MODEL PENDUGA POTENSI
DAN STRUKTUR TEGAKAN HUTAN HUJAN TROPIS
MENGGUNAKAN CITRA SPOT 5 SUPERMODE
(Studi Kasus di Kabupaten Solok Selatan dan Kabupaten Bungo)
URIP AZHARI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
ABSTRACT
URIP AZHARI. ESTIMATION MODEL FOR STAND POTENCY AND STRUCTURE OF TROPICAL RAIN FOREST USING SPOT 5 SUPERMODE (A Case study in Solok Selatan District and Bungo District). Under the supervision of I NENGAH SURATI JAYA, and ANDRY INDRAWAN.
Well Forest management required reliable information of forest resources, in quickly, and timely manner. Information of the forest resources could be collected through forest inventory, either by terrestrial or by using remotely sensed data. This research was focused to examine the use of remotely sensed data, particularly using high resolution SPOT 5 Supermode. The objectives of the research were to develop estimation model of stand potency and structure using measured variables measured on SPOT 5 image i.e, percent of crown closure (Cs) and crown diameter (Ds). Stand potency could be estimated based on interpretation of SPOT 5 Supermode. Estimation of stand structure could be estimated using mean of crowns diameter and number of trees. The data analyzed using the analysis of regression, in which the field data are treated as dependent variable and data of image interpretation as independent variable. The research result shows that SPOT 5 Supermode could be used to estimate stand potency using percent of crown closure with model of Vbc = 164.2-6.63(Cs) +0.131(Cs)2, having coefficient of determination of approximately 62.80%. Stand structure could also be estimated by interpreting crown diameter and total canopy derived from interpretation result of SPOT 5 Supermode.
Keyword : remotely sensed forest inventory, stand potency estimation, stand structure
RINGKASAN
URIP AZHARI. MODEL PENDUGA POTENSI DAN STRUKTUR TEGAKAN HUTAN HUJAN TROPIS MENGGUNAKAN CITRA SPOT 5 SUPERMODE (Studi Kasus di Kabupaten Solok Selatan dan Kabupaten Bungo). Dibimbing oleh I Nengah Surati Jaya dan Andry Indrawan.
Pengelolaan hutan membutuhkan informasi tentang sumberdaya hutan yang lengkap, cepat, tepat waktu dan handal. Informasi tentang sumberdaya hutan tersebut dapat diperoleh dengan cara melakukan inventarisasi hutan, baik yang dilaksanakan secara langsung (direct forest inventory) maupun yang menggunakan teknologi penginderaan jauh (remotely sensed forest inventory).
Teknologi inventarisasi hutan secara tidak langsung (penginderaan jauh) memiliki banyak keunggulan dibandingkan dengan teknologi inventarisasi secara terestris (terrestrial forest inventory). Metode penginderaan jauh umumnya sangat cocok untuk areal yang luas, karena pengukuran dapat dilakukan lebih cepat. Selain itu kelebihan metode penginderaan jauh adalah pengukuran dilakukan di atas meja dan sedikit tenaga, maka human error dapat dikurangi. Sedangkan metode terestris kurang tepat digunakan untuk luasan besar kerena memerlukan waktu dan dana yang besar. Disamping itu, kemungkinan akan mendapatkan banyak macam kesalahan, salah satu diantaranya adalah kesalahan ukur yang cenderung lebih besar akibat kelelahan tenaga ukurnya (human error).
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh model penduga potensi dan struktur tegakan menggunakan peubah-peubah tegakan yang terukur pada citra SPOT 5 Supermode yaitu persen penutupan tajuk (Cs), diameter tajuk rata-rata (Ds) dan jumlah penampakan tajuk
Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus 2007 sampai dengan April 2008. Lokasi yang menjadi pengamatan adalah Solok Selatan Provinsi Sumatera Barat dan Kabupaten Bungo Provinsi Jambi. Pengolahan dan analisis data citra satelit dilakukan di Laboratorium Fisik Penginderaan Jauh Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Teknik pengambilan contoh pada penelitian ini adalah teknik penarikan contoh berganda. Tahapan pengambilan contoh dilakukan melalui dua tahap yaitu sebagai berikut : Tahap 1, menentukan lokasi plot unit contoh berukuran besar N yang diambil secara acak pada citra SPOT 5 dari populasi berukuran n
yang telah ditentukan sebelumnya pada citra. Jumlah contoh yang diambil pada tahap 2 (dua) ini adalah 60 plot.
Untuk memperoleh model pendugaan volume bebas cabang (Vbc) akan dikaji model-model analisis regresi terbaik yaitu mempunyai nilai tingkat keakuratan yang paling tinggi atau yang mempunyai nilai koefisien diterminasi paling baik. Pendugaan Vbc dengan menggunakan peubah persentase penutupan tajuk (Cs), diameter tajuk pohon rata-rata (Ds) dan jumlah penampakan tajuk (Ns) yang diperoleh dari hasil interpretasi citra SPOT 5 Supermode. Model yang terpilih pada hutan lahan kering berdasarkan nilai koefisien diterminasi, kesederhanaan model penduga dan kemudahan pengukuran peubah pada citra SPOT 5 model yang digunakan adalah Vbc = 164.2-6.63(Cs)+0.131(Cs)2. Model ini terpilih karena nilai koefisien diterminasi antara volume bebas cabang di lapangan dan penutupan tajuk pada citra SPOT 5 pankromatik memiliki konsistensi yang sangat baik yaitu 62.8%. Dari model yang digunakan dibuat tabel volume tegakan berdasarkan model penduga terpilih. Pada tabel volume tegakan dengan menggunakan citra SPOT 5 Supermode ini hanya dapat menduga volume tegakan hutan untuk persentase penutupan tajuk lebih besar 25 %.
Struktur tegakan dibuat dengan menghubungkan antara diameter tajuk rata-rata dengan jumlah pohon per hektar. Pendugaan diameter tajuk dari hasil interpretasi citra SPOT 5 Supermode (Ds). Sedangkan jumlah pohon di peroleh dari hasil pengukuran di lapangan (N) . Dari hasil analisis regresi diperoleh model N= 656.1e-0.17(Ds) , dengan nilai koefisien diterminasi sebesar 57.0 %.
Dari hasil pembahasan sebelumnya maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut : (1) Model penduga potensi tegakan yang dapat direkomendasikan adala Vbc = 164.2-6.63(Cs)+0.131(Cs)2, dengan koefisien diterminasi sebesar 62.8%; (2) Peubah dimensi tegakan yang dapat digunakan untuk menduga volume pohon melalui citra SPOT 5 Supermode dengan baik adalah persentase tutupan tajuk (Cs); (3) Model Struktur tegakan yang di hasilakan dari hasil analisis regresi untuk Kabupaten Bungo adalah N = 891.7e -0.18Ds
dan N = 250.9e-0.06Ds untuk Kabupaten Solok Selatan, dengan nilai (R2) masing masing adalah 64.3 % dan 66.5 %..
Saran yang dapat diberikan dalam penelitian ini adalah : (1) Pengukuran peubah tegakan menggunakan citra satelit SPOT 5 Supermode sebaiknya dengan citra SPOT 5 model pankromatik dibandingkan dengan citra SPOT 5 model multispektral; (2) Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk struktur tegakan.
© Hak cipta milik IPB, tahun 2009
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
1. Dilarang mengutip dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya.
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
MODEL PENDUGA POTENSI
DAN STRUKTUR TEGAKAN HUTAN HUJAN TROPIS
MENGGUNAKAN CITRA SPOT 5 SUPERMODE
(Studi Kasus di Kabupaten Solok Selatan dan Kabupaten Bungo)
URIP AZHARI
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelal Magister Sains pada
Program Studi Ilmu Penegtahuan Kehutanan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Hujan Tropis Menggunakan Citra SPOT 5 Supermode (Studi Kasus di Kabupaten Solok Selatan dan Kabupaten Bungo)
Nama : Urip Azhari
Nrp : E051050271
Disetujui Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. I Nengah Surati Jaya, M.Agr. Ketua
Prof. Dr. Ir. Andry Indrawan, M.S. Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan
Prof. Dr. Ir. Imam Wahyudi, M.S.
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr.Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan atas segala karunia-Nya sehingga Tesis dengan judul “Model Penduga Potensi dan Struktur Tegakan Hutan Hujan Tropis Menggunakan Citra SPOT 5 Supermode (Studi Kasus di Kabupaten Solok Selatan dan Kabupaten Bungo) ini dapat diselesaikan. Penelitian ini penulis laksanakan mulai Agustus 2007 sampai dengan April 2008.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. I Nengah Surati Jaya, M.Agr selaku dosen pembimbing pertama yang telah memberikan bimbingan, arahan, kritikan dan saran. Semoga amal kebaikan Bapak akan senantiasa dilimpahkan rahmat dan karunia Tuhan
2. Bapak Prof. Dr. Ir. Andry Indrawan, M.S selaku dosen pembimbing kedua yang telah memberikan bimbingan, arahan, kritikan dan saran. Semoga amal kebaikan Bapak akan senantiasa dilimpahkan rahmat dan karunia Tuhan.
3. Bapak Dr. Ir. M Buce Saleh, MS, selaku penguji luar komisi atas nasehat, konentar, saran dan masukan untuk perbaikan tulisan.
4. Kepada kedua orang tuaku, adik-adik terimakasih atas kasih sayang, dukungan, materi dan doa yang tiada henti.
5. Kepada teman-teman angkatan 2005 di program studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan.
6. Teman-teman di Laboratorium Remote Sensing dan Sistem Informasi Geografis Kehutanan IPB, Bapak Uus saipul, Edwin, Heru Santoso, Desi, Nur, Siti terimakasih atas bantuannya dan kebersamaan selama penulis mengikuti studi di Sekolah Pascasarjana IPB.
