• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efek Waktu Radiasi Sinar Ultraviolet (UV) Terhadap Morfologi Ikan Cupang (Betta splendensRegan) dan Gambaran Kariotipe

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Efek Waktu Radiasi Sinar Ultraviolet (UV) Terhadap Morfologi Ikan Cupang (Betta splendensRegan) dan Gambaran Kariotipe"

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

EFEK WAKTU RADIASI SINAR ULTRAVIOLET (UV)

TERHADAP MORFOLOGI IKAN CUPANG (

Betta splendens

Regan) DAN GAMBARAN KARIOTIPE

SKRIPSI

TOMBAK ANTONIUS 080805037

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

PERSETUJUAN

Judul : Efek Waktu Radiasi Sinar Ultraviolet (UV)

Terhadap Morfologi Ikan Cupang (Betta splendensRegan) dan Gambaran Kariotipe

Kategori : Skripsi

Nomor Induk Mahasiswa : 080805037

Program Studi : Sarjana (S1) Biologi

Departemen : Biologi

Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Sumatera Utara

Disetujui di

Medan, Januari 2015

Komisi Pembimbing:

Pembimbing 2, Pembimbing 1,

Dr. Salomo Hutahaean, M.Si Prof. Dr. Syafruddin Ilyas, M. Biomed

NIP. 196510111995011001 NIP. 196602091992031003

Disetujui Oleh

Departemen Matematika FMIPA USU Ketua,

(3)

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

PERNYATAAN

EFEK WAKTU RADIASI SINAR ULTRAVIOLET (UV) TERHADAP MORFOLOGI IKAN CUPANG (Betta splendens Regan) DAN GAMBARAN

KARIOTIPE

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa hasil penelitian ini adalah hasil karya sendiri. Kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Januari 2015

(4)

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

PENGHARGAAN

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan berkat dan kasih karuniaNya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul: “Efek Waktu Radiasi Sinar Ultraviolet (UV) Tehadap Morfologi Ikan Cupang (Betta splendens) dan Gambaran

Kariotipe” yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

Sains pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sunatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Prof. Dr. Syafruddin Ilyas, M.Biomed dan Bapak Dr. Salomo Hutahaean, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, arahan, saran serta waktu dalam penyelesaian skripsi ini. Ibu Dra. Emita Sabri, M.Si dan Ibu Dra. Elimasni, M.Si selaku dosen penguji yang juga telah banyak memberikan saran serta arahan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini. Ibu Dr. Nursahara Pasaribu, M,Sc dan Bapak Drs. Kiki Nurtjahja, M.Sc serta seluruh staff pengajar dan pegawai di Departemen Biologi. Bapak Dr. Sutarman, M.Sc selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sunatera Utara.

Ucapan terimakasih penulis yang tak ternilai juga penulis sampaikan kepada kedua orangtua terkasih: Ayahanda St. Nuddin Pakpahan (Alm) dan Ibunda Siti Norma Sibuea yang selalu mendoakan, mendidik, memberikan dorongan, serta yang selalu mengasihi penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan perkuliahan ini. Abang dan kakak penulis: Kel. Baik Simanjuntak/Eny Lidia Pakpahan, Jens Tua Daulat Pakpahan, Wydy Watik Pakpahan dan Junita Juita Jelita Pakpahan yang membantu pendanaan penelitian ini serta seluruh keluarga besar penulis yang telah memberikan doa dan kasih sayang kepada penulis.

(5)

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

EFEK WAKTU RADIASI SINAR ULTRAVIOLET (UV)

TERHADAP MORFOLOGI IKAN CUPANG (

Betta

splendens

Regan) DAN GAMBARAN KARIOTIPENYA

ABSTRAK

Penelitian tentang efek waktu radiasi sinar ultraviolet (UV) terhadap morfologi ikan cupang (Betta splendens) dan gambaran kariotipenya telah selesai dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui lamanya waktu penyinaran sinar ultraviolet yang dapat menyebabkan mutagenesis pada ikan cupang, mengetahui fenotipe ikan cupang yang muncul, mengetahui persentasi pembuahan dan persentasi larva yang dapat hidup sampai hari ke-14 setelah penyinaran sinar ultraviolet dan mengetahui kariotipe ikan cupang. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak L:engkap (RAL) dengan perlakuan waktu penyinaran selama 5 menit, 10 menit dan 15 menit dengan penyinaran sinar ultraviolet yang memiliki intensitas 30 watt dan panjang gelombang 254 nm. Dari hasil penelitian terdapat bahwa nilai persentase pembuahan paling tinggi terdapat pada perlakuan kontrol sebesar 100% sedangkan nilai persentase terendah terdapat pada perlakuan penyinaran ultraviolet selama 15 menit sebesar 62,7%. Nilai persentase larva yang hidup sampai hari ke-14 terdapat pada perlakuan kontrol 100 % sedangkan persentase terndah terdapat pada perlakuan penyinaran selama 15 menit sebesar 39,2%. Fenotipe ikan cupang yang didapat dengan menggunakan sinar ultraviolet adalah warna tubuh merah, biru, biru muda, kuning kombinasi biru dan albino.Warna sirip adalah merah, merah kombinasi putih, merah kebiruan, biru muda, biru, dan putih.Bentuk sirip adalah halfmoon, butterfly, dan balok.Sedangkan kariotipe ikan cupang tidak mengalami perubahan.

(6)

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

ULTRAVIOLET RADIATION EFFECTS TIME (

UV)

MORPHOLOGY OF

BETTA FISH (Betta splendens

Regan)

AND DESCRIPTION KARYOTYPE

ABSTRACT

The effects of ultraviolet radiation to morphology of Betta splendensRegan and karyotype description has been studied. The objectives of study are to determine the time length of exposure to ultraviolet radiation can cause mutagenesis on Betta splendens, to determine the phenotype changes, to determine find out the fertization and survival rate of larvae up to days 14 after exposure to ultraviolet radiation and to know the Betta splendens Regan karyotype. Researchis design according to Completely Randomized Design (RAL) with the treatments are untreated control (no radiation), radiation for 5 minutes, 10 minutes and 15 minutes by using light intensity of 30 watts and 254 nm wavelength. The results of the study showed the highest fertization rate is find in control with the number 100%, while the lowest fertilization rate is find in radiation for 15 minutes with the number 62,7%. The highest survival rate of larvae up to days 14 is find in control with the number 100%, while the lowest survival rate of larvae up to days 14 is find in radiation 15 minuteswith the number 39,2%. The colour performance of Betta splendensRegan body of this research are red , blue, light blue, blue and yellow combination albino. Fin color of Betta splendensRegan are red, red and white combination, bluish red, light blue, blue, and white. The shape off fin of

Betta splendensRegan are halfmoon, butterfly, and beams. While Betta splendensRegan karyotype has not changed.

(7)

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

Bab 3 Metode Penelitian 13

3.1 Waktu dan Tempat 13

Bab 4 Hasil dan Pembahasan 19

4.1 Pengaruh Waktu Radiasi Sinar UV terhadap Persentasi Pembuahan (Fertilization Rate)

19

4.2 Pengaruh Waktu Radiasi Sinar UV terhadap Kelangsungan

Hidup LarvaSampai Hari Ke-14 (Survival Rate)

20

(8)

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

Ikan Cupang (Betta splendensRegan)

4.4 Pengaruh Waktu Radiasi Sinar UV terhadap Kariotipe Ikan Cupang (Betta splendensRegan)

23

Bab 5 Kesimpulan dan Saran 26

5.1 Kesimpulan 26

5.2 Saran 26

Daftar Pustaka 27

(9)

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

DAFTAR GAMBAR

Nomor Gambar

Judul Halaman

Gambar 1 Morfologi Ikan Cupang 7

Gambar 2 Jenis Kromosom 9

Gambar 3 Pemijahan Induk Cupang 14

Gambar 4 Pengaruh Waktu Radiasi Sinar UV terhadap Persentase Pembuahan (FR)

19

Gambar 5 Pengaruh Waktu Radiasi Sinar UV terhadap

Kelangsungan Hidup Larva sampai Hari ke-14 (SR14)

20

Gambar 6 Pengaruh Waktu Radiasi Sinar UV terhadap Morfologi Ikan Cupang

22

Gambar 7 Pengaruh Waktu Radiasi Sinar UV terhadap Kariotipe Ikan Cupang

(10)

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Lampiran

Judul Halaman

Lampiran 1 Penyiapan Sarana Pemijahan 30

Lampiran 2 Pemijahan Induk 31

Lampiran 3 Penyinaran dengan Sinar Ultraviolet 32

Lampiran 4 Pengamatan Kariotipe 33

Lampiran 5 Tabel Nilai Persentase Pembuahan atau Fertilization Rate (FR)

