• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN TEKNIK INTERPRETIVE STRUCTURAL MODELING (ISM) DAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENERAPAN TEKNIK INTERPRETIVE STRUCTURAL MODELING (ISM) DAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP)"

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN TEKNIK

INTERPRETIVE STRUCTURAL MODELING

(ISM) DAN

ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS

(AHP)

Dadang Subarna NRP. P062100081

Program Studi

Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor

2011

Prima Jiwa Osly NRP. P062100141 Heri Apriyanto

(2)

I. TEKNIK

INTERPRETIVE

STRUCTURAL MODELING

(ISM)

Studi Kasus :

PROGRAM PENGELOLAAN DAERAH

(3)

LATAR BELAKANG

‰ Membahas penerapan Teknik Interpretive Structural Modeling (ISM) dalam mengidentifikasi struktur yang ada pada suatu sistem, yang

selanjutnya digunakan untuk mendukung dalam pengambilan keputusan

‰ Studi Kasus untuk penerapan ISM dalam Program Pengelolaan Daerah Aliran Sungai yang Berkelanjutan

‰ Pengelolaan DAS adalah rangkaian upaya yang dilakukan oleh manusia

untuk memanfaatkan sumberdaya alam DAS secara rasional guna memenuhi kebutuhan hidup dan meningkatkan taraf hidup, seraya membina hubungan yang harmonis antara sumberdaya alam dan manusia serta keserasian ekosistem secara lestari

‰ Pengelolaan DAS ini melibatkan multi-sektor, multi-disiplin ilmu, lintas

wilayah administrasi, terjadi interaksi hulu hilir, sehingga harus terpadu

‰ Perlu diketahui Struktur aktor/pelaku yang berperan dalam pengelolaan DAS dan Struktur kebutuhan untuk pengelolaan DAS yang berkelanjutan.

(4)

Interpretive Structural Modeling (ISM)

Teknik ISM merupakan suatu proses pengkajian kelompok dimana model-model struktural dihasilkan guna memotret perihal yang kompleks dari suatu sistem, melalui pola yang dirancang secara

seksama dengan menggunakan grafik serta kalimat (Eriyatno 1998).

Tahapan Teknik ISM

(5)

Prinsip dasar

:

™ Identifikasi dan struktur di dalam suatu sistem akan memberikan

nilai manfaat yang tinggi guna merancang sistem secara efektif dan pengambilan keputusan yang lebih tinggi.

™ Dalam teknik ISM, program yang ditelaah perjenjangan strukturnya dibagi menjadi elemen-elemen di mana setiap elemen selanjutnya diuraikan menjadi sejumlah sub-elemen

Program dapat dibagi menjadi sembilan elemen, yaitu :

¾ sektor masyarakat yang terpengaruh,

¾ kebutuhan dari program,

¾ kendala utama,

¾ perubahan yang dimungkinkan, ¾ tujuan dari program,

¾ tolok ukur untuk menilai setiap tujuan,

¾ aktivitas yang dibutuhkan guna perencanaan tindakan,

¾ ukuran aktivitas guna mengevaluasi hasil yang dicapai oleh

setiap aktivitas,

(6)

Kode Sub Elemen Pelaku

A1 Balai Pengelolaan DAS

A2 Balai Wilayah Sungai

A3 Dewan Sumber Daya Air

A4 Dinas Kehutanan

A5 Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air

A6 Forum DAS

A7 Akademisi

A8 Masyarakat/LSM

A. ELEMEN PELAKU PROGRAM PENGELOLAAN DAS BERKELANJUTAN

3 PAKAR

Structural Self-Interaction Matrix

(SSIM) dengan menggunakan

simbol V, A, X dan 0, di mana:

ƒ V adalah eij = 1 dan eji = 0; ƒ A adalah eij = 0 dan eji = 1; ƒ X adalah eij = 1 dan eji = 1; ƒ O adalah eij = 0 dan eji = 0

(7)

HASIL DAN PEMBAHASAN

TABEL SSIM Elemen Pelaku Program Pengelolaan DAS yang berkelanjutan (3 pakar dan agregat)

No. A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7 A8 A1 O A V O X X X A2 A O V X X X A3 V V V A A A4 X A X A A5 A X A A6 A A A7 X A8 No. A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7 A8 A1 V V V O X A X A2 A X V X A X A3 V V V X X A4 X O X A A5 A X A A6 X A A7 X A8 No. A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7 A8 A1 A A V O X X O A2 A O V X X X A3 V V X X O A4 X O X A A5 A O X A6 A A A7 X A8 No. A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7 A8 A1 O O V O X A O A2 A O V X A X A3 V V V A O A4 X O X A A5 A O A A6 A A A7 X A8 I 2 3 AGREGAT

(8)

Tabel. Reachability Matrix (RM) Awal Elemen Pelaku Program Pengelolaan DAS berkelanjutan

