• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Potensi Sektor Ekonomi di Kota Depok Periode 2000-2010

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Potensi Sektor Ekonomi di Kota Depok Periode 2000-2010"

Copied!
157
0
0

Teks penuh

(1)

Knowledge, Piety, Integrity

Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Untuk Memenuhi Syarat – Syarat Meraih Gelar Sarjana Ekonomi

Disusun Oleh: FATIA HILMIYATI

106084003586

JURUSAN ILMU EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

I. IDENTITAS PRIBADI

1. Nama Lengkap : Fatia Hilmiyati 2. Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 24 Juli 1987 3. Jenis Kelamin : Perempuan

4. Agama : Islam

5. Alamat : Jalan Semanggi I, Rt 001/03 No 21 Cempaka Putih - Ciputat Timur Tangerang Selatan

6. No Telepon : 021-97688986

7. Email : fatia_ku@yahoo.com

II. PENDIDIKAN FORMAL

1. Tk : TK Mutiara

2. SD : SD Negeri Legoso-Banten

3. SMP : MTS Islamiyah Ciputat

4. SMA : MAN 4 Pondok Pinang Jakarta

5. Universitas : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

III. LATAR BELAKANG KELUARGA

1. Ayah : Drs. H. Djedjen Zainuddin

2. Ibu : Tikah Atikah

3. Alamat : Jalan Semanggi I, Rt 001/03 No 21 Cempaka Putih - Ciputat Timur Tangerang Selatan

(7)

Abstract

This Research is an effort to determine potential areas that affect the economic growth in Depok during 2000 through 2010, and some of the potential contribution of these sectors to the economic growth of the region. The data used is the Gross Regional Domestic Product (GRDP) and Depok West Java in 2000 until 2010. This study used analysis tools Location Quotient (LQ) equipped with analysts Shift share, which to know the leading sectors in Depok.

In Depok which is a sector basis with an average LQ is the largest building sector, with an average of LQ (2.00 percent), then the setor trade, Hotel & Restaurant 1.48%; Sector Electricity, Gas & Water Supply 1,44%, and Sector Transportation & Communications. Shift share analysis results of the method using the differential growth component (Dj) in Depok City of 9 sector indicated that there are 8 sectors, where the proficiency level sector grew more slowly compared with the same economic sector in West Java, so to 8 sectors have low competitiveness and no potential to be developed to spur economic growth in the city of Depok, while the proportional growth component (Pj) show that there are 6 sectors which have an average positive value, it means the city of Depok has a faster growth in the same sector with the fastest growing sectors in economy of West Java Province.

Of the 9 sectors in the city of Depok, based on the results of shift share analysis method using differential component (Dj) in Depok there is only one sector, namely the Manufacturing sector (Dj) average of 25383.19 is growing faster than the sector the same economy as the West Java Province.

(8)

ABSTRAK

Penelitian ini merupakan salah satu upaya untuk mengetahui potensi-potensi daerah yang berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di Kota Depok selama tahun 2000 hingga tahun 2010, dan beberapa besar sumbangan sektor-sektor potensial tersebut terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. Data yang digunakan yaitu Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Depok dan Jawa Barat tahun 2000 sampai dengan 2010. Dalam penelitian ini digunakan alat analisis Location Quotient (LQ) yang dilengkapi analis Shift share, yang digunakan untuk mengetahui sektor-sektor unggulan di Kota Depok.

Untuk Kota Depok yang merupakan sektor basis dengan rata-rata LQ terbesar yaitu sektor Bangunan dengan LQ rata-rata sebesar 2,00%, kemudian sektor Perdagangan, Hotel & Restoran 1,48%, Sektor Listrik, Gas & Air Bersih 1,44%, dan Sektor Pengangkutan & Komunikasi. Hasil metode analisis Shift share menggunakan komponen pertumbuhan differensial (Dj) pada Kota Depok dari 9 sektor terindikasi bahwa terdapat 8 sektor, dimana sektor tesebut tumbuh lebih lambat dibandingkan sektor ekonomi yang sama dengan Propinsi Jawa Barat, sehingga ke 8 sektor tersebut memiliki daya saing rendah dan tidak berpotensi untuk dikembangkan untuk memacu pertumbuhan ekonomi Kota Depok, sedangkan komponen pertumbuhan proporsional (Pj) menunjukan bahwa terdapat 6 sektor yang memiliki nilai rata-rata positif, hal ini berarti Kota Depok memiliki pertumbuhan lebih cepat pada sektor yang sama dengan sektor yang tumbuh cepat di perekonomian Propinsi Jawa Barat.

Dari ke 9 Sektor yang ada di Kota Depok, berdasarkan hasil metode analisis Shift Share menggunakan komponen differensial (Dj) pada Kota Depok hanya terdapat 1 sektor, yaitu sektor Industri Pengolahan dengan (Dj) rata-rata 25383,19 yang tumbuh lebih cepat dibandingkan sektor ekonomi yang sama dengan Propinsi Jawa Barat.

(9)

Assalamualaikum Wr.Wb

Alhamdulillah puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan limpahan nikmat, rahmat dan kasih sayang-Nya serta Hidayah-Nya kepada penulis selama ini sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW sang pembawa risalah islam, pembawa syafaat bagi umatnya dihari akhir kelak.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu, dengan segala kerendahan hati penulis sangat menyarankan saran dan keritik yang dapat membangun dari berbagai pihak guna penyempurnaan skripsi ini. Disamping itu, dalam penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak, yang tulus memberikan do’a, saran dan kritik, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Apresiasi dan terima kasih yang setinggi-tingginya, disampaikan kepada semua pihak yang telah berpatisipasi dalam penulisan skripsi ini. Smoga menjadi amal baik dan dibalas oleh Allah dengan balasan yang lebih baik. Secara khusus, apresiasi dan terima kasih tersebut disampaikan kepada:

1. Ayahanda penulis Drs. H. Djedjen Zainuddin dan Ibunda Tikah Atikah atas do’a dan kasih sayangnya yang tiada terbatas kepada penulis, sehingga terselesaikanya skripsi ini.

2. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, MS Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

(10)

Akademik, yang telah membantu membimbing dan mengarahkan penulis selama penulisan skripsi ini.

5. Ibu Utami Baroro, M.Si selaku Sekretaris Jurusan Ilmu Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

6. Bapak Herni Ali HT, SE, MM sebagai Ketua penguji ujian skripsi, Bapak Yoghi Citra Pratama, M.Si sebagai Sekretaris penguji ujian skripsi, dan Bapak Zuhairan Yunmi Yunan, SE, M. Sc sebagai Penguji ahli ujian skripsi.

7. Seluruh Dosen-dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Bapak Abas, Bapak Amir Syarifudin, Bapak Suhenda, Bapak Heri, Bapak Nurbelian, Bapak Muchtar lamo, Bapak Roikhan, Ibu Fitri Amalia, Ibu Rahmawati. 8. Seluruh staf dan karyawan Fakultas Ekonomi dan Bisnis khususnya

Bapak Heri, Bapak Sofyan, Bapak Alfred, Bapak Rahmat, Pakde, Ibu Lili, Ibu Ani, Ibu Umi, Ibu Dewi dan Ibu Sizka walaupun di semester awal streng banget tapi setelah penulis menyelsaikan semester akhir, ibu sizka sangat baik banget terutama anak-anak IESP, terimakasih Bapak – bapak dan Ibu - ibu staf yang telah memberikan pelayanan dengan baik.

9. Kepada Suami ku Taufik Hidayat, A.Md yang telah mencurahkan waktunya sentatiasa menemani dan membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

(11)

telah kita lalui bersama dalam menyelesaikan studi S1 ini.

12. Keluarga besar jurusan IESP (Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan) seluruh angkatan khususnya angkatan 2006 yaitu: Upi, Fera, Frizka, Leni, Yunita, Ifad, Bakar, Saras, Laras, Resna, Ibnu, Fadli, Ovi, Putra Aditya (2009).

13. Keluarga Besar dan Teman – teman di Kampung Semanggi - Ciputat yang selalu memberikan motivasi kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

14. Kepada Guru-guru TKA-TPA AS-SALAM dan Ibu Kepala Sekolah, Pengajar serta Ibu-ibu Wali Murid TK Gemilang – Ciputat Timur yang senantiasa memberikan masukan dan semangat kepada penulis untuk selalu semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.

Ciputat, 30 Juli 2013

(12)

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI LEMBAR UJIAN KOMPREHENSIF

SURAT PERNYATAAN KARYA ILMIYAH

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ……… i

ABSTRACT ………. ii

ABSTRAK ……….... iii

KATA PENGANTAR ………. iv

DAFTAR ISI ……… vii

DAFTAR TABEL ……… xi

DAFTAR GAMBAR ………... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ………... xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ………. 1

B. Rumusan Masalah ………... 10

C. Tujuan Penelitian ……….... 10

D. Manfaat Penelitian ……….. 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi ………….. 12

1. Teori Pembangunan Ekonomi ……….. 13

(13)

c. Teori Harrod-Domar Dalam System Regional ……… 20

d. Teori Pertumbuhan Jalur Cepat Yang Disinergikan ... 21

B. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) ……….... 22

C. Metode Basis Ekonomi ………... 22

1. Basis Ekonomi (LQ) ……… 22

2. Analisis Shift Share (SS) ………. 27

D. Penelitian Terdahulu ………... 28

E. Kerangka Penelitian …….………... 35

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian ……… 38

B. Jenis Data dan Sumber Data………. 38

C. Metode Pengumpulan Data ………. 39

D. Teknik Analisis Data ………... 39

1. Analisis Location Quentient(LQ) ………. 40

2. Analisis Shift Share(SS) ……… 43

3. Tipologi ……….. 48

(14)

1.

