• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sistem Penunjang Keputusan Diversifikasi Produk Tebu (Studi Kasus : PT. PG. Rajawali II Unit PG. Jatitujuh, Majalengka-Jawa Barat)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Sistem Penunjang Keputusan Diversifikasi Produk Tebu (Studi Kasus : PT. PG. Rajawali II Unit PG. Jatitujuh, Majalengka-Jawa Barat)"

Copied!
129
0
0

Teks penuh

(1)

”Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-bangga

tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada adzab yang keras

dan ampunan dari Allah serta keridaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu”

.(Al-Hadid : 20)

“Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin, diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Qur'an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain)

(2)

SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN DIVERSIFIKASI PRODUK TEBU (Studi Kasus : PT. PG. Rajawali II unit PG. Jatitujuh,Majalengka-Jawa

Barat)

Oleh :

TUBAGUS LUTFI ROHMAN F 34102117

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

Tb Lutfi Rohman. F34102117. Sistem Penunjang Keputusan Diversifikasi Produk Tebu di PT. PG. Rajawali II Unit PG. Jatitujuh, Majalengka-Jawa Barat. Dibawah bimbingan Marimin dan Endang Warsiki, 2007.

RINGKASAN

Gula merupakan salah satu produk strategis dalam perekonomian Indonesia.

Permintaan gula secara nasional diperkirakan akan terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk, pendapatan masyarakat, dan pertumbuhan industri pengolahan makanan dan minuman. Secara umum, hingga saat ini kondisi industri gula masih belum sehat, karena produktivitas kebun yang rendah dan inefisiensi pabrik. Oleh karena itu kebutuhan gula nasional harus dipenuhi dengan impor. Harga gula domestik yang sering kali tidak dapat bersaing dengan harga gula dunia menyebabkan kerugian bagi industri gula. Untuk segala permasalahan diatas maka perlu ada pembenahan di kebun dan di pabrik. Selain itu, diversifikasi produk melalui pemanfaatan hasil samping tebu, perlu dipikirkan untuk meningkatkan pendapatan pabrik yang selanjutnya akan mengurangi biaya produksi gula.

Tujuan penelitian ini adalah mempelajari faktor-faktor dan parameter yang mempengaruhi dalam pengembangan diversifikasi tebu. Selain itu penelitian in juga merancang model Sistem Penunjang Keputusan Diversifikasi Tebu untuk pengembangan agroindustri berbasis tebu. Ruang lingkup penelitian adalah pemilihan produk tebu, kelayakan finansial produk terpilih dan strategi pengembangan diversifikasi tebu.

Model Sistem Penunjang Keputusan Diversifikasi Produk Tebu diimplementasikan dengan menggunakan bahasa program Microsoft Visual Basic 6.0 dengan Formula One Workbook Designer untuk basis data dinamis dan menggunakan format HTML untuk basis data statis. Aplikasi model ini adalah paket program komputer yang diberi nama SPKDPT (Sistem Penunjang Keputusan Diversifikasi Produk Tebu). Model yang digunakan adalah model pemilihan produk tebu, kelayakan finansial dan strategi pengembangan diversifikasi tebu. Model-model tersebut menghasilkan alternatif-alternatif yang akan menjadi pertimbangan oleh para pengambil keputusan. Model ini dikembangkan dengan data yang berasal dari PT PG Rajawali II unit PG Jatitujuh, BPPT, LIPI melalui survey lapang, wawancara pakar dan penelusuran pustaka di instansi terkait.

Model pemilihan produk digunakan untuk menentukan prioritas produk turunan tebu. Untuk penentuan bobot kriteria digunakan metoda Pairwise

Comparison. Sedangkan penentuan produk unggulan digunakan metoda

(4)

pucuk dengan nilai sebesar 684, pupuk mix dengan nilai sebesar 925,

biofuel/bioethanol dengan nilai sebesar 1872 dan energi dengan nilai 1834. Produk terpilih adalah biofuel/bioethanol dengan nilai MPE sebesar 1872. Pemilihan produk ini seiring dengan kebijakan pemerintah melalui Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional dan Instruksi Presiden Republik Indonesia nomor 1 tahun 2006 tentang penyediaan dan pemanfaatan bahan bakar nabati (biofuel) sebagai bahan bakar lain. Dukungan internasional mengenai penggunaan bahan bakar nabati melalui pemberlakuan Protokol Kyoto pada tanggal 16 Februari 2005 untuk mereduksi emisi gas rumah kaca ke atmosfer yang menjadi pemikiran pentingnya mengembangkan

biofuel/bioethanol terintegrasi dengan pabrik gula tebu.

Model kelayakan finansial digunakan untuk menilai kelayakan industri produk terpilih dilihat dari aspek finansial. Kriteria kelayakan yang digunakan adalah NPV, B/C Ratio, IRR, PBP dan BEP. Hasil dari model ini menunjukan bahwa untuk umur proyek 10 tahun, industri bioethanol/biofuel adalah layak, dengan nilai NPV dengan nilai Rp. 61,307,178,659.-, IRR dengan nilai 24.7 %, Net B/C dengan nilai 1.483, PBP dengan nilai 4.14 tahun dan BEP 1,885,745 liter/tahun.

Model strategi diversifikasi tebu digunakan untuk menganalisa prioritas tujuan, aktor, faktor dan strategi pengembangan diversifikasi tebu. Teknik pengambilan keputusan yang digunakan adalah Analytical Hirachy Process

(AHP). Hasil analisa menunjukan strategi yang dilakukan adalah efektifitas dan efisiensi dalam pengembangan diversifikasi tebu yaitu melakukan pengelolaan yang lebih baik pada industri gula dan pabrik produk turunan tebu (PDT).

Berdasarkan hasil kajian diatas dapat disimpulkan bahwa model yang dikembangkan telah menghasilkan : (i) Produk terpilih yaitu biofuel/bioethanol (ii) Prospek proyek produk terpilih secara finansial layak untuk didirikan pabrik dan (iii) Strategi diversifikasi tebu adalah efektifitas dan efisiensi. Hasil kajian menunjukan produk terpilih memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan. Namun demikian, perlu ditambahkan model lain seperti model prakiraan pasar dan model penentuan lokasi.

(5)

Tb Lutfi Rohman. F34102117. Decision Support System for Product Diversification of Sugarcane in PT. PG. Rajawali II PG. Jatitujuh Unit, Majalengka-West Java. Supervised by Marimin and Endang Warsiki, 2007.

SUMMARY

Sugar is one of the strategic product in Indonesia’s economy. National demand for sugar is estimated increasing along with the increasing population and the growing of industry processing of food and beverage. Indonesia sugar industry faced declining of sugar productivity, due to low sugarcane productivity and efficiency in sugar mill. The low sugar supply for domestic demand resulted in depending on sugar import which can not be avoided. National sugar price which frequently cannot compete with world price. It is therefore a reparation of sugarcane productivity and sugar mill must be done. With in development through utilizing sugarcane by-product, it will bring the improvement factory earnings and decreasing sugar production cost.

The aim of the research is to learn all parameters and factors influencing in development product diversification especially in utilizing sugarcane by product. Model Decision Support System for Product Diversification of Sugarcane was provided. The scope of this research is (i) to choose diversification of sugarcane product, (ii) to analyze financial feasibility and to develop strategy for sugarcane diversification.

Decision Support System for Product Diversification of Sugarcane was implimented by using Microsoft Visual Basic 6.0. Formula One Workbook Designer for dynamic database and Microsoft Web Page for static database. The application software is named SPKDPT (Sistem Penunjang Keputusan Diversifikasi Tebu). The model consist of selection of sugar cane diversification product, financial feasibility of the chosen product and development diversification strategy of the product. The model provide decision alternative for all stake holder. The model was verified by using data collected from PT PG Rajawali II unit PG Jatitujuh, BPPT, LIPI through field survey, experts interview and references track in related institution.

Product selection model can be used to determine prospective sugarcane generation product priority. The determination of selection criteria applies a method of pairwise comparison. On the other hand determination of pre-eminent product carried out by the use of exponential comparison method ( MPE). Alternative product as about 28 kinds, in coming from 5 sugarcanes by-product, they are leaf, sprout, filter muds, bagasse and molase. Result of this model consist of two priorities, sugarcane generation product priority and raw material product priority. Five product generation of sugar cane with the biggest value MPE is biofuel/bioethanol with the value of 1872, followed by energy as about 1834, alcohol as about 1630, acetate acid & generation as about 1452 and particle board as about 1317. Moreover, it is seen that, product priority are manure from leaf with value of 722, manure from sprout as about 684, mix manure with a value of 925, biofuel / bioethanol with a value of 1872 and energy as about 1834.

(6)

Instruction President Republic Of Indonesia in 2006 No.1. This regulation is about exploration biofuel as alternative fuel to substitute demanding on petrol fuel.

The model of financial feasibility is designed to determaine industry feasibility of chosen product. Feasibility criteria such as NPV, B/Ratio, IRR, PBP and BEP are calculated in the model. For 10 year project, the bioethanol/biofuel industry is feasible to be developed, with value of NPV as about Rp. 61,307,178,659.-, IRR as about 24.7 %, Net B/C as about 1.483, PBP as about 4.14 year and BEP as about 1,885,745 litre / year.

