• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Gang Babakan Rahayu, jalan Kopo Kota Bandung berada pada wilayah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Gang Babakan Rahayu, jalan Kopo Kota Bandung berada pada wilayah"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

90

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1Hasil Penelitian

4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Gang Babakan Rahayu, jalan Kopo Kota Bandung berada pada wilayah Kecamatan Bojong Loa kaler, Kabupaten Bandung Selatan. Adapun batas-batas wilayahnya sebagai berikut :

1. Sebelah Utara : Daerah Inhoftenk 2. Sebelah Barat : Daerah Pasir Koja 3. Sebelah Selatan : Daerah Jamika

4. Sebelah Timur : Kecamatan Margahayu

Kecamatan Bojong Loa kaler, termasuk kedalam Wilayah Kopo citarik yang berjarak 2 Km dari terminal Leuwi Panjang. Kota Cimahi, berada pada ketinggian 1025 m diatas permukaan laut, memiliki curah hujan 1175 mm/tahun serta memiliki udara sedang dengan rata-rata suhu 21-34OC.

4.1.2 Karakteristik Responden

Pengusaha roti yang berada pada kawasan sentra industri roti gang Babakan Rahayu jalan Kopo Kota Bandung berjumlah 20 orang pengusaha. Karena jumlahnya yang tidak terlalu banyak, maka seluruh populasi dijadikan sampel. Gambaran umum mengenai pengusaha roti di daerah penelitian akan

(2)

diuraikan melalui data tentang jenis kelamin, pengalaman usaha berikut ini :

4.1.2.1 Gambaran Responden Berdasarkan

Jenis kelamin dipandang perlu untuk menggambarkan apakah roti pada sentra industri roti jalan Kopo Kota Bandung

perempuan. Berdasarkan o

orang atau sebanyak 85% pengusaha roti berjenis kelamin laki

3 orang atau sebanyak 15% pengusaha roti berjenis kelamin perempuan Distribusi responden pada

Kota Bandung, berdasarkan jenis kelamin terlihat dalam tabel berikut :

Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis Kelamin

Laki-laki Perempuan

Jumlah

Sumber : diolah dari hasil angket

Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 J u m la h R es p o n d en

diuraikan melalui data tentang jenis kelamin, usia, tingkat berikut ini :

Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis kelamin dipandang perlu untuk menggambarkan apakah roti pada sentra industri roti jalan Kopo Kota Bandung dikelola oleh laki perempuan. Berdasarkan observasi di lapangan diperoleh bahwa

orang atau sebanyak 85% pengusaha roti berjenis kelamin laki-laki, dan sebanyak 3 orang atau sebanyak 15% pengusaha roti berjenis kelamin perempuan

Distribusi responden pada pengusaha roti sentra industri r berdasarkan jenis kelamin terlihat dalam tabel berikut :

Tabe 4.1

Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Frekuensi Prosentase (%) 17

3 20

Sumber : diolah dari hasil angket

Gambar 4.1

Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Sumber : diolah dari hasil angket

Laki-laki Perempuan

17

3

91

usia, tingkat pendidikan dan

Jenis kelamin dipandang perlu untuk menggambarkan apakah pengusaha dikelola oleh laki-laki atau bservasi di lapangan diperoleh bahwa sebanyak 17 laki, dan sebanyak 3 orang atau sebanyak 15% pengusaha roti berjenis kelamin perempuan.

pengusaha roti sentra industri roti jalan Kopo berdasarkan jenis kelamin terlihat dalam tabel berikut :

Prosentase (%) 85 15 100

(3)

4.1.2.2 Gambaran Responden Berdasarkan Distribusi responden pada usaha dilihat dalam tabel 4.2 berikut ini :

Usia 31-40 tahun 41-50 tahun 51-60 tahun 61-70 tahun Jumlah

Sumber : diolah dari hasil angket

Karakteristik

Berdasarkan tabel pada daerah penelitian

kelompok usia produktif yaitu 15 merupakan kelompok usia nonproduktif. orang-orang yang termasuk

0 2 4 6 8 10 12 Ju m lah R es p on d en

Responden Berdasarkan Usia

Distribusi responden pada usaha industri roti berdasarkan usia dilihat dalam tabel 4.2 berikut ini :

Tabel 4.2

Responden Berdasarkan Usia

Frekuensi Prosentase (%) 7 2 7 4 20

Sumber : diolah dari hasil angket

Gambar 4.2

Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Usia

Sumber : diolah dari hasil angket

Berdasarkan tabel dan gambar 4.2 di atas dapat dilihat bahwa responden pada daerah penelitian berdasarkan usia sebanyak 45% (9 orang)

kelompok usia produktif yaitu 15-50 tahun, dan sebanyak 55 merupakan kelompok usia nonproduktif. Jika usaha produksi roti

orang yang termasuk kedalam kelompok usia produktif, maka 0 2 4 6 8 10 12 Usia produktif (15-50 th) Usia nonproduktif (>50 th)

9

11

92 usia, dapat Prosentase (%) 35 10 35 20 100

Responden Berdasarkan Jenis Usia

di atas dapat dilihat bahwa responden (9 orang) merupakan un, dan sebanyak 55% (11 orang) produksi roti dilakukan oleh maka diharapkan

(4)

produktifitasnya akan

mudah untuk belajar dan berinovasi.

4.1.2.3 Gambaran Responden Berdasarkan Pendidikan merupakan salah satu faktor

pendidikan akan mempengaruhi pola pikir seseorang dalam melakukan aktivitasnya. Begitu pula dengan para

pendidikan tinggi, wawasan yang luas, akan lebih mudah untuk menerima perubahan-perubahan yang terjadi di lingkungan usahanya dibandingkan dengan pengusaha dengan tingkat

Distribusi responden pada usaha

pendidikan, dapat dilihat dalam tabel 4.3 berikut ini :

Tingkat Pendidikan SD SLTP SLTA/Sederajat Perguruan tinggi Lainnya Jumlah

Sumber : diolah dari hasil angket

Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan 10 15 Ju m lah R es p on d en

akan tinggi, karena pada usia produktif seseorang r dan berinovasi.

Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Pendidikan merupakan salah satu faktor penting bagi pengusaha

pendidikan akan mempengaruhi pola pikir seseorang dalam melakukan aktivitasnya. Begitu pula dengan para pengusaha roti, pengusaha

pendidikan tinggi, wawasan yang luas, akan lebih mudah untuk menerima perubahan yang terjadi di lingkungan usahanya dibandingkan dengan

tingkat pendidikan yang rendah.

