MENGGUNAKAN CITRA SPOT PANKROMATIK
PRIYANTO
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Model Penduga Biomassa Tegakan Hutan Rawa Gambut Menggunakan Citra SPOT Pankromatik adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Puskata di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Juli 2011
iii
ABSTRACT
PRIYANTO. Estimation Model of Peat Swamp Forest Stand Biomass Using SPOT Panchromatic Imagery. Under direction of I NENGAH SURATI JAYA and BUDI KUNCAHYO
This study developed a biomass estimation models based on high resolution satellite imagery in peat swamp forest located PT Diamond Raya Timber area in Riau. Stand biomass and data was derived from ground sample plots data. Linear, power, and exponential model forms were examined using crown density and crown diameter as independent variable to estimate biomass. To get the best model, all models were verified using separated sample plot data. The models were developed using ordinary least square (OLS), generalized linear least square (GLS), and generalized nonlinear least square (GNLS).
The study results show that the power model provide better estimate than both the linier model and the exponential model using crown density variable, i.e.
B = 4.594Clap0.608 having R2adj= 40.54%, SA <1, SR = 11.83%, and 2 < 42.56.
Correlation analysis between field measurement and satellite measurement show that there are not discrepancies between the measurement in the field and satellite sample plot.
v
RINGKASAN
PRIYANTO. Model Penduga Biomassa Tegakan Hutan Rawa Gambut Menggunakan Citra SPOT Pankromatik. Dibimbing oleh I NENGAH SURATI JAYA dan BUDI KUNCAHYO
Kemampuan hutan dan ekosistem didalamnya sebagai penyimpan karbon dalam bentuk biomassa di atas tanah dan di bawah tanah mempunyai peranan penting untuk menjaga keseimbangan kapasistas gas rumah kaca di atmosfer. Informasi ini diperlukan dalam kegiatan pengelolaan hutan secara menyeluruh dan secara strategis untuk terlibat dalam perdagangan karbon dunia sebagai implikasi dari diberlakukannya Protokol Kyoto. Metode-metode pendugaan kandungan biomassa dari pohon maupun tegakan telah dikembangkan oleh para peneliti terdahulu (Brown 2002; Lu 2006; Basuki et al. 2009) dan akan terus berkembang untuk mendapatkan metode yang mempunyai keakuratan tinggi.
Metode pendugaan biomassa yang sudah ada, disusun dengan pendekatan hubungan matematik antara peubah biomassa dengan peubah pohon atau tegakan dalam bentuk persamaan regresi. Metode destruktif digunakan untuk mengukur secara langsung besarnya biomassa pohon dan akumulasi nilai biomassa pohon dalam suatu tegakan menjadi dugaan biomassa tegakan hutan. Selain itu, dikembangkan juga metode nondestruktif menggunakan persamaan alometrik biomassa pohon. Persamaan ini dibangun dengan menghubungkan biomassa pohon dengan peubah yang diukur pada pohon seperti diameter dan tinggi pohon. Pada tahap berikutnya, dikembangkan juga model-model penduga biomassa tegakan berdasarkan dimensi tegakan yang diukur di lapangan. Model-model penduga tersebut masih perlu diuji tingkat keakuratannya agar memberikan informasi dugaan yang tidak berbias.
Seiring dengan perkembangan teknologi penginderaan jauh dan sistem informasi geografis, pendekatan spasial dalam pendugaan biomassa tegakan hutan semakin terbuka lebar dan menjadi penting. Ketersediaan model penduga biomassa tegakan melalui data citra satelit memberikan kemudahan dalam pendugaan biomassa tegakan hutan pada cakupan yang lebih luas dibandingkan dengan model terestris.
Berkaitan dengan hal tersebut di atas, perlu dilakukan kajian model penduga biomassa tegakan menggunakan peubah yang dapat diukur pada citra satelit. Model penduga biomassa ini dapat diterapkan bersama-sama dengan metode penarikan contoh yang umum digunakan dalam pendugaan potensi tegakan. Informasi kandungan biomassa dalam tegakan hutan merupakan salah satu komponen penting dalam penentuan stok karbon yang tersimpan dalam hutan.
Penaksiran citra SPOT Pankromatik dilakukan secara visual dengan membatasi (deliniasi) tepi batas tajuk pohon setiap plot contoh untuk mendapatkan kerapatan tajuk dan diameter tajuk menggunakan programArc View
3.3. Kerapatan tajuk merupakan rasio antara luas tajuk dengan luas plot contoh dan diameter tajuk dihitung sebagai rata-rata diameter tajuk. Pengukuran lapangan dilakukan pada plot-plot contoh bersesuian dengan citra SPOT Pankromatik dan penentuan lokasinya menggunakan bantuan titik awal pengukuran. Pengukuran dimensi pohon dan tegakan meliputi: diameter pohon setinggi dada, tinggi total dan bebas cabang pohon, jari-jari tajuk pohon, nama jenis, koordinat pohon, dan jumlah pohon dalam plot contoh.
Hasil pengolahan data plot contoh lapangan berupa biomassa tegakan di atas permukaan tanah per plot, kerapatan tajuk per plot, dan diameter tajuk per plot digunakan dalam penyusunan model regresi. Biomassa tegakan dalam penelitian ini dibatasi pada biomassa di atas tanah (aboveground biomass). Penyusunan model regresi tersebut menggunakan 3 macam bentuk persamaan: linier, pangkat, dan eksponensial. Penggunaan model-model ini merupakan upaya eksploratif model karena belum tersedianya informasi model terbaik untuk kasus yang sama. Pendugaan parameter masing-masing model menggunakan metode ordinary least square (OLS), generalized linear least square (GLS) dan generalized nonlinier least square (GNLS). Penggunaan metode GLS dan GLNS ini bertujuan menghilangkan pengaruh heteroskedastisitas sisaan dalam model yang diperoleh menggunakan OLS. Penentuan ragam sisaan dalam metode GLS/GNLS menggunakan pembobot peubah bebas yang digunakan. Penentuan parameter masing-masing model menggunakan paket nlme dari program R versi 2.11.1.
Pemilihan model regresi terbaik menggunakan kriteria koefisien determinasi terkoreksi (R2adj) tertinggi, nilai simpangan baku (s) terkecil, dan Akaike’s
Information Criterion (AIC) terkecil. Pengujian model terpilih bertujuan mendapatkan model penduga biomassa tegakan terandalkan menggunakan kriteria statistik simpangan agregat (SA), simpangan rata-rata (SR), nilai root mean squared error (RMSE), dan nilai khi kuadrat (2). Model dikatakan valid jika hasil verifikasi menunjukkan bahwa nilai SA berada pada selang -1 dan 1, SR <10%, RMSE kecil, dan 2hitung ≤ 2tabel pada tingkat nyata dan derajat bebas
tertentu.