Strategy model of sugarcane diversification is designed to analyze priority of goal, actor, diversification factor and development strategy sugarcane. AHP is used to make decision. The Result of this model show that the reccomended strategy is effectiveness and efficiency in diversification development of sugarcane, by conducting better management. The results can be concluded that : (i) Chosen product to be developed is biofuel/bioethanol; (ii) Prospect of the project is feasibile financially and (iii) Strategy diversification of sugarcane is effectiveness and efficiency. However, the conducted research still require many further model to improve a better support decision in sugarcane diversification such as market model identification and location suitability identification.

(7)

SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN DIVERSIFIKASI PRODUK TEBU (Studi Kasus : PT. PG. Rajawali II unit PG. Jatitujuh,Majalengka-Jawa

Barat)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh :

TUBAGUS LUTFI ROHMAN F 34102117

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)

SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN DIVERSIFIKASI PRODUK TEBU (Studi Kasus : PT. PG. Rajawali II unit PG. Jatitujuh,Majalengka-Jawa

Barat)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh :

TUBAGUS LUTFI ROHMAN F 34102117

Tanggal Lulus : 16 Juli 2007

Disetujui, Bogor, Agustus 2007

Pembimbing Akademik I

Prof. Dr. Ir. Marimin, M.Sc

Pembimbing Akademik II

Dr. Ir. Endang Warsiki, MT

(9)

SURAT PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul “SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN DIVERSIFIKASI PRODUK TEBU” Studi Kasus di PT. PG. Rajawali II Unit PG. Jatitujuh Majalengka, Jawa Barat“ adalah asli karya saya sendiri dengan arahan dosen pembimbing, kecuali yang jelas ditunjukkan rujukkannya.

Bogor, Agustus 2007 Yang membuat pernyataan,

(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Serang-Banten pada tanggal 19 Mei 1984. penulis merupakan anak ke-tujuh dari tujuh bersaudara, putra dari pasangan Tb Halimi Idrus dan Nining A. Linarsih.

Penulis mulai memasuki dunia pendidikan sekolah dasar di Sekolah Dasar Islam Kebaharan Serang 1990 danlulus pada tahun 1996. kemudian melanjutkan pendidikan Tsanawiyah di Pesantren Persatuan Islam (Persis) Tarogong-Garut, hingga tahun 1998 penulis pindah ke sekolah MTsN Penancangan-Serang dan lulus pada tahun 1999. Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan pendidikan di SMUN I Serang dan lulus pada tahun 2002. Pada tahun yang sama, penulis diterima pada program sarjana Institut Pertanian Bogor melalui jalur UMPTN di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Selama masa kuliah penulis aktif dalam beberapa kepanitiaan seperti Lepas Landas Sarjana 2004 dan hari warga industri (HAGATRI) 2004. Dalam organisasi aktif di Forum Bina Islami (FBI) FATETA dan Badan Eksekuif Mahasiswa (BEM) FATETA.

(11)

”Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-bangga

tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada adzab yang keras

dan ampunan dari Allah serta keridaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu”

.(Al-Hadid : 20)

“Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin, diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Qur'an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain)

(12)

SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN DIVERSIFIKASI PRODUK TEBU (Studi Kasus : PT. PG. Rajawali II unit PG. Jatitujuh,Majalengka-Jawa

Barat)

Oleh :

TUBAGUS LUTFI ROHMAN F 34102117

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(13)

Tb Lutfi Rohman. F34102117. Sistem Penunjang Keputusan Diversifikasi Produk Tebu di PT. PG. Rajawali II Unit PG. Jatitujuh, Majalengka-Jawa Barat. Dibawah bimbingan Marimin dan Endang Warsiki, 2007.

RINGKASAN

Gula merupakan salah satu produk strategis dalam perekonomian Indonesia.

Permintaan gula secara nasional diperkirakan akan terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk, pendapatan masyarakat, dan pertumbuhan industri pengolahan makanan dan minuman. Secara umum, hingga saat ini kondisi industri gula masih belum sehat, karena produktivitas kebun yang rendah dan inefisiensi pabrik. Oleh karena itu kebutuhan gula nasional harus dipenuhi dengan impor. Harga gula domestik yang sering kali tidak dapat bersaing dengan harga gula dunia menyebabkan kerugian bagi industri gula. Untuk segala permasalahan diatas maka perlu ada pembenahan di kebun dan di pabrik. Selain itu, diversifikasi produk melalui pemanfaatan hasil samping tebu, perlu dipikirkan untuk meningkatkan pendapatan pabrik yang selanjutnya akan mengurangi biaya produksi gula.

Tujuan penelitian ini adalah mempelajari faktor-faktor dan parameter yang mempengaruhi dalam pengembangan diversifikasi tebu. Selain itu penelitian in juga merancang model Sistem Penunjang Keputusan Diversifikasi Tebu untuk pengembangan agroindustri berbasis tebu. Ruang lingkup penelitian adalah pemilihan produk tebu, kelayakan finansial produk terpilih dan strategi pengembangan diversifikasi tebu.

Model Sistem Penunjang Keputusan Diversifikasi Produk Tebu diimplementasikan dengan menggunakan bahasa program Microsoft Visual Basic 6.0 dengan Formula One Workbook Designer untuk basis data dinamis dan menggunakan format HTML untuk basis data statis. Aplikasi model ini adalah paket program komputer yang diberi nama SPKDPT (Sistem Penunjang Keputusan Diversifikasi Produk Tebu). Model yang digunakan adalah model pemilihan produk tebu, kelayakan finansial dan strategi pengembangan diversifikasi tebu. Model-model tersebut menghasilkan alternatif-alternatif yang akan menjadi pertimbangan oleh para pengambil keputusan. Model ini dikembangkan dengan data yang berasal dari PT PG Rajawali II unit PG Jatitujuh, BPPT, LIPI melalui survey lapang, wawancara pakar dan penelusuran pustaka di instansi terkait.

Model pemilihan produk digunakan untuk menentukan prioritas produk turunan tebu. Untuk penentuan bobot kriteria digunakan metoda Pairwise

Comparison. Sedangkan penentuan produk unggulan digunakan metoda

(14)

pucuk dengan nilai sebesar 684, pupuk mix dengan nilai sebesar 925,

biofuel/bioethanol dengan nilai sebesar 1872 dan energi dengan nilai 1834. Produk terpilih adalah biofuel/bioethanol dengan nilai MPE sebesar 1872. Pemilihan produk ini seiring dengan kebijakan pemerintah melalui Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional dan Instruksi Presiden Republik Indonesia nomor 1 tahun 2006 tentang penyediaan dan pemanfaatan bahan bakar nabati (biofuel) sebagai bahan bakar lain. Dukungan internasional mengenai penggunaan bahan bakar nabati melalui pemberlakuan Protokol Kyoto pada tanggal 16 Februari 2005 untuk mereduksi emisi gas rumah kaca ke atmosfer yang menjadi pemikiran pentingnya mengembangkan

biofuel/bioethanol terintegrasi dengan pabrik gula tebu.

Model kelayakan finansial digunakan untuk menilai kelayakan industri produk terpilih dilihat dari aspek finansial. Kriteria kelayakan yang digunakan adalah NPV, B/C Ratio, IRR, PBP dan BEP. Hasil dari model ini menunjukan bahwa untuk umur proyek 10 tahun, industri bioethanol/biofuel adalah layak, dengan nilai NPV dengan nilai Rp. 61,307,178,659.-, IRR dengan nilai 24.7 %, Net B/C dengan nilai 1.483, PBP dengan nilai 4.14 tahun dan BEP 1,885,745 liter/tahun.

Model strategi diversifikasi tebu digunakan untuk menganalisa prioritas tujuan, aktor, faktor dan strategi pengembangan diversifikasi tebu. Teknik pengambilan keputusan yang digunakan adalah Analytical Hirachy Process

(AHP). Hasil analisa menunjukan strategi yang dilakukan adalah efektifitas dan efisiensi dalam pengembangan diversifikasi tebu yaitu melakukan pengelolaan yang lebih baik pada industri gula dan pabrik produk turunan tebu (PDT).

Berdasarkan hasil kajian diatas dapat disimpulkan bahwa model yang dikembangkan telah menghasilkan : (i) Produk terpilih yaitu biofuel/bioethanol (ii) Prospek proyek produk terpilih secara finansial layak untuk didirikan pabrik dan (iii) Strategi diversifikasi tebu adalah efektifitas dan efisiensi. Hasil kajian menunjukan produk terpilih memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan. Namun demikian, perlu ditambahkan model lain seperti model prakiraan pasar dan model penentuan lokasi.

(15)

Tb Lutfi Rohman. F34102117. Decision Support System for Product Diversification of Sugarcane in PT. PG. Rajawali II PG. Jatitujuh Unit, Majalengka-West Java. Supervised by Marimin and Endang Warsiki, 2007.

SUMMARY

Sugar is one of the strategic product in Indonesia’s economy. National demand for sugar is estimated increasing along with the increasing population and the growing of industry processing of food and beverage. Indonesia sugar industry faced declining of sugar productivity, due to low sugarcane productivity and efficiency in sugar mill. The low sugar supply for domestic demand resulted in depending on sugar import which can not be avoided. National sugar price which frequently cannot compete with world price. It is therefore a reparation of sugarcane productivity and sugar mill must be done. With in development through utilizing sugarcane by-product, it will bring the improvement factory earnings and decreasing sugar production cost.

