I. PENDAHULUAN
1. 1. Latar Belakang
Era globalisasi mendukung perkembangan perekonomian dunia
usaha. Dengan perkembangan dunia usaha dewasa ini, seiring kebijakan
pemerintah dalam mendorong pertumbuhan perekonomian pada dunia
industri, maka persaingan usaha semakin ketat. Usaha kecil menengah
(UKM) merupakan salah satu pilihan masyarakat dalam melakukan usaha.
Diperlukan adanya penanganan dan pengelolaan yang baik oleh UKM untuk
menjaga kesinambungan hidupnya dalam menghadapi persaingan yang ketat.
Adanya penanganan dan pengelolaan yang baik hanya dapat tercapai jika
dilakukan oleh manajemen yang baik pula.
Pihak manajemen dituntut untuk berpikir kritis dalam merumuskan
kebijakan-kebijakan yang mampu meningkatkan daya saing UKM. Sehingga
dibutuhkan adanya kerjasama dan koordinasi yang baik oleh seluruh pihak
manajemen agar kebijakan-kebijakan tersebut mampu mendukung
perkembangan UKM. Adanya keputusan pihak manajemen tersebut yang
dapat membuat UKM untuk dapat bertahan dalam situasi persaingan pasar
yang selalu meningkat.
UKM harus memikirkan dua hal dalam usahanya, yaitu kebutuhan
konsumen dan kebutuhan UKM itu sendiri. Pemenuhan kedua kebutuhan
itulah yang menuntut UKM untuk memperhitungkan antara biaya yang
dibutuhkan dan pendapatannya dengan baik. Untuk memenuhi kebutuhan
konsumen, UKM harus mengeluarkan biaya yang lebih tinggi agar tercapai
kualitas produk yang baik. Sehingga UKM harus meningkatkan harga jual
kepada konsumen, dan berdampak langsung pada kenaikan pendapatan
UKM.
Faktor utama dalam penentuan harga jual dan pendapatan adalah
biaya yang dikeluarkan oleh UKM. Faktor harga jual dan volume penjualan
yang mampu dicapai oleh UKM juga mempengaruhi laba. Besarnya biaya
dalam proses produksi akan menentukan harga jual dari produk itu sendiri,
menentukan besarnya laba. Keterkaitan antara biaya, volume penjualan, dan
laba penjualan disebut sebagai analisis biaya-volume-laba atau Cost-Volume-Profit (CVP) Analysis.
Salah satu jenis dari usaha kecil menengah (UKM) adalah sektor
usaha dan perdagangan dimana didalamnya terdapat sektor usaha tekstil dan
produk tekstil. Berdasarkan data pada Tabel 1 terlihat bahwa sektor usaha
tekstil dan produk tekstil memiliki perkembangan industri yang cenderung
meningkat dari tahun 2009 sampai 2010. Hal tersebut mengindikasikan
bahwa adanya peluang usaha pada sektor tekstil dan produk tekstil.
Tabel 1. Data Perkembangan Gross Domestic Bruto (GDP) Sektor Usaha Tekstil dan Produk Tekstil
Tahun Perkembangan GDP
(%)
2006 1.23
2007 -3.68
2008 -3.64
2009 0.53
2010 1.74
Sumber : Industri Fact and Figure 2011
Kota Bogor merupakan salah satu kota pariwisata di Indonesia. Hal
tersebut dapat dilihat dari potensi wisata berupa wisata budaya, wisata
kuliner, wisata belanja, wisata ilmiah, dan lain-lain. Pada wisata budaya
terdapat beberapa pilihan wisata seperti Istana Bogor, Kebun Raya Bogor,
pagelaran seni Bogor, dan juga wisata batik Bogor. Berdasarkan data
perkembangan usaha diatas maka Kota Bogor memiliki peluang untuk
mengembangkan usaha kecil menengah pada sektor usaha tekstil dan produk
tekstil khususnya produk batik. Dalam perkembangannya, UKM Batik Bogor
Tradisiku mengalami penjualan dan laba yang fluktuatif. UKM Batik Bogor
Tradisiku berupaya untuk mengembangkan wisata batik di Kota Bogor
dengan menyediakan sebuah pusat kerajinan batik yang dapat menjadi
1. 2. Rumusan Masalah
UKM Batik Bogor Tradisiku merupakan pelopor dari bangkitnya
motif batik Bogor. Batik Tradisiku merupakan wujud apresiasi kecintaan
Bapak Siswaya, pemilik dan penggagas UKM Batik Bogor Tradisiku
terhadap seni dan budaya Kota Bogor. Beliau telah menyumbangkan motif
batik yang memiliki ciri khas kota Bogor. Dalam pengembangan program
wisata Batik Tradisiku juga tetap memperhatikan kelestarian sehingga
diharapkan wisata batik Kota Bogor terus berkembang.
Tabel 2. Laba UKM Batik Bogor Tradisiku Pada Periode Mei 2010 - Desember 2011
Tahun Bulan Laba (Rp)
2010
Mei 24.786.043
Juni 36.680.303
Juli 18.441.309
Agustus 9.610.589
September (36.414.023)
Oktober 24.875.624
November (11.851.175)
Desember 21.206.613
2011
Januari 2.572.877
Februari (21.289.540)
Maret (14.473.348)
April 72.582.802
Mei 2.530.749
Juni (2.897.091)
Juli (277.130)
Agustus 383.284
September 614.984
Oktober (9.798.548)
November 24.442.659
Berdasarkan data perolehan laba pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa
UKM Batik Bogor Tradisiku memperoleh laba yang berfluktatif, bahkan pada
bulan-bulan tertentu mengalami kerugian. Salah satu faktor penyebabnya
adalah UKM Batik Bogor Tradisiku tidak mengetahui jumlah unit kain batik
yang harus dijual agar memperoleh keuntungan. Selain itu beberapa masalah
yang perlu dikaji pada UKM Batik Bogor Tradisiku antara lain tingginya
biaya gaji dan biaya bahan baku. Maka dibutuhkan sebuah analisis yang
dapat membantu UKM Batik Bogor Tradisiku dalam meningkatkan
keuntungan. Analisis biaya-volume-laba digunakan dalam penelitian ini agar
dapat mengetahui jumlah penjualan yang harus dihasilkan dalam memenuhi
target laba yang diharapkan.
Berdasarkan latar belakang yang telah disebutkan diatas, maka
rumusan masalah yang penulis ambil adalah :
1. Bagaimana pertumbuhan penjualan produk ?
2. Bagaimana biaya-biaya operasional yang terjadi pada UKM?
3. Sejauh mana CVP analysis dapat diterapkan pada periode Mei 2010 sampai Desember 2011, berdasarkan pertumbuhan biaya-biaya
operasional dan pertumbuhan penjualan masing-masing produk ?
1. 3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan, tujuan yang
ingin dicapai dari penelitian ini adalah :
1. Mengetahui dan menganalisis pertumbuhan penjualan produk.
2. Mengetahui dan menganalisis biaya-biaya operasional yang terjadi pada
UKM.
3. Menganalisis penerapan CVP pada perusahaan berdasarkan pertumbuhan
1. 4. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi
perusahaan dalam usaha meningkatkan kualitas perencanaan dan
penerapan anggaran biaya serta pengawasan terhadap biaya, sehingga
akhirnya dapat bermanfaat dalam menetapkan margin laba.
2. Sebagai bahan rujukan bagi pihak yang akan melakukan penelitian yang
lebih mendalam.
1. 5. Ruang Lingkup
Lingkup permasalahan dari penelitian ini adalah sektor usaha kecil
menengah pada Batik Bogor Tradisiku yaitu terfokus pada penjualan kain
batik yang harus dijual untuk mencapai titik impas, laba yang diinginkan, dan
penjualan terbaik. Penelitian ini juga terfokus pada penjualan kain batik yang
terdiri dari kain batik tulis, kain batik cap, dan kain printing pada periode Mei
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Batik
2.1.1. Pengertian batik
Secara etimologi, kata batik berasal dari bahasa Jawa, ―amba‖ yang berarti lebar, luas, kain; dan ―titik‖ yang berarti titik atau matik (kata kerja membuat titik) yang kemudian berkembang menjadi istilah ―batik‖, yang
berarti menghubungkan titik-titik menjadi gambar tertentu pada kain yang
luas atau lebar. Batik juga mempunyai pengertian segala sesuatu yang
berhubungan dengan membuat titik-titik tertentu pada kain mori. Dalam bahasa Jawa, ―batik‖ ditulis dengan ―bathik‖, mengacu pada huruf jawa ―tha‖ yang menunjukan bahwa batik adalah rangkaian dari titik-titik yang membentuk gambaran tertentu. Batik sangat identik dengan suatu tehnik
(proses) dari mulai penggambaran motif hingga pelodoran. Salah satu ciri
khas batik adalah cara penggambaran motif pada kain yang menggunakan
proses pemalaman, yaitu menggoreskan malam (lilin) yang ditempatkan
pada wadah yang bernama canting dan cap. (Wulandari, 2011)
2.1.2. Perlengkapan Batik
Menurut Wulandari (2011) terdapat beberapa perlengkapan dalam
membatik. Perlengkapan membatik tidak banyak mengalami perubahan dari
waktu ke waktu. Adapun peralatannya antara lain :
1. Gawangan
Gawangan adalah perkakas untuk menyangkutkan dan membentangkan
mori sewaktu dibatik. Gawangan terbuat dari kayu atau bambo yang
dibuat sedemikian rupa hingga kuat, ringan, dan mudah
dipindah-pindah.
