E L L Y A N U R
JURUSAN alzl M A S Y A R A K A T D A N SUMBERDAYA KELUARGA
F A K U L T A S P E R T A N I A N
I N S T I T U T P E R T A N I A N B O G O R
RINGKASAN
ELLYANUR. Telaahan Mengenai I n d i k a t o r K u a l i t a s Hidup
Penduduk Indonesia ( D i bawah bimbingan DJITENG ROEDJITO
dan DIAH KRISNATUTI PRANADJI).
I'ujuan umum p e n e l i t i a n i n i adalah menelaah kembali i n d i k a t o r k u a l i t a s hidup penduduk Indonesia. Sedangkan
t u j u a n khusus adalah m e l l h a t sejauh m a n a k e t e r k a i t a n an-
tara h a s i l pembangunan dengan k u a l i t a s hidup penduduk dalam p o p u l a s i masyarakat yang bersangkutan.
Sesungguhnya i n d i k a t o r k u a l i t a s hidup penduduk i t u
s e n d i r i sudah ada, yakni kombinasi unsur Angka Melek Hu-
ruf (AMH), Angka Harapan Hidup (AHH), Angka F e r t i l i t a s
( ~ l i T ) dan Angka Mortalitas (AMT). T e t a p i kombinasi yang
l e b i h umum digunakan a d a l a h AMH, AHFI dan AMT dengan kom- p o s i s i sumbangan s e t i a p unsur adalah sama, yakni seper-
t i g a
(1/3).
Namun dalam p e n e l i t i a n i n i , diajukan s a t uw s u r tambahan yakni Angka S t a t u s Gizi-baik (ASG), untuk
menelaah kembali bentuk i n d i k a t o r k u a l i t a s hidup pendu-
duk Indonesia t e r s e b u t .
Untuk menganalisa apakah unsur ASG cukup b e r a l a s a n
untuk d i t e r i m a sebagai i n d i k a t o r dan bagaimanakah sebaik-
nya komposisi lima unsur t e r s e b u t dalam mengukur k u a l i -
t a s hidup penduduk, yang dalam ha1 i n i d i s e b u t
nama Indeks K u a l i t a s Hidup (IKH) digunakan a n a l i
pendidikan, spsial budaya, kesehatan lingkungan dan
tingkat konsumsi dalam populasi masyarakat yang bersang- kutan, dengan menggunakan 27 provinsi di Indonesia seba- gai sample.
Hasil analisis menunjukkan, bahwa kecuali terhadap variabel tingkat konsumsi terdapat korelasi positif an- tara hasil pembangunan dengan lima unsur tersebut di atas. Artinya, bahwa dengan semakin berhasilnya pemba- ngunan maka kualitas hidup penduduk dalam populasi ma-
syarakat yang bersangkutan juga semakin tinggi atau se- baliknya. Sedangkan dengan variabel tingkat konsumsi adalah sebaliknya bahwa semakin tinggi tingkat konsumsi maka kualitas hidup penduduk semakin rendah atau seba- liknya. Hasil korelasi yang bertentangan tersebut, di- duga disebabkan kevaliditasan data yang diragukan. Oleh karena itu, untuk menelaah indikator kualitas hidup pen- duduk tersebut di atas data tingkat konsumsi tidak di- pergunakan.
Dengan melihat t i n g g i rendahnya n i l a i k o e f i s i e n ko- r e l a s i dapat disimpulkan bahwa ASG cukup b e r a l a s a n untuk d i t e r i m a sebagai i n d i k a t o r . Diantara lima unsur penyu- sun IKH t e r s e b u t d i a t a s , unsur AMH adalah unsur yang p a l i n g rendah k o e f i s i e n k o r e l a s i n y a terhadap h a s i l pem- bangunan. Adapun p e r s e n t a s e komposisi sumbangan masing- masing unsur dalam membentuk IKEI adalah sebagai b e r i k u t : 8,401 persen
AMH,
21,487 persen ASG, 24,637 persenAHH,
2O,Lc87 persen A F T dan 24,988 persen
AMT.
Rendahnya per- s e n t a s e sumbangan AMH dalam menyusunIKH
disebabkan ka- r e n a , keberhasilan pemerintah dalam memberantas buta hu-ruf belum d i i k u t i o l e h kebiasaan penduduk untuk melaku- kan k e g i a t a n s o s i a l budaya ( r s = 0,1117), misalnya mem- baca. Kegiatan s o s i a l budaya adalah v a r i a b e l yang pa-
l i n g e r a t kaitannya dengan k u a l i t a s hidup penduduk ( r s =
0,7179) dibandingkan v a r i a b e l h a s i l pembangunan lainnya. Peningkatan AMH juga t i d a k d i i k u t i oleh peningkatan kea- daan kesehatan lingkungan. Kesehatan lingkungan i t u
s e n d i r i sangat dipengaruhi o l e h keadaan s o s i a l budaya
(1)s = 0,4078) disamping pendidikan ( r s = 0,5684). H a l i n i menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah dalam mening- katkan t a r & hidup penduduk, a n t a r a l a i n dengan membe-
a t a s , d i k e t a h u i bahwa d a r i
27
p r o v i n s i Indonesia, b e r t u - r u t - t u r u t p r o v i n s i Yogyakarta, J a k a r t a dan B a l i a d a l a h t i g a p r o v i n s i yang mencapai p e r i n g k a t IKH t e r t i n g g i dansebaliknya dengan p r o v i n s i Nusa Tenggara Barat, Timor Timur dan Sulawesi Tengah. Tingkat kesenjangan I K H t e r - t i n g g i (Yogyakarta) dan I K H terendah (Nusa Tenggara Ba- r a t ) a d a l a h s e b e s a r 83,67, yakni s u a t u t i n g k a t kesen- jangan yang sangat t i n g g i b i l a d i l i h a t d a r i s e g i pemera- t a a n .
TELAAHAN MENGENAI I N D I K A T O R
'KUALITAS HIDUP PENDUDUK INDONESIA
O l e h
ELLYANUR
A 2 0
1425
KARYA I I d i l I A H
Sebagai Salah Satu Syarat U n t u k M e m p e r o l e h G e l a r
Sarjana Pertanian
Pada
F a h l t a s P e r t a n i a n , I n s t i t u t Pertanian B o g o r
JURUSAN G I Z I MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA
PAKULTAS P E R T A N I A N
I N S T I T U T P E R T A N I A N BOGOR
Nama Mahasiswa
Honor Pokok
KUALITAS
HIDUP PENDUDUK
INDONESIA
Meny e t u j u i
(Ir, D.
Roedjito, D-Ntr)(Ir-
Di&K.
Pxanadji, MS.) Dosen Pembimbing Dosen PembimbingK o m i si Pendidikan Ketua Jurusan
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bukittinggi pada tanggal 23
Oktober 1962, dari Ibu Nurmaya dan Bapak Muhammad Noer,
sebagai putri keempat dari empat orang bersaudara.
Penulis lulus pada tahun 1975 dari Sekolah Dasar
Negeri Babakan Tarogong II Bandung. Kemudian melanjut.,..
kan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama Negeri XII
Bandung dan lulus pada tahun 1979. Pada tahun 1979 pe-nulis masuk Sekolah Menengah Atas Negeri X Bandung,
ke-mudian pertengahan tahun ajaran 1980/1981 penulis pindah
ke Sekolah Menengah Atas Negeri II Bogor hingga lulus
pada tahun 1982.
Pada tahun 1983 penulis diterima di Institut
Perta-nian Bogor sebagai mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama
(TPB) malalui Proyek Perintis I. Kemudian pada tahun
1985 penulis diterima di Jurusan Gizi Masyarakat dan
Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah
SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahNya kepada
penulis untuk menyelesaikan karya ilmiah ini.
Dengan segala kerendahan hati penulis menghaturkan
terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada Bapak
Ir. Djiteng Roedjito, D.Ntr dan Ibu Ir. Diah Krisnatuti
Pranadji, MS sebagai dosen pembimbing yang telah banyak
membantu sejak awal penelitian sampai tersusunnya karya
ilmiah ini. Tak lupa penulis juga menyampaikan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Ir. Hartoyo
se-bagai dosen penguji yang telah memberikan kritik dan
sa-ran untuk penyempurnaan karya ilmiah ini.
ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada
Bapak Ir. Said Rusli dari Jurusan So sial Ekonomi,
Fakul-tas Pertanian, Institut Pertanian Bogor dan kepada Bapak
Kepala Biro Pusat Statistik beserta jajarannya serta
se-mua pihak yang telah membantu penulisan karya ilmiah ini.
Penulis berharap semoga apa yang tertuang dalam
tu-lisan ini dapat bermantaat bagi yang membacanya.
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
PENDAHULUAN
DAFrAR lSI
.
.
. .
.
. .
.
. .
. .
.
.
. . . .
. .
. . .
.
. . .
. .
.
. . .
.
. . .
.
. . .
.
. . .
.
.