Banyaknya plot contoh yang diperoleh cukup besar dan cukup memenuhi syarat kebutuhan ukuran data dalam penyusunan model penduga pada umumnya. Sebanyak 260 plot contoh yang diperoleh di lapangan dan citra dikelompokkan menjadi 2 kelompok data, yaitu data penyusunan model (230 plot) dan data pengujian model (30 plot). Analisis korelasi peubah-peubah pengukuran di lapangan (biomassa tegakan, kerapatan tajuk, diameter tajuk) yang digunakan dalam model menunjukkan adanya hubungan antarpeubah dengan angka signifikansi (p-value) lebih kecil dari 0,01. Demikian pula, korelasi antara peubah kerapatan tajuk dan diameter tajuk hasil pengukuran lapangan dengan hasil penaksiran citra yang mempunyai angka signifikansi berturut-turut lebih kecil dari 0,05 dan 0,01 menunjukkan adanya konsistensi hasil pengukuran lapangan dengan penaksiran citra satelit.
vii
berbeda antara metode OLS dan GLS/GNLS. Namun, adanya heteroskedastisitas pada model menggunakan metode OLS maka model menggunakan metode GLS/GNLS dipertimbangkan dalam pemilihan model selanjutnya. Heteroskedastisitas pada metode OLS ditunjukkan oleh pola pencaran hasil dugaan model dengan sisaan model yang tidak acak atau membentuk pola tertentu. Nilai koefisien determinasi sebesar 38-40% pada model yang diperoleh menunjukkan bahwa keragaman data biomassa tegakan di lapangan dapat dijelaskan oleh keragaman data kerapatan tajuk sekitar 38-40% dan sisanya dijelaskan oleh peubah lain yang tidak digunakan dalam model.
Penyusunan model penduga biomassa tegakan berdasarkan diameter tajuk menggunakan metode OLS dan GLS/GNLS menghasilkan model regresi dengan nilai koefisien determinasi berkisar antara 13-16% pada model linier, pangkat, dan eksponensial. Seperti halnya pada peubah kerapatan tajuk, peubah diameter tajuk juga menunjukkan adanya heteroskedastisitas pada model regresi menggunakan metode OLS sehingga metode GLS/GNLS dipertimbangkan dalam pemilihan model selanjutnya. Nilai koefisien determinasi sebesar 13-16% pada model yang diperoleh menunjukkan bahwa keragaman data biomassa tegakan di lapangan hanya 13-16% saja dapat dijelaskan oleh keragaman data diameter tajuk dan sisanya dijelaskan oleh peubah lain yang tidak digunakan dalam model.
Penyusunan model penduga biomassa tegakan berdasarkan kerapatan tajuk dan diameter tajuk sekaligus menunjukkan peningkatan nilai koefisien determinasi sekitar 1%. Dugaan adanya kolinieritas akibat penggunaan dua peubah dalam model regresi tidak terbukti yang ditunjukkan oleh nilai variance inflation factor(VIF) antara 1,7-1,9 pada model regresi yang diperoleh. Besarnya nilai VIF ini masih jauh lebih kecil dari angka 10, yaitu batas indikasi adanya kolinieritas.
Pemilihan model terbaik dari keseluruhan model menggunakan sistem pemeringkatan berdasarkan kriteria nilai-nilai statistik R2adj, s, dan AIC
menghasilkan persamaan model pangkat terpilih sebagai penduga biomassa tegakan hutan rawa gambut berdasarkan kerapatan tajuk: B = 4,594Clap0,608
dengan nilai R2adj = 40,54%. Pengujian model pada persamaan terpilih
menggunakan kriteria nilai SA, SR, RMSE, dan 2hitungmenunjukkan bahwa hanya
nilai SA dan RMSE yang memenuhi standar dan 2hitung < 2tabel (42,56),
sedangkan nilai SR > 10% yaitu 11,83%. Namun demikian, persamaan model terpilih ini masih dapat digunakan dalam penyusunan model penduga biomassa tegakan pada hutan rawa gambut karena sebagian besar kriteria pengujian model terpenuhi.
Model pangkat dalam penduga biomassa tegakan pada hutan rawa gambut dapat dibuat berdasarkan peubah kerapatan tajuk dari citra SPOT Pankromatik. Pembuatan model penduga biomassa tegakan pada hutan rawa gambut berdasarkan peubah citra satelit ini memberikan terobosan yang berarti, mengingat masih sedikitnya penelitian yang sejenis. Dalam rangka pengembangan keilmuan dan kemudahan dalam aplikasinya perlu dikaji kembali model penduga berdasarkan klasifikasi hutan rawa gambut dan jenis citra satelit yang resolusi spasialnya lebih tinggi.
ix
Hak cipta milik IPB, tahun 2011
Hak cipta dilindungi
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
xi
MODEL PENDUGA BIOMASSA
TEGAKAN HUTAN RAWA GAMBUT
MENGGUNAKAN CITRA SPOT PANKROMATIK
PRIYANTO
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
xiii
Judul Tesis : Model Penduga Biomassa Tegakan Hutan Rawa Gambut Menggunakan Citra SPOT Pankromatik
Nama : Priyanto NIM : E051060191
Disetujui
Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. I Nengah Surati Jaya, M.Agr Dr. Ir. Budi Kuncahyo, MS Ketua Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Ilmu Pengetahuan Kehutanan
Prof. Dr. Ir. Fauzi Febrianto, MS Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr.
xv
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2010 adalah model penduga biomassa tegakan, dengan judul Model Penduga Biomassa Tegakan Hutan Rawa Gambut Menggunakan Citra SPOT Pankromatik.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof. Dr. Ir I Nengah Surati Jaya, M.Agr dan Bapak Dr. Ir. Budi Kuncahyo, MS selaku pembimbing, serta Bapak Dr. Ir. Muhammad Buce Saleh, MS yang telah banyak memberi saran dalam penyelesaian tesis dan studi program magister. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, mertua, istri, anak, serta seluruh keluarga, atas doa dan kasih sayangnya.
Besar harapan penulis karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juli 2011
xvii
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Purbalingga, Jawa Tengah pada tanggal 8 Mei 1975 dari ayah Ardjoyo Ruswan dan ibu Triwatiningsih. Penulis merupakan putra pertama dari lima bersaudara.
Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Manejemen Hutan, Fakultas Kehutanan IPB, lulus pada tahun 1999. Pada tahun 2006, penulis diterima di Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan pada Program Pascasarjana IPB. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia.
