ANALISA TEGANGAN STATIK SISTEM PERPIPAAN PADA POMPA AIR UMPAN ( FEED WATER PUMP ) DENGAN METODE ELEMEN
HINGGA DAN BANTUAN SOFTWARE CAESAR II versi. 5.10
SKRIPSI
Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
nnnn
ALFIS SYAHRI NIM. 070401044
DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ABSTRACT
In designing a plant system, we will not be released from the piping system. Piping system serves as a medium for a working fluid flowing from one system component toother components. This piping system must be able to withstand all loads that work, namely the magnitude of the burden remains at all times (static load) and load that varies according to the function of time (dynamic load). Piping system's ability to withstand the work load so as not to cause the failure known as the flexibility of the piping system. Analysis needs to be done to ensure that the piping system in a safe condition when operated. Piping system must have sufficient flexibility, so that at the time of operation, no piping system failure due to overstress on the pipe. This thesis discussed about Feed Water Pump piping system. Where the functions of Feed Water Pump is to drain the water from the water storage tank into the water pre-heater before the water drains to the boiler. Analysis performed with the help of Caesar II software to know stress distribution on this piping system. After analysis, the stress that occurs in the pipe must not exceed the stress of the pipeline allowable stress. So, The design of this piping system is safe from the stress case.
ABSTRAK
Dalam merancang suatu sistem plant, kita tidak akan terlepas dari sistem perpipaan. Sistem perpipaan berfungsi sebagai media untuk mengalirkan suatu fluida kerja dari suatu system komponen ke komponen lainya. Sistem perpipaan ini harus mampu menahan semua beban yang bekerja,yaitu beban yang besarnya tetap sepanjang waktu (beban statik) maupun beban yang berubah-ubah menurut fungsi waktu (beban dinamik). Kemampuan system perpipaan untuk menahan beban yang bekerja sehingga tidak menimbulkan kegagalan dikenal sebagai fleksibilitas system perpipaan. Kegagalan pada system perpipaan ini dapat mengganggu system perpipaan. Perlu dilakukan penganalisaan untuk memastikan bahwa system perpipaan pada kondisi aman saat di operasikan. Sistem perpipaan harus mempunyai fleksibilitas yang cukup, agar pada saat pengoperasiannya, tidak terjadi kegagalan system perpipaan akibat tegangan yang berlebihan (overstress) pada pipa. Dalam skripsi ini dibahas mengenai sistem perpipaan pada perpipaan pompa air umpan (Feed Water Pump). Dimana fungsi dari perpipaan pompa air umpan ini adalah untuk mengalirkan air dari tangki penyimpanan air kedalam pemanas sebelum air masuk kedalam boiler. Penganalisaan dilakukan dengan bantuan software Caesar II untuk mengetahui distribusi tegangan pada pipa. Setelah dilakukan penganalisaan, tegangan yang terjadi pada pipa tidak melebihi tegangan izin pipa. Sehingga sistem perpipaan yang dirancang dinyatakan aman dari segi tegangan.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmat
dan karunia-Nya sehingga penyusunan skripsi ini dapat di selesaikan. Skripsi ini
merupakan salah satu syarat bagi mahasiswa Teknik Mesin dalam menyelesaikan
studi di Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1. Kedua orang tua Ibunda Arlinda dan Ayahanda Zainal Arifin serta
keluarga besar penulis, yang telah banyak memberikan materi dan moril
serta dukungan kepada penulis hingga dapat menyelesaikan tugas sarjana
ini.
2. Bapak Dr.Ing.Ir. Ikhwansyah Isranuri sebagai ketua Departemen Teknik
Mesin FT-USU. Bapak/Ibu Staff Pengajar dan Pegawai di Departemen
Teknik Mesin USU.
3. Bapak Ir. Tugiman ,MT selaku dosen pembimbing penulis dalam
penyelesaian tugas sarjana ini.
4. Teman Satu Team (Fadhillah Putra, Alfis Syahri, Amin Nawar) yang telah
memberikan kesempatan kepada penulis untuk bergabung dalam
penyelesaian tugas sarjana ini.
5. Kepada Risa Titis Wijayanti atas segala dukungan dan doa serta sebagai
motivasi terbesar demi terwujudnya skripsi ini.
6. Teman-teman seperjuangan Teknik Mesin khususnya (Masniarman) yang
banyak memberi motivasi serta teman-teman angkatan 2007.
7. Abang, adik-adik dan keluarga besar penulis yang banyak memberi
dukungan kepada penulis untuk menyelesaikan kuliah dan hingga tugas
sarjana ini selesai.
Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua dan dapat digunakan
terdapat kesalahan dalam penyusunan serta bahasa yang tidak tepat dalam skripsi
ini sebagai manusia yang tak luput dari kesalahan penulis mengharapkan masukan
dan kritikan yang bersifat membangun dalam penyempurnaan skripsi ini. Akhir
kata penulis mengucapkan terima kasih, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
seluruh kalangan yang membacanya.
Medan, April 2012
Penulis,
NIM : 070401044
DAFTAR ISI
ABSTRAK ...i
KATA PENGANTAR ...iii
DAFTAR ISI ...v
DAFTAR GAMBAR... xii
DAFTAR TABEL ...xiv
DAFTAR NOTASI ...xiii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ...1
1.2 Tujuan Penelitian ...2
1.3Batasan Masalah ...3
1.4 Sistematika Penulisan... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Pemipaan ... 5
2.2 Teori Tegangan ... 6
2.2.1Tegangan Satu Arah (Uniaxial) ... 6
2.2.1.1Lingkaran Mohr Untuk Tegangan Unaxial ... 13
2.2.2 Tegangan Dua Arah (Biaxial) ... 16
2.2.2.1 Lingkaran Mohr Untuk Tegangan Biaxial ...20
2.2.3 TeganganUtama (Principal Stress) ...23
2.2.3.1 Lingkaran Mohr Tegangan Utama ...28
2.3 Sistem Penumpu... 29
2.3.1 MomenLentur (BendingMomen) ... 29
2.3.2 Gaya Geser ... 29
2.3.3 Gaya danMomenPadaTumpuan ... 30
2.4 KlasifikasiTegangan ... 35
2.4.1.1TeganganAksial... 36
2.4.1.2 TeganganLentur (Bending Stress) ... 37
2.4.2 Tegangan Geser ... 38
2.4.2.1TeganganGeserAkibat Gaya Geser ... 38
2.4.2.2 TeganganGeserAkibatMomenPuntir ... 39
2.4.3TeganganTorsi ... 39
2.4.3.1 Momen Inersia (Polar) ... 40
2.4.3.2 Regangan Geser ... 40
2.5 Persamaan Tegangan Pada Sistem Pemipaan ... 41
2.6 Metode Elemen Hingga ... 43
2.6.1 Node (u) ... 44
2.6.2 Konstanta Kekakuan (K) ... 45
2.7 Matriks Kekakuan Akibat Pembebanan Aksial ... 48
2.7.1 Metode Elemen Hingga Untuk Pembebanan Aksial ... 55
2.8 Matriks Kekakuan Untuk Pembebanan Lentur ... 55
2.8.1 Metode Elemen Hingga Untuk Pembebanan Lentur ... 67
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Pendahuluan ... 68
3.2Studi Kasus ... 68
3.2.1 Spesifikasi Pipa ... 68
3.2.2 Spesifikasi Fluida ... 69
3.3 Diagram Alir Penelitian ... 70
3.4 Urutan Proses Analisis ... 71
3.4.1 Pembuatan Data Awal ... 71
3.4.2 Studi Literatur ... 71
3.4.3 Metode Pengerjaan ... 71
3.4.3.2 Mengecek Error Pada Pemodelan ... 72
3.4.3.3 Pemodelan Tumpuan ... 72
3.4.3.4 Analisis Nilai Kekakuan Tumpuan ... 73
3.4.3.5 Analisis Besarnya Tegangan Pipa ... 73
3.4.4 Pembahasan ... 73
3.5 Identifikasi Masalah ... 76
3.5.1 Kondisi Pipa Mendatar ... 77
3.5.2 Kondisi Pipa Tegak (Vertikal) ... 85
3.6 Pengenalan Software ... 87
3.6.1 Penggunaan CAESAR II dan Prosedur Simulasi ... 88
3.6.1.1 Memasukkan Data Input Pipa ... 90
3.6.1.2 Memeriksa Pemodelan ... 92
3.6.1.3 Analisis Statik ... 93
BAB IV ANALISA, HASIL SIMULASI DAN DISKUSI 4.1 Pemodelan SistemPemipaan Pada Isometrik dan Caesar II ...95
