• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Kejadian Retensio Sekundinae dan Endometritis Terhadap Produksi Susu Sapi Perah Studi kasus di Koperasi Perternakan Sapi Perah (KPSP) Sidodadi Ponco Kusumo, Malang, Jawa Timur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Kejadian Retensio Sekundinae dan Endometritis Terhadap Produksi Susu Sapi Perah Studi kasus di Koperasi Perternakan Sapi Perah (KPSP) Sidodadi Ponco Kusumo, Malang, Jawa Timur"

Copied!
56
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH KEJADIAN RETENSIO SEKUNDINAE DAN

ENDOMETRITIS TERHADAP PRODUKSI SUSU SAPI PERAH

Studi kasus di Koperasi Perternakan Sapi Perah (KPSP) Sidodadi Ponco Kusumo,

Malang, Jawa Timur

SKRIPSI

SABTO AGUNG KURNIAWAN

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PENGARUH KEJADIAN RETENSIO SEKUNDINAE DAN

ENDOMETRITIS TERHADAP PRODUKSI SUSU SAPI PERAH

Studi kasus di Koperasi Perternakan Sapi Perah (KPSP) Sidodadi Ponco Kusumo,

Malang, Jawa Timur

SKRIPSI

SABTO AGUNG KURNIAWAN

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Kedokteran Hewan

Pada

Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

Judul : Pengaruh Kejadian Retensio Sekundinae dan Endometritis

Terhadap Produksi Susu Sapi Perah

Studi kasus di Koperasi Perternakan Sapi Perah (KPSP)

Sidodadi Ponco Kusumo, Malang, Jawa Timur

Nama Mahasiswa : Sabto Agung Kurniawan

NRP : B04103125

Telah diperiksa dan disetujui

Oleh

Dosen Pembimbing

Drh. R. Kurnia Achjadi, MS NIP : 130 536 668

Mengetahui

Wakil Dekan

Dr. Drh. I Wayan Teguh Wibawan, MS. NIP : 131 129 090

(4)

ABSTRAK

SABTO AGUNG KURNIAWAN. Pengaruh Kejadian Retensio Sekundinae dan Endometritis Terhadap Produksi Susu Sapi Perah. Studi Kasus di Koperasi Perternakan Sapi Perah (KPSP) Sidodadi Ponco Kusumo, Malang, Jawa Timur. Di bawah bimbingan R. KURNIA ACHJADI.

Endometritis adalah peradangan pada selaput lendir uterus (endometrium), pada umumnya disebabkan oleh infeksi jasad renik jahat yang masuk secara kontak langsung, lewat vulva, vagina, serviks, uterus dan secara hematogen. Umumnya terjadi setelah proses partus yang abnormal, seperti abortus, retensio sekundinae, prematur, distokia, kelahiran kembar dan kelanjutan radang dari serviks, vagina, vulva (Achjadi 2005). Sedangkan retensio sekundinae adalah tertahannya selaput fetus dalam kandungan selama 8-12 jam atau lebih setelah fetus lahir, baik pada kelahiran normal maupun abnormal.

Studi kasus ini dilaksanakan di KPSP Sidodadi Ponco Kusumo yang bertujuan melakukan analisa pengaruh kejadian retensio sekundinae (RS), endometritis (E) dan retensio diikuti endometritis (RE) terhadap produksi susu sapi perah dan mengetahui seberapa besar faktor penyebab terjadinya RS dan E. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis ragam (Analisis of Variance), lalu dilanjutkan dengan Uji Duncan (SAS Institute, 1997).

Hasil studi kasus menunjukkan bahwa penurunan produksi susu pada RS sebesar 3.6 liter atau 25 % dari produksi susu normal (14.267 Liter), E sebesar 5.433 liter atau 35 % dari produksi susu normal (15.3 liter) dan RE sebesar 5.867 liter atau 36 % dari produksi susu normal (16.167 liter), dengan rata-rata penurunan produksi susu 4.967 liter atau 32 % dari produksi susu normal (15.244 liter). Penurunan produksi susu secara statistik jika dibandingkan dengan penurunan produksi susu pada RS berbeda nyata pada penurunan produksi susu pada E dan RE, sedangkan penurunan produksi susu pada E tidak berbeda nyata jika dibandingkan dengan penurunan produksi susu pada RE.

(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Surabaya pada tanggal 06 Mei 1985 dari Bapak

Imam Solikhin dan Ibu Suparmi. Penulis merupakan putera terakhir dari tiga

bersaudara.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di Sekolah Dasar Negeri Kapas 1

pada tahun 1997. Kemudian melanjutkan pendidikan di Sekolah Menegah di

SLTP Negeri 1 Balen dan lulus pada tahun 2000. Pada tahun 2003 penulis

menyelesaikan studi dari SMU Negeri 3 Bojonegoro. Pada tahun yang sama lulus

seleksi IPB melalui jalur Undagan Seleksi Masuk IPB (USMI). Program studi

yang dipilih adalah Program Studi Kedokteran Hewan, Fakultas Kedokteran

Hewan.

Selama studi di IPB, penulis aktif di Resimen Mahasiswa (Menwa)

menjadi anggota biro II Operasi tahun 2003-2004, Kepala biro II Operasi tahun

2004-2005 dan Wakil Komandan Menwa tahun 2005-2007. Selain itu penulis

aktif di Badan Eksekutif Mahasiswa FKH sebagai Ketua Devisi Soskemas tahun

2005-2006, Ketua Devisi Pelatihan di Himpro Ruminansia tahun 2005-2006,

Ketua Beasiswa Gerakan Kakak Asuh tahun 2005-2006 selanjutnya aktif juga

kegiatan di luar kampus yaitu Wakil Ketua Omda Bojonegoro tahun 2005-2006,

Ketua Omda Bojonegoro tahun 2006-2007 dan kegiatan kerjasama dengan

masyarakat dalam kemitraan usaha.

Selama studi di IPB, penulis juga mendapatkn bantuan beasiswa institusi

maupun keluarga. Baik beasiswa PPA tahun 2003, Beasiswa Perumka tahun

2004-2007 dan Genesis FKH tahun 2004, beasiswa GAKA tahun 2005-2007,

beasiswa Persada tahun 2006 dan beasiswa BBM tahun 2007 lalu beasiswa

(6)

KATA PENGANTAR

Segala puja dan puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, yang telah

memberikan kesempatan dan kenikmatan yang begitu besar dalam menimbang

ilmu pengetahuan. Karena hanya segala karunia-Nya dan Ridho-Nya, skripsi ini

dapat diselesaikan dengan baik.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini tidak terlepas dari

bimbingan, bantuan dan dukungan baik moril maupun materil dari berbagai pihak.

Oleh karena itu pada kesempatan itu penulis ingin menyampaikan rasa

terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak dan ibu yang selalu mendoakan, mendidik dan mendukung penulis,

selama menjadi mahasiswa sampai penyelesaikan Skripsi ini.

2. drh. R. Kurnia Achjadi, MS, sebagai pembimbing pertama yang telah

dengan sabar memberikan bimbingannya kepada penulis dalam proses

penyelesaian Skripsi ini.

3. drh. Endang Rachman, MS, sebagai penilai yang bersedia menyempatkan

waktunya untuk menilai dan memberikan masukan dalam skripsi ini.

4. drh Dedy Ananto, sebagai petugas Keswan yang selama pengambilan data

selalu dibimbing dan dibantu dalam studi kasus ini.

5. Staf KPSP Sidodadi ( bapak kesno, siswanto dll ) yang telah menfasilitasi

penulis dan membantu penulis dalam pengambilan data.

6. Mas wahid, mas yosi, mbak dwi, mbak tini, mbak sari dan almarhumah

mbah sumoharjo sebagai keluarga penulis yang sangat mendukung dan

memberikan motivasi, semangat, bimbingan dan doanya.

7. Teman-teman FKH 40, Menwa, Omda Bojonegoro, Himadika dan setiap

insan yang telah singgah dalam hati, yang telah menjadikan hidup ini

menjadi penuh warna warni. Terimakasih atas motivasi dan dukungannya.

Penulis menyadari adanya kekurangan-kekurangan dalam studi kasus ini

maupun penulisan skripsi, walaupun demikian penulis berharap semoga

bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Bogor, Agustus 2007

(7)

DAFTAR ISI

Abstrak ... i

Lembar Pengesahan ... ii

Riwayat Hidup ... iii

Kata Pengantar ... iv

Daftar Isi ... v

Daftar Tabel ... vii

Daftar Grafik ... vii

Daftar Lampiran ... viii

I. PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1 Retensio Sekundinae ... 3

2.1.1 Etiologi ... 3

2.1.2 Gejala Klinis ... 3

2.1.3 Diagnosa ... 3

2.1.4 Pencegahan dan Penanganan ... 4

2.2 Endometritis ... 4

2.2.1 Etiologi ... 4

2.2.2 Gejala Klinis ... 4

2.2.3 Diagnosa ... 4

2.2.4 Pencegahan dan Penanganan ... 5

2.3 Faktor- faktor yang mempengaruhi produksi susu ... 5

III. BAHAN DAN METODE ... 6

3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan ... 6

3.2 Materi dan Metode ... 6

(8)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 7

4.1 Keadaan Umum ... 7

4.1.1 Lokasi ... 7

4.1.2 Struktur Organisasi ... 7

4.1.3 Sejarah Berdiri ... 8

4.1.4 Jumlah Sapi dan Produksi susu ... 9

4.1.5 Pelayanan Kesehatan Hewan KPSP Sidodad ... 10

4.2 Wilayah Kerja ... 11

4.2.1 Wilayah dan Jumlah Anggota ... 11

4.3 Gambaran Umum Potensi Peternakan ... 12

4.4 Kejadian Gangguan Reproduksi ... 13

4.4.1 Retensio Sekundinae ... 13

4.4.2 Endometritis ... 18

4.5Pengaruh Kejadian Retensio Sekundinae, Endometritis dan Retensio Diikuti Endometritis Terhadap Produksi Susu ... 20