34

Lampiran 6 Tabel Kelangsungan Hidup Larva Hari Ke-14 (SR14) 35

Lampiran 7 Tabel Uji Normalitas Jumlah Awal Telur 36

Lampiran 8 Tabel Uji Homogenitas Jumlah Awal Telur 36

Lampiran 9 Tabel Analisis ANOVA Jumlah Awal Telur 37

Lampiran 10 Tabel Uji Normalitas Jumlah Larva Hari Ke-14 (SR14)

38

Lampiran 11 Tabel Uji Normalitas Jumlah Telur yang Menetas 38 Lampiran 12 Tabel Uji Homogenitas Jumlah Telur yang Menetas 38 Lampiran 13 Tabel Analisis ANOVA Jumlah Telur yang Menetas 39 Lampiran 14 Tabel Uji Homogenitas Jumlah Larva Hari Ke-14

(SR14)

40

Lampiran 15 Tabel Uji Kruskal Wallis Jumlah Larva Hari Ke-14 (SR14)

40

Lampiran 16 Tabel Uji Mann Whitney Jumlah Larva Hari Ke-14 (SR14)

40

Lampiran 17 Tabel Analisis ANOVA Jumlah Larva Hari Ke-14 (SR14)

41

(11)

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

EFEK WAKTU RADIASI SINAR ULTRAVIOLET (UV)

TERHADAP MORFOLOGI IKAN CUPANG (

Betta

splendens

Regan) DAN GAMBARAN KARIOTIPENYA

ABSTRAK

Penelitian tentang efek waktu radiasi sinar ultraviolet (UV) terhadap morfologi ikan cupang (Betta splendens) dan gambaran kariotipenya telah selesai dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui lamanya waktu penyinaran sinar ultraviolet yang dapat menyebabkan mutagenesis pada ikan cupang, mengetahui fenotipe ikan cupang yang muncul, mengetahui persentasi pembuahan dan persentasi larva yang dapat hidup sampai hari ke-14 setelah penyinaran sinar ultraviolet dan mengetahui kariotipe ikan cupang. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak L:engkap (RAL) dengan perlakuan waktu penyinaran selama 5 menit, 10 menit dan 15 menit dengan penyinaran sinar ultraviolet yang memiliki intensitas 30 watt dan panjang gelombang 254 nm. Dari hasil penelitian terdapat bahwa nilai persentase pembuahan paling tinggi terdapat pada perlakuan kontrol sebesar 100% sedangkan nilai persentase terendah terdapat pada perlakuan penyinaran ultraviolet selama 15 menit sebesar 62,7%. Nilai persentase larva yang hidup sampai hari ke-14 terdapat pada perlakuan kontrol 100 % sedangkan persentase terndah terdapat pada perlakuan penyinaran selama 15 menit sebesar 39,2%. Fenotipe ikan cupang yang didapat dengan menggunakan sinar ultraviolet adalah warna tubuh merah, biru, biru muda, kuning kombinasi biru dan albino.Warna sirip adalah merah, merah kombinasi putih, merah kebiruan, biru muda, biru, dan putih.Bentuk sirip adalah halfmoon, butterfly, dan balok.Sedangkan kariotipe ikan cupang tidak mengalami perubahan.

(12)

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

ULTRAVIOLET RADIATION EFFECTS TIME (

UV)

MORPHOLOGY OF

BETTA FISH (Betta splendens

Regan)

AND DESCRIPTION KARYOTYPE

ABSTRACT

The effects of ultraviolet radiation to morphology of Betta splendensRegan and karyotype description has been studied. The objectives of study are to determine the time length of exposure to ultraviolet radiation can cause mutagenesis on Betta splendens, to determine the phenotype changes, to determine find out the fertization and survival rate of larvae up to days 14 after exposure to ultraviolet radiation and to know the Betta splendens Regan karyotype. Researchis design according to Completely Randomized Design (RAL) with the treatments are untreated control (no radiation), radiation for 5 minutes, 10 minutes and 15 minutes by using light intensity of 30 watts and 254 nm wavelength. The results of the study showed the highest fertization rate is find in control with the number 100%, while the lowest fertilization rate is find in radiation for 15 minutes with the number 62,7%. The highest survival rate of larvae up to days 14 is find in control with the number 100%, while the lowest survival rate of larvae up to days 14 is find in radiation 15 minuteswith the number 39,2%. The colour performance of Betta splendensRegan body of this research are red , blue, light blue, blue and yellow combination albino. Fin color of Betta splendensRegan are red, red and white combination, bluish red, light blue, blue, and white. The shape off fin of

Betta splendensRegan are halfmoon, butterfly, and beams. While Betta splendensRegan karyotype has not changed.

(13)

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Ikan hias merupakan satu komoditas ekonomi non migas yang potensial dengan

permintaan semakin meningkat baik di dalam maupun di luar negri (Dewontoro,

2001). Keindahan tubuh dan ciri-ciri yang spesifik yang dimiliki oleh setiap ikan

hias serta nilai ekonomis, adalah faktor utamayang harus diperhatikan dalam

budidaya ikan hias. Salah satu jenis ikan yang memiliki syarat-syarat tersebut

adalah ikan cupang (Betta splendensRegan) (Daelami, 2001). Ciri khas yang

dimiliki oleh ikan cupang jantan adalah selain warnanya yang indah, siripnya pun

panjang dan menyerupai sisir serit, sedangkan ikan betina warnanya tidak menarik

(kusam) dan bentuk siripnya lebih pendek dari ikan jantan (Perkasa & Gunawan,

2002). Ikan cupang juga memiliki bentuk dan karakter yang unik dan cenderung

agresif dalam mempertahankan wilayahnya (Anggorojati, 2012).

Ikan cupang berkembang dengan cara bertelur dan telurnya menempel

pada substrat seperti akar tanaman, daun-daun atau serabut rapia. Dalam daur

hidupnya ikan cupang jantan akan mengambil telur-telur yang telah dikeluarkan

ikan betina dan diletakkan didalam sarang busa yang ada dipermukaan sedangkan

ikan cupang betina akan memangsa anak-anaknya sendiri (Daelami, 2001).

Setelah telur menetas, embrio akan berkembang menjadi larva ikan cupang.

Menurut Tampubolon (2007), titik rawan bagi larva ikan cupang adalah 2 minggu

(14 hari) setelah telur menetas. Hal ini disebabkan karena larva ikan cupang masih

harus beradaptasi dengan lingkungannya, misalnya berupa makanannya yang

masih berasal dari kuning telurnya sendiri.

Ikan cupang umumnya hidup berkoloni di perairan yang terlindung dari

sinar matahari langsung. Tempat tersebut umumnya memiliki air dengan derajat

keasaman atau pH antara 6,5-7,2 dan suhu air sekitar 24-300C (Sugandy, 2001).

Ikan cupang dapat mengambil oksigen langsung dari udara karena mempunyai

(14)

2

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

Penelitian tentang mutagenesis sinar ultraviolet pada ikan cupang telah

dilakukan oleh Tampubolon (2007), dimana sinar UV yang digunakan dengan

daya 30 watt dengan waktu yang digunakan 0,5 menit, 1 menit, dan 1,5 menit.

Pada hasil penelitian diperoleh perbedaan warna tubuh merah menjadi albino, dan

warna sirip merah menjadi merah muda, merah kebiru-biruan, dan putih

kemerah-merahan serta mengakibatkan penurunan jumlah telur cupang yang menetas.

Berdasarkan penelitian tersebut, dapat disimpulkan apabila sinar ultraviolet yang

dipaparkan dalam waktu yang lama akan merusak susunan dari kromosom dan

mengganggu aktivitas DNA suatu spesies. Untuk itu, perlu dilakukan penelitian

dengan perlakuan yang lebih lama dari yang telah dilakukan.

Penelitian tentang jumlah kromosom Betta splendensRegan telah

dilakukan oleh Selezniow et al, (2008). Hasil dari penelitiannya didapat

kromosom dari jenis ikan Siamese petarung Betta splendens Reganyang diuji

dengan Giemsa, CM3 dan AgNOR. Kariotipe yang dihasilkan adalah 6 pasang

submetasentrik, 7 pasang subtelosentrik dan 8 pasang akrosentrik. Jumlah

kromosomnya masing-masing 2n = 42.

Penelitian tentang Betta splendensRegan juga pernah dilakukan oleh

Ratanatham & Patinawin (1978), yang meneliti perbedaan kariotipe antara Betta

splendensRegan yang bersirip pendek dan panjang.Ikan jenis Siamese petarung

dapat dikarakteristikkan ke dalam tipe sirip pendek dengan yang bersirip

panjang.Ikan yang sirip pendek jauh lebih agresif daripada tipe sirip panjang. Dari

hasil penelitian diperoleh bahwa kromosom ikan cupang sirip pendek dan sirip

panjang dapat dikelompokkan ke dalam 3 kelompok, yang pertama 16 pasang

berukuran besar, pasangan ke-17 dan ke-18 berukuran sedang dan 3 pasang

terakhir berukuran kecil. Berdasarkan tipe sentromernya adalah 7 pasang

submetasentrik dan 14 pasang akrosentrik.Dalam penelitian kromosom kelamin

yang heteromorphic tidak dapat diketahui.Kromosom nomor 3 diketahui berbeda

diantara kedua tipe ikan tersebut.