. .
.
.
.
. . .
. .
.
.
.
. . . .
.
.
. .
. .
.
.
.
.
.
.
.
. .
.
.
. .
.
.
Latar Belakang. . .
.
. . . .
.
.
. . .
. .
.
.
Tujuan Penelitian • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • •
Kegunaan Penelitian
.
. . .
.
.
.
. .
.
.
.
. . .
TINJAUAN PUSTAKA
. . .
.
. .
.
. . . .
.
.
. .
.
. .
. .
.
. . .
.
Halaman
vii
ix
1
1
4
4
5
Faktor-Faktor Pembentuk Kualitas Hidup ••
5
Indikator Kualitas Hidup
. . .
.
.
.
.
. . .
.
8Teori Perumusan Indikator Kualitas Hidup. 10
KERANGKA DASAR PENELITIAN
. . .
.
. . . .
.
. . .
.
.
.
.
.
.
.
Kerangka Pemikiran
.
. . .
.
.
.
.
.
.
. .
.
.
.
.
.
. . . .
Hipotesis
. . .
.
. . .
.
.
.
. . .
.
.
.
.
.
. . .
Batasan Istilah • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • •
METODOLOGI PENELITIAN
. . .
.
.
. .
. . . .
.
.
. . .
.
Waktu dan Tempat Penelitian • • • • • • • • • • • •
14
14
17
18
21
21
Jenis dan Cara Pengumpulan Data •••••••• 21
Analisis Data
.
.
. . . .
.
.
.
.
. . .
. . .
.
.
.
. .
.
.
.
. .
HASIL DAN PEMBAHASAN
. . .
.
.
.
. .
.
.
.
.
.
.
. .
.
.
.
. . .
Profil Penduduk Indonesia Tahun 1985 • • •
Hubungan Variabel Hasil Pembangunan dan
24
26
26
Kualitas Hidup Penduduk Indonesia..
33
Pendapatan dan Kualitas Hidup •••••
33
Pendidikan dan Kualitas Hidup •••••
35
Kes'ehatan Lingkungan dan Kualitas
Hi-.
.
.
. .
.
. . .
.
. . .
dupKonsUDIsi Kalori, Hidup
Protein dan Kualitas
. . .
.
. . .
.
. .
.
.
.
. .
.
. . .
Indikator Kualitas Hidup PendudukIndone-sia
. .
.
.
.
.
. . .
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
. .
.
.
.
. . .
Kondisi Kualitas
Tahun 1985 Hidup Penduduk Indonesia
. . . .
.
. . .
.
.
.
. .
. .
.
.
.
.
.
.
SIMPULAN DAN SARAN
.
.
. .
. . .
.
. . .
Simpulan
. . .
.
. .
.
. .
. .
.
.
. . .
. .
. . .
.
.
.
.
Saran
. .
. .
.
.
. .
.
.
. . .
.
.
.
. . . .
.
. .
.
. . .
DAFTAR PUSTAKA
. . .
.
. . .
.
.
.
.
. . .
.
. . . .
. .
. . .
. .
LAMPIRAN
. . .
.
.
. .
. . .
.
.
.
. .
.
.
.
.
. . .
.
Halsman
41
45
55
66
66
67
69
DAFrAR TABEL
Nomor Halaman
Teks
1. Tiga Provinsi dengan Luas Wilayah
Terbe-sar dan Terkecil •••••••••••••••••• 26
2. Tiga Provinsi dengan Jumlah Penduduk
Ter-banyak dan Terkecil •••••••••••••••
27
3.
Tiga Provinsi dengan Kepadatan PendudukTerbanyak dan Terkecil •••••••••••• 28
4. Tiga Provinsi dengan Jumlah Rumah Tangga
Terbanyak dan Terkecil ••••••••••••
29
5.
Tiga Provinsi dengan Laju PertumbuhanPenduduk Tertinggi dan Terendah 31
6. Tiga Provinsi dengan Nisbah Beban
Tang-gungan Tertinggi dan Terendah ••••• 32
7.
Tiga Provinsi dengan Kondisi KualitasHi-dup Penduduk Tertinggi.dan Terendah
56
Lampiran
1. Luas Wilayah Indonesia per Provinsi
...
72
2. Jumlah Penduduk Indonesia Tahun 1985 per
Provinsi ••••••••••••••••••••••••••
73
3.
Kepadatan Penduduk Indonesia Tahun 1985per Provinsi •••••••••••••••..•..•. 74
4. Jumlah Rumah Tangga Indonesia Tahun 1985
per Provinsi ••••••••••••••••••••••
75
5.
Laju Pertumbuhan Penduduk Indonesia Tahun1980 - 1985 per Provinsi •••••••••• 76
6. Nisbah Beban Tanggungan Penduduk
Indone-sia Tahun 1985 per Provinsi •••••••
77
7.
Variabel HasH Pembangunan..
..
..
..
..
..
..
.. ..
..
..
..
..
78
8. Persentase Kondisi Hasil Pembangunan
Nomor Halaman
9.
Indeks Kondisi Hasil Pembangunan iョ、ッョ・セN@sia Tahun 1985 per Provinsi ••••••• 80 10. Kondisi Kualitas Hidup Penduduk
Indone-sia Tahun 1985 per Provinsi ••••••• 81 11. Indeks Kondisi Kualitas Hidup Penduduk
Indonesia Tahun 1985 per Provinsi.. 82 12. Jumlah Klinik KB di Indonesia Tahun 1985/
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Bagan Kerangka Pemikiran
.
.
.
.
. .
.
.
. . .
.
. .
152. Piramida Penduduk Indonesia Tahun 1985 30
3.
Histogram Nilai Korelasi Indeks Penda-patan terhadap Indeks AMH, ASG,AHH, AFT dan AMT ••••••••....•.••. 34
4. Histogram Nilai Korelasi Indeks Pendi-dikan terhadap Indeks AMH, ASG,
AHH, AFT dan AMT ••••••••.••••.•.• 36
5.
Histogram Nilai Korelasi Indeks Sosial Budaya terhadap Indeks AMH, ASG,AHH, Apr dan .Af\1T • • • • • • • • • • • • • • • • • 38
6. Nilai Koefisien Korelasi Keeratan Hu-bungan antara Pendapatan,
Pendi-dikan, AMH dan Sosial Budaya ••••• 40
7.
Histogram Nilai Korelasi Indeks Kese-hatan Lingkungan terhadap IndeksAMH, ASG, AHH, AFT dan AMT ••••••• 42 8. Nilai Koefisien Korelasi Keeratan
Hu-bungan antara Pendapatan, Pendi-dikan, AMH, So sial Budaya dan
Kese-hatan Lingkungan •••.••.•••••.••.• 43
9.
Histogram Nilai Korelasi Indeks Tingkat Konsumsi terhadap Indeks AMH, ASG,AHH, AFT dan AMT ••••••••••••••••• 46
10. Histogram Nilai Korelasi Tingkat Konsum-si Tahun 1984 terhadap Tingkat KEP
Tahun 1986 ••••••.•••••••••••••••• 48
11. Histogram Nilai Korelasi Indeks Hasil Pembangunan terhadap Indeks AMH,
ASG, AliH, AFT dan AMT ••••••••••••
51
12. Histogram Nilai Korelasi Indeks IKH ter-hadap Indeks Variabel Hasil
Latar Belakang
Pada umumnya masalah kependudukan dikaitkan dengan aspek kuantitas (jumlah) manusianya saja. Sehingga program kependudukan banyak diarahkan untuk upaya penu-runan laju pertumbuhan penduduk, seperti penupenu-runan rer-tilitas melalui program Keluarga Berencana, penurunan angka kematian dan lain-lain. Sedangkan aspek kualitas manusia belum banyak diketahui di Indonesia. Kepusta-kaan ilmiah yang langsung membahas masalah ini masih ja-rang baik di dalam maupun di luar negeri. Sejauh ini masalah kualitas baru dibahas secara umum dan normatir saja, walaupun Perserikatan Bangsa- -Bangsa (PBB) dalam publikasinya yang terakhir selalu menggunakan istilah
"population quality", namun belum ada penjabaran dalam bentuk operasional secara luas dan jelas (KLH, 1986).
2
sangat tergantung pada kualitas tenaga kerjanya (Hidayat, 1982). Kualitas manusia semakin penting di saat pereko-nomian kurang menguntungkan, karena pertambahan
investa-si barang dan modal sulit dilaksanakan. Orang mulai beralih pada masukan lain yang berupa tenaga manusia,
sehingga dirasakan perlu mengkaji sumberdaya manusia yang dimiliki (Tjiptoheriyanto, 1983). Ahli ekonomi terkenal Theodore Schultz dalam Soekirman (1987) juga mengatakan bahwa faktor penentu untuk meningkatkan pro-duksi petani miskin, terutama terletak pada perbaikan kualitas petaninya yang merupakan "human capital".