Halaman
DAFTAR ISI ... xix
DAFTAR TABEL ... xxi
DAFTAR GAMBAR ... xxii
DAFTAR LAMPIRAN ... xxv
I. PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 2
1.3 Tujuan ... 6
1.4 Hipotesis ... 6
1.5 Manfaat ... 6
1.6 Ruang Lingkup ... 7
II. METODE PENELITIAN ... 9
2.1 Waktu dan Lokasi ... 9
2.2 Bahan dan Alat ... 9
2.3 Metode Penelitian ... 10
2.3.1 Jenis dan Sumber Data ... 10
2.3.2 Tahapan ... 10
III. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 17
3.1 Statistik Data Plot Contoh ... 17
3.2 Model Penduga Biomassa Tegakan ... 19
3.2.1 Kerapatan Tajuk ... 19
3.2.2 Diameter Tajuk ... 23
3.2.3. Kerapatan dan Diameter Tajuk ... 26
3.3 Pengujian Model Penduga Biomassa ... 30
IV. KESIMPULAN DAN SARAN ... 33
4.1 Kesimpulan ... 33
4.2 Saran ... 33
DAFTAR PUSTAKA ... 35
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Ringkasan statistik data plot contoh hasil pengukuran lapangan dan penaksiran citra SPOT Pankromatik yang digunakan dalam penyusunan model dan pengujian/validasi model... 17
2. Korelasi linier Pearson antarpeubah berdasarkan plot contoh yang
digunakan dalam penyusunan model ... 18
3. Dugaan parameter regresi dan nilai statistik pemilihan model terbaik dari model-model linier (BC1), pangkat (BC2), dan eksponensial (BC3) penduga biomassa tegakan yang dicobakan menggunakan pendekatan
OLS dan GLS/GNLS ... 20
4. Dugaan parameter regresi dan nilai statistik pemilihan model terbaik dari model-model linier (BD1), pangkat (BD2), dan eksponensial (BD3) penduga biomassa tegakan yang dicobakan menggunakan pendekatan
OLS dan GLS/GNLS ... 23
5. Dugaan parameter regresi dan nilai statistik pemilihan model terbaik dari model-model linier (BCD1), pangkat (BCD2), dan eksponensial (BCD3) penduga biomassa tegakan yang dicobakan menggunakan
pendekatan OLS dan GLS/GNLS ... 26
6. Pemeringkatan model terpilih menggunakan kriteria nilaiR2adj, s, dan
AIC... 30
7. Nilai statistik uji validasi dari model-model linier (BC1, BD1, BCD1),
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Ruang lingkup kajian dalam penelitian ... 7
2. Sebaran plot contoh ([) pada lokasi penelitian PT Diamond Raya
Timber, Provinsi Riau yang terlingkupi citra SPOT Pankromatik ... 9
3. Citra SPOT Pankromatik terkoreksi secara geometrik yang melingkupi
sebagian areal PT Diamond Raya Timber, Provinsi Riau ... 10
4. Alur tahapan dalam penelitian pemodelan penduga biomassa tegakan
hutan rawa gambut ... 11
5. Penafsiran tepi batas tajuk pohon secara visual pada plot contoh bujur
sangkar luas 0,04 ha pada citra SPOT Pankromatik ... 13
6. Pencaran data peubah biomassa tegakan, kerapatan tajuk, dan diameter tajuk pada data plot contoh di lapangan dan citra satelit sebagai bahan
penyusun model penduga biomassa tegakan ... 18
7. Pencaran data pada peubah biomassa kerapatan tajuk dan diameter tajuk hasil penaksiran citra SPOT Pankromatik dan pengukuran di lapangan .. 19
8. Pola pencaran sisaan model terhadap nilai dugaan model yang menunjukkan pola ragam tidak konstan pada model linier BC1 (A),
model pangkat BC2 (B), dan model eksponensial BC3 (C) ... 21
9. Pola pencaran sisaan model terhadap nilai dugaan model yang menunjukkan pola ragam konstan pada model linier BC1 (A), model
pangkat BC2 (B), dan model eksponensial BC3 (C) ... 22
10. Pola pencaran sisaan model terhadap nilai dugaan model yang menunjukkan pola ragam tidak konstan pada model linier BD1 (A),
model pangkat BD2 (B), dan model eksponensial BD3 (C) ... 24
11. Pola pencaran sisaan model terhadap nilai dugaan model yang menunjukkan pola ragam konstan pada model linier BD1 (A), model
pangkat BD2 (B), dan model eksponensial BD3 (C) ... 25
12. Pola pencaran sisaan model terhadap nilai dugaan model yang
menunjukkan pola ragam tidak konstan pada model linier BCD1 (A),
xxiv
13. Pola pencaran sisaan model terhadap nilai dugaan model yang
menunjukkan pola ragam konstan pada model linier BCD1 (A), model
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Jenis dan berat jenis (, g cm-3) pohon-pohon yang ditemukan pada plot contoh pengukuran di lapangan ... 39
2. Contoh program paketnlme pada program R dalam pendugaan biomassa tegakan pada model linier, pangkat, dan eksponensial menggunakan
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kemampuan hutan dan ekosistem didalamnya sebagai penyimpan karbon
dalam bentuk biomassa di atas tanah dan di bawah tanah mempunyai peranan
penting untuk menjaga keseimbangan kapasistas gas rumah kaca di atmosfer.
Informasi ini diperlukan dalam kegiatan pengelolaan hutan secara menyeluruh dan
secara strategis untuk terlibat dalam perdagangan karbon dunia sebagai implikasi
dari diberlakukannya Protokol Kyoto. Metode-metode pendugaan kandungan
biomassa dari pohon maupun tegakan telah dikembangkan oleh para peneliti
terdahulu (Brown 2002; Lu 2006; Basuki et al. 2009) dan akan terus berkembang
untuk mendapatkan metode yang mempunyai keakuratan tinggi.
Metode pendugaan biomassa yang sudah ada, disusun dengan pendekatan
hubungan matematik antara peubah biomassa dengan peubah pohon atau tegakan
dalam bentuk persamaan regresi. Metode destruktif digunakan untuk mengukur
secara langsung besarnya biomassa pohon dan akumulasi nilai biomassa pohon
dalam suatu tegakan menjadi dugaan biomassa tegakan hutan. Selain itu,
dikembangkan juga metode nondestruktif menggunakan persamaan alometrik
biomassa pohon. Persamaan ini dibangun dengan menghubungkan biomassa
pohon dengan peubah yang diukur pada pohon seperti diameter dan tinggi pohon.
Pada tahap berikutnya, dikembangkan juga model-model penduga biomassa
tegakan berdasarkan dimensi tegakan yang diukur di lapangan. Model-model
penduga tersebut masih perlu diuji tingkat keakuratannya agar memberikan
informasi dugaan yang tidak berbias.
Seiring dengan perkembangan teknologi penginderaan jauh dan sistem
informasi geografis, pendekatan spasial dalam pendugaan biomassa tegakan hutan
semakin terbuka lebar dan menjadi penting. Ketersediaan model penduga
biomassa tegakan melalui data citra satelit memberikan kemudahan dalam
pendugaan biomassa tegakan hutan pada cakupan yang lebih luas dibandingkan
dengan model terestris.
Berkaitan dengan hal tersebut di atas, perlu dilakukan kajian model penduga
Model penduga biomassa ini dapat diterapkan bersama-sama dengan metode penarikan contoh yang umum digunakan dalam pendugaan potensi tegakan.
Informasi kandungan biomassa dalam tegakan hutan merupakan salah satu
komponen penting dalam penentuan stok karbon yang tersimpan dalam hutan.
1.2 Perumusan Masalah
Pemanfaatan sumber daya alam dan bahan bakar fosil dalam era industri
saat ini, selain meningkatkan tingkat kesejahteraan manusia, ternyata memberikan
dampak negatif. Peningkatan suhu bumi sebagai dampak dari meningkatnya
konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer menyebabkan perubahan iklim secara
global.
Upaya pengurangan konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer ini menjadikan
hutan sebagai salah satu solusi. Kemampuan hutan dalam menyerap dan
menyimpan karbon dalam bentuk biomassa mendorong upaya penyelamatan
hutan yang masih tersisa dan mempercepat pembangunan kembali hutan-hutan
yang telah hilang atau terdegradasi.
Sebagai salah satu ekosistem yang unik, secara global lahan gambut mampu
menyimpan sekitar 329-525 Gt (giga ton) karbon setara dengan 15-35% dari total
karbon terestris. Komposisi besaran karbon tersebut terbagi atas karbon di lahan
gambut di daerah temperate (86%) dan sisanya terdapat di daerah tropis (14%)
(Murdiyarso et al. 2004).
