DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU
EFEK WAKTU RADIASI SINAR ULTRAVIOLET (UV)
TERHADAP MORFOLOGI IKAN CUPANG (
Betta splendens
Regan) DAN GAMBARAN KARIOTIPE
SKRIPSI
TOMBAK ANTONIUS 080805037
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU
PERSETUJUAN
Judul : Efek Waktu Radiasi Sinar Ultraviolet (UV)
Terhadap Morfologi Ikan Cupang (Betta splendensRegan) dan Gambaran Kariotipe
Kategori : Skripsi
Nomor Induk Mahasiswa : 080805037
Program Studi : Sarjana (S1) Biologi
Departemen : Biologi
Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sumatera Utara
Disetujui di
Medan, Januari 2015
Komisi Pembimbing:
Pembimbing 2, Pembimbing 1,
Dr. Salomo Hutahaean, M.Si Prof. Dr. Syafruddin Ilyas, M. Biomed
NIP. 196510111995011001 NIP. 196602091992031003
Disetujui Oleh
Departemen Matematika FMIPA USU Ketua,
DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU
PERNYATAAN
EFEK WAKTU RADIASI SINAR ULTRAVIOLET (UV) TERHADAP MORFOLOGI IKAN CUPANG (Betta splendens Regan) DAN GAMBARAN
KARIOTIPE
SKRIPSI
Saya mengakui bahwa hasil penelitian ini adalah hasil karya sendiri. Kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.
Medan, Januari 2015
DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU
PENGHARGAAN
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan berkat dan kasih karuniaNya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul: “Efek Waktu Radiasi Sinar Ultraviolet (UV) Tehadap Morfologi Ikan Cupang (Betta splendens) dan Gambaran
Kariotipe” yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Sains pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sunatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Prof. Dr. Syafruddin Ilyas, M.Biomed dan Bapak Dr. Salomo Hutahaean, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, arahan, saran serta waktu dalam penyelesaian skripsi ini. Ibu Dra. Emita Sabri, M.Si dan Ibu Dra. Elimasni, M.Si selaku dosen penguji yang juga telah banyak memberikan saran serta arahan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini. Ibu Dr. Nursahara Pasaribu, M,Sc dan Bapak Drs. Kiki Nurtjahja, M.Sc serta seluruh staff pengajar dan pegawai di Departemen Biologi. Bapak Dr. Sutarman, M.Sc selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sunatera Utara.
Ucapan terimakasih penulis yang tak ternilai juga penulis sampaikan kepada kedua orangtua terkasih: Ayahanda St. Nuddin Pakpahan (Alm) dan Ibunda Siti Norma Sibuea yang selalu mendoakan, mendidik, memberikan dorongan, serta yang selalu mengasihi penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan perkuliahan ini. Abang dan kakak penulis: Kel. Baik Simanjuntak/Eny Lidia Pakpahan, Jens Tua Daulat Pakpahan, Wydy Watik Pakpahan dan Junita Juita Jelita Pakpahan yang membantu pendanaan penelitian ini serta seluruh keluarga besar penulis yang telah memberikan doa dan kasih sayang kepada penulis.
DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU
EFEK WAKTU RADIASI SINAR ULTRAVIOLET (UV)
TERHADAP MORFOLOGI IKAN CUPANG (
Betta
splendens
Regan) DAN GAMBARAN KARIOTIPENYA
ABSTRAK
Penelitian tentang efek waktu radiasi sinar ultraviolet (UV) terhadap morfologi ikan cupang (Betta splendens) dan gambaran kariotipenya telah selesai dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui lamanya waktu penyinaran sinar ultraviolet yang dapat menyebabkan mutagenesis pada ikan cupang, mengetahui fenotipe ikan cupang yang muncul, mengetahui persentasi pembuahan dan persentasi larva yang dapat hidup sampai hari ke-14 setelah penyinaran sinar ultraviolet dan mengetahui kariotipe ikan cupang. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak L:engkap (RAL) dengan perlakuan waktu penyinaran selama 5 menit, 10 menit dan 15 menit dengan penyinaran sinar ultraviolet yang memiliki intensitas 30 watt dan panjang gelombang 254 nm. Dari hasil penelitian terdapat bahwa nilai persentase pembuahan paling tinggi terdapat pada perlakuan kontrol sebesar 100% sedangkan nilai persentase terendah terdapat pada perlakuan penyinaran ultraviolet selama 15 menit sebesar 62,7%. Nilai persentase larva yang hidup sampai hari ke-14 terdapat pada perlakuan kontrol 100 % sedangkan persentase terndah terdapat pada perlakuan penyinaran selama 15 menit sebesar 39,2%. Fenotipe ikan cupang yang didapat dengan menggunakan sinar ultraviolet adalah warna tubuh merah, biru, biru muda, kuning kombinasi biru dan albino.Warna sirip adalah merah, merah kombinasi putih, merah kebiruan, biru muda, biru, dan putih.Bentuk sirip adalah halfmoon, butterfly, dan balok.Sedangkan kariotipe ikan cupang tidak mengalami perubahan.
DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU
ULTRAVIOLET RADIATION EFFECTS TIME (
UV)
MORPHOLOGY OF
BETTA FISH (Betta splendens
Regan)
AND DESCRIPTION KARYOTYPE
ABSTRACT
The effects of ultraviolet radiation to morphology of Betta splendensRegan and karyotype description has been studied. The objectives of study are to determine the time length of exposure to ultraviolet radiation can cause mutagenesis on Betta splendens, to determine the phenotype changes, to determine find out the fertization and survival rate of larvae up to days 14 after exposure to ultraviolet radiation and to know the Betta splendens Regan karyotype. Researchis design according to Completely Randomized Design (RAL) with the treatments are untreated control (no radiation), radiation for 5 minutes, 10 minutes and 15 minutes by using light intensity of 30 watts and 254 nm wavelength. The results of the study showed the highest fertization rate is find in control with the number 100%, while the lowest fertilization rate is find in radiation for 15 minutes with the number 62,7%. The highest survival rate of larvae up to days 14 is find in control with the number 100%, while the lowest survival rate of larvae up to days 14 is find in radiation 15 minuteswith the number 39,2%. The colour performance of Betta splendensRegan body of this research are red , blue, light blue, blue and yellow combination albino. Fin color of Betta splendensRegan are red, red and white combination, bluish red, light blue, blue, and white. The shape off fin of
Betta splendensRegan are halfmoon, butterfly, and beams. While Betta splendensRegan karyotype has not changed.
DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU
Bab 3 Metode Penelitian 13
3.1 Waktu dan Tempat 13
Bab 4 Hasil dan Pembahasan 19
4.1 Pengaruh Waktu Radiasi Sinar UV terhadap Persentasi Pembuahan (Fertilization Rate)
19
4.2 Pengaruh Waktu Radiasi Sinar UV terhadap Kelangsungan
Hidup LarvaSampai Hari Ke-14 (Survival Rate)
20
DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU
Ikan Cupang (Betta splendensRegan)
4.4 Pengaruh Waktu Radiasi Sinar UV terhadap Kariotipe Ikan Cupang (Betta splendensRegan)
23
Bab 5 Kesimpulan dan Saran 26
5.1 Kesimpulan 26
5.2 Saran 26
Daftar Pustaka 27
DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU
DAFTAR GAMBAR
Nomor Gambar
Judul Halaman
Gambar 1 Morfologi Ikan Cupang 7
Gambar 2 Jenis Kromosom 9
Gambar 3 Pemijahan Induk Cupang 14
Gambar 4 Pengaruh Waktu Radiasi Sinar UV terhadap Persentase Pembuahan (FR)
19
Gambar 5 Pengaruh Waktu Radiasi Sinar UV terhadap
Kelangsungan Hidup Larva sampai Hari ke-14 (SR14)
20
Gambar 6 Pengaruh Waktu Radiasi Sinar UV terhadap Morfologi Ikan Cupang
22
Gambar 7 Pengaruh Waktu Radiasi Sinar UV terhadap Kariotipe Ikan Cupang
DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Lampiran
Judul Halaman
Lampiran 1 Penyiapan Sarana Pemijahan 30
Lampiran 2 Pemijahan Induk 31
Lampiran 3 Penyinaran dengan Sinar Ultraviolet 32
Lampiran 4 Pengamatan Kariotipe 33
Lampiran 5 Tabel Nilai Persentase Pembuahan atau Fertilization Rate (FR)
34
Lampiran 6 Tabel Kelangsungan Hidup Larva Hari Ke-14 (SR14) 35
Lampiran 7 Tabel Uji Normalitas Jumlah Awal Telur 36
Lampiran 8 Tabel Uji Homogenitas Jumlah Awal Telur 36
Lampiran 9 Tabel Analisis ANOVA Jumlah Awal Telur 37
Lampiran 10 Tabel Uji Normalitas Jumlah Larva Hari Ke-14 (SR14)
38
Lampiran 11 Tabel Uji Normalitas Jumlah Telur yang Menetas 38 Lampiran 12 Tabel Uji Homogenitas Jumlah Telur yang Menetas 38 Lampiran 13 Tabel Analisis ANOVA Jumlah Telur yang Menetas 39 Lampiran 14 Tabel Uji Homogenitas Jumlah Larva Hari Ke-14
(SR14)
40
Lampiran 15 Tabel Uji Kruskal Wallis Jumlah Larva Hari Ke-14 (SR14)
40
Lampiran 16 Tabel Uji Mann Whitney Jumlah Larva Hari Ke-14 (SR14)
40
Lampiran 17 Tabel Analisis ANOVA Jumlah Larva Hari Ke-14 (SR14)
41
DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU
EFEK WAKTU RADIASI SINAR ULTRAVIOLET (UV)
TERHADAP MORFOLOGI IKAN CUPANG (
Betta
splendens
Regan) DAN GAMBARAN KARIOTIPENYA
ABSTRAK
Penelitian tentang efek waktu radiasi sinar ultraviolet (UV) terhadap morfologi ikan cupang (Betta splendens) dan gambaran kariotipenya telah selesai dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui lamanya waktu penyinaran sinar ultraviolet yang dapat menyebabkan mutagenesis pada ikan cupang, mengetahui fenotipe ikan cupang yang muncul, mengetahui persentasi pembuahan dan persentasi larva yang dapat hidup sampai hari ke-14 setelah penyinaran sinar ultraviolet dan mengetahui kariotipe ikan cupang. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak L:engkap (RAL) dengan perlakuan waktu penyinaran selama 5 menit, 10 menit dan 15 menit dengan penyinaran sinar ultraviolet yang memiliki intensitas 30 watt dan panjang gelombang 254 nm. Dari hasil penelitian terdapat bahwa nilai persentase pembuahan paling tinggi terdapat pada perlakuan kontrol sebesar 100% sedangkan nilai persentase terendah terdapat pada perlakuan penyinaran ultraviolet selama 15 menit sebesar 62,7%. Nilai persentase larva yang hidup sampai hari ke-14 terdapat pada perlakuan kontrol 100 % sedangkan persentase terndah terdapat pada perlakuan penyinaran selama 15 menit sebesar 39,2%. Fenotipe ikan cupang yang didapat dengan menggunakan sinar ultraviolet adalah warna tubuh merah, biru, biru muda, kuning kombinasi biru dan albino.Warna sirip adalah merah, merah kombinasi putih, merah kebiruan, biru muda, biru, dan putih.Bentuk sirip adalah halfmoon, butterfly, dan balok.Sedangkan kariotipe ikan cupang tidak mengalami perubahan.
DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU
ULTRAVIOLET RADIATION EFFECTS TIME (
UV)
MORPHOLOGY OF
BETTA FISH (Betta splendens
Regan)
AND DESCRIPTION KARYOTYPE
ABSTRACT
The effects of ultraviolet radiation to morphology of Betta splendensRegan and karyotype description has been studied. The objectives of study are to determine the time length of exposure to ultraviolet radiation can cause mutagenesis on Betta splendens, to determine the phenotype changes, to determine find out the fertization and survival rate of larvae up to days 14 after exposure to ultraviolet radiation and to know the Betta splendens Regan karyotype. Researchis design according to Completely Randomized Design (RAL) with the treatments are untreated control (no radiation), radiation for 5 minutes, 10 minutes and 15 minutes by using light intensity of 30 watts and 254 nm wavelength. The results of the study showed the highest fertization rate is find in control with the number 100%, while the lowest fertilization rate is find in radiation for 15 minutes with the number 62,7%. The highest survival rate of larvae up to days 14 is find in control with the number 100%, while the lowest survival rate of larvae up to days 14 is find in radiation 15 minuteswith the number 39,2%. The colour performance of Betta splendensRegan body of this research are red , blue, light blue, blue and yellow combination albino. Fin color of Betta splendensRegan are red, red and white combination, bluish red, light blue, blue, and white. The shape off fin of
Betta splendensRegan are halfmoon, butterfly, and beams. While Betta splendensRegan karyotype has not changed.
DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Ikan hias merupakan satu komoditas ekonomi non migas yang potensial dengan
permintaan semakin meningkat baik di dalam maupun di luar negri (Dewontoro,
2001). Keindahan tubuh dan ciri-ciri yang spesifik yang dimiliki oleh setiap ikan
hias serta nilai ekonomis, adalah faktor utamayang harus diperhatikan dalam
budidaya ikan hias. Salah satu jenis ikan yang memiliki syarat-syarat tersebut
adalah ikan cupang (Betta splendensRegan) (Daelami, 2001). Ciri khas yang
dimiliki oleh ikan cupang jantan adalah selain warnanya yang indah, siripnya pun
panjang dan menyerupai sisir serit, sedangkan ikan betina warnanya tidak menarik
(kusam) dan bentuk siripnya lebih pendek dari ikan jantan (Perkasa & Gunawan,
2002). Ikan cupang juga memiliki bentuk dan karakter yang unik dan cenderung
agresif dalam mempertahankan wilayahnya (Anggorojati, 2012).
Ikan cupang berkembang dengan cara bertelur dan telurnya menempel
pada substrat seperti akar tanaman, daun-daun atau serabut rapia. Dalam daur
hidupnya ikan cupang jantan akan mengambil telur-telur yang telah dikeluarkan
ikan betina dan diletakkan didalam sarang busa yang ada dipermukaan sedangkan
ikan cupang betina akan memangsa anak-anaknya sendiri (Daelami, 2001).
Setelah telur menetas, embrio akan berkembang menjadi larva ikan cupang.
Menurut Tampubolon (2007), titik rawan bagi larva ikan cupang adalah 2 minggu
(14 hari) setelah telur menetas. Hal ini disebabkan karena larva ikan cupang masih
harus beradaptasi dengan lingkungannya, misalnya berupa makanannya yang
masih berasal dari kuning telurnya sendiri.
Ikan cupang umumnya hidup berkoloni di perairan yang terlindung dari
sinar matahari langsung. Tempat tersebut umumnya memiliki air dengan derajat
keasaman atau pH antara 6,5-7,2 dan suhu air sekitar 24-300C (Sugandy, 2001).
Ikan cupang dapat mengambil oksigen langsung dari udara karena mempunyai
2
DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU
Penelitian tentang mutagenesis sinar ultraviolet pada ikan cupang telah
dilakukan oleh Tampubolon (2007), dimana sinar UV yang digunakan dengan
daya 30 watt dengan waktu yang digunakan 0,5 menit, 1 menit, dan 1,5 menit.
Pada hasil penelitian diperoleh perbedaan warna tubuh merah menjadi albino, dan
warna sirip merah menjadi merah muda, merah kebiru-biruan, dan putih
kemerah-merahan serta mengakibatkan penurunan jumlah telur cupang yang menetas.
Berdasarkan penelitian tersebut, dapat disimpulkan apabila sinar ultraviolet yang
dipaparkan dalam waktu yang lama akan merusak susunan dari kromosom dan
mengganggu aktivitas DNA suatu spesies. Untuk itu, perlu dilakukan penelitian
dengan perlakuan yang lebih lama dari yang telah dilakukan.
Penelitian tentang jumlah kromosom Betta splendensRegan telah
dilakukan oleh Selezniow et al, (2008). Hasil dari penelitiannya didapat
kromosom dari jenis ikan Siamese petarung Betta splendens Reganyang diuji
dengan Giemsa, CM3 dan AgNOR. Kariotipe yang dihasilkan adalah 6 pasang
submetasentrik, 7 pasang subtelosentrik dan 8 pasang akrosentrik. Jumlah
kromosomnya masing-masing 2n = 42.
Penelitian tentang Betta splendensRegan juga pernah dilakukan oleh
Ratanatham & Patinawin (1978), yang meneliti perbedaan kariotipe antara Betta
splendensRegan yang bersirip pendek dan panjang.Ikan jenis Siamese petarung
dapat dikarakteristikkan ke dalam tipe sirip pendek dengan yang bersirip
panjang.Ikan yang sirip pendek jauh lebih agresif daripada tipe sirip panjang. Dari
hasil penelitian diperoleh bahwa kromosom ikan cupang sirip pendek dan sirip
panjang dapat dikelompokkan ke dalam 3 kelompok, yang pertama 16 pasang
berukuran besar, pasangan ke-17 dan ke-18 berukuran sedang dan 3 pasang
terakhir berukuran kecil. Berdasarkan tipe sentromernya adalah 7 pasang
submetasentrik dan 14 pasang akrosentrik.Dalam penelitian kromosom kelamin
yang heteromorphic tidak dapat diketahui.Kromosom nomor 3 diketahui berbeda
diantara kedua tipe ikan tersebut.
