PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP ZACHMAN JAKARTA
ARRAHMY FEBRINA
DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Efisiensi Waktu Penanganan Tuna dari Proses Pembongkaran sampai Pengemasan pada Industri Tuna Segar dan Loin di Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada Perguruan Tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulislain, telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Juli 2012
ARRAHMY FEBRINA, C44080047. Efisiensi Waktu Penanganan Tuna dari Proses Pembongkaran sampai Pengemasan pada Industri Tuna Segar dan Loin di Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta. Dibimbing oleh JULIA EKA ASTARINI dan SUGENG HARI WISUDO.
Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta (PPSNZJ) merupakan salah satu pelabuhan yang memiliki aktivitas perikanan yang besar. Adapun upaya dalam menunjang kegiatan perikanan, pengolahan dan pemasaran produk ini, PPSNZJ memiliki sarana dan prasarana pendukung berupa industri/perusahaan di dalamnya.Ikan tuna merupakan salah satu komoditas perikanan Indonesia yang bernilai jual tinggi sehingga mampu menembus pasar Internasional. Oleh karena itu, ikan tuna memerlukan penanganan yang baik agar kualitasnya tetap terjaga. Salah satu unsure penilaian suatu produk perikanan bernilai tinggi adalah tingkat kesegarannya. Tingkat kesegaran ikan terkait dengan kecepatan dan proses penanganan ikan, mulai dari dilakukan pembongkaran hingga tahapan pengemasan. Untuk meningkatkan peluang efisiensi waktu penanganan tuna ini, hendaknya terlebih dahulu mengetahui jalur-jalur kritis yang terjadi saat proses penanganan agar dapat dilakukan perbaikan sehingga diperoleh nilai efisiensi yang lebih baik. Penelitian dilakukan pada bulan Januari hingga Maret 2012 di PPSNZJ bertempat di Industri tuna segar/tuna landing center yaitu Transit 16 dan indutri tuna loin (PT. Awindo International). Metode penelitian yang digunakan adalah metode studi kasus yaitu melakukan analisis jaringan kerja
Critical Path Method (CPM). Hasil penelitian menunjukkan bahwa aliran kerja di industri tuna segar dan industri tuna loin sudah bisa dikatakan efisien dengan peluang efisiensi waktu penanganan di industri tuna segar sebesar 94,06% dan peluang efisiensi waktu penanganan di industri tuna loin sebesar 90,66%. Ada beberapa alternatif yang ditawarkan untuk meningkatkan nilai peluang efisiensi tersebut pada beberapa jalur kritis yang ditemukan, diantaranya dengan penambahan tenaga kerja dan fasilitas penanganan, seperti alat penimbangan.
Kata kunci : Efisiensi, industri tuna, jalur kritis, penanganan tuna, PPS Nizam Zachman Jakarta
ARRAHMY FEBRINA, C44080047.Efficiency Time of Handling Process from Unloading until Packaging in Fresh and Loin Tuna Industrialat Nizam Zachman Jakarta Ocean Fishing Port. Supervised by JULIA EKA ASTARINI andSUGENG HARI WISUDO.
Nizam Zachman Jakarta Ocean Fishing Port (PPSNZJ) is one of the harbors which havea large fishing activity. The efforts in supporting the activities of fishing, processing and marketing of these products, PPSNZJ have the supporting infrastructure in the form of industry/company in it. Tuna is one of Indonesia's fishery commodities high values so as to penetrate the international market. Therefore, tuna requires good handling that quality is maintained. One element assessment of high-value fish products is the level of freshness. The level of freshness of fish associated with the speed and the handling of fish, ranging from demolition to be done packing stage. To improve efficiency opportunities tuna handling time, should first know the critical pathways that occur during the process of treatment in order to do repairs in order to obtain better efficiency values. This research was observed during period January to March 2012 at Nizam Zachman Jakarta Ocean Fishing Port, that were at Transit 16 and Industrial Loin (PT. Awindo International). The method was used case study, where did the analysis networking Critical Path Method (CPM). The result analysis showed that stream work in the tuna industry can already be said efficient with efficiency opportunities time in fresh tuna management industry that was 94,06% and efficiency opportunities time in loin tuna management industry that was of 90,66%. There are several alternatives offered to boost efficiency opportunities at some critical path is found, including the addition of labor and handling facilities, such as the weighing instrument.
© Hak Cipta Milik IPB, tahun 2012
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP ZACHMAN JAKARTA
ARRAHMY FEBRINA
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada
Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
Zachman Jakarta Nama Mahasiswa : Arrahmy Febrina
NRP : C44080047
Program Studi : Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap
Disetujui Komisi Pembimbing
Ketua, Anggota,
Julia Eka Astarini, S.Pi, M.Si Dr. Ir. Sugeng Hari Wisudo, M.Si NIP.19750711 200701 2 001 NIP.19660920 199103 1 001
Diketahui :
Ketua Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
Dr.Ir. BudyWiryawan, M.Sc. NIP 19621223 198703 1 001
Skripsi diajukan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan pada bulan Januari hingga Maret 2012 adalahEfisiensi Waktu Penanganan Tuna dari Proses Pembongkaran sampai Pengemasan pada Industri Tuna Segar dan Loin di Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta (PPSNZJ). Penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat dan informasi untuk perbaikan manajemen industri tuna.
Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada :
1. Julia EkaAstarini, S.Pi, M.SidanDr. Ir. Sugeng Hari Wisudo, M.Si sebagai komisi pembimbing atas segala arahan dan bimbingannya;
2. Dr. Ir. Tri Wiji Nurani, M.Si sebagai dosen penguji dan Dr. Ir. Mohammad Imron, M.Si sebagai Komisi Pendidikan Departemen PSP atas sarannya terhadap skripsi ini;
3. Pihak Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta (PPSNZJ) serta kakak-kakak enumerator yang telah banyak membantu penulis selama di lapangan (KakJoko, Kak Deva, KakJazuli, Kak Abbas, dkk);
4. Pihak Manajemen PT Awindo International terutama BapakAmsarLubis, Bapak Tampoes Sudjiamidjaja, Ibu Tiurlina Uli, Mas Dedi, Mas Kumum, Mas Duta, Mas Didin yang banyak membantu penulis selama penelitian;
5. Kedua orang tuatercinta, M.Zainuddin dan Mardiana atas do’a dan kasih
sayangnya; 6. Uni Uci, kedua adik tersayang (Rahmat dan Fitrah) yang selalu mengirimkan
do’a dan semangatnya;
7. Saudara-saudaraku PSP 45dankeluarga PSPuntuksegalakebersamaannya; 8. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca.
Bogor, Juli 2012
Penulis dilahirkan di Padang padatanggal 25 Februari 1991 dari pasangan M.Zainuddin dan Mardiana. Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara. Riwayat pendidikan penulis menamatkan sekolah di SMAN 8 Padang tahun 2005 hingga tahun 2008. Penulis diterima sebagai mahasiswa pada Program Studi Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, InstitutPertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2008.
Selama mengikuti pendidikan di IPB, penulis aktif di beberapa organisasi/kelembagaan mahasiswa antara lain staf Departemen Kominfo BEM TPB IPB pada tahun 2008 hingga 2009, staf Departemen Kominfo BEM FPIK IPB pada tahun 2009 hingga 2010, bendahara Departemen Penelitian dan Pengembangan Keprofesian HIMAFARIN (Himpunan Mahasiswa Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan) IPB pada tahun 2010 hingga 2011. Penulis juga mengikuti sertifikasi A1 (One Star Scuba Diving) pada tahun 2011. Selain itu, penulis juga pernah menjadi asisten dosen pada mata kuliah Rekayasa dan Tingkah Laku Ikan pada tahun 2011 dan aktif di berbagai pelatihan maupun kepanitiaan kegiatan kampus.