Distribusi responden pada usaha industri roti berdasarkan pendidikan, dapat dilihat dalam tabel 4.3 berikut ini :

Tabel 4.3

Tingkat Pendidikan Responden

Tingkat Pendidikan Frekuensi Prosentase (%) 12 6 A/Sederajat 2 Perguruan tinggi - - 20

Sumber : diolah dari hasil angket

Gambar 4.3

Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Sumber : diolah dari hasil angket

0 5 10 15 SD SLTP SLTA / Sederajat

12

6

2

93

da usia produktif seseorang biasanya lebih

Pendidikan

pengusaha. Tingkat pendidikan akan mempengaruhi pola pikir seseorang dalam melakukan pengusaha yang memiliki pendidikan tinggi, wawasan yang luas, akan lebih mudah untuk menerima perubahan yang terjadi di lingkungan usahanya dibandingkan dengan

berdasarkan tingkat Prosentase (%) 60 30 10 - - 100

(5)

Berdasarkan tabel besar responden yaitu

SD, 6 orang atau 30% menempuh pendidikan hingga S 2 orang atau 10% menempuh pendidikan hingga SLT tersebut, dapat disimpulkan

relatif rendah.

4.1.2.4 Gambaran Responden Berdasarkan Pengalaman Usaha

Pengalaman usaha sangat menentukan dalam kelangsungan usaha

roti. Pengalaman usaha akan memberikan pengaruh dalam penaggulangan masalah produksi. Berdasarkan hasil penelitian, pengalaman usaha

dapat dilihat dari tabel

Pengalaman Usaha (Tahun) < 10 11-20 > 20 Jumlah

Sumber : diolah dari hasil angket

Karakteristik Responden Berdasarkan Pengalaman Usaha 0 2 4 6 8 J u m la h R es p o n d en

Berdasarkan tabel dan gambar 4.3 diatas dapat dilihat bahwa sebagian besar responden yaitu sebanyak 12 orang atau 60% menempuh pendidikan hingga 0% menempuh pendidikan hingga SLTP, dan sisanya sebanyak 2 orang atau 10% menempuh pendidikan hingga SLTA/Sederajat. Dari

tersebut, dapat disimpulkan bahwa tingkat pendidikan di daerah penelitian masih

Responden Berdasarkan Pengalaman Usaha

Pengalaman usaha sangat menentukan dalam kelangsungan usaha

Pengalaman usaha akan memberikan pengaruh dalam penaggulangan Berdasarkan hasil penelitian, pengalaman usaha

tabel dan gambar 4.4 berikut ini: Tabel 4.4

Pengalaman Usaha Responden Pengalaman Usaha Frekuensi| Prosentase 5 8 7 20

Sumber : diolah dari hasil angket

Gambar 4.4

Karakteristik Responden Berdasarkan Pengalaman Usaha

Sumber : diolah dari hasil angket

≤ 10 th 11 - 20 th ≥ 20 th

5

8

7

94

diatas dapat dilihat bahwa sebagian % menempuh pendidikan hingga dan sisanya sebanyak . Dari penjelasan n di daerah penelitian masih

Responden Berdasarkan Pengalaman Usaha

Pengalaman usaha sangat menentukan dalam kelangsungan usaha industri Pengalaman usaha akan memberikan pengaruh dalam penaggulangan Berdasarkan hasil penelitian, pengalaman usaha pengusaha roti

Prosentase (%) 25 40 35 100

(6)

95

Dari tabel dan gambar 4.4 yang menerangkan tentang karakteristik responden berdasarkan pengalaman usahanya, dapat dilihat bahwa pengalaman usaha responden adalah sebanyak 5 orang atau 25% memiliki pengalaman usaha < 10tahun, 8 orang atau 40% memiliki pengalaman usaha antara 10-20 tahun, dan 7 orang atau 35 % memiliki pengalaman usaha > 20 tahun.

4.1.3 Karakteristik Variabel Penelitian 4.1.3.1 Produksi

Produksi merupakan hasil akhir dari aktivitas ekonomi dengan memanfaatkan beberapa masukan atau input. Hal ini dapat dipahami bahwa kegiatan produksi adalah mengkombinasikan berbagai input atau masukan untuk menghasilkan suatu output. Produksi mengandung arti hubungan teknis antara berbagai faktor produksi (input) dengan berbagai output yang dihasilkan dengan teknologi tertentu.

Untuk mengetahui rata-rata hasil produksi roti pada sentra industri roti jalan Kopo Kota Bandung dapat dilihat dari tabel berikut ini:

Tabel 4.5

Rata-rata Produksi Roti Pengusaha Sentra Industri Roti Jalan Kopo Kota Bandung

Produksi ( juta Rp)/ tahun Frekuensi Prosentase (%)

< 800 (rendah) 6 30

800 - 1600 (sedang) 5 25

> 1600 (tinggi) 9 45

Jumlah 20 100

Sumber : diolah dari hasil angket

Berdasarkan data diatas dapat dilihat bahwa sebanyak 9 atau 45% pengusaha memperoleh rata-rata hasil produksi lebih dari 1600 (juta Rp.), 5

(7)

96

pengusaha atau sebanyak 25% memperoleh hasil produksi antara 800-1600 (juta Rp.) dan 6 pengusaha atau 30% memperoleh hasil produksi kurang dari 800 (juta Rp.).

4.1.3.2 Modal

Modal merupakan faktor produksi yang penting dalam suatu proses produksi, karena input ini dapat mempengaruhi pengadaan input produksi yang lain. Dengan kata lain, modal merupakan unsur produksi yang paling penting karena tanpa modal kegiatan produksi tidak dapat berjalan.

Berdasarkan hasil penelitian, modal yang digunakan dalam usaha produksi roti berkisar antara Rp. 50.000.000,- sampai Rp 630.000.000,-. Untuk mengetahui keadaan modal pengusaha roti dapat dilihat dari tabel berikut ini:

Tabel 4.6

Modal Pengusaha Sentra Industri Roti Jalan Kopo Kota Bandung Modal (juta Rp) Frekuensi Prosentase (%)

< 200 (rendah) 7 35

200 - 400 (sedang) 3 15

> 400 (tinggi) 10 50

Jumlah 20 100

Sumber: diolah dari angket

Berdasarkan data di atas dapat dilihat bahwa sebanyak 7 atau 35% pengusaha menggunakan modal kurang dari 200 juta rupiah, 3 orang pengusaha atau 15% menggunakan modal antara 200-400 juta rupiah dan 10 orang pengusaha atau sebanayak 50% menggunakan modal lebih dari 400 juta rupiah.

(8)

97

4.1.3.3 Tenaga Kerja

Lincolin Arsyad (1997: 103) menjelaskan bahwa tenaga kerja merupakan salah satu input pokok dalam produksi dan ia mengartikan tenaga kerja sebagai “setiap input insani”. Tenaga kerja merupakan faktor produksi yang penting dan perlu diperhitungkan dalam proses produksi dalam jumlah yang cukup bukan saja dilihat dari tersedianya tenaga kerja tetapi juga kualitas dan macam tenaga kerja perlu pula diperhatikan. Menurut Iwan Kartaman (1998:26) bahwa faktor manusia dan keahliannya sangat penting peranannya dalam pelaksanaan kegiatan usaha

Untuk mengetahui jumlah tenaga kerja dalam usaha produksi roti pada sentra industri roti jalan Kopo Kota Bandung dapat dilihat dari tabel berikut ini:

Tabel 4.7

Jumlah Tenaga Kerja Sentra Industri Roti Jalan Kopo Kota Bandung

Tenaga Kerja Frekuensi Prosentase (%)

< 7 (rendah) 4 20

7 – 14 (sedang) 10 50

> 14 (tinggi) 6 30

Jumlah 20 100

Sumber: Diolah dari angket

Dari data diatas dapat diketahui bahwa pengusaha yang memiliki tenaga kerja kurang dari 7 orang berjumlah 4 pengusaha (20%), jumlah tenaga kerja pada skala 7-14 orang sebanyak 10 pengusaha (50%) dan pengusaha yang mempunyai tenaga kerja lebih dari 14 orang adalah sebanyak 6 orang pengusaha atau 30%.

