAMPIRAN

Dalam hal Peraturan Daerah memerlukan lampiran, hal tersebut

dinyatakan dalam batang tubuh bahwa lampiran dimaksud

merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Contoh: Pasal 57 ayat (2) UU 12 Tahun 2011

Pada halaman akhir tiap lampiran harus dicantumkan nama dan

tanda tangan pejabat yang menetapkan Peraturan Daerah, ditulis

dengan huruf kapital yang diletakkan di sudut kanan bawah dan

diakhiri dengan tanda baca koma setelah nama pejabat yang

menetapkan Peraturan Daerah.

(73)

Lampiran

Judul lampiran ditulis seluruhnya dengan huruf kapital yang diletakkan dI sudut kanan atas tanpa diakhiri tanda baca dengan rata kiri.

Contoh:

LAMPIRAN I

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011

TENTANG

(74)

PRASYARAT AGAR PERDA YANG TELAH

DITETAPKAN TIDAK DIBATALKAN

Agar Perda yang telah ditetapkan tidak dibatalkan

maka tidak boleh bertentangan dengan:

a. peraturan perundang-undangan yang lebih

tinggi;

b. kepentingan umum; dan/atau

c. kesusilaan.

(Pasal 251 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014

ttg Pemerintahan Daerah)

(75)

Jika bertentangan dengan kepentingan umum

dan/atau kesusilaan maka akan dibatalkan secara

keseluruhan.

Jika bertentangan dengan peraturan

perundang-undangan yang lebih tinggi maka hanya pasal

atau ayat saja yang dibatalkan.

(76)

Referensi

Dokumen terkait

Tak lupa juga diperuntukkan kepada dosen-dosen Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya dan tak lupa juga kepada sahabat dan teman-teman yang

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pada Pasal 1 Angka (21) menyebutkan definisi Perjanjian Kerja Bersama adalah Perjanjian yang

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “PENGARUH DIMENSI

Parfum Laundry Balikpapan Kota Beli di Toko, Agen, Distributor Surga Pewangi Laundry Terdekat/ Dikirim dari Pabrik BERIKUT INI PANGSA PASAR PRODUK NYA:.. Chemical Untuk

B Menukar pasu lama yang kurang menarik C Menukar pasu yang kecil dengan yang besar. D Menukar medium dan pasu lama yang

 Setelah siswa berlatih menjawab pertanyaan, siswa dapat menyampaikan perkiraan informasi dari teks nonfiksi berdasarkan kata-kata kunci yang terdapat pada judul dengan tepat.. 

Watts (2003) juga menyatakan hal yang sama bahwa konservatisme merupakan salah satu karakteristik yang sangat penting dalam mengurangi biaya keagenan dan meningkatkan kualitas

254 Muscicapidae Philentoma sayap-merah Philentoma pyrhoptera 255 Acanthizidae Remetuk laut Gerygone sulphurea 256 Sylviidae Cikrak bamboo Abroscopus superciliaris 257