ix
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
1 PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang ... 1
1.2 TujuanPenelitian ... 3
1.3 ManfaatPenelitian ... 3
2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1DefinisiEfisiensi ... 4
2.2 Unit Penangkapan Tuna Longline ... 5
2.2.1 Alattangkap tuna longline ... 5
2.2.2 Kapaldannelayan ... 6
2.2.3 Kegiatanoperasipenangkapan ... 7
2.3 Tuna danProduknya ... 8
2.4 PenangananHasilTangkapan Tuna ... 10
2.4.1 Penanganan tuna di ataskapal... 11
2.4.2 Penanganansaatdibongkardaridalampalkahikan ... 12
2.4.3 Penangananselama proses distribusi ... 13
2.4.4 Penanganan tuna di industrituna ... 15
2.5 AnalisisJaringanKerja (networking) ... 16
3 METODOLOGI 3.1 TempatdanWaktuPenelitian ... 18
3.2 Metodepengumpulan data ... 18
3.3 Analisis data ... 19
4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 KeadaanUmum PPS NizamZachman Jakarta ... 27
4.2 FasilitasPelabuhan ... 29
4.3 Unit Penangkapanlonglinedi PPSNZJ ... 32
4.3.1 Kapallongline ... 32
4.3.2 Alattangkaplongline ... 33
x
4.4 KeadaanUmumIndustri Tuna Segar dan Tuna Loin ... 35
4.4.1 Industri tuna segar (Transit 16) ... 35
4.4.2 Industri tuna loin (PT. Awindo International) ... 36
5 HASILDAN PEMBAHASAN 5.1Proses di Perusahaan Transit (Produk Tuna Segar) ... 41
5.1.1 Alurtahapanpenangananproduk tuna segar ... 41
5.1.2 Analisiswaktukerjadi industri tuna segar ... 46
5.1.3 Hambatan aktivitas (slack activity) dan jalur kritis (critical path) ... 48
5.1.4 Kegiatanefisiensialternatifindustri tuna segar ... 56
5.2 Proses di Perusahaan Pengolahan Loin (Produk Frozen Tuna) ... 59
5.2.1 Alur tahapan penanganan produk tuna loin ... 59
5.2.2 Bahanbakudanbahantambahan ... 66
5.2.3 Produkakhir yang dihasilkan ... 67
5.2.4 Analisiswaktukerjadi industri tuna loin ... 70
5.2.5 Hambatan aktivitas (slack activity) dan jalur kritis (critical path) ... 71
5.2.6 Kegiatanefisiensialternatifindustri tuna loin ... 77
6KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 80
6.2 Saran ... 81
DAFTAR PUSTAKA ... 82
xi
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Spesifikasialattangkap tuna longline ... 6
2 StandarNasional Indonesia (SNI) untukproduk tuna ekspor ... 15
3 Simbol-simboluntukpenggambaran diagram jaringankerja ... 21
4 Fasilitaspokok di PPSNZJ ... 29
5 Fasilitasfungsional di PPSNZJ ... 30
6 Fasilitaspenunjang di PPSNZJ ... 31
7 Kapal tuna longlineyang masukke PPSNZJ (2006 hingga 2007) ... 32
8 Pembagiantugas ABK Kapallongline ... 34
9 Hasilperhitungan ES, EF, LS dan LFpadaindustri tuna segar ... 47
10 Hasilperhitungan ES, EF, LS, LF, slackdancritical pathpadaindustri tunasegar ... 48
11 Perkiraan waktu kegiatanpada industri tuna segar ... 50
12 Perhitungan waktu yang diharapkan dan varianspada industri tuna segar ... 51
13 Kurva normal statistika(uji Z) 1 ... 52
14 Kegiatan efisiensi alternatif I industri tuna segar ... 56
15 Kegiatanefisiensialternatif II industri tuna segar ... 57
16 Standarmutu tuna loin beku (SNI 01-4104.1-2006) ... 61
17 Hasilperhitungan ES, EF, LS dan LF padaindustri tuna loin ... 70
18 Hasilperhitungan ES, EF, LS, LF, slack activity, dancritical path pada industri tuna loin ... 71
19 Perkiraanwaktukegiatanindustri tuna loin ... 72
20 Perhitungan waktu yang diharapkan dan varians pada industri tuna loin .. 72
21 Kurva normal statistika (Uji Z 2) ... 73
22 Kegiatan efisiensi alternatif I industri tuna loin ... 77
xii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Bentuktubuhsalahsatuspesiesikan tuna (big eye tuna) ... 9
2 Namakegiatanatausimbol ... 21
3 Kapalmasuklonglinedi PPSNZ daritahun 2006 hingga 2010 ... 32
4 Organisasipelayarankapallongline ... 34
5 Jenisproduk tuna dariindustri tuna segar ... 36
6 Alurtahapanpengolahanindustri tuna segar ... 41
7 Kemungkinanwaktupenyelesaianaktivitas ... 49
8 Kurva normal peluang efisiensi waktu pada industri tuna segar ... 53
9 Diagram alirjaringankerjapadaindustri tuna segar ... 54
10 Diagram alirjaringankerjadenganmetode CPM padaindustri tunasegar ... 55
11 Alurtahapanpengolahanindustri tuna loin ... 60
12 Produksteakkemasan ... 67
13 Produkcubekemasan ... 67
14 Pemotonganprodukchunk ... 68
15 Produksakukemasan ... 68
16 Produk loin dalamkemasan ... 69
17 Produknakaochikemasan ... 69
18 Kurva normal peluang efisiensiwaktu pada industri tuna loin ... 74
19 Diagram alirjaringankerjapadaindustri tuna loin ... 75
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Spesifikasidannilaiorganoleptikikanbasah ... 86
2 Ujikandunganhistamin di industri tuna loin ... 87
3 Petawilayahakses PPSNZJ di DKI Jakarta ... 88
4 Petalokasipenelitian ... 89
5 Unit penangkapan tuna (longline) ... 90
6 Strukturorganisasiindustri tuna loin ... 91
7 Baganpemasarandistribusiikan tuna di PPSNZJ ... 92
8 Denahalur proses penanganan tuna di industri tuna segar (Transit 16) ... 93
9 Denahalur proses penanganan tuna di industri tuna loin (PT. Awindo International) ... 94
10 Dokumentasipenanganan tuna di industri tuna segar (Transit 16) ... 95
1
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta (untuk selanjutnya
disebut dengan PPSNZJ)merupakan salah satu pelabuhan yang memiliki aktivitas
perikanan yang besar.Pelabuhan ini memiliki berbagai fasilitas yang cukup lengkap
dan memadai untuk aktivitas ekspordan impor produk hasil perikanan.Berbagai
perusahaan dan industri perikanan baik dalam negeri maupun perusahaan asing juga
beraktivitas di dalam pelabuhan ini.PPSNZJ terletak di Kelurahan Penjaringan,
Kecamatan Penjaringan, Kotamadya Jakarta Utara,Provinsi DKI Jakarta.Adapun
untuk mendukung sistem distribusi perikanan pada pelabuhan inidilengkapi dengan
akses jalan utama yang menghubungkan pelabuhan perikanan tersebut ke beberapa
lokasi strategis di wilayahnya.
Salah satu unit penangkapan yang ada di PPSNZJ yang berperan penting
untuk penangkapan ikan tunaadalah unit penangkapan rawai tuna atau biasa dikenal
dengan perikananlongline.Alat tangkap ini biasanya digunakan untuk daerah
penangkapan yang berada di perairan samudera atau perairan laut yang dalam, yaitu
pada kedalaman antara 50-300 meter.Kapal yang digunakan berukuran 30-150 GT,
mesin utama berkekuatan 250-400 PK ditambah 1-2 mesin tambahan.Tujuan utama
penangkapan diantaranya yaitu tuna jenissouthern bluefin (tuna sirip biru selatan),
bigeye (tuna mata besar), yellowfin atau madidihang dan albacore (Tampubolon 1983).
Adapun upaya untukmenunjang kegiatan perikanan, pengolahan dan
pemasaran hasil perikanan, PPSNZJmemiliki sarana dan prasarana yang memadai
termasuk didalamnya terdapat 49 perusahaan. Perusahaan ini berlokasi di
pelabuhan dengan kegiatan usaha baik kegiatan utamanya sebagai perusahaan
penangkapan maupun perusahaan pengolahan produk perikanan.Proses penanganan
ikan tuna terdapat dua jenis industri pendukung yaitu industri transit untuk produk
tuna segar serta industri pengolahan untuk produk tuna loin. Kedua jenis
perusahaan ini memiliki peranan penting selama proses distribusi ikan sebelum
Ikan tuna merupakan salah satu sumber makanan protein hewani yang sehat
bagi masyarakat dan penyumbang pendapatan negara dari sektor perikanan karena
memiliki nilai jual yang tinggi.Suatu produk perikanan baru akan dapat
memberikan manfaat bagi para pelaku usaha setelah produk sampai ke tangan
konsumen. Proses penanganan, distribusi dan pemasaran menjadi faktor penting
untuk dapat memberikan nilai tambah pada produksi. Sifat produksi ikan yang
sangat mudah busuk (highly perishable) memerlukan penanganan produksi yang
tepat untuk dapat mengendalikan mutu produk.Pengendalian mutu menjadi faktor
yang sangat penting agar produk dapat sampai ke tangan konsumen dengan mutu
dan kualitas yang baik.
Penanganan dan penempatan ikan secara higienis merupakan
prasyaratdalam menjaga ikan dari kemunduran mutu karena baik
buruknyapenanganan akan berpengaruh langsung terhadap mutu ikan sebagaibahan
makanan atau bahan baku untuk pengolahan lebih lanjut.Demikian juga
penempatan ikan pada tempat yang tidak sesuai,misalnya pada tempat yang bersuhu
panas, terkena sinar mataharilangsung, tempat yang kotor dan lain sebagainya akan
berperanmempercepat mundurnya mutu ikan(Junianto 2003).
Salah satu faktor yang sangat penting untuk diketahui adalah tingkat
efisiensi yang dibutuhkan selama proses penanganan ikan tersebut mulai dari
dilakukan pembongkaran, proses pendistribusian ikan tersebut hingga proses
pengemasannya di industri/perusahaan. Terjadinya keterlambatan dalam
penanganan ikan akan mengakibatkan terjadinya beberapa kerugian, antara lain
pemborosan waktu menyebabkan keterlambatan penanganan produk tuna serta
menyebabkan terjadinya penurunan mutu dan kualitas ikan tuna. Terjadinya
pemborosan waktu kerja ini juga berkaitan erat dengan pengelolaan manajemen
SDM dan fasilitas yang kurang baik. Oleh karena itu diperlukan evaluasi waktu
kerja untuk mengetahui tingkat efisiensi kerja penanganan produk tuna di industri
tuna tersebut.