(9)

98

4.1.3.4 Teknologi

Selain modal dan tenaga kerja, teknologi juga merupakan faktor yang cukup berperan dalam sebuah proses produksi. Adapun biaya aplikasi teknologi yang dikeluarkan oleh para pengusaha roti pada sentra industri roti jalan Kopo Kota Bandung dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 4.8

Biaya Aplikasi Teknologi Sentra Industri Roti Jalan Kopo Kota Bandung Biaya Aplikasi Teknologi

(juta Rp) Frekuensi Prosentase (%)

< 39 (rendah) 8 40

39 – 78 (sedang) 10 50

> 78 (tinggi) 2 10

Jumlah 25 100

Sumber: Diolah dari angket

Dari Tabel diatas menerangkan bahwa biaya aplikasi teknologi yang berada pada skala 39.000.000 – 78.000.000 yaitu sebanyak 10 pengusaha (50%). Hal itu dikarenakan biaya aplikasi teknologi sebagian besar hanya dialokasikan untuk membeli mesin peralatan yang masih sederhana. Sedangkan pada skala kurang dari 39.000.000 sebanyak 8 pengusaha (40%) dan skala lebih dari 78.000.000 hanya sebanyak 2 pengusaha saja (10%).

4.1.4Analisis Data dan Pengujian Hipotesis

Dalam penelitian ini digunakan teknik analisis statitik parametrik dengan analisis regresi linear berganda adalah untuk mempelajari bagaimana eratnya hubungan antara satu atau beberapa variabel bebas dengan satu variabel terikat. Teknik analisis ini digunakan untuk melakukan pengujian hipotesis mengetahui efisiensi faktor-faktor produksi pada produksi roti di sentra industri roti jalan Kopo Kota Bandung.

(10)

99

Analisis data Model Fungsi Produksi Cobb-Douglas Tabel 4.9

Analisis Parameter Pendugaan Fungsi Produksi roti di sentra industri roti jalan Kopo Kota Bandung

Coefficientsa Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig. B Std. Error Beta 1 (Constant) 13.617 2.926 4.654 .000 X1 .318 .107 .512 2.959 .009 X2 .025 .029 .202 .866 .400 X3 .178 .121 .292 1.469 .161 a. Dependent Variabel: Y

Berdasarkan tabel diatas, diperoleh model fungsi persamaan linear pada produksi sentra industri roti di jalan Kopo Kota Bandung adalah sebagai berikut :

Ln Y = 13.61672 + 0.317852 Ln X1 + 0.024885 Ln X2 + 0.177944 Ln X3

Dengan demikian berdasarkan fungsi produksi Cobb-Douglas pada produksi sentra industri roti di jalan Kopo Kota Bandung diperoleh persamaan sebagai berikut :

Y = 13.61672 X10.317852 X2 0.024885 X3 0.177944 R2= 0.703

Dari hasil analisis menunjukkan bahwa dengan tidak adanya modal, tenaga kerja, dan teknologi maka hasil produksi roti sebesar 13,61672 artinya bila semua faktor produksi tersebut tidak ada maka produsen memperoleh hasil produksi sebesar Rp 13,61672.

(11)

100

• Modal berpengaruh terhadap produksi roti dengan koefisien sebesar 0,317852 menyatakan bahwa setiap penambahan satu rupiah modal maka akan menambah hasil produksi roti sebesar Rp 0,317852.

• Tenaga kerja berpengaruh positif terhadap hasil produksi roti dengan koefisien sebesar 0,024885 menyatakan bahwa setiap penambahan satu orang tenaga kerja akan menambah hasil produksi roti sebesar Rp 0,024885.

• Teknologi berpengaruh terhadap hasil produksi roti dengan koefisien sebesar 0,177944. Hal ini berarti bahwa penambahan 1 rupiah teknologi akan menambah hasil produksi roti sebesar Rp 0,177944.

4.1.5Pengujian Hipotesis 4.1.5.1 Uji Signifikasi

4.1.5.1.1 Pengujian Hipotesis Secara Simultan (Uji F)

Berikut tabel pengujian hipotesis secara simultan yang menggunakan

software spss 16.0:

Tabel 4.10 ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig. 1 Regression 8.274 3 2.758 12.633 .000a

Residual 3.493 16 .218

Total 11.767 19

a. Predictors: (Constant), X3, X1, X2 b. Dependent Variable: Y

Untuk mengetahui pengaruh antar variabel secara bersama-sama dapat dilihat dari uji F pada tabel 4.10 diatas diperoleh hasil pengolahan data diketahui bahwa nilai F hitung dari persamaan regresi diperoleh 12.633 dengan F tabel

(12)

101

pada α = 0.05 adalah sebesar F0,05 (3) (16) = 8.66 ( F hitung > F tabel ). Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis yang menyatakan bahwa modal, tenaga kerja, dan teknologi berpengaruh secara simultan terhadap hasil produksi diterima. Maka Ho ditolak, artinya secara bersama-sama antara modal, tenaga kerja, dan teknologi berpengaruh terhadap hasil produksi pada taraf signifikansi 0,05.

4.1.5.1.2 Pengujian Koefisien Regresi secara Parsial (Uji t) Tabel 4.11

Hasil Regresi X1, X2, X3 terhadap Y (Uji t) Coefficientsa Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig. B Std. Error Beta 1 (Constant) 13.617 2.926 4.654 .000 X1 .318 .107 .512 2.959 .009 X2 .025 .029 .202 .866 .400 X3 .178 .121 .292 1.469 .161 a. Dependent Variabel: Y

Uji t Statistik Variabel Modal (X1)

Pengujian hipotesis pada variabel modal (X1) memiliki nilai thitung sebesar 2.959 sedangkan ttabel dengan df (degree of freedom) sebanyak df= n-k = 20-3-1= 16 adalah 1.746 maka thitung > ttabel. Hipotesis ini menolak H0 dan menerima H1 yang berarti Modal (X1) berpengaruh secara signifikan dan mempunyai hubungan positif terhadap Produksi roti (Y).

Uji t Statistik Variabel Tenaga Kerja (X2)

Untuk thitung variabel Tenaga Kerja (X2) sebesar 0.866 dan ttabel 1.746, maka thitung < ttabel. Hipotesis ini menerima H0 dan menolak H1 yang berarti Tenaga Kerja (X2) tidak berpengaruh secara signifikan dan mempunyai hubungan positif terhadap Produksi roti (Y).