No. A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7 A8 A1 1 0 0 1 0 1 0 0 A2 0 1 0 0 1 1 0 1 A3 0 1 1 1 1 1 0 0 A4 0 0 0 1 1 0 1 0 A5 0 0 0 1 1 0 0 0 A6 1 1 0 0 1 1 0 0 A7 1 1 1 1 0 1 1 1 A8 0 1 0 1 1 1 1 1

Tabel. Reachability Matrix (RM) Final Elemen Pelaku Program Pengelolaan DAS berkelanjutan

No. A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7 A8 Driver Power Rang king A1 1 1 0 1 1 1 0 0 5 3 A2 1 1 1 1 1 1 0 1 7 2 A3 0 0 1 1 1 1 1 0 5 3 A4 1 1 1 1 1 1 1 0 7 2 A5 0 1 0 1 1 0 1 0 4 4 A6 1 1 0 1 1 1 0 0 5 3 A7 1 1 1 1 1 1 1 1 8 1 A8 1 1 1 1 1 1 1 1 8 1 Depen dence 6 7 5 8 8 7 5 3 Level 3 2 4 1 1 2 4 5 Tingkat Konsistensi pendapat pakar = 76,5% Analisis Transivity rule

(9)

No. A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7 A8 A1 X O X V X A A A2 X X V X A X A3 X V V X A A4 X X X A A5 A X A A6 A A A7 X A8

Tabel. Structural Self Interaction Matrix (SSIM) Final yang telah memenuhi Aturan Transivitas Elemen Pelaku Program

(10)

Penentuan tingkat (level) dari setiap sub elemen dilakukan dengan 2 cara, yaitu :

9 berdasarkan rangking yang merajuk pada aspek Driver Power secara

langsung

9 berdasarkan proses iterasi setiap variabel untuk menemukan intersection dari

masing-masing reachability dan antecendent

Iterasi Variabel Reachability Antecendent Intersection Level

i A1 1,2,4,5,6 1,2,4,6,7,8 1,2,4,6 A2 1,2,3,4,5,6,8 1,2,4,5,6,7,8 1,2,4,5,6,8 A3 3,4,5,6,7 2,3,4,7,8 3,7 A4 1,2,3,4,5,6,7 1,2,3,4,5,6,7,8 1,2,3,4,5,6,7,8 I A5 2,4,5,7 1,2,3,4,5,6,7,8 2,4,5,7 I A6 1,2,4,5,6 1,2,3,4,6,7,8 1,2,4,6 A7 1,2,3,4,5,6,7,8 3,4,5,7,8 3,4,5,7,8 A8 1,2,3,4,5,6,7,8 2,7,8 2,7,8

Iterasi Variabel Reachability Antecendent Intersection Level

ii A1 1,2,6, 1,2,6,7,8 1,2,6 II ii A6 1,2,6 1,2,3,6,7,8 1,2,6 II iii A3 3,7 2,3,7,8 3,7 III iv A2 2,8 2,7,8 2,8 IV iv A8 2,7,8 2,7,8 2,7,8 IV v A7 7 7 7 V Penentuan jenjang sub elemen melalui

(11)

Berdasarkan 2 (dua) cara tersebut maka dalam sub elemen pelaku pengelolaan ini diperoleh hasil yang berbeda :

9 cara (1) diperoleh 4 (empat) tingkat hirarki, maka

yang menempati tingkat pertama adalah A5 (Dinas Pengembangan Sumber Daya Air) dengan elemen kunci (key element) adalah A7 (akademisi) dan A8 (masyarakat/LSM)

9 cara (2) diperoleh 5 (lima) tingkat hirarki. Sub

elemen A4 (Dinas Kehutanan) dan A5 (Dinas Pengembangan Sumber Daya Air) menempati tingkat pertama, dengan sub elemen kunci adalah A7 (akademisi).

(12)

No A4 A5 A1 A6 A3 A2 A8 A7 A4 1 1 1 1 1 1 0 1 A5 1 1 0 0 0 1 0 1 A1 1 1 1 1 0 1 0 0 A6 1 1 1 1 0 1 0 0 A3 1 1 0 1 1 0 0 1 A2 1 1 1 1 1 1 1 0 A8 1 1 1 1 1 1 1 1 A7 1 1 1 1 1 1 1 1

Penentuan model struktual dari elemen pelaku

pengelolaan secara detail, maka dilakukan dengan

menyusun dalam suatu tabel

Tabel. Menentukan hubungan antar sub elemen pada setiap

level

Struktur hirarki sub elemen aktor/pelaku pengelolaan DAS yang berkelanjutan

(13)

A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7 A8 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 DR IV ER   POW ER DEPENDENCE Linkage Independent Autonomous Dependent

Diagram Klasifikasi sub elemen pelaku pengelolaan DAS yang berkelanjutan

Keterangan :

A1. BP DAS ; A2. Balai WS;

A3. Dewan SDA; A4. Dinas Kehutanan A5. Dinas PSDA; A6. Forum DAS; A7. Akademisi; A8. Masyarakat/LSM

Klasifikasi :

9 Variabel pelaku dari A1 sampai A7 berada pada Sektor III atau

Linkages (pengait) posisi ini, yang berarti tindak-tindakan dari para pelaku ini akan mendukung keberhasilan dari pengelolaan DAS yang berkelanjutan, sedangkan jika tidak dilakukan tindakan dari para pelaku ini, maka pengelolaan DAS yang berkelanjutan dapat tidak berjalan dengan baik (atau gagal).

