• Tidak ada hasil yang ditemukan

Study on the Cultivation Technique and the Effect of Surface Area of Growth Media to the Production of Cellulose by Indigenous Isolates

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Study on the Cultivation Technique and the Effect of Surface Area of Growth Media to the Production of Cellulose by Indigenous Isolates"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Kajian Teknik Kultivasi dan Pengaruh Luas Permukaan

Media Tumbuh pada Produksi Selulosa

Menggunakan Bakteri Isolat Lokal

Study on the Cultivation Technique and the Effect of

Surface Area of Growth Media to the Production of Cellulose

by Indigenous Isolates

ANI SURYANI", ANDES ISMAYANA', YENITA SUATRINA' & YU-RYANG PYUN2

`Pusat Antis, Universities Bioteknologi, Institut Pertanian Roger, Kainpus IriS Darinaga, Kotak Pos 1, Rogorl6dlO `Bioproduct Research Center, College ofEngineering, Yonsel University, Seoul 120-749, Korea

RBP-52 and P15isolates wereIsolated from Indonesian fruits samples that contains glucose. RBP-52 Isolate was

obtained from coconut water waste,collectedfromnata factory, and PDS Isolate was obtained from rotten coconut sample, collected from Pansng. They were identified as Acetobacter liquefaciens. RBP-52 and PD5 Isolate produced cellulose in static and shaking cultivation. Production of cellulose by RBP 52 and P15 were optimized in static cultivation. Cellulose was found to be produced at the liquid surface In static cultivation. The rate of cellulose production depended proportionally on the surfacearea orthe culture medium. The maximum production rate of cellulose was 2.78 gIl per 7 days surface area 77.60 cm3 in the static cultivation.

Key words: Bacterial cellulose,staticculture, shaken culture, RBP-52andPD5 isolates, surface area

Selulosa merupakan homopolisaicarida linear yang tidak bercabang, terdiri atas 10000 atau lebib unit D-glukosa yang dihubungkan oleh ikatan 13-1,4 glikosidik. Selulosa ialah senyawa seperti serabut, hat, tidak larut dalam air, dan ditemukan di thlam dinding sel pelindung tumbuhan ter utama path tangkai, batang, dahan, dan semua bagian ber kayu darijaringan tumbuhan Thenawijaya 1990.

Sumber selulosa terpenting digunakan dalam industri ialah kayu. Walaupun demikian, selulosa juga dapat di-basilIcan dan fermentasi beberapamikroorganisme.

Mikroorganisme penghasil selulosa terutama dan golongan Acetobacter. Selulosa yang dihasilkan oleh Acetobacter disebut selulosa bakteri. Molekul selulosa

mi

berikatan melalui ikatan hidrogen dan menghasilkan selu losa yang mumi tanpa komponen lignin sebagai pelindung nya. Analisis difraksi sinar-x dan selulosa bakteri menun jukkan tingginya kemampuan membentuk kristal dan mole kul selulosa yang disebut selulosa I selulosa murni. Dia meter umumnya sekitar 0.1 mm, 300 kali lebih kecil dan-path serat selulosa kayu, janingan serat memiliki area yang luas, kapasitas pengikat air tinggi, resistensi tinggi, dan memiliki kekuatan tank yang besar Yoshino eta!. 1996.

Mikroonganisme pembentuk selulosa didapat dan jenis buah-buahan yang banyak mengandung glukosa seperti

nenas, apel, anggur, pisang, dan kelapa yang mulai mem busuk. Sumber lamnnya ialah produk niinuman hasil fermentasi yang mengandung glukosa seperti minuman buahdanbir Swings 1980.

Sintesis selulosa dan glukosa oleh Acetobacter xyhnum di dalam medium cain merupakan fungsi dan suplai oksi gen. Peningkatan jumlali selulosa yang relatif cepat diduga terjadi sebagai akibat konsentrasi sel kultur yang tens berkembang di daerah permukaan yang teraerasi. Path kultur yang tumbuh, suplai oksigen yang lebih banyak di permukaan akan menangsang peningkatan massa sel dan enzim pembentuk selulosa, akibatnya akan meningkatlcan produksi selulosa Hestrin & Schnannm 1 954a.

Luas permukaan media tumbuh yang berbeda dengan volume media tetap, akan berpengaruh terhadap pnoduksi selulosa Masaoka et a!. 1993. Media yang digunakan untuk menumbuhkan mikroorganisme harus thpat me menuhi kebutuhan senyawa karbon, nitrogen, serta be berapa zat pertumbuhan seperti asam amino dan garam garammineralCasida 1968.

Jenis gula, konsentrasi gula, sumber nitrogen, dan nilai pH media memberikan pengaruh terhadap produktivitas selulosa. Jenis gula yang memberikan produk paling tinggi ialah fruktosa diikuti oleh kombinasi fruktosa, glukosa, laktosa, dan sukrosa pada media yang mengandung suk rosa. Sumber nitrogen yang dapat digunakan iaiah sumber nitrogen anorganilc amonium sulfat, amonium fosfat, dan kalium nitrat dan sumber nitrogen organik pepton, tripton,

*Penulis untuk korespondensi, Tel. +62-251-621257,

(2)

ekstrak khamir, dan urea serta kombinasi antara kedua sumber nitrogen tersebut Embusc ado etal. 1994.

Kondisi kultivasi than mempengaruhi produksi selu baa. Path kultivasi diam static culture sintesis selulosa terjadi di permukaan Masaoka et a!. 1993. Kondisi peng goyangan menghasillcan pertumbuhan yang cepat untuk tipe mikroorganisme mutan yang memuliki daya tahan yang spesifik dalani membentuk selulosa Hestrin & Schramm

1954b.

Tujuan penelitian liii ialah untuk mendapatkan teknik kultivasi dan luas permukaan media tunibuh yang terbaik path produksi selulosa menggunakan bakteri isolat lokal RBP-52 dan PDS.

BAIIAN DAN METODE

Bahan. Bahan yang digunakan dalani penelitian ml ialah buah yang mulai membusuk kelapa, kedondong, jeruk, nenas, alpukat, dan tomat.

