• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penerapan Cost-Volume-Profit Analysis Dalam Meningkatkan Laba Pada UKM Batik Bogor Tradisiku

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penerapan Cost-Volume-Profit Analysis Dalam Meningkatkan Laba Pada UKM Batik Bogor Tradisiku"

Copied!
199
0
0

Teks penuh

(1)

I. PENDAHULUAN

1. 1. Latar Belakang

Era globalisasi mendukung perkembangan perekonomian dunia

usaha. Dengan perkembangan dunia usaha dewasa ini, seiring kebijakan

pemerintah dalam mendorong pertumbuhan perekonomian pada dunia

industri, maka persaingan usaha semakin ketat. Usaha kecil menengah

(UKM) merupakan salah satu pilihan masyarakat dalam melakukan usaha.

Diperlukan adanya penanganan dan pengelolaan yang baik oleh UKM untuk

menjaga kesinambungan hidupnya dalam menghadapi persaingan yang ketat.

Adanya penanganan dan pengelolaan yang baik hanya dapat tercapai jika

dilakukan oleh manajemen yang baik pula.

Pihak manajemen dituntut untuk berpikir kritis dalam merumuskan

kebijakan-kebijakan yang mampu meningkatkan daya saing UKM. Sehingga

dibutuhkan adanya kerjasama dan koordinasi yang baik oleh seluruh pihak

manajemen agar kebijakan-kebijakan tersebut mampu mendukung

perkembangan UKM. Adanya keputusan pihak manajemen tersebut yang

dapat membuat UKM untuk dapat bertahan dalam situasi persaingan pasar

yang selalu meningkat.

UKM harus memikirkan dua hal dalam usahanya, yaitu kebutuhan

konsumen dan kebutuhan UKM itu sendiri. Pemenuhan kedua kebutuhan

itulah yang menuntut UKM untuk memperhitungkan antara biaya yang

dibutuhkan dan pendapatannya dengan baik. Untuk memenuhi kebutuhan

konsumen, UKM harus mengeluarkan biaya yang lebih tinggi agar tercapai

kualitas produk yang baik. Sehingga UKM harus meningkatkan harga jual

kepada konsumen, dan berdampak langsung pada kenaikan pendapatan

UKM.

Faktor utama dalam penentuan harga jual dan pendapatan adalah

biaya yang dikeluarkan oleh UKM. Faktor harga jual dan volume penjualan

yang mampu dicapai oleh UKM juga mempengaruhi laba. Besarnya biaya

dalam proses produksi akan menentukan harga jual dari produk itu sendiri,

(2)

menentukan besarnya laba. Keterkaitan antara biaya, volume penjualan, dan

laba penjualan disebut sebagai analisis biaya-volume-laba atau Cost-Volume-Profit (CVP) Analysis.

Salah satu jenis dari usaha kecil menengah (UKM) adalah sektor

usaha dan perdagangan dimana didalamnya terdapat sektor usaha tekstil dan

produk tekstil. Berdasarkan data pada Tabel 1 terlihat bahwa sektor usaha

tekstil dan produk tekstil memiliki perkembangan industri yang cenderung

meningkat dari tahun 2009 sampai 2010. Hal tersebut mengindikasikan

bahwa adanya peluang usaha pada sektor tekstil dan produk tekstil.

Tabel 1. Data Perkembangan Gross Domestic Bruto (GDP) Sektor Usaha Tekstil dan Produk Tekstil

Tahun Perkembangan GDP

(%)

2006 1.23

2007 -3.68

2008 -3.64

2009 0.53

2010 1.74

Sumber : Industri Fact and Figure 2011

Kota Bogor merupakan salah satu kota pariwisata di Indonesia. Hal

tersebut dapat dilihat dari potensi wisata berupa wisata budaya, wisata

kuliner, wisata belanja, wisata ilmiah, dan lain-lain. Pada wisata budaya

terdapat beberapa pilihan wisata seperti Istana Bogor, Kebun Raya Bogor,

pagelaran seni Bogor, dan juga wisata batik Bogor. Berdasarkan data

perkembangan usaha diatas maka Kota Bogor memiliki peluang untuk

mengembangkan usaha kecil menengah pada sektor usaha tekstil dan produk

tekstil khususnya produk batik. Dalam perkembangannya, UKM Batik Bogor

Tradisiku mengalami penjualan dan laba yang fluktuatif. UKM Batik Bogor

Tradisiku berupaya untuk mengembangkan wisata batik di Kota Bogor

dengan menyediakan sebuah pusat kerajinan batik yang dapat menjadi

(3)

1. 2. Rumusan Masalah

UKM Batik Bogor Tradisiku merupakan pelopor dari bangkitnya

motif batik Bogor. Batik Tradisiku merupakan wujud apresiasi kecintaan

Bapak Siswaya, pemilik dan penggagas UKM Batik Bogor Tradisiku

terhadap seni dan budaya Kota Bogor. Beliau telah menyumbangkan motif

batik yang memiliki ciri khas kota Bogor. Dalam pengembangan program

wisata Batik Tradisiku juga tetap memperhatikan kelestarian sehingga

diharapkan wisata batik Kota Bogor terus berkembang.

Tabel 2. Laba UKM Batik Bogor Tradisiku Pada Periode Mei 2010 - Desember 2011

Tahun Bulan Laba (Rp)

2010

Mei 24.786.043

Juni 36.680.303

Juli 18.441.309

Agustus 9.610.589

September (36.414.023)

Oktober 24.875.624

November (11.851.175)

Desember 21.206.613

2011

Januari 2.572.877

Februari (21.289.540)

Maret (14.473.348)

April 72.582.802

Mei 2.530.749

Juni (2.897.091)

Juli (277.130)

Agustus 383.284

September 614.984

Oktober (9.798.548)

November 24.442.659

(4)

Berdasarkan data perolehan laba pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa

UKM Batik Bogor Tradisiku memperoleh laba yang berfluktatif, bahkan pada

bulan-bulan tertentu mengalami kerugian. Salah satu faktor penyebabnya

adalah UKM Batik Bogor Tradisiku tidak mengetahui jumlah unit kain batik

yang harus dijual agar memperoleh keuntungan. Selain itu beberapa masalah

yang perlu dikaji pada UKM Batik Bogor Tradisiku antara lain tingginya

biaya gaji dan biaya bahan baku. Maka dibutuhkan sebuah analisis yang

dapat membantu UKM Batik Bogor Tradisiku dalam meningkatkan

keuntungan. Analisis biaya-volume-laba digunakan dalam penelitian ini agar

dapat mengetahui jumlah penjualan yang harus dihasilkan dalam memenuhi

target laba yang diharapkan.

Berdasarkan latar belakang yang telah disebutkan diatas, maka

rumusan masalah yang penulis ambil adalah :

1. Bagaimana pertumbuhan penjualan produk ?

2. Bagaimana biaya-biaya operasional yang terjadi pada UKM?

3. Sejauh mana CVP analysis dapat diterapkan pada periode Mei 2010 sampai Desember 2011, berdasarkan pertumbuhan biaya-biaya

operasional dan pertumbuhan penjualan masing-masing produk ?

1. 3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan, tujuan yang

ingin dicapai dari penelitian ini adalah :

1. Mengetahui dan menganalisis pertumbuhan penjualan produk.

2. Mengetahui dan menganalisis biaya-biaya operasional yang terjadi pada

UKM.

3. Menganalisis penerapan CVP pada perusahaan berdasarkan pertumbuhan

(5)

1. 4. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi

perusahaan dalam usaha meningkatkan kualitas perencanaan dan

penerapan anggaran biaya serta pengawasan terhadap biaya, sehingga

akhirnya dapat bermanfaat dalam menetapkan margin laba.

2. Sebagai bahan rujukan bagi pihak yang akan melakukan penelitian yang

lebih mendalam.

1. 5. Ruang Lingkup

Lingkup permasalahan dari penelitian ini adalah sektor usaha kecil

menengah pada Batik Bogor Tradisiku yaitu terfokus pada penjualan kain

batik yang harus dijual untuk mencapai titik impas, laba yang diinginkan, dan

penjualan terbaik. Penelitian ini juga terfokus pada penjualan kain batik yang

terdiri dari kain batik tulis, kain batik cap, dan kain printing pada periode Mei

(6)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Batik

2.1.1. Pengertian batik

Secara etimologi, kata batik berasal dari bahasa Jawa, ―amba‖ yang berarti lebar, luas, kain; dan ―titik‖ yang berarti titik atau matik (kata kerja membuat titik) yang kemudian berkembang menjadi istilah ―batik‖, yang

berarti menghubungkan titik-titik menjadi gambar tertentu pada kain yang

luas atau lebar. Batik juga mempunyai pengertian segala sesuatu yang

berhubungan dengan membuat titik-titik tertentu pada kain mori. Dalam bahasa Jawa, ―batik‖ ditulis dengan ―bathik‖, mengacu pada huruf jawa ―tha‖ yang menunjukan bahwa batik adalah rangkaian dari titik-titik yang membentuk gambaran tertentu. Batik sangat identik dengan suatu tehnik

(proses) dari mulai penggambaran motif hingga pelodoran. Salah satu ciri

khas batik adalah cara penggambaran motif pada kain yang menggunakan

proses pemalaman, yaitu menggoreskan malam (lilin) yang ditempatkan

pada wadah yang bernama canting dan cap. (Wulandari, 2011)

2.1.2. Perlengkapan Batik

Menurut Wulandari (2011) terdapat beberapa perlengkapan dalam

membatik. Perlengkapan membatik tidak banyak mengalami perubahan dari

waktu ke waktu. Adapun peralatannya antara lain :

1. Gawangan

Gawangan adalah perkakas untuk menyangkutkan dan membentangkan

mori sewaktu dibatik. Gawangan terbuat dari kayu atau bambo yang

dibuat sedemikian rupa hingga kuat, ringan, dan mudah

dipindah-pindah.

