• Tidak ada hasil yang ditemukan

Optimasi Pupuk Nitrogen, Fosfor, dan Kalium pada Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) Belum Menghasilkan Umur Dua Tahun

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Optimasi Pupuk Nitrogen, Fosfor, dan Kalium pada Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) Belum Menghasilkan Umur Dua Tahun"

Copied!
66
0
0

Teks penuh

(1)

1

OPTIMASI PUPUK NITROGEN, FOSFOR DAN KALIUM

PADA KELAPA SAWIT (

Elaeis guineensis

Jacq.) BELUM

MENGHASILKAN UMUR DUA TAHUN

EGA FAUSTINA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

1

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Optimasi Pupuk Nitrogen, Fosfor, dan Kalium pada Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Belum Menghasilkan Umur Dua Tahun adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2015 Ega Faustina

A252130311

(4)

2

RINGKASAN

EGA FAUSTINA. Optimasi Pupuk Nitrogen, Fosfor, dan Kalium pada Kelapa Sawit (Elaeis guneensis Jacq.) Belum Menghasilkan Umur Dua Tahun. Dibimbing oleh SUDRADJAT dan SUPIJATNO.

Pemupukan merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam meningkatkan pertumbuhan vegetatif tanaman kelapa sawit umur dua tahun. Kegiatan pemupukan dapat meningkatkan ketersediaan unsur hara dalam tanah yang sangat dibutuhkan tanaman. Salah satu jenis pupuk yang dapat dijadikan alternatif untuk meningkatkan kesuburan tanah adalah pupuk anorganik tunggal. Tujuan dari penelitian ini adalah (1) mempelajari pengaruh pupuk N, P, K pada tanaman kelapa sawit umur dua tahun, dan (2) menentukan dosis pupuk, N, P, K yang optimal pada tanaman kelapa sawit umur dua tahun.

Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Pendidikan dan Penelitian Kelapa Sawit Jonggol IPB-Cargill, Kecamatan Jonggol, Kabupaten Bogor pada bulan April 2014 sampai dengan Maret 2015. Penelitian terdiri dari tiga macam percobaan yaitu: (1) percobaan optimasi pupuk nitrogen yang terdiri dari 5 taraf: 0, 316, 632, 948, 1 264 g N tanaman-1 tahun-1, (2) percobaan optimasi pupuk fosfor yang terdiri dari 5 taraf: 0, 226, 453, 679, 905 g P2O5 tanaman-1 tahun-1, dan (3) percobaan optimasi pupuk kalium yang terdiri dari 5 taraf: 0, 384, 768, 1 152, 1 536 g K2O tanaman-1 tahun-1. Setiap percobaan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan satu faktor dan tiga ulangan.

Hasil percobaan optimasi pupuk N menunjukkan bahwa pupuk N memberikan pengaruh terhadap tinggi tanaman, jumlah pelepah, lingkar batang, dan kerapatan stomata secara kuadratik. Namun pupuk N memberikan pengaruh terhadap kadar hara N daun secara linier. Dosis optimum pupuk nitrogen adalah 879 g N tanaman-1 untuk tanaman kelapa sawit belum menghasilkan umur dua tahun. Hasil percobaan optimasi pupuk P menunjukkan bahwa pupuk P memberikan pengaruh terhadap jumlah pelepah, lingkar batang, luas daun, jumlah klorofil, dan kerapatan stomata secara kuadratik. Namun pupuk P memberikan pengaruh terhadap kadar hara P daun secara linier. Dosis optimum pupuk fosfor adalah 604 g P2O5 tanaman-1 untuk tanaman kelapa sawit belum menghasilkan umur dua tahun. Hasil percobaan optimasi terhadap pupuk K menunjukkan bahwa pupuk K memberikan pengaruh terhadap jumlah pelepah, lingkar batang, luas daun, dan kerapatan stomata secara kuadratik. Dosis optimum pupuk kalium adalah 972 g K2O tanaman-1 untuk tanaman kelapa sawit belum menghasilkan umur dua tahun.

(5)

3

SUMMARY

EGA FAUSTINA. Optimizing of Nitrogen, Phosphorus, and Pottasium Fertilizer on Two Years Old of Oil Palm (Elaeis guineensis Jacq.). Supervised by SUDRADJAT and SUPIJATNO

Fertilization is the one of the important factors to increase the vegetative growth of the two years old of oil palm. Fertilization can increase the availability of nutrition that needed by the plant. The one type of fertilizer that can be used as an alternative to improve soil fertility is single anorganic fertilizer. The purposes of this research were (1) to study the effect of N, P, K fertilizer on two years old plant of oil palm and (2) to determine the optimum rate of N, P, K fertilizer on two years old plant of oil palm.

The researchs were conducted at IPB-Cargill Teaching Farm of Oil Palm, Jonggol, Bogor from April 2014 to March 2015. This research consisted of three experiment namely: (1) optimization of nitrogen fertilizer rate, there were five levels of N fertilizer rate: 0, 316, 632, 948, 1 264 g plant-1 year-1 (2) optimization of phosphorus fertilizer rate, there were five levels of phosphorus fertilizer rate: 0, 226, 453, 679, 905 g P2O5 plant-1 year-1, and (3) optimization of pottasium fertilizer rate, there were five levels of pottasium fertilizer rate: 0, 384, 768, 1 152, 1 536 g K2O plant-1 year-1. Each experimentations consisted of single factor using randomized block design with three replications.

The result showed that nitrogen fertilizer increased quadratically plant height, frond production, stem girth, and number of stomata, but nitrogen fertilizer increased linierly leaf nutrient content. The optimum rate of nitrogen was 879 g N plant-1 year-1 for two years old of oil palm. Phosphorus fertilizer increased quadratically frond production, stem girth, leaf area of 17th frond, leaf chlorophyll, number of stomata, and phosphorus fertilizer increased linierly leaf nutrient content. The optimum rate of phosphorus was 604 g P2O5 plant-1 year-1 for two years old of oil palm. Pottasium fertilizer increased quadratically frond production, stem girth, leaf area of 17th frond, and number of stomata. The optimum rate of pottasium fertilizer was 972 g K2O plant-1 year-1 for two years old of oil palm.

(6)

4

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

5

OPTIMASI PUPUK NITROGEN, FOSFOR, DAN KALIUM

PADA KELAPA SAWIT (

Elaeis guineensis

Jacq.) BELUM

MENGHASILKAN UMUR DUA TAHUN

EGA FAUSTINA

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Agronomi dan Hortikultura

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)

6

(9)

7 Judul Tesis : Optimasi Pupuk Nitrogen, Fosfor, dan Kalium pada Kelapa Sawit

(Elaeis guineensis Jacq.) Belum Menghasilkan Umur Dua Tahun Nama : Ega Faustina

NIM : A252130311

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Dr Ir Sudradjat, MS Ketua

Dr Ir Supijatno, MSi Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Agronomi dan Hortikultura

Dr Ir Maya Melati, MS, MSc

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(10)

8

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga tesis dengan judul Optimasi Pupuk Nitrogen, Fosfor dan Kalium pada Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Belum Menghasilkan Umur Dua Tahun berhasilkan diselesaikan.

Penulis menyampaikan terima kasih kepada :

1. Dr Ir Sudradjat, MS dan Dr Ir Supijatno, MSi selaku komisi pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu, memberikan saran, kritik, bimbingan dan arahan kepada penulis selama penelitian dan penulisan tesis. 2. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi atas beasiswa yang diberikan selama

menempuh S2.

3. Dr Ir Maya Melati, MS, MSc selaku Ketua Program Studi Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian IPB atas arahan selama menyelesaikan studi S2.

4. Dr Ir Ade Wachjar, MS selaku penguji luar komisi atas masukan dan saran yang telah diberikan.

5. Ayahanda Maryadi dan Ibunda Rusminingsih serta Kakanda Adhi Wirawan, dan Achmad Syauqi atas segala doa, perhatian, dukungan, bantuan, dan kasih sayang yang diberikan selama ini.

6. Manager kebun serta seluruh staf Kebun Pendidikan dan Penelitian Kelapa Sawit Jonggol IPB-Cargill yang telah banyak membantu selama percobaan di lapangan.

7. Adinda Nurul Huda, Ratih Rahuttami, dan Putri Irene Kanny, teman seperjuangan selama penelitian hingga tesis ini selesai.

8. Feni Shintarika, Hidayat Saputra, Irwan Siallagan, dan Yan Sukmawan, peneliti kelapa sawit TBM I yang telah banyak memberi masukan mengenai penelitian dan penyelesaian tesis.

Penulis berharap semoga tesis ini dapat memberikan manfaat dan ilmu pengetahuan bagi pihak yang membutuhkan.