Cahaya tampak dan sinar ultraviolet mempunyai pengaruh yang sangat

kuat terhadap kelangsungan dan keefektifan transformasi DNA dari suatu spesies

(Tampubolon, 2007). Sinar ultraviolet yang berlebihan justru akan mengganggu

(15)

3

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

1999). Proses perubahan itu dapat disebut dengan mutasi, yaitu yang dapat

menyebabkan perubahan pasangan basa DNA atau perubahan kromosom (Russel,

1992). Mutasi adalah perubahan yang terjadi pada bahan keturunan yang

mengakibatkan perubahan fenotipe pada keturunannya (Crowder, 1997).

1.2. Permasalahan

Adapun permasalahan dari penelitiaan ini adalah:

a. Bagaimana pengaruh waktu penyinaran sinar ultraviolet terhadap jumlah

telur yang menetas?

b. Bagaimana pengaruh waktu penyinaran sinar ultraviolet terhadap jumlah

larva yang hidup pada hari ke-14?

c. Bagaimana pengaruh waktu penyinaran sinar ultraviolet terhadap

morfologi ikan cupang (Betta splendens Regan)?

d. Apakah radiasi sinar ultraviolet dapat mempengaruhi susunan bentuk

kariotipe ikan cupang (Betta splendens Regan)?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui lamanya waktu penyinaran sinar ultraviolet yang dapat

menyebabkan mutagenesis pada ikan cupang (Betta splendens Regan).

b. Untuk mengetahui persentase jumlah telur yang menetas setelah diradiasi

dengan sinar ultraviolet.

c. Untuk mengetahui persentase jumlah larva yang dapat bertahan hidup

sampai hari ke-14

d. Untuk mengetahui fenotipe Betta splendens Regan yang muncul dengan

menggunakan radiasi sinar ultraviolet.

e. Untuk mengamati kariotipe ikan cupang (Betta splendensRegan) akibat

(16)

4

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

1.4. Hipotesis

Hipotesis dari penelitian ini adalah:

a. Semakin lama waktu radiasi sinar ultraviolet mengakibatkan semakin

besar mutagenesis yang terjadi pada ikan cupang (Betta splendens Regan).

b. Semakin lama waktu radiasi sinar ultraviolet mengakibatkan semakin

sedikit jumlah telur ikan cupang (Betta splendens Regan) yang menetas.

c. Semakin lama waktu radiasi sinar ultraviolet mengakibatkan semakin

sedikit jumlah larva ikan cupang (Betta splendens Regan) yang dapat

bertahan hidup sampai hari ke-14.

d. Semakin lama waktu radiasi sinar ultraviolet mengakibatkan perubahan

fenotipe ikan cupang (Betta splendens Regan).

e. Semakin lama waktu radiasi sinar ultraviolet mengakibatkan perubahan

susunan bentuk kariotipe ikan cupang (Betta splendens Regan).

1.5. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui apakah penyinaran sinar ultraviolet dapat mengubah

fenotipe dan kariotipe ikan cupang (Betta splendens Regan) dengan

perbedaan waktu penyinaran

b. Sebagai sumber informasi bagi masyarakat umum dan instansi yang

(17)

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Betta splendensRegan

Menurut Hoedeman (1972), klasifikasi ikan cupang sebagai berikut:

Kingdom : Animalia

Dari klasifikasi diatas, ikan cupang masih satu famili dengan ikan gurami,

sepat dan ikan betik. Ciri khas dari famili ini adalah kemampuannya bernafas

dengan jalan mengambil oksigen langsung dari udara. Hal ini dimungkinkan

karena adanya alat pernapasan yang dikenal dengan nama labyrinth, yang terletak

di dalam rongga insang sebelah atas. Oleh karena itu, ikan cupang memiliki

kesanggupan untuk hidup di tempat yang memiliki kandungan oksigen terlarut

yang rendah. Nenek moyang ikan cupang umumnya hidup di daerah rawa-rawa,

persawahan dan daerah aliran sungai yang dangkal. Mereka hidup berkoloni

secara damai di perairan yang terlindung dari sinar matahari langsung

(Sugandy, 2001).

Ikan cupang memiliki postur tubuh yang ramping, panjangnya berukuran

maksimum 7 cm dan memiliki warna dasar badan kuning sampai sawo matang

dengan warna punggung gelap dan perut lebih kekuning-kuningan. Ikan cupang

dijuluki ikan laga karena setiap kali bertemu sesama jenisnya (jantan dengan

jantan) langsung bertarung (Daelami, 2001).

(18)

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Betta splendensRegan

Menurut Hoedeman (1972), klasifikasi ikan cupang sebagai berikut:

Kingdom : Animalia

Dari klasifikasi diatas, ikan cupang masih satu famili dengan ikan gurami,

sepat dan ikan betik. Ciri khas dari famili ini adalah kemampuannya bernafas

dengan jalan mengambil oksigen langsung dari udara. Hal ini dimungkinkan

karena adanya alat pernapasan yang dikenal dengan nama labyrinth, yang terletak

di dalam rongga insang sebelah atas. Oleh karena itu, ikan cupang memiliki

kesanggupan untuk hidup di tempat yang memiliki kandungan oksigen terlarut

yang rendah. Nenek moyang ikan cupang umumnya hidup di daerah rawa-rawa,

persawahan dan daerah aliran sungai yang dangkal. Mereka hidup berkoloni

secara damai di perairan yang terlindung dari sinar matahari langsung

(Sugandy, 2001).

Ikan cupang memiliki postur tubuh yang ramping, panjangnya berukuran

maksimum 7 cm dan memiliki warna dasar badan kuning sampai sawo matang

dengan warna punggung gelap dan perut lebih kekuning-kuningan. Ikan cupang

dijuluki ikan laga karena setiap kali bertemu sesama jenisnya (jantan dengan

jantan) langsung bertarung (Daelami, 2001).

(19)

6 DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

hidupnya ikan cupang jantan memiliki tanggung jawab dalam menyimpan

telur-telur yang akan dikeluarkan ikan betina pasangannya serta menjaga anak-anaknya

yang baru menetas sedangkan ikan cupang betina akan memangsa anak-anaknya

sendiri (Daelami, 2001).

Menurut Sugandy (2001), bentuk sirip ikan cupang adalah butterfly,

cagak, highfin, balok, balon dan halfmoon. Ciri yang paling menonjol dari bentuk

sirip butterfly adalah sirip ekor yang lebar dan besar dan setengah bagiannya

transparan sehingga tulang-tulang siripnya jelas terlihat. Karena itu, bila

diperhatikan akan mirip sayap kupu-kupu. Cupang hias bersirip cagak memiliki

ciri yang menonjol pada bentuk sirip ekornya yang terbelah dua sehingga nampak

seperti memiliki dua ekor dengan posisi sirip punggung dan sirip perut sama

simetris. Sirip cagak sempurna bila seluruh sirip-siripnya memiliki bentuk sama

persis seperti pinang dibelah dua. Sirip highfin yang punggung berdiri tegak dan

posisinya sedikit maju dari posisi umum. Tipe sirip highfin akan sempurna bila

kedudukan dan panjang sirip punggungnya hampir sama dengan sirip perut. Tipe

balok dapat dikatakan merupakan variasi dari tipe sirip ganda. Pada ujung ekornya

nampak seperti balok, yaitu lebar, memanjang dan kaku sebelum akhirnya

terbelah dua di bagian paling ujung sirip ekornya. Tipe sirip balon umumnya

dijumpai pada cupang hias yang memiliki serit ganda. Helai-helai siripnya

berongga sehingga saat mengembang membentuk gelembung mirip balon. Bentuk

sirip halfmoon tergolong dalam cupang hias varietas baru yang dikenal dikalangan

hobiis dan penggemar cupang hias di Indonesia. Cupang hias halfmoon memiliki

sirip ekor, sirip punggung dan sirip perut yang lebar dengan posisi saling

berhimpit sehingga pada saat mengembang akan nampak seperti setengah

lingkaran.

Warna cupang hias yang dijadikan kategori dalam kontes ada tiga, yaitu

warna dasar, warna kombinasi dan warna maskot. Dasar pengkategorikan warna

ini bukan hanya didasarkan pada warna tubuhnya, tetapi meliputi juga warna

seluruh sirip-siripnya, dari sirip anal, sirip punggung, sirip perut dan sirip ekor

(Sugandy, 2001).

Cupang hias berwarna dasar artinya warna tubuh dan sirip-siripnya

(20)

benar-7 DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

benar hanya satu warna saja pada seluruh tubuh dan sirip-siripnya, cemerlang dan

gradasinya merata. Warna dasar tersebut antara lain hijau, biru, kelabu dan merah.

Sementara itu, warna dasar yang tergolong langka antara lain hitam, kuning dan

putih. Karena itu, hingga saat ini banyak peternak dan penggemar yang berusaha

menghasilkan maengoleksi cupang hias yang memiliki warna-warna tersebut.