The aim of the research is to learn all parameters and factors influencing in development product diversification especially in utilizing sugarcane by product. Model Decision Support System for Product Diversification of Sugarcane was provided. The scope of this research is (i) to choose diversification of sugarcane product, (ii) to analyze financial feasibility and to develop strategy for sugarcane diversification.

Decision Support System for Product Diversification of Sugarcane was implimented by using Microsoft Visual Basic 6.0. Formula One Workbook Designer for dynamic database and Microsoft Web Page for static database. The application software is named SPKDPT (Sistem Penunjang Keputusan Diversifikasi Tebu). The model consist of selection of sugar cane diversification product, financial feasibility of the chosen product and development diversification strategy of the product. The model provide decision alternative for all stake holder. The model was verified by using data collected from PT PG Rajawali II unit PG Jatitujuh, BPPT, LIPI through field survey, experts interview and references track in related institution.

Product selection model can be used to determine prospective sugarcane generation product priority. The determination of selection criteria applies a method of pairwise comparison. On the other hand determination of pre-eminent product carried out by the use of exponential comparison method ( MPE). Alternative product as about 28 kinds, in coming from 5 sugarcanes by-product, they are leaf, sprout, filter muds, bagasse and molase. Result of this model consist of two priorities, sugarcane generation product priority and raw material product priority. Five product generation of sugar cane with the biggest value MPE is biofuel/bioethanol with the value of 1872, followed by energy as about 1834, alcohol as about 1630, acetate acid & generation as about 1452 and particle board as about 1317. Moreover, it is seen that, product priority are manure from leaf with value of 722, manure from sprout as about 684, mix manure with a value of 925, biofuel / bioethanol with a value of 1872 and energy as about 1834.

(16)

Instruction President Republic Of Indonesia in 2006 No.1. This regulation is about exploration biofuel as alternative fuel to substitute demanding on petrol fuel.

The model of financial feasibility is designed to determaine industry feasibility of chosen product. Feasibility criteria such as NPV, B/Ratio, IRR, PBP and BEP are calculated in the model. For 10 year project, the bioethanol/biofuel industry is feasible to be developed, with value of NPV as about Rp. 61,307,178,659.-, IRR as about 24.7 %, Net B/C as about 1.483, PBP as about 4.14 year and BEP as about 1,885,745 litre / year.

Strategy model of sugarcane diversification is designed to analyze priority of goal, actor, diversification factor and development strategy sugarcane. AHP is used to make decision. The Result of this model show that the reccomended strategy is effectiveness and efficiency in diversification development of sugarcane, by conducting better management. The results can be concluded that : (i) Chosen product to be developed is biofuel/bioethanol; (ii) Prospect of the project is feasibile financially and (iii) Strategy diversification of sugarcane is effectiveness and efficiency. However, the conducted research still require many further model to improve a better support decision in sugarcane diversification such as market model identification and location suitability identification.

(17)

SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN DIVERSIFIKASI PRODUK TEBU (Studi Kasus : PT. PG. Rajawali II unit PG. Jatitujuh,Majalengka-Jawa

Barat)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh :

TUBAGUS LUTFI ROHMAN F 34102117

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(18)

SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN DIVERSIFIKASI PRODUK TEBU (Studi Kasus : PT. PG. Rajawali II unit PG. Jatitujuh,Majalengka-Jawa

Barat)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh :

TUBAGUS LUTFI ROHMAN F 34102117

Tanggal Lulus : 16 Juli 2007

Disetujui, Bogor, Agustus 2007

Pembimbing Akademik I

Prof. Dr. Ir. Marimin, M.Sc

Pembimbing Akademik II

Dr. Ir. Endang Warsiki, MT

(19)

SURAT PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul “SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN DIVERSIFIKASI PRODUK TEBU” Studi Kasus di PT. PG. Rajawali II Unit PG. Jatitujuh Majalengka, Jawa Barat“ adalah asli karya saya sendiri dengan arahan dosen pembimbing, kecuali yang jelas ditunjukkan rujukkannya.

Bogor, Agustus 2007 Yang membuat pernyataan,

(20)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Serang-Banten pada tanggal 19 Mei 1984. penulis merupakan anak ke-tujuh dari tujuh bersaudara, putra dari pasangan Tb Halimi Idrus dan Nining A. Linarsih.

Penulis mulai memasuki dunia pendidikan sekolah dasar di Sekolah Dasar Islam Kebaharan Serang 1990 danlulus pada tahun 1996. kemudian melanjutkan pendidikan Tsanawiyah di Pesantren Persatuan Islam (Persis) Tarogong-Garut, hingga tahun 1998 penulis pindah ke sekolah MTsN Penancangan-Serang dan lulus pada tahun 1999. Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan pendidikan di SMUN I Serang dan lulus pada tahun 2002. Pada tahun yang sama, penulis diterima pada program sarjana Institut Pertanian Bogor melalui jalur UMPTN di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Selama masa kuliah penulis aktif dalam beberapa kepanitiaan seperti Lepas Landas Sarjana 2004 dan hari warga industri (HAGATRI) 2004. Dalam organisasi aktif di Forum Bina Islami (FBI) FATETA dan Badan Eksekuif Mahasiswa (BEM) FATETA.

(21)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT, Rabbku yang telah melimpahkan segala rezeki dan kasih sayang-Nya kepada semua makhluk-Nya di alam semesta ini. Shalawat dan salam semoga senantiasa terlimpah kepada kekasih dan panutan kehidupan kita, Rasulullah Muhammad saw. Dengan segala keikhlasan dalam perjuangan ditemani oleh sahabat-sahabat yang mengikuti jejak beliau, telah memberikan bimbingan kepada umatnya dan mengarahkannya kepada jalan kehidupan yang lurus dan diridhai oleh Allah SWT.

Segala puji bagi Allah SWT, Rabbku, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ”Sistem Penunjang Keputusan Diversifikasi Produk Tebu” yang merupakan salah satu persyaratan kelulusan guna memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Penulis menyadari bahwa penyelesaian skripsi ini tidak terlepas atas bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Ir. Marimin, M.Sc, selaku dosen pembimbing akademik yang secara terus menerus memberikan perhatian, arahan dan bimbingannya.

2. Dr. Ir. Endang Warsiki, MT, selaku dosen pembimbing akademik II yang dalam penelitian memberikan perhatian, arahan dan bimbingannya.

3. Ir. Andes Ismayana, MT, selaku dosen penguji dan staff dosen Departemen Teknologi Industri Pertanian atas saran dan bantuannya dalam perbaikan skripsi ini.

4. Teman-teman TIN 39, yang mendukung dan menyumbangkan pikirannya di dalam penyelesaian skripsi.

5. Pihak-pihak yang tidak disebutkan disini, yang telah membantu dalam penyelesaian penelitian.

(22)

teman-teman yang mendukung dengan do’a dan memberikan dorongan semangat kepada penulis. Semoga Allah memberikan jalan yang terbaik untuk kita semua untuk mencapai keridhoan dan Surga-Nya, amin. Akhirnya Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan dan dapat menambah pengetahuan pembacanya.

Bogor, Agustus 2007

(23)

DAFTAR ISI D. OUTPUT PENELITIAN………….………...

II. TINJAUAN PUSTAKA ………...………... A. TEBU DAN DIVERSIFIKASINYA…..……... B. PELUANG DIVERSIFIKASI……….... C. SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN... D. METODE PERBANDINGAN EKSPONENSIAL... E. PROSES HIRARKI ANALITIK... F. ANALISIS FINANSIAL... 1. Net Present value (NPV)... 2. Internal Rate of Return (IRR)... 3. Net Benefit Cost Ratio (Net B/C)... 4. Pay Back Period (PBP)... G. STRATEGI DIVERSIFIKASI TEBU... 1. Agroindustri... 2. Kebijakan Gula Nasional...

III.METODOLOGI PENELITIAN ………... A. KERANGKA PEMIKIRAN ………...………... B. PENDEKATAN SISTEM …...………...

(24)

1. Analisa Kebutuhan……… 2. Formulasi Permasalahan………... 3. Identifikasi sistem………

C. TATA LAKSANA………..

1. Jenis dan Sumber data……….. 2. Metoda Pengumpulan Data………... 3. Pengolahan dan Analisis Data……….. 4. Pengembangan Sistem………..

IV. PROFIL PERUSAHAAN...

A. SEJARAH PERUSAHAAN………...

B. LETAK GEOGRAFIS DAN PENGGUNAAN

LAHAN... C. PRODUK DAN MUTU... C. PENGEMBANGAN USAHA...

V. PEMODELAN SISTEM... A. KONFIGURASI SISTEM... B. RANCANGAN GLOBAL SISTEM ... 1. Data Flow Diagram (DFD)... 2. Conceptual Data Model (CDM)... C. KERANGKA MODEL...

1. Sistem Pengolahan Terpusat... 2. Sistem Manajemen Basis Data Statis... 3. Sistem Manajemen Basis Data Dinamis... 4. Sistem Manajemen basis Model... 5. Sistem Manajemen Dialog...

VI.HASIL DAN PEMBAHASAN ………...………... A. PROGRAM UTAMA SPKDPT ...…... 1. Sistem Pengolahan Terpusat………. 2. Sistem Manajemen Basis Data……….