Hutan rawa gambut mempunyai kemampuan menyerap karbon paling
efektif dibandingkan dengan ekosistem hutan lainnya, yaitu kandungan karbon
yang tersimpan dalam ekosistem ini mencapai dua kalinya dibandingkan dengan
ekosistem daratan lainnya dan hampir sama dengan kandungan karbon yang ada
di atmosfer. Selain itu, hutan rawa gambut juga unik karena simpanan airnya
yang juga cukup dominan.
Di dunia, hutan rawa gambut yang ada hanya sekitar 3% saja dari total luas
daratan. Di Indonesia terdapat sekitar 30 juta ha hutan rawa gambut dan
merupakan jumlah terbesar di Asia Tenggara yang setara dengan 7,5% dari
seluruh hutan rawa gambut di dunia (Wijaya et al. 2010). Hutan rawa gambut di
3
Papua seluas 10.682.262 ha (32,7%), Pulau Kalimantan seluas 10.385.047 ha (31,8%), dan sisanya berada di Pulau Sulawesi seluas 611.152 ha (1,9%) serta di
Pulau Jawa seluas 89.446 ha (0,3%) (KLH 2010).
Hutan rawa gambut mempunyai keunikan dalam laju dekomposisi
serasahnya dan dipengaruhi oleh kondisi hidrologi, ketersediaan unsur hara pada
lingkungan yang miskin hara, dan pH yang rendah. Kondisi muka air tanah dan
kadar air, terutama pada permukaan gambut, berperan dalam mengontrol laju
dekomposisi melalui jumlah mikrob tanah dan aktivitasnya. Populasi mikrob
tanah dan aktivitasnya akan tinggi pada daerah aerob dibandingkan anaerob. Laju
dekomposisi paling cepat terjadi pada kondisi aerob dan lembap. Laju
dekomposisi menjadi lambat jika kondisi kering terus menerus dan menjadi sangat
lambat pada daerah yang secara permanent anaerob (Sulistiyanto et al. 2005).
FAO (2004) mendefinisikan biomassa hutan sebagai bahan-bahan organik
hidup maupun yang sudah mati dan berada di atas permukaan tanah hutan atau di
bawah permukaan tanah hutan, seperti: pohon, tumbuhan bawah, semak, serasah,
akar, dan lain-lain. Biomassa di atas permukaan tanah terdiri atas semua
biomassa hidup di atas permukaan tanah yang meliputi batang, tunggak, cabang,
kulit, buah/biji, dan daun. Biomassa di bawah permukaan tanah terdiri atas semua
akar pohon yang masih hidup kecuali serabut akar (diameter < 2 mm).
Biomassa hutan di atas permukaan merupakan komponen penting yang
sangat terkait dengan siklus karbon, alokasi nutrisi hutan, akumulasi bahan bakar
fosil, dan habitat dalam ekosistem hutan. Ekosistem hutan juga mempunyai
peranan peting dalam siklus karbon secara global. Hutan mampu menyimpan
karbon sekitar 80% (IPPC 2001). Tegakan hutan yang masih produktif untuk
tumbuh mampu menyerap gas CO2 yang ada di atmosfer dan menyimpannya
dalam bentuk biomassa pohon (Losi et al. 2003). Kemampuan tegakan hutan
tersebut mendorong United Nations Framework Convention on Climate Change
dan Protokol Kyoto menempatkan posisi hutan secara strategis berperan dalam
penyerapan karbon secara global, seperti terlihat pada Artikel 3.3 dan 3.4 dari
Protokol Kyoto (Rosenqvist et al. 2003). Brown (2002) menyatakan bahwa
dengan hilangnya pohon dalam ekosistem hutan, baik secara alami maupun karena
perubahan fungsi menjadi nonhutan maka jumlah karbon yang dilepaskan ke atmosfer lebih banyak dibandingkan dengan karbon yang dilepaskan pada proses
fotosintesis sewaktu pohon masih hidup.
Pendugaan biomassa dapat dilakukan melalui metode langsung
menggunakan data penginderaan jauh (citra satelit) melalui berbagai macam
pendekatan seperti analisis regresi berganda sampai dengan sistem jaringan syaraf
tiruan (neural network). Pendugaan biomassa secara tidak langsung
menggunakan parameter penutupan tajuk (diameter tajuk) atau nilai digital dari
piksel pada citra satelit juga diperoleh melalui analisis regresi berganda (Lu
2006).
Metode pendugaan biomassa terus mengalami peningkatan seiring dengan
semakin majunya teknologi penginderaan jauh. Penggunaan data citra satelit pada
awal penelitian pendugaan biomassa lebih banyak dilakukan pada hutan konifer
yang struktur dan komposisi jenisnya relatif lebih sederhana (Wu & Strahler
1994; Trotter et al. 1997; Zheng et al. 2004). Pada hutan tropis, penelitian
pendugaan biomassa banyak mengalami kendala, terutama oleh struktur tegakan
dan komposisi jenis yang cukup kompleks (Nelson et al. 2000; Steininger 2000;
Foody et al. 2003).
Pendugaan biomassa hutan menggunakan 2 macam satuan biomassa, yaitu
biomassa kering dan biomassa basah. Biomassa kering lebih relevan digunakan
dalam pendugaan penyerapan karbon karena 50% dari biomassa ini merupakan
jumlah karbon yang terkandung didalamnya (Losi et al. 2003). Keterkaitan
antara karbon dan biomassa dalam tegakan hutan menjadi isu menarik bagi
peneliti melalui kajian tentang hubungan antara keduanya sampai dengan metode
pendugaan cadangan karbon yang tersimpan dalam tegakan hutan.
Dalam bidang kehutanan, penggunaan teknologi penginderaan jauh telah
banyak diaplikasikan dalam kegiatan pemetaan tutupan lahan, evaluasi perubahan
tutupan dan penggunaan lahan. Selain itu, penggunaan peubah-pubah biofisik
yang dapat ditaksir melalui data citra satelit seperti kerapatan tutupan tajuk dan
diameter tajuk untuk menduga tegakan hutan di lapangan seperti volume tegakan
5
Penggunaan teknologi penginderaan jauh yang dikombinasikan dengan pengukuran lapangan (survei lapang) dapat digunakan dalam pendugaan biomassa
(Foody et al. 2003). Tantangan yang menarik dalam pembuatan model penduga
biomassa ini adalah perlunya peningkatan kualitas data lapangan untuk
menghasilkan model penduga yang lebih akurat, menguji keakuratan hasil
pendugaan analisis data penginderaan jauh, dan mendapatkan peubah data
penginderaan jauh yang mempunyai korelasi erat dengan biomassa. Model-model
penduga biomassa yang sudah terbangun dan teruji kevalidannya dapat digunakan
dalam pendugaan biomassa pada areal-areal yang sulit terjangkau.
Penelitian pendugaan biomassa yang telah dilakukan lebih banyak dengan
menghubungkan biomassa kering pohon dengan dimensi pohon yang dapat diukur
seperti diameter (dbh) dan tinggi pohon. Persamaan pendugaan biomassa ini
diperoleh melalui analisis regresi dengan metode penduga kuadrat terkecil
(Ordinary Least Square, OLS). Asumsi dasar yang harus dipenuhi dalam analisis
regresi ini meliputi adanya kenormalan sisaan dan ragam yang bebas dan konstan
(Furnival 1961). Kekonstanan ragam dalam analisis regresi linier ini sangat
berpengaruh terhadap validitas pengujian hipotesis.
