• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peranan Tes Deoxyribonucleic Acid (Dna) Dalam Pembuktian Tindak Pidana(Analisis Putusan Pengadilan Negeri No. 626 Pid. B / 2012 / PN. SIM, Putusan Mahkamah Agung No. 704 K / Pid / 2011, Putusan Mahkamah AgungNo. 1967 K/Pid/2007 dan Putusan Mahkamah Agung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Peranan Tes Deoxyribonucleic Acid (Dna) Dalam Pembuktian Tindak Pidana(Analisis Putusan Pengadilan Negeri No. 626 Pid. B / 2012 / PN. SIM, Putusan Mahkamah Agung No. 704 K / Pid / 2011, Putusan Mahkamah AgungNo. 1967 K/Pid/2007 dan Putusan Mahkamah Agung"

Copied!
105
0
0

Teks penuh

(1)

PERANAN TES DEOXYRIBONUCLEIC ACID (DNA)

DALAM PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA

(Analisis Putusan Pengadilan Negeri No. 626 Pid. B / 2012 / PN. SIM, Putusan Mahkamah Agung No. 704 K / Pid / 2011, Putusan Mahkamah

AgungNo. 1967 K/Pid/2007 dan Putusan Mahkamah Agung No. 89 PK/Pid/2008)

S K R I P S I

Diajukan untuk Memenuhi dan Melengkapi Syarat-syarat untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum

Oleh :

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

STEBERT GUNTUR NIM : 080200121

(2)

2 0 1 4

PERANAN TES DEOXYRIBONUCLEIC ACID (DNA)

DALAM PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA

(Analisis Putusan Pengadilan Negeri No. 626 Pid. B / 2012 / PN. SIM, Putusan Mahkamah Agung No. 704 K / Pid / 2011, Putusan Mahkamah Agung

No. 1967 K/Pid/2007 dan Putusan Mahkamah Agung No. 89 PK/Pid/2008)

S K R I P S I

Diajukan untuk Memenuhi dan Melengkapi Syarat-syarat untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum

Oleh :

STEBERT GUNTUR NIM : 080200121

DEPARTEMEN HUKUM PIDANA

KETUA DEPARTEMEN HUKUM PIDANA

Dosen Pembimbing I

Dr. M. Hamdan, SH, MH NIP: 195703261986011001

Dosen Pembimbing II

Liza Erwina, SH, M.Hum NIP. 196110241989032002

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Rafiqoh Lubis, SH, M.Hum NIP. 197407252002122002

(3)

2 0 1 4

KATA PENGANTAR

Terlebih dahulu penulis panjatkan Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas Rahmat dan Berkat-Nya akhirnya penulis dapat menyelesaikan tulisan ini.

Penulis menyadari bahwa merupakan tanggung jawab bagi mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara untuk membuat suatu karya tulis ilmiah dalam rangka menyelesaikan masa kuliahnya. Untuk mencapai gelar Sarjana Hukum itulah penulis membuat suatu karya ilmiah yang berjudul: “Peranan Tes DeoxyribonucleicAcid (DNA) Dalam Pembuktian Tindak Pidana (Analisis Putusan Pengadilan Negeri No. 626 Pid. B/2012/PN. SIM, Putusan Mahkamah Agung No. 704 K/Pid/2011, Putusan Mahkamah Agung No. 1967 K/Pid/2007 dan Putusan Mahkamah Agung No. 89 PK/Pid/2008).

Penulis menyadari bahwa tulisan yang penulis hasilkan ini sangat jauh dari kesempurnaan, hal itu disebabkan karena keterbatasan pengalaman dan pengetahuan ilmiah penulis, untuk itulah penulis mengharapkan kritik dan saran yang kiranya dapat membangun pengetahuan bagi penulis

Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada :

(4)

2. Bapak M. Hamdan, S.H., M.Hum., selaku Ketua Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Liza Erwina, S.H., M.Hum., selaku Dosen Pembimbing I yang telah senantiasa membimbing penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. 4. Ibu Rafiqoh Lubis, S.H., M.Hum., selaku Dosen Pembimbing II yang telah

senantiasa membimbing penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. 5. Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, S.H., C.N., M.Hum., selaku Dosen

Pembimbing Akademik yang telah membimbing bidang akademik penulis. 6. Dosen-Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah

memberikan ilmu kepada saya, semoga dapat menjadi manfaat kebaikan dikemudian hari.

7. Keluarga Tercinta Papa, Mama, Abang dr. Steven Guntur, Adik Stella Guntur yang senantiasa memberikan motivasi dan dukungan dalam segala hal.

8. Abang-abang dan Kakak-kakak Senior Stambuk 2005 Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara : Dumaria, Amel, Hari, Stambuk 2006 : Yanto, Cecilia, Stambuk 2007 : Denny Salim, Christopher Iskandar, yang telah memberikan nasehat berarti.

9. Seluruh Jajaran Pemerintahan Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Periode 2009/2010.

(5)

Abidin, Eric, Ferry Suwandi, Iskandar Tandanu, Aini , Jeffry Leander, dan teman-teman seperjuangan lainnya yang tidak bisa disebutkan satu persatu. 11.Teman-teman Kelompok Klinis Pidana, Perdata dan PTUN, Fatiya Rochimah,

Anggina Rizki Harahap, Erny Suciapriyanti, Wirdha, Rendi, Ricky, Andre, James, Satrio Edi.

12.Teman-teman Kompetisi Peradilan Semu Universitas Diponegoro : Al-Amin Syahputra Pelis, Debora Risma Naiborhu, Kukuh Murti, Rizky Karina, Egi Arjuna Ginting, Farid, Tessa, Fadil, Wina, dan lain-lain yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

13.Seluruh jajaran Panitia PMB Program Reguler Tahun 2011.

14.Teman-teman Stark Law Firm and Associates : Kenddy Wijaya, Ramadhan Lubis, Karliston Horas Sitompul, dan lain-lain.

Akhir kata, penulis memohon kehadirat Tuhan Yang Maha Esa agar kiranya semua bantuan dan kebaikan yang telah penulis terima selama ini mendapat imbalan yang berlipat ganda dari Tuhan Yang Maha Esa. Semoga Tuhan Yang Maha Esa melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, dan penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya pada bidang Ilmu Hukum terlebih pada penulis sendiri dan orang lain.

(6)

STEBERT GUNTUR NIM : 080200121

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL.………... i

HALAMAN PENGESAHAN.………... ii

KATA PENGANTAR.………... iii

DAFTAR ISI.………... vi

DAFTAR GAMBAR... ix

DAFTAR TABEL... x

ABSTRAKSI.………... xi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Perumusan Masalah... 12

C. Tujuan Penelitian... 13

D. Manfaat Penelitian... 13

E. Tinjauan Kepustakaan... 15

1. Pengertian DNA... 15

2. Pengertian Tindak Pidana... 19

3. Alat-alat Bukti yang Sah dalam Hukum Pidana di Indonesia... 22

F. Metode Penelitian ... 40

1. Jenis dan Sifat Penelitian... 40

(7)

3.Pengumpulan dan Analisis Data... 41

G. Sistematika Penelitian... ... 42

BAB II PERANAN TES DNA DALAM PEMBUKTIAN PERKARA PIDANA A. Perkembangan Tes DNA dalam Ilmu Kedokteran... 44

1.Tes Dna Untuk Kepentingan Forensik... 46

2.Tes Dna Untuk Kepentingan Medis dan Industri Farmasi dan Obat-Obatan... 47

3.Tes Dna Untuk Kepentingan Lingkungan Dan Agrikultur... 51

B.Peranan Tes DNA dalam Proses Penegakan Hukum... 55

1.Tes Dna Dikaitkan Dengan Pelaku Tindak Pidana... 56

2.Tes Dna Dikaitkan Dengan Korban Tindak Pidana... 65

BAB III IMPLEMENTASI TES DNA DALAM PEMBUKTIAN SUATU TINDAK PIDANA ( Analisis Putusan Pengadilan Negeri No. 626 Pid. B / 2012 / PN. SIM dan Putusan Mahkamah Agung No. 704 K / Pid / 2011) A. Pembuktian Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik yang Terkait dengan Tuduhan Paternitas Anak... 77

I. Kasus Posisi... 77

1. Kronologis... 77

2. Dakwaan... 78

3.Tuntutan Pidana... 78

(8)

5. Putusan... 79

II. Analisis Putusan... 79

B. Pembuktian Tindak Pidana Pemalsuan Surat Yang Terkait Dengan Penipuan Jenis Kelamin... 81

I. Kasus Posisi... 81

1. Kronologis... 81

2. Dakwaan... 83

3. Tuntutan Pidana... 83

4. Pertimbangan Hakim... 83

5. Putusan... 84

II. Analisis Putusan... 85

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan... 88

B. Saran... 89

(9)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Daftar Gambar :

1. Gambar 1 : Hasil tes DNA terhadap Bercak Darah

(10)

DAFTAR TABEL

Halaman Daftar Tabel :

1. Tabel 1 : Hasil tes DNA untuk Analisis Ayah Biologis

dari Seorang Anak ... 66 Tabel 2 : Hasil tes DNA untuk Analisis Bukan Ayah Biologis

(11)

ABSTRAKSI

Dosen Pembimbing I, Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum USU **

Dosen Pembimbing II, Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum USU ***

Mahasiswa Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum USU

Tindak pidana pembunuhan, pencemaran nama baik, pemalsuan surat sudah sering terjadi di Indonesia dengan motif dan modus yang beragam. Beberapa tindak pidana tersebut banyak dilakukan dengan mengaburkan identitas korban atau tersangkanya, sehingga membuat aparat penegak hukum kesulitan untuk mengungkap tindak pidana tersebut. Bahkan banyak terjadi kasus salah tangkap terhadap pelaku tindak pidana atau kasus yang dihentikan proses penyidikannya karena korban tindak pidana yang tidak bisa diidentifikasi secara visual. Dengan demikian, pengungkapan terhadap kasus-kasus tersebut harus dilakukan dengan cara yang khusus antara lain pembuktian terhadap identitas seseorang secara ilmiah, yakni dengan tes DNA yaitu tes yang dilakukan terhadap DNA seseorang individu yang berasal dari bahan biologis seseorang individu untuk melacak hubungan genetik atau identifikasi personal.