Efisiensi ini bertujuan agar didapat hasil yang maksimal dari tenaga
danwaktu selama proses kegiatan. Efisiensi tersebut dikaitkan dengan manajemen
yangakan mengukur bagaimanasesuatu dapat dilakukan sebaik-baiknya.Salah satu
adalah dengan melakukan analisis jaringan kerja dengan menggunakan
MetodeCritical Path Method(CPM). Pentingnya dilakukan analisis jaringan kerja
suatu proyek bertujuan untuk mendapatkan suatu model dari kegiatan-kegiatan
proyek atau kegiatan dalam suatu grafik (Simarmata1988).Perhitungan yang tepat
mengenai jumlah tenaga kerja, peralatan serta biaya yang dikeluarkan selama proses
penanganan baik di industri tuna segar maupun industri tuna loin perlu diketahui.
Hal ini bertujuan untuk menghindari penggunaan sumberdaya yang berlebihan
sehingga usaha yang dicapai dapat lebih efisien (Wishnuaji 1995).Selain itu,
perhitungan waktu yang tepat ini sangat berpengaruh untuk mengoptimalkan
kegiatan serta menghindari terjadinya waktu luang dan waktu menganggur.Untuk
mengetahui tingkat efisiensi waktu penanganan tuna ini, hendaknya terlebih dahulu
mengetahui jalur-jalur kritis yang terjadi saat proses penanganan agar dapat
dilakukan perbaikan untuk kedepannya sehingga diperoleh nilai efisiensi yang lebih
baik. Adapun penulis lebih fokus membahas efisiensi waktu penanganan tuna pada
dua jenis industri tuna, yaitu industri tuna segar dan industri tuna loin.
1.2Tujuan
Adapun tujuan penelitian ini adalah :
1) Menentukan faktor penyebab menurunnya kualitas produk pada industri tuna
mulai proses pembongkaran atau penerimaan hingga pengemasan di PPSNZ
Jakarta.
2) Mengestimasi kemungkinan waktu kerja yang efisien dalam proses penanganan
produk tuna.
3) Menentukan jalur kritis yang terjadi selama proses penanganan produk tuna.
1.3Manfaat
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini, antara lain :
1) Memberikan informasi mengenai aktivitas proses pembongkaran sampai
pengemasan pada produk tuna bagi masyarakat dan investor.
2) Memberikan masukan bagi manajemenindustri perikanan tuna
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1Definisi Efisiensi
Efisiensi adalah tingkat yang dapat dicapai oleh produksi yang maksimal
dengan pengorbanan yang minimal.Efisiensi perusahaan diukur oleh keuntungan
sebab produsen yang paling efektif ialah yang keuntungannya mencapai tingkat
yang maksimal dan biayanya merupakan kombinasi yang tepat dari faktor-faktor
produksi yang dapat diperkecil (Abdurrachman dan Tandiono 1979).
Bishop dan Tuossaint (1979) yang dikutip oleh Herlindah (1994)
berpendapat bahwa di dalam analisa ekonomi, efisiensi bertindak sebagai “alat
pengukur” untuk menilai pemilihan.Efisiensi pada umumnya menunjukkan
perbandingan antara nilai-nilai output terhadap nilai-nilai input. Suatu metode
produksi dikatakan lebih efisien daripada yang lainnya apabila metode tersebut
menghasilkan output yang lebih tinggi nilainya untuk pemersatuan input yang
digunakan.
Para ahli ekonomi menggunakan istilah efisiensi dalam dua ragam.Pertama,
efisiensi produksi yaitu bila semua sumber-sumber produksi digunakan untuk
menghasilkan output yang bernilai maksimum.Kedua adalah efisiensi ekonomi,
yaitu bila sistem ekonomi tersebut menggunakan sumber-sumber produksi dan
mengelompokkan komoditinya dengan sangat baik.Efisiensi produksi terbagi
menjadi dua, yaitu efisiensi teknis dan efisiensi ekonomis.Efisiensi teknis
mennggambarkan penggunaan input fisik untuk berproduksi (seperti jam kerja dan
sumberdaya manusia) tanpa meminta begitu banyak biaya. Peningkatan efisiensi
dalam suatu perusahaan perlu selalu diupayakan bagi kelangsungan sebuah
perusahaan.Adapun efisiensi waktu kerja masuk kedalam salah satu jenis efisiensi
produksi yang harus dilakukan (Siswanto 1988).
Menurut Kaizen (1992), peningkatan efisiensi dapat dicapai dengan
melakukan prinsip lima S dan menghilangkan kerugian-kerugian yang timbul, lima
S tersebut adalah:
1) Seiri (Clearing up) : menyingkirkan benda atau barang yang tidak diperlukan
sehingga barang yang ada di lokasi kerja hanya barang yang benar-benar
2) Seiton (Organizing) : menempatkan benda-benda yang diperlukan dengan baik
serta melakukan tata letak peralatan dan perlengkapan kerja dengan rapi
sehingga siap digunakan setiap saat diperlukan.
3) Seiso (Cleaning) : membersihkan daerah kerja, mesin, perlengkapan, dan
peralatan kerja agar selalu dalam keadaan bersih dan baik.
4) Seiketsu (Standardizing) : kegiatan memelihara fasilitas, tempat kerja, mesin,
peralatan, serta barang agar tujuan ketiga-S sebelumnya tercapai.
5) Shitsuke (Training and Discipline) : meningkatkan skill dan moral dengan
membudayakan serta membiasakan bekerja sesuai dengan sistem
(prosedur)yang bertujuan untuk mengembangkan perilaku kerja pegawai yang
positif di tempat kerja sebagai sebuah kebiasaan yang disiplin.
2.2Unit Penangkapan Tuna Longline
Komponen utama dalam perikanan tangkap adalah unit penangkapan, yang
terdiri dari perahu/kapal, alat tangkap dan nelayan.Jenis dan skala unit penangkapan
yang diperlukan oleh suatu usaha penangkapan dipengaruhi oleh faktor-faktor lain
yang merupakan faktor penentu/pembatas pengembangan perikanan di suatu
wilayah perairan tertentu (Moeljanto 1982).
2.2.1Alat tangkap tuna longline
Jenis alat tangkap yang mendominasi di pelabuhan tersebut adalah alat
tangkap tuna longline yaitu berjumlah 792 unit atau 24% dari jumlah kapal
keseluruhan yang masuk di pelabuhan tersebut. Kegiatan operasi penangkapan tuna
idealnya memerlukan alat bantu dalam rangka meningkatkan produktivitas dan
efektivitas seperti line hauler, line thrower, belt conveyor, branch line, line arranger, hoist, radio buoy, side roller, radio direction finder, sekiyama stretcher, light buoy, takal atau block, search light dan ganco. Namun, beberapa kapal penangkap tuna yang ada di PPSNZJ ini tidak menggunakan alat bantu yang
disebutkan di atas. Kapal ini hanya memiliki line hauler atau penarik tali utama,
Tabel1 Spesifikasi alat tangkap tuna longline secara umum yang digunakan
No Nama Bagian Bahan Diameter/No.
(mm, No)
2.2.2 Kapal dan nelayan
Kapal yang digunakan untuk mengoperasikan alat tangkap adalah kapal tuna
longline.Kapal ini mengoperasikan alat tangkap tuna longline yang digunakan khusus untuk menangkap tuna.Alat tangkap tuna longline ini merupakan alat
tangkap yang paling banyak jumlahnya di PPSNZJ. Berdasarkan Buku Statistik
Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta Tahun 2010, armada kapal
perikanan yang masuk di PPSNZJ berjumlah 3.276 unit. Angka ini mengalami
penurunan sebesar 7% dari tahun sebelumnya karena faktor kenaikan biaya
produksi yang tidak seimbang dengan jumlah hasil tangkapan yang diperoleh
menurut survei dari pihak UPT PPSNZJ.Ditinjau dari GT (Gross Tonnage) nya,
kapal yang mengoperasikan alat tangkap tuna longline tersebut memiliki ukuran GT
yang bervariasi yaitu antara 26-594 GT. Jumlah kapal penangkap tuna yang masuk
pada tahun 2010 didominasi kapal yang berukuran 21-30 GT sebanyak 33%,
101-200 GT sebanyak 31%, 51-100 GT sebanyak 23% dan 31-50 GT sebanyak 7%.
Kegiatan operasimenggunakankapal dengan mesin utama berkekuatan
250-400 PK ditambah 1-2 mesin tambahan.Kapal longline biasanya dilengkapi palka
yang berguna untuk menyimpan hasil tangkapan. Terdapat dua jenis palka yang
digunakan yaitu palkah dingin (untuk menyimpan ikan tuna) dan palka beku
(menyimpan ikan hasil tangkapan lain). Jumlah ABK pada kapal longline berkisar
antara 10 hingga 15 orang.ABK tersebut terdiri atas nakhoda, wakil nakhoda,
bertugas dalam kegiatan operasi penangkapan ikan.Nakhoda bertanggungjawab
penuh atas keberhasilan operasi penangkapan ikan (Nurani 1996).
Kapal longline biasanya berbentuk panjang dan ramping, umumnya
penampang melintang kapal berbentuk “V” bottom. Kelincahan kapal longline
sangat ditentukan oleh ukuran utamanya, panjang (L), lebar (B), dalam (D), dan
nilai perbandingan L/B, L/D dan B/D (Ayodhyoa 1981). Lubis (1981) menyatakan
bahwa kapal penangkapan ikan harus memiliki struktur lambung kapalyang kuat,
stabilitas yang baik dan kelengkapan fasilitas untuk menyimpan hasil tangkapan.
2.2.3 Kegiatan operasi penangkapan
Umpan merupakan faktor yang penting dalam perikanan rawai tuna
(longline).Jenis umpan yang biasanya digunakan yaitu ikan layang, kembung,
bandeng, lemuru, terbang, belanak dan cumi-cumi.Umpan yang digunakan adalah
ikan mati yang dibekukan.