2. Bandul

Bandul dibuat dari timah, kayu, atau batu yang dimasukan ke dalam

kantong. Fungsi pokoknya adalah untuk menahan agar mori yang baru

dibatik tidak mudah tergeser saat tertiup anginatau tertarik oleh si

(7)

3. Wajan

Wajan adalah perkakas untuk mencairkan malam. Wajan dibuat dari

logam baja atau tanah liat.

4. Kompor

Kompor adalah alat untuk membuat api. Kompor yang biasa digunakan

adalah kompor berbahan bakar minyak. Kompor ini berfungsi sebagai

perapian dan pemanas bahan-bahan yang digunakan untuk membatik.

5. Taplak

Taplak adalah kain untuk menutup paha pembatik agar tidak terkena

tetesan malam panas sewaktu canting ditiup atau waktu membatik.

6. Saringan Malam

Saringan adalah alat untuk menyaring malam panas yang memiliki

banyak kotoran.

7. Canting

Canting adalah alat yang dipakai untuk memindahkan atau mengambil

cairan, terbuat dari tembaga dan bambo sebagai pegangannya. Canting

ini digunakan untuk menuliskan pola batik dengan cairan malam.

8. Mori

Mori adalah bahan baku batik yang terbuat dari katun. Kualitas mori

bermacam-macam dan jenisnya sangat mennetukan baik buruknya kain

batik yang dihasilkan.

9. Malam (lilin)

Malam (lilin) adalah bahan yang dipergunakan untuk membatik.

Sebenarnya malam tidak habis (hilang) karena pada akhirnya malam

akan diambil kembali pada proses mbabar, proses pengerjaan dari

membatik sampai batikan menjadi kain.

10. Dhingklik (Tempat Duduk)

Dhingklik (tempat duduk) adalah tempat untuk duduk pembatik.

Biasanya terbuat dari bambo, kayu, plastik, atau besi.

11. Pewarna Alami

(8)

2.2. Konsep Usaha Kecil dan Menengah

2.2.1. Definisi Usaha Kecil dan Menengah

Berdasarkan Undang-undang No. 9 tahun 1995 tentang Usaha Kecil

dikatakan bahwa usaha kecil adalah kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh

perseorangan atau rumah tangga maupun suatu badan, bertujuan untuk

memproduksi barang ataupun jasa untuk diperniagakan secara komersial

dengan kriteria sebagai berikut :

1. memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200.000.000,- (dua ratus

juta rupiah), tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau

memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 1.000.000.000,-

(satu milyar rupiah);

2. milik Warga Negara Indonesia;

3. berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan yang dimiliki,

dikuasai, atau berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan

Usaha Menengah atau Usaha Besar.

4. berbentuk usaha orang perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan

hukum, atau badan usaha yang berbadan hukum, termasuk koperasi.

2.2.2. Bidang atau Jenis Usaha Kecil

Dalam Keppres No. 127 Tahun 2001 menyebutkan jenis-jenis usaha

yang tergolong pada usaha kecil dan usaha menengah. Berikut jenis-jenis

usaha tersebut:

1. Sektor Pertanian

Peternakan Ayam Buras

2. Sektor Kelautan dan Perikanan

a. Perikanan tangkap dengan menggunakan kapal kurang dan 30

GT/90 PK dilakukan di perairan sampai dengan 12 mil laut.

b. Perikanan budidaya meliputi pembenihan dan pembesaran ikan di

air tawar, air payau, dan laut.

(9)

3. Sektor Kehutanan

a. Pengusahaan Peternakan Lebah Madu;

b. Pengusahaan Hutan Tanaman Aren, Sagu, Rotan, Kemiri, Bambu,

dan Kayu Manis.

c. Pengusahaan Sarang Burung Walet di Alam

d. Pengusahaan Hutan Rakyat Asam (pemungutan dan pengolahan biji

asam)

e. Pengusahaan Hutan Tanaman Penghasil Arang

f. Pengusahaan Hutan Tanaman penghasil Getah-getahan

g. Pengusahaan Hutaan Tanaman Penghasil Bahan-bahan Minyak

Atsiri (minyak pinus/terpentin minyak lawang, minyak tengkawang,

minyak kayu puti, minyak kenanga, minyak akar wangi, dan

lain-lain)

4. Sektor Energi dan Sumber Daya Mineral

Pertambangan Rakyat

5. Sektor Usaha dan Perdagangan

a. Usaha makanan dan minuman olahan yang melakukan pengawetan

dengan proses pengasinan, penggaraman, pemanisan, pengasapan,

pengeningan, perebusan, penggorengan, dan fermentasi dengan

cara-cara tradisional.

b. Usaha penyempurnaan benang dan serat alam maupun buatan

menjadi benang bermotif/celup, ikat dengan menggunakan alat yang

digerakkan tangan.

c. Usaha tekstil dan produk tekstil meliputi pertenunan, perajutan,

pembatikan, dan pembordiran yang memiliki ciri dikerjakan dengan

ATBM, atau alat yang digerakkan tangan termasuk butik, peci,

kopiah, dan sejenisnya.

d. Pengolahan hasil hutan dan kebun golongan non pangan :

1) Bahan bangunan/rumah tangga : Bambu, Nipah, Sirap, Anang,

dan Sabut.

2) Bahan usaha : Getah-getahan, Kulit kayu, Sutera alam, dan

(10)

6. Sektor Perhubungan

Angkutan pedesaan darat dan angkutan sungai, danau, dan

penyeberangan dengan menggunakan kapal 30 GT.

7. Sektor Telekomunikasi

Jasa telekomunikasi meliputi warung telekomunikasi, warung internet,

dan instalasi kabel ke rumah dan gedung.

8. Sektor Kesehatan

Jasa Profesi Kesehatan/Pelayanan Medik/Pelayanan Kefarmasian :

1) Praktek perorangan tenaga kesehatan.

2) Praktek tenaga berkelompok tenaga kesehatan

3) Sarana Pelayanan kesehatan dasar.

4) Pusat /Balai/Stasiun penelitian kesehatan.

5) Apotik, praktik profesi Apoteker.

6) Rumah bersalin

7) Praktek Pelayanan Medik Tradisional (akupuntur, pijat refleksi,

panti pijat tradisional).

8) Jasa perdagangan obat dan makanan :

a) Toko Obat;

b) Retailer Obat Tradisional, Jamu Gendong, Kios/took jamu;

c) Kolektor/pengumpul simplisia

2.2.3. Kelebihan dan Kelemahan Usaha Kecil

Menurut Musa Hubeis (2009) terdapat beberapa kelebihan dan

kekurangan dari UKM. Adapun kelebihan dari UKM antara lain :

1. Dasar pengembangan kewirausahaan

2. Organisasi internal sederhana

3. Mampu meningkatkan ekonomi kerakyatan/padat karya (lapangan

usaha dan lapangan kerja) berorientasi ekspor dan substitusi impor

(perkokoh struktur industri dan perolehan devisa)

4. Aman bagi perbankan dalam memberi kredit

5. Bergerak di bidang usaha yang cepat menghasilkan

6. Mampu memperpendek rantai distribusi

(11)

Sedangkan kekurangan yang dimiliki UKM adalah sebagai berikut:

1. SDM lemah dalam kewirausahaan dan manajerial

2. Keterbatasan keuangan

3. Ketidakmampuan aspek pasar

4. Keterbatasan pengetahuan produksi dan teknologi, prasarana dan sarana

5. Ketidakmampuan menguasai informasi

6. Tidak didukung kebijakan dan regulasi memadai, serta perlakuan pelaku

usaha besar (usaha besar)

7. Tidak terorganisasi dalam jaringan dan kerja sama

8. Sering tidak memenuhi standar

9. Belum memenuhi kelengkapan aspek legalitas.

2.3.Konsep Biaya

2.3.1. Pengertian Biaya

Menurut Hansen dan Mowen (2005), biaya adalah kas atau nilai

ekuivalen kas yang dikorbankan untuk mendapatkan barang atau jasa yang

diharapkan memberi manfaat saat ini atau di masa datang bagi organisasi.

Biaya dikeluarkan untuk mendapatkan manfaat di masa depan. Pada

perusahaan yang berorientasi laba, manfaat masa depan biasanya berarti

pendapatan. Jika biaya telah dihabiskan dalam proses menghasilkan

pendapatan, maka biaya tersebut dinyatakan kadaluarsa (beban).

Sedangkan menurut Horngren, et al (2008), biaya (cost) adalah sumber daya yang dikorbankan (sacrified) atau dilepaskan (forgone) untuk mencapai tujuan tertentu. Suatu biaya (seperti bahan langsung atau iklan)

biasanya diukur dalam jumlah uang yang harus dibayarkan dalam rangka

mendapatkan barang atau jasa.

2.3.2. Klasifikasi Biaya

Menurut Hansen dan Mowen (2005), perilaku biaya adalah istilah

umum untuk menggambarkan apakah biaya berubah seiring dengan

perubahan output. Biaya-biaya bereaksi pada perubahan output dengan

berbagai cara. Biaya tetap adalah suatu biaya yang dalam jumlah total tetap

(12)

Biaya variabel adalah biaya yang dalam jumlah total, bervariasi secara

proporsional terhadap perubahan output.Oleh karena itu, biaya variabel naik

ketika output naik, dan akan turun ketika output turun. Sedangkan suatu

biaya campuran adalah biaya yang memiliki komponen tetap dan variabel.