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 23

VI. DAFTAR PUSTAKA ... 23

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Populasi Sapi Perah KPSP Sidodadi April 2006 ... 9

Tabel 2. Perkembangan Produksi Susu Tahun 2004, 2005 hingga Mei 2006 ... 9

Tabel 3. Jumlah Produksi susu 1 Januari 2006 – Mei 2006 ... 10

Tabel 4. Pelayanan kesehatan hewan KPSP Sidodadi Tahun 2005 – 2006 ... 11

Tabel 5. Identitas Peternakan Responden di KPSP Sidodadi ... 13

Tabel 6. Pengetahuan Responden Terhadap Kejadian Retensio Sekundinae ... 15

Tabel 7. Pengetahuan Responden Terhadap Kejadian Endometritis ... 19

(10)

DAFTAR GRAFIK

Grafik 1. Pengaruh Kejadian Retensio sekundinae, Endometritis dan

(11)

PENGARUH KEJADIAN RETENSIO SEKUNDINAE DAN

ENDOMETRITIS TERHADAP PRODUKSI SUSU SAPI PERAH

Studi kasus di Koperasi Perternakan Sapi Perah (KPSP) Sidodadi Ponco Kusumo,

Malang, Jawa Timur

SKRIPSI

SABTO AGUNG KURNIAWAN

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

PENGARUH KEJADIAN RETENSIO SEKUNDINAE DAN

ENDOMETRITIS TERHADAP PRODUKSI SUSU SAPI PERAH

Studi kasus di Koperasi Perternakan Sapi Perah (KPSP) Sidodadi Ponco Kusumo,

Malang, Jawa Timur

SKRIPSI

SABTO AGUNG KURNIAWAN

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Kedokteran Hewan

Pada

Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(13)

Judul : Pengaruh Kejadian Retensio Sekundinae dan Endometritis

Terhadap Produksi Susu Sapi Perah

Studi kasus di Koperasi Perternakan Sapi Perah (KPSP)

Sidodadi Ponco Kusumo, Malang, Jawa Timur

Nama Mahasiswa : Sabto Agung Kurniawan

NRP : B04103125

Telah diperiksa dan disetujui

Oleh

Dosen Pembimbing

Drh. R. Kurnia Achjadi, MS NIP : 130 536 668

Mengetahui

Wakil Dekan

Dr. Drh. I Wayan Teguh Wibawan, MS. NIP : 131 129 090

(14)

ABSTRAK

SABTO AGUNG KURNIAWAN. Pengaruh Kejadian Retensio Sekundinae dan Endometritis Terhadap Produksi Susu Sapi Perah. Studi Kasus di Koperasi Perternakan Sapi Perah (KPSP) Sidodadi Ponco Kusumo, Malang, Jawa Timur. Di bawah bimbingan R. KURNIA ACHJADI.

Endometritis adalah peradangan pada selaput lendir uterus (endometrium), pada umumnya disebabkan oleh infeksi jasad renik jahat yang masuk secara kontak langsung, lewat vulva, vagina, serviks, uterus dan secara hematogen. Umumnya terjadi setelah proses partus yang abnormal, seperti abortus, retensio sekundinae, prematur, distokia, kelahiran kembar dan kelanjutan radang dari serviks, vagina, vulva (Achjadi 2005). Sedangkan retensio sekundinae adalah tertahannya selaput fetus dalam kandungan selama 8-12 jam atau lebih setelah fetus lahir, baik pada kelahiran normal maupun abnormal.

Studi kasus ini dilaksanakan di KPSP Sidodadi Ponco Kusumo yang bertujuan melakukan analisa pengaruh kejadian retensio sekundinae (RS), endometritis (E) dan retensio diikuti endometritis (RE) terhadap produksi susu sapi perah dan mengetahui seberapa besar faktor penyebab terjadinya RS dan E. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis ragam (Analisis of Variance), lalu dilanjutkan dengan Uji Duncan (SAS Institute, 1997).

Hasil studi kasus menunjukkan bahwa penurunan produksi susu pada RS sebesar 3.6 liter atau 25 % dari produksi susu normal (14.267 Liter), E sebesar 5.433 liter atau 35 % dari produksi susu normal (15.3 liter) dan RE sebesar 5.867 liter atau 36 % dari produksi susu normal (16.167 liter), dengan rata-rata penurunan produksi susu 4.967 liter atau 32 % dari produksi susu normal (15.244 liter). Penurunan produksi susu secara statistik jika dibandingkan dengan penurunan produksi susu pada RS berbeda nyata pada penurunan produksi susu pada E dan RE, sedangkan penurunan produksi susu pada E tidak berbeda nyata jika dibandingkan dengan penurunan produksi susu pada RE.

(15)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Surabaya pada tanggal 06 Mei 1985 dari Bapak

Imam Solikhin dan Ibu Suparmi. Penulis merupakan putera terakhir dari tiga

bersaudara.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di Sekolah Dasar Negeri Kapas 1

pada tahun 1997. Kemudian melanjutkan pendidikan di Sekolah Menegah di

SLTP Negeri 1 Balen dan lulus pada tahun 2000. Pada tahun 2003 penulis

menyelesaikan studi dari SMU Negeri 3 Bojonegoro. Pada tahun yang sama lulus

seleksi IPB melalui jalur Undagan Seleksi Masuk IPB (USMI). Program studi

yang dipilih adalah Program Studi Kedokteran Hewan, Fakultas Kedokteran

Hewan.

Selama studi di IPB, penulis aktif di Resimen Mahasiswa (Menwa)

menjadi anggota biro II Operasi tahun 2003-2004, Kepala biro II Operasi tahun

2004-2005 dan Wakil Komandan Menwa tahun 2005-2007. Selain itu penulis

aktif di Badan Eksekutif Mahasiswa FKH sebagai Ketua Devisi Soskemas tahun

2005-2006, Ketua Devisi Pelatihan di Himpro Ruminansia tahun 2005-2006,

Ketua Beasiswa Gerakan Kakak Asuh tahun 2005-2006 selanjutnya aktif juga

kegiatan di luar kampus yaitu Wakil Ketua Omda Bojonegoro tahun 2005-2006,

Ketua Omda Bojonegoro tahun 2006-2007 dan kegiatan kerjasama dengan

masyarakat dalam kemitraan usaha.

Selama studi di IPB, penulis juga mendapatkn bantuan beasiswa institusi

maupun keluarga. Baik beasiswa PPA tahun 2003, Beasiswa Perumka tahun

2004-2007 dan Genesis FKH tahun 2004, beasiswa GAKA tahun 2005-2007,

beasiswa Persada tahun 2006 dan beasiswa BBM tahun 2007 lalu beasiswa

(16)

KATA PENGANTAR

Segala puja dan puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, yang telah

memberikan kesempatan dan kenikmatan yang begitu besar dalam menimbang

ilmu pengetahuan. Karena hanya segala karunia-Nya dan Ridho-Nya, skripsi ini

dapat diselesaikan dengan baik.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini tidak terlepas dari

bimbingan, bantuan dan dukungan baik moril maupun materil dari berbagai pihak.

Oleh karena itu pada kesempatan itu penulis ingin menyampaikan rasa

terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak dan ibu yang selalu mendoakan, mendidik dan mendukung penulis,

selama menjadi mahasiswa sampai penyelesaikan Skripsi ini.

2. drh. R. Kurnia Achjadi, MS, sebagai pembimbing pertama yang telah

dengan sabar memberikan bimbingannya kepada penulis dalam proses

penyelesaian Skripsi ini.

3. drh. Endang Rachman, MS, sebagai penilai yang bersedia menyempatkan

waktunya untuk menilai dan memberikan masukan dalam skripsi ini.

4. drh Dedy Ananto, sebagai petugas Keswan yang selama pengambilan data

selalu dibimbing dan dibantu dalam studi kasus ini.

5. Staf KPSP Sidodadi ( bapak kesno, siswanto dll ) yang telah menfasilitasi

penulis dan membantu penulis dalam pengambilan data.

6. Mas wahid, mas yosi, mbak dwi, mbak tini, mbak sari dan almarhumah

mbah sumoharjo sebagai keluarga penulis yang sangat mendukung dan

memberikan motivasi, semangat, bimbingan dan doanya.

7. Teman-teman FKH 40, Menwa, Omda Bojonegoro, Himadika dan setiap

insan yang telah singgah dalam hati, yang telah menjadikan hidup ini

menjadi penuh warna warni. Terimakasih atas motivasi dan dukungannya.