Dalam budidaya, keberhasilan menghasilkan warna dasar, terlebih warna dasar

solid, masih kecil bila dibandingkan dengan warna yang lainnya (Sugandy, 2001).

Secara umum cupang hias yang memiliki warna tubuh dan sirip lebih dari

satu macam warna dikategorikan ke dalam warna kombinasi. Keberadaan cupang

hias kategori warna kombinasi paling banyak dan sangat mudah ditemukan.

Cupang hias kategori warna kombinasi yang tergolong bagus harus memiliki

komposisi warna yang harmonis pada tubuh dan sirip-siripnya. Bila komposisi

tersebut terdiri dari tiga macam warna dan merata di tubuh dan sirip-siripnya

disebut cupang hias three colour. Cupang hias termasuk kategori maskot bila

warna dasar tubuhnya putih atau keperakan dengan variasi bercak-bercak merah,

biru, hijau atau abu-abu. Umumnya warna sirip-siripnya kombinasi dari dua

warna, misalnya merah putih, merah hijau atau merah biru. Kesempurnaan warna

maskot dapat dilihat dari mencoloknya perbedaan warna antara tubuh dan

sirip-siripnya. Berdasarkan tipe siripnya, saat ini dikenal dua macam cupang hias yaitu

berserit tunggal dan ganda. Serit adalah tulang-tulang serit yang nampak seperti

duri dan terdapat di bagian ujung sirip, baik sirip punggung, perut maupun ekor.

Serit tunggal artinya hanya terdapat satu serit untuk setiap ruas sirip. Serit ganda

artinya terdapat lebih dari satu untuk setiap ruas sirip, misalnya dua, tiga, empat,

delapan hingga enam belas (Sugandy, 2001).

(21)

8 DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

2.2. Kromosom dan Kariotipe

Kromosom adalah substansi yang berbentuk seperti benang yang terdapat di

dalam inti sel dan bertanggung jawab dalam penurunan sifat (hereditas) (Suryo,

1995). Menurut Pai (1987), kromosom mengandung gen-gen yang merupakan

wahana yang berfungsi untuk penurunan sifat dari satu generasi ke generasi lain

pada semua organisme. Irawan (2008), menyatakan kromosom adalah suatu

struktur yang tersusun dari asam nukleat dan protein. Pada stadium interfase

bahan kromosom tampak sebagai benang halus dan disebut kromatin. Pada sel

eukariot kromatin terdapat di inti sel, sedangkan pada sel prokariot terdapat di

sitoplasma. Ketika sel memasuki stadium metafase kromatin menggulung dan

melipat sehingga tampak tebal dan mudah terlihat dengan mikroskop cahaya.

Kromatin yang menggulung dan melipat ini disebut kromosom.

Di bawah mikroskop kromosom terlihat berbeda dalam hal ukuran dan

morfologi antar spesies. Setiap kromosom mempunyai wilayah khusus dengan

beberapa tangan yang panjang terlihat seperti terdesak yang disebut dengan

sentromer atau kinetokor yang berperan penting dalam aktifitas kromosom pada

saat sel membelah (Russel, 1994).

Menurut Suryo(1995), kromosom dapat dibedakan berdasarkan letak

sentromernya yaitu kromosom metasentris, submetasentris, akrosentrik dan

telosentrik. Kromosom metasentris adaalah kromosom yang memiliki sentromer

di tengah, sehingga kromosom terbagi atas dua lengan yang sama panjang.

Biasanya kromosom membengkok di tempat sentromer sehingga berbentuk huruf

V. Kromosom submetasentris adalah kromosom yang memiliki sentromer tidak di

tengah, sehingga kedua kromosom tidak sama panjang. Bila kromosom ini

membengkok di tempat sentromer, maka kromosom berbentuk huruf J.

Kromosom akrosentris adalah kromosom yang memiliki sentromer di salah satu

ujungnya, sehingga kedua lengan tidak sama panjang. Biasanya kromosom ini

lurus, tidak bengok. Kromosom telosentris, ialah kromosom yang memiliki

sentromer di salah satu ujungnya, sehingga kromosom tetap lurus dan tidak

terbagi atas dua lengan.

Kariotipe adalah pengaturan kromosom secara standar berdasarkan

(22)

9 DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

(Suryo, 1995). Menurut Irawan (2008), kariotipe adalah gambaran kromosom

yang suatu organisme yang disusun berdasarkan letak dan ukuran kromosom.

Kariotipe disusun berdasarkan panjangnya dan posisi sentromer. Kariotipe

disusun pada saat kromosom berada pada stadium metaphase karena setiap

kromosom telah menggandakan diri menjadi dua kromatid yang bersatu pada

bagian sentromer. Dalam proses pembelahan selanjutnya kromatid akan tertarik

oleh benang spindel. Kromosom dapat difoto pada stadium metaphase karena

berada pada bidang ekuator

Gambar 2.2. Jenis Kromosom.(a) Metasentrik;

(b) Submetasentrik; (c) Akrosentrik; (c) Telosentrik Sumber: http://www.google.co.id/jeniskromosom

Untuk keperluan pembuatan kariotipe, sel dirangsang supaya membelah

dan kemudian dihentikan. Sel yang sudah berhenti membelah diberi larutan

hipotonis sehingga sel membengkak, selanjutnya difiksasi dengan metanol dan

asam cuka glasial, diteteskan pada gelas benda, dikeringkan dan selanjutnya

diwarnai (Irawan, 2008).

Prosedur pembuatan kromosom yang terbaru dapat menghasilkan

pewarnaan yang tidak merata, menghasilkan jalur-jalur (garis-garis) yang terang

dan gelap. Pola bergaris-garis dari kromosom-kromosom individual yang

ditemukan adalah unik dan konsisten, dan digunakan untuk mengenali

(23)

10 DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

sentromer dapat membantu untuk membedakan satu kromosom dari yang lain

(Pai, 1987).

2.3. Sinar Ultraviolet (UV)

Sinar ultraviolet banyak dijumpai pada sinar matahari, tetapi sinar ultraviolet

dipantulkan keluar oleh ozon ke atmosfer (Snustad, 1984). Sinar ultraviolet dapat

diserap substansi tertentu seperti basa purin dengan derivatnya guanin dan sitosin,

dan pirimidin dengan derivatnya adenin dan timin. Energi yang dihasilkan oleh

sinar ultraviolet sangat rendah, maka hanya dapat menembus bagian permukaan

sel pada organisme multiseluler. Namun demikian, ultraviolet mempunyai

kemampuan sebagai mutagen pada dosis yang tinggi dan dapat membunuh sel

(Lewis, 1997). Sinar ultraviolet yang berlebihan akan mengganggu aktivitas DNA

suatu spesies. Untuk dapat bertahan pada kondisi lingkungan yang tidak sesuai,

suatu spesies dapat melakukan perubahan materi genetik atau melakukan proses

mutasi sehingga fenotipe yang muncul tidak lagi sama dengan fenotipe semula

(Tamarin, 1999).

2.4. Mutasi

Mutasi adalah suatu proses dimana suatu gen mengalami perubahan struktur dan

menimbulkan keragaman genetik bagi seleksi alami dan untuk digunakan oleh

pemulia tanaman dan hewan dalam menciptakan varietas baru (Crowder, 1997).

Terjadinya suatu variasi pada suatu spesies dapat disebabkan oleh perubahan

hereditas (Verma & Agarwal, 1975). Proses perubahan itu dapat disebut dengan

mutasi, yaitu yang dapat menyebabkan perubahan pasangan basa DNA atau

perubahan kromosom. Mutasi ini dapat terjadi pada sel somatik dan sel gamet.

Jika mutan ini hanya terjadi pada sel somatik, maka mutan tersebut tidak

menurunkan sifat-sifat yang dimilikinya pada generasi berikutnya. Mutasi yang

demikian disebut sebagai mutasi somatik. Jika terjadi pada set gamet, maka mutan

tersebut menurunkan sifat-sifat pada keturunannya, mutasi ini disebut sebagai

(24)

11 DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

Dalam genetika, bentuk normal dari suatu organisme disebut strain liar.

Perubahan dari strain liar ke bentuk lain disebut mutasi awal, sebaliknya

perubahan ke bentuk awal disebut mutasi balik. Mutasi merupakan fenomena

penting, tanpa mutasi semua gen muncul hanya satu bentuk, tidak ada alel,

sehingga analisis genetika tidak memungkinkan untuk diteliti (Suzuki, 1981).