2. Bandul
Bandul dibuat dari timah, kayu, atau batu yang dimasukan ke dalam
kantong. Fungsi pokoknya adalah untuk menahan agar mori yang baru
dibatik tidak mudah tergeser saat tertiup anginatau tertarik oleh si
3. Wajan
Wajan adalah perkakas untuk mencairkan malam. Wajan dibuat dari
logam baja atau tanah liat.
4. Kompor
Kompor adalah alat untuk membuat api. Kompor yang biasa digunakan
adalah kompor berbahan bakar minyak. Kompor ini berfungsi sebagai
perapian dan pemanas bahan-bahan yang digunakan untuk membatik.
5. Taplak
Taplak adalah kain untuk menutup paha pembatik agar tidak terkena
tetesan malam panas sewaktu canting ditiup atau waktu membatik.
6. Saringan Malam
Saringan adalah alat untuk menyaring malam panas yang memiliki
banyak kotoran.
7. Canting
Canting adalah alat yang dipakai untuk memindahkan atau mengambil
cairan, terbuat dari tembaga dan bambo sebagai pegangannya. Canting
ini digunakan untuk menuliskan pola batik dengan cairan malam.
8. Mori
Mori adalah bahan baku batik yang terbuat dari katun. Kualitas mori
bermacam-macam dan jenisnya sangat mennetukan baik buruknya kain
batik yang dihasilkan.
9. Malam (lilin)
Malam (lilin) adalah bahan yang dipergunakan untuk membatik.
Sebenarnya malam tidak habis (hilang) karena pada akhirnya malam
akan diambil kembali pada proses mbabar, proses pengerjaan dari
membatik sampai batikan menjadi kain.
10. Dhingklik (Tempat Duduk)
Dhingklik (tempat duduk) adalah tempat untuk duduk pembatik.
Biasanya terbuat dari bambo, kayu, plastik, atau besi.
11. Pewarna Alami
2.2. Konsep Usaha Kecil dan Menengah
2.2.1. Definisi Usaha Kecil dan Menengah
Berdasarkan Undang-undang No. 9 tahun 1995 tentang Usaha Kecil
dikatakan bahwa usaha kecil adalah kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh
perseorangan atau rumah tangga maupun suatu badan, bertujuan untuk
memproduksi barang ataupun jasa untuk diperniagakan secara komersial
dengan kriteria sebagai berikut :
1. memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200.000.000,- (dua ratus
juta rupiah), tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau
memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 1.000.000.000,-
(satu milyar rupiah);
2. milik Warga Negara Indonesia;
3. berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan yang dimiliki,
dikuasai, atau berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan
Usaha Menengah atau Usaha Besar.
4. berbentuk usaha orang perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan
hukum, atau badan usaha yang berbadan hukum, termasuk koperasi.
2.2.2. Bidang atau Jenis Usaha Kecil
Dalam Keppres No. 127 Tahun 2001 menyebutkan jenis-jenis usaha
yang tergolong pada usaha kecil dan usaha menengah. Berikut jenis-jenis
usaha tersebut:
1. Sektor Pertanian
Peternakan Ayam Buras
2. Sektor Kelautan dan Perikanan
a. Perikanan tangkap dengan menggunakan kapal kurang dan 30
GT/90 PK dilakukan di perairan sampai dengan 12 mil laut.
b. Perikanan budidaya meliputi pembenihan dan pembesaran ikan di
air tawar, air payau, dan laut.
3. Sektor Kehutanan
a. Pengusahaan Peternakan Lebah Madu;
b. Pengusahaan Hutan Tanaman Aren, Sagu, Rotan, Kemiri, Bambu,
dan Kayu Manis.
c. Pengusahaan Sarang Burung Walet di Alam
d. Pengusahaan Hutan Rakyat Asam (pemungutan dan pengolahan biji
asam)
e. Pengusahaan Hutan Tanaman Penghasil Arang
f. Pengusahaan Hutan Tanaman penghasil Getah-getahan
g. Pengusahaan Hutaan Tanaman Penghasil Bahan-bahan Minyak
Atsiri (minyak pinus/terpentin minyak lawang, minyak tengkawang,
minyak kayu puti, minyak kenanga, minyak akar wangi, dan
lain-lain)
4. Sektor Energi dan Sumber Daya Mineral
Pertambangan Rakyat
5. Sektor Usaha dan Perdagangan
a. Usaha makanan dan minuman olahan yang melakukan pengawetan
dengan proses pengasinan, penggaraman, pemanisan, pengasapan,
pengeningan, perebusan, penggorengan, dan fermentasi dengan
cara-cara tradisional.
b. Usaha penyempurnaan benang dan serat alam maupun buatan
menjadi benang bermotif/celup, ikat dengan menggunakan alat yang
digerakkan tangan.
c. Usaha tekstil dan produk tekstil meliputi pertenunan, perajutan,
pembatikan, dan pembordiran yang memiliki ciri dikerjakan dengan
ATBM, atau alat yang digerakkan tangan termasuk butik, peci,
kopiah, dan sejenisnya.
d. Pengolahan hasil hutan dan kebun golongan non pangan :
1) Bahan bangunan/rumah tangga : Bambu, Nipah, Sirap, Anang,
dan Sabut.
2) Bahan usaha : Getah-getahan, Kulit kayu, Sutera alam, dan
6. Sektor Perhubungan
Angkutan pedesaan darat dan angkutan sungai, danau, dan
penyeberangan dengan menggunakan kapal 30 GT.
7. Sektor Telekomunikasi
Jasa telekomunikasi meliputi warung telekomunikasi, warung internet,
dan instalasi kabel ke rumah dan gedung.
8. Sektor Kesehatan
Jasa Profesi Kesehatan/Pelayanan Medik/Pelayanan Kefarmasian :
1) Praktek perorangan tenaga kesehatan.
2) Praktek tenaga berkelompok tenaga kesehatan
3) Sarana Pelayanan kesehatan dasar.
4) Pusat /Balai/Stasiun penelitian kesehatan.
5) Apotik, praktik profesi Apoteker.
6) Rumah bersalin
7) Praktek Pelayanan Medik Tradisional (akupuntur, pijat refleksi,
panti pijat tradisional).
8) Jasa perdagangan obat dan makanan :
a) Toko Obat;
b) Retailer Obat Tradisional, Jamu Gendong, Kios/took jamu;
c) Kolektor/pengumpul simplisia
2.2.3. Kelebihan dan Kelemahan Usaha Kecil
Menurut Musa Hubeis (2009) terdapat beberapa kelebihan dan
kekurangan dari UKM. Adapun kelebihan dari UKM antara lain :
1. Dasar pengembangan kewirausahaan
2. Organisasi internal sederhana
3. Mampu meningkatkan ekonomi kerakyatan/padat karya (lapangan
usaha dan lapangan kerja) berorientasi ekspor dan substitusi impor
(perkokoh struktur industri dan perolehan devisa)
4. Aman bagi perbankan dalam memberi kredit
5. Bergerak di bidang usaha yang cepat menghasilkan
6. Mampu memperpendek rantai distribusi
Sedangkan kekurangan yang dimiliki UKM adalah sebagai berikut:
1. SDM lemah dalam kewirausahaan dan manajerial
2. Keterbatasan keuangan
3. Ketidakmampuan aspek pasar
4. Keterbatasan pengetahuan produksi dan teknologi, prasarana dan sarana
5. Ketidakmampuan menguasai informasi
6. Tidak didukung kebijakan dan regulasi memadai, serta perlakuan pelaku
usaha besar (usaha besar)
7. Tidak terorganisasi dalam jaringan dan kerja sama
8. Sering tidak memenuhi standar
9. Belum memenuhi kelengkapan aspek legalitas.
2.3.Konsep Biaya
2.3.1. Pengertian Biaya
Menurut Hansen dan Mowen (2005), biaya adalah kas atau nilai
ekuivalen kas yang dikorbankan untuk mendapatkan barang atau jasa yang
diharapkan memberi manfaat saat ini atau di masa datang bagi organisasi.
Biaya dikeluarkan untuk mendapatkan manfaat di masa depan. Pada
perusahaan yang berorientasi laba, manfaat masa depan biasanya berarti
pendapatan. Jika biaya telah dihabiskan dalam proses menghasilkan
pendapatan, maka biaya tersebut dinyatakan kadaluarsa (beban).
Sedangkan menurut Horngren, et al (2008), biaya (cost) adalah sumber daya yang dikorbankan (sacrified) atau dilepaskan (forgone) untuk mencapai tujuan tertentu. Suatu biaya (seperti bahan langsung atau iklan)
biasanya diukur dalam jumlah uang yang harus dibayarkan dalam rangka
mendapatkan barang atau jasa.