Penulis menyadari adanya kekurangan-kekurangan dalam studi kasus ini

maupun penulisan skripsi, walaupun demikian penulis berharap semoga

bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Bogor, Agustus 2007

(17)

DAFTAR ISI

Abstrak ... i

Lembar Pengesahan ... ii

Riwayat Hidup ... iii

Kata Pengantar ... iv

Daftar Isi ... v

Daftar Tabel ... vii

Daftar Grafik ... vii

Daftar Lampiran ... viii

I. PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1 Retensio Sekundinae ... 3

2.1.1 Etiologi ... 3

2.1.2 Gejala Klinis ... 3

2.1.3 Diagnosa ... 3

2.1.4 Pencegahan dan Penanganan ... 4

2.2 Endometritis ... 4

2.2.1 Etiologi ... 4

2.2.2 Gejala Klinis ... 4

2.2.3 Diagnosa ... 4

2.2.4 Pencegahan dan Penanganan ... 5

2.3 Faktor- faktor yang mempengaruhi produksi susu ... 5

III. BAHAN DAN METODE ... 6

3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan ... 6

3.2 Materi dan Metode ... 6

(18)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 7

4.1 Keadaan Umum ... 7

4.1.1 Lokasi ... 7

4.1.2 Struktur Organisasi ... 7

4.1.3 Sejarah Berdiri ... 8

4.1.4 Jumlah Sapi dan Produksi susu ... 9

4.1.5 Pelayanan Kesehatan Hewan KPSP Sidodad ... 10

4.2 Wilayah Kerja ... 11

4.2.1 Wilayah dan Jumlah Anggota ... 11

4.3 Gambaran Umum Potensi Peternakan ... 12

4.4 Kejadian Gangguan Reproduksi ... 13

4.4.1 Retensio Sekundinae ... 13

4.4.2 Endometritis ... 18

4.5Pengaruh Kejadian Retensio Sekundinae, Endometritis dan Retensio Diikuti Endometritis Terhadap Produksi Susu ... 20

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 23

VI. DAFTAR PUSTAKA ... 23

(19)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Populasi Sapi Perah KPSP Sidodadi April 2006 ... 9

Tabel 2. Perkembangan Produksi Susu Tahun 2004, 2005 hingga Mei 2006 ... 9

Tabel 3. Jumlah Produksi susu 1 Januari 2006 – Mei 2006 ... 10

Tabel 4. Pelayanan kesehatan hewan KPSP Sidodadi Tahun 2005 – 2006 ... 11

Tabel 5. Identitas Peternakan Responden di KPSP Sidodadi ... 13

Tabel 6. Pengetahuan Responden Terhadap Kejadian Retensio Sekundinae ... 15

Tabel 7. Pengetahuan Responden Terhadap Kejadian Endometritis ... 19

(20)

DAFTAR GRAFIK

Grafik 1. Pengaruh Kejadian Retensio sekundinae, Endometritis dan

(21)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Pengetahuan Peternak Terhadap Retensio sekundinae dan

Endometritis di KPS Ponco Kusumo, Malang, Jawa Timur.

Lampiran 2. Penurunan Produksi Susu Akibat Kejadian Retensio_Endometritis

Lampiran 3. Penurunan Produksi Susu Akibat Kejadian Retensio Sekuninae,

Endometritis dan Retensio_Endometritis.

Lampiran 4. Analisis of variance procedure

Lampiran 5. Populasi Sapi Perah KPSP Sidodadi Poncokusumo Pabrian

Lampiran 6. Total Produksi dan Produktifitas April 2005

(22)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Susu merupakan bahan makanan asal hewani yang mengandung nilai gizi

tinggi. Kebutuhan akan susu meningkat terus seiring dengan bertambahnya

jumlah penduduk dan meningkatnya pengetahuan masyarakat akan pentingnya

kebutuhan unsur gizi terutama protein. Permintaan susu di Indonesia terus

meningkat sedangkan produksi susu dalam negeri hanya mampu memasok sekitar

380 ribu ton atau 42,5 % dari jumlah permintaan, selebihnya didatangkan dari

luar negeri dalam bentuk bubuk (Sukada 1996). Penyebab tidak dapat dipenuhinya

kebutuhan susu dalam negeri tersebut, antara lain karena populasi sapi perah yang

terbatas jumlahnya dan gangguan reproduksi sapi perah. Terjadinya gangguan

reproduksi akan mempengaruhi terhadap kualitas dan kuantitas produksi susu

sapi.

Rendahnya tingkat kesuburan pada sistem reproduksi hewan terutama sapi

perah disebabkan oleh adanya beberapa faktor gangguan reproduksi, sehingga

menimbulkan kasus infertilitas seperti hipofungsi ovarium, corpus luteum

persisten, sistik ovari, endometritis, retensio sekundinae, gangguan hormonal dan

tingkat gizi yang rendah akibat makanan kurang bermutu. Disamping itu faktor

manajemen dan penanganan ternak juga menunjang peranan dalam kasus

terjadinya gangguan reproduksi. Optimalisasi proses produksi susu masih

menghadapi berbagai kendala. Kendala terbesar dalam usaha produksi susu adalah

hal- hal yang berkaitan dengan kesehatan hewan khususnya pencegahan dan

penanggulangan penyakit. Pencegahan dan penanggulangan penyakit perlu

mendapatkan perhatian, karena didasari bahwa penyakit dapat merubah proses

produksi, menimbulkan kerugian ekonomi terutama bila ditimbulkan penyakit

menular.

Penyakit reproduksi yang sering terjadi di perternakan rakyat adalah

endometritis dan retensio sekundinae. Endometritis adalah peradangan pada

selaput lendir uterus (endometrium), pada umumnya disebabkan oleh infeksi jasad

renik jahat yang masuk secara kontak langsung, lewat vulva, vagina, serviks,

(23)

abnormal, seperti abortus, retensio sekundinae, prematur, distokia, kelahiran

kembar dan kelanjutan radang dari serviks, vagina, vulva (Achjadi 2001).

Sedangkan retensio sekundinae adalah tertahannya selaput fetus dalam

kandungan setelah fetus lahir, baik pada kelahiran normal maupun 8-12 jam atau

lebih.

Berbagai syarat yang harus dipenuhi oleh perternakan agar dapat mencapai

keuntungan maksimum diantaranya adalah penggunaan bibit yang baik,

ketersediaan pakan yang cukup secara kuantitas dan kualitas, penerapan tata

laksana reproduksi yang optimal dan pengetahuan zooteknik yang tepat serta

pencegahan dan penge ndalian (Subronto dan Tjahajati 2000). Sehingga kesalahan

dalam pemenuhan syarat tersebut akan berdampak langsung terhadap reproduksi.

1.2 Tujuan

1. Mengetahui tingkat kejadian endometritis dan retensio sekundinae pada

sapi perah.

2. Mengetahui faktor- faktor penyebab terjadinya endometritis dan retensio

sekundinae.

3. Melakukan analisa pengaruh kejadian endometritis, retensio sekundinae

dan retensio_endometritis terhadap penurunan produksi susu.

4. Memberikan saran perbaikan dalam pengelolaan Sapi Perah di KPSP

(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Retensio Sekundinae

Retensio sekundinae terjadi apabila selaput fetus menetap lebih lama dari

8-12 jam (Manan 2001; Partodiharjo 1982; Toelihere 1985), 12 jam (Hafez 2000;

Subroto dan Tjahajati, 2001) post partus. Pada partus yang berjalan normal secara

fisiologis, selaput lendir akan keluar dalam waktu 3-8 jam (Artur 1975; Toelihere

1985), 8 jam (Portodiharjo 1982), 3-5 jam (Manan 2001) post pastus.

2.1.1 Etiologi

Toelihere (1985) mengemukakan bahwa terjadinya retensio sekundinae ini

terjadi akibat gangguan pemisahan dan pelepasan villi fetalis dari kripta maternal

koronkula. Kejadian retensio sekundinae merupakan suatu proses yang komplek

meliputi pengurangan suplai darah diikuti oleh pengecilan struktur plasenta

maternal dan fetalis, perubahan-perubahan degeneratif dan kontraksi uterus.

Anonimous (2003) menyatakan kejadian retensio sekundinae pada peternakan

kurang dari 5 %. Meskipun kesulitan melahirkan atau distokia dihubungkan

dengan penyebab retensio sekundinae, penyebabnya lebih sering dikarenakan

kekurangan nutrisi. Diantaranya Se, Vitamin A, Vitamin E, Ca dan protein utama

merupakan nutrisi yang berperan dalam kelahiran.

2.1.2 Gejala Klinis

Kejadianretensio sekundinae berhubungan erat dengan faktor lingkungan,

fisiologis dan nutrisi. Menurut Manan (2001) 75-80 % penderita retensio

sekundinae tidak menunjukkan tanda-tanda sakit dan hanya 20-25 % yang

menunjukkan gejala sakit. Komplikasi retensio sekundinae dengan metritis

memperlihatkan gejala klinis yang bervariasi tergantung dari derajat penyakitnya.

Gejala yang terjadi berupa peningkatan pulsus, respirasi, temperatur meningkat,

anoreksia, diare ( Arthur 1975), depresi, produksi susu dan berat badan menurun

(25)

2.1.3 Diagnosa

Menurut Hardjopranjoto (1995) diagnosa retensio sekundinae dapat

dilakukan berdasarkan adanya plasenta yang keluar dari alat kelamin. Kejadian

retensio sekundinae didiagnosa melalui pemeriksaan pervaginal dalam waktu

24-36 jam post partus. Apabila pemeriksaan dilakukan lebih dari 48 jam akan

mengalami kesulitan karena serviks sudah mulai menutup (Toelihere 1985).

2.1.4 Pencegah dan Penanganan

Menurut Erb (1985) untuk mencegah retensio sekundinae dapat dilakukan

dengan mencukupi energi, protein, Se, Vitamin D dan E dalam pakan. Sedangkan

tujuan penanganan adalah untuk menjaga atau mengembalikan tingkat

kemampuan reproduksi pada kondisi yang normal (Manspeaker 1992).

Penanganan retensio sekundinae dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu

pengupasan secara manual, secara terapi dan tanpa penanganan (Arthur 1975;

Subroto dan Tjahajati 2001).

2.2 Endometritis

Endometritis merupakan gangguan reproduksi yang biasanya dalam waktu

dua minggu (Subroto dan Tjahajati 2001), dua puluh hari (Achjadi 2001) post

partus khususnya partus yang abnormal. Kejadian endometritis dalam jangka

pendek dapat menyebabkan terjadinya perpanjangan antara interval partus dan

kebuntingan sepuluh hari (Bretzlaff et al 1987), dua puluh hari (Erb et al 1981).