(25)

B. MODEL PEMILIHAN PRODUK DERIVAT TEBU... 1. Input Model Pemilihan Produk... 2. Output Model Pemilihan Produk... 3. Tampilan Model Pemilihan Produk... C. MODEL KELAYAKAN FINANSIAL...

1. Input Model Kelayakan Finansial... 2. Output Model Kelayakan Finansial... 3. Tampilan Model Kelayakan Finansial... D. MODEL STRATEGI DIVERSIFIKASI TEBU...

(26)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Beberapa indikator efisiensi teknis pabrik gula di Indonesia

tahun 2002-2004………….……… 2 Tabel 2. Komposisi ampas………..……….. 7 Tabel 3. Komposisi blotong... 9 Tabel 4. Komposisi molase... 10 Tabel 5. Penggunaan lahan PG Jatitujuh………..……...………….. 39 Tabel 6. Kualitas Gula Kristal Putih………... 41 Tabel 7. Pembobotan kriteria dengan pairwise comparison……….. 65 Tabel 8. Penilaian produk derivat tebu terhadap kriteria ... 66 Tabel 9. Prioritas PDT menggunakan MPE... 67 Tabel 10. Emisi karbon dari produksi ethanol... 71 Tabel 11. Biaya investasi... 72 Tabel 12. Biaya operasional tahunan... 73 Tabel 13. Nilai asumsi yang digunakan dalam analisa kelayakan finansial

industri Bioethanol/Biofuel... 74 Tabel 14. Rincian sumber dana... 75 Tabel 15. Analisis sensitifitas terhadap biaya produksi, harga bahan baku

dan harga jual... 76 Tabel 16. Hasil agregat tujuan... 81 Tabel 17. Hasil agregat aktor... 82 Tabel 18. Hasil agregat faktor... 83 Tabel 19. Hasil agregat alternatif strategi... 84 Tabel 20. Perkembangan produksi dan produktivitas gula di Indonesia,

(27)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Pohon industri tebu ... 11 Gambar 2. Strukur dasar sistem penunjang keputusan... 16 Gambar 3. Kerangka pemikiran penelitian... 29 Gambar 4. Metodologi pemecahan masalah dengan pendekatan sistem... 30 Gambar 5. Diagram lingkar sebab akibat sistem penunjang keputusan

diversifikasi produk tebu... 32 Gambar 6. Diagram input output ... 33 Gambar 7. Konfigurasi model SPK diversifikasi produk tebu... 45 Gambar 8. Struktur hirarki AHP untuk strategi diversifikasi tebu... 47 Gambar 9. Diagram alir diskriptif model sistem penunjang keputusan

diversifikasi produk tebu... 48 Gambar 10. DFD Level 0 SPKDPT... 50 Gambar 11. DFD Level 1 SPKDPT……….……. 51 Gambar 12. Desain basis data konseptual SPKDPT... 52 Gambar 13. Diagram alir model pemilihan alternatif... 55 Gambar 14. Diagram alir model kelayakan finansial... 57 Gambar 15 Diagram alir model strategi diversifikasi tebu... 58 Gambar 16. Tampilan Utama SPKDPT... 61 Gambar 17. Contoh Tampilan Basis Data SPKDPT... 62 Gambar 18. Hasil Pemilihan Alternatif dengan Menggunakan MPE... 70 Gambar 19. Model Analisa Kelayakan Finansial Industri

bioethanol/biofuel... 77 Gambar 20. Struktur Hierarkhi dan Bobot Hasil Iterasi untuk Strategi

(28)
(29)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Perhitungan pemilihan produk menggunakan MPE……... Lampiran 2. Peringkat dan hasil perhitungan AHP dengan Expert Choice. Lampiran 3. Biaya Investasi……….. Lampiran 4. Laporan laba rugi……….. Lampiran 5. Proyeksi arus kas………..……….. Lampiran 6. Perhitungan kiteria investasi………..………. Lampiran 7. Kuisioner strategi diversifikasi tebu………...………. Lampiran 8. Petunjuk instalasi………...……….. Lampiran 9. Petunjuk penggunaan program…………...………. Lampiran 10. Penjadwalan pengangkutan molase……….

(30)

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Tebu merupakan sumberdaya biologis yang bernilai tinggi dan bahan baku utama bagi industri gula di Indonesia. Industri ini menempati posisi penting dalam perekonomian Indonesia. Sejak jaman penjajahan, sumbangan devisa dari industri gula relatif lebih tinggi dibandingkan industri lainnya. Pada akhir tahun 1960-an, industri gula mengalami penurunan produktivitas dari tahun ke tahun karena rendahnya produktivitas tebu per hektar, penurunan areal penanaman tebu dan inefisiensi pengolahan tebu menjadi gula karena pabrik-pabrik yang telah tua.

Tanaman tebu selama ini lebih difokuskan untuk diproses menjadi gula. Sebenarnya hal ini baik, tetapi pada kenyataannya produktivitas tebu yang rendah dan pengolahan yang tidak efisien menyebabkan biaya produksi gula cukup tinggi. Hal lain adalah pelaksanaan kebijakan pemerintah yang tidak sesuai dan tekanan harga gula dunia menjadikan petani dan industri gula terpuruk karena tidak ada proteksi terhadap industri gula nasional.

Penurunan produktivitas tebu merupakan faktor utama yang menyebabkan terjadinya penurunan produksi gula nasional. Jika pada tahun 1990-an produktivitas tebu/ha rata-rata mencapai 76,9 ton/ha, maka pada tahun 2000-an hanya mencapai sekitar 62,7 ton/ha. Ini berarti produktivitas tebu mengalami penurunan dengan laju sekitar 1,3 % per tahun pada dekade terakhir. Pada tahun 1998, rendemen mencapai titik terendah (5,49 %). Selanjutnya, rendemen mulai meningkat dan pada tahun 2004 rendemen mencapai 7,67 % (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2005).

(31)

Tabel 1. Beberapa indikator efisiensi teknis pabrik gula di Indonesia

BHR (boiling house recovery) 70-80 90

OR (overall recovery) 59-79 85

Pol tebu 8-11 14

Rendemen 5-8.5 12

Sumber : Forum Penelitian Agro Ekonomi (2005)

Kebijakan negara lain yang cenderung mendistorsi pasar gula menyebabkan negara berkembang seperti Indonesia mengalami kerugian, karena tingkat harga gula dunia yang lebih rendah dibandingkan harga produksi gula di Indonesia. Kebijakan subsidi ekspor yang dilakukan oleh UE (Uni Eropa) amat mempengaruhi pasar karena ekspor gula dijual dengan harga rendah. Hal ini menyebabkan industri gula di negara-negara sedang berkembang mengalami kerugian besar dan terancam eksistensinya, jika tidak dilakukan perlindungan yang memadai. Untuk kasus di Jawa tahun 2004, misalnya harga dunia adalah Rp 1.417 untuk gula mentah dan Rp 2.185 untuk gula putih, sedangkan biaya produksi gula di Jawa adalah Rp 2.650 per kg (Forum Penelitian Agro Ekonomi, 2005).

Kurang aktifnya pemerintah dalam melindungi petani gula menjadi sebab kenapa kinerja industri gula Indonesia tidak meningkat. Hal ini dapat dilihat pada kebijakan subsidi produsen yang ditempuh oleh pemerintah sejumlah negara yaitu AS, Brazil, India, Indonesia, Jepang, Meksiko, Thailand dan Uni Eropa. Kebijakan tersebut umumnya berbentuk “farm bill” yang dapat mendistorsi pasar dunia, kecuali Indonesia yang hanya memberikan subsidi bunga bank untuk kredit

bongkar ratoon (Forum Penelitian Agro Ekonomi, 2005).

(32)

menurunkan biaya produksi gula dengan adanya pengurangan biaya dari keuntungan yang diperoleh dari diversifikasi produk.

Industri gula di beberapa negara telah memanfaatkan tebu secara optimal. Dengan perencanaan yang matang, dan pelaksanaannya yang terkontrol, pemanfaatan tebu telah menambah nilai ekonomis gula negara-negara itu sehingga mampu menghasilkan keuntungan di saat harga jual gula dunia turun. Brazil, misalnya, negara yang sudah terkenal dengan pemanfaatan tebu yang baik, industri gulanya sudah dapat menggantikan bahan bakar minyak (BBM), pembangkit listrik, sumber bahan baku kertas, dan alternatif pakan ternak.

Berdasarkan data perindustrian dan pengamatan yang dilakukan tahun 2000, nilai Produk Derivat Tebu (PDT) yang dikembangkan industri gula hanya sekitar 3,4 % saja dari total nilai PDT di Indonesia (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2005). Walaupun saat ini sudah ada perkembangan di industri gula namun penambahan yang terjadi belum terlalu signifikan. Pengembangan PDT yang sinergik telah terbukti mampu memberikan dukungan finansial yang cukup signifikan. Keuntungan yang diperoleh dari PDT bisa mencapai 65 % dari total keuntungan perusahaan (Rao dalam Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2005).

