1
EFEKTIFITAS MADU LEBAH TERHADAP JANTANISASI
(SEX REVERSAL) LARVA IKAN CUPANG
(Betta splendens, Blkr)
Oktarianto1, Azrita2 dan Dahnil Aswad3 E-mail : oktarianto75@yahoo.com 1
Mahasiswa Jurusan Budidaya Perairan FPIK Univ. Bung Hatta
2
Dosen Jurusan Biologi FKIP Univ. Bung Hatta
3
Dosen Jurusan Budidaya Perairan FPIK Univ. Bung Hatta ABSTRACT
This study aims to determine the effectiveness of honey bees to efforts to increase the percentage of male seed Betta fish ( Betta splendens , Blkr ) . Betta fish larvae aged 4 days maintained for 30 days with a stocking density 20 fish / liter and larvae reared in media with honey with 4 treatments 3 replications , ie treatment A : Maintenance of honey bee larvae without ( control ) , treatment B : Maintenance larvae using honey bee 20 ml / liter of water , treatment C : Maintenance of honey bee larvae using 30 ml / liter of water , treatment D : Maintenance of honey bee larvae using 40 ml / liter of water . Every day observed on mortality and measured every 10 days long growth and final selection of research conducted males . Based on the analysis of variance on the survival of larvae showed that the value of the hit F > F tab , which means survival between treatments gave significantly different results . The highest survival on treatment A 73.3 % and 41.6 % the lowest D treatment . Percentage of males Betta fish between 54.4 % - 64.5 % which was not significantly different between treatments , the highest percentage in the D treatment using bee honey 40 ml / liter . The use of honey bees also no significant effect terhada absolute growth in length and weight of fish larvae growth Hickey . Keywords : Betta Fish , Honey bee , Jantanisasi larvae , the larvae
PENDAHULUAN
Banyak masyarakat yang sudah mengenal ikan Cupang. Namun, banyak diantaranya yang tidak mengetahui hal-hal yang menyangkut ikan Cupang tersebut. Umumnya masyarakat hanya berpendapat bahwa ikan Cupang merupakan ikan hias yang dapat diadu, tapi ternyata tidak semua jenis ikan Cupang dapat diadu. Ikan hias Cupang biasa juga disebut ikan laga, tapi dikalangan ilmuwan, antara ikan Cupang hias dan ikan Cupang adu merupakan dua jenis ikan yang berbeda walaupun masih satu famili, yaitu Anabantidae.
Literatur yang mengulas ikan hias, baik dari dalam maupun luar negeri menyebut bahwa ikan Cupang hias merupakan anggota dari genus Trichopus. Sering sekali banyak orang yang menamai ikan Cupang ini dengan sebutan talking gourami atau
croaking gourami, sifatnya tenang dan tidak
pernah mau diadu. Sementara ikan Cupang bersirip pendek merupakan ikan laga yang juga dikenal dengan nama ikan Cupang adu bangkok dari jenis genus Betta yang sangat agresif dan suka berkelahi dengan sesamanya. Oleh karena itu, ikan ini dikenal dengan nama dagang fighting fish yang biasanya memiliki harga berlipat ganda dibanding dengan cupang hias.
2 Pada jenis ikan Cupang yang biasa
ditemui hasil tangkaran pembudidaya pemula, ada ikan Cupang yang bercorak bagus merupakan ikan berkelamin jantan dan yang coraknya kurang bagus berkelamin betina. Berbeda halnya dengan ikan Cupang adu, meskipun tidak bercorak bagus namun yang diharapkan adalah kemampuan bertarungnya. Untuk menyiasati ikan Cupang agar bercorak bagus tersebut, maka diperlukan produksi benih ikan Cupang yang berkelamin jantan. Salah satu upaya yang dilakukan adalah melakukan perubahan untuk mengarahkan agar benih ikan Cupang banyak berkelamin jantan. Pengarahan kelamin (sex reversal) dengan hormon steroid dapat dilakukan melalui perendaman, penyuntikan atau secara oral melalui pakan. Steroid kelamin diantaranya dapat digunakan untuk maskulinisasi. Androgen merupakan hormon perangsang sifat-sifat jantan, contohnya metiltestosteron dan testosteron. Hasil penelitian menggunakan madu membuat daya tarik tersendiri bagi penulis, meskipun metodenya berbeda yaitu dengan perendaman pada larva ikan uji. Berdasarkan permasalahan diatas, maka penulis telah melakukan penelitian dengan judul: “Efektifitas Madu Lebah Terhadap Jantanisasi (Sex Reversal) Larva Ikan Cupang (Betta splendens, Blkr)”.