Cahaya tampak dan sinar ultraviolet mempunyai pengaruh yang sangat
kuat terhadap kelangsungan dan keefektifan transformasi DNA dari suatu spesies
(Tampubolon, 2007). Sinar ultraviolet yang berlebihan justru akan mengganggu
3
DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU
1999). Proses perubahan itu dapat disebut dengan mutasi, yaitu yang dapat
menyebabkan perubahan pasangan basa DNA atau perubahan kromosom (Russel,
1992). Mutasi adalah perubahan yang terjadi pada bahan keturunan yang
mengakibatkan perubahan fenotipe pada keturunannya (Crowder, 1997).
1.2. Permasalahan
Adapun permasalahan dari penelitiaan ini adalah:
a. Bagaimana pengaruh waktu penyinaran sinar ultraviolet terhadap jumlah
telur yang menetas?
b. Bagaimana pengaruh waktu penyinaran sinar ultraviolet terhadap jumlah
larva yang hidup pada hari ke-14?
c. Bagaimana pengaruh waktu penyinaran sinar ultraviolet terhadap
morfologi ikan cupang (Betta splendens Regan)?
d. Apakah radiasi sinar ultraviolet dapat mempengaruhi susunan bentuk
kariotipe ikan cupang (Betta splendens Regan)?
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
a. Untuk mengetahui lamanya waktu penyinaran sinar ultraviolet yang dapat
menyebabkan mutagenesis pada ikan cupang (Betta splendens Regan).
b. Untuk mengetahui persentase jumlah telur yang menetas setelah diradiasi
dengan sinar ultraviolet.
c. Untuk mengetahui persentase jumlah larva yang dapat bertahan hidup
sampai hari ke-14
d. Untuk mengetahui fenotipe Betta splendens Regan yang muncul dengan
menggunakan radiasi sinar ultraviolet.
e. Untuk mengamati kariotipe ikan cupang (Betta splendensRegan) akibat
4
DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU
1.4. Hipotesis
Hipotesis dari penelitian ini adalah:
a. Semakin lama waktu radiasi sinar ultraviolet mengakibatkan semakin
besar mutagenesis yang terjadi pada ikan cupang (Betta splendens Regan).
b. Semakin lama waktu radiasi sinar ultraviolet mengakibatkan semakin
sedikit jumlah telur ikan cupang (Betta splendens Regan) yang menetas.
c. Semakin lama waktu radiasi sinar ultraviolet mengakibatkan semakin
sedikit jumlah larva ikan cupang (Betta splendens Regan) yang dapat
bertahan hidup sampai hari ke-14.
d. Semakin lama waktu radiasi sinar ultraviolet mengakibatkan perubahan
fenotipe ikan cupang (Betta splendens Regan).
e. Semakin lama waktu radiasi sinar ultraviolet mengakibatkan perubahan
susunan bentuk kariotipe ikan cupang (Betta splendens Regan).
1.5. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:
a. Untuk mengetahui apakah penyinaran sinar ultraviolet dapat mengubah
fenotipe dan kariotipe ikan cupang (Betta splendens Regan) dengan
perbedaan waktu penyinaran
b. Sebagai sumber informasi bagi masyarakat umum dan instansi yang
DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Betta splendensRegan
Menurut Hoedeman (1972), klasifikasi ikan cupang sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Dari klasifikasi diatas, ikan cupang masih satu famili dengan ikan gurami,
sepat dan ikan betik. Ciri khas dari famili ini adalah kemampuannya bernafas
dengan jalan mengambil oksigen langsung dari udara. Hal ini dimungkinkan
karena adanya alat pernapasan yang dikenal dengan nama labyrinth, yang terletak
di dalam rongga insang sebelah atas. Oleh karena itu, ikan cupang memiliki
kesanggupan untuk hidup di tempat yang memiliki kandungan oksigen terlarut
yang rendah. Nenek moyang ikan cupang umumnya hidup di daerah rawa-rawa,
persawahan dan daerah aliran sungai yang dangkal. Mereka hidup berkoloni
secara damai di perairan yang terlindung dari sinar matahari langsung
(Sugandy, 2001).
Ikan cupang memiliki postur tubuh yang ramping, panjangnya berukuran
maksimum 7 cm dan memiliki warna dasar badan kuning sampai sawo matang
dengan warna punggung gelap dan perut lebih kekuning-kuningan. Ikan cupang
dijuluki ikan laga karena setiap kali bertemu sesama jenisnya (jantan dengan
jantan) langsung bertarung (Daelami, 2001).
DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Betta splendensRegan
Menurut Hoedeman (1972), klasifikasi ikan cupang sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Dari klasifikasi diatas, ikan cupang masih satu famili dengan ikan gurami,
sepat dan ikan betik. Ciri khas dari famili ini adalah kemampuannya bernafas
dengan jalan mengambil oksigen langsung dari udara. Hal ini dimungkinkan
karena adanya alat pernapasan yang dikenal dengan nama labyrinth, yang terletak
di dalam rongga insang sebelah atas. Oleh karena itu, ikan cupang memiliki
kesanggupan untuk hidup di tempat yang memiliki kandungan oksigen terlarut
yang rendah. Nenek moyang ikan cupang umumnya hidup di daerah rawa-rawa,
persawahan dan daerah aliran sungai yang dangkal. Mereka hidup berkoloni
secara damai di perairan yang terlindung dari sinar matahari langsung
(Sugandy, 2001).
Ikan cupang memiliki postur tubuh yang ramping, panjangnya berukuran
maksimum 7 cm dan memiliki warna dasar badan kuning sampai sawo matang
dengan warna punggung gelap dan perut lebih kekuning-kuningan. Ikan cupang
dijuluki ikan laga karena setiap kali bertemu sesama jenisnya (jantan dengan
jantan) langsung bertarung (Daelami, 2001).
6 DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU
hidupnya ikan cupang jantan memiliki tanggung jawab dalam menyimpan
telur-telur yang akan dikeluarkan ikan betina pasangannya serta menjaga anak-anaknya
yang baru menetas sedangkan ikan cupang betina akan memangsa anak-anaknya
sendiri (Daelami, 2001).
Menurut Sugandy (2001), bentuk sirip ikan cupang adalah butterfly,
cagak, highfin, balok, balon dan halfmoon. Ciri yang paling menonjol dari bentuk
sirip butterfly adalah sirip ekor yang lebar dan besar dan setengah bagiannya
transparan sehingga tulang-tulang siripnya jelas terlihat. Karena itu, bila
diperhatikan akan mirip sayap kupu-kupu. Cupang hias bersirip cagak memiliki
ciri yang menonjol pada bentuk sirip ekornya yang terbelah dua sehingga nampak
seperti memiliki dua ekor dengan posisi sirip punggung dan sirip perut sama
simetris. Sirip cagak sempurna bila seluruh sirip-siripnya memiliki bentuk sama
persis seperti pinang dibelah dua. Sirip highfin yang punggung berdiri tegak dan
posisinya sedikit maju dari posisi umum. Tipe sirip highfin akan sempurna bila
kedudukan dan panjang sirip punggungnya hampir sama dengan sirip perut. Tipe
balok dapat dikatakan merupakan variasi dari tipe sirip ganda. Pada ujung ekornya
nampak seperti balok, yaitu lebar, memanjang dan kaku sebelum akhirnya
terbelah dua di bagian paling ujung sirip ekornya. Tipe sirip balon umumnya
dijumpai pada cupang hias yang memiliki serit ganda. Helai-helai siripnya
berongga sehingga saat mengembang membentuk gelembung mirip balon. Bentuk
sirip halfmoon tergolong dalam cupang hias varietas baru yang dikenal dikalangan
hobiis dan penggemar cupang hias di Indonesia. Cupang hias halfmoon memiliki
sirip ekor, sirip punggung dan sirip perut yang lebar dengan posisi saling
berhimpit sehingga pada saat mengembang akan nampak seperti setengah
lingkaran.
Warna cupang hias yang dijadikan kategori dalam kontes ada tiga, yaitu
warna dasar, warna kombinasi dan warna maskot. Dasar pengkategorikan warna
ini bukan hanya didasarkan pada warna tubuhnya, tetapi meliputi juga warna
seluruh sirip-siripnya, dari sirip anal, sirip punggung, sirip perut dan sirip ekor
(Sugandy, 2001).
Cupang hias berwarna dasar artinya warna tubuh dan sirip-siripnya
benar-7 DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU
benar hanya satu warna saja pada seluruh tubuh dan sirip-siripnya, cemerlang dan
gradasinya merata. Warna dasar tersebut antara lain hijau, biru, kelabu dan merah.
