• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Perilaku Bahaya Kerja Terhadap Risiko Kejadian Kecelakaan Kerja Pada Pekerja di PT Subur Sari Lastderich (SSL) Humbang Hasundutan Tahun 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Perilaku Bahaya Kerja Terhadap Risiko Kejadian Kecelakaan Kerja Pada Pekerja di PT Subur Sari Lastderich (SSL) Humbang Hasundutan Tahun 2015"

Copied!
126
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PERILAKU BAHAYA KERJA TERHADAP RISIKO KEJADIAN KECELAKAAN KERJA PADA PEKERJA

DI PT SUBUR SARI LASTDERICH (SSL) HUMBANG HASUNDUTAN

TAHUN 2015

SKRIPSI

OLEH JONRI SILABAN

NIM : 111000224

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

PENGARUH PERILAKU BAHAYA KERJA TERHADAP RISIKO KEJADIAN KECELAKAAN KERJA PADA PEKERJA

DI PT SUBUR SARI LASTDERICH (SSL) HUMBANG HASUNDUTAN

TAHUN 2015

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Kesehatan Masyarakat

OLEH JONRI SILABAN

NIM : 111000224

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)
(4)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perilaku bahaya kerja terhadap risiko kejadian kecelakaan kerja pada pada pekerja di PT Subur Sari Lastderich (SSL) Humbang Hasundutan tahun 2015.

Penelitian ini merupakan penelitian survei analitik dengan rancangan

penelitian dilakukan dengan cross sectional. Analisi yang digunakan adalah analisis univariat, analisis bivariat dengan uji chi square dan analisis multivariat dengan uji regresi linear berganda.

Populasi penelitian ini adalah seluruh pekerja konstruksi dan Asphal Mixing Plant (AMP) PT Subur Sari Lastderich (SSL) Humbang Hasundutan yang berjumlah 52 orang dan sampel penelitian ini adalah total sampling artinya sampel yang

digunakan adalah seluruh pekerja yang berjumlah 52 orang. Lokasi penelitian dilakukan di PT Subur Sari Lastderich Desa Nagasaribu Kecematan Lintong Nihuta Kabupaten Humbang Hasundutan

Dari hasil penelitian diperoleh bahwa variabel perilaku bahaya kerja memiliki nilai p < 0.05. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada pengaruh perilaku bahaya kerja secara signifikan terhadap risiko kejadian kecelakaan kerja pada pekerja di PT Subur Sari Lastderich (SSL) Humbang Hasundutan Tahun 2015. Dari hasil penelitian terdapat nilai R Square = 0.540 artinya besarnya pengaruh perilaku bahaya kerja terhadap resiko kecelakaan kerja adalah sebesar 54%.

Untuk mengurangi perilaku bahaya kerja dan mencegah terjadinya kecelakaan kerja di PT Subur Sari Lastderich (SSL) disarankan kepada perusahaan membuat prosedur kerja yang mudah dimengerti dan diterapkan oleh pekerja, memberi

pembinaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), pengawasan kerja serta memberi sanksi kepada pekerja yang melanggar peraturan.

(5)

ABSTRACT

The objective of the study was to find out the influence of work hazard behavior on the risk for job accident in the workers at PT Subur Sari Lastderich (SSL), Humbang Hasundutan, in 2015.

The study was an analytic survey with cross sectional design. The data were analyzed by using univatriate analysis, bivatriate analysis with chi square test, and multivatriate analysis with multiple linear regression analysis.

The population was 52 construction and Asphalt Mixing Plant (AMP) workers at PT Subur Sari Lastderich (SSL), Humbang Hasundutan, and all of them were used as the samples. The study was conducted at PT Subur Sari Lastderich, Nagaribu Village, Lintong Nihuta Subdistrict, Humbang Hasundutan District.

The result of the study showed that the variable of work hazard behavior had p-value < 0.05 which indicated that there was significant influence of work hazard behavior on the risk for job accident in the workers at PT Subur Sari Lastderich (SSL), Humbang Hasundutan, in 2015. It was also found that R square value = 0.540 which indicated that the influence of work hazard behavior on the risk for job

incident was 54%.

It is recommended that the management of the company create a working procedure which is easily understood and applied by the workers by providing counseling about K3 (Job safety and Health), job supervision, and sanction which will be imposed on the workers who violate the rules.

Keywords: Work Hazard Behavior (Knowledge, Attitude, and Action), Risk for Job Accident

(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama : Jonri Silaban

Tempat/ Tanggal Lahir : Lintongnihuta, 02 Januari 1993 Agama : Kristen Protestan

Jenis Kelamin : Laki-Laki Status Perkawinan : Belum Kawin

Alamat : Lumban Sipariama, Siponjot, Kec.

Lintongnihuta, Kab. Humbang Hasundutan Riwayat pendidikan :

1. (Tahun 1999-2005) : SD Inpres No. 177061 Lintongnihuta, Humbang Hasundutan

2. (Tahun 2005-2008) : SMP Negeri 4 Lintongnihuta, Humbang Hasundutan

3. (Tahun 2008-2011) : SMA Negeri 1 Lintongnihuta, Humbang Hasundutan

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah Bapa atas kasih dan anugerahNya

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Pengaruh Perilaku Bahaya Kerja Terhadap Risiko Kejadian Kecelakaan Kerja Pada Pekerja di PT Subur Sari Lastderich (SSL) Humbang Hasundutan Tahun 2015”.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis tidak terlepas dari bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak sehingga skripsi ini dapat selesai dengan baik. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dr. Drs. Surya Utama, M.S. selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Ir. Gerry Silaban, M.Kes., selaku Kepala Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Fakultas Sumatera Utara dan sekaligus sebagai dosen

pembimbing I penulisan skripsi yang telah banyak meluangkan waktu, pikiran dan tenaga dalam bimbingan, arahan dan dorongan sehingga skripsi ini dapat

diselesaikan.

(8)

4. Ir. Kalsum, M.Kes dan Arfah Mardiana Lubis, S.Psi., M.Psi selaku dosen penguji yang telah meluangkan waktu memberikan masukan dan saran yang sangat berarti sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

5. Ernawati Nasution, SKM, M.Kes. selaku dosen pembimbing akademik, yang juga banyak memberikan masukan.

6. Surianto selaku manajer PT Subur Sari Lastderich (SSL) Nagasaribu Kecamatan Lintongnihuta Kabupaten Humbang Hasundutan yang telah memberikan izin untuk mengadakan penelitian.

7. Teristimewa kepada kedua orangtuaku tercinta Bapak Mangaranto Silaban dan Ibunda Saminem br Lumban Toruan yang selalu mendoakan, memberikan kasih sayang, bimbingan, dukungan moril dan maupun materil dan segala yang terbaik yang penulis butuhkan.

8. Saudara-saudaraku, abang Henri Maju Silaban, Marudi Silaban, Kakak Rita Silaban dan adik-adik tersayang Mesra Silaban, adik kembar Hendra Silaban, Hendro Silaban dan Cinta Apri Lia Silaban yang telah banyak memberikan dukungan dan semangat dalam mengerjakan skripsi ini.

(9)

10. Buat teman-teman di peminatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja dan seluruh teman-teman Stb.2011 Fakultas Kesehatan Masyarakat USU terima kasih buat dukungannya.

11. Semua pihak yang telah banyak memberikan dukungan yang tidak dapat disebutkan penulis satu persatu.

Seperti ada pepatah mengatakan “tak ada gading yang tak retak”. Demikian

juga dalam penulisan skripsi ini masih terdapat kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan oleh karena itu penulis mengharapkan saran-saran yang membangun demi kesempurnaan penulisan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Medan, Juni 2015

(10)
(11)

BAB III METODE PENELITIAN... 42

BAB IV HASIL PENELITIAN... 49

4.1 Gambaran Umum Perusahaan... 49

4.1.1 Sejarah Umum Perusahaan... 49

4.1.2 Struktur Organisasi... 50

4.1.3 Ruang Lingkup PT Subur Sari Lastderich... 50

4.2 Karakteristik Pekerja PT Subur Sari Lastderich (SSL) Humbang Hasundutan... 52

4.3 Analisis Univariat... 53

4.4 Analisis Bivariat... 58

4.5 Analisis Multivariat... 61

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Pekerja PT Subur Sari Lastderich (SSL) ... 65

5.2 Kecelakaan Kerja... 66

5.3 Pengaruh Perilaku Bahaya Kerja Terhadap Risiko Kejadian Kerja di PT Subur Sari Lastderich (SSL) Humbang Hasundutan... 68

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan... 77

6.2 Saran... 78

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Distribusi Pekerja Menurut Umur PT Subur Sari Lastderich Humbang Hasundutan Tahun 2015...52 Tabel 4.2 Distribusi Pekerja Menurut Pendidikan Terakhir PT Subur Sari Lastderich

Humbang Hasundutan Tahun 2015...53 Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Kecelakaan Kerja pada Pekerja PT Subur Sari

Lastderich Humbang Hasundutan Tahun 2015...54 Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Kecelakaan Kerja Menurut Jenis Kecelakaan Kerja pada PT Subur Sari Lastderich Humbang Hasundutan Tahun 2015...54 Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Kecelakaan Kerja Menurut Letak Luka pada PT

Subur Sari Lastderich Humbang Hasundutan Tahun 2015...55 Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Kecelakaan Kerja Menurut Penyebab Kecelakaan

Kerja pada PT Subur Sari Lastderich Humbang Hasundutan Tahun 2015...56 Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Pekerja pada PT Subur Sari Lastderich

Humbang Hasundutan Tahun 2015...56 Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Sikap Pekerja pada PT Subur Sari Lastderich

Humbang Hasundutan Tahun 2015...57 Tabel 4.9 Distribusi Frekuensi Tindakan Pekerja pada PT Subur Sari Lastderich

Humbang Hasundutan Tahun 2015...57 Tabel 4.10 Distribusi Frekuensi Risiko Kecelakaan Kerja pada PT Subur Sari

(13)
(14)

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 : Kuesioner Penelitian

Lampiran 2 : Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Lampiran 3 : Master Data

Lampiran 4 : Hasil Pengolahan Statistik Lampiran 5 : Hasil Uji Normalitas Data Lampiran 6 : Surat Izin Penelitian

Lampiran 7 : Surat Keterangan Selesai Penelitian

(15)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perilaku bahaya kerja terhadap risiko kejadian kecelakaan kerja pada pada pekerja di PT Subur Sari Lastderich (SSL) Humbang Hasundutan tahun 2015.