Sedangkan menurut Kuswadi (2005) biaya dibagi menjadi tiga,

yaitu:

1. Biaya Tetap (fixed cost)

Biaya Tetap (fixed cost) adalah biaya yang jumlahnya tidak berubah berapa pun besarnya penjualan atau produksi yang dhasilkan. Biaya

tetap biasanya berupa biaya tidak langsung (biaya overhead), yaitu biaya yang dikeluarkan tidak atas dasar jumlah produksi atau besarnya

volume penjualan. Semakin besar volume penjualan semakin kecil

biaya tetap per unitnya. Jadi, biaya tetap per unit berubah-ubah sesuai

jumlah produksi. Pengeluaran biaya tetap biasanya berhubungan dengan

suatu periode sehingga biasa dinamakan biaya periode (period cost). 2. Biaya Variabel (variable cost)

Biaya Variabel (variable cost) adalah biaya yang jumlahnya sampai batas tertentu berubah-ubah secara proporsional. Kebalikan dari biaya

tetap, biaya variabel per unit merupakan biaya yang bersifat tetap, tetapi

biaya total variabel berubah-ubah.

3. Biaya Semi Variabel (semi fixed cost)

Biaya Semi Variabel atau semi fixed cost adalah biaya yang yang secara mutlak sulit digolongkan ke dalam biaya variabel atau biaya

tetap. Contoh dari biaya semivariabel adalah pemakaian listrik dalam

lingkungan pabrik. Dalam perhitungan titik impas, biaya semi variabel

dibebankan secara presentasi ke dalam biaya tetap dan biaya variabel.

Penentuan besarnya persentase bergantung pada penilaian dan kebijakan

(13)

2.4. Konsep Analisis Biaya-Volume-Laba

Analisis biaya-volume-laba (cost-volume-profit analysis/CVP) menguji perilaku pendapatan total, biaya total , dan laba operasi ketika

terjadi perubahan dalam tingkat output, harga jual, biaya variabel per unit,

atau biaya tetap produk (Horngren et al, 2008).

Analisis biaya-volume-laba (cost-volume-profit analysis = analisis CVP) merupakan suatu alat yang sangat berguna untuk perencanaan dan

pengambilan keputusan. Karena analisis biaya-volume-laba (CVP)

menekankan pada keterkaitan biaya, kuantitas yang terjual, dan harga, maka

semua informasi keuangan perusahaan terkandung didalamnya. Analisis

CVP dapat juga menyinggung banyak isu lainnya, seperti : jumlah unit yang

harus dijual untuk mencapai tittik impas; dampak pengurangan biaya tetap

terhadap titik impas; dan dampak kenaikan harga terhadap laba. (Honsen and

Mowen, 2005).

Menurut Horngren et al (2008) analisis CVP didasarkan pada beberapa asumsi :

1. Perubahan tingkat pendapatan dan biaya hanya disebabkan oleh

perubahan jumlah unit produk (atau jasa) yang diproduksi dan dijual.

Jumlah unit output merupakan satu-satunya pemicu pendapatan sekaligus

pemicu biaya. Jika pemicu biaya merupakan faktor yang menimbulkan

biaya, pemicu pendapatan (revenue driver) adalah sebuah variabel, seperti volume, yang menjadi penyebab timbulnya pendapatan.

2. Biaya total dapat dipisahkan ke dalam komponen tetap yang tidak

berubah mengikuti perubahan tingkat output dan komponen variabel yang

berubah mengikuti tingkat output .

3. Ketika disajikan secara grafik, perilaku pendapatan total dan biaya total

bersifat linear (yaitu dapat digambarkan secara garis lurus) ketika

dihubungkan dengan tingkat output dalam rentang (dan periode waktu

yang relevan.

4. Harga jual, biaya variabel perunit, serta biaya tetap total (dalam rentang

(14)

5. Analisis mencakup satu produk atau mengasumsikan bahwa proporsi

produk yang berbeda ketika perusahaan menjual beragam produk adalah

tetap konstan ketika tingkat unit yang terjual total berubah.

6. Seluruh pendapatan dan biaya dapat ditambahkan, dikurangkan, dan

dibandingkan tanpa memperhitungkan nilai waktu dari uang.

2.5. Konsep Titik Impas

2.5.1. Pengertian Titik Impas

Menurut Rony (1990) analisis titik impas merupakan sarana bagi

manajemen untuk mengetahui pada titik berapa hasil penjualan sama dengan

jumlah biaya sehingga perusahaan tidak memperoleh keuntungan atau

kerugian .

Titik Impas (break even point) adalah titik di mana total pendapatan sama dengan total biaya, yaitu titik dimana laba sama dengan nol (Hansen

and Mowen, 2005). Sedangkan menurut Kuswadi (2005) titik pulang pokok

atau break event point (BEP) adalah titik yang menunjukan kombinasi tingkat volume penjualan dan harga jual perusahaan, yang tidak

mendapatkan laba ataupun menderita rugi.

2.5.2. Pendekatan dalam Penentuan Titik Impas

Menurut Hansen dan Mowen (2005) terdapat dua pendekatan dalam

menentukan titik impas yaitu titik impas dalam unit dan titik impas dalam

dollar penjualan. Titik impas dalam unit diartikan jumlah atau kuantitas unit

yang diproduksi untuk mencapai laba normal. Sedangkan titk impas dalam

dollar penjualan dapat diartikan konversi dari ukuran unit yang dijual

menjadi ukuran pendapatan penjualan untuk menghasilkan laba normal.

Menurut Hansen dan Mowen (2005) terdapat beberapa hal yang

harus dipahami dalam menggunakan alat analisis titik impas yaitu :

1. Perubahan dalam biaya variabel per-unit mengakibatkan perubahan

dalam kontribusi marjin dan titik impas

2. Perubahan dalam harga jual per-unit mengakibatkan perubahan dalam

(15)

3. Perubahan dalam jumlah biaya tetap mengakibatkan perubahan dalam

titik impas tapi tidak merubah kontribusi marjin.

4. Kombinasi perubahan biaya tetap dan variabel pada arah yang sama

mengakibatkan perubahan tajam dan ekstrim pada titik impas.

2.5.3. Manfaat Analisis Titik Impas

Menurut Kuswadi (2005) terdapat beberapa manfaat dalam

penggunaan analisis titik impas, yaitu :

1. Untuk mengetahui hubungan volume penjualan (produksi), harga jual,

biaya produksi, dan biaya-biaya lain serta mengetahui laba rugi

perusahaan.

2. Sebagai sarana merencanakan laba (profit planning)

3. Sebagai alat pengendalian (controlling) kegiatan operasi yang sedang berjalan.

4. Sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan harga jual.

5. Sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan yang

berkaitan dengan kebijakan perusahaan, misalnya menentukan usaha

yang perlu dihentikan atau yang harus tetap dijalankan ketika

perusahaan dalam keadaan tidak mampu menutup biaya-biaya tunai.

2. 6. Penelitian Terdahulu

Penelitian sebelumnya yang terkait dan mendukung penelitian ini

adalah penelitian yang telah dilakukan oleh Renny A. F. (2006).

Penelitiannya menganalisis penerapan Cost-Volume-Profit analisis dalam menunjang rencana pencapaian laba tahun 2006 pada PT. X. Penelitian

Renny A. F. (2006) bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis

pertumbuhan biaya-biaya operasional yang terjadi pada perusahan

selamaperiode 2003-2005, mengetahui dan menganalisis pertumbuhan

penjualan produk selama periode tahun 2003 sampai 2005, dan

menganalisis penerapan analisis CVP pada perusahaan berdasarkan

pertumbuhan biaya-biaya operasional dan pertumbuhan penjualan produk

(16)

Metode penelitian yang dilakukan adalah menganalisis laporan

biaya-biaya operasional, kemudian memisahkan semua biaya-biaya yang

telah dikeluarkan perusahaan menjadi biaya tetap, biaya semivariabel, dan

biaya variabel. Selanjutnya membuat analisis break even point,sehingga dapat menghasilkan gambaran titik dimana perusahaan tidak mendapat laba

maupun mengalami kerugian. Dan terakhir adalah membuat analisis CVP.

Hasil dari penelitian tersebut adalah terdapat tiga alternatif dalam

memaksimumkan laba pada PT. X. Alternatif pertama adalah menaikkan

harga jual produk sebanyak 6%. Alternatif kedua adalah meningkatkan

volume penjualan sebesar 15% dengan peningkatan iklan sebesar 20%. Dan

alternatif ketiga yaitu dengan menaikkan harga jual 10% dengan penurunan

volume penjualan 5%. Dari ketiga alternatif tersebut yang terbaik adalah

alternatif ketiga.

Penelitian selanjutnya adalah penelitian yang dilakukan oleh

Flaviana M (2011). Penelitiannya menganalisis biaya-volume-laba sebagai

alat pengambilan keputusan taktis dalam perencanaan manajerial pada

usaha budi daya udang galah Mitra Gemah Ripah Karangpawitan

Kabupaten Garut. Penelitian Flaviana M (2011) bertujuan untuk

mengidentifikasi biaya apa saja yang terjadi dalam usaha budi daya udang galah ―Mitra Gemah Ripah‖, menentukan jumlah volume penjualan yang harus dicapai agar mencapai break even point, dan menganalisis jumlah

produk tahap pendederan dan pembesaran yang dapat diproduksi untuk

mencapai tingkat laba yang diharapkan.