2.2.1 Etiologi

Ressang (1984) menyatakan bahwa kejadian endometritis sering menyertai

sapi yang mengalami partus berat dan retensio sekundinae. Selanjutnya menurut

Toelihere (1981) kejadian endometritis pada umumnya terjadi sesudah post partus

abnormal seperti abortus, retensio sekundinae, kelahiran prematur, kelahiran

kembar, distokia, pyometra dan perlukaan yang disebabkan alat-alat yang

dipergunakan pada saat pertolongan kelahiran yang abnormal.

2.2.2 Gejala Klinis

Penderita endometritis biasanya tampak lesu, menahan rasa sakit, suhu

subnormal atau diatas normal (40-410C), produksi turun, atoni rumen, diare,

dehidrasi, anoreksia, urinasi, pernapasan cepat dan denyut jantung lemah

(26)

endometritis pada kasus yang berat dapat terjadi pengeluaran eksudat

mukopurulen dari uterus ke dalam vagina.

2.2.3 Diagnosa

Menurut Toelihere (1981) kejadian endometritis dapat didiagnosa melalui

palpasi perektal maupun pemeriksaan vagina. Sedangkan menurut Partodiharjo

(1982); Ressang (1984) kejadian endometritis dapat juga didiagnosa dengan

melakukan pemeriksaan histopatologi dari biopsi endometrium hewan penderita

dan dengan pemupukan bakteriologi.

2.2.4 Pencegahan dan Penanganan

Kejadian endometritis dapat dicegah dengan memperlihatkan program

kesehatan yang rutin seperti penanganan pre partus, partus dan post partus

(Dohmen 1995). Sedangkan cara penangananya dengan menggunakan antibiotik

oxytetracycline dikombinasikan dengan preparat estrogen dan PGF2 alpha

memiliki hasil yang lebih baik dibandingkan dengan penggunaan antibiotik atau

hormon secara sendiri-sendiri (Achjadi 1991).

2.3 Faktor- faktor yang mempengaruhi produksi susu

Sudono (1985) menerangkan bahwa faktor- faktor yang mempengaruhi

produksi susu antara lain bangsa sapi, lama bunting, masa laktasi, besarnya sapi,

masa berahi, umur sapi, selang beranak, masa kering, frekuensi pemerahan, pakan

dan tata laksana. Menurut Sodono (1985) variasi produksi susu seekor sapi perah

70 % dipengaruhi oleh lingkungan (pakan, tata laksana, penyakit, iklim dan

lain-lain) dan 30 % oleh faktor genetik.

Menurut Gushairiyanto (1994) selang beranak ditentukan oleh lamanya

masa kosong, jumlah perkawinan per kebuntingan dan lama bunting. selang

beranak akan mempengaruhi jumlah produksi susu perlaktasi. Selang beranak

untuk sapi yang telah beranak satu kali adalah 13 bulan dan yang sudah sering

beranak 12 bulan, ini akan memaksimalkan produksi susu tetapi selang beranak

yang baik di anjurkan adalah 13-14 bulan dengan harapan produksi susu tetap

(27)

BAB III

MATERI DAN METODE

3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan

Pelaksanaan dari kegiatan studi kasus di Koperasi Perternakan Sapi Perah

(KPSP) Ponco Kusumo, Malang, Jawa Timur, dari bulan juni – juli 2006.

3.2 Materi dan Metode

Materi dan metode yang digunakan berupa pengumpulan data primer

melalui pengamatan langsung serta wawancara dengan dokter hewan atau dengan

petugas setempat. Data sekunder diambil dari laporan kegiatan di koperasi

perternakan sapi perah (KPSP) Sidodadi Ponco Kusumo, Malang, Jawa Timur,

mengenai pengaruh kejadian endometritis dan retensio sekundinae pada sapi perah

terhadap produksi susu.

3.3 Parameter yang diamati

Rancangan penelitian mengganakan rancangan acak kelompok dengan parameter yang diamati dalam kegiatan ini berupa penyebab timbulnya kejadian RS dan E berdasarkan gejala klinis yang bisa diamati, cara pencegahan

dan penanganan, juga mengamati apakah ada hubungan yang signifikan antara

kejadian RS dan E sapi perah terhadap produksi susu sapi perah.

Untuk mengetahui mengenai hubungan kejadian RS dan E sapi parah

terhadap produksi susu, dasar penarikan kesimpulan apakah dasar penarikan

kesimpulan kuat atau lemah, dilakukan analisis data dengan menggunakan analisis

ragam (Analisis of Variance), lalu dilanjutkan dengan Uji Duncan (SAS Institute

(28)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Keadaan Umum 4.1.1 Lokasi

Luas wilayah Kota Malang 110.056,6 km2 (11.005,66 Ha) dimana dari

luas keseluruhan Dinas Pertanian Kota Malang memiliki potensi luas lahan

pertanian 1.517.434 Ha, Luas lahan kering 9.487.38 Ha Tegalan, ladang, huma

seluas 2.551.85 Ha. Klimatologi pada wilayah Kota Malang : Curah hujan : 1.883

mm (rata-rata) Suhu Udara : 24,13C (rata-rata) Kelembapan : 72 (rata-rata).

Koperasi peternakan sapi perah (KPSP) Sidoarjo terletak di desa Pabrian,

Kecamatan Ponco Kusumo yang berbatasan dengan Kecamatan Wajak.

Topografinya ditandai dengan bukit-bukit, persawahan dan gunung- gunung,

dengan letak ketinggian mencapai kurang lebih 1.200 m diatas permukaan laut.

Daerah ini termasuk dataran tinggi yang berhawa sejuk karena mempunyai

kisaran suhu 18-300 C, kelembapan 70-85 % dengan curah hujan yang cukup

tinggi serta kondisi geografis yang berbukit-bukit.

4.1.2 Struktur Organisasi

Susunan organisasi di koperasi peternakan sapi perah (KPSP) Sidodadi

terdiri dari pengurus dan badan pengawas. Pengurus terdiri dari ketua, bendahara,

sekretaris, administrasi, Keswan, inseminator dan lima orang karyawan. Tugas

dari pengurus bertugas sehari- harinya sebagai petugas administrasi sedangkan

badan pengawas bertugas mengawasi pelaksanaan kebijaksanaan dan pengelolaan

koperasi. Sekarang ini KPSP Sidodadi mempunyai empat pengurus utama yang

salah satunya sebagai pendiri koperasi.

Rapat anggota bulanan dilaksanakan setiap bulan sekali pada awal bulan

dan rapat anggota tahunan dilaksanakan pada akhir tahun dengan membahas

laporan pertanggung jawaban pengurus dalam melaksanakan tugasnya,

menetapkan kebijaksanaan umum dan membuat rencana kerja. Pada rapat anggota

(29)

Bagan Struktur Kepengurusan Koperasi Peternakan Sapi Perah (KPSP) Sidodadi.

4.1.3 Sejarah Berdiri

Koperasi Peternakan Sapi Perah (KPSP) Sidodadi berdiri pada tanggal 08

Mei 1999 dengan hak badan hukum No.167/BH/KDK.1313/V/99 terlahir akibat

ketidakpuasan para peternak terhadap para kolektor atau pengumpul susu yang

menguasai pemasaran susu, kinerja pengurus kurang profesional, sehingga para

peternah merasa tidak puas dengan harga susu yang terlalu rendah. Akhirnya

koperasi Mekar Sari dibubarkan pada tahun 1996 karena terjadi demo oleh para

peternak.

Didirikanya KPSP Sidodadi bertujuan untuk menampung dan

menyelamatkan hasil produksi susu sapi perah. Pendiri KPSP Sidodadi pada

mulanya didirikan oleh empat orang pendiri dengan jumlah anggota 30 orang

anggota selanjutnya berkembang menjadi 260 orang anggota sampai saat ini.

Sejak adanya KPSP Sidodadi penduduk mulai lagi berternak sapi perah hingga

sekarang mencapai 884 ekor sapi, baik sapi yang produktif, pedet, dara, maupun

kering kandang dengan awal berdiri berproduksi susu 1.250 liter/hari hingga

mencapai 2.845 liter/hari.

KPSP Sidodadi juga berusaha untuk peningkatan kualitas dan kuantitas

produksi susu dari peternak yaitu dengan cara mengadakan penyuluhan. mulai

dari cara penangana pasca pemerahan sampai post pemerahan. Hasil penjualan

susu berdasarkan penerapkan sistem pembayaran berdasarkan kualitas dan

kuantitas produksi susu yang di setorkan ke koperasi.

(30)

4.1.4 Jumlah Sapi dan Produksi Susu

Sebagian besar penduduk Kecamatan Ponco Kusumo memiliki peternakan

sapi perah yang berskala kecil maupun skala menengah. Kepemilikan sapi perah

tiap anggota bervariasi mulai dari dua ekor sampai tiga puluh lima ekor. Jumlah

total populasi sapi perah anggota KPSP Sidodadi pada April 2006 yaitu 884 ekor,

dengan prosentase sapi induk bunting dan tidak bunting 46 %, sapi dara bunting

dan tidak bunting 8 %, sapi kering bunting dan tidak buting 11 % dan sapi pedet

jantan dan betina 33 %. Jumlah populasi sapi perah dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Populasi Sapi Perah KPSP Sidodadi Tahun 2005 - April 2006

Populasi Sapi Perah 2005 April 2006

Induk Bunting 159 207

Sumber : Data Computer KPSP Sidodadi 2006

Produksi susu KPSP Sidodadi pada tahun 2004 sampai dengan tahun 2005

mengalami penurunan. Pada tahun 2004 rata-rata jumlah produksi susu yaitu

1.004.508.7 liter/tahun atau 2.861 liter/hari sedangkan pada tahun 2005 rata-rata

jumlah produksi susu yaitu 1.038.674.5 liter/tahun atau 2.845 liter/hari atau 8.11

liter/hari/ekor, yang dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Perkembangan Produksi Susu Tahun 2004, 2005 hingga Mei 2006

Tahun Jumlah produksi/th/l Jumlah produksi/hari/l

2004 1.044.508.7 2.861

2005 1.038.674.5 2.845

Januari s/d Mei 2006 462.826 -

(31)

Jumlah produksi susu pada bulan Januari – Mei 2006 jumlah produksi susu

yaitu 462.826 liter/5 bulan atau dengan rata-rata 3.085 liter/hari yang dapat dilihat

pada Tabel 3.