Bogor, Agustus 2015

(11)

1

Morfologi dan Syarat Tumbuh Tanaman Kelapa Sawit 3

Pemupukan Kelapa Sawit TBM II 4

Nitrogen 5

Waktu dan Tempat Penelitian 8

Metodologi Penelitian 8

Percobaan 1. Optimasi Pupuk Nitrogen pada Kelapa Sawit TBM II 15

Tanggapan Morfologi tanaman 16

Tanggapan Fisiologi Tanaman 20

Penentuan Optimasi Dosis Nitrogen 22

Neraca Hara 23

Kadar Hara Nitrogen dalam Tanah 24

Percobaan 2. Optimasi Pupuk Fosfor pada Kelapa Sawit TBM II 25

Tanggapan Morfologi Tanaman 26

Tanggapan Fisiologi Tanaman 29

Penentuan Optimasi Dosis Fosfor 31

Neraca Hara 32

Kadar Hara Fosfor dalam Tanah 33

Percobaan 3. Optimasi Pupuk Kalium pada Kelapa Sawit TBM II 34

Tanggapan Morfologi tanaman 34

(12)

2

Penentuan Optimasi Dosis Kalium 40

Naraca Hara 41

Kadar Hara Kalium dalam Tanah 41

Pembahasan Umum 42

1. Rekomendasi Dosis Pemupukan Kelapa Sawit TBM II (Pupuk Tunggal) 9 2. Dosis perlakuan pupuk nitrogen pada kelapa sawit belum

menghasilkan tahun kedua 9

3. Dosis perlakuan pupuk fosfor pada kelapa sawit belum

menghasilkan tahun kedua 10

4. Dosis perlakuan pupuk kalium pada kelapa sawit belum

menghasilkan tahun kedua 11

5. Rekapitulasi hasil sidik ragam pengaruh pupuk nitrogen terhadap

peubah morfologi dan fisiologi pada tanaman kelapa sawit TBM II 16 6. Tinggi tanaman kelapa sawit TBM II pada berbagai dosis pupuk nitrogen 16 7. Jumlah pelepah kelapa sawit TBM II pada berbagai dosis pupuk nitrogen 17 8. Lingkar batang kelapa sawit TBM II pada berbagai dosis pupuk nitrogen 17 9. Panjang pelepah ke-17 kelapa sawit TBM II pada berbagai dosis

pupuk nitrogen 18

10. Luas daun pelepah ke-17 kelapa sawit TBM II pada berbagai dosis

pupuk nitrogen 18

11. Tingkat kehijauan daun, kerapatan stomata dan laju fotosintesis tanaman kelapa sawit TBM II pada berbagai dosis pupuk nitrogen 20 12. Sidik ragam uji korelasi antara peubah morfologi dan fisiologi

pada optimasi pupuk nitrogen kelapa sawit TBM II umur 24 BST 21 13. Kadar N kelapa sawit TBM II pada berbagai dosis pupuk nitrogen 22 14. Persamaan regresi dosis optimum pupuk nitrogen pada kelapa sawit

TBM 1I 23

15. Neraca hara nitrogen pada perlakuan dosis pupuk 948 g N tanaman-1 24

16. Kadar hara nitrogen dalam tanah 24

17. Rekapitulasi sidik ragam pengaruh pupuk fosfor terhadap

peubah morfologi dan fisiologi pada tanaman kelapa sawit TBM II 25 18. Tinggi tanaman kelapa sawit TBM II pada berbagai dosis pupuk fosfor 26 19. Jumlah pelepah kelapa sawit TBM II pada berbagai dosis pupuk fosfor 26 20. Lingkar batang kelapa sawit TBM II pada berbagai dosis pupuk fosfor 27

(13)

3 21. Panjang pelepah ke-17 kelapa sawit TBM II pada berbagai dosis

pupuk fosfor 27

22. Luas daun pelepah ke-17 kelapa sawit TBM II pada berbagai dosis

pupuk fosfor 28

23. Tingkat kehijauan daun, kerapatan stomata dan laju fotosintesis tanaman kelapa sawit TBM II pada berbagai dosis pupuk fosfor 30 24. Sidik ragam uji korelasi antara peubah morfologi dan fisiologi

pada optimasi pupuk fosfor kelapa sawit TBM II umur 24 BST 30 25. Kadar P kelapa sawit TBM II pada berbagai dosis pupuk fosfor 31 26. Persamaan regresi dosis optimum pupuk fosfor pada kelapa sawit TBM 1I 32 27. Neraca hara pada perlakuan dosis pupuk 679 g P2O5 tanaman-1 33

28. Kadar hara fosfor dalam tanah 33

29. Rekapitulasi sidik ragam pengaruh pupuk kalium terhadap

peubah morfologi dan fisiologi pada tanaman kelapa sawit TBM II 34 30. Tinggi tanaman kelapa sawit TBM II pada berbagai dosis pupuk kalium 35 31. Jumlah pelepah kelapa sawit TBM II pada berbagai dosis pupuk kalium 35 32. Lingkar batang kelapa sawit TBM II pada berbagai dosis pupuk kalium 36 33. Panjang pelepah ke-17 kelapa sawit TBM II pada berbagai dosis pupuk

kalium 36

34. Luas daun pelepah ke-17 kelapa sawit TBM II pada berbagai dosis

pupuk kalium 37

35. Tingkat kehijauan daun, kerapatan stomata dan laju fotosintesis tanaman kelapa sawit TBM II pada berbagai dosis pupuk kalium 38 36. Sidik ragam uji korelasi antara peubah morfologi dan fisiologi

pada optimasi pupuk kalium kelapa sawit TBM II umur 24 BST 39 37. Kadar K kelapa sawit TBM II pada berbagai dosis pupuk kalium 39 38. Persamaan regresi dosis optimum pupuk kalium pada tanaman

39. kelapa sawit TBM 1I 40

40. Neraca hara kalium perlakuan dosis 1 152 g K2O tanaman-1 41

41. Kadar Hara Kalium dalam Tanah 41

42. Perbandingan dosis rekomendasi dengan dosis optimum kelapa sawit

TBM II 42

DAFTAR GAMBAR

1. Kurva persamaan regresi parameter tinggi tanaman (a), lingkar batang

(b), dan jumlah pelepah (c) pada berbagai dosis pupuk nitrogen 24 BST 19 2. Kurva persamaan regresi jumlah pelepah (a), lingkar batang (b),

dan luas daun pelepah ke-17 (c) pada berbagai dosis pupuk fosfor

24 BST 29

3. Kurva persamaan regresi panjang pelepah ke-17 (a), lingkar batang (b), dan luas daun pelepah ke-17 (c) pada berbagai dosis pupuk kalium

24 BST 37

(14)

4

DAFTAR LAMPIRAN

1. Hasil analisis sampel tanah awal 49

2. Kriteria sifat kimia tanah 50

3. Hasil analisis pupuk anorganik pada penelitian kelapa sawit TBM II 50 4. Rata-rata curah hujan, hari hujan, suhu dan kelembaban udara

April 2014-Maret 2015 51

(15)

1

1.

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Permintaan pasar terhadap minyak kelapa sawit semakin tinggi. Hal ini dibuktikan dengan semakin meningkatnya konsumsi terhadap minyak sawit di Indonesia setiap tahun (Pusdatin 2014). Situasi tersebut menjadi tantangan baik untuk perkebunan besar maupun perkebunan rakyat guna meningkatkan produktivitas dan memaksimalkan potensi perkebunannya. Terdapat perbedaan yang cukup signifikan antara produktivitas kelapa sawit perkebunan besar dengan perkebunan rakyat. Perkebunan rakyat produksinya relatif lebih rendah. Hal ini karena manajemen pupuk yang kurang efektif (Webb et al. 2011). Hasil kelapa sawit yang optimal dan berkelanjutan hanya dapat dicapai dengan menerapkan teknologi manajemen pupuk yang baik (Goh dan Hardter 2003).

Pupuk anorganik adalah satu jenis pupuk yang dapat dijadikan alternatif untuk meningkatkan kesuburan tanah. Pupuk anorganik banyak digunakan karena memiliki keunggulan jumlah unsur hara yang lebih banyak dan kemudahan dalam pengangkutannya di lapangan. Pupuk anorganik juga memiliki keunggulan lebih cepat tersedia bagi tanaman dibandingkan dengan pupuk organik. Namun kelebihan dosis pupuk anorganik dapat mengakibatkan kerugian akibat biaya produksi yang meningkat dan mengakibatkan pencemaran lingkungan (Tarmizi dan Tayeb 2006).

Penggunaan pupuk kimia yang berjalan lama, dilakukan secara intensif, dan cenderung dalam jumlah yang berlebihan akan mencemari tanah dan air, menurunkan tingkat kesuburan tanah, dan mengakibatkan ketergantungan petani secara ekonomi dan sosial (Udiyani dan Setiawan 2003). Kekurangan pupuk mengakibatkan produksi menurun sehingga mengakibatkan kerugian bagi petani. Penentuan dosis pupuk secara tepat dapat dilakukan dengan melakukan penelitian dan analisis hara terhadap jaringan tanaman maupun pemantauan terhadap morfologi tanaman (Webb et al. 2011). Analisis daun dan tanah akan membantu dalam mengetahui keseimbangan hara serta dalam mengidentifikasi kekurangan atau kelebihan dosis pupuk yang diberikan (Tarmizi dan Tayeb 2006).

(16)

2

tanaman, lingkar batang, jumlah pelepah, jumlah klorofil, dan luas daun pelepah ke-9 pada kelapa sawit TBM I (Shintarika 2014). Pemberian pupuk nitrogen dan fosfor di pembibitan utama, dapat meningkatkan jumlah daun dan diameter batang (Sudradjat et al. 2014a). Unsur kalium juga penting dalam pertumbuhan tanaman karena berperan dalam pengangkutan hasil fotosintesis, mengaktifkan enzim, ketahanan terhadap penyakit, serta berperan terhadap jumlah dan ukuran tandan buah (Haris dan Nazari 2011). Pupuk kalium mampu meningkatkan tinggi tanaman, lingkar batang, jumlah pelepah, jumlah klorofil, kerapatan stomata, dan kadar K daun pada kelapa sawit TBM I. Percobaan optimasi pupuk nitrogen, fosfor, dan kalium pada kelapa sawit TBM I, menghasilkan dosis optimum pupuk nitrogen 346 ± 60 g N tanaman-1, pupuk fosfor 318 ± 50 g P2O5 tanaman-1, dan pupuk kalium 515 ± 56 g K2O tanaman-1 (Shintarika 2014).

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk :

1. Mempelajari pengaruh pemupukan nitrogen, fosfor, dan kalium terhadap pertumbuhan morfologi dan peubah fisiologi tanaman kelapa sawit TBM II; 2. Menentukan dosis optimum nitrogen, fosfor, dan kalium untuk tanaman

kelapa sawit TBM II;

Manfaat Penelitian

Budidaya kelapa sawit memerlukan pemupukan yang sangat intensif guna meningkatkan produktivitas. Namun untuk mengetahui dosis pemupukan yang tepat, diperlukan pengujian mengenai optimasi pemupukan dilahan tersebut, sehingga pemupukan yang dilakukan lebih efektif. Penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi tentang dosis optimum pupuk nitrogen, fosfor, dan kalium untuk kelapa sawit TBM II yang dapat digunakan sebagai dosis rekomendasi untuk perkebunan rakyat.