Berdasarkan latar belakang tersebut, dalam skripsi ini penulis mencoba mengemukakan permasalahan bagaimana peranan tes DNA dalam pembuktian perkara pidana dan bagaimana implementasi tes DNA dalam pembuktian suatu tindak pidana. Penulis dalam mengkaji permasalahan tersebut menggunakan metode penulisan deduktif, yaitu berdasarkan teori atau konsep yang bersifat umum diaplikasikan untuk menjelaskan tentang seperangkat data, atau menunjukkan komparasi atau hubungan seperangkat data dengan seperangkat data yang lain.

(12)

ABSTRAKSI

Dosen Pembimbing I, Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum USU **

Dosen Pembimbing II, Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum USU ***

Mahasiswa Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum USU

Tindak pidana pembunuhan, pencemaran nama baik, pemalsuan surat sudah sering terjadi di Indonesia dengan motif dan modus yang beragam. Beberapa tindak pidana tersebut banyak dilakukan dengan mengaburkan identitas korban atau tersangkanya, sehingga membuat aparat penegak hukum kesulitan untuk mengungkap tindak pidana tersebut. Bahkan banyak terjadi kasus salah tangkap terhadap pelaku tindak pidana atau kasus yang dihentikan proses penyidikannya karena korban tindak pidana yang tidak bisa diidentifikasi secara visual. Dengan demikian, pengungkapan terhadap kasus-kasus tersebut harus dilakukan dengan cara yang khusus antara lain pembuktian terhadap identitas seseorang secara ilmiah, yakni dengan tes DNA yaitu tes yang dilakukan terhadap DNA seseorang individu yang berasal dari bahan biologis seseorang individu untuk melacak hubungan genetik atau identifikasi personal.

Berdasarkan latar belakang tersebut, dalam skripsi ini penulis mencoba mengemukakan permasalahan bagaimana peranan tes DNA dalam pembuktian perkara pidana dan bagaimana implementasi tes DNA dalam pembuktian suatu tindak pidana. Penulis dalam mengkaji permasalahan tersebut menggunakan metode penulisan deduktif, yaitu berdasarkan teori atau konsep yang bersifat umum diaplikasikan untuk menjelaskan tentang seperangkat data, atau menunjukkan komparasi atau hubungan seperangkat data dengan seperangkat data yang lain.

(13)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penjelasan Umum (Pembukaan) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 (UUD 1945) tercantum antara lain :

“Negara Indonesia berdasar atas hukum (rechtsstaat), tidak berdasarkan kekuasaan belaka (machtsstaat).1

“Bahwa Negara Republik Indonesia adalah Negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang menjunjung tinggi hak asasi manusia serta yang menjamin segala warga Negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahannya dengan tiada kecualinya.”

Pertimbangan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana tercantum antara lain :

2

Dari segi hukum pidana maka kepentingan masyarakat lebih diutamakan dari kepentingan orang seorang (individu),yang dalam bahasa sehari-hari disebut “Kepentingan Umum”.Seseorang yang sengaja/lalai tidak menjunjung hukum,melakukan perbuatan yang diancam dengan hukuman pidana,misalnya melakukan pencurian atau pemerkosaan.Sepintas,yang mengalami kerugian adalah orang yang barangnya dicuri atau wanita yang diperkosa tersebut.Akan tetapi,semua anggota masyarakat menjadi khawatir.Kekhawatiran ini merupakan

1

Leden Marpaung, Proses Penanganan Perkara Pidana (Penyelidikan dan Penyidikan), Cet. 1, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, h. 1.

(14)

“Kepentingan Masyarakat” yang harus dicegah atau dihapuskan dengan cara memberi ganjaran / pidana sebagai akibat dari perbuatannya yang bertentangan dengan kewajibannya,yakni menjunjung hukum (Pasal 27 UUD 1945).3

Seseorang hanya dapat dikatakan melanggar hukum oleh Pengadilan dan dalam hal melanggar hukum pidana oleh Pengadilan Negeri/Pengadilan Tinggi/Mahkamah Agung.Sebelum seseorang diadili di Pengadilan,orang tersebut berhak dianggap tidak bersalah.Hal ini dikenal dengan asas “praduga tak bersalah” (presumption of innocence). Asas ini disebut dalam Pasal 8 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman dan juga dalam penjelasan umum butir 3c KUHAP yang berbunyi: “Setiap orang yang disangka,ditangkap,ditahan,dituntut, dan/atau dihadapkan di muka sidang pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap”.

Warga negara yang lalai/sengaja tidak melaksanakan kewajibannya sehingga merugikan masyarakat,dikatakan bahwa warga negara tersebut “melanggar hukum” karena kewajibannya tersebut telah ditentukan berdasarkan hukum.

4

Untuk menyatakan seseorang “melanggar hukum”,Pengadilan harus dapat menentukan “kebenaran” akan hal tersebut.Untuk menentukan “kebenaran” diperlukan bukti-bukti. Bukti-bukti dalam Kamus Bahasa Indonesia yang

3Ibid

, h. 20. 4

(15)

dikeluarkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan antara lain disebut: sesuatu yang menyatakan kebenaran suatu peristiwa.5

Fungsi utama dari proses peradilan pidana adalah untuk mencari kebenaran sejauh yang dapat dicapai manusia dan tanpa harus mengorbankan hak dari tersangka.Yang bersalah dinyatakan bersalah dan yang tidak bersalah harus dinyatakan tidak bersalah.Sudah merupakan kenyataan yang bersifat universal,bahwa setiap manusia dapat membuat kesalahan baik dalam hal persepsi maupun ingatan.Dan dimaklumi pula bahwa manusia itu mempunyai kerentanan terhadap pengaruh dari luar yang bersifat sugestif.6

Proses penegakan dan keadilan itu merupakan usaha ilmiah, dapat dilihat pada pasal-pasal yang tercantum di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP),dimana terdapat dalam bentuk keterangan ahli,pendapat orang ahli,ahli kedokteran kehakiman,dokter,dan surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi dari padanya (Pasal 187 butir c KUHAP).7

Pengertian “dua alat bukti sah” dapat terdiri atas misalnya 2 orang saksi,atau 1 orang saksi dan keterangan ahli,dan sebagainya.

Berdasarkan Pasal 183 KUHAP yakni : “Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya”.

8

5

Leden Marpaung, op. cit., h. 22. 6

Abdul Mun’im Idries, Pedoman Praktis Ilmu Kedokteran Forensik Bagi Praktisi

Hukum,Cet. 1, Sagung Seto, Jakarta, 2009, h. 1. 7Ibid,

h. 9. 8

(16)

Adapun mengenai alat-alat bukti yang sah yang telah ditentukan menurut ketentuan perundang-undangan dalam Undang-undang No.8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) pada Pasal 184 ayat 1 yang menyebutkan :

Permintaan bantuan tenaga ahli pada tahap penyidikan disebutkan padaPasal 120 ayat (1) KUHAP, yang menyatakan :

“Dalam hal penyidik menganggap perlu, ia dapat minta pendapat orang ahli atau orang yang memiliki keahlian khusus”.

Keterangan seorang ahli ini dapat juga sudah diberikan pada waktu pemeriksaan oleh penyidik atau penuntut umum yang dituangkan dalam suatu bentuk laporan dan dibuat dengan mengingat sumpah di waktu ia menerima jabatan atau pekerjaan.Jika hal itu tidak diberikan pada waktu pemeriksaan oleh penyidik atau penuntut umum maka pada pemeriksaan di sidang diminta untuk memberikan keterangan dan dicatat dalam berita acara pemeriksaan.Keterangan tersebut diberikan setelah ia mengucapkan sumpah atau janji di hadapan hakim.10

9

R.Soenarto Soerodibroto,KUHP DAN KUHAP Dilengkapi Yurisprudensi Mahkamah

Agung Dan Hoge Raad,cet.5,Raja Grafindo Persada,Jakarta,2007, h. 438. 10

Andi Hamzah, op. cit., h. 273.

Permintaan bantuan keterangan ahli pada tahap pemeriksaan persidangan, disebutkan pada KUHAP Pasal 180 ayat (1) yang menyatakan :

(17)

Keahlian ialah ilmu pengetahuan yang telah dipelajari (dimiliki) seseorang. Pengertian ilmu pengetahuan (wetenschap) diperluas pengertiannya oleh HR yang meliputi kriminalistik,sehingga Van Bemmelen mengatakan bahwa ilmu tulisan,ilmu senjata,pengetahuan tentang sidik jari,dan sebagainya termasuk pengertian ilmu pengetahuan (wetenschap) menurut pengertian Pasal 343 Ned.Sv.tersebut.Oleh karena itu, sebagai ahli seseorang dapat didengar keterangannya mengenai persoalan tertentu yang menurut pertimbangan hakim orang itu mengetahui bidang tersebut secara khusus.11

Bantuan keterangan ahli yang diperlukan dalam proses pemeriksaan suatu perkara pidana, maka bantuan ini pada tahap penyidikan juga mempunyai peran yang cukup penting untuk membantu penyidik mencari dan mengumpulkan bukti-bukti dalam usahanya menemukan kebenaran materiil suatu perkara pidana. Pada kasus-kasus tertentu, bahkan penyidik sangat bergantung terhadap keterangan ahli untuk mengungkap lebih jauh suatu peristiwa pidana yang sedang ditanganinya.