Sementara itu, warna dasar yang tergolong langka antara lain hitam, kuning dan
putih. Karena itu, hingga saat ini banyak peternak dan penggemar yang berusaha
menghasilkan maengoleksi cupang hias yang memiliki warna-warna tersebut.
Dalam budidaya, keberhasilan menghasilkan warna dasar, terlebih warna dasar
solid, masih kecil bila dibandingkan dengan warna yang lainnya (Sugandy, 2001).
Secara umum cupang hias yang memiliki warna tubuh dan sirip lebih dari
satu macam warna dikategorikan ke dalam warna kombinasi. Keberadaan cupang
hias kategori warna kombinasi paling banyak dan sangat mudah ditemukan.
Cupang hias kategori warna kombinasi yang tergolong bagus harus memiliki
komposisi warna yang harmonis pada tubuh dan sirip-siripnya. Bila komposisi
tersebut terdiri dari tiga macam warna dan merata di tubuh dan sirip-siripnya
disebut cupang hias three colour. Cupang hias termasuk kategori maskot bila
warna dasar tubuhnya putih atau keperakan dengan variasi bercak-bercak merah,
biru, hijau atau abu-abu. Umumnya warna sirip-siripnya kombinasi dari dua
warna, misalnya merah putih, merah hijau atau merah biru. Kesempurnaan warna
maskot dapat dilihat dari mencoloknya perbedaan warna antara tubuh dan
sirip-siripnya. Berdasarkan tipe siripnya, saat ini dikenal dua macam cupang hias yaitu
berserit tunggal dan ganda. Serit adalah tulang-tulang serit yang nampak seperti
duri dan terdapat di bagian ujung sirip, baik sirip punggung, perut maupun ekor.
Serit tunggal artinya hanya terdapat satu serit untuk setiap ruas sirip. Serit ganda
artinya terdapat lebih dari satu untuk setiap ruas sirip, misalnya dua, tiga, empat,
delapan hingga enam belas (Sugandy, 2001).
8 DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU
2.2. Kromosom dan Kariotipe
Kromosom adalah substansi yang berbentuk seperti benang yang terdapat di
dalam inti sel dan bertanggung jawab dalam penurunan sifat (hereditas) (Suryo,
1995). Menurut Pai (1987), kromosom mengandung gen-gen yang merupakan
wahana yang berfungsi untuk penurunan sifat dari satu generasi ke generasi lain
pada semua organisme. Irawan (2008), menyatakan kromosom adalah suatu
struktur yang tersusun dari asam nukleat dan protein. Pada stadium interfase
bahan kromosom tampak sebagai benang halus dan disebut kromatin. Pada sel
eukariot kromatin terdapat di inti sel, sedangkan pada sel prokariot terdapat di
sitoplasma. Ketika sel memasuki stadium metafase kromatin menggulung dan
melipat sehingga tampak tebal dan mudah terlihat dengan mikroskop cahaya.
Kromatin yang menggulung dan melipat ini disebut kromosom.
Di bawah mikroskop kromosom terlihat berbeda dalam hal ukuran dan
morfologi antar spesies. Setiap kromosom mempunyai wilayah khusus dengan
beberapa tangan yang panjang terlihat seperti terdesak yang disebut dengan
sentromer atau kinetokor yang berperan penting dalam aktifitas kromosom pada
saat sel membelah (Russel, 1994).
Menurut Suryo(1995), kromosom dapat dibedakan berdasarkan letak
sentromernya yaitu kromosom metasentris, submetasentris, akrosentrik dan
telosentrik. Kromosom metasentris adaalah kromosom yang memiliki sentromer
di tengah, sehingga kromosom terbagi atas dua lengan yang sama panjang.
Biasanya kromosom membengkok di tempat sentromer sehingga berbentuk huruf
V. Kromosom submetasentris adalah kromosom yang memiliki sentromer tidak di
tengah, sehingga kedua kromosom tidak sama panjang. Bila kromosom ini
membengkok di tempat sentromer, maka kromosom berbentuk huruf J.
Kromosom akrosentris adalah kromosom yang memiliki sentromer di salah satu
ujungnya, sehingga kedua lengan tidak sama panjang. Biasanya kromosom ini
lurus, tidak bengok. Kromosom telosentris, ialah kromosom yang memiliki
sentromer di salah satu ujungnya, sehingga kromosom tetap lurus dan tidak
terbagi atas dua lengan.
Kariotipe adalah pengaturan kromosom secara standar berdasarkan
9 DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU
(Suryo, 1995). Menurut Irawan (2008), kariotipe adalah gambaran kromosom
yang suatu organisme yang disusun berdasarkan letak dan ukuran kromosom.
Kariotipe disusun berdasarkan panjangnya dan posisi sentromer. Kariotipe
disusun pada saat kromosom berada pada stadium metaphase karena setiap
kromosom telah menggandakan diri menjadi dua kromatid yang bersatu pada
bagian sentromer. Dalam proses pembelahan selanjutnya kromatid akan tertarik
oleh benang spindel. Kromosom dapat difoto pada stadium metaphase karena
berada pada bidang ekuator
Gambar 2.2. Jenis Kromosom.(a) Metasentrik;
(b) Submetasentrik; (c) Akrosentrik; (c) Telosentrik Sumber: http://www.google.co.id/jeniskromosom
Untuk keperluan pembuatan kariotipe, sel dirangsang supaya membelah
dan kemudian dihentikan. Sel yang sudah berhenti membelah diberi larutan
hipotonis sehingga sel membengkak, selanjutnya difiksasi dengan metanol dan
asam cuka glasial, diteteskan pada gelas benda, dikeringkan dan selanjutnya
diwarnai (Irawan, 2008).
Prosedur pembuatan kromosom yang terbaru dapat menghasilkan
pewarnaan yang tidak merata, menghasilkan jalur-jalur (garis-garis) yang terang
dan gelap. Pola bergaris-garis dari kromosom-kromosom individual yang
ditemukan adalah unik dan konsisten, dan digunakan untuk mengenali
10 DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU
sentromer dapat membantu untuk membedakan satu kromosom dari yang lain
(Pai, 1987).
2.3. Sinar Ultraviolet (UV)
Sinar ultraviolet banyak dijumpai pada sinar matahari, tetapi sinar ultraviolet
dipantulkan keluar oleh ozon ke atmosfer (Snustad, 1984). Sinar ultraviolet dapat
diserap substansi tertentu seperti basa purin dengan derivatnya guanin dan sitosin,
dan pirimidin dengan derivatnya adenin dan timin. Energi yang dihasilkan oleh
sinar ultraviolet sangat rendah, maka hanya dapat menembus bagian permukaan
sel pada organisme multiseluler. Namun demikian, ultraviolet mempunyai
kemampuan sebagai mutagen pada dosis yang tinggi dan dapat membunuh sel
(Lewis, 1997). Sinar ultraviolet yang berlebihan akan mengganggu aktivitas DNA
suatu spesies. Untuk dapat bertahan pada kondisi lingkungan yang tidak sesuai,
suatu spesies dapat melakukan perubahan materi genetik atau melakukan proses
mutasi sehingga fenotipe yang muncul tidak lagi sama dengan fenotipe semula
(Tamarin, 1999).
2.4. Mutasi
Mutasi adalah suatu proses dimana suatu gen mengalami perubahan struktur dan
menimbulkan keragaman genetik bagi seleksi alami dan untuk digunakan oleh
pemulia tanaman dan hewan dalam menciptakan varietas baru (Crowder, 1997).
Terjadinya suatu variasi pada suatu spesies dapat disebabkan oleh perubahan
hereditas (Verma & Agarwal, 1975). Proses perubahan itu dapat disebut dengan
mutasi, yaitu yang dapat menyebabkan perubahan pasangan basa DNA atau
perubahan kromosom. Mutasi ini dapat terjadi pada sel somatik dan sel gamet.
Jika mutan ini hanya terjadi pada sel somatik, maka mutan tersebut tidak
menurunkan sifat-sifat yang dimilikinya pada generasi berikutnya. Mutasi yang
demikian disebut sebagai mutasi somatik. Jika terjadi pada set gamet, maka mutan
tersebut menurunkan sifat-sifat pada keturunannya, mutasi ini disebut sebagai
11 DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU
Dalam genetika, bentuk normal dari suatu organisme disebut strain liar.
Perubahan dari strain liar ke bentuk lain disebut mutasi awal, sebaliknya
perubahan ke bentuk awal disebut mutasi balik. Mutasi merupakan fenomena
penting, tanpa mutasi semua gen muncul hanya satu bentuk, tidak ada alel,
sehingga analisis genetika tidak memungkinkan untuk diteliti (Suzuki, 1981).