Mudah-mudahan tulisan ini dapat bermanfaat bagi diri penulis dan yang membaca tulisan ini.
Bogor, Januari 2009
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Limau Asam, Kecamatan Bayang. Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat pada tanggal 29 September 1982 dari Bapak Azhari dan Ibu Basrina Basir. Penulis merupakan anak pertama dari lima bersaudara.
MODEL PENDUGA POTENSI
DAN STRUKTUR TEGAKAN HUTAN HUJAN TROPIS
MENGGUNAKAN CITRA SPOT 5 SUPERMODE
(Studi Kasus di Kabupaten Solok Selatan dan Kabupaten Bungo)
URIP AZHARI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
ABSTRACT
URIP AZHARI. ESTIMATION MODEL FOR STAND POTENCY AND STRUCTURE OF TROPICAL RAIN FOREST USING SPOT 5 SUPERMODE (A Case study in Solok Selatan District and Bungo District). Under the supervision of I NENGAH SURATI JAYA, and ANDRY INDRAWAN.
Well Forest management required reliable information of forest resources, in quickly, and timely manner. Information of the forest resources could be collected through forest inventory, either by terrestrial or by using remotely sensed data. This research was focused to examine the use of remotely sensed data, particularly using high resolution SPOT 5 Supermode. The objectives of the research were to develop estimation model of stand potency and structure using measured variables measured on SPOT 5 image i.e, percent of crown closure (Cs) and crown diameter (Ds). Stand potency could be estimated based on interpretation of SPOT 5 Supermode. Estimation of stand structure could be estimated using mean of crowns diameter and number of trees. The data analyzed using the analysis of regression, in which the field data are treated as dependent variable and data of image interpretation as independent variable. The research result shows that SPOT 5 Supermode could be used to estimate stand potency using percent of crown closure with model of Vbc = 164.2-6.63(Cs) +0.131(Cs)2, having coefficient of determination of approximately 62.80%. Stand structure could also be estimated by interpreting crown diameter and total canopy derived from interpretation result of SPOT 5 Supermode.
Keyword : remotely sensed forest inventory, stand potency estimation, stand structure
RINGKASAN
URIP AZHARI. MODEL PENDUGA POTENSI DAN STRUKTUR TEGAKAN HUTAN HUJAN TROPIS MENGGUNAKAN CITRA SPOT 5 SUPERMODE (Studi Kasus di Kabupaten Solok Selatan dan Kabupaten Bungo). Dibimbing oleh I Nengah Surati Jaya dan Andry Indrawan.
Pengelolaan hutan membutuhkan informasi tentang sumberdaya hutan yang lengkap, cepat, tepat waktu dan handal. Informasi tentang sumberdaya hutan tersebut dapat diperoleh dengan cara melakukan inventarisasi hutan, baik yang dilaksanakan secara langsung (direct forest inventory) maupun yang menggunakan teknologi penginderaan jauh (remotely sensed forest inventory).
Teknologi inventarisasi hutan secara tidak langsung (penginderaan jauh) memiliki banyak keunggulan dibandingkan dengan teknologi inventarisasi secara terestris (terrestrial forest inventory). Metode penginderaan jauh umumnya sangat cocok untuk areal yang luas, karena pengukuran dapat dilakukan lebih cepat. Selain itu kelebihan metode penginderaan jauh adalah pengukuran dilakukan di atas meja dan sedikit tenaga, maka human error dapat dikurangi. Sedangkan metode terestris kurang tepat digunakan untuk luasan besar kerena memerlukan waktu dan dana yang besar. Disamping itu, kemungkinan akan mendapatkan banyak macam kesalahan, salah satu diantaranya adalah kesalahan ukur yang cenderung lebih besar akibat kelelahan tenaga ukurnya (human error).
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh model penduga potensi dan struktur tegakan menggunakan peubah-peubah tegakan yang terukur pada citra SPOT 5 Supermode yaitu persen penutupan tajuk (Cs), diameter tajuk rata-rata (Ds) dan jumlah penampakan tajuk
Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus 2007 sampai dengan April 2008. Lokasi yang menjadi pengamatan adalah Solok Selatan Provinsi Sumatera Barat dan Kabupaten Bungo Provinsi Jambi. Pengolahan dan analisis data citra satelit dilakukan di Laboratorium Fisik Penginderaan Jauh Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Teknik pengambilan contoh pada penelitian ini adalah teknik penarikan contoh berganda. Tahapan pengambilan contoh dilakukan melalui dua tahap yaitu sebagai berikut : Tahap 1, menentukan lokasi plot unit contoh berukuran besar N yang diambil secara acak pada citra SPOT 5 dari populasi berukuran n
yang telah ditentukan sebelumnya pada citra. Jumlah contoh yang diambil pada tahap 2 (dua) ini adalah 60 plot.
Untuk memperoleh model pendugaan volume bebas cabang (Vbc) akan dikaji model-model analisis regresi terbaik yaitu mempunyai nilai tingkat keakuratan yang paling tinggi atau yang mempunyai nilai koefisien diterminasi paling baik. Pendugaan Vbc dengan menggunakan peubah persentase penutupan tajuk (Cs), diameter tajuk pohon rata-rata (Ds) dan jumlah penampakan tajuk (Ns) yang diperoleh dari hasil interpretasi citra SPOT 5 Supermode. Model yang terpilih pada hutan lahan kering berdasarkan nilai koefisien diterminasi, kesederhanaan model penduga dan kemudahan pengukuran peubah pada citra SPOT 5 model yang digunakan adalah Vbc = 164.2-6.63(Cs)+0.131(Cs)2. Model ini terpilih karena nilai koefisien diterminasi antara volume bebas cabang di lapangan dan penutupan tajuk pada citra SPOT 5 pankromatik memiliki konsistensi yang sangat baik yaitu 62.8%. Dari model yang digunakan dibuat tabel volume tegakan berdasarkan model penduga terpilih. Pada tabel volume tegakan dengan menggunakan citra SPOT 5 Supermode ini hanya dapat menduga volume tegakan hutan untuk persentase penutupan tajuk lebih besar 25 %.
Struktur tegakan dibuat dengan menghubungkan antara diameter tajuk rata-rata dengan jumlah pohon per hektar. Pendugaan diameter tajuk dari hasil interpretasi citra SPOT 5 Supermode (Ds). Sedangkan jumlah pohon di peroleh dari hasil pengukuran di lapangan (N) . Dari hasil analisis regresi diperoleh model N= 656.1e-0.17(Ds) , dengan nilai koefisien diterminasi sebesar 57.0 %.
Dari hasil pembahasan sebelumnya maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut : (1) Model penduga potensi tegakan yang dapat direkomendasikan adala Vbc = 164.2-6.63(Cs)+0.131(Cs)2, dengan koefisien diterminasi sebesar 62.8%; (2) Peubah dimensi tegakan yang dapat digunakan untuk menduga volume pohon melalui citra SPOT 5 Supermode dengan baik adalah persentase tutupan tajuk (Cs); (3) Model Struktur tegakan yang di hasilakan dari hasil analisis regresi untuk Kabupaten Bungo adalah N = 891.7e -0.18Ds
dan N = 250.9e-0.06Ds untuk Kabupaten Solok Selatan, dengan nilai (R2) masing masing adalah 64.3 % dan 66.5 %..
Saran yang dapat diberikan dalam penelitian ini adalah : (1) Pengukuran peubah tegakan menggunakan citra satelit SPOT 5 Supermode sebaiknya dengan citra SPOT 5 model pankromatik dibandingkan dengan citra SPOT 5 model multispektral; (2) Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk struktur tegakan.
© Hak cipta milik IPB, tahun 2009
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
1. Dilarang mengutip dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya.
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
MODEL PENDUGA POTENSI
DAN STRUKTUR TEGAKAN HUTAN HUJAN TROPIS
MENGGUNAKAN CITRA SPOT 5 SUPERMODE
(Studi Kasus di Kabupaten Solok Selatan dan Kabupaten Bungo)
URIP AZHARI
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelal Magister Sains pada
Program Studi Ilmu Penegtahuan Kehutanan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Hujan Tropis Menggunakan Citra SPOT 5 Supermode (Studi Kasus di Kabupaten Solok Selatan dan Kabupaten Bungo)
Nama : Urip Azhari
Nrp : E051050271
Disetujui Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. I Nengah Surati Jaya, M.Agr. Ketua
Prof. Dr. Ir. Andry Indrawan, M.S. Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan
Prof. Dr. Ir. Imam Wahyudi, M.S.
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr.Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan atas segala karunia-Nya sehingga Tesis dengan judul “Model Penduga Potensi dan Struktur Tegakan Hutan Hujan Tropis Menggunakan Citra SPOT 5 Supermode (Studi Kasus di Kabupaten Solok Selatan dan Kabupaten Bungo) ini dapat diselesaikan. Penelitian ini penulis laksanakan mulai Agustus 2007 sampai dengan April 2008.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. I Nengah Surati Jaya, M.Agr selaku dosen pembimbing pertama yang telah memberikan bimbingan, arahan, kritikan dan saran. Semoga amal kebaikan Bapak akan senantiasa dilimpahkan rahmat dan karunia Tuhan
2. Bapak Prof. Dr. Ir. Andry Indrawan, M.S selaku dosen pembimbing kedua yang telah memberikan bimbingan, arahan, kritikan dan saran. Semoga amal kebaikan Bapak akan senantiasa dilimpahkan rahmat dan karunia Tuhan.
3. Bapak Dr. Ir. M Buce Saleh, MS, selaku penguji luar komisi atas nasehat, konentar, saran dan masukan untuk perbaikan tulisan.
