• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bagian isi tugas uas filsafat hukum

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Bagian isi tugas uas filsafat hukum"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH.

Era reformasi memberi harapan besar terjadinya pembaharuan dalam penyelenggaraan negara, untuk dapat menghantarkan negara Indonesia menjadi negara konstitusional, negara hukum dan negara demokrasi. Hal ini sesuai dengan apa yang menjadi tuntutan reformasi yang dikemukakan oleh berbagai komponen masyarakat yang sasaran akhirnya adalah tercapainya tujuan negara dan cita- cita kemerdekaan sebagaimana yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945. Pada masa reformasi Majelis Permusyawaratan Rakyat ( MPR ) menyadari kelemahan UUD 1945 ditambah dengan tuntutan masyarakat, MPR telah merubah sikap politik mereka sebelumnya yang menyatakan tidak akan mengubah UUD 1945.

MPR telah melakukan perubahan terhadap UUD 1945 sebanyak empat kali dengan beberapa perubahan yang sangat mendasar. Bahkan MPR telah mereduksi kekuasaannya sendiri dan merubah kedudukan MPR sebagai lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara yang sama kedudukannya dengan lembaga negara lainnya. Lembaga negara saat ini adalah lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945. Lembaga- lembaga negara dimaksud adalah Majelis Permusyawaratan Rakyat ( MPR ), Dewan Perwakilan Rakyat ( DPR ), Dewan Perwakilan Daerah ( DPD ), Presiden ( termasuk wakil presiden ), Mahkamah Agung ( MA ), Mahkamah Konstitusi ( MK ), Badan Pemeriksa Keuangan ( BPK ), Komisi Yudisial ( KY ).

(2)

kewenangannya diberikan oleh Undang- undang dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum

Perubahan pertama, kedua, ketiga, dan keempat dari UUD 1945 sebagai akibat reformasi telah merubah sistem ketatanegaraan Indonesia secara mendasar, baik mengenai sistem pemerintahan, sistem perwakilan dan pelaksanaan kekuasaan yudisial. Dalam waktu yang relatif singkat setelah perubahan UUD 1945 telah dilakukan perubahan dalam praktek ketatanegaraan seperti pengisian jabatan presiden telah dilaksanakan melalui pemilihan langsung, sebagai perwujudan dari sistem pemerintahan presidensial yang ditetapkan dalam UUD 1945. Begitu juga sistem perwakilan UUD 1945 Pasca Amandemen menetapkan sistem bikameral, melalui pemilihan umum tahun 2004 telah terbentuk lembaga negara yang baru yaitu DPD sehingga lembaga perwakilan telah terdiri dari dua kamar yang dikenal dengan DPR dan DPD.

Walaupun sudah empat kali perubahan dan telah banyak hal yang telah diubah, tetapi perubahan itu juga belum memberikan kepuasan dari berbagai kelompok masyarakat, yang melihat masih banyak juga kelemahan baik dari segi substansinya maupun dari segi prosedurnya. Salah satu kelemahan yang sering menjadi topik diskusi adalah mengenai keberadaan lembaga DPD yang sangat lemah dan jauh dari konsep bikameral. Dalam pelaksanaan ketatanegaraan lembaga negara yang mempunyai ruang lingkup kekuasaan masing- masing ada yang dilaksanakan secara mandiri dan ada yang dilaksanakan bersama- sama.

Konsep tersebut menunjukan bahwa Indonesia tidak menganut teori trias politica secara murni dalam arti pemisahan kekuasaan. Idealnya dengan perubahan UUD 1945 diharapkan penyelenggaraan ketatanegaraan Indonesia akan lebih baik daripada praktek ketatanegaraan selama berlakunya UUD 1945, sebelum amandemen, walaupun dalam beberapa hal masih ditemui kelemahan. Penyelenggaraan negara yang baik disamping ditentukan oleh UUD akan ditentukan oleh penyelenggaraannya, dalam hal ini hubungan lembaga negara yang melaksanakan kekuasaannya masing- masing. Penyelenggaraan kehidupan ketatanegaraan yang betul- betul sesuai dan berdasarkan pada UUD ( Konstitusi ) akan melahirkan negara konsitusional.

1.1. Konsep Lembaga Negara.

(3)

Menurut Jimly Asshiddiqie,1 UUD 1945 pasca perubahan resmi menganut pemisahan

kekuasaan dengan mengembangkan mekanisme checks and balances yang lebih fungsional. Dengan konsep pemisahan kekuasaan tersebut, format kelembagaan negara Republik Indonesia meliputi :

1. MPR ( Majelis Permusyawaratan Rakyat. ) 2. DPR ( Dewan Perwakilan Rakyat )

3. DPD ( Dewan Perwakilan Daerah ) sebagai parlemen Indonesia.

Mahkamah Konstitusi ( MK ) dan Mahkamah Agung ( MA ) sebagai pemegang kekuasaan kehakiman, presiden dan wakil presiden sebagai kepala pemerintahan eksekutif. Adapun keberadaan BPK dan Komisi Yudisial dapat dikatakan tidak berdiri sendiri. Keberadaan masing- masing beserta tugas- tugas dan kewenangannya haruslah dikaitkan dan terkait dengan tugas- tugas dan kewenangan lembaga yang menjadi mitra kerjanya, yaitu BPK terkait dengan DPR dan DPD, sedangkan komisi yudisial dengan Mahkamah Agung ( MA ). Selain lembaga- lembaga negara tersebut, bentuk keorganisasian negara modern dewasa ini juga mengalami perkembangan yang pesat. Ada dua tingkatan, pertama Tentara, Organisasi Kepolisian dan Kejaksaan Agung, serta Bank Sentral. Sedangkan pada tingkatan kedua ada Komnas HAM, KPU, Komisi Ombudsman, KPPU, KPK, KKR, dan KPI. Lembaga- lembaga ini digolongkan dalam Badan- badan eksekutif yang bersifat Independen.

