• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Pertumbuhan Investasi di Provinsi DKI Jakarta Periode 1995-2005

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Pertumbuhan Investasi di Provinsi DKI Jakarta Periode 1995-2005"

Copied!
136
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PERTUMBUHAN INVESTASI DI PROVINSI DKI

JAKARTA PERIODE 1995-2005

OLEH

RIKA DEWI KUMALASARI H14102057

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

(2)

RINGKASAN

RIKA DEWI KUMALASARI. Analisis Pertumbuhan Investasi di Provinsi DKI Jakarta Periode 1995-2005 (dibimbing oleh ALLA ASMARA).

Penanaman modal atau investasi memiliki peranan yang sangat penting dalam pembangunan nasional khususnya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Penanaman modal baik yang berasal dari dalam negeri (PMDN) maupun dari luar negeri (PMA) sangat diperlukan untuk mengembangkan sektor perekonomian di suatu wilayah (BKPM, 2004).

Otonomi daerah yang mulai diberlakukan pada Januari 2001 telah mengubah struktur pemerintahan yang semula sentralistik menjadi desentralistik di semua bidang termasuk keuangan yang berubah menjadi sistem desentralisasi fiskal. Sesuai dengan UU No. 22 Tahun 1999 yang telah direvisi menjadi UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 25 Tahun 1999 yang juga telah direvisi menjadi UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, bahwa dengan pemberlakuan undang-undang tersebut pemerintah pusat memberikan wewenang penuh kepada pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus pemerintahan di daerahnya masing-masing dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia, termasuk di dalamnya kewenangan dalam bidang penanaman modal.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pertumbuhan investasi pada sektor perekonomian di Provinsi DKI Jakarta pada masa sebelum otonomi daerah dan pada masa otonomi daerah. Menganalisis pertumbuhan investasi di Provinsi DKI Jakarta dibandingkan dengan investasi Nasional pada masa sebelum otonomi daerah dan pada masa otonomi daerah.

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis Shift Share, yaitu metode yang digunakan untuk menganalisis perubahan investasi pada dua titik waktu di Provinsi DKI Jakarta dengan menggunakan data sebelum otonomi daerah dan data pada masa otonomi daerah. Jenis data yang digunakan dalam analisis ini adalah data investasi berupa nilai persetujuan PMA dan PMDN di Provinsi DKI Jakarta dan Nasional. Tahun sebelum otonomi daerah adalah antara tahun 1995-2000 dengan tahun dasar analisis tahun 1995 dan tahun akhir analisis tahun 2000. Data yang digunakan pada masa otonomi daerah adalah data tahun 2001-2005 dengan tahun dasar analisis tahun 2001 dan tahun akhir analisis tahun 2005.

(3)

otonomi daerah laju pertumbuhan persetujuan PMDN di Provinsi DKI Jakarta tetap mengalami penurunan, yaitu rata-rata sebesar Rp. 766 milyar atau 9,69 persen. Tetapi, penurunan persetujuan PMDN pada masa otonomi daerah lebih kecil dibandingkan dengan pada masa sebelum otonomi daerah. Pada masa otonomi daerah sektor pengangkutan, gudang dan komunikasi merupakan sektor yang mengalami kenaikan pertumbuhan PMA yang terbesar, yaitu sebesar US $ 572 juta, sedangkan sektor jasa lainnya merupakan sektor yang mengalami penurunan PMA yang terbesar, yaitu sebesar US $ 59 juta. Sektor hotel dan restoran merupakan sektor yang memiliki kenaikan pertumbuhan PMDN yang terbesar, yaitu sebesar Rp. 105 milyar, sedangkan sektor perumahan, kawasan industri dan perkantoran merupakan sektor yang mengalami penurunan PMDN yang terbesar, yaitu sebesar Rp. 597 milyar.

Laju pertumbuhan PMA Nasional sebelum otonomi mengalami penurunan rata-rata sebesar US $ 4,7 milyar atau 11,92persen. Pada masa otonomi daerah laju pertumbuhan PMA Nasional juga mengalami penurunan sebesar US $ 325 juta atau 2,14 persen per tahun. Laju pertumbuhan PMDN Nasional pada masa sebelum otonomi daerah mengalami kenaikan sebesar Rp. 5,4 trilyun atau 7,95 persen per tahun, sedangkan pada masa otonomi daerah laju pertumbuhan PMDN Nasional mengalami penurunan sebesar Rp. 1,6 trilyun atau 2,82 persen per tahun.

(4)

ANALISIS PERTUMBUHAN INVESTASI DI PROVINSI DKI

JAKARTA PERIODE 1995-2005

Oleh

RIKA DEWI KUMALASARI H14102057

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

(5)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama Mahasiswa : Rika Dewi Kumalasari Nomor Registrasi Pokok : H14102057

Program Studi : Ilmu Ekonomi

Judul Skripsi : Analisis Pertumbuhan Investasi di Provinsi DKI Jakarta Periode 1995-2005

dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing,

Alla Asmara, S.Pt, M.Si NIP. 132 159 707

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,

Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS NIP. 131 846 872

(6)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, November 2006

(7)

RIWAYAT HIDUP

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada ALLAH SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Judul skripsi ini adalah “Analisis Pertumbuhan Investasi di Provinsi DKI Jakarta Periode 1995-2005”. Judul ini dipilih karena rasa ketertarikan penulis terhadap peran investasi dalam pembangunan di suatu wilayah, khususnya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di Provinsi DKI Jakarta. Disamping hal tersebut, skripsi ini juga merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Adapun dalam proses penyusunan skripsi ini banyak dibantu oleh berbagai pihak baik secara moril maupun materil. Dalam hal ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Kedua orang tua penulis dan saudara-saudara penulis yang telah memberikan kasih sayang, perhatian, dorongan dan do’a yang tak henti-hentinya kepada penulis.

2. Bapak Alla Asmara, S.Pt, M.Si yang telah memberikan bimbingan baik secara teknis maupun teoritis dalam pembuatan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik.

3. Bapak M. P. Hutagaol, Ph.D selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan yang berharga dalam proses penyempurnaan skripsi ini.

4. Ibu Wiwiek Rindayanti, M.Si selaku komisi pendidikan yang telah memberikan kritik dan saran yang sangat berharga dalam perbaikan skripsi ini. 5. Staf Badan Koordinasi Penanaman Modal, staf Badan Pusat Statistik serta para staf Perpustakaan LSI IPB yang telah membantu penulis dalam pengambilan data dan informasi yang diperlukan dalam penulisan skripsi ini. 6. Seluruh staf pengajar dan staf akademik Departemen Ilmu Ekonomi serta staf

(9)

7. Teman-teman penulis di Departemen Ilmu Ekonomi Angkatan 39 serta sahabat-sahabat penulis yang tidak bisa disebutkan satu-persatu.

Serta kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam proses penulisan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang membutuhkan.

Bogor, November 2006

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN... xv

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 5

1.3. Tujuan Penelitian ... 7

1.4. Manfaat Penelitian ... 8

1.5. Ruang Lingkup Penelitian... 9

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN... 10

2.1. Tinjauan Teori... 10

2.1.1. Investasi ... 10

2.1.1.1. Penanaman Modal Asing (PMA) ... 12

2.1.1.2. Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) ... 13

2.1.2. Pengertian dan Konsep Otonomi Daerah... 14

2.1.3 Implementasi Pemberlakuan Undang-Undang Otonomi Daerah Terhadap Investasi... 17

2.2. Penelitian Terdahulu ... 19

2.3. Kerangka Pemikiran Teoritis ... 21

2.3.1. Analisis Shift Share... 21

2.3.2. Kelebihan Analisis Shift Share... 23

2.3.3. Kelemahan Analisis Shift Share... 24

2.4. Kerangka Pemikiran Konseptual... 26

III. METODE PENELITIAN... 29

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 29

3.2. Jenis dan Sumber Data ... 29

3.3. Metode Analisis ... 30

(11)

ANALISIS PERTUMBUHAN INVESTASI DI PROVINSI DKI

JAKARTA PERIODE 1995-2005

OLEH

RIKA DEWI KUMALASARI H14102057

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

(12)

RINGKASAN

RIKA DEWI KUMALASARI. Analisis Pertumbuhan Investasi di Provinsi DKI Jakarta Periode 1995-2005 (dibimbing oleh ALLA ASMARA).

Penanaman modal atau investasi memiliki peranan yang sangat penting dalam pembangunan nasional khususnya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Penanaman modal baik yang berasal dari dalam negeri (PMDN) maupun dari luar negeri (PMA) sangat diperlukan untuk mengembangkan sektor perekonomian di suatu wilayah (BKPM, 2004).

Otonomi daerah yang mulai diberlakukan pada Januari 2001 telah mengubah struktur pemerintahan yang semula sentralistik menjadi desentralistik di semua bidang termasuk keuangan yang berubah menjadi sistem desentralisasi fiskal. Sesuai dengan UU No. 22 Tahun 1999 yang telah direvisi menjadi UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 25 Tahun 1999 yang juga telah direvisi menjadi UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, bahwa dengan pemberlakuan undang-undang tersebut pemerintah pusat memberikan wewenang penuh kepada pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus pemerintahan di daerahnya masing-masing dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia, termasuk di dalamnya kewenangan dalam bidang penanaman modal.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pertumbuhan investasi pada sektor perekonomian di Provinsi DKI Jakarta pada masa sebelum otonomi daerah dan pada masa otonomi daerah. Menganalisis pertumbuhan investasi di Provinsi DKI Jakarta dibandingkan dengan investasi Nasional pada masa sebelum otonomi daerah dan pada masa otonomi daerah.