Penelitian ini merupakan penelitian survei analitik dengan rancangan

penelitian dilakukan dengan cross sectional. Analisi yang digunakan adalah analisis univariat, analisis bivariat dengan uji chi square dan analisis multivariat dengan uji regresi linear berganda.

Populasi penelitian ini adalah seluruh pekerja konstruksi dan Asphal Mixing Plant (AMP) PT Subur Sari Lastderich (SSL) Humbang Hasundutan yang berjumlah 52 orang dan sampel penelitian ini adalah total sampling artinya sampel yang

digunakan adalah seluruh pekerja yang berjumlah 52 orang. Lokasi penelitian dilakukan di PT Subur Sari Lastderich Desa Nagasaribu Kecematan Lintong Nihuta Kabupaten Humbang Hasundutan

Dari hasil penelitian diperoleh bahwa variabel perilaku bahaya kerja memiliki nilai p < 0.05. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada pengaruh perilaku bahaya kerja secara signifikan terhadap risiko kejadian kecelakaan kerja pada pekerja di PT Subur Sari Lastderich (SSL) Humbang Hasundutan Tahun 2015. Dari hasil penelitian terdapat nilai R Square = 0.540 artinya besarnya pengaruh perilaku bahaya kerja terhadap resiko kecelakaan kerja adalah sebesar 54%.

Untuk mengurangi perilaku bahaya kerja dan mencegah terjadinya kecelakaan kerja di PT Subur Sari Lastderich (SSL) disarankan kepada perusahaan membuat prosedur kerja yang mudah dimengerti dan diterapkan oleh pekerja, memberi

pembinaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), pengawasan kerja serta memberi sanksi kepada pekerja yang melanggar peraturan.

(16)

ABSTRACT

The objective of the study was to find out the influence of work hazard behavior on the risk for job accident in the workers at PT Subur Sari Lastderich (SSL), Humbang Hasundutan, in 2015.

The study was an analytic survey with cross sectional design. The data were analyzed by using univatriate analysis, bivatriate analysis with chi square test, and multivatriate analysis with multiple linear regression analysis.

The population was 52 construction and Asphalt Mixing Plant (AMP) workers at PT Subur Sari Lastderich (SSL), Humbang Hasundutan, and all of them were used as the samples. The study was conducted at PT Subur Sari Lastderich, Nagaribu Village, Lintong Nihuta Subdistrict, Humbang Hasundutan District.

The result of the study showed that the variable of work hazard behavior had p-value < 0.05 which indicated that there was significant influence of work hazard behavior on the risk for job accident in the workers at PT Subur Sari Lastderich (SSL), Humbang Hasundutan, in 2015. It was also found that R square value = 0.540 which indicated that the influence of work hazard behavior on the risk for job

incident was 54%.

It is recommended that the management of the company create a working procedure which is easily understood and applied by the workers by providing counseling about K3 (Job safety and Health), job supervision, and sanction which will be imposed on the workers who violate the rules.

Keywords: Work Hazard Behavior (Knowledge, Attitude, and Action), Risk for Job Accident

(17)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Perkembangan industri di Indonesia sekarang ini berlangsung sangat pesat seiring kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Proses industrialisasi masyarakat Indonesia makin cepat dengan berdirinya perusahaan dan tempat kerja yang beraneka ragam. Perkembangan industri yang pesat ini diiringi pula oleh adanya risiko bahaya yang lebih besar dan beraneka ragam. Hal ini dapat menimbulkan masalah kesehatan dan keselamatan kerja (Novianto, 2010).

Terjadinya kasus kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja merupakan dampak dari paparan risiko yang akan selalu ada di setiap tempat dan proses kerja, bahkan di setiap tempat kegiatan manusia. Banyak sekali jenis risiko dan setiap risiko memiliki dampak yang berlainan. Secara garis besar risiko terdiri dari risiko keselamatan kerja dan risiko kesehatan kerja. Risiko keselamatan kerja biasanya bersifat akut (mendadak) dan menyebabkan terjadinya cedera. Sedangkan risiko kesehaatan kerja biasanya bersifat kronik (paparan dalam jangka waktu lama) dan menyebabkan gangguan kesehatan pekerja (Syaaf, 2008).

(18)

Kecelakaan kerja merupakan salah satu permasalahan yang sering terjadi pada pekerja di perusahaan. Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan salah satu aspek perlindungan tenaga kerja yang diatur dalam Undang-Undang RI Nomor 13 Tahun 2003. Dengan menerapkan teknologi pengendalian keselamatan dan kesehatan kerja, diharapkan tenaga kerja akan mencapai ketahanan fisik, daya kerja, dan tingkat kesehatan yang tinggi. Disamping itu keselamatan dan kesehatan kerja dapat diharapkan untuk menciptakan kenyamanan kerja dan keselamatan kerja yang tinggi. Jadi, unsur yang ada dalam kesehatan dan keselamatan kerja tidak terpaku pada faktor fisik, tetapi juga mental, emosional dan psikologi (Hadiguna, 2009).

Secara terus menerus, manusia berusaha mencapai kesejahteraan dan kemajuan dalam kehidupannya. Salah satu dampak negatif akibat kemajuan teknologi yang dirasakan oleh orang Amerika (Brauer, 1990) adalah semakin meningkatnya kejadian-kejadian kecelakaan, baik yang terjadi ditempat kerja, jalan raya, atau di rumah. Setiap tahun terdapat lebih dari 100.000 kecelakaan yang menyebabkan kematian dan hampir 11 juta orang menjadi cacat. Menurut statistik yang dikeluarkan Nationat Safety Council, lebih dari 2 juta orang yang terluka dan ada sekitar 13.000 pekerja yang mati karena kecelakaan setiap tahunnya. Sedangkan kecelakaan yang terjadi di rumah yang menyebabkan korban cacat sejumlah 3,5 juta orang dan mati sejumlah 23.000 orang per tahun.

(19)

300.000 kematian terjadi dari 250 juta kecelakaan dan sisanya adalah kematian karena penyakit akibat hubungan pekerjaan, di mana diperkirakan terjadi 160 juta penyakit akibat hubungan pekerjaan baru setiap tahunnya (Depnakertrans, 2010).

Setiap jamnya, sedikitnya terjadi satu kasus kecelakaan kerja di Indonesia. Data Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi menyebutkan bahwa pada tahun 2010 sedikitnya terjadi 65.000 kasus kecelakaan kerja dimana jumlah ini telah mengalami penurunan bila dibandingkan tahun 2009 sebanyak 96.314 kasus kecelakaan kerja. Walaupun demikian, kasus kecelakaan kerja di Indonesia relatif tinggi bila dibandingkan dengan negara lain. Berdasarkan ILO mengenai standar kecelakaan kerja, Indonesia menempati urutan ke 152 dari 153 negara yang diteliti (Depnakertrans, 2010).

Tingginya angka kecelakaan kerja baik tingkat kekerapan maupun tingkat keparahannya menjadi salah satu faktor yang meningkatkan biaya dan menyebabkan kerugian secara ekonomi. Masih tingginya angka kecelakaan kerja di Indonesia antara lain disebabkan masih rendahnya tingkat kesadaran pengusaha dan pekerja terhadap pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja (Menakertrans, 2011).

(20)

konteks dimana ketiga faktor itu berada dan dijalankan, hal ini bisa meliputi gaya manejemen, struktur organisasi, komunikasi, kebijakan dan prosedur-prosedur yang dijalankan di organisasi. Pada banyak kejadian kecelakaan atau sekitar 70% sampai 80% penyebabnya adalah kesalahan manusia atau human error.

Demikian juga penelitian yang dilakukan Winarsunu (2000) di beberapa perusahaan baja ditemukan hal yang sama, yaitu kecelakaan kerja dipengaruhi oleh beberapa variabel yang saling berinteraksi. Variabel yang menjadi penyebab langsung terjadinya kecelakaan kerja adalah perilaku berbahaya (accident/ unsafe behavior) yang dilakukan oleh para pekerja ketika menyelesaikan tugas-tugasnya. Sedangkan variabel perilaku berbahaya disebabkan oleh sikap terhadap keselamatan kerja, persepsi terhadap bahaya, iklim keselamatan kerja, dan sumber-sumber stress di tempat kerja.