4.2 Hasil Analisa Dengan Menggunakan Software CaesarII v5.10 ...107
4.3 Perhitungan Pembebanan Pipa ...113
4.3.1 Pembebanan Pada Pipa ...113
4.3.2 Pembebanan Oleh Fluida (Air) ...114
4.4 Validasi Perhitungan Tegangan Pipa Pada Tiap Kondisi ...116
4.4.1 Validasi PerhitunganTegangan Pada Pipa Tegak ...116
4.4.1.1 Perhitungan Tegangan Pipa Menggunakan Software Pada Pipa Tegak ...116
4.4.1.2 Perhitungan Tegangan Secara Teoritis Pada Kondisi Pipa Tegak ...118
4.4.2.1 Perhitungan Dengan Menggunakan Software
( Kondis di Anchor) ...122 4.4.2.2 Perhitungan Tegangan Secara Teoritis (Kondisi di
Anchor) ...124 4.4.3. Validasi Perhitungan Tegangan Pada Pipa Mendatar
( Kondisi Ditumpu)... 128
4.4.3.1 Perhitungan Dengan Menggunakan Software (Kondisi
Di Tumpu) ...128
4.4.3.2 Perhitungan Tegangan Secara Teortis (Kondisi
Ditumpu) ...130
4.5 Tabulasi Hasil Simulasi dan Perhitungan Teoritis ...138
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ...139
5.2 Saran ...140
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Distribusi Tegangan Uniaxial ... 7
Gambar 2.2 Distribusi Tegangan Uniaxial ...7
Gambar 2.3 Distribusi Tegangan Uniaxial setelah dipotong ...8
Gambar 2.4 Lingkaran Mohr Untuk Tegangan Uniaxial ...15
Gambar.2.5 Tegangan pada sebuah batang ...16
Gambar 2.6 Lingkaran Mohr Untuk Tegangan Biaxial ...22
Gambar.2.7 Tegangan umum yang terjadi ...23
Gambar 2.8 Lingkaran Mohr Untuk Tegangan Utama...28
Gambar 2.9Free Body Diagram kesetimbangan gaya dan momen ...30
Gambar 2.10 Diagram gaya geser dan momen lentur ...34
Gambar 2.11 Tegangan Aksial ...36
Gambar 2.12 Bending Momen ...37
Gambar 2.13 Distribusi Tegangan Geser ...40
Gambar 2.14 Regangan Geser ...41
Gambar 2.15 Pembagian Mesh Pada Benda 43 Gambar 2.16 Konstanta Kekakuan Pegas ...45
Gambar 2.17 Perpindahan dan Gaya di Suatu Elemen ...49
Gambar 2.18 Pembebanan Defleksi ...56
Gambar 2.19 Pembebanan Defleksi Akibat Momen ...59
Gambar 2.20 Kondisi batas Untuk Menentukan Nilai Perpindahan ...63
Gambar 2.21 Kondisi Batang Yang Mengalami Defleksi ...65
Gambar 3.1 Diagram alir penelitian ...70
Gambar 3.3 Kondisi Pipa Mendatar ...76
Gambar 3.4 Kondisi Pipa Mendatar Dianchor ...78
Gambar 3.5 Diagram Benda bebas Beban Terbagi Rata ...81
Gambar 3.6 Potongan Diagram Benda Bebas untuk 0 ≤ x ≤ � 2 ...82
Gambar 3.7 Kondisi Pipa Tegak...85
Gambar 3.8 Penampang Pipa ... 85
Gambar 3.9 Tampilan Awal CAESAR II ...89
Gambar 3.10 Data satuan yang digunakan dalam pemodelan ...90
Gambar 3.11 Piping input pada CAESAR II ...90
Gambar 3.12 Input panjang awal potongan ...91
Gambar 3.13 Input properties pipa ...91
Gambar 3.14Error dan warning pada pengecekan bila terjadi kesalahan ...92
Gambar 3.15Error dan warning bila tidak ada kesalahan pada pemodelan ....93
Gambar 3.16 Pemilihan jenis beban pada pemodelan ...93
Gambar 4.1 Bentuk isometrik system perpipaan Oil Tank ...96
Gambar 4.2 Kotak Penulisan Nama Kalkulasi pada awal dimulainya proses pemasukan data ...97
Gambar 4.3 Kotak Standar Satuan yang digunakan di CAESAR II ...98
Gambar 4.4 Kotak Penulisan Node Pertama ...99
Gambar 4.5 Kotak Penulisan Data Pipa, Temperatur dan Tekanan ...99
Gambar 4.6 Pemodelan Pipa Lurus beserta Sifat /Karakteristik Pipa ...100
Gambar 4.7 Kotak Penulisan Data Code yang digunakan ...100
Gambar 4.8 Pemodelan Anchor ...101
Gambar 4.9 Pemodelan flange dan ukuran flange pada DZ ...102
Gambar 4.10 Pemodelan Gate Valve ...102
Gambar 4.12 Kotak pembuatan support ...103
Gambar 4.13 Model yang ditampilkan hasil input data di CAESAR II ...105
Gambar 4.14 Icon Error Checking pada Menu Bar ...105
Gambar 4.15 Hasil Output Error Checking ...106
Gambar 4.16 Pemilihan Analisa Untuk Beban Sustain ...107
Gambar 4.17 Grafik Tegangan Hasil Simulasi Software Caesar II v 5.10 ...112
Gambar 4.18 Kondisi pipa tegak yang di tumpu ...115
Gambar 4.19 Kondisi pipa tegak ...119
Gambar.4.20 Pipa mendatar yang dengan kondisi di anchor ...122
Gambar 4.21 Kondisi pipa tegak ...124
Gambar.4.22 Kondisi pipa yang diberi tumpuan ...129
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Spesifikasi Pipa ...68
Tabel 3.2 Spesifikasi Fluida ...69
Tabel 4.1 Hasil simulasi tegangan pipa keseluruhan...128
Tabel 4.2 Hasil simulasi tegangan pipa vertikal ...118
Tabel 4.3 Hasil simulasi tegangan pipa mendatar ( anchor ) ...123
Tabel 4.4 Hasil simulasi tegangan pipa mendatar ( penumpu ) ...130
DAFTAR NOTASI
∆L Pertambahan Panjang mm
ABSTRACT
In designing a plant system, we will not be released from the piping system. Piping system serves as a medium for a working fluid flowing from one system component toother components. This piping system must be able to withstand all loads that work, namely the magnitude of the burden remains at all times (static load) and load that varies according to the function of time (dynamic load). Piping system's ability to withstand the work load so as not to cause the failure known as the flexibility of the piping system. Analysis needs to be done to ensure that the piping system in a safe condition when operated. Piping system must have sufficient flexibility, so that at the time of operation, no piping system failure due to overstress on the pipe. This thesis discussed about Feed Water Pump piping system. Where the functions of Feed Water Pump is to drain the water from the water storage tank into the water pre-heater before the water drains to the boiler. Analysis performed with the help of Caesar II software to know stress distribution on this piping system. After analysis, the stress that occurs in the pipe must not exceed the stress of the pipeline allowable stress. So, The design of this piping system is safe from the stress case.
ABSTRAK
Dalam merancang suatu sistem plant, kita tidak akan terlepas dari sistem perpipaan. Sistem perpipaan berfungsi sebagai media untuk mengalirkan suatu fluida kerja dari suatu system komponen ke komponen lainya. Sistem perpipaan ini harus mampu menahan semua beban yang bekerja,yaitu beban yang besarnya tetap sepanjang waktu (beban statik) maupun beban yang berubah-ubah menurut fungsi waktu (beban dinamik). Kemampuan system perpipaan untuk menahan beban yang bekerja sehingga tidak menimbulkan kegagalan dikenal sebagai fleksibilitas system perpipaan. Kegagalan pada system perpipaan ini dapat mengganggu system perpipaan. Perlu dilakukan penganalisaan untuk memastikan bahwa system perpipaan pada kondisi aman saat di operasikan. Sistem perpipaan harus mempunyai fleksibilitas yang cukup, agar pada saat pengoperasiannya, tidak terjadi kegagalan system perpipaan akibat tegangan yang berlebihan (overstress) pada pipa. Dalam skripsi ini dibahas mengenai sistem perpipaan pada perpipaan pompa air umpan (Feed Water Pump). Dimana fungsi dari perpipaan pompa air umpan ini adalah untuk mengalirkan air dari tangki penyimpanan air kedalam pemanas sebelum air masuk kedalam boiler. Penganalisaan dilakukan dengan bantuan software Caesar II untuk mengetahui distribusi tegangan pada pipa. Setelah dilakukan penganalisaan, tegangan yang terjadi pada pipa tidak melebihi tegangan izin pipa. Sehingga sistem perpipaan yang dirancang dinyatakan aman dari segi tegangan.