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis Shift Share, yaitu metode yang digunakan untuk menganalisis perubahan investasi pada dua titik waktu di Provinsi DKI Jakarta dengan menggunakan data sebelum otonomi daerah dan data pada masa otonomi daerah. Jenis data yang digunakan dalam analisis ini adalah data investasi berupa nilai persetujuan PMA dan PMDN di Provinsi DKI Jakarta dan Nasional. Tahun sebelum otonomi daerah adalah antara tahun 1995-2000 dengan tahun dasar analisis tahun 1995 dan tahun akhir analisis tahun 2000. Data yang digunakan pada masa otonomi daerah adalah data tahun 2001-2005 dengan tahun dasar analisis tahun 2001 dan tahun akhir analisis tahun 2005.

(13)

otonomi daerah laju pertumbuhan persetujuan PMDN di Provinsi DKI Jakarta tetap mengalami penurunan, yaitu rata-rata sebesar Rp. 766 milyar atau 9,69 persen. Tetapi, penurunan persetujuan PMDN pada masa otonomi daerah lebih kecil dibandingkan dengan pada masa sebelum otonomi daerah. Pada masa otonomi daerah sektor pengangkutan, gudang dan komunikasi merupakan sektor yang mengalami kenaikan pertumbuhan PMA yang terbesar, yaitu sebesar US $ 572 juta, sedangkan sektor jasa lainnya merupakan sektor yang mengalami penurunan PMA yang terbesar, yaitu sebesar US $ 59 juta. Sektor hotel dan restoran merupakan sektor yang memiliki kenaikan pertumbuhan PMDN yang terbesar, yaitu sebesar Rp. 105 milyar, sedangkan sektor perumahan, kawasan industri dan perkantoran merupakan sektor yang mengalami penurunan PMDN yang terbesar, yaitu sebesar Rp. 597 milyar.

Laju pertumbuhan PMA Nasional sebelum otonomi mengalami penurunan rata-rata sebesar US $ 4,7 milyar atau 11,92persen. Pada masa otonomi daerah laju pertumbuhan PMA Nasional juga mengalami penurunan sebesar US $ 325 juta atau 2,14 persen per tahun. Laju pertumbuhan PMDN Nasional pada masa sebelum otonomi daerah mengalami kenaikan sebesar Rp. 5,4 trilyun atau 7,95 persen per tahun, sedangkan pada masa otonomi daerah laju pertumbuhan PMDN Nasional mengalami penurunan sebesar Rp. 1,6 trilyun atau 2,82 persen per tahun.

(14)

ANALISIS PERTUMBUHAN INVESTASI DI PROVINSI DKI

JAKARTA PERIODE 1995-2005

Oleh

RIKA DEWI KUMALASARI H14102057

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

(15)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama Mahasiswa : Rika Dewi Kumalasari Nomor Registrasi Pokok : H14102057

Program Studi : Ilmu Ekonomi

Judul Skripsi : Analisis Pertumbuhan Investasi di Provinsi DKI Jakarta Periode 1995-2005

dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing,

Alla Asmara, S.Pt, M.Si NIP. 132 159 707

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,

Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS NIP. 131 846 872

(16)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, November 2006

(17)

RIWAYAT HIDUP

(18)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada ALLAH SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Judul skripsi ini adalah “Analisis Pertumbuhan Investasi di Provinsi DKI Jakarta Periode 1995-2005”. Judul ini dipilih karena rasa ketertarikan penulis terhadap peran investasi dalam pembangunan di suatu wilayah, khususnya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di Provinsi DKI Jakarta. Disamping hal tersebut, skripsi ini juga merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Adapun dalam proses penyusunan skripsi ini banyak dibantu oleh berbagai pihak baik secara moril maupun materil. Dalam hal ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Kedua orang tua penulis dan saudara-saudara penulis yang telah memberikan kasih sayang, perhatian, dorongan dan do’a yang tak henti-hentinya kepada penulis.

2. Bapak Alla Asmara, S.Pt, M.Si yang telah memberikan bimbingan baik secara teknis maupun teoritis dalam pembuatan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik.

3. Bapak M. P. Hutagaol, Ph.D selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan yang berharga dalam proses penyempurnaan skripsi ini.

4. Ibu Wiwiek Rindayanti, M.Si selaku komisi pendidikan yang telah memberikan kritik dan saran yang sangat berharga dalam perbaikan skripsi ini. 5. Staf Badan Koordinasi Penanaman Modal, staf Badan Pusat Statistik serta para staf Perpustakaan LSI IPB yang telah membantu penulis dalam pengambilan data dan informasi yang diperlukan dalam penulisan skripsi ini. 6. Seluruh staf pengajar dan staf akademik Departemen Ilmu Ekonomi serta staf

(19)

7. Teman-teman penulis di Departemen Ilmu Ekonomi Angkatan 39 serta sahabat-sahabat penulis yang tidak bisa disebutkan satu-persatu.

Serta kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam proses penulisan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang membutuhkan.

Bogor, November 2006

(20)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN... xv

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 5

1.3. Tujuan Penelitian ... 7

1.4. Manfaat Penelitian ... 8

1.5. Ruang Lingkup Penelitian... 9

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN... 10

2.1. Tinjauan Teori... 10

2.1.1. Investasi ... 10

2.1.1.1. Penanaman Modal Asing (PMA) ... 12

2.1.1.2. Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) ... 13

2.1.2. Pengertian dan Konsep Otonomi Daerah... 14

2.1.3 Implementasi Pemberlakuan Undang-Undang Otonomi Daerah Terhadap Investasi... 17

2.2. Penelitian Terdahulu ... 19

2.3. Kerangka Pemikiran Teoritis ... 21

2.3.1. Analisis Shift Share... 21

2.3.2. Kelebihan Analisis Shift Share... 23

2.3.3. Kelemahan Analisis Shift Share... 24

2.4. Kerangka Pemikiran Konseptual... 26

III. METODE PENELITIAN... 29

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 29

3.2. Jenis dan Sumber Data ... 29

3.3. Metode Analisis ... 30

(21)

3.3.2. Analisis Rasio Investasi Provinsi DKI Jakarta dan

Investasi Nasional (Nilai Ra, Ri dan ri) ... 33

3.3.3. Analisis Komponen Pertumbuhan Wilayah ... 34

3.3.4. Analisis Profil Pertumbuhan Investasi ... 38

3.3.5. Analisis Pergeseran Bersih... 40

IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA ... 42

4.1. Letak Geografis... 42

4.2. Keadaan Iklim ... 43

4.3. Kependudukan ... 43

4.4. Pertumbuhan Ekonomi Provinsi DKI Jakarta Triwulan III Tahun 2005 ... 44

4.5. Perkembangan Persetujuan Investasi di Provinsi DKI Jakarta .. 46

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 49

5.1. Analisis Pertumbuhan Investasi Pada Sektor dan Sub Sektor Ekonomi di Provinsi DKI Jakarta Sebelum Otonomi Daerah dan Pada Masa Otonomi Daerah... 49

5.2. Analisis Rasio Investasi Provinsi DKI Jakarta dan Investasi Nasional Sebelum Otonomi Daerah dan Pada Masa Otonomi Daerah (Nilai Ra, Ri, dan ri )... 55

5.3. Analisis Komponen Pertumbuhan Wilayah di Provinsi DKI Jakarta Sebelum Otonomi Daerah dan Pada Masa Otonomi Daerah ... 61

5.4. Analisis Pergeseran Bersih dan Profil Pertumbuhan Investasi di Provinsi DKI Jakarta Sebelum Otonomi Daerah dan Pada Masa Otonomi Daerah... 73

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 87

6.1. Kesimpulan ... 87

6.2. Saran... 89

DAFTAR PUSTAKA ... 91

(22)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1.1. Persetujuan PMA dan PMDN Provinsi DKI Jakarta Tahun

1995-2005 ... 3 1.2. Perkembangan Persetujuan Rencana Penyerapan Tenaga Kerja PMA

dan PMDN di Provinsi DKI Jakarta Tahun 2001-2005 ... 4 4.1. Pembagian Wilayah di Provinsi DKI Jakarta ... 42 4.2. Penyebaran Penduduk di Provinsi DKI Jakarta Tahun 2003 ... 44 4.3. Laju Pertumbuhan Ekonomi Provinsi DKI Jakarta Menurut

Lapangan Usaha Triwulan III Tahun 2005 (Persen)... 45 4.4. Persetujuan PMA di Provinsi DKI Jakarta Tahun 1995-2005

(Ribu US $) ... 47 4.5 Persetujuan PMDN di Provinsi DKI Jakarta Tahun 1995-2005

(Juta Rupiah) ... 48 5.1. Perubahan Nilai Persetujuan PMA di Provinsi DKI Jakarta

Menurut Sektor Ekonomi Sebelum Otonomi Daerah dan Pada

Masa Otonomi Daerah ... 51 5.2. Perubahan Nilai Persetujuan PMDN di Provinsi DKI Jakarta