9 Variabel A8 (masyarakat/LSM) berada pada Sektor IV atau Independent, yang berarti variabel ini mempunyai kekuatan penggerak (driver power) yang besar, namun mempunyai sedikit ketergantungan terhadap program ini.

9 Pada sektor yang lain (I /

Autonomous dan II /

Dependent) tidak terdapat variabel pelaku, yang berarti tidak ada variabel dalam sub elemen pelaku ini yang tidak terkait dengan sistem serta tidak ada variabel yang sangat tergantung dari input dan tindakan yang diberikan pada sistem.

(14)

B. ELEMEN KEBUTUHAN PROGRAM PENGELOLAAN DAS BERKELANJUTAN

Kode Sub Elemen kebutuhan

B1. Penegakan hukum

B2. Peningkatan luas kawasan lindung

B3. Peningkatan pendapatan masyarakat

B4. Peningkatan pengetahuan dan ketrampilan aparat

B5. Restrukturisasi kelembagaan

B6. Tata Ruang yang tepat

B7. Pemberian insentif dan disinsentif

B8. Peningkatan kesadaran stake holder

B9. Penetapan Pedoman pengelolaan DAS

B10. Pengembangan kearifan lokal

B11. Peningkatan lapangan pekerjaan

(15)

No. B1 B2 B3 B4 B5 B6 B7 B8 B9 B10 B11 B12 DP Rangk ing B1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 0 9 3 B2 1 1 1 1 0 0 1 0 1 1 0 1 8 4 B3 0 0 1 0 1 0 0 0 1 1 0 0 4 6 B4 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 0 9 3 B5 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 10 2 B6 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 10 2 B7 1 0 0 1 0 0 1 0 0 0 1 1 5 5 B8 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 11 1 B9 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 10 2 B10 0 1 1 0 0 0 1 0 0 1 1 0 5 5 B11 0 0 1 0 0 0 1 1 0 0 1 1 5 5 B12 0 1 1 1 0 1 1 0 0 1 1 1 8 4 Dep 7 9 11 7 6 6 10 4 6 10 10 8 Level 5 3 1 5 6 6 2 1 6 2 2 4

Hasil analisis transitivity rule terhadap RM menunjukkan tingkat

konsistensi pendapat dari pakar sebesar 88,8%, yaitu terdapat sejumlah 16 sel yang direvisi, sedangkan jumlah sel keseluruhannya ada 144 sel. Perhitungannya adalah ([(144-16)/144)] x 100% = 88,8%. DENGAN CARA YANG SAMA DENGAN

SUB ELEMEN PELAKU

Tabel. Reachability Matrix (RM) Final Sub Elemen Kebutuhan Pengelolaan DAS berkelanjutan

(16)

Iterasi Variabel Reachability Antecendent Intersection Level i B1 1,2,3,4,5,7,9,10,11 1,2,4,5,7,8,9, 1,2,4,5,7,9 B2 1,2,3,4,7,9,10,12 1,2,4,5,6,8,9,10,12 1,2,4,9,10,12 B3 3,5,9,10 1,2,3,4,5,6,8,9,10,11,12 3,5,9,10 I B4 1,2,3,4,5,6,8,10,11 1,2,4,5,6,7,12 1,2,4,5,6 B5 1,2,3,4,5,6,7,10,11,12 1,3,4,5,6,8 1,3,4,5,6 B6 2,3,4,5,6,7,9,10,11,12 4,5,6,8,9,12 4,5,6,9,12 B7 1,4,7,11,12 1,2,5,6,7,8,9,10,11,12 1,7,11,12 B8 1,2,3,5,6,7,8,9,10,11,12 4,8,9,11 8,9,11 B9 1,2,3,6,7,8,9,10,11,12 1,2,3,6,8,9 1,2,3,6,8,9 B10 2,3,7,10,11 1,2,3,4,5,6,8,9,10,12 2,3,10, B11 3,7,8,11,12 1,4,5,6,7,8,9,10,11,12 7,8,11,12 B12 2,3,4,6,7,10,11,12 2,5,6,7,8,9,11,12 2,6,7,11,12