Komisi atau lembaga semacam ini selalu diidealkan bersifat independen sering kali memiliki fungsi yang campur sari, yaitu semi legislatif dan regulatif, semi administratif, dan bahkan semi yudikatif. Dalam kaitannya dengan hal ini terdapat istilah Independent Self Regulatory Bodies yang juga dikembangkan dibanyak negara. Di Amerika serikat lembaga seperti ini tercatat lebih dari 30-an jumlahnya dan pada umumnya jalur pertanggung jawabannya secara fungsional dikaitkan dengan kongres Amerika Serikat.

(4)

B. RUMUSAN MASALAH.

Adapun rumusan masalah yang timbul dalam penulisan ini adalah :

1. Bagaimana hubungan antar lembaga negara di bidang perundang- undangan berdasarkan Undang- undang dasar 1945 pasca Amandemen?

2. Bagaimana hubungan lembaga negara di bidang yudisial berdasarkan Undang- undang dasar 1945 pasca Amandemen?

C. TUJUAN PENELITIAN.

Tujuan penulisan merupakan hal terpenting dalam penulisan karya ilmiah, guna lebih memperjelas permasalahan yang dibahas. Tujuan penulisan sebagaimana dimaksud terdiri dari tujuan umum dan tujuan khusus.

1.1. Tujuan Umum.

Untuk mengetahui lembaga negara dalam sistem ketatanegaraan yang merupakan lembaga pemerintahan negara yang berkedudukan di pusat yang fungsi, tugas dan kewenangannya diatur secara tegas dalam UUD 1945. UUD 1945 mengejewantahkan prinsip kedaulatan yang tercermin di dalam pengaturan penyelenggaraan negara.

1.2. Tujuan Khusus.

Untuk mengetahui bagaimana hubungan dalam kewenangan yang dimiliki masing masing antara lembaga tinggi dan lembaga tertinggi negara dalam kedudukannya sebagai legislatif, eksekutif, dan yudikatif serta format kelembagaannya di dalam kewenangan serta peran dan tugas dari masing- masing lembaga negara.

D. MANFAAT PENELITIAN.

(5)

E. METODE PENELITIAN. 1.1. Jenis Penelitian.

Penelitian yang dilakukan dalam kaitannya dengan penulisan karya tulis ini merupakan jenis penelitian hukum normatif, yaitu penelitian hukum kepustakaan atau penelitian hukum dan yang didasarkan pada data sekunder.2

1.2. Jenis Pendekatan.

Pendekatan masalah dilakukan secara yuridis normatif yaitu : jenis pendekatan yang dilakukan berdasarkan Perundang- undangan dan pendekatan dilakukan berdasarkan sejarah yang kemudian dianalisis serta dikaji dengan mengacu pada asas hukum dan doktrin dari para pakar bidang dan para sarjana.

1.3. Sumber Data.

Data yang dipergunakan dalam penulisan karya tulis ini bersumber pada data sekunder yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan ( Library Research ) data sekunder terdiri dari :

a. Bahan Hukum Primer, yang berupa peraturan Perundang- undangan yang berhubungan dengan permasalahan penelitian, yaitu Undang- undang Dasar 1945, dan Konvensi ketatanegaraan.

b. Bahan Hukum Sekunder, yang terdiri dari Buku buku hukum, jurnal jurnal legislasi Indonesia, karya tulis hukum dan pandangan para ahli hukum.

1.4. Teknik Pengumpulan Data.

Dalam pengumpulan data untuk penelitian karya tulis ini dipergunakan teknik dokumenter, yaitu dengan mengutip, mencatat, serta menelaah dari bahan- bahan kepustakaan atau dokumen yang ada dan relevan dengan permasalahan penelitian.

1.5. Teknik Pengolahan dan Analisis Data.

Dari data yang berhasil dikumpulkan, kemudian diolah dan dianalisa secara kualitatif dengan menggunakan teknik interpretasi, evaluasi, argumentasi dan sistematisasi, setelah melalui proses pengolahan dan analisas kemudian data tersebut disajikan secara deskriptif analisis.

(6)

BAB II

LEMBAGA NEGARA DALAM SISTEM KETATANEGARAAN.