Kegiatan operasi penangkapan terdiri dari penurunan jaring (setting),proses
perendaman dan penghanyutan jaring (drifting)dan penarikan jaring(hauling). Hal
pertama yang dilakukan dalam proses setting adalah melakukan persiapan umpan,
branch line, radio buoy, serta penyambungan main line pada line thrower. Proses setting dilakukan di bagian buritan kapal.Setting dimulai setelah fishing master
memberi perintah agar setting segera dilaksanakan.Radio buoy pertama dibuang
disusul dengan 2 pelampung, line thrower dihidupkan, pancing dilempar dan snap
branch line dipasang pada main line setiap kali bel berbunyi.Penggunaan scotlight dan lightbuoy adalah agar longline dapat terlihat pada malam hari.
Setelah dilakukan proses setting, selanjutnya dilakukan proses drifting
yangberlangsung sekitar lima jam, kemudianlongline dibiarkan hanyut. Saat
drifting, mesin kapal dimatikan untuk menghemat BBM dan ABK dapat beristirahat.Lokasi radio buoydapat dideteksi dari kapal dengan Radio Detection Finder (RDF).Persiapan haulingmulai dilakukan dengan mempersiapkan peralatan yang diperlukan.Penarikan longline saat hauling mulai dilakukan ketika kapal bergerak mendekati radio buoydan menaikkan ke atas kapal. Main line dilewatkan
sampai kanayama, disusun sesuai konstruksi longline dan satu tali pelampung diikat
dibawa ke gudang di buritan kapal. Jika ada ikan tertangkap, snap segera
dilepaskan, ikan ditarik dan dibawa ke pintu pagar, lalu ikan diganco ke geladak
kapal untuk segera dilakukan penanganan.
2.3 Tuna dan Produknya
Ikan tuna termasuk dalam keluarga Scombroidae, tubuhnya seperti cerutu
mempunyai dua sirip pungung serta sirip depan yang biasanya pendek dan
terpisahdari sirip belakang.Ikan tuna mempunyai jari-jari sirip tambahan (finlet) di
belakang sirippunggung dan sirip dubur.Sirip dada pada ikan tuna terletak agak ke
atas, sirip perut kecil dan siripekor bercagak agak ke dalam dengan jari-jari
penyokong menutup seluruh ujunghipural.Perutnya berwarna putih mengkilat, dan
pada bagian belakang sirip punggung kedua dan sirip anal sampai sirip ekor
terdapat beberapa finlet (sirip tambahan).
Klasifikasi tuna menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut :
Filum : Chordata
Subfilum : Vertebrata
Kelas : Teleostei
Subkelas : Actinopterygi
Ordo : Perciformes
Subordo : Scombroidea
Genus : Thunnus
Spesies : Thunnusalbacores
Thunnus allalunga Thunnus maccoyii Thunnus obesus Thunnus tonggol
Tuna termasuk perenang cepat dan terkuat di antara ikan-ikan yangberangka
tulang.Penyebaran ikan tuna mulai dari laut merah, laut India, Malaysia, Indonesia
dan sekitarnya.Selain itu juga terdapat di laut daerah tropis dan daerahberiklim
Sumber : Balai Besar Pengembangan & Pengendalian Hasil Perikanan Jakarta (1999)
Gambar 1 Bentuk tubuh big eye tuna
Migrasi ikan tuna di perairan Indonesia merupakan bagian dari jalur migrasi
tuna dunia.Hal ini disebabkan letak wilayah Indonesia pada lintasan perairan antara
Samudera Hindia dan Samudera Pasifik.Migrasi kelompok tuna yang melintasi
wilayah perairan pantai dan teritorial terjadi karena perairan tersebut berhubungan
langsung dengan perairan kedua samudera tersebut.Beberapa wilayah perairan
pantai dan territorial memiliki sumberdaya perikanan tuna yang besar.Kelompok
tuna merupakan jenis kelompok ikan pelagis besar, yang secara komersial dibagi
atas kelompok tuna besar dan tuna kecil.Tuna besar terdiri dari jenis ikan tuna mata
besar (bigeye-Thunnus obesus), madidihang (yellowfin-Thunnus albacores), tuna
albakora (albacore-Thunnus alalunga), tuna sirip biru selatan (southern
bluefin-Thunnus maccoyii) dan tuna abu-abu (longtail tuna-bluefin-Thunnus tonggol), sedangkan
yang termasuk tuna kecil adalah cakalang (skipjack -Katsuwonus pelamis) (DKP
2003).
Ikan tuna mengandung protein dengan asam amino yang lengkap. Winarno
(1993) mengemukakan bahwa rasa yang tajam dari ikan tuna disebabkan karena
kadar protein dan lemak yang cukup tinggi. Selain itu ikan tuna memiliki
komponen bioaktif yang memiliki efek anti hipertensi karena ikan tuna
mengandung omega 3 yang merupakan nomenklatur bagi asam lemak yang tidak
jenuh yaitu memiliki ikatan rangkap banyak.Oleh karena itu, sangat dianjurkan
2.4 Penanganan Hasil Tangkapan Tuna
Upaya mendapatkan ikan tuna yang kesegarannya sangat tinggi, maka
ikansegar harus segera ditangani setelah ditangkap, kemudian didinginkan dan
harus sudah tiba di tempat konsumen dalam waktu yang sangat singkat (Widiana
1989).Penanganan ikan tuna segar yang dilakukan secara cermat, cepat, higienis,
hati-hati, serta selalu berada dalam rantai dingin akan dapat menghasilkan produk
ikan tuna segar yang bermutu baik. Oleh karena itu, untuk mendapatkan ikan tuna
segar yang berkualitas baik, penanganan harus diperhatikan sejak mulai ikan
diangkat dari dalam air (Novita 1994).
Produk-produk perikanan tergolong “high perishable foods”, artinya produk
ini cepat sekali mengalami pemunduran mutu baik secara autolisis
(autolysis),biokimia (biochemist), dan mikrobiologi(microbiologis).Salah satu
faktor penyebabnya dipengaruhi oleh suhu (Ilyas 1980).Penanganan yang efektif
dan efisien sangat diperlukan untuk menghambat proses pembusukan, sehingga
ikan pun dapat disimpan selama mungkin dalam kondisi yang baik. Penanganan
ikan membutuhkan pengontrolan suhu yang rendah (mendekati 0oC).
Menurut Reksohadiprodjo dan Indriyo yang diacu dalam Ismail (1985), tata
letak erat kaitannya dengan kelancaran proses produksi.Fasilitas yang ada perlu
diatur penempatannya sesuai keperluan agar tercapai mutu produk yang diinginkan
dengan waktu singkat dan biaya yang minimum.
Tahap pembongkaran harus dilakukan dengan cepat, hati-hati, beraturan,
higienis serta mempertahankan suhu ikan serendah mungkin.Adapun hal yang perlu
diperhatikan dalam pembongkaran (Moeljanto 1982) :
1) Ikan dibongkar dengan hati-hati dan sebisa mungkin tidak menggunakan sekop
yang dapat melukai tubuh ikan.
2) Saat menimbang, es dipisahkan dari ikan setelah menimbang, ikan kembali
didinginkan.
3) Wadah sebaiknya terbuat dari bahan yang mudah dibersihkan.
2.4.1 Penanganan tuna di atas kapal
Proses penanganan tuna di atas kapal yaitu kegiatan pembongkaran ikan
tuna dari dalam palkah. Salah satu hal yang berpengaruh adalah letak palkah ikan
diatas kapal.Desain, konstruksi dan jenis material yang digunakan dari palkah
haruslah mengikuti persyaratan agar dapat mengamankan hasil tangkapan
semaksimal mungkin.Persyaratan itu diantaranya persyaratan biologis, teknis,
sanitasi dan ekonomis (Ilyas 1983).
Menurut Nurani dan Wisudo(2007), tahap-tahap penanganan terhadap ikan
tuna yang harus dilakukan di atas kapal berupa :
1) Membunuh ikan tuna secepat mungkin dengan cara memasukkan spike (batang
besi tajam) pada otak ikan dan tetap menjaga suhunya dengan menyemprotkan
air lewat selang (hose), penanganan harus dilakukan dengan hati-hati hingga
tidak meninggalkan bekas luka pada ikan karena dapat menurunkan kualitas
tuna tersebut.
2) Pengeluaran darah dari tubuh tuna antara lain : pemotongan ekor, pemotongan
sirip, pemotongan nadi darah dari insang ke jantung.Hal ini bertujuan
mengeluarkan semua darah yang ada pada tubuh tuna tanpa membuatnya
menggelepar atau memberontak, yang dapat menyebabkan darah tertinggal
dalam tubuh dan menimbulkan noda pada daging tuna.
3) Pembuangan insang dan isi perut yang dilakukan untuk menghindari akumulasi
bakteri.Hal ini penting untuk dilakukan karena selaput lendir, insang dan isi
perut merupakan pusat konsentrasi bakteri.
4) Pencucian menggunakan air bersih, dimulai terutama dari tempat-tempat yang
terpotong atau teriris. Darah dikeluarkan sampai bersih, darah yang tertahan
atau terkumpul akan menyebabkan proses pembekuan tidak merata dan tidak
berjalan dengan baik.
5) Penanganan selanjutnya adalah penyimpanan. Produk tuna segar (fresh tuna)
dilakukan penyimpanan dalampalkah menggunakan teknik chilling water.