Isolasi Mikroorganlsme Penghasil Selulosa. Bagian buah yang mulai membusuk diambil, dicacah path cawan petri menggunakan pisau. Sebanyak satu gram bahan tersebut diencerkan path larutan bufer natriurn fosfat. Ekstrak sampel dalam bufer diambil sebanyak 1 nil dan di tumbuhkan path media cair Hestrin dan Schramm HS yang ditambahkan antibiotik dan diinkubasi selama tujuh han path suhu 30°C Hestin & Schramm 1 954a,b.

Setelah inkubasi selama tujuh han, dipilih sampel yang memperlihatkan terbentuknya pelikel selulosa di permuka an media cain sebagai indikasi adanya mikroorganisme penghasil selulosa. Pelikel tersebut dianibil untuk inokubasi dan inkubasi pada media agar-agan untuk diidentifikasi lebib lanjut dengan metode pengenceran bertingkat.

Produksi Selulosa Bakteni. Sebanyak dua ose koboni bakteri diinokulasi ke media HS 100 ml dalam enlenmeyer

500

ml dan dipropagasi selama empat han. Biakan di inokulasi ke dalam media HS dengan luas permukaan 25.97 cm2, 36.53 cm2 dan 77.60 cm2, konsentrasi inokulum 10%, pH awal 5.00, volume 100 ml. Biakan diinkubasi secara diam dan tergoyang selama tujuh han path suhu ± 30°C. Selanjutnya produk diambil untuk dianalisis.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Isolasi dan Identifikasi Mikroorganisme Penghasil Selulosa Bakteri. Mikroorganisme yang dikenal sebagai penghasil selulosa ialah genus Acetobacter. Mikroor ganisme

mi

biasanya diisolasi dan jenis buah-buahan yang banyak mengandung gula. Yang et a!. 1998 telah berhasil mengisolasi Acetobacter dengan cara memasuickan buah buahan yang telah mulai membusuk dan air kelapa yang mulai asam ke dalam tabung reaksi yang berisi medium HS. Acetobacter tersebut ditumbuhkan pada medium yang ba nyak mengandung gula dan akan memecah ikatan gliko sidik membentuk suatu polisakarida yang dikenab dengan istilah selulosa ekstraseluler. Pecahnya ikatan glikosidik

membentuk pelikel selubosa ml teijadi path permukaan medium.

Path penelitian

mi

isolasi dilakukan path buah-buahan yang mulai membusuk dan air kelapa yang mulai asam, yang berasal dan berbagai daerah di Jawa barat. Buah-buahan yang diisolasi ialah kebapa, kedondong, jeruk, nenas, alpukat, dan tomat. Beberapa isolat yang diperoleh dan isolasi yang dilakukan ialah PDS berasab dan daging buah kelapa dipeioleh dati daerah Parung, RBP-52 yang berasal dan limbah cain pabnik nata, dan RBP-34 yang berasal dati buahjeruk dipenobeh dan daerah Cipanas.

Berdasarkan identifikasi secara morfobogi, ketiga isolat memiliki kolonl berbentuk bulat kokus, ebevasi cembung, moW, dan gram negatif Hadioetomo 1989. Koloni yang diamati mudah diangkat dengan menggunakan jarum ose karenakonsistensmnya yang menyenupai karet.

Uji identifikasi yang dilakukan terhadap ketiga isobat tersebut mebiputi uji katalase, pewamaan gram, uji motilitas, uji dehidroksiaseton dati gliserol, dan uji per tumbuhan path medium Hoyer's, serta uji pertumbuhan path medium cain. Uji katalase digunakan untuk me ngetahui apakah bakteni yang bersangkutan mampu mem produksi katalase enzith yang mampu memecah hidrogen peroksida. Uji motibitas dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya flageba pada sel. Uji dehidroksiaseton dati gliserol dilakukan untuk mengetahui apakah bakteri yang dihasilkan termasuk genus Acetobacter atau tidak. Uji pertumbuhan path medium Hoyer's dilakukan untuk membuktikan bak ten penghasil selubosa tidak dapat tumbuh pada medium tanpa glukosa. Komposisi dan media Hoyen's thi tanpa sakanida seperti glukosa, sukrosa, dan fruktosa. Semua uji yang dilakukan di atas menunjukkan genus dati bakteni Acetobacter, sedangkan spesiesnya belum diketahui Tabel

1.

Uji identifikasi lebih lanjut terhadap ketiga isolat bokal tersebut dilakukan bekeija sama dengan tim Bioproducts Research Center BRC dati Yonsei University, Korea Selatan, yang dibakukan dengan teknik kromatografi gas. Hasil yang diperoleh tersebut dibandingkan dengan A. xy!inum BRC 5. Hasil identifikasi ke-3 isolat tersebut dapat dililiat pada Tabel 2.

label 1. Hasil identifikasi isolat lokal P05, RBP-52, dan RBP.34 Uji Breedeta!. 1957 P05 RBP-52 RBP-34 Pewarnaan Gramnegatif Gram negatif Gram negatif Pertumbuhan pada pada permu- pada pennu- pada permu medium cair kaan kaan kaan Motilitas motil moth moth Uji Biokimiawi:

Uji katalase ++ +4+ +

lDihidroksiaseton dart + + +

gliserol2

Pertumbuhan pada - .

-media Hoyer's'

(3)

Tabel 2. Identifikasi isolat lokal dengan teknik gas kromatografi

Isolat Jenis BRC 5 Acetobacterxy!inum

PD5 Acetobacter liquefaciens

RBP-34 Ancylobacter aquaticus RBP-52 Acetobacter liquefaciens

Produksl Selulosa oleb Isolat RBP-52 dan PD5.

