• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendugaan potensi serapan karbon pada tegakan pinus di KPH Cianjur Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pendugaan potensi serapan karbon pada tegakan pinus di KPH Cianjur Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

PENDUGAAN POTENSI SERAPAN KARBON PADA

TEGAKAN PINUS DI KPH CIANJUR PERUM PERHUTANI

UNIT III JAWA BARAT DAN BANTEN

DARYL DARUSSALAM

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

(2)

SUMMARY

DARYL DARUSSALAM. Estimation of Potential Carbon Sequestration in Pine Stand in KPH Cianjur Perum Perhutani Unit III West Java and Banten. Supervised by Dra. SRI RAHAJU,M.Si.

Forest`s role as a carbon sink became an issue when the earth facing the problem of greenhouse effect, an increasing tendency of air temperature commonly referred as global warming. Main cause of global warming is the increased concentration of Greenhouse Gases (GHG) emissions in the atmosphere where it disturb radiation balance so that the earth's temperature increases. Important greenhouse gases in global warming is carbon dioxide (CO2) because it has contributed more than 55% of the GHG content.

The increased concentrations of greenhouse gases is currently at an alarming rate so that the gases must be controlled. Efforts to combat global warming can be accomplished by reducing carbon emissions in the atmosphere. This study aims to determine estimates of potential carbon storage in stands of Pinus at a certain age in KPH Cianjur.

This research was conducted using destructive methods of tree sampels from the population stands at a certain age. Tree biomass sample was measured and weighted, an equation is made using measured data to estimate the potential carbon contained in the areas of research based on large diameter trees.

The results showed that carbon sequestration in each age class is different, in age 1, 2, 3, 4, 5, and 9 respectively of 98,589 kg/ha; 533,80 kg/ha; 3.200 kg/ha; 4.704,73 kg/ha; 13.643,08 kg/ha; dan 11.947,52 kg/ha. Decreased value of carbon sequestration in age 9 is caused by thinning activity. Carbon sequestration potential for litter in age 1,2,3,4,5, and 9 respectively of 66,48 kg/ha, 145,08 kg/ha, 301,99 kg/ha, 166,67 kg/ha, 313,95 kg/ha, 420,06 kg/ha. SERASAH carbon sequestration potential is relativel stable. Increased expectations of potential carbon uptake seen with increasing age stands of pine in BKPH Cianjur.

.

(3)

ii

RINGKASAN

DARYL DARUSSALAM. Pendugaan Potensi Serapan Karbon Pada Tegakan Pinus di KPH Cianjur Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten. Dibimbing oleh Dra. SRI RAHAJU,M.Si.

Peranan hutan sebagai penyerap karbon mulai menjadi sorotan pada saat bumi dihadapkan pada persoalan efek rumah kaca, berupa kecenderungan peningkatan suhu udara atau biasa disebut sebagai pemanasan global. Penyebab terjadinya pemanasan global ini adalah adanya peningkatan konsentrasi Gas Rumah Kaca (GRK) di atmosfer dimana peningkatan ini menyebabkan keseimbangan radiasi berubah sehingga suhu bumi meningkat. GRK yang penting diperhitungkan dalam pemanasan global adalah karbon dioksida (CO2) karena memiliki kontribusi lebih dari 55% terhadap kandungan GRK.

Peningkatan konsentrasi GRK saat ini berada pada laju yang mengkhawatirkan sehingga GRK harus segera dikendalikan. Upaya mengatasi pemanasan global dapat dilakukan dengan cara mengurangi emisi karbon di atmosfer. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pendugaan potensi simpanan karbon pada tegakan hutan Pinus pada umur tertentu di KPH Cianjur.

Penelitian ini menggunakan metode destruktif yang dilakukan terhadap pohon contoh dari populasi tegakan pada umur tertentu. Pohon contoh diukur dan ditimbang biomassanya, setelah itu dibuat suatu persamaan untuk menduga potensi karbon yang terdapat pada wilayah penelitian berdasarkan dari besar diameter pohon.

Hasil penelitian menunjukan bahwa serapan karbon pohon pada masing-masing umur berbeda-beda, yaitu pada umur 1, 2, 3, 4, 5, dan 9 tahun berturut-turut sebesar 98,58 kg/ha; 533,80 kg/ha; 3.200 kg/ha; 4.704,73 kg/ha; 13.643,08 kg/ha; dan 11.947,52 kg/ha. Terdapat penurunan pada umur 9 tahun karena adanya penjarangan pada umur tersebut. Serapan karbon pada serasah pada tegakan umur 1, 2, 3, 4, 5, dan 9 tahun berturut-turut sebesar 66,48 kg/ha, 145,08 kg/ha, 301,99 kg/ha, 166,67 kg/ha, 313,95 kg/ha, 420,06 kg/ha. Potensi serapan karbon serasah cenderung stabil pada setiap umur. Peningkatan dugaan potensi serapan karbon terlihat seiring dengan meningkatnya umur tegakan pinus di BKPH Cianjur.

(4)

UNIT III JAWA BARAT DAN BANTEN

DARYL DARUSSALAM

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

(5)

iv

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pendugaan Potensi Serapan Karbon Pada Tegakan Pinus di KPH Cianjur Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam

teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini

.

Bogor, Maret 2011

(6)

Judul Skripsi : Pendugaan Potensi Serapan Karbon Pada Tegakan Pinus di KPH Cianjur Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten

Nama : Daryl Darussalam

NRP : E14050492

Menyetujui: Dosen Pembimbing,

Dra. Sri Rahaju, M.Si. NIP. 19611217 199003 2 003

Mengetahui,

Ketua Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB,

Dr. Ir. Didik Suharjito, MS. NIP. 19630401 199403 1 001

(7)

vi

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 30 Juli 1987 sebagai anak pertama dari dua bersaudara pasangan Bapak Erlan Yolansyah dan Ibu Maha Utami. Pada tahun 2005 penulis lulus dari Sekolah Menengah Umum Negeri (SMUN) 78 Jakarta. Pada tahun yang sama, penulis diterima sebagai mahasiswa di Institut Pertanian Bogor (IPB). Setahun berikutnya, penulis mengambil Program Studi Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan IPB.