Tabel 3. Jumlah Produksi Susu 1 Januari 2006 – Mei 2006

No Waktu ( 2006 ) Jumlah produksi/10

Sumber : Data Computer KPSP Sidodadi 2006

4.1.5 Pelayanan Kesehatan Hewan KPSP Sidodadi

Penanganan gangguan reproduksi sangat mendapatkan perhatian penting

dalam sistem pelayanan koperasi karena reproduksi sapi perah perkembangan

koperasi. Sistem pelayanan reproduksi dan kesehatan sapi perah dilaksanakan

oleh petugas Keswan berdasarkan pelaporan peternak melalui petugas susu atau

peternak melaporkan sendiri ke kantor koperasi Sidodadi. Penanganan pelayanan

(32)

reproduksi serta kasus kesehatan (klinis) umumnya dilakukan oleh dokter hewan.

Pelayanan kesehatan hewan KPSP Sidodadi sebagaimana tercantum pada tabel 4.

Tabel 4. Pelayanan Kesehatan Hewan KPSP Sidodadi Tahun 2005 – 2006

No Jenis Kasus Nama Kasus 2005 2006

*) Penyakit yang timbul diluar yang tersebut di atas

Sumber : Data Computer KPSP Sidodadi

Wilayah Kerja

Wilayah dan Jumlah Anggota

Wilayah kerja KPSP Sidodadi meliputi 2 kecamatan ya ng dibagi menjadi

8 desa yaitu Kecamatan Wajak terdiri dari Desa Ngembal, Jangkung, Dadapan

(33)

Pajajaran, Ngebruk, dan Pabrian. Untuk memudahkan pelayanan koperasi

terhadap anggota didirikan TPS (Tempat Penampungan Susu) yang dibagi

menjadi 3 bagian yaitu bagian utara (Pajajaran, Ngebruk, Sumber Sari) lalu

bagian pusat (Sumber Jambe, Pabrian, Ngembal) dan Bagian selatan (Jangkung,

Dadapan). Jumlah anggota KPSP Sidodadi sampai bulan Juni 2006 mencapai 260

orang.

4.3 Gambaran Umum Potensi Peternakan

Berdasarkan hasil kuesioner dari 65 peternak responden diketahui bahwa

sebagian besar responden 65 % memperoleh pendidikan formal hanya sampai

pada Sekolah Dasar (SD), 28 % pada tingkat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama

(SLTP), 5 % pada Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA), dan 0 % pada Sekolah

Perguruan Tinggi (PT). Sedangkan mengenai pendidikan non formal sebanyak 10

% responden tidak pernah memperoleh pendidikan formal dan 90 % yang pernah

mengikuti penyuluhan dan pelatihan peternakan. Tingkat pendidikan ini akan

mempengaruhi kemampuan seorang peternak dalam menerima dan memahami

informasi atau inovasi dalam bidang peternakan.

Pengalaman dalam memelihara sapi perah pada umumnya masih tergolong

cukup lama dimana sebesar 5 % responden berpengalaman antara 0-3 tahun, 40 %

berpengalaman antara 4-5 tahun, 35 % berpengalaman antara 6-9 tahun, dan 20 %

berpengalaman lebih dari 10 tahun. Pengalaman yang cukup membantu dalam

segi perawatan sapi dan inovasi yang baru untuk mengembangkan yang lebih baik

berdasarkan pengalaman yang dimiliki.

Kedudukan peternak responden dalam kepemilikan peternakannya 100 %

milik sendiri, dimana dalam memelihara dan merawat sapi dikerjakan secara

keluarga atau sebagai usaha sampingan keluarga. Mata pencaharian peternak

responden pokok diketahui bahwa 35 % sebagai peternak, 55 % sebagai petani

dan 10 % sebagai pedagang. Penduduk Ponco Kusumo berternak sapi perah hanya

sebagai usaha sampingan dalam menambah pendapatan keluarga.

Tujuan peternak responden memelihara sapi perah, dari hasil kuesioner

diperoleh hasil bahwa 100 % responden menjual susu, pedet, dara atau induk.

(34)

Tabel 5. Identitas Peternakan Re sponden Di KPSP Sidodadi 2006

Penyuluhan dan pelatihan peternakan

Lain- lain pengolahan feces menjadi pupuk.

65

Sumber : Hasil Kuisioner 65 Peternak Responden KPSP Sidodadi 2006

4.4 Kejadian Gangguan Reproduksi 4.4.1 Retensio Sekundinae

Berdasarkan hasil kuesioner dari 65 peternakan responden, sebanyak 10 %

responden menyatakan bahwa sapinya mengalami retensio sekundinae apabila

plasenta menetap lebih dari 3-8 jam post partus, 10 % menyatakan 9-12 jam post

partus, 75 % menyatakan lebih dari 12 jam post partus dan 5 % menyatakan tidak

tahu. Retensio sekundinae terjadi apabila selaput fetus menetap lebih lama dari

8-12 jam (Manan 2001; Toeliher 1985), 8-12 jam (Hafes 2000; Subronto dan Tjahajati

2001) post partus. Pada partus yang berjalan normal secara fisiologis, selaput fetus

(35)

Penyebab terjadinya retensio sekundinae berdasarkan keterangan respoden

disebabkan berbagai faktor diantaranya 20 % kekurangan nutrisi, 55 % distokia,

10 % hipokalsemia, 5 % sapi umur lebih dari 5 tahun dan 10 % semua benar yang

disebutkan diatas ( Tabel 6). Menurut (Vandeplasche 1982) kejadian retensio

sekundinae dapat disebabkan karena defisiensi Iodin, Magnesium, Calsium,

Vitamin A dan Bete Karotin. Rendahnya kadar Calsium dalam darah dapat

mengakibatkan inersia uteri setelah fetus dilahirkan. Sedangkan menurut

Toelihere (1985) kejadian retensio sekundinae disebabkan oleh kelemahan uterus

(atoni uteri), karena berbagai keadaan seperti penimbunan cairan pada selaput

fetus, torsio uteri, distokia dan keadaan patologis lainnya. Kejadian retensio

sekundinae dapat juga terjadi sehubungan dengan defisinsi Se, Vitamin A (Mayes

et al 1987). Faktor umum dan cukupnya gerakan pada masa kebuntingan akan

berpengaruh terhadap kejadian retensio sekundinae.

Sebanyak 10 % responden menyatakan kejadian retensio sekundinae

terjadi pada sapi yang mengalami kelahiran satu sampai dua kali, 25 % pada

kelahiran dua sampai empat kali, 35 % pada kelahiran > 4 kali, 15 % terjadi pada

bunting > 9 bulan dan sebanyak 5 % terjadi pada bunting < 9 bulan. Menurut

Artur (1975) kejadian retensio sekundinae lebih sering terjadi pada sapi yang

sudah beberapa kali beranak dari pada sapi dara yang baru pertama kali beranak.

Disamping itu faktor pemberian pakan (hijauan dan konsentrat), cara

pemeliharaan, sanitasi dan faktor dari hewan (faktor hormonal dan keturunan).

Pengaruh kejadian retensio sekundinae berdasarkan keterangan peternak

responden menyatakan 40 % produki susu turun dan sapi sakit, 30 % kurang nafsu

makan dan produksi susu turun, 20 % kurang nafsu makan dan sapi sakit dan 10

% kurang nafsu makan, produksi susu turun, sapi sakit. Kejadian retensio

sekundinae berhubungan erat dengan faktor lingkungan, fisiologis dan nutrisi.

Menurut Manan (2001) 75-80 % penderita retensio sekundinae tidak

menunjukkan tanda-tanda sakit dan hanya 20-25 % yang menunjukkan gejala

sakit. Gejala yang terjadi berupa peningkatan pulsus, respirasi, temperatur

meningkat, ano reksia, diare ( Arthur, 1975), depresi, produksi susu dan berat

(36)

Tabel 6. Pengetahuan Responden Terhadap Kejadian Retensio Sekundinae 2006

Pengetahuan Responden Jumlah Responden ( % )

Kapan terjadi Retensio Sekundinae

Sapi yang melahirkan berapa kali 1-2 kali

3-4 kali > 4 kali

Bunting > 9 bulan Bunting < 9 bulan

Pengaruh Retensio Sekundinae terhadap sapi Produki susu turun dan sapi sakit

Kurang nafsu makan dan produksi susu turun Kurang nafu maka dan sapi sakit

Kurang nafsu makan, produksi susu turun dan sapi sakit

Pertolongan yang diberikan petugas keswan

Pengeluaran plasenta pada 8-12 jam post partus Tidak diberikan antibiotik dan hormon

(37)

Pertolongan yang dilakukan pada petugas berdasarkan keterangan

peternakan responden adalah 10 % pengeluaran plasenta pada 8-12 jam post

partus, 30 % pengeluaran plasenta pada 13-24 jam post partus, 35 % pengeluaran

plasenta pada 23-48 jam post partus dan 25 % pengeluaran plasenta > 48 jam

post partus. Apabila pemeriksaan dilakukan lebih dari 48 jam akan mengalami

kesulitan karena serviks sudah mulai menutup (Toelihere 1985). Waktu yang baik

untuk melakukan pengeluaran plasenta adalah 36 – 48 jam post partus karena

serviks masih terbuka, plasenta belum membusuk, infeksi masih belum hebat,

kornua uteri masih terjangkau dan plasenta sudah banyak yang terlepas sendiri

Djojosoedarmo et al. (1976). Sedangkan dalam melakukan pengobatan, petugas

memberikan preparat antibiotik 60 % dan 40 % pemberian antibiotik dan

hormon. Menurut Toelihere (1985) pemberian preparat antibiotik berspektrum

luas seperti oxytetracycline (Terramycin®) atau chlortetracycline (Aureomycin®)

terbukti lebih efektif bila diberikan secara intra uterina. Selain pemberian preparat

antibiotik, pemberian preparat hormon oxytocin segera post partus sangat berguna

untuk mencegah terjadinya retensio sekundinae (Manan 2001; Toelihere 1985).