Sumberdaya manusia memegang peranan strategis dalam pembangunan seperti terbukti dalam perkembangan negara Swiss, Israel, Jepang dan Singapura. Negara-negara ini tidak banyak memiliki sumberdaya alam untuk dijadikan modal dasar pembangunan, sehingga banyak keperluan seha-ri-hari harus diimpor dari luar negeri. Namunkemajuan
ekonomi negara-negara ini pesat sekali, terutama dimung-kinkan oleh kualitas sumberdaya manusianya yang tinggi
(KLH, 1988).
gak berdiri di tengah-tengah bangsa lain dan tumt me-nentukan peri kehidupan dunia (Gani, 1984).
Walaupun dalam Garis Garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1983 sudah disinggung masalah kualitas manusia, namun belum banyak dibahas atau ditelaah secara luas. Padahal sangat banyak yang perlu dipikirkan, diteliti dan dilakukan dalam bidang ini, untuk mempersiapkan ma-syarakat dan manusia Indonesia agar siap tinggal landas
(Kleden, 1984). Seperti yang diungkapkan Mohamad (1988) bahwa indikator kualitas manusia harus ada, karena de-ngan indikator terse but dapat diketahui sejauhmana manu-sia yang dicita-citakan GBHN tercapai atau berapa jauh lagi yang hams dikejar. Tetapi yang menjadi kesulitan adalah bagaimana hams menentukan indikator dan bagaima-na pula cara mengukurnya? Hal ini tentu bukan hal yang mudah, karena besarnya kenisbian setiap tolok ukur indi-kator yang akan ditentukan.
permasalahan tersebut di atas, maka penulis tertarik un-tuk mengadakan penelitian tentang kualitas manusia, khu-susnya untuk melihat bentuk rumusan indikator kualitas hidup penduduk Indonesia.
Tujuan Penelitian
Tujuan umum penelitian adalah menelaah kembali cara perumusan indikator kualitas hidup penduduk Indonesia. Sedangkan tujuan khusus, melihat kaitan aspek hasil pem-bangunan terhadap kualitas hidup penduduk di wilayah yang bersangkutan. Aspek hasil pembangunan, antara lain meliputi variabel pendapatan, pendidikan, sosial budaya, kesehatan lingkungan dan konsumsi kalori, protein terha-dap kualitas hidup penduduk yang diukur dari: Angka
Me-lek Huru! (AMH), Angka Status Gizi-baik (ASG), Angka Ha-rapan Hidup (ARR), Angka Fertilitas (AFT) dan Angka Mor-talitas (AMT).
Kegunaan Penelitian
f。ォエッセMf。ォエッイ@ Pembentuk Kualitas Hidup
Pembangunan nasional ditujukan untuk meningkatkan
taraf hidup, kecerdasan dan kesejahteraan seluruh
rak-yat. Disamping itu pembangunan nasional juga diharapkan
dapat meletakkan dasar yang kokoh untuk meningkatkan
kualitas hidup bangsa secara berkesinambungan dari
gene-rasi ke genegene-rasi (BPS, 1988a). Jumlah penduduk yang
be-sar merupakan modal pembangunan. Pembangunan akan
ber-hasil bila melihat penduduk tidak saja sebagai modal,
tetapi juga sebagai komponen pembangunan. Disisi lain
manusia adalah konsumen pembangunan, karena pembangunan
tersebut bertujuan meningkatkan kesejahteraan manusia
itu sendiri. Oleh karena itu agar jumlah penduduk yang
besar dapat menjadi modal pembangunan, maka kualitas
penduduk perlu ditingkatkan (KLH, 1988). Bila penduduk
dilihat sebagai obyek dan kriteria kualitas seperti yang
diinginkan GBHN sebagai hasil yang dicapai setelah obyek
tadi "diolah", maka perlu dipikirkan suatu masukan yang
dibutuhkan untuk "mengolah" penduduk agar menjadi
ber-kualitas.(Mohamad, 1988). Kualitas fisik dan non fisik
serta keluarannya memerlukan suatu masukan yang
mencu-kupi agar dapat tumbuh dan berkembang dengan baik.
Diantaranya masukan gizi, pendidikan dan lingkungan yang
meliputi fisik, sosial, biologis. Gizi adalah masukan
6
Bahan makanan yang cukup tersedia dalam jumlah dan mutu, perbaikan rumah, peningkatan pelayanan kesehatan dan tingkat pendidikan, merupakan faktor yang banyak mempengaruhi usia harapan hidup (Winarno, 1988). Gizi yang cukup, baik kualitas maupun kuantitas diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan, baik fisik maupun mental (Gani, 1984). Perkembangan mental, terutama se-masa kanak-Kanak sangat dipengaruhi oleh konsumsi zat gizi, sebab kurang gizi akan mengakibatkan kemampuan in-telektualnya terhambat. Bahkan kalau kurang gizi ini sampai mengganggu pertumbuhan otak, terjadilah kelainan yang menetap, yaitu kemampuan bereaksi at au memberi res-pon yang kurang cepat terhadap stimulus atau informasi dari luar dan pertumbuhan fisik menjadi terhambat. Ku-rang gizi juga mempunyai andil terhadap angka kematian yang tinggi di kalangan penduduk dewasa, karena daya ta-han tubuh rendah sehingga bila terserang penyakit bera-kibat fatal, disamping itu produktivitas juga menurun dengan kondisi tubuh yang kurang gizi (Gani, 1985).
Masalah gangguan pertumbuhan sering merupakan aki_ bat dari masalah kesehatan dan gizi yang ada. Sekalipun faktor keturunan berpengaruh terhadap ukuran tubuh, na-mun tidak tercapainya tingkat pertumbuhan yang optimal
kanak-kanak atau pada masa pertumbuhan (Kar,yadi, Abunain
dan Muhilal,"1988). Kurang Energi Protein (KEF) berat
pada usia dini, akan mengakibatkan kualitas manusia yang
lemah, kemampuan belajar serta kemampuan koqnitif dan
"Intellegence Quotient" yang rendah (Kar,yadi, 1985).
Masukan bagi kualitas fisik menentukan bobot fisik,
dan keduanya mempengaruhi pula ketahan fisiko Kualitas
fisik selanjutnya menentukan pula kualitas non fisik
yang meliputi akal, rasa maupun budi. Contoh yang
pa-ling jelas adalah hubungan gizi (masukan bagi kualitss
fisik) terhadap kecerdasan (kualitas non fisik). Anak
yang kurang gizi akan mengalami gangguan menghadapi
per-kembangan ilmu dan teknologi serta tantangan lingkungan,
karena kemampuan intelektualnya terbatas. Apabila
tan-tangan dan rangsangan lingkungan tidak terkendalikan
oleh rasa dan emosi dan tidak dapat dicarikan jalan
ke-luarnya oleh akal yang terbatas, maka dikhawatirkan
per-soalan tersebut dipecahkan melalui jalan pintas,
misal-nya dengan perbuatan yang sifatmisal-nya negatif. Hal ini
me-nunjukkan bahwa kualitas manusia dapat dilihat dari
ke-luarannya ("output"). Jadi, kualitas fisik dan non
fi-sik yang cukup baik akan menghasilkan perilaku hidup
yang mandiri, produktif dan berkesetiakawanan sosial
8
Bayi yang sehat adalah modal dasar yang kuat untuk
menjadikan ma-nusia yang berkuali tas (Anonymous, 1986).
Oleh karena itu, anak hari ini adalah cermin masa depan
bangsa. Keberhasilan dalam mendidik dan membina anak
secara baik akan melahirkan bangsa yang baik dan ウ・ェ。ィセL@
tera di kemudian hari. Untuk mewujudkan cita-cita
ter-sebut banyak cara yang harus dilakukan. salah satu
dian-taranya adalah menangani masalah gizi. Gizi adalah
sa-ngat penting dan berpengaruh terhadap kehidupan
manu-sia, terutama pada anak-anak khususnya anak balita.
Keadaan kurang gizi pada seorang anak, selain akan
mengakibatkan tingkat kecerdasan menurun, juga
menyebab-kan pertumbuhan badan lambat, dayakerja (kreativitas)
menurun dan perkembangan mental terganggu. Gizi kurang
juga merupakan penyebab utama kematian anak (BPS, 1986b ).
Indikator Kualitas Hidup
Berbeda dengan Garis Garis Besar Haluan Negara
(GBHN) sebelumnya, dalam GBHN tahun 1988 agak jelas
mem-beri rincian kualitas manusia Indonesia yang dikehendaki,
agar dapat menjadi modal d8sar pembangunan nasional.
Kriteria manusia yang dikehendaki oleh GBHN 1988 adalah:
berbudi luhur, tangguh, cerdas, terampil, mandiri,
memi-liki rasa kesetiakawanan, bekerja keras, produktif,
krea-tif, inovakrea-tif, berdisiplin serta berorientasi ke masa
bahan baku dan pengolahan yang baik, diharapkan dapat dicapai hasil-yang baik pula. Indikator kualitas hidup yang baik dan sesuai dengan cita-cita GBHN tidak mudah dirumuskan, karena yang dihadapi adalah manusia yang hi-dup, tumbuh dan mempunyai otak untuk ber£ikir serta mem-punyai kemampuan memproses "input" dengan cara dan hasil yang berbeda-beda (Mohamad, 1988).