2.3.2. Klasifikasi Biaya
Menurut Hansen dan Mowen (2005), perilaku biaya adalah istilah
umum untuk menggambarkan apakah biaya berubah seiring dengan
perubahan output. Biaya-biaya bereaksi pada perubahan output dengan
berbagai cara. Biaya tetap adalah suatu biaya yang dalam jumlah total tetap
Biaya variabel adalah biaya yang dalam jumlah total, bervariasi secara
proporsional terhadap perubahan output.Oleh karena itu, biaya variabel naik
ketika output naik, dan akan turun ketika output turun. Sedangkan suatu
biaya campuran adalah biaya yang memiliki komponen tetap dan variabel.
Sedangkan menurut Kuswadi (2005) biaya dibagi menjadi tiga,
yaitu:
1. Biaya Tetap (fixed cost)
Biaya Tetap (fixed cost) adalah biaya yang jumlahnya tidak berubah berapa pun besarnya penjualan atau produksi yang dhasilkan. Biaya
tetap biasanya berupa biaya tidak langsung (biaya overhead), yaitu biaya yang dikeluarkan tidak atas dasar jumlah produksi atau besarnya
volume penjualan. Semakin besar volume penjualan semakin kecil
biaya tetap per unitnya. Jadi, biaya tetap per unit berubah-ubah sesuai
jumlah produksi. Pengeluaran biaya tetap biasanya berhubungan dengan
suatu periode sehingga biasa dinamakan biaya periode (period cost). 2. Biaya Variabel (variable cost)
Biaya Variabel (variable cost) adalah biaya yang jumlahnya sampai batas tertentu berubah-ubah secara proporsional. Kebalikan dari biaya
tetap, biaya variabel per unit merupakan biaya yang bersifat tetap, tetapi
biaya total variabel berubah-ubah.
3. Biaya Semi Variabel (semi fixed cost)
Biaya Semi Variabel atau semi fixed cost adalah biaya yang yang secara mutlak sulit digolongkan ke dalam biaya variabel atau biaya
tetap. Contoh dari biaya semivariabel adalah pemakaian listrik dalam
lingkungan pabrik. Dalam perhitungan titik impas, biaya semi variabel
dibebankan secara presentasi ke dalam biaya tetap dan biaya variabel.
Penentuan besarnya persentase bergantung pada penilaian dan kebijakan
2.4. Konsep Analisis Biaya-Volume-Laba
Analisis biaya-volume-laba (cost-volume-profit analysis/CVP) menguji perilaku pendapatan total, biaya total , dan laba operasi ketika
terjadi perubahan dalam tingkat output, harga jual, biaya variabel per unit,
atau biaya tetap produk (Horngren et al, 2008).
Analisis biaya-volume-laba (cost-volume-profit analysis = analisis CVP) merupakan suatu alat yang sangat berguna untuk perencanaan dan
pengambilan keputusan. Karena analisis biaya-volume-laba (CVP)
menekankan pada keterkaitan biaya, kuantitas yang terjual, dan harga, maka
semua informasi keuangan perusahaan terkandung didalamnya. Analisis
CVP dapat juga menyinggung banyak isu lainnya, seperti : jumlah unit yang
harus dijual untuk mencapai tittik impas; dampak pengurangan biaya tetap
terhadap titik impas; dan dampak kenaikan harga terhadap laba. (Honsen and
Mowen, 2005).
Menurut Horngren et al (2008) analisis CVP didasarkan pada beberapa asumsi :
1. Perubahan tingkat pendapatan dan biaya hanya disebabkan oleh
perubahan jumlah unit produk (atau jasa) yang diproduksi dan dijual.
Jumlah unit output merupakan satu-satunya pemicu pendapatan sekaligus
pemicu biaya. Jika pemicu biaya merupakan faktor yang menimbulkan
biaya, pemicu pendapatan (revenue driver) adalah sebuah variabel, seperti volume, yang menjadi penyebab timbulnya pendapatan.
2. Biaya total dapat dipisahkan ke dalam komponen tetap yang tidak
berubah mengikuti perubahan tingkat output dan komponen variabel yang
berubah mengikuti tingkat output .
3. Ketika disajikan secara grafik, perilaku pendapatan total dan biaya total
bersifat linear (yaitu dapat digambarkan secara garis lurus) ketika
dihubungkan dengan tingkat output dalam rentang (dan periode waktu
yang relevan.
4. Harga jual, biaya variabel perunit, serta biaya tetap total (dalam rentang
5. Analisis mencakup satu produk atau mengasumsikan bahwa proporsi
produk yang berbeda ketika perusahaan menjual beragam produk adalah
tetap konstan ketika tingkat unit yang terjual total berubah.
6. Seluruh pendapatan dan biaya dapat ditambahkan, dikurangkan, dan
dibandingkan tanpa memperhitungkan nilai waktu dari uang.
2.5. Konsep Titik Impas
2.5.1. Pengertian Titik Impas
Menurut Rony (1990) analisis titik impas merupakan sarana bagi
manajemen untuk mengetahui pada titik berapa hasil penjualan sama dengan
jumlah biaya sehingga perusahaan tidak memperoleh keuntungan atau
kerugian .
Titik Impas (break even point) adalah titik di mana total pendapatan sama dengan total biaya, yaitu titik dimana laba sama dengan nol (Hansen
and Mowen, 2005). Sedangkan menurut Kuswadi (2005) titik pulang pokok
atau break event point (BEP) adalah titik yang menunjukan kombinasi tingkat volume penjualan dan harga jual perusahaan, yang tidak
mendapatkan laba ataupun menderita rugi.
2.5.2. Pendekatan dalam Penentuan Titik Impas
Menurut Hansen dan Mowen (2005) terdapat dua pendekatan dalam
menentukan titik impas yaitu titik impas dalam unit dan titik impas dalam
dollar penjualan. Titik impas dalam unit diartikan jumlah atau kuantitas unit
yang diproduksi untuk mencapai laba normal. Sedangkan titk impas dalam
dollar penjualan dapat diartikan konversi dari ukuran unit yang dijual
menjadi ukuran pendapatan penjualan untuk menghasilkan laba normal.
Menurut Hansen dan Mowen (2005) terdapat beberapa hal yang
harus dipahami dalam menggunakan alat analisis titik impas yaitu :
1. Perubahan dalam biaya variabel per-unit mengakibatkan perubahan
dalam kontribusi marjin dan titik impas
2. Perubahan dalam harga jual per-unit mengakibatkan perubahan dalam
3. Perubahan dalam jumlah biaya tetap mengakibatkan perubahan dalam
titik impas tapi tidak merubah kontribusi marjin.
4. Kombinasi perubahan biaya tetap dan variabel pada arah yang sama
mengakibatkan perubahan tajam dan ekstrim pada titik impas.
2.5.3. Manfaat Analisis Titik Impas
Menurut Kuswadi (2005) terdapat beberapa manfaat dalam
penggunaan analisis titik impas, yaitu :
1. Untuk mengetahui hubungan volume penjualan (produksi), harga jual,
biaya produksi, dan biaya-biaya lain serta mengetahui laba rugi
perusahaan.
2. Sebagai sarana merencanakan laba (profit planning)
3. Sebagai alat pengendalian (controlling) kegiatan operasi yang sedang berjalan.
4. Sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan harga jual.
5. Sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan yang
berkaitan dengan kebijakan perusahaan, misalnya menentukan usaha
yang perlu dihentikan atau yang harus tetap dijalankan ketika
perusahaan dalam keadaan tidak mampu menutup biaya-biaya tunai.
2. 6. Penelitian Terdahulu
Penelitian sebelumnya yang terkait dan mendukung penelitian ini
adalah penelitian yang telah dilakukan oleh Renny A. F. (2006).
Penelitiannya menganalisis penerapan Cost-Volume-Profit analisis dalam menunjang rencana pencapaian laba tahun 2006 pada PT. X. Penelitian
Renny A. F. (2006) bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis
pertumbuhan biaya-biaya operasional yang terjadi pada perusahan
selamaperiode 2003-2005, mengetahui dan menganalisis pertumbuhan
penjualan produk selama periode tahun 2003 sampai 2005, dan
menganalisis penerapan analisis CVP pada perusahaan berdasarkan
pertumbuhan biaya-biaya operasional dan pertumbuhan penjualan produk
Metode penelitian yang dilakukan adalah menganalisis laporan
biaya-biaya operasional, kemudian memisahkan semua biaya-biaya yang
telah dikeluarkan perusahaan menjadi biaya tetap, biaya semivariabel, dan
biaya variabel. Selanjutnya membuat analisis break even point,sehingga dapat menghasilkan gambaran titik dimana perusahaan tidak mendapat laba
maupun mengalami kerugian. Dan terakhir adalah membuat analisis CVP.
Hasil dari penelitian tersebut adalah terdapat tiga alternatif dalam
memaksimumkan laba pada PT. X. Alternatif pertama adalah menaikkan
harga jual produk sebanyak 6%. Alternatif kedua adalah meningkatkan
volume penjualan sebesar 15% dengan peningkatan iklan sebesar 20%. Dan
alternatif ketiga yaitu dengan menaikkan harga jual 10% dengan penurunan
volume penjualan 5%. Dari ketiga alternatif tersebut yang terbaik adalah
alternatif ketiga.