Gambaran Umum Propinsi Jawa Barat ……….. 52

a. Keadaan Geografis ……….. 52

b. Kependudukan ……… 53

c. Ketenaga Kerjaan ………... 55

d. Pemerintahan ………... 56

e. Pendidikan ……….…..…… 57

f. Analisis Potensi pertumbuhan Ekonomi …....…..….. 58

2.

Gambaran Umum Kota Depok ……….…… 58

a. Keadaan Geografis ………....…... 58

b. Kependudukan ………..…... 60

c. Ketenaga Kerjaan ……….…... 60

d. Pemerintah ………... 61

e. Pendidikan ………...…... 64

f. Kesehatan ……….…....….. 66

B. Analisis Pertumbuhan Sektor ………….……… 67

1. Analisis Perkembangan PDRB ………... 67

a. Kota Jawa Barat ………. 69

b. Propinsi Depok ……….…. 70

2. Analisis Potensi Location Quontient (LQ) ………..…….. 71

(15)

4.

Tipologi sektoral ………..…..…… 85

C. Pembahasan ………. 89

1. Pembahasan Per Sektoral Kota Depok…………...…… 89

a. Sektor Pertanian……….………....…. 89

b. Sektor Industri Pengolahan………….…………...…. 91

c. Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih…….………..…… 92

d. Sektor Bangunan/ Kontruksi……….…... 94

e. Sektor Perdagangan, Hotel & Restoran……….…... 96

f. Sektor Pengangkutan & Komunikasi…………...…… 97

g. Sektor Bank & Lembaga Keuangan Lainnya ... 99

h. Sektor Jasa-jasa ………..………... 101

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A.Kesimpulan ……….….. 103

B.Saran ……….…… 106

DAFTAR PUSTAKA ………...……….….…… 108

(16)

1.1 Distribusi Produk Domestik Regional Bruto Propinsi Jawa

Barat atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha

Tahun 2000 s.d 2010 (Persen) 6

1.2 Distribusi Produk Domestik Regional Bruto Kota Depok

atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha Tahun

2000 s.d 2010 (Persen) 7

2.1 Ringkasan Penelitian Terdahulu 32

3.1 Makna tipologi sektoral ekonomi 50

4.1 Distribusi Persentase PDRB Menurut Lapangan Usaha

Propinsi Jawa Barat Harga Konstan 2000 Tahun 2000-2010

(persen) 69

4.2 Distribusi Persentase PDRB Menurut Lapangan Usaha Kota

Depok Harga Konstan 2000 Tahun 2000-2010 (persen)

70

4.3 Hasil Perhitungan Location Quotient (LQ) Kota

DepokTahun 2000-2010 72

4.4 Komponen Shift Share kota Depok Tahun 2000-2010 76 4.5 Komponen Pertumbuhan propotional (Pj) Kota depok 81 4.6 Komponen Pertumbuhan Differensial (Dj) Kota depok 84

(17)

4.11 Analisis Sektor Bangunan 94

4.12 Analisis Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran 96

4.13 Analisis Sektor Pengangkutan & Komunikasi 98

4.14 Analisis Sektor Bank & Lembaga Keuangan Lainnya 99

(18)

Nomer Keterangan Halaman 2.1 Bagan Kerangka Pemikiran Di Kota Depok 37

(19)

Nomer Keterangan Halaman I Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga

Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Propinsi Jawa

Barat Tahun 2000-2010 114

II Produk Domestik Regional Burto Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Kota Depok

Tahun 2000-2010 117

III Perhitungan Location Quotient (LQ) Kota Depok 118 IV Location Quotient (LQ) Rata-rata Kota Depok Tahun

2000-2010 119

V Komponen Shift Share Propinsi Jawa Barat

Pertambahan (Gj) Tahunan Propinsi Jawa Barat 123 VI Komponen National Share Propinsi Jawa Barat (Nj) 124 VII Komponen Tumbuh Differential Shift (DJ) Propinsi

Jawa Barat 130

VIII (P + D)j Propinsi Jawa Barat 131

(20)

A.Latar Belakang Masalah

Pembangunan nasional di negara-negara berkembang pada umumnya, terfokus pada pembangunan ekonomi melalui usaha pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi berkaitan erat dengan peningkatan produksi barang dan jasa, yang diukur antara lain melalui Produk Domestik Bruto (PDB) pada tingkat nasional dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) pada tingkat daerah baik Propinsi, Kabupaten maupun Kota.

Pelaksanaan pembangunan Indonesia selama ini juga tidak terlepas dari pandangan tersebut. Pembangunan nasional mempunyai dampak atas pembangunan daerah, sebab daerah adalah bagian integral dari suatu negara. Indonesia sebagai suatu negara kesatuan, rencana pembangunannya meliputi rencana pembagunan nasional maupun rencana pembangunan dalam tataran regional. Pembangunan ekonomi nasional mempunyai dampak atas struktur ekonomi nasional dan struktur ekonomi daerah. (Robinson Tarigan, 2005:234).

(21)

ataupun tidak langsung akan meningkatkan pendapatan asli daerah serta mengurangi ketergantungan bantuan dari luar wilayah (eksternal). (Fahrurrazy, 2009:11).

Setiap upaya pembangunan ekonomi daerah mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan jumlah dan jenis peluang kerja untuk masyarakat daerah. Dalam upaya untuk mencapai tujuan tersebut, pemerintah daerah dan masyarakatnya harus secara bersama-sama mengambil inisiatif pembangunan daerah. Oleh karena itu, pemerintah daerah beserta partisipasi masyarakatnya dan dengan menggunakan sumber daya yang ada harus mampu menaksir potensi sumber daya yang diperlukan untuk merancang dan membangun perekonomian daerah. (Lincolin Arsyad, 2010:374).

(22)

Konsekuensi dalam membangun ekonomi daerah membutuhkan tujuan yang matang dan peran serta pemerintah daerah serta masayarakat untuk merancang dan membangun perekonomian daerah. Peran serta masyarakat dan pemerintah dalam pembangunan daerah dapat terlaksana dengan kondusif, karena ditunjang adanya otonomi daerah yang ditandai dengan lahirnya dua produk undang-undang, yaitu UU. No. 22 tahun 1999 (sekarang UU tersebut diganti dengan UU No.32 Tahun 2004) tentang Pemerintahan Daerah dan UU. No 25 tahun 1999 (sekarang diganti dengan UU No 33 Tahun 2004) tentang perimbangan Keuangan antara Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat.

(23)

Sumber ketimpangan diperkirakan karena ketidakmerataan jumlah dan kepadatan penduduk, perbedaan kecepatan perkembangan ekonomi di tiap wilayah, perbedaan tingkat SDM dan penyediaan sarana dan prasarana yang dapat menunjang perekonomian serta kurangnya perhatian pemerintah dalam mengoptimalkan potensi lokal di setiap kecamatan. Untuk itu, sangat penting dilakukan identifikasi potensi lokal dan tingkat perkembangan wilayah, sehingga proses pembangunan dapat dilakukan optimal dan efisien guna penciptaan masyarakat yang mandiri dan tidak sepenuhnya bergantung pada bantuan wilayah lain. .

Selain itu, Untuk mengetahui potensi pertumbuhan ekonomi wilayah Kota Depok dan Propinsi Jawa Barat diperlukan suatu metode yang berguna untuk mengkaji dan memproyeksi pertumbuhan ekonomi wilayah. Untuk selanjutnya dapat digunakan sebagai pedoman untuk menentukan tindakan-tindakan apa yang harus diambil untuk mempercepat laju pertumbuhan yang ada.

(24)

memenuhi kebutuhan konsumsi lokal, karena itu permintaan sektor ini sangat dipengaruhi oleh tingkat kenaikan pendapatan masyarakat setempat.

Dengan demikian sektor ini terikat terhadap kondisi ekonomi setempat dan tidak bisa berkembang melebihi pertumbuhan ekonomi wilayah. Atas dasar anggapan diatas, satu-satunya sektor yang bisa meningkatkan perekonomian wilayah melebihi pertumbuhan alamiah adalah sektor basis. Oleh karena itu analisis basis sangat berguna untuk mengkaji dan memproyeksi pertumbuhan ekonomi wilayah (Robinson Tarigan, 2005:28).