Teknik chilling waterada dua cara, pertama dengan memasukkan ikan ke dalam
palkah yang telah diisi es dan dicampur air laut. Kedua, penyimpanan dalam
palkah yang diisi air laut dan didinginkan menggunakan mesin serta dijaga
Dua jenis palkah berdasarkan produk yang dihasilkan, yaitupalkah dingin
dan palkah beku.Menurut Ilyas (1993), perbedaan utama dari segi desain dan
konstruksi kedua jenis palkah terletak pada tebal insulasi dan kebutuhan refrigerasi
yang jauh lebih besar pada palkah beku. Hal ini karena suhu beku yang harus
diciptakan pada palkah beku harus mencaapai suhu -50oC hingga -65oC.Dalam
hubungannya dengan kemampuan palkah mengamankan hasil tangkapan, artinya
mengenyahkan panas dari ikan yang didinginkan atau dibekukan, maka palkah ikan
dapat dikelompokkan atas 4 bagian, yaitu :
1) Palkah yang tidak diinsulasi.
2) Palkah berinsulasi.
3) Palkah berinsulasi yang dilengkapi dengan refrigerasi mekanik untuk pendingin.
4) Palkah berinsulasi yang dilengkapi dengan refrigerasi mekanik untuk
pembekuan ikan.
Menurut Karyono dan Wachid (1982), penyusunan hasil tangkapan yang
baik di dalam palkah ikan adalah sebagai berikut :
1) Palkah dalam keadaan bersih dan terisolasi dengan sempurna.
2) Hasil tangkapan dimasukkan ke dalam palkah dengan cermat dan hati-hati,
jangan melempar atau menuangkan langsung dari atas sehingga melukai hasil
tangkapan.
3) Mula-mula pada dasar palkah diberi lapisan es yang agak tebal kurang lebih 12
cm, kemudian hasil tangkapan disusun di atas lapisan es yang telah disiapkan
dengan cepat.
4) Menyusun hasil tangkapan dengan bagian perut menghadap ke bawah terutama
hasil tangkapan yang telah disiangi agar cairan isi perut bisa cepat menetes.
5) Mengusahakan agar susunan lapisan hasil tangkapan dan es tidak lebih dari tiga
lapis, jika tumpukan sudah tiga lapis maka diletakkan sekat papan mendatar
supaya lapisan ikan paling bawah tidak tergencet.
2.4.2 Penanganan saat dibongkar dari dalam palkah ikan
Hasil tangkapan yang dibongkar dari dalam palkah ke atas dek kapal harus
segera dilakukan setelah kapal mendarat di darmaga.Adapun yang perlu
1) Ikan dibongkar dengan hati-hati dan sedapat mungkin tidak menggunakan sekop
yang dapat melukai tubuh ikan.
2) Saat menimbang es dipisahkan dari ikan setelah menimbang, ikan kembali
didinginkan.
3) Wadah sebaiknya terbuat dari bahan yang mudah dibersihkan.
4) Ikan harus terhindar dari pancaran sinar matahari secara langsung.
Kondisi hasil tangkapan yang terluka mampu mempercepat penurunan mutu
hasil tangkapan.Menurut Moeljanto (1982), akibat bagian tubuh hasil tangkapan
yang terluka akan mempercepat proses penurunan mutu hasil tangkapan karena
bakteri pembusuk yang pada awalnya hanya berada pada kulit hasil tangkapan
(berupa lendir) atau di geladak akan mampu masuk ke dalam tubuh hasil tangkapan
dan menyebabkan pembusukan.
2.4.3Penanganan selama proses distribusi
Cara pendinginan selama proses distribusi dapat dilakukan dengan
pemberian es atau penempatan ikan dalam wadah atau dalam tangki berisi air yang
didinginkan dengan es atau yang direfrigerasi (Ilyas 1983).Selama pendistribusian,
kondisi ikan harus selalu dikelilingi oleh hancuran es yang cukup halus serta
kerendahan suhu ruangan yang tetap terjaga.Pengangkutan laut harus menggunakan
palkah yang memiliki konstruksi yang lebih baik karena guncangan di laut lebih
banyak terjadi (Moeljanto 1982).
Jaeroni (1988) menyebutkan bahwa proses penanganan ikan tuna di darat
meliputi:
1) Pengujian organoleptik, yaitu pengujian meliputi penampakan, tekstur, kualitas
fisik ikan dan warna daging.
2) Penyiangan, maksudnya untuk membersihkan bagian tubuh ikan yang memiliki
kandungan bakteri yang tinggi seperti insang, isi perut, lender kulit.
3) Penimbangan, dilakukan untuk mengetahui bobot ikan yang dihasilkan sehingga
bisa dipisahkan menurut tujuan pemasaran, ekspor, atau lokal.
4) Pengepakan, dilaksanakan setelah penimbangan selesai untuk menjaga
Menurut Appel (1977), kriteria suatu aliran bahan, tata letak dan
penanganan yang baik adalah :
1) Kriteria suatu aliran yang baik adalah bahan yang optimum dan kontinu, jarak
antara operasi minimum, serta perubahan produk atau proses, kontrol terhadap
produksi mudah dilakukan, keselamatan pekerja dan barang terjamin.
2) Kriteria tata letak yang baik adalah adanya keseimbangan urutan operasi,
penempatan mesin atau peralatan, serta luas ruangan yang memadai.
3) Kriteria penanganan yang baik adalah jarak angkut minimum gerak harus lurus
serta waktu yang digunakan minimum.
Selain itu, distribusi ikan dibagi menjadi tiga kelompok (Moeljanto 1982),
yaitu:
1) Distribusi lewat jalan darat
Distribusi melalui jalan darat menggunakan sarana distribusi berupa gerobak,
truk terbuka atau truk boks yang dilengkapi unit pendingin mekanis. Pada
proses distribusi, ikan segar harus didinginkan sampai mendekati 0oC agar
kesegarannya dapat bertahan lebih dari sepuluh hari.Syarat untuk
mempertahankan kesegaran ini adalah ikan harus dikelilingi oleh hancuran es
yang cukup luas dan kerendahan suhu ruang tetap terjaga.
2) Distribusi lewat laut
Distribusi lewat laut tidak jauh berbeda dengan distribusi di darat.Distribusi
lewat laut harus memiliki konstruksi palkah pada kapal yang lebih baik karena
goncangan-goncangan di laut lebih banyak terjadi, apalagi ketika cuaca buruk
dan gelombang besar.
3) Distribusi lewat udara
Distribusi lewat udara dapat dilakukan dengan pesawat terbang.Pesawat terbang
memang merupakan sarana distribusi yang paling tepat, tetapi biayanya paling
mahal.Distribusi ini cocok untuk mengangkut hasil tangkapan yang harganya
2.4.4 Penanganan di industri tuna
Upaya peningkatan ekspor tuna harus didukung oleh peningkatan kuantitas,
kualitas, dan nilai tambah tuna.Dibutuhkan usaha yang serius dalam hal penelitian
dan pengembangan berbagai aspek, mulai dari aspek produksi,distribusi, hingga
pemasaran.Perlu upaya terpadu agar usaha ekspor tuna dapat terus berkembang
dalam menghadapi tantangan yang ada.Peran pemerintah dan pelaku usaha terkait
harus lebih dioptimalkan (Purnomo et al.2007), salah satunya adalah perusahaan
pengolahan tuna untuk ekspor.Perusahaan pengolahan tuna ekspor memiliki peran
dalam meningkatkan nilai tambah komoditi tuna.Perusahaan pengolahan tuna untuk
ekspor dihadapkan pada beberapa tantangan dalam menjalankan usahanya, antara
lain
1) Persaingan dengan banyak perusahaan lain yang sejenis terutama di luar negeri.
Thailand merupakan pesaing utama dalam pengusahaan tuna olahan. Negara ini
mendominasi pangsa pasar ikan tuna olahan dunia dengan rata-rata sebesar
35,37 persen, sangat jauh dibandingkan dengan Indonesia yang rata-rata pangsa
pasarnya hanya 4,11 persen.
2) Tuntutan harus terpenuhinya standar kualitas produk yang telah ditetapkan
untuk pasar ekspor.
3) Kemampuan mengekspor dengan kuantitas yang sesuai permintaan pembeli di
luar negeri.
Tabel 2Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk produk tuna ekspor
No. Jenis uji Tuna beku
2 Uji mikrobiologi
- Jumlah bakteri (total plate count/TPC/gram maksimum
- E.coli (MPN/gram maksimum) - Vibrio chorella
- Salmonella
2.5Analisis Jaringan Kerja (Network)
Menurut Subagyo dan Handoko (1988), analisis jaringan kerja (network)
merupakan pengurutan kegiatan-kegiatan yang saling berhubungan, dilakukan agar
perencanaan dan pengawasan dapat dilakukan secara sistematis sehingga diperoleh
efisiensi kerja.Jaringan kerja merupakan penghubungan dari node (titik)
kegiatan-kegiatan sehingga terbentuk lintasan.Sumber dalam sistem jaringan yaitu node yang
menjadi awal dari busur, dimana aliran bergerak meninggalkannya (Dimyati
1992).Tujuan pembentukan jaringan kerja salah satunya mencari lintasan terpendek
sehingga efisiensi kerja dapat tercapai (Subagyo dan Handoko 1988).