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan selama 40 hari yaitu mulai tanggal 31 Desember 2013 s.d 8 Februari 2014 di Unit Pengembangan Budidaya Ikan Sinar Bawal Farm Dusun III Jorong Ujung Padang Nagari Kampung Tangah Kecamatan Lubuk Basung Kabupaten Agam Provinsi Sumatera Barat. Bahan yang digunakan adalah induk ikan Cupang sebanyak 20 ekor (10 pasang), eceng gondok, pakan induk dan pakan larva. Khusus bahan uji adalah larva ikan Cupang umur 4 hari dan madu lebah. Sumber air adalah air sumur, sejalan dengan berlangsungnya kegiatan dilakukan pengujian kualitas air sebagai media perendaman dan pemeliharaan larva maupun pemeliharaan induk ikan Cupang. Wadah yang digunakan untuk pemeliharaan induk ikan Cupang adalah kolam beton ukuran 300 x 170 x 50 cm sebanyak 1 petak. Ember plastik transparan volume 15 liter untuk pemijahan dan penetasan telur sekaligus untuk perendaman menggunakan madu dan pemeliharaan larva sebanyak 12 unit. Ember plastik ditempatkan pada meja yang diberi atap peneduh agar terlindung dari curah hujan dan terik matahari.
Metode dalam penelitian ini adalah metode eksperimen menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 3 ulangan. Penempatan perlakuan dilakukan secara acak. Sebagai perlakuan madu lebah yang dilakukan untuk
3 perendaman larva ikan Cupang sebagai
berikut :
Perlakuan A : Pemeliharaan larva tanpa madu lebah (kontrol).
Perlakuan B: Pemeliharaan larva menggunakan madu lebah 20 ml/liter air.
Perlakuan C: Pemeliharaan larva menggunakan madu lebah 30 ml/liter air.
Perlakuan D: Pemeliharaan larva menggunakan madu lebah 40 ml/liter air.
Tahap Pelaksanaan adalah:
a. Menempelkan kode pada setiap ember plastik sesuai dengan perlakuan dan penempatannya dilakukan secara acak. b. Mengambil madu lebah dari dalam botol
dengan spuit lalu dituangkan pada gelas plastik yang berfungsi sebagai alat penakar yang diberi tanda sesuai banyaknya dosis madu lebah yang dibutuhkan.
c. Madu lebah dimasukkan pada masing-masing ember plastik pada perlakuan B sebanyak 20 ml/liter, perlakuan C sebanyak 30 ml/liter dan perlakuan D sebanyak 40 ml/liter
d. Selanjutnya air dalam ember plastik diaduk secara manual dengan tangan agar kekentalan madu lebah dapat larut atau menyebar dalam air.
e. Melakukan pengambilan sampel untuk mengetahui panjang total awal dan berat awal larva lalu dilakukan penghitungan
larva ikan Cupang masing-masing sebanyak 20 ekor/ember plastik .
f. Larva direndam selama 5 jam dalam larutan madu lebah dan setelah itu volume air ditambah hingga masing-masing ember plastik berisi air sebanyak 10 liter.
g. Pada hari ke-1 perendaman, larva diberi pakan suspensi kuning telur ayam rebus, seterusnya pada hari ke-2 sampai hari ke-14 diberi pakan kutu air (Moina sp dan Daphnia sp), dan pada hari ke-15 hingga selesai penelitian diberi pakan cacing sutera.