Keberhasilan negara-negara yang telah lebih dulu melakukan efisiensi dan diversifikasi, patut untuk diikuti oleh industri tebu dalam negeri. Dengan melakukan efisiensi dan memanfaatkan limbah pengolahan tebu, maka limbahnya dapat dimanfaatkan agar memiliki nilai ekonomi untuk meningkatkan keuntungan perusahaan. Pemanfaatan limbah tebu akan merubah paradigma, dimana industri gula tidak hanya menghasilkan gula tetapi juga menghasilkan alternatif BBM, pakan, pupuk dan pembangkit listrik. Dengan demikian industri gula akan lebih tepat apabila disebut dengan istilah ”industri tebu”. Hal ini bukanlah mustahil terbukti seperti negara Brazil yang sedang meredefinisi industri gula menjadi industri tebu.

(33)

pengembangan industri gula berbasis tebu di Indonesia pada masa mendatang. Dengan melihat peluang ini, maka ada baiknya apabila dilakukan suatu kajian diversifikasi produk yang difokuskan pada produk yang potensial dan dilakukan analisa kelayakan finansial industri tersebut. Sistem penunjang keputusan digunakan untuk membuat suatu pemecahan masalah secara sistematik sebagai penunjang dalam penentuan langkah atau keputusan bagi pihak yang berkepentingan. Dalam penelitian ini, digunakan untuk mengetahui produk turunan tebu yang potensial dan strategi pengembangan diversifikasi tebu.

B. TUJUAN

Tujuan penelitian ini adalah merumuskan model pengembangan diversifikasi tebu untuk PG Jatitujuh. Tujuan ini dapat diperinci sebagai berikut :

1. Merancang model sistem penunjang keputusan diversifikasi produk tebu. Model yang akan dikembangkan adalah model pemilihan produk, model kelayakan finansial dan model strategi diversifikasi produk.

2. Memberikan gambaran alternatif produk potensial produk tebu selain gula. Hal ini dapat dilihat dari hasil pemilihan produk yang dilakukan oleh pakar. 3. Mengembangkan analisis kelayakan finansial produk tebu yang potensial. Hal

ini dapat dilakukan setelah hasil pemilihan produk diperoleh, kemudian analisa kelayakan finansial dapat dilakukan.

4. Mengembangkan strategi diversifikasi produk tebu. Hal ini dilakukan untuk mengetahui strategi yang sebaiknya dilakukan dengan kondisi pergulaan saat ini.

C. RUANG LINGKUP

(34)

mengkaji strategi pengembangan diversifikasi produk tebu. Sistem yang dikaji ini diharapkan mampu memberikan alternatif keputusan untuk menunjang keputusan pemilihan produk alternatif yang menguntungkan.

D. OUTPUT PENELITIAN

(35)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. TEBU DAN DIVERSIFIKASI

Tebu merupakan tanaman monocotyledon yang termasuk dalam ordo Glumaceae, famili Graminae, kelompok Andropogon dan genus Saccharum.

Saccharum officinarum merupakan salah satu tanaman dalam genus saccharum

yang paling banyak dibudidayakan sebab kandungan sukrosanya paling tinggi dan kandungan seratnya rendah (Davies, 1990).

Tebu merupakan tanaman perkebunan/industri berupa rumput tahunan. Tanaman ini merupakan komoditi penting karena di dalam batangnya terkandung 20% cairan gula. Batang tanaman tebu merupakan sumber gula. Namun demikian rendeman/ persentase gula yang dihasilkan hanya berkisar 10-15%. Tanaman ini berasal dari India, tetapi mungkin juga berasal dari Irian karena di sana ditemukan tanaman liar tebu. Di Jawa Barat tebu dikenal dengan nama tiwu sejak 400 tahun yang lalu (Slamet, 2006).

Saccharum officinarum adalah spesies tebu yang akan tumbuh baik di

daerah tropis dan semi-tropis (Grolier Incorporated.Danbury, 1996). Daerah penyebaran tebu adalah diantara 35°LS dan 39°LU serta dapat hidup pada berbagai ketinggian,mulai dari pantai sampai dengan dataran tinggi (1400 m dpl) (Indriani dan Sumiarsih, 1992). Namun, mulai ketinggian 1200 m dpl pertumbuhan tebu menjadi terhambat.

(36)

Batang tanaman tebu merupakan sumber gula. Namun demikian rendeman/ persentase gula yang dihasilkan hanya berkisar 10-15% (Slamet, 2006) . Hasil samping pengolahan tebu adalah :

1. Pucuk daun

Pucuk daun tebu diperoleh pada tahap penebangan. Pucuk daun dapat digunakan untuk pakan ternak dalam bentuk silase, pelet, wafer dan pupuk.

2. Ampas (Bagasse)

Ampas tebu adalah residu yang berserat dari batang tebu. Perolehan ampas tebu setelah melalui proses penghancuran dan ekstraksi nira tebu. Terdiri dari air, serat dan jumlah yang relatif kecil dari padatan terlarut. Komposisi ini tergantung dari varietas tebu, kematangannya, metode memanen dan efisiensi gilingan pabrik (Paturau, 1982). Komposisi ini disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Komposisi ampas

No Komponen Kisaran (%)

1 Air 46-52

2 Serat 43-52

3 larutan padat (gula) 2-6 Sumber : Paturau (1982)

(37)

Pentosan terdiri dari hemiselulosa dimana saat hidrolisis akan menghasilkan xylose, arabinose dan uronic acid. Pemanasan hydrochloric acid, pentosan berubah menjadi furfural (Paturau, 1982).

C6H8O4 C5H10O5 C5H4O2 Pentosan Pentose Furfural

Lignin merupakan kelompok unsur dengan bobot molekular tinggi. Secara umum dihubungkan dengan bahan kimia selulosa dan hemiselulosa. struktur bahan kimianya adalah C49H52O14. Dengan karakteristiknya adalah berbau harum, terdiri dari benzene yang mengandung zat methylated phenolic

tetapi struktur lengkap dan ukuran dari polimernya belum dapat ditetapkan (Paturau, 1982). Ampas dimanfaatkan sebagai bahan bakar pabrik, bahan industri kertas, partikel board dan media untuk budidaya jamur atau dikomposkan untuk pupuk.

3. Blotong (Filter Muds)

Proses pengolahan tebu menjadi gula dimulai dengan penggilingan. Campuran yang terdapat dalam nira tebu, setelah mengalami filtrasi, yang berbentuk cake dengan berbagai tingkat kelembutan disebut blotong. Cake ini mengandung bahan anion organik bersifat koloid, yang merupakan hasil samping proses penjernihan. Dalam proses filtrasi bahan non gula akan terbuang dan bercampur di dalam cake.

(38)

Tabel 3. Komposisi blotong

No Kandungan Kisaran (%) 1 Lilin dan lemak 5-14

2 Serat 15-39

3 Gula 5-15

4 Protein 5-15

5 Total abu 9-20

SiO2 4-10 CaO 1-4 P2O5 1-3 MgO 0.5-1.5 Sumber : Paturau (1982)

4. Molase (Tetes Tebu)

Molase adalah hasil samping akhir yang diperoleh dari tahap pemisahan kristal gula. Molase adalah sirup sisa yang tidak mengandung sukrosa kristal. Molase berasal dari bahasa latin mel, artinya madu, dan melaza (bahasa Spanyol) artinya madu kasar. Dalam bahasa Prancis melasse, dimana kata ini juga digunakan di German dan Belanda, kemudian ditetapkan dengan sebutan molase.

(39)

Tabel 4. Komposisi molase

No komponen Kisaran (%)

1 water 17-25

2 sukrosa 30-40

3 glukosa 4-9

4 fruktosa 5-12

5 Lain-lain 1-5

6 Karbohidrat lain 2-5

7 Kandungan Nitrogen 2-6 8 Asam non nitogen 2-8 9 Lilin, sterol dan fospolipid 0.1-1 Sumber : Paturau (1982)

Hasil samping pengolahan tebu ini dapat digunakan untuk berbagai macam keperluan, hal ini disajikan lebih lengkap pada pohon industri pada Gambar 1.

B. PELUANG DIVERSIFIKASI TEBU

Pemerintah telah menerapkan kebijakan guna mencapai swasembada gula. Guna merespon kebijakan pemerintah tersebut, maka peluang pasar gula di pasar domestik masih sangat terbuka. Sampai saat ini, impor gula Indonesia masih cukup besar dengan kisaran antara 40%-55% dari total konsumsi nasional. Jika tingkat swasembada yang ingin dicapai sekitar 90%-95% dan dengan memperhitungkan pertumbuhan konsumsi sekitar 2% per tahun, maka peluang pasar gula di Indonesia masih terbuka luas (Badan Litbang Pertanian, 2005).

(40)
(41)

Beberapa produk derivat tebu (PDT) selain industri gula mempunyai peluang pasar yang masih terbuka, baik di pasar domestik, maupun di pasar internasional. Untuk pasar domestik, ethanol (asam asetat, ethyl asetat), ragi roti, PST (inactive yeast), Ca-sitrat dan pembangkit listrik mempunyai peluang pasar yang cukup terbuka. Beberapa produk PDT yang memiliki peluang pasar luar negeri antara lain wafer pucuk tebu, papan partikel, papan serat, pulp, kertas, asam sitrat, Ca-sitrat, jamur. Produk PDT lainnya yang memiliki pasar yang besar adalah asam sitrat, untuk industri minuman dan deterjen. Produksi asam sitrat dunia sekitar 623 ribu ton. Sementara ekspor asam sitrat Indonesia hanya sekitar 3 ribu ton pada tahun 2001. Berdasarkan data perindustrian dan pengamatan yang dilakukan tahun 2000, nilai produk PDT yang dikembangkan industri gula hanya sekitar 3,4 % saja dari total nilai produk PDT di Indonesia (Bada Litbang Pertanian, 2005).