Metode yang dilakukan dalam penelitian diawali dengan

mengidentifikasi biaya tetap dan biaya variabel serta menghitung jumlah

dari kedua jenis biaya tersebut serta biaya total keseluruhan. Tahapan

selanjutnya adalah menghitung jumlah pendapatan sehingga dapat diketahui

jumlah keuntungan yang didapat. Tahap terakhir adalah menghitung jumlah

titik impas dengan analisis break even point serta menghitung jumlah produksi yang harus dijual dalam mencapai target laba yang diharapkan

(17)

Hasil dari penelitian ini adalah usaha budi daya ―Mitra Gemah Ripah‖ dapat menggunakan analisis CVP untuk mengetahui kuantitas yang harus dicapai untuk mendapatkan target laba. Penambahan kapasitas usaha

dapat dilakukan melalui penerapan inovasi dan teknologi yang lebih baik

(18)

III. METODE PENELITIAN

3.1. Kerangka Penelitian

Usaha kecil menengah merupakan sebuah unit usaha yang dimiliki

oleh perorangan atau suatu badan yang memproduksi suatu produk baik itu

barang maupun jasa yang diperdagangkan dimana ukuran usaha masih

kecil. Terdapat beberapa jenis usaha kecil menengah, salah satunya adalah

usaha kecil menengah dalam bidang usaha tekstil dan produk tekstil

meliputi pertenunan, perajutan, pembatikan, dan pembordiran yang

memiliki ciri dikerjakan dengan ATBM, atau alat yang digerakkan tangan

termasuk butik, peci, kopiah, dan sejenisnya. Dalam hal ini yang dimaksudkan adalah usaha kecil menengah ―Batik Bogor Tradisiku‖.

Laba yang diperoleh UKM Batik Bogor Tradisikuantara lain

dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu biaya, harga jual produk, dan besarnya

volume penjualan. Ketiga faktor tersebut saling berkaitan satu sama lain,

biaya yang terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel, akan menentukan

harga jual, jika biaya untuk memproduksi produk tinggi, maka harga jual

akan menyesuaikan. Selanjutnya, jika UKM menetapkan harga jual yang

cukup tinggi ke produk maka laba yang diperoleh akan semakin tinggi pula.

Namun UKM harus berhati-hati dalam penetapan harga jual, karena harga

jual akan berpengaruh pada volume penjualan. Selanjutnya, volume

penjualan akan memiliki pengaruh yang berbanding lurus dengan volume

produksi, dan akhirnya volume produksi akan mempengaruhi besarnya

biaya yang harus dikeluarkan.

Sehingga dengan menggunakan analisis CVP(Cost-Volume-Profit) dapat digunakan dalam hubungannya dengan biaya, harga jual, dan volume

penjualan adalah melalui analisis titik impas. Dimana penjualan akan sama

dengan total biaya sehingga UKM tidak akan mengalami keuntungan dan

kerugian. Dengan melihat titik impas yang ada, selanjutnya dapat dilakukan

(19)

dan volume penjualan yang harus dicapai. Kerangka pemikiran penelitian

dapat dilihat dari gambar di bawah ini :

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian

Usaha Kecil Menengah

UKM Batik Tradisiku

Variabel Tetap

Total Pendapatan Total Biaya

Analisis Biaya – Volume – Laba

(Metode Break Even Point)

Alternatif Penjualan Terbaik

Harga Jual Volume Penjualan

(20)

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada usaha kecil menengah yang memproduksi

batik dengan motif batik bogor yang bernama Batik Bogor Tradisiku. UKM

ini bertempat di Jalan Jalak No. 2 Tanah Sareal, Bogor. Pelaksanaan

penelitian dilakukan selama dua bulan dimulai bulan Januari sampai bulan

Februari 2012.

3.3. Pengumpulan Data

Data dan informasi yang diperlukan untuk melakukan penelitian ini

adalah data primer dan data sekunder. Adapun data primer diperoleh

melalui wawancara pihak-pihak yang berkepentingan, dalam hal ini adalah

pemilik dan karyawan UKM Batik Bogor Tradisiku.

Data sekunder yang digunakan peneliti bersumber dari sumber

tertulis, literatur yang berkenaan dengan masalah yang diteliti seperti

laporan keuangan dan arus kas UKM Batik Bogor Tradisikumaupun buku

literatur yang berkaitan dengan penelitian ini.

3.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data

Untuk mengolah data yang diperoleh, maka langkah yang harus

diambil adalah :

1. Menganalisis laporan biaya-biaya operasional yang terjadi serta

besarnya jumlah penjualan yang telah dicapai oleh UKM.

2. Memisahkan semua biaya-biaya yang telah dikeluarkan oleh perusahaan

menjadi biaya tetap, biaya semivariabel, dan biaya variabel. Untuk

biaya campuran, harus dilakukan pemisahan menjadi biaya tetap dan

biaya variabel.

3. Membuat analisis titik impas berdasarkan data penjualan dan

biaya-biaya tetap maupun variabel, sehingga dapat menghasilkan gambaran

titik dimana UKM tidak mendapat laba maupun mengalami kerugian.

4. Membuat analisis CVP sehingga dapat diketahui langkah apa yang

(21)

Break even point analysis, rumus yang digunakan;

TFC

1– Ʃ VC Ʃ(P.Q)

dimana,

BEP = Breakeven Point (dalam rupiah) TFC = Total Fixed Cost

VC = Variable Cost

P = Price per Product

Q = Quantity of Sales

TFC

Weighted average contribution margin per unit

Cost-Volume-Profit Analysis yang akan dilakukan bertujuan untuk meningkatkan laba perusahaan atau paling tidak berusaha untuk mencapai

titik dimana perusahaan mencapai BEP. Analisis CVP yang dapat dilakukan

adalah:

1. Menurunkan biaya variabel per unit produk (Vcu)

Untuk meningkatkan laba perusahaan, biaya variabel harus diturunkan.

Jika biaya variabel harus diturunkan, maka contribution margin akan bertambah, sehingga laba pun akan menjadi lebih besar.

2. Menurunkan biaya tetap (FC)

Untuk memperoleh laba yang lebih besar, maka salah satu cara adalah

dengan menurunkan biaya tetap.

3. Menaikkan harga jual (P)

Dalam proses perencanaan laba, salah satu cara yang dapat ditempuh

adalah dengan meningkatkan harga jual.

4. Menaikkan volume penjualan (Q)

Dalam mencapai peningkatan laba, maka volume penjualan harus

ditingkatkan. Setelah penjualan mencapai BEP, maka peningkatan

penjualan akan menambah laba yang dihasilkan.

BEPRP =

BEPRP =

………...(1)

(22)

Laba Operasi = Pendapatan Penjualan – Beban Variabel – Beban Tetap ...(3) Dari hasil analisis CVP yang dilakukan dengan beberapa cara di

atas, maka akan dipilih cara mana yang dianggap paling rasional yang dapat

dilakukan oleh perusahaan dan paling sesuai dengan kondisi perusahaan

maupun kondisi pasar yang ada.

Laporan laba rugi merupakan suatu alat yang berguna untuk

mengorganisasikan biaya-biaya perusahaan menjadi kategori tetap dan

variabel. Laporan laba rugi dapat dinyatakan sebagai berikut :

Margin kontribusi adalah pendapatan penjualan dikurangi total

biaya variabel. Pada titik impas, marjin kontribusi sama dengan beban tetap.

Persamaan titik impas dapat dinyatakan sebagai berikut :

Biaya Tetap

Marjin Kontribusi Per Unit

Rumus untuk perhitungan titik impas dalam unit adalah sebagai

berikut :

Biaya Tetap

Harga – Biaya Variabel Per Unit

Sedangkan rumus untuk perhitungan titik impas penjualan adalah sebagai

berikut :

Harga

Harga – Biaya Variabel Per Unit

Jumlah Unit = ……….(4)

Unit Titik Impas = ……….(5)

(23)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Sejarah UKM Batik Bogor Tradisiku

Batik Bogor Tradisiku didirikan pada tanggal 13 Januari 2008 atas

prakarsa Siswaya. Pria kelahiran Sleman, Yogyakarta, ini telah berdomisili

di Bogor lebih dari 26 tahun, sehingga tumbuh rasa kecintaannya terhadap

kota yang kerap dijuluki sebagai kota hujan ini dengan memberikan sesuatu

untuk mengharumkan kota Bogor. Pada awal berdiri, Batik Tradisiku Bogor

sudah membuat motif-motif khas Bogor seperti kijang, kujang, bunga

teratai, dan lainnya. Pada tahun 2009, Batik Tradisiku mengeluarkan motif

Kujang Kijang yang kemudian diresmikan oleh Walikota Bogor, Bapak

Diani Budiarto, beserta Ibu Fauziah di The Jungle pada 4 Juni 2009 sebagai

peringatan hari Ulang Tahun Bogor ke – 527. Motif ini kemudian

dipatenkan bersama dua motif batik Pakuan Pajajaran, yaitu Ragen

Panganten dan Banyak Ngantrang, yang hak ciptanya dimiliki Pemda Kota

Bogor. Dalam perjalanannya, Batik tradisiku kembali mengeluarkan motif

baru, yaitu Hujan Gerimis yang banyak mendapat perhatian dari konsumen.

Motif Hujan Gerimis terinspirasi dari julukan Bogor sebagai Kota Hujan

yang airnya membawa berkah dan sebagai sumber kehidupan.