2.5. Jenis Mutasi
Berdasarkan sejarah, mutasi telah terjadi secara spontan, yang disebabkan oleh
sejumlah fenomena yang alamiah seperti radiasi kosmik atau sinar ultraviolet
(Nasir, 2002). Mutasi akibat sinar ultraviolet umumnya berupa pergantian basa,
adisi basa, pertukaran atau delesi satu atau lebih basa (Freifelder, 1987). Sinar-X
atau sinar UV dapat digunakan untuk menginduksi mutasi, mutasi diinduksi oleh
radiasi dan bahan kimia, secara umum mutagen genetik menyebabkan
meningkatnya frekuensi mutasi sehingga jumlahnya nyata pada organisme yang
bermutasi (Cummings & Klug, 1994). Pirimidin pada umumnya sangat kuat
menyerap UV 254 nm sehingga UV dapat menginduksi pirimidin secara langsung
yang berdampak pada kerusakan DNA (Lewis, 1997).
Menurut Irawan (2008), terdapat beberapa jenis mutasi yang disebabkan
putusnya kromosom yaitu delesi, duplikasi, translokasi dan inversi. Delesi adalah
hilangnya sebagian segmen kromosom. Bila hanya salah satu dari sepasang
kromosom yang mengalami delesi yaitu heterozigot delesi, maka ketika
akanmengalami pembelahan meiosis, pasang ini akan membentuk semacam loop
atau ansa yaitu suatu struktur lengkung. Duplikasi adalah penyimpangan ini
terjadi pengulangan segmen tertentu dari suatu kromosom. Pengulangan ini
dengan sendirinya berarti pengulangan gen. Sebagaimana delesi, karena panjang
kromosom juga tidak sama waktu meiosis juga berbentuk loop. Translokasi terjadi
karena sebagian atau segmen kromosom terputus dan bersambung lagi tetapi
bukan pada kromosom awal melainkan tersambung pada kromosom lain. Dengan
kata lain yang mengalami delesi, pada saat bersama kromosom tersebut
mendapatkan tambahan segmen dari kromosom lain.Inversi adalah jenis
12 DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU
Menurut Stansfield (2006), mutasi dapat dibedakan berdasarkan efeknya
pada protein (kodon) yaitu mutasi bisu, mutasi non sense, mutasi salah makna,
mutasi netral dan mutasi pergeseran rangka. Mutasi bisu (silent mutation), yaitu
perubahan pada sebuah kodon (biasanya pada posisi ketiga) yang tidak
mempengaruhi asam amino yang dikodekan. Mutasi nonsense (nonsense
mutation), yaitu perubahan pada sebuah kodon dari pengkode asam amino
menjadi stop kodon, mengakibatkan terminasi premature rantai asam amino saat
translasi. Mutasi salah makna (missense mutation), yaitu perubahan sebuah kodon
yang mengubah spesifiknya sebuah asam amino yang berbeda, mengubah sekuens
primer rantai polipeptida dan mengubah fungsi protein. Mutasi netral, yaitu
perubahan pada kodon sedemikian rupa sehingga dispesifikkan sebuah asam
amino yang berbeda, akan tetapi asam amino yang bari itu berlaku serupa dengan
asam amino yang asli (misalnya, memiliki gugus fungsional yang mirip) dan tidak
mengubah fungsi protein. Mutasi pergeseran kerangka (frameshift mutation), yaitu
pergeseran bingkai pembacaan yang disebabkan oleh delesi atau insersi dari satu
atau beberapa kelompok nukleotida, menghasilkan banyak kodon misense dan
nonsense kearah hilir peristiwa mutasional.
Sinar UV dapat menggiatkan atom-atom yang dijumpai, meskipun telah
diketahui bahwa sinar UV tidak menginduksi ionisasi. Dalam hubungan dengan
molekul DNA, senyawa yang paling digiatkan yaitu purin dan pirimidin karena
senyawa tersebut menyerap cahaya pada panjang gelombang 254-260 nm yang
merupakan rentang panjang gelombang sinar UV. Hasil penelitian in vitro juga
membuktikan bahwa pirimidin terutama timin, sangat kuat menyerap sinar UV
pada panjang gelombang 254 nm, sehingga menjadi sangat reaktif. Hasil dari
penyinaran pirimidin yaitu hidrat pirimidin dan dimer pirimidin. Efek utama
radiasi UV adalah dimerisasi timin. Dimer dapat menimbulkan mutasi tidak
langsung dengan dua cara; (1) dimer timin mengganggu helix ganda DNA serta
menghambat replikasi DNA secara akurat, (2) kesalahan yang terjadi selama
DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2012 sampai Mei 2012 di
Laboratorium Genetika dan Biologi Molekuler, Departemen Biologi, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara, Medan.
3.2. Alat dan Bahan
Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah botol kaca, toples kaca,
mikroskop, objek dan cover glass, pipet tetes, saringan ikan, kotak UV, lampu UV
30 watt, label tempel, spidol, razor blade, kamera digital, alu dan lumpang.
Sedangkan bahan yang digunakan adalah ikan cupang (Betta splendens
Regan) berwarna merah, pakan ikan berupa jentik nyamuk dan pelet serbuk, kain
hitam, kolkisin 0,007%, zat warna Giemsa 15%, aquadest, etanol, xylen, Canada
balsam, larutan KCl 0,4%, dan asam asetat.
3.3. Prosedur Penelitian
3.3.1. Ikan Uji
Ikan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan cupang hias (Betta
splendens Regan) yang berwarna merah sebanyak 24 pasang yang diperoleh dari
lokasi penjualan ikan hias air tawar di kota Medan. Adapun usia ikan adalah 6-7
bulan dengan ukuran panjang tubuh 5-6 cm dan berat ± 20 gram. Ikan cupang
jantan yang matang kelamin ditandai dengan jumlah bintik-bintik hitam pada
punggungnya yang lebih banyak dari biasanya. Sementara ikan cupang betina
mempunyai bintik putih pada bagian abdomennya.
3.3.2. Pemijahan Induk
14
DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU
betina. Selanjutnya induk betina dimasukkan ke dalam toples kaca dan didekatkan
ke botol kaca induk cupang jantan agar induk jantan dan betina saling mengenal.
Induk jantan akan mengeluarkan gelembung-gelembung busa dari mulutnya
selama ± 1 hari. Gelembung-gelembung busa tersebut adalah ciri khas dari ikan
cupang jantan yang siap untuk kawin yang didalamnya terdapat sperma ikan
cupang jantan. Gelembung-gelembung busa tersebut berfungsi untuk tempat
telur-telur yang dikeluarkan oleh ikan cupang betina dan sebagai tempat terjadinya
fertilisasi. Selanjutnya setelah terbentuk sarang busa, induk betina dimasukkan ke
dalam botol kaca yang berisi induk jantan. Cupang betina akan mengeluarkan
telur-telurnya. Telur-telur yang melayang di dalam air akan segera ditangkap oleh
induk cupang jantan untuk dibawa naik dan disemburkan pada rangkaian
gelembung busa tersebut. Telur-telur yang telah dibuahi didalam gelembung busa
akan menetas dalam waktu 48 jam atau lebih seperti yang terlihat pada gambar 3
(Tampubolon, 2007).
A. B.
C. D.
15
DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU
3.3.3. Rancangan Percobaan
Penelitian ini dilakukan berdasarkan Rancangan Acak Lengkap (RAL),
dimana waktu penyinaran dengan sinar UV 30 watt dengan panjang gelombang
254 nm sebagai perlakuan.
K = Tanpa perlakuan penyinaran (kontrol)
P1 = Perlakuan dengan penyinaran selama 5 menit di bawah sinar ultraviolet
P2 = Perlakuan dengan penyinaran selama 10 menit di bawah sinar ultraviolet
P3 = Perlakuan dengan penyinaran selama 15 menit di bawah sinar ultraviolet
Berdasarkan Federer dalam Chairul et al, (1992), di dapatkan jumlah ulangan
dengan rumus:
(t-1) (n-1) ≥ 15
dimana, t = jumlah perlakuan
n = jumlah ulangan
Maka masing-masing perlakuan dikerjakan sebanyak 6 ulangan.
3.3.4. Cara Memberi Perlakuan
Setelah induk betina menghasilkan telur, induk betina dan jantan dikeluarkan dari
botol kaca.Sehari kemudian dilakukan perlakuan penyinaran. Telur yang telah
dibuahi dibiarkan tetap di dalam botol kaca untuk perlakuan kontrol. Pada
perlakuan penyinaran 5 menit, botol kaca yang berisi telur-telur yang telah
dibuahi dimasukkan ke dalam lemari UV untuk disinari dengan sinar ultraviolet
dari lampu UV 30 watt selama 5 menit lalu didiamkan di dalam lemari UV selama
10 menit. Kemudian botol kaca dilapisi dengan kain hitam agar tidak terkena sinar
matahari dan dibiarkan sampai menetas.