(21)

satu sama lain. Menurut Lawton dalam Winarsunu (2008) menyatakan bahwa 80% sampai 90% kecelakaan kerja disebabkan oleh human error.

Menurut Suma’mur (1987), penyebab kecelakaan secara umum adalah karena

adanya kondisi yang tidak aman dan tindakan yang tidak aman dari pekerja. Khusus mengenai tindakan tidak aman sangat erat kaitannya dengan faktor manusia atau terjadi karena kesalahan manusia. Pekerja cenderung untuk berperilaku dengan mengabaikan kesalamatan walaupun itu sangat berguna untuk kepentingannya sendiri. Misalnya dalam melaksanakan tugasnya pekerja seringkali tidak mengikuti Standard Operating Procedure (SOP) dan hanya bekerja berdasarkan pengalaman saja. Atau masalah lain adalah pekerja seringkali tidak mau menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) yang sudah disediakan untuk dipakai saat melaksanakan pekerjaannya dengan berbagai alasan (Syaaf, 2008).

(22)

PT Subur Sari Lastderich (SSL) merupakan salah satu perusahaan swasta yang telah ikut berperan aktif dalam pembangunan di Indonesia, khususnya dalam bidang pelaksanaan pekerjaan konstruksi dan pengelolaan Asphal Mixing Plant yang berdiri tahun 1995. Jumlah karyawan saat ini adalah 52 orang. Berdasarkan survei pendahuluan dan wawancara yang telah dilakukan dengan manajemen PT SSL, bahwa K3 belum diterapkan secara optimal. Manajamen memberikan penjelasan tentang penggunaan alat pelindung diri seperti pakaian, helm, sepatu, dan peralatan lainnya tidak rutin. Mereka tetap memantau pekerja agar tetap mematuhi aspek K3 sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP). Setiap pekerja memang diawasi oleh pengawas tetapi ada pekerja yang tidak memakai alat pelindung diri diperbolehkan memasuki tempat kerja dan tetap bekerja.

(23)

Pihak manajemen perusahaan mengatakan bahwa kecelakaan kerja di perusahaan yang pernah terjadi sampai tahun 2014 dibagi dalam 2 jenis: First Aid yaitu kecelakaan kerja yang hanya membutuhkan pertolongan pertama (kotak P3K) dan Medical Aid yaitu kecelakaan kerja yang membutuhkan pengobatan medis. Angka kejadian kecelakaan kerja yang terdapat diperusahaan tidak pernah dicatat. Namun, jika terjadi kasus kecelakaan kerja pada pekerja yang mengalaminya segera dilakukan pertolongan pertama atau dibawa ke rumah sakit. Kasus kecelakaan kerja banyak terjadi akibat tidak menggunakan alat pelindung diri seperti sarung tangan sewaktu kerja sehingga tangannya mengalami luka, tidak menggunakan sepatu boot hanya memakai sandal saat bekerja, luka dibagian kepala karena tidak menggunakan helm pengaman, dan kasus kecelakaan disebabkan sewaktu bekerja kurang berhati-hati serta tidak menjalankan Standar Operasional Prosedur (SOP) atau kecelakaan yang terjadi masih cenderung diakibatkan oleh tindakan tidak aman atau karena perilaku berbahaya.

Dari latar belakang di atas terdapat beberapa faktor-faktor bahaya kerja yang dapat mengakibatkan terjadinya permasalahan atau kecelakaan kerja salah satunya adalah perilaku berbahaya dari pekerja. Oleh karena itu, penulis ingin melakukan penelitian mengenai pengaruh perilaku bahaya kerja terhadap risiko kejadian kecelakaan kerja pada pekerja di PT Subur Sari Lastderich (SSL) di Desa Nagasaribu Kecamatan Lintong Nihuta Kabupaten Humbang Hasundutan tahun 2015.

1.2 Perumusan Masalah

(24)

risiko kejadian kecelakaan kerja pada pekerja di PT SSL (Subur Sari Lastderich) di Desa Nagasaribu Kecamatan Lintong Nihuta Kabupaten Humbang Hasundutan tahun 2015.

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaruh perilaku bahaya kerja terhadap risiko kejadian kecelakaan kerja pada pekerja di PT Subur Sari Lastderich (SSL) di Desa Nagasaribu Kecamatan Lintong Nihuta Kabupaten Humbang Hasundutan tahun 2015.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui karakteristik pekerja PT Subur Sari Lastderich (SSL) Desa Nagasaribu Kecamatan Lintong Nihuta Kabupaten Humbang Hasundutan tahun 2015.

2. Untuk mengetahui hubungan pengetahuan pekerja mengenai Keselamatan dan Kesehatan Kerja dengan risiko kejadian kecelakaan kerja pada pekerja di PT Subur Sari Lastderich (SSL) Desa Nagasaribu Kecamatan Lintong Nihuta Kabupaten Humbang Hasundutan tahun 2015.

3. Untuk mengetahui hubungan sikap kerja dengan risiko kejadian kecelakaan kerja pada pekerja di PT Subur Sari Lastderich (SSL) Desa Nagasaribu Kecamatan Lintong Nihuta Kabupaten Humbang Hasundutan tahun 2015.

(25)

1.4 Hipotesis Penelitian

Perilaku bahaya kerja berpengaruh secara signifikan terhadap risiko kejadian kecelakaan kerja di PT Subur Sari Lastderich (SSL) Desa Nagasaribu Kecamatan Lintong Nihuta Kabupaten Humbang Hasundutan tahun 2015.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan masukan bagi perusahaan mengenai perilaku bahaya kerja yang mempunyai risiko kecelakaan kerja guna mengantisipasi terjadinya kecelakaan kerja.

2. Sebagai bahan masukan kepada para pekerja mengenai perilaku bahaya kerja. 3. Sebagai penambah wawasan dan pengetahuan kepada penulis khususnya tentang

(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku Bahaya Kerja

2.1.1 Definisi

Perilaku berbahaya menurut Silalahi (1995) identik dengan istilah perbuatan berbahaya yang merupakan terjemahan dari unsafe act. Berberapa contoh tindakan berbahaya menurut Silalahi antara lain kegiatan yang tidak sah, kegiatan dengan kecepatan yang berbahaya dan mengambil posisi kerja atau sikap yang tidak selamat. McCormick dan Anastasi dalam Winarsunu (2008) menggunakan istilah unsafe behavior dan accient behavior untuk menggambarkan perilaku berbahaya dalam bekerja seperti memakai perlengkapan keselamatan kerja secara tidak tepat, kurangnya keterampilan dan kegagalan dalam mendeteksi waktu. Disamping menggunakan istilah unsafe behavior tetapi juga hazardous behavior untuk menggambarkan perilaku berbahaya dalam bekerja, misalnya tidak adanya perhatian ketika bekerja, bekerja dengan cara yang kasar atau sambil berkelakar.

Menurut Kavianian dalam Winarsunu (2010) perilaku berbahaya adalah kegagalan (human failure) dalam mengikuti persyaratan dan prosedur-prosedur kerja yang benar sehingga menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja. Lawton dalam Winarsunu (2010) menyatakan bahwa perilaku berbahaya adalah kesalahan-kesalahan (error) dan pelanggaran-pelanggaran (violation) dalam bekerja yang dapat menyebabkan kecelakaan kerja.

(27)

dalam Winarsunu (2008), hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa disamping defenisi tersebut telah merangkum defenisi-defenisi yang lain juga karena memberikan gambaran yang lebih baik, yaitu didalamnya telah memuat indikator-indikator perilaku berbahaya yaitu adanya kesalahan (errors) dan pelanggaran (violations).

Menurut Notoadmodjo (2007), perilaku seseorang terdiri dari pengetahuan, sikap dan tindakan.

1. Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil dari proses pembelajaran dengan melibatkan indra penglihatan, pendengaran, penciuman dan pengecap. Pengetahuan akan memberikan penguatan terhadap individu dalam setiap mengambil keputusan dan dalam berperilaku. Perilaku yang baru diadopsi oleh individu akan bisa bertahan lama dan langgeng jika individu menerima perilaku tersebut dengan penuh kesadaran, didasari atas pengetahuan yang jelas dan keyakinan (Setiawati dan Dermawan, 2008).

2. Sikap

Menurut Azwar (2007), sikap adalah suatu pola perilaku, tendensi atau kesiapan antisipatif, predisposisi untuk menyesuaikan diri dalam situasi sosial, atau secara sederhana, sikap adalah respons terhadap stimuli sosial yang telah terkondisikan. Menurut Allport dalam Notoatmodjo (2007), sikap itu terdiri dari 3 komponen pokok, yaitu :

(28)

b. Kehidupan emosional atau evaluasi orang terhadap objek, artinya bagaimana penilaian (terkandung di dalamnya faktor emosi) orang tersebut terhadap objek. c. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave), artinya sikap merupakan

komponen yang mendahului tindakan atau perilaku terbuka. Ketiga komponen tersebut secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude). Dalam menentukan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting dalam melaksanakan suatu aktiviatas (pekerjaan). 3. Tindakan

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behaviour). Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbedaan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas (Notoatmodjo, 2007). Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behaviour). Mengingat sikap itu belum berupa tindakan, maka untuk dapat mewujudkan sikap menjadi tindakan dibutuhkan tingkatan-tingkatan tindakan, yaitu : 1. Persepsi, yaitu individu mulai membentuk persepsi dalam proses pikirnya tentang

suatu tindakan yang akan diambil.