Salah satu aspek yang cukup penting dalam membica-rakan kualitas manusia adalah masalah indikator kualitas hidup manusia itu sendiri. Dengan indikator kita dapat menilai masalah yang ada sekarang, sehubungan dengan kualitas hidup manusia itu. Dengan indikator pula dapat dirumuskan kriteria manusia berkualitas yang diinginkan di masa yang akan datang, sehingga berbagai macam upaya dapat dilakukan untuk mencapainya (Gani, 1984).
Indikator kualitas £isik penduduk merupakan alat bantu オョエオォセ・ョァ・エ。ィオゥ@ tingkat perkembangan kualitas
10 sesuatu hal yang dikaitkan dengan indikator tersebut. Atau dapat juga diartikan secara operasional, yaitu yang member! penjelasan bagaimana indikator tersebut diukur.
Titik tolak sistematika konsepsional kualitas manu-sia adalah dengan asumsi bahwa kualitas manumanu-sia dapat dilihat dari keadaannya yang bersifat fisik dan non fi-sik serta "output" dari kedua kualitas tersebut. Kuali-tas fisik ウ・ッイ。ョァセ。ョオウゥ。@ dapat dilihat dari ukuran atau bobot badan (misalnya tinggi badan dan berat badan), te-naga serta dayatahan dari serangan penyakit. Kualitas non fisik dapat dilihat dari kreativitas, produktivitas, disiplin serta kemandirian (Gani, 1984).
Teori Perumusan Bentuk Indikator Kualitas Hidup Untuk mengukur kemajuan atau perkembangan suatu wi-layah sebagai dampak hasil pembangunan, dapat digunakan berbagai indikator. Selama 40 tahun terakhir ini, indi-kator yang paling sering digunakan oleh para ekonom dan
perencana pembangunan adalah GNP ("Gross National Pro-duct"), yang ternyata tidak mewakili kenyataan sebenar-nya. Hal ini terbukti dari banyak kasus, dimana tingkat GNP per kapita tinggi, ternyata tingkat kemiskinan juga
,
tinggi di negara yang bersangkutan (Wiradi, 1988). Morris dan Alpin dalam.bukunya pada tahun 1982, mengajukan suatu bentuk "Physical Quality of Life Index"
memberi gambaran sesuatu yang sudah dicapai dalam pemba-ngunan dan pemerataan pembapemba-ngunan. Ada tiga unsur yang tercakup dalam indeks ukuran tersebut yakni: angka ke-matian bayi, angka harapan hidup dan angka melek hurut. Mengingat angka melek hurut bukanlah ukuran "tisik hidup" maka di Indonesia PQLI diterjemahkan menjadi Indeks Mutu Eidup (IME) (Sayogyo, Pardoko, Soeharso, Tan, Rusli dan Mamas, 1983).
Indeks mutu hidup yang dibentuk oleh tiga unsur di atas, berada dalam ukuran skala 0 sampai 100. Dimana setiap unsur diberi bobot sama. Tiap unsur itu juga di-buat atas skala 0 - 100, dimana titik nol (0) adalah
tingkat "terburuk" dan titik 100 adalah tingkat "terbaik". Sedangkan cara memberi indeks adalah sebagai berikut:
misalnya angka kematian bayi terburuk adalah sebanyak 229 orang dan terbaik adalah sebesar 7 orang per 1000 kelahiran hidup, maka indeks kematian bayi adalah seba-gai berikut: 229 AKB, dimana nilai 2,22 adalah
ha-2,22
sil perhitungan (229 7)/100 dan AKB merupakan angka kematian bayi pada saat tahun perhitungan. Untuk angka harapan hidup (ARR) adalah sebagai berikut, misalnya AHH terendah dalam populasi masyarakat yang bersangkutan adalah 38 tahun dan tertinggi 77 tahun, maka indeks ha-rapan hidup adalah AHH 38 , dim ana angka 0,39 adalah
0,39
12
adalah angka persentase penduduk usia 15 tahun ke atas
yang dapat membaca dan menulis ィオイオセ@ latin (Sayogyo.
1985). Namun indikator inipun tidak luput dari kritikan
antara lain, karena tingkat melek ィオイオセ@ yang merupakan sepertiga dari indeks mutu hidup bukanlah hasil akhir
dari proses pembangunan (Wiradi, 1988).
Sementara kritikan tentang keberadaan unaur melek
ィオセ@ sebagai ukuran IMH diperdebatkan, pada tahun 1985
Sayogyo menganjurkan satu masukan unsur baru yaitu unsur
セ・イエゥャゥエ。。@ (kelahiran), sehingga IMH semula
diterjemah-kan menjadi "Indeks Mutu Hidup-Plus". Bersamaan dengan
lahirnya IMH-plus, KLH dalam publikasinya tahun 1986
me-nganjurkan cara pengukuran kualitas manusia sebagai
be-rikut, yakni kombinasi tinggi badan, berat badan,
kese-garan jasmanani, jumlah konsumsi makanan dan pola
kon-sumsi makanan dalam 48 jam terakhir.
Proaterman dan Riedinger dalam Wiradi (1988)
mengu-kur kemajuan atau perkembangan hasil pembangunan dengan
indikator BL'MI' ("Birth and Death Moderation Index") I
yai-tu suayai-tu indikator yang menyerupai IMH yang sudah ada
sebelumnya. Indikator ini terdiri atas unsur angka
ke-matian bayi, angka harapan hidup dan angka kelahiran per
1000 penduduk. Sedangkan KLH (1988) mengusulkan
indika-tor kualitas セゥウゥォ@ hidup, dengan menggunakan lima un sur
(2) indeks masa tubuh, (3) kadar haemoglobin (Bb) darah,
(4) test kesegaran jasmani dan
(5)
konsumsi kalori danprotein (zat gizi). Tetapi diakuinya, bahwa empat dari
lima unsur tersebut sulit sekali untuk dilakukan di
In-donesia pada saat ini, karena berkaiatan erat dengan ォ・セ@
tersediaan dana, perala tan dan tenaga ahli. Oleh karena
itu, unsur yang lebih memungkinkan untuk dipakai adalah
KERANGKA DASAR PENELITIAN
Kerangka Pemikiran
Hasil pembangunan mempunyai hubungan yang timbal
balik dengan kualitas hidup penduduk. Artinya, dengan
hasil pembangunan yang tinggi maka akan tercipta
pendu-duryang berkualitas tinggi pula dan sebaliknya, dengan
penduduk yang berkualitas tinggi maka akan dicapai hasil
pembangunan yang tinggi pula.
Hasil pembangunan sangat luas dan beragam, oleh
ka-rena itu untuk menyederhanakan permasalahan, dari 28
un-sur hasil pembangunan (Lampiran
7)
digolongkan menjadilima variabel hasil pembangunan yakni: pendapatan,
pen-didikan, sosial budaya, kesehatan lingkungan dan
konsum-si.
Pengukuran kualitas hidup penduduk yang digunakan
selama ini, terdiri dari unsur Angka Melek Huruf (AMH).
Angka Harapan Hidup (ARR), Angka Fertilitas (AFT) dan
Angka Mortalitas (AMT) dengan berbagai macam variasi
kombinasi. Bila empat unsur tersebut dilihat dari segi
ilmu gizi, akan terasa ada aspek yang kurang
diperhati-kan. Apabila AFT, AMT dapat ditekan dan AHH dapat
di-naikan tetapi keadaan gizi penduduk buruk, maka
indika-tor atau pengukuran tersebutakanokurang mencerminkan
kriteria manusia berkualitas yang diinginkan GBHN. Oleh
I
Hasil Pembangunan Kualitas Hidup
I I
,
I
INDEKS KUALITAS HIDUPI
III
1
-
-
-
--
-
-
-
- - -
--
セ@ -.,..-
--.-: Kriteria Manusia Berkualitas
I Menurut GBHN
I
I I
I
I I I
_________ __ -I
[image:29.528.46.479.60.651.2]I 1 _ _ _ _ _
16
penelitian ini dimasukan unsur Angka Status Gizi-baik (ASG). Apakah ASG beralasan untuk diterima sebagai in-dikator dan apakah empat unsur yang sudah ada masih te-pat digunakan, maka lima unsur tersebut dikontrol dengan melihat sejauh mana keeratan korelasinya terhadap hasil pembangunan. Bila unsur-unsur tersebut di atas dapat
dan masih dapat diterima sebagai indikator, maka untuk unsur yang korelasinya terhadap hasil pembangunan lebih tinggi, akan memberikan persentase sumbangan terhadap Indeks Kualitas Hidup (IKH) yang tinggi pula. Dengan demikian, rumusan IKH tersebut diharapkan menjadi indi-kator kualitas hidup penduduk yang lebih mencerminkan 12 kriteria manusia berkualitas yang dicita-citakan GBHN
(Garis-Garis Besar Haluan Negara).