Jaringan kerja (network)umumnya memiliki lintasan kritis dalam
menyelesaikan suatu proyek.Lintasan kritis adalah lintasan pada network dimana
menentukan jangka waktu penyelesaian seluruh proyek.Menurut Ali (1992),
perhitungan waktu ditentukan dengan menggunakan notasi-notasi sebagai berikut :
TE = earliest event accurence time (waktu tercepat terjadinyakegiatan). TL = latest event accurence time (waktu paling lambat terjadinya kegiatan). ES = earliest activity start time (waktu tercepat dimulainya kegiatan).
EF = earliest activity finish time (waktu tercepatnya diselesaikannya kegiatan). LS = latest activity start time (waktu paling lambat dimulainya kegiatan). LF = latest activity finish time (waktu paling lambat diakhirinya kegiatan) T = activity duration time (waktu yang diperlukan untuk kegiatan : jam, hari) S = total slack/float (jangka waktu antara saat paling lambat kegiatan tersebut
selesai dengan saat selesainya kegiatan tersebut).
Perhitungan penentuan waktu dilakukan menggunakan tiga buah asumsi
dasar (Dimyati 1992)yaitu :
1) Proyek hanya memiliki satu initial event dan satu terminal event.
2) Saat tercepat terjadinya event adalah t ke-0.
3) Saat terlambat terjadinya event adalah TL = TE untuk event ini.
Cara perhitungan dibagi menjadi dua, yaitu cara perhitungan maju dan cara
perhitungan mundur. Perhitungan maju adalah perhitungan yang mulai bergerak
dari initial event menuju terminal event.Tujuannya untuk mengetahui saat tercepat terjadinya kegiatan dan saat paling cepat dimulai serta diakhirinya
menuju initial event.Tujuannya untuk menghitung saat paling lambat terjadinya kegiatan serta saat paling lambat dimulai dan diakhirinya kegiatan.
Metode Critical Path Method (CPM) menggunakan distribusi peluang
berdasarkan tiga perkiraan waktu untuk setiap kegiatan, yaitu:
1) Waktu optimis (optimistic time) [a]
Waktu optimis yaitu waktu yang dibutuhkan oleh sebuah kegiatan jika semua
hal berlangsung sesuai rencana.Waktu optimis dapat disebut waktu minimum
dari suatu kegiatan, dimana segala sesuatu akan berjalan baik serta sangat kecil
kemungkinan kegiatan selesai sebelum waktu ini.
2) Waktu pesimis (pessimistic time) [b]
Waktu pesimis yaitu waktu yang dibutuhkan suatu kegiatan dengan asumsi
kondisi yang ada sangat tidak diharapkan.Waktu pesimis disebut juga waktu
maksimal yang diperlukan suatu kegiatan serta situasi ini terjadi bila nasib
buruk terjadi.
3) Waktu realistis (most likely time) [m]
Waktu realistis yaitu perkiraan waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan
kegiatan yang paling realistis.Waktu realistis disebut juga waktu normal untuk
menyelesaikan kegiatan.
Menentukan jalur kritis untuk waktu mulai terlama dan waktu selesai
terlama untuk setiap kegiatan. Hal ini dilakukan dengan cara memulainya dari titik
finish. Jalur kritis adalah kegiatan yang tidak mempunyai waktu tenggang (S=0), artinya kegiatan tersebut harus dimulai tepat pada ES agar tidak mengakibatkan
bertambahnya waktu penyelesaian proyek. Kegiatan dengan slack = 0 disebut
sebagai kegiatan kritis dan berada pada jalur kritis. Jalur kritis adalah jalur waktu
terpanjang yang melalui jaringan. Biasanya sebuah jalur kritis terdiri dari
pekerjaan-pekerjaan yang tidak bisa ditunda waktu pengerjaannya. Analisis jalur
kritis membantu menentukan jadwal proyek. Jalur kritis (critical path) adalah jalur
tidak terputus melalui jaringan proyek yang mulai pada kegiatan pertama
proyek,berhenti pada kegiatan terakhir proyek, danterdiri dari hanya kegiatan kritis
3 METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitiandilakukan pada bulan Januari hinggaMaret 2012bertempat di
Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta (PPSNZJ) yaitu di Transit
16 (industri tuna segar) dan PT. Awindo International (industri tuna loin). Untuk
lebih jelas, wilayah akses PPSNZJ dapat dilihat pada Lampiran 3.
3.2Metode Pengumpulan Data
Penelitian ini merupakan metode studi kasus yang meneliti proses
penanganan ikan tuna di salah satu industri tuna segar dan salah satu industri tuna
loinyang terdapat diPPSNZJ. Data yang dikumpulkan terdiri atas data primer dan
data sekunder.
1) Data primer
Data primer diperoleh melaluipeninjauan dan pengamatan langsung
terhadap aktifitas nelayan dan kelayakan mutu hasil tangkapan tuna di PPSNZJ
dengan wawancara untuk mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan
prosespembongkaran hingga pengemasan ikan tuna terkait waktu
penanganan.Alat yang digunakan dalam pengambilan data primer adalah lembar
kuesioner, tabel pengamatan, kamera dan stopwatch. Lembar kuesioner
dikumpulkan dari sejumlah responden terkait bahan penelitian, seperti nelayan,
manajemen industri tuna segar dan manajemen industri tuna loin. Pencatatan
langsung dilakukan untuk memenuhi data-data yang dibutuhkan seperti waktu
kerja optimis, waktu kerja pesimis dan waktu kerja realistis dari setiap tahapan
penanganan produk tuna.Tujuan pokok pembuatan kuesioner ini adalah untuk
memperoleh informasi yang relevan dan memperoleh informasi dengan
reliabilitas dan validitas setinggi mungkin.Pengamatan pada proses penanganan
produk tuna segar dilakukan dengan mengambil sampel 1 industri tuna segar
(Transit 16) serta untuk produk tuna loin dilakukan dengan mengambil sampel 1
perusahaan pengolahan loin di PPSNZJyaitu PT. Awindo International.
2) Data sekunder, diperoleh melalui studi pustaka berupa informasi yang berkaitan
diperoleh dari perpustakaan yang terkait dengan efisiensi waktu penanganan
produk tuna dari proses pembongkaran hingga pengemasan pada industri tuna
segar dan loin.Selain itu, juga diperoleh melaluiakses internet pada situs-situs
yang terkait dengan materi penelitian.Adapun data sekunder yang dikumpulkan
di PPSNZJ meliputi :
(1) Data produksi perikanan tuna selama 5tahun terakhir.
(2) Data jumlah kapal longline yang didaratkan.
(3) Data ekspor perikanan tuna selama 5tahun terakhir.
Sementara itu, data sekunder yang dibutuhkan dari pihak industri adalah sebagai
berikut :
(1) Sistem pengadaan persediaan tuna yang dilakukan perusahaan.
(2) Jenis produk tuna yang dihasilkan.
(3) Jam kerja perusahaan setiap harinya.
(4) Jumlah tenaga kerja perusahaan.
(5) Struktur organisasi perusahaan.
Informasi di industri tuna segar maupun industri tuna loin diperoleh
dariresponden yang dipilih dengan pertimbangan berkompeten memberikan
informasi yang relevan. Pihak yang dijadikan responden pada industri tuna
segar yaitu kepala industri, kepala pembelian, kepala produksi, kepala
marketing dan checker. Pihak yang dijadikan responden pada industri tuna loin
sebanyak lima orang dari pihak internal perusahaan yaitu kepala marketing,
kepala pabrik, kepala produksi, kepala divisi ekspor, kepala pembelian, dan
satu orang dari pihak pemasok.
3.3 Analisis Data
Analisis data yang dilakukan untuk mempelajari proses penanganan tuna
tersebut adalah dengan menggunakan analisis deskriptif, analisis jaringan kerja dan
1) Analisis Deskriptif
Analisis ini dilakukan untuk memberikan gambaran kegiatan mulai dari
proses pembongkaran ikan tuna dari palka hingga pengemasan di perusahaan transit
untuk produk tuna segar. Selain itu juga dilakukan analisis kegiatan pada proses
penerimaan hingga proses pengemasan di indutri pengolahan untuk produk tuna
loin (proses penanganan tuna pasca tangkap sampai penerimaan bahan bakuoleh
perusahaan). Proses ini diamati berdasarkan tahapannya. Tahapan tersebut
dituangkandalam bentuk diagram alir. Tujuan dari tahapan pengamatan iniadalah
untuk mengetahui proses penanganan tuna dan menentukan tahap-tahapyang
memiliki peluang terjadinya keterlambatan kegiatan maupun waktu menganggur
kegiatan. Selain itu, faktor-faktor lain seperti jumlah tenaga kerja di tiap tahapan
maupun fasilitas yang digunakan juga sangat penting untuk diperhatikan demi
kelancaran penanganan produk di industri tuna ini.
2) Analisis Jaringan Kerja
Dalam analisis jaringan kerja digunakan metode Critical Path Method
(CPM). Metode digunakan untuk membuat perencanaan, jadwal serta proses
pengendalian suatu proyek. Kedua metode ini perlu ditetapkan terlebih dahulu agar
kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan dalam suatu proyek dapat disusun dalam
bentuk suatu jaringan.Jaringan menunjukkan saling hubungan antara satu kegiatan
dengan kegiatan lain.Metode CPM mengikuti enam langkah dasar, yaitu :
(1) Mengidentifkasikan proyek dan menyiapkan struktur pecahan kerja.
(2) Membangun hubungan antara kegiatan, memutuskan kegiatan mana yang harus
terlebih dahulu dan mana yang mengikuti yang lain.
(3) Menggambarkan jaringan yang menghubungkan keseluruhan kegiatan.
(4) Menetapkan perkiraan waktu dan/atau biaya untuk tiap kegiatan.