Menurut Sektor Ekonomi Sebelum Otonomi Daerah dan Pada

Masa Otonomi Daerah ... 54 5.3. Rasio Indikator Kegiatan PMA (Nilai Ra, Ri, dan ri) Sebelum

Otonomi Daerah dan Pada Masa Otonomi Daerah ... 58 5.4. Rasio Indikator Kegiatan PMDN (Nilai Ra, Ri dan ri) Sebelum

Otonomi Daerah dan Pada Masa Otonomi Daerah ... 60 5.5. Komponen Pertumbuhan Nasional (PN) PMA di Provinsi DKI Jakarta

Sebelum Otonomi Daerah dan Pada Masa Otonomi Daerah... 62 5.6. Komponen Pertumbuhan Nasional (PN) PMDN di Provinsi DKI

Jakarta Sebelum Otonomi Daerah dan Pada Masa Otonomi Daerah... 64 5.7. Komponen Pertumbuhan Proporsional (PP) PMA di Provinsi DKI

Jakarta Sebelum Otonomi Daerah dan Pada Masa Otonomi Daerah ... 66 5.8. Komponen Pertumbuhan Proporsional (PP) PMDN di Provinsi DKI

Jakarta Sebelum Otonomi Daerah dan Pada Masa Otonomi Daerah ... 68 5.9. Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW) PMA di Provinsi

DKI Jakarta Sebelum Otonomi Daerah dan Pada Masa Otonomi

(23)

DKI Jakarta Sebelum Otonomi Daerah dan Pada Masa Otonomi

Daerah... 72 5.11. Pergeseran Bersih (PB) PMA di Provinsi DKI

Jakarta Sebelum Otonomi Daerah dan Pada Masa Otonomi Daerah ... 75 5.12. Pergeseran Bersih (PB) PMDN di Provinsi DKI

(24)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman 2.1. Hubungan Investasi dan Suku Bunga ... 11 2.2. Hubungan Investasi dan PDRB... 11 2.3. Model Analisis Shift Share... 23 2.4. Bagan Kerangka Pemikiran... 28 3.1. Profil Pertumbuhan Sektor Perekonomian... 39 5.1. Profil Pertumbuhan PMA di Provinsi DKI Jakarta Menurut Sektor

Ekonomi Sebelum Otonomi Daerah (1995-2000) ... 80 5.2. Profil Pertumbuhan PMA di Provinsi DKI Jakarta Menurut Sektor

Ekonomi Pada Masa Otonomi Daerah (2001-2005) ... 82 5.3. Profil Pertumbuhan PMDN di Provinsi DKI Jakarta Menurut Sektor Ekonomi Sebelum Otonomi Daerah (1995-2000) ... 84 5.4. Profil Pertumbuhan PMDN di Provinsi DKI Jakarta Menurut Sektor

(25)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman 1. Perubahan Nilai Persetujuan PMA Nasional Menurut Sektor

Ekonomi Sebelum Otonomi Daerah dan Pada Masa Otonomi

Daerah... 93 2. Perubahan Nilai Persetujuan PMDN Nasional Menurut Sektor

Ekonomi Sebelum Otonomi Daerah dan Pada Masa Otonomi

Daerah ... 94 3. Data Nilai Persetujuan PMA Provinsi DKI Jakarta Tahun

1995-2000 (Ribu US $)... 95 4. Data Nilai Persetujuan PMA Provinsi DKI Jakarta Tahun

2001-2005 (Ribu US $) ... 96 5. Data Nilai Persetujuan PMDN Provinsi DKI Jakarta Tahun

1995-2000 (Juta Rupiah) ... 97 6. Data Nilai Persetujuan PMDN Provinsi DKI Jakarta Tahun

2001-2005 (Juta Rupiah)... 98 7. Data Nilai Persetujuan PMA Nasional Tahun 1995-2000

(Ribu US $) ... 99 8. Data Nilai Persetujuan PMA Nasional Tahun 2001-2005

(Ribu US $) ... 100 9. Data Nilai Persetujuan PMDN Nasional Tahun 1995-2000

(Juta Rupiah) ... 101 10. Data Nilai Persetujuan PMDN Nasional Tahun 2001-2005

(26)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Penanaman modal atau investasi memiliki peranan yang sangat penting

dalam pembangunan nasional khususnya untuk mendorong pertumbuhan

ekonomi. Investasi merupakan salah satu komponen dari pembentukan

pendapatan nasional, sehingga pertumbuhan investasi akan berdampak pada

pertumbuhan pendapatan nasional (BKPM, 2004).

Pada perekonomian modern penanaman modal dari pihak swasta memiliki

peranan yang sangat penting. Berdasarkan metode ICOR (Incremental Capital

Output Ratio), Indonesia membutuhkan penanaman modal dalam jumlah yang

besar agar bisa mencapai pertumbuhan ekonomi yang telah digariskan

pemerintah. Atas dasar itu, pemerintah Indonesia senantiasa berupaya

memberikan iklim yang kondusif bagi penanaman modal, baik dalam hal regulasi

dan kebijakan investasi maupun dalam penyediaan sarana dan prasarana investasi

(BKPM, 1997).

Otonomi daerah yang mulai diberlakukan pada Januari 2001, telah

mengubah struktur pemerintahan yang semula sentralistik menjadi desentralistik

di semua bidang termasuk keuangan yang berubah menjadi sistem desentralisasi

fiskal. Sesuai dengan UU No. 22 Tahun 1999 yang telah direvisi menjadi UU No.

32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 25 Tahun 1999 yang

juga telah direvisi menjadi UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan

(27)

pemberlakuan undang-undang tersebut pemerintah pusat memberikan wewenang

penuh kepada pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus pemerintahan di

daerahnya masing-masing dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pada masa otonomi daerah setiap daerah memiliki hak, kewenangan, dan

kewajiban daerah yang luas untuk mengatur dan mengurus kepentingan

masyarakatnya menurut prakarsanya sendiri, berdasarkan aspirasi masyarakatnya

sendiri sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Dengan berlakunya otonomi

daerah, maka untuk melaksanakan pembangunan tentunya diperlukan

kemandirian dan kemampuan dari pemerintah daerah untuk membiayai kebutuhan

dana pembangunan yang diperlukan dengan menggali sumber-sumber ekonomi

dan mengolah potensi yang ada di daerahnya sehingga pembangunan di daerah

tersebut dapat terus terlaksana.

Selain dengan cara menggali sumber-sumber ekonomi daerah sebagai

sumber pendanaan pembangunan, tentunya diperlukan penanaman modal baik

yang berasal dari dalam negeri (PMDN) maupun dari luar negeri (PMA) untuk

mengembangkan sektor perekonomian di suatu wilayah. Investasi merupakan

salah satu bagian yang terpenting dalam pembangunan ekonomi sebagai upaya

meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu daerah.

Provinsi DKI Jakarta sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia memiliki

daya tarik perekonomian yang kuat sehingga menarik minat investor untuk

menanamkan modalnya di Provinsi DKI Jakarta. Ditambah lagi dengan

perputaran roda ekonomi yang cepat, membuat para investor yakin bahwa tingkat

(28)

menguntungkan, walaupun resiko dari investasi tersebut juga cukup besar.

Perkembangan persetujuan PMA dan PMDN di Provinsi DKI Jakarta mengalami

fluktuasi dari tahun ke tahun, terutama pada masa sebelum otonomi daerah

maupun pada masa otonomi daerah.

Tabel 1.1. Persetujuan PMA dan PMDN Provinsi DKI Jakarta Tahun 1995-2005

PMA PMDN Tahun

Proyek Nilai (Ribu US $) Proyek Nilai (Juta Rupiah) 1995 203 4.046.441 167 10.760.943 1996 333 4.399.299 190 14.177.787

1997 246 6.122.951 147 8.457.448

1998 329 1.721.367 58 3.991.251

1999 434 788.185 30 1.129.547

2000 774 3.323.997 93 3.822.562

2001 604 1.200.620 56 7.911.308

2002 603 3.456.015 54 3.784.071

2003 582 5.938.845 40 2.749.976

2004 564 1.733.498 38 3.710.793

2005 722 5.206.190 29 4.079.855

Sumber : BKPM, (1995-2005).

Keterangan : Proyek = Proyek Baru + Alih Status

Nilai = Proyek Baru + Perluasan + Alih Status

Tabel 1.1 menunjukkan bahwa nilai persetujuan PMA di Provinsi DKI

Jakarta mulai mengalami penurunan yang cukup besar pada tahun 1998,

penurunan nilai PMA yang semula US $ 6,12 milyar pada tahun 1997 turun

menjadi US $ 1,7 milyar pada tahun 1998. Begitupun pada tahun 1999, nilai PMA

kembali turun menjadi hanya US $ 788 juta. Hal serupa juga terjadi pada nilai

persetujuan PMDN di Provinsi DKI Jakarta yang mengalami penurunan pada

tahun 1998, yang semula Rp. 8,4 trilyun pada tahun 1997 turun menjadi Rp. 3,9

(29)

Indonesia dilanda krisis ekonomi yang menyebabkan tingkat suku bunga

meningkat drastis sehingga berdampak langsung pada penurunan nilai investasi.