Penelitian selanjutnya adalah penelitian yang dilakukan oleh
Flaviana M (2011). Penelitiannya menganalisis biaya-volume-laba sebagai
alat pengambilan keputusan taktis dalam perencanaan manajerial pada
usaha budi daya udang galah Mitra Gemah Ripah Karangpawitan
Kabupaten Garut. Penelitian Flaviana M (2011) bertujuan untuk
mengidentifikasi biaya apa saja yang terjadi dalam usaha budi daya udang galah ―Mitra Gemah Ripah‖, menentukan jumlah volume penjualan yang harus dicapai agar mencapai break even point, dan menganalisis jumlah
produk tahap pendederan dan pembesaran yang dapat diproduksi untuk
mencapai tingkat laba yang diharapkan.
Metode yang dilakukan dalam penelitian diawali dengan
mengidentifikasi biaya tetap dan biaya variabel serta menghitung jumlah
dari kedua jenis biaya tersebut serta biaya total keseluruhan. Tahapan
selanjutnya adalah menghitung jumlah pendapatan sehingga dapat diketahui
jumlah keuntungan yang didapat. Tahap terakhir adalah menghitung jumlah
titik impas dengan analisis break even point serta menghitung jumlah produksi yang harus dijual dalam mencapai target laba yang diharapkan
Hasil dari penelitian ini adalah usaha budi daya ―Mitra Gemah Ripah‖ dapat menggunakan analisis CVP untuk mengetahui kuantitas yang harus dicapai untuk mendapatkan target laba. Penambahan kapasitas usaha
dapat dilakukan melalui penerapan inovasi dan teknologi yang lebih baik
III. METODE PENELITIAN
3.1. Kerangka Penelitian
Usaha kecil menengah merupakan sebuah unit usaha yang dimiliki
oleh perorangan atau suatu badan yang memproduksi suatu produk baik itu
barang maupun jasa yang diperdagangkan dimana ukuran usaha masih
kecil. Terdapat beberapa jenis usaha kecil menengah, salah satunya adalah
usaha kecil menengah dalam bidang usaha tekstil dan produk tekstil
meliputi pertenunan, perajutan, pembatikan, dan pembordiran yang
memiliki ciri dikerjakan dengan ATBM, atau alat yang digerakkan tangan
termasuk butik, peci, kopiah, dan sejenisnya. Dalam hal ini yang dimaksudkan adalah usaha kecil menengah ―Batik Bogor Tradisiku‖.
Laba yang diperoleh UKM Batik Bogor Tradisikuantara lain
dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu biaya, harga jual produk, dan besarnya
volume penjualan. Ketiga faktor tersebut saling berkaitan satu sama lain,
biaya yang terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel, akan menentukan
harga jual, jika biaya untuk memproduksi produk tinggi, maka harga jual
akan menyesuaikan. Selanjutnya, jika UKM menetapkan harga jual yang
cukup tinggi ke produk maka laba yang diperoleh akan semakin tinggi pula.
Namun UKM harus berhati-hati dalam penetapan harga jual, karena harga
jual akan berpengaruh pada volume penjualan. Selanjutnya, volume
penjualan akan memiliki pengaruh yang berbanding lurus dengan volume
produksi, dan akhirnya volume produksi akan mempengaruhi besarnya
biaya yang harus dikeluarkan.
Sehingga dengan menggunakan analisis CVP(Cost-Volume-Profit) dapat digunakan dalam hubungannya dengan biaya, harga jual, dan volume
penjualan adalah melalui analisis titik impas. Dimana penjualan akan sama
dengan total biaya sehingga UKM tidak akan mengalami keuntungan dan
kerugian. Dengan melihat titik impas yang ada, selanjutnya dapat dilakukan
dan volume penjualan yang harus dicapai. Kerangka pemikiran penelitian
dapat dilihat dari gambar di bawah ini :
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian
Usaha Kecil Menengah
UKM Batik Tradisiku
Variabel Tetap
Total Pendapatan Total Biaya
Analisis Biaya – Volume – Laba
(Metode Break Even Point)
Alternatif Penjualan Terbaik
Harga Jual Volume Penjualan
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada usaha kecil menengah yang memproduksi
batik dengan motif batik bogor yang bernama Batik Bogor Tradisiku. UKM
ini bertempat di Jalan Jalak No. 2 Tanah Sareal, Bogor. Pelaksanaan
penelitian dilakukan selama dua bulan dimulai bulan Januari sampai bulan
Februari 2012.
3.3. Pengumpulan Data
Data dan informasi yang diperlukan untuk melakukan penelitian ini
adalah data primer dan data sekunder. Adapun data primer diperoleh
melalui wawancara pihak-pihak yang berkepentingan, dalam hal ini adalah
pemilik dan karyawan UKM Batik Bogor Tradisiku.
Data sekunder yang digunakan peneliti bersumber dari sumber
tertulis, literatur yang berkenaan dengan masalah yang diteliti seperti
laporan keuangan dan arus kas UKM Batik Bogor Tradisikumaupun buku
literatur yang berkaitan dengan penelitian ini.
3.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data
Untuk mengolah data yang diperoleh, maka langkah yang harus
diambil adalah :
1. Menganalisis laporan biaya-biaya operasional yang terjadi serta
besarnya jumlah penjualan yang telah dicapai oleh UKM.
2. Memisahkan semua biaya-biaya yang telah dikeluarkan oleh perusahaan
menjadi biaya tetap, biaya semivariabel, dan biaya variabel. Untuk
biaya campuran, harus dilakukan pemisahan menjadi biaya tetap dan
biaya variabel.
3. Membuat analisis titik impas berdasarkan data penjualan dan
biaya-biaya tetap maupun variabel, sehingga dapat menghasilkan gambaran
titik dimana UKM tidak mendapat laba maupun mengalami kerugian.
4. Membuat analisis CVP sehingga dapat diketahui langkah apa yang
Break even point analysis, rumus yang digunakan;
TFC
1– Ʃ VC Ʃ(P.Q)
dimana,
BEP = Breakeven Point (dalam rupiah) TFC = Total Fixed Cost
VC = Variable Cost
P = Price per Product
Q = Quantity of Sales
TFC
Weighted average contribution margin per unit
Cost-Volume-Profit Analysis yang akan dilakukan bertujuan untuk meningkatkan laba perusahaan atau paling tidak berusaha untuk mencapai
titik dimana perusahaan mencapai BEP. Analisis CVP yang dapat dilakukan
adalah:
1. Menurunkan biaya variabel per unit produk (Vcu)
Untuk meningkatkan laba perusahaan, biaya variabel harus diturunkan.
Jika biaya variabel harus diturunkan, maka contribution margin akan bertambah, sehingga laba pun akan menjadi lebih besar.
2. Menurunkan biaya tetap (FC)
Untuk memperoleh laba yang lebih besar, maka salah satu cara adalah
dengan menurunkan biaya tetap.
3. Menaikkan harga jual (P)
Dalam proses perencanaan laba, salah satu cara yang dapat ditempuh
adalah dengan meningkatkan harga jual.
4. Menaikkan volume penjualan (Q)
Dalam mencapai peningkatan laba, maka volume penjualan harus
ditingkatkan. Setelah penjualan mencapai BEP, maka peningkatan
penjualan akan menambah laba yang dihasilkan.
BEPRP =
BEPRP =
………...(1)
Laba Operasi = Pendapatan Penjualan – Beban Variabel – Beban Tetap ...(3) Dari hasil analisis CVP yang dilakukan dengan beberapa cara di
atas, maka akan dipilih cara mana yang dianggap paling rasional yang dapat
dilakukan oleh perusahaan dan paling sesuai dengan kondisi perusahaan
maupun kondisi pasar yang ada.
Laporan laba rugi merupakan suatu alat yang berguna untuk
mengorganisasikan biaya-biaya perusahaan menjadi kategori tetap dan
variabel. Laporan laba rugi dapat dinyatakan sebagai berikut :
Margin kontribusi adalah pendapatan penjualan dikurangi total
biaya variabel. Pada titik impas, marjin kontribusi sama dengan beban tetap.
Persamaan titik impas dapat dinyatakan sebagai berikut :
Biaya Tetap
Marjin Kontribusi Per Unit
Rumus untuk perhitungan titik impas dalam unit adalah sebagai
berikut :
Biaya Tetap
Harga – Biaya Variabel Per Unit
Sedangkan rumus untuk perhitungan titik impas penjualan adalah sebagai
berikut :
Harga
Harga – Biaya Variabel Per Unit
Jumlah Unit = ……….(4)
Unit Titik Impas = ……….(5)
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Sejarah UKM Batik Bogor Tradisiku
Batik Bogor Tradisiku didirikan pada tanggal 13 Januari 2008 atas
prakarsa Siswaya. Pria kelahiran Sleman, Yogyakarta, ini telah berdomisili
di Bogor lebih dari 26 tahun, sehingga tumbuh rasa kecintaannya terhadap
kota yang kerap dijuluki sebagai kota hujan ini dengan memberikan sesuatu
untuk mengharumkan kota Bogor. Pada awal berdiri, Batik Tradisiku Bogor
sudah membuat motif-motif khas Bogor seperti kijang, kujang, bunga
teratai, dan lainnya. Pada tahun 2009, Batik Tradisiku mengeluarkan motif
Kujang Kijang yang kemudian diresmikan oleh Walikota Bogor, Bapak
Diani Budiarto, beserta Ibu Fauziah di The Jungle pada 4 Juni 2009 sebagai
peringatan hari Ulang Tahun Bogor ke – 527. Motif ini kemudian
dipatenkan bersama dua motif batik Pakuan Pajajaran, yaitu Ragen
Panganten dan Banyak Ngantrang, yang hak ciptanya dimiliki Pemda Kota
Bogor. Dalam perjalanannya, Batik tradisiku kembali mengeluarkan motif
baru, yaitu Hujan Gerimis yang banyak mendapat perhatian dari konsumen.