(13)

102

Uji t Statistik variabel teknologi (X3)

Untuk nilai thitung teknologi (X3) sebesar 1.469 dan nilai t tabel = 1.746, maka thitung < ttabel. Hipotesis ini menerima H0 dan menolak H1 , berarti teknologi (X3) tidak berpengaruh signifikan dan mempunyai hubungan positif terhadap Produksi roti (Y).

4.1.5.2 Pengujian Koefisien Determinasi Uji R2

Uji R2 atau disebut juga koefisien determinasi merupakan cara untuk mengukur ketepatan suatu garis regresi. Menurut Gujarati (1988:98) R2 adalah angka yang menunjukkan besarnya derajat kemampuan atau distribusi variabel bebas dalam menjelaskan atau menerangkan variabel terikatnya dalam fungsi yang bersangkutan. Besarnya nilai R2 diantara nol dan satu (0 < R2 <1). Jika nilainya semakin mendekati satu, maka model tersebut baik dan tingkat kedekatan antara variabel bebas dan variabel terikat pun semakin dekat pula.

Berikut adalah tabel hasil perhitungan regresi koefisien determinasi: Tabel 4.12 Model Summaryb Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate 1 .839a .703 .647 .46725 a. Predictors: (Constant), X3, X1, X2 b. Dependent Variabel: Y

Pada tabel 4.12 menunjukkan bahwa R square yaitu sebesar 0.703 atau 70%. Hal ini menunjukkan bahwa 70% hasil produksi roti (Y) dipengaruhi oleh modal (X1), tenaga kerja (X2), dan teknologi (X3) sedangkan sisanya sebesar 30% dipengaruhi oleh faktor lain diluar model penelitian.

(14)

103

4.1.5.3 Analisis Efisiensi Produksi

Analisis ini digunakan untuk mengetahui apakah penggunaan faktor-faktor produksi yaitu modal, tenaga kerja, dan teknologi sudah mencapai efisiensi optimum, digunakan perhitungan efisiensi produksi dan skala produksi.

4.1.5.3.1 Efisiensi Teknis

Efisiensi teknis merupakan koefisien regresi dari fungsi produksi Cobb-Douglas. Efisiensi teknik dicapai pada saat produk rata-rata (Average Produk /AP) maksimum dicapai, bila AP sama dengan MP (Marginal Produk) atau jumlah elastisitas produksi sama dengan satu (∑Ep= 1) dan pada koefisien regresi sama dengan satu ( b=1).(Soekartawi, 2003 : 40)

Untuk melihat nilai efisiensi teknik pada produksi roti sentra industri roti di jalan Kopo Kota Bandung disajikan pada tabel di bawah ini :

Tabel 4.13

Efisiensi Teknik Produksi Roti

Faktor Produksi Efisiensi Teknik ( Koefisien Regresi)

Modal (X1) 0.3178521

Tenaga Kerja (X2) 0.024885

Teknologi (X3) 0.1779436

∑Ep 0.520681

Sumber : diolah dari hasil angket

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa nilai efisiensi teknik penggunaan faktor produksi pada produksi roti sentra industri roti di jalan Kopo Kota Bandung adalah 0.520681 berada pada tahap rasional karena elastisitas produksinya kurang dari 1 (∑Ep < 1). Hal ini mengandung pengertian bahwa pada tahapan ini sejumlah input tidak diimbangi secara proporsional oleh tambahan output yang diperoleh.

(15)

104

4.1.5.3.2 Efisiensi Harga

Efisiensi harga merupakan rasio antara tambahan hasil fisik ( marginal

product ) dengan harga faktor produksi. Efisiensi harga tercapai apabila MP/Px =

1, dimana Px adalah harga faktor produksi. (Sudarsono, 1984:131). Untuk melihat nilai efisiensi harga pada produksi roti sentra industri roti di jalan Kopo Kota Bandung disajikan dalam tabel dibawah ini :

Tabel 4.14

Efisiensi Harga Produksi Roti

Faktor Produksi Produk Marginal ( MP ) Harga Faktor ( Px ) Efisiensi Harga ( MP / Px ) Efisiensi Harga ( MP / Px = 1) Modal (X1) 1.157936639 998.49315 0.001159684109 0.4226468736 Tenaga Kerja (X2) 2.848244854 25000 0.0001139297942 0.001321585612 Teknologi (X3) 5.966022023 108493.15 0.0000549898498 0.002177598052

Sumber : diolah dari hasil angket

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa ketiga faktor produksi tersebut nilai efisiensinya kurang dari 1 (MP/Px <1). Hal ini mengandung arti bahwa penggunaan faktor-faktor produksi perlu dikurangi karena proporsi penambahan faktor produksi melebihi proporsi penambahan hasil produksi. Maka dengan penambahan penggunaan faktor produksi akan menyebabakan produksi menurun.

Nilai efisiensi harga masing-masing faktor produksi yaitu modal (0.001159684109) dan mencapai efisiensi optimum pada saat 0.4226468736, tenaga kerja (0.0001139297942) dan mencapai efisiensi optimum pada saat 0.001321585612, dan teknologi (0.0000549898498) serta mencapai efisiensi optimum pada saat 0.002177598052.

(16)

105

4.1.5.3.3 Efisiensi Ekonomi

Efisiensi ekonomi pada proses produksi, akan mencapai titik optimum apabila perbandingan Nilai Produk Marginal (MVP) dari tiap faktor produksi dengan Harga (Px) dari semua faktor produksi sama dengan satu (NPM/Px = 1) (Soekartawi, 2003 : 43). Untuk melihat nilai efisiensi ekonomi pada produksi roti sentra industri roti di jalan Kopo Kota Bandung disajikan dalam tabel dibawah ini:

Tabel 4.15

Efisiensi Ekonomi Produksi Roti

Faktor Produksi Nilai Produk

Marginal ( NPM ) Harga Faktor ( Px ) Efisiensi Ekonomi (NPM / Px ) Efisiensi Ekonomi (NPM / Px =1) Modal (X1) 578.9683195 998.49315 0.5798420545 0.4226468736 Tenaga Kerja (X2) 1424.122427 25000 0.05696489708 0.001321585612 Teknologi (X3) 2983.011012 108493.15 0.02749492491 0.002177598052

Sumber : diolah dari hasil angket

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa nilai produk marginal modal, tenaga kerja dan teknologi menunjukkan nilai yang lebih kecil dari harga masing-masing faktor produksi. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan input X belum mencapai tingkat efisien. Untuk mencapai efisien, input X perlu dikurangi untuk mencapai titik optimum.

Nilai Produk Marginal Modal (X1) sebesar 578.9683195 mengandung pengertian setiap penambahan 1 satuan modal akan menambah produksi roti sebesar 578.9683195 rupiah. Tingkat efisiensi ekonomi sebesar 0.5798420545 mengandung pengertian bahwa penggunaan faktor produksi modal tidak efisien, sehingga penggunan modal harus dikurangi sampai mencapai titik optimum dan mencapai efisiensi optimum pada saat modal sebesar Rp. 561.145.295,6.