Jumlah proyek dan nilai persetujuan PMA dan PMDN di Provinsi DKI

Jakarta mengalami kenaikan yang cukup tinggi pada tahun 2000 dibandingkan

dengan tahun sebelumnya. Hal ini menunjukkan mulai pulihnya kepercayaan

investor asing maupun investor dalam negeri untuk menanamkan modalnya di

Provinsi DKI Jakarta. Pada tahun 2000 nilai PMA di Provinsi DKI Jakarta naik

dari US $ 788 juta pada tahun 1999 menjadi US $ 3,3 milyar. Nilai PMDN juga

mengalami kenaikan dari Rp. 1,1 trilyun pada tahun 1999 menjadi Rp. 3,8 trilyun

pada tahun 2000.

Perkembangan persetujuan PMA dan PMDN di Provinsi DKI Jakarta ini

juga akan berdampak pada penyerapan tenaga kerja di Provinsi DKI Jakarta.

Dengan adanya proyek PMA dan PMDN ini akan menambah jumlah lapangan

pekerjaan di Provinsi DKI Jakarta dan akan mengurangi angka pengangguran di

Provinsi DKI Jakarta.

Tabel 1.2. Perkembangan Persetujuan Rencana Penyerapan Tenaga Kerja PMA dan PMDN di Provinsi DKI Jakarta Tahun 2001-2005

PMA PMDN Tahun

Proyek Tenaga Kerja (Jiwa) Proyek Tenaga Kerja (Jiwa)

2001 604 40.842 56 7.382

2002 603 48.090 54 5.668

2003 582 52.148 40 9.881

2004 564 48.953 38 9.925

2005 722 46.409 29 7.854

Sumber : BKPM, (2001-2005).

Keterangan : Proyek = Proyek Baru + Alih Status

(30)

Berdasarkan Tabel 1.2 jumlah persetujuan rencana penyerapan tenaga

kerja PMA di Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2003 merupakan yang paling

tinggi pada masa otonomi daerah. Jumlah persetujuan rencana penyerapan tenaga

kerja dari 582 proyek PMA pada tahun 2003 adalah sebesar 52.148 jiwa. Jumlah

persetujuan rencana penyerapan tenaga PMDN yang tertinggi terjadi di tahun

2004. Penyerapan tenaga kerja dari 38 proyek PMDN pada tahun 2004 adalah

sebesar 9.925 jiwa. Namun, setelah tahun 2003 dan 2004 jumlah penyerapan

tenaga kerja PMA dan PMDN mengalami penurunan. Hal ini merupakan

tantangan bagi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta serta

masyarakat untuk menarik minat investor sebanyak-banyaknya melalui

peningkatan stabilitas ekonomi, sosial, politik dan keamanan, sehingga pada masa

otonomi daerah diharapkan investasi di Provinsi DKI Jakarta akan meningkat dan

penyerapan tenaga kerja pun akan meningkat. Sehingga akhirnya akan berdampak

pada pertumbuhan ekonomi di Provinsi DKI Jakarta.

1.2. Perumusan Masalah

Kondisi iklim investasi secara keseluruhan di Indonesia ternyata masih

belum kondusif dan cenderung suram. Hal ini disebabkan masih banyaknya

peristiwa yang menstimulus iklim investasi menjadi tidak mendukung, seperti

situasi keamanan dan situasi sosial politik yang tidak aman. Kalaupun ada proyek

baru dalam investasi, kerakteristiknya hanyalah pengembangan investasi yang

(31)

Sebagai upaya untuk menciptakan iklim investasi yang lebih kondusif di

Provinsi DKI Jakarta tentunya diperlukan peran serta dari Pemerintah Provinsi

DKI Jakarta dan masyarakat dalam menarik minat investor untuk menanamkan

modalnya di Provinsi DKI Jakarta. Peran serta tersebut dapat berupa promosi

mengenai sektor-sektor perekonomian di Provinsi DKI Jakarta yang memiliki

keunggulan, daya saing dan tingkat pengembalian modal yang cepat, sehingga

dapat menarik minat dan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya di

Provinsi DKI Jakarta.

Sebelum adanya otonomi daerah kebijakan mengenai penanaman modal di

Provinsi DKI Jakarta diatur dalam Keputusan Gubernur Daerah Khusus Ibukota

Jakarta No. 2 Tahun 1999 tentang petunjuk pelaksanaan pemberian persetujuan

penanaman modal, pemberian fasilitas dan perizinan pelaksanaan penanaman

modal bagi perusahaan penanaman modal asing dan penanaman modal dalam

negeri di Daerah Khusus Ibukota Jakarta yang pada intinya mengatur izin

penanaman modal di tingkat pusat dan di tingkat daerah. Izin di tingkat pusat

diajukan kepada Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), sedangkan izin di

tingkat daerah diajukan kepada Badan Penanaman Modal dan Pendayagunaan

Kekayaan dan Usaha Daerah (BPM dan PKUD) Provinsi DKI Jakarta dan instansi

terkait di Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta.

Setelah diberlakukannya otonomi daerah diadakan beberapa revisi

terhadap Keputusan Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta No. 2 Tahun 1999

tersebut, yang kemudian diubah menjadi Keputusan Gubernur Daerah Khusus

(32)

persetujuan penanaman modal, pemberian fasilitas dan perizinan pelaksanaan

penanaman modal bagi perusahaan penanaman modal asing dan penanaman

modal dalam negeri di Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Revisi yang dilakukan

terutama terkait dengan izin di tingkat daerah, yaitu seperti rekomendasi izin

lokasi, izin gangguan, dan rekomendasi izin usaha tetap. Revisi tersebut memiliki

tujuan yang baik yang disesuaikan dengan kebijakan desentralisasi. Dengan

adanya otonomi daerah apakah pertumbuhan investasi di Provinsi DKI Jakarta

pada masa otonomi daerah termasuk dalam pertumbuhan yang cepat atau

pertumbuhan yang lambat? Berdasarkan uraian di atas maka dapat dirumuskan

permasalahan dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut:

1. Bagaimana pertumbuhan investasi pada sektor-sektor perekonomian di

Provinsi DKI Jakarta pada masa sebelum otonomi daerah dan pada masa

otonomi daerah?

2. Bagaimana pertumbuhan investasi di Provinsi DKI Jakarta dibandingkan

dengan investasi Nasional pada masa sebelum otonomi daerah dan pada masa

otonomi daerah?

1.3. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan perumusan masalah di atas maka tujuan yang hendak

dicapai pada pelitian ini adalah:

1. Menganalisis pertumbuhan investasi pada sektor-sektor perekonomian di

Provinsi DKI Jakarta pada masa sebelum otonomi daerah dan pada masa

(33)

2. Menganalisis pertumbuhan investasi di Provinsi DKI Jakarta dibandingkan

dengan investasi Nasional pada masa sebelum otonomi daerah dan pada masa

otonomi daerah.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah:

1. Sebagai media untuk mengaplikasikan ilmu yang telah dicapai penulis di

perguruan tinggi dan sebagai proses belajar yang akan memberikan tambahan

ilmu dan pengetahuan bagi penulis.

2. Diharapkan penelitian ini dapat menjadi sumber informasi dan sebagai bahan

masukan bagi instansi terkait seperti BKPM, BPM dan PKUD Provinsi DKI

Jakarta serta instansi terkait di lingkungan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta

untuk mengambil langkah kebijakan investasi yang tepat untuk meningkatkan

minat investor agar berinvestasi di Indonesia, khususnya di Provinsi DKI

Jakarta.

3. Akhirnya diharapkan penelitian ini dapat memberikan gambaran mengenai

pertumbuhan investasi di Provinsi DKI Jakarta sehingga dapat berguna

sebagai bahan informasi bagi pembaca dan dapat menjadi bahan literatur

(34)

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Investasi yang dibahas dalam penelitian ini adalah investasi langsung

berupa Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri

(PMDN) sebelum otonomi daerah dan pada masa otonomi daerah di Provinsi DKI

Jakarta dengan menggunakan data persetujuan PMA dan PMDN Provinsi DKI

Jakarta dan Nasional. Data untuk tahun sebelum otonomi daerah yaitu antara

tahun 1995-2000 dengan tahun dasar analisis tahun 1995 dan tahun akhir analisis

tahun 2000, sedangkan pada masa otonomi daerah data yang digunakan adalah

data tahun 2001-2005 dengan tahun dasar analisis tahun 2001 dan tahun akhir

analisis tahun 2005. Perubahan investasi yang dianalisis mencakup 24 sektor

perekonomian yang ada di Provinsi DKI Jakarta dan Nasional, dimana dari 24

sektor tersebut dikelompokkan menjadi 3 sektor utama, yaitu sektor primer, sektor

sekunder dan sektor tersier.