Penulis telah mengikuti Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) pada tahun 2007 di CA Leuweung Sancang dan TWA Kamojang. Tahun 2008 penulis mengikuti Praktek Pengelolaan Hutan (P2H) di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi dan di KPH Cianjur Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten. Pada tahun 2009, penulis juga mengikuti Praktek Kerja Lapang (PKL) di Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah KPH Banyumas Barat.

(8)

KATA PENGANTAR

Penulis memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya dalam penyusunan skripsi yang berjudul “Pendugaan Potensi Serapan Karbon Pada Tegakan Pinus di KPH Cianjur Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Melalui lembar ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dra. Sri Rahaju, M.Si. selaku pembimbing yang telah memberikan nasehat, motivasi, dan solusi dalam penyusunan skripsi ini. Selain itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada pengurus Perum Perhutani KPH Cianjur atas bantuannya dalam proses pengambilan data.

Selanjutnya, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada keluarga penulis, yaitu Bapak Erlan Yolansyah, Ibu Maha Utami, dan Astra Amanda. Ungkapan terima kasih disampaikan atas segala doa, perhatian, nasehat, motivasi, keikhlasan, kasih sayang, dan pengorbanan yang diberikan kepada penulis.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan pula kepada kawan-kawan satu kampus (Andrea Shandy Prabowo, Alfian Nugroho, S.Hut., Wissa Hary Pamudji, S.Hut., Bagus Dwi Haryo, Ardyn Edogawa, Poche Salman dan Icha Syarif) dan keluarga besar Fakultas Kehutanan IPB atas dukungan, motivasi, dan kerja samanya.

Bogor, Maret 2011

(9)

viii

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian... 7

3.2 Alat dan Bahan ... 7

3.3 Metode Penelitian ... 7

IV KEADAAN UMUM LOKASI ... 12

4.1 Letak dan Luas ... 12

4.2 Kondisi Fisik, Curah Hujan, dan Tutupan Lahan ... 12

V HASIL DAN PEMBAHASAN ... 14

5.1 Deskripsi Tegakan Pinus merkusii ... 14

5.2 Potensi Simpanan Karbon Berdasarkan Biomassa Pohon Sampel pada Hutan Tanaman Pinus merkusii... 14

5.3 Perhitungan Biomassa Pohon Sampel ... 16

5.4 Pembuatan Model Penduga Biomassa Pinus... 17

(10)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Data hasil pengamatan lapang ... 15

2. Data perhitungan pohon contoh ... 16

3. Persentasi sumbangan komposisi biomassa pada setiap bagian pohon ... 17

4. Data biomassa pohon contoh ... 18

5. Simpanan karbon pada tegakan pinus ... 19

6. Serapan karbon rata-rata di tegakan pinus ... 20

7. Potensi simpanan rata rata karbon serasah ... 21

(11)

x

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1 Ilustrasi pengukuran diameter anakan pinus ... 8

2 Ilustrasi plot ukur pohon ... 9

3 Ilustrasi bagan alur penelitian ...11

4 Simpanan karbon pohon rata-rata pohon pinus ...20

5 Kandungan karbon serasah ...21

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Tabel data biomassa perbagian pohon pada umur tertentu pada lahan

pertama ... 28 2. Tabel data biomassa perbagian pohon pada umur tertentu pada lahan

(13)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Manusia adalah penyumbang gas CO2 terbanyak ke udara. Salah satu kegiatan manusia yang dapat melepaskan emisi CO2 adalah pembakaran lahan, emisi kendaraan bermotor dan limbah pabrik. Dampak dari pembakaran lahan ini akan semakin besar bila tidak terkendali. Hal ini mengakibatkan terjadinya peningkatan konsentrasi Gas Rumah Kaca (GRK) yaitu CO2 di atmosfer.

Hutan mempunyai peranan sebagai penyerap karbon dan mulai menjadi sorotan pada saat bumi dihadapkan pada persoalan efek rumah kaca. Efek rumah kaca dapat berupa kecenderungan peningkatan suhu udara atau biasa disebut sebagai pemanasan global. Penyebab terjadinya pemanasan global ini adalah adanya peningkatan konsentrasi Gas Rumah Kaca (GRK) di atmosfer dimana peningkatan ini menyebabkan keseimbangan radiasi berubah sehingga suhu bumi meningkat.

Gas Rumah Kaca adalah gas-gas di atmosfer yang memiliki kemampuan menyerap radiasi gelombang panjang yang dipancarkan kembali ke atmosfer oleh permukaan bumi. Sifat termal radiasi inilah menyebabkan pemanasan atmosfer secara global (global warming). GRK yang penting diperhitungkan dalam pemanasan global adalah karbon dioksida (CO2), metana (CH4) dan nitrous oksida (N2O). Karbon dioksida (CO2) memiliki kontribusi lebih dari 55% terhadap kandungan GRK, maka dari itu CO2 yang diemisikan dari aktivitas manusia (anthropogenic) mendapat perhatian yang lebih besar.

(14)

karbondioksida di atmosfer akan semakin banyak, dan efek rumah kaca akan semakin nyata, tetapi jika pohon kembali ditanami, maka karbondioksida akan kembali terurai dengan fotosintesis, dan kembali menjadi karbon pada jaringan tubuh tanaman, sehingga karbondioksida di atmosfer berkurang.

Vegetasi yang berklorofil mampu menyerap CO2 dari atmosfer melalui proses fotosintesis. Hasil fotosintesis ini antara lain disimpan dalam bentuk biomassa yang menjadikan vegetasi tumbuh menjadi makin besar atau makin tinggi. Pertumbuhan ini akan berlangsung terus sampai vegetasi tersebut secara fisiologis berhenti tumbuh atau dipanen. Secara umum hutan pada fase

pertumbuhan mampu menyerap lebih banyak CO2 daripada hutan dewasa

(Kyrklund 1990). Adanya hutan yang lestari, diharapkan jumlah karbon (C) yang disimpan akan semakin banyak dan semakin lama. Kegiatan penanaman vegetasi pada lahan yang kosong atau merehabilitasi hutan yang rusak akan membantu menyerap kelebihan CO2 di atmosfer.