Lembaga negara merupakan lembaga pemerintah negara yang berkedudukan dipusat yang fungsi, tugas, dan kewenangannya diatur secara tegas dalam Undang Undang Dasar. Secara keseluruhan UUD 1945 sebelum perubahan mengenal enam lembaga tinggi/ tertinggi negara, yaitu MPR sebagai lembaga tertinggi negara, DPR, Presiden, MA, BPK, dan DPA sebagai lembaga tinggi negara. Namun setelah perubahan lembaga negara berdasarkan ketentuan UUD adalah MPR, DPR, DPD, Presiden, BPK, MA, MK dan KY tanpa mengenal istilah lembaga tinggi atau tertinggi negara.

UUD 1945 mengejawantahkan prinsip kedaulatan yang tercermin dalam pengaturan penyelenggaraan negara. UUD 1945 memuat peraturan kedaulatan hukum, rakyat, dan negara karena didalamnya mengatur tentang pembagian kekuasaan yang berdasarkan pada hukum, proses penyelenggaraan kedaulatan rakyat, dan hubungan antar Negara Republik Indonesia dengan negara luar dalam konteks hubungan internasional. Untuk mengetahui bagaimana proses penyelenggaraan negara menurut UUD, maka prinsip pemisahan dan pembagian kekuasaan perlu dicermati karena sangat mempengaruhi hubungan dan mekanisme kelembagaan antar lembaga negara. Dengan penegasan prinsip tersebut, sekaligus untuk menunjukan ciri konstitusionalisme yang berlaku dengan maksud untuk menghindari adanya kesewenang- wenangan kekuasaan.

Adanya pergeseran prinsip pembagian kepemisahan kekuasaan yang dianut dalam UUD 1945 telah membawa implikasi pada pergeseran kedudukan dan hubungan tata kerja antar lembaga negara dalam penyelenggaraan pemerintahan negara, baik dalam kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Perubahan prinsip yang mendasari bangunan pemisah kekuasaan antar lembaga negara adalah adanya pergeseran kedudukan lembaga pemegang kedaulatan rakyat yang semula ditangan MPR dirubah menjadi dilaksanakan menurut UUD.

(7)

kekuasaan antar lembaga negara terdapat kedudukan dan hubungan tata kerja antar lembaga negara yang mencerminkan adanya kesamaan tujuan dalam penyelenggaraan negara.

A. Majelis Permusyawaratan Rakyat.

Sebelum perubahan UUD 1945, kedaulatan berada ditangan rakyat dilaksanakan sepenuhnya oleh majelis permusyawaratan rakyat. MPR memiliki tugas dan wewenang yang sangat besar dalam praktek penyelenggaraan negara, dengan kewenangan dan posisi yang demikian penting, MPR disebut sebagai Lembaga Tinggi Negara, yang juga berwenang mengeluarkan ketetapan- ketetapan yang hirarki hukumnya berada dibawah Undang- Undang Dasar dan diatas Undang- undang.

Sebelum perubahan UUD 1945 kedaulatan rakyat tidak lagi dilaksanakan oleh MPR, tetapi dilaksanakan menurut Undang- undang Dasar. Dengan demikian, kedaulatan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Undang- Undang Dasar dan di kejawantahkan oleh semua lembaga negara yang disebutkan di dalam Undang- undang Dasar sesuai dengan tugas dan wewenang masing- masing. Dengan perubahan tugas dan fungsi MPR dalam sistem ketatanegaraan, saat ini, semua lembaga negara memiliki kedudukan yang setara dan saling mengimbangi.

Saat ini, MPR terdiri dari anggota DPR dan Anggota DPD yang semuanya dipilih oleh rakyat dalam pemilu, bukan lembaga DPR dan lembaga DPD. Komposisi keanggotaan tersebut sesuai dengan prinsip demokrasi perwakilan yaitu perwakilan atas dasar pemilihan ( Representation by Election ). Dengan ketentuan baru ini secara teoritis berarti terjadi perubahan fundamental dalam sistem ketatanegaraan, yaitu dari sistem yang vertikal hirarkis dengan prinsip supremasi MPR menjadi sistem yang horisontal fungsional dengan prinsip saling mengimbangi dan saling mengawasi antar lembaga negara.

(8)

program pemerintah selama lima tahun. Berkaitan dengan hal itu, wewenang MPR adalah melantik presiden dan wakil presiden yang dipilih secara langsung oleh rakyat. Dalam hal ini MPR tidak boleh tidak melantik presiden dan atau wakil presiden yang sudah terpilih.

Wewenang MPR berdasarkan Pasal 3 dan Pasal 8 ayat ( 2 ) dan ayat ( 3 ) UUD Tahun 1945 adalah :

1. Mengubah dan menetapkan Undang- Undang Dasar. 2. Melantik Presiden dan atau Wakil Presiden.

3. Memberhentikan dan atau wakil presiden dalam masa jabatannya menurut Undang- undang Dasar.

4. Memilih wakil presiden dari dua calon yang diusulkan oleh presiden apabila terjadi kekosongan jabatan wakil presiden dalam masa jabatannya.

5. Memilih presiden dan wakil presiden apabila keduanya berhenti secara bersamaan dalam masa jabatannya, dari dua pasangan calon presiden dan calon wakil presiden yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang pasangan calon presiden dan calon wakil presidennya meraih suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum sebelumnya sampai berakhir masa jabatannya.