2. TINJAUAN PUSTAKA

Potensi Kelapa Sawit

(17)

3 sawit mentah (Pleanjai et al. 2007). Perkebunan kelapa sawit cukup ramah lingkungan karena dengan biomassa 36 ton tahun-1, mampu menyerap CO2 sebesar 25 ton tahun-1 dan mengubahnya menjadi O2 sebanyak 18 ton tahun-1 (Ditjenbun 2012).

Luas areal kelapa sawit di Indonesia semakin meningkat. Pada tahun 2013 luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia mencapai 10.01 juta hektar dengan pertumbuhan rata-rata 11.51% tahun-1. Perkebunan besar swasta menguasai 54.35% total produksi minyak sawit Indonesia, sedangkan perkebunan rakyat sebesar 36.80% dan perkebunan besar negara sebesar 8.85% (Pusdatin 2014). Konsumsi minyak sawit dalam negeri juga cenderung meningkat setiap tahun, dengan tingkat konsumsi mencapai 1.56 juta ton pada tahun 2013. Menurut Pusat Data dan Informasi Pertanian (2014), pada tahun 2016 proyeksi permintaan minyak sawit di Indonesia mencapai 3.68 juta ton, dan terus meningkat hingga mencapai 4.26 juta ton pada tahun 2019.

Indonesia menempati posisi pertama sebagai negara penghasil CPO terbesar di dunia dan melonjak naik menjadi eksportir minyak kelapa sawit terbesar di dunia pada tahun 2008 dengan jumlah ekspor mencapai 14.29 juta ton (Pusdatin 2014). Sedangkan pada tahun 2014, ekspor dan produksi minyak sawit di Indonesia meningkat menjadi 22.3 juta ton dan 33 juta ton tahun-1 (USDA 2015).

Morfologi dan Syarat Tumbuh Tanaman Kelapa Sawit

Tanaman kelapa sawit adalah tanaman tahunan yang mampu berproduksi hingga umur 25 tahun. Kelapa sawit dewasa memiliki tinggi mencapai 24 meter. Tanaman kelapa sawit yang masih muda memiliki batang yang terdiri dari kumpulan pangkal pelepah daun yang terbungkus oleh serabut. Batang sebenarnya baru akan terbentuk ketika tanaman telah menghasilkan (TM). Jumlah pelepah daun yang dihasilkan tiap tahun dapat mencapai 20-30 pada umur 2-4 tahun (Corley dan Tinker 2003). Menurut Sudradjat et al. (2014b), pertambahan jumlah pelepah pada TBM I berkisar antara 2-3 bulan-1 pada curah hujan cukup (> 100 mm) dan dapat menurun drastis menjadi 1 pelepah bulan-1 pada curah hujan rendah (< 100 mm).

Kelapa sawit memiliki akar serabut yang terdiri dari akar primer dan sekunder. Akar primer berdiameter 5-10 mm mengarah ke bawah sedangkan akar sekunder yang merupakan cabang dari akar primer berdiameter 1-4 mm dan mampu tumbuh ke atas dan ke bawah. Akar yang mengarah ke atas dapat mencapai permukaan tanah sedangkan yang tubuh ke bawah dapat menembus hingga kedalaman beberapa meter (Corley dan Tenker 2003).

(18)

4

al. 2007). Dalam kondisi yang optimum, bunga akan muncul di setiap akil pelepah daun. Jenis lokus genetik yang digunakan untuk penentuan jenis kelamin bunga tidak diketahui. Jenis kelamin bunga juga ditentukan oleh faktor lingkungan (Adam et al 2011).

Buah kelapa sawit terdiri dari tiga lapisan yaitu eksoskarp yang merupakan bagian kulit buah berwarna kemerahan dan licin, mesoskarp yang merupakan serabut buah, dan endoskarp yang merupakan cangkang pelindung inti. Perkembangan buah terus terjadi dari waktu anthesis sampai 100 hari atau lebih setelah anthesis. Kernel yang berupa cairan lama-lama mengental setelah 100 hari anthesis. Embrio matang setelah 70-80 hari, namun pengisian minyak mesoskarp dimulai dari 120 hari setelah anthesis sampai buah lepas dari tandan (Corley dan Tenker 2003).

Tanaman kelapa sawit memerlukan curah hujan 2 000-2 500 mm tahun-1 dan tersebar merata sepanjang tahun. Air mempunyai peran yang penting dalam pertumbuhan tanaman kelapa sawit. Semakin tinggi nilai indeks sensitivitas (IS) maka semakin tinggi kandungan air dalam jaringan (Palupi dan Dedywiryanto, 2008). Sedangkan temperatur optimal tanaman kelapa sawit berkisar antara 22-23oC, ketinggian tempat yang ideal antara 1-400 m di atas permukaan laut (dpl) dengan kemiringan lahan 0-12o (Sunarko 2012). Tingkat keasaman (pH) yang optimum 4-6. Kelapa sawit menghendaki tanah yang gembur, subur, datar, berdrainase baik dan memiliki lapisan solum cukup dalam (lebih dari 75 cm). Penyebab kerontokan bunga serta penentuan jenis kelamin bunga dipengaruhi oleh kelembaban tanah pada rentan waktu 9-11 bulan atau 22-23 bulan sebelum panen (Keong dan Keng 2012).

Pemupukan Kelapa Sawit TBM II

Pupuk merupakan salah satu sarana produksi yang penting dalam kegiatan produksi tanaman, namun dalam aplikasinya harus memperhatikan tingkat efisiensi atau penghematan. Pemupukan pada tanaman kelapa sawit merupakan aspek yang penting untuk mewujudkan produktivitas yang optimal. Pemupukan tanaman kelapa sawit dilakukan pada 3 tahap perkembangan tanaman, yaitu pada tahap pembibitan, TBM dan TM. Kandungan hara dalam jaringan daun kelapa sawit berpengaruh terhadap hasil, serta dapat digunakan untuk menentukan kebutuhan pupuk tanaman. Analisis hara daun harus diintegrasian dengan analisis tanah, karena terhambatnya penyerapan salah satu nutrisi bisa disebabkan oleh kekurangan nutrisis lain (Ilori et al. 2014).

(19)

5 membentuk bunga dan buah secara maksimal dan sempurna untuk kemudian dapat dipanen.

Hara yang terkandung dalam tubuh tanaman dapat dimobilisasi apabila kandungan hara dalam tanah tidak mencukupi. Berkurangnya hara tanaman dapat disebabkan oleh kurangnya pasokan hara dari tanah akibat pencucian dan pemangkasan daun (Corley dan Tinker 2003). Beberapa hara yang sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman kelapa sawit adalah nitrogen, fosfor, dan kalium. Tiap-tiap hara tersebut dibutuhkan dalam jumlah yang berbeda dan disalurkan ke berbagai bagian tanaman (akar, batang, daun, tandan buah). Setiap hara memegang perannya masing-masing namun semua sama pentingnya untuk pembentukan biomassa dan minyak. Pemenuhan hara pada tanaman kelapa sawit sangat penting karena kekurangan hara walau dalam jangka pendek sekali pun akan mengakibatkan penurunan hasil (Goh dan Hardter 2003).

Pemberian hara pada tanaman dapat dilakukan dengan cara pemupukan. Pupuk terdiri dari pupuk organik dan anorganik (kimia), sedangkan anorganik terbagi atas pupuk kimia alami dan pupuk kimia buatan. Unsur yang paling dominan adalah N, P, dan K (Suri et al. 2013). Fotosintat yang dihasilkan tanaman melalui proses fotosintesis dipengaruhi oleh kandungan dan peranan unsur N, P, K serta unsur hara mikro. Dengan demikian penambahan unsur-unsur melalui pemupukan dapat meningkatkan proses fotosintesis tanaman (Gusniwati et al. 2012).

Nitrogen

Unsur hara nitrogen diperlukan dalam jumlah banyak dan berguna bagi pertumbuhan tanaman antara lain meningkatkan kehijauan daun (chlorophyl) yang mempunyai peranan sangat panting dalam proses fotosintesis, mempercepat pertumbuhan tanaman dan menambah kandungan protein tanaman (Dewanto et al. 2013). Salah satu sumber pupuk nitrogen adalah urea. Pemberian urea yang direkomendasikan adalah dengan metode broadcast atau ditebarkan secara merata di piringan (Zakaria dan Tarmizi 2007). Pupuk nitrogen dapat hilang dalam bentuk amonium (NH4+) atau nitrat (NO3-). NO3- dalam larutan tanah meningkat secara signifikan dalam waktu 75 hari setelah aplikasi pupuk. Sedangkan konsentrasi NH4+ diatas 30 cm kedalaman tanah, menurun 33% setelah 45 hari aplikasi pupuk (Tung et al. 2009).

Unsur hara N yang bergerak menuju permukaan akar melalui mekanisme aliran massa sekitar 98.8 % (Marschner 2012). Pemberian pupuk N dilakukan dalam piringan yang telah disiangi. Penambahan pupuk urea dapat mengurangi atau meniadakan imobilisasi N sehingga kebutuhan N tanaman tercukupi (Sugiyanta et al. 2008). Nitrogen merupakan unsur yang mendukung dalam meningkatkan kehijauan daun. Kandungan klorofil merupakan tempat berlangsungnya fotosintesis, sehingga jumlah klorofil yang tinggi akan menyediakan cukup energi bagi tanaman untuk dapat tumbuh secara optimal (Suharno et al. 2007).

(20)

6

akan ditranslokasikan ke daun-daun muda. Pertumbuhan tanaman akan lambat dan terlihat kerdil. Gejala kahat terlihat pertama kali pada daun-daun tua, daun berwarna hijau pucat, dan kemudian akan menjadi kuning pucat atau kuning cerah (klorosis), dan selanjutnya akan mengalami nekrosis. Keracunan N dapat mengakibatkan penurunan hasil dan tanaman menjadi rentan terhadap serangan hama penyakit. Kelebihan N juga dapat menginduksi kahat Boron (B) dan white stripe. Aplikasi N yang berlebihan dapat mengakibatkan pencemaran air tanah dan air sungai melalui run off dan leaching (Goh dan Hardter 2003).