Jenis data invetasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa data

nilai persetujuan PMA dan PMDN di DKI Jakarta dan Nasional. Nilai persetujuan

PMA dan PMDN di DKI Jakarta dan Nasional merupakan penjumlahan dari

investasi baru, perluasan dan alih status. Penulis memakai data nilai persetujuan

karena data realisasi PMA dan PMDN di Provinsi DKI Jakarta dan Nasional

sebelum dan pada masa otonomi daerah sulit diperoleh. Oleh karena itu hasil

penelitian ini belum dapat sepenuhnya menggambarkan kondisi investasi

(35)

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1. Tinjauan Teori 2.1.1. Investasi

Investasi adalah kegiatan penanaman modal pada berbagai kegiatan

ekonomi (produksi) dengan harapan untuk memperoleh keuntungan (benefit) di

masa yang akan datang. Ada tujuh pokok tujuan penanaman modal di Indonesia,

yaitu peningkatan produksi, penyempurnaan struktur industri, penciptaan

lapangan kerja, pemerataan pendapatan, pemanfaatan sumber daya alam dan

manusia, mendorong ekspor, dan memelihara lingkungan. Ketujuh tujuan pokok

tersebut diharapkan bekerja secara simultan dan efektif sehingga kegiatan

penanaman modal dapat terus mendorong pertumbuhan ekonomi dan peningkatan

kesejahteraan masyarakat (BKPM, 1997).

Menurut J. M. Keynes dalam bukunya General Theory of Money, Interest

and Unemployment yang terbit pada tahun 1936 berpendapat bahwa tingkat

investasi ditentukan oleh efisiensi marginal dari investasi modal. Efisiensi

marginal dari investasi modal itu dipengaruhi oleh ekspektasi (dugaan) dari pihak

investor tentang imbalan-jasa (laba) yang akan diperolehnya di masa yang akan

datang dari investasi modal yang ditanamkannya. Nilai dugaan investor mengenai

laba yang akan diperolehnya nanti tentunya harus melebihi tingkat bunga yang

diperhitungkan dalam penggunaan modal (Djojohadikusumo, 1991).

Dilihat dari sudut pandang ekonomi makro, investasi (I) memiliki peranan

yang cukup penting dalam menentukan pertumbuhan ekonomi di suatu negara/

(36)

ekspor bersih (X-M). Selain itu, investasi juga memiliki dampak terhadap

peningkatan produksi barang dan jasa serta penciptaan lapangan kerja.

Besar kecilnya investasi yang dilakukan dalam suatu kegiatan ekonomi/

produksi ditentukan oleh tingkat suku bunga, tingkat pendapatan, kemajuan

teknologi, ramalan kondisi ekonomi ke depan, dan faktor-faktor lain (Sukirno,

1994). Secara grafis hubungan investasi dengan suku bunga berbanding terbalik,

seperti pada gambar 2.1 di bawah ini:

r (Suku Bunga)

I = I (r)

I (Investasi) Sumber: Sukirno, 1994.

Gambar 2.1. Hubungan Investasi dengan Suku Bunga

Hubungan investasi dengan pendapatan (PDRB) berhubungan positif. Dan

secara grafis digambarkan pada gambar 2.2 di bawah ini:

Y (PDRB)

I = I (Y)

I (Investasi)

Sumber: Sukirno, 1994.

(37)

2.1.1.1. Penanaman Modal Asing (PMA)

Menurut UU No. 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (PMA)

yang telah diubah menjadi UU No. 11 Tahun 1970, modal asing adalah alat

pembayaran luar negeri yang tidak merupakan bagian dari kekayaan devisa

Indonesia, yang dengan persetujuan pemerintah digunakan untuk pembiayaan

perusahaan di Indonesia. Menurut Wenda (2003) dasar pertimbangan

dikeluarkannya UU No. 1 Tahun 1967 tentang PMA adalah karena:

1) Ketiadaan modal, pengalaman, dan teknologi untuk mengembangkan sumber

daya potensial yang dimiliki Negara Indonesia dan juga karena kebijakan

(ekonomi) yang harus tetap berlandaskan Pancasila.

2) Perlunya mengolah sumberdaya alam menjadi kekuatan ekonomi riil

(pembangunan ekonomi) dan perlunya peningkatan pengetahuan,

keterampilan serta kemampuan manajerial.

3) Penggunaan modal asing perlu dimanfaatkan secara maksimal untuk

mempercepat pembangunan ekonomi Indonesia dan untuk kepentingan

kesejahteraan rakyat tanpa mengakibatkan ketergantungan terhadap pihak

asing (luar negeri).

Investasi asing merupakan investasi yang dilaksanakan oleh

pemilik-pemilik modal asing di dalam Negara Indonesia untuk mendapatkan suatu

keuntungan dari usaha yang dilaksanakan itu. Keuntungan dari adanya modal

asing bagi negara kita adalah berupa diolahnya sumberdaya alam yang kita miliki,

meningkatnya lapangan pekerjaan, terjadinya nilai tambah (added value), dan

(38)

Bagi pemilik modal asing, keuntungan yang didapatkannya adalah berupa deviden

dari hasil usaha dari negara dimana modal tersebut ditanamkan ke negara

darimana modal itu berasal (Irawan dan Suparmoko, 1992).

Penanaman modal asing (PMA) memiliki peran mikro maupun makro

dalam suatu perekonomian. Secara makro, PMA berperan penting dalam upaya

meningkatkan kegiatan investasi nasional dan pertumbuhan ekonomi. Secara

mikro, PMA berpengaruh terhadap ketenagakerjaan, penguasaan dan pendalaman

teknologi dan terhadap pengembangan keterkaitan antar industri di dalam negeri

(domestik linkages) termasuk akses industri dalam negeri terhadap jaringan

produksi, perdagangan dan investasi regional/global. Namun, di Indonesia bukti

empiris tentang berbagai peranan PMA di atas masih langka dan belum banyak

ditemui (BKPM, 2005).

2.1.1.2. Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN)

Menurut UU No. 6 Tahun 1968 yang telah diubah menjadi UU No. 12

Tahun 1970, Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) adalah bagian dari

kekayaan masyarakat Indonesia, termasuk hak-hak dan benda-benda, baik yang

dimiliki oleh negara maupun swasta nasional atau swasta asing yang berdomisili

di Indonesia, yang disisihkan/disediakan guna menjalankan sesuatu usaha

sepanjang modal tersebut tidak diatur dalam ketentuan Pasal 21 UU No.1 Tahun

1967 tentang Penanaman Modal Asing. Menurut Wenda (2003) dasar

pertimbangan dikeluarkannya UU No. 6 Tahun 1968 tentang PMDN adalah

(39)

1) Modal merupakan faktor paling penting dalam penyelenggaraan pembangunan

ekonomi nasional yang berdasarkan kemampuan dan kesanggupan bangsa

Indonesia sendiri.

2) Perlunya dilakukan pemupukkan dan pemanfaatan modal dalam negeri dan

membuka kesempatan bagi pengusaha swasta seluas-luasnya.

3) Perlunya memanfaatkan modal dalam negeri yang dimiliki pihak asing dan

menetapkan batas waktu usaha bagi perusahaan asing di Indonesia yang

menggunakan modal dalam negeri.

2.1.2. Pengertian dan Konsep Otonomi Daerah

Pengertian dari desentralisasi dan otonomi daerah menurut UU No. 22

Tahun 1999 yang telah diubah menjadi UU No. 32 Tahun 2004 adalah penyerahan

wewenang pemerintahan oleh Pemerintah Pusat kepada Daerah Otonom dalam

kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. UU No. 22 Tahun 1999 yang

telah diubah menjadi UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah ini

meletakkan prinsip-prinsip baru agar penyelenggaraan otonomi daerah lebih

sesuai dengan prinsip demokrasi, adanya peran serta masyarakat, pemerataan dan

keadilan berdasarkan potensi dan keanekaragaman daerah. Undang-undang

tersebut memaknai otonomi daerah sebagai pemberian kewenangan yang luas,

nyata dan bertanggungjawab kepada daerah secara proporsional yang diwujudkan

dengan pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumber daya nasional yang

berkeadilan, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah. Kalau dulu prinsip

(40)

hak, maka dalam undang-undang ini pemberian kewenangan otonomi kepada

daerah Kota dan Kabupaten didasarkan atas desentralisasi dalam mewujudkan

otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab. Perubahan tata pemerintah ini

juga menimbulkan perubahan mengenai perimbangan keuangan pemerintah pusat

dan daerah yang semula sentralistik menjadi desentralistik, yang kemudian

disempurnakan dalam UU No. 25 Tahun 1999 yang telah diubah menjadi UU No.

33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan

daerah.

Haris (2005) merangkum konsep dasar otonomi daerah yang melandasi

lahirnya UU No. 22 Tahun 1999 dan UU No.25 Tahun 1999 sebagai berikut:

1. Penyerahan sebanyak mungkin kewenangan pemerintah dalam hubungan

domestik kepada daerah. Kecuali untuk bidang keuangan dan moneter, politik

luar negeri, peradilan, pertahanan, keagamaan, serta beberapa bidang

kebijakan pemerintahan yang bersifat strategis nasional, maka pada dasarnya

semua bidang pemerintahan yang lain dapat didesentralisasikan. Dalam

konteks ini, pemerintah daerah tetap terbagi atas dua ruang lingkup, bukan

tingkatan, yaitu daerah Kabupaten dan Kota yang diberi status otonomi penuh,

dan Provinsi yang diberi otonomi terbatas.