Iterasi Variabel Reachability Antecendent Intersection Level

ii B11 7,8,11,12 1,4,5,6,7,8,9,10,11,12 7,8,11,12 II iii B7 1,4,7,12 1,2,4,5,6,7,8,9,10,12 1,7,12 III iii B10 2,7,10, 1,2,4,5,6,7,8,9,10,11 2,7,10 III iv B1 1,2,4,5,9, 1,2,4,5,8,9, 1,2,4,5,9 IV iv B2 1,2,4,9,12 1,2,4,5,6,8,9,12 1,2,4,9,12 IV v B6 4,5,6,9,12 4,5,6,8,9,12 4,5,6,9,12 V vi B4 4,5, 4,5,12 4,5, VI vi B5 4,5,8 4,5,8 4,5, VI vi B9 8,9 8,9 8,9 VI vi B12 12 5,8,9,12 12 VI vii B8 8 8 8 VII

Tabel Penentuan jenjang variabel-variabel dalam sub elemen melalui iterasi

Berdasarkan 2 (dua) cara (berdasarkan DP dan iterasi

setiap variabel untuk

menentukan intersection)

tersebut maka dalam sub

elemen kebutuhan

pengelolaan ini diperoleh :

¾ 7 (tujuh) tingkat hirarki.

¾ Pada cara (1) dan (2),

maka yang menempati tingkat pertama adalah

B3 (peningkatan

pendapatan

masyarakat) dengan

elemen kunci (key

element) adalah B8 (peningkatan kesadaran stakeholder).

¾ Namun terdapat

perbedaan pada tingkat hirarki antara ke II – VI.

(17)

Tabel. Menentukan hubungan antar sub elemen pada setiap

level

Struktur hirarki sub elemen KEBUTUHAN untuk pengelolaan DAS yang berkelanjutan

B3 B11 B7 B10 B1 B2 B6 B4 B5 B9 B12 B8 B3 1 0 0 1 0 0 0 0 1 1 0 0 B11 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 1 1 B7 0 1 1 0 1 0 0 1 0 0 1 0 B10 1 1 1 1 0 1 0 0 0 0 0 0 B1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 0 B2 1 0 1 1 1 1 0 1 0 1 1 0 B6 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 B4 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 0 1 B5 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 B9 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 0 B12 1 1 1 1 0 1 1 1 0 0 1 1 B8 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 B1. Penegakan hukum

B2. Peningkatan luas kawasan lindung B3. Peningkatan pendapatan masyarakat

B4. Peningkatan pengetahuan dan ketrampilan aparat B5. Restrukturisasi kelembagaan

B6. Tata Ruang yang tepat

B7. Pemberian insentif dan disinsentif B8. Peningkatan kesadaran stake holder B9. Penetapan Pedoman pengelolaan DAS B10. Pengembangan kearifan lokal

B11. Peningkatan lapangan pekerjaan B12. Teknologi pengelolaan DAS

(18)

B4 B2 B3 B1 B5 B6 B7 B8 B10 B11 B12 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 DR IV ER   PO W ER DEPENDENCE g j Linkage Independent Autonomous Dependent

Diagram Klasifikasi sub elemen kebutuhan untuk pengelolaan DAS yang berkelanjutan

B1. Penegakan hukum

B2. Peningkatan luas kawasan lindung B3. Peningkatan pendapatan masyarakat

B4. Peningkatan pengetahuan dan ketrampilan aparat B5. Restrukturisasi kelembagaan

B6. Tata Ruang yang tepat

B7. Pemberian insentif dan disinsentif B8. Peningkatan kesadaran stake holder B9. Penetapan Pedoman pengelolaan DAS B10. Pengembangan kearifan lokal

B11. Peningkatan lapangan pekerjaan B12. Teknologi pengelolaan DAS

(19)

KLASIFIKASI :

‰ Sub elemen dari B1 (Penegakan hukum), B2 (Peningkatan luas kawasan

lindung), B4 (Peningkatan pengetahuan dan ketrampilan aparat), B5 (Restrukturisasi kelembagaan), B6 (Tata Ruang yang tepat), dan B12

(Teknologi pengelolaan DAS) berada pada Sektor III atau Linkages

(pengait) , yang berarti pemenuhan kebutuhan ini akan mendukung

keberhasilan dari program pengelolaan DAS yang berkelanjutan, sedangkan jika kebutuhan ini tidak dipenuhi, maka pengelolaan DAS yang berkelanjutan dapat tidak berjalan dengan baik (atau gagal).

‰ Sektor II (Dependent) terdapat subelemen B3 (Peningkatan

pendapatan masyarakat), B7 (Pemberian insentif dan disinsentif), B10 (Pengembangan kearifan lokal), dan B11 (Peningkatan lapangan pekerjaan). Variabel-variabel ini sangat tergantung dari input dan tindakan yang diberikan pada sistem.

‰ Sub elemen B8 (peningkatan stakeholder) berada pada Sektor IV atau

Independent, yang berarti variabel ini mempunyai kekuatan penggerak (driver power) yang besar, namun mempunyai sedikit ketergantungan terhadap program ini.