Pendugaan biomassa tegakan hutan telah banyak dilakukan dengan berbagai
macam pendekatan. Mulai dari pendekatan terestris melalui pengukuran biomassa
secara langsung pada pohon penyusun tegakan sampai dengan penggunaan data
citra satelit. Selain itu, penyusunan model alometrik untuk menduga biomassa
pohon berdasarkan dimensi-dimensi pohon yang diukur juga dikaji oleh para
peneliti. Persamaan alometrik tersebut disusun dengan metode penebangan dan
penimbangan langsung. Hal ini dapat meningkatkan ketepatan pendugaan dan
mengurangi kesalahan yang mungkin ada.
Pada umumnya, teknik analisis regresi banyak diterapkan dalam
penyusunan alometrik tersebut, baik model regresi linier maupun nonlinier (Wiant
& Harner 1979; Tiryana et al. 2011). Peubah-peubah penduga yang digunakan
juga semakin bervariasi, mulai dari peubah dimensi pohon (Pastor et al. 1984;
Nelson et al. 1999; Basuki et al. 2009), peubah dimensi tegakan, dan data citra
Objek kajian dalam penyusunan model penduga biomassa juga bervariasi, dari hutan temperate, subtropis hingga hutan tropis (Murdiyarso et al. 2004;
Basuki et al. 2009). Model-model penduga biomassa yang dibuat, pada umumnya
juga bersifat lokal yang khusus digunakan pada lokasi tertentu sesuai dengan asal
data penyusun model penduga biomassa tersebut.
Berbagai macam model/persamaan alometrik untuk pendugaan biomassa
tegakan sudah banyak diteliti dan dibuat, tapi belum ada persamaan penduga
biomassa tegakan yang disusun berdasarkan peubah citra satelit hasil interpretasi
visual. Oleh karena itu, dipandang cukup penting untuk melakukan penelitian
mengenai persamaan alometrik tersebut terutama untuk kasus di hutan rawa
gambut. Harapannya, model yang didapatkan akan memberikan kontribusi yang
besar di dalam peningkatan keakurasian pendugaan karbon di hutan rawa gambut
Indonesia.
1.3 Tujuan
Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk membangun model penduga
biomassa tegakan hutan rawa gambut menggunakan peubah kerapatan tajuk dan
diameter tajuk hasil penaksiran citra satelit SPOT Pankromatik.
1.4 Hipotesis
Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah adanya korelasi antara
peubah penaksiran pada citra satelit SPOT Pankromatik dengan
peubah-peubah pengukuran di lapangan, yaitu peubah-peubah kerapatan tajuk dan diameter tajuk.
1.5 Manfaat
Berkaitan dengan tujuan penelitian di atas, maka diharapkan dari kegiatan
penelitian ini diperoleh suatu model penduga biomassa tegakan berdasarkan
peubah pada citra SPOT Pankromatik. Hasil penelitian pun dapat digunakan
dalam kegiatan inventarisasi hutan melalui aplikasi berbagai macam metode
penarikan contoh, terutama yang melibatkan data citra satelit. Penentuan
7
cadangan atau stok karbon yang tersimpan terutama dalam mendukung penerapan REDD di Indonesia.
1.6 Ruang Lingkup
Lingkup penelitian yang akan dikerjakan secara ringkas disajikan pada
Gambar 1 dengan fokus penelitian biomassa tegakan hutan adalah biomassa
tegakan di atas permukaan tanah.
Data Penginderaan Jauh: - Citra satelit
Pengukuran dimensi pohon pada plot contoh
Korelasi antara dimensi: - Volume vs diameter pohon (dbh)
- Volume vs diameter tajuk - Biomassa vs volume pohon
Koreksi data citra satelit (rektifikasi) Data Terestris:
- Plot contoh
Penyusunan persamaan penduga biomassa tegakan berdasarkan peubah penciri biomassa tegakan
Model penduga biomassa tegakan hutan rawa
gambut
2.1 Waktu dan Lokasi
Pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan April 2010Maret 2011.
Plot-plot pengukuran berbentuk bujur sangkar ukuran 20 m 20 m diambil dari
tegakan hutan rawa di wilayah kerja unit pengelolaan hutan PT Diamond Raya
Timber (PT DRT), Provinsi Riau (Gambar 2). Pengolahan data dan analisis citra digital dilaksanakan di Laboratorium Penginderaan Jauh, Departemen Manajemen
Hutan-Institut Pertanian Bogor.
Gambar 2. Sebaran plot contoh ([) pada lokasi penelitian PT Diamond Raya Timber, Provinsi Riau yang terlingkupi citra SPOT Pankromatik.
2.2 Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian berupa: citra SPOT Pankromatik
liputan tahun 2007 resolusi 2,5 m dan peta tutupan lahan. Citra SPOT
Pankromatik yang digunakan sudah terkoreksi secara geometrik (hasil rektifikasi)
(Gambar 3). Alat bantu yang digunakan pada pengukuran plot contoh di lapangan
berupa: kompas, clinometer, phiband, dan Global Positioning System (GPS).
Analisis citra satelit dilakukan menggunakan perangkat lunak ERDAS IMAGINE
10
menggunakan program pengolah data Microsoft Excel dan program R versi 2.11.1.
Gambar 3. Citra SPOT Pankromatik terkoreksi secara geometrik yang melingkupi sebagian areal PT Diamond Raya Timber, Provinsi Riau.
2.3 Metode Penelitian
2.3.1 Jenis dan Sumber Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian terdiri dari data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh melalui survei lapang pada petak-petak contoh
di hutan rawa gambut meliputi data vegetasi (jenis, jumlah, diameter) dan kondisi
fisik lahan (letak, kemiringan, elevasi).
Data sekunder yang dikumpulkan melalui penelusuran pustaka dari berbagai
sumber acuan dan lembaga/instansi terkait untuk mendukung penelitian, yaitu
data berat jenis kering udara berbagai jenis kayu untuk menghitung biomassa
pohon dan tegakan dalam plot contoh.
2.3.2 Tahapan
Penyusunan model penduga biomassa tegakan hutan rawa gambut dilakukan
diameter tajuk (crown diameter) pada citra SPOT Pankromatik dan di lapangan, penghitungan biomassa tegakan pada plot contoh, dan penghitungan korelasi
antara keduanya. Tahapan penelitian yang dikerjakan secara ringkas disajikan
pada Gambar 4.
12
2.3.2.1 Pemilihan dan Penentuan Lokasi Plot Contoh
Plot contoh yang digunakan berbentuk bujur sangkar seluas 0,04 ha atau
mempunyai sisi bujur sangkar sepanjang 20 m. Plot contoh ini diletakkan secara
sistematik untuk mendapatkan keterwakilan yang baik pada lokasi penelitian yang
tercakup oleh citra SPOT Pankromatik. Jumlah dan posisi plot contoh yang
dibuat di lapangan sama dengan plot contoh yang dibuat pada citra SPOT
Pankromatik tersebut.