2. Penguatan peran DPRD dalam pemilihan dan penetapan kepala daerah.

Kewenangan DPRD dalam menilai keberhasilan atau kegagalan

kepemimpinan kepala daerah harus dipertegas. Pemberdayaan dan penyaluran

(41)

3. Pembangunan tradisi politik yang lebih sesuai dengan kultur setempat demi

menjamin tampilnya kepemimpinan pemerintahan yang berkualifikasi tinggi

dengan tingkat akseptabilitas yang tinggi pula.

4. Peningkatan efektivitas fungsi-fungsi pelayanan eksekutif melalui

pembenahan organisasi dan institusi yang dimiliki agar lebih sesuai dengan

lingkup kewenangan yang telah didesentralisasikan.

5. Peningkatan efisiensi administrasi keuangan daerah serta pengaturan yang

jelas atas sumber-sumber pendapatan negara dan daerah, pembagian revenue

dari sumber penerimaan yang berkaitan dengan kekayaan alam, pajak dan

retribusi, serta tata cara dan syarat untuk pinjaman dan obligasi daerah.

6. Perwujudan desentralisasi fiskal melalui pembesaran alokasi subsidi dari

pemerintah pusat yang bersifat “block grant”, pengaturan pembagian

sumber-sumber pendapatan daerah, pemberian keleluasaan kepada daerah untuk

menetapkan prioritas pembangunan, serta optimalisasi upaya pemberdayaan

masyarakat melalui lembaga-lembaga swadaya pembangunan yang ada.

7. Pembinaan dan pemberdayaan lembaga-lembaga dan nilai-nilai lokal yang

bersifat kondusif terhadap upaya memelihara harmoni sosial dan solidaritas

sosial sebagai satu bangsa.

Sebagai upaya untuk menjamin suksesnya pelaksanaan konsep otonomi

daerah tersebut, diperlukan komitmen yang kuat dan kepemimpinan yang

konsisten dari pemerintah pusat. Sehingga dengan adanya upaya tersebut,

pelaksanaan otonomi daerah dapat berjalan dengan baik sesuai dengan konsep

(42)

2.1.3. Implementasi Pemberlakuan Undang-Undang Otonomi Daerah Terhadap Investasi

Sebelum pelaksanaan otonomi daerah, pengurusan izin usaha bagi para

investor dilakukan oleh pemerintah pusat (BKPM) dan pemerintah daerah

(BKPMD). Setelah diberlakukannya otonomi daerah, timbul masalah baru yaitu

terjadinya tumpang tindih dan tarik menarik antara kegiatan BKPMD Provinsi

dengan BKPM serta instansi terkait di daerah yang menangani penanaman modal.

Selain itu, masih adanya kendala yang dihadapi oleh investor dalam proses

pengurusan izin usaha atas kegiatan investasi yang dilakukan di daerah. Setelah

diberlakukannya kebijakan otonomi daerah, pemerintah daerah, baik di tingkat

Provinsi, Kabupaten, dan Kota diberikan kewenangan dalam bidang penanaman

modal seperti yang tertulis pada Pasal 11 ayat 2 UU No. 22 Tahun 1999 yang

telah direvisi menjadi Pasal 13 dan 14 UU No. 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan daerah. Namun, isi dari Pasal 11 ayat 2 UU No. 22 Tahun 1999

yang telah direvisi menjadi Pasal 13 dan 14 UU No.32 Tahun 2004 tersebut tidak

dijelaskan lebih lanjut secara teknis tentang kewenangan pemerintah daerah dalam

bidang penanaman modal. Sehingga pada pelaksanaannya penanaman modal

daerah seringkali menimbulkan kendala yang dikeluhkan oleh para investor, yaitu

tidak efisiennya pengurusan perizinan usaha. Investor seringkali dibebani oleh

urusan birokrasi yang rumit sehingga membutuhkan waktu yang cukup lama dan

disertai dengan biaya tambahan yang cukup besar.

Berdasarkan hasil studi LPEM Construction of Regional Index of Doing

Business (CoRIDB) masalah-masalah yang dihadapi pengusaha dalam melakukan

(43)

baru dikeluarkan serta perubahan peraturan pemerintah daerah. Kendala nasional

yang cukup signifikan adalah kondisi keamanan, sosial dan politik di Indonesia.

Namun demikian, bukan berarti otonomi daerah akan mempersulit ijin usaha,

melainkan para pengusaha lebih mengkhawatirkan akan adanya pajak atau

retribusi baru yang diterapkan oleh masing-masing pemerintah daerah sehubungan

dengan kewenangan dalam bidang penanaman modal yang diberikan ke suatu

daerah (Nurridzki, 2004).

Sebagai upaya mengatasi masalah tersebut di atas, pada tanggal 12 April

2004 Presiden Megawati Soekarno Putri menandatangani Keputusan Presiden No.

29 Tahun 2004 mengenai penyelenggaraan penanaman modal (PMA dan PMDN)

melalui sistem pelayanan satu atap. Dalam Keppres tersebut dinyatakan bahwa

penyelenggaraan penanaman modal khususnya yang berkaitan dengan pelayanan

persetujuan, perizinan, fasilitas penanaman modal dalam rangka PMA dan PMDN

dilaksanakan oleh BKPM. Pelayanan satu atap ini meliputi penanaman modal

yang dilakukan baik di tingkat Provinsi, Kabupaten, dan Kotamadya berdasarkan

wewenang yang dilimpahkan oleh Gubernur/Bupati/Walikota kepada BKPM.

Jadi, BKPM bertugas melakukan koordinasi antara seluruh departemen atau

instansi lainnya, termasuk dengan Pemerintah Kabupaten, Kota serta Provinsi

yang membina bidang penanaman modal.

Keppres No. 29 Tahun 2004 tersebut dikeluarkan dengan tujuan untuk

menjamin kepastian investor dalam melakukan investasi di Indonesia. Sistem

pelayanan satu atap ini diharapkan dapat mengakomodasi keinginan dunia usaha

(44)

Sehingga dengan didukung oleh kondisi ekonomi makro yang membaik saat ini,

adanya Keppres No. 29 Tahun 2004 diharapkan dapat menarik dan mempercepat

masuknya investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia.

2.2. Penelitian Terdahulu

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Malandow (2001) dalam

skripsinya yang berjudul “ Investasi Publik Untuk Infrastruktur Terhadap Perilaku

Investasi di Tingkat Regional”, disimpulkan bahwa pengeluaran pembangunan

pemerintah yang berasal dari APBD I memiliki pengaruh bagi investasi swasta.

Pengaruh tersebut terdiri dari dua hal. Pertama, pemerintah masih mempunyai

variabel kebijakan untuk membantu perkembangan daerah dan variabel tersebut

berpengaruh secara signifikan terhadap investasi swasta. Kedua adalah

kemungkinan besar pengeluaran pembangunan diatur oleh pemerintah daerah itu

sendiri melalui APBD, khususnya untuk pembangunan jalan tidak mempunyai

hubungan yang signifikan dengan investasi swasta. Selain itu, variabel yang

menggambarkan aktivitas masyarakat swasta memiliki pengaruh langsung yang

besar terhadap investasi swasta.

Penelitian yang dilakukan oleh Saad (2002) menganalisis perkembangan

investasi swasta di sub sektor industri makanan. Dari hasil penelitiannya dapat

disimpulkan bahwa investasi industri makanan di Indonesia memiliki peran yang

cukup strategis dalam perekonomian nasional. Pengembangan investasi swasta

pada sub sektor industri makanan juga memberikan sumbangan pada

(45)

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Restuningsih (2004) dalam

skripsinya yang berjudul “Analisis Pertumbuhan Sektor-Sektor Perekonomian di

Propinsi DKI Jakarta Pada Masa Krisis Ekonomi” dengan menggunakan metode

analisis Shift Share menyimpulkan bahwa laju pertumbuhan ekonomi Provinsi

DKI Jakarta dan laju pertumbuhan ekonomi secara nasional mengalami penurunan

pada masa krisis ekonomi. Akan tetapi, penurunan laju pertumbuhan ekonomi di

Provinsi DKI Jakarta cukup besar yakni mencapai 7,60 persen, dibandingkan

dengan laju pertumbuhan secara nasional yang hanya mencapai 1,50 persen.

Krisis ekonomi yang melanda Indonesia menyebabkan sebagian besar sektor

perekonomian di Provinsi DKI Jakarta tidak dapat bersaing baik dengan sektor

ekonomi di wilayah lainnya. Berdasarkan kelompok sektor perekonomian di

Provinsi DKI Jakarta, sektor pertanian, sektor industri pengolahan, sektor

bangunan, sektor perdagangan-hotel-restoran serta sektor

keuangan-persewaan-jasa perusahaan merupakan kelompok sektor yang memiliki pertumbuhan yang

lamban. Sektor listrik-gas-air bersih, sektor pengangkutan-komunikasi dan sektor

jasa-jasa merupakan kelompok sektor perekonomian dengan pertumbuhan yang

cepat.

Menurut Ferdiyan (2006) dalam skripsinya yang berjudul “Analisis

Pengaruh Otonomi Daerah Terhadap Pertumbuhan Investasi di Provinsi Jawa

Barat” dengan menggunakan analisis Shift Share dan Ordinary Least Square

(OLS) disimpulkan bahwa sebelum otonomi daerah pada umumnya terjadi

pertumbuhan investasi yang negatif pada sektor-sektor perekonomian di Jawa

(46)

positif hampir di seluruh sektor perekonomian di Jawa Barat. Selain itu, PMDN

tahun sebelumnya berpengaruh positif terhadap PMDN di Jawa Barat dan inflasi

berpengaruh negatif terhadap PMDN di Jawa Barat, sedangkan PDRB

berpengaruh positif terhadap PMA di Jawa Barat.