Keterangan bagan kerangka pemikiran (Gambar 1): I. Variabel Hasil Pembangunan
II.
PDT. Pendapatan PDD. Pendidikan SOS. So sial Budaya
KSL. Kesehatan Lingkungan KON. Konsumsi kalori, protein
Unsur Indikator Kualitas Hidup AMH. Angka Melek Huruf
ASG. Angka Status Gizi-baik
aセN@ Angka Harapan Hidup
aセN@ Angka Fertilitas
AMT. Angka Mortalitas
III. Kriteria Manusia Berkualitas menurut GBHN
1. Tangguh 7. Berbudi luhur
2. Cerdas 8. Berdisiplin
,3. Terampil
9.
Berorientasi ke masa depan 4. Mandiri 10. Bekerja keras5.
Inovatif 11. Produktif6. Kreatif 12. Memiliki rasa berkesetiaka-wanan.
--- Variabel yang tidak dianalisis
Variabel yang dianalisis
Hipotesis
(1) pendapatan semakin tinggi maka kualitas hidup
semakin tinggi atau sebaliknya.
(2) Pendidikan semakin tinggi maka kualitas hidup
semakin tinggi atau sebaliknya.
(,3) 80sial budaya semakin tinggi maka kualitas
hi-dup semakin tinggi atau sebaliknya.
(4) Kesehatan lingkungan semakin tinggi maka ォオ。セ@
litas hidup semakin tinggi atau sebaliknya.
(5) Tingkat konsumsi semakin tinggi maka kualitas hidup semakin tinggi atau sebaliknya.
(6) Hasil pembangunan yang semakin tinggi maka
kualitas hidup penduduk semakin tinggi atau
18 Batasan Istilah
Indikator 。、セャ。ィ@ suatu alat yang dapat dipakai sebagai petunjuk yang dapat mencerminkan suatu keadaan ter-tentu.
Hasil Pembangunan adalah indeks rata-rata hasil pemba-ngunan yang meliputi variabel: pendapatan, kese-hatan lingkungan, so sial budaya, pendidikan, ting-kat konsumsi kalori dan protein (Lampiran
9).
Pendapatan yang dimaksud adalah indeks rata-rata persen-tase Rumah Tangga CRT) yang memiliki radio kaset, pesawat televisi, RT dengan pengeluaran per bulan lebih dari kebutuhan セゥウゥォ@ minimum.
tangki septik, tempat buang air besar adalah kakus bersama; air untuk minum adalah air sungai, air un-tuk minum adalah air ledeng.
Sosial Budaya yang dimaksud adalah indeks rata-rata per-sentase penduduk usia 10 tahun keatas yang mende-ngarkan siaran radio, menonton siaran televisi, membaca koran/surat kabar dan RT yang sumber pene-rangannya adalah listrik.
Pendidikan yang dimaksud adalah indeks rata-rata persen-tase penduduk usia 10 tahun keatas yang tidak seko-lah, tidak tamat Sekolah Dasar (SD), penduduk ber-pendidikan diatas Sekolah Menengah Tingkat Atas. Konsumsi yang dimaksud adalah indeks rata-rata tingkat
konsumsi kalori dan protein. Berdasar angka kecu-kupan yang dianjurkan untuk setiap provinsi dari Widyakar,ya Pangan dan Gizi (1988).
Kualitas Hidup Fenduduk yang dimaksud diukur dari kea-daan Angka Melek Huruf (AMH), Angka status Gizi-baik (ASG), Angka Harapan Hidup (AHH), Angka Ferti-litas (AFT), Angka MortaFerti-litas (AMT).
20
Angka status Gizi-baik (ASG) adalah besar persentase anak berumur dibawah lima tahun (balita) yang セ・イᆳ
status gizi baik di wilayah yang bersangkutan.
sエセエオウ@ gizi diukur berdasarkan berat badan per umur yang kemudian dikelompokan menjadi empat kriteria
status gizi, ケ。ゥエオZセXP@ persen dari standard.Harvard (gizi baik), 70 - 79,99 persen dari standard Harvard (gizi sedang), 60 - 69,99 persen dari standard
Harvard (gizi kurang) dan kurang dari 60 persen da-ri standard Harvard (gizi buruk).
Angka Harapan Hidup (AHH) adalah perkiraan angka harapan hidup orang setelah lahir.
Angka Fertilitas (AFT) adalah rata-rata jumlah anak yang dilahirkan oleh seorang wanita dalam masa reproduk-sinya.
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dimulai bulan September sampai dengan
bulan Oktober 1988. Wilayah yang dianalisis dalam
pene-litian meliputi seluruh provinsi yang ada di Indonesia.
yakni sebanyak 27 provinsi.
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
Data yang diolah meliputi lima variabel yang
terdi-ri daterdi-ri 28 unsur hasil pembangunan. seperti yang
terli-hat pada Lampiran
7
dan data Angka Melek Huru£ (AMH),Angka Status Gizi-baik (ASG). Angka Harapan Hidup (ARR).
Angka Fertilitas (AFT) dan Angka Mortalitas (AMT)
(Lam-piran 10).
Pada penelitian ini data sekunder yang dipakai
berasal dari buku kumpulan data: Statistik Sosial
Buda-ya QYXセN@ Statistik Lingkungan Hidup Indonesia 1987,
Pro-£il Statistik Ibu dan Anak di Indonesia 1985, Indikavor
Kesejahteraan Rakyat QYXセN@ Indikator Kesejahteraan
Rak-yat 1987. Perkiraan Angka Kelahiran dan Kematian 1985.
Statistik Indonesia 1987. Kebutuhan Fisik Minimum
1979-1987. status Gizi Anak Balita 1985/1986 •. Statistik
Ling-kungan Hidup dan Perumahannya 1986. dari Biro Pusat
22 Pada dasarnya data yang diolah tersebut di atas adalah keadaan tahun 1985. Mengingat ketersediaan data yang terbatas untuk data-data tertentu digunakan pende-katan sebagai berikut: jumlah penduduk yang mendengar-kan radio, penduduk yang membaca koran/surat kabar, pen-duduk yang mengikuti acara siaran televisi adalah data tahun 1984. Jumlah RT (Rumah Tangga) dengan keadaan air parit tergenang, keadaan air parit mengalir lancar ada-lah data tahun 1986. Konsumsi kalori dan protein adaada-lah data tahun 1984. ASG adalah data tahun 1985/1986 dan AHH, AFT, AMT adalah data tahun 1980 - 1985.
Analisis data yang digunakan adalah uji korelasi Spearman. Korelasi Spearman dihitung dengan cara membe-ri ranking (pemembe-ringkat). Pada dasarnya perkembangan pe-ringkat data dari tahun ke tahun setiap provinsi tidak banyak berubah. Dengan demikian bias akibat pengambilan data lebih awal (1984) dan lebih akhir (1986) dapat dia-baikan.
sedangkan buku kumpulan data "Kebutuhan Fisik Minimum" hanya terbatas untuk besar keluarga maksimal lima orang, maka keadaan ini didekati dengan jumlah anggota keluarga lima orang.
Data konsumsi yang dianalisis adalah data konsumsi dari BPS yang di "mark up" oleh Widyakarya Nasional Pa-ngan dan Gizi tahun 1988. Dan besar kecukupan konsumsi yang dianjurkan untuk setiap wilayah, juga berdasarkan angka kecukupan yang dianjurkan Widyakarya Nasional Pa-ngan dan Gizi tahun 1988.
Pada dasarnya data yang disajikan BPS dalam satuan jumlah, sedangkan jumlah penduduk dan rumah tangga se-tiap provinsi berbeda-beda. Oleh karena itu, untuk ュ・セ@
nyeragamkan satuan hasil pembangunan dihitung dalam sa-tuan persen, dengan cara membandingkan terhadap jumlah total penduduk bagi variabel/unsur yang bersangkutan un-tuk persentase penduduk dan jumlah total RT unun-tuk ー・イセ@
sentase RT pada setiap provinsi yang bersangkutan.
Data Angka Mortalitas (AMT) yang tersedia dibedakan antara laki-laki dan wanita, oleh karena itu untuk meli-hat rata-rata AMT setiap provinsi tanpa membedakan usia dihitung dengan cara:
AMTrata-rata =
1,05 AMTpria + AMTwanita
2,05
24
Analisis Data
Untuk me'lihat ada tidaJmya hubungan antara aspek variabel hasil pembangunan yang meliputi pendapatan, pendidikan, so sial budaya, kesehatan lingkungan dan tingkat konsumsi terhadap unsur AMH, ASG, AHH, AFT dan AMT digunakan Uji Korelasi Spearman (Gibbons, 1975) de-ngan rumus sebagai berikut:
= 1
n (n
2 -
1)Dimana:
rs c koei'isien korelasi Spearman
Di
=
Ui ViUi = pangkat nilai-nilai x
Vi
=
pangkat nilai-nilai yn
=
jumlah pasangan pengamatan x dan y adalah pasangan pengamatanUntuk mengetahui bahwa dua variabel yang diteliti (pa-sangan pengamatan yang diteliti) dengan nilai jenjang independen, tidak ada hubungan antara jenjang variabel yang satu dengan jenjang variabel yang lain digunakan hipotesa:
.