h. Melakukan penyifonan air dengan mengganti air 60% setiap hari dan melakukan penghitung larva ikan Cupang yang mati setiap hari.
i. Pengamatan dilakukan selama 30 hari dan melakukan pengukuran pertumbuhan panjang setiap 10 hari sebanyak 10% dari jumlah larva pada masing-masing wadah dengan cara larva diambil 1 ekor menggunakan seser halus secara hati-hati hingga hanya berada pada sedikit air, lalu diambil menggunakan sendok kecil untuk diletakkan pada kertas grafik untuk melihat berapa panjangnya. Setelah diketahui segera larva dimasukkan ke dalam ember penampung sementara yang telah berisi air. Hal tersebut dikerjakan pada larva berikutnya hingga seluruh larva sampel selesai diukur.
4 j. Melakukan penimbangan terhadap
sampel larva untuk mengetahui bobot akhir yang menggunakan timbangan analitik.
k. Melakukan seleksi terhadap benih ikan Cupang jantan dan ikan Cupang betina pada akhir penelitian
Peubah yang diamati adalah kelangsungan hidup, persentase ikan Cupang jantan, pertumbuhan panjang mutlak dan pertumbuhan bobot mutlak. Data dianalisis dengan Analisa Varian (Anava) dan Uji Duncan. Setelah data dianalisis maka diperoleh nilai F Hitung dan
kemudian dibandingkan dengan F Tabel dengan tingkat kepercayaan 95% dan 99%.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kelangsungan Hidup
Dari hasil pengamatan yang dilakukan terhadap kelangsungan hidup larva ikan Cupang selama penelitian untuk semua perlakuan dan ulangannya memiliki angka yang berbeda nyata yaitu rata-rata antara 41,6% - 73,3%.
Tabel 1. Rata-rata kelangsungan hidup larva ikan Cupang (%) yang direndam pada madu lebah dengan menggunakan dosis berbeda.
Ulangan Perlakuan (%) A B C D 1 80 60 50 45 2 70 65 50 35 3 70 65 55 45 Jumlah 220 190 155 125 Rata-rata 73,3 a 63,3 b 51,6 c 41,6 d Keterangan:
Huruf superscript yang berbeda dibelakang nilai rata-rata menunjukkan berbeda nyata (p > 0,05) A. Pemeliharaan larva tanpa madu lebah (kontrol).
B. Pemeliharaan larva menggunakan madu lebah 20 ml/liter air. C. Pemeliharaan larva menggunakan madu lebah 30 ml/liter air. D. Pemeliharaan larva menggunakan madu lebah 40 ml/liter air.
Dari Tabel 1 terlihat rata-rata persentase kelangsungan hidup larva ikan Cupang tertinggi ditunjukkan pada perlakuan A yaitu 73,3%, selanjutnya diikuti oleh perlakuan B yaitu 63,3%, perlakuan C (pemeliharaan larva dengan dosis 30 ml/liter) yaitu 51,6% dan rata-rata
kelangsungan hidup terendah adalah perlakuan D yaitu 41,6%.
Dari pengamatan harian yang dilakukan terhadap kelangsungan hidup benih yaitu dengan cara menghitung larva yang mati setiap hari diperoleh hasil bahwa kematian terbanyak diperoleh pada hari kedua, sedangkan pada hari berikutnya
5 jumlahnya lebih sedikit. Dari analisa sidik
ragam menunjukkan hasil bahwa kelangsungan hidup larva ikan Cupang antar perlakuan berbeda nyata (F hit > F tab). Adanya perbedaan hasil rata-rata kelangsungan hidup larva ikan Cupang ini diduga disebabkan oleh perlakuan perendaman madu lebah kedalam media pemeliharaan larva yang memiliki konsentrasi berbeda pada hari pertama penelitian. Pada hari pertama ini larva lebih banyak mengalami kematian dibanding pada hari selanjutnya sudah dilakukan penambahan dan penukaran air media pemeliharaan larva.