‰ Pada Sektor I / Autonomous tidak terdapat variabel kebutuhan, yang

berarti tidak ada variabel dalam sub elemen kebutuhan ini yang tidak terkait dengan sistem.

(20)

KESIMPULAN

¾

Teknik ISM menghasilkan model struktural sub elemen

dan matrik DP – D untuk menginterprestasikan hirarki

dan keterkaitan antara masing-masing sub elemen - sub

elemen yang dianalisis, yaitu pelaku dan kebutuhan

dalam Program Pengelolaan DAS yang berkelanjutan

¾

Perumusan Program Pengelolaan DAS yang

berkelanjutan dengan elemen-elemen kunci pada

elemen kebutuhan adalah peningkatan kesadaran

stakeholder, sedangkan elemen pelaku yang menjadi

kunci untuk mendukung tercapainya program ini adalah

kalangan akademisi.

(21)

II. METODA

ANALYTICAL

HIRARCHY PROCESS

(AHP)

Studi Kasus :

PEMBUATAN

KEPUTUSAN DALAM

(22)

Latar Belakang

‰ Membahas penerapan metoda Analytical Hirarchy Process (AHP)

dalam pembuatan keputusan dalam manajemen proyek

‰ Seorang pimpinan proyek beserta tim dihadapkan pada masalah

dalam memilih perusahaan/kontraktor untuk melaksanakan proyeknya dengan baik

‰ Sebelum tender dilakukan maka perlu dilakukan prakualifikasi

untuk memilih perusahaan terbaik

‰ Masalah prakualifikasi kontraktor adalah tahapan dalam

pelaksanaan manajemen proyek yang dijadika contoh di dalam makalah ini

‰ Struktur hirarki dibangun untuk memenuhi kriteria prakualifikasi

dan kontraktor yang berkeinginan untuk melakukan proyek harus melalui tahap prakualifikasi

‰ Dengan menerapkan AHP maka kriteria prakualifikasi dapat diprioritaskan dan daftar tingkatan kontraktor yang semakin menurun sesuai prioritas kriteria dapat dibuat untuk memilih kontraktor terbaik dalam rangka pelaksanaan proyek tersebut.

(23)

Saaty (1986) mengembangkan beberapa langkah dalam menerapkan AHP, yaitu :

1. Mendefinisikan masalah dan menentukan tujuannya

2. Struktur hirarki dari puncak (tujuan dari titik pandang pembuat keputusan) sampai ke tingkat menengah (kriteria dimana tingkat selanjutnya bergantung) terhadap tingkat yang biasanya mengandung daftar alternatif)

3. Membuat sebuah matrik perbandingan berpasangan (ukuran nxn) untuk setiap tingkat paling bawah dengan satu matriks untuk setiap elemen dalam tingkat di atasnya dengan menggunakan ukuran skala relatif seperti terlihat pada Tabel 1. Perbandingan berpasangan dilakukan dalam hal elemen yang mana mendominasi terhadap elemen lainnya

(24)

4. Terdapat n(n-1) / penilaian yang diperlukan untuk membangun gugus matriks dalam langkah 3. Kebalikannya secara otomatis diberikan pada setiap perbandingan berpasangan.

5. Sintesis hirarki digunakan untuk pembobotan vektor eigen dengan bobot kriteria-kriteria dan jumlahkan semua entri vektor eigen terbobot yang bersangkutan dengan entri dari tingkat bawah berikutnya.

6. Dengan membuat semua perbandingan berpasangan maka

konsistensi ditentukan dengan menggunakan nilai eigen λmax, untuk menghitung indek konsistensi (CI) sebagai CI=( λ max-n)(n-1), dimana n adalah ukuran matriks. Konsistensi penilaian dapat diuji dengan membuat rasio konsistensi (CR) dari CI dengan nilai yang cocok dengan indeks kosnsistensi acak Tabel 2. CR diterima jika tidak melebihi 0.10. Jika lebih, maka matriks penilaian tidak konsisten. Untuk memperoleh matriks konsistensi maka penilaian harus ditelaah kembali dan ditingkatkan.