2.3.2.2 Penaksiran Citra SPOT Pankromatik
Pada tahap awal analisis dilakukan kegiatan rektifikasi (koreksi geometrik),
registrasi, dan pemotongan citra (subset image) untuk mendapatkan citra yang
terkoreksi (Gambar 3). Tahap selanjutnya, kegiatan penaksiran/interpretasi citra
dilakukan secara visual pada citra SPOT Pankromatik yang sudah terkoreksi
tersebut (Lillesand & Kiefer 2006; Jaya 2009).
Berdasarkan plot-plot contoh yang sudah ditumpangtindihkan (overlay)
pada citra SPOT Pankromatik ini dilakukan penaksiran kerapatan tajuk dan
rata-rata diameter tajuk pada tajuk dominan dan kodominan yang terlihat pada citra.
Hasil penaksiran disajikan sebagai peubah kerapatan tajuk dan diameter tajuk
pada masing-masing plot contoh.
Penaksiran citra SPOT Pankromatik secara visual dilakukan dengan cara
membatasi (deliniasi) tepi batas tajuk pada setiap plot contoh (Gambar 5).
Berdasarkan hasil kegiatan ini, ditentukan luas tutupan tajuk dan diameter tajuk
pada perangkat lunak Arc View 3.3 untuk mendapatkan kerapatan tajuk dan
diameter tajuk rata-rata. Kerapatan tajuk pada citra SPOT Pankromatik diperoleh
dengan merasiokan luas tutupan tajuk hasil pembatasan tepi batas tajuk dengan
luas plot contoh (Fensham et al. 2002), sedangkan diameter rata-rata tajuk
dihitung dengan mencari rata-rata diameter tajuk pada hasil pembatasan tepi batas
Gambar 5. Penafsiran tepi batas tajuk pohon secara visual pada plot contoh bujur sangkar luas 0,04 ha pada citra SPOT Pankromatik.
2.3.2.3 Pengukuran Plot Contoh di Lapangan
Pengukuran lapangan dilakukan pada plot-plot contoh yang posisinya
bersesuian dengan posisi plot contoh pada citra SPOT Pankromatik. Pelaksanaan
kegiatan ini meliputi kegiatan penentuan titik awal pengukuran (starting point),
pembuatan plot contoh, dan pengukuran dimensi pohon dan tegakan pada plot
contoh. Dimensi pohon dan tegakan yang diukur pada setiap plot contoh
meliputi:
1. Diameter pohon pada ketinggian 1,3 m
2. Tinggi total dan bebas cabang pohon
3. Jari-jari tajuk pohon pada arah mata angin (Utara, Timur, Selatan, Barat)
4. Nama jenis (komersial dan non-komersial)
5. Lokasi pohon (koordinat pohon dalam plot contoh)
6. Jumlah pohon dalam plot contoh
2.3.2.4 Pengolahan Data
Pengolahan data plot contoh hasil pengukuran di lapangan meliputi kegiatan
penghitungan biomassa tegakan di atas permukaan tanah per plot, kerapatan tajuk
per plot, dan rata-rata diameter tajuk per plot. Penghitungan biomassa tegakan di
atas permukaan tanah per plot didasarkan pada penjumlahan biomassa seluruh
pohon yang terdapat dalam plot tersebut (Parresol 1999). Biomassa pohon (BP)
14
BP = 0,19D2,37
keterangan: BP = biomassa pohon (kg); = berat jenis pohon (g cm-3); dan D =
diameter setinggi dada pada ketinggian 1,3 m (cm). Berat jenis pohon disesuaikan
dengan masing-masing jenis pohon yang ditemukan dalam plot contoh dan
nilainya seperti terlihat pada Lampiran 1.
Pendugaan kerapatan tajuk lapangan dilakukan dengan merasiokan total luas
tutupan tajuk yang diproyeksikan pada plot contoh dengan luas plot contoh (400
m2). Oleh karena itu, diperlukan koordinat dan panjang jari-jari/diameter tajuk
pada setiap pohon yang terdapat pada plot contoh. Proses penghitungan dilakukan
menggunakan Arc View 3.3 dengan script avenue IHMB Ver. 4 (Jaya 2010).
Pengukuran rata-rata diameter tajuk di lapangan dilakukan pada pohon-pohon
yang dominan dan kodominan minimal sebanyak 3 pohon dan hasilnya
dirata-ratakan.
2.3.2.5 Penyusunan Model
Model yang dibuat terdiri dari model persamaan penduga biomassa tegakan
berdasarkan peubah kerapatan tajuk data lapangan dan atau peubah diameter
rata-rata tajuk data lapangan. Selain itu, dibuat juga model penduga biomassa tegakan
berdasarkan peubah kerapatan tajuk data SPOT Pankromatik dan atau peubah
diameter rata-rata tajuk data SPOT Pankromatik. Model-model linier dan
nonlinier dalam penyusunan model biomassa tegakan yang dicobakan sebagai berikut (Parresol 1999):
Model BC1:B = b0 + b1Clap
Model BC2:B = b0Clapb1
Model BC3:B = b0exp(b1Clap)
Model BD1:B = b0 + b1Dlap
Model BD2:B = b0Dlapb1
Model BD3:B = b0exp(b1Dlap)
Model BCD1:B = b0 + b1Clap + b2Dlap
Model BCD2:B = b0Clapb1Dlapb2
Model BCD3: B = b0exp(b1Clap + b2Dlap)
Parameter masing-masing model yang dicobakan (b0, b1, dan b2) diduga
Square (GLS), dan Generalized Nonlinier Least Square (GNLS) (Draper & Smith 1998; Tiryana et al. 2011). Penggunaan metode GLS dan GLNS dimaksudkan
untuk mengantisipasi tidak terpenuhinya asumsi homoskedastisitas dalam
pemodelan menggunakan metode OLS. Metode GLS dan GNLS ini lebih efektif
dibandingkan dengan metode OLS yang umum digunakan dalam analisis regresi
linier karena dapat menghilangkan pengaruh heteroskedastisitas sisaan dalam
model (Parresol 1999). Ragam sisaan dalam metode GLS/GNLS ditentukan
dengan memerhatikan pembobot masing-masing model. Paket nlme dari program
R versi 2.11.1 digunakan dalam penentuan parameter masing-masing model
tersebut (Everitt & Hothorn 2006; Tiryana et al. 2011).
Pemilihan model regresi dari beberapa model yang dicobakan menggunakan
parameter penilaian berupa koefisien determinasi terkoreksi (R2adj), simpangan
baku sisaan (s), dan Akaike’s Information Criterion (AIC). Pemilihan model
regresi penduga biomassa tegakan didasarkan pada R2adj yang terbesar dan
nilai-nilai s, AIC yang paling kecil. Rumus-rumus yang digunakan dari parameter
penilaian tersebut mengacu Draper dan Smith (1998) dan Rawlings et al. (1998):
ni i i
n
i i i
adj y y p n y y n R 1 2 1 2
2 1 ˆ
1 KTS s ) 1 ( 2 log
2
Lik p
AIC
keterangan: yi= data pengamatan biomassa tegakan (ton ha-1), yˆ = data dugaan i
biomassa tegakan (ton ha-1), yi= rata-rata pengamatan biomassa tegakan
(ton ha-1), n = banyakanya plot contoh, p = banyaknya parameter model yang
digunakan, logLik= nilai logaritma kemiripan dari model linier dan nonlinier.