Kasus-kasus tindak pidana seperti pembunuhan, pemalsuan identitas jenis kelamin,pemerkosaan,hingga pencemaran nama baik dengan menuduhkan anak yang dikandung merupakan contoh kasus dimana penyidik sangat membutuhkan

Mengenai keterangan ahli sebagaimana disebutkan dalam kedua pasal KUHAP diatas, diberikan pengertiannya pada Pasal 1 butir ke-28 KUHAP, yang menyatakan :

“Keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan”.

(18)

bantuan tenaga ahli seperti dokter ahli forensik atau dokter ahli lainnya, untuk memberikan keterangan medis tentang kondisi korban yang selanjutnya cukup berpengaruh bagi tindakan penyidik dalam mengungkap lebih lanjut kasus tersebut.

Tindak pidana pembunuhan, pemalsuan surat dengan penipuan jenis kelamin, pemerkosaan, penghinaan adalah beberapa tindak pidana yang diklasifikasikan sebagai suatu kejahatan yaitu sebagai suatu perbuatan yang sifatnya bertentangan dengan kepentingan hukum.Sebab dan akibat dari kejahatan tersebut selalu menjadi perhatian utama dari berbagai pihak dari masyarakat hingga aparat penegak hukum.

Terutama Tindak Pidana Pembunuhan merupakan salah satu bentuk kejahatan yang tidak asing lagi di mata masyarakat khususnya Indonesia dan merupakan salah satu tindak pidana yang sangat melanggar hak yang paling mendasar dari seorang manusia yaitu hak untuk hidup

Pada dasarnya kasus kecelakaan,bunuh diri atau pembunuhan adalah merupakan permasalahan yang harus dapat dibuktikan,dibuat terang dan jelas oleh para penegak hukum karena kasus tersebut dapat membawa implikasi yangberbeda-beda,baik ditinjau dari sudut penyidikan maupun dari sudut proses peradilan pada umumnya.12

Pada prakteknya,aparat penegak hukum tidak jarang menemukan kendala dimulai dari pengungkapan pelaku pembunuhan tersebut maupun identitas daripada korban pembunuhan tersebut. Bahkan tidak jarang pada kasus-kasus

12

Abdul Mun’im Idries; Agung Legowo Tjiptomartono : Penerapan Ilmu Kedokteran

(19)

tindak pidana seperti pembunuhan dan/atau pemerkosaan akan selalu meninggalkan petunjuk-petunjuk pada tempat kejadian perkara sehingga dapat mengidentifikasi pelaku maupun korban tindak pidana tersebut meskipun kadang kala korban telah tidak dapat dikenali identitasnya secara visual dan/atau pelaku tindak pidana telah lama meninggalkan tempat kejadian perkara .

Meskipun terkadang identitas pelaku dan/atau korban pembunuhan telah terungkap,tidak jarang pula terjadi salah tangkap,salah penuntutan dan / atau kekeliruan dalam mengadili pelaku tindak pidana pembunuhan tersebut.

Akibatnya banyak dari Tersangka dan/atau Terdakwa pembunuhan yang telah diproses hukum pada tingkat kepolisian dan tingkat kejaksaan divonis bebas pada tingkat pengadilan karena tidak terbukti melakukan tindak pidana pembunuhan tersebut dan sebaliknya banyak dari Tersangka dan/atau Terdakwa yang tidak melakukan tindak pidana pembunuhan tersebut divonis bersalah di tingkat pengadilan akibat terbukti melakukan tindak pidana pembunuhan tersebut yang pada akhirnya menciptakan ketidakpastian hukum dan keresahan di dalam masyarakat, khususnya masyarakat Indonesia.

(20)

kalangan penegak hukum terutama di luar negeri untuk memecahkan berbagai kasus.

DNA, singkatan dari Deoxyribonucleic Acid, dikenal sebagai istilah kimia. Ia adalah rantai asam amino yang menjadi cetak biru manusia dan mengatur semua proses biologis. Setiap orang pasti memiliki DNA yang khas.Dengan kata lain, tak mungkin ada dua atau lebih orang yang memiliki DNA sama.

Universalitas menjadi salah satu kelebihan tes DNA. Dokter atau petugas lab bisa menggunakan bagian tubuh mana saja asalkan mempunyai inti sel. Rambut yang tertinggal di pakaian pun bisa dijadikan acuan. Demikian pula air liur atau percikan darah pada pakaian. Dengan sedikit darah saja yang diperlukan untuk memperoleh profil DNA seseorang. Dalam banyak kasus mutilasi, ketika ahli forensik tak bisa melakukan sidik jari atau sidik gigi, tes DNA menjadi alternatif. Seperti dipaparkan tadi, tes DNA bukan hanya menerangkan identitas, tetapi juga memecahkan masalah paternalitas dan maternalitas (hubungan anak dengan orang tuanya). Salah seorang yang memperoleh manfaat tes DNA adalah John White. Pria 48 tahun ini dihukum seumur hidup di Miami, AS, 27 tahun silam atas kasus perkosaan. Ia kemudian dibebaskan karena berdasarkan tes DNA, rambut yang ditemukan di tempat kejadian perkara tidak konsisten dengan profil DNA White.

(21)

tertata apik biasanya memiliki data profil DNA warganya, sehingga penggunaan tes DNA untuk mengungkap kejahatan lebih gampang.

kurang dari 40 juta sidik jari dan 1,2 juta profil DNA dari warga yang umumnya pernah tersangkut kasus kriminal.13

Tes DNA adalah suat

kepentingan pengujia

Teknik ini dikenal pula sebagai penyidikan DNA, penyidikjarian genetik (genetic fingerprinting, sering disingkat sidik jari DNA), DNA profiling, atau semacamnya. Dalam bidang hukum, materi uji hampir pasti adalah ekstrak dari tubuh manusia, misalnya dalam penentuan orang tua atau penyelidikan pemerkosaan/pembunuhan.

Tes DNA memanfaatkan profil DNA, yaitu sehimpunan data yang menggambarkan susunan DNA yang dianggap khas untuk individu yang menjadi sampelnya. Dalam pengujian DNA, hanya sebagian kecil berkas DNA yang dipakai untuk pengujian. Sasaran utama adalah bagian DNA yang berisi pengulangan urutan basa, suatu bagian DNA yang dikenal sebagai variable number tandem repeats, VNTR).

VNTR dapat berupa

DNA adalah salah satu teknik penggunaan

penanda, pengujian DNA bukanlah teknifull

(22)

genome sequencing), yang sering juga disebut dalam literatur sebagai DNA profiling.

Metode pengujian ini pertama kali dilaporkan pada publikasi 1984 oleh Sir tahun 1987 ketikaDNA di Inggris. Metode ini sekarang

menjadi prosedur14

DNA dapat diperoleh dari semua sel yang memiliki inti sel di seluruh tubuh manusia.Tetes Darah,cairan sperma,sidik jari,tulang,rambut, urin,kotoran manusia, dan peralatan pribadi adalah sumber yang sering dipakai.DNA tersebut kemudian diisolasi lalu digandakan dengan metode PCR (Polimerase Chain Reaction)selanjutnya dicocokkan dengan DNA sekuens sesuai standar,dalam hal ini Standar FBI. Prosedur yang memakan waktu dan sulit adalah menyamakan kode sidik jari genetika yang ditemukan dengan data di Bank Data Tes DNA dapat digunakan untuk Tes Paternitas,yaitu untuk menentukan siapa ayah dan ibu biologis anak bersangkutan.Cara ini dilakukan dengan metode STR(Short Tandem Repeat).

DNA mitokondria juga dapat digunakan sebagai marka untuk mengidentifikasikan hubungan kekerabatan secara maternal (jalur ibu/maternitas).DNA mitokondria sangat tepat untuk forensik karena jumlah kopi jenis DNA ini sangat tinggi dan tidak ada rekombinasi.

(23)

Genetika.Namun dengan sistem komputerisasi saat ini,kelihatannya bukanlah hal yang terlalu rumit melakukan proses identifikasi dengan DNA.DNA juga telah digunakan untuk menentukan struktur populasi,migrasi penduduk,identifikasi orang hilang,korban perang,bencana massal dan kasus-kasus kriminalitas.Ilmu kedokteran yang berperan disini adalah terapan biologi molekuler.15

Secara umum,teknologi DNA dimanfaatkan untuk identifikasi personal,pelacakan hubungan genetik (disputed parentage atau kasus ragu

orangtua) dan pelacakan sumber bahan biologis. Identifikasi personal dilakukan pada kasus penemuan tidak dikenal,seperti pada kasus kecelakaan, pembunuhan,

bencana misalnya,kecelakaan pesawat terbang,dsb.Pelacakan hubungan anak-orangtua dilakukan pada kasus dugaan perselingkuhan,kasus ragu ayah,kasus ragu ibu,kasus bayi tertukar,kasus imigrasi dsb.Sedangkan pelacakan sumber bahan biologis adalah pemeriksaan barang bukti renik (trace evidence) dalam rangka pencarian pelaku delik susila (pemeriksaan bercak mani,usapan vagina,kerokan kuku),pencarian korban(bercak darah pada pakaian tersangka,diTKP,serta analisis sel pada bullet cytology),serta analisis potongan tubuh kasus mutilasi.16

Dewasa ini,Analisis dan Tes DNA memungkinkan penegak hukum untuk mengaitkan bukti DNA pada kejahatan tindak pidana tertentu khususnya dengan pelaku tindak pidana pembunuhan tersebut. Analisis dan Tes DNA tersebut telah banyak memberikan manfaat maupun keadilan baik kepada korban dan keluarga korban maupun hukuman setimpal kepada pelaku tindak pidana

15

Zulkhairi, Kedokteran Kepolisian : Kompetensi dan profesionalisme, Cet. 1 ,USU Press, Medan, 2007, h. 31.