B. Dewan Perwakilan Rakyat.

Dewan Perwakilan Rakyat merupakan lembaga negara yang memegang kekuasaan legislatif sebagaimana tercantum pada pasal 20 ayat ( 1 ) UUD 1945. Dalam UUD 1945 secara eksplisit dirumuskan tugas, fungsi, hak, dan wewenang DPR yang menjadi pedoman dalam pola penyelenggaraan negara. Anggota DPR dipilih melalui Pemilihan Umum. Ketentuan tersebut dimaksudkan untuk mewujudkan asas kedaulatan rakyat yang secara implisit menjiwai Pembukaan UUD 1945, dengan demikian tidak ada lagi anggota DPR yang diangkat. Hal itu sesuai dengan paham demokrasi perwakilan yang berdasarkan keberadaannya pada prinsip perwakilan atas dasar pemilihan ( Representation by Election ). Melalui rekruitmen anggota DPR dalam pemilu, diharapkan demokrasi semakin berkembang dan legitimasi DPR makin kuat.

(9)

mengubah peranan DPR yang sebelumnya hanya bertugas membahas dan memberikan persetujuan terhadap rancangan Undang- undang yang dibuat oleh Presiden ( kekuasaan eksekutif ). Pergeseran kewenangan membentuk Undang- undang, yang sebelumnya ditangan presiden dialihkan kepada DPR, merupakan langkah konstitusional untuk meletakkan secara tepat fungsi lembaga negara sesuai dengan bidang tugasnya masing-masing, yakni DPR sebagai lembaga pembentuk Undang- undang ( kekuasaan legislatif ) dan presiden sebagai lembaga pelaksana Undang- undang ( kekuasaan eksekutif ). Namun, UUD 1945 juga mengatur kekuasaan presiden di bidang legislatif, antara lain ketentuan bahwa pembahasan setiap rancangan undang- undang ( RUU ) oleh DPR dilakukan secara bersama- sama dengan presiden.

Dengan pergeseran kewenangan membentuk Undang- undang itu, sesungguhnya ditinggalkan pula teori pembagian kekuasaan ( Distribution Of Power ) dengan prinsip supremasi MPR menjadi pemisahan kekuasaan ( Separation Of Power ) dengan prinsip saling mengawasi dan saling mengimbangi sebagai ciri yang melekat. Hal itu juga merupakan penjabaran lebih jauh dari kesepakatan untuk memperkuat sistem presidensial.

C. Dewan Perwakilan Daerah.

Perubahan UUD 1945 melahirkan sebuah lembaga baru dalam struktur ketatanegaraan Indonesia, yakni Dewan Perwakilan Daerah ( DPD ). Dengan kehadiran DPD dalam sistem perwakilan Indonesia DPR didukung dan diperkuat oleh DPD. DPR merupakan lembaga perwakilan berdasarkan aspirasi dan paham politik rakyat sebagai pemegang kedaulatan, sedangkan DPD merupakan lembaga perwakilan penyalur keanekaragaman aspirasi daerah. Keberadaan lembaga DPD merupakan upaya penampung prinsip perwakilan daerah. Sistem perwakilan yang dianut Indonesia merupakan sistem yang khas Indonesia karena dibentuk sebagai perwujudan kebutuhan, kepentingan, serta tantangan bangsa dan negara Indonesia.

Ketentuan UUD 1945 yang mengatur keberadaan DPD dalam struktur ketatanegaraan Indonesia itu antara lain dimaksudkan untuk :

(10)

2. Meningkatkan agregasi dan akomodasi aspirasi dan kepentingan daerah-daerah dalam perumusan kebijakan nasional berkaitan dengan negara dan daerah.

3. Mendorong percepatan demokrasi, pembangunan dan kemajuan daerah secara serasi dan seimbang.

Dengan demikian, keberadaan daerah sebagaimana dimaksud dalam pasal 18 ayat ( 1 ) dan otonomi daerah sebagaimana dimaksud dalam pasal 18 ayat ( 5 ) berjalan sesuai dengan keberagaman daerah dalam rangka kemajuan bangsa dan negara. DPD memiliki fungsi yang terbatas dibidang legislasi, anggaran, pengawasan, dan pertimbangan. Fungsi DPD berkaitan erat dengan sistem saling mengawasi dan saling mengimbangi dalam sistem ketatanegaraan Indonesia.

D. Presiden.

Perubahan UUD 1945 yang cukup signifikan dan mendasar bagi penyelenggaraan demokrasi yaitu pemilihan presiden secara langsung. Presiden dan wakil presiden dipilih secara langsung oleh rakyat melalui mekanisme pemilu. Pemilihan secara langsung presiden dan wakil presiden akan memperkuat legitimasi seorang presiden sehingga presiden diharapkan tidak mudah untuk diberhentikan ditengah jalan tanpa dasar memadai, yang bisa mempengaruhi stabilitas politik dan pemerintahan secara aktual. Presiden merupakan lembaga negara yang memegang kekuasaan dibidang eksekutif. Seiring dengan perubahan UUD 1945, saat ini kewenangan presiden diteguhkan hanya sebatas pada bidang kekuasaan dibidang pelaksanaan pemerintahan negara. Namun demikian, dalam UUD 1945 juga diatur mengenai ketentuan bahwa presiden juga menjalankan fungsi yang berkaitan dengan bidang legislatif maupun bidang yudikatif.