Jenis vegetasi berkayu merupakan penyerap karbon yang paling tinggi. Dahlan (2004) dalam Ginoga (2004) menerangkan jenis vegetasi berkayu yang cepat tumbuh dapat menyerap karbon lebih tinggi dibandingkan vegetasi yang lama tumbuh, tetapi vegetasi yang lebih cepat tumbuh sebagian besar memiliki tingkat kesulitan yang cukup tinggi dalam pengukuran pendugaan potensi serapan karbon yang ada dalam vegetasi itu, kebanyakan disebabkan oleh bentuk batang yang relatif kurang silindris dan akar yang meluas, sehingga metode yang digunakan dapat berbeda-beda berdasarkan jenis vegetasi tersebut. Metode pengukuran karbon merupakan hal yang penting untuk mengetahui potensi serapan karbon dalam suatu kawasan hutan, dengan memakai metode yang efektif dan benar maka potensi pengukuran karbon dapat diketahui secara tepat dan meyakinkan.

1.2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan mengetahui pendugaan potensi simpanan karbon pada tegakan hutan pinus secara destruktif.

1.3 Manfaat Penelitian

(15)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pinusmerkusii

Tusam atau pinus adalah sebutan bagi tumbuhan yang tergabung dalam marga pinus, di Indonesia penyebutan tusam atau pinus biasanya ditujukan pada tusam sumatra (Pinus merkusii Jungh. Et de Vries). Manfaat pohon pinus dari segi ekonomi adalah kayu dan getahnya. Kayunya untuk berbagai keperluan seperti konstruksi ringan, mebel, pulp, korek api dan sumpit, sedangkan getahnya dapat dipakai untuk membuat terpentin.

Pinus merupakan pohon besar, batang lurus, silindris. Tegakan pinus normal dapat mencapai tinggi 30 m, diameter 60-80 cm. Tegakan pinus tua dapat panjang 2-4 cm, terutama di bagian bawah tajuk.

Kayu P. merkusii memiliki sifat-sifat yang spesifik. Sifat tersebut yaitu berat jenis sebesar 0,55 (0,4–0,75), kelas kuat III, kelas awet IV, kandungan selulosa, lignin, pentosan, abu dan silika berturut-turut 54,9%; 24,3%; 14%; 1,1%; dan 0,2% (Martawijaya et al. 1989).

Pinus dapat tumbuh pada jenis tanah jelek dan kurang subur, pada tanah berpasir dan berbatu, tetapi tidak tumbuh baik pada tanah becek. Jenis ini menghendaki iklim basah sampai agak kering dengan tipe curah hujan A sampai C, pada ketinggian 200–1.700 mdpl, terkadang tumbuh di bawah 200 mdpl dan mendekati pantai (Aceh Utara) (Martawijaya et al. 1989).

2.2 Karbon (C)

(16)

Menurut Dury et al. (2002) dalam Ginoga (2004), dalam tegakan hutan karbon terdapat pada:

a. pohon dan akar (Tr), yaitu pada biomassa hidup baik yang terdapat di atas permukaan tanah atau di bawah permukaan dari berbagai jenis pohon, termasuk batang, daun, cabang, dan akar;

b. vegetasi lain (OV), yaitu pada vegetasi bukan pohon (semak, belukar, herba, dan rerumputan);

c. sampah hutan, yaitu pada biomassa mati di atas lantai hutan, termasuk sisa pemanenan; dan

d. tanah (S), yaitu pada karbon tersimpan dalam bahan organik (humus) maupun dalam bentuk mineral karbon. Karbon dalam tanah mungkin mengalami peningkatan atau penurunan tergantung pada kondisi tempat sebelumnya dan kondisi pengolahan.

Dalam inventarisasi karbon hutan, karbon pool (kantung karbon) yang diperhitungkan setidaknya ada 4 kantung karbon. Kantong karbon adalah wadah dengan kapasitas untuk menyimpan karbon dan melepaskannya. Keempat kantong karbon tersebut adalah biomassa atas permukaan, biomassa bawah permukaan, bahan organik mati dan karbon organik tanah, sedangkan pengertian dari masing 4 kantung karbon adalah sebagai berikut:

a. Biomassa atas permukaan tanah adalah semua material hidup di atas permukaan tanah. Termasuk bagian dari kantong karbon di permukaan tanah ini adalah pada batang, tunggul, cabang, kulit kayu, biji, dan daun dari vegetasi baik dari strata pohon maupun dari strata tumbuhan bawah di lantai hutan.

b. Biomassa bawah permukaan tanah adalah semua biomassa dari akar tumbuhan yang hidup. Pengertian akar ini berlaku hingga ukuran diameter tertentu yang ditetapkan. Hal ini dilakukan sebab akar tumbuhan dengan diameter yang lebih kecil dari ketentuan cenderung sulit untuk dibedakan dengan bahan organik tanah dan serasah.

(17)

5

diameter lebih besar dari diameter yang telah ditetapkan adalah semua bahan organik mati yang tidak tercakup dalam serasah baik yang masih tegak maupun yang roboh di tanah.

d. Karbon organik tanah mencakup karbon pada tanah mineral dan tanah organik termasuk gambut.

2.3 Biomassa

Biomassa didefinisikan sebagai total jumlah materi hidup di atas permukaan pada suatu pohon dan dinyatakan dengan satuan ton berat kering per satuan luas (Brown 1997). Biomassa vegetasi merupakan berat bahan vegetasi hidup yang terdiri dari bagian atas dan bagian bawah permukaan tanah pada suatu waktu tertentu (Roberts et al. 1993). Biomassa hutan dapat digunakan untuk menduga potensi serapan karbon yang tersimpan dalam vegetasi hutan karena 50% biomassa tersusun oleh karbon (Brown 1997).

Biomassa disusun oleh senyawa utama karbohidrat yang terdiri dari unsur karbon dioksida, hidrogen, dan oksigen. Biomassa tegakan dipengaruhi oleh umur tegakan hutan, komposisi, dan strutur tegakan, sejarah perkembangan vegetasi (Lugo dan Snedaker 1974 dalam Kusmana 1992).

Beberapa istilah dalam perhitungan biomassa diantaranya disebutkan dalam Clark (1979), sebagai berikut:

a. Biomassa hutan (forest biomass) adalah keseluruhan volume makhluk hidup dari semua spesies pada suatu waktu tertentu dan dapat dibagi ke dalam 3 kelompok utama yaitu pohon, semak, dan vegetasi yang lain.

b. Pohon secara lengkap (complete tree) berisikan keseluruhan komponen dari suatu pohon termasuk akar, tunggul/tunggak, batang, cabang, dan daun. c. Tunggul dan akar (stump and roots) mengacu kepada tunggul, dengan

ketinggian tertentu yang ditetapkan oleh praktek-praktek setempat dan keseluruhan akar.