Selulosa yang diperoleh dapat dipengaruhi oleh banyak faktot Penggunaan media sintetis yang cocok untuk per tumbuhan Acetobacter liquefaciens, pH awal, konsentrasi inokulum, dan volume media yang tepat akan menghasilkan selulosa yang tinggi. Selain itu pemilihan wadah kultivasi yang sesuai dapat meningkatkan perolehan selulosa. Mengingat A. liquefaciens merupakan bakteri aerobik maka pasokan oksigenke media hams diperhatikan.

Pada proses produksi selulosa oleh isolat RBP-52 dan PD5 digunakan medium yang sama dengan tahap isolasi yaitu medium. Medium

mi

cukup efektif bagi bakteri A. liquefaciens untuk memproduksi selulosa. Hal Mi di sebabkan karena medium Mi mengandung glukosa sebagai sumber karbon. Glukosa yang terdapat dalam media Mi sebagian akan digunakan oleh bakteri untuk aktivitas metabolismenya dan sebagian lagi diuraikan menjadi suatu polisakarida yang berbentuk gel. Polisakarida inilah yang disebut nata.

Pada penelitian Mi volume media yang digunakan sama 100 ml, walaupun luas pennukaan media tumbuh yang digunakan berbeda, sehthgga ketinggian dan media tersebut juga berbeda. Hal Mi didasarkan pada hasil penelitian Masaoka et at 1993 yang menjelaskan bahwa volume media tidak mempengaruhi jumlah selulosa yang di hasilkan, demikian juga tingkat kedalaman wadah tidak mempengaruhi produksi selulosa. Luas permukaan media yang digunakan ialah 25.97 cm1, 36.53 cm2 dan 77.60 cm2. Nilai pH awal yang digunakan ialah 5.00 dan konsentrasi inokulum ialah 10%. Menurut Riyanto 1997 dengan pH dan konsentrasi Mokulum seperti di atas terbukti bahwa bakteni dapat memproduksi selulosa denganbaik.

Pembentukan pelikel path permukaan medium cain dapat dilihat setelah tujuh harm waktu inkubasi. Pada saat Mi akan terjadi penjemihan path cairan yang terdapat di bawah pelikel. Jaringan halus dan transparan yang terbentuk di pennukaan membawa sebagian bakteri yang terperangkap di dalamnya. Gas CO2 yang dihasilkan oleh bakteri akan menyebabkan pengapungan sehingga pelikel terdorong ke pennukaan.

Pemanenan dilakukan setelah tujuh han waktu Mkubasi sehingga telah tenbentuk lapisan yang sangat kompak dan tebal pelikel yang langsung berhubungan dengan lapisan udara. Pelikel yang dihasilkan

mi

berupa selulosa kasar. Jika digoyang lapisan

mi

akan tenggelam, namun ke mungkinan masih bisa membentuk lapisan ban selama persediaan nutrien path medium masih mencukupi.

Produk akhir selulosa yang dikehendaki berupa selulosa kering. Sebelum diperoleh selulosa kering, selulosa kasar hams diniurnikan tenlebih dahulu karena selulosa kasar masili banyak mengandung massa sel dan sisa-sisa media. Path pemumian tahap awal selulosa basah direndam selama 24 jam dalam larutan NaOH 1% yang tujuannya untuk melarutkan massa sel dan sisa-sisa media yang masih terdapat dalam pelikel. Setelah perendaman selama 24 jam larutan NaOH benibah menjadi kuning yang menandakan telah teiath diflisi media dan lapisan selulosa ke dalam larutan alkali Yoshino et a!. 1996. Selulosa yang telah direndam dengan alkali selanjutnya dinetralkan dengan perendaman dalam larutan asam asetat 1% selama 24 jam. Kemudian selulosa direndam dengan air destilata selama 24 jam dan sebelum dilakukan pengeningan suhu 70°C -80°C

untuk mencapai berat konstan, pelikel dicuci lagi dengan air sehingga selulosa yang dihasilkan memiliki tingkat ke mumian yang tinggi.

Berdasarkan hasil penelitian isolat RBP-52 dan PD5 mampu memproduksi selulosa pada kedua teknik kultivasi kultivasi diam dan tergoyang. Produksi selulosa path kultivasi diam dan tergoyang dengan tiga luas permukaan media tumbuh yang berbeda dapat dilihat dan histogram pada Gambar 1.

3

21

S

u.Iti.

U I

o I

.5 UI

° 25.97 36.53 77.60

U

Luas permukaan wadah cm2

*diam Otergoyang

3 2

0

25.97 36.53 77.60

Luas permukaan wadah cm2

diam Dtergoyang

C

0 0 0

ID

Cl

(4)

Histogram di atas memperlihatkan bahwa selulosa yang dihasjlkan oleh kedua isolat PD5 dan RBP-52 tidak jauh

berbeda. Hal

mi

menandakan bahwa kemampuan kedua

isolat untuk memproduksi selulosa hampir sania.

Berdasarkan analisis keragaman a 0.01 dan a 0.05 yang dilakukan, diketahui bahwa teknik kultivasi ber pengarnh nyata terhathp perolehan selulosa. Produksi selulosa tertinggi path kultivasi diam dan tergoyang di hasilkan oleh luas permukaan 77.60 cm2 yaitu sebanyak 2.73 gIl dan 0.94 gIl untuk isolat RBP-52 serta 2.78 gil dan

0.45 gIl untuk isolat PD5. Path semua ukuran luas per mukaan wadah kultivasi diam menghasilkan selulosa yang lebihbesar dibandingkan kultivasi tergoyang.

Berthsarkan analisis keragarnan a 0.01 dan a 0.05

yang dilakukan terhadap isolat PD5 diketahui bahwa faktor teknik kultivasi, luas permukaan wadah, thu interaksi an tara keduanya berpengaruh nyata terhadap perolehan se lulosa. Hal jul berarti antara kondisi kultivasi dengan luas permukaan wadah tidak saling bebas, satu sama lain ber pengaruh.