(11)

konsisten dengan paham kebangsaan Indonesia yang berdasarkan kebersamaan dengan tidak membedakan warga negara atas dasar keturunan, ras, dan agama. Kecuali itu, dalam perubahan ini juga terkandung kemauan politik untuk lebih memantapkan ikatan kebangsaan Indonesia.

E. Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, dan Komisi Yudisial.

Kekuasaan kehakiman dalam sistem ketatanegaraan Indonesia bertujuan untuk menyelenggarakan peradilan yang merdeka, bebas dari intervensi pihak manapun, guna menegakkan hukum dan keadilan. Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada dibawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara dan oleh sebuah mahkamah konstitusi.

Perubahan ketentuan mengenai kekuasaan kehakiman dalam UUD 1945 dimaksudkan untuk mempertegas bahwa tugas kekuasaan kehakiman dalam sistem ketatanegaraan Indonesia adalah untuk menyelenggarakan peradilan yang merdeka, bebas dari intervensi pihak manapun guna menegakkan hukum dan keadilan. Ketentuan ini merupakan perwujudan prinsip Indonesia sebagai negara hukum sebagaimana ditegaskan dalam pasal 1 ayat ( 3 ). Dalam UUD 1945 pasal 24 ayat ( 3 ) dikatakan bahwa badan- badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam undang- undang. Ketentuan tersebut menjadi dasar hukum keberadaan berbagai badan lain yang berkaitan dengan kekuasaan kehakiman, antara lain lembaga penyidik dan lembaga penuntut.

(12)

akan datang, misalnya, kalau ada perkembangan badan- badan peradilan lain yang tidak termasuk dalam kategori keempat lingkungan peradilan yang sudah ada diatur dalam undang- undang.

1. Mahkamah Agung.

Perubahan ketentuan yang mengatur tentang tugas dan wewenang mahkamah agung dalam undang- undang dasar dilakukan atas pertimbangan untuk memberikan jaminan konstitusional yang lebih kuat terhadap kewenangan dan kinerja MA. Sesuai dengan pasal 24A ayat ( 1 ), MA mempunyai wewenang :

- Mengadili pada tingkat kasasi

- Menguji peraturan perundang- undangan dibawah undang- undang terhadap undang- undang.

- Wewenang lainnya yang diberikan oleh undang- undang. 2. Mahkamah Konstitusi.

Perubahan UUD 1945 juga melahirkan sebuah negara baru dibidang kekuasaan kehakiman sesuai dengan pasal 24C ayat ( 1 ), yaitu mahkamah konstitusi dengan wewenang sebagai berikut :

- Menguji undang- undang terhadap undang- undang dasar.

- Memutuska sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh undang- undang dasar.

- Memutus pembubaran partai politik. - Memutus perselisihan tentang hasil pemilu.

Lembaga ini merupakan bagian kekuasaan kehakiman yang mempunyai peranan penting dalam usaha menegakkan konstitusi dan prinsip negara hukum sesuai dengan tugas dan kewenangannya yang ditentukan dalam UUD 1945. Pembentukan mahkamah konstitusi adalah sejalan dengan dianutnya paham negara hukum dalam UUD 1945. Dalam negara hukum harus dijaga paham konstitusional. Artinya, tidak boleh ada undang- undang dan peraturan perundang- undangan lainnya yang bertentangan dengan undang- undang dasar sebagai puncak dalam tata urutan peraturan perundang- undangan di Indonesia. Pengujian undang- undang terhadap UUD 1945 membutuhkan sebuah mahkamah dalam rangka menjaga prinsip konstitusionalitas hukum.

(13)

Untuk menjaga dan meningkatkan integritas hakim agung, dalam undang- undang dasar dibentuk lembaga baru yaitu komisi yudisial. Melalui lembaga komisi yudisial ini, diharapkan dapat diwujudkan lembaga peradilan yang sesuai dengan harapan rakyat sekaligus dapat diwujudkan penegakan hukum dan pencapaian keadilan yang diputus oleh hakim yang terjaga kehormatan dan keluhuran martabat serta perilakunya. Wewenang komisi yudisial menurut ketentuan UUD adalah mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat serta perlaku hakim. Dalam proses rekruitmen hakim agung, calon hakim agung diusulkan komisi yudisial kepada DPR untuk mendapat persetujuan dan untuk selanjutnya ditetapkan sebagai hakim agung oleh presiden.

Pasal 24B UUD 1945 menyebutkan komisi yudisial merupakan lembaga negara yang bersifat mandiri dan berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim. Dengan demikian komisi yudisial memiliki dua kewenangan, yaitu : mengusulkan pengangkatan calon hakim agung di mahkamah agung dan menegakkan kehormatan dan keruhuran martabat serta menjaga martabat dan perilaku hakim di mahkamah konstitusi.

Anggota komisi yudisial berdasarkan ketentuan undang- undang berjumlah 7 ( tujuh ) orang dan berstatus sebagai pejabat negara yang terdiri atas mantan hakim, praktisi hukum, akademisi hukum, dan anggota masyarakat. Keanggotaan komisi yudisial diajukan presiden kepada DPR, dengan terlebih dahulu presiden membantu panitia seleksi yang terdiri dari unsur pemerintah, praktisi hukum, akademisi hukum, dan anggota masyarakat.