2.5. Jenis Mutasi

Berdasarkan sejarah, mutasi telah terjadi secara spontan, yang disebabkan oleh

sejumlah fenomena yang alamiah seperti radiasi kosmik atau sinar ultraviolet

(Nasir, 2002). Mutasi akibat sinar ultraviolet umumnya berupa pergantian basa,

adisi basa, pertukaran atau delesi satu atau lebih basa (Freifelder, 1987). Sinar-X

atau sinar UV dapat digunakan untuk menginduksi mutasi, mutasi diinduksi oleh

radiasi dan bahan kimia, secara umum mutagen genetik menyebabkan

meningkatnya frekuensi mutasi sehingga jumlahnya nyata pada organisme yang

bermutasi (Cummings & Klug, 1994). Pirimidin pada umumnya sangat kuat

menyerap UV 254 nm sehingga UV dapat menginduksi pirimidin secara langsung

yang berdampak pada kerusakan DNA (Lewis, 1997).

Menurut Irawan (2008), terdapat beberapa jenis mutasi yang disebabkan

putusnya kromosom yaitu delesi, duplikasi, translokasi dan inversi. Delesi adalah

hilangnya sebagian segmen kromosom. Bila hanya salah satu dari sepasang

kromosom yang mengalami delesi yaitu heterozigot delesi, maka ketika

akanmengalami pembelahan meiosis, pasang ini akan membentuk semacam loop

atau ansa yaitu suatu struktur lengkung. Duplikasi adalah penyimpangan ini

terjadi pengulangan segmen tertentu dari suatu kromosom. Pengulangan ini

dengan sendirinya berarti pengulangan gen. Sebagaimana delesi, karena panjang

kromosom juga tidak sama waktu meiosis juga berbentuk loop. Translokasi terjadi

karena sebagian atau segmen kromosom terputus dan bersambung lagi tetapi

bukan pada kromosom awal melainkan tersambung pada kromosom lain. Dengan

kata lain yang mengalami delesi, pada saat bersama kromosom tersebut

mendapatkan tambahan segmen dari kromosom lain.Inversi adalah jenis

(25)

12 DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

Menurut Stansfield (2006), mutasi dapat dibedakan berdasarkan efeknya

pada protein (kodon) yaitu mutasi bisu, mutasi non sense, mutasi salah makna,

mutasi netral dan mutasi pergeseran rangka. Mutasi bisu (silent mutation), yaitu

perubahan pada sebuah kodon (biasanya pada posisi ketiga) yang tidak

mempengaruhi asam amino yang dikodekan. Mutasi nonsense (nonsense

mutation), yaitu perubahan pada sebuah kodon dari pengkode asam amino

menjadi stop kodon, mengakibatkan terminasi premature rantai asam amino saat

translasi. Mutasi salah makna (missense mutation), yaitu perubahan sebuah kodon

yang mengubah spesifiknya sebuah asam amino yang berbeda, mengubah sekuens

primer rantai polipeptida dan mengubah fungsi protein. Mutasi netral, yaitu

perubahan pada kodon sedemikian rupa sehingga dispesifikkan sebuah asam

amino yang berbeda, akan tetapi asam amino yang bari itu berlaku serupa dengan

asam amino yang asli (misalnya, memiliki gugus fungsional yang mirip) dan tidak

mengubah fungsi protein. Mutasi pergeseran kerangka (frameshift mutation), yaitu

pergeseran bingkai pembacaan yang disebabkan oleh delesi atau insersi dari satu

atau beberapa kelompok nukleotida, menghasilkan banyak kodon misense dan

nonsense kearah hilir peristiwa mutasional.

Sinar UV dapat menggiatkan atom-atom yang dijumpai, meskipun telah

diketahui bahwa sinar UV tidak menginduksi ionisasi. Dalam hubungan dengan

molekul DNA, senyawa yang paling digiatkan yaitu purin dan pirimidin karena

senyawa tersebut menyerap cahaya pada panjang gelombang 254-260 nm yang

merupakan rentang panjang gelombang sinar UV. Hasil penelitian in vitro juga

membuktikan bahwa pirimidin terutama timin, sangat kuat menyerap sinar UV

pada panjang gelombang 254 nm, sehingga menjadi sangat reaktif. Hasil dari

penyinaran pirimidin yaitu hidrat pirimidin dan dimer pirimidin. Efek utama

radiasi UV adalah dimerisasi timin. Dimer dapat menimbulkan mutasi tidak

langsung dengan dua cara; (1) dimer timin mengganggu helix ganda DNA serta

menghambat replikasi DNA secara akurat, (2) kesalahan yang terjadi selama

(26)

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2012 sampai Mei 2012 di

Laboratorium Genetika dan Biologi Molekuler, Departemen Biologi, Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara, Medan.

3.2. Alat dan Bahan

Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah botol kaca, toples kaca,

mikroskop, objek dan cover glass, pipet tetes, saringan ikan, kotak UV, lampu UV

30 watt, label tempel, spidol, razor blade, kamera digital, alu dan lumpang.

Sedangkan bahan yang digunakan adalah ikan cupang (Betta splendens

Regan) berwarna merah, pakan ikan berupa jentik nyamuk dan pelet serbuk, kain

hitam, kolkisin 0,007%, zat warna Giemsa 15%, aquadest, etanol, xylen, Canada

balsam, larutan KCl 0,4%, dan asam asetat.

3.3. Prosedur Penelitian

3.3.1. Ikan Uji

Ikan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan cupang hias (Betta

splendens Regan) yang berwarna merah sebanyak 24 pasang yang diperoleh dari

lokasi penjualan ikan hias air tawar di kota Medan. Adapun usia ikan adalah 6-7

bulan dengan ukuran panjang tubuh 5-6 cm dan berat ± 20 gram. Ikan cupang

jantan yang matang kelamin ditandai dengan jumlah bintik-bintik hitam pada

punggungnya yang lebih banyak dari biasanya. Sementara ikan cupang betina

mempunyai bintik putih pada bagian abdomennya.

3.3.2. Pemijahan Induk

(27)

14

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

betina. Selanjutnya induk betina dimasukkan ke dalam toples kaca dan didekatkan

ke botol kaca induk cupang jantan agar induk jantan dan betina saling mengenal.

Induk jantan akan mengeluarkan gelembung-gelembung busa dari mulutnya

selama ± 1 hari. Gelembung-gelembung busa tersebut adalah ciri khas dari ikan

cupang jantan yang siap untuk kawin yang didalamnya terdapat sperma ikan

cupang jantan. Gelembung-gelembung busa tersebut berfungsi untuk tempat

telur-telur yang dikeluarkan oleh ikan cupang betina dan sebagai tempat terjadinya

fertilisasi. Selanjutnya setelah terbentuk sarang busa, induk betina dimasukkan ke

dalam botol kaca yang berisi induk jantan. Cupang betina akan mengeluarkan

telur-telurnya. Telur-telur yang melayang di dalam air akan segera ditangkap oleh

induk cupang jantan untuk dibawa naik dan disemburkan pada rangkaian

gelembung busa tersebut. Telur-telur yang telah dibuahi didalam gelembung busa

akan menetas dalam waktu 48 jam atau lebih seperti yang terlihat pada gambar 3

(Tampubolon, 2007).

A. B.

C. D.

(28)

15

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

3.3.3. Rancangan Percobaan

Penelitian ini dilakukan berdasarkan Rancangan Acak Lengkap (RAL),

dimana waktu penyinaran dengan sinar UV 30 watt dengan panjang gelombang

254 nm sebagai perlakuan.

K = Tanpa perlakuan penyinaran (kontrol)

P1 = Perlakuan dengan penyinaran selama 5 menit di bawah sinar ultraviolet

P2 = Perlakuan dengan penyinaran selama 10 menit di bawah sinar ultraviolet

P3 = Perlakuan dengan penyinaran selama 15 menit di bawah sinar ultraviolet

Berdasarkan Federer dalam Chairul et al, (1992), di dapatkan jumlah ulangan

dengan rumus:

(t-1) (n-1) ≥ 15

dimana, t = jumlah perlakuan

n = jumlah ulangan

Maka masing-masing perlakuan dikerjakan sebanyak 6 ulangan.

3.3.4. Cara Memberi Perlakuan

Setelah induk betina menghasilkan telur, induk betina dan jantan dikeluarkan dari

botol kaca.Sehari kemudian dilakukan perlakuan penyinaran. Telur yang telah

dibuahi dibiarkan tetap di dalam botol kaca untuk perlakuan kontrol. Pada

perlakuan penyinaran 5 menit, botol kaca yang berisi telur-telur yang telah

dibuahi dimasukkan ke dalam lemari UV untuk disinari dengan sinar ultraviolet

dari lampu UV 30 watt selama 5 menit lalu didiamkan di dalam lemari UV selama

10 menit. Kemudian botol kaca dilapisi dengan kain hitam agar tidak terkena sinar

matahari dan dibiarkan sampai menetas.

Pada perlakuan penyinaran 10 menit, botol kaca yang berisi telur-telur

yang telah dibuahi dimasukkan ke dalam lemari UV untuk disinari dengan sinar

ultraviolet dari lampu UV 30 watt selama 10 menit lalu didiamkan di dalam

lemari UV selama 10 menit. Kemudian botol kaca dilapisi dengan kain hitam agar

tidak terkena sinar matahari dan dibiarkan sampai menetas.