Nilai Produk Marginal Tenaga Kerja (X2) sebesar 1424.122427 mengandung pengertian setiap penambahan 1 satuan tenaga kerja akan menambah

(17)

106

produksi roti sebesar 1424.122427 rupiah. Tingkat efisiensi ekonomi sebesar 0.05696489708 mengandung pengertian bahwa penggunaan faktor produksi tenaga kerja tidak efisien, sehingga penggunan tenaga kerja harus dikurangi sampai mencapai titik optimum, dan mencapai efisiensi optimum pada saat tenaga kerja berjumlah 2 orang.

Nilai Produk Marginal Teknologi (X3) sebesar 2983.011012 mengandung pengertian setiap penambahan 1 satuan teknologi akan menambah produksi roti sebesar 2983.011012 rupiah. Tingkat efisiensi ekonomi sebesar 0.02749492491 mengandung pengertian bahwa penggunaan faktor produksi teknologi tidak efisien, sehingga penggunan teknologi harus dikurangi sampai mencapai titik optimum, dan mencapai efisiensi optimum pada saat teknologi sebesar Rp. 2.891.181,69.

4.1.5.4 Skala hasil (Returns to Scale)

Untuk mengetahui keadaan skala hasil produksi roti pada sentra industri roti di jalan Kopo Kota Bandung, dapat diketahui dari koefisien regresi fungsi produksi Cobb Douglas yang merupakan elastisitas produksi, yaitu dengan menjumlahkan koefisien regresi dari masing-masing factor produksi (∑βi). Dari hasil penjumlahan tersebut ada tiga kemungkinan yang terjadi, yaitu :

• Jika Σbi > 1, berarti sistem produksi jangka panjang berada dalam kondisi skala output yang meningkat (increasing returns to scale)

• Jika Σbi = 1, berarti sistem produksi jangka panjang berada dalam kondisi skala output yang konstan (constant returns to scale)

(18)

107

• Jika Σbi < 1, berarti sistem produksi jangka panjang berada dalam kondisi skala output yang menurun (decreasing returns to scale)

Berdasarkan hasil uji regresi diperoleh model fungsi persamaan linear adalah sebagai berikut:

Ln Y = 13.61672 + 0.317852 Ln X1 + 0.024885 Ln X2 + 0.177944 Ln X3

Dengan demikian berdasarkan fungsi produksi Cobb-Douglas pada hasil produksi roti sentra industri roti di jalan Kopo Kota Bandung diperoleh persamaan sebagai berikut :

Y = 13.61672 X10.317852 X20.024885 X30.177944

Dengan demikian, dapat ditentukan skala hasilnya yaitu: ∑βi = b1 + b2 + b3

= 0.317852 + 0.024885 + 0.177944 = 0.520681

Artinya ∑βi < 1 (Soekartawi, 1997;154) Sehingga menunjukkan bahwa skala usaha dalam produksi roti pada sentra industri roti di jalan Kopo Kota Bandung menurut sifat produksi Cobb-Douglas berada pada skala decreasing

returns to scale. Dalam keadaan demikian, dapat diartikan bahwa proporsi

penambahan faktor produksi akan menurunkan tambahan hasil produksi. Skala ini mengandung pengertian bahwa dengan penambahan setiap faktor produksi sebesar 1% maka hasil produksi akan menurun 0.520681%.

(19)

108

4.1.5.5 Uji Asumsi Klasik 4.1.5.5.1 Uji Multikolinearitas

Untuk mendeteksi asumsi multikolinearitas pada penelitian ini yaitu dengan menggunakan VIF (Variance Inflation Factor) dan tolerance, yaitu jika nilai VIF dibawah angka 10, maka tidak terjadi multikolinearitas, sedangkan jika TOL mendekati 1 maka dapat dinyatakan tidak ada korelasi diantara sesama variabel bebas (variabel X) yang berarti tidak ada multikolinearitas dalam regresi yang diuji. Untuk mengetahui ada atau tidaknya multikolinearitas dalam penelitian, dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.16 Uji Multikolinearitas Coefficientsa Model Unstandardized Coefficients Standardize d Coefficients t Sig. Collinearity Statistics B Std. Error Beta Toleranc e VIF 1 (Constant) 13.617 2.926 4.654 .000 X1 .318 .107 .512 2.959 .009 .621 1.611 X2 .025 .029 .202 .866 .400 .340 2.942 X3 .178 .121 .292 1.469 .161 .469 2.133 a. Dependent Variabel: Y

Dari tabel di atas, diketahui bahwa nilai VIF untuk variabel Modal (X1) adalah 1.611, variabel Tenaga Kerja (X2) adalah 2.942 dan variabel Teknologi (X3) adalah 2.133 artinya setiap nilai VIF untuk setiap variabel < 10 dan nilai

tolerance untuk variabel Modal (X1) adalah 0.621, variabel Tenaga Kerja (X2)

adalah 0.340 dan variabel Teknologi (X3) 0.469 artinya setiap variabel X mempunyai nilai tolerance yang mendekati angka 1, sehingga dapat disimpulkan variabel-variabel independent diatas tidak terjadi multikolinearitas.

(20)

109

4.1.5.5.2 Uji Heteroskedastisitas

Pengujian ini untuk melihat varians residu dari setiap item. heterokedastisitas terjadi jika variansnya berbeda. Dasar pengambilan keputusannya adalah jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk suatu pola tertentu yang teratur, maka telah terjadi heterokedastisitas.

Gambar 4.5 Uji Heterokedastisitas Sumber : diolah dari hasil angket

Dari diagram gambar 4.5 diatas, dapat disimpulkan bahwa plot titik-titik observasi tidak mengikuti suatu pola tertentu (baik hubungan linear, kuadratik, dan sebagainya). Oleh karena itu dapat dikatakan tidak terjadi heterokedastisitas.

(21)

110 2,111 Tidak ada Autokorelasi Daerah Keragu-raguan Daerah Keragu-raguan Autoko-relasi Positif Menolak Ho Autoko-relasi negatif Menolak Ho 0,86 1,73 2,27 3,14 4.1.5.5.3 Uji Autokorelasi Tabel 4.17 Uji Autokorelasi Model Summaryb

Model R R Square Adjusted R Square

Std. Error of the

Estimate Durbin-Watson

1 .839a .703 .647 .46725 2.111

a. Predictors: (Constant), X3, X1, X2 b. Dependent Variabel: Y

Pengujian autokorelasi pada hasil penelitian ini menggunakan uji Durbin Watson (DW). Hasil pengolahan SPSS diperoleh nilai DW sebesar 2,111 dari tabel diperoleh nilai d tabel dl = 0,86 dan du= 1,73 pada k=3 dengan taraf signifikansi 5%, diperoleh model berada pada daerah bebas autokorelasi positif maupun autokorelasi negatif. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar 4.6 Hasil Uji Autokorelasi Sumber : diolah dari hasil angket

Dari gambar diatas dapat ditarik kesimpulan, berdasarkan uji Durbin Watson, ternyata tidak adanya korelasi serial diantara residual terpenuhi, karena

(22)

111

hasil pengujian menunjukan 0,86 < 2,111 < 2,27 tidak berada pada daerah keraguan sehingga terhindar dari asumsi autokorelasi.