Perkembangan di Industri gula saat ini, untuk pengembangan PDT belum signifikan. Pengembangan PDT yang sinergik telah terbukti mampu memberikan dukungan finansial yang cukup berarti. Keuntungan yang diperoleh dari PDT bisa mencapai 65 % dari total keuntungan perusahaan (Rao dalam Badan Litbang Pertanian, 2005). Ini berarti nilai perolehan produk dari tebu bisa lebih dari 2 kali dari nilai perolehan dari produk gula. Harga gula dunia yang diperkirakan tinggi, peluang pasar domestik dan internasional yang masih terbuka, serta kebijakan pemerintah yang relatif kondusif untuk mendorong perkembangan industri gula berbasis tebu, menyebabkan prospek industri tersebut di Indonesia akan cukup terbuka pada masa mendatang.

Menurut Mardianto et.al (2005) Pengembangan industri gula pada masa yang akan datang, perlu disusun dalam Program Jangka Pendek (3 tahun), Program Jangka Menengah (10 tahun) dan Jangka Panjang (20 tahun).

(42)

refined white sugar. Dengan demikian, tarif impor gula pada tahun 2007 dapat dikurangi atau dihapuskan.

¾ Program Jangka Menengah ditujukan untuk pengembangan PG di Luar Jawa, dengan memanfaatkan lahan kering eks transmigrasi yang kurang kompetitif bagi pengembangan tanaman pangan. Untuk menarik investor,pemerintah perlu memberikan fasilitasperpajakan berupa pajak penghasilan, beamasuk barang modal dan bahan pembantu, pajak pertambahan nilai dan pajak-pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah dalam jangka waktu tertentu. Dalam program ini investor dapat memilih produk-produk yang akan dihasilkan (gula putih, raw sugar, refined white sugar, atau produk lainnya), sesuai dengan keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif di setiap daerah.

¾ Program Jangka Panjang ditujukan untuk pengalihan pemilikan PG BUMN kepada petani tebu, serta pengembangan industri berbasis tebu, seperti ethanol, alkohol untuk industri, bahan campuran bensin dan sebagainya. Dalam pengalihan pemilikan PG ini diperlukan soft loan dengan jaminan pemerintah, yang akan dibayar oleh asosiasi petani tebu.

C. SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN

Menurut Umar (2001) konsep sistem penunjang keputusan pertama kali dicetuskan oleh Michael S.Scott Morton dengan istilah Management Decision

System. Selanjutnya sejumlah perusahaan, lembaga penelitian, dan perguruan

tinggi mulai melakukan penelitian dan membangun SPK.

(43)

menunjang pembuatan keputusan dan bukan menghasilkan keputusan itu sendiri (Keen dan Morton, 1978).

Sistem penunjang keputusan dirancang untuk membantu meningkatkan efektivitas dan produktivitas para manager dan profesional (Suryadi dan Rhamdani, 2002). SPK merupakan sistem interaktif yang digunakan oleh individu dengan pengalaman sedikit mengenai komputer dan metode analitis. Sistem penunjang keputusan juga didefinisikan sebagai sistem komputerisasi informasi yang menggunakan aturan keputusan dan model-model, basis model diakomodasikan dengan basis data dan pandangan pribadi pengambil keputusan yang menuntun kepada pemecahan masalah yang tidak dapat diselesaikan hanya dengan model optimasi ilmu manajemen (Turban, 1990).

Menurut Minch dan Burns (1983) karakteristik pokok yang melandasi teknik SPK adalah :

a. Interaksi langsung antara komputer dengan pengambilo keputusan. b. Dukungan menyeluruh dari keputusan bertahap ganda.

c. Suatu sintesa dari konsep yang diambil dari berbagai bidang antara lain ilmu komputer, psikologi, intelegensia buatan (artificial intelegence), ilmu sistem dan manajemen.

d. Mempunyai adaptif terhadap perubahan kondisi dan kemampuan berevolusi menuju sistem yang lebih bermanfaat.

Dalam suatu proses pengambilan keputusan, perusahaan akan menghadapi kesulitan dengan adanya alternatif-alternatif pilihan sebagai landasan untuk tindakan yang akan dilaksanakan. Kondisi tersebut menuntut perusahaan untuk mengetahui dan mengerti tentang masalah yang dihadapi, alternatif-alternatif yang ada, dan kriteria untuk mengukur atau membandingkan setiap alternatif guna mendapatkan alternatif yang terbaik. Sebuah cara penggambaran atau biasa disebut model diperlukan bagi sebuah perusahaan untuk melihat gambaran masalah tersebut secara menyeluruh (Assauri, 1999).

(44)

keputusan, yaitu : (i) pengambil keputusan atau pengguna, (ii) model dan, (iii) data.

Masing-masing komponen tersebut dikelola oleh sebuah sistem manajemen. Menurut Marimin (2004) Struktur SPK terdiri dari data yang tersusun dalam sistem manajemen basis data (SMBD), kumpulan model yang tersusun dalam sistem manajemen basisi model (SMBM), sistem pengolahan problematik, sistem manjemen dialog dan pengguna. Hubungan antar komponen disajikan pada Gambar 2.

Sistem manajemen basis data melakukan tiga fungsi dasar. Fungsi pertama adalah sebagai penyimpanan data dalam basis data. Fungsi kedua adalah menerima data dari basis data. Fungsi yang ketiga adalah sebagai pengendali basis data. Sistem basis data harus bersifat interaktif dan luwes dalam artian mudah dilakukan perubahan terhadap ukuran, isi, dan struktur elemen-elemen data (Marimin, 2004).

Manajemen basis model memberikan fasilitas pengelolaan model untuk mengkomputasi pengambilan keputusan dan meliputi semua aktivitas yang tergabung dalam pemodelan SPK, seperti pembuatan model, implementasi, pengujian, validasi, eksekusi dan pemeliharaan model (Eriyatno, 1998).

(45)

Gambar 2. Strukur dasar sistem penunjang keputusan (Turban dalam Marimin, 2004)

D. METODE PERBANDINGAN EKSPONENSIAL

Metode Pengambilan Keputusan (MPE) digunakan sebagai alat bantu bagi pengambil keputusan untuk menggunakan rancang bangun model yang telah terdefinisi dengan baik pada setiap tahapan proses. Menurut Manning (1984), pemilihan tersebut dilakukan berdasarkan beberapa kriteria dengan tahapan sebagai berikut :

1. menyusun alternatif keputusan

2. menyusun kriteria-kriteria penting dalam pengambilan keputusan untuk evaluasi

3. menentukan tingkat kepentingan setiap kriteria

4. mengadakan penilaian terhadap semua alternatif pada masing-masing kriteria 5. menentukan total nilai setiap alternatif

6. memberikan peringkat sesuai dengan total nilai. Data

Sistem Manajemen basisi Data (SMBD)

Model

Sistem Manajemen Basis Model (SMBM)

Sistem Pengolahan Problematik

Sistem Pengolahan Dialog

(46)

Formulasi perhitungan nilai untuk setiap alternatif dalam metode perbandingan eksponensial adalah sebagai berikut :

Dengan :

TNi = total nilai alternatif ke-i

Rkij = derajat kepentingan relatif kriteria ke-j pada pilihan keputusan i TKKj = derajat kepentingan kriteria keputusan ke-j; TKKj >0;bulat N = jumlah pilihan keputusan

m = jumlah kriteria keputusan

Penentuan tingkat kepentingan kriteria dilakukan dengan wawancara dengan pakar atau melalui kesepakatan curah pendapat. Sedangkan penentuan skor alternatif pada kriteria tertentu dilakukan dengan memberi nilai setiap alternatif sesuai dengan nilai kriterianya. Semakin besar nilai alternatif maka semakin besar pula skor alternatif tersebut. Total skor masing-masing alternaif keputusan akan relatif berbeda secara nyata karena adanya fungsi eksponensial.

E. PROSES HIRARKI ANALITIK

Proses Hirarki analitik atau Analytical Hierarchy Process (AHP) merupakan suatu analisis yang dapat dipakai dalam pengambilan keputusan untuk memahami kondisi suatu sistem dan membantu melakukan prediksi dalam pengambilan keputusan. Metode ini dapat digunakan dalam memodelkan problema-problema dan pendapat-pendapat, dimana permasalahan yang ada telah dinyatakan secara jelas, dievaluasi, diperbincangkan dan diprioritaskan untuk dikaji (Saaty, 1993).

Prinsip kerja AHP adalah peyederhanaan suatu persoalan kompleks yang tidak terstruktur, stratejik, dan dinamik menjadi bagian-bagiannya, serta menata dalam suatu hierarki. Kemudian tingkat kepentingan setiap variabel diberi nilai numerik secara subjektif tentang arti penting variabel tersebut secara relatif dibandingkan dengan variabel lain. Dari berbagai pertimbangan tersebut kemudian dilakukan sintesa untuk menetapkan variabel yang memiliki prioritas

m

Total Nilai (TNi) = Σ(RKij)TKKj

(47)

ij

tinggi dan berperan untuk mempengaruhi hasil pada sistem tersebut (Marimin, 2004).