(18)

e. Batang (stem) adalah komponan pohon mulai di atas tunggul hingga ke pucuk dengan mengecualikan cabang dan daun.

f. Cabang (branches) semua dahan dan ranting kecuali daun. g. Dedaunan (foliage) semua duri-duri, daun, bunga dan buah.

Metode pengukuran bimoassa ada empat cara utama yaitu:

1) metode sampling dengan pemanenan (destructive sampling) secara in situ;

2) metode sampling tanpa pemanenan (non-destructive sampling) dengan data pendataan hutan secara in situ;

3) metode pendugaan melalui penginderaan jauh; dan

4) metode pembuatan model.

Masing masing metode menggunakan persamaan alometrik karena untuk mengekstrapolasi cuplikan data ke area yang lebih luas. Penggunaan persamaan alometrik standar yang telah dipublikasikan sering dilakukan, tetapi karena koofisien persamaan alometrik ini bervariasi untuk setiap lokasi dan spesies, penggunaan persamaan standar ini dapat mengakibatkan galat (error) yang signifikan dalam mengestimasikan biomassa suatu vegetasi (Australian Greenhouse Office 1999).

Biomassa vegetasi dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu biomassa di atas tanah dan biomassa di bawah tanah, lebih jauh lagi dikatakan bahwa biomassa di atas tanah adalah berat unsur organik pada waktu tertentu yang dihubungkan dengan suatu sistim produktifitas, umur tegakan hutan dan distribusi organik (Kusmana et al. 1992).

Pohon menyerap CO2 melalui proses fotosintesis dari atmosfer dan mengubahnya menjadi karbon organik (karbohidrat) serta menyimpannya dalam bentuk biomassa pada batang, daun, akar, umbi, buah, dan lain lain. Keseluruhan hasil dari proses fotosintesis ini akan hilang melalui berbagai proses, seperti respirasi dan dekomposisi.

(19)

III. METODELOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Febuari 2010 sampai dengan April 2010, di wilayah KPH Cianjur Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten.

3.2 Alat dan Bahan

Alat ukur yang digunakan di lapangan dalam penelitian ini adalah pita keliling, patok, tali rafia, meteran dan timbangan lapang. Alat bantu lapangan yang digunakan berupa kompas, sabit, golok, alat tulis, tally sheet, kamera, sekop, peta kerja, dan kantong plastik kedap. Alat-alat yang digunakan di labolatorium antara lain timbangan dan oven.

Bahan yang digunakan adalah pohon dan tegakan pinus, dan sampel dari bagian bagian pohon per umur yang akan dicari berat keringnya.

3.3 Metode Penelitian 3.3.1 Metode Destruktif

Prosedur umum untuk membuat estimasi berat dari individu masing-masing pohon yang menjadi bagian dalam pemanenan biomassa (destructive sampling) adalah sebagai berikut (Hitchcock dan McDonnell 1979):

a. Pohon ditebang dan pisahkan material yang ada sesuai dengan komponen dari pohon tersebut;

b. Setiap komponen per bagian demi bagian ditimbang; c. Ambil sampel dari masing-masing komponen;

d. Tentukan volume dari sampel dengan metode penenggelaman dalam air atau metode lainnya (optional);

e. Keringkan dengan oven dan timbang masing-masing sampel; f. Hitung total berat kering dari masing-masing bagian;

g. Terapkan faktor kepadatan berat basah dan berat kering untuk setiap komponen; dan

(20)

kadar air dan berat kering umumya memerlukan proses laboratorium (Dadun 2009).

3.3.2 Jenis Data

Data pohon yang diambil adalah tinggi pohon, diameter pohon, luas tajuk pohon, luasan cakupan akar, berat basah pohon yang terbagi dalam bagian akar, bagian batang, bagian ranting, dan bagian daun (untuk metode destruktif). Selain data pohon, diambil juga data berat basah serasah. Berat basah serasah diambil setiap selang 10 m dengan mengunakan plot contoh 0,5×0,5 m yang diletakan berseling pada poros jalur.

3.3.3 Pengambilan data

Pengukuran karbon dilakukan dengan metode destruktif, dilakukan pada satu pohon di setiap umur pohon. Jumlah karbon total didapat dengan memasukan semua data diameter pohon ke dalam model penduga potensi karbon yang dibuat dari data destruktif pohon contoh.

Prosedur umum untuk membuat mengukur diameter pohon adalah menukur pada ketinggian setinggi dada (dbh). Pengukuran dbh dilakukan pada pohon yang mencapai tinggi yang mencukupi, sedangkan untuk mengukur diameter anakan

pengukuran diameter dilakukan dengan cara mengukur RCD (Root Collar

Diameter). Pengukuran untuk pohon pinus diilustrasikan pada Gambar 1

(Grift.T.E dan R.Oberti 2006).

(21)

9

50 m

0,5m x 0,5m

Jumlah plot akan ditentukan oleh luasan lahan tersebut dengan intensitas sampling sebanyak 5%. Data yang diambil pada plot tersebut adalah data diameter pohon yang akan digunakan untuk menghitung rata-rata diameter pohon dan pembuatan model penduga potensi karbon.

Pengambilan data serasah diambil setiap plot ukur. Ukuran plot yang digunakan untuk pengambilan data serasah ialah 0,5×0,5 m diletakan berselang-seling pada poros jalur seperti berikut

Gambar 2 Ilustrasi plot ukur pohon.

3.3.4 Pengolahan data

Perhitungan biomassa pohon dilakukan dengan metode destruktif. Pohon akan dibagi menjadi empat (4) bagian yaitu daun, batang, ranting dan akar. Bagian bagian pohon tersebut akan ditimbang berat basah dari masing masing bagian, setelah itu akan ditimbang berat keringnya, yang artinya kita harus melakukan pengovenan di labolatorium selama 24 jam pada suhu 103±2 C..