(5) Menghitung jalur waktu terpanjang melalui jaringan. Ini yang disebut jalur
kritis.
(6) Menggunakan jaringan untuk membantu perencanaan, penjadwalan, dan
Diagram jaringan kerja adalah visualisasi proyek rencana kerja(networking
planning)berupa jaringan kerja yang terdiri dari simbol kegiatan, simbol peristiwa dan simbol hubungan antar peristiwa (dummy).Syarat yang harus dipenuhi dalam
membuat diagram jaringan kerja adalah identifikasi kegiatan yang ada dan
menentukan urutan kegiatan yang memiliki hubungan seri langsung diantara
kegiatan yang telah diidentifikasi tersebut (Ali 1992). Diagram jaringan kerja
menggunakan proses two pass, terdiri atas forward pass dan backward pass untuk
menentukan jadwal waktu untuk tiap kegiatan. ES (earleist start) dan EF (earliest
finish) selama forward pass, LS (latest start) dan LF (latest finish) ditentukan selama backward pass.
Gambar 2 Nama kegiatan atau simbol
Tabel 3 Simbol-simbol lain untuk penggambaran diagram jaringan kerja
Simbol Nama Keterangan
Kejadian
(peristiwa)
Kejadian merupakan awal atau akhir dari
suatu atau beberapa kegiatan.
i = nomor kejadian
SPAi = saat paling awal kejadian i
SPLi = saat paling akhir kejadian i
Kegiatan Kegiatan merupakan aktivitas yang
dikerjakan, memerlukan waktu dan
sumberdaya untuk menyelesaikannya.
Kegiatan
semu
(dummy)
Kegiatan semu tidak memerlukan waktu dan
sumberdaya untuk menyelesaikannya,
berguna untuk membantu menghubungkan
kegiatan secara logis
Sumber : Nurani (2006)
i SPAi
SPLi
ES (Mulai Terdahulu) LF (Selesai Terdahulu)
Menurut Nurani (2006), ada beberapa perhitungan waktu yang dapat
dilakukan untuk menentukan tingkat efisiensi suatu proyek (kegiatan), yaitu :
1 Penentuan Lama Kegiatan
Lama waktu kegiatan yang diharapkan (expected time)ditentukan dengan
menggunakan rumus :
LPER = ... pers. (1)
Keterangan :
LPER = lama kegiatan perkiraan
a = lama kegiatan optimis
b = lama kegiatan most likely (yang paling sering terjadi)
m = lama kegiatan pesimis
2 Perhitungan yang dilakukan
1) Saat paling awal dan saat paling akhir kegiatan
(1) Sebuah kegiatan menuju ke sebuah peristiwa
X
L
SPA dan SPL untuk sebuah kegiatan yang menuju ke sebuah peristiwa
SPAj = SPAi + L ... pers. (2)
SPLi = SPLj – L ... pers. (3)
Keterangan :
X = kegiatan
L = lama kegiatan yang diperkirakan
i = peristiwa awal kegiatan X
j = peristiwa akhir kegiatan X
SPAi = saat paling awal peristiwa awal SPAj = saat paling awal peristiwa akhir SPLi = saat paling lambat peristiwa awal SPLj = saat paling lambat peristiwa akhir
i SPAi
SPLj
i SPAj
(2) Beberapa kegiatan menuju kesebuah peristiwa
SPA untuk beberapa kegiatan menuju ke sebuah peristiwa
SPAj = (SPAin + Ln) maksimum ... pers. (4) Keterangan :
n = nomor kegiatan (n = 1,2,3,…)
Xn = kegiatan ke-n
Ln = lama Xn yang diperkirakan
In = peristiwa awal kegiatan Xn
J = peristiwa akhir bersama dari semua kegiatan Xn
SPAin = saat paling awal peristiwa awal dari kegiatan Xn
SPAj = saat paling awal peristiwa akhir bersama dari seluruh kegiatan Xn
(3) Beberapa kegiatan keluar dari sebuah peristiwa
SPL untuk beberapa kegiatan keluar dari sebuah peristiwa
SPLj = (SPLjn + Ln) maksimum ... pers. (5) Keterangan :
n = nomor kegiatan (n = 1,2,3,…)
Xn = kegiatan ke-n
Ln = lama Xn yang diperkirakan
i = peristiwa awal kegiatan Xn
jn = peristiwa akhir bersama dari semua kegiatan Xn
SPLjn = saat paling lambat peristiwa awal dari kegiatan Xn
SPLj = saat paling lambat peristiwa akhir bersama dari seluruh kegiatan
Xn = kegiatan ke-n
i
i
SPLj
i
SPLj iSPAj i SPAin
2) Peristiwa kritis, kegiatan kritis dan lintasan kritis
Peristiwa kritis adalah peristiwa dimana SPA sama dengan SPL. Kegiatan
yang terletak diantara dua peristiwa kritis belum tentu merupakan kegiatan
kritis, karena harus dipenuhi rumus :
SPAj = SPAi + L atau SPLi = SPLj – L ... pers. (6)
Lintasan kritis terdiri atas kegiatan-kegiatan kritis, peristiwa-peristiwa kritis
dan dummy.Lintasan kritis merupakan lintasan yang paling lama umur pelaksanaannya dari semua lintasan yang ada dan umur lintasan kritis sama
dengan umur proyek.
3) Tenggang waktu kegiatan
Tenggang waktu kegiatan adalah jangka waktu yang merupakan ukuran
batas toleransi keterlambatan kegiatan.Tenggang waktu kegiatan ada tiga
macam yaitu Total Float (TF), Free Float (FF) dan Independent Float (IF),
dimana cara perhitungannya sesuai rumus :
TF = SPLj – L – SPAi ... pers. (7)
FF = SPAj – L – SPAi ... pers. (8)
IF = SPAj – L – SPLi ... pers. (9)
4) Umur proyek
Umur proyek sama dengan saat paling awal peristiwa akhir dari diagram
jaringan kerja, dengan syarat saat paling awal peristiwa awal diagram
jaringan kerja sama dengan nol.
5) Mempercepat umur proyek
Syarat yang harus dipenuhi ada empat (Ali, 1992), yaitu adanya jaringan
kerja yang tepat, lama kegiatan telah ditentukan, telah dihitung SPA dan
SPL semua peristiwa dan ditentukan umur proyek (UREN).Selanjutnya
prosedur yang dilakukan adalah :
(1) Membuat jaringan kerja seperti semula dengan lama kegiatan perkiraan
baru untuk langkah ulangan dan seperti semula untuk langkah siklus
(2) SPA = 0, hitung SPA lainnya. Umur perkiraan proyek (UPER) = saat
paling awal peristiwa akhir (SPAm, m = nomor peristiwa akhir diagram
jaringan kerja).
(3) Paling lambat peristiwa akhir diagram jaringan kerja (SPLm) = umur
proyek yang direncanakan (UREN), menghitung saat paling lambat
semua peristiwa.
(4) Menghitung Total Float (TF) semua kegiatan. Bila tidak ada TF yang berharga negatif maka proses perhitungan selesai, bila ada TF berharga
negatif maka dilanjutkan ke prosedur poin e.
(5) Mencari lintasan atau lintasan-lintasan yang terdiri dari
kegiatan-kegiatan yang TF masing-masing besarnya :
TF = UREN – UPER = SPLm – SPAm
= SPLi – SPAi (berharga negatif) ... pers. (10)
(6) Lama kegiatan dari kegiatan tersebut diatas adalah Ln, n adalah nomor
urut kegiatan tersebut dalam lintasan (n = 1,2,3,….,z).
(7) Menghitung lama kegiatan baru dari kegiatan tersebut diatas (langkah
point e dan f) dengan rumus :
Ln (baru) = Ln (lama) + x (UREN – UPER) ... pers.(11)
Keterangan :
Ln (baru) = lama kegiatan baru Ln (lama) = lama kegiatan lama
Li = jumlah lama kegiatan-kegiatan pada satu lintasan yang
harus dipercepat
UREN = umur rencana proyek
UPER = umur perkiraan proyek
Menurut Dimyati (2002), ada beberapa ciri-ciri CPM yang harus
diperhatikan yaitu:
1. Kelebihan CPM
(1) Sangat bermanfaat untuk menjadwalkan dan mengendalikan proyek besar.
(2) Konsep yang lugas (secara langsung) dan tidak memerlukan perhitungan
matematis yang rumit.
(3) Jaringan kerja (network) digunakan untuk melihat hubungan antar kegiatan
(4) Analisa jalur kritis dan slack membantu menunjukkan kegiatan yang perlu
diperhatikan lebih dekat.
(5) Dokumentasi proyek dan gambar menunjukkan siapa yang bertanggung
jawab untuk berbagai kegiatan.
(6) Dapat diterapkan untuk proyek yang bervariasi
(7) Berguna dalam pengawasan biaya dan jadwal.
2. Keterbatasan CPM
(1) Kegiatan harus jelas dan hubungan harus bebas dan stabil.
(2) Hubungan pendahulu harus dijelaskan dan dijaringkan bersama-sama.
(3) Perkiraan waktu cenderung subyektif dan tergantung manajer.
(4) Ada bahaya terselubung dengan terlalu banyaknya penekanan pada jalur
kritis, maka yang nyaris kritis perlu diawasi.