(14)

peradilan terhadap para hakim yang apabila terbukti kurang efektif dapat dilakukan penindakan secara tegas terhadap hakim yang melakukan pelanggaran.

F. Badan Pemeriksa Keuangan.

Badan Pemeriksa Keuangan ( BPK ) merupakan lembaga negara yang memegang kekuasaan dalam bidang auditor. Pengaturan tugas dan wewenang BPK dalam undang- undang dasar dimaksudkan untuk memberikan dasar hukum yang kuat serta pengaturan rinci mengenai BPK yang bebas dan mandiri serta sebagai lembaga negara yang berfungsi memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Dalam rangka memperkuat kedudukan, kewenangan, dan independensinya sebagai lembaga negara, angggotanya dipilih oleh DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD.

Dalam kedudukannya sebagai eksternal auditor pemerintah yang memeriksa keuangan negara dan APBD, serta untuk dapat menjangkau pemeriksaan di daerah, BPK membuka kantor perwakilan disetiap propinsi. BPK mempunyai tugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara. Hasil pemeriksaan keuangan negaradiserahkan kepada DPR, dan DPRD sesuai dengan kewenangan. Hasil pemeriksaan tersebut ditindaklanjuti lembaga perwakilan dan atau badan sesuai dengan undang- undang. Mengingat BPK sebagai lembaga negara dalam bidang auditor, untuk optimalisasi dan independensi dalam rangka melaksanakan tugasnya, anggota BPK dipilih oleh DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD dan diresmikan oleh presiden, BPK berkedudukan di ibukota negara dan memiliki perwakilan disetiap propinsi terkait dengan pemeriksaan keuangan negara, BPK ditegaskan juga berwenang memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara ( pasal 23E ayat 1) serta menyerahkan hasil pemeriksaan keuangan negara kepada DPR, DPD, dan DPRD sesuai dengan kewenangannya ( Pasal 23E ayat 2 ).

BAB III

(15)

A. Hubungan antar Lembaga Negara di Bidang Perundang- undangan.

UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945, tidak menganut ajaran trias politika, dalam arti pemisahan kekuasaan ( separation of power ) melainkan dalam arti pembagian kekuasaan ( distribution of power ) antara kekuasaan badan eksekutif dengan badan legislatif. Pada dasarnya dalam sistem ketatanegaraan Indonesia pacsa Amandemen UUD 1945, ada 3 ( tiga ) lembaga yang mempunyai kewenangan di bidang legislasi, yaitu DPR, Presiden dan DPD.

Pengaturan dalam UUD Negara RI Tahun 1945 ( sebelum amandemen ) memang menegaskan bahwa kekuasaan membentuk Undang- undang berada pada presiden. Hal ini dapat dilihat pada pasal 5 ayat 1, seperti yang dijelaskan sebagai berikut : presiden memegang kekuasaan membentuk undang- undang dengan persetujuan DPR. Tetapi dalam pasal 21 ayat 1 UUD 1945 ( sebelum amandemen ), juga dijelaskan sebagai berikut anggota- anggota dewan perwakilan rakyat berhak mengajukan rancangan undang- undang.

Dari ketentuan dua pasal ini, jelas terlihat bahwa kekuasaan membentuk undang- undang jelas pada presiden, DPR hanya pada batas memberikan persetujuan. Namun, anggota DPR dapat mengajukan undang- undang pada presiden. Berbeda setelah Amandemen UUD Negara RI tahun 1945, kekuasaan membentuk undang-undang sudah berada di tangan DPR. Presiden diberikan hak mengajukan rancangan undang- undang kepada DPR. Pengaturan semacam ini dapat dilihat dalam pasal 20 ayat ( 1 ) seperti ditegaskan sebagai berikut : DPR memegang kekuasaan membentuk Undang- undang. Sedangkan pasal 5 ayat 1 juga dijelaskan : presiden berhak mengajukan rancangan undang- undang kepada DPR.

(16)

raja- raja tirani pada waktu itu. Secara teoritis kekuasaan membentuk undang- undang itu berada di DPR. Hal ini, bukan berarti menghilangkan sama sekali kekuasaan presiden dalam pembentukan undang- undang. Presiden dapat memberikan masukan-masukan dan pertimbangan dalam pembahasan rancangan undang- undang. Namun demikian supaya tidak terjadi kekuasaan mutlak DPR dalam pembentukan undang-undang, maka presiden mesti diberikan hak veto, terhadap undang- undang yang telah disetujui oleh DPR.

Ketentuan semacam ini dapat dipahami, presidenlah yang akan menjalankan undang- undang tesebut. Seperti yang dikatakan Strong, kewenangan eksekutif hanya berkenaan dengan merencanakan undang- undang dan membahasnya bersama badan perwakilan rakyat sampai menjadi undang- undang.