16

(24)

pembunuhan,pemerkosaan dan lain-lain. Berkat adanya tes DNA dan/atau Pemrofilan DNA,ribuan kasus telah ditutup dan /atau dibuka kembali.Tersangka tidak bersalah telah dibebaskan dan tersangka yang bersalah telah dihukum.

Uraian tersebut mendorong penulis untuk mengetahui secara lebih mendetail dan menyeluruh tentang pengungkapan dan pembuktian terhadap suatu tindak pidana dengan peranan tes DNA,melalui sebuah penelitian untuk kepentingan penyusunan skripsi dengan judul :

(25)

B. Perumusan Masalah

Agar permasalahan yang hendak diteliti tidak mengalami perluasan konteks dan supaya penelitian yang dilaksanakan lebih mendalam maka diperlukan suatu pembatasan masalah.Untuk memudahkan dalam penyusunan dan pencarian data guna menghasilkan sebuah penelitian yang baik dan menghindari pengumpulan data yang tidak diperlukan dalam penulisan, maka perlu disusun perumusan masalah secara teratur dan sistematis yang merupakan pembatasan masalah yang akan dibahas.

Berdasarkan hal-hal tersebut, maka penulis merumuskan masalah dalam penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimanakah Peranan tes DNA dalam pembuktian perkara pidana? 2. Bagaimanakah Implementasi Tes DNA dalam Pembuktian Suatu

Tindak Pidana?(Analisis Putusan No. 626 Pid.B/2012/PN.SIM dan Putusan No.704 K/Pid/2011)

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang dibahas dalam penulisan skripsi ini, penelitian yang dilakukan untuk membahas permasalahan tersebut mempunyai tujuan:

(26)

2. Untuk mengetahui implementasi tes DNA dalam Pembuktian Suatu Tindak Pidanaterutama dalam tindak pidana Pembunuhan,Pemalsuan identitas jenis kelamin dan penghinaan.

D. Manfaat Penelitian :

Memperhatikan tujuan penelitian yang ada, maka penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat :

1. Bagi kalangan akademisi

Penulisan ini diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan dan gambaran mengenai realitas penerapan hubungan ilmu hukum khususnya hukum pidana dengan bidang ilmu lainnya yaitu ilmu kedokteran.Kepentingan para penegak hukum untuk mendapatkan kebenaran materil suatu perkara yang ditanganinya merupakan aplikasi dari ketentuan hukum acara pidana, sedangkan pengujian DNA / Tes DNA yang dilakukan oleh dokter merupakan aplikasi dari ilmu kedokteran yang dapat berperan dan membantu para penegak hukum dalam tugasnya menemukan kebenaran materil tersebut. Disamping itu dapat memberikan informasi yang berguna bagi pengembangan ilmu hukum acara pidana khususnya mengenai peranan tes DNAdalam pembuktian suatu perkara pidana.

2. Bagi masyarakat luas

(27)

pidana khususnya dalam mengungkap tindak pidana pembunuhan,pencemaran nama baik,pemerkosaan yang saat ini semakin banyak terjadi di masyarakat.

3. Bagi penulis

Penelitian yang dilakukan dapat melatih dan mengasah kemampuan penulis dalam mengkaji dan menganalisa teori-teori yang didapat dari perkuliahan dengan penerapan teori dan peraturan yang terjadi di masyarakat. Hasil penulisan yang diperoleh dapat memberikan pengetahuan dan gambaran mengenai realitas penggunaan perananTes DNAdalam pembuktian suatu perkarapidana.

E. Tinjauan Kepustakaan 1. Pengertian DNA

Secara bahasa,Deoxyribo Nucleic Acid (DNA) tersusun dari kata-kata "deocyribosa" yang berarti gula pentosa,"nucleic" yang lebih dikenal dengan nukleat berasal dari kata "nucleus" yang berarti inti serta "acid" yang berarti zat asam.17

17

(28)

Secara terminologi DNA merupakan persenyawaan kimia yang paling penting, yang membawa keterangan genetik dari sel khususnya atau dari makhluk dalam keseluruhannya dari satu generasi ke generasi berikutnya.18

Nurchalis Bakry berpendapat bahwa di dalam DNA-lah terkandung informasi keturunan suatu mahluk hidup yang akan mengatur program keturunan selanjutnya.Hal yang sama dikemukakan oleh Aisjah Girindra bahwa asam nukleat atau yang biasa dikenal dengan DNA itu bertugas untuk menyimpan dan mentransfer informasi genetik, kemudian menerjemahkan informasi ini secara tepat.

DNA adalah bahan kimia utama yang berfungsi sebagai penyusun gen yang menjadi unit penurunan sifat (hereditas) dari induk kepada keturunannya.

19

Pengertian DNA adalah susunan kimia makro molekuler yang terdiri dari tiga macam molekul, yaitu: gula pentosa, asam fosfat, dan basa nitrogen, yang sebagian besar terdapat dalam nukleus hidup yang akan mengatur program keturunan selanjutnya.

Unit terkecil pembawa setiap informasi genetik disebut dengan gen, yang besarnya sangat bervariasi tergantung dari jenis informasi yang dibawa untuk mengkode suatu protein.

20

Keberadaan DNA sangatlah erat hubungannya dengan ilmu dibidang biologi yang sampai sekarang pengambangannya tetap dilakukan oleh para ahli.Seiring perkembangannya, saat ini tidak lagi terbatas untuk keperluan dibidang biologi semata, akan tetapi telah dimanfaatkan oleh keilmuan lain seperti

18

Suryo, Genetika strata I, Cet. 9,Gajah Mada University Press,Yogyakarta,2001, h.57. 19

Aisjah Girindra, Biokimia I, Gramedia Pustaka,Jakarta,1993, h. 114. 20

(29)

perindustrian, pertanian, farmasi, ilmu forensik dan bidang keilmuan lainnya. Suatu kemajuan ilmiah yang sangat penting terjadi pada tahun 1869, ketika Friederich Miescher dapat mengisolir molekul DNA dari sel spermatozoa dan dari nukleus sel-sel darah merah burung. Ia mengemukakan bahwa sel nukleus tidak terdiri dari karbohidrat, protein ataupun lemak, melainkan juga terdiri dari zat yang mempunyai kandungan fosfor yang sangat tinggi. Oleh karena zat itu terdapat dalam nukleus, maka zat itu disebut nuklein dan nama ini kemudian lebih dikenal dengan asam nuklet dikarenakan asam juga ikut menyusunnya.21

Perkembangan yang terjadi setelah penelitian yang dilakukan oleh Meischer tidak langsung mendapat tanggapan yang begitu antusias dari para ilmuwan lainnya. Pengembangan selanjutnya dilakukan oleh Fischer pada tahun 1880 yang mana dalam penelitiannya mengemukakan adanya zat-zat Piramidin dan Purin di dalam asam nukleat. Hasil penelitian yang dikemukakan oleh Fischer ini kemudian dikembangkan kembali oleh Albrech Kossel yang menemukan adanya dua piramidin berupa sitosin dan timin, dan dua purin yaitu adenin dan guanin didalam asam nukleat. Dengan penemuannya ini, Kossel memperoleh hadiah Nobel pada tahun 1910.

Asam nukleat ini terdiri dari dua tipe, yaitu asam deoksiribonukleat (deoxyribonucleic acid atau disingkat DNA) dan asam ribonukleat (ribonucleic acid atau disingkat RNA).

22

Penelitian hal yang sama juga dikembangkan lagi oleh Levine, seorang ahli biokimia kelahiran Russia yang menemukan gula lima karbon ribosa dan

21

Suryo, Genetika strata I, Cet. 9,Gajah Mada University Press,Yogyakarta,2001, h.25.

22Ibid

(30)

kemudian menemukan gula deoksiribose di dalam asam nukleat. Ia juga menyatakan adanya asam fosfat dalam asam nukleat.