Kematian larva pada hari selanjutnya disebabkan oleh faktor kualitas air maupun faktor makanan. Data kelangsungan hidup yang ditampilkan pada Tabel 2 di atas menunjukkan bahwa semakin tinggi dosis madu yang digunakan untuk merendam larva ikan Cupang membuat kelangsungan hidup semakin rendah. Dari ujicoba penelitian pendahuluan yang dilaksanakan dengan menggunakan dosis madu secara berturut antara lain : 60 ml/liter, 80 ml/liter dan 100 ml/liter, semuanya memberikan hasil kelangsungan hidup 0%, artinya penggunaan madu lebah hanya dengan waktu 5 jam sudah memberikan kematian total pada larva ikan Cupang. Dosis tersebut tidak cocok untuk larva ikan Cupang karena
masih lemahnya fisik larva untuk menerima kondisi air media yang berbeda dengan kondisi media penetasan dan perawatan larva sebelumnya, sehingga membuat larva mati. Kepekatan larutan madu lebah diduga dapat menyebabkan terjadinya gangguan jaringan tubuh larva ikan Cupang sehingga mengalami kematian.
Soelistyowati, et.al., (2007) menyatakan bahwa perendaman induk betina ikan guppy dosis 60 ml/liter air dengan kepadatan 2 ekor induk/liter selama 10 jam memberikan kelangsungan hidup 95,4 - 99%. Sedangkan pada penelitian Syarifuddin (2004), pemberian madu pada larva nila GIFT 200 ml/kg pakan memberikan kelangsungan hidup 68-72% dan penelitian Mukti (2004), pemberian madu 300 ml/kg pakan pada pakan induk Lobster air tawar memberikan kelangsungan hidup 96-98%. Kelangsungan hidup larva ikan Cupang sebagaimana dosis madu pada penelitian ini memberikan hasil yang rendah dibanding dengan penelitian terdahulu, karena larva ikan Cupang langsung mengalami perendaman dalam madu lebah, sedangkan larva ikan guppy tidak mengalami langsung karena penggunaan madu lebah ketika embrio masih dalam perut induknya yang mengalami perlakuan perendaman.
6 Persentase Ikan Cupang Jantan
Hasil seleksi yang dilakukan terhadap persentase benih ikan Cupang jantan pada akhir penelitian dari semua perlakuan dan ulangannya rata-rata antara 54,4% - 64,5% sebagaimana pada Tabel 2. Penggunaan madu lebah tetap memiliki pengaruh terhadap jantanisasi larva ikan Cupang. Perlakuan A (tanpa perendaman larva dalam larutan madu) dijadikan sebagai kontrol karena untuk sebagai referensi terhadap persentase benih ikan jantan yang
dihasilkan dari hasil pemijahan alamiahnya tanpa adanya pemberian bahan lain untuk mempengaruhi jumlah benih jantan. Dari masing-masing ulangan pada perlakuan A diperoleh hasil benih jantan antara lain: 56,2%, 57,1% dan 50%, sehingga dapat diambil angka rata-rata persentase benih jantan pada perlakuan A yaitu 54,4%. Artinya, hasil benih secara alamiahnya masih memberikan jumlah benih jantan lebih banyak dari pada jumlah benih betina.
Tabel 2. Hasil seleksi benih ikan Cupang jantan (%) yang direndam pada madu lebah dengan menggunakan dosis berbeda.
Ulangan Perlakuan (%) A B C D 1 56,2 58,3 60,0 55,5 2 57,1 61,5 70,0 71,4 3 50,0 53,8 54,5 66,6 Jumlah 163,3 173,6 184,5 193,5 Rata-rata 54,4 a 57,8 a 61,5 a 64,5 a Keterangan:
Huruf superscript yang sama dibelakang nilai rata-rata menunjukkan tidak berbeda antar perlakuan (p< 0,05)
Pada penelitian ini dilakukan seleksi terhadap benih ikan Cupang secara manual dengan memperhatikan langsung ciri-ciri morfologinya. Masing-masing benih diletakkan pada gelas transparan yang diberi air 100 ml dan memasukkan benih maksimal 5 ekor sekali pengamatan. Untuk memastikan benih ikan jantan menggunakan
patokan pada ciri-ciri fisik yaitu lebih memanjangnya sirip ekor, sirip punggung dan sirip anus. Pada benih betina ketiga jenis sirip tersebut lebih pendek. Objek pengamatan lainnya berpedoman kepada ketebalan badan atau tinggi dari perut ke punggung yang menyebabkan badan lebih
7 besar biasanya adalah betina dan jika lebih
ramping adalah benih jantan.