4. Kepada kedua orang tuaku, adik-adik terimakasih atas kasih sayang, dukungan, materi dan doa yang tiada henti.
5. Kepada teman-teman angkatan 2005 di program studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan.
6. Teman-teman di Laboratorium Remote Sensing dan Sistem Informasi Geografis Kehutanan IPB, Bapak Uus saipul, Edwin, Heru Santoso, Desi, Nur, Siti terimakasih atas bantuannya dan kebersamaan selama penulis mengikuti studi di Sekolah Pascasarjana IPB.
Mudah-mudahan tulisan ini dapat bermanfaat bagi diri penulis dan yang membaca tulisan ini.
Bogor, Januari 2009
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Limau Asam, Kecamatan Bayang. Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat pada tanggal 29 September 1982 dari Bapak Azhari dan Ibu Basrina Basir. Penulis merupakan anak pertama dari lima bersaudara.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ... i
DAFTAR GAMBAR ... iii
DAFTAR TABEL ... v
I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Perumusan Masalah ... 2
C. Kerangka Pemikiran ... 4
D. Tujuan Penelitian ... 4
E. Manfaat Penelitian ... 5
F. Hipotesis ... 5
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 6
A. Struktur Tegakan ... 6
B. Dimensi Tegakan ... 8
C. Kerapatan Pohon ... 8
D. Diameter pohon ... 9
E. Inventarisasi ... 10
F. Cara Pengambilan Contoh ... 11
G. Pengelompokan Contoh ... 12
H. Tingkatan Pengambilan Contoh ... 12
I. Estimasi Volume Tegakan Melalui Citra Potret Udara ... 13
J. Citra Satelit SPOT 5 ... 15
III. METODE PENELITIAN ... 18
A. Waktu dan Lokasi Penelitian ... 18
B. Bahan dan Alat ... 18
C. Data Lapang yang dikumpulkan ... 20
D. Teknik Pengambilan Contoh ... 22
E. Teknik pengambilan data di lapangan ... 23
F. Metode Analsis Data ... 24
1. Analisis Citra SPOT 5 Supermode ... 24
ii IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 34
A. Karakteristik Tegakan di Wilayah Penelitian ... 34 B. Perbandingan Hasil Pengukuran Peubah Tegakan di
Lapangan dengan Citra Satelit SPOT 5 ... 37 C. Hubungan Antara Hasil Pengukuran Peubah Tegakan di
Lapangan dengan Pengukuran pada Citra SPOT 5 Supermode ... 39 D. Model Penduga Volume Bebas Cabang (Vbc) Menggunakan
Peubah-peubah Tegakan yang Diukur di Lapangan (persen tutupan tajuk (C), diameter tajuk rata-rata (D), dan jumlah pohon (N)) ... 43 E. Model Penduga Volume Bebas Cabang (Vbc) Menggunakan
Peubah Persen Tutupan Tajuk (Cs), Diameter Tajuk Rata-rata (Ds) dan Jumlah Penampakan Tajuk (Ns) Berdasarkan Hasil Interpretasi Citra SPOT 5 Supermode ... 47 F. Penyusunan Tabel Volume Tegakan Berdasarkan Model
Penduga Terpilih ... 52 G. Model Penduga Struktur Tegakan Menggunakan Peubah
DAFTAR GAMBAR
No. Halaman
1. Skema kerangka pemikiran ... 4
2. Hubungan jumlah pohon dengan kelas diameter ... 6
3. Hubungan antara diameter tajuk pada citra SPOT 5 (Ds) dengan diameter tajuk di lapangan (D). ... 7 4. Peta lokasi citra SPOT 5 ... 18
5. Peta lokasi citra SPOT 5 Multi Spektral di Kabupaten Bungo ... 19
6. Peta lokasi citra SPOT 5 Pangkromatik di Kabupaten Solok Selatan ... 19 7. Cara pengukuran diameter tajuk di lapangan ... 21
8. Letak Unit Contoh dalam Klaster pada 1 (satu) Lokasi Training Area) ... 24 9. Model pengukuran persentase penutupan tajuk pada citra ... 25
10. Skema Metode Penelitian ... 33
11. Tinggi rata-rata pohon dominan yang ditemukan di Kabupaten Solok Selatan ... 34 12. Diameter rata-rata 10 jenis pohon dominan di Kabupaten Solok
Selatan ... 35 13. Tinggi rata-rata pohon dominan yang ditemukan di Kabupaten
Bungo ... 36 14. Diameter rata-rata 10 jenis pohon dominan di Kabupaten Bungo ... 36
15. Diagram pencar dan garis regresi hasil pengukuran persen tutupan tajuk pada citra SPOT 5 Supermode (Cs) dengan persen penutupan tajuk di lapangan (C) ... 41 16. Diagram pencar dan garis regresi hasil penafsiran rata-rata
diameter tajuk di lapangan (D) dengan diameter tajuk dari hasil interpretasi citra SPOT 5 Supermode (Ds). ... 42 17. Diagram pencar dan garis regresi hubungan jumlah pohon di
iv
persen penutupan tajuk hasil pengukuran di lapangan ... 45 19. Diagram pencar hasil pengukuran volume bebas cabang (Vbc)
dengan rata-rata diameter tajuk hasil pengukuran di lapangan (D). ... 46 20. Diagram pencar volume bebas cabang (Vbc) menggunakan peubah
jumlah pohon di lapangan (N). ... 46 21. Diagram pencar hubungan antara volume pohon bebas cabang
(Vbc) dengan hasil pengukuran persen penutupan tajuk pada Citra SPOT 5 Supermode (Cs) ... 49 22. Diagram pencar hubungan antara volume pohon bebas cabang
(Vbc) dengan hasil pengukuran rata-rata diameter tajuk pada Citra SPOT 5 Supermode (Ds). ... 49 23. Diagram pencar hubungan antara volume pohon bebas cabang
(Vbc) menggunakan peubah jumlah penampakan tajuk (Ns) dari hasil interpretasi citra SPOT 5 Supermode ... 50 24. Volume taksiran (m3/ha) pada setiap persentase penutupan tajuk
(Cs) pada tegakan hutan lahan kering ... 52 25. Struktur tegakan hutan di Kabupaten Solok Selatan berdasarkan
diameter tajuk dari hasil interpretasi citra SPOT 5 Supermode ... 53 26. Struktur tegakan hutan di Kabupaten Bungo berdasarkan
DAFTAR TABEL
No. Halaman
1. Beberapa model penduga volume tegakan menggunakan peubah potret udara ... 14
2. Beberapa model penduga volume tegakan menggunakan peubah citra Spot 5 Supermode ... 15
3. Karakteristik Citra SPOT 5 ... 16
4. Lembar Citra SPOT 5 yang digunakan dalam Penelitian ... 18 5. Kelas kerapatan tajuk dan diameter tajuk ... 26 6. Analisis Ragam Regresi ... 32 7. Potensi tegakan perhektar berdasarkan kelas diameter dirinci
berdasarkan wilayah penelitian ... 38 8. Hasil uji Z antara data lapangan dengan data hasil interpretasi
pada citra SPOT 5 ... 39 9. Hubungan antara data hasil interperetasi citra SPOT 5 dengan data
hasil pengukuran di lapangan ... 41 10. Model pendugaan volume bebas cabang (Vbc) menggunakan
peubah persentase penutupan tajuk (C), diameter tajuk rata-rata (D) dan jumlah pohon (N) ... 44 11. Model pendugaan volume bebas cabang (Vbc) menggunakan
peubah persen penutupan tajuk (Cs), diameter tajuk rata-rata (Ds) dan jumlah pohon (Ns) dari hasil interpretasi citra SPOT 5 Supermode ... 48 12. Volume tegakan (m3/ha) hutan lahan kering diduga melalui
I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengelolaan hutan membutuhkan informasi tentang sumberdaya hutan yang lengkap, cepat, tepat waktu dan handal. Informasi tentang sumberdaya hutan tersebut dapat diperoleh dengan cara melakukan inventarisasi hutan, baik yang dilaksanakan secara langsung (direct forest inventory) maupun yang menggunakan teknologi penginderaan jauh (remotely sensed forest inventory).
Teknologi inventarisasi hutan secara tidak langsung (penginderaan jauh) memiliki banyak keunggulan dibandingkan dengan teknologi inventarisasi secara terestris (terrestrial forest inventory). Metode penginderaan jauh umumnya sangat cocok untuk areal yang luas, karena pengukuran dapat dilakukan lebih cepat. Karena pengukuran dilakukan di atas meja dan sedikit tenaga, maka human error dapat dikurangi. Sedangkan metode terestris kurang tepat digunakan untuk luasan besar kerena memerlukan waktu dan dana yang besar. Selain itu, kemungkinan akan mendapatkan banyak macam kesalahan, salah satu diantaranya adalah kesalahan ukur yang cenderung lebih besar akibat kelelahan tenaga ukurnya (human error).
Saat ini teknologi remote sensing tersebut terus mengalami perkembangan yang sangat pesat, di antaranya tersedianya citra satelit yang memiliki resolusi spasial tinggi, yang menyamai dan bahkan melebihi resolusi spasialnya potret udara skala 1: 100.000. Saat ini penginderaan jauh satelit merupakan teknologi yang menarik, dan prospektif memberi kemungkinan untuk dipergunakan sebagai sarana penilaian, pemantauan dan penghimpunan data dan informasi tentang situasi serta kondisi sumber daya hutan.