Penelitian mengenai DNA ternyata terus berlanjut, pengembangan selanjutnya dilakukan oleh Robert Feulgen pada tahun 1914 yang mengemukakan tes warna yang dilakukannya terhadap DNA yang kemudian penelitiannya ini dikenal di kalangan biologi dengan istilah reaksi Feulgen. Pada tahun 1944, Avery, MacLeod dan Mc Carthy mengemukakan bahwa DNA mempunyai hubungan langsung dengan keturunan. Meskipun pada rentang waktu yang jauh sebelumnya, Mendel (1860) juga telah mengemukakan bahwa hereditas itu dipindahkan melalui sel telur dan sperma,23 meskipun belum mengemukakan secara langsung bahwa DNA juga ikut dipindahkan melalui dua bibit penting itu. Selanjutnya penelitian dilakukanoleh Edwin Chargaff pada tahun 1947 yang mengemukakan bahwa DNA terdiri dari bagian yang sama dari,basa purin dan pirimidin serta adenin dan timin terdapat dalam proporsi yang sama dan begitu juga halnya dengan sitosin dan guanin.24

Penelitian berikutnya dilakukan oleh Maurice Wilkins yang menggunakan difraksi sinar X dalam mempelajari struktur protein dengan metode kristalografi. Dalam penemuannya mengemukakanbahwa basa-basa purin dan piramidin dalam molekul DNA terletak dalam jarak 3,4Å (1 angström = 0,001 mikron = 0,000001mm) mereka juga mengemukakan bahwa molekul DNA itu tidak

23

James D. Watson, DNA Rekombinan, Erlangga,Jakarta,1988 ,h.8. 24

(31)

berbentuk sebagai sebuah garis lurus, akan tetapi berpilin sebagai spiral dan setiap 34Å merupakan satu spiral penuh.25

Setiap tangga terdiri dari unit-unit pasangan bahan kimia yang saling berikatan, disebut basis: Adenine, Guanine, Cytosine dan Thymine (A,G,C,T). A selalu berpasangan dengan T dan C selalu dengan G. Rangkaian A,G,C,T selalu berulang dalam pola yang unik, sehingga menentukan sifat-sifat dan karakteristik unik manusia. Ada sekitar 3 milyar basis kimia dalam tubuh manusia, dan hampir semuanya terangkai sama pada setiap orang. Bahkan, urutan dari keempat basis itulah, yang disebut sekuens DNA, yang bertanggungjawab membentuk dan memelihara tubuh seseorang.26

Penemuan yang cukup besar dilanjutkan oleh James Watson yang berkebangsaan Amerika dan Francis Crick yang berkebangsaan Inggris menemukan struktur double-helix dari susunan DNA. Keduanya membuat ini berdasarkan hasil foto dengan metode kristalografi sinar X yang mereka ambil dari laboratorium Maurice Wilkins yang dibantu oleh Rosalind Franklin.27

Kebenaran dari teori double-helix yang dikemukakan oleh Watson dan Crick ini diperkuat oleh Kornberg yang membuat molekul DNA dalam sistem sel bebas. Sebagai bahan genetik yang lengkap, DNA dipergunakan dalam ilmukedokteran kehakiman.pada tahun 1960-an sekitar tujuh tahun setelah penemuan Watson dan Crick yang pertama kali diterapkan di Inggris.28

25Ibid.

27

Neil A. Campbell, Biologi, Erlangga,Jakarta,2002,h.302. 28

Taufiqul Hulam, Reaktualisasi Alat Bukti Tes DNA Perspektif Hukum Islam dan hukum

(32)

Seiring dengan bergulirnya waktu, perkembangan DNA sebagai suatu penemuan besar tidak lagi terbatas hanya sekedar sebagai sebuah pita informasi, akan tetapi pada saat ini telah jauh berkembang dengan sangat pesat. Penemuan-penemuan dari generasi kegenerasi semakin melengkapi dan memberikan manfaat baru. Beberapa hal baru yang menggunakan teknik DNA antara lain menyelidiki seorang pelaku tindak kriminal berdasar kecocokan sampel DNA yang ditemukan ditempat terjadinya suatu tindak kejahatan. Teknik ini terutama sangat membantu dalam masalah pembuktian tindak pidana yang berupa kekerasan seperti pembunuhan, penganiayaan, perkosaan dan tindak pidana lainnya.

3. Pengertian Tindak Pidana

Tindak Pidana atau dalam bahasa Belanda, strafbaar feit, yang sebenarnya merupakan istilah resmi dalam Strafwetboek atau Kitab Undang-Undang Hukum Pidana,yang sekarang berlaku di Indonesia. Ada istilah dalam bahasa lain yaitu delict. Tindak pidana berarti suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenai hukuman pidana. Dan, pelaku ini dapat dikatakan merupakan “subjek” tindak pidana.29

Beberapa sarjana mengemukakan pandangannya mengenai pengertiantindak pidana sebagai berikut:Menurut Hazewinkel-Suringa tindak pidana adalah sebagai suatu perilaku manusia yang pada suatu saat tertentu telah ditolak di dalam suatu pergaulan hidup tertentu dan dianggap sebagai perilaku yang harusditiadakan oleh hukum pidana dengan menggunakan sarana-sarana

29

(33)

yang bersifat memaksa yang terdapat didalamnya.30

Menurut Pompe, tindak pidana ialah suatu pelanggaran norma (gangguan terhadap tertib hukum) yang dengan sengaja maupun tidak dengan sengaja telah dilakukan oleh seorang pelaku, dimana penjatuhan hukuman terhadap pelaku tersebut adalah perlu demi terpeliharanya tertib hukum dan terjaminnyakepentingan-umum.31

Menurut Simons tindak pidana ialah suatu tindakan melanggar hukum yang telah dilakukan dengan sengaja ataupun dengan tidak sengaja olehseseorang yang dapat dipertanggung-jawabkan atas tindakannya dan yang oleh Undang-Undang telah dinyatakan sebagai suatu tindakan yang dapat dihukum.32

30

P.A.F. Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Cet. 3, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1997, h. 181.

31Ibid

, h. 182. 32Ibid,

h. 185.

Syarat-syarat pokok dari sesuatu delik itu adalah :

a. Dipenuhinya semua unsur dari delik seperti yang terdapat dalam rumusan delik;

b. Dapat dipertanggungjawabkannya si pelaku atas perbuatannya;

c. Tindakan dari pelaku tersebut haruslah dilakukan dengan sengaja ataupun tidak dengan sengaja dan

d. Pelaku tersebut dapat dihukum.

(34)

Sesuai dengan penjelasannya di dalam Memorie van Toelichting,pembagian di atas itu telah didasarkan pada sebuah asas yang berbunyi:

a. Merupakan suatu kenyataan bahwa memang terdapat sejumlah tindakan-tindakan yang mengandung suatu “onrecht” hingga orang pada umumnya memandang bahwa pelaku-pelakunya itu memang pantas untuk dihukum,walaupun tindakan-tindakan tersebut oleh pembentuk undang-undang telah tidak dinyatakan sebagai tindakan-tindakan yang terlarang di dalam undang-undang.

b. Terdapat sejumlah tindakan-tindakan ,dimana orang pada umumnya baru mengetahui sifatnya dari tindakan-tindakan tersebut sebagai tindakan-tindakan yang bersifat melawan hukum hingga pelakunya dapat dihukum,yaitu setelah tindakan-tindakan tersebut dinyatakan sebagai tindakan-tindakan yang terlarang di dalam undang-undang.33

33Ibid, h. 181.

3. Alat-alat Bukti yang sah dalam Hukum Pidana di Indonesia.

(35)

a. Keterangan Saksi;

Saksi menurut Pasal 1 butir 26 KUHAP adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara yang ia dengar,ia lihat dan ia alami sendiri.34

Keterangan Saksi menurut Pasal 1 butir 27 KUHAP adalah salah-satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri,ia lihat sendiri dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuannya ini.35

Alat bukti keterangan saksi merupakan alat bukti paling utama dalam perkara pidana,hampir semua pembuktian perkara pidana selalu bersandar kepada pemeriksaan keterangan saksi.Kriteria kekuatan alat bukti keterangan saksi ini yakni36

1. Harus diikuti sumpah / janji :

Pada praktik peradilan,sumpah selalu diucapkan selaku saksi memberi keterangan. Menurut Pasal 160 ayat (3) KUHAP, sebelum saksi memberiketerangan: “wajib mengucapkan” sumpah atau janji. Adapun sumpah atau janji37

a. Dilakukan menurut cara agamanya masing-masing, :

H. P. Panggabean, Hukum Pembuktian Teori-Praktik dan Yurisprudensi Indonesia, Cet.1, Alumni,Bandung, 2012, h. 84.

37

M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Pemeriksaan

(36)

b. Lafal sumpah atau janji berisi bahwa saksi akan memberikan keterangan yang sebenar-benarnya dan tiada lain daripada yang sebenarnya.

Pasal 160 ayat (4) KUHAP memberi kemungkinan untuk mengungkapkan sumpah atau janji setelah saksi memberi keterangan.Saat pengucapan sumpah / janji, dalam hal dianggap perlu oleh pengadilan, sumpah / janji dapat diucapkan sesudah saksi memberi keterangan.38

2. Keterangan saksi itu memiliki nilai sebagai bukti

Di dalam hal saksi menolak mengucapkan sumpah tanpa alasan sah Pasal 161 KUHAP menentukan adanya sanksi sandera selama 14 hari.

Pasal 1 angka 26 dan 27 KUHAP menentukan bahwa keterangan saksi itu adalah mengenai satu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri ,dilihat sendiri,dan dialami sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuannya itu.39

Dalam praktek peradilan,meski ketentuan Undang-undang yang tidak mengakui kesaksian de auditu sebagai alat bukti,akan tetapi jika ada pendengaran suatu peristiwa dari orang lain,maka kesaksian tersebut berharga (mempunyai nilai) karena hal itu memberi petunjuk bagi hakim untuk terpenuhinya ketentuan minimum pembuktian.Pasal 185 ayat (5) KUHAP juga menentukan bahwa keterangan saksi pendapat atau hasil pemeriksaan,tidak dapat dinilai sebagai alat bukti.

Pasal 185 ayat (1) KUHAP menentukan bahwa keterangan saksi yang ia peroleh sebagai hasil pendengaran orang lain (testimonium de auditu = hearsay evidence) tidak mempunyai nilai sebagai bukti.