4.2 Pembahasan

4.2.1 Pengaruh Modal, Tenaga kerja, dan Teknologi terhadap Produksi Roti Berdasarkan model fungsi persamaan linear pada produksi roti yang telah diperoleh adalah sebagai berikut:

Ln Y = 13.61672 + 0.317852 Ln X1 + 0.024885 Ln X2 + 0.177944 Ln X3

Dengan demikian berdasarkan fungsi Cobb-Douglas pada usaha sentra industri roti di jalan Kopo Kota Bandung diperoleh persamaan sebagai berikut: Y = 13.61672 X10.317852 X2 0.024885 X3 0.177944

Dari hasil analisis menunjukkan bahwa dengan tidak adanya modal, tenaga kerja, dan teknologi maka hasil produksi roti sebesar 13,61672 artinya bila semua faktor produksi tersebut tidak ada maka produsen akan menghasilkan sebanyak Rp 13,61672 .

Modal berpengaruh terhadap produksi roti dengan koefisien sebesar 0,317852 menyatakan bahwa setiap penambahan satu rupiah modal maka akan menambah hasil produksi roti sebesar Rp 0,317852. Tenaga kerja berpengaruh positif terhadap hasil produksi roti dengan koefisien sebesar 0,024885 menyatakan bahwa setiap penambahan satu orang tenaga kerja akan menambah hasil produksi roti sebesar Rp 0,024885. Teknologi berpengaruh terhadap hasil produksi roti dengan koefisien sebesar 0,177944. Hal ini berarti bahwa

(23)

112

penambahan 1 rupiah teknologi akan menambah hasil produksi roti sebesar Rp 0,177944.

Pada penjumlahan b1 + b2 + b3 = 0.317852 + 0.024885 + 0.177944 = 0.520681

Artinya ∑βi < 1 (Soekartawi, 1997;154) Sehingga menunjukkan bahwa skala usaha dalam produksi roti pada sentra industri roti di jalan Kopo Kota Bandung menurut sifat produksi Cobb-Douglas berada pada skala decreasing

returns to scale. Dalam keadaan demikian, dapat diartikan bahwa proporsi

penambahan faktor produksi akan menurunkan tambahan hasil produksi. Skala ini mengandung pengertian bahwa dengan penambahan setiap faktor produksi sebesar 1% maka hasil produksi akan menurun 1 %.

Pada usaha industri roti, penggunaan faktor produksi secara serempak berpengaruh terhadap produksi karena F hitung = 12.633 dengan F tabel pada α = 0.05 adalah sebesar F0,05 (3) (16) = 8.66 ( F hitung > F tabel ). Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis yang menyatakan bahwa modal, tenaga kerja, dan teknologi berpengaruh simultan terhadap hasil produksi roti diterima. Maka Ho ditolak, artinya secara bersama-sama antara modal, tenaga kerja, dan teknologi berpengaruh nyata terhadap hasil produksi roti pada taraf signifikansi 0,05.

4.2.2 Pengaruh Modal terhadap Produksi Roti

Pengujian hipotesis pada variabel modal (X1) memiliki nilai thitung sebesar 2.959 sedangkan ttabel dengan df (degree of freedom) sebanyak df= n-k = 20-3-1= 16 adalah 1.746 maka thitung > ttabel. Hipotesis ini menolak H0 dan menerima H1

(24)

113

yang berarti Modal (X1) berpengaruh secara signifikan dan mempunyai hubungan positif terhadap Produksi roti (Y).

Faktor produksi modal merupakan faktor produksi yang penting dalam sebuah proses produksi, karena input ini dapat mempengaruhi pengadaan input produksi yang lainnya. Dengan kata lain, modal merupakan unsur produksi yang paling penting karena tanpa modal kegiatan produksi tidak dapat berjalan. Abbas Tjakrawiralaksana (Bernadeta Ranti, 2009 :97-98) menyatakan bahwa modal sering diberi pengertian sebagai berikut:

1) Modal adalah setiap barang yang dihasilkan dan dipergunakan untuk menghasilkan barang baru di kemudian hari.

2) Modal adalah Setiap barang yang memberikan pendapatan kepada pemiliknya, terlepas dari tenaga kerjanya.

Pengertian pertama memandang modal adalah sebagai sumber daya fisik yang dapat membantu meningkatkan produktivitas tenaga kerja. Dengan adanya modal, maka proses produksi dapat dipercepat dan hasilnya akan dapat dilipatgandakan. Modal di sini mempunyai fungsi sosial. Sedangkan dalam pengertian kedua modal dilihat sebagai sumber daya keuangan yang dapat memberikan bunga modal bagi pemiliknya dan merupakan harta kekayaan yang dapat memberikan pendapatan terlepas dari tenaga kerjanya.

Berdasarkan penjelasan diatas, modal berpengaruh signifikan terhadap produksi. Begitu juga produksi roti pada sentra industri roti di jalan Kopo Kota Bandung, dimana modal berpengaruh secara signifikan dan mempunyai hubungan positif terhadap produksi roti. Karena modal merupakan hal utama dalam proses

(25)

114

produksi roti ini. Dengan modal, produsen bisa menyediakan bhan baku, membayar tenaga kerja ataupun juga menyediakan mesin dan peralatan untuk memproduksi roti. Semakin baik modal dialokasikan dengan tepat, maka akan berpenngaruh baik pula terhadap hasil produksi roti baik dari kualitas maupun kuantitasnya. Maka dari itu faktor produksi modal harus dikelola dengan baik, agar dapat digunakan semaksimal dan seefisien mungkin untuk pengembangan usaha ini.

4.2.3 Pengaruh Tenaga Kerja terhadap Produksi Roti

Untuk thitung variabel Tenaga Kerja (X2) sebesar 0.866 dan ttabel 1.746, maka thitung < ttabel. Hipotesis ini menerima H0 dan menolak H1 yang berarti Tenaga Kerja (X2) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap Produksi roti (Y).

Lincolin Arsyad (1997: 103) menjelaskan bahwa tenaga kerja merupakan salah satu input pokok dalam produksi dan ia mengartikan tenaga kerja sebagai “setiap input insani”. Tenaga kerja merupakan sumber daya manusia yang digunakan untuk melakukan usaha memproduksi barang dan jasa. Hal ini menunjukkan bahwa tenaga kerja merupakan faktor produksi yang penting dalam menghasilkan barang dan jasa.

Tenaga kerja adalah sebagian dari penduduk yang berfungsi ikut serta dalam proses produksi dan menghasilkan barang dan jasa. Manusia merupakan sumber daya utama, karena semua pembangunan ekonomi ini lahir dari akal budi manusia.