B. Hubungan Antar Lembaga Negara di Bidang Yudisial.

Sejak gerbang reformasi dibuka secara besar- besaran tahun 1998 yang lalu, paradigm peradilan satu atap di bawah Mahkamah Agung semakin menguat. Aspirasi-aspirasi pun mulai bermunculan dengan berkembang ditengah masyarakat. Majelis Permusyawaratan Rakyat ( MPR ) sebagai lembaga tertinggi negara pasal 1 ayat ( 2 ) ( sebelum amandemen UUD 1945 ) yang melaksanakan kedaulatan rakyat, segera menangkap dan menindaklanjuti aspirasi- aspirasi tersebut. Tindakan mereka tercermin melalui ditetapkannya TAP MPR Nomor : X/ MPR/ 1998 Tentnga pokok- pokok Reformasi pembangunan dalam rangka penyelamatan normalisasi kehidupan nasional sebagai Haluan Negara, yang diberi judul Hukum ditegaskan perlunya reformasi di segala bidang hukum untuk mendukung penanggulangan krisis antara fungsi eksekutif dan kekuasaan fungsi yudisial.

(17)

rangka perwujudan kekuasaan kehakiman yang menjamin tegaknya negara hukum yang didukung oleh kekuasaan kehakiman yang independen dan impartial.

Berkenaan dengan kewenangannya, Mahkamah Agung dalam arti luas sebenarnya memiliki kewenangan untuk memeriksa dan memutus :

- Permohonan Kasasi.

- Sengketa kewenangan mengadili ( kompetensi pengadilan )

- Permohonan Peninjauan Kembali ( PK ) putusan yang memperoleh kekuatan hukum tetap.

- Permohonan pengujian peraturan perundang- undangan ( yudicial review )

Disamping itu, dapat pula diatur mengenai kewenangan MA untuk memberikan pendapat hukum atas permintaan presiden atau lembaga tinggi negara lainnya. Hal ini dianggap perlu, agar MA benar- benar dapat berfungsi sebagai rumah keadilan bagi siapa saja dan lembaga yang memerlukan pendapat hukum mengenai suatu masalah yang dihadapi. Dalam perumusan pasal 24A ayat ( 1 ) UUD 1945 dinyatakan MA berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang- undangan dibawah undang- undang terhadap Undang- Undang Dasar dan mempunyai wewenang lainnya yang dapat diberikan oleh undang undang.

Secara lebih rinci dapat diuraikan bahwa MA sebagai Lembaga Tinggi Negara yang melaksanakan Kekuasaan Kehakiman dan merupakan Pengadilan Negara tertinggi mempunyai fungsi- fungsi sebagai berikut :

- Fungsi bidang peradilan. - Fungsi bidang pengawasan. - Fungsi bidang pemberian nasehat. - Fungsi bidang pengaturan.

- Fungsi bidang administrasi.

- Fungsi bidang tugas dan kewenangan lainnya.

(18)

- Menguji ( Yudisial Review ) Undang- undang terhadap UUD.

- Memutuskan sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD.

- Memutus pembubaran parpol.

- Memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.

- Wajib memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan atau Wakil Presiden menurut UUD.

Dengan demikian ada empat kewenangan MK dan satu kewajiban konstitusional bagi MK yaitu wajib memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai pelanggaran UUD 1945 oleh Presiden dan atau Wakil Presiden. Pengadilan yang dilakukan oleh MK merupakan pengadilan tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final. Menurut Jimly Asshiddiqie bahwa MA merupakan puncak perjuangan keadilan bagi setiap warga negara. Hakikat dan fungsinya berbeda dengan MK yang tidak berhubungan dengan tuntutan keadilan bagi warga negara, melainkan dengan sistem hukum yang berdasarkan konstitusi.

Merujuk hal diatas MA tidak bisa dipisahka dengan MK dalam menjalankan kekuasaan kehakiman, walau punya kompetensi dan yurisdiksi masing- masing. Ketimpangan disebabkan salah satu pemegang kekuasaan kehakiman tidak berjalan dengan baik, secara tidak langsung akan berdampak pada lembaga lainnya. Untuk itu sebagai pemegang kekuasaan kehakiman di Republik ini, secara kelembagaan MA dan MK mempunyai keterkaitan dalam menjalankan amanat konstitusi. Hubungan kewenangan lainnya antara MA dengan MK adalah dalam hal, jika ada yudisial review peraturan perundang- undangan dibawah undang- undang diajukan oleh masyarakat dan atau lembaga negara kepada MA, sedangkan di waktu bersamaan undang- undang yang menjadi paying hukum ( umbrella act ) peraturan perundang- undangan tersebut masih atau sedang dalam proses uji materiil di MK maka MA untuk sementara waktu harus menghentikan proses uji materiil tersebut sampai adanya putusan dari MK.

(19)

yang dimaksud hanya dalam wilayah yudisial, tapi dalam kerangka bernegara maka MA tidak bisa berjalan sendiri tanpa didampingi oleh kekuasaan lainnya yaitu kekuasaan legislatif dan eksekutif. Hal tersebut disebabkan karena Indonesia tidaklah menerapkan pemisahan kekuasaan ( Separation Of Power ) secara kaku sebagaimana ajaran montesquie, yang menurut masing- masing kekuasaan ( Trias Politica ) berjalan mandiri dan terpisah satu sama lain.