.
t
o
o
Kriteria pengambilan keputusan:
HO di terima bila r s
セ@
rs (ol)Indeks dicari dengan cara memberi skala 0 - 100, terhadap variabel yang bersangkutan dengan rumus:
Nilai (tertinggi - X)
Nilai (tertinggi - terendah)/100
untuk variabel yang menunjukkan bahwa nilai yang semakin tinggi merupakan cermin hasil pembangunan yang semakin buruk, misalnya persentase rumah tangga dengan sumber air minum adalah air sungai.
Nilai (X terendah)
Nilai (tertinggi - terendah)/100
BASIL DAN PEMBAHASAN
Profil Penduduk Indonesia Tahun 1985
Indonesia terbagi atas 27 provinsi yang tersebar
dalam wilayah seluas 1 919 443 km2• Tiga provinsi yang
luas wilayahnya terbesar berturut-turut adalah Irian
Ja-ya, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah dan tiga
provin-si yang luas wilayahnya terkecil berturut-turut adalah
Jakarta, Yogyakarta, Bali (Tabel 1) sedangkan luas
wila-yah di 27 provinsi dapat dilihat pada Lampiran 1.
No
1.
2.
3.
Tabel 1. Tiga Provinsi dengan Luas Wilayah Terbesar dan Terkecil
Luas Terbesar Luas Terkecil
Irja (421 981 km2 ) Jakarta (590 km2 )
Kaltim (202 440 km2 ) Yogyakarta (3 169 km2)
Kalteng (152 600 km2 ) Bali (5 561 km2 )
Wilayah Indonesia tersebut didiami oleh jumlah
pen-duduk 164 049 988 jiwa, 49,77 persen di antaranya
laki-laki dan 50,23 persen wanita. Penyebaran jumlah
pendu-duk terbanyak di tiga provinsi berturut-turut adalah
Ja-wa Timur, JaJa-wa Barat, JaJa-wa Tengah sedangkan jumlah
pen-dudlllt terkecil berturut-turut adalah Timor Timur,
Kali-mantan Tengah, Sulawesi Tenggara (Tabel 2) dan jumlah
[image:40.525.40.466.100.553.2]Tabel2. Tiga' Provinsi dengan·Jumlah Penduduk Terbanyak dan Terkecil
No Jumlah Penduduk Terbanyak Jumlah Penduduk Terkecil
1. Jatim (31 261 591 jiwa) Timtim (630 676 jiwa)
2. Jabar (30 830 365 jiwa) Kalteng (1 117 881 jiwa)
3. Jateng (26 945 028 jiwa) Sultra (1 119 726 jiwa)
Berdasarkan perbandingan luas wilayah dan jumlah
penduduk di atas, maka diketahui kepadatan penduduk
In-donesia sebesar 85 jiwa' per kilometer persegi. Tiga
provinsi terpadat berturut-turut adalah Jakarta,
Yogya-karta, Jawa Tengah sedangkan kepadatan penduduk terendah
berturut-turut adalah Irian Jaya, Kalimantan Tengah dan
Kalimantan Timur, Kalimantan Barat (Tabel 3) sedangkan
kepadatan penduduk antar provinsi di Indonesia dapat
di-lihat pada Lampiran 3.
Terpusatnya kepadatan penduduk yang tinggi di Pulau
Jawa, khususnya Jakarta disebabkan karena Pulau Jawa
umumnya dan Jakarta khususnya merupakan wilayah yang
mempunyai berbagai sarana kehidupan dan terbukanya
la-pangan pekerjaan yang lebih bervariasi dibandingkan 、・セ@
ngan pulau/provinsi lainnya, seperti yang diungkapkan
lain (luar Pulau Jawa umumnya) semakin besar sedangkan lUas wilayah Jakarta, Yogyakarta dan Jawa Tengah atau Pulau Jawa umumnya termasuk kecil.
No
1.
2.
3.
Tabel 3. Tiga Provinsi dengan Kepadatan Pendu-duk Tertinggi dan Terendah
Kepadatan Penduduk Tertinggi
Jakarta (13 365 jiwa/km2) Yogyakarta (925 jiwa/km2) Jateng (788 jiwa/km2)
Kepadatan Penduduk Terendah
Irja (3 jiwa/km2) Kalteng 、。セ@ Kaltim
(7 jiwa/km ) 2
Kalbar (19 jiwa/km ),
28
Tingginya jumlah penduduk atau tingginya kepadatan penduduk di Pulau Jawa umumnya juga dicerminkan oleh
jumlah rumah tangga (RT). Adapun rincian tiga provinsi dengan jumlah rumah tangga terbanyak berturut-turut ada-lah Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah sedangkan jumada-lah rumah tangga terkecil berturut-turut adalah Timor Timur, Sumatra Selatan, Sulawesi Tengah (Tabel 4) dan jumlah rumah tangga di Indonesia adalah 35 889 411 buah. Jum-lah rumah tangga antar provinsi di Indonesia dapat dili-hat pada Lampiran 4.
[image:42.529.51.466.135.357.2]Tabel 4. Tiga Provinsi dengan Jumlah Rumah Tangga Terbanyak dan Terkecil
No Jumlah RT Terbanyak
1. Jabar (7 564 157 RT) 2. Jatim (7 344 726 RT) 3. Jateng
(5
391 283 RT)Jumlah RT Terkecil
Timtim (119 780 RT) Sumsel (190 628 RT) Sulteng (216 422 RT)
sebagian besar penduduk di wilayah yang bersangkutan be-rada dalam kelompok umur muda (umur relatif rendah)
(Lembaga Demografi, 1981). Sifat "expansive" piramida penduduk Indonesia, antara lain terlihat dari banyaknya
jumlah anak balita yaknisebanyak 21 550 364 jiwa atau sekitar 13,10 persen dari seluruh penduduk. Sedangkan bila dilihat dari jumlah penduduk usia di bawah sepuluh
tahun, persentase penduduk usia muda mencapai 26,60 per-sen (43 666 972 jiwa) dari jumlah penduduk Indonesia.
Laju pertumbuhan penduduk Indonesia 2,15 persen, . dengan rinoian tiga provinsi yang laju pertumbuhan
pen-duduknya tertinggi berturut-turut adalah Lampung, Kali-mantan Timur, Bengkulu. Sedangkan tiga provinsi yang
laju pertumbuhan penduduknya terendah berturut-turut adalah Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur (Tabel 5). Laju pertumbuhan penduduk antar provinsi di Indonesia
[image:43.529.55.469.65.249.2]Laki-Laki
Umur
T QセK@70-7Q
8,
I・セMVァ@ iMセNNL@
.... J::::=I'GO -M
gセ@ - 59e]Zセ@
I].,
1
Iセッ@ - fl4 ,
|
セセセセセセセセセセセセセ{GSPMST@
2et-29-20 - >.4
15 - Iii
1C,1 -14
5 -- 9
.0 - 4
I
1
10
5
o
o
5
Wanita
1 1
10
30
Juta Juta
Gambar 2. Piramida Penduduk Indonesia Tahun 1985
[image:44.522.37.474.68.327.2]Tabel
5.
Tiga Provinai dengan Laju Pertumbuhan Penduduk Tertinggi dan TerendahNo Laju Pertumbuhan Tertinggi
1. Lsmpung (5,01
%)
2. Kaltim (4,41
%)
3.
Bengkulu (4,19%)
Laju Pertumbuhan Terendah
Jateng (1,20
%)
Yogyakarta (1,26
%)
Jatim (1,38%)
Sebaliknya, laju pertumbuhan penduduk yang tinggi di Lampung, Kalimantan Timur, Bengkulu, khususnya di Lampung antara lain disebabkan karena tingginya tingkat
セ・イエゥャゥエ。ウ@ (kelahiran) sebagai dampak program transmigra-si. Menurut Oey (1981) dalam Swasono dan Singarimbun
(1986) bahwa meningkatnya tingkat pertumbuhan penduduk di Indonesia secara keseluruhan disebabkan karena ・セ・ォ@
program transmigrasi. Hal tersebut dibuktikan oleh ha-ail penelitiannya di Lampung, bahwa makin muda usia transmigran, makin tinggi セ・イエゥャゥエ。ウョケ。N@ Para trans-. migran yang bertransmigrasi sebelum usia 15 tahun
[image:45.528.57.488.61.258.2]32 mengungkapkan kekhawatirannya tentang perluasan program transmigrasi yang nampaknya membawa akibat pengulangan kembali dan perluasan masalah kependudukan dari Pulau Jawa ke daerah penerima transmigran.