Sebanyak 54 % responden menyatakan bahwa setelah terjadi retensio

sekundinae maka akan diikuti kejadian endometritis. Dari hasil kuesioner

diketahui bahwa terjadinya endometritis akibat retensio sekundinae yang

disebabkan oleh beberapa faktor penyebab diantaranya 55 % distokia, 20 %

malnutrisi. Sapi yang melahirkan tidak secara normal tetapi dibantu oleh peternak

atau petugas dan penanganan tidak dilakukan secara lege artis atau tidak

dilakukan sesuai prosedur cara penarikan fetus. Penarikan paksa bisa terjadi

perlukaan pada lapisan endometrium sehingga menyebabkan endometritis. Selain

itu penanganan petugas pada saat penolongan retensio sekundinae lebih dari 24

jam post partus juga bisa menyebabkan endometritis, karena jumlah bakteri dalam

vagina dan vulva melebihi batas normal. Bakteri dapat masuk melalui feses atau

perantara petugas pada saat palpasi pervagina yang dilakukan secara tidak lege

artis.

Kebanyakan responden tidak melaporkan langsung kejadian retensio

sekundinae kepada petugas, hanya 10 % pelaporan ke petugas Keswan pada

(38)

setelah post partus, hal ini disebabkan masih kurangnya pengertian peternak akan

kejadian retensio sekundinae, jarak ke koperasi yang jauh dan pengeluaran

plasenta lebih dari satu hari sudah sering terjadi, bahkan lebih dari dua hari juga

kadang terjadi. Tetapi hanya sebagian peternak yang masih belum mengetahui

akan kejadian retensio sekundinae. Penangan retensio sekundinae yang dilakukan

peternak sendiri dengan menggunakan obat tradisional atau obat alami sedangkan

petugas Keswan melakukan secara manual dengan mengelupas hubungan antara

kotiledon anak dan maternal karunkula satu per satu menggunakan tangan yang

dimasukkan uterus melalui eksplorasi vagina.

Pencegahan atau pengobatan yang dilakukan petugas Keswan biasanya

dengan pemberian preparat antibiotik atau hormon yang diberikan dalam bentuk

spull atau bolus secara intra uterina. Preparat antibiotik yang biasanya diberikan

oleh petugas Keswan adalah jenis antibiotik berspektrum luas yaitu Vetoxy-SB®

(Oxytetracyclin), Colibact® (Trimetropin dan Sulfadiazina). Sedangkan hormon

yang diberikan adalah Photahormon® (Oxytocin) atau Prostavet® (Prostaglandin).

Kemudian diberikan Vitamin B-Complex, yang berguna untuk mengembalikan

kondisi tubuh ke keadaan normal setelah melahirkan dan sekaligus meningkatkan

nafsu makan. Setiap ml larutan injeksi ini mengandung Vitamin B1 2 mg, B2 2

mg, Nicotinamide 20 mg, Panthenol 10 mg, dan Procain HCl 20 mg. Indikasi dari

obat ini adalah terutama diperlukan pada semua keadaan defisiensi dan gangguan

yang timbul karena tidak cukup masuknya atau terganggu penyerapan, dan

penggunaan vitamin golongan B. Pada penyembuhan yang lambat setelah

pengobatan dengan antibiotik dan sulfonamid, memelihara fungsi normal dari

sistem syaraf dan kulit, juga sangat berguna sebagai tambahan masa kebuntingan.

Untuk sapi dosis yang diberikan antara 5-10 ml tetapi biasanya juga diberikan 20

ml tergantung berat badan hewan dan aplikasinya secara intramuskular.

4.4.2 Endometritis

Berdasarkan hasil kuesioner dari 65 peternak responden, sapi yang

menunjukkan endometritis sebanyak 10 % sapi nafsu makan turun, lendir berahi

(39)

tidak terang tembus atau berjojot dan 60 % siklus berahi diperpanjang, keluar

cairan mukopurulen dan tidak terjadi kebuntingan.

Penyebab kejadian endometritis 50 % distokia, 40 % retensio sekundinae,

10 % belum tahu (Tabel 7). Menurut Toelihere (1981) kejadia endometritis pada

umumnya terjadi sesudah partus abnormal seperti abortus, retensio sekundinae,

kelahiran prematur, kelahiran kembar, distokia dan perlukaan yang disebabkan

alat-alat yang dipergunakan pada saat pertolongan kelahiran yang abnormal.

Kejadian retensio sekundinae akan mempengaruhi tinggi rendahnya infeksi pada

uterus (endome tritis) (Subronto dan Tjahajati 2001).

Pengaruh kejadian endometritis pada sapi, menurut keterangan responden

sebanyak 15 % produksi susu dan sapi sakit, 30 % sapi kurang nafsu makan dan

produksi susu turun dan 50 % sapi kurang nafsu makan, produksi susu turun dan

sapi sakit. Menurut Subronto dan Tjahajati (2001) pengaruh yang ditimbulkan

akibat terjadinya endometritis biasanya tampak lesu, menahan rasa sakit, suhu sub

normal atau diatas normal (40-410C), produksi susu turun, atoni rumen, diare,

dehidrasi, anoreksia, urinasi, pernapasan cepat dan denyut nadi lemah.

Penanganan yang dilakukan oleh petugas berdasarkan keterangan responden

adalah dengan pemberian preparat antibiotik (85 %) dan 15 % dengan pemberian

preparat antibiotik dan hormon (Tabel 7). Pemberian antibiotik bertujuan untuk

membunuh bakteri yang menginfeksi uterus, sedangkan hormon seperti

prostaglandin atau oxytocin dapat menstimulasi kontraksi uterus dengan tujuan

(40)

Tabel 7. Pengetahuan Responden Terhadap Kejadian Endometritis

Sumber : Hasil Kuisioner 65 Peternak Responden KPSP Sidodadi

Pertolongan yang dilakukan petugas untuk menangani kasus endometritis

adalah dengan pemberian preparat antibiotik berspektrum luas yaitu Vetoxy-SB®

(Oxytetracyclin), Vitamin B Compleks 20 ml IM dan dikombinasikan dengan

preparat estrogen dan PGF2 alp ha.

4.5 Pengaruh Kejadian Retensio Sekundinae, Endometritis dan Retensio Diikuti Endome tritis Terhadap Produksi Susu

Penurunan produksi susu pada RS sebesar 3.6 liter atau 25 % dari

produksi susu normal (14.267 Liter), E sebesar 5.433 liter atau 35 % dari produksi

susu normal (15.3 liter) dan RE sebesar 5.867 liter atau 36 % dari produksi susu

normal (16.167 liter), dengan rata-rata penurunan produksi susu 4.967 liter atau

32 % dari produksi susu normal (15.244 liter). Penurunan produksi susu secara

Pengetahuan Responden Jumlah Responden ( %)

Tanda-tanda Endometritis

Nafsu makan turun, lendir berahi transparan, sulit terjadi kebuntingan dan siklus berahi normal

Lendir berahi tidak terang tembus atau berjojot

Siklus berahi diperpanjang, keluar cairan mucopurulen dan tidak terjadi kebuntingan.

Penyebab Endometritis Produki susu turun dan sapi sakit Kurang nafsu makan

Kurang nafsu makan dan produksi susu turun Kurang nafu maka dan sapi sakit

Kurang nafsu makan, produksi susu turun dan sapi sakit

Pencegahan dan Pengobatan Endometritis Pemberian antibiotik

Pemberian hormon Antibiotik dan hormon Tidak diberikan antibiotik

(41)

statistik jika dibandingkan dengan penurunan produksi susu pada RS berbeda

nyata pada penurunan produksi susu pada E dan RE, sedangkan penurunan

produksi susu pada E tidak berbeda nyata jika dibandingkan dengan penurunan

produksi susu pada RE dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Penurunan produksi susu pada kejadian retensio sekundinae,

endometritis dan retensio diikuti endometritis.

No Penyakit Produksi normal

(liter)

Penurunan produksi susu

(liter)

1 Retensio Sekundinae 14,267 3,600 ± 2.457 B

2 Endometritis 15,3 5,433 ± 4.423 A

3 Retensio Diikuti Endometritis 16,167 5,867 ± 2.923 A

Keterangan : superskrip yang berbeda pada kolom penurunan produksi susu menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0,05)

Menurut keterangan responden, sapi yang terkena penyakit E, RS dan RE

akan menunjukkan salah satu gejala yang sama yaitu penurunan produksi susu

dan sapi sakit. Faktor internal yang dapat menyebabkan penurunan produksi susu

sapi perah adalah sapi yang terkena RS dan E akan mempengaruhi tingkat

fertilisasi yang rendah sehingga masa kosong panjang diikuti calving interval

(jarak antara kelahiran panjang) panjang, selang beranak panjang dan masa laktasi

menjadi panjang. Menurut Alim (1962) panjang masa laktasi pengaruhnya

terhadap produksi susu pada bangsa sapi Bos Indicus. Masa kosong pada

prinsipnya merupakan salah satu ukuran yang dipergunakan untuk melihat

pengaruh merugikan kebuntingan terhadap produksi susu laktasi berjalan.