2. Terpimpin, yaitu persepsi yang sudah ada pada seseorang akan ditindak lanjuti dengan kegiatan secara berurutan.

(29)

4. Adopsi, yaitu kegiatan yang sudah dilakukan secara otomatis selanjutnya individu akan mengembangkan kegiatan tersebut dengan tidak mengurangi makna dan tujuan dari kegiatan tersebut (Setiawati dan Dermawan, 2008).

Contoh perilaku berbahaya (Winarsunu, 2000) :

1. Tindakan tanpa kualifikasi dan otoritas. Hal yang penting adalah bahwa semua peralatan harus dioperasikan oleh seseorang yang mempunyai kewenangan dan mengenal dengan baik bahaya dan prosedur pengoperasiannya 2. Kurang atau tidak menggunakan perlengkapan pelindung diri. Ada banyak

kesempatan pekerja tidak mempunyai atau menggunakan peralatan pelindung diri untuk suatu performansi tugas tertentu.

3. Kegagalan dalam menyelamatkan peralatan.

4. Bekerja dengan kecepatan yang berbahaya. Seiring pekerja ingin mencoba mengakhiri pekerjaannya terlalu cepat, mungkin menjalankan mesin pada kecepatan yang membahayakan. Pekerja mungkin juga mengambil jalan pintas yang dapat menyebabkan kecelakaan kerja. Manajemen harus menjamin bahwa tindakan semacam ini tidak benar.

5. Kegagalan dalam peringatan. Jika peralatan memiliki otomatis untuk hidup dan mati, atau jika bergerak tanda peringatan yang akurat harus diberikan. Juga lantai atau permukaan kerja yang membahayakan harus diberi tanda.

(30)

menghindari perlengkapan semacam ini dengan alasan kenyamanan dalam bekeja.

7. Menggunakan peralatan yang tidak layak. Peralatan sering menjadi rusak karena lamanya pemakaian.

8. Menggunakan peralatan tertentu untuk tujuan lain yang menyimpang.

9. Bekerja di tempat yang berbahaya tanpa perlindungan dan peringatan yang tepat.

10. Memperbaiki peralatan secara salah, misalnya pada peralatan mesin yang hidup yang bisa membahayakan keselamatan.

11. Bekerja dengan kasar. Aktivitas ini sangat membahayakan dan tidak diijinkan oleh perusahaan baik pada saat maupun tidak sedang bekerja.

12. Menggunakan pakaian yang tidak aman ketika bekerja.

13. Mengambil posisi bekerja yang tidak selamat. Misalnya mengangkat secara salah, meraih ketinggian yang membutukan pengurasan tenaga.

2.1.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Berbahaya A. Kondisi tempat kerja

1. Lingkungan fisik

(31)

berjalan cepat dibandingkan evolusi sumber daya menusianya. Padahal sumber daya manusia itulah yang diharapkan mengerti, mengoperasikan, mengontrol mesin yang canggih tersebut.

Kesulitan-kesulitan dalam mendisain lingkungan kerja yang aman selalu muncul setiap saat. Pekerja harus mendapatkan pelatihan mengenai prinsip dan praktek-praktek keselamatan kerja, namun pelatihan saja tidak dapat memecahkan masalah. Industri juga harus memberi jaminan dan keyakinan bahwa pekerja juga dapat melindungi diri mereka sendiri, dan lebih jauh ada jaminan bahwa mereka terlindungi dari bahaya-bahaya peralatan dan mesin-mesin yang disainnya kurang baik.

2. Jenis Industri

Sering tidaknya dan parah tidaknya kecelakaan kerja tergantung dari jenis industri dan jenis pekerjaan yang dilakukan. Semakin pekerjaan itu membutuhkan persyaratan fisik, semakin tinggi angka kecelakaan kerjanya. Pekerjaan yang penuh stress dan tenaga banyak menimbulkan kecelakaan kerja.

3. Jam kerja

Ada dugaan bahwa, semakin banyak jam kerja seseorang maka akan semakin tinggi kemungkinan mendapat kecelakaan kerja. Meskipun hal ini sulit dibuktikan. Sama halnya dengan tidak adanya bukti yang mengindikasikan bahwa pendeknya jam kerja menyebabkan seseorang semakin tidak mendapat kecelakaan keja.

(32)

terjadi pada shif pagi, 23% terjadi pada sore hari dan 16% terjadi pada shif malam. Lebih lanjut, kecelakaan yang terjadi pada malam hari ternyata memiliki akibat yang lebih serius atau lebih parah dibandingkan waktu-waktu shif yang lain. Sebagai tambahan, kecelakaan kerja pada siang hari yaitu antara jam 9 dan jam 10 pagi dan pada jam 2 sampai jam 3 sore hari.

4. Pencahayaan (Lighting)

Beberapa para ahli mengatakan bahwa semakin baik pencahayaan di tempat kerja maka semakin kecil angka kecelakaan kerjanya. Diestimasikan bahwa 25% kecelakaan kerja yang terjadi pada semua jenis industri disebabkan oleh pencahayaan yang kurang baik atau buruk. Kecelakaan kerja paling banyak terjadi pada pabrik-pabrik yang memiliki sistem reproduksi terus menerus saat lampu belum dinyalakan. Hubungan antara taraf penerangan (ilumination) dengan angka kecelakaan kerja ternyata cukup tinggi.

(33)

5. Temperatur

Temperatur yang ada di tempat kerja dipercayai sebagai salah satu penyebab terjadinya kecelakaan kerja. Dari beberapa penelitian ditemukan bahwa tingginya temperatur yang ada di tempat kerja mempengaruhi banyaknya kejadian kecelakaan kerja. Perusahaan yang beroperasi dengan peralatan yang menghasilkan suhu yang sangat panas akan mengalami kecelakaan kerja tiga kali lebih besar dibandingkan perusahaan-perusahaan yang menghasilkan suhu dibawahnya. Hal ini dapat dijelaskan bahwa kemungkinan para pekerja menjadi malas, tidak senang dan acuh tak acuh oleh karena harus menyelesaikan pekerjaannya pada suhu panas yang tidak menyenangkan. Dilaporkan juga oleh Schulz (1990) bahwa temperatur yang tinggi mempengaruhi kondisi pekerja-pekerja yang usianya lebih tua. Dimana, pekerja yang lebih tua usianya paling banyak kemungkinannya mendapatkan kecelakaan kerja bila bekerja pada suhu yang lebih tinggi, dibandingkan pekerja yang memiliki usia lebih muda.

6. Disain peralatan

(34)

yang tidak tepat, sinyal peringatan yang tidak akurat dan tombol yang sulit dijangkau atau dioperasikan dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja. Kesesuaian mesin terhadap operator ini ditangani oleh ahli ergonomika atau ahli psikologi rekayasa (enginering psychology), yang perannya adalah mendisain peralatan, mesin, dan menempatkan mesin-mesin yang secara efektif dapat menurunkan kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja.

Hal yang juga penting dalam mendisain permesinan yang aman adalah penyediaan perlengkapan keselamatan kerja dan alat-alat yang dapat mencegah terjadinya kecelakaan kerja. Perhatian yang memadai terhadap disain peralatan dan lingkungan pekerjaaan dapat membantu mengurangi frekuensi dan keserusan (saverity) kecelakaan kerja. Namun demikian, faktor manusianya merupakan faktor penyebab utama terjadinya kecelakaan kerja.

B. Faktor-Faktor Personal

Para pakar dibidang psikologi telah banyak melakukan penelitian tentang hubungan antara karakteristik personal atau pribadi dengan kecelakaan yang terjadi. Beberapa karakteristik pribadi yang berperan dalam kecelakaan yang telah diteliti oleh pakar psikologi antara lain: kemampuan kognitif, kesehaatan, kelelahan, pengalaman kerja, usia dan kepribadian.

1. Kemampuan kognitif

(35)

kecerdasan akan berkorelasi dengan kecelakaan kerja hanya jika dalam jenis pekerjaan tertentu, misalnya jenis pekerjaan yang mempersyaratkan penggunaan taraf kognitif yang tinggi untuk mengerjakannya, dan bukan pada jenis pekerjaan kasar yang repetitif manual.

Kemampuan kognitif seperti persepsi, memori, pemrosesan informasi dan pertimbangan adalah sangat dibutuhkan dalam kinerja pada hampir semua jenis pekerjaan, mulai dari pekerjaan di perkantoran sampai pekerjaan mengoperasikan mesin yang sangat komplek. Kesalahan-kesalahan (errors) dan lupa (lapses) yang sering terjadi di dalam fungsi-fungsi kognitif yang menyebabkan timbulnya situasi-situasi sangat membahayakan (hazardous situations) bahkan bisa berakibat fatal dengan terjadinya kecelakaan kerja.