38Ibid. 39Ibid,

(37)

Berkaitan dengan status testimonium de auditu,praktik peradilan ada yang ,menggunakan kesaksian de auditu sebagai bukti persangkaan (perdata) atau bukti petunjuk (pidana) dengan ketentuan bahwa saksi mempunyai alasan reasonable untuk itu.40

3. Keterangan saksi harus diberikan di sidang pengadilan

Pasal 185 ayat(1) KUHAP menentukan bahwa keterangan saksi itu baru dapat bernilai sebagai alat bukti apabila keterangan itu dinyatakan di sidang pengadilan. Keterangan yang dinyatakan di luar sidang pengadilan bukan merupakan alat bukti, dan tidak dapat dipergunakan untuk membuktikan kesalahan terdakwa.41

4. Keterangan saksi saja tidak dianggap cukup

Pasal 185 KUHAP menentukan bahwa untuk membuktikan kesalahan seorang terdakwa,harus dipenuhi sekurang-kurangnya dengan 2 (dua) alat bukti (unus testis nullus testis).Di dalam hal si Terdakwa sudah mengakui kesalahannya (moral/pledge Shame) maka keterangan saksi tunggal untuk mencapai “the degree of evidence “,bukti tersebut harus dilengkapi/dicukupi dengan salah satu alat bukti lain berupa : keterangan ahli,petunjuk maupun pengakuan Terdakwa.Dalam pemeriksaan perkara cepat (kasus tindak pidana ringan) keyakinan Hakim cukup didukung satu alat bukti yang sah.42

5. Keterangan beberapa saksi yang berdiri sendiri

40

H.P.Panggabean, op. cit,. h. 85. 41

M. Yahya Harahap, op. cit., h. 288. 42

(38)

Pasal 185 ayat (4) KUHAP menentukan bahwa keterangan beberapa saksi sebagai alat bukti yang sah harus terdapat saling berhubungan (hubungan kausalitas antar keterangan-keterangan tersebut.

Jenis-jenis saksi dalam sistem KUHAP :

a. Saksi A Charge (Memberatkan Terdakwa) dan Saksi A de Charge (MeringankanTerdakwa)

Pasal 160 (1,c) KUHAP memberikan kewenangan kepada hakim untuk menseleksi kehadiran ke 2 jenis saksi yang akan diajukan Penuntut Umum dan oleh Penasihat Hukum Terdakwa.

b. Saksi Mahkota (Kroon Geterige = Witness Croal) Dalam Praktik peradilan dikenal adanya saksi mahkota yakni saksi yang diambil dari salah seorang Tersangka/Terdakwa yang kepadanya diberi mahkota.Saksi mahkota adalah orang yang dapat memberi keterangan guna kepentingan penyidikan,penuntutan,dan peradilan tentang suatu perkara yang pelakunya dengar sendiri, ia lihat sendiri dan dialami sendiri (Pasal 26 KUHAP).

Dalam proses pendengaran saksi mahkota,biasanya dilakukan pemeriksaan,penyidikan dan penuntutan dalam berkas perkara yang dipisahlan (berkas splitsing).Dapat terjadi bahwa saksi mahkota (sebagai Terdakwa dalam berkas splitsing) akan saling memberatkan atau meringankan.Kelemahan dari pendengaran saksi mahkota yaitu memberikan keterangan palsu dan untuk itu saksi dapat diancam ex Pasal 224 KUHP.43

(39)

Keterangan beberapa saksi sebagai alat bukti yang sah, harus terdapat saling berhubungan antara keterangan-keterangan tersebut, sehingga dapat membentuk keterangan yang membenarkan adanya suatu kejadian atau keadaan tertentu.44

Penilaian tentang kebenaran keterangan para saksi terletak pada kewaspadaan hakim untuk sungguh-sungguh memperhatikan beberapa hal sesuai dengan Pasal 185 ayat 6 KUHAP yaitu45

1. Persesuaian antara keterangan saksi, :

Persesuaian tersebut harus jelas terlihat dalam pertimbangan hakim, dan diuraikan secara terperinci dan sistematis.

2. Persesuaian keterangan saksi dengan alat bukti lain,

Hakim dalam sidang maupun dalam pertimbangannya, harus meneliti dengan sungguh-sungguh saling persesuaian maupun pertentangan antara keterangan saksi dengan alat bukti lainnya.

3. Alasan saksi memberikan keterangan tertentu.

Hakim harus mencari alasan saksi memberikan keterangannya, tanpa mengetahui alasan saksi yang pasti, akan memberikan gambaran yang kabur tentang keadaan yang diterangkan saksi.

Pada umumnya semua orang dapat menjadi saksi.Kekecualian menjadi saksi tercantum dalam Pasal 168 KUHAP berikut:

a. keluarga sedarah atau semenda dalam garis lurus ke atas atau ke bawah sampai derajat ketiga dari terdakwa atau yang bersama-sama sebagai terdakwa;

44

(40)

b. saudara dari terdakwa atau yang bersama-sama sebagai terdakwa,saudara ibu atau saudara bapak,juga mereka yang mempunyai hubungan karena perkawinan,dan anak-anak saudara terdakwa,sampai derajat ketiga;

c. suami atau istri terdakwa meskipun sudah bercerai atau yang bersama-sama sebagai terdakwa.46

Di samping karena hubungan kekeluargaan (sedarah atau semenda),ditentukan oleh Pasal 170 KUHAP bahwa mereka yang karena pekerjaan,harkat,martabat, atau jabatannya diwajibkan menyimpan rahasia, dapat minta dibebaskan dari kewajiban memberi keterangan sebagai saksi.47

Hakim dalam mempergunakan kebebasan menilai kekuatan pembuktian kesaksian, harus benar-benar bertanggung jawab. Kebebasan penilaian tanpa didasari rasa tanggung jawab yang tinggi, dapat menciptakan kesewenangan dan kesengsaraan bagi orang yang tidak bersalah. Kebebasan penilaian hakim ini harus berpedoman untuk mewujudkan kebenaran sejati.

Pasal 171 KUHAP terdapat kekecualian untuk memberi kesaksian di bawah sumpah ialah:

a. anak yang umurnya belum cukup lima belas tahun dan belum pernah kawin;

b. orang sakit ingatan atau sakit jiwa meskipun ingatannya baik kembali.

48

Menurut Pasal 1 butir 28 KUHAP,keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seseorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan.

b.Keterangan Ahli

49

Definisi seorang ahli menurut California Evidence Code yaitu seseorang yang dapat memberi keterangan sebagai ahli jika ia mempunyai pengetahuan,

(41)

keahlian, pengalaman, latihan, atau pendidikan khusus yang memadai untuk memenuhi syarat sebagai seorang ahli tentang hal yang berkaitan dengan keterangannya.50

Keterangan seorang ahli dapat juga diberikan pada waktu pemeriksaan oleh penyidik atau penuntut umum yang dituangkan dalam suatu bentuk laporan dan dibuat dengan mengingat sumpah di waktu ia menerima jabatan atau pekerjaan. Jika hal itu tidak diberikan pada waktu pemeriksaan oleh penyidik atau penuntut umum maka pada pemeriksaan di sidang diminta untuk memberikan keterangan dan dicatat dalam berita acara pemeriksaan. Keterangan tersebut diberikan setelah ia mengucapkan sumpah atau janji di hadapan hakim.51

Ahli dipanggil dan diperiksa oleh penyidik apabila penyidik “menganggap perlu” untuk memeriksanya (Pasal 120 ayat 1 KUHAP). Dalam hal penyidik menganggap perlu, ia dapat meminta pendapat orang yang memiliki “keahlian khusus”.Maksud dan tujuan pemeriksaan ahli,agar peristiwa pidana yang terjadi bisa “terungkap lebih terang”. Di masa yang akan datang, diperkirakan peranan para ahli dalam pemeriksaan peristiwa pidana, semakin menonjol dan diperlukan.52

Isi keterangan seorang saksi dan ahli berbeda. Keterangan seorang saksi mengenai apa yang dialami saksi itu sendiri sedangkan keterangan seorang ahli ialah mengenai suatu penilaian mengenai hal-hal yang sudah nyata ada dan pengambilan kesimpulan mengenai hal-hal itu. KUHAP membedakan keterangan

50

Andi Hamzah, op. cit., h. 273. 51Ibid.

52

M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Penyidikan

(42)

seorang ahli di persidangan sebagai alat bukti “keterangan ahli” (Pasal 186 KUHAP) dan keterangan seorang ahli secara tertulis di luar sidang pengadilan sebagai alat bukti “surat” (Pasal 187 butir c KUHAP).53

Pasal 187 butir c KUHAP menyebutkan bahwa surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diinta secara resmi daripadanya.

Pasal 186 KUHAP menyebutkan bahwa keterangan ahli adalah apa yang seorang ahli nyatakan dalam sidang pengadilan.

54

Pada Pasal 133 KUHAP, pendapat ahli yang dimintakan penyidik dituangkan dalam bentuk tertulis. Keterangan bentuk tertulis dari seorang ahli inilah yang lazim disebut dalam praktek hukum Visum et Repertum.55

Pasal 133 ayat 1 KUHAP menyebutkan bahwa dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya.56

Kekuatan alat bukti keterangan ahli bersifat bebas, karena tidak mengikat seorang hakim untuk memakainya apabila bertentangan dengan keyakinannya. Guna keterangan ahli di persidangan merupakan alat bantu bagi hakim untuk menemukan kebenaran, dan hakim bebas mempergunakan sebagai pendapatnya sendiri atau tidak. Apabila bersesuaian dengan kenyataan yang lain di persidangan, keterangan ahli diambil sebagai pendapat hakim sendiri. Jika

(43)

keterangan ahli tersebut bertentangan, bisa saja dikesampingkan oleh hakim berdasarkan alasan yang jelas.57

c.Surat

Pengertian surat menurut Sudikno Mertokusumo ialah segala sesuatu yang memuat tanda bacaan,yang dimaksudkan untuk mencurahkan isi hati atau menyampaikan buah pikiran seseorang dan dapat dipergunakan sebagai pembuktian.Menurut Asser-Anema Surat ialah segala sesuatu yang mengandung tanda-tanda baca yang dapat dimengerti, dimaksud untuk mengeluarkan isi pikiran. Segala sesuatu yang tidak memuat tanda-tanda bacaan, atau meskipun memuat tanda-tanda bacaan, akan tetapi tidak mengandung buah pikiran, tidaklah termasuk dalam pengertian alat bukti tertulis atau surat.58

Diluar pengertian itu, ada beberapa bentuk tanda bacaan yang tidak termasuk jenis surat (disebut sebagai demonstrative evidence= benda untuk meyakinkan saja) antara lain : foto, peta, denah, meskipun ada tanda bacanya ,tetapi tidak mengandung suatu buah pikiran atau isi hati seseorang.Dalam praktik peradilan,melalui Surat Edaran Mahkamah Agung No.39/TU/88/102 Pid tanggal 14 Januari 1988 ditentukan bahwa :“microfilm atau microchip dapat digunakan sebagai bukti sah dalam perkara pidana (menggantikan alat-alat bukti surat sebagai diatur dalam Pasal 184 ayat(1) sub c KUHAP)”.59

57

Hari Sasangka;Lily Rosita, Hukum Pembuktian dalam Perkara Pidana, cet. 1, Mandar Maju, Bandung, 2003, h. 61.