Penggunaan hirarki mempunyai beberapa kelebihan antara lain dapat digunakan untuk menjelaskan perubahan-perubahan prioritas pada level atas yang mempengaruhi prioritas level dibawahnya, dapat memberikan informasi yang lengkap pada struktur dan fungsi suatu sistem pada level yang lebih rendah dan hirarki memiliki sifat stabil dan fleksibel, stabil dimaksudkan bahwa perubahan-perubahan kecil akan memberikan efek yang kecil dan fleksibel bahwa penambahan untuk mendapatkan suatu hirarki yang tersusun baik tidak akan mengganggu fungsi kerjanya (Saaty, 1993).

Menurut Brojonegoro (1992), metode AHP memiliki beberapa kelemahan antara lain ketergantungannya pada masukan dari seorang pakar membuat hasil akhir dari model ini tidak ada artinya jika pakar tersebut memberikan nilai yang keliru. Selain itu model AHP yang terlihat sangat sederhana dapat menjadi salah satu faktor kelemahan dikarenakan adanya kebiasaan para pengambil yang sering menggunakan model kuantitatif yang rumit dalam pengambilan keputusan.sehingga menganggap model AHP bukanlah model yang cocok untuk mengambil keputusan.

Dalam menentukan prioritas keputusan, komparasi berpasangan dapat digunakan untuk membandingkan masukan-masukan secar berpasangan untuk menyusun prioritas keputusan. Disamping itu komparasi berpasangan juga dapat digunakan untuk mengetahui atau melihat faktor-faktor yang dominan. Metode komparasi membutuhkan suatu skala yang dapat membedakan setiap pendapat dimana skala komparasi yang terbaik adalah 1 sampai 9 (Saaty, 1993).

Nilai yang diberikan dalam komparasi berpasangan akan membentuk matriks persegi (n x n) yang kemudian dicari prioritas untuk semua elemen. Persamaan matematik yang digunakan dalam menentukan bobot prioritas pada metode AHP adalah sebagai berikut :

Vektor Eigen (Vei) =

(48)

ij

Kriteria-kriteria yang digunakan dalam melakukan suatu evalusi terhadap investasi proyek adalah :

1. Net Present Value (NPV)

Net Present Value (NPV) adalah metode untuk menghitung selisih

antara nilai sekarang investasi dengan nilai sekarang penerimaan kas bersih di masa yang akan datang (Husnan dan Suwarno, 1997). Menurut Gray et al.

(1993), formula yang digunakan untuk menghitung NPV adalah:

dimana : Bt = benefit bruto pada tahun ke-t

Ct = biaya bruto sehubungan dengan proyek pada tahun ke-t i = tingkat suku bunga (%)

t = periode investasi (t=0,1,2,3....,n)

2. Internal Rate of Return (IRR)

(49)

(

1 2

)

Menurut Kadariah et al. (1978), rumus IRR adalah sebagai berikut:

dimana : i1 = tingkat suku bunga yang menghasilkan NPV positif i2 = tingkat suku bunga yang menghasilkan NPV negatif NPV1 = NPV yang bernilai positif

NPV2 = NPV yang bernilai negatif

3. Net Benefit Cost Ratio (Net B/C)

Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) merupakan angka perbandingan antara

jumlah Present Value yang bernilai positif dengan jumlah Present Value yang bernilai negatif. Perhitungan Net B/C dilakukan untuk melihat berapa kali lipat manfaat yang diperoleh dari biaya yang dikeluarkan (Gray et al., 1993).

Menurut Gray et al. (1993), formulasi matematik dirumuskan sebagai berikut :

, untuk Bt – Ct > 0 , untuk Bt – Ct < 0

dimana : Bt = pendapatan proyek pada tahun tertentu Ct = biaya proyek pada tahun tertentu n = umur proyek

i = tingkat bunga

Proyek dinyatakan layak jika nilai Net B/C lebih besar sama dengan satu dan tidak layak jika Net B/C kurang dari satu.

4. Pay Back Period (PBP)

Pay Back Period (PBP) merupakan kriteria tambahan dalam analisis

(50)

(

+1- +1

)

dimana : n = periode investasi pada saat kumulatif Bt – Ct negatif yang terakhir (tahun).

m = nilai kumulatif Bt – Ct negatif yang terakhir (Rp) Bn = benefit bruto pada tahun ke-n (Rp)

Cn = biaya bruto tahun ke-n (Rp)

G. STRATEGI DIVERSIFIKASI TEBU

1. Agroindustri

Pola pengembangan agroindustri dapat didasarkan pada beberapa aspek, antara lain skala usaha, pilihan teknologi, perkembangan industri hilir dengan konsep agroindustri, pembuatan mesin dan peralatan. Beberapa hal yang menjadi dasar pertimbangan dalam rangka mengembangkan unit pengolahan adalah lokasinya berada di pusat produksi sehingga dapat mengurangi biaya pengangkutan dari lapangan ke unit pengolahan dan diharapkan mampu bersaing dari segi harga dan jumlahnya serta dapat mengurangi loss dan kerusakan (Darwis,1983).

Menurut Soebono (1992), hal lain yang menjadi potensi adalah keadaan iklim di Indonesia yang sangat cocok bagi pengembangan sektor pertanian. Prospek pengembangan agroindustripun sangat baik dengan adanya dukungan potensi sumberdaya manusia yang cukup besar dengan tingkat upah yang relatif bersaing serta tingkat kemampuan untuk berusaha di bidang pertanian yang cukup memadai karena merupakan mata pencaharian sebagian besar penduduk Indonesia.

Pengelompokan beberapa peran agroindustri (Soedardjo dalam Soekartawi, 1995) antara lain sebagai berikut :

a. Agroindustri Pendorong Ekspor Hasil Pertanian (AgriculturalProduct Export

Promoting Agroindustry = APEPAI)

(51)

cenderung menurun dan diganti oleh produk olahan yang harganya relatif lebih tinggi bahkan lebih stabil. Oleh karena itu, agroindustri dikembangkan dengan tujuan untuk memperluas basis pasar ekspor melalui diversifikasi produk, meningkatkan nilai tambah devisa, substitusi produk ekspor melalui diversifikasi produk, meningkatkan nilai tambah devisa, substitusi produk ekspor dan meningkatkan stabilisasi penerimaan devisa hasil diversifikasi ekspor.

b. Agroindustri Substitusi Impor (Import Substitution Agroindustry = ISAI) Pemilihan startegi ini dilandasi oleh tujuan dan kebijakan yang biasanya ditempuh negara sedang berkembang untuk memacu pertumbuhan ekonomi, menghemat devisa, memanfaatkan potensi permintaan masyarakat pendapatan menengah ke atas dan mendorong penanaman modal asing.

Strategi ini dapat memacu pertumbuhan ekonomi karena investasi dipacu dengan modal asing, industri skala besar dan teknologi yang diimpor. Apalagi konsumsi kelompok menengah ke atas biasanya meningkat dengan cepat.

c. Pemanfaatan Potensi Permintaan Keluarga Tani (Agricultural Demand Led

Agroindustry = ADLAI)

(52)

d. Agroindustri Penggerak Pembangunan Desa (Agroindustry Propelled Rural

Development = AIPRD)

Perekonomian pedesaan umumnya ditunjang oleh bidang pertanian karena sumber daya yang ada yaitu tanah dan tenaga kerja lebih banyak menunjang produksi pertanian. Tenaga kerja yang ada umumnya hanya trampil di bidang pertanian, sebagian perdagangan skala kecil dan industri sederhana.

Masalah yang timbal karena daya utama yaitu lahan terbatas dan di sisi lain tenaga kerja terus bertambah. Dalam kondisi seperti ini, diversifikasi perekonomian pedesaan, melalui industrialisasi pedesaan menjadi suatu keharusan dan sangat mendesak.

2. Kebijakan Gula Nasional

Arah dan tujuan pengembangan gula sejalan dengan arah pengembangan yang ditetapkan oleh Departemen Pertanian Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan. Tujuan yang ditetapkan Ditjen Bina Produksi perkebunan untuk periode 2005-2010 adalah untuk menyelamatkan dan menyehatkan industri gula nasional, sekaligus untuk membangun landasan peningkatan daya saing dan pencapaian swasembada gula nasional (Badan Litbang Pertanian, 2005). Beberapa indikator pencapaian sasaran tersebut adalah:

i. Produktivitas gula nasional rata-rata 8 ton hablur/ha.

ii. Rata-rata biaya produksi gula nasional dibawah Rp 2.800/kg. iii. Minimal 75% kelembagaan petani sudah kuat dan mandiri. iv. Terbangunnya minimal 2 PG di luar Jawa.

v. Terbangunnya minimal 2 PG yang sudah mengembangkan PPGT secara terintergrasi.

vi. Produksi gula nasional minimal dapat memenuhi 80% konsumsi gula nasional. vii.Pendapatan petani minimal Rp 8 juta/ha.

(53)

i. Penciptaan medan persaingan yang fair bagi industri gula nasional melalui kebijakan pengendalian impor dan harga di tingkat petani.

ii. Penciptaan kebijakan yang mendukung upaya peningkatan efisiensi di tingkat petani dengan bantuan subsidi input yang efektif.

iii. Restrukturisasi yang dilaksanakan dalam upaya meningkatkan daya penyesuaian diri dan inovasi pabrik gula, dimana menempatkan inovasi sebagai instrumen utama dalam meningkatkan daya saing.

iv. Rasionalisasi yang dilaksanakan dalam upaya menurunkan biaya produksi

dalam artian seluas luasnya yaitu bahwa segala biaya yang tidak ada kaitan langsung dengan efisiensi dan produktivitas ditekan semaksimal mungkin. v. Reengineering untuk dapat meningkatkan efisiensi pabrik gula.