Dari analisa sidik ragam menunjukkan bahwa persentase benih ikan Cupang jantan antar perlakuan tidak berbeda nyata (F hit < F tab), meskipun pada angka rata-rata dari perlakuan A hingga ke perlakuan D diperoleh adanya kenaikan persentase jumlah jantan seiring dengan bertambahnya konsentrasi madu setiap perlakuan. Namun untuk jadi pedoman bahwa dosis madu lebah yang semakin tinggi untuk merendam larva dapat menimbulkan tingkat kematian yang tinggi, sehingga penggunaan dosis madu lebah melewati dari 40 ml/liter air tidak dianjurkan. Persentase benih jantan diduga juga dipengaruhi oleh komposisi madu lebah atau jenisnya dan lama waktu perendaman larva dalam larutan madu tersebut.
Proses terjadinya jantanisasi larva ikan Cupang menggunakan madu lebah dipengaruhi oleh 2 faktor, pertama adalah masih labilnya kondisi perkembangan gonad larva ikan Cupang hingga hari ke-4, sehingga perkembangan gonad masih dapat diarahkan apabila ingin mendapatkan ikan Cupang berkelamin jantan dengan menggunakan bahan-bahan tertentu (Syarifuddin, 2004), kedua, upaya jantanisasi dimungkinkan terjadi karena
pada madu lebah terdapat Chrysin, yang diduga dapat digunakan untuk pengarahan kelamin. Chrysin merupakan salah satu bahan penghambat enzim aromatase atau lebih
dikenal dengan aromatase inhibitor.
Aromatase inhibitor merupakan penghambat dari reaksi enzim aromatase sehingga tidak terjadi biosintesa estrogen, akibatnya hanya akan muncul efek maskulinisasi (Mulyasih, 2012).
Pemeliharaan larva ikan Cupang
akan lebih efektif dilakukan sebelum larva diberikan makanan dari luar (pada penelitian ini umur larva 4 hari), sedangkan bila telah diberi makan atau umur lebih dari 4 hari maka perkembangan gonad sudah mulai definitif. Pada penelitian ini dimungkinkan juga memberikan hasil persentase benih jantan yang berbeda dengan penelitian terdahulu, karena penggunaan jenis madu lebah yang tidak sama. Untuk persentase benih jantan pada ikan guppy sebagaimana penelitian Soelistiawati et.al (2007) tertinggi 66%, sedangkan hasil penelitian Nofita (2013) persentase benih jantan tertinggi 60%. Untuk penelitian lainnya yaitu persentase benih jantan Lobster air tawar hanya 60,35% (Mukti, 2009). Dari penggunaan madu lebah untuk mendapatkan persentase benih jantan, maka fungsi madu sebagaimana hasil penelitian ini hampir sama dengan hasil penelitian terdahulu
8 meskipun belum memberikan hasil yang
lebih maksimal.
Pertumbuhan Panjang Mutlak
Hasil pengukuran terhadap pertumbuhan panjang mutlak larva ikan Cupang antara 7,06 mm – 7,13 mm.
Pertumbuhan mutlak untuk seluruh perlakuan relatif sama dan tertinggi pada perlakuan B yaitu 7,13 mm. Untuk lebih jelasnya sebagaimana disajikan pada Tabel 3
Tabel 3. Rata-rata pertumbahan panjang mutlak larva ikan Cupang (mm) yang direndam pada madu lebah dengan menggunakan dosis berbeda.