Sejak awal Oktober 2010, Batik Tradisiku sudah melebarkan area

pemasarannya ke luar Kota Bogor. Lokasi Bogor yang berbatasan dengan

ibukota Jakarta sangat mendukung terjalinnya komunikasi dan transportasi

dengan lebih mudah. Kerjasama dengan Pasaraya Blok M mengawali

ekspansi pasar Batik Tradisiku. Produk Batik yang berciri khas Bogor

mendapat respon yang positif, dibuktikan dalam kurun waktu satu minggu,

produk sudah habis terjual dan permintaan yang tinggi. Kini Batik

Tradisiku juga sudah menggandeng Sarinah, Thamrin City, dan SMESCO

UKM Gallery dalam memasarkan produk batik.

Batik Tradisiku sebagai Batik Bogor Pertama dan satu-satunya di

Kota Bogor memiliki peranan yang besar dalam dunia batik di Bogor. Pihak

Pemda Kota Bogor sangat mengapresiasi dan mendukung Batik Bogor,

(24)

seluruh dinas di Kota Bogor menggunakan Batik Bogor pada hari kamis.

Selain dinas, instansi lain juga banyak yang sudah menggunakan seragam

batik dari Batik Tradisiku Bogor seperti Badan Pengawas Daerah

(Bawasda), Bappeda, BPPT, RRI, PDAM, HIMPAUDI, Universitas

Pakuan, BPKP, Hotel Lido, dan Hotel Novotel. Sejak tahun 2010 juga,

siswa TK, SD, SMP, dan SMA mulai menggunakan Batik Bogor.

Batik Bogor Tradisiku memiliki kegiatan usaha pokok industri

batik, telah didaftarkan sebagai perusahaan yang memiliki nomor Tanda

Daftar Perusahaan (TDP) 10.04.5.17.06359 pada tanggal 15 Januari 2009.

Batik Tradisiku juga telah mkengantongi Surat Izin Usaha perdagangan

(SIUP) dengan nomor 517/32/PK/B/DIPERINDAGKOP dan Tanda Daftar

Industri (TDI) dengan nomor 534/03.TDI-Diperindakop pada tanggal 15

Januari 2009.

Pada tahun 2011, Batik Tradisiku Bogor mengalami perkembangan

yang cukup pesat. Hal itu ditandai oleh semakin luasnya pasar, sehingga

semakin banyak masyarakat yang mengetahui adanya Batik Tradisiku

Bogor. Kunjungan-kunjungan yang datang pun tidak hanya berasal dari

wilayah Jabodetabek, tetapi juga dari seluruh Indonesia. Prestasi terakhir

yang dicapai oleh UKM Batik Bogor Tradisiku adalah terpilihnya Batik

Bogor Tradisiku sebagai nominasi Dahsyatnya Indonesia pada Dahsyatnya

Award 2012.

4.2. Struktur Organisasi UKM Batik Bogor Tradisiku

UKM Batik Bogor Tradisiku dipimpin oleh seorang direktur utama

yang bertanggung jawab atas kegiatan – kegiatan UKM seperti kegiatan

produksi, operasional, pemasaran, keuangan, dan SDM. Pada setiap

kegiatan tersebut terdapat seorang supervisor yang bertanggung jawab

khusus untuk masing-masing kegiatan. Penanggung jawab produksi

bertugas untuk mengkoordinasikan seluruh kegiatan-kegiatan yang

bersangkutan dengan produksi yaitu diantaranya desain motif, proses

pembatikan tulis dan cap, proses printing, proses pewarnaan, dan proses

penjahitan. Penanggung jawab operasional bertanggung jawab dalam

(25)

transportasi dan belanja bahan baku batik. Penanggung jawab pemasaran

bertanggung jawab untuk memasarkan produk batik baik itu pada galeri,

pameran, maupun pelatihan. Penanggung jawab keuangan bertanggung

jawab atas pencatatan keuangan serta mengontrol arus kas UKM Batik

Bogor Tradisiku. Sedangkan penanggung jawab SDM bertanggung jawab

atas sumber daya manusia yang dibutuhkan oleh Batik Bogor Tradisiku

baik sebagai pembatik maupun sebagai karyawan operasional. Adapun

struktur organisasi UKM Batik Bogor Tradisiku adalah sebagai berikut :

Gambar 2. Struktur Organisasi UKM Batik Bogor Tradisiku

4.3. Jenis-Jenis Kain Batik pada UKM Batik Bogor Tradisiku

4.3.1. Batik Tulis

Batik tulis merupakan jenis batik yang dibuat dengan menggunakan

canting. Pembuatan batik tulis ini lebih lama yaitu sekitar 2-3 bulan. Proses

pembuatannya yaitu membuat pola atau desain, menyanting, memberi

warna (pencelupan atau pencoletan),dan perebusan atau pelodoran. Batik

tulis tidak memiliki motif pengulangan yang jelas dengan ukuran garis

motif yang relatif kecil dibandingkan dengan batik cap. Batik tulis yang

diproduksi oleh Batik Bogor Tradisiku hanya ada satu kain untuk setiap

motifnya. Harga jual Batik tulis berkisar antara Rp 500.000,00 sampai

dengan Rp 1.500.000,00. Semakin rumit motif yang digunakan semakin

mahal harga jual batik tulis. Selain itu jenis kain juga menentukan harga

jual, untuk kain batik yang menggunakan kain katun harga berkisar antara

Rp 500.000,00 sampai Rp 750.000,00 dan untuk jenis kain sutra dikenakan

harga jual Rp 1.500.000,00. Disamping itu semakin banyak warna yang

(26)

4.3.2. Batik Cap

Batik cap adalah corak batik yang dibentuk dengan canting cap.

Biasanya proses pembuatan batik cap lebih cepat dari batik tulis yaitu

sekitar 2-3 hari. Batik cap dikerjakan manual dengan menggunakan canting

cap yang biasanya terbuat dari tembaga yang dibentuk dengan design

tertentu. Sama halnya dengan batik tulis, UKM Batik Bogor Tradisiku

hanya memproduksi satu motif kain untuk satu kain, walaupun memiliki

motif yang sama namun pewarnaan akan berbeda. Harga jual batik cap

berkisar antara Rp 200.000,00 sampai dengan Rp 300.000,00. Harga

ditentukan oleh rumitnya motif dan juga banyaknya warna dalam satu kain.

4.3.3. Kain Printing

Kain printing adalah kain yang bermotif batik. Kain printing tidak

dikategorikan dalam batik karena dalam proses pembuatannya tidak

menggunakan canting dan malam. Kain printing dalam proses

pembuatannya dicetak melalui proses sablon. Prosesnya sama seperti

pembuatan spanduk atau kaos sablon namun dengan motif batik bogor dan

bahan warna yang lebih bagus mutunya. Permukaan kain batik sablon jika

dilihat hanya satu sisi saja yag bergambar, sedangkan sisi lainnya polos. Hal

inilah yang membuat warna batik sablon lebih cepat luntur karena

warnanya tidak meresap ke kain. Harga kain printing berkisar antara Rp

65.000,00 sampai Rp 125.000,00. Harga ditentukan berdasarkan jenis kain

yang digunakan dan kebutuhan kain.

4.4. Volume Operasional Penjualan

4.4.1. Volume Penjualan

UKM Batik Bogor Tradisiku memproduksi tiga jenis kain batik,

yaitu kain batik tulis, batik cap, dan kain printing bermotif batik. Batik tulis

merupakan kain batik yang memiliki nilai jual yang tinggi dikarenakan

memiliki nilai seni yang tinggi dan proses pengerjaan yang memakan waktu

lama. Batik cap adalah jenis batik yang memiliki peminat cukup tinggi

(27)

kain batik yang memiliki peminat paling tinggi dikarenakan harga batik

print yang cukup murah. Ketiga jenis batik tersebut dijual dalam bentuk

kain. Batik tulis dijual dengan rata-rata kisaran harga Rp 384.000,00 sampai

Rp 592.000,00. Sedangkan batik cap dijual dengan rata-rata kisaran harga

Rp 153.000,00 sampai Rp 221.000,00 dan kain printing dijual dengan

rata-rata kisaran harga Rp 60.000,00 sampai Rp 83.000,00. Adapun rincian

volume penjualan usaha Batik Bogor Tradisiku pada bulan Maret 2010

sampai dengan Desember 2011 yang ditampilkan per caturwulan adalah

sebagai berikut :

Tabel 3. Kapasitas Penjualan UKM Batik Bogor Tradisiku

No Jenis Kain

Harga jual ditentukan berdasarkan jenis batik, jenis kain yang digunakan,

ukuran kain, jumlah warna yang terdapat dalam kain, semakin banyak

jumlah warna maka semakin mahal harga jual kain tersebut. Adapun rincian

harga jual rata-rata kain batik tulis, kain batik cap, dan kain printing pada

bulan Mei 2010 sampai dengan Desember 2011 yang ditampilkan per

caturwulan adalah sebagai berikut :

Tabel 4. Harga Jual Rata-Rata UKM Batik Bogor Tradisiku

(28)

Volume penjualan UKM Batik Bogor Tradisiku pada bulan Maret

2010 sampai dengan Desember 2011 yang ditampilkan per caturwulan

adalah sebagai berikut :

Tabel 5. Volume Penjualan UKM Batik Bogor Tradisiku (Rupiah)

No Jenis kain Penjualan (Rupiah)

Caturwulan 1 Caturwulan 2 Caturwulan 3 Caturwulan 4 Caturwulan 5

1 Batik Tulis Rp 18.988.000 Rp 9.216.000 Rp 40.256.000 Rp 27.500.000 Rp 49.728.000

2 Batik Cap Rp 57.288.000 Rp 95.319.000 Rp 104.975.000 Rp 53.424.000 Rp 80.565.000

3 Kain Printing Rp 209.820.000 Rp 114.954.000 Rp 106.128.000 Rp 61.586.000 Rp 68.094.000

Total Rp 286.096.000 Rp 219.489.000 Rp 251.359.000 Rp 142.510.000 Rp 198.387.000

Pada Tabel 5 diatas dapat dilihat bahwa penjualan pada caturwulan

pertama sampai dengan caturwulan kelima mengalami fluktuasi. Terjadi

penurunan total volume penjualan antara caturwulan pertama dan

caturwulan kedua dan antara caturwulan ketiga dan caturwulan keempat.