58Ibid, h. 62. 59

H.P.Panggabean, op. cit., h. 90.

(44)

Berpedoman pada isi SEMA tersebut diatas alat bukti dapat bersifat :

a. Oral,merupakan kata-kata yang diucapkan dalam persidangan (keterangan saksi,keterangan ahli dan keterangan terdakwa);

b. Documentary : surat;

c. Demonstrative evidence : alat bukti materiil seperti microfilm dan microchip.60

1. Macam-Macam Alat Bukti Surat a. Surat biasa

Sebuah surat yang dibuat tanpa maksud dijadikan alat bukti.Jika kemudian menjadi alat bukti, hal itu merupakan suatu kebetulan saja.61 b. Akta Otentik

Akta berbeda dengan surat biasa, sebuah akta memang sengaja dibuat dengan tujuan untuk dijadikan alat bukti. Akta otentik dalam hukum acara perdata diatur dalam Pasal 165 HIR adalah surat yang dibuat oleh atau di hadapan pegawai umum yang berkuasa membuatnya, mewujudkan bukti yang cukup bagi kedua belah pihak dan ahli warisnya serta sekalian orang yang mendapat hak daripadanya, yaitu tentang segala hal, yang tersebut dalam surat itu dan juga tentang yang tercantum dalam surat itu sebagai pemberitahuan saja, tetapi yang tersebut kemudian itu hanya sekedar diberitahukan itu langsung berhubung dengan pokok dalam akta itu. 62

(45)

1. Acta ambteljk,yakni akta otentik yang dibuat sesuai kehendak Pejabat Umum tersebut.

2. Acta Partij,yakni akte otentik yang para pihak dihadapan pejabat umum.63

c. Akta di Bawah Tangan

Suatu akta yang dibuat oleh para pihak tanpa bantuan pejabat umum dengan tujuan untuk dipergunakan sebagai alat bukti.

Sejalan dengan tujuan hukum acara pidana untuk mencari kebenaran materil,konsekuensi sistem tersebut adalah bahwa hakim bebas untuk menggunakan atau mengesampingkan sebuah bukti surat sistem pembuktian dalam Hukum Acara Pidana ditentukan dalam Pasal 183 KUHAP bahwa surat terdakwa harus berdasarkan kesalahannya terbukti dengan sekurang-kurangnya 2(dua) alat bukti yang sah dan Hakim memperoleh keyakinan atas kesalahan terdakwa.

Pada praktek peradilan sering terjadi putusan pembebasan terdakwa atas dakwaan karena Hakim selalu menganut prinsip minimum pembuktian yang otentik Pasal 183 KUHAP,yang menentukan:

a. Sekurang-kurangnya dengan 2 alat bukti sah;

b. Dianggap tidak cukup membuktikan kesalahan terdakwa,hanya dengan satu alat bukt i yang berdiri sendiri.

63

(46)

Terobosan terhadap prinsip tersebut,ditentukan dalam Pasal 184 KUHAP,yang menentukan :“Dalam acara pemeriksaan cepat (tindak pidana ringan) keyakinan hakim cukup didukung satu alat bukti yang sah”.64

d.Petunjuk

Pengertian petunjuk sesuai dengan Pasal 188 KUHAP adalah perbuatan,kejadian, atau keadaan, yang karena persesuaian,baik antar yang satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya.65

Berbeda dengan alat bukti yang lain,yakni keterangan saksi, keterangan ahli, surat dan keterangan terdakwa maka alat bukti petunjuk diperoleh dari keterangan saksi, surat dan keterangan terdakwa. Akibat diperoleh dari alat bukti lain, maka alat bukti petunjuk bukan merupakan alat bukti langsung (indirect bewijs).66

Tugas Hakim akan lebih sulit dalam mempergunakan alat bukti petunjuk karena harus mencari hubungan antara perbuatan, kejadian atau keadaan, menarik kesimpulan yang perlu serta mengkombinasikan akibat-akibatnya dan akhirnya sampai pada suatu keputusan tentang terbukti atau tidaknya sesuatu yang telah didakwakan.67 Sehingga pengamatan oleh hakim (eigen warneming van de rechter) harus dilakukan selama sidang, apa yang telah dialami atau diketahui oleh hakim sebelumnya tidak dapat dijadikan dasar pembuktian, kecuali kalau perbuatan atau peristiwa itu telah diketahui oleh umum.68

64Ibid, h. 92 65

(47)

e.Keterangan terdakwa

Terdakwa adalah seorang tersangka yang dituntut, diperiksa dan diadili di sidang pengadilan. (Pasal 1 butir 15 KUHAP).

Tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana. (Pasal 1 butir 14 KUHAP).69

Keterangan terdakwa ialah apa yang terdakwa nyatakan dalam sidang terhadap perbuatan yang ia lakukan sendiri atau yang ia alami sendiri. (Pasal 189 ayat 1 KUHAP).70

1. Mengaku ia melakukan delik yang didakwakan

Keterangan Terdakwa ada kemungkinan berisi pengakuan terdakwa, Keterangan terdakwa tidak perlu sama dengan pengakuan terdakwa. Pengakuan terdakwa sebagai alat bukti mempunyai syarat-syarat :

2. Mengaku ia bersalah

Namun ada kemungkinan terdakwa memberikan pengakuan untuk sebagian yaitu terdakwa mengaku melakukan delik yang didakwakan tetapi ia tidak mengaku bersalah karena membela diri atau terdakwa mengaku melakukan delik yang didakwakan tetapi tidak sebesar yang didakwakan.71

1. Pengakuan harus diberikan oleh terdakwa sendiri secara bebas dan tidak dipaksa;

Oleh karena itu, pengakuan terdakwa harus memenuhi syarat-syarat yang tidak mudah untuk diterima sebagai alat bukti :

2. Pengakuan harus diberikan di sidang pengadilan yang memeriksa perkara terdakwa tersebut;

69

R.Soenarto Soerodibroto, op. cit.,h. 361. 70Ibid,

h. 440. 71

(48)

3. Pengakuan harus menyatakan dengan teliti cara-cara kejahatan tersebut dilakukan dan terdakwa mempunyai kesengajaan tertentu untuk melakukan suatu tindak pidana;

4. Pengakuan harus diberikan secara tegas bahwa terdakwa yang telah melakukan kejahatan yang dituduhkan kepadanya;

5. Pengakuan harus dikuatkan oleh keadaan-keadaan lain;

6. Pengakuan oleh terdakwa yang diterima harus didasarkan atas keyakinan hakim.72

Landasan penilaian atas keterangan terdakwa dengan kekuatan pembuktian keterangan terdakwa dapat dilakukan melalui 3 kriteria di bawah ini:

1. Sifat nilai pembuktiannya adalah bebas

Dalam sistem pembuktian hukum pidana,maka hakim berwenang menilai kebenaran keterangan terdakwa didasari alasan argumentatif,dengan menghubungkan dengan alat bukti yang lain.

2. Penilaian hakim harus didasari batas minimum pembukt ian.

Pengesahan pasal 189 (4) KUHAP memuat asas batas minimum pembuktian sehingga untuk menghukum terdakwa harus ada sekurang-kurangnya satu alat bukti yang lain untuk mencukupkan alat bukti keterangan terdakwa.