2
satu bagian dari pengujian tersebut adalah membuat model-model penduga tegakan serta kunci-kunci interpretasi. Dalam pembangunan model-model penduga dan kunci interpretasi, perlu dilakukan kegiatan pemeriksaan lapangan. Guna medapatkan data dan informasi tentang kondisi sebenarnya lapangan. Apabila data lapang dan data remote sensing dianalisis, maka akan diperoleh hasil yang dapat digunakan sebagai kunci dalam rangka pelaksanaan kegiatan inventarisasi hutan.
Penelitian yang dilakukan oleh Jaya (2006) pada hutan hujan tropika di pulau Kalimantan menunjukan bahwa peubah persen penutupan tajuk (C ) dan diameter tajuk rata-rata (D) yang diukur pada citra SPOT 5 dapat digunakan untuk membangun model penduga volume tegakan. Model yang dibuat cukup dapat dihandalkan karena mempunyai koefisien determinasi yang cukup tinggi, yaitu pada hutan mangrove 63~71%, hutan rawa 55~70% dan hutan lahan kering 51%~60%. Penelitian yang sama juga dilakukan oleh Jaya (2007) pada hutan hujan tropika di pulau Sulawesi dengan mengunakan citra SPOT 5 hasilnya juga baik untuk peubah persen penutupan tajuk (Cs ) dan diameter tajuk rata-rata (Ds) yang memiliki nilai koefisien diterminasi 51% ~53% untuk hutan lahan kering. Penelitian ini memanfaatkan citra SPOT 5 sebagai alat dalam menduga potensi tegakan dengan melihat hubungan antara diameter tajuk, persen penutupan tajuk dan jumlah pohon pada citra dengan volume tegakan dilapangan. Disamping itu juga melihat struktur tegakan hutan dengan mengunakan citra SPOT 5 Supermode.
B. Perumusan Masalah
Hutan hujan tropis Indonesia mengalami kerusakan yang disebabkan antara lain oleh perambahan hutan, dan penebangan kayu secara ilegal. Hal ini akan mengakibatkan terjadinya lahan kosong, lahan kritis, dan lahan rusak di beberapa tempat dari areal hutan yang secara langsung akan menurunkan kualitas dan kuantitas produksinya.
tidak dapat dilakukan secara pasti kawasan-kawasan hutan yang sudah tidak produktif lagi, karena tidak seluruh kawasan hutan dapat terjangkau. Kesulitan ini dapat diatasi apabila pelaksanaan inventarisasi hutan dilakukan dengan memakai bantuan citra satelit.
Sehubungan dengan permasalahan tersebut perlu diupayakan teknik inventarisasi hutan yang dapat mengetahui secara cepat dan akurat tentang keadaan dan potensi hutan. Salah satu cara yang dapat dipakai untuk keperluan ini adalah dengan mengunakan bantuan citra satelit.
4
C. Kerangka Pemikiran
Gambar 1 Skema Kerangka pemikiran.
D. Tujuan Penelitian
Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk memperoleh model penduga potensi dan struktur tegakan menggunakan peubah-peubah tegakan yang terukur pada citra SPOT 5 Supermode
E. Manfaat Penelitian
Manfaat dari Penelitian ini adalah sebagai alat bantu untuk menduga potensi dan struktur tegakan hutan secara cepat dan murah, khususnya untuk tipe hutan dataran rendah.
F. Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah :
1. Pada citra resolusi tinggi, peubah tegakan (persen penutupan tajuk, diameter tajuk rata-rata, dan jumlah pohon) dapat diukur secara akurat.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Struktur Tegakan
Pengertian struktur tegakan dapat berlainan tergantung pada tujuan penggunaan istilah tersebut. Beberapa ahli memberikan arti yang berbeda-beda. Istilah struktur digunakan untuk menjelaskan sebaran individu tumbuhan dalam lapisan tajuk. Struktur vegetasi didefinisikan sebagai organisasi dalam ruang dari individu-individu pembentuk tegakan dalam sebuah hutan, kanopi pohon dan tumbuhan herba menempati tingkat yang berbeda dan dalam hutan tropika akan ditemukan 3 sampai 5 strata.
Suhendang (1985), berpendapat bahwa struktur tegakan hutan merupakan hubungan fungsional antara kerapatan pohon pada berbagai kelas diameternya, apabila dugaan parameter struktur tegakan dan jumlah pohon secara total dapat diketahui. Selanjutnya digambarkan model struktur tegakan hutan alam hujan tropis dataran rendah di Bengkunat Provinsi Lampung, berbentuk kurva J terbalik, gambar untuk struktur tegakan ini dapat dilihat pada Gambar 2. Disimpulkan bahwa model terbaik bagi struktur tegakan untuk semua jenis, jenis komersial dan non komersial dengan sebaran lognormal. Struktur yang terbentuk berdasar dari pola-pola pemanfaatan ruang oleh tanaman dalam hutan. Pada dasarnya struktur hutan hujan tropika primer di seluruh dunia adalah sama (Richards, 1964)
Sumber : Davis (1987) dalam Meyer (1943)
Gambar 2 Hubungan jumlah pohon dengan kelas diameter.
0 4 8 12 16 20
15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80
Jumlah
po
h
o
n
per
he
ktar
Salah satu ciri hutan yang seringkali ingin diketahui oleh pengelola
hutan adalah diameter pohon. Hal ini memberikan kepada pengelola suatu
gambaran tentang kualitas dan macam produk yang ia dapat harapkan, dan
secara tidak langsung merupakan suatu petunjuk tentang umur tegakan.
Diameter tajuk merupakan pengukuran foto yang paling dekat hubungan
dengan diameter setinggi dada suatu pohon. Diameter tajuk saja dapat
digunakan untuk memperkirakan diameter pohon (Paine, 1992, Howard,
1996).
Untuk penelitian dengan mengunakan citra satelit SPOT 5 yang
dilakukan oleh Jaya (2007) pada hutan tropis di pulau Sulawesi
menyimpulkan bahwa diamater tajuk pohon rata-rata di lapangan dan pada
citra juga menunjukkan hasil yang cukup konsisten dengan koefisien
determinasi 51.15 %, dengan bentuk persamaan regresi adalah D = 0.8399
(DS) -0.076 untuk hutan lahan kering, hubungan antara diameter tajuk pada
[image:32.612.154.507.432.638.2]citra SPOT 5 (Ds) dengan diameter tajuk di lapangan (D) disajikan pada
Gambar 3.
Sumber : Jaya (2007)
Gambar 3 Hubungan antara diameter tajuk pada citra SPOT 5 (Ds) dengan diameter tajuk di lapangan (D).
D = 0.839(Ds) - 0.076
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
D (m)
8
B. Dimensi Tegakan
Davis dan Johnson (1987) mendefinisikan tegakan sebagai gabungan dari pohon-pohon atau tumbuhan lain yang terdapat dalam suatu daerah tertentu dan cukup seragam dalam komposisi jenis, susunan umur dan keadaannya yang dapat dibedakan dengan tumbuhan lain yang berada di sekitarnya. Istilah tegakan ini dipakai untuk menerangkan sebidang lahan yang secara geografis berdekatan, seragam dan mempunyai luas minimum yang ditentukan dan dipakai untuk mengadakan pengkelasan hutan menjadi tipe-tipe tertentu. Dalam penelitian ini tegakan diartikan sebagai kumpulan pohon-pohon yang memiliki keadaan tempat tumbuh (iklim, fisiografi lapangan), komposisi jenis dan tingkat pertumbuhan yang sama dan berada pada satu kesatuan areal tertentu.
Potensi tegakan antara lain dapat dicirikan dengan dimensi tegakan. Bruce dan Schumackker (1950), serta Loetsch, et al (1973), dalam Suhendang (1990) mengemukakan beberapa macam dimensi tegakan, yaitu : volume per hektar, peninggi, tinggi pohon rata-rata, diameter pohon rata-rata dan kualitas batang pohon. Dimensi tegakan yang akan diduga dalam penelitian ini adalah volume pohon per hektar (m3/ha), yaitu volume pohon bebas cabang dengan kulit untuk pohon-pohon yang berdiameter 20 cm atau lebih.
C. Kerapatan Pohon
Kecenderungan penurunan kerapatan pohon pada kelas diameter yang lebih tinggi seperti ini ternyata tidak sama untuk semua jenis, terutama sifat toleransinya terhadap naungan. Lebih jauh dikemukakan bahwa untuk jenis pohon yang tidak tahan terhadap naungan (intoleran), maka kerapatan pohonnya tidak akan secara drastis berkurang dengan bertambah tingginya kelas diameter, bahkan biasa terjadi kerapatan pohonnya akan rendah pada kelas diameter yang rendah, kemudian naik sampai pada kelas diameter tertentu tetapi selanjutnya turun kembali pada kelas diameter yang lebih besar lagi. Pada jenis pohon yang tahan terhadap naungan (toleran), kerapatan pohon akan menurun secara drastis dengan bertambahnya tinggi kelas diameter.
Walaupun terdapat bermacam-macam tipe sebaran kerapatan pohon, terdapat dugaan yang kuat bahwa pada umumnya terdapat hubungan yang kuat antara kerapatan pohon dengan diameter, baik pada jenis pohon yang toleran maupun pada jenis pohon yang intoleran, sehingga akan terdapat hubungan fungsional antara kelas diameter dengan kerapatan pohonnya. Atas dasar ini maka struktur tegakan hutan akan dapat dipakai sebagai alat untuk menduga besarnya kerapatan pohon pada setiap kelas diameternya.
D. Diameter pohon
Diameter pohon merupakan salah satu dimensi pohon yang penting, oleh karena selain secara langsung menentukan volume pohon juga akan berperan sebagai penggantinya dimensi umur pada hutan alam. Umur pohon pada hutan alam hujan tropika secara pasti tidak dapat ditentukan oleh karena tidak dapat diketahui kapan pohon tersebut mulai tumbuh (berkecambah). Atas dasar ini maka dalam setiap pembicaraan mengenai hutan alam tropika, dimensi umur tidak pernah dipakai sebagai ciri. Diameter pohon biasanya dipakai untuk pengganti umur, walaupun tidak selamanya pohon dengan diameter kecil menunjukkan umur pohon yang masih rendah (Suhendang, 1985).