Pada caturwulan kedua mengalami penurunan total penjualan karena

adanya penurunan penjualan pada batik tulis dan kain printing, namun ada

peningkatan pada penjualan batik cap. Sedangkan pada caturwulan keempat

kembali terjadi penurunan penjualan total karena penurunan penjualan pada

batik tulis, batik cap, dan batik printing. Sedangkan antara caturwulan

kedua dan ketiga terjadi peningkatan total penjualan dikarenakan

peningkatan padapenjualan kain batik tulis dan batik cap. Pada caturwulan

keempat dan kelima mengalami peningkatan total penjualan dikarenakan

meningkatnya pesanan kain batik tulis, batik cap, dan printing.

Tabel 6 menggambarkan pertumbuhan volume penjualan UKM

Batik Bogor Tradisiku. Dapat dilihat bahwa pada caturwulan kedua terjadi

penurunan volume penjualan sebesar 23.28% dikarenakan pada rentang

waktu tersebut UKM Batik Bogor Tradisiku sedang melakukan pemindahan

galeri sehingga tidak fokus dalam penjualan kain batik. Sedangkan pada

caturwulan ketiga terjadi peningkatan sebesar 14.52%, pada caturwulan 4

kembali terjadi penurunan yang cukup besar yaitu 43.3% menurut direktur

UKM Batik Bogor Tradisiku, Lisha, hal tersebut diakibatkan pada periode

bulan Mei, Juni, Juli, Agustus, dan September tahun 2011 merupakan masa

(29)

terhadap kain batik sangat menurun dan berdampak langsung terhadap

penjualan kain batik. Dan pada caturwulan 5 kembali terjadi peningkatan

sebesar 39.21%.

Tabel 6. Perubahan Volume Penjualan UKM Batik Bogor Tradisiku Pada Caturwulan 1 sampai 5 (Periode Mei 2010 sampai Desember 2011)

Dari seluruh penjualan yang diterima oleh usaha Batik Bogor

Tradisiku maka persentase dari tiap-tiap penjualan di atas pada bulan Mei

2010 sampai Desember 2011 adalah sebagai berikut :

Tabel 7. Persentase Unit Penjualan Usaha Batik Bogor Tradisiku Pada Caturwulan 1 (Mei –Agustus 2010)

No Jenis Kain Jumlah Persentase

1 Batik Tulis Rp 18.988.000 6.64%

2 Batik Cap Rp 57.288.000 20.02%

3 Kain Printing Rp 209.820.000 73.34%

Total Penjualan Rp 286.096.000 100%

Dari hasil perhitungan dapat diketahui bahwa jumlah persentase

volume penjualan terbesar adalah kain printing sebanyak 73.34%.

Sedangkan jumlah persentase volume penjualan terkecil adalah batik tulis

yang hanya memiliki nilai persentase sebesar 6.64%.

Tabel 8. Persentase Unit Penjualan UKM Batik Bogor Tradisiku Pada Caturwulan 2 (September – Desember 2010)

No Jenis Kain Jumlah Persentase

1 Batik Tulis Rp 9.216.000 4.20%

2 Batik Cap Rp 95.319.000 43.43%

3 Kain Printing Rp 114.954.000 52.37%

Total Penjualan Rp 219.489.000 100%

Dari hasil perhitungan dapat diketahui bahwa jumlah persentase

volume penjualan terbesar adalah kain printing sebanyak 52.37%. Caturwulan

1 2 3 4 5

Penjualan Rp 286.096.000 Rp 219.489.000 Rp 251.359.000 Rp 142.510.000 Rp 68.094.000

Perubahan (Rp) - -Rp66.607.000 Rp 31.870.000 -Rp 108.849.000 Rp 55.877.000

(30)

Sedangkan jumlah persentase volume penjualan terkecil adalah batik tulis

yang hanya memiliki nilai persentase sebesar 4.20%.

Tabel 9. Persentase Unit Penjualan UKM Batik Bogor Tradisiku Pada Caturwulan 3 (Januari–April 2011)

No Jenis Kain Jumlah Persentase

1 Batik Tulis Rp 40.256.000 16.02%

2 Batik Cap Rp 104.975.000 41.76%

3 Kain Printing Rp 106.128.000 42.22%

Total Penjualan Rp 251.359.000 100%

Dari hasil perhitungan dapat diketahui bahwa jumlah persentase

volume penjualan terbesar adalah kain printing sebanyak 42.22%.

Sedangkan jumlah persentase volume penjualan terkecil adalah batik tulis

yang hanya memiliki nilai persentase sebesar 16.02%.

Tabel 10. Persentase Unit Penjualan UKM Batik Bogor Tradisiku Pada Caturwulan 4 (Mei – Agustus 2011)

No Jenis Kain Jumlah Persentase

1 Batik Tulis Rp 27.500.000 19.30%

2 Batik Cap Rp 53.424.000 37.49%

3 Kain Printing Rp 61.586.000 43.22%

Total Penjualan Rp 142.510.000 100%

Dari hasil perhitungan dapat diketahui bahwa jumlah persentase

volume penjualan terbesar adalah kain printing sebanyak 43.22%.

Sedangkan jumlah persentase volume penjualan terkecil adalah batik tulis

yang hanya memiliki nilai persentase sebesar 19.30%.

Tabel 11. Persentase Unit Penjualan UKM Batik Bogor Tradisiku Pada Caturwulan 5 (September – Desember 2011)

No Jenis Kain Jumlah Persentase

1 Batik Tulis Rp 49.728.000 25.07%

2 Batik Cap Rp 80.565.000 40.61%

3 Kain Printing Rp 68.094.000 34.32%

Total Penjualan Rp 198.387.000 100%

Dari hasil perhitungan dapat diketahui bahwa jumlah persentase

(31)

jumlah persentase volume penjualan terkecil adalah batik tulis yang hanya

memiliki nilai persentase sebesar 25.07%.

Secara keseluruhan penjualan batik tulis sebesar Rp 145.688.000,00

atau secara persentasi sebesar 13.27%. Sedangkan batik cap sebesar Rp

391.571.000,00 atau secara persentasi sebesar 35.67%, dan untuk kain

printing sebesar Rp 560.582.000,00 atau secara persentasi sebesar 51.06%.

4.4.2. Biaya-Biaya UKM Batik Bogor Tradisiku

UKM Batik Bogor Tradisiku memerlukan beberapa biaya guna

menjalankan usahanya. Adapun biaya-biaya yang terjadi pada bulan Mei

2010 sampai Desember 2011 dalam kegiatan penjualan di galeri dan proses

produksi adalah sebagai berikut :

(32)

Lanjutan Tabel 12.

Plangkan Rp 450.000

Mixer Obat Batik Rp 42.000

9 Biaya Perlengkapan Batik Rp 4.615.000

10 Biaya Transportasi dan Akomodasi Rp 7.164.000

Total Biaya Rp 198.215.967

Pada tabel biaya diatas dapat diketahui bahwa biaya-biaya yang

terjadi selama kegiatan penjualan di galeri dan proses produksi kain batik

tulis, cap, dan printing adalah biaya gaji karyawan, biaya pembayaran

listrik, telepon, dan air, biaya ATK, biaya sehari-hari galeri, biaya konsumsi

karyawan, biaya bahan baku (kain prima, kain primis, kain lain-lain, obat

batik, malam, bahan bakar, soda, dan bahan baku pelengkap), biaya canring

tulis, biaya penyusutan peralatan, biaya perlengkapan batik, dan biaya

transportasi dan akomodasi. Biaya tertinggi yang dikeluarkan pada

caturwulan pertama adalah biaya bahan baku yaitu sebesar Rp

93.671.165,00, selanjutnya adalah biaya gaji karyawan sebesar Rp

78.210.250,00. Sedangkan biaya terkecil adalah biaya canting tulis sebesar

Rp 111.000,00.

Dalam biaya bahan baku, biaya terbesar dikeluarkan untuk biaya

kain prima sebesar Rp 55.286.800,00. Kain Prima merupakan kain yang

paling banyak digunakan dalam ketiga jenis batik. Kain prima merupakan

jenis kain katun yang memiliki kualitas terbaik. Sedangkan biaya terkecil

yang digunakan dalam bahan baku adalah biaya soda, yang terdiri dari soda

ashdan coustic soda. Soda digunakan dalam proses pewarnaan pada kain

batik yang berfungsi untuk menghindari terjadinya penempelan ulang

malam di permukaan kain sehingga motif yang telah digambar sebelumnya

terlihat jelas.