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Suatu industri pada dasarnya menginginkan bahwa di dalam proses
produksi yang berlangsung, sistem berjalan dengan baik dan sesuai dengan
standar dari rencana yang ditentukan, dengan kata lain suatu industri
menginginkan proses yang terjadi haruslah efektif dan efesien.
Proses dalam suatu industri, terutama untuk industri perminyakan tidak
terlepas dari penggunaan sistem perpipaan dalam pengolahan proses produksi
yang terjadi di dalamnya, perencanaan sistem perpipaan yang baik akan
mempengaruhi hasil dari suatu proses yang dilalui.
Pipa pada umumnya digunakan sebagai sarana untuk menghantarkan
fluida baik berupa gas, minyak, air dan fluida lainya dari suatu tempat ke tempat
yang lain.Adapun sistem pengaliran fluida dilakukan dengan metode gravitasi
maupun dengan sistem aliran bertekanan.Pada umumnya pipa memiliki standart
dalam penggunaan dan pengoperasianya, sehingga dibutuhkan bentuk pengkodean
dalam suatu sistem perpipaan yang digunakan, pengkodean itu dilakukan sesuai
dengan bentuk keadaan dari sistem perpipaan yang dirancang dalam suatu sistem.
Pada umumnya kegagalan pada sistem perpipaan terjadi akibat adanya
tegangan yang berlebih pada pipa yang disebabkan adanya beban maksimum dan
terkonsentrasi yang tidak diatur dengan sistem penumpu yang baik, tegangan yang
berlebih tersebut dihasilkan karena adanya pembebanan yang terjadi secara terus
dapat merubah sifat dan keadaan pipa tersebut. Maka dalam merancang atau
membangun sistem perpipaan yang baik seharusnya dilakukan analisa tegangan
terlebih dahulu untuk mengantisipasi dan mengatasi jika terjadi tegangan yang
berlebih.
Saat ini terdapat beberapa perangkat lunak guna membantu melakukan
analisis tegangan pipa. Perangkat lunak tersebut telah memenuhi kaidah
persyaratan sebuah alat bantu analisis karena telah berdasarkan pada kode dan
standar yang baku untuk perpipaan. Pada penulisan ini dilakukan studi kasus
dengan bantuan perangkat lunak Caesar II ver.5.10 dimana pada hasil akhirnya
didapatkan besarnya gaya-gaya dan momen yang bekerja pada pipa, dan tegangan
yang bekerja pada pipa.
1.2. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari analisa ini adalah merupakan Skripsi untuk memenuhi
syarat memperoleh gelar sarjana Strata satu (S1) pada Departemen Teknik Mesin
Universitas Sumatera Utara. Sedangkan untuk tujuan umum dari analisa ini
adalah:
1. Untuk mengetahui letak tegangan maksimum yang terjadi di sepanjang pipa
pada sistem perpipaan Feed Water Pump dengan menggunakan software Caesar II 5.10.
2. Untuk mengetahui batas aman dari material pipa yang digunakan pada system
3. Untuk mengetahui aman atau tidaknya sistem perpipaan yang dirancang sesuai
dengan data-data yang diberikan oleh salah satu perusahaan minyak di Duri,
Riau yang telah distandarisasi sesuai standar perpipaan ASME B1.31.
1.3. Batasan Masalah
Pada penulisan Skripsi ini akan dibahas mengenai analisa tegangan statik
pada sistem perpipaan Feed Water Pump yang digunakan untuk mengalirkan air dari tempat penyimpanan air ke tempat pemanas air sebelum air dialirkan ke
boiler. Pembebanan yang terjadi pada pipa meliputi pembebanan berat yang terdiri dari berat pipa, berat air, serta komponen – komponen yang digunakan
pada sistem perpipaan ( seperti ; sambungan, katup, isolasi dll ) Adapun analisa
menggunakan Metode Elemen Hingga dan memakai alat bantu software yaitu
Caesar II versi 5.10.
1.4. Sistematika Penulisan
Skripsi ini disusun dengan sistematika penulisan sebagai berikut :
BAB I Pendahuluan
Berisi latar belakang, tujuan penelitian, batasan masalah dan
sistematika penulisan
BAB II Tinjauan Pustaka
Berisi tentang teori dasar tegangan pipa yakni persamaan
dasar tegangan yang dapat digunakan untuk analisa, bentuk
tegangan yang dialami oleh sistem perpipaan,persamaan
digunakan pada sistem perpipaan. faktor-faktor yang
mempengaruhi tegangan meliputi : gaya dan momen yang
bekerja pada sistem perpipaan.
BAB III Metodologi Penelitian
Berisi tentang metode penelitian yang dilakukan, urutan
proses analisis serta bentuk software yang digunakan untuk
analisa dan pengolahan data.
BAB IV Analisa Tegangan
Berisi tentang analisa dan hasil analisa yang dilakukan
secara teoritis dan hasil analisa dengan menggunakan
software Caesar II 5.10.
BAB V Kesimpulan dan Saran
Berisi tentang kesimpulan dari hasil analisa yang dilakukan
secara teoritis maupun software dan saran untuk
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Perpipaan
Pipa digunakan untuk mengalirkan fluida (zat cair atau gas) dari satu atau
beberapa titik ke satu titik atau beberapa titik lainnya. Sistem perpipaan (piping sistem) terdiri dari gabungan pipa-pipa yang memiliki panjang total relatif pendek dan digunakan untuk mengalirkan fluida dari suatu peralatan ke peralatan lainnya
yang beroperasi pada suatu plant. Sistem perpipaan dilengkapi dengan komponen-komponen seperti katup, flens, belokan, percabangan, nozzle, reducer, tumpuan, isolasi, dan lain-lain.
Dalam dunia industri, biasa dikenal beberapa istilah mengenai sistem
perpipaan seperti piping dan pipeline. Piping adalah sistem perpipaan di suatu
plant, sebagai fasilitas untuk mengantarkan fluida (cairan atau gas) antara satu
komponen ke komponen lainnya untuk melewati proses-proses tertentu. Piping ini
tidak akan keluar dari satu wilayah plant.Sedangkan Pipeline adalah sistem
perpipaan untuk mengantarkan fluida antara satu plant ke plant lainnya yang
biasanya melewati beberapa daerah.Ukuran panjang pipa biasanya memiliki
panjang lebih dari 1 km bergantung jarak antar plant.
Sistem perpipaan dapat ditemukan hampir pada semua jenis industri, dari
sistem pipa tunggal yang sederhana sampai sistem pipa bercabang yang sangat
kompleks. Contoh sistem perpipaan adalah, sistem distribusi air minum pada
tangki penyimpan, sistem distribusi udara pendingin pada suatu gedung, sistem
distribusi uap pada proses pengeringan dan lain sebagainya.
Sistem perpipaan meliputi semua komponen dari lokasi awal sampai
dengan lokasi tujuan antara lain, saringan (strainer), katup atau kran, sambungan,
nosel dan sebagainya. Untuk sistem perpipaan yang fluidanya liquid, umumnya
dari lokasi awal fluida, dipasang saringan untuk menyaring kotoran agar tidak
menyumbat aliran fuida. Saringan dilengkapi dengan katup searah ( foot valve)
yang fungsinya mencegah aliran kembali ke lokasi awal atau tandon. Sedangkan
sambungan dapat berupa sambungan penampang tetap, sambungan penampang
berubah, belokan (elbow) atau sambungan bentuk T (Tee).
2.2 Teori Tegangan
Pengetahuan mengenai sifat-sifat mekanik material sangat penting.Melalui
pengetahuan ini dapat diperkirakan tegangan-tegangan yang terjadi pada sistem
perpipaan.Dalam kode ditetapkan aturan-aturan agar pada sistem perpipaan tidak
terjadi tegangan yang berlebih sehingga dapat terhindar dari kegagalan.Secara
umum teori tegangan pada sistem perpipaan merupakan pengembangan dari teori
tegangan dalam mekanika.Oleh sebab itu, dapat digunakan dalam perhitungan dan
analisis tegangan pada sistem perpipaan.
2.2.1. Tegangan Satu Arah (Uniaxial)
benda merupakan tegangan tarik untuk keadaan normal ( tanpa terbentuk sudut ).