10
pohon akan berpariasi oleh karenanya maka struktur tegakan ini akan dapat dipakai untuk menduga kerapatan pohon pada berbagai kelas diameter, apabila dugaan parameter struktur tegakan dan jumlah pohon secara total diketahui.
Diameter batang pohon tidak hanya dapat diduga dengan diameter tajuknya, namun bila ditambah dengan tinggi pohon sebagai peubah bebas lainnya, maka ada kemungkinan akan dapat meningkatkan ketelitian hasil dugaan yang diperoleh. Tinggi pohon berbanding lurus dengan diameter batang pohon yang bersangkutan. Dengan kata lain pohon yang tinggi akan mempunyai diameter batang yang besar pula. Sebagai contoh, perbedaan tinggi pohon pinus putih di Amerika sebesar 10 kaki menunjukkan adanya perbedaan diameter batang sebesar 1 (satu) kaki dan diameter tajuk 2 (dua) kaki (Spurr, 1960 dalam Jaya, 2006).
Hasil penelitian ditemukan pula adanya korelasi antara diameter tajuk dengan diameter batang pohon yang diukur/diamati. Hubungan tersebut pada umumnya berbentuk garis lengkung (curvilinear) yaitu berbentuk sigmoid
(huruf-S). Menurut Spurr (1960 dalam Jaya 2007), hubungan yang berbentuk
sigmoid tersebut telah dibuktikan dari hasil penelitian Zieger (1928) di Jerman, Ilvessalo (1950) di Finlandia terhadap pohon pinus; Ferree (1953) di Amerika Serikat terhadap jenis pohon berdaun lebar (hardwood); Dilworth (1951) terhadap jenis pohon cemara Douglas; Minor (1951) terhadap jenis pinus bagian Selatan Douglas; Hollerwoger (1954) terhadap jenis kayu jati di Indonesia; dan dari hasil penelitian para ahli lainnya terhadap berbagai jenis di berbagai tempat. Bentuk-bentuk kurva hubungan antara diameter batang dan diameter tajuk berbeda-beda untuk setiap jenis dan lokasi pohon bersangkutan. Menurut Eule (1959) dalam Spurr (1960), penjarangan tidak banyak mempengaruhi bentuk-bentuk hubungan tersebut.
E. Inventarisasi
mengalami perubahan setiap waktu. Oleh karena itu jumlah kekayaan yang terkandung di dalam hutan juga selalu berubah.
Sejak pemanfaatan teknologi penginderaan jauh berkembang pesat, pada prinsipnya inventarisasi hutan dapat dilakukan dengan 3 (tiga) macam cara dan pendekatan (Jaya, 2002a), yaitu : (1) Inventarisasi hutan secara terestris; (2) Inventarisasi hutan dengan penginderaan jauh; (3) Inventarisasi hutan kombinasi terestris dan penginderaan jauh.
Inventarisasi hutan secara terestris adalah kegiatan pengukuran dan pengamatan langsung dilakukan di lapangan, baik dilakukan bila luasan yang relatif kecil. Metode ini akan memberikan hasil penaksiran lebih akurat, kerena kontak langsung dengan obyeknya, sehingga dapat melihat situasi dan kondisi sebenarnya obyek. Untuk luasan besar metode ini memerlukan waktu dan dana yang besar. Selain itu, kemungkinan akan mendapatkan banyak jenis kesalahan, salah satu diantaranya adalah kesalahan ukur yang cenderung lebih besar akibat kelelahan tenaga ukurnya.
Sedangkan Inventarisasi hutan dengan penginderaan jauh, dimana kegiatan pengukuran dan pengamatan dilaksanakan secara tidak langsung menggunakan sarana bantu berupa citra permukaan bumi, baik potret udara maupun citra satelit. Jika dibandingkan dengan metode terestris, ketelitian yang didapat relatif lebih rendah terutama apabila hanya menggunakan teknik penginderaan jauh, tetapi metode ini cocok untuk luasan yang besar, pengukuran lebih cepat. Karena pengukuran dilakukan di atas meja dan sedikit tenaga, maka human error dapat dikurangi.
F. Cara Pengambilan Contoh.
Cara pengambilan contoh dapat dilakukan dengan : (a) Systematic sampling, pada cara ini setiap anggota atau individu dalam populasi tidak mempunyai peluang atau kesempatan yang sama untuk terpilih sebagai contoh; (b) Random sampling, pada cara ini setiap anggota atau individu dalam populasi mempunyai peluang yang sama untuk terpilih menjadi contoh (Simon, 2007).
12
tersebut). Populasi yang dimaksud dalam inventarisasi sumberdaya hutan ini adalah tegakan hutan.
Teknik pengambilan contoh secara sistematik tersebut diatas, dalam kegiatan inventarisasi sumberdaya hutan, jarang atau tidak digunakan. Biasanya cara sistematik tersebut dimodifikasi dengan menggunakan cara
random sampling (cara pengambilan contoh secara acak), yaitu pada pemilihan contoh yang pertama dilakukan secara acak dan pada pemilihan contoh berikutnya ditentukan secara sistematik. Cara ini dikenal sebagai
systematic sampling with random start (Simon, 2007).
G. Pengelompokan Contoh
Atas dasar pengelompokan contohnya, dapat dibedakan menjadi dua macam (Paine, 1992; Simon, 2008) yaitu : (a) Stratified sampling, yaitu dimana unit-unit contoh dikelompokan agar setiap kelompok diusahakan dalam kondisi yang homogen atau seragam; (b) Cluster sampling, yaitu dimana unit-unit contoh dikelompokkan dalam keadaan yang beragam atau
heterogen (Paine, 1992; Simon, 2007).
Cara pengambilan contoh dapat dilakukan pada populasi yang telah dilakukan pengelompokan-pengelompokan pada contohnya, sehingga cara pengambilan contoh tersebut dikenal dengan sebutan sesuai pengelompokannya, antara lain adalah stratified random sampling, cluster random sampling, stratified systematic sampling with random start.
H. Tingkatan Pengambilan Contoh.
Tingkat pengambilan contoh dapat dibagi menjadi dua macam yaitu : (1) Pengambilan contoh dengan dua tahap/phase (Double sampling), misal contoh tingkat pertama diambil pada potret udara sebanyak n unit contoh dan contoh tingkat kedua (sub sample) memilih m unit contoh dari n unit contoh pada potret udara untuk di ukur di lapangan, dimana dalam hal ini m < n.
contoh tingkat pertama yang terpilih, dilakukan pemilihan unit contoh tingkat kedua, menghasilkan unit contoh tingkat kedua. Selanjutnya pada unit contoh tingkat kedua yang terpilih, dilakukan pemilihan unit contoh tingkat ketiga dan menghasilkan unit contoh tingkat ketiga, dan seterusnya (Simon, 2007).
I. Estimasi Volume Tegakan Melalui Citra Potret Udara
Peubah yang dianggap dapat memberi hasil yang sesuai dengan harapan adalah volume tegakan (VT). Jenis peubah penduga terhadap volume tegakan ini yang diestimasi atau diperkirakan dapat diukur atau ditafsir secara langsung melalui citra potret udara adalah persen penutupan tajuk (C); diameter tajuk (D); jumlah pohon (N) (Jaya, 2002a).
Model-model penduga potensi tegakan yang menyatakan hubungan antara volume tegakan dengan peubah-peubah tegakan yang ditafsir langsung melalui citra potret udara tersebut dapat dinyatakan dengan bentuk : (1) Persamaan matematis atau persamaan regresi; (2) Tabel volume; (3) Grafik. Analisis Regresi yang dibuat akan sangat berguna dalam inventarisasi hutan selanjutnya. Sedangkan jenis peubah yang digunakan untuk menyusun persamaan regresi dapat dihimpun dengan teknik pengambilan contoh berganda (double sampling).
Regresi untuk menduga volume tegakan dapat menggunakan sebuah atau lebih peubah bebas. Regresi dengan sebuah peubah pada umumnya menggunakan tinggi rata-rata atau diameter tajuk rata-rata. Namun demikian, pada keadaan-keadaan tertentu peubah bebas persen penutupan tajuk rata-rata ternyata lebih baik. Untuk itu perlu melakukan pengujian terhadap korelasi antara peubah-peubah dalam regresi (Howard, 1996; Jaya ,2007).