3. Harus memenuhi asas keyakinan hakim.

(49)

Keyakinan hakim harus melekat pada putusan yang diambilkan sesuai sistem pembuktian yang diatur Pasal 183 KUHAP (asas pembuktian menurut UU secara negatif).73

1. Pemeriksaan Setempat (plaatselijke onderzuk / locally examine)

Meskipun Hukum Pidana Indonesia sekarang masih menganut alat-alat bukt i yang sah sesuai dengan Pasal 184 KUHAP, tetapi tidak menutup kemungkinan para Penegak Hukum Indonesia memberi Putusan menemukan hukum dan menganut perluasan alat-alat bukti yang telah diakui di Negara-negara lain di bawah ini :

Pemeriksaan setempat sudah terbiasa dalam praktek peradilan yakni suatu proses pemeriksaan persidangan diluar sidang pengadilan.Tujuan pemeriksaan setempat adalah untuk menemukan suatu kepastian agar proses pembuktian lebih mudah dalam penilaian bukti perkara,misalnya:

a. Di tempat kejadian kecelakaan lalu-lintas; b. Melihat batas-batas tanah dalam perkara tanah. 2. Whistle Blower (Peniup Peluit = Pengungkapan)

Saat ini sering terjadi seseorang bertindak sebagai Whistle Blower dalam upaya mengungkapkan ketidakpuasan dirinya menghadapi ketidakbenaran suatu proses produksi di perusahaan tempat dia bekerja dan/atau dalam dunia pekerjaan di tempat dia bertugas.74

73

H. P. Panggabean, op. cit, h. 94.

74Ibid

(50)

Di Indonesia, melalui pemberitaan media pers sering kasus-kasus pidana yang melibatkan figur-figur publik sebagai calon-calon Whistle Blower,antara lain:

a. Kasus Komjen Pol.Susno Duadji terhadap kasus Gayus Tambunan dan PT.Arwana;

b. Kasus Gayus Tambunan terhadap Cirus Sinaga;

c. Kasus Agus Tjondro terhadap kasus Travel Check pesawat anggota DPR-RI tahun 2004-2009;

d. Kasus Nazaruddin terhadap kasus Wisma Atlet di Palembang (SEA GAMES 2011) dan kasus proyek Pelatnas Centre di Hambalang,Bogor; e. Kasus Ida Wadde terhadap kasus Banggar (Badan Anggaran) DPR-RI

tahun 2009-2011;75

3. Alat-Alat Bukti Bersifat Saintifik

Dalam praktek peradilan sudah sering terjadi penerapan alat bukti saintifik.Munir Fuady telah mengajukan bahasan penerapan alat bukti sainstifik dengan 2(dua) klasifikasi kriteria penerapan alat bukti,yakni:

a. Jenis-jenis alat bukti saintifik:

1. Keterangan dari orang yang dihipnotis untuk menolong mengingat masalalunya;

2. Keterangan dari orang yang sedang mabuk minuman keras; 3. Penggunaan truth serum test;

4. Blood typing test;

75Ibid

(51)

5. The systolic blood pressure deception test;

6. Mathematical certainty (the calculus of probability),atau the frequency theory of probability;

7. Penggunaan tes statistik untuk mengukur kemungkinan tingkat kesalahan dari suatu kesimpulan;

8. Penggunaan anjing pelacak untuk menentukan pelaku pembunuhan/perampokan/pencurian.76

b. Model-model alat bukt i saintifik yang sudah diterapkan,yakni: )

1. Tes kimia/darah terhadap orang mabuk;

2. Pencatatan dan deteksi kecepatan (penggunaan radar atau VASCAR);

3. Laboratorium polisi,seperti sidik jari (termasuk fingerprinting,soleprints,dan palmprints),analisis kimia terhadap narkotika, tes kepalsuan tanda tangan,kepalsuan dokumen,dan lain-lain;

4. Tes darah untuk membuktikan ada tidaknya hubungan darah diantara ibu dan anak;

5. Tes urin untuk membuktikan pemakaian narkotika;

6. Tes breathalyzer untuk menganalisis sampel pernafasan dalam membuktikan kandungan alkohol dalam darah;

7. Tes nalline untuk membuktikan penggunaan narkotika; 8. Tes DNA untuk membuktikan pelaku kejahatan;

76Ibid

(52)

9. Microanalysis,untuk menganalisis benda-benda yang sangat kecil,seperti pecahan kaca,serat kayu,jenis tanah,jenis rambut/bulu,dan lain-lain;

10.Neutron activation analysis untuk mengidentifikasi dan membandingkan alat bukti fisik (physical evidence) misalnya,dilakukan terhadap rambut,debu,kertas,kayu,pecahan kaca,patahan besi,kertas dan lain-lain;

11.Tes psychiatry dan psychology untuk melihat kesehatan mental dari pelaku kejahatan;

12.Analisis suara dalam bentuk spectographic voice identification (voice print);

13.Pemakaian foto,video,film,dan lain-lain;

14.Polygraph sebagai lie detector.Keakuratan lie detector ternyata berkisar antara 75% sampai 90%;

15.Tes forensik (forensik pathology) untuk membuktikan sebab kematian;

16.Firearms identification evidence (tes ballistics)

17.The sodium-pentothal onterview sebagai tes tentang kebenaran (truthfulness);

18.Dan lain-lain.77

77Ibid

(53)

F. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalahpenelitian deskriptif yaitu analisis data tidak keluar dari lingkup sampel.78

2. Sifat Penelitian

Penelitian ini menggali persoalan dari literatur-literatur saja, dalam konteks kualitatif diupayakan proyeksinya kepada kontekstualisasi dan hasil-hasil penelitian yang dicapai. Penelitian kepustakaan ini lebih banyak dilakukan dengan membaca literatur yang ada yang berkaitan dengan masalah yang dibahas. Khususnya yang berhubungan dengan hukum, kedokteran dan kedokteran kehakiman.

Penelitian ini bersifat deduktif, yaitu berdasarkan teori atau konsep yang bersifat umum diaplikasikan untuk menjelaskan tentang seperangkat data,atau menunjukkan komparasi atau hubungan seperangkat data dengan seperangkat data yang lain.79

3. Pendekatan Masalah

Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui permasalahan yang diteliti secara terang dan terfokus. Yaitu menggambarkan peranan tes DNA dalam pembuktian suatu tindak pidana, kemudian menganalisis putusan pengadilan yang berkaitan dengan hal tersebut hingga meraih suatu kesimpulan dari pokok masalah berdasarkan data-data yang telah terkumpul.

Penelitian yang dilakukan ini menggunakan cara pendekatan normatif, yaitu pendekatan yang berdasarkan ketentuan hukum, baik undang-undang, serta pendapat para ahli kedokteran seputar tes DNA.

78

Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, cet.11, Rajawali Pers, Jakarta, 2010, h. 37.

79Ibid

(54)

4. Pengumpulan Data

Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan, oleh karena itu dalam penelitiannya menggunakan dua bahan hukum, yaitu bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer adalah sumber pokok yang dijadikan landasan dalam penelitian ini diantaranya meliputi : Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang berisi ketentuan-ketentuan pidana dan tata cara pelaksanaan pidana tersebut, buku tentang hukum dan pembuktian seperti : Hukum Pembuktian dalam Perkara Pidana karya Hari Sasangka ; Lily Rosita, Hukum Pembuktian Teori-Praktik dan Yurisprudensi Indonesia karya H.P. Panggabean, serta buku kedokteran dan biologi seperti : Penerapan Ilmun Kedokteran Forensik dalam Proses Penyidikan karya Abdul Mun’im Idries, Biology Fourth Edition karya Neil.A Campbell, dll.

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder adalah sumber data yang tersusun dalam bentuk dokumen dan arsip-arsip resmi yang mendukung permasalahan yang sedang dikemukakan. Data yang merupakan data tambahan seperti putusan pengadilan, artikel internet, dan tulisan-tulisan lain tentang tes DNA.

5. Analisis Data

(55)

Deduksi yaitu cara pengerjaan untuk menyimpulkan pengetahuan-pengetahuan konkret mengenai kaidah yang benar dan tepat untuk diterapkan dalam penyelesaian suatu permasalahan (perkara) tertentu.

G. Sistematika Penelitian

Agar lebih mudah memahami hasil penelitian dan pembahasannya yang tertuang dalam skripsi ini, penulisan skripsi ini selanjutnya dibagi dengan sistematika sebagai berikut :

Bab pertama berisikan pendahuluan sebagai gambaran awal tentang pembahasan dalam penelitian ini. Bab ini berisikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan kepustakaan, metode penelitian ,dan diakhiri dengan sistematika penelitian. Agar lebih memahami DNA, maka penulis juga menguraikan tentang pengertian DNA dan tindak pidana, serta alat-alat bukti yang sah dalam hukum pidana Indonesia.

Bab kedua berisikan tentang peranan tes DNA pada pembuktian perkara pidana dan juga peranan tes DNA pada bidang-bidang lainnya yang terkait dengan tes DNA. Agar lebih mudah memahami tes DNA dalam pembuktian perkara pidana, maka penulis juga mengangkat kasus-kasus menarik yang berkaitan dengan tes DNA serta membahas kaitan tes DNA dengan pelaku tindak pidana maupun korban tindak pidana melalui analisis ringkas putusan pengadilan.

(56)

pengadilan, selain itupenulis juga menganalisis putusan pengadilan terhadap beberapa kasus fenomenal yang terjadi di Indonesia.

(57)

BAB II

PERANAN TES DNA DALAM PEMBUKTIAN PERKARA PIDANA

A. Perkembangan Tes DNA dalam Ilmu Kedokteran

Perkembangan tes DNA bermula ketika penemuan tentang bersatunya ovum dan sperma untuk dapat terjadinya embrio dan individu baru yang dikemukakan oleh sarjana Belanda Regnier de Graaf pada tahun 1672.80

Pada tahun 1869 seorang ahli ilmu kimia Jerman bernama Friedrich Miescher menemukan zat fosfor yang sangat tinggi pada nukleus sel selain dari protein, karbohidrat, lemak dan asam yang selanjutnya disebut asam nukleat. L.Spallanzani kemudian pada Tahun 1785, melakukan penemuan yaitu tidak akan terjadi pembuahan dan pertumbuhan embrio pada katak jika cairan mani yang telah disaring spermanya dicampur dengan telur betina jenis yang sama.

81

80

Wildan Yatim, Genetika, Tarsito, Bandung, 1986, h. 18. 81

Suryo, Genetika Manusia, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 1986, h. 25.

Pada tahun 1872 Miescher kemudian menemukan asam nukleat pertamanya dari sperma ikan paus dan inti-inti sel dalam nanah.

Gambar

Gambar 1 di atas menggunakan analisis RFLP, dan menunjukkan hasil tes
Tabel 1
Tabel 2

Referensi

Dokumen terkait