Kadar air yang ada dalam masing masing bagian dihilangkan, sehingga diperoleh berat kering. Perhitungan metode destruktif antara lain:

1. Perhitungan Biomassa

dimana B = Biomassa (g)

%KA = Persentase Kadar Air

BB = Berat Basah (g)

(22)

Perhitungan kadar air tiap bagian dapat dilakukan dengan mengunakan rumus sebagai berikut (Haygreen dan Bowyer 1986):

dimana %KA = Persentase Kadar Air

BK = Berat Kering (g)

BB = Berat Basah (g)

2. Perhitungan Karbon Pohon (C pohon)

Perhitungan jumlah karbon tersimpan dalam hutan dihitung dengan persamaan Brown yang menyatakan bahwa 50% biomassa dari vegetasi hutan tersusun atas karbon (Brown 1997). Sehingga untuk perhitungan karbon dari hasil perhitungan biomassa dapat diubah dalam bentuk karbon (ton/ha) yaitu dengan mengalikan nilai biomassa dengan faktor konversi 0.5, dinyatakan dalam rumus sebagai berikut:

C (pohon) = 0,5 Y

dimana C = Jumlah karbon tersimpan (kg/ha) Y = Total Biomassa (kg/ha)

3. Perhitungan Karbon Serasah (C serasah)

Untuk perhitungan karbon serasah, dapat diperoleh dengan mengalikan biomassa serasah dengan faktor konversi 0,4 karena kandungan karbon dalam serasah yaitu 40% (Hariah et al 2001).

C (serasah) = 0,4 Y

dimana C = Jumlah karbon tersimpan (kg/ha) Y = Total Biomassa (kg/ha)

(23)

11

yang akan dikonversikan menjadi jumlah serapan karbon per hektar. Pendugaan serapan karbon pada serasah dilakukan dengan membuat rata-rata karbon dari setiap plot sampel serasah, setelah itu dikonversi menjadi rata-rata karbon serasah setiap hektar. Dari jumlah rata-rata karbon pohon per hektar dan rata rata karbon serasah per hektar, maka didapat jumlah rata-rata serapan karbon total per hektar yang dibagi berdasarkan tahun tanam tegakan. Secara bagan, dijelaskan pada Gambar 3.

Gambar 3 Ilustrasi bagan alur penelitian. Tegakan

Hutan Pinus

Diameter Pohon Di setiap plot

12 Pohon Contoh

Pendugaan Karbon serasah per hektar

Persamaan Alometrik

Pendugaan Karbon Pohon Pinus per hektar

Pendugaan Karbon Total Tegakan Pinus

(24)

4.1 Letak dan Luas

Perum Perhutani KPH Cianjur memiliki luas hutan 70.110,27 ha yang terdiri dari dua Kelas Perusahaan (KP) yaitu KP Jati seluas 23.486,96 ha dan KP Pinus 46.623,31 ha. Menurut fungsinya hutan tersebut terbagi ke dalam Hutan Produksi 45.804,64 ha dan Hutan Lindung 24.305,63 ha.

Kawasan hutan yang dikelola oleh KPH Cianjur terdapat pada wilayah administratif Pemerintahan Kabupaten Cianjur seluas 69.177,80 ha (98,67%), Kabupaten Sukabumi seluas 701,17 ha (1,10%) dan Kabupaten Purwakarta seluas 161,25 ha (0,23%). Batas-batas kawasan hutan KPH Cianjur adalah sebagai berikut:

a. sebelah utara berbatasan dengan KPH Purwakarta dan KPH Bogor;

b. sebelah timur berbatasan dengan KPH Bandung Utara, KPH Garut, dan KPH Bandung Selatan;

c. sebelah selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia;

d. sebelah barat berbatasan dengan KPH Sukabumi dan KPH Bogor;

Secara pembatasan wilayah, kawasan KPH Cianjur dibagi beberapa BKPH (Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan), antara lain BKPH Cianjur, BKPH Ciranjang Utara, BKPH Ciranjang Selatan, BKPH Gede Timur, BKPH Sukanagara Utara, BKPH Sukanagara Selatan, BKPH Tanggeung, BKPH Cibarengkok dan BKPH Sindangbarang, penelitian ini dilakukan di BKPH Cianjur (Perhutani 2010).

4.2 Kondisi Fisik, Curah Hujan, dan Tutupan Lahan

Kawasan hutan yang ada di KPH Cianjur sebagian besar mempunyai bentuk lapangan berupa daerah pegunungan, berbukit bukit dengan lereng lapangan miring, bergelombang dan landai. Ketinggian tempat berkisar antara 5–2.829 mdpl dengan kemiringan antara 15–40%.

(25)

13

jenis tanah di kawasan KPH Cianjur adalah latosol merah. Kondisi tanah agak dalam, sarang, mudah longsor, dan sedikit berbatu (Perhutani 2010).

Wilayah hutan KPH Cianjur terletak pada suatu daerah dengan musim hujan dan musim kemarau yang jelas. Pada beberapa tempat disekitar wilayah hutan terdapat beberapa stasiun hujan, sehingga data dari stasiun hujan tersebut dapat diketahui adanya bulan basah, bulan lembab dan bulan kering.

(26)

5.1 Deskripsi Tegakan Pinus merkusii

Luas BKPH Cianjur seluas 7.541,63 ha terbagi dalam 4 (empat) Resort Pemangkuan Hutan (RPH) yaitu RPH Puncak, RPH Cijedil, Gunung Kancana dan Cikondang. Potensi wilayah sebagian besar merupakan wilayah hutan lindung, hutan produksi terbatas dan hutan produksi dengan tegakan sebagian besar adalah jenis rimba lain, tanaman pinus dan rasamala.

Penelitian ini dipusatkan pada KP Pinus dengan metode destruktif dilakukan pada 6 tahun tanam, yaitu tahun tanam 2001, 2005, 2006, 2007, 2008, dan 2009. Sampel yang digunakan diambil sejak tahun 2001 karena pohon tahun tanam 2001 merupakan umur pohon yang memungkinkan dilakukannya metode destruktif dan merupakan pohon prasadap, sehingga karbon yang dikandungnya dapat dikatakan belum berkurang karena kegiatan penyadapan, sedangkan pohon dengan tahun tanam 2002 s/d 2004 tidak ada sampelnya, dikarenakan pada tahun itu lebih digalakan pada tumbuhan rasamala, sehingga tidak diadakan penanaman pohon Pinus merkusii.

Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, tegakan Pinus merkusii yang menjadi tempat penelitian memiliki jarak tanam 3×3 m sebelum penjarangan dan 5×5 m setelah penjarangan. Kerapatan tumbuhan bawah dominan tergolong rapat, walaupun dalam pengambilan data, terdapat tegakan pinus yang terletak di perkebunan rakyat, sehingga tidak ada tumbuhan bawah sama sekali. Beberapa jenis tumbuhan bawah yang mendominasi tegakan tersebut adalah harendong, putri malu, pakis-pakisan, saliara, kirinyuh, dan rumput.

5.2 Potensi Simpanan Karbon Berdasarkan Biomassa Pohon Sampel pada Hutan Tanaman Pinus merkusii

(27)

15

biomassa tersusun oleh karbon (Brown 1997). Biomassa dapat dibedakan menjadi dua kategori, yaitu biomassa atas permukaan tanah (above ground biomass) dan bawah permukaan tanah (below ground biomass). Pada penelitian ini, pengukuran biomassa atas permukaan mencakup seluruh benda organik diatas tanah, yaitu serasah, tumbuhan bawah, dan organik tanah, sedangkan biomassa di bawah permukaan tanah diukur pada bagian akar pohon.

Umumnya biomassa diduga secara tidak langsung mengunakan persamaan alometrik, tetapi pada penelitian ini biomassa diduga dengan metode langsung secara destruktif dengan mencabut sampel pohon sampai ke akar, sedangkan untuk tumbuhan bawah hanya diambil contoh sampel. Hasil sampel yang diambil, akan ditimbang berat basah, berat kering tanur, dan kadar air. Dari data yang tersebut, dapat diperhitungkan biomassanya, dan dari data biomassa, dapat memperhitungkan potensi simpanan karbon.

Pengambilan contoh pohon dilakukan pada RPH Cijedil dan RPH Puncak didapatkan total jumlah pohon contoh sebanyak 12 pohon dari tahun tanam 2001 dan tahun tanam 2005 s/d 2009.

Data pengamatan berupa jumlah pohon pada satu plot, luas plot, diameter pohon dalam satu plot dan berat basah per pohon sampel. Diameter pohon digunakan untuk menghitung biomassa dalam plot ukur, luas wilayah digunakan untuk menentukan jumlah plot ukur yang akan diukur dengan intensitas sampling 5%, dan berat basah total per umur pohon digunakan untuk menghitung biomassa yang akan digunakan untuk mengukur jumlah karbon per pohon. Data hasil pengamatan lapang yang didapat ditampilkan pada tabel 1 sebagai berikut:

Tabel 1 Data hasil pengamatan lapang

Tahun Jumlah Luas Jumlah Jumlah Diameter

(28)

potensi karbon per hektar pada umur tersebut. Setelah mendapatkan data berat kering dan berat basah, maka data akan dimasukan kedalam perhitungan biomassa. Dalam menghitung jumlah karbon dalam satuan kg/ha, dihitung terlebih dahulu jumlah biomassa kg/ha dengan menggunakan model penduga biomassa yang didapat dari pohon sampel.

5.3 Perhitungan Biomassa Pohon Sampel

Pohon sampel adalah pohon yang dipilih untuk mendapat perlakuan destruktif. Pohon sampel dipilih berdasarkan kondisi pohon yang secara kasat mata memiliki kondisi yang sehat, tidak berpenyakit, dan memiliki diameter mendekati dengan diameter rata-rata pohon yang diukur dalam plot.

Pohon sampel diambil sebanyak 2 pohon setiap perwakilan umur dan berada pada plot yang berbeda. Pohon sampel akan dicabut sampai dengan akar pohon, dipisahkan menjadi bagian akar, ranting, batang dan daun, kemudian dihitung kadar airnya pada masing-masing bagian. Setelah mendapat nilai kadar air, maka dapat dapat diperhitungkan biomassa dengan mengabungkan nilai berat basah dan kadar air dengan rumus biomassa pohon (Haygreen dan Bowyer 1896). Hasil masing masing data perbagian pohon tiap pohon contoh dapat dilihat pada lampiran 1 dan lampiran 2. Secara ringkas dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Data perhitungan pohon contoh

(29)

17

5.4 Pembuatan Model Penduga Biomassa Pinus

Besarnya biomassa pohon contoh yang nilainya berbeda beda pada setiap ukuran diameter pohon, disebabkan oleh perbedaan nilai kadar air pada sampel pohon contoh. Besar kecilnya kadar air akan mempengaruhi jumlah biomassa yang dikandungnya. Nilai kadar air berbanding terbalik dengan biomassa, semakin besar kadar air maka akan semakin kecil biomassa. Data yang menunjukan komposisi sumbangan masing-masing bagian pohon pertahun disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Persentasi sumbangan komposisi biomassa pada setiap bagian pohon

Keterangan

Tahun Tanam

2009 2008 2007

Berat (kg) Persentase Berat (kg) Persentase Berat (kg) Persentase

Akar 0.001 18.18% 0.0085 10.24% 0.05 10.15%

Berat (kg) Persentase Berat (kg) Persentase Berat (kg) Persentase

Akar 0.10 13.63% 0.36 27.42% 3.45 24.62%

Batang 0.44 59.50% 0.57 42.99% 8.30 59.27%

Ranting 0.07 9.54% 0.12 9.00% 0.29 2.06%

Daun 0.13 17.31% 0.27 20.58% 1.97 14.03%

Total 0.73 100% 1.32 100% 14.01 100%

Biomassa pada batang memiliki kontribusi umumnya paling besar dibandingkan dengan biomassa pada bagian lainnya. Hal ini disebabkan karena batang menyimpan sebagian besar cadangan hasil fotosintetis untuk pertumbuhan tanaman. Pembuatan model menggunakan regresi antara diameter dan biomassa, dikarenakan sumbangan bagian batang terhadap total komposisi biomassa total lebih besar dibandingkan bagian lainnya, dan juga bagian batang cenderung membesar persentasinya.

(30)

diameter pohon dan biomassa per pohon sampel 12 model pohon contoh yang diambil disajikan Tabel 4.