(25)

Tabel Skala perbandingan berpasangan untuk preferensi AHP (Saaty, 1986)

Nilai/Rate numerik Penilaian preferensi verbal

9 Preferensi mutlak/Mutlak lebih penting (Extreme) 8 Preferensi sangat kuat sampai mutlak

7 Preferensi sangat kuat/Sangat jelas penting (Very Strong)

6 Preferensi kuat sampai sangat kuat

5 Preferensi kuat/Jelas lebih penting (Strong) 4 Preferensi menengah sampai kuat

3 Preferensi menengah/Sedikit lebih penting (Moderate) 2 Preferensi sama sampah menengah

1 Preferensi sama/Sama penting (Equal)

(26)

Tabel Rata-rata konsistensi acak (R1) (Saaty, 1986) Ukuran Matriks 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Konsistensi Acak 0 0 0,58 0,9 1,12 1,24 1,32 1,41 1,45 1,49

(27)

Tabel 3. Kriteria para kontraktor

Perusahaan Kriteria

Kontraktor A Kontraktor B Kontraktor C Kontraktor D Kontraktor E

Pengalaman 5 tahun 7 tahun 8 tahun 10 tahun 15 tahun

2 proyek yang sama

1 proyek yang sama Bukan proyek yang sama 2 proyek yang sama Bukan proyek yang sama Pengalaman Mendapatkan proyek khusus 1 proyek Internasional Stabilitas Keuangan

Aset 7 M Aset 10 M Aset 14 M Aset 11 M Aset 6 M Laju pertumbuhan

tinggi, tidak ada liabilitas Liabilitas 5,5 M, bagian dari kelompok usaha Liabilitas 6 M Liabilitas 4 M, berhubungan baik dengan bank Liabilitas 1,5 M Kualitas Kinerja

Organisasi baik Organisasi rata-rata Organisasi baik Organisasi baik Organisasi buruk C.M pribadi C.M pribadi C.M tim Reputasi baik Teknis kurang

etis Reputasi baik 2 proyek tertunda Penghargaan

pemerintah

Beberapa sertifikat 1 proyek diakhiri Sertifikat beberapa Program

keselamatan

Reputasi baik Kenaikan biaya dalam beberapa proyek Kualitas rata-rata Program keselamatan QA/QC Program

(28)

Sumber Daya Manusia

Pekerja 150 Pekerja 100 Pekerja 120 Pekerja 90 Pekerja 90 10 keahlian khusus 200 subkontrak Keahlian pekerja

baik

130 subkontrak 260 subkontrak

Tersedia saat puncak beban kerja

25 keahlian khusus Sumber Daya Peralatan 4 mesin mixer, 1 ekskavator, 15 mesin lain 6 mesin mixer,1 ekskavator, 1 buldoser,20 mesin lain, 15 000 sf steel formwork 1 batching plant, 2 truk, 2 mesin mixer,1 ekskavator,1 buldoser,16 mesin lain, 17000 sf baja fomwork 4 mesin mixer, 1 ekskavator, 9 mesin lain 2 mesin mixer, 10 mesin lainnya, 2000 sf baja, formwork, 6000 sf kayu formwork Beban kerja saat ini 1 proyek besar berakhir

2 proyek berakhir 1 proyek menengah mulai 2 proyek besar berakhir 2 proyek kecil dimulai 2 proyek pertengahan (1 menengah + 1 kecil) 1 besar +1 menengah) 2 proyek berakhir ( 1 besar + 1 menengah 1 proyek menengah di pertengahan 3 proyek berarkhir ( 2 kecil + 1 menengah)

(29)

Sesuai dengan prosedur AHP yang digambarkan dalam bagian 3 maka hirarki

masalah dapat dibangun seperti pada gambar dibawah

Gambar Hirarki permasalahan memilih kontraktor yang cocok dalam prakulifikasi pelaksanaan proyek

(30)

Untuk tahap 3, pembuat keputusan harus menunjukkan preferensi atau

prioritas untuk setiap alternatif keputusan dalam hal bagaimana berkontribusi

terhadap masing-masing kriteria seperti pada Tabel dibawah...

Tabel Matriks perbandingan berpasangan untuk aspek pengalaman

Pengalaman A B C D E A 1 1/3 1/2 1/6 2 B 3 1 2 1/2 4 C 2 1/2 1 1/3 3 D 6 2 3 1 7 E 1/2 1/4 1/3 1/7 1 Σ 12,50 4,08 6,83 2,14 17

(31)

Berikutnya dapat dilakukan secara manual atau dengan

perangkat lunak AHP, seperti E

xpert Choice:

9

Sintesa matriks perbandingan berpasangan

9

Menghitung vektor prioritas untuk kriteria seperti pengalaman

9

Menghitung rasio konsistensi

9

Menghitung

λ

max

9

Menghitung indeks konsistensi,

CI

9

Memilih nilai yang tepat dari rasio konsistensi acak

9

Menguji konsistensi matriks perbandingan berpasangan, apakah

perbandingan pembuat keputusan telah konsisten atau tidak.

(32)

Pengalaman A B C D E Vektor Prioritas A 0,08 0,082 0,073 0,078 0,118 0,086 B 0,24 0,245 0,293 0,233 0,235 0,249 C 0,16 0,122 0,146 0,155 0,176 0,152 D 0,48 0,489 0,439 0,466 0,412 0,457 E 0,04 0,061 0,049 0,066 0,059 0,055 Σ =0,999

λmax=5,037, CI=0,00925, RI=1,12, CR=0,0082 < 0,1 OK

(33)

Expert Choice

Untuk Pemilihan Kontraktor Berdasarkan Aspek

(34)

Dengan menduga rasio konsistensi sebagai berikut...

⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ = ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ + ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ + ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ + ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ + ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ 276 , 0 312 , 2 766 , 0 259 , 1 431 , 0 1 7 3 4 2 055 , 0 7 / 1 1 3 / 1 2 / 1 6 / 1 457 , 0 3 / 1 3 1 2 2 / 1 152 , 0 4 / 1 2 2 / 1 1 3 / 1 249 , 0 2 / 1 6 2 3 1 086 , 0

Dengan membagi semua elemen dari matriks jumlah terboboti dengan elemen

vektor prioritas masing-masing diperoleh...

018 , 5 055 , 0 276 , 0 ... 059 , 5 457 , 0 312 , 2 ... 039 , 5 152 , 0 766 , 0 ... 056 , 5 249 , 0 259 , 1 ... 012 , 5 086 , 0 431 , 0 = = = = =

Lalu dihitung rata-rata dari nilai ini untuk memperoleh

λ

max...

037 , 5 5 ) 018 , 5 059 , 5 039 , 5 056 , 5 012 , 5 ( max = + + + + =

λ

Lalu dihitung indeks konsistensi, CI sebagai berikut...

00925

,

0

1

5

5

037

,

5

1

max

=

=

=

n

n

CI

λ

(35)

Dengan memilih nilai yang tepat dari rasio kosistensi acak, RI, untuk ukuran

matriks 5 dengan mengunakan Tabel 2, didapat RI=1,12. Lalu dihitung rasio

konsistensi CR...

0082 , 0 12 , 1 00925 , 0 = = CR

(36)

Dengan cara yang sama maka matriks

perbandingan berpasangan dan matriks

vektor prioritas untuk kriteria lainnya didapat

(37)

Matriks Perbandingan Berpasangan dan Hasil

Expert Choice

Untuk Prioritas

Pemilihan Kontraktor Berdasarkan Stabilitas Keuangan

Stabilitas Keuangan A B C D E Vektor Prioritas A 1 6 3 2 7 0,425 B 1/6 1 1/4 1/2 3 0,088 C 1/3 4 1 1/3 5 0,178 D 1/2 2 3 1 7 0,268 E 1/7 1/3 1/5 1/7 1 0,039 Σ =0,998

(38)

Matriks Perbandingan Berpasangan dan Hasil Expert Choice Untuk Prioritas Pemilihan

Kontraktor Berdasarkan Kualitas Kinerja

Kualitas Kerja A B C D E Vektor Prioritas

A 1 7 1/3 2 8 0,269 B 1/7 1 1/5 1/4 4 0,074 C 3 5 1 4 9 0,461 D 1/2 4 1/4 1 6 0,163 E 1/8 1/4 1/9 1/6 1 0,031 Σ =0,998

(39)

Sumber Daya Manusia A B C D E Vektor Prioritas A 1 1/2 1/4 2 5 0,151 B 2 1 1/3 5 7 0,273 C 4 3 1 4 6 0,449 D 1/2 1/5 1/4 1 2 0,081 E 1/5 1/7 1/6 1/2 1 0,045 Σ =0,999

λmax=5,24, CI=0,059, RI=1,12, CR=0,053 < 0,1 OK

Matriks Perbandingan Berpasangan dan Hasil Expert Choice Untuk Prioritas Pemilihan

(40)

Sumber Daya Peralatan A B C D E Vektor Prioritas A 1 1/6 1/8 2 3 0,084 B 6 1 1/4 5 7 0,264 C 8 4 1 9 9 0,556 D 1/2 1/5 1/9 1 2 0,057 E 1/3 1/7 1/9 1/2 1 0,038 Σ =0,999

λmax=5,28, CI=0,071 RI=1,12, CR=0,063 < 0,1 OK

Matriks Perbandingan Berpasangan dan Hasil Expert Choice Untuk Prioritas Pemilihan

(41)

Beban Kerja A B C D E Vektor Prioritas A 1 1/5 1/3 3 3 0,144 B 5 1 5 6 6 0,537 C 3 1/5 1 2 2 0,173 D 1/3 1/6 1/2 1 2 0,084 E 1/3 1/6 1/2 1/2 1 0,062 Σ =0,999

λmax=5,40, CI=0,10, RI=1,12, CR=0,089 <0,1 OK

Matriks Perbandingan Berpasangan dan Hasil Expert Choice Untuk Prioritas Pemilihan

(42)

Untuk matriks perbandingan alternatif keputusan juga digunakan

prosedur perbandingan berpasangan yang sama terhadap gugus

prioritas untuk semua

enam kriteria

dalam hal pentingnya

masing-masing berkontribusi terhadap tujuan.