Motif Hujan Gerimis terinspirasi dari julukan Bogor sebagai Kota Hujan
yang airnya membawa berkah dan sebagai sumber kehidupan.
Sejak awal Oktober 2010, Batik Tradisiku sudah melebarkan area
pemasarannya ke luar Kota Bogor. Lokasi Bogor yang berbatasan dengan
ibukota Jakarta sangat mendukung terjalinnya komunikasi dan transportasi
dengan lebih mudah. Kerjasama dengan Pasaraya Blok M mengawali
ekspansi pasar Batik Tradisiku. Produk Batik yang berciri khas Bogor
mendapat respon yang positif, dibuktikan dalam kurun waktu satu minggu,
produk sudah habis terjual dan permintaan yang tinggi. Kini Batik
Tradisiku juga sudah menggandeng Sarinah, Thamrin City, dan SMESCO
UKM Gallery dalam memasarkan produk batik.
Batik Tradisiku sebagai Batik Bogor Pertama dan satu-satunya di
Kota Bogor memiliki peranan yang besar dalam dunia batik di Bogor. Pihak
Pemda Kota Bogor sangat mengapresiasi dan mendukung Batik Bogor,
seluruh dinas di Kota Bogor menggunakan Batik Bogor pada hari kamis.
Selain dinas, instansi lain juga banyak yang sudah menggunakan seragam
batik dari Batik Tradisiku Bogor seperti Badan Pengawas Daerah
(Bawasda), Bappeda, BPPT, RRI, PDAM, HIMPAUDI, Universitas
Pakuan, BPKP, Hotel Lido, dan Hotel Novotel. Sejak tahun 2010 juga,
siswa TK, SD, SMP, dan SMA mulai menggunakan Batik Bogor.
Batik Bogor Tradisiku memiliki kegiatan usaha pokok industri
batik, telah didaftarkan sebagai perusahaan yang memiliki nomor Tanda
Daftar Perusahaan (TDP) 10.04.5.17.06359 pada tanggal 15 Januari 2009.
Batik Tradisiku juga telah mkengantongi Surat Izin Usaha perdagangan
(SIUP) dengan nomor 517/32/PK/B/DIPERINDAGKOP dan Tanda Daftar
Industri (TDI) dengan nomor 534/03.TDI-Diperindakop pada tanggal 15
Januari 2009.
Pada tahun 2011, Batik Tradisiku Bogor mengalami perkembangan
yang cukup pesat. Hal itu ditandai oleh semakin luasnya pasar, sehingga
semakin banyak masyarakat yang mengetahui adanya Batik Tradisiku
Bogor. Kunjungan-kunjungan yang datang pun tidak hanya berasal dari
wilayah Jabodetabek, tetapi juga dari seluruh Indonesia. Prestasi terakhir
yang dicapai oleh UKM Batik Bogor Tradisiku adalah terpilihnya Batik
Bogor Tradisiku sebagai nominasi Dahsyatnya Indonesia pada Dahsyatnya
Award 2012.
4.2. Struktur Organisasi UKM Batik Bogor Tradisiku
UKM Batik Bogor Tradisiku dipimpin oleh seorang direktur utama
yang bertanggung jawab atas kegiatan – kegiatan UKM seperti kegiatan
produksi, operasional, pemasaran, keuangan, dan SDM. Pada setiap
kegiatan tersebut terdapat seorang supervisor yang bertanggung jawab
khusus untuk masing-masing kegiatan. Penanggung jawab produksi
bertugas untuk mengkoordinasikan seluruh kegiatan-kegiatan yang
bersangkutan dengan produksi yaitu diantaranya desain motif, proses
pembatikan tulis dan cap, proses printing, proses pewarnaan, dan proses
penjahitan. Penanggung jawab operasional bertanggung jawab dalam
transportasi dan belanja bahan baku batik. Penanggung jawab pemasaran
bertanggung jawab untuk memasarkan produk batik baik itu pada galeri,
pameran, maupun pelatihan. Penanggung jawab keuangan bertanggung
jawab atas pencatatan keuangan serta mengontrol arus kas UKM Batik
Bogor Tradisiku. Sedangkan penanggung jawab SDM bertanggung jawab
atas sumber daya manusia yang dibutuhkan oleh Batik Bogor Tradisiku
baik sebagai pembatik maupun sebagai karyawan operasional. Adapun
struktur organisasi UKM Batik Bogor Tradisiku adalah sebagai berikut :
Gambar 2. Struktur Organisasi UKM Batik Bogor Tradisiku
4.3. Jenis-Jenis Kain Batik pada UKM Batik Bogor Tradisiku
4.3.1. Batik Tulis
Batik tulis merupakan jenis batik yang dibuat dengan menggunakan
canting. Pembuatan batik tulis ini lebih lama yaitu sekitar 2-3 bulan. Proses
pembuatannya yaitu membuat pola atau desain, menyanting, memberi
warna (pencelupan atau pencoletan),dan perebusan atau pelodoran. Batik
tulis tidak memiliki motif pengulangan yang jelas dengan ukuran garis
motif yang relatif kecil dibandingkan dengan batik cap. Batik tulis yang
diproduksi oleh Batik Bogor Tradisiku hanya ada satu kain untuk setiap
motifnya. Harga jual Batik tulis berkisar antara Rp 500.000,00 sampai
dengan Rp 1.500.000,00. Semakin rumit motif yang digunakan semakin
mahal harga jual batik tulis. Selain itu jenis kain juga menentukan harga
jual, untuk kain batik yang menggunakan kain katun harga berkisar antara
Rp 500.000,00 sampai Rp 750.000,00 dan untuk jenis kain sutra dikenakan
harga jual Rp 1.500.000,00. Disamping itu semakin banyak warna yang
4.3.2. Batik Cap
Batik cap adalah corak batik yang dibentuk dengan canting cap.
Biasanya proses pembuatan batik cap lebih cepat dari batik tulis yaitu
sekitar 2-3 hari. Batik cap dikerjakan manual dengan menggunakan canting
cap yang biasanya terbuat dari tembaga yang dibentuk dengan design
tertentu. Sama halnya dengan batik tulis, UKM Batik Bogor Tradisiku
hanya memproduksi satu motif kain untuk satu kain, walaupun memiliki
motif yang sama namun pewarnaan akan berbeda. Harga jual batik cap
berkisar antara Rp 200.000,00 sampai dengan Rp 300.000,00. Harga
ditentukan oleh rumitnya motif dan juga banyaknya warna dalam satu kain.
4.3.3. Kain Printing
Kain printing adalah kain yang bermotif batik. Kain printing tidak
dikategorikan dalam batik karena dalam proses pembuatannya tidak
menggunakan canting dan malam. Kain printing dalam proses
pembuatannya dicetak melalui proses sablon. Prosesnya sama seperti
pembuatan spanduk atau kaos sablon namun dengan motif batik bogor dan
bahan warna yang lebih bagus mutunya. Permukaan kain batik sablon jika
dilihat hanya satu sisi saja yag bergambar, sedangkan sisi lainnya polos. Hal
inilah yang membuat warna batik sablon lebih cepat luntur karena
warnanya tidak meresap ke kain. Harga kain printing berkisar antara Rp
65.000,00 sampai Rp 125.000,00. Harga ditentukan berdasarkan jenis kain
yang digunakan dan kebutuhan kain.