Selanjutnya Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang merupakan indikator penting di suatu wilayah yang dapat mengindikasikan totalitas produksi barang/jasa yang selanjutnya dapat digunakan sebagai dasar perencanaan dan evaluasi pembangunan wilayah. Laju pertumbuhan PDRB Kota Depok dan Propinsi Jawa Barat disumbang oleh 9 (sembilan) sektor yaitu: pertanian; pertambangan dan penggalian; industri pengolahan; listrik, gas dan air minum; bangunan dan konstruksi; perdagangan,hotel dan restoran; angkutan dan komunikasi; bank dan lembaga keuangan lainnya; jasa-jasa.

(25)
(26)

Menurut Lapangan Usaha Tahun 2000 s.d 2010 (Persen)

SEKTOR 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

Pertanian 4.02 3.84 3.92 3.59 3.21 2.99 2.64 2.43 2.31 2.21 2.21

Pertambangan dan Penggalian - - - -

Industri Pengolahan 38.45 38.24 38.38 38.37 38.25 38.49 37.58 37.55 36.60 36.27 35.95 Listrik, Gas dan Air Bersih 3.47 3.37 3.97 4.35 4.06 4.81 4.65 4.65 4.30 4.14 3.98

Bangunan/Kontruksi 6.60 6.33 5.81 5.88 5.94 5.27 4.84 4.84 4.67 4.61 4.73

Perdagangan, Hotel dan Restoran 30.49 30.61 30.54 30.50 30.37 30.07 32.19 33.12 34.67 35.55 36.29 Pengangkutan dan Komunikasi 5.04 5.48 5.72 5.67 6.33 6.81 6.81 6.42 6.61 6.55 6.28 Bank & Lembaga Keuangan Lainnya 3.80 3.82 3.65 3.65 3.91 3.85 3.52 3.50 3.40 3.31 3.26

Jasa – jasa 8.12 8.32 8.02 7.99 7.94 7.71 7.91 7.48 7.44 7.37 7.31

PDRB ADHK 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00

(27)

pada tahun 2000 dan mengalami peningkatan menjadi 35,95% pada tahun 2010. Begitu juga dengan dengan PDRB Jawa Barat yang memiliki kontribusi terbesar sebanyak 40,84% di tahun 2000, hanya terpaut 2,39% dari jumlah PDRB Kota Depok. Sedangkan di tahun 2010, PDRB Propinsi Jawa Barat sebesar 37,80% yang hanya terpaut selisih angka dengan Kota Depok sebesar 1,85%.

Selebihnya beberapa sektor yang memiliki kontribusi dengan nilai PDRB kedua setelah Sektor Industri Pengolahan adalah Sektor Perdagangan untuk Kota Depok dan Jawa Barat. Dengan nilai PDRB Propinsi Jawa Barat di tahun 2000 sebesar 18,17% dan tahun 2010 sebesar 22,38%, dan nilai PDRB atas dasar harga berlaku untuk Kota Depok sebesar 30,49% di tahun 2000 dan di tahun 2010 sebesar 36,29%,

Pada urutan ketiga selanjutnya dengan nilai kontribusi PDRB yang berbeda antara Kota Depok dan Propinsi Jawa Barat adalah Sektor Jasa-jasa; dan Sektor Pertanian. Dimana pada Sektor Pertanian memiliki kontribusi PDRB diatas 11%, yang terus berfluktuasi tiap tahunya. Sedangkan untuk Sektor Jasa-jasa pada Kota Depok hanya 7% saja, masih terpaut tinggi dibandingakan dengan Propinsi.

(28)

Pengangkutan & Komunikasi pada Kota Depok di atas 5%, dan terus menerus mengalami peningkatan dari tahun-tahun sebelumnya yaitu di tahun 2000 sebesar 5,04% dan di tahun 2010 sebesar 6,28%.

Selanjutnya Sektor-sektor dengan nilai PDRB atas dasar harga berlaku pada urutan kelima, untuk Propinsi Jawa Barat adalah Sektor Pengankutan & Komunikasi yang sangat tinggi nilai PDRB di bandingkan tahun lainya yaitu di tahun 2010 sebesar 7,08%, dan Sektor Bangunan untuk Kota Depok di tahun 2010 sebesar 4,73%, hanya terpaut selisih 2,35%.

(29)

berikut:

1. Bagaimana perkembangan PDRB selama 11 tahun pada masing-masing sektor ekonomi di Kota Depok?

2. Sektor basis ekonomi apa yang dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi masing-masing daerah analisis di Kota Depok?

3. Sektor-sektor ekonomi mana yang potensial untuk dikembangkan sebagai penunjang pertumbuhan ekonomi di Kota Depok?

C.Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui perkembangan PDRB selama 11 tahun (tahun 2000-2010) pada masing-masing sektor di Kota Depok dan Propinsi Jawa Barat. 2. Untuk mengetahui sektor basis ekonomi yang dapat meningkatkan

pertumbuhan ekonomi wilayah Kota Depok.

(30)

1. Tambahan informasi dan bahan kajian tentang gambaran/informasi tentang potensi pertumbuhan ekonomi di Kota Depok, sehingga Pemerintah daerah lebih dapat mengembangkan potensi daeranya secara optimal.

2. Dapat menjadi masukan bagi para pembuat kebijakan yang berhubungan dengan pembangunan Kota Depok.

(31)

A.Teori Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi Wilayah

(32)

1. Teori Pembangunan Ekonomi

Menurut Prof Meier dalam Mudjrajad Kuncoro (2005:17) mendefinikasikan pembangunan ekonomi lebih dari sekedar pertumbuhan ekonomi. Proses pembangunan menghendaki adanya pertumbuhan ekonomi yang diikuti dengan adanya perubahan (growth plus change) dalam. Pertama, perubahn struktur ekonomi; dari pertanian ke industri atau jasa. Kedua, perubahan kelembagaan, balik lewat regulasi maupun reformasi kelembagaan itu sendiri.

Penekanan pada kenaikan pendapatan per kapita (GNP riil dibagi jumlah penduduk) dan tidak hanya kenaikan pendapatan nasional riil menyiratkan bahwa perhatian pembangunan bagi negara miskin adalah penurunan tingkat kemiskinan. Pendapatan nasional riil (atau GNP pada harga konstan) yang meningkat seringkali tidak diikuti dengan perbaikan kualitas hidup. Bila pertumbuhan penduduk melebihi atau sama dengan pertumbuhan pendapatan nasional maka pendapatan perkapita bisa menurun atau tidak berubah, dan jelas ini tidak dapat disebut ada pembangunan ekonomi.

(33)

berlaku di sistem modern, yang pada akhirnya berpengaruh besar terhadap arus urbanisasi yang ada.

Mengawali teorinya, Lewis mengasumsikan bahwa perekonomian suatu Negara pada dasarnya terbagi menjadi dua yaitu:

a. Perekonomian Tradisional

Dalam teorinya Lewis mengasumsikan bahwa di daerah pedesaan, dengan perekonomian tradisionalnya, mengalami surplus tenaga kerja. Surplus tersebut erat kaitanya dengan basis utama perekonomian yang diasumsikan berada dari perkonomian tradisioanal adalah bahwa tingkat hidup masyarakat berada pada tingkat subsistem akibat perekonomian yang berifat subsitem pula. Hal ini ditandai dengan nilai-nilai marginal (marginal product) dari tenaga kerja yang bernilai nol, artinya fungsi produksi pada sektor pertanian telah sampai pada tingkat berlakunya hukum law of diminishing return. Kondisi ini menunjukan bahwa penambahan input variable, dalam hal ini tenaga kerja justru akan menurunkan total produksi yang ada.

b. Perekonomian Industri

(34)

produksi marginal dari tenaga kerja yang positif menunjukan bahwa fungsi produksi belum belum berada pada tingkat optimal yang mungkin dicapai. Jika ini terjadi, berarti penambahan tenaga kerja pada system produksi yang ada akan meningkatkan output yang akan diproduksi. Dengan demikian industri di perkotaan masih menyediakan lapangan pekerjaan, dan ini akan berusaha dipenuhi oleh penduduk pedesaan dengan jalan berurbanisasi.

Pembangunan dapat dilihat dari berbagi segi. Pertama, dari segi pembangunan sektoral. Pencapaian sasaran pembangunan Nasional dilakukan melalui berbagai kegiatan pembangunan sektoral disesuaikan dengan kondisi dan potensi daerah. Kedua, dari segi pembangunan wilayah yang meliputi perkotaan dan pedesaan sebagai pusat dan lokasi kegiatan social ekonomi dari wilayah tersebut. Ketiga, pembangunan daerah dilihat dari segi pemerintah. Tujuan pembangunan daerah hanya dapat dicapi apabila pemerintah daerah dapat berjalan dengan baik. Oleh Karena itu pembanguna daerah merupakan suatu usaha pengembangan dan memperkuat pemerintah daerah dalam rangka makin mantapnya otonomi daerah yang nyata, dinamis, serasi dan bertanggung jawab (Sjafrizal:2008).

(35)

merupakan agregat pencapaian kabupaten/kota. Dengan demikian tanggung jawab untuk mencapai tujuan dan sasaran pembangunan Nasional menjadi kewajiban bersama antar pemerintah pusat dan daerah. Perencanaan pembanguna daerah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem perencanaan pembangunan Nasional. Sinkronisasi kebijakan, program dan kegiatan pembanguna sangat penting untuk mengoptimalkan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya yang terbatas.