Beberapa ukuran yang dipakai guna mengetahui hubungan antara kebuntingan

dengan produksi susu laktasi lengkap (305 hari), menurut Smith dan Legates

(1962) serta Warwick dan Legates (1979) adalah masa kosong, lama hari bunting.

Lama masa kosong pada sapi perah akan mempengaruhi produksi susu, lama

masa kosong pada sapi perah merupakan salah satu ukuran keefesienan reproduksi

(42)

Selain itu pada saat berjalanya penyakit RS dan E, suhu tubuh sapi

meningkat dan stress dimana tubuh akan mengeluarkan epinephrin untuk

vasokontriksi pembulu darah sehingga kelenjar mammae tidak mendapatkan

oxytosin dan vasopresin yang cukup untuk merangsang proses penurunan

produksi air susu. Pada tingkat fertilisasi yang rendah kerja hormon reproduksi

tidak berjalan dengan normal, hal ini ditandai dengan sapi tidak menunjukan

gejala estrus atau anestrus. Kejadian ini disebabkan karena pada saat terjadinya

endometritis dimana orga n uterus mengalami peradangan sehingga produksi

prostaglandin terganggu yang berfungsi meregresikan corpus luteum dengan

transportasi perembesan dari vena utero ovarika ke arteri ovarika, pada saat

prostaglandin tidak mampu meregresikan corpus luteum maka akan terjadi kasus

infertilisasi (Sistik ovari, Corpus luteum persisten). Selain itu juga disebabkan

bakteri yang terdapat pada uterus akan mengeluarkan endotoksin yang akan

menstimulir kenaikan kortisol, dimana kortisol tersebut akan mempengaruhi

penurunan kerja hormon Luteinizing Hormon (LH) surge sehingga corpus luteum

tidak regresi yang menyebabkan infertilisasi.

Kejadian RS menurut pengetahuan responden disebabkan oleh kejadian

distokia 55 %, 20 % kekurangan nutrisi, 10 % hipokalsemia dan 5 % sapi umur >

5 tahun. Dimana kejadian distokia salah satu penyebab lemahnya kontraksi uterus

disebabkan karena stimulasi hormon tidak mencukupi atau kurang untuk

berkontraksi. Hormon yang bekerja dalam kontraksi uterus adalah estrogen,

prostaglandin, oxytocin, relaxin. Kelemahan pada kontraksi uterus dipengaruhi

oleh faktor nutrisi, diantaranya Se, Vitamin A, Vitamin E, Calcium. Protein dan

energi merupakan nutrisi yang berperan dalam kelahiran. Menurut Purwantara

(2002) bahwa energi berhubungan dengan produksi progesteron dan diduga energi

rendah menghalangi respons tubuh hewan terhadap rangsangan LH sehingga

progesteron rendah karena CL tidak dibentuk secara maksimal. Fungsi

progesteron bersama dengan estrogen menyebabkan pertumbuhan dan

perkembangan sistem alveol kelenjar ambing. Produksi susu dipengaruhi oleh

beberapa hal di antaranya pertumbuhan dan perkembangan kelenjar ambing

selama bunting sampai awal laktasi (Sheffield dan Anderson 1985). Kekurangan

(43)

produksi susu. Menurut Hafes (1980) sapi perah dengan produksi susu tinggi,

siklus estrus yang pertama cenderung pendek, hal tersebut disebabkan adanya

defisiensi progesteron sebagai akibat CL yang tidak berfungsi normal.

Perbandingan penurunan produksi susu pada kejadian RS berbeda nyata dengan E

dan RE, dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Pengaruh kejadian retensio sekundinae, endometritis dan retensio

diikuti endometritis terhadap produksi susu Tahun 2005-2006.

Faktor eksternal yang mendukung terjadinya penurunan produksi susu

pada kejadian RS yaitu peternak mengetahui gejala klinis kejadian RS sehingga

peternak segera melaporkan kepada petugas Keswan sehingga sapi cepat pulih

kembali, kejadian tidak berjalan kronis, sapi tidak menunjukkan penurunan nafsu

makan dan berat badan yang signifikan, penanganan dan pengobatan petugas

Keswan yang baik dan tepat.

Sedangkan faktor eksternal yang mendukung terjadinya penurunan

produksi susu pada kejadian E dan RE adalah peternak tidak mengetahui secara

pasti gejala klinis kejadian endometritis ringan sampai endometritis yang lebih

berat sehingga penanganan dan pengobatan sering terlambat dan sulit diobati,

kejadian E dan RE terjadi secara kronis, sapi menunjukkan penurunan nafsu

makan dan bobot badan yang signifikan, peternak tidak mengetahui gejala klinis

kejadian RS akan berlanjut ke peradangan uterus (endometritis), kejadian RE

kronis dapat menyebabkan peradangan pada ambing (mastitis), penanganan dan

pengobatan petugas Keswan yang kurang tepat.

Beberapa faktor lingkungan baik internal seperti genetik, masa laktasi,

umur beranak, frekuensi pemerahan dan masa kosong, ataupun eksternal seperti

(44)

kondisi perkandangan, tahun beranak dan musim beran dapat memberikan

kontribusi terhadap variasi produksi susu dalam satu laktasi (Anggraini 1995)

ataupun Menurut Sodono (1985) variasi produksi susu seekor sapi perah 70 %

dipengaruhi oleh lingkungan (pakan, tata laksana, penyakit, iklim dan lain- lain)

dan 30 % oleh faktor genetik. Selain itu Sudono (1985) menerangkan bahwa

faktor- faktor yang mempengaruhi produksi susu antara lain bangsa sapi, lama

bunting, masa laktasi, besarnya sapi, masa berahi, umur sapi, selang beranak,

masa kering, frekuensi pemerahan, pakan dan tata laksana. Faktor lain ya ng erat

kaitanya dengan laju peningkatan produksi yaitu keefisienan reproduksi seperti

umur beranak pertama mempengaruhi lama laktasi, selain itu keefisienan

reproduksi mempengaruhi nilai ekonomis suatu usaha peternakan sapi perah

(45)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari studi kasus yang dilakukan sejak Bulan Juni-Juli 2006 di Koperasi

Perternakan Sapi Perah (KPSP) Sidodadi Ponco Kusumo, Malang, Jawa Timur.

Dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Bahwa kejadian RS, E dan RE mempengaruhi penurunan produksi susu

yang berbeda.

2. Penurunan produksi susu pada RS sebesar 3.6 liter atau 25 % dari produksi

susu normal (14.267 Liter), E sebesar 5.433 liter atau 35 % dari produksi

susu normal (15.3 liter) dan RE sebesar 5.867 liter atau 36 % dari produksi

susu normal (16.167 liter), dengan rata-rata penurunan produksi susu

4.967 liter atau 32 % dari produksi susu normal (15.244 liter). Penurunan

produksi susu secara statistik jika dibandingkan dengan penurunan

produksi susu pada RS berbeda nyata pada penurunan produksi susu pada

E dan RE, sedangkan penurunan produksi susu pada E tidak berbeda nyata

jika dibandingkan dengan penurunan produksi susu pada RE.

3. faktor- faktor penyebab terjadinya RS di KPSP Sidodadi disebabkan oleh

55 % distokia, 20 % kekurangan nutrisi, 10 % hipocalcemia, dan 5 % sapi

umur > 5 tahun, sedangkan penyebab kejadian E disebabkan oleh 55 %

Distokia dan 40 % RS.

5.2 Saran

Untuk meningkatan peran KPSP Sidodadi dalam kuantitas produksi susu,

maka perlu dilakukan beberapa hal, diantaranya sebagai berikut :

1. Perlu dilakukan penyuluhan kepada peternak dan inseminator tentang cara

mendeteksi gejala klinis penyakit retensio sekundinae dan endometritis.

2. Meningkatkan kualitas dan mutu pakan, baik sapi saat bunting, kering

kandang dan laktasi sehingga kebutuhan nutrisi terpenuhi.

(46)

BAB VI

DAFTAR PUSTAKA

Anggraeni A. Faktor – Faktor Koreksi Hari Laktasi dan Umur Untuk Produksi Susu Sapi Perah Fries Holstein [Tesis] Bogor : Institut Pertanian Bogor, Program Pasca Sarjan.

Achjadi KR.1991. Penanggulangan Gangguan Reproduksi Dasar Pendekatan Dan Pelaksanaan di Lapangan. Disampaikan Pada pertemuan Evaluasi Nasional Pelaksanaan IB dan Pertimbangan Pemuliabiakan Ternak, Bandung 8-10 Maret 1991.

________. 2001. Manajemen Kesehatan Sapi Perah. Disampaikan Pada Diskusi Persusuan Nasional, Jakarta Juni 2001.

________. 2005. Bahan Kuliah Kebidanan Gangguan Reproduksi. Bagian Reproduksi dan Kebidanan. Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor.

Anonimous. 2003. Transition Feeding and Retained Placentas. Anonimous

(2003)http://www.gov.mb.ca/agricultur/livestock/dairy/cda25s23.htm.

(11 September 2003).

Arthur GH. 1975. Veterinery Reproduction and Obstetric. Bailliere Tindall.

London.

Bath DL, PN Dickinson, HA Tucker and RD Appleman. 1985. Dairy Cattle : Principles, practices, problems, profits 3 rd edition. Lea & Febiger. Philadelphia.