4.4. Volume Operasional Penjualan
4.4.1. Volume Penjualan
UKM Batik Bogor Tradisiku memproduksi tiga jenis kain batik,
yaitu kain batik tulis, batik cap, dan kain printing bermotif batik. Batik tulis
merupakan kain batik yang memiliki nilai jual yang tinggi dikarenakan
memiliki nilai seni yang tinggi dan proses pengerjaan yang memakan waktu
lama. Batik cap adalah jenis batik yang memiliki peminat cukup tinggi
kain batik yang memiliki peminat paling tinggi dikarenakan harga batik
print yang cukup murah. Ketiga jenis batik tersebut dijual dalam bentuk
kain. Batik tulis dijual dengan rata-rata kisaran harga Rp 384.000,00 sampai
Rp 592.000,00. Sedangkan batik cap dijual dengan rata-rata kisaran harga
Rp 153.000,00 sampai Rp 221.000,00 dan kain printing dijual dengan
rata-rata kisaran harga Rp 60.000,00 sampai Rp 83.000,00. Adapun rincian
volume penjualan usaha Batik Bogor Tradisiku pada bulan Maret 2010
sampai dengan Desember 2011 yang ditampilkan per caturwulan adalah
sebagai berikut :
Tabel 3. Kapasitas Penjualan UKM Batik Bogor Tradisiku
No Jenis Kain
Harga jual ditentukan berdasarkan jenis batik, jenis kain yang digunakan,
ukuran kain, jumlah warna yang terdapat dalam kain, semakin banyak
jumlah warna maka semakin mahal harga jual kain tersebut. Adapun rincian
harga jual rata-rata kain batik tulis, kain batik cap, dan kain printing pada
bulan Mei 2010 sampai dengan Desember 2011 yang ditampilkan per
caturwulan adalah sebagai berikut :
Tabel 4. Harga Jual Rata-Rata UKM Batik Bogor Tradisiku
Volume penjualan UKM Batik Bogor Tradisiku pada bulan Maret
2010 sampai dengan Desember 2011 yang ditampilkan per caturwulan
adalah sebagai berikut :
Tabel 5. Volume Penjualan UKM Batik Bogor Tradisiku (Rupiah)
No Jenis kain Penjualan (Rupiah)
Caturwulan 1 Caturwulan 2 Caturwulan 3 Caturwulan 4 Caturwulan 5
1 Batik Tulis Rp 18.988.000 Rp 9.216.000 Rp 40.256.000 Rp 27.500.000 Rp 49.728.000
2 Batik Cap Rp 57.288.000 Rp 95.319.000 Rp 104.975.000 Rp 53.424.000 Rp 80.565.000
3 Kain Printing Rp 209.820.000 Rp 114.954.000 Rp 106.128.000 Rp 61.586.000 Rp 68.094.000
Total Rp 286.096.000 Rp 219.489.000 Rp 251.359.000 Rp 142.510.000 Rp 198.387.000
Pada Tabel 5 diatas dapat dilihat bahwa penjualan pada caturwulan
pertama sampai dengan caturwulan kelima mengalami fluktuasi. Terjadi
penurunan total volume penjualan antara caturwulan pertama dan
caturwulan kedua dan antara caturwulan ketiga dan caturwulan keempat.
Pada caturwulan kedua mengalami penurunan total penjualan karena
adanya penurunan penjualan pada batik tulis dan kain printing, namun ada
peningkatan pada penjualan batik cap. Sedangkan pada caturwulan keempat
kembali terjadi penurunan penjualan total karena penurunan penjualan pada
batik tulis, batik cap, dan batik printing. Sedangkan antara caturwulan
kedua dan ketiga terjadi peningkatan total penjualan dikarenakan
peningkatan padapenjualan kain batik tulis dan batik cap. Pada caturwulan
keempat dan kelima mengalami peningkatan total penjualan dikarenakan
meningkatnya pesanan kain batik tulis, batik cap, dan printing.
Tabel 6 menggambarkan pertumbuhan volume penjualan UKM
Batik Bogor Tradisiku. Dapat dilihat bahwa pada caturwulan kedua terjadi
penurunan volume penjualan sebesar 23.28% dikarenakan pada rentang
waktu tersebut UKM Batik Bogor Tradisiku sedang melakukan pemindahan
galeri sehingga tidak fokus dalam penjualan kain batik. Sedangkan pada
caturwulan ketiga terjadi peningkatan sebesar 14.52%, pada caturwulan 4
kembali terjadi penurunan yang cukup besar yaitu 43.3% menurut direktur
UKM Batik Bogor Tradisiku, Lisha, hal tersebut diakibatkan pada periode
bulan Mei, Juni, Juli, Agustus, dan September tahun 2011 merupakan masa
terhadap kain batik sangat menurun dan berdampak langsung terhadap
penjualan kain batik. Dan pada caturwulan 5 kembali terjadi peningkatan
sebesar 39.21%.
Tabel 6. Perubahan Volume Penjualan UKM Batik Bogor Tradisiku Pada Caturwulan 1 sampai 5 (Periode Mei 2010 sampai Desember 2011)
Dari seluruh penjualan yang diterima oleh usaha Batik Bogor
Tradisiku maka persentase dari tiap-tiap penjualan di atas pada bulan Mei
2010 sampai Desember 2011 adalah sebagai berikut :
Tabel 7. Persentase Unit Penjualan Usaha Batik Bogor Tradisiku Pada Caturwulan 1 (Mei –Agustus 2010)
No Jenis Kain Jumlah Persentase
1 Batik Tulis Rp 18.988.000 6.64%
2 Batik Cap Rp 57.288.000 20.02%
3 Kain Printing Rp 209.820.000 73.34%
Total Penjualan Rp 286.096.000 100%
Dari hasil perhitungan dapat diketahui bahwa jumlah persentase
volume penjualan terbesar adalah kain printing sebanyak 73.34%.
Sedangkan jumlah persentase volume penjualan terkecil adalah batik tulis
yang hanya memiliki nilai persentase sebesar 6.64%.
Tabel 8. Persentase Unit Penjualan UKM Batik Bogor Tradisiku Pada Caturwulan 2 (September – Desember 2010)
No Jenis Kain Jumlah Persentase
1 Batik Tulis Rp 9.216.000 4.20%
2 Batik Cap Rp 95.319.000 43.43%
3 Kain Printing Rp 114.954.000 52.37%
Total Penjualan Rp 219.489.000 100%
Dari hasil perhitungan dapat diketahui bahwa jumlah persentase
volume penjualan terbesar adalah kain printing sebanyak 52.37%. Caturwulan
1 2 3 4 5
Penjualan Rp 286.096.000 Rp 219.489.000 Rp 251.359.000 Rp 142.510.000 Rp 68.094.000
Perubahan (Rp) - -Rp66.607.000 Rp 31.870.000 -Rp 108.849.000 Rp 55.877.000
Sedangkan jumlah persentase volume penjualan terkecil adalah batik tulis
yang hanya memiliki nilai persentase sebesar 4.20%.
Tabel 9. Persentase Unit Penjualan UKM Batik Bogor Tradisiku Pada Caturwulan 3 (Januari–April 2011)
No Jenis Kain Jumlah Persentase
1 Batik Tulis Rp 40.256.000 16.02%
2 Batik Cap Rp 104.975.000 41.76%
3 Kain Printing Rp 106.128.000 42.22%
Total Penjualan Rp 251.359.000 100%
Dari hasil perhitungan dapat diketahui bahwa jumlah persentase
volume penjualan terbesar adalah kain printing sebanyak 42.22%.
Sedangkan jumlah persentase volume penjualan terkecil adalah batik tulis
yang hanya memiliki nilai persentase sebesar 16.02%.
Tabel 10. Persentase Unit Penjualan UKM Batik Bogor Tradisiku Pada Caturwulan 4 (Mei – Agustus 2011)
No Jenis Kain Jumlah Persentase
1 Batik Tulis Rp 27.500.000 19.30%
2 Batik Cap Rp 53.424.000 37.49%
3 Kain Printing Rp 61.586.000 43.22%
Total Penjualan Rp 142.510.000 100%
Dari hasil perhitungan dapat diketahui bahwa jumlah persentase
volume penjualan terbesar adalah kain printing sebanyak 43.22%.
Sedangkan jumlah persentase volume penjualan terkecil adalah batik tulis
yang hanya memiliki nilai persentase sebesar 19.30%.
Tabel 11. Persentase Unit Penjualan UKM Batik Bogor Tradisiku Pada Caturwulan 5 (September – Desember 2011)
No Jenis Kain Jumlah Persentase
1 Batik Tulis Rp 49.728.000 25.07%
2 Batik Cap Rp 80.565.000 40.61%
3 Kain Printing Rp 68.094.000 34.32%
Total Penjualan Rp 198.387.000 100%
Dari hasil perhitungan dapat diketahui bahwa jumlah persentase
jumlah persentase volume penjualan terkecil adalah batik tulis yang hanya
memiliki nilai persentase sebesar 25.07%.
Secara keseluruhan penjualan batik tulis sebesar Rp 145.688.000,00
atau secara persentasi sebesar 13.27%. Sedangkan batik cap sebesar Rp
391.571.000,00 atau secara persentasi sebesar 35.67%, dan untuk kain
printing sebesar Rp 560.582.000,00 atau secara persentasi sebesar 51.06%.
4.4.2. Biaya-Biaya UKM Batik Bogor Tradisiku
UKM Batik Bogor Tradisiku memerlukan beberapa biaya guna
menjalankan usahanya. Adapun biaya-biaya yang terjadi pada bulan Mei
2010 sampai Desember 2011 dalam kegiatan penjualan di galeri dan proses
produksi adalah sebagai berikut :
Lanjutan Tabel 12.
Plangkan Rp 450.000
Mixer Obat Batik Rp 42.000
9 Biaya Perlengkapan Batik Rp 4.615.000
10 Biaya Transportasi dan Akomodasi Rp 7.164.000
Total Biaya Rp 198.215.967
Pada tabel biaya diatas dapat diketahui bahwa biaya-biaya yang
terjadi selama kegiatan penjualan di galeri dan proses produksi kain batik
tulis, cap, dan printing adalah biaya gaji karyawan, biaya pembayaran
listrik, telepon, dan air, biaya ATK, biaya sehari-hari galeri, biaya konsumsi
karyawan, biaya bahan baku (kain prima, kain primis, kain lain-lain, obat
batik, malam, bahan bakar, soda, dan bahan baku pelengkap), biaya canring
tulis, biaya penyusutan peralatan, biaya perlengkapan batik, dan biaya
transportasi dan akomodasi. Biaya tertinggi yang dikeluarkan pada
caturwulan pertama adalah biaya bahan baku yaitu sebesar Rp
93.671.165,00, selanjutnya adalah biaya gaji karyawan sebesar Rp
78.210.250,00. Sedangkan biaya terkecil adalah biaya canting tulis sebesar
Rp 111.000,00.