Pada perlakuan penyinaran 10 menit, botol kaca yang berisi telur-telur
yang telah dibuahi dimasukkan ke dalam lemari UV untuk disinari dengan sinar
ultraviolet dari lampu UV 30 watt selama 10 menit lalu didiamkan di dalam
lemari UV selama 10 menit. Kemudian botol kaca dilapisi dengan kain hitam agar
tidak terkena sinar matahari dan dibiarkan sampai menetas.
Pada perlakuan penyinaran 15 menit, botol kaca yang berisi telur-telur
16
DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU
ultraviolet dari lampu UV 30 watt selama 15 menit lalu didiamkan di dalam
lemari UV selama 10 menit. Kemudian botol kaca dilapisi dengan kain hitam agar
tidak terkena sinar matahari dan dibiarkan sampai menetas.
3.4. Parameter Pangamatan
a. Persentase Pembuahan (Fertilization Rate)
Telur-telur yang terdapat di dalam gelembung busa dihitung dengan metode
estimasi. Berdasarkan perhitungan yang dilakukan, apabila seluruh permukaan
botol penuh dengan busa maka jumlah telur yang diperoleh adalah pada kisaran
274 buah. Jadi, penghitungan telur dilakukan dengan cara memperhatikan
banyaknya gelembung busa yang ada di permukaan botol kemudian diestimasi
jumlahnya dengan patokan jumlah maksimum sebanyak 274 buah.
Setelah 2 hari, telur-telur yang dibuahi tersebut akan menetas. Telur-telur
yang telah menetas dihitung dengan metode estimasi seperti metode penghitungan
jumlah awal telur. Menurut Tampubolon (2007), persentase pembuahan dihitung
dengan rumus:
FR =
b. Persentase Kelangsungan Hidup Larva sampai Hari ke-14 (Survival Rate)
Telur-telur yang telah menetas akan berkembang menjada larva (anakan) ikan
cupang. Larva ikan cupang dipelihara sebaik mungkin. Setelah larva berumur 14
hari, dihitung jumlahnya dengan cara menghitung larva yang berada dipermukaan
dan yang melayang di air. Larva yang berada di dasar botol tidak dihitung
jumlahnya karena telah mati. Menurut Tampubolon (2007), persentase
kelangsungan hidup larva sampai hari ke-14 dihitung dengan rumus:
17
DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU
c. Morfologi Ikan Cupang (Betta splendensRegan)
Pengamatan morfologi ikan cupang (Betta splendens Regan) dilakukan pada saat
anakan cupang berusia ± 3 bulan. Pengamatan morfologi dilakukan di dalam
botol kaca yang meliputi warna tubuhnya, warna sirip dan bentuk siripnya.
d. Pengamatan Kariotipe
Anakan (larva) ikan cupang yang berusia 2 hari dan berukuran ± 1 cm
diambil dan dimasukkan ke dalam beaker glass yang telah berisi 0,007% kolkisin
selama 4 jam. Setelah itu, larva dipotong dengan ukuran ± 2-3 mm dengan
menggunakan pisau silet dan dimasukkan ke dalam larutan hipotonik KCl 0,4%
selama 20-30 menit. Selanjutnya potongan larva dimasukkan ke dalam larutan
fiksasi etanol : asam asetat = 3:1 selama 30 menit dan dilakukan sebanyak 2 kali,
kemudian potongan larva dimasukkan ke dalam lumpang dan ditetesi dengan
asam asetat 50% sebanyak 2-3 tetes dan dihancurkan dengan alu sampai terbentuk
suspensi sel. Suspensi sel diambil dengan menggunakan pipet tetes dan diteteskan
ke slide dengan jarak 12 cm sampai suspensi sel berbentuk seperti cincin. Slide
dikeringanginkan selama 10-15 menit. Setelah kering, slide diwarnai dengan
Giemsa 15% selama 45 menit lalu dicuci dengan aquadest dan dikeringanginkan
selama 10-15 menit. Setelah itu, slide dicelupkan ke dalam xylen selama 10 menit
dan ditutup dengan cover yang telah ditetesi Canada balsam dan diamati di bawah
mikroskop. Hasil yang di dapat difoto dengan menggunakan kamera digital
(Tolliver & Robbins, 1991).
3.5. Analisis Statistik
Data yang didapat dari setiap parameter (variabel) pengamatan dicatat dan
disusun ke dalam bentuk tabel. Data kuantitatif (variabel dependen) yang
didapatkan, diuji kemaknaannya terhadap pengaruh kelompok perlakuan (variabel
independen) dengan bantuan program statistik komputer yakni program SPSS
release 13. Urutan uji untuk persentase pembuahan (fertization rate) dan
kelangsungan hidup larva sampai 14 hari atau survival rate (SR14) diawali dengan
18
DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU
homogenitas menunjukkan p>0,05 maka dilanjutkan uji sidik ragam (ANOVA)
satu arah untuk data dengan pengamatan berulang (lebih dari 2 kali) atau lebih
dari 2 perlakuan. Apabila hasil uji menunjukkan p<0,05 maka data tersebut
ditransformasi dan dilanjutkan dengan uji non parametrik. Untuk melihat
perbedaan dari 2 perlakuan dilanjutkan uji Mann-Whitney.Jika berbeda nyata
(p<0,05) maka dilanjutkan dengan uji analisis Post Hoc-Bonferroni taraf 5%.
Sebagai sumber keragaman dari uji sidik ragam (ANOVA) yaitu perbedaan
pengamatan kelangsungan hidup larva sampai 14 hari atau survival rate (SR14)
DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Pengaruh Waktu Radiasi Sinar UV terhadap Persentase Pembuahan
(Fertilization Rate)
Dari penelitian yang telah dilakukan, didapat hasil persentase pembuahan
(fertilization rate) dari setiap perlakuan berbeda nyata (dapat dilihat pada gambar
4). Hasil analisis terhadap nilai persentase pembuahanyang tertinggi terdapat pada
perlakuan kontrol (K) sebesar 100%. Sedangkan nilai persentase pembuahan yang
terendah terdapat pada perlakuan P3 dengan penyinaran UV selama 15 menit,
yaitu sebesar 62,7%. Sementara persentase pembuahanpada perlakuan P1 dan P2
masing-masing sebesar 85,19% dan 64,37%.
Gambar 4.1. Pengaruh waktu radiasi sinar UV terhadap persentase pembuahan (FR).
FR pada K sebesar 100%, FR pada P1 sebesar 85,19%,
FR pada P2 sebesar 64,37% dan FRpada P3 sebesar
62,7%
Dari data yang didapat, dapat disimpulkan bahwa persentase pembuahan
atau fertilization rate menurun di setiap perlakuan karena efek dari lamanya waktu
penyinaran yang diberikan. Semakin lama waktu penyinaran UV yang diberikan,
maka nilai persentase pembuahan akan semakin menurun. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa telur ikan mengalami gangguan pertumbuhan akibat penyinaran
20
DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU
Menurut Valtonen (1961), radisasi sinar UV pada panjang gelombang
dibawah 280 nm (termasuk ke dalam UV-C) mempunyai intensitas radiasi yang
rendah dan dipancarkan pada panjang gelombang 253,7 nm. Kemampuan
makhluk hidup untuk menyerap sinar UV berbeda-beda, namun penyerapan
maksimum terjadi pada panjang gelombang 260-265 nm. Semakin tinggi
intensitas radisasi sinar UV maka kemampuan DNA untuk menyerap radiasi itu
akan semakin berkurang.
4.2. Pengaruh Waktu Radiasi Sinar UV terhadap PersentaseKelangsungan
Hidup Larva sampai Hari ke-14 (Survival Rate)
Dari penelitian yang telah dilakukan, didapat hasil persentase kelangsungan hidup
larva sampai hari ke-14 dari setiap perlakuan berbeda nyata (dapat dilihat pada
gambar 5). Hasil analisis terhadap persentase kelangsungan hidup larva sampai
hari ke-14 yang tertinggi terjadi pada kelompok kontrol sebesar 100% dan
persentase kelangsungan hidup larva sampai hari ke-14 terendah terjadi pada
kelompok P3 sebesar 39,2%. Sementara pada kelompok P2 dan P3
masing-masing memiliki nilai persentase kelangsungan hidup larva sampai hari
ke-14sebesar 91,11% dan 69,22%.
21
DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU
Dari data yang didapat dapat disimpulkan bahwa terjadi penurunan
persentase kelangsungan hidup larva sampai hari ke-14 pada kelompok P1, P2,
dan P3. Semakin lama waktu penyinaran UV yang diberikan, maka nilai
persentase kelangsungan hidup larva sampai hari ke-14 akan semakin menurun.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa persentase kelangsungan hidup larva
sampai hari ke-14 ikan mengalami gangguan pertumbuhan akibat penyinaran UV
dengan daya sebesar 30 watt.