Pada perlakuan penyinaran 15 menit, botol kaca yang berisi telur-telur

(29)

16

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

ultraviolet dari lampu UV 30 watt selama 15 menit lalu didiamkan di dalam

lemari UV selama 10 menit. Kemudian botol kaca dilapisi dengan kain hitam agar

tidak terkena sinar matahari dan dibiarkan sampai menetas.

3.4. Parameter Pangamatan

a. Persentase Pembuahan (Fertilization Rate)

Telur-telur yang terdapat di dalam gelembung busa dihitung dengan metode

estimasi. Berdasarkan perhitungan yang dilakukan, apabila seluruh permukaan

botol penuh dengan busa maka jumlah telur yang diperoleh adalah pada kisaran

274 buah. Jadi, penghitungan telur dilakukan dengan cara memperhatikan

banyaknya gelembung busa yang ada di permukaan botol kemudian diestimasi

jumlahnya dengan patokan jumlah maksimum sebanyak 274 buah.

Setelah 2 hari, telur-telur yang dibuahi tersebut akan menetas. Telur-telur

yang telah menetas dihitung dengan metode estimasi seperti metode penghitungan

jumlah awal telur. Menurut Tampubolon (2007), persentase pembuahan dihitung

dengan rumus:

FR =

b. Persentase Kelangsungan Hidup Larva sampai Hari ke-14 (Survival Rate)

Telur-telur yang telah menetas akan berkembang menjada larva (anakan) ikan

cupang. Larva ikan cupang dipelihara sebaik mungkin. Setelah larva berumur 14

hari, dihitung jumlahnya dengan cara menghitung larva yang berada dipermukaan

dan yang melayang di air. Larva yang berada di dasar botol tidak dihitung

jumlahnya karena telah mati. Menurut Tampubolon (2007), persentase

kelangsungan hidup larva sampai hari ke-14 dihitung dengan rumus:

(30)

17

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

c. Morfologi Ikan Cupang (Betta splendensRegan)

Pengamatan morfologi ikan cupang (Betta splendens Regan) dilakukan pada saat

anakan cupang berusia ± 3 bulan. Pengamatan morfologi dilakukan di dalam

botol kaca yang meliputi warna tubuhnya, warna sirip dan bentuk siripnya.

d. Pengamatan Kariotipe

Anakan (larva) ikan cupang yang berusia 2 hari dan berukuran ± 1 cm

diambil dan dimasukkan ke dalam beaker glass yang telah berisi 0,007% kolkisin

selama 4 jam. Setelah itu, larva dipotong dengan ukuran ± 2-3 mm dengan

menggunakan pisau silet dan dimasukkan ke dalam larutan hipotonik KCl 0,4%

selama 20-30 menit. Selanjutnya potongan larva dimasukkan ke dalam larutan

fiksasi etanol : asam asetat = 3:1 selama 30 menit dan dilakukan sebanyak 2 kali,

kemudian potongan larva dimasukkan ke dalam lumpang dan ditetesi dengan

asam asetat 50% sebanyak 2-3 tetes dan dihancurkan dengan alu sampai terbentuk

suspensi sel. Suspensi sel diambil dengan menggunakan pipet tetes dan diteteskan

ke slide dengan jarak 12 cm sampai suspensi sel berbentuk seperti cincin. Slide

dikeringanginkan selama 10-15 menit. Setelah kering, slide diwarnai dengan

Giemsa 15% selama 45 menit lalu dicuci dengan aquadest dan dikeringanginkan

selama 10-15 menit. Setelah itu, slide dicelupkan ke dalam xylen selama 10 menit

dan ditutup dengan cover yang telah ditetesi Canada balsam dan diamati di bawah

mikroskop. Hasil yang di dapat difoto dengan menggunakan kamera digital

(Tolliver & Robbins, 1991).

3.5. Analisis Statistik

Data yang didapat dari setiap parameter (variabel) pengamatan dicatat dan

disusun ke dalam bentuk tabel. Data kuantitatif (variabel dependen) yang

didapatkan, diuji kemaknaannya terhadap pengaruh kelompok perlakuan (variabel

independen) dengan bantuan program statistik komputer yakni program SPSS

release 13. Urutan uji untuk persentase pembuahan (fertization rate) dan

kelangsungan hidup larva sampai 14 hari atau survival rate (SR14) diawali dengan

(31)

18

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

homogenitas menunjukkan p>0,05 maka dilanjutkan uji sidik ragam (ANOVA)

satu arah untuk data dengan pengamatan berulang (lebih dari 2 kali) atau lebih

dari 2 perlakuan. Apabila hasil uji menunjukkan p<0,05 maka data tersebut

ditransformasi dan dilanjutkan dengan uji non parametrik. Untuk melihat

perbedaan dari 2 perlakuan dilanjutkan uji Mann-Whitney.Jika berbeda nyata

(p<0,05) maka dilanjutkan dengan uji analisis Post Hoc-Bonferroni taraf 5%.

Sebagai sumber keragaman dari uji sidik ragam (ANOVA) yaitu perbedaan

pengamatan kelangsungan hidup larva sampai 14 hari atau survival rate (SR14)

(32)

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Pengaruh Waktu Radiasi Sinar UV terhadap Persentase Pembuahan

(Fertilization Rate)

Dari penelitian yang telah dilakukan, didapat hasil persentase pembuahan

(fertilization rate) dari setiap perlakuan berbeda nyata (dapat dilihat pada gambar

4). Hasil analisis terhadap nilai persentase pembuahanyang tertinggi terdapat pada

perlakuan kontrol (K) sebesar 100%. Sedangkan nilai persentase pembuahan yang

terendah terdapat pada perlakuan P3 dengan penyinaran UV selama 15 menit,

yaitu sebesar 62,7%. Sementara persentase pembuahanpada perlakuan P1 dan P2

masing-masing sebesar 85,19% dan 64,37%.

Gambar 4.1. Pengaruh waktu radiasi sinar UV terhadap persentase pembuahan (FR).

FR pada K sebesar 100%, FR pada P1 sebesar 85,19%,

FR pada P2 sebesar 64,37% dan FRpada P3 sebesar

62,7%

Dari data yang didapat, dapat disimpulkan bahwa persentase pembuahan

atau fertilization rate menurun di setiap perlakuan karena efek dari lamanya waktu

penyinaran yang diberikan. Semakin lama waktu penyinaran UV yang diberikan,

maka nilai persentase pembuahan akan semakin menurun. Dengan demikian dapat

dikatakan bahwa telur ikan mengalami gangguan pertumbuhan akibat penyinaran

(33)

20

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

Menurut Valtonen (1961), radisasi sinar UV pada panjang gelombang

dibawah 280 nm (termasuk ke dalam UV-C) mempunyai intensitas radiasi yang

rendah dan dipancarkan pada panjang gelombang 253,7 nm. Kemampuan

makhluk hidup untuk menyerap sinar UV berbeda-beda, namun penyerapan

maksimum terjadi pada panjang gelombang 260-265 nm. Semakin tinggi

intensitas radisasi sinar UV maka kemampuan DNA untuk menyerap radiasi itu

akan semakin berkurang.

4.2. Pengaruh Waktu Radiasi Sinar UV terhadap PersentaseKelangsungan

Hidup Larva sampai Hari ke-14 (Survival Rate)

Dari penelitian yang telah dilakukan, didapat hasil persentase kelangsungan hidup

larva sampai hari ke-14 dari setiap perlakuan berbeda nyata (dapat dilihat pada

gambar 5). Hasil analisis terhadap persentase kelangsungan hidup larva sampai

hari ke-14 yang tertinggi terjadi pada kelompok kontrol sebesar 100% dan

persentase kelangsungan hidup larva sampai hari ke-14 terendah terjadi pada

kelompok P3 sebesar 39,2%. Sementara pada kelompok P2 dan P3

masing-masing memiliki nilai persentase kelangsungan hidup larva sampai hari

ke-14sebesar 91,11% dan 69,22%.

(34)

21

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

Dari data yang didapat dapat disimpulkan bahwa terjadi penurunan

persentase kelangsungan hidup larva sampai hari ke-14 pada kelompok P1, P2,

dan P3. Semakin lama waktu penyinaran UV yang diberikan, maka nilai

persentase kelangsungan hidup larva sampai hari ke-14 akan semakin menurun.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa persentase kelangsungan hidup larva

sampai hari ke-14 ikan mengalami gangguan pertumbuhan akibat penyinaran UV

dengan daya sebesar 30 watt.

Menurut Harm (1985) (dalam Tampubolon, 2007), pemberian radiasi

ultraviolet dengan panjang gelombang yang tinggi, lama penyinarannya harus

pendek dan sebaliknya apabila pemberian radiasi sinar ultraviolet dengan panjang

gelombang yang pendek, maka lama penyinarannya harus tinggi. Panjang

gelombang yang tepat dibawah sinar tampak 360 nm telah dapat mengakibatkan

mutagenesis. Menurut Pai (1992), dampak mutagen yang menyebabkan

penyimpangan-penyimpangan bergantung untuk sebagian pada lamanya sel-sel itu

terkena pengaruh mutagen, juga oleh sifat mutagen itu.