Dalam biaya bahan baku, biaya terbesar dikeluarkan untuk biaya
kain prima sebesar Rp 55.286.800,00. Kain Prima merupakan kain yang
paling banyak digunakan dalam ketiga jenis batik. Kain prima merupakan
jenis kain katun yang memiliki kualitas terbaik. Sedangkan biaya terkecil
yang digunakan dalam bahan baku adalah biaya soda, yang terdiri dari soda
ashdan coustic soda. Soda digunakan dalam proses pewarnaan pada kain
batik yang berfungsi untuk menghindari terjadinya penempelan ulang
malam di permukaan kain sehingga motif yang telah digambar sebelumnya
terlihat jelas.
Biaya penyusutan peralatan batik merupakan biaya penyusutan atas
pembelian peralatan untuk membatik yaitu canting cap, wajan, kompor,
meja printing, plangkan, dan mixer obat. Perhitungan biaya penyusutan peralatan per bulan dengan metode garis lurus dapat dilihat pada tabel
Tabel 13. Biaya Penyusutan Pada UKM Batik Bogor Tradisiku
Peralatan Umur
Ekonomis
Nilai Aset Nilai Sisa Persentase Penyusutan
/bln
Berdasarkan perhitungan biaya penyusutan dengan metode garis
lurus ini didapatkan biaya penyusutan peralatan per bulan sebesar Rp
499.388,00, sehingga untuk per caturwulan adalah sebesar Rp
1.997.550,00.
Tabel 14. Biaya- Biaya yang Terjadi Pada UKM Batik Bogor Tradisiku Pada Caturwulan 2 (September – Desember 2010)
No Biaya Jumlah
8 Biaya Penyusutan Peralatan
Kompor Minyak Rp 315.000
Kompor Gas Rp 488.252
Lanjutan Tabel 14.
Canting Cap Rp 180.000
Meja Printing Rp 504.000
Plangkan Rp 450.000
Mixer Obat Batik Rp 42.000
9 Biaya Perlengkapan Batik Rp 3.294.000
10 Biaya Transportasi dan akomodasi Rp 8.051.000
Total Biaya Rp 221.996.458
Pada caturwulan kedua, sama seperti caturwulan pertama biaya
tertinggi dikeluarkan untuk biaya bahan baku, selanjutnya adalah biaya gaji
karyawan dan biaya terendah dikeluarkan untuk biaya canting tulis. Biaya
bahan baku sebesar Rp 98.348.406,00, biaya ini mengalami peningkatan
dari caturwulan sebelumnya meskipun unit kain terjual lebih rendah. Hal
tersebut diakibatkan oleh adanya kenaikan harga kain mencapai 50%. Biaya
pembelian kain prima merupakan biaya terbesar yang dikeluarkan untuk
biaya bahan baku yaitu sebesar Rp 62.537.631,00 dan biaya terkecil adalah
biaya pembelian soda. Biaya gaji mengalami peningkatan cukup tinggi
karena pada caturwulan kedua terdapat penambahan jumlah karyawan pada
UKM Batik Bogor Tradisiku, yaitu sebesar Rp 96.865.750,00. Biaya
canting tulis yaitu sebesar Rp 105.000,00. Total biaya yang dikeluarkan
pada caturwulan kedua mengalami peningkatan yaitu Rp 221.996.458,00
dikarenakan meningkatnya biaya gaji karyawan dan biaya bahan baku.
Tabel 15. Biaya- Biaya yang Terjadi Pada UKM Batik Bogor Tradisiku Pada Caturwulan 3 (Januari – April 2011)
No Biaya Jumlah
1 Biaya Gaji Rp 83.708.250
2 Biaya Listrik, Telepon, dan Air Rp 5.105.099
3 Biaya ATK Rp 1.350.150
4 Biaya Sehari-hari Galeri Rp 246.500
5 Biaya Konsumsi Rp 11.415.500
6 Biaya Bahan Baku Produksi
Kain Prima Rp 69.013.253
Kain Primis Rp 11.118.821
Lanjutan Tabel 15.
Obat Batik Rp 8.526.478
Malam Rp 6.027.131
Bahan Bakar Rp 1.942.253
Soda Rp 899.239
Bahan Baku Pelengkap Rp 720.306
7 Biaya Pemasaran Rp 11.865.000
8 Biaya Canting Tulis Rp 122.000
9 Biaya Penyusutan Peralatan
Kompor Minyak Rp 315.000
Kompor Gas Rp 488.252
Wajan Rp 18.300
Canting Cap Rp 180.000
Meja Printing Rp 504.000
Plangkan Rp 450.000
Mixer Obat Batik Rp 42.000
10 Biaya Perlengkapan Batik Rp 1.636.000
11 Biaya Transportasi dan Akomodasi Rp 6.593.900
Total Biaya Rp 223.834.660
Pada caturwulan ketiga biaya tertinggi tetap dikeluarkan untuk biaya
bahan baku yaitu sebesar Rp 99.794.709,00. Pada biaya bahan baku biaya
yang terbesar dikeluarkan adalah biaya pembelian kain prima. Biaya gaji
menjadi biaya terbesar setelah biaya bahan baku yaitu sebesar Rp
83.708.250,00. Biaya terendah dikeluarkan untuk biaya canting tulis yaitu
sebesar Rp 122.000,00. Total biaya yang dikeluarkan pada caturwulan
ketiga adalah Rp 223.834.660,00.
Tabel 16. Biaya- Biaya yang Terjadi Pada UKM Batik Bogor Tradisiku Pada Caturwulan 4 (Mei – Agustus 2011)
No Biaya Jumlah
1 Biaya Gaji Rp 79.868.250
2 Biaya Listrik, Telepon, dan Air Rp 5.454.700
3 Biaya ATK Rp 432.750
4 Biaya Sehari-hari Galeri Rp 510.600
Lanjutan Tabel 16.
6 Biaya Bahan Baku Produksi
Kain Prima Rp 28.389.110
Kain Primis Rp 3.704.180
Kain lain-lain Rp 136.200
Obat Batik Rp 4.571.050
Malam Rp 1.788.840
Bahan bakar Rp 1.890.700
Soda Rp 538.204
Bahan Baku Pelengkap Rp 1.703.473
7 Biaya Pemasaran Rp 1.865.000
8 Biaya Canting Tulis Rp 115.000
9 Biaya Penyusutan Peralatan
Kompor Minyak Rp 315.000
Kompor Gas Rp 488.252
Wajan Rp 18.300
Canting Cap Rp 180.000
Meja Printing Rp 504.000
Plangkan Rp 450.000
Mixer Obat Batik Rp 42.000
10 Biaya Perlengkapan Batik Rp 7.276.000
11 Biaya Transportasi dan Akomodasi Rp 3.576.000
Total Biaya Rp 148.254.609
Pada caturwulan keempat biaya tertinggi dikeluarkan untuk biaya
gaji karyawan dan biaya terendah dikeluarkan untuk biaya canting tulis.
Adapun biaya gaji sebesar Rp 79.868.250,00 dan biaya canting tulissebesar
Rp 115.000,00. Biaya gaji mengalami penurunan karena adanya
pengurangan karyawan pada caturwulan keempat ini. Total biaya yang
dikeluarkan pada caturwulan keempat sebesar Rp 148.254.609,00
merupakan biaya terendah diantara caturwulan lainnya hal tersebut juga
berbanding lurus dengan jumlah penjualan yang menurun pada caturwulan
Tabel 17. Biaya- Biaya yang Terjadi Pada UKM Batik Bogor Tradisiku Pada Caturwulan 5 (September – Desember 2011)
No Biaya Jumlah
1 Biaya Gaji Rp 64.520.000
2 Biaya Listrik, Telepon, dan Air Rp 5.816.600
3 Biaya ATK Rp 1.762.500
4 Biaya Sehari-hari Galeri Rp 715.000
5 Biaya Konsumsi Rp 6.122.500
6 Biaya Bahan Baku Produksi
Kain Prima Rp 32.819.318
Kain Primis Rp 4.691.291
Kain lain-lain Rp 9.767.561
Obat Batik Rp 8.429.124
Malam Rp 3.110.537
Bahan Bakar Rp 931.720
Soda Rp 666.573
Bahan Baku Pelengkap Rp 1.274.065
7 Biaya Pemasaran Rp 5.500.000
8 Biaya Canting Tulis Rp 115.000
9 Biaya Penyusutan Peralatan
Kompor Minyak Rp 315.000
Kompor Gas Rp 488.252
Wajan Rp 18.300
Canting Cap Rp 180.000
Meja Printing Rp 504.000
Plangkan Rp 450.000
Mixer Obat Batik Rp 42.000
10 Biaya Perlengkapan Batik Rp 564.000
11 Biaya Transportasi dan Akomodasi Rp 8.160.000
Total Biaya Rp 156.963.341
Pada caturwulan kelima biaya yang dikeluarkan tertinggi adalah
biaya gaji sebesar Rp 64.520.000,00, dan biaya terendah dikeluarkan untuk
biaya canting tulis sebesar Rp 115.000,00. Total biaya pada caturwulan
4.4.3 Perhitungan Laba
Laba dihitung berdasarkan lima caturwulan antara periode Mei 2010
sampai Desember 2011 dengan mengurangi total penjualan dan total biaya.