Berdasarkan perbandingan jumlah penduduk usia tidak produktif (65 tahun ke atas + 14 tahun ke bawah)
terha-dap jumlah penduduk umur produktif ( 15 - 64 tahun) kali seratus, diketahui bahwa nisbah beban tanggungan pendu-duk Indonesia adalah 74,7. Adapun rincian tiga provinsi yang mempunyai nisbah beban tanggungan tertinggi bertu-rut-turut adalah Sulawesi Tenggara,Bengkulu, Sumatra Utara, sedangkan tiga provinsi dengan nisbah beban tang-gungan terendah berturut-turut adalah Jakarta, Yogyakar-ta dan Jawa Timur (Tabel 6). Besar nisbah beban Tang-gungan antar provinsi di Indonesia dapat dilihat pada Lampiran 6.
Tabel 6. Tiga Provinsi dengan Nisbah Beban Tanggungan Tertinggi dan Terendah
No Nisbah Beban Tanggungan Tertinggi
1. Sultra (96,9) 2. Bengkulu (90,6) 3. Sumut (90,0)
Nisbah Beban Tanggungan Terendah
[image:46.522.58.467.296.651.2]Tingginya nisbah beban tanggungan di Sulawesi Teng-gara, Bengkulu, Sumatra Utara atau provinsi di luar Pu-lau Jawa umumnya, disebabkan karena tiga provinsi terse-but dan luar Pulau Jawa mempunyai laju pertumbuhan pen-duduk yang tinggi (sebagaimana yang telah dibahas sebe-lumnya), sehingga menyebabkan struktur umur penduduk usia muda meningkat (angka pembilang dalam melihat nis-bah beban tanggungan) akibatnya nisnis-bah beban tanggungan meningkat dan sebaliknya yang terjadi di Jakarta, yッァケ。セ@
karta, Jawa Timur atau Pulau Jawa umumnya. Seperti yang diungkapkan S. Guhardja, Syarief, Hartoyo, puspitawati
(1989) bahwa pertumbuhan penduduk yang tinggi menyebab-kan tingginya struktur umur penduduk muda, sehingga per-tumbuhan angkatan kerja dan beban ketergantungan semakin meningkat.
Hubungan Variabel Hasil Pembangunan dan Kualitas Hidup Penduduk Indonesia
Pendapatan dan Kualitas Hidup
0,8
0,7
0,6
0,5
0,4
0,3
0,2
0,1
Q
AMH99,99 %
1 ' - - - -
-
--
--
-
-
-
- --
-
-.
GJ
ASG
1'-- ,=-=-- -
-
- --
-
- --
99,50 - - - - -%--
- - -
-- --
-
-
-
---
----- - - -
GJ
AHH99,00 %
....
---
---
- ---
--
---
- -90,00 _ . - -% -GJ
AFTGJ
AMT [image:48.523.55.447.56.424.2]A B C D E
Gambar
3.
Histogram Nilai Korelasi Indeks Pendapatan terhadap Indeks AMH, ASG dan AHH, AFT, AMT.34
berturut-turut dengan nilai keeratan hubungan tertinggi
adalah AHH (rs = 0,6026), AMT (r
s = 0,4902), AMH (rs = 0,4805), AFT (rs
=
0,4614) dan ASG (rs=
0,1459).Pada selang kepercayaan 90,00 persen, indeks
penda-patan berkorelasi nyata terhadap indeks AMH, AHH, AFT,
dan AMT tetapi korelasi tersebut tidak nyata terhadap
indeks ASG. Untuk unsur AHH korelasi tersebut masih
nyata pada selang kepercayaan 99,99 persen, untuk unsur
AMT pada selang 99,50 persen, untuk unsur AMH dan AFT
ASG korelasi tersebut hanya menunjukkan ada kecende-rungan bahwa peningkatan pendapatan diikuti oleh pening-katan ASG. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan penda-patan tidaklah dengan sendirinya meningkatkan status gi-zi penduduk ke arah yang lebih baik secara nyata, sesuai dengan pendapat Berg (1986). Implikasinya, bahwa usaha meningkatkan pendapatan untuk menciptakan penduduk yang berkualitas memang perlu, tetapi tidak cukup. Seperti yang diungkapkan Kleden (1984) bahwa kenaikan pendapatan nasional dan pertumbuhan ekonomi, tidaklah dengan
sendi-rinya meningkatkan kualitas hidup penduduk.
Pendidikan dan Kualitas Hidup
Gambar 4 menunjukkan bahwa terjadi korelasi positi£ antara indeks pendidikan dengan indeks AMH, ASG, AHH.dan AFT, AMT. Artinya bahwa semakin baik keadaan pendidikan penduduk di wilayah yang bersangkutan maka kualitas hi-dup penduduk semakin baik pula, yang dicerminkan bertu-. rut-turut dengan nilai keeratan hubungan tertinggi ada-lah AMT (rs E 0,5763), AHH ers
=
0,5238), ASG (rs=
0,9 0,8
0,7 0,6
0,5 0,4
0,3
0,2 0,1
GJ
AMH99,99 %
EJ
ASG-
---
- ---
--
--
-
-
- - - -
-99,50
%
F- - -
- -
-- -- -
-
--
--
- --r -
---
r::-=-:--
-- ---
---
- - -- - - - -
GJ
AHHr--
-
--
---
---
--
-
---
99,00 - - - - -%97,50
%
GJ
AFT--- --- ---
---
--- ---
- - . -- -
--90,00
%
GJ
AMTA B C D E
Gambar 4. Histogram Nilai korelasi Indeks Pen-didikan terhadap Indeks AMH, ASG, AHH, AFT dan AMT.
untuk unsur AHH pada selang 99,50 persen, untuk unsur
36
ASG pada selang 99,00 persen, untuk unsur AMH dan AFT pada selang kepercayaan 97,50 persen. Implikasinya, bahwa usaha meningkatkan pendidikan penduduk berkorelasi secara nyata terhadap peningkatan kualitas hidup pendu-duk yang berada di dalam populasi masyarakat yang ber-sangkutan. Hal ini sesuai dengan pendapat BPS (1988b ) bahwa upaya mencerdaskan kehidupan bangsa melalui program pendidikan merupakan suatu upaya yang tidak dapat
[image:50.526.63.453.57.445.2]Selain itu, tugas pembangunan yang semakin berat menun-. tut peningkatan "mutu modal manusia" dan tidak dapat ha-nya mengandalkan modal (kekayaan) alamo Dalam kaitan ini program pendidikan dapat dilihat sebagai investasi manusia (lIhuman invesment"), bagi kepentingan pemba-ngunan nasional.
Sosial Budaya dan Kualitas Hidup
Menurut Kleden (1984) disamping pendapatan, pening-katan kualitas hidup penduduk juga dipengaruhi oleh fak-tor so sial budaya. Seperti yang diungkapkan BPS (1985) bahwa untuk membentuk penduduk yang berkualitas, pemba-ngunan nasional secara menyeluruh tidak dapat dipisahkan dengan pengembangan kebudayaan, sebab pengembangan kebu-dayaan akan merupakan landasan bagi pengembangan nilai-nilai yang menunjang usaha pembangunan. Disamping itu, dengan kebudayaan diharapkan akan dapat mengimbangi aki-bat sampingan dari usaha pembangunan. Kegiatan sosial budaya yang paling berpengaruh terhadap tingkat kecer-dasan penduduk adalah kegiatan membaca, baik koran,
ma-jalah ataupun buletin (BPS, 1988b ).
0,9
0,8
0,7
0,6
0,5
0,4
0,3
0,2
0,1
GJ
AMH 99,99 セ@I- - -
--
-
- - -
--
-- -- --
..-
-- - - - -:セ@
ASG
' - - - - - - - -
--
-
--
--- ---
99,50-
MセM セ@_-097,50 セ@
セ@
ARE
r=-=---
-
-
-- -
--
- --
- -
-
-
--
-
-90,00 セ@
セ@
AFr-- -
--
-- -
--
--- --
-
- - - ,[!]
AMTA B C D E
..
Gambar 5. Histogram Nilai Korelasi Indeks So-sial Budaya terhadap Indeks AMR, ASG ARE, AFT dan AMT.
38
berturut-turut dengan nilai keeratan hubungan tertinggi
adalah AFT (rs
=
0,7392), AHH (rs=
0,6429), AMT (rs =0,5366), ASG (rs = 0,3889) dan AMH (rs
=
0,1117).Pada selang kepercayaan 90,00 persen, indeks so sial
budaya berkorelasi nyata dengan indeks ASG, ARE, AFr dan
AMT tetapi tidak nyata dengan indeks AMH. Bahkan untuk
unsur AHH, AFT korelasi tersebut masih nyata pada selang
kepercayaan 99,99 persen, untuk unsur AMT pada selang
99,50 persen sedangkan untuk unsur AMH korelasi tersebut
[image:52.522.69.448.57.426.2]bahwa keberhasilan pemerintah memberantas buta huruf
ti-dak diikuti oleh kebiasaan penduduk untuk membaca (salah satu unsur sosial budaya dalam penelitian ini), hal ini kemungkinan disebabkan kurangnya minat baca penduduk.