Fosfor

Fosfor adalah unsur yang esensial dari asam nukleat yang terlibat dalam penyimpanan dan pemindahan informasi genetik. Pergerakan hara P menuju akar 93% melalui mekanisme difusi, 2% melalui intersepsi akar dan sisanya 5% melalui proses aliran massa (Marschner 2012). Menurut Law et al. (2012) pupuk P memberikan efek seragam pada semua pertumbuhan genotipe kelapa sawit, namun pupuk P rentan terhadap erosi dan aliran permukaan.

Menurut hasil penelitian Shintarika (2014), pemberian pupuk P berpengaruh terhadap klorofil secara nyata yang berkorelasi positif dengan tinggi tanaman dan lingkar batang tanaman kelapa sawit pada umur 12 BSP. Menurut Goh dan Hardter (2003), kahat P dalam tanaman menyebabkan pertumbuhan ratio akar terhadap pucuk lebih besar, hal ini karena proporsi asimilat untuk pertumbuhan akar yang dialokasikan lebih besar dibandingkan dengan pucuk sehingga terjadi persaingan nutrisi yang lebih ketat di tajuk yang dapat menyebabkan berkurangnya inisiasi bunga, aborsi bunga dan batang berbentuk piramida. Disisi lain daun menjadi hijau tua dan pendek serta pertumbuhan tanaman terhambat.

Kelebihan pasokan P oleh aplikasi pupuk juga berdampak buruk karena dapat mengakibatkan tingkat P terlalu tinggi dalam akar, sehingga dapat menekan pertumbuhan dan menghambat penyerapan dan translokasi mikronutrien seperti Cu, Zn dan Fe. Pupuk fosfor diaplikasikan pada tanaman muda (< 3 tahun setelah tanam) dengan menebarkannya di piringan yang telah disiangi hingga bersih (Goh dan Hardter 2003).

Kalium

Kalium diperlukan dalam jumah banyak karena penting sebagai penyusunan kandungan minyak serta jumlah dan ukuran tandan. K juga berperan dalam proses fotosintesis, karena secara langsung meningkatkan pertumbuhan dan laju asimilasi CO2 serta meningkatkan translokasi hasil fotosintesis ke organ yang membutuhkan (sink) (Haris dan Nazari 2011).

(21)

7 osmoregulasi tanaman (buka tutup stomata) dan fungsi lainnya yang terkait toleransi terhadap stres air. Apabila pasokan K cukup, penurunan kegiatan fotosintesis dalam kondisi kekeringan atau stres salinitas dapat berkurang (Goh dan Hardter 2003). Menurut Shintarika (2014), pemberian pupuk K juga dapat meningkatkan kadar K daun sebesar 27.05% pada jaringan daun pelepah ke-9 pada tanaman kelapa sawit TBM I.

Kekurangan unsur K ditandai dengan pertumbuhan yang tidak optimal, penurunan turgor daun, dan kerentanan tanaman terhadap stres air dan penyakit. Pupuk kalium dapat diterapkan sepanjang tahun bahkan dalam kondisi kering. Aplikasi pupuk K pada kondisi yang sangat basah harus dihindari karena dapat terjadi pencucian. Aplikasi pupuk K dilakukan dengan cara menebarkan pupuk secara merata pada piringan (Goh dan Hardter 2003). Menurut Von Uexküll dan Fairhurst (1991) konsentrasi K yang optimum pada pelepah ke-17 untuk tanaman kelapa sawit muda kurang dari enam tahun setelah pindah tanam adalah sekitar 1.1-1.3% sedangkan batas kritisnya 1%.

Optimasi Pupuk

Uji optimasi pemupukan dilakukan guna menentukan rekomendasi dosis pemupukan yang tepat. Uji optimasi dapat dilakukan dengan melihat peubah morfologi maupun fisiologi tanaman. Menurut Siallagan et al. (2014) Dosis optimum dapat diperoleh dengan cara menurunkan persamaan regresi kurva kuadratik pada parameter morfologi tanaman yang berpengaruh nyata, sedangkan menurut Sudradjat et al. (2014a) dosisi optimum dapat dilihat dari peubah morfologi yang paling responsif. Analisis hara dalam daun dapat digunakan untuk menentukan status gizi dalam tanaman kemudian membandingkannya dengan penampakan fisik. Selain dengan mengamati peubah morfologi dan fisiologi tanaman, penetapan rekomendasi pemupukan juga dapat dilakukan dengan melakukan analisis hara dalam tanah. Analisis tanah dan analisis jaringan dapat memberikan dasar penentuan dosis pupuk. Meskipun pada akhirnya tanaman akan berinteraksi dengan banyak faktor dan dapat memberikan hasil yang tidak terprediksi (Fairhurst dan Mutert 1999).

(22)

8

3.

METODE

Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanaman kelapa sawit jenis Tenera varietas Dami Mas umur 13 bulan, pupuk urea dengan kadar 42,15% sebagai sumber N, pupuk SP-36 dengan kadar P2O5 34,84% sebagai sumber P dan pupuk KCL dengan kadar K2O 51,19% sebagai sumber K (Lampiran 3).

Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain label plastik, alat tulis, meteran, gunting, pralon pengukur tinggi tanaman, timbangan digital, SPAD-502 plus chlorophyll meter, Li Cor 6400, kamera digital, oven, mikroskop cahaya, kaca preparat, blender, dan spektrofotometer.

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Blok 1 Kebun Pendidikan dan Penelitian Kelapa Sawit Jonggol IPB-Cargill, Kecamatan Jonggol, Kabupaten Bogor dengan ketinggian berkisar antara 113 m di atas permukaan laut. Analisis pupuk, tanah, serta jaringan daun dan pelepah sawit dilakukan di Laboratorium Pengujian, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan bulan April 2014 sampai dengan Maret 2015.

Metodologi Penelitian

(23)

9 Tabel 1 Rekomendasi Dosis Pemupukan Kelapa Sawit TBM II (Pupuk Tunggal)

Sumber: Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) (2007).

Percobaan 1

Optimasi Pupuk Nitrogen pada Kelapa Sawit TBM II

Percobaan ini menggunakan Rancangan satu faktor yang disusun dalam lingkungan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan tiga ulangan. Dosis pupuk nitrogen yang digunakan untuk tanaman kelapa sawit TBM II pada percobaan ini adalah 632 g nitrogen tanaman-1 tahun-1. Tabel aplikasi dosis pupuk nitrogen pada masing-masing taraf dalam penelitian ini dapat ditunjukkan pada Tabel 2.

Tabel 2 Dosis perlakuan pupuk nitrogen pada kelapa sawit belum menghasilkan tahun kedua

Perlakuan Dosis Pupuk Nitrogen

(g tanaman-1 tahun-1)

Kontrol 0

0.5 316

1 632

1.5 948

2 1 268

Model linier yang digunakan pada percobaan optimasi pupuk nitrogen adalah sebagai berikut :

Yij = µ + βj+τi+ εij

Keterangan : i : 1, 2, 3, 4, 5 j : 1, 2, 3

Yij : Pengamatan pada perlakuan dosis pemupukan nitrogen taraf ke-i dan kelompok ke-j

µ : Rataan umum

βj : Pengaruh kelompok ke-j

τi : Pengaruh perlakuan dosis pemupukan nitrogen taraf ke-i

εij : Pengaruh acak pada perlakuan dosis pemupukan nitrogen taraf ke-i dan kelompok ke-j

Uraian Dosis Pupuk(g tanaman

-1

tahun-1)

Nitrogen P2O5 K2O

(24)

10

Percobaan 2

Optimasi Pupuk Fosfor pada Kelapa Sawit TBM II

Percobaan ini menggunakan Rancangan satu faktor yang disusun dalam lingkungan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan tiga ulangan. Dosis pupuk fosfor yang digunakan untuk tanaman kelapa sawit TBM II pada percobaan ini adalah 453 g P2O5 tanaman-1 tahun-1. Tabel aplikasi dosis pupuk fosfor pada masing-masing taraf dalam penelitian ini dapat ditunjukkan pada Tabel 3.

Tabel 3 Dosis perlakuan pupuk fosfor pada kelapa sawit belum menghasilkan tahun kedua

Perlakuan Dosis Pupuk Fosfor

(g P2O5 tanaman-1 tahun-1)

Kontrol 0

0.5 226

1 453

1.5 679

2 905

Model linier yang digunakan pada percobaan optimasi pupuk fosfor adalah sebagai berikut :

Yij = µ + βj+τi+ εij

Keterangan : i : 1, 2, 3, 4, 5 j : 1, 2, 3

Yij : Pengamatan pada perlakuan dosis pemupukan fosfor taraf ke-i dan kelompok ke-j

µ : Rataan umum

βj : Pengaruh kelompok ke-j

τi : Pengaruh perlakuan dosis pemupukan fosfor taraf ke-i

εij : Pengaruh acak pada perlakuan dosis pemupukan fosfor taraf ke-i dan kelompok ke-j

Percobaan 3

Optimasi Pupuk Kalium pada Kelapa Sawit TBM II

(25)

11

Model linier yang digunakan pada percobaan optimasi pupuk kalium adalah sebagai berikut :

Yij = µ + βj+τi+ εij

Keterangan : i : 1, 2, 3, 4, 5 j : 1, 2, 3

Yij : Pengamatan pada perlakuan dosis pemupukan kalium taraf ke-i dan kelompok ke-j

µ : Rataan umum

βj : Pengaruh kelompok ke-j

τi : Pengaruh perlakuan dosis pemupukan kalium taraf ke-i

εij : Pengaruh acak pada perlakuan dosis pemupukan kalium taraf ke-i dan kelompok ke-j sama sisi. Tanaman sawit sebelumnya telah terlebih dahulu diberikan pupuk dasar sebanyak 60 kg pupuk organik lubang-1, 500 g Rock Phospate lubang-1, dan 250 g dolomit lubang-1 pada saat tanam.