Jadi, laba yang diperoleh UKM Batik Bogor Tradisiku untuk penjualan kain
batik tulis, batik cap, dan printing pada galeri Batik Bogor Tradisiku adalah
sebagai berikut :
a. Laba Caturwulan 1 = Total Penjualan – Total Biaya
= Rp 286.096.000,00 – Rp 198.215.967,00
= Rp 87.880.033,00
Pada caturwulan pertama yang mencakup bulan Mei – Agustus 2010
laba yang diperoleh adalah Rp 87.880.033,00. Hal tersebut disebabkan
karena pada rentang waktu tersebut adanya arahan dari pemerintah Bogor
agar seluruh dinas dan Pemda di Bogor untuk mengenakan batik Bogor,
sehingga tingginya penjualan kain batik khususnya kain printing.
b. Laba Caturwulan 2 = Total Penjualan – Total Biaya
= Rp 219.489.000,00 – Rp 221.996.458,00
= (Rp 2.507.458,00)
Pada caturwulan kedua yang mencakup bulan September –
Desember 2010 penjualan mengalami kerugian sebesar Rp 2.507.458,00.
Hal tersebut disebabkan oleh pada rentang waktu tersebut UKM Batik
Bogor Tradisiku sedang melakukan pemindahan galeri dari Cibuluh ke
galeri di Jalan Jalak, sehingga belum stabilnya penjualan dan kurangnya
fokus UKM Batik Bogor Tradisiku dalam melakukan pemasaran dan
penjualan.
c. Laba Caturwulan 3 = Total Penjualan – Total Biaya
= Rp 251.359.000,00 – Rp 223.802.660,00
= Rp 27.556.340,00
Pada caturwulan ketiga yang mencakup bulan Januari – April 2011
laba yang diperoleh adalah Rp 27.556.340,00.
d. Laba Caturwulan 4 = Total Penjualan – Total Biaya
= Rp 142.510.000,00 – Rp 148.254.609,00
Pada caturwulan keempat yang mencakup bulan Mei – Agustus 201
penjualan mengalami kerugian sebesar Rp 5.744.609,00. Hal tersebut
disebabkan karena penjualan yang mengalami penurunan. Menurut direktur
UKM Batik Bogor Tradisiku, Lisha, penurunan penjualan pada caturwulan
keempat ini diakibatkan pada periode bulan ini merupakan masa tahun
ajaran baru sekolah dan lebaran, sehingga daya beli konsumen terhadap
kain batiksangat menurun dan berdampak langsung terhadap penjualan kain
batik.
e. Laba Caturwulan 5 = Total Penjualan – Total Biaya
= Rp 198.387.000,00 – Rp 156.963.341,00
= Rp 41.423.659,00
Pada caturwulan kelima yang mencakup bulan September –
Desember 2011 laba yang diperoleh adalah Rp 41.423.659,00.
4.4.4 Analisis Biaya
UKM Batik Bogor Tradisiku tidak melakukan analisis biaya secara
terperinci. Pihak UKM hanya menjabarkan seluruh biaya yang dikeluarkan
selama kegiatan tanpa adanya klasifikasi biaya. Sehingga dalam
perhitungan biaya yang dilakukan hanya mengurangi total penjualan
dengan total biaya yang dikeluarkan.
Pada penelitian ini digunakan analisis biaya, volume, dan laba yaitu,
analisis yang berkaitan dengan penentuan volume penjualan dan komposisi
produk untuk mencapai laba optimal yang diinginkan. Analisis ini
mengharuskan adanya pemisahan biaya berdasarkan perilakunya.
Biaya-biaya yang terjadi dalam seluruh kegiatan usaha harus dibedakan sesuai
perilakunya dalam hubungannya dengan perubahan kegiatan usaha. Dengan
metode total cost maka biaya dapat dibedakan menjadi biaya variabel dan
biaya tetap.
Biaya dihitung selama lima caturwulan dalam periode antara bulan
Mei 2010 sampai Desember 2011. Biaya yang dihitung terdiri atas biaya
tetap dan biaya variabel. Adapun biaya tetap yang ada pada kegiatan UKM
ATK, biaya sehari-hari galeri, biaya konsumsi, biaya pemasaran, biaya
peralatan membatik, dan biaya transportasi dan akomodasi. Biaya gaji
dibayar berdasarkan hari kerja karyawan dan bukan berdasarkan jumlah
kain yang dapat diselesaikan karyawan maka biaya gaji digolongkan
menjadi biaya tetap. Biaya listrik dan air digolongkan menjadi biaya tetap
dikarenakan dalam proses pembatikan tidak menggunakan listrik secara
langsung, sedangkan air yang digunakan menggunakan air sumur sehingga
berapapun banyak air yang digunakanmaka biaya yang dikeluarkan tetap.
Menurut ibu Rukoyah, Penanggung Jawab Keuangan, jumlah produksi kain
tidak berpengaruh terhadap pengeluaran biaya air. Sedangkan pengeluaran
biaya telepon juga tidak berpengaruh pada unit penjualan kain batik
sehingga digolongkan menjadi biaya tetap. Biaya listrik, telepon, dan air
digabungkan kedalam satu biaya dikarenakan pembayaran biaya-biaya
tersebut dilakukan secara bersama-sama.
Biaya ATK atau alat tulis kantor merupakan biaya yang dikeluarkan
untuk nota penjualan galeri dan alat tulis lainnya. Biaya ATK digolongkan
menjadi biaya tetap dikarenakan biaya yang dikeluarkan untuk ATK tidak
bergantung pada banyaknya unit yang terjual. Biaya sehari-hari galeri
merupakan biaya yang dikeluarkan untuk keperluan galeri seperti tissue,
pembersih lantai, maupun biaya-biaya yang dikeluarkan untuk kebutuhan
galeri. Biaya konsumsi merupakan biaya yang dikeluarkan untuk makan
siang seluruh karyawan sehingga termasuk dalam biaya tetap karena tidak
berpengaruh langsung pada unit penjualan kain batik. Biaya pemasaran
merupakan biaya website UKM Batik Bogor Tradisiku, biaya pembuatan
kalender, dan leaflet UKM Batik Bogor Tradisiku. Biaya canting tulis, yaitu pembelian canting tulis setiap bulannya. Biaya penyusutan peralatan batik
merupakan biaya atas menyusutnya canting cap, kompor, wajan, meja
printing, plangkan danmixer obat yang digunakan untuk membatik. Biaya transportasi dan akomodasi merupakan biaya pengangkutan kain dari
workshop ke galeri dan biaya pengiriman bahan baku.
Biaya yang termasuk pada biaya variabel adalah biaya bahan baku
pembelian kain prima, kain primis, kain lain-lain, obat batik, malam, bahan
bakar, soda, dan bahan baku pelengkap batik. Kain lain-lain terdiri dari kain
sutra, dobi, paris, dan santung, dikelompokan menjadi kain lain-lain karena
produksi kain batik yang berasal dari kain-kain tersebut rendah. Sedangkan
biaya obat batik merupakan biaya yang digunakan untuk pembelian
obat-obat pewarna kain batik. Bahan bakar terdiri dari minyak tanah, gas, dan
kayu bakar. Bahan bakar digunakan dalam proses pemanasan malam saat
membatik dan proses pewarnaan. Biaya pelengkap batik merupakan
biaya-biaya yang dibutuhkan dalam proses membatik, namun komposisinya
rendah. Biaya pelengkap batik terdiri dari gondo, waterglass, dan softener. Berikut merupakan biaya UKM Batik Bogor Tradisiku pada caturwulan
pertama sampai kelima setelah pemisahan biaya tetap dan variabel adalah :
Tabel 18. Biaya Operasional UKM Batik Bogor Tradisiku Pada
6 Biaya Bahan Baku Produksi
Kain Prima Rp 55.286.800
8 Biaya Penyusutan Peralatan
Kompor Minyak Rp 315.000
Kompor Gas Rp 488.252
Lanjutan Tabel 18.
Pada caturwulan pertama biaya tetap lebih besar dibandingkan
dengan biaya variabel. Total biaya tetap yaitu sebesarRp 99.929.802,00,
sedangkan total biaya variabel sebesar Rp 98.286.165,00. Pada biaya tetap
biaya terbesar terjadi pada biaya gaji karyawan yaitu sebesar Rp
78.210.250,00 dan biaya terendah yaitu biaya canting tulis sebesar Rp
111.000,00. Pada biaya variabel biaya terbesar dikeluarkan untuk biaya
kain prima yaitu Rp 55.286.800,00 dan biaya terkecil untuk biaya soda
6 Biaya Bahan Baku Produksi