Tabel pada

slide

selanjutnya selanjutnya menunjukkan matriks

perbandingan berpasangan dan matriks vektor prioritas untuk

(43)

Pengalaman Stabilitas keuangan Kualitas kinerja sumber Daya manusia sumber daya peralatan beban kerja saat ini Vektor Prioritas Pengalaman 1 2 3 6 6 5 0,372 stabilitas keuangan 1/2 1 3 6 6 5 0,293 kualitas kinerja 1/3 1/3 1 4 2 3 0,156 sumber daya manusia 1/6 1/6 1/4 1 4 1/2 0,053 sumber daya peralatan 1/6 1/6 1/4 1/2 1 1/4 0,039

beban kerja saat

ini 1/5 1/5 1/3 2 4 1 0,087

Σ =1,00

λmax=6,31, CI=0,062, RI=1,24, CR=0,05 < 0,1 OK

Matriks Perbandingan Berpasangan dan Hasil Expert Choice Untuk Prioritas Pemilihan

(44)
(45)

Tabel Matriks Prioritas Untuk Prakualifikasi Kontraktor Pengalaman (0,372) stabilitas keuangan (0,293) kualitas kinerja (0,156) sumber daya manusia (0,053) sumber daya peralatan (0,039) beban kerja saat ini (0,087) Vektor Prioritas keseluruhan A 1 2 3 6 6 5 0,222 B 1/2 1 3 6 6 5 0,201 C 1/3 1/3 1 4 2 3 0,241 D 1/6 1/6 1/4 1 4 1/2 0,288 E 1/6 1/6 1/4 1/2 1 1/4 0,041 Σ =1,00

Dari Tabel diatas nilai yang terbesar didapat oleh kontraktor D.

Sehingga

untuk

permasalahan

prakualifikasi

seluruh

kontraktor dapat dirangking sesuai dengan prioritasnya

adalah D, C, A, B dan E.

Sehingga KONTRAKTOR D adalah kontraktor yang

layak untuk mengerjakan proyek

(46)

Pengelolaan suatu proyek melibatkan situasi pembuatan

keputusan yang kompleks yang memerlukan kemampuan

berfikir yang logis dan suatu metoda untuk membuat

keputusan

yang tepat. Makalah

ini

telah

membahas

penerapan AHP sebagai metoda pembuatan keputusan yang

mempertimbangkan

kriteria

mejemuk.

Contoh

yang

dipaparkan adalah masalah prakualifikasi kontraktor dalam

mengikuti tender dari suatu proyek. Prakualifikasi kontraktor

melibatkan berbagai kriteria dan prioritas yang harus diambil

dan ditentukan oleh pemilik proyek yang menentukan

persyaratan dan preferensi untuk karakteristik kontraktor yang

akan menjalankan proyek.

(47)

Gambar

TABEL SSIM  Elemen Pelaku Program Pengelolaan DAS  yang berkelanjutan (3 pakar dan agregat)
Tabel  Penentuan jenjang variabel-variabel dalam sub elemen  melalui iterasi
Diagram Klasifikasi sub elemen kebutuhan  untuk pengelolaan DAS yang berkelanjutan
Tabel Rata-rata konsistensi acak (R1) (Saaty, 1986) Ukuran Matriks 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Konsistensi Acak 0 0 0,58 0,9 1,12 1,24 1,32 1,41 1,45 1,49
+5

Referensi

Dokumen terkait

Kajian ini berkisar komitmen pelajar dan pensyarah di kampus antaranya ialah komitmen pelajar terhadap pemakaian kad matrik universiti, komitmen pensyarah memperuntukkan masa bagi

Sifat fisik bahan hasil pertanian merupakan faktor yang sangat penting dalam menangani masalah-masalah yang berhubungan dengan merancang suatu alat khusus untuk suatu

Bahan Hukum Tersier, sedangkan bahan hukum tersier pada penelitian ini adalah berupa artikel yang berhubungan dengan tindak pidana pencabulan. anak yang berasal dari

Rory, merupakan sosok hantu anak kecil yang terlihat memang tidak menganggu, tetapi justru malah ingin membantu dan mencoba memberitahu tentang kejahatan apa yang

Gambar 3- Kromatogram Gas Eugenol pada Sampel Minyak Atsiri Bunga Cengkeh dari Daerah di Maluku. Gambar 4-Kromatogram Gas Eugenol pada Sampel Minyak Atsiri Bunga

“Analisis Pngaruh Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar, Inflasi, Jumlah Uang Beredar (M2) Terhadap Dana Pihak Ketiga (DPK), Serta implikasinya Pada Pembiayaan Mudharabah

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melaksanakan penerapan mobilisasi untuk mempercepat turunnya tinggi fundus uteri dengan melakukan Asuhan keperawatan Ny.N pada

Famili yang paling banyak ditemukan pada lokasi penelitian yaitu Hypnaceae sebanyak enam jenis, diikuti Polytrichaceae, Dicranaceae, sebanyak lima jenis,