2. Teori Pertumbuhan Ekonomi

Menurut Schumpeter dalam Sadono Sukirno (2007:434) menekankan pentingnya peranan pengusaha di dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi. Dalam teori ini ditunjukan bahwa para pengusaha merupakan golongan yang akan terus menerus membuat pembaharuan atau inovasi dalam kegiatan ekonomi. Inovasi tersebut meliputi: memperkenalkan barang-barang baru, mempertinggi efesian cara memproduksi dalam menghasilkan suatu barang, memperluas pasar suatu barang ke pasaran-pasaran yang baru, mengembangkan sumber bahan mentah yang baru dan mengadakan perubahan-perubahan dalam organisasi dengan tujuan mempertinggi keefisienan kegiatan perusahaan.

(36)

berbagai kemungkinan untuk mengadakan inovasi yang menguntungkan. Didorong keinginan mendapatkan keuntungan dari mengadakan pembaharuan tersebut, mereka akan meminjam modal dan akan melakukan penanaman modal. Inovasi yang baru ini akan meninggikan tingkat kegiatan ekonomi Negara.

Menurut Harrod-Domar dalam Sadono Sukirno (2007:435) dalam menganalisis mengenai masalah pertumbuhan ekonomi bertujuan untuk menerangkan syarat yang harus dipenuhi supaya suatu perekonomian dapat mencapai pertumbuhan yang teguh atau steady growth dalam jangka panjang.

Menurut Simon Kuznets dalam M.L Jhingan (2004:57) pertumbuhan ekonomi adalah “Peningkatan kemampuan suatu Negara (daerah) untuk menyediakan barang-barang ekonomi bagi penduduknya, yang terwujud dengan adanya kenaikan output nasional secara terus-manerus yang disertai dengan kemajuan teknologi serta adanya penyesuaian

kelembagaan, sikap dan ideologi yang dibutuhkannya”.

Pertumbuhan ekonomi dapat diketahui dengan membandingkan PDRB pada suatu tahun tertentu (PDRBt) dengan PDRB tahun sebelumnya (PDRBt-1).

PDRBt – PDRB (t-1)

(37)

Menurut Arsyad (2010:270) Pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh beberapa faktor-faktor sebagai berikut:

a. Akumulasi Modal, termasuk investasi baru yang berwujud tanah (lahan), peralatan fiskal dan suberdaya manusia (human resources), akan terjadi jika ada bagian dari pendapatan sekarang yang akan ditabung dan diinvestasikan untuk memperbesar output pada masa yang akan datang. Akumulasi modal akan menambah suberdaya-sumberdaya yang baru dan meningkatkan sumberdaya-sumberdaya yang ada.

b. Pertumbuhan penduduk, dan hal-hal yang berhubungan dengan kenaikan jumlah angkatan kerja dianggap sebagi faktor yang positif dalam merangsang pertumbuhan ekonomi yang berlaku dalam menyerap dan memperkerjakan tenaga kerja yang produktif.

(38)

3. Teori Pertumbuhan Ekonomi Daerah

Menurut Robinson Tarigan (2005:46) Pertumbuhan ekonomi daerah didefinisikasikan sebagai:

Pertambahan pendapatan masyarakat yang terjadi di suatu wilayah, yaitu kenaikan seluruh nilai tambah (added value) yang terjadi di wilayah tersebut.

Perhitungan pendapatan wilayah pada awalnya dibuat dalam harga berlaku. Namun agar dapat melihat pertambahan dari kurun waktu ke kurun waktu berikutnya, harus dinyatakan dalam nilai riil, artinya dinyatakan dalam harga konstan.

Terdapat beberapa teori pertumbuhan ekonomi daerah/wilayah sebagai berikut berikut;

a. Teori Rostow.

Teori ini melihat pembangunan ekonomi sebagai proses perubahan yang bersifat garis lurus dan bertahap. Salah satu teori yang terkenal adalah teori W.W Rostow tentang tahap-tahap pertumbuhan ekonomi. Menurut Rostow, suatu perekonomian akan berkembang menjadi perekonomian maju dalam lima tahap, yaitu: 1) Tahap Perekonomoan Tradisional . 2) Tahap Pra Lepas Landas. 3) Thap Lepas Landas “Take Of”. 4) Tahap

Kedewasaan “Maturity”. 5) Tahap Konsumsi Masa Tingkat Tinggi “High

(39)

b. Teori Pertumbuhan Neo-Klasik

Teori pertumbuhan Neo Klasik dikembangkan oleh Robert M. Solow (1970) dari Amerika Serikat dan TW. Swan (1956) dari Australia. Menurut teori ini tingkat pertumbuhan berasal dari 3 sumber yaitu akumulasi modal, bertambahnya penawaran tenaga kerja dan peningkatan teknologi. Teori Neo Klasik sebagai penerus dari teori klasik menganjurkan agar kondisi selalu diarahkan untuk menuju pasar sempurna. Dalam keadaan pasar sempurna perekonomian bisa tumbuh maksimal. Analisis lanjutan dari paham neo klasik menunjukkan bahwa terciptanya suatu pertumbuhan yang mantap (steady growth), diperlukan suatu tingkat s (saving) yang pas dan seluruh keuntungan pengusaha diinvestasikan kembali di wilayah itu.

c. Teori Harrod-Domar Dalam Sistem Regional

Teori ini dikembangkan pada waktu yang hampir bersamaan oleh Roy F. Harrod (1948) di Inggris dan Evsey D. Domar (1957) di Amerika Serikat. Teori ini didasarkan atas asumsi:

1) Perekonomian bersifat tertutup,

2) Hasrat menabung (MPS = s) adalah konstan,

3) Proses produksi memiliki koefisien yang tetap, serta

(40)

d. Teori Pertumbuhan Jalur Cepat Yang Disinergikan

(41)

B.Produk domestic Regional Bruto (PDRB)

Pengertian PDRB menurut Badan Pusat Statistik (2010:8) yaitu jumlah nilai tambah yang dihasilkan untuk seluruh wilayah usaha dalam suatuwilayah atau merupakan jumlah seluruh nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan seluruh unit ekonomi di suatu wilayah. Data PDRB juga menggambarkan kemampuan suatu daerah dalam mengelola sumber daya alam dan sumber daya manusia yang dimiliki.

C.Metode Basis Ekonomi

1. Basis Ekonomi (LQ)

Teori basis ekonomi (economic base theory) mendasarkan pengalamanya bahwa laju pertumbuhan ekonomi suatu wilayah ditentuka oleh besarannya peningkatan eksport dari wilayah tersebut. Kegiatan ekonomi dikelompokkan atas kegiatan basis dan kegiatan non basis. Hanya kegiatan basis yang dpat mendorong pertumbuhan ekonomi wilayah (Robinson Tarigan, 2005:28).

(42)

Oleh karena itu, pertumbuhanya tergantung kepada kondisi umum perekonomian wilayah tersebut. Artinya, sektor ini bersifat endogenous (tidak bebas tumbuh), pertumbuhan tergantung kepada perekonomian wilayah secara keseluruhan. (Robinson Tarigan, 2005:55).

Dalam perekonomian regional terdapat kegiatan-kegiatan basis dan kegiatan - kegiatan bukan basis. Menurut Glasson (1990) kegiatan-kegiatan Basis (Basic activities) adalah kegiatan mengekspor barang-barang dan jasa keluar batas perekonomian masyarakatnya atau memasarkan barang dan jasa mereka kepada orang yang datang dari luar perbatasan perekonomian masyarakat yang bersangkutan. Sedangkan kegiatan bukan basis (Non basic activities) adalah kegiatan menyediakan barang yang dibutuhkan oleh orang yang bertempat tinggal didalam batas perekonomian masyarakat yang bersangkutan. Kegiatan-kegiatan ini tidak mengekspor barang jadi; luas lingkup produksi dan daerah pasar yang terutama bersifat lokal. Implisit didalam pembagian kegiatan- kegiatan ini terdapat hubungan sebab akibat yang membentuk teori basis ekonomi.

(43)

Kegiatan basis mempunyai peranan penggerak pertama (Prime mover role) dimana setiap perubahan mempunyai efek multiplier terhadap perekonomian regional. Pendekatan secara tidak langsung mengenai pemisahan antara kegiatan basis dan kegiatan bukan basis dapat menggunakan salah satu ataupun gabungan dari tiga metode yaitu:

a. Menggunakan asumsi-asumsi atau metode arbetrer sederhana mengasumsikan bahwa semua industri primer dan manufakturing adalah Basis, dan semua industri Jasa adalah bukan basis, metode tidak memperhitungkan adanya kenyataan bahwa dalam sesuatu kelompok industri bisa terdapat industri-industri yang menghasilkan barang yang sebagian di ekspor atau dijual kepada lokal atau ke duanya.

b. Metode Location Quotient (LQ).