Menurut Badan Litbang Pertanian (2005), yang menjadi Strategi Dasar dalam kebijakan gula nasional :

i. Meningkatkan produktivitas, efisiensi dan daya saing serta memberikan perlindungan yang fair (level playing ground) kepada usaha dan sistem agribisnis pergulaan berbasis tebu yang secara bertahap bergeser ke diversifikasi industri berbasis tebu.

ii. Ekstensifikasi dengan pengembangan industri gula di luar Jawa.

Menurut Badan Litbang Pertanian (2005), Program utama difokuskan dalam mendorong pelaksanaan Program Akselarasi Peningkatan Produksi Gula Nasional yang sudah ada yaitu :

i. Rehabilitasi atau peremajaan serta perluasan Perkebunan Tebu. ii. Rehabilitasi, konsolidasi dan modernisasi teknologi Pabrik Gula.

iii. Peningkatan investasi untuk pengembangan industri gula yang terintegrasi, baik di Jawa maupun di luar Jawa serta pengembangan industri gula baru yang terintegrasi di luar Jawa.

Menurut Badan Litbang Pertanian (2005), dengan program pendukungnya sebagai berikut :

i. Program perlindungan dan penyediaan fasilitas berproduksi (proteksi dan promosi, jaminan keamanan, dan tax holiday untuk angka waktu tertentu) ii. Program pengembangan sistem pembiayaan bagi petani tebu dan pelaku usaha

(54)

iii. Program penguatan lembaga penelitian dan pengembangan serta lembaga pendidikan pergulaan, termasuk pengembangan sinergi antar lembaga dimaksud

iv. Program pengembangan infrastruktur (irigasi, jalan, pelabuhan) untuk mendukung pengembangan sistem industri gula terpadu, termasuk spin off pen pembentukan SBU untuk masing-masing PG

v. Program penyusunan rencana induk (Masterplan) pengembangan industri gula berbasis tebu, baik di masing-masing sentra produksi gula maupun keterkaitan antar sentra produksi

vi. Program promosi investasi dalam mendukung percepatan pengembangan industri gula terpadu

vii.Transparansi penentuan rendemen.

Menurut Badan Litbang Pertanian (2005), dalam upaya mendorong investasi pada industri gula berbasis tebu, maka pemerintah perlu menerapkan beberapa kebijakan pendukung sebagai berikut :

i. Konsistensi kebijakan pemerintah. Karena investasi pada industri gula memerlukan investasi yang sangat besar, konsistensi kebijakan menjadi salah satu kebijakan kunci. Berbagai kebijakan pergulaan baik itu kebijakan produksi, perdagangan, dan investasi seyogyanya konsisten dijalankan dengan perspektif jangka panjang.

ii. Penciptaan medan persaingan yang adil (level playing ground). Karena industri dan perdagangan gula di pasar internasional sangat distortif, maka pemerintah perlu menerapkan kebijakan yang dapat menciptakan medan persaingan yang adil untuk industri gula nasional. Pilihan kebijakan mencakup mempertahankan esensi kebijakan yang kini diterapkan (tataniaga impor) atau dengan menerapkan kombinasi kebijakan tariff-rate quota yang dikombinasikan dengan kebijakan jaminan harga.

(55)

keamanan dalam berusaha, keringanan perpajakan, kemudahan perijinan, kemudahan dalam memperoleh lahan, dan dukungan infrastruktur.

iv. Dukungan pendanaan untuk rehabilitasi atau konsolidasi PG. Keterbatasan dana yang dimiliki PG-PG di Jawa untuk melakukan rehabilitasi dan konsolidasi memerlukan dukungan pendanaan dari pemerintah. Hanya memberikan dukungan pendanaan bagi petani tanpa juga mendukung pendanaan untuk rehabilitasi PG akan membuat upaya peningkatan efisiensi akan tidak optimal.

(56)

III. METODOLOGI

A KERANGKA PEMIKIRAN

Proses pengolahan tebu menjadi gula menghasilkan hasil samping berupa daun, pucuk, ampas (bagasse), blotong (filter muds), dan tetes (molase). Hasil samping ini dapat dimanfaatkan menjadi berbagai macam produk yang dibutuhkan konsumen. Pemanfaatan hasil samping ini disajikan pada Gambar 1. Dengan melakukan Pemanfaatan hasil samping tebu, diharapkan pabrik gula mampu mengurangi beban biaya pabrik gula karena adanya peningkatkan pendapatan perusahaan dari pengolahan hasil samping.

Sistem Penunjang Keputusan Diversifikasi Produk Tebu merupakan suatu aplikasi software yang dirancang untuk menunjang dalam penentuan produk alternatif tebu. Dikembangkan untuk industri gula khususnya di Pabrik Gula Jatitujuh.

Pengembangan industri produk turunan tebu perlu diperhatikan beberapa hal antara lain potensi produk, potensi bahan baku, keuangan, pengetahuan tentang teknologi pengolahan, keadaan industri gula, kebijakan yang berkembang saat ini dan potensi pasar. Aspek-aspek tersebut dapat diketahui melalui observasi atau pengamatan di lapangan yang dilakukan secara cermat. Hasil pengamatan tersebut akan memberikan gambaran peluang yang pabrik gula untuk memanfaatkan hasil samping yang dihasilkan selama proses pengolahan tebu menjadi gula.

(57)

Dalam pengembangan industri berbasis hasil samping tebu ini tidak terlepas dari sikap pemerintah, yang dapat dilihat dari kebijakan-kebijakan pemerintah, yang akan menentukan arah pengembangan diversifikasi tebu, sehingga strategi pengembangan diversifikasi tebu perlu dianalisa untuk mengetahui arah pengembangan diversifikasi tebu berdasarkan pendapat pakar. Hal ini dilakukan dengan pembuatan kuisioner menggunakan metode AHP (Analytical Hierarchy Process). Kerangka pemikiran disajikan pada Gambar 3.

B PENDEKATAN SISTEM

Sistem merupakan sekumpulan gugus atau elemen yang saling berinteraksi dan terorganisasi untuk mencapai tujuan (Eriyatno,1998). Pendekatan sistem adalah suatu cara untuk memecahkan masalah yang dimulai dengan dilakukannya identifikasi terhadap adanya sejumlah kebutuhan. Identifikasi terhadap kebutuhan-kebutuhan kemudian menghasilkan suatu operasi dari sistem. Operasi tersebut dianggap efisien, dimana kemungkinan akan dilakukannya pendefinisian kembali dari penentuan suatu gugus kebutuhan yang dapat diterima (Eriyatno,1998).

(58)

Gambar 3. Kerangka pemikiran penelitian

Mulai

Studi Pustaka dan

Expert Survey

Areal PG Jatitujuh sebagai lokasi potensial pengembangan diversifikasi

Pengisian kuisioner oleh pakar

Pemilihan produk turunan tebu

Produk terpilih

Pembuatan kuisioner pemilihan produk berasal dari hasil samping

pabrik gula dan penentuan pakar

Penyebaran kuisioner

Verifikasi dan uji coba model

Sistem Penunjang Keputusan Diversifikasi Produk Tebu

Gambar

Gambar 1. Hasil samping pengolahan tebu
Gambar 2. Strukur dasar sistem penunjang keputusan (Turban dalam Marimin,
Gambar 3. Kerangka pemikiran penelitian
Gambar 4. Metodologi pemecahan masalah dengan pendekatan sistem                                            (Manestch dan Park, 1977)
+7

Referensi

Dokumen terkait

&#34;Al-Kulaini meriwayatkan dalam al-Ushul min al-Kitab al-Kafi : “Sesungguhnya Jibril turun kepada Nabi Muhammad s.a.w seraya berkata : Wahai Muhammad, sesungguhnya Allah

Bersamaan dengan itu validasi isi juga dilakukan terhadap alat ukur iri (y1) dan penilaian deservingness (y2) yang berupa pertanyaan terhadap reaksi subjek skenario

peserta didik secara langsung dalam mengatasi kesulitan peserta didik selama proses penyelesaian kelim dengan tusuk flanel, penyelesaian kelim dengan tusuk som,

Pada awal Perang Dunia II walaupun masih digunakan teknik tinta yang tak terlihat, namun teknik-teknik baru mulai dikembangkan seperti menulis pesan rahasia

pada perintah if (kondisi) {benar} else { salah }, jika kondisi terpenuhi maka script yang akan deksekusi adalah pada kolom benar dan jika kondisi salah atau tidak

Perancang web umumnya disarankan untuk tetap pada penggunaan warna-warna &#34;aman-web&#34; dalam situs web mereka; akan tetapi warna dengan kedalaman 8-bit

Masa bercocok tanam, pada masa ini ditemukan peralatan-peralatan yang digunakan sebagai alat bercocok tanam (pertanian) yang sederhana (masih terbuat dari batu).. Masa perundagian,

kelompok kooperatif adalah untuk memberikan kesempatan kepada siswa agar. dapat terlibat secara aktif dalam proses berpikir dan dalam