Biaya penyusutan peralatan batik merupakan biaya penyusutan atas

pembelian peralatan untuk membatik yaitu canting cap, wajan, kompor,

meja printing, plangkan, dan mixer obat. Perhitungan biaya penyusutan peralatan per bulan dengan metode garis lurus dapat dilihat pada tabel

(33)

Tabel 13. Biaya Penyusutan Pada UKM Batik Bogor Tradisiku

Peralatan Umur

Ekonomis

Nilai Aset Nilai Sisa Persentase Penyusutan

/bln

Berdasarkan perhitungan biaya penyusutan dengan metode garis

lurus ini didapatkan biaya penyusutan peralatan per bulan sebesar Rp

499.388,00, sehingga untuk per caturwulan adalah sebesar Rp

1.997.550,00.

Tabel 14. Biaya- Biaya yang Terjadi Pada UKM Batik Bogor Tradisiku Pada Caturwulan 2 (September – Desember 2010)

No Biaya Jumlah

8 Biaya Penyusutan Peralatan

Kompor Minyak Rp 315.000

Kompor Gas Rp 488.252

(34)

Lanjutan Tabel 14.

Canting Cap Rp 180.000

Meja Printing Rp 504.000

Plangkan Rp 450.000

Mixer Obat Batik Rp 42.000

9 Biaya Perlengkapan Batik Rp 3.294.000

10 Biaya Transportasi dan akomodasi Rp 8.051.000

Total Biaya Rp 221.996.458

Pada caturwulan kedua, sama seperti caturwulan pertama biaya

tertinggi dikeluarkan untuk biaya bahan baku, selanjutnya adalah biaya gaji

karyawan dan biaya terendah dikeluarkan untuk biaya canting tulis. Biaya

bahan baku sebesar Rp 98.348.406,00, biaya ini mengalami peningkatan

dari caturwulan sebelumnya meskipun unit kain terjual lebih rendah. Hal

tersebut diakibatkan oleh adanya kenaikan harga kain mencapai 50%. Biaya

pembelian kain prima merupakan biaya terbesar yang dikeluarkan untuk

biaya bahan baku yaitu sebesar Rp 62.537.631,00 dan biaya terkecil adalah

biaya pembelian soda. Biaya gaji mengalami peningkatan cukup tinggi

karena pada caturwulan kedua terdapat penambahan jumlah karyawan pada

UKM Batik Bogor Tradisiku, yaitu sebesar Rp 96.865.750,00. Biaya

canting tulis yaitu sebesar Rp 105.000,00. Total biaya yang dikeluarkan

pada caturwulan kedua mengalami peningkatan yaitu Rp 221.996.458,00

dikarenakan meningkatnya biaya gaji karyawan dan biaya bahan baku.

Tabel 15. Biaya- Biaya yang Terjadi Pada UKM Batik Bogor Tradisiku Pada Caturwulan 3 (Januari – April 2011)

No Biaya Jumlah

1 Biaya Gaji Rp 83.708.250

2 Biaya Listrik, Telepon, dan Air Rp 5.105.099

3 Biaya ATK Rp 1.350.150

4 Biaya Sehari-hari Galeri Rp 246.500

5 Biaya Konsumsi Rp 11.415.500

6 Biaya Bahan Baku Produksi

Kain Prima Rp 69.013.253

Kain Primis Rp 11.118.821

(35)

Lanjutan Tabel 15.

Obat Batik Rp 8.526.478

Malam Rp 6.027.131

Bahan Bakar Rp 1.942.253

Soda Rp 899.239

Bahan Baku Pelengkap Rp 720.306

7 Biaya Pemasaran Rp 11.865.000

8 Biaya Canting Tulis Rp 122.000

9 Biaya Penyusutan Peralatan

Kompor Minyak Rp 315.000

Kompor Gas Rp 488.252

Wajan Rp 18.300

Canting Cap Rp 180.000

Meja Printing Rp 504.000

Plangkan Rp 450.000

Mixer Obat Batik Rp 42.000

10 Biaya Perlengkapan Batik Rp 1.636.000

11 Biaya Transportasi dan Akomodasi Rp 6.593.900

Total Biaya Rp 223.834.660

Pada caturwulan ketiga biaya tertinggi tetap dikeluarkan untuk biaya

bahan baku yaitu sebesar Rp 99.794.709,00. Pada biaya bahan baku biaya

yang terbesar dikeluarkan adalah biaya pembelian kain prima. Biaya gaji

menjadi biaya terbesar setelah biaya bahan baku yaitu sebesar Rp

83.708.250,00. Biaya terendah dikeluarkan untuk biaya canting tulis yaitu

sebesar Rp 122.000,00. Total biaya yang dikeluarkan pada caturwulan

ketiga adalah Rp 223.834.660,00.

Tabel 16. Biaya- Biaya yang Terjadi Pada UKM Batik Bogor Tradisiku Pada Caturwulan 4 (Mei – Agustus 2011)

No Biaya Jumlah

1 Biaya Gaji Rp 79.868.250

2 Biaya Listrik, Telepon, dan Air Rp 5.454.700

3 Biaya ATK Rp 432.750

4 Biaya Sehari-hari Galeri Rp 510.600

(36)

Lanjutan Tabel 16.

6 Biaya Bahan Baku Produksi

Kain Prima Rp 28.389.110

Kain Primis Rp 3.704.180

Kain lain-lain Rp 136.200

Obat Batik Rp 4.571.050

Malam Rp 1.788.840

Bahan bakar Rp 1.890.700

Soda Rp 538.204

Bahan Baku Pelengkap Rp 1.703.473

7 Biaya Pemasaran Rp 1.865.000

8 Biaya Canting Tulis Rp 115.000

9 Biaya Penyusutan Peralatan

Kompor Minyak Rp 315.000

Kompor Gas Rp 488.252

Wajan Rp 18.300

Canting Cap Rp 180.000

Meja Printing Rp 504.000

Plangkan Rp 450.000

Mixer Obat Batik Rp 42.000

10 Biaya Perlengkapan Batik Rp 7.276.000

11 Biaya Transportasi dan Akomodasi Rp 3.576.000

Total Biaya Rp 148.254.609

Pada caturwulan keempat biaya tertinggi dikeluarkan untuk biaya

gaji karyawan dan biaya terendah dikeluarkan untuk biaya canting tulis.

Adapun biaya gaji sebesar Rp 79.868.250,00 dan biaya canting tulissebesar

Rp 115.000,00. Biaya gaji mengalami penurunan karena adanya

pengurangan karyawan pada caturwulan keempat ini. Total biaya yang

dikeluarkan pada caturwulan keempat sebesar Rp 148.254.609,00

merupakan biaya terendah diantara caturwulan lainnya hal tersebut juga

berbanding lurus dengan jumlah penjualan yang menurun pada caturwulan

(37)

Tabel 17. Biaya- Biaya yang Terjadi Pada UKM Batik Bogor Tradisiku Pada Caturwulan 5 (September – Desember 2011)

No Biaya Jumlah

1 Biaya Gaji Rp 64.520.000

2 Biaya Listrik, Telepon, dan Air Rp 5.816.600

3 Biaya ATK Rp 1.762.500

4 Biaya Sehari-hari Galeri Rp 715.000

5 Biaya Konsumsi Rp 6.122.500

6 Biaya Bahan Baku Produksi

Kain Prima Rp 32.819.318

Kain Primis Rp 4.691.291

Kain lain-lain Rp 9.767.561

Obat Batik Rp 8.429.124

Malam Rp 3.110.537

Bahan Bakar Rp 931.720

Soda Rp 666.573

Bahan Baku Pelengkap Rp 1.274.065

7 Biaya Pemasaran Rp 5.500.000

8 Biaya Canting Tulis Rp 115.000

9 Biaya Penyusutan Peralatan

Kompor Minyak Rp 315.000

Kompor Gas Rp 488.252

Wajan Rp 18.300

Canting Cap Rp 180.000

Meja Printing Rp 504.000

Plangkan Rp 450.000

Mixer Obat Batik Rp 42.000

10 Biaya Perlengkapan Batik Rp 564.000

11 Biaya Transportasi dan Akomodasi Rp 8.160.000

Total Biaya Rp 156.963.341

Pada caturwulan kelima biaya yang dikeluarkan tertinggi adalah

biaya gaji sebesar Rp 64.520.000,00, dan biaya terendah dikeluarkan untuk

biaya canting tulis sebesar Rp 115.000,00. Total biaya pada caturwulan

(38)

4.4.3 Perhitungan Laba

Laba dihitung berdasarkan lima caturwulan antara periode Mei 2010

sampai Desember 2011 dengan mengurangi total penjualan dan total biaya.

Jadi, laba yang diperoleh UKM Batik Bogor Tradisiku untuk penjualan kain

batik tulis, batik cap, dan printing pada galeri Batik Bogor Tradisiku adalah

sebagai berikut :

a. Laba Caturwulan 1 = Total Penjualan – Total Biaya

= Rp 286.096.000,00 – Rp 198.215.967,00

= Rp 87.880.033,00

Pada caturwulan pertama yang mencakup bulan Mei – Agustus 2010

laba yang diperoleh adalah Rp 87.880.033,00. Hal tersebut disebabkan

karena pada rentang waktu tersebut adanya arahan dari pemerintah Bogor

agar seluruh dinas dan Pemda di Bogor untuk mengenakan batik Bogor,

sehingga tingginya penjualan kain batik khususnya kain printing.

b. Laba Caturwulan 2 = Total Penjualan – Total Biaya

= Rp 219.489.000,00 – Rp 221.996.458,00

= (Rp 2.507.458,00)

Pada caturwulan kedua yang mencakup bulan September –

Desember 2010 penjualan mengalami kerugian sebesar Rp 2.507.458,00.