3) Analisis Teknik Kegiatan
Tujuan dilaksanakan suatu kegiatan perikanan adalah untuk mengubah input
produksi menjadi suatuproduksi atau hasil tangkapan. Ketersediaan input produksi
merupakan faktor penting agar kegiatan usaha dapat berjalan lancar. Input-input
produksi (Nurani 2010) meliputi :
(1) Ketersediaan unit penangkapan : kapal, alat tangkap, serta perlengkapan
lainnya.
(2) Ketersediaan sumberdaya manusia (SDM) yang handal dan terampil.
(3) Permodalan : modal investasi dan modal operasi.
Kegiatan pasca produksi berkaitan dengan penanganan hasil
tangkapan.Penanganan ikan juga sangat penting untuk menjaga kualitas hasil
tangkapan, terutama untuk jenis ikan tujuan ekspor.Penanganan harus dilakukan
mulai dari saat ikan ditangkap, yaitu penanganan di atas kapal, saat pembongkaran
di pelabuhan perikanan dan pada saat pendistribusian ke konsumen/pasar.Distribusi
dan pemasaran merupakan rantai akhir dari suatu kegiatan usaha
perikanan.Penanganan yang baik saat distribusi diperlukan untuk tetap menjaga
kualitas ikan.Pemasaran yang tepat akan memberikan nilai penerimaan yang besar
4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN
4.1 Keadaan Umum PPS Nizam Zachman Jakarta
Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta mulai dibangun
pada tahun 1980 dan diresmikan pertama kali pada tanggal 17 Juli 1984 dengan
nama Pelabuhan Perikanan Samudera Jakarta (PPSJ). Sesuai dengan SK Menteri
Kelautan dan Perikanan Nomor KEP.04 / MEN / 2004 tentang Perubahan Nama,
maka nama Pelabuhan Perikanan Samudera Jakarta (PPSJ) berubah menjadi
Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta.PPS Nizam Zachman
Jakarta berlokasi di Muara Baru (Teluk Jakarta), Kecamatan Penjaringan, Jakarta
Utara.Sesuai dengan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM.35 / AL.003 /
PHB-82 PPSNZJ tepatnya berlokasi pada koordinat :
1) 106o– 48’ – 15” BT dan 06o – 06’ – 18” LS;
2) 106o– 47’ – 54” BT dan 06o – 06’ – 20” LS;
3) 106o– 48’ – 14” BT dan 06o – 05’ – 32” LS;
4) 106o– 47’ – 44” BT dan 06o – 05’ – 34” LS;
Luas areal kawasan Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta
(selanjutnya disebut PPSNZJ) adalah 110 hektar, terbagi dalam tiga kawasan
industri seluas 48 hektar Perum dan UPT PPS Nizam Zachman Jakarta seluas 10
hektar, dan kolam pelabuhan sekitar 40 hektar. Dilihat dari lokasinya, posisi
PPSNZJ sangat strategis karena dengan akses jalan menuju pelabuhan maupun
Bandar udara.Selain itu, pelabuhan ini juga dekat dengan Pangkalan Pendaratan
Ikan (PPI) lain yaitu PPI Muara Angke, PPI Kamal Muara dan PPI Pasar Ikan.
Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta sebagai Unit Pelaksana
Teknis yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Direktorat Jenderal
Perikanan Tangkap diberikan kewenangan untuk melaksanakan tugas-tugas umum
pemerintahan di pelabuhan sesuai dengan Peraturan Menteri Kelautan dan
Perikanan Nomor PER.06 / MEN / 2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Pelabuhan Perikanan dan PER.19 / MEN / 2008 serta PER.29 / MEN / 2010.
Pelabuhan Perikanan mempunyai tugas melaksanakan fasilitas produksi,
pengolahan dan pemasaran hassil perikanan di wilayahnya, pengawasan dan
perikanan, serta pelayanan kesyahbandaran di pelabuhan perikanan.Dalam rangka
melaksanakan tugas, PPSNZJ menyelenggarakan fungsi :
1) Perencanaan, pembangunan, pengembangan, pemeliharaan, pengawasan, dan
pengendalian serta pendayagunaan sarana dan prasarana pelabuhan perikanan.
2) Pelayanan teknis kapal perikanan dan kesyahbandaran di pelabuhan perikanan.
3) Pelayanan jasa dan fasikitas usaha perikanan.
4) Pengembangan dan fasilitasi penyuluhan serta pemberdayaan masyarakat
perikanan.
5) Pelaksanaan fasilitasi dan koordinasi di wilayahnya untuk peningkatan
produksi, distribusi dan pemasaran hasil perikanan.
6) Pelaksanaan fasilitasi publikasi hasil riset, produksi dan pemasaran hasil
perikanan di wilayahnya.
7) Pelaksanaan fasilitasi pemantauan wilayah pesisir dan wisata bahari.
8) Pelaksanaan pengawasan penangkapan sumber daya ikan dan penanganan,
pengolahan, pemasaran serta pengendalian mutu hasil perikanan.
9) Pelaksanaan pengumpulan, pengolahan, dan penyajian data perikanan, serta
pengelolaan sistem informasi.
10)Pelaksanaan urusan keamanan, ketertiban dan pelaksanaan kebersihan kawasan
pelabuhan perikanan.
11)Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga.
PPSNZJ dipimpin oleh seorang kepala pelabuhan.Kepala pelabuhan
membawahi bagian tata usaha, bidang pengembangan, bidang tata operasional dan
kelompok jabatan fungsional.Unit pengawasan sumber daya ikan (WASDI) dan
kehumasan merupakan kelompok jabatan fungsional di PPS Nizam Zachman
Jakarta.Tugas kepala pelabuhan antara lain memantau sumberdaya ikan, kapal
perikanan yang masuk dan keluar dari dermaga PPSNZJ. Kepala pelabuhan juga
wajib memantau tugas WASDI dan melaporkannya kepada Direktur Jenderal
Perikanan Tangkap.
PPSNZJ menetapkan visi dan misi di bawah naungan Kementrian Kelautan
dan Perikanan, dimana visi PPSNZJ adalah “Indonesia Penghasil Produk Kelautan
dan Perikanan Terbesar 2015” sedangkan Misi PPSNZJ adalah “Meningkatkan
kelancaran tercapainya tujuan, sasaran visi dan misi tersebut maka pihak PPS
Nizam Zachman Jakarta telah menetapkan beberapa kebijakan operasional
pelabuhan dengan mengacu pada kebijakan pemerintah dan publik yang meliputi
bidang teknis dan manajerial dalam pelayanan kepada masyarakat perikanan dengan
langkah-langkah sebagai berikut :
1) Menciptakan iklim usaha yang kondusif.
2) Memberikan pelayanan prima kepada jasa pemakai pelabuhan.
3) Mendorong peningkatan skillpegawai pelabuhan.
4) Mendorong kesadaran hokum aparat pemerintah, pengusaha serta pemakai jasa
pelabuhan lainnya dalam memanfaatkan sumberdaya kelautan dan perikanan
yang lestari dan berkelanjutan.
4.2Fasilitas Pelabuhan
Berikut sarana dan prasarana yang terdapat di PPSNZJ :
(1) Fasilitas Pokok
Fasilitas pokok pelabuhan perikanan adalah fasilitas yang diperlukan untuk
kepentingan aspek keselamatan pelayanan, selain itu termasuk juga tempat berlabuh
dan bertambat serta bongkar muat kapal.
Tabel 4Fasilitas pokok di PPSNZJ
No Nama Fasilitas Volume Satuan Keterangan
1 Penahan gelombang (breakwater) umum dan 40 Ha sebagai kawasan industri perikanan
(2) Fasilitas Fungsional
Fasilitas fungsional adalah fasilitas yang secara langsung dimanfaatkan
untuk kepentingan manajemen pelabuhan perikanan dan atau yang dapat
fasilitas yang dapat diusahakan dan fasilitas yang tidak dapat diusahakan,
masing-masing memiliki kriteria sendiri-sendiri.
Tabel 5 Fasilitas fungsional di PPSNZJ
No Nama Fasilitas Volume Satuan Keterangan
1 Tempat Pelelangan Ikan 3.547 M2 -
2 Pusat Pemasaran Ikan 9.856 M2 Terdiri dari 992 lapak
3 Rambu Navigasi 2 Unit -
4 Menara Pengawas (Control Tower)
1.096 M2 Terdiri dari 8 lantai, dengan tinggi = 34 M
5 Telepon 217 SST -
6 Pabrik Es 1 Unit Kapasitas 216 ton/hari 7 Air Bersih 12.000 Kapasitas 1400 m3/hari dan
berasal dari 2 sumber yaitu PT. CNE, PT.TSA 8 Jaringan Listrik 2 Unit 197 kVa milik PPSNZJ ;
5.362 kVa Perum PPS 9 Galangan Kapal 2 Unit 2 unit tipe slipway dengan
kapasitas @2 x 150 GRT dan 1 unit tipe shiplift dengan kapasitas angkut 150 GRT
10 Perbengkelan 12 Unit -
11 Tuna Landing Center (TLC) 30 Unit Transit Shed 6 Unit terletak di dermaga barat
12 Incinerator 880 M2 15 – 20 m3 / hari
13 Unit Pengolahan Limbah (UPL) 995,4 M2 Kapasitas pengolahan 1000 M3 / hari unit di dermaga timur dengan kapasitas tangki 2.800 KL, SPBU 1 unit dengan kapasitas tangki bensin 16 KL dan fixed bunker agent 1 unit dengan kapasitas 64 KL
(3) Fasilitas Penunjang
Fasilitas tambahan atau penunjang pelabuhan perikanan adalah fasilitas
yang secara tidak langsung dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat nelayan