Untuk tegangan yang terdapat pada benda dengan sudut tertentu,maka akan
dihasilkan tagangan geser dan tegangan tarik dalam arah �.Keadaan tegangan ini
pada aplikasi suatu batang lurus berpenampang A dengan gaya dan arah yang
ditunjukkan seperti gambar 2.1. Dianggap bahwa tegangan terbagi rata diseluruh
penampang yang tegak lurus dengan luasan pada benda, dimana gaya yang
bekerja terdapat pada koordinat sumbu x.
Gambar 2.1 Distribusi Tegangan Uniaxial
Akibat dari gaya-gaya yang bekerja pada benda, maka akan terbentuk
sudut potong pada benda sebesar �. Dimana dengan sudut tersebut akan
diproyeksikan nilai tegangan – tegangan yang terjadi pada benda tersebut seperti
tegangan geser dan tarik dalam arah �. Kesetimbangan gaya dan tegangan dapat
dilihat pada gambar 2.2.
Gambar 2.2 Distribusi Tegangan Uniaxial
Persamaan untuk distribusi tegangan pada gambar 2.2 dapat dilihat pada
persamaan dibawah ini.
A
S
I
ANALIS A DATA
F STA
�=�
dimana:
σ
= tegangan (N/�2)P = gaya (N)
A = luas penampang (�2)
Gambar 2.3 distribusi tegangan pada penampang sederhana
Gambar 2.4 Distribusi Tegangan Uniaxial terhadap sudut �
Pada gambar 2.3 terlihat beberapa tegangan yang terdapat pada benda
yang membentuk sudut �. Dengan menuliskan bentuk persamaan dari gambar
tersebut kedalam kesetimbangan gaya maka akan diperoleh nilai tegangan tarik
dan tegangan geser.
Untuk persamaan tegangan tarik pada gambar 2.3 diperoleh dengan
menjumlahkan tegangan pada garis sumbu yang sama, dimana tegangan terhadap
sudut � bekerja pada arah yang samadengan tegangan ������, dengan
menggunakan kesetimbangan gaya akan diperoleh persamaan 2.1.
�
P P
�
�
��
����
����
����
��������
���� -�������� = 0 (2.1)
Untuk menentukan nilai ��dapat diubah ke dalam bentuk A� dengan
menggunakan persamaan 2.2 :
(� − �) =�� = ������
(� − �) =�� = ������ (2.2)
Dengan demikian nilai�� pada persamaan 2.2, dapat disubstitusikan
kedalam persamaan 2.1 sehingga akan diperoleh persamaan tegangan tarik
��yang bekerja terhadap sumbu �,dapat dilihat pada persamaan 2.3:
����-��������= 0
���� = ��������
���� = ��(������)����
�� = �����2� (2.3)
Pada saat kondisi� = 0 , maka persamaan 2.3 akan berubah menjadi
persamaan 2.4 :
�� = �����2�
�� = ��(12)
�� = �� (2.4)
��
� ��
�� � �
Untuk persamaan tegangan geser pada gambar 2.3 diperoleh dengan
menjumlahkan semua tegangan pada garis sumbu yang sama, dimana tegangan
geser terhadap sudut � bekerja pada arah yang sama dengan tegangan ������,
dengan menggunakan kesetimbangan gaya akan diperoleh persamaan 2.5 :
���� − ���� ����= 0
���� = ���� ����
���� = ������������
�� =���������� (2.5)
Melalui persamaan trigonometri diketahui bahwa :
���2� = 2��������
��������= 1
2 ���2�
Dengan merubah persamaan trigonometri diatas kedalam persamaan
trigonometri pada persamaan tegangan geser maka akan dihasilkan persamaan
akhir untuk tegangan geser, yaitu pada persamaan 2.6 :
�� = ����������
�� = ��12���2� (2.6)
Pada saat kondisi� = 0 dan � = 45� , akan diperoleh tegangan geser:
� = 0 � = 45�
�� = ��12���2(0) �� = ��12���2(45°)
�� =0 �� =��
Tegangan tarik maksimum adalah nilai tegangan pada batas tertinggi yang
dapat diterima oleh benda yang mengalami gaya tarik pada luasan .Tegangan
tarik maksimum merupakan batas pada benda untuk berubah bentuk ketika
diberikan pembebanan secara terus menerus sehingga melewati batas nilai
tegangan maksimum.Nilai dari tegangan ini dapat dihitung melalui perhitungan
secara matimatik pada lingkaran mohr pada gambar 2.4.
Syarat untuk memperoleh tegangan tarik maksimum adalah :
Syarat ��� �� = 0
�(�2�+ �2� ���2�)
�� = 0
0 + −2 ���
2 ���2�� = 0
−2���
2 ���2�� = 0
���2� = 0 −�� = 0
2�= ���−10
� = 1 2 (���
−10)
� = 0, 90, 180
� = 0,� 2,�
Sehingga �� maximum pada � = 0� dapat diperoleh dengan memasukkan
�� = �2� + �2� ���2�
�� = �2�+ �2� (1) = ��
����� = �� ( 2.7)
Tegangan geser maksimum adalah tegangan yang paling besar diterima
benda ketika diberikan gaya F pada arah �. Dengan demikian tegangan geser
maksimum merupakan batas dari tegangan yang dapat diterima oleh benda yang
jika diberikan gaya yang lebih besar maka akan terjadi perubahan bentuk pada
benda.
Syarat untuk terjadinya tegangan geser maksimum adalah :
���
Sehingga dengan memasukkan besaran sudut yang menghasilkan tegangan
geser maksimum akan diperoleh nilai maksimum dari tegangan geser yaitu pada
2.2.1.1 Lingkaran Mohruntuk Tegangan Uniaxial
Persamaan lingkaran mohr untuk tegangan uniaxial diperoleh dengan
menjumlahkan kuadrat dari tiap –tiap tegangan geser dan tegangan tarik pada arah
� yang merupakan bentuk dari persamaan dasar lingkaran. Persamaan yang
dibentuk akan menjadi persamaan lingkaran mohr untuk tegangan uniaxial,
merupakan bentuk perwakilan dari besaran besaran nilai tegangan kedalam bentuk
gambar. Penyederhanaan persamaan untuk lingkaran mohr dapat dilakukan
dengan menggunakan persamaan trigonometri dalam aturan kosinus sebagai
berikut.
cos 2� = ���2� − ���2�
Cos 2� = ���2� −(1− ���2�)
cos 2� = 2���2� − 1
2cos 2� = 1 +���2�
cos2�= 1 2 +
1
2 ���2�
Persamaan untuk tegangan tarik pada arah � dengan menggunakan
penyederhanaan aturan kosinus.
�� = �����2�
�� = �� ( 1
2 + 1
2 ���2�)
�� = �2� +�2� ���2�
Persamaan untuk tegangan geser pada permukaan �yaitu :
Pada penjumlahan eliminasi yang sama sehingga akan menghasilkan
persamaan lingkaran mohr sebagai berikut:
(�� −��
Dengan demikian persamaan lingkaran mohr diperoleh pada persamaan 2.12:
(�� −�� 2)
2 +�
�2 = = (�2�) 2 ( 2.12 )
Gambar 2.5 Lingkaran Mohr Untuk Tegangan Uniaxial
Gambar 2.5 pada lingkaran mohr merupakan bentuk perhitungan tegangan
secarah menyeluruh, dimana dengan gambar tersebut akan dapat lebih mudah
untuk menentukan tegangan maksimum dan minimum yang dialami oleh benda
yang dapat dilihat melalui ilustrasi gambar. Pada lingkaran mohr untuk tegangan
uniaxial dapat dilihat bahwa nilai dari tegangan minimum adalah nol untuk
tegangan tarik.
A O
�
�
B
�′
M
�� 2
��−�2� ��
2 2�
��
���� ��
��
x y
n
� �
2.2.2. Tegangan Dua Arah (Biaxial)
Tegangan biaxial adalah tegangan yang bekerja pada suatu benda dimana gaya yang berkerja terjadidalam dua arah. Tegangan dalam dua arah meliputi
tegangan terhadap sumbu x dan terhadap sumbu y.Tegangan yang dialami oleh
benda merupakan tegangan tarik untuk keadaan normal ( tanpa terbentuk sudut ).
Untuk tegangan yang terdapat pada benda dengan sudut tertentu,maka akan
dihasilkan tagangan geser dan tegangan tarik dalam arah �. sehingga dengan
menggunakan kesetimbangan energi akan diperoleh persamaan persamaan untuk
tegangan geser dan tegangan tarik. Pada tegangan biaxial terdapat tiga tegangan
yang bekerja pada tiap garis yang sama yaitu tegangan pada sudut �, tegangan
pada luasan sumbu y dan tegangan pada sumbu x yang diproyeksikan terhadap
satu garis yang sama.