Untuk itu sebagai lembaga negara dalam sebuah konstruksi Negara Republik Indonesia, maka secara kelembagaan dalam hal ini dengan Presiden, MA paling tidak mempunyai hubungan kerja diantaranya dalam hal :

- MA dapat memberika pertimbangan- pertimbangan dalam bidang hukum, baik diminta maupun tidak kepada lembaga- lembaga negara, termasuk dalam hal ini yang diminta atau tidak oleh Presiden berkenaan dengan penyelenggaraan negara.

- MA memberikan pertimbangan hukum kepada Presiden dalam hal pemberian/ penolakan grasi sebagaimana diatur dalam pasal 14 ayat ( 1 ) UUD 1945.

(20)

1. Sebagai satu kesatuan sistem, unsur penyelenggaraan negara harus terus menerus berinteraksi dalam kesatuan sumber yang secara terus menerus terlibat dalam lingkungannya sesuai dengan tugas dan kewenangannya yang dapat dipetakan dalam struktur yang dapat dikontrol oleh semua pihak. Hal yang perlu dikedepankan dalam praktek penyelenggaraan negara adalah pentingnya masing- masing lembaga negara menjalankan tugas dan wewenangnya secara normal atau mendapat persetujuan rakyat mengenai praktek yang dapat diterima semua unsur dan tidak merugikan salah satu unsur yang dapat membawa kesulitan dalam hal implementasi tindak lanjut.

2. Kesadaran kolektifitas dari penyelenggara negara dan masyarakat untuk membangun sistem penyelenggaraan negara yang transparan menjadi syarat mutlak berhasilnya suatu negara. Penyelenggaraan negara dituntut untuk mentransformasi segenap kemampuan dalam rangka mengubah diri yang memicu pada arah perbaikan serta tanggapan kreatif dari masyarakat yang sifatnya membangun dan kontrol akan membangun sistem dan mekanisme yang bertanggung jawab.

3. Ketentuan- ketentuan mengenai lembaga negara yang ditetapkan dalam UUD 1945 Pasca Amandemen belum sepenuhnya mencerminkan apa yang menjadi tujuan pembentukan UUD secara umum dan tujuan perubahan UUD 1945 secara khusus. Kewenangan masing- masing lembaga negara yang ditetapkan dalam UUD 1945 Pasca Amandemen belum sepenuhnya dapat mewujudkan prinsip checks and balances. Banyak kewenangan dari suatu lembaga negara yang terkait dengan lembaga negara lainnya, terutama di bidang pemerintahan dan perundang- undangan.

(21)

5. Hubungan kewenangan antara lembaga negara yang ditetapkan dalam UUD 1945 Pasca Amandemen ini perlu pengaturan pelaksanaan dalam bentuk Undang- Undang supaya tidak menimbulkan sengketa kewenangan antar lembaga negara.

(22)

Bagir Manan, DPR, DPD dan MPR Dalam UUD Baru, FH UII Press Yogyakarta, 2003.

Jimly Assiddiqie, Konsolidasi Naskah Undang- Undang Dasar 1945, setelah

perubahan keempat, Pusat Studi Hukum Tata Negara FH UI, Jakarta, 2002.

Jimly Assiddiqie, Format Kelembagaan Negara dan Pergeseran Kekuasaan dalam

UUD 1945, Yogyakarta FH UII Press, 2004.

Yusril Ihza Mahendra, Dinamika Tata Negara Indonesia, Kompilasi Aktual masalah Konstitusi DPR dan Sistem Kepartaian, Gema Insani Press, Jakarta, 1996. Taufik Sri Soemantri, Sistem Ketatanegaraan Menurut UUD 1945, bahan seminar

Referensi

Dokumen terkait

Sementara dari ICT, tidak hanya fasilitas, tetapi lebih kepada mencoba hal yang baru yang belum tentu mau dicoba universitas lain, misalkan kita sudah mempelajari virtual reality

BAB V PENUTUP 5.1.Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil dari perancangan sistem manajemen bagian manajemen dan guru ditujukan kepada SMA Al-Falah Ketintang Surabaya yaitu:

Desa Pantai bahagia merupakan daerah pesisir yang cukup menarik untuk dilakukan penelitian terkait abrasi, karena wilayah pesisir Desa Pantai Bahagia dari tahun ke tahun

Dilihat dari orang yang membuat keputusan,euthanasia dibagi menjadi: 1 Voluntary euthanasia, jika yang membuat keputusan adalah orang yang sakit dan Involuntary

Hal ini disebabkan karena tidak adanya kemampuan (skill) yang dimiliki tenaga kerja serta produktivitasnya yang dinilai rendah pada sentra industri roti Jalan

Dengan menerapkan pendapat Ibnu Taimiyah pada kebijakan yang saat ini berlaku, dapat membantu menjaga kestabilan nilai rupiah terhadap mata uang asing lainnya serta

Seperti yang tampak pada Gambar 5 adalah fungsionalitas yang dimiliki oleh sistem E-Learning, berikut adalah penjelasan mengenai use case diagram sistem E-Learning,

dinyatakan layak bila NPV lebih besar dari nol, jika NPV sama dengan nol yang berarti usaha usaha ternak Jalak Uren mengembalikan persis sebesar peluang faktor produksi