14
[image:39.612.137.505.99.707.2]
Tabel 1 Beberapa model penduga volume tegakan menggunakan peubah potret udara
No. Tipe Hutan Lokasi Persamaan Regresi dan Koefisien Diterminasi
1. Hutan Jati Cikampek,
Purwakarta (Suar, 1993)
V = -10,2 + 0,169 N + 8,20 D (R2 = 53,8%)
2. Hutan Jati Jawa dan Jawa Timur
{Madiun, Nganjuk dan Jombang ; Hadjopra-jitno, dkk. (1996a), dan Hardjoprajitno, dkk. (1996)}
Bonita ≤ 3
Ln V= -1,65 + 0,798 Ln C + 1,58 Ln D (R2 =74,5%) Bonita ≥ 4
Ln V= -0,713 + 1,206 Ln C + 0,219 Ln D (R2 =64,90%)
3. Hutan Jati KPH Jombang
(Effendi, 1998)
V = 0,0013182 C0.989 D2,50 (R2 = 85,90%)
4. Hutan Pinus KPH Pekalongan
(Hidayatullah, 1996)
V = 0,000147 H1,42D0,35N2,21 (R2 = 81,00%)
5. Hutan Pinus Jawa (Lawu DS,
Kediri, Malang, Sukabumi dan Cianjur ;
Hardjoprajitno, dkk., 1996b)
Bonita ≤ 3
Log V= 0,598 + 0,728 Log C + 0,387 Log D (R2 = 42,59%)
Bonita ≥ 4
Log V= 0,955 + 0,513 Log C + 0,526 Log D (R2 = 76,80%)
6. Hutan Pinus - Jawa Barat
(Sukabumi, Cianjur)
Bonita ≤ 3
Ln V= 2,11 + 0,496 Ln C + 0,629 Ln D (R2 = 56,5%) Bonita ≥ 4
Ln V= 7,56 + 0,184 Ln C - 1,23 Ln D (R2 = 98,6%) - Jawa Timur
(Kediri,
Lawu DS, Malang) (Hardjoprajitno, dkk.,
1996)
Bonita ≤ 3
Ln V= 3,61 + 0,525 Ln C - 0,434 Ln D (R2 = 39,3%) Bonita ≥ 4
Ln V= 2,49 + 0,570 Ln C + 0,230 Ln D (R2 = 57,9%)
7. Hutan Pinus KPH Pekalongan
(Somad, 1997)
V = 13,6 + 0,000040 D2 (R2 = 77,7%)
8. Hutan Alam
Tropis
Penajam, Kaltim (Santoso, 1991)
V = -219,13 + 11,07 C + 5,82 D + 0,963 H (R2 =45,09%)
9. Hutan Alam
Tropis
Muarakaman, Kaltim (Atmosoemarto, 1993 dalam Jaya, 2002a)
LnV = -5,577+0,427 Ln N+2,591 Ln H (R2 = 67,4%)
10. Hutan Alam
Tropis
HPH Sura Asia, Riau
(Budi, 1998)
Log V = 0,60+1,11Log C+0,133 Log D (R2 = 69,2%)
11 Hutan Alam
Tropis
PT. Batasa Kalbar (Yamin, 1996 dalam Sujiatmoko, 1998)
V = 14+1,11C+0,583 H+5,77 D (R2 = 71,5%) V = 0,393C0,555H0,158D0,503 (R2 = 67,9%) V = 621,1+1,25 C+0,0120 D2H (R2 = 73,8%)
12 Hutan Alam
Tropis
Hutan Penajam & Bongen Hulu, Kaltim (Santoso, 1991 dalam Sujiatmoko, 1998)
V = 20,7205C0,5443D-1,7398H1,2745 (R2 = 23,63%)
V= -219,1344+11,0713 C+5,8119 D+0,9627 H
(R2= 45,09%)
Tabel 2 Beberapa model penduga volume tegakan menggunakan peubah citra Spot 5 Supermode
No Tipe Hutan Lokasi Persamaan Regresi R2 (%)
1 Hutan lahan
kering
Kalimantan (Jaya, 2006)
Vbc =2,245+0,012 (Dsp)2+0,478 Cps 59,55
2 Hutan rawa Kalimantan
(Jaya, 2006)
Vbc=19,72+1,128Dsp+0,513Csp 69,83
3 Hutan mangrove
Kalimantan (Jaya 2006)
Vbc =0,596(Dsp)0,771(Csp)0,271 70,72
4 Hutan lahan
kering
Sulawesi (Jaya 2007)
Vbc=5,479Dsp0,753Csp0,578 53,36
5 Hutan mangrove
Sulawesi (Jaya 2007)
Vbc=-205.16+4.808Csp 50,44
6 Hutan lahan
kering
Bengkulu (Santoso,2008)
Vbc= 0,019Csp2‐0,833Csp+16,963 60,93
7 Hutan lahan
kering
Kabupaten Pasaman (Anwar, 2008)
Vbc= -11,9+0,0118Csp2 67,00
Keterangan : Vbc = volume bebas cabang ; Csp = persen penutupan tajuk
Dsp = diameter tajuk diliat pada citra Spot
J. Citra satelit SPOT 5
1. Sejarah satelit SPOT
Satellite Pour I’Observation de la Terre (SPOT) adalah satelit milik Perancis yang merupakan satelit sumber daya bumi pertama yang diluncurkan oleh Eropa yang telah meluncurkan 5 satelit sejak tahun 1986. SPOT dikelola oleh Centre National de’Etudes Spatiales (CNES) atau Pusat Nasional Studi Antariksa Perancis yang bekerja sama dengan Belgia dan Swedia. SPOT 1 telah diluncurkan pada tanggal 22 Februari 1986 dan menyusul SPOT 2 yang diluncurkan tanggal 21 Januari 1990. Program SPOT adalah suatu teknik penginderaan jauh yang menggunakan sistem optik, yang mempunyai misi untuk mengindera permukaan bumi.
2. Karakteristik SPOT 5
[image:40.612.135.506.108.395.2]16
[image:41.612.124.510.265.431.2]
tampilan dan inovasi baru yang akan membedakan dengan satelit SPOT sebelumnya. Pada tanggal 4 Mei 2002, satelit tersebut diberi nama SPOT 5 (Educnet Education, 2004). Sedangkan SPOT 5 Supermode adalah citra hasil rekaman sensor satelit SPOT 5 band panchromatic yang mempunyai resolusi 2,5 m x 2,5 m. Konsep ini memproses dua citra 5 meter yang direkam secara simultan untuk menghasilkan citra tunggal dengan resolusi 2,5 m x 2,5 m. Konsep ini telah dipatenkan oleh The French Space Agency CNES. Karaktetistik SPOT 5 dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Karakteristik citra SPOT 5
Waktu Peluncuran 4 Mei 2002
Resolusi Spasial Pankromatik : 5 m (2,5 m dalam supermode)
Multispektral : 10 m (5 m dalam supermode)
Akurasi Alokasi (Location Accuracy) 50 m tanpa titik kontrol Lebar Cakupan Wilayah (Swath) 120 km dalam couple mode
Ketinggian pada equator (Altitudes) 822 km
Inklinasi (Inclination) 98,7 derajat
Frekuensi Pengulangan (Revisit Frequency) 5 hari Sumber : Educnet Education, 2004
3. Manfaat SPOT
(1) Mode Pankromatik (PAN) SPOT 4
Mode pankromatik, yaitu mode pengamatan yang dilakukan dengan satu band spektral tunggal. Mode ini memberikan tampilan warna hitam putih dengan resolusi spasial sebesar 10 m x 10 m yang merupakan bagian dari spektrum elektromagnetik dengan kisaran panjang gelombang dari 0,51 µm ~ 0,73 µm. Band ini digunakan untuk aplikasi dengan hasil detail geometrik yang baik.
(2)Mode Multispektral (XS) SPOT 4
Mode multispektral, yaitu pengamatan yang dilakukan dengan menggunakan tiga band yaitu :
a. Band XS1 terdiri dari warna hijau (0,50 ~ 0,59 µm). b. Band XS2 terdiri dari warna merah (0,61 ~ 0,68 µm). c. Band XS3 yang berada pada near infrared (0,79 ~ 0,89 µm). Dengan mode multispektral dapat dibuat warna komposit yang merupakan penggabungan band-band data yang terekam dalam citra. Resolusi spasial dari mode multispektral adalah 20 m x 20 m.
(3)Kelebihan Citra Satelit SPOT 5
SPOT 5 memiliki beberapa kelebihan antara lain, yaitu:
a. Mengalami pengembangan resolusi, menjadi 2,5 m ~5 m~10 m dan merupakan kombinasi citra multi resolusi.
III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus 2007 sampai dengan
April 2008. Lokasi penelitian adalah Kabupatenn Solok Selatan Provinsi
Sumatera Barat dan Kabupaten Bungo Provinsi Jambi, peta lokasi
penelitian disajikan pada Gambar 4. Pengolahan dan analisis data citra
satelit dilakukan di Laboratorium Fisik Penginderaan Jauh Fakultas
Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
B. Bahan dan Alat
Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Data Citra
Data citra yang digunakan dalam penelitian ini adalah citra satelit
SPOT 5 Supermode, citra SPOT 5 yang digunakan dalam bentuk multi
spektral maupun pangkromatik. Citra yang digunakan ini dapat dilihat
pada Tabel 4 dan Gambar 5 dan 6.