(44)

Keterangan:

Lij = Nilai tambah sektor i di daerah j (Kabupaten/Kota) Lj = Total nilai tambah sektor di daerah j

Nip = Nilai tambah sektor i di daerah p (Propinsi/ Nasional) Np = Total nilai tambah sektor di p

P = Propinsi /Nasional

Lij/Lj = Prosentasi employment regional dalam sektor i Nip/Np = Prosentase employment nasional dalam sektor i

Berdasarkan hasil perhitungan LQ tersebut dapat dianalisis dan disimpulkan sebagai berikut:

1) LQ > 1 Jika LQ lebih besar dari 1, berarti tingkat spesialisasi sektor tersebut di daerah analisis lebih besar dari sektor yang sama pada Propinsi daerah analisis.

2) LQ < 1 Jika LQ lebih kecil dari 1, berarti tingkat spesialisasi sektor tersebut di daerah analisis lebih kecil dari sektor yang sama pada Propinsi daerah analisis.

3) LQ = 1 Jika LQ sama dengan 1, berarti tingkat spesialisasi sektor tersebut di daerah analisis sama dari sektor yang sama pada Propinsi daerah analisis.

(45)

c. Metode ketiga, yakni kebutuhan minimum (minimum requirements) adalah modifikasi dari metode LQ dengan menggunakan distribusi minimum dari employment yang diperlukan untuk menopang industri regional dan bukannya distribusi rata–rata. Untuk setiap daerah yang pertama dihitung adalah persentase angkatan kerja regional yang dipekerjakan dalam setiap industri. Kemudian persentase itu diperbandingkan dengan perhitungan hal-hal yang bersifat kelainan dan persentase terkecil dipergunakan sebagai ukuran kebutuhan minimum bagi industri tertentu. Persentase minimum ini dipergunakan sebagai batas dan semua employment di daerah-daerah lain yang lebih tinggi dari persentase dipandang sebagai employment basis. Proses ini dapat diulangi untuk setiap industri di daerah bersangkutan untuk memperoleh employmen basis total.

Dibandingkan dengan metode LQ, metode ini justru lebih bersifat arbiter karena sangat tergantung pada pemilihan persentase minimum dan tingkat disagregasi-disagregasi yang terlalu terperinci, bahkan dapat mengakibatkan hampir semua sektor menjadi kegiatan basis atau ekspor.

(46)

2. Analisi Shift Share

Analisis Shift Share sangat berguna dalam menganalisis perubahan struktur ekonomi daerah dibandungkan dengan perekonomian daerah. Tujuan analisis ini adalah untuk menentukan kinerja atau produktifitas kerja perekonomian daerah dengan membandingkanya dengan daerah yang lebih besar. Analisis ini memberikan data tentang kinerja perekonomian dalam 3 (tiga) bidang yang berhubungan satu sama lain (Arsyad, 2010:314) meliputi: a. Pertambahan Ekonomi daerah diukur dengan cara menganalisi perubahan agregat secara sektoral dibandingakan dengan perubahan pada sektoral yang sama di perekonomian yang dijadika acuan.

b. Pergeseran proposional merupakan perbedaan antara pertumbuhan daerah dengan menggunakan pertumbuhan Nasional sektoral dan pertumbuhan daerah dengan menggunakan pertumbuhan Nasional. Daerah dapat tumbuh dengan cepat/lebih lambat dari rata-rata Nasional jika mempunyai sektor atau industri yang tumbuh lebih cepat/lambat dari Nasional. Dengan, demikian perbedaan laju pertumbuhan dengan Nasional disebabkan oleh komposisi sektor yang berbeda.

(47)

D.Penelitian Terdahulu

1. Dini (2007: 1), dalam penelitian skripsinya dengan judul “ Analisis

Pertumbuhan Ekonomi di Kota Tanggerang (Pendekatan Model Basis

Ekonomi) “. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sektor basis dan

sektor potensial yang dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi daerah analisis dengan menggunakan pendekatan basis sektor. Periode analisis yang digunakan adalah tahun 2001-2004 dengan menggunakan data sekunder berupa PDRB daerah analisis.Dalam penelitian ini,alat analisis yang digunakan adalah Location Quotient, Shift Share dan Tipologi. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa terdapat 4 sektor yang menjadi basis di Kota tanggerang dilihat dari nilai LQ yang lebih dari satu serta berdasarkan perhitungan Shift Share dan tipologi terdapat 3 sektor yang potensial untuk dikembangkan.

2. Ropingi (2008:1) dengan judul analisis “Aplikasi Shift Share Estaben

Marquillas Pada Sektor Pertanian di Kabupaten Boyolali”. Ruang Lingkup

dalam penelitian adalah Kabupaten Boyolali dalam kurun waktu 10 bulan, data yang digunakan data time series Kabupaten Boyolali PDRB selama Lima tahun terakhir. Dengan analisis Shift Share Estaben Marquillas untuk meneliti efek alokasi, dimana dalam efek alokasi dapat diketahui apakah daerah tersebut terspesialisasi dengan sektor pertanian yang ada.

(48)

sektor tidak memiliki keunggulan kompetitif dan juga tidak terspesialisasikan serta 2 yang tidak memiliki keuntungan kompetitif namun terspesialisasi. Kontribusi Sektor Pertanian dalam perekonomian Kabupaten Boyolali dilihat dari pengganda pendapatan selama tahun 1998-2002 berkecenderungan meningkat kecuali pada tahun 2001 mengalami penurunan.

3. Roziana Ainul Hidayati (Juli 2008:83-97) dalam penelitianya yang

berjudul “Analisis Ketimpangan Ekonomi Antar Kecamatan Di Kabupaten

Gresik”. Tujuan penelitian ini adalah bagaimana pemerintah menggalakkan

pembangunan ekonomi di kecamatan-kecamatan yang masuk kategori daerah tertinggal dengan meningkatkan sarana prasarana ekonomi dan social, dengan menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif serta pengambilan sampel tentang pertumbuhan ekonomi sehingga mampu untuk bias di kembangkan. Penggunaan tipologi klassen untuk mengetahui adanya ketimpangan yang terjadi antar kecamatan.

4. Zuhairan Y. Yunan (2010:25) dalam penelitiannya dengan judul “Sektor

(49)

non basis menggunakan alat analisis Location Quotient. Penghitungan hasil dari LQ dalam penelitian tersebut. Menunjukan bahwa secara rata-rata selama 3 tahun terakhir, terdapat 6 sektor yang merpakan sektor basis yaitu sektor listrik, gas dan air bersih, sektor bangunan, sektor perdagangan, sektor hotel, restoran, pengangkutan dan komunikasi, sektor Bank & Lembaga Keuangan Lainnya serta sektor jasa-jasa.

5. Prof. S Chattopadhya (2011:41)Forecasting Regional Economic Potentialis for economic Regional-Special Economic Zone and Investment Regions”. Penelitian ini membahas bagaimana mementukan dari setiap kebijakan local dan regional untuk meningkatakan taraf kesejahteraan wilayah. Terutama dalam membuat kebijakan pembangunan ekonomi, struktur sektoral dan kinerja daerah tersebut. Dengan menggunakan analisis Shift Share dan LQ sebagai acuan untuk mememenuhi standarisasi dalama penelitian ini, dan menggabungkan komponen Shift Share sebagai mengukur perubahan ekonomi regioanal, mengukur pangsa pasar, serta mengukur perubahan dalam industri di wilayah tersebut.

(50)

sektor lainya termaksud sektor non basis, akan tetapi sektor non basis tidak boleh di abaikan karena sektor ini juga di usahakan untuk di kembangkan agar menjadi sektor basis baru.

7. Lukman (2011:92) dalam penelitiany yang berjudul “Analisis Sektor

Unggulan sektoral dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Sektor

Ekonomi Daerah: Sumatra Barat, Riau dan Jambi” Tujuan dalam penelitian

ini adalah untuk mengkaji dan menganalisis besarnya pengaruh sektor ekonomi terhadap pertumbuhan ekonomi daerah serta sektor unggulan terhadap output nilai tambah bruto dan penyerapantenaga kerja di Propinsi Sumatra Barat, Riau dan Jambi.

8. Vibiz Regional Research (2011:1) “Analisis Sektoral Unggulan Di Kabupaten Keerom, Propinsi Papua” tujuan dari penelitian adalah bagaimana menunjang strategi one place one product dan sektor-sektor manakah yang termaksud ke dalam sektor potensial serta penyerapan tenaga kerja terbuka lebar.

(51)

sektor-sektor perekonomian daerah lain khususnya daerah Banyumas. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan manakah produk Banyumas yang masuk ke dalam basis/ non basis. Sehingga diketahui mana saja prodak-prodak yang mampu memenuhi kebutuhan daerahnya.

(52)
(53)

No Nama Judul Metode/Alat

(54)

No Nama Judul Metode/Alat

Alat analisis LQ, SS analisis of rigity & descriptive

analisis untuk mengetahui wilayah basis

E.Kerangka Penelitian

Suatu daerah memiliki potensi ekonomi dapat terlihat dari besarnya PDRB yang dihasilkan, pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita. Dari PDRB akan dapat diketahui output yang dihasilkan tiap sektor serta digunakan untuk menentukan sektor basis dan sektor yang mempunyai keunggulan kompetitif dan spesialisasi.