2.3. Kerangka Pemikiran Teoritis 2.3.1 Analisis Shift Share

Analisis Shift Share pertama kali diperkenalkan oleh Perloff, et al pada

tahun 1960. Pada awalnya, analisis Shift Share digunakan untuk mengidentifikasi

pertumbuhan sektor-sektor atau wilayah yang lamban di Indonesia dan Amerika

Serikat. Manfaat lain dari analisis Shift Share adalah analisis ini dapat menduga

dampak kebijakan nasional/wilayah mengenai investasi.

Teknik analisis Shift Share merupakan suatu analisis mengenai perubahan

berbagai indikator kegiatan ekonomi pada dua titik di suatu wilayah. Analisis Shift

Share memiliki tiga kegunaan, yaitu untuk melihat perkembangan:

1. Sektor perekonomian di suatu wilayah terhadap perkembangan ekonomi

wilayah yang lebih luas.

2. Sektor-sektor perekonomian jika dibandingkan secara relatif dengan

sektor-sektor lainnya.

3. Suatu wilayah dibandingkan dengan wilayah lainnya, sehingga dapat

membandingkan besarnya aktivitas suatu sektor pada wilayah tertentu dan

pertumbuhan antar wilayah. Dengan demikian, dapat ditunjukkan adanya

(47)

memperoleh kemajuan sesuai dengan kedudukannya dalam perekonomian

nasional.

Selain itu, analisis Shift Share juga dapat digunakan untuk

membandingkan laju sektor-sektor perekonomian di suatu wilayah dengan laju

pertumbuhan perekonomian nasional serta sektor-sektornya dan mengamati

penyimpangan-penyimpangan dari perbandingan tersebut. Bila penyimpangannya

bernilai positif, maka dapat dikatakan bahwa sektor ekonomi dalam wilayah

tersebut memiliki keunggulan kompetitif.

Pada analisis Shift Share diasumsikan bahwa perubahan indikator kegiatan

ekonomi (dalam penelitian ini adalah investasi) di suatu wilayah antara tahun

dasar analisis dengan tahun akhir analisis dibagi menjadi tiga komponen

pertumbuhan, yaitu komponen Pertumbuhan Nasional (PN), komponen

Pertumbuhan Proporsional (PP), dan komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah

(PPW). Analisis Shift Share juga menunjukkan bahwa perubahan sektor i pada

wilayah j dipengaruhi oleh tiga komponen pertumbuhan wilayah tersebut.

Berdasarkan ketiga komponen pertumbuhan wilayah tersebut, maka dapat

ditentukan dan diidentifikasi perkembangan suatu sektor ekonomi di suatu

wilayah. Apabila PP + PPW ≥ 0, maka dapat dikatakan bahwa pertumbuhan sektor ke i di wilayah ke j termasuk ke dalam kelompok progresif (maju).

Sementara itu jika PP + PPW < 0 menunjukkan bahwa pertumbuhan sektor ke i

(48)

Sumber : Budiharsono, 2001.

Gambar 2.3. Model Analisis Shift Share

2.3.2. Kelebihan Analisis Shift Share

Teknik perhitungan Analisis Shift Share memiliki kelebihan-kelebihan.

Menurut Soepono (1993) kelebihan-kelebihan dari analisis Shift Share adalah:

1. Analisis Shift Share dapat melihat perkembangan indikator kegiatan ekonomi

di suatu wilayah pada dua titik waktu tertentu, yang mana satu titik waktu

dijadikan sebagai dasar (awal) analisis, sedangkan satu titik waktu lainnya

dijadikan sebagai akhir analisis.

2. Perubahan indikator kegiatan ekonomi di suatu wilayah antara tahun dasar

analisis dengan tahun akhir analisis dapat dilihat melalui tiga komponen

pertumbuhan wilayah, yakni komponen pertumbuhan nasional (PN),

komponen pertumbuhan proporsional (PP), dan komponen pertumbuhan

pangsa wilayah (PPW).

Komponen Pertumbuhan Nasional

Wilayah ke j sektor ke i

Komponen Pertumbuhan

Proporsional

Komponen Pertumbuhan Pangsa

Wilayah Wilayah ke j

sektor ke i

Lambat PP + PPW < 0 Maju

(49)

3. Berdasarkan komponen PN dapat diketahui laju pertumbuhan ekonomi suatu

wilayah dibandingkan dengan laju pertumbuhan nasional.

4. Komponen PP dapat digunakan untuk mengetahui pertumbuhan sektor-sektor

perekonomian di suatu wilayah. Hal ini berarti bahwa suatu wilayah dapat

mengadakan spesialisasi di sektor-sektor yang berkembang secara nasional

dan bahwa sektor-sektor dari perekonomian wilayah telah berkembang lebih

cepat daripada rata-rata nasional untuk sektor itu.

5. Komponen PPW dapat digunakan untuk melihat daya saing sektor-sektor

ekonomi dibandingkan dengan sektor-sektor ekonomi pada wilayah lainnya.

6. Jika persentase PP dan PPW dijumlahkan, maka dapat ditunjukkan adanya

Shift (pergeseran) hasil pembangunan perekonomian daerah.

2.3.3. Kelemahan Analisis Shift Share

Kemampuan teknik analisis Shift Share memberikan dua indikator positif

yang berarti, yaitu suatu wilayah mengadakan spesialisasi di sektor-sektor yang

berkembang secara nasional dan perkembangan sektor-sektor perekonomian di

suatu wilayah yang berkembang lebih cepat daripada rata-rata nasional untuk

sektor-sektor tersebut. Namun, dalam teknik analisis Shift Share ini tidaklah lepas

dari kelemahan-kelemahan. Menurut Soepono (1993), kelemahan-kelemahan dari

analisis Shift Share adalah:

1. Analisis Shift Share tidak lebih daripada suatu pengukuran atau prosedur baku

untuk mengurangi pertumbuhan suatu variabel wilayah menjadi

(50)

implikasi-implikasi keperilakuan. Metode Shift Share tidak untuk menjelaskan

mengapa, misalnya pengaruh keunggulan kompetitif adalah positif di beberapa

wilayah, tetapi negatif di daerah-daerah lain. Metode Shift Share merupakan

teknik pengukuran yang mencerminkan suatu sistem penghitungan semata dan

tidak analitik.

2. Komponen pertumbuhan nasional secara implisit mengemukakan bahwa laju

pertumbuhan suatu wilayah hendaknya tumbuh pada laju nasional tanpa

memperhatikan sebab-sebab laju pertumbuhan wilayah.

3. Kedua komponen pertumbuhan wilayah (PP dan PPW) berkaitan dengan

hal-hal yang sama seperti perubahan permintaan dan penawaran, perubahan

teknologi dan perubahan lokasi sehingga tidak dapat berkembang dengan baik.

4. Teknik analisis Shift Share secara implisit mengambil asumsi bahwa semua

barang dijual secara nasional, padahal tidak semua demikian. Bila pasar suatu

wilayah bersifat lokal, maka barang itu tidak dapat bersaing dengan

wilayah-wilayah lain yang menghasilkan barang yang sama, sehingga tidak

mempengaruhi permintaan agregat.

5. Analisis Shift Share tidak mampu menganalisis keterkaitan ke depan dan ke

belakang antar sektor yang disebabkan oleh adanya pergeseran pertumbuhan

(51)

2.4. Kerangka Pemikiran Konseptual

Pada masa otonomi daerah pendapatan sektor perekonomian pada suatu

wilayah sangat mempengaruhi pendapatan daerah di wilayah tersebut. Pendapatan

sektor perekonomian yang ada di Provinsi DKI Jakarta tentunya juga sangat

mempengaruhi perekonomian Provinsi DKI Jakarta. Begitupun dengan adanya

investasi di Provinsi DKI Jakarta tentunya memiliki dampak yang sangat berarti

bagi pertumbuhan ekonomi di Provinsi DKI Jakarta. Terlebih lagi pada masa

otonomi daerah setiap daerah memiliki wewenang untuk mengatur dan mengurus

kepentingan daerahnya masing-masing dengan tujuan meningkatkan

kesejahteraan masyarakatnya. Kebijakan otonomi daerah ini juga memberikan

kewenangan kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam bidang penanaman

modal.

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

analisis Shift Share, yaitu metode yang digunakan untuk menganalisis perubahan

investasi pada dua titik waktu di Provinsi DKI Jakarta dengan menggunakan data

persetujuan PMA dan PMDN Provinsi DKI Jakarta dan Nasional pada masa

sebelum otonomi daerah dan pada masa otonomi daerah (1995-2005). Periode

waktu pada masa sebelum otonomi daerah yaitu tahun 1995-2000 dengan tahun

dasar analisis tahun 1995 dan tahun akhir analisis tahun 2000. Periode waktu

untuk masa otonomi daerah adalah tahun 2001-2005 dengan tahun dasar analisis

tahun 2001 dan tahun akhir analisis tahun 2005.