Pengujian keeratan hubungan antara peubah kerapatan tajuk dan diameter
tajuk di lapangan dengan peubah kerapatan tajuk dan diameter tajuk pada citra
SPOT Pankromatik dilakukan untuk mengetahui konsistensi hasil penaksiran citra
SPOT Pankromatik dengan hasil pengukuran di lapangan. Korelasi peubah
lapangan dan peubah data citra satelit tersebut diuji dengan uji korelasi Z-Fisher
(Aunuddin 2005). Pasangan hipotesis yang diuji adalah H0: tidak ada korelasi
16
peubah lapangan dan data citra satelit. Statistik uji yang digunakan dihitung dengan rumus berikut:
z r hitung Z Z
keterangan: Zr= 0,5ln((1-r)/(1+r)); z 1 n1; n = banyaknya plot contoh; r =
korelasi linier antara peubah lapangan dan peubah data citra satelit. Hasil
pengujian akan berada pada wilayah kritik jika nilai Zhitung > Ztabel.
2.3.2.6 Validasi Model
Verifikasi model terpilih bertujuan mendapatkan model penduga biomassa
tegakan terandalkan. Verifikasi model tersebut menggunakan kriteria statistik simpangan agregat (SA), simpangan rata-rata (SR), nilai root mean squared error
(RMSE), dan nilai khi kuadrat (2) yang secara matematis dirumuskan sebagai
berikut:
n i i n i i n i i y y y SA 1 1 1ˆ n y y y SR n i i i i
1 ˆ
ˆ
p n y y RMSE ni i i
12 ˆ
n i i i i y y y hitung 1 2 2 ˆ keterangan: yi= data pengamatan biomassa tegakan (ton ha-1), yˆ = data dugaan i
biomassa tegakan (ton ha-1), yi= rata-rata pengamatan biomassa tegakan
(ton ha-1), n = banyaknya plot contoh.
Model dikatakan valid jika hasil verifikasi menunjukkan bahwa nilai SA
berada pada selang -1 dan 1, SR < 10%, RMSE kecil, dan 2hitung ≤ 2tabel pada
3.1 Statistik Data Plot Contoh
Jumlah total plot contoh yang diukur di lapangan dan citra SPOT
Pankromatik sebanyak 260 plot contoh. Plot-plot contoh ini kemudian
dikelompokkan menjadi kelompok data untuk penyusunan model dan kelompok
data untuk pengujian/validasi model (Tabel 1). Banyaknya plot contoh yang
diperoleh ini sudah cukup besar dan telah memenuhi syarat kebutuhan ukuran data
dalam penyusunan model.
Tabel 1. Ringkasan statistik data plot contoh hasil pengukuran lapangan dan penaksiran citra SPOT Pankromatik yang digunakan dalam penyusunan model dan pengujian/validasi model
Data penyusun model (n=230) Data validasi model (n=30) Peubah
Rata-rata
Simp. Baku
Min Maks Rata-rata
Simp. baku
Min Maks
B 25,3 10,5 3,5 47,7 34,0 9,2 19,4 50,8
Clap 17,2 7,0 3,1 32,7 28,1 10,4 8,1 42,7
Dlap 8,1 2,4 3,0 14,0 11,0 3,2 4,6 16,2
Cspot 15,7 8,2 1,6 34,5 24,3 11,9 3,5 41,9
Dspot 8,7 1,3 4,8 13,2 10,0 1,6 7,6 14,1
B: biomassa tegakan (ton ha-1); Clap: kerapatan tajuk di lapangan (%); Dlap: diameter tajuk di lapangan (m); Cspot: kerapatan tajuk di citra SPOT Pankromatik (%); Dspot: diameter tajuk di citra SPOT Pankromatik (m)
Selain banyaknya plot contoh, hubungan antarpeubah dari plot contoh juga
harus diperhatikan dalam penyusunan model dan pengujian/validasi model.
Secara kuantitif, hubungan antarpeubah tersebut dilihat menggunakan pengujian
nilai koefisien korelasi linier Pearson dan secara visual dilihat menggunakan
diagram pencar. Hasil pengujian korelasi (Tabel 2) dan diagram pencar (Gambar
6) pada masing-masing pasangan peubah menunjukkan adanya korelasi antarpeubah tersebut sehingga dapat dibuat model penduga biomassa tegakan
18 0 10 20 30 40 50 60
0 10 20 30 40
Kerapatan tajuk lapangan (%)
B io m as sa t eg ak an ( to n h a -1 ) 0 10 20 30 40 50 60
0 5 10 15
Diameter tajuk lapangan (m)
B io m as sa t eg ak an ( to n h a -1 ) 0 2 4 6 8 10 12 14 16
0 10 20 30 40
Kerapatan tajuk lapangan (%)
D ia m et er t aj u k l ap an g an ( m ) 0 10 20 30 40 50 60
0 10 20 30 40
Kerapatan tajuk citra SPOT (%)
B io m as sa t eg ak an ( to n h a -1 ) 0 10 20 30 40 50 60
0 5 10 15
Diameter tajuk citra SPOT (%)
B io m as sa t eg ak an ( to n h a -1 ) 0 2 4 6 8 10 12 14
0 10 20 30 40
Kerapatan tajuk citra SPOT (%)
D ia m et er t aj u k c it ra SPO T ( m )
Tabel 2. Korelasi linier Pearson antarpeubah dan hasil pengujiannya pada plot contoh dalam penyusunan model
Clap Dlap Cspot Dspot
B 0,64** 0,37** 0,11tn 0,09tn
Clap 0,64** 0,16* 0,38**
Dlap 0,12tn 0,26**
Cspot 0,18**
B: biomassa tegakan (ton ha-1); Clap: kerapatan tajuk di lapangan (%); Dlap: diameter tajuk di lapangan (m); Cspot: kerapatan tajuk di citra SPOT Pankromatik (%); Dspot: diameter tajuk di citra SPOT Pankromatik (m); ** sangat nyata; * nyata; tn tidak nyata
0 5 10 15 20 25 30 35 40
0 10 20 30 40 Kerapatan tajuk lapangan (%)
K er ap at an t aj u k c it ra S P O T ( % ) 0 2 4 6 8 10 12 14
0 5 10 15 Diameter tajuk lapangan (m)
D ia m et er t aj u k c it ra S P O T ( m )
Hasil penaksiran peubah kerapatan tajuk dan diameter tajuk pada citra SPOT Pankromatik dan pengukuran kerapatan tajuk dan diameter tajuk di
lapangan menunjukkan konsistensi pengukuran kedua peubah tersebut di citra dan
lapangan. Secara visual, diagram pencar pasangan peubah kerapatan tajuk di
lapangan dengan kerapatan tajuk pada citra dan diameter tajuk di lapangan dengan
diameter tajuk pada citra menggambarkan konsistensi penaksiran diameter tajuk
lebih baik dibandingkan dengan penaksiran kerapatan tajuk (Gambar 7).
Gambar 7. Pencaran data pada peubah biomassa kerapatan tajuk dan diameter tajuk hasil penaksiran citra SPOT Pankromatik dan pengukuran di lapangan.