Dari pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita dapat diketahui Tipologi daerah. Untuk menentukan sektor basis dalam perencanaan pengembangan pembangunan daerah digunakan pengaruh variabel keunggulan kompetitif, spesialisasi dan pertumbuhan ekonomi persektor terhadap sektor basis yang signifikan dan disesuaikan dengan tipologi daerah yang bersangkutan.

(55)
(56)

Gambar 2.1

Bagan Kerangka Pemikiran

Di Kota Depok

PDRB Propinsi Jawa Barat

PDRB Kota Depok

Sektor - Sektor

Alat Analisis

Location Quetient (LQ)

Melakukan pengujian sektor-sektor ekonomi yang termasuk dalam sektor basis/non basis

Shift Share

Menggambarkan kinerja dan produktifitas sektor-sektor yang lebih besar (Kota/Propinsi), menganalisa laju pertumbuhan perekonomian yang lebih tinggi tingkatnya

Tipologi

(57)

A.Ruang Lingkup Penelitian

Secara umum penelitian ini mencangkup Propinsi Jawa Barat. Dengan mengkhususkan pada Kota Depok dengan ruang lingkup waktu yang dipakai 2000 hingga 2010 yang bertujuan untuk menganalisis potensi ekonomi di masing-masing daerah yaitu Propinsi jawa Barat dan Kota Depok.

B.Jenis Data dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

Data Skunder, yaitu data yang tidak diusahakan sendiri pengumpulannya oleh peneliti. Data ini diambil dengan tujuan untuk melengkapi informasi yang akan disajikan pada penyususnan skripsi. Data diperoleh dari literatur-literatur yang ada serta badan-badan terkait yang sesuai dengan tema peneliti, seperti:

1. Metode dokumentasi

(58)

2. Metode Kepustakaan/Literatur

Metode kepustakaan/literatur digunakan untuk melancaran kegiatan penulis dalam memperoleh data.

C.Metode Pengumpulan Data

Keberhasilan dalam pengumpulan data merupakan syarat bagi keberhasilan suatu penelitian. Sedangkan keberhasilan dalam pengumpulan data tergantung pada metode yang digunakan. Berkaitan dengan hal tersebut maka pengumpulan data diperlukan guna mendapatkan data-data yang obyektif dan lengkap sesuai dengan pengumpulan data diperoleh melalui telaah kepustakaan dan hasil publikasi. Data yang diambil untuk penelitian berasal dari Badan Pusat Statistik (BPS) wilayah analisis. Data tersebut adalah:

1. Data PDRB Sektoral atas dasar harga konstan 2000 Kota Depok Periode 2000-2010, data ini digunakan untuk mengetahui perkembangan pertumbuhan ekonomi serta analisis Sektor basis dan Sektor non basis ekonomi. Data ini diperolerh dari Badan Pusat Statistik Kota Depok.

D.Teknik Analisis Data

(59)

atau beberapa variabel yang timbul di masyarakat yang menjadi objek penelitian itu berdasarkan apa yang terjadi, kemudian mengangkat kepermukaan karakter atau gambaran tentang kondisi, situasi ataupun variabel tersebut (Bungin, 2010:36). Dimana metode analisis dalam penelitian ini menggunakan beberapa teknik analisis, yaitu:

1. Analisis Location Quontient (LQ)

Location Quontient atau disebut LQ, merupakan suatu pendekatan tidak langsung yang digunakan untuk mengukur kinerja basis ekonomi suatu daerah, artinya bahwa analisis itu digunakan untuk melakukan pengujian sektor-sektor ekonomi yang termasuk dalam sektor unggulan (Lincolin Arsyad, 2010:390).

Lincolin Arsyad (2010:390), menjelaskan bahwa dalam tekhnik LQ ini kegiatan ekonomi suatu daerah dibagi kedalam dua golongan, yaitu: a. Sektor basis adalah sektor ekonomi yang mampu untuk memenuhi

kebutuhan baik pasar domestik maupun pasar luar daerah. Artinya sektor ini dalam aktivitasnya mampu memenuhi kebutuhan daerah sendiri maupun daerah lain dan dapat dijadikan sektor unggulan.

(60)

Dasar pemikiran dari teknik ini adalah teori basis ekonomi (economic base) yang intinya adalah: “karena industri basis menghasilkan barang-barang dan jasa-jasa untuk pasar didaerah maupun diluar daerah yang bersangkutan, maka penjualan keluar daerah akan menghasilkan

pendapatan bagi daerah tersebut”.

Dengan dasar teori ini maka sektor basis perlu diprioritaskan untuk dikembangkang dalam rangka memacu pertumbuhan ekonomi daerah.

Rumusan LQ menurut Robinson Tarigan (2005:82), (Warpani, 1984, 68) dalam penentuan sektor basis dan non basis, dinyatakan dalam persamaan berikut:

Ki / K LQ =

Wi / W

LQ = Nilai Location Quotient (LQ)

Ki = Produksi sektor i di Daerah analisis pada tahun tertentu K = Total PDRB Daerah analisis

Wi = Produksi sektor i Propinsi daerah analisis pada tahun tertentu. W = Total PDRB Propinsi daerah analisis

(61)

maupun andil sektor tersebut lebih besar jika dibandingkan dengan sektor yang sama pada daerah lain.

Spesialisasi juga tercipta akibat potensi sumber daya alam yang besar maupun peranan permintaan pasar yang besar terhadap output-output lokal. Bendavid Val memberikan pengakuan terhadap derajat spesialisasi/sektor basis dengan kriteria sebagai berikut. (Ghalib, 2005:169).

a. LQ > 1 Jika LQ lebih besar dari 1, berarti tingkat spesialisasi sektor tersebut di daerah analisis lebih besar dari sektor yang sama pada Propinsi daerah analisis.

b. LQ < 1 Jika LQ lebih kecil dari 1, berarti tingkat spesialisasi sektor tersebut di daerah analisis lebih kecil dari sektor yang sama pada Propinsi daerah analisis.

c. LQ = 1 Jika LQ sama dengan 1, berarti tingkat spesialisasi sektor tersebut di daerah analisis sama dari sektor yang sama pada Propinsi daerah analisis.

(62)

2. Analisis Shift Share (SS)

Untuk mengkaji kinerja berbagai sektor ekonomi yang berkembang di suatu daerah dan membandingkannya dengan perekonomian regional maupun nasional digunakan teknik analisis Shift-Share. Dengan teknik ini, selain dapat mengamati penyimpangan dari berbagai perbandingan kinerja perekonmian antar daerah, maka keunggulan kompetitif (Competitive Advantage) suatu daerah juga dapat diketahui melalui analisis Shift-Share ini (Mukti, 2008: 35).

Pada dasarnya, analisis Shift Share menggambarkan kinerja dan produktifitas sektor-sektor wilayah yang lebih besar (Propinsi/nasional). Analisis ini membandingkan laju pertumbuhan sektor-sektor ekonomi regional (Kota/Propinsi) dengan laju pertumbuhan perekonomian yang lebih tinggi tingkatannya (Propinsi).

Dengan menggunakan analisis Shift Share dapat diketahui perubahan stuktur ekonomi selama periode pengamatan tertentu. Data yang digunakan adalah PDRB menurut lapangan usaha atas dasar harga konstan.

(63)

sektor ekonomi dan identifikasi sektor-sektor ekonomi potensial suatu daerah kemudian membandingkannya dengan daerah yang lebih besar (Regional/Nasional).

Analisis ini memberikan data tentang kinerja perekonomian dalam 3 bidang yang berhubungan satu sama lain (Lincolin Arsyad 2010:389). Tiga bidang yang saling berhubungan ini meliputi;

a. Pertumbuhan ekonomi daerah diukur dengan cara melihat nilai PDRB daerah anlisis sebagai daerah pengamatan pada periode awal yang dipengaruhi oleh pergeseran prtumbuhan perekonomian Propinsi, sehingga diketahui perubahan-perubahan dan perbandingannya.

b. Pergeseran proporsional (Proportional Shift) digunakan untuk mengukur perubahan relatif, pertumbuhan atau penurunan, pada daerah dibandingkan dengan perekonomian yang lebih besar yang dijadikan acuan. Pengukuran ini memungkinkan kita untuk mengetahui apakah perekonomian daerah terkonsentrasi pada industri-industri yang tumbuh lebih cepat ketimbang perekonomian yang dijadikan acuan.