Tabel 4 Lembar Citra SPOT 5 yang digunakan dalam penelitian
No Scene K/J Tanggal Perekaman
1 5 271-352/7 05/11/07 03:54:26 2 T 271-352 2006-09-04 19:09:14
2 5 272-353/1 06/08/05 03:43:32 1 T 272-353 2006-09-04 23:14:37
Sumber : Jaya et al, 2007
[image:43.612.210.463.485.678.2]
Gam
Gam
2. Data
peng
pene
a) P
mbar 5 Peta Bun
mbar 6 Peta Selata
a spasial dala
Data ini dipe
gambilan con
litian ini ada
Peta dijital b
a lokasi cit ngo.
lokasi citra an.
am bentuk di
erlukan untu
ntoh di lapan
alah :
batas admini
tra SPOT 5
SPOT 5 Pa
ijital
uk memudah
ngan, data sp
strasi
5 Multi Sp
angkromatik
hkan dalam m
pasial dijital
pektral di K
k di Kabupat
menentukan
yang diguna
Kabupaten
ten Solok
lokasi titik
20
b) Peta dijital jaringan jalan
c) Peta dijital jaringan sungai
3. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a) GPS (Global Positioning System)
b) Kamera dijital
c) Meteran (Phi-band)
d) Tali tambang
e) Haga Hypsometer
4. Perangkat Lunak (Software)
a) ERDAS Imagine Ver 8.7
b) ArcView Ver 3.2
c) MS Excel
5. Komputer pribadi dan printer
C. Data Lapang yang dikumpulkan
Data-data yang diperlukan di lapangan dalam penelitian ini adalah
dimensi tegakan hutan, data ini berupa :
a) Tinggi total dan bebas cabang pohon
b) Diameter pohon setinggi dada
c) Diameter tajuk setiap pohon
d) Nama Jenis (Komersial dan non-komersil)
e) Lokasi Pohon (Koordinat relative pohon dalam plot)
f) Jumlah pohon dalam 0,1 Ha
Untuk lebih jelasnya pelaksanaan pengukuran terhadap setiap
dimensi pohon di dalam setiap plot unit contoh adalah sebagai berikut :
a) Pengukuran Diameter Pohon (Diameter setinggi dada / Dbh)
Diameter pohon merupakan peubah penduga volume untuk diukur
pada ketinggian setinggi dada orang dewasa atau standar dengan
1,3 meter di atas pangkal pohon/permukaan tanah atau yang sering
disebut dengan diameter setinggi dada (diameter at breast
height/Dbh). Jenis alat ukur diameter atau keliling batang pohon
b) Pengukuran diameter tajuk pohon
Pengukuran diameter tajuk dilakukan dengan mengukur jari-jari
tajuk pohon sebanyak 4 (empat) kali dan saling tegak lurus menurut
4 (empat) arah mata angin utama (Utara, Timur, Selatan, Barat)
dengan acuan arah Barat dan Timur. Dalam pengukuran diameter
tajuk ini diperhatikan posisi tajuk yang terlebar sebagai patokan
awal pengukuran diameter atau jari-jari tajuknya dan selanjutnya
diukur posisi diameter tajuk yang tegak lurus terhadap posisi
pertama, sehingga diperoleh 4 (empat) jari-jari tajuk (R1, R2, R3 dan
R4). Untuk lebih jelasnya pengukuran diameter tajuk dapat dilihat
[image:46.612.185.505.317.459.2]pada Gambar 7.
Gambar 7 Cara pengukuran diameter tajuk di lapangan.
c) Pengukuran tinggi pohon
Pengukuran secara tidak langsung menggunakan alat ukur tinggi. Alat
ukur tinggi yang digunakan adalah Haga hypsometer. Jenis tinggi
yang diukur di lapangan adalah :
• Tinggi total yaitu pengukuran tinggi dari tanah sampai dengan
puncak tajuk (Tt).
• Tinggi bebas cabang yaitu pengukuran tinggi sampai dengan
cabang pertama (Tbc).
22
Jarak pohon yang diukur dari titik pusat plot adalah jarak datar,
pengukuran dilakukan dengan meter. Sedangkan penentuan titik
azimuth pohon dilakukan dengan menggunakan kompas. Pengukuran
ini untuk mendapatkan titik kordinat pohon. Titik kordinat pohon yang
dihasilkan akan digunakan dalam pembuatan propil pohon.
e) Pencatatan data ukur lapangan
Tahap selanjutnya adalah pencatatan hasil data pengukuran. Data hasil
pengukuran dimensi pohon setiap jenis pohon pada setiap plot unit
contoh dan setiap lokasi penelitian dicatat dalam tally sheet (buku
ukur) yang sudah dibuat sebelumnya. Nama jenis-jenis komersil dan
non komersil serta ukuran koordinat-koordinat pohon-pohon yang
diukur pada setiap unit contoh tersebut, juga dicatat dalam tally sheet
yang sama.
D. Teknik Pengambilan Contoh
Teknik pengambilan contoh pada penelitian ini adalah teknik
penarikan contoh berganda. Tahapan pengambilan contoh dilakukan
melalui dua tahap yaitu sebagai berikut :
1. Pada tahap 1 :
Tahap 1 ini, menentukan lokasi plot unit contoh berukuran besar N
yang diambil secara acak pada citra SPOT 5 dari populasi berukuran n
untuk memperoleh nilai dari dimensi tegakan antara lain persentase
penutupan tajuk (Cs), diameter tajuk (Ds) dan jumlah pohon (Ns).
Dengan ukuran plot unit contoh berbentuk lingkaran dengan luas 0,1
Ha dengan jari-jari 17,8 m. Jumlah plot contoh yang diambil dalam
penelitian ini adalah 60 plot.
2. Tahap 2 :
Tahap 2 ini, pengambilan plot unit contoh di lapangan dengan ukuran
plot unit contoh berbentuk lingkaran dengan luas 0,1 Ha dengan
jari-jari 17,8 m, pengambilan plot unit contoh dilakukan untuk
mendapatkan informasi data yang sebenarnya misalnya mengenai tipe
sebelumnya pada citra. Untuk penentuan titik koordinat geografis bumi
di lapangan dilakukan dengan menggunakan alat berupa Global
Positioning system (GPS) dan selanjutnya titik koordinat tersebut
dianalisis menggunakan perangkat lunak (software) Arc View Ver 3.2.
Pada unit-unit contoh tersebut dilakukan pengukuran peubah Y yang
ingin diduga (misal: volume tegakan di lapangan). Jumlah contoh yang
diambil pada tahap 2 (dua) ini adalah 60 plot.
E. Teknik pengambilan data di lapangan
Teknik pengambilan data di lapangan adalah sebagai berikut :
1). Penentuan Titik Awal
Titik awal adalah merupakan suatu titik atau tempat yang lokasinya
dapat ditentukan / diketahui dengan pasti, baik di lapangan maupun di
peta. Posisi titik awal di lapangan ditentukan atas dasar gambaran
tentang titik awal di peta/citra dengan menggunakan alat, yaitu Global
Positioning System (GPS) sebagai alat penentu posisi tempat.
2). Pembuatan lokasi area penelitian dan Plot Unit Contoh
Bentuk dan ukuran lokasi area penelitian ini selanjutnya membentuk
bujur sangkar yang biasanya disebut dengan satu klaster. Pada setiap
unit contoh berbentuk lingkaran dengan luas 0.1 Ha dengan jari-jari
lingkaran 17.8 meter. Setelah plot unit contoh pertama sudah
ditentukan maka plot unit selanjutnya berjarak 200 m dari plot pertama
dengan sudut yang sudah ditentukan. Misalnya plot pertama dari plot
ke 3 dan plot selanjutnya dengan urutan plot ke 4, 1 dan 2, dengan jarak
yang sama yaitu 200 m dengan sudut yang berurutan yaitu 270º, 0º, 90º
dari plot sebelumnya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 8
F
G
3). P
P lo la di di te ya F. Metode 1. An lok a. P K s d (1
Gambar 8 L
t
Pengukuran k
engukuran k
okasi area p
apangan ber
irencanakan
i lapangan
egakan di la
ang dapat di
e Analsis Da
alisis Citra
Analisis c
asi survey. Pra Pengolah Kegiatan in sehingga sia dalam tahap 1) Geometri geometri Letak unit training area koordinat da
koordinat d
penelitian ya
rdasarkan h
sebelumnya
bertujuan u
apangan berd
iukur/ditafsir
ata
SPOT 5 Su
citra dilakuk
Secara kesel
han Data(Pr
ni mencakup
ap untuk dila
ini, diantara ic correction objek terhad contoh dala a. an pengamat dan pengama
ang sudah d
hasil interpr
a. Pengukura
untuk meng
dasarkan pe
r melalui citr
upermode
kan dalam r
luruhan, keg
reprocessing
p persiapan
akukan peng
anya :
n, merupaka
dap koordina
am klaster p
an pada loka
atan di lapa
ditentukan s
retasi denga
an dan penga
getahui besa
erbedaan dim
ra SPOT 5
rangka persi
giatan ini terd
g)
data citra
golahan. Ke
an kegiatan
at sebenarny
pada 1 (sat
asi area pene
angan dilak sebelum ber an jumlah amatan yang arnya poten mensi-dimen iapan data,
diri dari :
SPOT 5 S
egiatan yang
pengkoreks
ya di permuk
(2) Mosaikcing, merupakan proses menggabungkan beberapa scene
citramenjadi satu kesatuan. Penggabungan ini dilakukan agar citra
dapat dianalisis lebih lanjut secara keseluruhan.
(3) Cropping, merupakan kegiatan yang dilakukan untuk membatasi
citra sesuai dengan wilayah penelitian.
b. Analisis Citra SPOT 5 Supermode
Analisis citra berdasarkan atas kemampuan pandang (penglihatan) yang
dimiliki pengamat (penafsiran) serta kemampuan mendeteksi ciri fisik
obyek yang diamati. Obyek yang dijadikan bahan kajian adalah
kerapatan tajuk atau persentase penutupan tajuk (Cs), diameter tajuk
rata-rata (Ds) dan jumlah penampakan tajuk (Ns). Cara pengukuran
peubah ini adalah sebagai berikut.
a) Buat plot ukur dengan jari-jari 17.85 m
b) Pilih lokasi yang akan diamati (syarat mewakili seluruh tipe C dan
D)
c) Hutung jumlah tajuk dalam lingkaran 17.85 m.
d) Buat 2 lingkaran, yang pertama berukuran 17.85 m. Kemudian di dalam
lingkaran yang pertama. dibuat lingkaran yang kedua berukuran 12.68 m. Untuk mengukur C, lingkaran tersebut dibagi menjadi 16 bagian.
Dengan rumus 100%
16×
= n
C , dimana n adalah jumlah bagian yang
terdapat C di dalam lingkaran, model lingkarannya pengukuran persentase penutupan tajuk di sajikan pada Gambar 9.