Menurut Harm (1985) (dalam Tampubolon, 2007), pemberian radiasi
ultraviolet dengan panjang gelombang yang tinggi, lama penyinarannya harus
pendek dan sebaliknya apabila pemberian radiasi sinar ultraviolet dengan panjang
gelombang yang pendek, maka lama penyinarannya harus tinggi. Panjang
gelombang yang tepat dibawah sinar tampak 360 nm telah dapat mengakibatkan
mutagenesis. Menurut Pai (1992), dampak mutagen yang menyebabkan
penyimpangan-penyimpangan bergantung untuk sebagian pada lamanya sel-sel itu
terkena pengaruh mutagen, juga oleh sifat mutagen itu.
4.3. Pengaruh Waktu Radiasi Sinar UV terhadap Morfologi Ikan Cupang
(Betta splendensRegan)
Hasil pengamatan terhadap morfologi ikan cupang dapat dilihat pada gambar 6.
Hasil yang diperoleh akibat perlakuan kontrol (tanpa penyianaran UV),
penyinaran UV selama 5 menit, penyinaran UV selama 10 menit dan penyinaran
UV selama 15 menit menunjukkan ada persamaan dan perbedaan antara indukan
dan anakan. Pada perlakuan kontrol diperoleh morfologi anakan ikan cupang yang
sama dengan indukan yaitu seluruh permukaan tubuh dan siripnya berwarna
merah dengan bentuk sirip halfmoon. Pada perlakuan penyinaran UV selama 5
menit didapat perbedaan morfologi anakan dengan indukan yaitu seluruh
permukaan tubuh berwarna biru dan warna sirip merah kebiruan dengan bentuk
sirip halfmoon dan seluruh permukaan tubuh merah dan warna sirip merah dengan
bentuk sirip balok. Pada perlakuan penyinaran 10 menit diperoleh morfologi
anakan yaitu seluruh permukaan tubuh berwarna albino dan warna sirip merah
22
DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU
muda dan warna sirip biru muda dengan bentuk sirip balok. Pada perlakuan 15
menit diperoleh morfologi anakan yaitu seluruh permukaan tubuh albino dan
warna sirip putih dengan bentuk sirip halfmoon dan seluruh permukaan tubuh
kombinasi biru dan warna sirip biru dengan bentuk sirip halfmoon. Maka dapat
disimpulkan bahwa semakin lama waktu radiasi sinar UV yang diberikandapat
mengakibatkan perubahan fenotipe anakan ikan cupang.
A. B.
C. D.
Gambar 4.3. Pengaruh waktu radiasi sinar UV terhadap morfologi ikan cupang
A. Anakan pada perlakuan kontrol; B. Anakan pada
perlakuan P1; C. Anakan pada perlakuan P2; D. Anakan pada perlakuan P3
Menurut Ackerman et al. (1988), kelainan DNA yang disebabkan oleh
radiasi dapat menyebabkan kelainan somatik atau genetik, tergantung pada jenis
sel yang bersangkutan. Perubahan kromosom terjadi pada siklus sel terutama
23
DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU
membelah diri berpeluang lebih besar menjadi rusak oleh penyinaran. Pada dosis
rendah tidak teramati terjadinya perubahan materi genetik bila sinar hanya melalui
sitoplasma, dan jika hanya melalui inti maka akan kerap kali berubah dengan
dosis yang tinggi. Jadi penyinaran UV ini merupakan rangsangan yang penting
yang dapat merusak sel. Menurut Welsh & Mogea (1982) (dalam Faradilla, 2008)
menyatakan bahwa dosis mutagen yang diberikan mempengaruhi kecepatan
mutasi. Semakin tinggi dosis mutagen, semakin sering terjadi mutasi dan
kematian gen yang tidak diharapkan. Menurut Wulansari (2008), menyatakan
bahwa kematian sel terjadi bila tubuh terkena radiasi dengan dosis relatif tinggi.
Bila dalam waktu yang tidak terlalu lama, tubuh tidak mampu untuk
menggantikan sejumlah sel yang mengalami kematian. Pada rentang dosis yang
rendah, radiasi dapat menginduksi terjadinya serangkaian perubahan pada tingkat
molekuler dan seluler yang tidak menyebabkan kematian sel tetapi menyebabkan
perubahan pada materi genetik sel baru yang bersifat abnormal.
Menurut Gardner (1984), beberapa perubahan fenotipe harus dapat
dihubungkan dengan perubahan suatu gen untuk menghasilkan mutasi yang
terdeteksi, kemungkinan yang paling kecil terjadi tanpa menghasilkan beberapa
penambahan fenotipe. Penambahan beberapa genotipe yang dikenal maka
diubungkan dengan nampak secara langsung dari perkawinan atau hubungan dari
organisme tersebut.
Menurut Royal (1970), hubungan genetika dengan pigmentasi merupakan
hal yang menarik. Bukti yang telah terkumpul menunjukkan adanya keberadaan
beberapa mutan baru dengan gen berbeda yang ditampilkan dalam variasi warna.
Varietas mutan baru memliki pigmen yang berbeda daripada jenis pigmen yang
ada atau mungkin peristiwa penurunan kualitatif dalam satu pigmen yang
memungkinkan ekspresi pigmen lain sebelumnya tidak bisa diamati..
4.4. Pengaruh Waktu Radiasi Sinar UV terhadap Kariotipe Ikan Cupang
(Betta splendensRegan)
Hasil pengamatan kariotipe ikan cupang dapat dilihat pada gambar 7. Hasil yang
24
DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU
antara perlakuan kontrol dengan perlakuan penyinaran sinar UV. Hasil tersebut
didapat dengan membandingkan gambar kariotipe ikan cupang pada perlakuan
kontrol (tanpa penyinaran) dengan gambar kariotipe pada perlakuan penyinaran
sinar UV. Jumlah kromosom ikan cupang sebanyak 42 buah atau 21 pasang.
A B
Gambar 4.4 Pengaruh waktu radiasi sinar UV terhadap kariotipe ikan cupang.
A. Kromosom ikan cupang B. Kariotipe ikan cupang pada perlakuan kontrol
Menurut Suryo (1995), kromosom adalah benda-benda halus berbentuk
lurus seperti batang atau bengkok yang terdiri dari zat yang mudah menyerap zat
warna. Kariotipe adalah pengaturan kromosom secara standar berdasarkan
panjang, jumlah serta bentuk kromosom dari sel-sel somatik suatu individu.
Menurut Irawan (2008) menyatakan bahwa kromosom adalah suatu struktur yang
tersusun dari asam nukleat dan protein. Kariotipe adalah gambaran-gambaran
yang ada dalam suatu sel atau individu, biasanya yang digunakan pada stadium
metafase. Dalam kariotipe disusun berdasarkan panjangnya dan posisi sentromer
Menurut Pai (1992), mutasi-mutasi yang terdapat dalam dalam telur dan
sperma dinyatakansebagai mutasi-mutasi germinal, mutasi-mutasi ini
akanmengakibatkan pada keturunan mutan, tetapi tidak pada individual itu sendiri.
Sebaliknya mengingat definisi mutasi semata-mata sebagai suatu perubahan di
dalam gen-gen suatu sel, maka mutasi dapat terjadi pada setiap sel tubuh, tidak
hanya di dalam sel-sel benih saja, tetapi juga di dalam sel somatis, mutasi ini
dikenal sebagai mutasi somatis.Mutasi somatis menyebabkan perubahan pada
25
DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU
Menurut Ackerman et al. (1988), kelainan DNA yang disebabkan oleh
radiasi dapat menyebabkan kelainan somatik atau genetik, tergantung pada jenis
sel yang bersangkutan. Perubahan kromosom terjadi pada siklus sel terutama
pada fase metaphase meiosis. Oleh karena itu sel-sel yang relatif lebih sering
membelah diri berpeluang lebih besar menjadi rusak oleh penyinaran. Pada dosis
rendah tidak teramati terjadinya perubahan materi genetik bila sinar hanya melalui
sitoplasma, dan jika hanya melalui inti maka akan kerap kali berubah dengan
dosis yang tinggi. Menurut Lewis (1997), energi ultraviolet rendah, maka hanya
dapat menembus bagian permukaan sel pada organisme multiseluler. Namun
ultraviolet mempunyai kemampuan sebagai mutagen dan pada dosis yang tinggi
dan membunuh sel.