Uji Duncan's Multiple Range Thst terhathp isolat PDS menunjukkan bahwa interaksi antara kondisi chant dengan luas pennukaan 77.60 cm2 berbeth nyata terhadap interaksi kultivasi diam dengan luas permukaan 36.53 cm2 dan25.97

cm2. Jika dibandingkan interaksi antara kondisi tergoyang dengan masing-masing luas permukaan 77.60 cm2, 36.53 cm2, 25.97cm2, ketiga interaksi yang teijadi tersebut tidak berpengaruh nyata terhadap perolehan selulosa. Path kul tivasi diam produksi selulosa ditentukan oleh tekanan oksigen pada permukaan. Path luas permukaan yang lebih besar tekanan oksigennya juga besar sehingga sangat ber pengaruh path perolehan selulosa. Path kultivasi tergoyang athnya pengadukan menyebabkan tekanan oksigen yang terthpat path permukaan tidak tetap berubah-ubah. OIeh karena itu luas pennukaan media tumbuh tidak berpengaruh terhadapperolehan selulosa path kultivasi tergoyang.

Produksi Selulosa pada Kultivasi Diam. Proses kultivasi

mi

terjadi path permukaan media surface

fermentation. Sel-sel kultur A. liquefaciens akan meng uraikan sebagian glukosa yang ada pada media sehingga path permukaan media tumbuh akan terbentuk jaringan selulosa. Jaringan

mi

akan diangkat ke permukaan oleh karbondioksith yang dihasillcan oleh metabolisme sel.

Berdasarkan uji Duncan's Multiple Range Test luas permukaan media tumbuh wadab berpengaruh nyata ter hathp perolehan selulosa path kondisi kultivasi diam. Selulosa yang dihasilkan oleh isolat PD5 path kultivasi diam ialah 0.54.gi1 luas permukaan 25.97cm2, 1.19 gIl luas permukaan 36.53 cm2, dan 2.78 gIl luas permukaan 77.60 cm2. Sethngkan untuk isolat RBP-52 perolehan selulosa path masing-masing luas pennukaan ialah 1.02 gil,

1.55 gIl, dan2.73 gil.

Gambar 2 memperlihatkan bahwa produksi selulosa meningkat dengan semakin luasnya permukaan media tumbuh. Dengan kata lam produksi selulosa berbanding secara proposional dengan luas permukaan media tumbuh.

25.97 36.53 77.60 Luas perrnukaan wadah cm2

I

DRBF52 *R

I

Gambar 2 Produksiselulosa pada kultivasi diam.

Path kondisi kultivasi diani selulosa yang dihasilkan terthpat path peniiukaan. Produksi selulosa

mi

ditentukan oleh pasokan oksigen. Pasokan oksigen yang tinggi akan mendukung kehidupan A. liquefaciens, mengingat bakteri

mi

bersifat aerobik. Semakin luas permukaan media turn buh yang digunakan maka pasokan oksigen pun semakin besat Banyaknya pasokan oksigen

mi

akan meningkatkan aktivitas bakteri thlam sintesis selulosa dan glukosa sehingga selulosa yang dihasilkan meningkat. Banyaknya persediaan oksigen path lapisan permukaan dalam kultur yang digunakan untukj pertumbuhan akan merangsang peningkatan massa sel dan enzim pembentuk selulosa dan sebagai akibatnya alcan meningkatkan produksi selulosa. Path penelitian ini pasokan oksigen lebih banyak path wadah yang luasnya 77.60 cm2 daripada luas permukaan

25.97 cm2 dan 36.53 cm2 sehingga selulosa yang dihasilkan oleh wathh yang luasnya 77.60 lebih besar dibandingkan dengan yang lain.

Nilai pH awal sangat mempengaruhi jumlah selulosa

yang dihasillcan. Menurut Masaoka et al. 1993 pH

optimum untuk produksi selulosa ialah 4.00 sarnpai 6.00 dan hasil penelitian Riyanto 1997 melaporkan nilai pH yang baik untuk produksi selulosa ialah 5.00. Selama proses kultivasi akan teijadi penurunan pH. Berdasarkan hasil pengamatan secara urnum terlihat bahwa teijadi pe numnan pH media untuk semua teknik kultivasi. Terjadinya penurunan pH selama kultivasi

mi

disebabkan karena terbentuknya asam-asarn organik selama kultivasi. Asam asam organik yang terbentuk merupakan hasil metabolisme glukosa menjadi asam glukonat oleh bakteriA. liquefaciens.

Asam glukonat akan menyebabkan keasaman media me ningkat sehingga teijadi penurunan pH media akhir kulti vasi. Dan hasil pengulqiran pH akhir yang dilakukan dike tahui bahwa nilai pH althir media sisa kultivasi berkisar antara 3.41 sampai4.09.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pH akhir media lebih rendah dan pH awal media. Hal

mi

sesuai dengan penelitian Masaoka et al. 1993 yang menjelaskan bahwa bakteri akan mengoksidasi sebagian glukosa yang di tambahkan pada media menjadi asam glukonat, me nurunkan pH media dan menghambat pembentukan produk.

3.

2

1

0 0I

V 0 0

4,

(5)

Tetapi penelitian Masaoka et a!. 1993 menyanggah pendapat Shcramm tersebut, yaitu asam glukonat yang terbentuk selama proses kultivasi tidak mempengaruhi produksi selulosa.

Berdasarkan analisis keragaman a 0.05 untuk isolat PD5 diketahui balawa interaksi antara teknik kultivasi dengan luas permukaan wadah berpengaruh nyata terhadap pH akhir media sisa kultivasi, sedangkan untuk isolat RBP-52 interaksi antara keduanya tidak berpengaruh nyata terhadap pH akhir media. Hal

mi

menandakan bahwa untuk isolat PD5 teknik kultivasi dan luas permukaan wadah tidak saling bebas, satu sama lam berpengaruh.

Uj i lanjut Duncan's Multiple Range Test terhadap isolat PD5 rnenunjukkan bahwa interaksi antara teknik kultivasi diam dengan luas permukaan media tumbuh 77.60 cm2 berpengaruh nyata terhadap pH akhir pada luas pennukaan media tumbuh 25.97 cm2 dan 36.53 cm2. Nilai pH akhir yang dihasilkan oleh luas permukaan 25.97 cm2, 36.53 cm2 dan 77.60 cm2, masing-masing ialah 3.72, 3.68, dan 3.95. Pada isolat RBP-52 pH akhir untuk masing-masing luas permukaan ialah 3.41,3.43, dan 4.09.