Maka dari itu, tenaga kerja merupakan faktor produksi insani yang secara langsung maupun tidak langsung menjalankan kegiatan produksi. Di dalam faktor

(26)

115

produksi tenaga kerja terkandung unsur fisik, pikiran, serta kemampuan yang dimiliki oleh tenaga kerja, sehingga tanpa tenaga kerja mustahil proses produksi dapat berlangsung secara optimal. Dengan adanya penggunaan jumlah tenaga kerja di dalam proses produksi secara tepat yang memiliki kemampuan/keahlian atau keterampilan yang dibutuhkan oleh produsen akan membuat proses produksi menjadi lebih baik dalam menghasilkan produk yang berkualitas sesuai dengan target produsen.

Hasil pengujian secara empiris menunjukkan bahwa tidak berpengaruh signifikan antara tenaga kerja dengan produksi, artinya dalam proses produksi roti jumlah tenaga kerja secara langsung tidak mempengaruhi produksi roti yang dihasilkan. Hal ini disebabkan karena tidak adanya kemampuan (skill) yang dimiliki tenaga kerja serta produktivitasnya yang dinilai rendah pada sentra industri roti Jalan Kopo Kota Bandung, sehingga meskipun jumla tenaga kerja ditambah tidak akan berpengaruh terhadap hasil produksi jika tenaga kerja tersebut tidak memiliki kemampuan (skill) dan tidak meningkatkan produktivitasnya untuk memproduksi roti. Karena kemampuan (skill) serta produktivitas tenaga kerja merupakan faktor yang paling penting dalam proses produksi roti, maka apabila tenaga kerja yang ada memiliki kemampuan (skill) serta produktivitas yang tinggi akan meningkatkan jumlah produksi dan sebaliknya jika kemampuan (skill) serta produktivitas tenaga kerjanya kurang, akan mengurangi hasil produksi roti.

(27)

116

4.2.4 Pengaruh Teknologi terhadap Produksi Roti

Untuk nilai thitung Teknologi (X3) sebesar 1.469 dan nilai t tabel = 1.746, maka thitung < ttabel. Hipotesis ini menerima H0 dan menolak H1 , berarti teknologi (X3) tidak berpengaruh signifikan terhadap Produksi roti (Y).

Menurut Vincent Gasperz (2001:266) bahwa dalam kenyataannya faktor pengembangan perubahan teknologi adalah perubahan dalam teknologi produksi baik itu berupa penemuan baru, perbaikan produk lama maupun perubahan dalam proses produksi. Dengan kata lain perubahan teknologi baru memungkinkan bertambahnya output yang dapat diproduksi dengan sejumlah faktor produksi yang sama. Atau ketika sejumlah output yang sama dapat dihasilkan dari kuantitas faktor produksi yang lebih sedikit.

Sesuai dengan pendapat diatas teknologi dapat mempengaruhi jumlah produksi, namun dari hasil pengujian dalam penelitian secara empiris menunjukkan variabel teknologi (X3) nilai t hitung sebesar 1.469 sedangkan nilai t tabel ( = 0,05) adalah t0,05 (16) = 1.746 ( t hitung < t tabel). Ini berarti bahwa hipotesis yang menyatakan teknologi mempunyai pengaruh terhadap hasil produksi ditolak. Artinya secara parsial teknologi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap hasil produksi.

Mengapa hal tersebut terjadi pertama, karena pada sentra industri roti Jalan Kopo Kota Bandung teknologi yang digunakan masih sederhana dan secara manual. Kedua, karena usaha produksi roti yang menjadi objek penelitian termasuk usaha kecil yang hasil produksinya merupakan jenis roti sederhana dengan harga yang sangat terjangkau untuk kalangan menengah kebawah dan

(28)

117

bukan merupakan produksi roti untuk dijual di toko-toko besar dan terkenal.

Ketiga, karena dilihat dari kualitas bahan baku yang digunakanpun tidak sama

dengan kualitas bahan baku yang digunakan untuk memproduksi roti yang dijual di toko-toko besar dan terkenal. Serta keempat, sebagus atau secanggih apapun teknologi yang digunakan tidak lantas akan meningkatkan hasil produksi, karena akan menambah biaya (cost) yang harus dikeluarkan untuk produksi sehingga akan mengakibatkan kenaikan harga output (roti). Dengan adanya teknologi yang semakin canggih akan meningkatkan biaya aplikasi teknologi itu sendiri meningkat dan akan membuat semakin tidak efisiennya proses produksi.

4.2.5 Pembahasan hipotesis

Hipotesis pertama menyatakan bahwa penggunaan faktor produksi pada produksi roti sentra industri roti di jalan Kopo Kota Bandung belum mencapai efisiensi optimum. Hal ini terbukti kebenarannya, dapat dilihat dari tabel 4.18 berikut ini:

Tabel 4.18

Nilai Efisiensi teknik, Efisiensi harga, dan Efisiensi ekonomi pada Produksi Roti Sentra Industri Roti Jalan Kopo Kota Bandung

Faktor Produksi Nilai Efisiensi Belum Optimum Nilai Efisiensi Optimum

Teknik Harga Ekonomi Teknik Harga Ekonomi

X1(Modal) 0.3178521 0.001159684109 0.5798420545 0.2926023857 0.4226468736 0.4226468736 X2(Tenaga

Kerja)

0.024885 0.0001139297942 0.05696489708 0.02290817855 0.001321585612 0.001321585612 X3(Teknologi) 0.1779436 0.0000549898498 0.02749492491 0.1638084358 0.002177598052 0.002177598052

Sumber : diolah dari hasil angket

Dari tabel diatas, dapat dilihat nilai efisiensi belum optimum, baik dilihat dari nilai efisiensi teknik, nilai efisiensi harga maupun dari nilai efisiensi ekonomi. Hal tersebut menunjukkan bahwa produksi berada pada tahap rasional karena elastisitasproduksinya kurang dari 1 (∑Ep < 1).

(29)

118

Untuk mencapai nilai efisiensi optimum, maka nilai efisiensi masing-masing faktor produksi (modal, tenaga kerja dan teknologi) harus mencapai nilai efisiensi teknik, nilai efisiensi harga maupun nilai efisiensi ekonomi sesuai dengan nilai efisiensi optimum pada tabel 4.18 diatas. Adapun jumlah masing-masing faktor produksi untuk mencapai Y optimum (Output Optimum) yaitu:

• Modal (x1) optimum sebesar Rp. 561.145.295,6

• Tenaga Kerja (x2) optimum sebanyak 2 orang

• Teknologi (x3) sebesar Rp. 2.891.181,69

Hipotesis kedua menyatakan bahwa skala usaha dalam produksi roti pada sentra industri roti di jalan Kopo Kota Bandung berada pada skala hasil usaha

increasing returns to scale. Dalam kenyataannya, pada produksi roti Sentra

Industri Roti Jalan Kopo Kota Bandung menunjukkan bahwa skala hasil usahanya yaitu decreasing returns to scale.