Ulangan Perlakuan (mm) A B C D 1 7,1 7,3 7,2 7,1 2 7,2 7,0 6,8 7,2 3 7,0 7,1 7,2 7,0 Jumlah 21,3 21,4 21,2 21,3 Rata-rata 7,10 a 7,13 a 7,06 a 7,10 a Keterangan:
Huruf superscript yang sama dibelakang nilai rata-rata menunjukkan tidak berbeda antar perlakuan (p < 0,05)
Dari Tabel 3 di atas menunjukkan bahwa larva ikan Cupang memiliki pertumbuhan yang lambat, hal ini disebabkan karena ikan Cupang termasuk kategori ikan kecil, tidak seperti ikan konsumsi lainnya. Pertumbuhan larva ikan Cupang ini juga sependapat dengan Shirota (1970) dalam Sembiring (2011) yang mengemukakan bahwa larva dengan bukaan mulut lebih kecil memiliki pertumbuhan yang lambat jika dibandingkan dengan larva dengan bukaan mulut lebih besar sebagaimana yang ditemui pada jenis ikan konsumsi.
Pertumbuhan larva ikan Cupang pada penelitian ini menunjukkan bahwa
pertumbuhan panjang mutlak larva ikan Cupang antar perlakuan tidak berbeda nyata (F hit < F tab) sebagaimana pada Lampiran 7. Pertumbuhan yang relatif sama disebabkan karena pakan yang dikonsumsi seluruh larva yang dipelihara pada setiap perlakuan mendapatkan jenis dan jumlah pakan yang sama, tidak ada perlakuan secara khusus terhadap pakan yang diberikan pada salah satu perlakuan. Pakan yang sama, baik jenis maupun jumlahnya membuat konversi pakan terhadap daging relatif sama. Pakan yang dikonsumsi akan memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan panjangnya. Dalam penelitian ini perlakuan
9 khusus hanya pada penggunaan madu lebah
dengan tujuan untuk peningkatan jumlah benih ikan Cupang jantan dan madu lebah tersebut meskipun menggunakan dosis yang
berbeda tapi tidak memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan panjang larva pada setiap perlakuan.
Pertumbuhan Bobot Mutlak
Pertumbuhan bobot larva ikan Cupang yang diperoleh pada akhir penelitian antara 8,09 mg – 8,12 mg. Pertumbuhan
bobot antar perlakuan relatif sama dan tertinggi pada perlakuan D yaitu 8,12 mg. Untuk lebih jelasnya disajikan pada Tabel 4 berikut ini.
Tabel 4. Rata-rata pertumbuhan bobot larva ikan Cupang (mg).
Ulangan Perlakuan (mg) A B C D 1 8,09 8,09 8,12 8,13 2 8,08 8,10 8,10 8,12 3 8,10 8,11 8,11 8,11 Jumlah 24,27 24,30 24,33 24,36 Rata-rata 8,09 a 8,10 a 8,11a 8,12a Keterangan:
Huruf superscript yang sama dibelakang nilai rata-rata menunjukkan tidak berbeda antar perlakuan (p > 0,05)
Pertumbuhan bobot larva ikan Cupang tidak menunjukkan adanya perbedaan yang nyata antar perlakuan. Tidak adanya perbedaan tersebut karena faktor genetik yang membuat adanya keterbatasan pertumbuhan larva ikan Cupang sebagai ikan bertubuh kecil. Ukuran tubuhnya yang kecil juga mempengaruhi pada jumlah pakan yang dapat dikonsumsi. Meskipun ada perbedaan angka dibelakang koma, sebagaimana pada Tabel 4, diduga disebabkan oleh padat tebar larva ikan Cupang hidup pada wadah pemeliharaan yang semakin berkurang dengan semakin meningkatnya dosis madu lebah yang diberikan. Apabila jumlah larva
lebih banyak maka rata-rata angka pertumbuhan bobot lebih rendah dan sebaliknya apabila jumlah larva lebih sedikit maka rata-rata angka pertumbuhan bobot lebih tinggi.