Pembuatan piringan dilakukan sebelum aplikasi pemupukan dengan ukuran diameter 3 meter. Pembuatan piringan dilakukan untuk membersihkan gulma di sekitar tanaman yang akan digunakan sebagai tempat aplikasi pupuk.

Perlakuan Aplikasi Pupuk

(26)

12

diaplikasikan pada jarak 60-80 cm dari batang tanaman dengan cara disebar secara merata di atas permukaan tanah.

Pemeliharaan

Penyiangan dilakukan secara rutin dengan interval menyesuaikan pertumbuhan gulma yang tumbuh di piringan. Pengendalian hama dan penyakit bergantung serangan di lapangan. Kastrasi dilakukan sampai umur 18 bulan setelah tanam di lapangan dengan interval setiap bulan. Cara aplikasinya yaitu dengan cara membuang semua bakal bunga dan buah yang sudah muncul.

Pengamatan

Respon Morfologi Tanaman

Pengamatan terhadap komponen pertumbuhan morfologi dilakukan setiap bulan dari bulan April 2014 sampai dengan Maret 2015 terhadap peubah-peubah sebagai berikut:

Tinggi tanaman (cm). Perhitungan tinggi tanaman diukur dari batas pangkal batang yang menyentuh tanah hingga daun termuda yang membuka sempurna yang ditegakkan dengan menggunakan meteran yang telah dimodifikasi dengan pipa pralon.

Jumlah pelepah (helai). Penghitungan jumlah pelepah ialah dihitung jumlah daun yang sebagian atau seluruhnya telah membuka sempurna atau yang ujung bagian atas daun telah mekar.

Lingkar batang (cm). Pengertian lingkar batang pada penelitian ini adalah kumpulan dari pelepah daun yang masih terbungkus oleh serabut. Pengukuran menggunakan meteran diukur ±20 cm dari atas permukaan tanah atau kumpulan pelepah yang masih terbungkus serabut dibagian atas buah apabila sudah berbuah.

Panjang pelepah ke-17 (cm). Panjang pelepah diukur dari pangkal pelepah yang

menyatu dengan batang sampai dengan ujung pelepah ke-17 menggunakan meteran.

Luas daun ke-17 (m2). Pengukuran luas daun dilakukan pada pelepah daun ke-17

dari ujung pertama setelah daun tombak. Daun termuda yang telah membuka sempurna atau sebagian atau yang ujung daunnya telah mekar ditetapkan sebagai daun pertama. Luas daun dihitung dengan rumus (Sutarta dan Darmosarkoro 2007):

Luas daun = x 2n x k Keterangan:

p : panjang anak daun (cm) l : lebar anak daun (cm)

(27)

13

Respon Fisiologi Tanaman

Pengamatan terhadap komponen fisiologi tanaman dilakukan terhadap peubah-peubah sebagai berikut:

Kerapatan stomata . Pengamatan dilakukan sebanyak dua kali yaitu pada 18 dan

24 BST. Pengamatan kerapatan stomata dilakukan dengan cara mengoleskan selulosa asetat (cat kuku bening) pada permukaan bawah daun sekitar 2 x 2 cm pada pagi hari kemudian dibiarkan mengering. Setelah mengering kemudian diisolasi dengan isolasi bening pada permukaan daun yang telah diolesi cat kuku. Permukaan daun yang diisolasi, ditekan agar cat kuku tersebut menempel sempurna. Setelah cat kuku menempel sempurna pada isolasi, isolasi kemudian dilepaskan dan ditempelkan pada kaca preparat. Selanjutnya stomata diamati di bawah mikroskop elektron dengan perbesaran 40 kali. Kerapatan stomata dapat dihitung dengan rumus:

r : jari-jari bidang pandang (0.25 mm dengan perbesaran 40 x 10)

Tingkat kehijauan daun. Pengukuran tingkat kehijauan daun dilakukan dua kali,

yaitu pada 18 dan 24 BST. Pengamatan diukur menggunakan alat SPAD-502 plus chlorophyll meter. Alat ini menampilkan kehijauan dan jumlah relatif molekul klorofil yang terdapat di dalam daun berdasarkan jumlah cahaya yang ditransmisikan oleh daun. Pengukuran dilakukan dengan cara meletakkan sampel daun di titik alat pembaca pada SPAD, kemudian tombol pembaca tersebut ditekan. Pengukuran dilakukan pada tiga titik (pangkal, tengah dan ujung) yang berjarak ± 5 cm dari tepi daun.

Laju fotosintesis (mmol CO2/m2/det). Laju fotosintesis diamati dengan

menggunakan Li-Cor 6400. Mekanismenya dengan menjepitkan bagian tengah anak daun pada anak daun bagian tengah pelepah ke-17. Pengukuran laju fotosintesis dilakukan pada saat matahari telah terik atau ± pk.12.00 siang.

(28)

14

Analisis Tanah

Analisis kandungan hara pada tanah dilakukan pada 24 BST. Contoh tanah diambil dari tiga kedalaman, yaitu 0-20 cm, 20-40 cm dan 40-60 cm. Sampel tanah diambil dengan cara membuat lubang sedalam 60 cm pada beberapa titik sampel. Tanah pada masing-masing kedalaman kemudian dikompositkan. Tanah yang telah dikompositkan kemudian dioven hingga mencapai berat konstan kemudian diuji kadar N, P, Knya di laboratorium. Pengamatan ini ditujukan untuk mengetahui status hara pada masing-masing lapisan tanah dan pola pergerakannya dalam tanah.

Neraca Hara (N, P dan K)

Neraca hara dihitung pada akhir penelitian, yaitu pada 24 BST terhadap kontrol dan perlakuan terbaik di masing-masing percobaan. Perhitungan meliputi sumber hara (kandungan hara tanah sebelum pemupukan dan hara pupuk), recovery nutrient (kandungan hara tanah akhir dan hara yang diserap tanaman), efisiensi pemupukan, dan jumlah pupuk yang tidak terukur. Adapun rumusnya sebagai berikut:

1. Kadar hara total tanah awal = kadar hara analisis tanah awal (%) x bobot

kering tanah awal (g).

2. Kadar hara pupuk (g) = kadar hara pupuk (%) x bobot pupuk sesuai perlakuan (g)

3. Tanah akhir (g) = kadar hara analisis tanah akhir (%) x bobot kering tanah akhi (g)

4. Kadar hara tanam (g) = kadar hara jaringan pelepah dan anak daun ke- 17 (%) x bobot kering jaringan (g).

dengan rata-rata pertambahan jumlah pelepah daun tanaman-1 pada kelapa sawit TBM II

a : kadar hara pupuk (g)

b : kadar hara tanaman (g)

Analisis Data

(29)

15

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum

Tanaman kelapa sawit TBM II yang digunakan telah berumur 13 bulan setelah pindah tanam. Pada analisis tanah awal bulan Maret 2013, sebelum pindah tanam di lapangan, karakteristik tanah pada lokasi penelitian memiliki tekstur cenderung liat dan masam, dengan nilai C-organik sedang, nitrogen total rendah, fosfor tersedia rendah, dan kalium cenderung sedang (Shintarika 2014). Sifat tanah dan penggolongan kandungan unsur hara dilokasi penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1 dan 2. Berdasarkan hasil tanah tersebut penerapan pupuk N, P, dan K sangat dianjurkan guna memenuhi kebutuhan hara tanaman.

Penyerapan pupuk yang optimal oleh tanaman bergantung pada ketersediaan air. Berdasarkan data curah hujan diketahui bahwa curah hujan dari bulan April 2014 sampai dengan Maret 2015 mencapai 2 695 mm dengan rata-rata suhu mencapai 26-32 0C. Curah hujan yang ada cukup mewakili syarat tumbuh tanaman sawit. Namun curah hujan tersebut tidak merata sepanjang tahun. Kondisi suhu juga tergolong relatif tinggi untuk tanaman kelapa sawit. Pada bulan Agustus 2014 sampai dengan Oktober 2014, curah hujan di Jonggol cenderung rendah yaitu kurang dari 80 mm. Hal ini mengakibatkan beberapa parameter menjadi tidak berbeda nyata. Curah hujan berpengaruh terhadap peubah morfologi tanaman seperti jumlah pelepah ( Sudradjat et al. 2014b).

Percobaan 1

Optimasi Pupuk Nitrogen pada Kelapa Sawit TBM II

(30)

16

Tabel 5 Rekapitulasi hasil sidik ragam pengaruh pupuk nitrogen terhadap peubah morfologi dan fisiologi pada tanaman kelapa sawit TBM II

Waktu Pengamatan KD: kehijauan daun; F: laju fotosintesis; KN: kadar hara N daun

Tanggap Morfologi Tanaman

Tinggi Tanaman

Percobaan optimasi pupuk nitrogen memberikan hasil yang nyata kuadratik pada parameter tinggi tanaman 24 BST. Tinggi tanaman dapat meningkat 8.75% pada perlakuan dosis nitrogen 948 g tanaman-1 tahun-1, dibanding dengan kontrol. Respon tinggi tanaman kelapa sawit TBM II pada berbagai dosis pupuk nitrogen dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Tinggi tanaman kelapa sawit TBM II pada berbagai dosis pupuk nitrogen Dosis N (g) Tinggi Tanaman (cm)

(31)

17

Jumlah Pelepah

Percobaan optimasi pupuk nitrogen memberikan hasil yang sangat nyata kuadratik pada parameter jumlah pelepah setiap bulannya. Jumlah pelepah meningkat 32.85% pada perlakuan dosis pupuk N 1 268 g tanaman-1 tahun-1 dibanding dengan kontrol pada 24 BST. Hasil ini menunjukkan bahwa parameter jumlah pelepah memberikan respon yang sangat baik pada peningkatan dosis pupuk N. Respon jumlah pelepah kelapa sawit TBM II pada berbagai dosis pupuk N dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Jumlah pelepah kelapa sawit TBM II pada berbagai dosis pupuk nitrogen

Dosis N (g) Jumlah Pelepah

Keterangan : ¢ : uji polynomial ortogonal; Q: kuadratik; **: berbeda nyata pada taraf 1%; BST: bulan setelah tanam.