Analisis Shift Share ini terbagi atas analisis pertumbuhan investasi di

(52)

profil pertumbuhan sektor-sektor perekonomian. Berdasarkan analisis

pertumbuhan investasi Provinsi DKI Jakarta dan Nasional maka dapat diketahui

laju pertumbuhan investasi pada sektor-sektor perekonomian di Provinsi DKI

Jakarta dan Nasional pada masa sebelum otonomi daerah dan pada masa otonomi

daerah. Analisis komponen pertumbuhan wilayah digunakan untuk menganalisis

pengaruh dari ketiga komponen pertumbuhan wilayah yang terdiri dari komponen

pertumbuhan nasional (PN), komponen pertumbuhan proporsional (PP) dan

komponen pertumbuhan pangsa wilayah (PPW) terhadap investasi pada

sektor-sektor perekonomian di Provinsi DKI Jakarta. Selain itu juga untuk melihat daya

saing sektor-sektor perekonomian di Provinsi DKI Jakarta dengan adanya

investasi PMA dan PMDN.

Setelah analisis komponen pertumbuhan wilayah dilakukan, maka akan

diperoleh pergeseran bersih dan profil pertumbuhan investasi pada sektor-sektor

perekonomian yang kemudian akan menentukan apakah dengan adanya investasi,

pertumbuhan sektor-sektor perekonomian di Provinsi DKI Jakarta termasuk ke

dalam kelompok progresif (maju) atau lambat. Dan pada akhirnya diharapkan

analisis ini dapat dijadikan gambaran untuk melihat peluang perluasan investasi di

(53)

III. METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Provinsi DKI Jakarta dengan dasar

pertimbangan bahwa Provinsi DKI Jakarta sebagai ibukota Negara Republik

Indonesia merupakan pusat pemerintahan dan pusat perekonomian, yang tentunya

memilik perkembangan yang sangat pesat, baik dilihat dari pembangunan sarana

dan prasarananya maupun pembangunan ekonominya. Proses pelaksanaan

penelitian ini dimulai dari penelusuran sumber-sumber yang relevan,

pengumpulan data, pengolahan data, hingga penulisan laporan penelitian

berlangsung sejak bulan April hingga Agustus 2006.

3.2. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder

berupa data nilai persetujuan PMA dan PMDN di Provinsi DKI Jakarta dan data

nilai persetujuan PMA dan PMDN Nasional tahun 1995-2005 menurut sektor

ekonomi. Data tersebut diperoleh dari Badan Koordinasi Penanaman Modal

(BKPM), Badan Penanaman Modal dan Pendayagunaan Kekayaan dan Usaha

Daerah (BPM dan PKUD) Provinsi DKI Jakarta, Badan Pusat Statistik (BPS), dan

Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi DKI Jakarta. Referensi dalam penelitian ini

diperoleh dari instansi terkait seperti: perpustakaan IPB, perpustakaan BPS, dan

(54)

3.3. Metode Analisis

Alat analisis yang digunakan untuk menganalisis perubahan kegiatan

ekonomi pada dua titik di suatu wilayah tertentu adalah analisis Shift Share. Pada

penelitian ini yang akan dianalisis adalah kegiatan investasi. Berdasarkan analisis

Shift Share, dapat diketahui perkembangan suatu sektor di suatu wilayah jika

dibandingkan secara relatif dengan sektor-sektor lainnya dan juga dapat diketahui

perkembangan suatu wilayah dibandingkan dengan wilayah lainnya. Perubahan

indikator kegiatan ekonomi dilihat dari dua titik waktu, yaitu tahun dasar analisis

dan tahun akhir analisis. Dalam analisis Shift Share ini ada tiga komponen

pertumbuhan, yaitu komponen pertumbuhan nasional, komponen pertumbuhan

proporsional dan komponen pertumbuhan pangsa wilayah.

3.3.1. Analisis Investasi Provinsi DKI Jakarta dan Investasi Nasional

Pertumbuhan investasi baik di Provinsi DKI Jakarta maupun pada skala

Nasional dapat diketahui melalui analisis Shift Share. Melalui Shift Share dapat

juga diketahui perubahan investasi sektor i pada wilayah j. Apabila dalam suatu

negara terdapat m daerah/wilayah/provinsi (j = 1,2,3...m) dan n sektor

perekonomian (i = 1,2,3...n), maka investasi dari sektor i pada tahun dasar analisis

dan tahun akhir analisis dapat dirumuskan sebagai berikut (Budiharsono, 2001) :

a. Investasi Nasional dari sektor i pada tahun dasar analisis

Ii. =

= m

j

Iij

1

(55)

dimana : Ii. = investasi Nasional dari sektor i pada tahun dasar analisis,

Iij = investasi di Provinsi DKI Jakarta dari sektor i pada tahun

dasar analisis.

b. Investasi Nasional dari sektor i pada tahun akhir analisis

I'i. =

Investasi Nasional pada tahun dasar analisis dan tahun akhir analisis

dirumuskan sebagai berikut:

a. Investasi Nasional pada tahun dasar analisis

I.. =

∑∑

dimana : I.. = investasi Nasional pada tahun dasar analisis,

Iij = investasi Provinsi DKI Jakarta sektor i pada tahun dasar

analisis.

b. Investasi Nasional pada tahun akhir analisis

(56)

Perubahan investasi Provinsi DKI Jakarta dari sektor i dapat dirumuskan

sebagai berikut:

Δ Iij = I 'ij – Iij (3.5) dimana :

Δ Iij = perubahan investasi Provinsi DKI Jakarta dari sektor i,

Iij = investasi Provinsi DKI Jakarta dari sektor i pada tahun dasar

analisis,

I 'ij = investasi Provinsi DKI Jakarta dari sektor i pada tahun akhir

analisis.

Rumus persentase perubahan investasi Provinsi DKI Jakarta adalah

sebagai berikut:

% Δ Iij = Iij

Iij ij

I' )

( −

x 100% (3.6)

dimana:

% Δ Iij = persentase perubahan investasi Provinsi DKI Jakarta dari sektor i,

Iij = investasi Provinsi DKI Jakarta dari sektor i pada tahun dasar

analisis,

I 'ij = investasi Provinsi DKI Jakarta dari sektor i pada tahun akhir

(57)

3.3.2. Analisis Rasio Investasi Provinsi DKI Jakarta dan Investasi Nasional (Nilai Ra, Ri dan ri)

Rasio investasi Provinsi DKI Jakarta dan investasi Nasional digunakan

untuk melihat perbandingan investasi Provinsi DKI Jakarta dengan investasi

Nasional pada sektor perekonomian. Rasio ini terbagi atas Ra, Ri dan ri, dengan

penghitungannya menggunakan nilai investasi yang terjadi pada dua titik waktu,

yaitu tahun dasar dan tahun akhir analisis.

1. Ra

Ra menunjukkan selisih antara total investasi Nasional pada tahun akhir

analisis dengan total investasi Nasional pada tahun dasar analisis dibagi dengan

total investasi Nasional pada tahun dasar analisis. Nilai Ra dirumuskan sebagai

berikut:

I'.. = investasi Nasional pada tahun akhir analisis,

I.. = investasi Nasional pada tahun dasar analisis.

2. Ri

Ri menunjukkan selisih antara investasi Nasional dari sektor i pada tahun

akhir analisis dengan investasi Nasional dari sektor i pada tahun dasar analisis

dibagi dengan investasi Nasional sektor i pada tahun dasar analisis. Adapun rumus

Ri adalah sebagai berikut:

Gambar

Gambar 2.1. Hubungan Investasi dengan Suku Bunga
Gambar 2.3. Model Analisis Shift Share
Gambar 3.1. Profil Pertumbuhan Sektor Perekonomian
Tabel 4.2. Penyebaran Penduduk di Provinsi DKI Jakarta Tahun 2003
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi investasi di Provinsi DKI Jakarta yaitu suku bunga, inflasi, lag PDRB, dan tingkat upah secara

Pendekatan alat analisis Shift-Share Klasik ini mengasumsikan bahwa perubahan perekonomian di suatu daerah dipengaruhi oleh variabel dari kesatuan wilayah yang lebih luas dalam

Hasil metode analisis Shift share menggunakan komponen pertumbuhan differensial (Dj) pada Kota Depok dari 9 sektor terindikasi bahwa terdapat 8 sektor, dimana

Berdasarkan analisis Location Quotient (LQ) dan Shift Share diketahui sektor-sektor mana saja yang menjadi sektor basis dan sektor non basis sehingga dapat disimpulkan

Pada hasil Uji Partial investasi memiliki nilai yang signifikan, Maka investasi tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta, karena investasi selama periode

Tehnik analisis Shift Share digunakan untuk mengidentifikasi dan menganalisis kinerja sektor-sektor ekonomi di Kabupaten Minahasa Selatan dalam wilayah Sulawesi

Analisis Shift-share adalah analisis yang digunakan untuk melihat kesempatan kerja nyata di Kabupaten Bangli yang dipengaruhi oleh laju pertumbuhan kesempatan kerja

Analisis Overlay LQ, DLQ dan Shift-Share Tabel 4 Hasil Overlay Analisis Location Quotient LQ, Analisis Dynamic Location Quotient DLQ, dan Analisis Shift-share Kabupaten/Kota di