(64)

Pertumbuhan suatu daerah pada dasarnya dipengaruhi oleh ketiga bidang yang telah diuraikan sebelumnya yaitu: share national, proposional Shift dan Differensial Shift. (Ghalib, 2005:175). Menurut Glasson (1990:95 96) dalam (Dini, 2007:45), metode analisis ini diawali dengan formulasi:

Gj = Yјt - Yјo

(Nј+Pј+Dј)

= Yјo (Yt/ Yo) - Yјo

(P+D) j = Yјt-(Yt/ Yo) Yjo

= ∑i [(Yit/Yio)-(Yt/Yo)] Yiјo

= ∑t [Yiјt - (Yit / Yio) Yiјo]

= (P + D) ј –Pј

Dimana:

Gј = Pertumbuhan PDRB total wilayah analisis

Nј = Komponen Share (P+D) j = Komponen NetShift

Pj = Proportional Shift wilayah analisis Dj = Differential Shift wilayah analisis YJ = PDRB Total wilayah analisis

(65)

Catatan: Simbol E (tenaga kerja) dalam buku asli, diganti dengan simbol Y (PDRB) karena data yang diteliti adalah PDRB.

Jika Pj > 0, maka wilayah analisis akan berspesialisasi pada sektor yang di tingkat Propinsi wilayah analisis tumbuh lebih cepat. Sebaiknya jika Pj < 0, maka wilayah analisis akan berspesalisasi pada sektor yang ditingkat Propinsi tumbuh lebih lambat.

Bila Dj > 0, maka pertumbuhan sektor i diwilayah analisis lebih cepat dari pertumbuhan sektor yang sama di Propinsi wilayah analisis dan bila Dj < 0, maka pertumbuhan sektor i diwilayah analisis relatif lebih lambat dari pertumbuhan sektor yang sama di Propinsi wilayah analisis.

Apabila nilai Pj maupun Dj bernilai positif, menunjukan bahwa sektor yang bersangkutan dalam perekonomian didaerah menempati posisi yang baik untuk daerah yang bersangkutan. Sebaiknya bila nilainya negatif menunjukan bahwa sektor tersebut dalam perekonomian masih memukinkan untuk diperbaiki dengan membandingkannya terhadap struktur perekonomian Propinsi (Harry W. Richardson, 1978, 202).

(66)

Apabila negatif maka tingkatan pertumbuhan sektor tersebut relatif lamban. Pengaruh pertumbuhan ekonomi nasional disebut pengaruh pangsa (share). Pertumbuhan atau perubahan perekonomian suatu daerah dianalisis dengan melihat pengaruh pertunbuhan ekonomi nasional terhadap variabel regional sektor/industri daearah yang diamati. Hasil perhitungan tersebut akan menggambarkan peranan nasional yang mempengaruhi pertumbuhan perekonomian daerah. Diharapkan bahwa apabila suatu Negara mengalami pertumbuhan ekonomi maka akan berdampak positif terhadap perekonomian daerah.

Secara umum nilai Pj dan Dj tidak dapat bernilai sama dengan nol, hal ini disebabkan nilai sama dengan nol menunjukan bahwa pertumbuhan total PDRB. Sektor pada daerah tersebut tidak mempunyai nilai atau sama dengan nol.

Hal ini kemungkinan sangat kecil karena total PDRB sektor daerah tersebut bernilai negatif, hal itu menunjukan bahwa bahwa sektor pada daerah tersebut mengalami kebangkrutan.

(67)

dari suatu priode ke periode lainnya, analisis ini tidak dapat dipakai untuk melihat keterkaitan antar sektor dan tidak ada keterkaitan antar daerah.

3. Tipologi

Karakteristik tentang pola dan struktur pertumbuhan ekonomi daerah berdasarkan Klassen tipologi digunakan untuk mengetahui pola dan struktur petumbuhan ekonomi masing-masing daerah.

Gambaran tentang tipologi di gunakan untuk daerah yang akan di amati menurut (Saerofi, 2005:66), Tipologi sebagai berikut:

a. Tipologi I: Sektor tersebut adalah sektor basis dengan LQ rata-rata >1 dan pertumbuhan di Kota/Propinsi analisis lebih cepat dibandingkan Propinsi (Dj rata-rata 0) meskipun di tingkat Propinsi pertumbuhannya cepat (Pj rata-rata >0).

b. Tipologi II: Sektor tersebut adalah sektor basis dengan LQ rata-rata >1 dan pertumbuhan di Kota/Propinsi analisis lebih cepat dibandingkan dengan Propinsi (Dj rata-rata > 0) karena ditingkat Propinsi pertumbuhannya lambat (Pj rata-rata < 0).

c. Tipologi III: Sektor tersebut adalah sektor basis dengan LQ rata-rata > 1 dan di Kota/Propinsi analisis pertumbuhannya lebih lambat dibandingkan Propinsi (Dj rata-rata < 0).

(68)

Propinsi (Dj rata-rata < 0) padahal ditingkat Propinsi pertumbuhannya juga lambat (Pj rata-rata < 0 ).

e. Tipologi V: Sektor tersebut adalah sektor non basis dengan LQ rata-rata < 1 dan pertumbuhannya di Kota/Propinsi analisis lebih cepat dibandingkan pertumbuhannya di tingkat Propinsi (Dj rata-rata > 0) padahal di Propinsi sendiri pertumbuhannya juga cepat (Pj rata-rata > 0). f. Tipologi VI: Sektor tersebut adalah sektor non basis dengan LQ rata-rata

< 1 dan pertumbuhannya di Kota/Propinsi analisis lebih cepat di bandingkan pertumbuhan di tingkat Propinsi (Dj rata-rata > 0) meskipun di Propinsi sendiri pertumbuhannya lambat (Pj rata-rata < 0).

g. Tipologi VII: Sektor tersebut adalah sektor non basis dengan LQ rata-rata < 1 dan pertumbuhan di Kota/Propinsi analisis lebih lambat di banding Propinsi (Dj rata-rata < 0) meskipun di Propinsi sendiri pertumbuhannya lambat (Pj rata-rata > 0).

(69)

Table 3.1

Makna tipologi sektoral ekonomi

(70)

E.Definisi Operasional Variable Penelitian

Pada bagian ini akan diuraikan definisi dari masing-masing variable yang digunakan. Variable adalah atribut dari sekelompok orang penelitian yang mempunyai kriteria yang sama, Sugiono (2005:2). Penjelasan variabel yang terlibat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Laju pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan PDRB tanpa memandang apakah kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil dari pertumbuhan penduduk, atau apakah perubahan struktur ekonomi berlaku atau tidak. Laju pertumbuhan ekonomi di ukur dengan indikator perkembangan lebih besar PDRB dari tahun ketahun yang dinyatakan dalam persen pertahun. Analisis ini digunakan untuk mengetahui pembangunan daerah dilihat dari besarnya pertumbuhan PDRB setiap tahunnya.

2. Sektor ekonomi adalah lapangan usaha yang terdapat pada PDRB, yang mencangkup 9 (Sembilan) sektor.

(71)

A.Sekitar Gambaran Umum Objek Penelitian

1. Gambaran Umum Propinsi Jawa Barat

a. Keadaan Geografis

Propinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5o50' - 7o50' Lintang Selatan dan 104o48' - 108o48' Bujur Timur, dengan batas-batas wilayahPnya:

1) Sebelah Utara, berbatasan dengan Laut Jawa dan DKI Jakarta 2) Sebelah Timur, berbatasan dengan Propinsi Jawa Tengah 3) Sebelah Selatan, berbatasan dengan Samudra Indonesia 4) Sebelah Barat, berbatasan dengan Propinsi Banten

(72)

Jawa Barat yang beriklim tropis.

Untuk tahun 2010, Kota Bandung sebagai Ibu Kota Propinsi Jawa Barat memiliki curah hujan yang tertinggi pada bulan Maret yaitu mencapai 365,7 mm, sedangkan curah hujan terendah pada bulan Agustus yaitu 0,5 mm. Curah hujan tertinggi selama tahun 2010 pada bulan Februari sebesar 557,1 mm. Kecepatan angin rata-rata selama tahun 2009 sebesar 3 knot dengan tekanan udara sebesar 922,9 mb dan kelembaban nisbi mencapai 79 persen. Sementara pada tahun 2010 sampai kondisi bulan Juni kecepatan rata-rata angin sudah berkisar 3 knot dengan kelembaban nisbi 84 persen.

b. Kependudukan

(73)

Jumlah Penduduk di Jawa Barat menurut Hasil Survei Sosial Ekonomi Masyarakat Nasional 2010 sebanyak 43.826.775 jiwa, dengan jumlah penduduk tertinggi di Kabupaten Bogor sebanyak 4.857.612 jiwa disusul kemudian di Kabupaten Bandung sebanyak 3.235.615 jiwa. Sementara penduduk terendah ada di Kota Tasikmalaya sebanyak 178 302 jiwa.

Rata-rata Jumla Penduduk di Jawa Barat lebih banyak laki-laki dibandingkan perempuan, sehingga Sex rasio rara-rata diatas 100 %. Sex rasio tertinggi adalah Kabupaten Cianjur 107,15% disusul oleh Kabupaten Karawang sebesar 106,40 %. Kepadatan Penduduk di Jawa Barat Pada tahun 2010 1.181 orang/km, dengan luas wilayah sebesar 37.116,54 km2. Diantara Kabupaten/Kota se Jawa Barat kepadatan penduduk tertinggi adalah di Kota Bandung yaitu sebesar 14.491 orang/km2, disusul oleh Kota Cimahi 13.371 orang/km2 dan terendah di kabupaten Ciamis 569 orang/km2.