Tabel 4 Data biomassa pohon contoh

No. Tahun Biomassa

Model yang dibuat menggambarkan hubungan antara biomassa dengan diameter (persamaaan satu peubah), memakai software minitab. Model dan pengujiannya adalah sebagai berikut:

1. Biomassa = -3,67 + 1,82 Diameter

S = 3,11640 R-Sq = 68,4% R-Sq(adj) = 65,2% 2. Biomassa = 0,0229 × Diameter2,84

S = 0,195423 R-Sq = 97,1% R-Sq(adj) = 96,8%

Berdasarkan hasil uji performasi, model yang digunakan adalah model nomor 2. Model ini memiliki R-Sq terbesar, S terkecil, dan R-Sq(adj) terbesar.

5.5 Simpanan Karbon 5.5.1 Tanaman Pinus

(31)

19

Tabel 5 Simpanan karbon pada tegakan pinus

Tahun Plot Biomassa Biomassa Karbon

Tanam (kg/plot) (kg/ha) (kg/ha)

Rataan 2.665,82 26.658,25 13.329,13

2001 1 2.019,40 20.194,05 10.097,03

Rataan 2.305,49 23.054,91 11.527,45

(32)

Tabel 6 Serapan karbon rata-rata di tegakan pinus

Secara grafis, hasil rata-rata jumlah kandungan karbon dalam pohon pinus adalah sebagai berikut:

Gambar 4 Simpanan karbon pohon rata-rata pohon pinus.

5.5.2 Serasah

Serasah adalah lapisan yang terdiri dari terdiri dari bagian-bagian tumbuhan yang telah mati seperti guguran daun, ranting dan cabang bunga, bunga, buah, kulit kayu, serta bagian bagian lainnya yang menyebar di permukaan tanah di bawah lantai hutan sebelum bahan bahan tersebut mengalami dekomposisi (Departermen Kehutanan 1997). Sedangkan tumbuhan bawah adalah salah satu komponen dalam ekosistem hutan yang tumbuh di sela-sela pohon dan memperoleh sinar matahari untuk metabolismenya melalui celah antar pohon. Tumbuhan bawah adalah tumbuhan yang memiliki keliling batang kurang dari 6,3 cm; diantaranya termasuk semai, kecambah, paku- pakuan, rumput-rumputan, tumbuhan memanjat, dan lumut (Hardjosentono 1976).

(33)

21

Serasah didominasi oleh daun dan ranting Pinus merkusii yang jatuh, dan sisa tumbuhan bawah yang telah mati. Tumbuhan bawah yang dominan terdapat pada harendong bulu, putrimalu, pakis-pakisan, sailera, kirinyuh, dan rerumputan. Tingkat kerapatan tumbuhan bawah sangat beragam bergantung umur pohon, mulai dari sangat rapat, sampai dengan tidak ada sama sekali, karena ada lahan yang berada pada perkebunan rakyat ataupun mati karena tertutup tajuk pohon. Dalam penelitian ini, tidak diambil data tumbuhan bawah yang masih hidup, karena jumlah yang didapat dilapang sangat kecil dan dan memiliki selang jarak tumbuh yang sangat jauh.

Nilai kandungan karbon diperoleh dengan cara mengeringkan contoh serasah, lalu ditimbang, dihitung biomassanya, dan dikonversikan menjadi nilai karbon dengan faktor konversi 0,4 (Hariah et all 2001). Potensi simpanan karbon serasah dapat dilihat pada tabel 7 sebagai berikut

Tabel 7 Potensi simpanan rata rata karbon serasah

Umur Biomassa Karbon

(34)

Secara umum dapat dilihat terjadi penambahan jumlah biomasa serasah seiring penambahan umur pohon. Karena, pada pengamatan di lapang, pertambahan umur pohon berbanding lurus dengan keragaman tumbuhan bawah dan banyaknya ranting dan daun pohon yang terjatuh, sehingga mengakibatkan kandungan karbon bertambah.

Terdapat keganjilan dalam grafik, yaitu jumlah serasah yang kecil pada tahun 2006 (umur 4 tahun) di pengamatan. Hal ini disebabkan karena pengambilan contoh lahan pohon ada yang dilakukan di atas lahan pinus yang menyatu dengan kebun rakyat, sehingga serasah sangat bersih, bahkan tanah dibawah pohon pinus tersebut sudah digarap oleh petani.

5.5.2 Total Simpanan Karbon

Simpanan karbon total pada tegakan pinus merupakan penjumlahan dari simpanan karbon pada pohon dan serasah. Hasil perhitungan simpanan karbon total disajikan sebagai berikut

Tabel 8 Simpanan karbon rata-rata total tegakan

Umur Rata-Rata Karbon Rata-Rata Karbon Karbon

Pohon Serasah Pohon Total

(tahun) (kg/ha) (kg/ha) (kg/ha)

1 66.48 32,10 98,58

2 145.08 388,72 533,80

3 301.99 2.898,25 3.200,24

4 166.67 4.538,05 4.704,72

5 313.95 13.329,13 13.643,08

(35)

23

Secara grafis, dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 6 Simpanan karbon total dalam grafis.

Simpanan karbon pada pohon pinus memiliki angka lebih tinggi dari serasah pada umur pohon 1 tahun ke atas. Simpanan karbon serasah cenderung tidak memiliki kenaikan yang signifikan pada umur tegakan jika dibandingkan simpanan karbon pada pohon.

Simpanan karbon pohon pada umur 9 tahun mengalami penurunan karena jumlah pohon pada tegakan berkurang karena dilakukan penjarangan. Kegiatan penjarangan memperbesar dari jarak tanam 3×3 m menjadi 5×5 m.

(36)

6.1 Kesimpulan

Pendugaan potensi serapan karbon dengan metode destruktif pada pinus umur 1 sampai 5 tahun dan umur 9 tahun pada KPH Cianjur berturut turut adalah sebagai berikut: 98,589kg/ha; 533,80 kg/ha; 3.200 kg/ha; 4.704,73 kg/ha; 13.643,08 kg/ha; dan 11.947,52 kg/ha. Peningkatan potensi serapan karbon pada tegakan pinus terjadi seiring dengan peningkatan umur tegakan di BKPH Cianjur, walaupun tidak selalu demikian terutama pada tahun tanam 2009 karena adanya penjarangan pada tahun tanam tersebut.

6.2 Saran

(37)

DAFTAR PUSTAKA

Australian Greenhouse Office. 1999. National Carbon Accounting Sistim, Methods for Estimating Woody Biomass. Technical Report No. 3, Australia: Commonwealth of Australia.