Hasil analisis menunjukkan, bahwa keeratan hubungan AMH dengan pendapatan (rs m 0,4805) lebih rendah
diban-ding hubungan pendapatan dengan so sial budaya (rs m
0,7295) dan keeratan hubungan AMH dengan pendidikan (r
s
=
0,3828) lebih rendah dibandingkan hubungan pendi-dikan dengan sosial budaya era. 0,5452), sedangkanhu-bungan AMH itu sendiri sangat rendah terhadap sosial
bu-daya (rs = 0,1117)·(Gambar 6). Artinya, bahwa tidak terdapatnya hubungan yang nyata antara peningkatan AMH dengan peningkatan so sial budaya penduduk, terjadi kare-na pendidikan dan pendapatan yang rendah. Hal tersebut
disebabkan oleh kecenderungan bahwa variabel yang lebih mempengaruhi tinggi rendahnya keadaan sosial budaya pen-duduk adalah variabel pendidikan dan pendapatan. Se-hingga, walaupun penduduk yang bersangkutan sudah melek huruf, tetapi tingkat pendapatan dan pendidikan yang ma-sih rendah,·tidak banyak, meinbawa dampak dalam peningkatan minat penduduk untuk melakukan kegiatan so sial budaya
PENDIDIKAN . PENDAPATAN
0,3828 0,4805
0,5452 0,1117 0,7295
SOSIAL BUDAYA
Gambar 6. Nilai Koefisien Korelasi Keeratan Hubungan antara Pendapatan, Pendi-dikan, AMH dan 80siel Budaya
40
kegiatan ini secara keseluruhan akan membawa dampak me-ningkatnya kualitas hidup penduduk dalam populasi
masya-rakat yang bersangkutan. Oleh karena itu, bila minat baca penduduk kurang maka kualitas hidup penduduk itu
juga akan rendah. Salah satu cara pemerintah meningkat-kan kualitas hidup penduduk adalah memberantas buta hu-ruf, dengan harapan antara lain agar keterampilan terse-but diikuti dengan peningkatan so sial budaya. Namun 、。セ@
[image:54.522.53.461.67.346.2]Kesehatan Lingkungan dan Kualitas Hidup
Pemanfatan sumberdaya manusia dan sumberdaya alam secara optimal bagi pembangunan, mensyaratkan derajat status gizi dan kesehatan yang optimal pula (Karyadi, dkk., 1988). Tujuan dari pembangunan kesehatan adalah meningkatkan kesehatan.penduduk, sebagai salah satu usa-ha untuk memperbaiki kesejahteraan rakyat sekaligus
da-lam rangka usaha pembinaan, dan pemanfaatan sumberdaya manusia. Upaya perbaikan kesehatan, dikembangkan
mela-lui suatu sistem kesehatan nasional guna tercapainya ke-mampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk (BPS, 1986a ).
Gambar
7
menunjukkan bahwa terjadi korelasi positif antara indeks kesehatan lingkungan dengan indeks AMH, ASG, ARli, AFT dan AMT. Artinya bahwa semakin baik kea-daan kesehatan lingkungan penduduk di wilayah yang ber-sangkutan, maka kualitas hidup penduduknya semakin baik pula, yang dicerminkan berturut-turut dengan nilai kee-ratan hubungan tertinggi adalah AMT (rs = 0,6056), ASG(rs - 0,5665), ARli (rs - 0,5092), AFT (rs = 0,4248) dan AMH (rs
=
0,1429).Pada selang kepercayaan 90,00 persen, indeks kese-hat an lingkungan berkorelasi nyata dengan indeks ASG,
0,8
0,7 0,6
0,5 0,4
0,3
0,2
0,1
Q
AMH99,99
%
r- ---
- - - --
-
---
--
-
-t--
-
--
-- -
--
--
- -
- - セセLRqNセMGJ
ASG
I- - ----
-
- -
- - -
--
-
_91t..5.9
セ⦅@GJ
AHH
90,00
%
1 - - - - -
-
--- -
- - - -GJ
AFT [image:56.528.55.433.58.417.2]A B C D E
GJ
AMTGambar
7.
Histogram Nilai Korelasi Indeks Ke-sehatan Lingkungan terhadap Indeks AMH, ASG, AHH, AFT dan AMT.42
korelasi tersebut masih nyata pada selang kepercayan
99,99
persen, untuk unsur AHH pada selang99,50
persen,untuk unsur AFT pada selang 97,50 persen, sedangkan un-tuk unsur AMH korelasi tersebut hanya menunjukkan ada kecenderungan.
PENDIDIKAN
0,3828
0,5684 AMH
PENDAPATAN
0,4805
0,2295
0,4078
oBTRセO@
SOSIAL BUDAYA
I
KESEHATAN LINGKUNGANI'
Gambar 8. Nilai Koefisien Korelasi Keeratan Hubungan antara Pendapatan, Pendi-dikan, AMH, Sosial Budaya dan Ke-sehatan Lingkungan.
so sial budaya (r
s = 0,1117). Akibatnya, peningkatan AMH juga tidak diikuti dengan peningkatan kesehatan ling-kungan (rs = 0,1429) (Gambar 8).
[image:57.529.51.484.64.398.2]44
AHH dengan pendidikan (rs = 0,3828) dibandingkan dengan pendidikan terhadap kesehatan lingkungan (rs
=
0,5684). Dan bukan karena pendapatan yang rendah, sebab hasil analisis menunjukkan bahwa keeratan hubungan AHH dengan pendapatan lebih tinggi ers = 0,4805) dibandingkan de-ngan hubude-ngan pendapatan terhadap kesehatan lingkude-ngan(r
a
=
0,2295) (Gambar 8). Sebaliknya, tidak terjadinya hubungan yang nyata antara pendapatan dengan kesehatan lingkungan (rs
=
0,2295) disebabkan oleh keterampilan melek huruf tersebut, tidak diikuti dengan kegiatanso-sial budaya, lebih-lebih didukung lagi dengan pendidikan yang rendah. Sehingga walaupun penduduk tersebut ber-pendapatan cukup tinggi, mereka tidak mampu menciptakan
Konsumsi Kalori, Protein dan Kualitas Hidup
Konsumsi' zat gizi berkorelasi negatif terhadap mor-talitas bayi dan anak balita, oleh karena itu konsumsi dapat merupakan variabel penduga yang baik untuk morbi-ditas dan mortalitas. Mencari sebab-sebab kematian de-ngan lebih mendasar, seperti konsumsi zat gizi akan mem-punyai kebijakan yang lebih mendasar pula. Sedangkan memperhatikan sebab kematian karena infeksi, akan mempu-nyai implikasi kebijakan program ke arah teknologi kese-hatan. Teknologi kesehatan memang efektif menekan kema-tian tetapi tidak cukup untuk memperbaiki mutu hidup (Soekirman, 1985).
Selain masalah kurang zat besi, tiga masalah gizi pokok lainnya yang harus mendapat perhatian dalam kaitan-nya dengan mutu atau kualitas sumberdaya manusia adalah
ォオイセョァ@ kalori protein, kurang vitamin A dan kurang yo-dium. Ketiga permasalahan gizi itu, seperti halnya masa-lah kurang zat besi, akan mempunyai akibat baik langsung maupun tidak langsung, terhadap produktivitas kerja pada khususnya dan kehidupan manusia pada umumnya (S. Guhardja,
dkk., 1989).
0,4
0,3
0,2
0,1
0,0
-0,1
-0,2
-0,3
-0,4
-0,5
90,00
GJ
-
-
-
- -
-- - -
-
- -
-
-
-
-
-
-
--GJ
AGJ
B C D E
セ@
90,00
---
--
- -
--
-
-
-
-
- -
-
-
-
- --
[image:60.526.52.465.47.467.2]-GJ
Gambar
9.
Histogram Nilai Korelasi Indeks Tingkat Konsumsi terhadap Indeks AMH, ASG, AHH, AFT dan AMT46
AMH
ASG
AHH
AFT
AMT
penduduk semakin rendah, yang dicerminkan berturut-turut
dengan nilai keeratan hubungan tertinggi adalah AER,
(rs 3 -0,3034), ASG (ra a -0,2717), AFT (ra = -0,1964),
AMT (rs = -0,1392) sedangkan nilai koefisien korelasi
terhadap AMH (rs = +' 0,1325). Implikasinya, ada kecen-derungan bahwa AMH semakin tinggi maka tingkat konsumsi
semakin tinggi. Sedangkan terhadap empat unsur lainnya
(ASG, AER, AFT, AMT), hasil analisis menunjukkan bahwa
semakin tinggi tingkat konsumai diikuti dengan ASG, AHH
Kece