Glukosa yang terdapat pada media akan digunakan oleh bakteri A. liquefaciens sebagian untuk sintesis selulosa dan sebagian untuk aktivitas metabolismenya, seperti meta bolisme glukosa menjadi asarn glukonat. Dengan sendirinya hal mi akan mempengaruhi perolehan selulosa dan pH akhir media sisa kultivasi.

Nilai pH akhir tiu sangat berkaitan dengan perolehan selulosa. Sehubungan dengan nilai pH akhir media sisa kultivasi pada kondisi diam terlihat bahwa semakin luas permukaan media tumbuh, pH akhir juga semakin me ningkat, namun tetap lebih rendah dan nilai pH awal. Hal

mi

disebabkan karena pada luas permukaan media tumbuh yang lebih besar glukosa yang ada path media lebih banyak digunakan untuk sintesis selulosa danipada untuk meta boiisme glukosa menjadi asam glukonat sehingga keasaman media menurun pH semakin naik. Sebaliknya path luas permukaan yang lebih kecil selulosa yang dihasilkan juga lebih kecil yang berarti giukosa banyak digunakan untuk produksi asam asam yang terbentuk kemungkinan ialah asam laktat sehingga meningkatkan keasaman media.

Selam pengukuran nilai pH akhir, juga dilakukan pengukuran kadar gula sisa dengan menggunakan metode DNS pada panjang gelombang sebesar 550 nm. Adapun tujuan pengukuran kadar gula sisa iiii ialah untuk me ngetahui berapa banyak glukosa yang terakumulasi pada media sisa kultivasi.

Berdasarkan analisis keragaman a 0.05 luas per mukaan berpengaruh nyata terhadap kadar gula sisa yang dihasilkan oleh isolat PD5. Kadar gula sisa yang dihasilkan oleh isolat PD5 untuk luas permukaan 25.97 cm2, 36.53 cm2, dan 77.60 cm1 ialah 3.66 mg/nil, 3.20 mg/nil, dan 1.82 mg/mi. Terjadinya penurunan mlai kadar gula sisa di sebabkan karena pada luas permukaan yang lebih besar glu kosa banyak digunakan untuk sintesis selulosa perolehan selulosa besar sehingga glukosa yang tertinggal dalam

media menjadi sedikit. Pada luas permukaan yang kecil hanya sedikit glukosa yang terurai menjadi selulosa sehingga glukosa yang tertinggal dalam media masih cukup banyak. Hubungan antara kadar gula sisa dan pH akhir media dapat dilihat pada Gambar 3.

Nilai kadar gula sisa path media sangat tergantung path selulosa yang dihasilkan dan pH akhir media sisa kultivasi. Dan Gambar 3 terlihat bahwa semakin luas permukaan media tumbuh kadar gula sisa semakm menururi dan nilai pH akhir lebih tinggi.

Produksi Seiuiosa pada Kuitivasi Tergoyang. Kultivasi tergoyang merupakan kondisi kultivasi yang disertai dengan proses penggoyangan. Pada proses

mi

bakteri A cetobacter akan tumbuh dengan cepat, tidak mem bentuk pelikel, tetapi membentuk suatu bola selulosa. Path penelitian

mi

proses penggoyangan dilakukan dengan

kecepatan 150rpm.

Selulosa yang dihasilkan pada kondisi tergoyang berbentuk bola-bola yang kemudian bergabung. Di samping itu selulosa yang terbentuk pada kondisi tergoyang tidak padat. Hal mm disebabkan karena adanya penggoyangan yang menghalangi pembentukan pelikel dan selulosa yang terbentuk.

Selulosa yang dihasilkan oleh isolat PD5 dan RBP-52 pada kondisi tergoyang lebih kecil dibandmngkan dengan kondisi diam. Hal mi berarti bahwa kondisi kultivasi ter goyang tidak cocok untuk isolat PD5 dan RBP-52 thlam memproduksi selulosa.

Pada penelitian

mi

umumnya cairan kultur akhir berwarna kuning keruh sehingga hanya sedikit perolehan selulosa yang teramati. Cairan kultur akhir kultivasi dapat digolongkan menjadi dua tipe. Tipe pertama ialah cairan kultur yang dthasilkan keruh oleh sel, sebenamya hanya sedikit massa sel yang dapat diamati di dalam cairan

mi.

Tipe kedua ialah cairan kultur akhir jemih dan terdapat massaselulosapadatdi thlamnya Toyosaki eta!. 1995.

Analisis keragaman a 0.01 dan a 0.05 menunjukkan bahwa ada interaksi antara luas permukaan wadah dengan kondisi kultivasi. Berdasarkan uji lanjut Duncan's Multiple Range Test terlihat bahwa masing-masing interaksi antara

E

C

-.I, I

cc

0

25.97 36.53 77.60

Luas permukaan wadah cm2

Dgulasisa RBP52

guIasisa PD5

pH akhir RBP52 EpH akhirPD5

Gambar3. Hubungan kadar gulasisadan pH akhir pada kuluvast

(6)

kondisi tergoyang dengan ketiga luas permukaan, pe ngaruhnyatidak berbedanyata terhadap perolehan selulosa. Hal liii menandakan bahwa pada kondisi tergoyang, luas permukaan tidak berpengaruh terhadap selulosa yang di

hasilkan.Hal

mi

dapat dilihatdanhistogram hubungan luas permukaan dengan perolehan selulosa Gambar 4, ber

fluktuasi pada ketiga luas permukaan media tumbuh ter sebut. Menurut Hestrin & Schramm1954b untuk kondisi tergoyang produksi selulosa dipengaruhi oleh volume media, tidak oleh luas pemiukaan.