4.3. Pengaruh Waktu Radiasi Sinar UV terhadap Morfologi Ikan Cupang

(Betta splendensRegan)

Hasil pengamatan terhadap morfologi ikan cupang dapat dilihat pada gambar 6.

Hasil yang diperoleh akibat perlakuan kontrol (tanpa penyianaran UV),

penyinaran UV selama 5 menit, penyinaran UV selama 10 menit dan penyinaran

UV selama 15 menit menunjukkan ada persamaan dan perbedaan antara indukan

dan anakan. Pada perlakuan kontrol diperoleh morfologi anakan ikan cupang yang

sama dengan indukan yaitu seluruh permukaan tubuh dan siripnya berwarna

merah dengan bentuk sirip halfmoon. Pada perlakuan penyinaran UV selama 5

menit didapat perbedaan morfologi anakan dengan indukan yaitu seluruh

permukaan tubuh berwarna biru dan warna sirip merah kebiruan dengan bentuk

sirip halfmoon dan seluruh permukaan tubuh merah dan warna sirip merah dengan

bentuk sirip balok. Pada perlakuan penyinaran 10 menit diperoleh morfologi

anakan yaitu seluruh permukaan tubuh berwarna albino dan warna sirip merah

(35)

22

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

muda dan warna sirip biru muda dengan bentuk sirip balok. Pada perlakuan 15

menit diperoleh morfologi anakan yaitu seluruh permukaan tubuh albino dan

warna sirip putih dengan bentuk sirip halfmoon dan seluruh permukaan tubuh

kombinasi biru dan warna sirip biru dengan bentuk sirip halfmoon. Maka dapat

disimpulkan bahwa semakin lama waktu radiasi sinar UV yang diberikandapat

mengakibatkan perubahan fenotipe anakan ikan cupang.

A. B.

C. D.

Gambar 4.3. Pengaruh waktu radiasi sinar UV terhadap morfologi ikan cupang

A. Anakan pada perlakuan kontrol; B. Anakan pada

perlakuan P1; C. Anakan pada perlakuan P2; D. Anakan pada perlakuan P3

Menurut Ackerman et al. (1988), kelainan DNA yang disebabkan oleh

radiasi dapat menyebabkan kelainan somatik atau genetik, tergantung pada jenis

sel yang bersangkutan. Perubahan kromosom terjadi pada siklus sel terutama

(36)

23

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

membelah diri berpeluang lebih besar menjadi rusak oleh penyinaran. Pada dosis

rendah tidak teramati terjadinya perubahan materi genetik bila sinar hanya melalui

sitoplasma, dan jika hanya melalui inti maka akan kerap kali berubah dengan

dosis yang tinggi. Jadi penyinaran UV ini merupakan rangsangan yang penting

yang dapat merusak sel. Menurut Welsh & Mogea (1982) (dalam Faradilla, 2008)

menyatakan bahwa dosis mutagen yang diberikan mempengaruhi kecepatan

mutasi. Semakin tinggi dosis mutagen, semakin sering terjadi mutasi dan

kematian gen yang tidak diharapkan. Menurut Wulansari (2008), menyatakan

bahwa kematian sel terjadi bila tubuh terkena radiasi dengan dosis relatif tinggi.

Bila dalam waktu yang tidak terlalu lama, tubuh tidak mampu untuk

menggantikan sejumlah sel yang mengalami kematian. Pada rentang dosis yang

rendah, radiasi dapat menginduksi terjadinya serangkaian perubahan pada tingkat

molekuler dan seluler yang tidak menyebabkan kematian sel tetapi menyebabkan

perubahan pada materi genetik sel baru yang bersifat abnormal.

Menurut Gardner (1984), beberapa perubahan fenotipe harus dapat

dihubungkan dengan perubahan suatu gen untuk menghasilkan mutasi yang

terdeteksi, kemungkinan yang paling kecil terjadi tanpa menghasilkan beberapa

penambahan fenotipe. Penambahan beberapa genotipe yang dikenal maka

diubungkan dengan nampak secara langsung dari perkawinan atau hubungan dari

organisme tersebut.

Menurut Royal (1970), hubungan genetika dengan pigmentasi merupakan

hal yang menarik. Bukti yang telah terkumpul menunjukkan adanya keberadaan

beberapa mutan baru dengan gen berbeda yang ditampilkan dalam variasi warna.

Varietas mutan baru memliki pigmen yang berbeda daripada jenis pigmen yang

ada atau mungkin peristiwa penurunan kualitatif dalam satu pigmen yang

memungkinkan ekspresi pigmen lain sebelumnya tidak bisa diamati..

4.4. Pengaruh Waktu Radiasi Sinar UV terhadap Kariotipe Ikan Cupang

(Betta splendensRegan)

Hasil pengamatan kariotipe ikan cupang dapat dilihat pada gambar 7. Hasil yang

(37)

24

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

antara perlakuan kontrol dengan perlakuan penyinaran sinar UV. Hasil tersebut

didapat dengan membandingkan gambar kariotipe ikan cupang pada perlakuan

kontrol (tanpa penyinaran) dengan gambar kariotipe pada perlakuan penyinaran

sinar UV. Jumlah kromosom ikan cupang sebanyak 42 buah atau 21 pasang.

A B

Gambar 4.4 Pengaruh waktu radiasi sinar UV terhadap kariotipe ikan cupang.

A. Kromosom ikan cupang B. Kariotipe ikan cupang pada perlakuan kontrol

Menurut Suryo (1995), kromosom adalah benda-benda halus berbentuk

lurus seperti batang atau bengkok yang terdiri dari zat yang mudah menyerap zat

warna. Kariotipe adalah pengaturan kromosom secara standar berdasarkan

panjang, jumlah serta bentuk kromosom dari sel-sel somatik suatu individu.

Menurut Irawan (2008) menyatakan bahwa kromosom adalah suatu struktur yang

tersusun dari asam nukleat dan protein. Kariotipe adalah gambaran-gambaran

yang ada dalam suatu sel atau individu, biasanya yang digunakan pada stadium

metafase. Dalam kariotipe disusun berdasarkan panjangnya dan posisi sentromer

Menurut Pai (1992), mutasi-mutasi yang terdapat dalam dalam telur dan

sperma dinyatakansebagai mutasi-mutasi germinal, mutasi-mutasi ini

akanmengakibatkan pada keturunan mutan, tetapi tidak pada individual itu sendiri.

Sebaliknya mengingat definisi mutasi semata-mata sebagai suatu perubahan di

dalam gen-gen suatu sel, maka mutasi dapat terjadi pada setiap sel tubuh, tidak

hanya di dalam sel-sel benih saja, tetapi juga di dalam sel somatis, mutasi ini

dikenal sebagai mutasi somatis.Mutasi somatis menyebabkan perubahan pada

(38)

25

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

Menurut Ackerman et al. (1988), kelainan DNA yang disebabkan oleh

radiasi dapat menyebabkan kelainan somatik atau genetik, tergantung pada jenis

sel yang bersangkutan. Perubahan kromosom terjadi pada siklus sel terutama

pada fase metaphase meiosis. Oleh karena itu sel-sel yang relatif lebih sering

membelah diri berpeluang lebih besar menjadi rusak oleh penyinaran. Pada dosis

rendah tidak teramati terjadinya perubahan materi genetik bila sinar hanya melalui

sitoplasma, dan jika hanya melalui inti maka akan kerap kali berubah dengan

dosis yang tinggi. Menurut Lewis (1997), energi ultraviolet rendah, maka hanya

dapat menembus bagian permukaan sel pada organisme multiseluler. Namun

ultraviolet mempunyai kemampuan sebagai mutagen dan pada dosis yang tinggi

dan membunuh sel.

Menurut Jones, R. N and Karp, A (1986), hubungan linier antara

frekuensi mutasi dan dosis radiasi penting dalam hubungannya dengan permasalahan “apakah ada suatu tingkat penyinaran yang aman” sekalipun sebenarnya tidak ada yang aman. Pada sperma Drosophila, penyinaran dengan

dosis sangat rendah dalam jangka waktu lama terbukti efektif menginduksi mutasi

seperti halnya yang diinduksi total dosis penyinaran yang sama itu diberikan pada

intensitas tinggi dalam jangka waktu singkat. Pada mencit, penyinaran kronik

menginduksi mutasi yang lebih sedikit dibanding dengan yang diinduksi oleh

dosis yang sama pada penyinaran akut. Jika mencit diperlakukan dengan dosis

penyinaran yang terputus, maka frekuensi mutasi sedikit lebih rendah daripada

penyinaran dengan total dosis sama yang diperlakukan tidak terputus-putus.