Hal tersebut disebabkan oleh pada rentang waktu tersebut UKM Batik

Bogor Tradisiku sedang melakukan pemindahan galeri dari Cibuluh ke

galeri di Jalan Jalak, sehingga belum stabilnya penjualan dan kurangnya

fokus UKM Batik Bogor Tradisiku dalam melakukan pemasaran dan

penjualan.

c. Laba Caturwulan 3 = Total Penjualan – Total Biaya

= Rp 251.359.000,00 – Rp 223.802.660,00

= Rp 27.556.340,00

Pada caturwulan ketiga yang mencakup bulan Januari – April 2011

laba yang diperoleh adalah Rp 27.556.340,00.

d. Laba Caturwulan 4 = Total Penjualan – Total Biaya

= Rp 142.510.000,00 – Rp 148.254.609,00

(39)

Pada caturwulan keempat yang mencakup bulan Mei – Agustus 201

penjualan mengalami kerugian sebesar Rp 5.744.609,00. Hal tersebut

disebabkan karena penjualan yang mengalami penurunan. Menurut direktur

UKM Batik Bogor Tradisiku, Lisha, penurunan penjualan pada caturwulan

keempat ini diakibatkan pada periode bulan ini merupakan masa tahun

ajaran baru sekolah dan lebaran, sehingga daya beli konsumen terhadap

kain batiksangat menurun dan berdampak langsung terhadap penjualan kain

batik.

e. Laba Caturwulan 5 = Total Penjualan – Total Biaya

= Rp 198.387.000,00 – Rp 156.963.341,00

= Rp 41.423.659,00

Pada caturwulan kelima yang mencakup bulan September –

Desember 2011 laba yang diperoleh adalah Rp 41.423.659,00.

4.4.4 Analisis Biaya

UKM Batik Bogor Tradisiku tidak melakukan analisis biaya secara

terperinci. Pihak UKM hanya menjabarkan seluruh biaya yang dikeluarkan

selama kegiatan tanpa adanya klasifikasi biaya. Sehingga dalam

perhitungan biaya yang dilakukan hanya mengurangi total penjualan

dengan total biaya yang dikeluarkan.

Pada penelitian ini digunakan analisis biaya, volume, dan laba yaitu,

analisis yang berkaitan dengan penentuan volume penjualan dan komposisi

produk untuk mencapai laba optimal yang diinginkan. Analisis ini

mengharuskan adanya pemisahan biaya berdasarkan perilakunya.

Biaya-biaya yang terjadi dalam seluruh kegiatan usaha harus dibedakan sesuai

perilakunya dalam hubungannya dengan perubahan kegiatan usaha. Dengan

metode total cost maka biaya dapat dibedakan menjadi biaya variabel dan

biaya tetap.

Biaya dihitung selama lima caturwulan dalam periode antara bulan

Mei 2010 sampai Desember 2011. Biaya yang dihitung terdiri atas biaya

tetap dan biaya variabel. Adapun biaya tetap yang ada pada kegiatan UKM

(40)

ATK, biaya sehari-hari galeri, biaya konsumsi, biaya pemasaran, biaya

peralatan membatik, dan biaya transportasi dan akomodasi. Biaya gaji

dibayar berdasarkan hari kerja karyawan dan bukan berdasarkan jumlah

kain yang dapat diselesaikan karyawan maka biaya gaji digolongkan

menjadi biaya tetap. Biaya listrik dan air digolongkan menjadi biaya tetap

dikarenakan dalam proses pembatikan tidak menggunakan listrik secara

langsung, sedangkan air yang digunakan menggunakan air sumur sehingga

berapapun banyak air yang digunakanmaka biaya yang dikeluarkan tetap.

Menurut ibu Rukoyah, Penanggung Jawab Keuangan, jumlah produksi kain

tidak berpengaruh terhadap pengeluaran biaya air. Sedangkan pengeluaran

biaya telepon juga tidak berpengaruh pada unit penjualan kain batik

sehingga digolongkan menjadi biaya tetap. Biaya listrik, telepon, dan air

digabungkan kedalam satu biaya dikarenakan pembayaran biaya-biaya

tersebut dilakukan secara bersama-sama.

Biaya ATK atau alat tulis kantor merupakan biaya yang dikeluarkan

untuk nota penjualan galeri dan alat tulis lainnya. Biaya ATK digolongkan

menjadi biaya tetap dikarenakan biaya yang dikeluarkan untuk ATK tidak

bergantung pada banyaknya unit yang terjual. Biaya sehari-hari galeri

merupakan biaya yang dikeluarkan untuk keperluan galeri seperti tissue,

pembersih lantai, maupun biaya-biaya yang dikeluarkan untuk kebutuhan

galeri. Biaya konsumsi merupakan biaya yang dikeluarkan untuk makan

siang seluruh karyawan sehingga termasuk dalam biaya tetap karena tidak

berpengaruh langsung pada unit penjualan kain batik. Biaya pemasaran

merupakan biaya website UKM Batik Bogor Tradisiku, biaya pembuatan

kalender, dan leaflet UKM Batik Bogor Tradisiku. Biaya canting tulis, yaitu pembelian canting tulis setiap bulannya. Biaya penyusutan peralatan batik

merupakan biaya atas menyusutnya canting cap, kompor, wajan, meja

printing, plangkan danmixer obat yang digunakan untuk membatik. Biaya transportasi dan akomodasi merupakan biaya pengangkutan kain dari

workshop ke galeri dan biaya pengiriman bahan baku.

Biaya yang termasuk pada biaya variabel adalah biaya bahan baku

(41)

pembelian kain prima, kain primis, kain lain-lain, obat batik, malam, bahan

bakar, soda, dan bahan baku pelengkap batik. Kain lain-lain terdiri dari kain

sutra, dobi, paris, dan santung, dikelompokan menjadi kain lain-lain karena

produksi kain batik yang berasal dari kain-kain tersebut rendah. Sedangkan

biaya obat batik merupakan biaya yang digunakan untuk pembelian

obat-obat pewarna kain batik. Bahan bakar terdiri dari minyak tanah, gas, dan

kayu bakar. Bahan bakar digunakan dalam proses pemanasan malam saat

membatik dan proses pewarnaan. Biaya pelengkap batik merupakan

biaya-biaya yang dibutuhkan dalam proses membatik, namun komposisinya

rendah. Biaya pelengkap batik terdiri dari gondo, waterglass, dan softener. Berikut merupakan biaya UKM Batik Bogor Tradisiku pada caturwulan

pertama sampai kelima setelah pemisahan biaya tetap dan variabel adalah :

Tabel 18. Biaya Operasional UKM Batik Bogor Tradisiku Pada

6 Biaya Bahan Baku Produksi

Kain Prima Rp 55.286.800

8 Biaya Penyusutan Peralatan

Kompor Minyak Rp 315.000

Kompor Gas Rp 488.252

(42)

Lanjutan Tabel 18.

Pada caturwulan pertama biaya tetap lebih besar dibandingkan

dengan biaya variabel. Total biaya tetap yaitu sebesarRp 99.929.802,00,

sedangkan total biaya variabel sebesar Rp 98.286.165,00. Pada biaya tetap

biaya terbesar terjadi pada biaya gaji karyawan yaitu sebesar Rp

78.210.250,00 dan biaya terendah yaitu biaya canting tulis sebesar Rp

111.000,00. Pada biaya variabel biaya terbesar dikeluarkan untuk biaya

kain prima yaitu Rp 55.286.800,00 dan biaya terkecil untuk biaya soda

6 Biaya Bahan Baku Produksi

Gambar

Tabel 12. Biaya- Biaya yang Terjadi Pada UKM Batik Bogor Tradisiku
Tabel 13. Biaya Penyusutan Pada UKM Batik Bogor Tradisiku
Tabel 17. Biaya- Biaya yang Terjadi Pada UKM Batik Bogor Tradisiku   Pada Caturwulan 5 (September – Desember 2011)
Tabel 19. Biaya Operasional UKM Batik Bogor Tradisiku Pada Caturwulan 2 Setelah Pemisahan Biaya Tetap dan Biaya Variabel
+7

Referensi

Dokumen terkait

Orang-orang ketiga lainnya tidak termasuk dalam a dan b sepanjang mereka memperoleh hak-hak dengan iktikad baik sebelum keputusan tentang pembatalan mempunyai

Simpulan Perbandingan frekuensi penggunaan anestesi regional dan anestesi general pada pasien seksio sesaria di RSUP Dr Kariadi Semarang adalah 85,6%

Untuk merancang sebuah kota dalam kondisi post-apocalypse penulis melakukan eksplorasi berupa observasi baik dari game, film, dan juga observasi lapangan berupa lokasi

Penelitian dilalukan oleh Isma Trisna Santi dalam penelitian yang berjudul “ PEMBUATAN FILM ANIMASI ANDE-ANDE LUMUT MENGGUNAKAN ANIMASI 2 DIMENSI PADA TAMAN KANAK-KANAK (TK)

Melalui lubang ini, muatan yang telah mengalami pemampatan di dalam ruang engkol, disalurkan ke dalam silinder diatas torak yang masih berisi sisa-sisa gas

Masyarakat yang menghapus hambatan partisipasi membuat lingkungan inklusif yang memungkinkan semua orang - termasuk penyandang disabiltas - untuk memiliki akses terhadap layanan

Dengan adanya komunikasi yang baik antara pelatih dan atlet, guru dan siswa, atlet dan atlet itu sendiri diharapkan mampu menciptakan kondisi tim atau kelas yang solid, kuat,

NOTE: Sopranos and Tenors may sing the higher notes while Altos and Basses may sing the lower notes.. Entrance Song for the