2. Kesehatan

Beberapa bukti menunjukkan bahwa kesehatan berhubungan dengan kecelakaan. Dimana, karyawan yang memiliki taraf kesehatan yang buruk atau banyak mengalami sakit cenderung mendapatkan kecelakaan kerja yang lebih tinggi. Pekerja yang secara fisik sakit atau ada hambatan secara fisik dalam menyelesaikan pekerjaaannya maka biasanya harus mendapatkan motivasi yang jauh lebih banyak untuk bisa menghindari kecelakaan kerja pada dirinya.

(36)

3. Kelelahan

Kelelahan bisa menjadi penyebab menurunnya produksi dan juga bisa menjadi penyebab meningkatnya kecelakaan kerja. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan antara frekuensi terjadinya kecelakaan kerja dengan taraf produksi yang dihasilkan pada suatu perusahaan. Pada beberapa industri memberlakukan 10 jam kerja, dilaporkan bahwa pada 8 jam kerja pertama kegiatan produksi masih berjalan secara wajar, namun 2 jam setelah itu angka kecelakaan kerja menjadi meningkat. Hal ini diperkirakan pada 2 jam menjelang berakhirnya pekerjaan mengalami kelelehan.

4. Pengalaman kerja

Perusahaan-perusahaan yang memberikan training tentang kemampuan, keterampilan dan keselamatan kerja pada pekerja barunya, dilaporkan memiliki angka kecelakaan kerja yang lebih rendah dibandingkan perusahaan yang tidak memberikan training pada pekerja barunya. Hal ini diketahui dengan diadakannya training atau pelatihan dapat menambah wawasan dan pengalaman kerja dalam melakukan pekerjaannya.

5. Karakteristik kepribadian

(37)

cenderung mendapatkan kecelakaan kerja. Ditemukan bahwa lebih dari 50% kecelakaan terjadi ketika para pekerja mengalami negative emotional. Untuk membantu menghindari terjadinya kecelakaan kerja perusahaan juga bisa mengadakan konseling kepada karyawan yang mengalami stress, cemas atau emosi negatif yang lain.

2.2 Risiko

Menurut Imam Ghozali (2007), aktivitas suatu badan usaha atau perusahaan pada dasarnya tidak dapat dilepaskan dari aktivitas mengelola risiko. Operasi suatu badan usaha atau perusahaan biasanya berhadapan dengan risiko usaha dan risiko non usaha. Risiko usaha adalah semua risiko yang berkaitan dengan usaha perusahaan untuk menciptakan keunggulan bersaing dan memberikan nilai bagi pemegang saham. Sedangkan risiko non usaha adalah risiko lainnya yang tidak dapat dikendalikan oleh perusahaan (Kasidi, 2010).

2.2.1 Pengertian Risiko

(38)

dengan frekuensi kejadian atau besarnya kemungkinan kejadian tersebut (Ferlisa, 2008).

2.2.2 Penilaian Risiko

Istilah penilaian risiko berasal dari industri asuransi yang merupakan satu tahap proses dalam menentukan dan memperluas pertanggungan yang ditawarkan. Istilah ini diadopsi ke dalam kesehatan dan keselamatan kerja. Pengertiannya diperluas untuk mengikutsertakan spektrum kegiatan yang lebih luas dari pengidentifikasian awal bahaya hingga pembentukan kondisi kerja yang aman (Ridley, 2008).

Sasaran penilaian risiko adalah mengidentifikasi bahaya sehingga tindakan dapat diambil untuk menghilangkan, mengurangi, atau mengendalikannya sebelum terjadi kecelakaan yang dapat menyebabkan cedera atau kerusakan. Untuk mencapai sasaran tersebut dan untuk mengefektifkan serta dapat menjalankan penilaian risiko, kita perlu melakukan pendekatan yang sistematis.

Langkah-langkah berikut merupakan pendekatan yang logis dan sistematis: 1. Mendefinisikan tugas atau proses yang akan dinilai.

2. Mengidentifikasi bahaya.

3. Menghilangkan atau mengurangi bahaya hingga minimum. 4. Mengevaluasi risiko dari bahaya residual.

5. Mengembangkan strategi-strategi pencegahan.

(39)

9. Melakukan kajian ulang secara berkala dan membuat revisi jika perlu. 2.3 Kecelakaan Kerja

2.3.1 Pengertian Kecelakaan Kerja

Kecelakaan kerja merupakan kecelakaan seseorang atau kelompok dalam rangka melaksanakan kerja di lingkungan perusahaan, yang terjadi secara tiba-tiba, tidak diduga sebelumnya, tidak diharapkan terjadi, menimbulkan kerugian ringan sampai yang paling berat, dan bisa menghentikan kegiatan pabrik secara total (Hadiguna, 2009). Kecelakaan kerja adalah suatu kejadian atau peristiwa yang tidak diinginkan yang merugikan terhadap manusia, merusak harta benda atau kerugian terhadap proses. Secara umum kecelakaan kerja dibagi menjadi dua golongan, yaitu : 1) Kecelakaan industri (industrial accident) yaitu kecelakaan yang terjadi di tempat

kerja karena adanya sumber bahaya atau bahaya kerja.

2) Kecelakaan dalam perjalanan (community accident) yaitu kecelakaan yang terjadi diluar tempat kerja yang berkaitan dengan adanya hubungan kerja. (Sugeng, 2005).

(40)

2.3.2 Faktor Penyebab Kecelakaan Kerja

Menurut Benny dan Achmadi dalam Yustini (2009) penyebab kecelakaan kerja dikelompokkan sebagai berikut :

1. Faktor Lingkungan Kerja (Work Environment) a. Faktor Kimia

Disebabkan oleh bahan baku produksi, proses produksi dan hasil produksi suatu kegiatan usaha. Untuk golongan kimia dapat digolongkan kepada benda-benda mudah terbakar, mudah meledak dan lainnya.

b. Faktor Fisik

Misalnya penerangan yang cukup baik di luar ruangan maupun di dalam ruangan, panas kebisingan dan lainnya.

c. Faktor Biologi

Dapat berupa bakteri, jamur, mikro-organisme lain yang dihasilkan dari bahan baku proses produksi dan proses penyimpanan produksi dapat juga berupa binatang-binatang pengganggu lainnya pada saat berada di lapangan atau kebun. d. Faktor Ergonomi

Pemakaian atau penyediaan alat-alat kerja, apakah sudah sesuai dengan keselamatan kerja sehingga pekerja dapat merasakan kenyamanan saat bekerja. Ergonomi terutama dikhususkan sebagai perencanaan dari cara kerja yang baik meliputi tata cara bekerja dan peralatan.

e. Faktor Psikologi

(41)

2. Faktor Pekerjaan a. Jam Kerja

Yang dimaksud jam kerja adalah jam waktu bekerja termasuk waktu istirahat dan lamanya bekerja sehingga dengan adanya waktu istirahat ini dapat mengurangi kecelakaan kerja. Menurut Undang-undang RI Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pada pasal 77 ayat 2 (dua) huruf a dan b tentang waktu kerja, menyebutkan :

a. 7 (tujuh) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu; atau

b. 8 (delapan) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.

b. Pergeseran Waktu

Pergeseran waktu dari pagi, siang dan malam dapat mempengaruhi terjadinya peningkatan kecelakaan akibat kerja.

3. Faktor manusia (Human Factor) a. Umur pekerja

(42)

b. Pengalaman bekerja

Pengalaman bekerja sangat ditentukan oleh lamanya seseorang bekerja. Semakin lama dia bekerja maka semakin banyak pengalaman dalam bekerja. Pengalaman kerja juga mempengaruhi terjadinya kecelakaan kerja. Pengalaman kerja yang sedikit terutama di perusahaan yang mempunyai resiko tinggi terhadap terjadinya kecelakaan kerja akan mengakibatkan besarnya kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja.

c. Tingkat pendidikan dan keterampilan

Pendidikan seseorang mempengaruhi cara berpikir dalam menghadapi pekerjaan, demikian juga dalam menerima latihan kerja baik praktek maupun teori termasuk diantaranya cara pencegahan ataupun cara menghindari terjadinya kecelakaan kerja. Kecelakaan kerja dapat juga disebabkan perilaku pekerja dalam melaksanakan aktivitasnya.

2.3.3 Akibat atau Dampak Kecelakaan Kerja

Apabila terjadi kecelakaan kerja, maka kecelakaan tersebut mempunyai dampak yang dapat memengaruhi suatu pekerjaan. Dampak atau akibat dari kecelakaan kerja tersebut adalah:

1. Kerugian bagi instansi

(43)

2. Kerugian bagi korban

Kerugian paling fatal bagi korban adalah jika kecelakaan itu sampai mengakibatkan seseorang sampai cacat atau meninggal dunia, ini berarti hilangnya pencari nafkah bagi keluarga dan hilangnya kasih sayang orang tua terhadap putra-putrinya.

3. Kerugian bagi masyarakat dan negara

Akibat kecelakaan maka beban biaya akan dibebankan sebagai biaya produksi yang mengakibatkan dinaikkannya harga produksi perusahaan tersebut dan merupakan pengaruh bagi harga di pasaran. Berdasarkan pada standar Occupation Safety and Health Administration (OSHA) tahun 1970, semua luka yang diakibatkan oleh kecelakaan dapat dibagi menjadi :

1. Perawatan ringan (First aid)

Perawatan ringan merupakan suatu tindakan/perawatan terhadap luka kecil berikut observasinya, yang tidak memerlukan perawatan medis (medical treatment) walaupun pertolongan pertama itu dilakukan oleh dokter atau paramedis. Perawatan ringan ini juga merupakan perawatan dengan kondisi luka ringan, bukan tindakan perawatan darurat dengan luka yang serius dan hanya satu kali perawatan dengan observasi berikutnya.