Padapengamatannilai pH terlihat bahwa pH akhir lebih kecil dibandingkan dengan pH media awal kecuali untuk luas permukaan 77.60 cm2. Adanya penurunan pH

mi

menandakan bahwa selama proses kultivasi teijadi konversi glukosa menjadi asam glukonat sehingga keasaman media menrngkat. Pada luas permukaan 77.60 cm2 pH alchir lebih

besar daripada mlai pH awal. Teijadmya kenaikan pH

mi

disebabkankarena adanya ion-ion yang terurai dan bahan yang terkandung dalam media yang bersifat basa,sepertiK dan NH,. Ekstrak khamir dan bakto pepton merupakan sumbernitrogen dai-i media HS yang mengandung ion yang bersifat basa NH3, dan jika terurai akan menyebabkan kenaikan pH media sisa kultivasi.

0.8

, 0.6

U,

o 0.4

0.2

0

Ii

till

25.97 36.53 77.60

Luas permukaan wadah cm2

U Isolat RBP52 0Isolat PD5

Gambar 4. Histogram produksi selulosa pada kultivasi tergoyang.

I

-C

I

0. 6

4

2

0

25.97 36.53 77.60

Luas permukaan wadah cm2

DFP52

*

I

Gambar5.Nilai pH akhir pada kultivasi tergoyang.

DAFI'ARPUSTAKA

Breed, R.S., E.G.D.Murray & N.R.SmIth. 1957. Bergey's Manualof

Determinative Bacteriology. Ed. Ke-7. London: Williams Wilkins. Casida,LE.1968.Industries Micmbiology.New York: John Wiley.

Embuscado, M.E., J.S. Marks & J.N. de Miller. 1994. Bacterial celluloseI: factor affecting the production of cellulose by A. xylinunz.

Food Hydrocolloids 10:407-418.

Hadioetomo, uS. 1989. Mik,vbio!ogi Dasar dalam &a/aek. Jakarta: Gramedia.

Hestrin, S. & M. Schramm. I 954a. Synthetic of cellulosse by

Acetobacter xylinum preparation of freeze dried cell capable of

polymerizing glucose to cellulose.Biochem.J. 58:345-352.

Hestrin, S. & M. Schramm. 19Mb. Factors affecting production of cellulose at the air liquid interface ofcultureof A. xylinum. .1. Gee.

Microbiol. 11:123-129.

Maaaoka, S., T. Ohe& N. Sakota. 1993. Production of cellulose by A. xylinwn. J. Ferment.Bioeng75:18-22.

Riyanto. 1997. Kajian kultivasi diam, tergoyang dan kombinasinya untuk produksi selulosa dengan menggunalcan isolat 85-I. Skripsi. Bogor: Fakultas TeknologiPertanian,Institut Pertanian Bogor.

Swings,J.1980. The Genera Acetobacter andGluconobacter. New York:

MacMillan.

TheniwiJaya, M. 1990. Dasar-Dasar Biokimia.Jakarta:Airlangga.

Toyosakl, H., T. Naratomi, A. Seto, M. Matsuoka,T. Tsuchida & F. Yhoslnaga. 1995. Screening of Bacterial Cellulose - Producing

Acetocbacter Strains Suitable forAgitatedCulture.Biopolymer Rae.

59:1498-1502.

Yang, Y.K, J.W. liwang & Y.R Pyun. 1998. Screening of Cellulose

-Producing Strains from Indonesia Fruit Sample. Seoul: Dept. of Biotechnology andBRC. Yonsei University.

Yoshino, T., T. Ashakura & K. Yoda. 1996. Cellulose production by

Acetobacter pasteurianus on siliconemembrane.J. Ferment. Bioeng.

Gambar

Tabel 2. Identifikasi isolat lokal dengan teknik gas kromatografi
Gambar 2 Produksi selulosa pada kultivasi diam.
Gambar 3.diamHubungan kadar gula sisa dan pH akhirpadakuluvast oleh isolat PD5 dan RBP-52,
Gambar 5. Nilai pH akhir pada kultivasi tergoyang.

Referensi

Dokumen terkait

Pengaruh perlakuan olah tanah alur penambahan pupuk dasar, kapur, kompos dan pemulsaan terhadap jumlah cabang yang dihasilkan pada 8 mst nyata lebih tinggi

Sukrosa dan malt ekstrak merupakan sumber karbon yang kompleks, maka suatu mikroba membutuhkan waktu yang lebih lama dalam memetabolisme keduanya yaitu dengan

disimpulkan bahwa dengan Pemberian pupuk cair mikroorganisme lokal (MOL) dengan level 200 ml/polybag meningkatkan pertumbuhan yang lebih cepat pada pertumbuhan

Pemberian pupuk hayati mikoriza dengan dosis 9 g/tanaman (M3) mampu memberikan pertumbuhan dan produksi yang lebih baik pada tanaman kacang tanah, pemberian limbah padat

Ketersediaan hara yang baik dapat membantu pembentukan tongkol yang lebih baik, hal ini dibuktikan oleh tanaman jagung manis yang diberikan pupuk cair urine sapi

Faktor yang juga mempengaruhi perlakuan tanpa silika (kontrol) lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan dengan pemberian pupuk silika organik ialah pada hasil analisis tanah

perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user86.Sawi Monumen Sawi monumen tubuhnya amat tegak dan berdaun kompak. Penampilan sawi jenis ini sekilas mirip dengan petsai. Tangkai daun berwarna putih berukuran agak lebar dengan tulang daun yang juga berwarna putih. Daunnya sendiri berwarna hijau segar. Jenis sawi ini tegolong terbesar dan terberat di antara jenis sawi lainnya. D.Syarat Tumbuh Tanaman Sawi Syarat tumbuh tanaman sawi dalam budidaya tanaman sawi adalah sebagai berikut : 1.Iklim Tanaman sawi tidak cocok dengan hawa panas, yang dikehendaki ialah hawa yang dingin dengan suhu antara 150 C - 200 C. Pada suhu di bawah 150 C cepat berbunga, sedangkan pada suhu di atas 200 C tidak akan berbunga. 2.Ketinggian Tempat Di daerah pegunungan yang tingginya lebih dari 1000 m dpl tanaman sawi bisa bertelur, tetapi di daerah rendah tak bisa bertelur. 3.Tanah Tanaman sawi tumbuh dengan baik pada tanah lempung yang subur dan cukup menahan air. (AAK, 1992). Syarat-syarat penting untuk bertanam sawi ialah tanahnya gembur, banyak mengandung humus (subur), dan keadaan pembuangan airnya (drainase) baik. Derajat keasaman tanah (pH) antara 6–7 (Sunaryono dan Rismunandar, 1984). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user9E.Teknik Budidaya Tanaman Sawi 1.Pengadaan benih Benih merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan usaha tani. Kebutuhan benih sawi untuk setiap hektar lahan tanam sebesar 750 gram. Benih sawi berbentuk bulat, kecil-kecil. Permukaannya licin mengkilap dan agak keras. Warna kulit benih coklat kehitaman. Benih yang akan kita gunakan harus mempunyai kualitas yang baik, seandainya beli harus kita perhatikan lama penyimpanan, varietas, kadar air, suhu dan tempat menyimpannya. Selain itu juga harus memperhatikan kemasan benih harus utuh. kemasan yang baik adalah dengan alumunium foil. Apabila benih yang kita gunakan dari hasil pananaman kita harus memperhatikan kualitas benih itu, misalnya tanaman yang akan diambil sebagai benih harus berumur lebih dari 70 hari. Penanaman sawi memperhatikan proses yang akan dilakukan misalnya dengan dianginkan, disimpan di tempat penyimpanan dan diharapkan lama penyimpanan benih tidak lebih dari 3 tahun.( Eko Margiyanto, 2007) Pengadaan benih dapat dilakukan dengan cara membuat sendiri atau membeli benih yang telah siap tanam. Pengadaan benih dengan cara membeli akan lebih praktis, petani tinggal menggunakan tanpa jerih payah. Sedangkan pengadaan benih dengan cara membuat sendiri cukup rumit. Di samping itu, mutunya belum tentu terjamin baik (Cahyono, 2003). Sawi diperbanyak dengan benih. Benih yang akan diusahakan harus dipilih yang berdaya tumbuh baik. Benih sawi sudah banyak dijual di toko-toko pertanian. Sebelum ditanam di lapang, sebaiknya benih sawi disemaikan terlebih dahulu. Persemaian dapat dilakukan di bedengan atau di kotak persemaian (Anonim, 2007). 2.Pengolahan tanah Sebelum menanam sawi hendaknya tanah digarap lebih dahulu, supaya tanah-tanah yang padat bisa menjadi longgar, sehingga pertukaran perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user10udara di dalam tanah menjadi baik, gas-gas oksigen dapat masuk ke dalam tanah, gas-gas yang meracuni akar tanaman dapat teroksidasi, dan asam-asam dapat keluar dari tanah. Selain itu, dengan longgarnya tanah maka akar tanaman dapat bergerak dengan bebas meyerap zat-zat makanan di dalamnya (AAK, 1992). Untuk tanaman sayuran dibutuhkan tanah yang mempunyai syarat-syarat di bawah ini : a.Tanah harus gembur sampai cukup dalam. b.Di dalam tanah tidak boleh banyak batu. c.Air dalam tanah mudah meresap ke bawah. Ini berarti tanah tersebut tidak boleh mudah menjadi padat. d.Dalam musim hujan, air harus mudah meresap ke dalam tanah. Ini berarti pembuangan air harus cukup baik. Tujuan pembuatan bedengan dalam budidaya tanaman sayuran adalah : a.Memudahkan pembuangan air hujan, melalui selokan. b.Memudahkan meresapnya air hujan maupun air penyiraman ke dalam tanah. c.Memudahkan pemeliharaan, karena kita dapat berjalan antar bedengan dengan bedengan. d.Menghindarkan terinjak-injaknya tanah antara tanaman hingga menjadi padat. ( Rismunandar, 1983 ). 3.Penanaman Pada penanaman yang benihnya langsung disebarkan di tempat penanaman, yang perlu dijalankan adalah : a.Supaya keadaan tanah tetap lembab dan untuk mempercepat berkecambahnya benih, sehari sebelum tanam, tanah harus diairi terlebih dahulu. perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user11b.Tanah diaduk (dihaluskan), rumput-rumput dihilangkan, kemudian benih disebarkan menurut deretan secara merata. c.Setelah disebarkan, benih tersebut ditutup dengan tanah, pasir, atau pupuk kandang yang halus. d.Kemudian disiram sampai merata, dan waktu yang baik dalam meyebarkan benih adalah pagi atau sore hari. (AAK, 1992). Penanaman dapat dilakukan setelah tanaman sawi berumur 3 - 4 Minggu sejak benih disemaikan. Jarak tanam yang digunakan umumnya 20 x 20 cm. Kegiatan penanaman ini sebaiknya dilakukan pada sore hari agar air siraman tidak menguap dan tanah menjadi lembab (Anonim, 2007). Waktu bertanam yang baik adalah pada akhir musim hujan (Maret). Walaupun demikian dapat pula ditanam pada musim kemarau, asalkan diberi air secukupnya (Sunaryono dan Rismunandar, 1984). 