Lingkar Batang

Pengaruh peningkatan dosis pupuk N terhadap parameter lingkar batang menunjukkan hasil yang sangat nyata kuadratik pada 22 BST dan menunjukkFan hasil yang nyata kuadratik pada 24 BST. Peningkatan yang cukup signifikan terjadi pada perlakuan dosis pupuk 948 g tanaman-1 tahun-1, dimana pada dosis tersebut lingkar batang meningkat 9.06% dibanding dengan kontrol pada 24 BST. Respon lingkar batang kelapa sawit TBM II pada berbagai dosis pupuk nitrogen dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Lingkar batang kelapa sawit TBM II pada berbagai dosis pupuk nitrogen

Dosis N (g) Lingkar Batang (cm)

(32)

18

Panjang Pelepah ke-17

Percobaan optimasi pupuk N kurang memberikan dampak terhadap panjang pelepah tanaman. Hal ini bisa dilihat dari hasil uji statistik yang tidak menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan pada parameter pada 24 BST. Perbedaan nyata linier hanya terjadi pada 16 dan 20 BST. Respon panjang pelepah kelapa sawit TBM II pada berbagai dosis pupuk nitrogen dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9 Panjang pelepah ke-17 kelapa sawit TBM II pada berbagai dosis pupuk nitrogen

Dosis N (g) Panjang Pelepah ke-17 (cm)

14 BST 16 BST 18 BST 20 BST 22 BST 24 BST

Keterangan : ¢ : uji polynomial ortogonal; L: linier; Q: kuadratik;*: berbeda nyata pada taraf 5%; tn: tidak nyata; BST: bulan setelah tanam.

Luas Daun Pelepah ke-17

Berdasarkan hasil uji statistik, tidak ditemukan adanya perbedaan yang cukup signifikan pada parameter luas daun. Hasil yang tidak berpengaruh nyata ditemukan pada 14 BST hingga 24 BST. Hal ini menunjukkan bahwa dosis pupuk N hingga 1 268 g tanaman-1 tahun-1 belum mampu meningkatkan luas daun pada tanaman kelapa sawit TBM II. Respon luas daun kelapa sawit TBM II pada berbagai dosis pupuk nitrogen dapat dilihat pada Tabel 10

Tabel 10 Luas daun pelepah ke-17 kelapa sawit TBM II pada berbagai dosis pupuk nitrogen

Dosis N (g) Luas Daun Pelepah ke-17 (m

2

Keterangan : ¢ : uji polynomial ortogonal; tn: tidak nyata; BST: bulan setelah tanam.

(33)

19 tinggi tanaman, lingkar batang, dan jumlah pelepah pada 24 BST, terdapat korelasi yang sangat nyata positif antara tinggi tanaman dengan jumlah pelepah (0.684), tinggi tanaman dengan lingkar batang (0.771), dan jumlah pelepah dengan lingkar batang (0.837) (Tabel 12). Unsur nitrogen yang tercukupi dengan baik akan mendukung tanaman untuk dapat tumbuh dengan baik. Unsur nitrogen membantu dalam meningkatkan aktifitas fotosintesis daun (Suharno et al. 2007) sehingga asimilat yang dihasilkan optimum. Ketersediaan asimilat yang cukup, dapat meningkatkan pertumbuhan morfologi (tinggi tanaman, lingkar batang dan jumlah pelepah) secara optimal.

Gambar 1 Kurva persamaan regresi parameter tinggi tanaman (a), lingkar batang (b), dan jumlah pelepah (c) pada berbagai dosis pupuk nitrogen 24 BST

Tanggap Fisioogis Tanaman

Tingkat Kehijauan Daun, Kerapatan Stomata, dan Laju Fotosintesis

(34)

20

fotosintesis daun 18 BST. Tingkat kehijauan daun yang relatif sama menunjukkan hasil laju fotosintesis yang juga sama. Percobaan N memberikan pengaruh yang nyata pada kerapatan stomata 24 BST. Kerapatan stomata yang tinggi akan membantu meningkatkan aktifitas tanaman dalam melakukan pertukaran gas (CO2 dan O2). Aktifitas buka tutup stomata dipengaruhi oleh keadaan lingkungan (suhu, ketersediaan air, ketersediaan unsur kalium). Namun kerapatan stomata yang rendah dapat berpotensi untuk menurunkan kerentanan terhadap defisit air (Lestari 2006), hal ini sesuai dengan pernyataan Mc Cree dan Davis (1994) bahwa kerapatan stomata berhubungan dengan ketahanan tanaman terhadap kekeringan. Respon jumlah klorofil, kerapatan stomata dan laju fotosintesis tanaman kelapa sawit TBM II pada berbagai dosis pupuk nitrogen dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11 Tingkat kehijauan daun, kerapatan stomata dan laju fotosintesis tanaman

kelapa sawit TBM II pada berbagai dosis pupuk nitrogen

Dosis N (g)

Keterangan : ¢ : uji polynomial ortogonal; Q: kuadratik;*: berbeda nyata pada taraf 5%; tn: tidak nyata; BST: bulan setelah tanam.

(35)

21 Tabel 12 Sidik ragam uji korelasi antara peubah morfologi dan fisiologi pada

optimasi pupuk nitrogen kelapa sawit TBM II umur 24 BST

Peubah TT JP LB KS KN JP: jumlah pelepah. LB: lingkar batang. KS: kerapatan stomata. KN: kadar hara N

Kadar Hara Daun

Penentuan titik optimum atau kritis hara dalam jaringan tanaman dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain umur pelepah, umur tanaman, kelembaban tanah, kadar nutrisi ion kompetitif lain, jarak tanaman dan persaingan antara tanaman, sehingga pada akhirnya konsentrasi kritis hara daun harus ditentukan pada masing-masing lingkungan agroekologi dengan memperhatikan kondisi tanah dan iklim setempat (Fairhurst dan Mutert 1999). Kadar nitrogen jaringan daun pelepah ke-17 pada 18 BST memberikan hasil yang signifikan dengan pola quadratik, sedangkan pada 24 BST terdapat beda nyata namun polanya linier. Pola linier pada pupuk N yang terkandung dalam jaringan tanaman pada umur 24 BST menandakan bahwa dosis pupuk N sampai dengan dosis tertinggi yang diterapkan masih terus meningkatkan kadar N dalam jaringan tanaman. Konsentrasi N yang optimum pada pelepah ke-17 untuk tanaman kelapa sawit muda kurang dari enam tahun setelah pindah tanam adalah sekitar 2.6-2.9%, sedangkan batas kritisnya adalah 2.5% (Von Uexküll dan Fairhurst 1991; Ochs dan Olivin 1977). Pada 24 BST kandungan hara N dalam jaringan tanaman masih di bawah titik kritis dan cenderung lebih sedikit dibanding dengan 18 BST.

(36)

22

1970). Selain itu faktor pemberian pupuk kedua yang belum lama (November) juga dapat menyebabkan akar tanaman belum menyerap pupuk secara optimal sehingga kadar hara di daun masih tergolong rendah. Interval pemberian pupuk pada penelitian ini dilakukan dua kali dalam satu tahun. Hal ini mengakibatkan unsur pemupukan tidak efisien dibanding dengan pemberian pupuk tiga kali dalam satu tahun karena apabila curah hujan tinggi maka pupuk yang tercuci akan lebih banyak. Kadar hara kelapa sawit TBM II pada berbagai dosis pupuk nitrogen dapat dilihat pada Tabel 13

Tabel 13 Kadar N kelapa sawit TBM II pada berbagai dosis pupuk nitrogen

Dosis N (g) Kadar N (%)

18 BST 24 BST

0 1.76 1.90

316 2.25 2.22

632 2.74 2.11

948 2.81 2.31

1 268 2.70 2.38

Pola Respon ¢ Q* L**

Keterangan : ¢ : uji polynomial ortogonal; L: linier; Q: kuadratik;*: berbeda nyata pada taraf 5%; **: berbeda nyata pada taraf 1%; tn: tidak nyata; BST: bulan setelah tanam.

Penentuan Optimasi Dosis Nitrogen

(37)

23 Tabel 14 Persamaan regresi dosis optimum pupuk nitrogen pada kelapa sawit TBM 1I

Peubah Umur (BST) Persamaan R2 Dosis Optimum

Keterangan : BST: bulan setelah tanam.

Neraca Hara

Perhitungan neraca hara dilakukan pada perlakuan optimum (948 g) di 24 BST. Perhitungan hanya melibatkan tanaman bagian tajuk (pelepah dan daun). Bobot kering bagian atas tanaman dihitung menggunakan rumus DWfrond = 1.147 +

2.135* DWrachis (Aholoukpe et al. 2013). Berdasarkan perhitungan neraca hara

(38)

24

kelapa sawit TBM I yang hanya mencapai 36.2% (Shintarika 2014). Tanaman yang sudah semakin dewasa. akarnya lebih kokoh sehingga mampu menyerap unsur hara lebih banyak. Tanaman (pelepah dan daun) selama tahun kedua telah menyerap 435.83 g N. Pupuk yang tidak terukur sebesar 35.55 %. Pupuk ini bisa berada pada jaringan tanaman yang lain, dijerap tanah atau hilang karena pencucian air hujan. Kehilangan N yang terbesar adalah melalui leaching dan denitrifikasi (80%) (Havlin et al. 2005). Hasil perhitungan neraca hara pada perlakuan dosis pupuk 948 g N tanaman-1 dapat dilihat pada Tabel 15.

Tabel 15 Neraca hara nitrogen pada perlakuan dosis pupuk 948 g N tanaman-1

Uraian Kadar Hara Nitrogen

Pupuk yang tidak terukur (%) 35.55

Neraca hara nitrogen yang dilakukan dalam periode waktu tertentu dapat digunakan sebagai acuan yang berkelanjutan karena nilai tersebut dapat mengarahkan pada efisiensi pengelolaan dan konservasi lingkungan (Samekto 2011).