2. Perawatan medis (Medical treatment)

(44)

penurunan fungsi ginjal dan sebagainya; berakibat rusaknya struktur fisik dan berakibat komplikasi luka yang memerlukan perawatan medis lanjutan.

3. Hari kerja yang hilang (Lost work days)

Hari kerja yang hilang ialah setiap hari kerja dimana sesorang pekerja tidak dapat mengerjakan seluruh tugas rutinnya karena mengalami kecelakaan kerja atau sakit akibat pekerjaan yan dideritanya. Hari kerja hilang ini dapat dibagi menjadi dua macam: jumlah hari tidak bekerja (days away from work) yaitu semua hari kerja dimana sesorang pekerja tidak dapat mengerjakan setiap fungsi pekerjaannya karena kecelakaan kerja atau sakit akibat pekerjaan yang dideritanya. Jumlah hari kerja dengan aktivitas terbatas (days of restricted activities), yaitu semua kerja dimana seorang pekerja karena mengalami kecelakaan kerja atau sakit akibat pekerjaan yang dideritanya, dialihkan sementara ke pekerjaan lain atau pekerja tetap bekerja pada tempatnya tetapi tidak dapat mengerjakan secara normal seluruh tugasnya. Untuk kedua kasus diatas, terdapat pengecualian pada hari saat kecelakaan atau saat terjadinya sakit, hari libur, cuti, dan hari istirahat.

4. Kematian (Fatality)

Dalam hal ini, kematian yang terjadi tanpa memandang waktu yang sudah berlalu antara saat terjadinya kecelakaan kerja ataupun sakit yang disebabkan oleh pekerjaan yang dideritanya, dan saat si korban meninggal (Ramli, 2009).

2.3.4 Pencegahan Kecelakaan Kerja

Untuk mencegah kecelakaan kerja sangatlah penting diperhatikannya

“Keselamatan Kerja”. Keselamatan kerja adalah keselamatan yang berhubungan

(45)

pekerjaan yang bertujuan untuk menjamin keadaan, keutuhan dan kesempurnaan, baik jasmaniah maupun rohaniah manusia, serta hasil karya budayanya tertuju pada kesejahteraan masyarakat pada umumnya dan pekerja pada khususnya. Jadi dapat disimpulkan bahwa keselamatan kerja pada hakekatnya adalah usaha manusia dalam melindungi hidupnya dan yang berhubungan dengan itu, dengan melakukan tindakan preventif dan pengamanan terhadap terjadinya kecelakaan kerja ketika kita sedang bekerja (Santoso, 2004).

Kecelakaan kerja pada prinsipnya dapat dicegah dan pencegahan ini menurut Silalahi (1995) merupakan tanggung jawab para manajer lini, penyedia, mandor kepala dan juga kepala urusan. Tetapi menurut Sulaksmono (1997) dan yang tersirat dalam UU RI No. 01 tahun 1970 pasal 10 bahwa tanggung jawab pencegahan kecelakaan kerja, selain pihak perusahaan juga karyawan (tenaga kerja) dan pemerintah. Pencegahan kecelakaan kerja menurut para pakar, antara lain pendapat Silalahi (1995) bahwa teknik pencegahan kecelakaan harus didekati dua aspek, yakni aspek perangkat keras (peralatan, perlengkapan, mesin, letak dan sebagainya). Kemudian aspek perangkat lunak (manusia dan segala unsur yang berkaitan).

Menurut Suma’mur dalam Yustini (2009) menyatakan bahwa kecelakaan–

kecelakaan akibat kerja dapat dicegah dengan dua belas hal berikut :

(46)

2. Standarisasi yang ditetapkan secara resmi, setengah resmi atau tidak resmi mengenai misalnya syarat- syarat keselamatan sesuai instruksi peralatan industri dan alat pelindung diri (APD).

3. Pengawasan, agar ketentuan undang-undang wajib dipatuhi.

4. Penelitian bersifat teknik, misalnya tentang bahan- bahan yang berbahaya, pagarpengaman, pengujian APD, pencegahan ledakan peralatan lainnya.

5. Riset medis, terutama meliputi efek fisiologis dan patologis, faktor lingkungan dan teknologi dan keadaan yang mengakibatkan kecelakaan.

6. Penelitian psikologis, meliputi penelitian tentang pola – pola kewajiban yang mengakibatkan kecelakaan.

7. Penelitian secara statistik, untuk menetapkan jenis-jenis kecelakaan yang terjadi. 8. Pendidikan dan latihan-latihan.

9. Penggairahan.

10. Pendekatan lain agar bersikap yang selamat.

11. Asuransi, yaitu insentif finansial untuk meningkatkan pencegahan kecelakaan. 12. Usaha keselamatan pada tingkat perusahaan.

Untuk menghindari tingginya tingkat kecelakaan kerja, Pemerintah telah mengeluarkan ketentuan-ketentuan yang harus diikuti oleh perusahaan yang berhubungan dengan keselamatan dan kesehatan kerja, antara lain :

1. Undang-Undang RI Nomor 01 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja yang

didalam penjabarannya menyebutkan bahwa “setiap tenaga kerja berhak

(47)

2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi bagian standar keteknikan, ketenagakerjaan dan tata lingkungan yaitu pada pasal 30 yang menyebutkan bahwa keamanan, keselamatan, kesehatan tempat kerja kontruksi telah diatur dalam perundangundangan yang berlaku dalam ayat 1 huruf a tentang keteknikan yang meliputi persyaratan keselamatan umum, konstruksi bangunan mutu hasil pekerjaan, mutu bahan, komponen bangunan dan mutu hasil pekerjaan dan mutu peralatan sesuai dengan standar atau norma yang berlaku.

3. Undang-Undang RI Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pada Bab X Tentang Perlindungan, Pengupahan dan Kesejahteraan pada pasal 86 ayat (1) menyatakan bahwa setiap pekerja / buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja.

2.3.5 Faktor-faktor yang Memengaruhi Kecelakaan Kerja

Penyebab langsung kecelakaan adalah suatu keadaan yang biasanya bisa dilihat dan dirasakan langsung, yang dibagi 2 kelompok:

1. Tindakan-tindakan tidak aman (unsafe acts)

Perbuatan berbahaya dari manusia yang dalam beberapa hal dapat dilatar belakangi antara lain: cacat tubuh yang tidak kentara (bodilly defect), keletihan dan kelesuan (fatigiue and boredom), sikap dan tingkah laku yang tidak aman, dan pengetahuan. 2. Kondisi yang tidak aman (unsafe condition)

Keadaan yang akan menyebababkan kecelakaan, terdiri dari: mesin, peralatan, bahan, lingkungan, proses pekerjaan, sifat pekerjaan dan cara kerja.

(48)

a. Faktor manusia/personal (personal factor) meliputi: kurang kemampuan fisik, mental dan psikologi, kurangnya/lemahnya pengetahuan dan skill, stress, motivasi yang tidak cukup/salah.

b. Faktor kerja/lingkungan kerja (job work enviroment factor) meliputi: faktor fisik yaitu, kebisingan, radiasi, penerangan, iklim; faktor kimia yaitu debu, uap logam, asap, gas; faktor biologi yaitu bakteri,virus, parasit, serangga; ergonomi dan psikososial.

Menurut Santoso (2004) hasil penelitian menunjukkan bahwa 80-85% kecelakaan disebabkan oleh faktor manusia. Unsur-unsur tersebut menurut buku

Management Losses” Bab II tentang “The causes and Effects of Loss”, antara lain :

1. Ketidak seimbangan fisik / kemampuan fisik tenaga kerja,antara lain: a. Tidak sesuai berat badan, kekuatan dan jangkauan

b. Posisi tubuh yang menyebabkan lebih lemah c. Kepekaan tubuh

d. Kepekaan panca indra terhadap bunyi e. Cacat fisik

f. Cacat sementara

2. Ketidak-seimbangan kemampuan psikologis pekerja, antara lain: a. Rasa takut/phobia

b. Gangguan emosional c. Sakit jiwa

(49)

f. Sedikit ide (pendapat) g. Gerakannya lamban h. Keterampilan kurang

3. Kurang pengetahuan, antara lain: a. Kurang pengalaaman

b. Kurang orientasi

c. Kurang latihan memahami tombol – tombol (petunjuk lain) d. Kurang latihan memahami data

e. Salah pengertian terhadap suatu perintah 4. Kurang trampil, antara lain:

a. Kurang mengadakan latihan praktik b. Penampilan kurang

c. Kurang kreatif

5. Stres mental, antara lain : a. Emosi berlebihan

b. Beban mental berlebihan c. Pendiam dan tertutup

d. Problem dengan suatu yang tidak dipahami e. Frustasi

f. Sakit mental

6. Stres fisik, antara lain :

(50)

c. Kurang istirahat d. Kelelahan sensori

e. Terpapar bahan berbahaya f. Terpapar panas yang tinggi g. Kekurangan oksigen h. Gerakan terganggu i. Gula darah menurun