4.Pemeliharaan tanaman Pemeliharaan dalam budidaya tanaman sawi meliputi tahapan penjarangan tanaman, penyiangan dan pembumbunan, serta pemupukan susulan. a.Penjarangan tanaman Penanaman sawi tanpa melalui tahap pembibitan biasanya tumbuh kurang teratur. Di sana-sini sering terlihat tanaman-tanaman yang terlalu pendek/dekat. Jika hal ini dibiarkan akan menyebabkan pertumbuhan tanaman tersebut kurang begitu baik. Jarak yang terlalu rapat menyebabkan adanya persaingan dalam menyerap unsur-unsur hara di dalam tanah. Dalam hal ini penjarangan dilakukan untuk mendapatkan kualitas hasil yang baik. Penjarangan umumnya dilakukan 2 minggu setelah penanaman. Caranya dengan mencabut tanaman yang tumbuh terlalu rapat. Sisakan tanaman yang tumbuh baik dengan jarak antar tanaman yang teratur (Haryanto et al., 1995). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user12b.Penyiangan dan pembumbunan Biasanya setelah turun hujan, tanah di sekitar tanaman menjadi padat sehingga perlu digemburkan. Sambil menggemburkan tanah, kita juga dapat melakukan pencabutan rumput-rumput liar yang tumbuh. Penggemburan tanah ini jangan sampai merusak perakaran tanaman. Kegiatan ini biasanya dilakukan 2 minggu sekali (Anonim, 2007). Untuk membersihkan tanaman liar berupa rerumputan seperti alang-alang hampir sama dengan tanaman perdu, mula-mula rumput dicabut kemudian tanah dikorek dengan gancu. Akar-akar yang terangkat diambil, dikumpulkan, lalu dikeringkan di bawah sinar matahari, setelah kering, rumput kemudian dibakar (Duljapar dan Khoirudin, 2000). Ketika tanaman berumur satu bulan perlu dilakukan penyiangan dan pembumbunan. Tujuannya agar tanaman tidak terganggu oleh gulma dan menjaga agar akar tanaman tidak terkena sinar matahari secara langsung (Tim Penulis PS, 1995 ). c.Pemupukan Setelah tanaman tumbuh baik, kira-kira 10 hari setelah tanam, pemupukan perlu dilakukan. Oleh karena yang akan dikonsumsi adalah daunnya yang tentunya diinginkan penampilan daun yang baik, maka pupuk yang diberikan sebaiknya mengandung Nitrogen (Anonim, 2007). Pemberian Urea sebagai pupuk tambahan bisa dilakukan dengan cara penaburan dalam larikan yang lantas ditutupi tanah kembali. Dapat juga dengan melarutkan dalam air, lalu disiramkan pada bedeng penanaman. Satu sendok urea, sekitar 25 g, dilarutkan dalam 25 l air dapat disiramkan untuk 5 m bedengan. Pada saat penyiraman, tanah dalam bedengan sebaiknya tidak dalam keadaan kering. Waktu penyiraman pupuk tambahan dapat dilakukan pagi atau sore hari (Haryanto et al., 1995). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user13Jenis-jenis unsur yag diperlukan tanaman sudah kita ketahui bersama. Kini kita beralih membicarakan pupuk atau rabuk, yang merupakan kunci dari kesuburan tanah kita. Karena pupuk tak lain dari zat yang berisisi satu unsur atau lebih yang dimaksudkan untuk menggantikan unsur yang habis diserap tanaman dari tanah. Jadi kalau kita memupuk berarti menambah unsur hara bagi tanah (pupuk akar) dan tanaman (pupuk daun). Sama dengan unsur hara tanah yang mengenal unsur hara makro dan mikro, pupuk juga demikian. Jadi meskipun jumlah pupuk belakangan cenderung makin beragam dengan merek yang bermacam-macam, kita tidak akan terkecoh. Sebab pupuk apapun namanya, entah itu buatan manca negara, dari segi unsur yang dikandungnya ia tak lain dari pupuk makro atau pupuk mikro. Jadi patokan kita dalam membeli pupuk adalah unsur yang dikandungnya (Lingga, 1997). Pemupukan membantu tanaman memperoleh hara yang dibutuhkanya. Unsur hara yang pokok dibutuhkan tanaman adalah unsur Nitrogen (N), Fosfor (P), dan Kalium (K). Itulah sebabnya ketiga unsur ini (NPK) merupakan pupuk utama yang dibutuhkan oleh tanaman. Pupuk organik juga dibutuhkan oleh tanaman, memang kandungan haranya jauh dibawah pupuk kimia, tetapi pupuk organik memiliki kelebihan membantu menggemburkan tanah dan menyatu secara alami menambah unsur hara dan memperbaiki struktur tanah (Nazarudin, 1998). 5.Pengendalian hama dan penyakit Hama yang sering menyerang tanaman sawi adalah ulat daun. Apabila tanaman telah diserangnya, maka tanaman perlu disemprot dengan insektisida. Yang perlu diperhatikan adalah waktu penyemprotannya. Untuk tanaman sayur-sayuran, penyemprotan dilakukan minimal 20 hari sebelum dipanen agar keracunan pada konsumen dapat terhindar (Anonim, 2007). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user14OPT yang menyerang pada tanaman sawi yaitu kumbang daun (Phyllotreta vitata), ulat daun (Plutella xylostella), ulat titik tumbuh (Crocidolomia binotalis), dan lalat pengerek daun (Lyriomiza sp.). Berdasarkan tingkat populasi dan kerusakan tanaman yang ditimbulkan, maka peringkat OPT yang menyerang tanaman sawi berturut-turut adalah P. vitata, Lyriomiza sp., P. xylostella, dan C. binotalis. Hama P. vitatamerupakan hama utama, dan hama P. xylostella serta Lyriomiza sp. merupakan hama potensial pada tanaman sawi, sedangkan hamaC. binotalis perlu diwaspadai keberadaanya (Mukasan et al., 2005). Beberapa jenis penyakit yang diketahui menyerang tanaman sawi antara lain: penyakit akar pekuk/akar gada, bercak daun altermaria, busuk basah, embun tepung, rebah semai, busuk daun, busuk Rhizoctonia, bercak daun, dan virus mosaik (Haryanto et al., 1995). 6.Pemanenan Tanaman sawi dapat dipetik hasilnya setelah berumur 2 bulan. Banyak cara yang dilakukan untuk memanen sawi, yaitu: ada yang mencabut seluruh tanaman, ada yang memotong bagian batangnya tepat di atas permukaan tanah, dan ada juga yang memetik daunnya satu per satu. Cara yang terakhir ini dimaksudkan agar tanaman bisa tahan lama (Edy margiyanto,