Gambar 9 Model pengukuran persentase penutupan tajuk pada
citra SPOT 5 Supermode dengan kombinasi band MIR,
26
e) Untuk mengukur D, diambil minimal 3 pohon untuk contoh rata-rata
pengukuran D.
Berdasarkan dari kombinasi yang ditafsir/diinterpretasi akan
dikelompokan kedalam 4 (empat) kelas kerapatan tutupan tajuk dan
3 (tiga) kelas diameter tajuk. Pengelompokan ini dapat dilihat pada
Tabel 5.
Tabel 5 Kelas kerapatan tajuk dan diameter tajuk
No Kelas Kerapatan Tajuk Kelas Diameter Tajuk
Kelas (%) Kelas (m)
1 C1 10 ~ 30 D1 < 10
2 C2 31 ~ 50 D2 10 ~20
3 C3 51 ~ 70 D3 > 20
4 C4 71~ 100
Sumber : Jaya (2006)
2. Struktur Tegakan
Struktur tegakan dibuat dengan menghubungkan antara diameter
setinggi dada (cm) dengan kerapatan pohon (jumlah pohon per hektar).
Kerapatan pohon (jumlah pohon per hektar) diletakkan pada sumbu y,
sedangkan kelas diameter diletakkan pada sumbu x. Hubungan antara
kerapatan pohon dengan kelas diameter tersebut akan memperlihatkan
struktur horizontal suatu tegakan (penyebaran jumlah individu pohon
dalam kelas diameter berbeda).
Pendugaan nilai diameter setinggi dada digunakan dengan citra
SPOT 5 Supermode, pendugaan ini berdasarkan nilai diameter tajuk di
citra untuk mendapatkan nalai diameter setinggi dada di lapangan, begitu
juga dengan jumlah pohon perhektar di lihat dari jumlah tajuk yang
ditemukan pada citra SPOT 5 Supermode. Pendugaan nilai diameter
pohon setinggi dada (Dbh) dan pendugaan nilai jumlah pohon perhektar
dapat dilihat peda persamaan dibawah ini
a. Pendugaan diameter pohon setinggi dada (Dbh) dengan Diameter
tajuk pada citra Spot 5
Model linear : Dbh = b0 + b1·Ds
Power : Dbh = b0· Dsb
Polynomial : Dbh = b0 + b1·Dt + b2·Ds2
Eksponensial : Dbh = b0· ebDs
b. Pendugaan jumlah pohon per hektar (Nlap) dengan jumlah
penampakan tajuk pada citra (Nc)
Model linear : N = b0 + b1·Ns
Power : N = b0· Nsb
Kuadratik : N = b0 + b1·Ns2
Polynomial : N = b0 + b1· Ns + b2· Ns2
Eksponensial : N = b0· eb1 Ns
3. Pendugaan Potensi Tegakan
Peubah-peubah dimensi yang dapat menduga volume pohon
melalui citra antara lain adalah persentase tutupan tajuk (Cs), diameter
tajuk pohon (Ds) dan jumlah pohon (Ns). Untuk peubah tinggi pohon
tidak dapat diukur karena citra berbentuk 2 dimensi sedangkan peubah
dimensi tinggi harus berbentuk 3 dimensi. Sehingga dapat secara umum
model matematisnya adalah :
Vb1,b2,b3 = f (Cs, Ds, Ns)
Dengan demikian maka model-model yang dapat dikembangkan
antara lain adalah :
a. Model linear
Sederhana : V = b0 + b1·Cs ; V = b0 + b1· Ds ; V = b0 + b1·Ns ;
Berganda : V = b0 + b1·Cs + b2· Ds ; V = b0 + b1·Cs + b2·Ns
V = b0 + b1· Ds + b2·Ns
V = b0 + b1·Cs + b2· Ds + b3·Ns
b. Model non linear
Power : V = b0· Csb1; V = b0· Dsb1; V = b0·Nsb1;
Berganda : V = b0·Csb1· Dtb2 ; V = b0·Csb1· Nsb2
V = b0· Dsb1 · Nsb2
V = b0·Csb1·Dsb2· Nsb3
Kuadratik : V = b0 + b1·Cs2 ; V = b0 + b1· Ds 2
V = b0 + b1·Ns2
V = b0 + b1·Cs2 + b2· Ds2
V = b0 + b1·Cs2 + b2·Ns2
V = b0 + b1·Ds2 + b2·Ns2
28
Polynomial : V = b0 + b1·Cs + b2·Cs2
V = b0 + b1·Ds + b2·Ds2
V = b0 + b1·Ns + b2·Ns2
V = b0 + b1·Cs + b2·Ds+ b3·CDs + b4·Cs2+ b5·Ds2
V = b0 + b1·Cs + b2·Ns+ b3·CsNs + b4·Cs2+ b5·Ns2
V = b0 + b1·Ds + b2·Ns+ b3·DsNs + b4·Ds2+ b5·Ns2
Eksponensial : V = b0· eb1Ds V = b0· eb1Cs V = b0· eb1Ns
Regresi terpilih adalah yang hasilnya verifikasinya paling baik.
Model ini digunakan untuk menyusun tabel volume pohon. Regresi yang
baik yaitu regresi yang dibuat sesederhana mungkin, tetapi mempunyai
ketelitian yang cukup tinggi. Demikian pula dalam pemilihan
peubah-peubah tegakan di citra satelit, yang akan dijadikan peubah-peubah bebasnya. Hal
ini dikarenakan tujuan dari pembuatan regresi tersebut adalah untuk
meningkatkan efisiensi penelitian dalam menduga volume tegakan melalui
citra satelit.
Untuk mencari nilai dugaan b0, b1, b2 dan b3 dapat diperoleh dengan
memecahkan persamaan linear simultan, perhitungan untuk mendapatkan
nilai , b1, b2 dan b3 adalah sebagai berikut
• Persamaan regresi linear sederhana
y b
y bx
n∑xy ∑x ∑y
n∑x ∑x
dimana b0 = y pintasan, (y’ bila x =0)
b1 = Kemiringan dari garis regresi (kenaikan atau
penurunan Y’ untuk setiap perubaan satu-satuan x) atau koefisien regresi, yang mengukur besarnya pengaruh x terhadap Y kalau x naik satu unit.
x = Nilai tertentu dari peubah bebas.
y Nilai tertentu dari peubah tidak bebas.
y’ = Nialai yang diukur/dihitung pada peubah tidak bebas.
= Nilai rata-rata dari peubah tidak bebas
• Persamaan regresi linear berganda 2 peubah bebas
y b x b x
∑ ∑ ∑ ∑
∑ ∑ ∑ x
∑ ∑ ∑ ∑
∑ ∑ ∑
dimana : b0 = Nilai Y, kalau x1 = x2 = 0
x1 , x2 = Peubah bebas
b1 = Besarnya kenaikan (penurunan) Y dalam
satuan, kalau x1 naik (turun) satu satuan,
sedangkan x2 konstan.
b2 = Besarnya kenaikan (penurunan) Y dalam
satuan, kalau x2 naik (turun) satu satuan,
sedangkan x1 konstan.
y’ = Nialai yang diukur/dihitung pada peubah
tidak bebas.
• Persamaan regresi linear berganda 3 peubah bebas
:
dimana : b0 = Nilai Y’, kalau X1 = X2 = 0
x1 , x2, x2 Peubah bebas
b1 = Besarnya kenaikan (penurunan) Y dalam
satuan, kalau x1 naik (turun) satu satuan,
30
b2 = Besarnya kenaikan (penurunan) Y dalam
satuan, kalau x2 naik (turun) satu satuan,
sedangkan x1 dan x3 konstan..
b3 = Besarnya kenaikan (penurunan) Y dalam
satuan, kalau x3 naik (turun) satu satuan,
sedangkan x1 dan x2 konstan.
Y = Nialai yang diukur/dihitung pada peubah
tidak bebas.
a. Pengujian Konsistensi
Data yang diperoleh dari hasil interpretasi pada citra dapat
dijadikan peubah untuk menentukan atau menduga potensi tegakan
yang selanjutnya diuji konsistensinya. Pengujian ini dilakukan dengan
analisis korelasi. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui hubungan
antar peubah di lapangan dengan di citra. Peubah yang diuji harus sama
antara di lapangan dan pada citra. Misalnya C = f (Cs) dan D = f (Ds).
Apabila hasilnya mendekati 100% maka peubah di citra sesuai dengan
di lapangan dan itu hasil yang sangat baik yang diharapkan oleh
peneliti.
Rumus yang digunakan yaitu menggunakan rumus korelasi yaitu
sebagai berikut :
⎪ ⎪ ⎭ ⎪ ⎪ ⎬ ⎫ ⎪ ⎪ ⎩ ⎪ ⎪ ⎨ ⎧ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − ⋅ ⎪ ⎪ ⎭ ⎪ ⎪ ⎬ ⎫ ⎪ ⎪ ⎩ ⎪ ⎪ ⎨ ⎧ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − =
∑
∑
∑
∑
∑
∑
∑
= = = = = = m y y m x x m y x y x r m i m m i m m i m i m m m m i m m i m mi mi 2 1 1 2 1 2 1 2 1 1keterangan : r = nilai korelasi
xm= nilai peubah X dari unit-unit contoh
m = jumlah contoh
ym= nilai peubah Y dari unit-unit contoh
b. Pengujian Model
Untuk mendapatkan model yang BLUE (Best Linear Unbiased
Estimator) maka dilakukan pengujian-pengujian sebagai berikut
a) Uji linearitas, dilakukan dengan hipotesis :
Pengujian Hipotesis menggunakan uji F. Uji F dimaksudkan
untuk menguji apakah secara bersama-sama koefisien regresi
peubah bebas mempunyai pengaruh signifikan terhadap peubah
tidak bebas, dengan rumus hipote