7. Motivasi menurun (kurang termotivasi ) antara lain: a. Mau bekerja bila ada penguatan/hadiah (reeward) b. Frustasi berlebihan

c. Tidak ada umpan balik (feed back) d. Tidak mendapat intensif produksi

2.4 Risiko Kecelakaan Kerja Pada Proyek Konstruksi

(51)

1. Terjatuh

2. Tertimpa benda jatuh 3. Menginjak dan terantuk 4. Terjepit

5. Kontak suhu tinggi 6. Kontak aliran listrik

7. Kontak dengan bahan berbahaya/radiasi

Untuk memperkecil risiko kecelakaan kerja, sejaka awal tahun 1980an pemerintah telah mengeluarkan suatu peraturan tentang keselamatan kerja khusus untuk sektor konstruksi, yaitu Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Per-01/Men/1980. Peraturan mengenai keselamatan kerja untuk konstruksi tersebut, walaupun belum pernah diperbaharui sejak dikeluarkannya lebih dari 20 tahun silam, namun dapat dinilai memadai untuk kondisi minimal di Indonesia. Hal yang sangat disayangkan adalah pada penerapan peraturan tersebut di lapangan. Rendahnya kesadaran masyarakat akan masalah keselamatan kerja, dan rendahnya tingkat penegakan hukum oleh pemerintah, mengakibatkan penerapan peraturan keselamatan kerja yang masih jauh dari optimal, yang pada akhirnya menyebabkan masih tingginya angka kecelakaan kerja. Akibat penegakan hukum yang sangat lemah, King and Hudson (1985) menyatakan bahwa pada proyek konstruksi di negara-negara berkembang, terdapat tiga kali lipat tingkat kematian dibandingkan dengan di negara-negara maju.

(52)

dan pekerjaan galian. Pada ke dua jenis pekerjaan ini kecelakaan kerja yang terjadi cenderung serius bahkan sering kali mengakibatkan cacat tetap dan kematian. Jatuh dari ketinggian adalah risiko yang sangat besar dapat terjadi pada pekerja yang melaksanakan kegiatan konstruksi pada elevasi tinggi. Biasanya kejadian ini akan mengakibat kecelakaan yang fatal.

2.4.1 Pedoman K3 Konstruksi

Pemerintah telah sejak lama mempertimbangkan masalah perlindungan tenaga kerja, yaitu melalui UU No. 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja. Sesuai dengan perkembangan jaman pada tahun 2003 pemerintah mengeluarkan UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan. Undang undang ini mencakup berbagai hal dalam perlindungan pekerja yaitu upah, kesejahteraan, jaminan sosial tenaga kerja, dan termasuk juga masalah keselamatan dan kesehatan kerja.

Aspek ketenagakerjaan dalam hal K3 pada bidang konstruksi, diatur melalui Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.PER-01/MEN/1980 Tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Konstruksi Bangunan. Peraturan ini mencakup ketentuan-ketentuan mengenai keselamatan dan kesehatan kerja secara umum maupun pada tiap bagian konstruksi bangunan. Peraturan ini lebih ditujukan untuk konstruksi bangunan, sedangkan untuk jenis konstruksi lainnya masih banyak aspek yang belum tersentuh. Di samping itu, besarnya sanksi untuk pelanggaran terhadap peraturan ini sangat minim yaitu senilai seratus ribu rupiah.

(53)

Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Tempat Kegiatan Konstruksi. Pedoman yang

selanjutnya disingkat sebagai ”Pedoman K3 Konstruksi” ini merupakan pedoman

yang dapat dianggap sebagai standar K3 untuk konstruksi di Indonesia.

Pedoman K3 Konstruksi ini cukup komprehensif, namun terkadang sulit dimengerti karena menggunakan istilah-istilah yang tidak umum digunakan, serta tidak dilengkapi dengan deskripsi/gambar yang memadai. Kekurangan-kekurangan tersebut tentunya sangat menghambat penerapan pedoman di lapangan, serta dapat menimbulkan perbedaan pendapat dan perselisihan di antara pihak pelaksana dan pihak pengawas konstruksi.

Pedoman K3 Konstruksi selama hampir dua puluh tahun masih menjadi pedoman yang berlaku. Baru pada tahun 2004, Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, yang kini dikenal sebagai Departemen Pekerjaan Umum, mulai memperbarui pedoman ini, dengan dikeluarkannya KepMen Kimpraswil No. 384/KPTS/M/2004 Tentang Pedoman Teknis Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada

Tempat Kegiatan Konstruksi Bendungan. ”Pedoman Teknis K3 Bendungan” yang

baru ini khusus ditujukan untuk proyek konstruksi bendungan, sedangkan untuk jenis-jenis proyek konstruksi lainnya seperti jalan, jembatan, dan bagunan gedung, belum dibuat pedoman yang lebih baru. Namun, apabila dilihat dari cakupan isinya, Pedoman Teknis K3 untuk bendungan tersebut sebenarnya dapat digunakan pula untuk jenis-jenis proyek konstruksi lainnya. ”Pedoman Teknis K3 Bendungan” juga mencakup daftar berbagai penyakit akibat kerja yang hrus dilaporkan.

(54)

Administration (OSHA), sebuah badan khusus di bawah Departemen Tenaga Kerja yang mengeluarkan pedoman K3 termasuk untuk bidang konstrusksi, memperbaharui peraturan K3-nya secara berkala (setiap tahun). Peraturan atau pedoman teknis tersebut juga sangat komprehensif dan mendetil. Hal lain yang dapat dicontoh adalah penerbitan brosur-brosur penjelasan untuk menjawab secara spesifik berbagai isu utama yang muncul dalam pelaksanaan pedoman teknis di lapangan. Pedoman yang dibuat dengan tujuan untuk tercapainya keselamatan dan kesehatan kerja, bukan hanya sekedar sebagai aturan, selayaknya secara terus menerus disempurnakan dan mengakomodasi masukan-masukan dari pengalaman pelaku konstruksi di lapangan. Dengan demikian, pelaku konstruksi akan secara sadar mengikuti peraturan untuk tujuan keselamatan dan kesehatan kerjanya sendiri.

2.5 Risiko Kecelakaan Kerja Pada Pekerja Asphal Mixing Plant (AMP)

Dalam Anonim (2014) bentuk kecelakaan kerja yang bisa terjadi pada pekerja Asphal Mixing Plant (AMP) bermacam-macam dan merupakan dasar dari penggolongan atau pengklasifikasian jenis kecelakaan. macam–macam risiko kejadian kecelakaan kerja pada pekerja aspal dapat diklasifikasikan menjadi beberapa jenis yaitu:

1. Terbentur (struck by) yaitu kecelakaan ini terjadi pada saat seseorang yang tidak diduga ditabrak atau ditampar sesuatu yang bergerak atau bahan kimia. Contohnya: terkena benda asing misalnya material.

(55)

kimia.Contohnya: terkena sudut atau bagian yang tajam, terkena zat kimia yang sangat panas.

3. Terperangkap (caught in, on, between), contoh dari caught in adalah kecelakaan yang akan terjadi bila kaki pekerja tersangkut. Contoh dari caught on adalah kecelakaan yang timbul bila baju dari pekerja terkena kawat, sedangkan contoh dari caught between adalah kecelakaan yang terjadi bila lengan atau kaki dari pekerja tersangkut bagian mesin yang bergerak.

4. Jatuh dari ketinggian (fall from above) yaitu kecelakaan ini banyak terjadi, yaitu jatuh dari tingkat yang lebih tinggi ke tingkat yang lebih rendah. Contohnya jatuh dari tangga atau atap.

5. Jatuh pada ketinggian yang sama (fall at ground level) yaitu beberapa kecelakaan yang timbul pada tipe ini seringkali berupa tergelincir, tersandung, jatuh dari lantai yang sama tingkatnya.

6. Pekerjaan yang terlalu berat (over-exertion or strain) yaitu kecelakaan ini timbul akibat pekerjaan yang terlalu berat yang dilakukan pekerja seperti mengangkat, menaikkan, menarik benda atau material yang dilakukan di luar batas kemampuan. 7. Terkena aliran listrik (electrical contact) yaitu luka yang ditimbulkan dari kecelakaan ini terjadi akibat sentuhan anggota badan dengan alat atau perlengkapan yang mengandung listrik.

8. Terbakar (burn) yaitu kondisi ini terjadi akibat sebuah bagian dari tubuh mengalami kontak dengan percikan, bunga api, atau dengan zat kima yang panas.

(56)

samping dapat mengakibatkan korban jiwa, biaya-biaya lainnya adalah biaya pengobatan, kompensasi yang harus diberikan kepada pekerja, premi asuransi, dan perbaikan fasilitas kerja. Terdapat biaya-biaya tidak langsung yang merupakan akibat dari suatu kecelakaan kerja yaitu mencakup kerugian waktu kerja (pemberhentian sementara), terganggunya kelancaran pekerjaan (penurunan produktivitas), pengaruh psikologis yang negatif pada pekerja, memburuknya reputasi perusahaan, denda dari pemerintah, serta kemungkinan berkurangnya kesempatan usaha (kehilangan pelanggan pengguna jasa). Biaya-biaya tidak langsung ini sebenarnya jauh lebih besar dari pada biaya langsung. Berbagai studi menjelaskan bahwa rasio antara biaya tidak langsung dan biaya langsung akibat kecelakaan kerja konstruksi sangat bervariasi dan diperkirakan mencapai 4:1 sampai dengan bahkan 17:1 (The Business Round table, 1991).