Dari gambar 2.6 akan diperoleh persamaan untuk tegangan tarik dan geser
dengan menggunakan kesetimbangan gaya pada satu sumbu garis yang
sama.Untuk persamaan tegangan tarik pada gambar 2.5 diperoleh dengan
menjumlahkan tegangan pada garis sumbu yang sama, dimana tegangan terhadap
sudut � bekerja pada arah yang samadengan tegangan ������ dan ������
pada dua luasan yang berbeda dengan menggunakan kesetimbangan gaya akan
diperoleh persamaan 2.13.
����−����cos θ −���� sin θ =0
���� = ����cos θ + ���� sin θ
���� = ��(�� cos θ) cos θ + ��(�� sin θ) sin θ
��= �� cos2θ + �� sin2
��= 1
2 (�� + ��) + 1
2 (��− ��) cos 2θ ( 2.13 )
θ
Jadi persamaan untuk menentukan tegangan maksimal pada tegangan dua arah
adalah :
��= �� (�� + ��) + �� (��− ��) cos 2θ (2.14)
Untuk persamaan tegangan geser pada gambar 2.5 diperoleh dengan
menjumlahkan semua tegangan pada garis sumbu yang sama, dimana tegangan
geser terhadap sudut � bekerja pada arah yang sama dengan tegangan ������
dan �� ����pada dua gaya yang bekerja pada permukaan �dengan menggunakan
�������� − ���� − ���� ���� = 0
���� =�������� − ���� ����
���� =��(�� ����)���� − ��(�� ����) ����
�� = �� �������� − ����������
��= �� (��− ��)sin2θ (2.15)
Tegangan tarik maksimum adalah nilai tegangan pada batas tertinggi yang
dapat diterima oleh benda yang mengalami gaya tarik pada luasan .Tegangan
tarik maksimum merupakan batas pada benda untuk berubah bentuk ketika
diberikan pembebanan secara terus menerus sehingga melewati batas nilai
tegangan maksimum.Nilai dari tegangan ini dapat dihitung melalui perhitungan
secara matimatik pada lingkaran mohr pada gambar 2.6 diatas.
Syarat untuk mendapatkan tegangan tarik maksimum adalah :
��� �� = 0
�[�σx + 2 σy�+ �σx− σ2 y� cos2θ
�� = 0
0 + −2�σx− σy
2 � sin2θ= 0
− (σx − σy) sin2θ= 0
sin2θ= 0
Tegangan tarik maksimum diperoleh dengan mensubsitusikan nilai sudut
yang mengakibatkan terbentuknya tegangan tarik maksimum untuk tegangan
biaxial.
Tegangan geser maksimum adalah tegangan yang paling besar diterima benda
ketika diberikan gaya F pada arah �. Dengan demikian tegangan geser maksimum
merupakan batas dari tegangan yang dapat diterima oleh benda yang jika
diberikan gaya yang lebih besar maka akan terjadi perubahan bentuk pada benda.
Syarat untuk terjadinya tegangan geser maksimum adalah :
Dengan demikian akan diperoleh nilai dari tegangan geser maksimum dengan
memasukkan besaran dari nilai sudut yang menghasilkan tegangan maksimum.
Sehingga akan diperoleh tegangan geser maksimum untuk biaxial ditunjukkan
pada persamaan 2.17 :
τθ= �σx−σ2 y�sin2 (�4)
τθ= �σx−σ2 y�sin 2 (45o)
τmax= � σx−σy
2 � ( 2.17)
2.2.2.1Lingkaran Mohr untuk Tegangan Biaxial
Persamaan lingkaran mohr untuk tegangan biaxial diperoleh dengan
menjumlahkan kuadrat dari tiap –tiap tegangan geser dan tegangan tarik pada arah
� yang merupakan bentuk dari persamaan dasar lingkaran. Persamaan yang
dibentuk akan menjadi persamaan lingkaran mohr untuk tegangan biaxial,
merupakan bentuk perwakilan dari besaran besaran nilai tegangan kedalam bentuk
gambar.
σθ= (σx+ 2σy) + (σx−σ2 y) cos 2θ
σθ−(σx+ σ2 y) = (σx−σ2 y) cos 2θ
Sehingga dengan menjumlahkan kuadrat dari tiap persamaan tegangan akan
terbentuk persamaan lingkaran dasar dalam bentuk tegangan umum yang dapat
menentukan nilai maksimum dan nilai minimum tegangan geser dan tegangan
tarik.
Gambar 2.7 Lingkaran Mohr Untuk Tegangan Biaxial
����
Gambar 2.7 pada lingkaran mohr merupakan bentuk perhitungan tegangan
secarah menyeluruh, dimana dengan gambar tersebut akan dapat lebih mudah
untuk menentukan tegangan maksimum dan minimum yang dialami oleh benda
yang dapat dilihat melalui ilustrasi gambar. Pada lingkaran mohr untuk tegangan
uniaxial dapat dilihat bahwa nilai dari tegangan minimum adalah nol untuk
tegangan tarik.
2.2.3 Tegangan Utama (Principal Stress)
Tegangan maksimum atau minimum pada suatu batang dapat
digambarkan pada sebuah elemen yang mendapat beban. Dimana penjabaran
tegangan yang terjadi dapat diuraikan, sehingga nantinya mendapatkan persamaan
minimum dan maksimum untuk mencari nilai suatu tegangan. Titik centroid pada benda akan menjabarkan tegangan-tegangan yang terjadi, sehingga untuk
mendapatkan persamaan akan lebih mudah.
Tegangan tarik utama adalah tegangan yang dibentuk dari gaya tarik utama
pada tiap – tiap sumbu yaitu tegangan tarik pada sumbu x dan tegangan tarik
terhadap sumbu y, dimana persamaan untuk tegangan tarik utama diperoleh
dengan menjumlahkan tiap tegangan pada satu sumbu yang sama dan segaris.
Tegangan tarik pada luasan θ terletak pada satu garis dengan tegangan ��cos θ
dan σysin θ. Dengan penjumlahan secara vektor maka akan diperoleh persamaan
untuk tegangan tarik utama yang terlihat pada persamaan 2.18 berikut :
σθAθ = σx Axcos θ + σy Ay sin θ- 2 τ
σθAθ= σ
xy Aθcos θ sin θ
x (Aθcos θ) cos θ+ σy (Aθsin θ)sin θ - 2 τ
σθ = σ
xy Aθcos θ sin θ
x cos2θ+ σy sin2θ- 2 τxy
�� = (��+ ���)+(��−���) cos 2θ - 2 τ
cos θ sin θ
xy sin 2θ ( 2.18)
Tegangan geser utama adalah tegangan yang dibentuk dari gaya geser utama
pada tiap – tiap sumbu yaitu tegangan geser pada sumbu x dan tegangan geser
terhadap sumbu y, dimana persamaan untuk tegangan geser utama diperoleh
dengan menjumlahkan tiap tegangan pada satu sumbu yang sama dan segaris.
Tegangan geser θ yang terletak pada satu garis dengan tegangan ��sin θ dan σycos
θ. Dengan penjumlahan secara vektor maka akan diperoleh persamaan untuk
tegangan geser utama yang terlihat pada persamaan 2.19(Lit.Timosenko hal 75).
���� +��������+��������� − �������� − ��������� = 0
���� =�������� − �������� − ���������+���������
���� =��(������)���� − ��(������)����+���(������)���� −
Tegangan tarik maksimum adalah nilai tegangan pada batas tertinggi yang
mampu diterima oleh beban. Tegangan tarik maksimum merupakan batas yang
diizinkan dalam pemberian gaya berupa pembebanan. Tagangan tarik maksimum
pada tegangan utama memiliki syarat dalam penentuan nilai sudut yang dibentuk.
Syarat untuk memperoleh tegangan tarik utama maksimum adalah :
���2�
Sehingga Tegangan Tarik Utama Maximum adalah :
���� = ���
Tegangan geser utama maksimumadalah batas nilai tegangan tertinggi yang
mampu diterima oleh benda pada pembentukan sudut tertentu, dimana nilai sudut
yang dibentuk dapat ditentukan dengan menentukan titik maksimum dari tegangan
geser utama.Syarat untuk menentukan tegangan geser utama maksimum
mempengaruhi besarnya pembebana yang mampu diterima oleh benda.