(74)

Garis Kemiskinan di Jawa Barat tahun 2009 sebesar Rp. 230.445 per kapita per bulan, Tertinggi ada di Kota Bekasi sebesar Rp. 332.849 per kapita / bulan dan terendah ada di Kota Banjar yaitu Rp. 193.305 per kapita per bulan. Hubungan antara kemiskinan dan pendidikan sangat penting, karena pendidikan sangat berperan dalam mempengaruhi angka kemiskinan. Orang yang berpendidikan lebih baik dan memiliki pendapatan yang lebih tinggi akan mempunyai peluang yang rendah menjadi miskin. Data pendidikan yang diuraikan disini berdasarkan jenjang pendidika. Persentase rumah tangga miskin untuk jenjang pendidikan < SD sebesar 42,10 persen, Tamat SD/SLTP sebesar 52,80 persen dan SLTA+ sebesar 5,09 persen.

c. Ketenaga Kerjaan

(75)

kerja. Pada tahun 2010, jumlah angkatan kerja di seluruh Propinsi Jawa Barat sebanyak 18.981.260 orang. Yang aktif bekerja sebanyak 16. 901.430 orang atau sebesar 89,42 persen dan yang menganggur sebanyak 2.079.830 orang sebesar 10,96 persen.

Sebagian besar penduduk Jawa Barat yang bekerja pada tahun 2010, memiliki lapangan pekerjaan utama di Sektor Pertanian, Perdagangan, Industri dan Jasa-jasa. Persentase penduduk yang bekerja pada Sektor tersebut masing-masing 39,98 ; 27,84 ; 7,55 ; dan 5,83 persen. Bila dilihat berdasarkan tingkat pendidikan, jumlah pencari kerja pada tahun 2010 kelompok yang paling besar adalah berasal dari jenjang SLTA disusul oleh Sarjana Muda, SLTP dan Sarjana. Masing-masing sebesar: 70, 22; 22, 72; 3, 75 persen.

d. Pemerintahan

Propinsi Jawa Barat terdiri dari 26 Kab/Kota, meliputi 17 Kabupaten dan 9 Kota, Sedangkan jumlah kecamatan 626, daerah perkotaan 2.664 dan 3.254 perdesaan (MFD online, Desember 2010).

(76)

Perempuan sebesar 172.675 orang.

Jumlah anggota DPR Propinsi Jawa Barat menurut Partai Politik pada tahun 2011, Laki-laki sebanyak 75 orang sedangkan Perempuan 23 orang. Dengan komposisi tiga terbesar berturut-turut sebanyak 28 orang (28%) dari fraksi Partai Demokrat (FPD) 17 orang (17%) dari fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dan 16 orang (16%) dari fraksi Partai Golongan Karya.

e. Pendidikan

(77)

(Unpad), Institut Pertanian Bogor (IPB), dan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI).

f. Analisis Potensi Pertumbuhan Ekonomi

Analisis penulisan dalam penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasikan perkembangan PDRB Kota Depok dan Propinsi Jawa Barat potensi pertumbuhan ekonomi pada masing-masing wilayah sehingga Sektor strategis yang potensial dapat dikembangkan untuk meningkatkan PDRB wilayah analisis.

Untuk mengetahui potensi Sektor-Sektor ekonomi yang mendukung PDRB Kota Depok dan Propinsi Jawa Barat maka digunakan alat analisis LQ yaitu untuk mengetahui apakah Sektor ekonomi Tersebut termasuk Sektor basis atau non basis, juga digunakan metode Shife Share Sebagai pendukung alat analisis LQ.

2. Gambaran Umum Kota Depok

a. Keadaan geografis

Secara geografis Kota Depok terletak pada koordinat 6º

19’00’’ - 6º 28’00’’ Lintang Selatan dan 106º43’00’’ - 106º55’30’’

(78)

wilayah termuda di Jawa Barat, mempunyai luas wilayah sekitar 200.29 Km2

Wilayah Kota Depok berbatasan dengan tiga Kabupaten dan satu Propinsi. Secara lengkap wilayah ini mempunyai batas-batas sebagai berikut:

1) Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Ciputat Kabupaten Tangerang dan Wilayah Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta.

2) Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Pondok Gede Kota Bekasi dan Kecamatan Gunung Putri Kabupaten Bogor.

3) Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Cibinong dan Kecamatan Bojonggede Kabupaten Bogor.

4) Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Parung dan Kecamatan Gunung sindur Kabupaten Bogor.

(79)

mencapai 1.736.565 jiwa, yang terdiri dari penduduk laki-laki 879.325 jiwa dan penduduk perempuan 857.240 jiwa sedangkan sex rasio 103. Kecamatan Cimanggis merupakan kecamatan yang paling banyak penduduknya dibanding dengan kecamatan lain di Kota Depok, yaitu 242.214 jiwa, sedangkan kecamatan dengan penduduk terkecil adalah Kecamatan Limo yaitu 87.615 jiwa. Di Tahun 2010 kepadatan penduduk Kota Depok mencapai 10.101 jiwa/km². Kecamatan Sukmajaya merupakan kecamatan terpadat di Kota Depok dengan tingkat kepadatan 12.495 jiwa/km2, kemudian Kecamatan Pancoran dengan tingkat kepadatan 11.568 jiwa/km2. Sedangkan kecamatan dengan kepadatan penduduk terendah adalah Kecamatan Sawangan yaitu sebesar 4.721 jiwa/km2.

c. Ketenaga Kerjaan

Penduduk usia kerja didefinisikan sebagai penduduk yang berumur 15 tahun ke atas. Penduduk usia kerja terdiri dari angkatan

kerja dan bukan angkatan kerja. Penduduk yang tergolong “Angkatan

Kerja” adalah mereka yamg aktif dalam kegiatan ekonomi.

(80)

bekerja 653.171 jiwa sedangkan yang menganggur sekitar 71.182 jiwa. Jadi penduduk Kota Depok yang tergolong angkatan kerja sebanyak 724.353 jiwa, sedangkan yang merupakan penduduk buka angkatan kerja sebanyak 417.433 jiwa. Penduduk yang bekerja masih didominasi laki-laki dari pada perempuan (laki-laki 65, 54% dan perempuan 34, 46%. Dari penduduk yang bekerja sebagian besar bekerja di Sektor 4 (Jasa Kemasyarakatan). Status pekerjaan masih didominasi sebagai buruh/karyawan/ pegawai sebanyak 60, 21%, kemudian berusaha sendiri 20, 49%.

d. Pemerintahan

(81)

Indonesia Nomor 15 Tahun 1999.

Berdasarkan Undang-undang tersebut, dalam rangka pengembangan fungsi kotanya sesuai dengan potensinya dan guna memenuhi kebutuhan pada masa-masa mendatang, terutama untuk sarana dan prasarana fisik kota, serta untuk kesatuan perencanaan, pembinaan wilayah, dan penduduk yang berbatasan dengan wilayah Kota Administratif Depok, maka wilayah Kota Depok tidak hanya terdiri dari wilayah Kota Administratif Depok, tetapi juga meliputi sebagian wilayah Kabupaten Bogor lainnya, yaitu Kecamatan Limo, Kecamatan Cimanggis, Kecamatan Sawangan dan sebagian wilayah Kecamatan Bojonggede yang terdiri dari Desa Pondok Terong, Desa Ratu Jaya, Desa Pondok Jaya, Desa Cipayung dan Desa Cipayung Jaya. Sehingga wilayah Kota Depok terdiri dari 6 Kecamatan. Hal ini mengakibatkan bertambahnya beban tugas dan volume kerja dalam penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pembinaan serta pelayanan masyarakat di Kota Depok.

Gambar

Tabel 1.1
Tabel 1.2 Distribusi Produk Domestik Regional Bruto
Table 2.1 Ringkasan Penelitian Terdahulu
Gambar 2.1 Bagan Kerangka Pemikiran
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Menggunakan pola urutan aspek + pelaku + kata kerja pangkal pada kalimat

Bupati sebagai Kepala Daerah atau Pejabat yang berwenang melakukan Deportasi ke daerah asal terhadap setiap orang yang terlibat dalam perbuatan asusila baik mucikari, Wanita

Hasil penelitian penyusutan menunjukan bahwa cetakan logam mempunyai nilai penyusutan tinggi dan terendah yaitu RCS (Resin Coated Sand) dan cetakan pasir basah diantara

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39 Tahun 2OL2 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam

Penelitian ini menggunakan 5 dimensi yang diwakilkan dalam beberapa variabel, yaitu dana peserta diwujudkan dengan variabel komposisi tabarru' , dana pemegang saham diwujudkan

TRI MUTIA RAHMAH, 1111013000046, Ronggeng dalam Kebudayaan Banyumas dalam Novel Ronggeng Dukuh Paruk Karya Ahmad Tohari dan Implikasinya Terhadap Pembalajaran

Prevalance of static and dynamic dental malocclusion features in subgroups of temporomandibular disorder patient: Implications for the epidemiology of the