Pada akhir penelitian jumlah larva yang diperoleh pada perlakuan A sebanyak 44 ekor dari jumlah awal penelitian 60 ekor, hasil penimbangan bobot akhir rata-rata 8,09 mg. Sedangkan jumlah larva yang diperoleh pada perlakuan D sebanyak 25 ekor dari jumlah awal 60 ekor, hasil penimbangan bobot akhir rata-rata 8,12 mg. Dalam penelitian ini tidak ada faktor lainnya yang memberikan pengaruh khusus pada
10 pertumbuhan bobot karena perlakuan yang
ada semua sama kecuali pada penggunaan
dosis madu lebah yang berbeda antar perlakuan.
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan maka dapat disimpulkan antara lain:
1. Kelangsungan hidup larva ikan Cupang tertinggi pada perlakuan A yaitu 73,3% dan terendah pada perlakuan D yaitu 41,6%.
2. Persentase benih ikan Cupang jantan tertinggi pada perlakuan D yaitu 64,5% dan terendah pada perlakuan A yaitu 54,4%.
3. Semakin banyak madu lebah yang digunakan membuat persentase jumlah ikan Cupang jantan meningkat, tetapi persentase kelangsungan hidup menurun. 4. Madu lebah tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan panjang mutlak larva ikan Cupang yaitu antara 7,06 mm – 7,13 mm dan pertumbuhan bobot antara 8,09 mg/ekor – 8,12 mg/ekor.
Adapun saran yang dapat disampaikan sesuai dengan hasil penelitian ini adalah Penggunaan madu lebah dosis diatas 40 ml/liter air dapat menimbulkan kematian
larva Cupang umur 4 hari secara total, sehingga dengan pemilihan dosis 40 ml/liter
perlu dilakukan penelitian lanjutan terhadap lama waktu perendaman untuk memperoleh persentase ikan Cupang jantan dan kelangsungan hidup yang lebih maksimal.
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih disampaikan kepada Ibu Dr. Azrita, S.Pi, M.Si dan Bapak Drs. Dahnil Aswad, M.Si.
11
DAFTAR PUSTAKA
Mukti, Akhmad Taufiq, 2004. Pengaruh Suplementasi Madu dalam Pakan Induk Persentase Jantan dan Betina, Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup benih Lobster Air Tawar Red Claw (Cherax quadricarinatus) Jurnal Akuakultur Indonesia, 8(1): 37-45
Mukti, A.Taufiq, A.Shofy Mubarak dan Adde Ermawan. 2009. Pengaruh Penambahan Madu dalam Pakan Induk Jantan Lobster Air Tawar
Red Claw (Cherax
quadricarinatus) Terhadap Rasio
jenis Kelamin Larva. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan, 1(1): 32-38
Mulyasih, D, Tarsim dan M. Sarida, 2012. Penggunaan Suhu dan Dosis Propolis yang Berbeda Terhadap Nisbah Kelamin Ikan Guppy (Poecilia reticulata Peters). E-Jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume I No 1 Oktober 2012 ISSN: 2302-3600
Nofita, Elsa Sherly, 2013. Penggunaan Madu dalam Optimasi Produksi Ikan Guppy (Poecilia reticulata Peters) Jantan dengan Perendaman Waktu yang Berbeda. Skripsi, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Bung Hatta Padang. Sembiring, A.V. Valentinus, 2011.
Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Larva Ikan Betok (Anabas
testudineus) pada pH 4,5,6 dan
7. Skripsi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
Soelistyowati, DT, E. Martati dan H. Arfah. 2007. Efektifitas Madu Terhadap Pengarahan Kelamin Ikan Guppy (Poecilia reticulata Peters). Jurnal Akuakultur Indonesia, 6(2): 155–160
Syarifuddin, A. 2004. Pengaruh pemberian suplement madu pada pakan larva Ikan Nila GIFT (Oreochromis sp) terhadap rasio jenis kelaminnya
12