Syarat untuk memperoleh tegangan geser utama maksimum adalah :
��� �� = 0
� ����− �2 �� ���2�+������2��
� ��� − �2 �� ���2�+���(−2���2�) = 0
Sehingga Tegangan Geser Maximum Utama adalah :
2.2.3.1. LingkaranMohr Tegangan Utama
Lingkaran mohr untuk tegangan utama dibentuk dari persamaan dasar dari
lingkaran dengan menjumlahkan persamaan pada tegangan tarik utama dan
tegangan geser utama.Persamaan yang diperoleh merupakan dasar untuk
membentuk lingkaran.Tegangan maksimum dan minimum dapat dihitung melalui
perhitungan untuk titik terjauh pada lingkaran sepanjang sumbu x dan tegangan
tarik utama minimum dapat dihitung melalui penentuan titik terdekat pada sumbu
x. Persamaan – persamaan tersebut dapat dilihat pada lingkaran mohr pada
gambar 2.9.
Gambar 2.9 Lingkaran Mohr Untuk Tegangan Utama
Dengan demikian nilai – nilai tegangan yang dapat diperhitungkan pada
pembebana yang diberikan dapat dilihat berdasarkan gambar yang dilukis
berdasarkan perhitungan dari nilai – nilai tegangan tarik dan geser pada sudut
pembentuk.Diagram mohr merupakan bentuk dari semua tegangan yang
mempengaruhi benda yang dapat dilihat melalui gambar.
2.3. Sistem Penumpu
Pipe support adalah salah satu bagian yang penting dalam sistem perpipaan
atau di suatu plant.Sistem penumpu berfungsi untuk menahan dan mengkondisikan suatu sistem perpipaan sehingga aman sampai waktu yang telah
ditentukan, bahkan diharapkan berfungsi selama pipa masih digunakan.
2.3.1. Momen Lentur (Bending Momen)
Jadi momen lentur merupakan kebalikan (arah) dari tahanan momen
dengan besaran yang sama. Momen lentur juga dinotasikan dengan M. Momen
lentur lebih lazim digunakan daripada tahanan momen dalam perhitungan karena
momen ini dapat dinyatakan secara langsung dari beban atau gaya-gaya
eksternalnya.
2.3.2. Gaya geser
Gaya geser adalah berlawanan arah dengan tahanan geser tetapi besarnya
sama. Biasanya dinyatakan dengan V. Dalam perhitungan, gaya geser lebih sering
2.3.3. Gaya dan Momen pada tumpuan
Ketika pipa dibebani dengan gaya atau momen, tegangan internal terjadi
pada batang. Secara umum, terjadi tegangan normal dan tegangan geser.Untuk
menentukan besarnya tegangan-tegangan ini pada suatu bagian atau titik
tersebut.Untuk menentukan besarnya resultan pada tumpuan dapat menggunakan
persamaan-persamaan kesetimbangan.
Berikut ini adalah contoh analisa 1 dimensi arah x untuk menentukan arah
gaya dan momen pada sebuah pipa yang ditumpu.
RAx
RAy RBy
Gambar 2.10 Free Body Diagram kesetimbangan gaya dan momen
Dari diagram benda bebas diatas akan didapatgaya–gaya reaksi yang
bekerja pada tiap tumpuan yangterlihat pada persamaan dari gambar 2.10 :
A B
L
a b
∑�� = 0
�� − ���(�) = 0
��� (�) = ��
���
=
���∑�� = 0
��� + ���− � = 0
��� =� − ���
��� =� −
��
�
���
=
��
�
Persamaan momen untuk batasan0 ≤ � ≤ �
���
���
∑� = 0
�� − ���(�) = 0
�� = ���(�)
�� = ��� (�)
v Mx
Untuk nilai x = 0
�0 = 0
Untuk nilai x = a
�� = ����
Dan untuk persamaan gaya geser diperoleh :
∑�� = 0
��� − �� = 0
�� =���
�� =���
Untuk nilai x = 0
�0 = ��
�
Untuk nilai x = a
�� = ���
Sedangkan persamaan momen untuk batasan � ≤ � ≤ �
x
M
a v
���
���
Nx P
∑�� = 0
�� +�(� − �)− ���(�) = 0
�� = ���(�)− �(� − �)
�� =
��
�
(�)− �(� − �)Untuk nilai x = a
�� =����
Untuk nilai x = l
�� = 0
Dan untuk persamaan gaya geser diperoleh :
∑�� = 0
��� − � − �� = 0
�� =��� − �
�� =
��
�
− �Untuk nilai x = a
�� =
��
�
− �Untuk nilai x = l
�� =
��
� − �
�� =−
��
�
Dari hasil penurunan persamaan diatas untuk momen dan gaya geser akan
didapat bentuk diagram untuk masing-masing persamaan momen dan gaya geser
dimana gambar yang dihasilkan berdasarkan bentuk dari diagram benda bebas
pada gambar 2.11 :
Gambar 2.11 Diagram gaya geser dan momen lentur
A B
L
a b
���
��� ���
P
��
� ��
�
−
+
2.4 Klasifikasi Tegangan
Tegangan yang tejadi dalam sistem perpipaan dapat dikelompokkan ke
dalam dua kategori, yakni Tegangan Normal (Normal Stress) dan Tegangan Geser (Shear Stress). Tegangan normal terdiri dari tiga komponen tegangan, yang masing-masing adalah:
1. Tegangan Longitudinal (Longitudinal Stress), yaitu tegangan yang searah panjang pipa.
2. Tegangan Tangensial atau Tegangan Keliling (Circumferential Stres satau Hoop Stress), yaitu tegangan yang searah garis singgung penampang pipa.
3. Tegangan Radial (Radial Stress), yaitu tegangan searah jari-jari penampang pipa.
Tegangan Geser terdiri dari dua komponen tegangan, yang masing-masing adalah:
1. Tegangan Geser (Shear Stress), yaitu tegangan akibat adanya gaya yang berimpit atau terletak pada luas permukaan pipa.
2. Tegangan Puntir atau Tegangan Torsi (Torsional Stress), yaitu tegangan yang terjadi akibat momen puntir pada pipa.
2.4.1 Tegangan Longitudinal ( Longitudinal Stress)
2.4.1.1 Tegangan Aksial
Tegangan aksial adalah tegangan yang ditimbulkan oleh gaya F
axyang
bekerjasearah dengan sumbu pipa, dan dapat diperlihatkan seperti gambar 2.12:
Gambar 2.12Tegangan Aksial
σ
Dimana :
ax = ���
��
(2.20)
σ
axAm = luas penampang pipa =tegangan aksial
= � 4(do
2 – di2
do = diameter luar
)
di = diameter dalam
2.4.1.2Tegangan Lentur (Bending Stress)
Tegangan yang ditimbulkan oleh momen M yang bekerja diujung-ujung
benda. Dalam hal ini tegangan yang terjadi dapat berupa Tensile Bending. Tegangan lentur maksimum terletak pada permukaan pipa dan nol pada sumbu
pipa, dapat ditunjukkan pada gambar 2.13:
Gambar 2.13.Bending Momen
�
�=
���� (2.21)Tegangan maksimum terjadi pada dinding terluar dari pipa
�
����=
�����=
��(2.22)
Dimana :
M = momen bending
c = jari-jari terluar pipa
I = Momen inersia penampang
I = � 64( do
4 – di4
Z = section modulus
= � ��
2.4.2 Tegangan Geser
Berbeda dengan tegangan normal akibat gaya aksial, Tegangan geser
terjadi pada permukaan pipa dimana gaya yang bekerja terletak pada permukaan
pipa atau bekerja sejajar terhadap permukaan pipa. Tegangan geser terjadi
diakibatkan oleh gaya yang bekerja sejajar dengan permukaan pipa dan karena
adanya momen torsi yang terdapat pada pipa, momen torsi ini dapat berupa dua
gaya yang bekerja sejajar dengan arah yang berlawanan (momen kopel).
2.4.2.1 Akibat gaya geser (V)
Tegangan geser akibat gaya geser (V) dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan 2.23:
τ
Dimana :
max
=
�� (2.23)V = Gaya Geser
A = Luas penampang
Tegangan ini mempunyai nilai minimum di sumbu netral (di sumbu
simetri pipa) dan bernilai nol pada titik dimana tegangan lendut maksimum ( yaitu
pada permukaan luar dinding pipa). Karena hal ini dan juga karena besarnya
2.4.2.2Akibat momen puntir
Tegangan geser akibat momen puntir (Mt) dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan 2.24 (Lit. Hibeller, Hal 143) :
τ
Dimana :
max
=
����
� (2.24)
Mt = Momen Puntir
J = Momen Inersia Polar
Tegangan ini terjadi akibat adanya momen yang bekerja pada pipa yang
mengakibatkan adanya pergeseran sudut terhadap sumbu pipa, momen yang
bekerja dapat berupa momen ataupun gaya yang mengakibatkan terjadinya
puntiran.