Menurut Jones, R. N and Karp, A (1986), hubungan linier antara
frekuensi mutasi dan dosis radiasi penting dalam hubungannya dengan permasalahan “apakah ada suatu tingkat penyinaran yang aman” sekalipun sebenarnya tidak ada yang aman. Pada sperma Drosophila, penyinaran dengan
dosis sangat rendah dalam jangka waktu lama terbukti efektif menginduksi mutasi
seperti halnya yang diinduksi total dosis penyinaran yang sama itu diberikan pada
intensitas tinggi dalam jangka waktu singkat. Pada mencit, penyinaran kronik
menginduksi mutasi yang lebih sedikit dibanding dengan yang diinduksi oleh
dosis yang sama pada penyinaran akut. Jika mencit diperlakukan dengan dosis
penyinaran yang terputus, maka frekuensi mutasi sedikit lebih rendah daripada
penyinaran dengan total dosis sama yang diperlakukan tidak terputus-putus.
Perbedaan frekuensi mutasi ini mungkin ada hubungannya dengan penggantian
DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan sebagai
berikut:
a. Mutagenesis pada ikan cupang (Betta splendens Regan) dapat terjadi pada
penyinaran radiasi sinar ultraviolet 30 watt pada panjang gelombang 254 nm
dengan waktu 5 menit, 10 menit dan 15 menit.
b. Pengaruh radiasi sinar UV dapat menurunkan persentase pembuahan
(fertilization rate) ikan cupang.
c. Pengaruh radiasi sinar UV dapat menurunkan persentase kelangsungan hidup
larva sampai hari ke-14 (survival rate) ikan cupang.
d. Pengaruh radiasi sinar UV dapat mengubah morfologi fenotipe anakan ikan
cupang.
e. Tidak terjadi perubahan pada kariotipe ikan cupang akibat pengaruh sinar
ultraviolet yang diujikan.
5.2. Saran
Adapun saran sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut dengan
intensitas yang lebih tinggi dan waktu yang lebih lama untuk mendapatkan
variasi dari ikan cupang (Betta splendens Regan) serta lebih teliti dalam
DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU
DAFTAR PUSTAKA
Ackerman, E, Elis, dan William. 1998. Ilmu Biofisika. Surabaya: Universitas Airlangga.
Anggorojati, T. 2012. Rancang Bangun Sistem Informasi Budidaya Ikan Cupang Berbasis WEB. [Thesis]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Chairul, H. M dan Daryati. Y. 1992. Pengaruh Ekstrak Kencur (Kaempferia galanga L) Terhadap Kehamilan Mencit Putih (Mus musculus L). Seminar Nasional Indonesia V. Pokjanas. Bandung: Universitas Padjajaran, Bandung & Laboratorium Treub Puslitbang Biologi LIPI Bogor.
Crowder, L. V. 1997.Genetika Tumbuhan.Cetakan ke-5. Yogyakarta: Gajah MadaUniversity Press.
Cummings, M. R dan Klug. W. S. 1994. Concepts of Genetics.Fourth Edition. USA: Macmillan Publishings Company.
Daelami, D. 2001. Usaha Pembenihan Ikan Hias Air Tawar.Cetakan ke-2. Jakarta: Penebar Swadaya.
Dewontoro, W. G. 2001. Fekunditas dan Produksi Larva Pada Ikan Cupang (Betta splendens Regan) yang Berbeda Umur dan Pakan Alaminya.Jurnal Ikhtiologi Indonesia. 1: 49-52.
Faradilla, M. F. 2008. Mutasi Induksi Melalui Sinar Gamma Pada Dua Kultivar Anthurium andreanum (A. Andreanum ‘Mini’ dan A. Andreanum
‘Holland’).[Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Freifelder, D. 1987. Moleculer Biology.Second Edition. Boston: Jones and Bartlett Publishers.
Gardner, E. J. 1984. Principles of Genetics. New York: Jhon Willey & Sons, Inc.
Hoedeman, J. J. 1975. Naturalist’s Guide to Fresh-Water Akuarium Fish. New York: Sterling Publishing.
Irawan, B. 2008. Genetika Molekuler. Surabaya: Airlangga University Press.
Jones, R. N and Karp, A. 1986. Introducing Genetics. London: John Murray
28
DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU
Lewis, R. 1997. Human Genetics Concepts And Application. Second Edition. USA: WEB.
Nasir, M. 2002. Bioteknologi Molekuler Teknik Rekayasa Genetika Tanaman. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.
Ohoiulun, I. 2002. Inventarisasi Parasit Pada Ikan Cupang (Betta splendens
Regan), Ikan Gapi (Poecilia reticulata Peters)dan Ikan Rainbow
(Melanotaenia macculochi) Ogilby di Daerah Jakarta Barat, DKI Jakarta.[Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Pai, A. C. 1987. Dasar-Dasar Genetika. Edisi Kedua. Jakarta: Erlangga.
Perkasa, B. E. dan Gunawan. H. 2002. Solusi Permasalahan Cupang. Jakarta: Penebar Swadaya.
Ratanatham, S and Patinawin. S. 1978. Cytogenetic Studies of Siemese Fighting Fish (Betta splendens Regan). Science Asia. 5:17-25.
Royal, K. B. 1970.Analysis of Red and Yellow Pigments in Two Mutants of The Siamese Fighting Fish, Betta splendes.[Thesis].USA: The School of Graduate Studies Drake University.
Russel, P. J. 1992. Genetics.Third Edition. New York: Harper Collins Publishers.
Selezniow, F, Dorota, Malgorzata and Slawomir, Andrzej. 2008. Note on the Karyotipe and NOR Location of Siemese Fighting Fish Betta splendens
(Perciformes, Osphronemidae). Caryologia. 61: 349-353.
Snustad, E. J. 1984. Principles of Genetics.Seventh Edition. New York: John Willey & Sons, Inc Publication.
Stansfield, W. D. 2006.Genetika. Edisi Keempat. Jakarta: Erlangga.
Sugandy, I. 2001. Budidaya Cupang Hias. Jakarta: Agro Media Pustaka.
Suryo, Ir. 1995. Genetika. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Susanto, H. 1992. Memelihara Cupang. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Suzuki, D. 1981. An Indroduction to Genetics Analysis.Second Edition. New York: University of Minnesota.
29
DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU
Tampubolon, I. S. R. 2007.Mutagenesis Radiasi Sinar Ultraviolet Pada Ikan Cupang (Betta splendens Regan).[Skripsi]. Medan: Universitas Sumatera Utara.
Tolliver, D. K and Robbins, W. L. 1991.Techniques in Karyology: The Bone Marrow Extraction Methods. Conference of the Association for Biology Laboratory Education (ABLE). Tested studies for lsborstory teaching. 12: 69-74.
Valtonen, E. J. 1961. The Effect Of Ultraviolet Radiation Of Some Spectral Wavebands On The Mast Cell Count In The Skin. Copenhagen: Ejnar Munksgaard.
Verma, P. S dan Agarwal, V. K. 1975.Genetics. New Delhi: S. Chand & Company Ltd.
DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU
LAMPIRAN
Lampiran 1. Penyiapan Sarana Pemijahan
Diendapkan
Dimasukkan ke dalam toples kaca dan botol selai
Dimasukkan tanaman air Air
DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU
Lampiran 2. Pemijahan Induk
Ditunggu hingga membentuk sarang busa
Didekatkan
Dimasukkan induk ♀ ke dalam botol
Induk ♂ dan ♀ dipindahkan ke dalam toples kaca
Induk ♂ Induk ♀
Didapat butiran-butiran telur
Butiran-butiran telur
Dimasukkan ke dalam
botol kaca sesuai dengan perlakuan masing-masing
DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU
Lampiran 3. Penyinaran dengan Sinar Ultraviolet
DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU
Lampiran 4. Pengamatan Kariotipe
Dimasukkan ke dalam beaker glass yang berisi
kolkisin 0,007%
selama 4 jam
Dipotong dengan ukuran ± 2-3 mm
Dimasukkan ke larutan KCl 0,4% selama 20-30
menit
Dimasukkan ke larutan fiksatif etanol : asam asetat
= 3:1 selama
30 menit
Dilakukan sebanyak 2 kali
Dimasukkan ke dalam lumpang
Ditetesi dengan asam asetat 50% sebanyak 2-3 tetes
Dihancurkan dengan alu
Ditetesi ke slide dengan jarak 12 cm menggunakan
pipet tetes
hingga berbentuk seperti cincin
Dikeringkan selama 10-15 menit
Diwarnai dengan Giemsa 15% selama 45 menit
Dicuci dengan aquadest
Dikering anginkan selama 10-15 menit
Dicelupkan ke xylen selama 10 menit
Ditutup dengan cover glassDiamati dibawah
mikroskop
Difoto Anakan
Ikan
DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU
Lampiran 5. Tabel Nilai Persentase Pembuahan atau Fertilization Rate (FR)
DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU
Lampiran 6. Tabel Kelangsungan Hidup Larva sampai 14 Hari (SR14)