Perbedaan frekuensi mutasi ini mungkin ada hubungannya dengan penggantian

(39)

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan sebagai

berikut:

a. Mutagenesis pada ikan cupang (Betta splendens Regan) dapat terjadi pada

penyinaran radiasi sinar ultraviolet 30 watt pada panjang gelombang 254 nm

dengan waktu 5 menit, 10 menit dan 15 menit.

b. Pengaruh radiasi sinar UV dapat menurunkan persentase pembuahan

(fertilization rate) ikan cupang.

c. Pengaruh radiasi sinar UV dapat menurunkan persentase kelangsungan hidup

larva sampai hari ke-14 (survival rate) ikan cupang.

d. Pengaruh radiasi sinar UV dapat mengubah morfologi fenotipe anakan ikan

cupang.

e. Tidak terjadi perubahan pada kariotipe ikan cupang akibat pengaruh sinar

ultraviolet yang diujikan.

5.2. Saran

Adapun saran sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut dengan

intensitas yang lebih tinggi dan waktu yang lebih lama untuk mendapatkan

variasi dari ikan cupang (Betta splendens Regan) serta lebih teliti dalam

(40)

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

DAFTAR PUSTAKA

Ackerman, E, Elis, dan William. 1998. Ilmu Biofisika. Surabaya: Universitas Airlangga.

Anggorojati, T. 2012. Rancang Bangun Sistem Informasi Budidaya Ikan Cupang Berbasis WEB. [Thesis]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Chairul, H. M dan Daryati. Y. 1992. Pengaruh Ekstrak Kencur (Kaempferia galanga L) Terhadap Kehamilan Mencit Putih (Mus musculus L). Seminar Nasional Indonesia V. Pokjanas. Bandung: Universitas Padjajaran, Bandung & Laboratorium Treub Puslitbang Biologi LIPI Bogor.

Crowder, L. V. 1997.Genetika Tumbuhan.Cetakan ke-5. Yogyakarta: Gajah MadaUniversity Press.

Cummings, M. R dan Klug. W. S. 1994. Concepts of Genetics.Fourth Edition. USA: Macmillan Publishings Company.

Daelami, D. 2001. Usaha Pembenihan Ikan Hias Air Tawar.Cetakan ke-2. Jakarta: Penebar Swadaya.

Dewontoro, W. G. 2001. Fekunditas dan Produksi Larva Pada Ikan Cupang (Betta splendens Regan) yang Berbeda Umur dan Pakan Alaminya.Jurnal Ikhtiologi Indonesia. 1: 49-52.

Faradilla, M. F. 2008. Mutasi Induksi Melalui Sinar Gamma Pada Dua Kultivar Anthurium andreanum (A. Andreanum ‘Mini’ dan A. Andreanum

‘Holland’).[Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Freifelder, D. 1987. Moleculer Biology.Second Edition. Boston: Jones and Bartlett Publishers.

Gardner, E. J. 1984. Principles of Genetics. New York: Jhon Willey & Sons, Inc.

Hoedeman, J. J. 1975. Naturalist’s Guide to Fresh-Water Akuarium Fish. New York: Sterling Publishing.

Irawan, B. 2008. Genetika Molekuler. Surabaya: Airlangga University Press.

Jones, R. N and Karp, A. 1986. Introducing Genetics. London: John Murray

(41)

28

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

Lewis, R. 1997. Human Genetics Concepts And Application. Second Edition. USA: WEB.

Nasir, M. 2002. Bioteknologi Molekuler Teknik Rekayasa Genetika Tanaman. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.

Ohoiulun, I. 2002. Inventarisasi Parasit Pada Ikan Cupang (Betta splendens

Regan), Ikan Gapi (Poecilia reticulata Peters)dan Ikan Rainbow

(Melanotaenia macculochi) Ogilby di Daerah Jakarta Barat, DKI Jakarta.[Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Pai, A. C. 1987. Dasar-Dasar Genetika. Edisi Kedua. Jakarta: Erlangga.

Perkasa, B. E. dan Gunawan. H. 2002. Solusi Permasalahan Cupang. Jakarta: Penebar Swadaya.

Ratanatham, S and Patinawin. S. 1978. Cytogenetic Studies of Siemese Fighting Fish (Betta splendens Regan). Science Asia. 5:17-25.

Royal, K. B. 1970.Analysis of Red and Yellow Pigments in Two Mutants of The Siamese Fighting Fish, Betta splendes.[Thesis].USA: The School of Graduate Studies Drake University.

Russel, P. J. 1992. Genetics.Third Edition. New York: Harper Collins Publishers.

Selezniow, F, Dorota, Malgorzata and Slawomir, Andrzej. 2008. Note on the Karyotipe and NOR Location of Siemese Fighting Fish Betta splendens

(Perciformes, Osphronemidae). Caryologia. 61: 349-353.

Snustad, E. J. 1984. Principles of Genetics.Seventh Edition. New York: John Willey & Sons, Inc Publication.

Stansfield, W. D. 2006.Genetika. Edisi Keempat. Jakarta: Erlangga.

Sugandy, I. 2001. Budidaya Cupang Hias. Jakarta: Agro Media Pustaka.

Suryo, Ir. 1995. Genetika. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Susanto, H. 1992. Memelihara Cupang. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Suzuki, D. 1981. An Indroduction to Genetics Analysis.Second Edition. New York: University of Minnesota.

(42)

29

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

Tampubolon, I. S. R. 2007.Mutagenesis Radiasi Sinar Ultraviolet Pada Ikan Cupang (Betta splendens Regan).[Skripsi]. Medan: Universitas Sumatera Utara.

Tolliver, D. K and Robbins, W. L. 1991.Techniques in Karyology: The Bone Marrow Extraction Methods. Conference of the Association for Biology Laboratory Education (ABLE). Tested studies for lsborstory teaching. 12: 69-74.

Valtonen, E. J. 1961. The Effect Of Ultraviolet Radiation Of Some Spectral Wavebands On The Mast Cell Count In The Skin. Copenhagen: Ejnar Munksgaard.

Verma, P. S dan Agarwal, V. K. 1975.Genetics. New Delhi: S. Chand & Company Ltd.

(43)

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

LAMPIRAN

Lampiran 1. Penyiapan Sarana Pemijahan

Diendapkan

Dimasukkan ke dalam toples kaca dan botol selai

Dimasukkan tanaman air Air

(44)

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

Lampiran 2. Pemijahan Induk

Ditunggu hingga membentuk sarang busa

Didekatkan

Dimasukkan induk ♀ ke dalam botol

Induk ♂ dan ♀ dipindahkan ke dalam toples kaca

Induk ♂ Induk ♀

Didapat butiran-butiran telur

Butiran-butiran telur

Dimasukkan ke dalam

botol kaca sesuai dengan perlakuan masing-masing

(45)

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

Lampiran 3. Penyinaran dengan Sinar Ultraviolet

(46)

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

Lampiran 4. Pengamatan Kariotipe

Dimasukkan ke dalam beaker glass yang berisi

kolkisin 0,007%

selama 4 jam

Dipotong dengan ukuran ± 2-3 mm

Dimasukkan ke larutan KCl 0,4% selama 20-30

menit

Dimasukkan ke larutan fiksatif etanol : asam asetat

= 3:1 selama

30 menit

Dilakukan sebanyak 2 kali

Dimasukkan ke dalam lumpang

Ditetesi dengan asam asetat 50% sebanyak 2-3 tetes

Dihancurkan dengan alu

Ditetesi ke slide dengan jarak 12 cm menggunakan

pipet tetes

hingga berbentuk seperti cincin

Dikeringkan selama 10-15 menit

Diwarnai dengan Giemsa 15% selama 45 menit

Dicuci dengan aquadest

Dikering anginkan selama 10-15 menit

Dicelupkan ke xylen selama 10 menit

Ditutup dengan cover glassDiamati dibawah

mikroskop

Difoto Anakan

Ikan

(47)

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

Lampiran 5. Tabel Nilai Persentase Pembuahan atau Fertilization Rate (FR)

(48)

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

Lampiran 6. Tabel Kelangsungan Hidup Larva sampai 14 Hari (SR14)

Gambar

Gambar 2.1.
Gambar 2.2.
Gambar 3.3. Pemijahan Induk Cupang. A. Penjodohan induk cupang; B. Perkawinan ikan cupang;   C
Gambar 4.1.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variasi waktu radiasi terhadap karakteristik material GO hasil sintesis menggunakan kombinasi metode LE dan radiasi sinar-X

Maksud dari metode ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian tepung testis sapi dengan dosis yang berbeda terhadap keberhasilan jantanisasi ikan cupang dengan

Radiasi sinar ultraviolet adalah radiasi elektromagnetik pada panjang gelombang lebih pendek dari spektrum antara 100-400 nm, dapat membunuh bakteri tanpa meninggalkan sisa

Berdasarkan Tabel 2 bahwa kelulushidupan ikan cupang tertinggi terdapat pada perlakuan A (dengan lama waktu perendaman larva dengan hormon 17α-metiltestosteron selama 10 jam),

Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 4.4, penyinaran dengan menggunakan sinar Ultraviolet terhadap kualitas mikrobiologi air minum isi ulang mempunyai pengaruh