2.4.3 Tegangan Torsi
Suatu bentangan bahan dengan luas permukaan tetapdikenai suatu puntiran
( twisting ) pada setiap ujungnya danpuntiran ini disebut juga dengan torsional, dan bentangan bendatersebut dikatakan sebagai poros ( shaft ).Distribusi tegangan bervariasi dari nol pada pusat poros sampai dengan maksimum pada sisi luar
Gambar 2.14. Distribusi Tegangan Geser
2.4.3.1Momen Inersia( Polar )
Untuk suatu batang bulat berlubang (pipa) dengan diameter luar Do dan
diameter dalam Di, momen kutub inersia (polar momen of inertia) penampang
melintang luasnya, biasanya dinotasikan dengan J (Lit.Hibbeler, hal 72).
Dimana :
J = �
32 (D0
4 – Di4)
Momen kutub inersia untuk batang bulat tanpa lubang (batang pejal) dapat
diperoleh dengan memberi nilai Di = 0. Kuantitas dari J merupakan sifat
matematis dari geometri penampang yang melintang yang muncul dalam kajian
tegangan pada batang atau poros bulat yang dikenai torsi.
2.4.3.2Regangan geser
Suatu garis membujur a-b digambarkan pada permukaan poros tanpa
beban.Setelah suatu momen punter T dikenakan pada poros, garis a-b bergerak
menjadi a-b’ seperti ditunjukkan pada gambar berikut.Sudut γ, yang diukur dalam
regangan geser pada permukaan poros. Definisi yang sama berlaku untuk setiap
titik pada batang poros tersebut, dapat ditunjukkan pada gambar 2.15:
Gambar 2.15. Regangan Geser
2.5 Persamaan Tegangan Pada Sistem Perpipaan
Persamaan tegangan pada sistem perpipaan merupakan persamaan yang
dapat diturunkan dari persamaan untuk tegangan �1,2 yang sesuai dengan aplikasi
tersebut. Pada dasarnya persamaan tegangan yang dihasilkan pada tiap kondisi
yang berbeda diperoleh dari persamaan untuk tegangan utama, yang membedakan
persamaan tegangan pada tiap-tiap kondisi itu adalah tegangan terhadap sumbu x
dan tegangan terhadap sumbu y. Pada kondisi bending tegangan terhadap sumbu x
tidak berlaku atau diabaikan dengan sudut pembentuk
�
dengan nilai 90 derajat.Secara umum akan terlihat pada gambar 2.16.
Maka akan berlaku persamaan Tegangan Utama dengan ketentuan dimana
pada gambar diatas menunjukkan bahwa, arah tegangan terhadap sumbu x adalah
0, dan hanya ada tegangan yang bekerja terhadap sumbu y. Tegangan geser yang
terjadi pada gambar diatas adalah tegangan geser akibat gaya geser yang bekerja
searah dengan luas penampang pipa, secara umum dapat dilihat pada persamaan
dibawah ini (Lit. Timosenko hal 43 ).
�1,2 = � ��+��
2 �±�� ��−��
2 � 2
+���2
Dimana�� dan ��� pada kondisi lentur pada sistem penumpu akan berubah
menjadi persamaan yang sesuai dengan keadaan dari bentuk beam yang dalam hal
ini berbentuk pipa dimana tidak terjadi tegangan dalam arah sumbu x (��=0).
�� = 0( tidak ada tegangan terhadap sumbu x )
��=��� �
���= ��
Dimana :
M= momen bending
C= jari-jari terluar pipa
I= Momen inersia penampang
V= Gaya Geser
2.6 Metode Elemen Hingga
Metode Elemen Hingga adalah salah satu dari metode numerik yang
memanfaatkan operasi matrix untuk menyelesaikan masalah-masalah fisik.
Metode ini dibangun sebagai metode numeric untuk analisa tegangan, tapi
sekarang pemakainanya telah meluas sebagai metode yang umum untuk banyak
permasalahan engineering kompleks dan ilmu-ilmu fisika.Mengandung banyak
perhitungan, pertumbuhannya berhubungan dekat dengan pengembangan
teknologi komputer.
Metode Elemen Hingga digunakan dengan membagi suatu benda menjadi
bebrapa bagian dan bagian-bagian tersebut disebut dengan mesh. Beberapa mesh
yang terbentuk dari suatu benda dan terdiri dari beberapa titik (node). Nilai dan jumlah titik (node) ditentukan oleh jumlah mesh.
Gambar 2.15 Gambar Pembagian Mesh pada benda
n= m+1 (2.25)
dimana :
n= jumlah node
m= jumlah mesh
Mesh 1 Mesh 2 Mesh 3
Dengan demikian, pada persamaan 2.15 didapat bahwa jumlah titik (node)
pada pembagian elemen sama dengan jumlah mesh ditambah satu.
2.6.1 Node (U)
Node atau titik merupakan dasar dalam penghitungan tegangan. Dimana
perpindahan node akibat pemberian gaya yang berupa pembebanan pada benda
yang merupakan nilai dari pertambahan panjang atau perpindahan node (∆u).
Nilai dari perubahan panjang akan mempengaruhi nilai kekakuan dari pipa (k).
Semakin besar jarak perpindahan antar node pada suatu mesh akibat pembebanan
berupa gaya maka akan semakin besar tegangan yang diterima pada mesh dimana
node berada. Dimana nilai perpindahan node dirumuskan dengan persamaan 2.26
:
∆u = Ui+1 - Ui (2.26)
Dimana :
∆u : Perpindahan Node
Ui
U
: node urutan ke-i
2.6.2 Konstanta Kekakuan (K)
Nilai konstanta kekakuan dipengaruhi oleh nilai gaya dan perpindahan
node (∆u). Dimana jika semakin besar nilai perpindahan node pada pembebanan
yang sama maka akan menghasilkan nilai Konstanta Kekakuan (�) yang lebih
kecil, sebaliknya jika nilai perpindahan node kecil pada pembebanan yang sama
maka akan menghasilkan nilai Konstanta Kekakuan (k) yang lebih besar.
Nilai konstanta kekakuan pada Metode Elemen Hingga diperoleh dengan
meggunakan persamaan dari konstanta kekakuan pegas yang di tunjukkan pada
gambar (2.10 )
Gambar 2.16 Konstanta kekakuan pegas
Dimana nilai konstanta pegas yang diberikan pada persamaan (2.27)
� =�∆� (2.27)
Dimana :
F : Gaya
k : Konstanta Pegas x
∆�
F
∆x : Pertambahan Panjang
Untuk kondisi benda yang mengalami perubahan panjang atau
penambahan panjang akibat gaya yang dibebankan pada benda yang dibagi
menjadi beberapa elemen, defleksi atau lendutan yang terjadi mengakibatkan
benda mengalami perpanjangan searah sumbu pusat benda, sehingga pertambahan
panjang akibat pengaruh gaya ditentukan berdasarkan penurunan persamaan 2.27
�= �
� Untuk persamaan tegangan
� =∆�
� Untuk persamaan pertambahan panjang
Persamaan umum untuk menghubungkan nilai tegangan dan pertambahan
panjang dapat dilihat pada persamaan 2.28
� =�� (2.28)
Dimana :
� : Tegangan
� : Modulus Elastisitas
� : Regangan
Sehingga dengan mensubtitusikan persamaan tegangan dan pertambahan
panjang kedalam persamaan 2.27 akan menghasilkan nilai konstanta kekakuan
secara umum yang ekuivalen dengan konstanta kekakuan pegas yang terlihat pada
� � =�
∆� �
� =�� �� � ∆� (2.29)
Dimana :
F : Gaya yang bekerja
A : Luas permukaan elemen
E : Modulus elastisitas Elemen
∆� : Pertambahan panjang
Persamaan 2.29 ekuivalen dengan persamaan 2.27 pada kondisi yang
sama, sehingga nilai konstanta kekakuan dapat diwakilkan dengan persamaan �
pada benda yang mengalami perpanjangan akibat lendutan oleh beban F yang
bekerja padanya. Persamaan untuk nilai � diperoleh dengan mensubtitusikan
persamaan 2.29 kedalam persamaan 2.27 sehingga akan diperoleh persamaan
kekakuan untuk Metode Elemen Hingga yang terlihat pada persamaan 2.30
� =�∆� Persamaan untuk konstanta pegas
� =���
� � ∆� Persamaan untuk konstanta Metode Elemen
Hingga
����� ∆� = �∆�
� =�� �
Dimana :
k :Nilai kekakuan elemen
A : Luas permukaan elemen
E : Modulus elastisitas Elemen
L : Panjang Elemen
Dengan demikian, persamaan 2.30 merupakan persamaan untuk konstanta
metode elemen hingga secara umum yang digunakan dengan mengasumsikan
keadaan yang sama dengan konstanta kekakuan pegas.