Bonett BN., and SW Martin. 1995. Path of Peripartum and Postpartus Events,

Rectal Palpation, Findings, Endometri Biopsy Results and Reproductive, Perpormance in Holstein Friesian dairy cows.

Bretzlaff K.1987. Rationale for treatment of Endometritis in The Dairy Cow. Vet

Clin. North Am. Food. Anim. Pract 3: 593-0607.

Djojosoedarmo SS. Portodiharjo MR. Toelihere. 1976. Kegagalan Reproduksi dan Cara Penanggulangan Pada Sapi. Departemen Fisiopatologi Reproduksi. Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Dohmen MJW., JACM. Lohuis, G Huszenicza, P Nagy; M Bacs.1995. The

(47)

Erb HN. 1981. Interrelatioships between Production and Reproductive Disease in Holstein Cows Conditional Relationship betwen production Disease. Journal Science; 64 : 3337-3349.

Erb HN. 1985. Reproductive Disorders. Journal of Dairy Science. No.68:

3337-3349.

Gushairiyanto. 1994. Parameter Genetik Produksi Susu dan Produksi Evaluasi Nilai Pemuliaan Pejantan serta Induk Sapi Perah Fries Holland di Beberapa Peternakan [Disertasi] Bogor : Institut Pertanian Bogor. Program Pasca Sarjana

Hafez ESE. 2000. Reproduction in Farm Animals. 7 th Ed. Lea and Febeger,

Philadelphia.

Hardjopranjoto S. 1995. Ilmu Kemajiran Pada Ternak. Airlangga Surabaya. University Press.

Louca A and JE Legates. 1968. Production Losses in Dairy Cattle Due To Days

Open. J Dairy Sci 51 : 573 – 583.

Manan D. 2001. Ilmu Kebidanan Pada Ternak. Departeman Pendidikan Nasional, Banda Aceh.

Manspeaker Je. 1992. Retained Plasentas. The National Dairy Data Base, West

Virginia.

Mayes PA,. DK Granner, VW Rodwel dan DW Martin Jr. 1987. Biokimia Harper

( Harper’s Review of Biochemistry ). Penerbit Buku Kedokteran E.G.C, Jakarta.

Mc Donald LE. 1980. Veterinary Endokrinologi ang Reproduction 3rd Ed, Leo

and Febiger. Philadelphia.

Partodihardjo S. 1982. Ilmu Reproduksi Hewan. Cetakan Kedua. Mutiara. Jakarta.

Purwantara B. 2002. Bahan Kuliah Reproduksi Sapi Betina II. Departemen Reproduksi dan Kebidanan. Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor.

Ressang AA. 1984. Patologi Khusus Veteriner. Ed 2. Denpasar.

Sheffield LG and RR Anderson. 1985. Relationship Between Milk Production and

Mammary Gland Indices of Guinea Pigs. J Dairy Sci. 68 : 638 – 645.

(48)

Subronto dan I Tjahajati . 2001. Ilmu Penyakit Ternak II. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Sudono A. 1985. Produksi Sapi Perah. Jurusan Ilmu Produksi Ternak. Fakultas Perternakan. Institut Pertanian Bogor.

Sukada IM. 1996. Kejadian Mastitis Subklinis oleh Streptococcus agalactiae di Daerah Semplak Bogor dan Pengaruh Terhadap Kualitas Susu. Tesis Program PascaSarjana. Bogor: Insitut Pertanian Bogor.

Toelihere M. 1981. Ilmu Kemajiran Pada Ternak. Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

_________. 1985. Ilmu Kebidanan Pada Ternak dan Kerbau. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

_________ . 1993. Inseminasi Buatan pada Ternak. Penerbit Angkasa. Bandung.

Vandeplasche M. 1982. Reproduction Eficiency in Cattle; Aguideline for project

in Developing Countries. Food and Agriculture Organisation of The Unit Nation, Rome.

Warwick EJ and JE Legates. 1979. Breeding and Improvement of Farm Animals.

(49)
(50)

Lampiran 1.

Pengetahuan Peternak Terhadap Retensio sekundinae dan Endometritis di KPS

Ponco Kusumo, Malang, Jawa Timur.

Pengetahuan Peternak Terhadap Retensio sekundinae dan Endometritis di KPS Ponco Kusumo

Nama :

Alamat rumah :

1. Kejadian Endometritis

1.1 Apakah sapi Bapak/ ibu pernah mengalami endometritis

a. Ya

b. Tidak

1.2 Tanda – tanda sapi terkena endometritis

a. Nafsu makan turun, lendir berahi transparan, sulit terjadi kebuntingan

sedangkan siklus berahi normal.

b. Lendir berahi tidak terang tembus melainkan sedikit berjonjot putih

c. Siklus berahi diperpanjang, keluar cairan mucupururen, purulen, dan sulit

terjadi kebuntingan

1.3 Apakah penyebab Endometritis

a. Kematian fetus ( Abortus ) b. Retensio sekundinae

c. Kesulitan melahirkan ( Distokia) d. Tidak tau

1.4 Pengaruh endometritis terhadap sapi Bapak/Ibu

a. Produksi susu turun dan sapi terlihat sakit

b. Kurang nafsu makan

c. Kurang nafsu makan dan produksi susu turun

d. Kurang nafsu makan dan sapi terlihat sakit

(51)

1.5 Pencegahan atau pengobatan yang dilakukan oleh petugas Keswan

a. Pemberian antibiotik

b. Pemberian hormon

c. Pemberian antibiotik dan hormon

d. Tidak diberikan antibiotik dan hormon

2. Kejadian Retensio sekundinae

2.1 Apakah sapi Bapak/ ibu pernah mengalami retensio sekundinae

a. Ya b. Tidak

2.2 Kapan dinyatakan mengalami retensio sekundinae

a. 3-8 jam post partus b. 8-12 jam post partus

c. > 12 jam post partus d. Tidak tau

2.3 Biasanya pada sapi yang mengalami pola melahirkan

a. Pertama sampai dua kali b. 3-4 kali. c. > 4 kali

d. Bunting > 9 bulan e. Bunt ing < 9 bulan

2.4 Kira-kira apa penyebab retensio sekundinae

a. Kekurangan nutrisi makanan b. Hypokalsemia

c. Abortus, kesulitan melahirkan (Distokia) d. Sapi umur > 5 tahun

e. Tidak tahu f. Semua benar

2.5 Pengaruh Retensio sekundinae terhadap sapi Bapak/Ibu

a. Produksi susu turun dan sapi terlihat sakit

b. Kurang nafsu makan

c. Kurang nafsu makan dan produksi susu turun

d. Kurang nafsu makan dan sapi terlihat sakit

e. Kurang nafsu makan, Produksi susu turun dan sapi terlihat sakit

2.6 Pertolongan yang diberikan petugas

a. Pengeluaran plasenta pada 8-12 jam post partus

b. Pengeluaran plasenta pada 12-24 jam post partus

c. Pengeluaran plasenta pada 24-48 jam post partus

d. Pengeluaran plasenta pada > 48 jam post partus

2.7 Pencegahan atau pengobatan yang dilakukan oleh petugas Keswan

a. Pemberian antibiotik b. Pemberian hormon

(52)

2.8 Apakah setelah terjadinya retensio sekundinae, sapi bapak/Ibu mengalami

3.2 Pendidikan Non Formal :

a. Tidak Pernah b. Penyuluhan dan Pelatihan perternakan c. Lain- lain

3.3 Pengalaman berternak :

a. 0-5 tahun b. 5-10 tahun c. > 10 tahun

3.4 Mata Pencaharian Pokok

a. Berternak b. Bertani c. Berdagang. d. Pegawai Negeri

3.5 Tujuan Memelihara ternak :

a. Menjual susunya

b. Menjual susu, pedet, dara atau induk

c. Menjual susu, pedet, dara atau induk dan mengolahan feses menjadi pupuk

d. Sekedar berternak

3.6 Kepemilikan lahan perternakan :

a. Milik sendiri b. Sewa

4. Keadaan umum sapi perah

4.1 Berapakah umur sapi bapak / ibu

a. < 2 tahun b. 2-3 tahun c. 3-4 tahun

d. 4-5 tahun e. > 5 tahun

4.2 Pada laktasi keberapakah produksi susu meningkat

a. Laktasi 1-2 b. Laktasi 2-3 c. Laktasi 3-4

d. Laktasi 4-5 e. > Laktasi 5

4.3 Berapa kali bapak / ibu membersihkan kandang dalam 1 hari.

a. 1 kali b. 2 kali c. 3 kali

d. Tidak pernah

4.4 Berapa kali bapak / ibu memberik minum sapi

a. 1 kali / hari b. 2 kali / hari c. 3 kali / hari

(53)

4.5 Bagaimanakah pelayanan petugas keswan KPS

a. Sangat baik b. Baik

c. Cukup baik d. kurang

4.5 Apakah bapak / ibu mengetahui tanda-tanda birahi ( sapi mau kawin ) dan

berapa kali sekali mendeteksinya.

a. Tau

Sebutkan tanda-tandanya dan berapa kali mendeteksi

...

...

b. Tidak tau

4.6 Apakah setelah kejadian Endometritis maupun Retensio sekundinae, sapi

Bapak / ibu mengalami kebuntingan lagi

(54)
(55)

Lampiran 3.

Penurunan Produksi Susu Akibat Kejadian RS , E dan RE.

(56)

Gambar

Tabel 2. Perkembangan Produksi Susu Tahun 2004, 2005 hingga Mei 2006
Tabel 3. Jumlah Produksi Susu 1 Januari 2006 – Mei 2006
Tabel 4. Pelayanan Kesehatan Hewan KPSP Sidodadi Tahun 2005 – 2006
Tabel 5. Identitas Peternakan Responden Di KPSP Sidodadi 2006
+5

Referensi

Dokumen terkait