Brown S. 1997. Estimating Biomass and Biomass Change of Tropical Forest. A Primer. FAO. USA. FAO Forestry Paper No.134.

Brown S. 1999. Guidelines for Inventorying and Monitoring Carbon Offsets in

Forest-Based Projects. Arlington: Winrock International.

http://srmwww.gov.bc.ca/tib/carbonmon/guidelines%20for%20inventorying % 20%20monitoring%20carbon%20offsets.pdf. [22 Juni 2002].

Clark, A.I. 1979. Suggested Procedures for Measuring Tree Biomass and Reporting Tree Prediction Equations. Forest Resource Inventories Vol.2. Hal: 615-628. Colorado State University: Fort Collins, Co.

Dadun D. 2009. Model Pendugaan Biomassa Pohon Mahoni (Swietenia macrophyla King) Di Atas Permukaan Tanah. Jurnal penelitian Hutan dan Konservasi alam III (1): 103 – 117.

Ginoga K. 2004. Beberapa Cara perhitungan Biomassa karbon. Jurnal Sosial Ekonomi IV. Badan Penelitian Pengembangan Kehutanan Bogor.

Grift, T.E. dan R. Oberti. 2006. Development of Low-Cost, Root Collar Diameter Measurement Devices for Pine Seedlings. Computers and Electronics in Agriculture Vol.52. Hlm: 60-70.

Hairiah K, SM Sitompul, van Noordwijk M, Cheryl P. 2001. Methods for sampling carbon stocks above and below ground. ASB Lecture note 4B. Bogor: ICRAF.

Haygreen, J.G. dan J.L. Bowyer. 1986. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu. (terjemahan). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Heiskanen. 2006. Biomass ECV Report. www.fao.org/GTOS/doc/ECVs/ T12-biomass-standars-report-v01.doc. [22 Juni 2002].

Hitchcock III, H.C. and J.P. McDonnell. 1979. Biomass Measurement: A Synthesis of The Literature dalam Proceedings of The Forest Inventory Workshop, SAF-IUFRO. Hal: 544-595. Colorado: Ft. Collins.

Kusmana C, Abe, A Watanabe. 1992. An Estimation of Above Ground Tree Biomass Of mangrove Forest in east Sumatra, Indonesia. Bogor: IPB.

Kyrklund B. 1990. The Potential of Forests and Forest Industry in Reducing Excess Atmospheric Carbon Dioxide. Unasylva 163 (41):32-47.

Lugo AE, SC Snedaker. 1974. The Ecology of Mangrove. Ann Rev Ecool Syst Rome: FAO.

(38)

McWilliam, A.L.C. J.M, Roberts, O.M.R, Cabral. M.V.B.R, Leitao. A.C.L, De Costa. G.T, Maitelli. C.A.G.P, Zamparoni. 1993. Leaf Area Index and Above-Ground Biomass of Terra Firme Rain Forest and Adjacent Clearings in Amazonia. Functional Ecology Vol.7. Hlm:310-317.

Mirbach V. 2000. Carbon Budget Accounting at the forest management unit level: an overview of issues and methods. http://www.modelforest.net. [22 Febuary 2010].

[PERHUTANI] Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten. 2010. Kondisi Umum Kawasan Cianjur. www.kphcianjur.perumperhutani.com. (01 Oktober 2010).

[PERHUTANI] Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten. 1997. Register Inventarisasi Hutan KPH Cianjur Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten. Cianjur: PERHUTANI.

[PERHUTANI] Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten. 1996. Peta Tinjau Kawasan Perhutani. Cianjur: PERHUTANI.

Whitmore TC. 1984. Tropical Rain Forest of The Far East Second

(39)
(40)
(41)
(42)

Lampiran 3 Data hasil pengamatan lapang

Tahun Jumlah Luas Berat Jumlah Jumlah Diameter Biomassa

Tanam Pohon Wilayah Basah Plot Pohon Sampel Sampel (kg)

(ha) (kg) Sampel (cm)

2009 3.665 3,3 0,0160 2 211 0,6 0,005

1.443 1,3 0,0182 1 113 0,57 0,006

2008 1.520 1,37 0,158 1 97 1,5 0,084

3.930 3,54 0,150 2 218 1,5 0,080

2007 3.450 3,11 0,766 2 217 3 0,453

1.519 1,37 0,766 1 112 2,8 0,452

2006 12.875 11,59 1,239 6 642 3,3 0,640

8.548 7,7 1,209 4 443 3,5 0,626

2005 1.660 1,5 2,525 1 110 5 1,194

1.653 1,5 2,634 1 110 5,2 1,239

2001 1.859 6,7 28,050 4 109 7,57 14,012

Gambar

Gambar 1 Ilustrasi pengukuran diameter anakan pinus.
Gambar 2 Ilustrasi plot ukur pohon.
Gambar 3 Ilustrasi bagan alur penelitian.
Tabel 1 Data hasil pengamatan lapang
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasar kebutuhan ini, dibuatlah aplikasi marketplace untuk kalangan Mahasiswa dan Alumni Universitas Kristen Petra sebagai wadah informasi dan perantara untuk

Guru dan siswa bertanya jawab berkaitan dengan identitas diri yang dibutuhkan sebagai warga negara yang baik.. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan memberikan

Hubungan teori yang dikemukakan Mawardi pada penulisan nilai-nilai ritual dalam pertunjukan Barongsai Naga Sakti sama dengan pendapat penulis karena nilai merupakan suatu

diperoleh kesimpulan sebagai berikut: Pertama, Terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara persepsi siswa tentang kompetensi pedagogik terhadap prestasi

Model Persamaan Struktural Konsep dan Aplikasi dengan Program..

Panaliten menika ngandharaken wujud konflik sosial , pawadan ingkang murugaken konflik sosial , saha cara ngrampungaken konflik sosial wonten ing novel Sanja Sangu

Perlakuan substitusi starter yoghurt dengan cairan tape ketan berpengaruh nyata terhadap pH, kadar laktosa dan glukosa, kekompakan yoghurt, citarasa dan

Dependent) tidak terdapat variabel pelaku, yang berarti tidak ada variabel dalam sub elemen pelaku ini yang tidak terkait dengan sistem serta tidak ada variabel yang sangat