2.7 Matriks Kekakuan Akibat Pembebanan Axial
Untuk menghitung nilai perpindahan node (�) diperlukan perhitungan
matriks dengan menggunakan nilai matriks kekakuan dan matriks gaya. Matriks
kekakuan dan matriks gaya berisi nilai kekakuan dan gaya yang ada pada setiap
elemen. Perhitungan matriks perpindahan node (�) dapat dilihat pada persamaan
2.31.
[�][�] = [�]
Pada suatu benda yang terbagi dalam beberapa elemen, terdapat lebih dari
satu nilai kekakuan.Nilai-nilai kekakuan elemen yang berbeda tersebut disusun
dalam satu matriks global.
Pada suatu elemen terdapat gaya-gaya yang bekerja pada tiap node elemen
tersebut. Gaya-gaya tersebut terlihat pada gambar 2.17 (Lit Saeed Moaveni hal
:58)
Gambar 2.17 Perpindahan dan Gaya di suatu elemen
x
y Uix
Uiy
Uiy
Uix
Ujx Ujy
Ujy
Ujx
x
y Fix
Fiy
Fiy
Fix
Fjx Fjy
Fjy
Pada gambar 2.17 dapat diuraikan titik perpindahan serta gaya yang
bekerja yang terlihat pada persamaan
Persamaan untuk perpindahan
��� = ��� ���� − ���sin�
��� = ��� ����+ �������
��� = ��� ���� − ��� sin�
��� = ��� ����+��� cos�
Untuk menuliskan persamaan perpindahan ke dalam matriks maka dapat
dirumuskan sebagai (Lit Saeed Moaveni hal : 59)
{�} = [�]{�} gambar 2.17 .sedangkan [T] merupakan matriks transformasi yang
sama kita dapat menjabarkan gaya yang bekerja pada elemen seperti persamaan
2.32
��� = ��� ���� − ��� sin�
��� = ��� ����+ �������
��� = ��� ���� − ��� sin�
��� = ��� ����+��� cos� (2.32)
Untuk menuliskan persamaan gaya yang bekerja ke dalam matriks maka
dapat dirumuskan sebagai
{�} = [�]{�}
Dengan mensubtitusikan nilai {F} dan {u} kedalam persamaan 2.31 maka didapat persamaan 2.33
[�]−1{�} = [�][�]−1{�}
{�} = [�] [�][�]−1{�} (2.33)
Dimana nilai [�]−1 merupakan invers dari matriks [T] yang bernilai
[�]−1 = �
cos� sin�
−sin� cos�
0 0
0 0
0 0
0 0
cos� sin�
−sin� cos�
�
Maka dengan mensubtitusikan persamaan 2.33 Dengan nilai-nilai yang
⎩
Sehingga bentuk matriks kekakuan global bisa dituliskan dalam matrik
[�] =� �
Untuk elemen yang berdeformasi hanya dalam 1 dimensi saja maka hanya
diambil 1 titik diantara X atau Y sebagai matriks kekakuannya. Sudut � pada
matriks trigonometri menggambarkan posisi elemen terhadap sumbu X.
Jika suatu elemen berdeformasi terhadap sumbu X dengan nilai sudut 0o,
maka matriks kekakuan elemennya menjadi
[�] =� �
Karena elemen hanya berdeformasi kearah sumbu X maka matriks pada
sumbu Y dihilangkan sehingga nilai matriks kekauan menjadi
Bentuk dasar matriks kekakuan pada elemen diuraikan seperti
persamaan-persamaan matriks
Persamaan matriks untuk elemen 1 (�1)
[�]1 = � �1 −�1 −�1 �1 �
Posisi matriks pada matriks global
[�](1�) =�
Persamaan matriks untuk elemen 2 (�2)
[�2] =� �2 −�2
−�2 �2�
Posisi matriks pada matriks global
[�](2�) = �
Persamaan matriks untuk elemen (�3)
[�3] =� �3 −�3
Posisi matriks pada matriks global
Persamaan matriks-matriks satuan dibentuk menjadi matriks global secara
umum yang berurutan berdasarkan letak node pada tiap elemen yang berbeda,
secara matematis elemen ini mengikuti kaidah ‘Lagrace’ dalam matematika
numerik.Untuk penjumlahan matriks satuan tiap masing-masing konstanta k tiap-tiap elemen dijumlahkan berdasarkan asumsi keadaan node. Pada matriks satuan
k1 hanya memiliki matrik tunggal karena node 1 hanya berada pada 1 elemen,
untuk matriks pada node 2 terdapat 2 elemen yang berbeda pada tiap node
tersebut, sehingga pada node 2 terdapat 2 nilai konstanta yang bekerja yaitu k1 dan k2. Untuk node 3 terdapat 2 konstanta k, yaitu k2dan k3.
konstanta yang terdapat pada tiap node akan dijumlahkan dan disusun berdasarkan
matriks global pada matematika numeric yang terlihat pada susunan matriks 2.34
[�](�) = [�](1�)+ [�](2�)+ [�](3�)
Susunan matriks diatas digunakan untuk pembagian benda menjadi tiga
elemen (tiga mesh) yang terdiri dari empat node. Dimana nilai kekakuan untuk
Cara penyusunan matriks seperti penyusunan matriks 2.34 dapat digunakan juga
bila suatu benda terbagi menjadi lebih dari 3 elemen.
2.7.1 Metode Elemen Hingga Untuk Pembebanan Aksial
Untuk menghitung nilai tegangan aksial menggunakan metode elemen
hingga, setelah mendapatkan nilai perpindahan (u), kita dapat menggunakan rumus (Lit 4 hal: 10)
�=� ���+1− ��
� �
Nilai ��+1��� �� merupakan nilai perpindahan ada titik i dan seterusnya.
2.8 Matriks Kekakuan Untuk Pembebanan Lentur
Metode elemen hingga untuk defleksi merupakan perubahan bentuk benda
akibat adanya pembebanan yang membuat adanya lengkungan, lengkungan
menghasilkan perpindahan titik terluar pada benda, perpindahan titik ini
dinamakan dengan perpindahan node. Kedudukan titik sebelum terjadinya
defleksi dengan kedudukan titik setelah adanya defleksi disebut pertambahan
panjang elemen Un+1 – Un.
Analogi perpindahan node pada kasus defleksi, merupakan pendekatan
yang dilakukan untuk menghitung nilai perpindahan yang diakibatkan oleh
Gambar 2.18 Pembebanan Defleksi
Untuk menentukan nilai perpindahan dari benda yang mengalami defleksi
akan digunakan persamaan diferensial yang diperoleh dari persamaan momen,
secara matematis persamaan momen dapat diperoleh langkah-langkah berikut.
Menentukan gaya-gaya reaksi
� �� = 0
�� =�.�= 0
�� =�.�
� �� = 0
��� = 0
� �� = 0
L
P
L
���
���
B P
A
C M
v ��� − �= 0
��� =�
�� =�
Menentukan persamaan kurva elastis
� �� = 0
�� +� − ���= 0
� =��� − ��
� = (�.�)−(�.�) (2.35)
Pada persamaan 2.35 diperoleh persamaan momen untuk benda yang
mengalami defleksi sehingga untuk mendapatkan nilai perpindahan dan
perubahan sudut akibat pembebanan pada benda yang mengalami defleksi nilai
momen pada persamaan 2.35 disubtitusikan dalam persamaan 2.36 yang
merupakan persamaan deferensial untuk perpindahan dengan batas sumbu y.
�� ���2�2 = � =�� − �� (2.36)
�� ���� = ��� =1 2 ��
2− ���+�
1 (2.37)
x
���
A
�
Dengan menggunakan syarat batas
XA = 0 ;�� = 0 ; YA
Defleksi maksimum terjadi pada titik B
XB= L
����� = �� =6��� (�3−3�3)
�� = 6���(−2�3) = �� 3
3��
Slope pada titik B
XB
Untuk benda yang mengalami defleksi akibat adanya momen yang bekerja
di ujung benda, dimana pada titik tersebut merupakan titik maksimum terjadinya
perpindahan yang terlihat pada gambar 2.19. = L
�� = ������ � =
�
2�� (�
2−2�2)
�� = 2��� (−�2)
�� = −�� 2
2��
2.19 Pembebanan Defleksi Akibat Momen
L