BAB 2
TELAAH PUSTAKA
2.1 Agresivitas
2.1.1 Definisi Agresivitas
Agresif adalah bentuk kata sifat dari agresi. Agresivitas merupakan segala perilaku yang bertujuan untuk melukai dan menyakiti kesejahteraan fisik, non-fisik dan merusak hubungan seseorang. Berdasarkan jenisnya agresivitas dibagi menjadi 3 jenis, yaitu agresi fisik, agresi non-fisik dan agresi hubungan (Farrel, Kung, White & Valois, 2000)
Buss (1992) mengatakan bahwa agresi hanya merupakan pemberian stimulus yang menyakitkan pada korban. Lalu Baron (1994) mendefinisikan agresivitas sebagai tingkah laku yang dijalankan oleh individu dengan tujuan melukai atau mencelakakan orang lain. Menurut Myers (1990) tingkah laku agresif adalah tingkah laku fisik atau verbal untuk melukai orang lain. Sedangkan menurut Dollard & Miller (1939) agresi merupakan pelampiasan dari perasaan frustasi.
Dari beberapa definisi diatas, kelompok menggunakan definisi agresifitas menurut Farrel, Kung, White dan Valois (2000) sebagai acuan dasar untuk mengkonstruk alat ukur agresivitas untuk anak usia pertengahan di sekolah.
2.1.2 Jenis Agresivitas
Berdasarkan jenisnya, agresivitas dibagi menjadi tiga, yaitu: (Farrrell, Kung, White & Valois, 2000)
a. Agresi Fisik
Suatu tindakan, ancaman, atau paksaan, secara fisik yang dapat merugikan orang lain (seperti memukul dan menendang).
b. Agresi Non Fisik
Suatu tindakan non fisik termasuk mengeluarkan kata-kata (verbal) dan menunjukan sikap yang dapat menyakiti orang lain (seperti menghina dan memberi ancaman).
c. Agresi Hubungan
2.1.3 Faktor-faktor Agresivitas
Agresivitas pada anak dapat disebabkan karena dua faktor, yaitu : (Hetheringthon, 2006)
a. Faktor Internal Emosi Kepribadian
Kemampuan Sosialisasi b. Faktor Eksternal
Pola asuh Jenis permainan Proses imitasi
Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh DeWall, Finkel, dan Denson (2011) mendapatkan bahwa kegagalan selfcontrol merupakan prediktor penting dari agresi. Dalam penelitiannya juga disebutkan bahwa faktor-faktor yang dapat menekan self-control akan meningkatkan agresi, sedangkan faktor yang dapat memperkuat self-control seharusnya akan menurunkan agresi.
2.1.4 Karakteristik Anak Agresif
Hetheringthon (2006) mengungkapkan bahwa ada beberapa karakteristik untuk anak yang berperilaku agresif, yaitu:
a. Jika ada dorongan dari anggota keluarga untuk perilaku anti social, anak dapat mulai menunjukkan perilaku agresif yang serius.
b. Anak mulai menunjukkan atau mengembangkan instrument agresi, bertengkar untuk mainan dan kepemilikan, dan mudah menunjukkan ekspresi fisik dari agresi
c. Perempuan lebih menunjukkan agresinya dalam bentuk verbal dan hubungan dengan orang lain (permusuhan, ngambek, gossip) sedangkan laki-laki lebih menunjukkan agresi fisik.
Terdapat beberapa alat ukur untuk melihat tingkat agresivitas pada individu, mulai dari usia anak dini sampai usia dewasa. Alat ukur agresivitas untuk anak usia pertengahan (middle childhood) telah di buat oleh …. (tahun), … (tahun), dan … (tahun). Namun alat ukur tersebut tidak dapat digunakan untuk kriteria anak seperti yang peneliti ingin ukur, yaitu anak usia pertengahan khususnya di sekolah. Alat ukur oleh (buss ya?) belum diadaptasi atau disesuaikan dengan kriteria anak usia pertengahan di sekolah Indonesia. Alat ukur agresi oleh (Rosalina?) mengukurtingkatan agresi yang dikhususkan untuk anak yang bermain video game dan subjek sudah di kondisikan dalam kurun waktu tertentu. Ada lagi gak yg buat agresi di middle?
2.2 Teori Psikometri 2.2.1 Jenis Tes
Pengukuran psikologi merupakan pengukuran dengan obyek
psikologis tertentu. Berdasarkan jenisnya, tes psikologis dibagi
menjadi 2, yaitu:
KOSONGIN AJA DULU
. Aku mau ambil materi dari buku
gravetter, kl klpk mba ika kan pake menurut cronbach, biar gak
sama. Nanti malem aku kerjain.
2.2.2 Persyaratan Alat Ukur yang Baik
Alat ukur yang baik harus memiliki beberapa kriteria seperti berikut : 2.2.2.1 Reliabilitas
Menurut Suryabrata (2004) reliabilitas menunjukkan sejauhmana hasil pengukuran dengan alat tersebut dapat dipercaya. Hasil pengukuran harus reliabel dalam artian harus memiliki tingkat konsistensi dan kemantapan. Pengukuran reliabilitas dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai alat statistic, reliabilitas sebuah instrumen dapat dihitung melalui dua cara yaitu kesalahan baku pengukuran dan koefisien reliabilitas (Feldt & Brennan, 1989). Pada alat ukur dari kedua variabel penelitian ini, akan didapatkan reliabilitas hasil setelah dilakukan field study.
Menurut Azwar (1986) validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Suatu skala atau instrumen pengukur dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila instrumen tersebut menjalankan fungsi ukurnya, atau memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut. Sedangkan tes yang memiliki validitas rendah akan menghasilkan data yang tidak relevan dengan tujuan pengukuran.
Pada penelitian ini, digunakan tiga validitas yaitu face validity dan content validity dan analisis butir item. Pada face validity peneliti akan melakukan tes uji coba pada 5 subjek yang sesuai dengan kriteria peneliti untuk melihat apakah alat ukur nya dapat dipahami atau tidak dan pada content validity peneliti akan meminta bantuan expert judgment yaitu …… untuk melihat ketepatan dari alat ukur. Untuk melakukan uji validitas pada korelasi butir item, yang dilihat dengan menggunakan korelasi pearson.