Kadar Hara Nitrogen dalam Tanah

Analisis tanah dilakukan pada perlakuan optimum dengan mengambil 3 titik kedalaman yaitu kedalaman 0-20, 20-40, dan 40-60 cm. Analisis tanah dilakukan pada perlakuan dosis pupuk 948 g tanaman-1. Berdasarkan analisis hara N total dalam tanah pada percobaan nitrogen, kadar hara N total pada kedalaman 0-20 cm sebesar 0.2%. Kadar N total menurun drastis pada kedalaman 20-40 cm. Hal ini diduga karena hara tercuci masuk ke dalam tanah semakin dalam dan terakumulasi pada kedalaman 40-60 cm sehingga kadar N total pada kedalaman tanah 40-60 cm mencapai 0.23%. Pergerakan hara N total dalam tanah dapat dilihat pada Tabel 16.

Tabel 16 Kadar hara nitrogen dalam tanah

Kedalaman Tanah (cm) Kadar N (%)

Kontrol 948 g N tanaman-1

0-20 0.15 0.20

20-40 0.14 0.10

(39)

25 Pencucian merupakan faktor utama hilangnya N. Nitrogen dapat hilang dalam bentuk amonium (NH4+) atau nitrat (NO3-) (Tung et al. 2009). Partikel tanah tidak mampu menahan N dalam bentuk nitrat dengan baik karena tanah dan nitrat bermuatan sama (negatif). Nitrat dapat bergerak dengan mudah besama air di dalam tanah. Tingkat pencucian sendiri dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain drainase, curah hujan, jumlah nitrat di dalam tanah, dan serapan tanaman (Johnson et al. 2005).

Percobaan 2

Optimasi Pupuk Fosfor pada Kelapa Sawit TBM II

Pupuk fosfor memberikan pengaruh nyata kuadratik terhadap beberapa parameter morfologi tanaman kelapa sawit TBM II. Hasil yang sangat berpengaruh nyata kuadratik ditemukan pada parameter jumlah pelepah hingga 24 BST. Pada parameter lingkar batang, pupuk fosfor memberikan hasil yang beda nyata kuadratik secara konsisten pada 5 bulan terakhir, sedangkan pada luas daun hasil yang berbeda nyata kuadratik tampak pada dua bulan terakhir. Penyerapan pupuk oleh tanaman dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain curah hujan, erosi dan striktur tanah (Goh dan Hardter 2003). Nutrisi P sangat membantu dalam meningkatkan kemampuan tanaman untuk menyerap unsur N (Law et al. 2012). Rekapitulasi sidik ragam pengaruh pupuk fosfor terhadap peubah morfologi dan fisiologi pada tanaman kelapa sawit TBM II dapat dilihat pada Tabel 17.

Tabel 17 Rekapitulasi sidik ragam pengaruh pupuk fosfor terhadap peubah morfologi dan fisiologi pada tanaman kelapa sawit TBM II

(40)

26

Tanggap Morfologi Tanaman

Tinggi Tanaman

Perlakuan pupuk fosfor pada tanaman kelapa sawit TBM II tidak memberikan dampak yang cukup nyata terhadap tinggi tanaman sampai 24 BST. Pupuk fosfor memiliki sifat mudah tercuci. Dalam kondisi curah hujan yang tinggi pupuk ini bisa hilang karena aliran permukaan (Goh dan Hardter 2003). Curah hujan yang tinggi terjadi pada bulan April 2014 dan Maret 2015 yaitu mencapai lebih dari 400 mm (Lampiran 4). Hal ini menyebabkan aplikasi pupuk fosfor periode pertama yaitu pada bulan April menjadi kurang efektif dan berdampak terhadap tinggi tanaman. Respon tinggi tanaman kelapa sawit TBM II pada berbagai dosis pupuk fosfor dapat dilihat pada Tabel 18

Tabel 18 Tinggi tanaman kelapa sawit TBM II pada berbagai dosis pupuk fosfor

Dosis P2O5 (g)

Tinggi Tanaman (cm)

14 BST 16 BST 18 BST 20 BST 22 BST 24 BST 0 353.73 392.93 431.40 475.00 487.67 496.40 226 372.13 394.07 432.93 473.27 489.67 498.67 453 374.00 402.73 433.20 466.07 479.87 498.00 679 382.53 401.60 435.27 475.60 499.00 521.33 905 374.47 399.33 434.47 472.73 490.00 502.53

Pola Respon ¢ tn tn tn tn tn tn

Keterangan : ¢ : uji polynomial ortogonal; tn: tidak nyata; BST: bulan setelah tanam.

Jumlah Pelepah

(41)

27 Tabel 19 Jumlah pelepah kelapa sawit TBM II pada berbagai dosis pupuk fosfor

Dosis P2O5 (g) 1%; BST: bulan setelah tanam.

Lingkar Batang

Pupuk fosfor memberikan pengaruh yang nyata kuadratik terhadap lingkar batang pada 14 BST, namun pengaruh yang nyata kuadratik secara konsisten dapat ditemui mulai dari 20 BST sampai dengan 24 BST. Lingkar batang meningkat 10.7% pada perlakuan 679 g P2O5 dibanding dengan kontrol pada 24 BST. Pada bulan Agustus-Oktober 2014 (17-18 BST), curah hujan menurun sangat drastis. Rendahnya pasokan air pada tanaman dapat menghambat penyerapan hara oleh tanaman. Menurut Salisbury dan Ross (1992) kekurangan air mempengaruhi semua aspek pertumbuhan tanaman yang meliputi proses fisiologi, biokimia, anatomi dan morfologi. Respon lingkar batang kelapa swit TBM II pada berbagai dosis pupuk fosfor dapat dilihat pada Tabel 20.

Tabel 20 Lingkar batang kelapa sawit TBM II pada berbagai dosis pupuk fosfor

Dosis P2O5 (g)

Keterangan : ¢ : uji polynomial ortogonal; Q: kuadratik; *: berbeda nyata pada taraf 5%; tn: tidak nyata; BST: bulan setelah tanam.

Panjang Pelepah ke-17

(42)

28

Tabel 21 Panjang pelepah ke-17 kelapa sawit TBM II pada berbagai dosis pupuk fosfor

Keterangan : ¢ : uji polynomial ortogonal; tn: tidak nyata; BST: bulan setelah tanam.

Luas Daun Pelepah ke-17

Luas daun merupakan parameter yang berpengaruh terhadap banyak sedikitnya cahaya yang dapat ditangkap oleh tanaman untuk melakukan fotosintesis. Berdasarkan uji statistik. diperoleh hasil adanya beda nyata kuadratik pada 24 BST. Perlakuan 679 g P2O5 tanaman-1 tahun-1 mampu meningkatkan luas daun hingga 18.2% dibanding dengan kontrol. Respon luas daun kelapa sawit TBM II pada berbagai dosis pupuk fosfor dapat dilihat pada Tabel 22.

Tabel 22 Luas daun kelapa sawit TBM II pada berbagai dosis pupuk fosfor

Dosis P2O5 (g)

Keterangan : ¢ : uji polynomial ortogonal; Q: kuadratik; *: berbeda nyata pada taraf 5%; tn: tidak nyata; BST: bulan setelah tanam.

(43)

29

Gambar 2 Kurva persamaan regresi jumlah pelepah (a), lingkar batang (b), dan luas daun Pelepah ke-17 (c) pada berbagai dosis pupuk fosfor 24 BST

Tanggap Fisioogis Tanaman

Tingkat Kehijauan Daun, Kerapatan Stomata, dan Laju Fotosintesis

(44)

30

Tabel 23 Tingkat kehijauan daun, kerapatan stomata, dan laju fotosintesis tanaman kelapa sawit TBM II pada berbagai dosis pupuk fosfor

Dosis P2O5 (g)

Berdasarkan uji korelasi, tingkat kehijauan daun memiliki korelasi yang positif dengan jumlah pelepah (0.619) dan luas daun (0.616). Sedangkan kerapatan stomata memiliki korelasi yang positif dengan jumlah pelepah (0.576) dan tingkat kehijauan daun (0.552) (Tabel 24). Stomata merupakan lubang yang mengontrol masuknya CO2 ke dalam mesofil daun (Marschner 2012). Dengan kerapatan stomata dan tingkat kehijauan daun yang tinggi, aktifitas fotosintesis akan berjalan dengan baik dan asimilat yang dihasilkan untuk pembentukan pelepah dan daun tercukupi.

Tabel 24 Sidik ragam uji korelasi antara peubah morfologi dan fisiologi pada optimasi pupuk fosfor kelapa sawit TBM II umur 24 BST

(45)

31

Kadar Hara Daun

Uji statistik terhadap kandungan hara P pada berbagai dosis pupuk fosfor menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang cukup signifikan pada 18 BST. Perbedaan nyata linier terhadap kadar hara P kelapa sawit TBM II terjadi pada 24 BST. Menurut Von Uexküll dan Fairhurst (1991) Konsentrasi P yang optimum pada daun pelepah ke-17 untuk tanaman kelapa sawit muda kurang dari enam tahun setelah pindah tanam adalah sekitar 0.16-0.19%, sedangkan batas nilai kritis untuk P sebesar 0.15% sesuai dengan pendapat Ochs dan Olivin (1977). Berdasarkan hasil percobaan diketahui bahwa kadar P dalam daun pelepah ke-17 tergolong optimum dan melebihi batas kritis hara tanaman pada TBM II. Hasil yang linier pada 24 BST menunjukkan bahwa hara P pada daun tanaman masih terus meningkat seiring dengan meningkatnya dosis pupuk P yang diberikan. Namun meskipun demikian tidak dijumpai tanda-tanda toksisitas pada tanaman. Kadar kelapa sawit TBM II pada berbagai dosis pupuk fosfor dapat dilihat pada Tabel 25.

Tabel 25 Kadar P kelapa sawit TBM II pada berbagai dosis pupuk fosfor

Dosis P2O5 (g)

Keterangan : ¢ : uji polynomial ortogonal; tn: tidak nyata; L: linier; *: berbeda nyata pada α 5%; BST: bulan setelah tanam.