2.6 Kerangka Konsep

Undang-undang RI Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan bahwa upaya kesehatan kerja wajib diselenggarakan pada setiap tempat kerja, khususnya tempat kerja yang mempunyai risiko bahaya keselamatan dan kesehatan yang besar bagi pekerja agar dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan diri sendiri, untuk memperoleh produktivitas kerja yang optimal, sejalan dengan program perlindungan tenaga kerja.

(57)

ditekan serendah mungkin akan dapat mengganggu target atau produktivitas kerja pegawai.

Adapun kerangka konsep dari penelitian adalah sebagai berikut : Perilaku Bahaya Kerja :

- Pengetahuan - Sikap - Tindakan

(58)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan survei analitik yang diarahkan untuk menjelaskan suatu keadaan atau situasi yang disebut explanatory study. Rancangan penelitian ini dilakukan dengan cross sectional, yaitu untuk mempelajari dinamika korelasi antara variabel independen dengan variabel dependen dengan cara pendekatan, pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (point time approach) (Notoadmodjo, 2010). Untuk mengetahui bagaimana pengaruh perilaku bahaya kerja dengan risiko kejadian kecelakaan kerja pada pekerja di PT Subur Sari Lastderich (SSL) di Desa Nagasaribu Kecamatan Lintong Nihuta Kabupaten Humbang Hasundutan Tahun 2015.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di PT Subur Sari Lastderich (SSL) di Desa Nagasaribu Kecamatan Lintong Nihuta Kabupaten Humbang Hasundutan dengan alasan, perusahaan ini merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang konstruksi dan Asphal Mixing Plant (AMP) dengan tingkat risiko bahaya kecelakaan kerja yang cukup tinggi.

3.2.2 Waktu Penelitian

(59)

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

Populasi penelitian ini adalah seluruh pekerja konstruksi dan Asphal Mixing Plant (AMP) PT Subur Sari Lastderich (SSL) di Desa Nagasaribu Kecamatan Lintong Nihuta Kabupaten Humbang Hasundutan yang berjumlah 52 orang.

3.3.2 Sampel

Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah total sampling, artinya sampel yang digunakan adalah total populasi. Metode ini diperbolehkan karena jumlah populasi yang terbatas dan sedikit yaitu 52 responden sehingga dari jumlah tersebut dijadikan sampel dalam penelitian.

3.4 Metode Pengumpulan Data 3.4.1 Data Primer

Data primer diperbolehkan dengan cara membagikan kuesioner kepada pekerja konstruksi dan pengolahan Asphal Mixing Plant di PT Subur Sari Lastderich (SSL) di Desa Nagasaribu Kecamatan Lintong Nihuta Kabupaten Humbang Hasundutan. Kuesioner yang digunakan merupakan kuesioner yang telah digunakan pada penelitian-penelitian sebelumnya dan dimodifikasi sendiri oleh penulis.

3.4.2 Data Sekunder

(60)

3.4.3 Uji Validitas dan Reliabilitas

Instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner yang dirancang sedemikian rupa agar relevan dengan tujuan penelitian, untuk itu kuesioner diujicoba untuk mengetahui validitas dan reliabilitasnya. Ujicoba dilakukan kepada 15 orang konstruksi dan pengelolaan aspal.

a. Uji validitas

Uji validitas bertujuan untuk mengetahui sejauh mana suatu ukuran atau nilai yang menunjukkan tingkat kehandalan atau kesahihan suatu alat ukur dengan cara mengukur r korelasi antara variabel atau item dengan skor total variabel dengan ketentuan jika nilai r hitung > r tabel, maka dinyatakan valid atau sebaliknya.

b. Uji reliabilitas

Reliabilitas data merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat menunjukkan indeks yang menunjukkan ketepatan dan dapat dipercaya yaitu menganalisis reliabitas alat ukur dari satu kali pengukuran, dengan ketentuan jika r alpha > r tabel, maka dinyatakan reliabel.

Nilai r-tabel dalam penelitian ini menggunakan taraf signifikan 95%, maka untuk sampel 15 orang yang diuji nilai r

(61)

3.5 Definisi Operasional

1. Perilaku bahaya kerja adalah suatu kegiatan atau perbuatan dari seseorang pekerja yang tidak aman yang berisiko terhadap terjadinya suatu masalah yang dapat merugikan pekerja itu sendiri dan perusahaannya.

2. Pengetahuan adalah hasil dari proses pembelajaran dengan melibatkan indra penglihatan, pendengaran, penciuman dan pengecap.

3. Sikap adalah suatu pola perilaku, tendensi atau kesiapan antisipatif, predisposisi untuk menyesuaikan diri dalam situasi sosial, atau secara sederhana, sikap adalah respons terhadap stimuli sosial yang telah terkondisikan.

4. Tindakan adalah suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behaviour). Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbedaan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas (Notoatmodjo, 2007).

5. Risiko kejadian kecelakaan kerja adalah bahaya kerja yang dapat terjadi pada seseorang/sejumlah pekerja yang mengakibatkan besarnya kecenderungan atau kemungkinan untuk terjadinya kecelakaan/kerugian pada periode waktu tertentu atau siklus operasi tertentu dimana peluang terjadinya keadaan yang tidak diharapkan tersebut.

3.6 Aspek Pengukuran

Penentuan aspek pengukuran pada penelitian ini adalah dengan menggunakan skala Gutman yaitu skala yang digunakan untuk jawaban yang menginginkan tipe

(62)

pengetahuan dan jawaban “ya” atau “tidak” pada kuesioner risiko kejadian

kecelakaan kerja, sikap dan tindakan.

Panduan penilaian atau penentuan skor adalah dengan menggunakan pendekatan skala Gutman, yaitu dengan melihat selisih skor tertinggi tiap kuesioner dengan seberapa besarnya interval. Dimana selisih yang didapat adalah sebesar 50%. 1. Pengukuran variabel risiko kecelakaan kerja (dependent) didasarkan dari 6

pertanyaan dengan alternatif jawaban “ya” diberi skor 1 dan “tidak” diberi skor

0. Total skor sebanyak 6. Kemudian variabel risiko kecelakaan kerja dikategorikan menjadi :

1. Berisiko rendah, jika responden memperoleh skor ≥ 50% (jumlah skor 3-6) 2. Berisiko tinggi, jika responden memperoleh skor < 50% (jumlah skor 0-2) 2. Pengukuran variabel pengetahuan (independent) didasarkan dari 6 pertanyaan

dengan alternatif jawaban “benar” diberi skor 1 dan “salah” diberi skor 0. Total

skor sebanyak 6. Kemudian variabel pengetahuan dikategorikan menjadi : 1. Baik, jika responden memperoleh skor ≥ 50% (jumlah skor 3-6) 2. Tidak baik, jika responden memperoleh skor < 50% (jumlah skor 0-2)

3. Pengukuran variabel sikap (independent) didasarkan dari 8 pertanyaan dengan

dengan alternatif jawaban “ya” pada nomor soal 1,2,3,5,6 dan 7 diberi skor 0 dan “tidak” diberi skor 1, sedangkan pada nomor 4 dan 8 jawaban “ya” diberi skor 1 dan jawaban “tidak” diberi skor 0. Total skor sebanyak 8. kemudian variabel

sikap dikategorikan menjadi :

Gambar

Tabel 4.1  Distribusi Pekerja Menurut Umur pada PT Subur Sari Lastderich
Tabel 4.2  Distribusi Pekerja Pengelolaan Aspal Dan Konstruksi Menurut
Tabel 4.3  Distribusi Frekuensi Kecelakaan Kerja pada Pekerja PT Subur Sari Lastderich (SSL) Nagasaribu Humbang Hasundutan tahun 2015
Tabel 4.4  Distribusi Frekuensi Kecelakaan Kerja Menurut Jenis Kecelakaan
+7

Referensi

Dokumen terkait

informasi bagi pemakai computer yang terhubung ke internet dari sekedar informasi “sampah” atau informasi yang tidak berguna sama sekali sampai. informasi yang serius; dari

Dalam penelitian ini, metode yang digunakan dalam mengukur tingkat kepuasan pelayanan adalah metode Fuzzy Service Quality yakni untuk mengetahui gap yang terjadi

Reaksi ini terjadi ketika beberapa senyawa ionik, misalnya, asam tertentu, basa, dan garam, larut dalam air; mereka terlibat dalam proses yang sangat penting untuk

Faktor anak yang mempengaruhi kesulitan makan pada balita usia 1-5 tahun di Posyandu Kunci Sembilan Pandeyan Umbulharjo Yogyakarta adalah faktor nafsu makan berkurang atau hilang

Oleh karena itu, strategi manajemen pendidikan perlu secara khusus memperhatikan pengembangan potensi peserta didik yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa

ciiserninarkm~ yon,s ~nel ibatkan dosen fhltas KIP Yodang untuk hjunn diseminasi.. Model Kausalitas

Pernyataan utama yang akan dijawab melalui penelitian ini adalah apakah dengan menggunakan metode Student Teams Achievement Divisions dengan media audio visual gerak dapat

SMP Swasta Katolik Asisi Medan : Lulus Tahun 20101. SMK Negeri 1 Tanjung Pandan : Lulus