Hal ini dapat dilihat dari skala hasil faktor produksi, yaitu :

∑βi = b1 + b2 + b3

= 0.317852 + 0.024885 + 0.177944 = 0.520681

Artinya ∑βi < 1 (Soekartawi, 1997;154) Sehingga menunjukkan bahwa skala usaha dalam produksi roti pada sentra industri roti di jalan Kopo Kota Bandung menurut sifat produksi Cobb-Douglas berada pada skala decreasing

returns to scale.

Menurut sifat produksi Cobb-Douglas, jika skala hasil usaha berada pada tingkat decreasing returns to scale, dapat diartikan bahwa proporsi pengurangan

(30)

119

faktor produksi akan menaikkan tambahan hasil produksi. Skala ini mengandung pengertian bahwa dengan pengurangan setiap faktor produksi sebesar 1% maka hasil produksi akan meningkat 1 %. Pada skala tersebut maka jika input modal, tenaga kerja dan teknologi dikurangi masing-masing menjadi dua kalinya, maka outputnya menunjukkan kenaikan hasil produksi yang meningkat.

Keadaaan ini seperti juga yang diungkapkan (Richard A.Billas, 1995:126) bahwa pada produksi total dikenal adanya hukum kenaikan hasil yang semakin berkurang atau The Law Of Deminishing Return (hukum kenaikan hasil yang semakin berkurang). Hukum ini menyatakan: ” Jika input dari salah satu sumber daya dinaikan dengan tambahan yang sama per unit waktu, sedangkan input dari sumber daya yang lain konstan maka produk total (output) akan naik, tetapi lewat suatu titik tertentu. Tambahan output tersebut makin lama makin kecil.

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa penggunaan faktor produksi modal, tenaga kerja dan teknologi sudah melampaui titik optimum. Maka untuk mencapai titik optimum harus dikurangi jumlahnya. Akan tetapi lebih di maksimalkan lagi penggunaannya.

4.3 Implikasi Pendidikan

Dunia sedang menghdapi era pasar bebas, maka usaha kecil menengah sebagai salah satu penopang ekonomi rakyat harus terus dikembangkan dan tidak boleh kalah saing. Dengan harapan usaha produksi roti pada sentra industri roti Jalan Kopo Kota Bandung ini dapat berkembang dan memberikan manfaat baik untuk produsen juga untuk mayarakat banyak dengan menjadi lahan pekerjaan baru untuk masyarakat.

(31)

120

Pendidikan merupakan faktor utama untuk meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM). Melalui pendidikan, kemampuan manusia dapat diasah dan dikembangkan, melalui pendidikan manusia semakin berbudaya, melalui pendidikan manusia dapat meningkatkan skala ekonominya.

Untuk mendapatkan manusia yang berkualitas dan memiliki kemampuan (skill) tidak hanya dapat dilakukan melalui pendidikan saja, akan tetapi gizi untuk membangun kecerdasan juga sangat dibutuhkan. Roti sebagai salah satu makanan yang bergizi karena mengandung zat-zat yang baik bagi tubuh yang diantaranya karbohidrat, protein, kalsium dsb, dapat membantu bagi pertumbuhan manusia yang dapat meningkatkan kecerdasan dan daya tahan tubuh karena dapat menggantikan nasi sebagai asupan utama masyarakat khususnya masyarakat Indonesia. Dengan terpenuhinya gizi masyarakat, diharapkan dapat meningkatkan kualitas hidup, kualitas kesehatan, serta kecerdasan manusia itu sendiri.

Pendidikan kaitannya dengan produksi roti adalah diperlukannya para produsen dengan kualifikasi pendidikan, pengetahuan, dan pengalaman yang cukup untuk dapat mengembangkan usaha produksi roti yang semakin baik. Melalui pendidikan yang tepat para produsen ataupun tenaga kerja yang memiliki kemampuan (skill) dapat mengetahui proses pembuatan roti yang baik, dan teknologi yang tepat guna dalam menjalankan dan mengembangkan usaha roti.

Untuk meningkatkan produksi roti pada sentra industri roti di jalan Kopo Kota Bandung dapat dilakukan dengan :

1. Meningkatkan produktivitas dan keterampilan tenaga kerja dengan cara mengikuti pendidikan dan pelatihan yang intensif mengenai pembuatan roti

(32)

121

dan teknik-teknik dalam menggunakan teknologi (mesin-mesin canggih) dalam proses produksi roti.

2. Menganalisis kelebihan dan kelemahan masing-masing perusahaan sebagai ajang persaingan sehat di dalam pengembangan usaha untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi rotinya serta meningkatkan produktivitas dalam meningkatkan skala usahanya.

Dalam implikasi pendidikan untuk variabel-variabel yang ada dalam penelitian ini maka kurikulum pendidikan harus sepadan dengan kebutuhan pengembangan sektor industri kecil menengah sebagai sub sektor dari perekonomian nasional, pameran-pameran hasil UKM setempat harus sering dilakukan sebagai ajang promosi UKM agar dapat terus berkembang lebih pesat lagi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi baik daerah maupun nasional. Adanya pelatihan terutama tentang perbaikan skala usaha yang ekonomis, manajemen usaha, serta pengunaan faktor-faktor produksi yang sesuai dengan kebutuhan baik ditinjau dari segi kualitas maupun kuantitas. Dengan begitu diharapkan para produsen roti dapat terus memperbaiki dan mengembangkan usahanya.

Gambar

tabel dan gambar 4.4 berikut ini:
Tabel 4.12  Model Summary b Model  R  R Square  Adjusted R Square  Std. Error of the Estimate  1  .839 a .703  .647  .46725  a
Tabel 4.16  Uji Multikolinearitas  Coefficients a Model  Unstandardized Coefficients  Standardized  Coefficients  t  Sig
Gambar 4.5  Uji Heterokedastisitas
+2

Referensi

Dokumen terkait

 Menyatakan Penjelasan Pasal 2 ayat (1) Undang- undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah

Dalam temuan di lapangan dari hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti di SMP Muhammadiyah 2 Purwokerto dan hasil wawancara dari guru mata pelajaran Pendidikan

Pada Laporan Keuangan SKPD tahun 2015 , Dana Bergulir dan Dana Bergulir diragukan ditagih disajikan dan diungkapkan pada Laporan Keuangan PPKD , bukan pada Laporan

Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan hasil belajar Strategi Pemasaran siswa kelas X PM 1 SMK Negeri 6 Surakarta tahun ajaran 2015/2016 melalui model

Salah satu cara yang digunakan untuk memastikan surat tersebut adalah dengan mengecek tanda tangan yang ada di dalam surat tersebut dan stempel yang menunjukkan

Hasil analisis isi lambung ikan tersebut menunjukkan bahwa ada 11 marga mikroalga yang dikonsumsi ikan seluang batu dan ikan pada masing-masing kelompok panjang

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif karena peneliti ingin memperoleh gambaran yang bersifat umum dan komprehensif

penelitian, dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara ketiga komponen sikap (kognitif, afektif dan konatif) dan kedua komponen (individual dan