Kadar hara P pada 24 BST tidak memberikan korelasi yang signifikan dengan parameter lain. Fungsi P sebagai penyedia ATP tidak secara langsung berhubungan dalam peningkatan pertumbuhan tanaman.

Penentuan Optimasi Dosis Fosfor

(46)

32

Tabel 26 Persamaan regresi dosis optimum pupuk fosfor pada kelapa sawit TBM 1I

Peubah Umur (BST) Persamaan R2 Dosis Optimum (g tanaman -1)

Keterangan : BST: bulan setelah tanam

Neraca Hara

(47)

33 juga dapat mengurangi ketersediaan unsur hara P. Hasil perhitungan neraca hara pada perlakuan dosis pupuk 679 g P2O5 tanaman-1 dapat dilihat pada Tabel 27 Tabel 27 Neraca hara pada perlakuan dosis pupuk 679 g P2O5 tanaman-1

Uraian Kadar Hara Fosfor

Pupuk yang tidak terukur (%) 80.27

Kadar Hara Fosfor dalam Tanah

Analisis kadar hara tanah pada percobaan fosfor dilakukan dengan mengambil 3 kedalaman berbeda pada perlakuan dosis pupuk 679 g tanaman-1. Pada kedalaman 0-20 cm kadar P total mencapai 92.75 ppm lebih tinggi dibandingkan kontrol yang hanya mencapai 88.30 ppm. Pada kedalaman 20-40 cm terjadi penurunan yang cukup signifikan terhadap kadar P total. Namun pada kedalaman 40-60 cm kadar P total meningkat mencapai 92.75 ppm. Kadar P total pada kedalaman 20-40 cm diduga mengalami pencucian hingga terakumulasi pada kedalaman 40-60 cm. P terlarut dapat meningkat seiring dengan meningkatnya curah hujan dalam waktu tertentu. P kemudian melekat dalam danah atau dalam partikel kotoran. Pergerakan P terlarut dalam tanah sebagian besar dikendalikan oleh drainase, frekuensi banjir, dan aliran air dalam tanah (Hyland et al. 2005). Pergerakan hara fosfor dalam tanah dapat dilihat pada Tabel 28.

Tabel 28 Kadar hara fosfor dalam tanah

Kedalaman Tanah (cm) Kadar P (ppm)

Kontrol 679 g P2O5 tanaman-1

0-20 88.30 92.75

20-40 69.60 65.70

40-60 58.90 92.75

(48)

34

Percobaan 3

Optimasi Pupuk Kalium pada Kelapa Sawit TBM II

Percobaan pupuk kalium memberikan pengaruh yang nyata kuadratik terhadap jumlah pelepah pada setiap bulan, dan lingkar batang pada 20, 21, dan 24 BST . Hal ini sesuai dengan penelitian Shintarika (2014) pada kelapa sawit TBM I yang menunjukkan perbedaan nyata kuadratik pada parameter tersebut di 12 BST. Sedangkan pengaruh yang sangat nyata terdapat pada parameter luas daun 24 BST. Pada respon fisiologis perbedaan yang nyata hanya ditemukan pada parameter kadar hara K 18 BST. Namun polanya masih linier. Rekapitulasi sidik ragam pengaruh pupuk kalium terhadap peubah morfologi dan fisiologi pada tanaman kelapa sawit TBM II dapat dilihat pada Tabel 29.

Tabel 29 Rekapitulasi sidik ragam pengaruh pupuk kalium terhadap peubah morfologi dan fisiologi pada tanaman kelapa sawit TBM II

Waktu Pengamatan KD: kehijauan daun; F: laju fotosintesis; KK: kadar hara K daun

Tanggap Morfologi Tanaman

Tinggi Tanaman

(49)

35 Tabel 30 Tinggi tanaman kelapa sawit TBM II pada berbagai dosis pupuk kalium

Dosis K2O (g)

Tinggi Tanaman (cm)

14 BST 16 BST 18 BST 20 BST 22 BST 24 BST 0 353.73 402.93 431.40 475.00 487.67 496.40 384 360.93 403.53 431.73 475.47 488.60 500.00 768 363.92 401.62 431.55 478.58 488.43 497.52 1 152 378.67 413.73 434.40 479.47 494.27 513.87 1 536 358.93 402.33 431.67 478.20 488.67 500.20

Pola Respon ¢ tn tn tn tn tn tn

Keterangan : ¢ : uji polynomial ortogonal; tn: tidak nyata ; BST: bulan setelah tanam

Jumlah Pelepah

Percobaan pupuk kalium memberikan pengaruh yang nyata kuadratik terhadap jumlah pelepah setiap bulan. Jumlah pelepah tanaman meningkat 30% pada perlakuan 1 152 g K2O tanaman-1 tahun-1 dibanding dengan kontrol. Respon jumlah pelepah kelapa sawit TBM II pada berbagai dosis pupuk kalium dapat dilihat pada Tabel 31.

Tabel 31 Jumlah pelepah kelapa sawit TBM II pada berbagai dosis pupuk kalium

Dosis K2O (g)

Jumlah Pelepah

14 BST 16 BST 18 BST 20 BST 22 BST 24 BST

0 40 46 52 56 62 70

384 58 64 70 74 80 88

768 55 61 66 71 77 86

1 152 59 66 71 76 83 91

1 536 56 63 69 73 80 89

Pola Respon ¢ Q* Q** Q** Q** Q** Q*

Keterangan : ¢ : uji polynomial ortogonal; Q: kuadratik; *: berbeda nyata pada taraf 5%; **: berbeda nyata pada taraf 1%; BST: bulan setelah tanam.

Lingkar Batang

(50)

36

Tabel 32 Lingkar batang kelapa sawit TBM II pada berbagai dosis pupuk kalium

Dosis K2O (g)

Keterangan : ¢ : uji polynomial ortogonal; L: linier; Q: kuadratik; *: berbeda nyata pada taraf 5%; **: berbeda nyata pada taraf 1%; tn: tidak nyata; BST: bulan setelah tanam

Panjang Pelepah ke-17

Percobaan pupuk kalium hanya memberikan perbedaan yang sangat nyata kuadratik pada 18 BST. Panjang pelepah dapat meningkatkan indeks luas daun suatu tanaman sehingga dapat berpotensi untuk meningkatkan komponen hasil seperti berat buah (Prayitno et al. 2008). Namun pada enam bulan terakhir panjang pelepah cenderung tidak memperlihatkan adanya perbedaan nyata. Respon panjang pelepah kelapa sawit TBM II pada berbagai dosis pupuk kalium dapat dilihat pada Tabel 33.

Tabel 33 Panjang pelepah kelapa sawit TBM II pada berbagai dosis pupuk kalium

Dosis K2O (g)

Keterangan : ¢ : uji polynomial ortogonal; Q: kuadratik; **: berbeda nyata pada taraf 1%; tn: tidak nyata; BST: bulan setelah tanam

Luas Daun Pelepah ke-17

(51)

37 Tabel 34 Luas daun pelepah ke-17 kelapa sawit TBM II pada berbagai dosis

pupuk kalium

Dosis K2O (g)

Luas Daun Pelepah ke-17 (m2)

14 BST 16 BST 18 BST 20 BST 22 BST 24 BST

0 1.92 2.31 2.46 2.87 2.87 2.87

384 2.07 2.35 2.38 2.87 3.29 3.49

768 1.89 2.34 2.26 2.95 3.29 3.51

1 152 2.16 2.37 2.72 3.05 3.36 3.61

1 536 1.37 2.35 2.48 2.80 3.31 3.56

Pola Respon ¢ tn tn L* tn tn Q**

Keterangan : ¢ : uji polynomial ortogonal; L: linier; Q: kuadratik; *: berbeda nyata pada taraf 5%; **: berbeda nyata pada taraf 1%; tn: tidak nyata ; BST: bulan setelah tanam

Gambar 3 Kurva persamaan regresi panjang pelepah ke-17 (a), lingkar batang (b), dan luas daun pelepah ke-17 (c) pada berbagai dosis pupuk kalium 24 BST

Gambar

Gambar 1 Kurva persamaan regresi parameter tinggi tanaman (a), lingkar batang   (b), dan jumlah pelepah (c) pada berbagai dosis pupuk nitrogen 24 BST
Gambar 2 Kurva persamaan regresi jumlah pelepah (a), lingkar batang (b), dan  luas daun Pelepah ke-17 (c) pada berbagai dosis pupuk fosfor 24 BST
Tabel 26 Persamaan regresi dosis optimum pupuk fosfor pada kelapa sawit TBM 1I
Tabel 28 Kadar hara fosfor dalam tanah
+3

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan penelitian tentang pengaruh senam aerobik dengan pemberian jus nanas (ananas comosus) terhadap penurunan nyeri dismenore tipe I pada remaja, saran yang

Terbitnya Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan nomor 14 Tahun 2020 tentang Standar dan Pedoman Pengadaan Jasa Konstruksi melalui Penyedia, cukup detail

Dengan menggunakan metode etnografi virtual, dapat diuraikan bahwa mediatisasi hegemoni ritual Rambu Solo di media sosial ini telah mengimplikasikan tiga hal;

Batuan endapan atau batuan sedimen adalah salah satu dari tiga kelompok utama batuan ( bersama dengan batuan beku dan batuan metamorfosis ) yang terbentuk melalui tiga

Secra khusus tentu saja operator yang berinteraksi langsung dengan peralatan tersebut. tidak selalu berada dalam kondisi yang aman. Artinya turbine bisa saja dalam suatu saat

Abstrak—Berdasarkan penelitian penulis pada tahun 2013, kepariwisataan Kota Surabaya mengalami peningkatan. Hal ini menyebabkan peningkatan permintaan akan pemenuhan atribut

Untuk maksim ketidaksantunan berbahasa berdasarkan data yang peneliti peroleh dari hasil diskusi mahasiswa hanya ditemukan 3 maksim ketidaksantunan berbahasa yaitu

Pengangkatan ini akan mengakibatkan putusnya hubungan keperdataan antara anak yang telah diangkat dengan orang tua kandung, dan kedudukan anak angkat disamakan dengan kedudukan