3.2 Model Penduga Biomassa Tegakan
Biomassa tegakan hutan diduga berdasarkan peubah tegakan berupa
kerapatan tajuk dan diameter tajuk. Pendekatan ini didasarkan atas penelitian
terdahulu mengenai keterkaitan erat antara volume pohon dengan dimensi pohon
seperti diameter, tinggi, dan angka bentuk pohon, sedangkan volume pohon
berkaitan erat dengan berat pohon dengan diketahuinya kerapatan jenis pohon dan
berat pohon merupakan penciri dari biomassa pohon. Dengan demikian,
pembuatan model biomassa tegakan dapat dibuat atas dasar dimensi-dimensi
pohon yang berkaitan dengan volume pohon dan berat pohon.
3.2.1 Kerapatan Tajuk
Secara umum, model-model yang dicobakan sangat signifikan dalam
menduga biomassa tegakan ditunjukkan oleh angka signifikansi (p-value) lebih
20
berdasarkan kerapatan tajuk menghasilkan model regresi dengan nilai koefisien determinasi berkisar antara 38-40% pada model linier, pangkat, dan eksponensial.
Hasil tersebut tidak jauh berbeda antara metode OLS dan GLS/GNLS. Nilai
koefisien determinasi sebesar 38-40% pada model yang diperoleh menunjukkan
bahwa keragaman data biomassa tegakan di lapangan dapat dijelaskan oleh
keragaman data kerapatan tajuk sekitar 38-40% dan sisanya dijelaskan oleh
peubah lain yang tidak digunakan dalam model.
Tabel 3. Dugaan parameter regresi dan nilai statistik pemilihan model terbaik dari model-model linier (BC1), pangkat (BC2), dan eksponensial (BC3) penduga biomassa tegakan yang dicobakan menggunakan pendekatan OLS dan GLS/GNLS
Model Parameter p-value R2adj s AIC
OLS
BC1 b0 8,837 0,00 40,22 8,133 1.620,85
b1 0,958
BC2 b0 4,016 0,00 39,45 1,475 222,09
b1 0,633
BC3 b0 10,560 0,00 38,62 1,479 225,22
b1 0,045
GLS/GNLS
BC1 b0 8,460 0,00 40,20 3,9867 1.619,74
b1 0,979
BC2 b0 4,594 0,00 40,54 4,1766 1.616,47
b1 0,608
BC3 b0 12,633 0,00 37,97 4,1682 1.625,50
b1 0,038
Secara visual, diagnostik regresi terhadap pengamatan heteroskedastisitas
pada sisaan model regresi menggunakan metode jumlah kuadrat terkecil (OLS)
menunjukkan pola ragam yang tidak konstan (Gambar 8). Ketidakkonstanan
ragam ini dapat mempengaruhi keterandalan model meskipun dalam analisis
Gambar 8. Pola pencaran sisaan model terhadap nilai dugaan model yang menunjukkan pola ragam tidak konstan pada model linier BC1 (A), model pangkat BC2 (B), dan model eksponensial BC3 (C).
Penggunaan metode jarak terbesar (maximum likelihood) pada metode
pendugaan model regresi GLS/GNLS merupakan alternatif yang dapat dicoba
untuk mendapatkan asumsi kekonstantan ragam dari model linier, pangkat, dan
eksponensial. Penggunaan program R versi 2.11.1. untuk menentukan koefisien
regresi dan pengujiaanya disajikan pada Lampiran 2. Secara visual, hasil
pengujian homoskedastisitas pada model pendugaan model regresi GLS/GNLS
terlihat pada Gambar 9.
A B
22
Gambar 9. Pola pencaran sisaan model terhadap nilai dugaan model yang menunjukkan pola ragam konstan pada model linier BC1 (A), model pangkat BC2 (B), dan model eksponensial BC3 (C).
Adanya korelasi antara peubah kerapatan tajuk di lapangan dan citra SPOT
Pankromatik menunjukkan adanya konsistensi antara hasil penaksiran kerapatan
tajuk pada citra SPOT Pankromatik dan hasil pengukuran lapangan. Hal ini dapat
meningkatkan keyakinan penggunaan peubah yang ditaksir pada citra dalam
menduga biomassa tegakan di lapangan. Kemampuan interpreter dalam menaksir
kerapatan tajuk juga terlihat dengan baik serta kesalahan penempatan posisi plot
contoh di lapangan dan citra SPOT Pankromatik tidak terlalu besar.
Model penduga biomassa tegakan yang hanya melibatkan kerapatan tajuk
menunjukkan bahwa model pangkat (BC2) menggunakan metode GNLS
A B
merupakan model terbaik dibandingkan model linier dan eksponensial berdasarkan nilai koefisien determinasi terbesar dan nilai AIC terkecil. Koefisien
determinasi sebesar 40,54% ini mengindikasikan bahwa keragaman biomassa
tegakan dapat dijelaskan oleh keragaman kerapatan tajuk sebesar 40,54%,
sedangkan sisanya (59,46%) dijelaskan oleh peubah yang lain.
3.2.2 Diameter Tajuk
Korelasi antara diameter tajuk dan biomassa tegakan juga terlihat dari hasil
analisis korelasi (Tabel 2) sehingga model penduga biomassa tegakan dapat dibuat
berdasarkan peubah diameter tajuk (Tabel 4). Penyusunan model penduga
biomassa tegakan berdasarkan diameter tajuk menggunakan metode OLS dan
GLS/GNLS menghasilkan model regresi dengan nilai koefisien determinasi
berkisar antara 13-16% pada model linier, pangkat, dan eksponensial. Nilai
koefisien determinasi sebesar 13-16% pada model yang diperoleh menunjukkan
bahwa keragaman data biomassa tegakan di lapangan hanya 13-16% saja dapat
dijelaskan oleh keragaman data diameter tajuk dan sisanya dijelaskan oleh peubah
lain yang tidak digunakan dalam model.
Tabel 4. Dugaan parameter regresi dan nilai statistik pemilihan model terbaik dari model-model linier (BD1), pangkat (BD2), dan eksponensial (BD3) penduga biomassa tegakan yang dicobakan menggunakan pendekatan OLS dan GLS/GNLS
Model Parameter p-value R2adj s AIC
OLS
BD1 b0 12,194 0,00 13,68 9,773 1.705,33
b1 1,611
BD2 b0 6,031 0,00 16,05 1,581 297,25
b1 0,648
BD3 b0 12,003 0,00 14,42 1,588 301,69
b1 0,079
GLS/GNLS
BD1 b0 12,499 0,00 13,68 11,9024 1.706,89
b1 1,576
BD2 b0 8,921 0,00 14,39 11,3060 1.705,27
b1 0,503
BD3 b0 15,771 0,00 12,97 12,7868 1.708,60
b1 0,057
Seperti halnya pada peubah kerapatan tajuk, diagnostik regresi pada model
penduga dengan peubah bebas diameter tajuk, pengamatan heteroskedastisitas
24
jumlah kuadrat terkecil (OLS) menunjukkan pola ragam yang tidak konstan (Gambar 10).
Gambar 10. Pola pencaran sisaan model terhadap nilai dugaan model yang menunjukkan pola ragam tidak konstan pada model linier BD1 (A), model pangkat BD2 (B), dan model eksponensial BD3 (C).
Ketidakkonstanan ragam ini dapat mempengaruhi keterandalan model
meskipun dalam analisis ragam model ini berarti (signifikan). Sebagai alternatif,
penggunaan metode jarak terbesar (maximum likelihood) pada GLS/GNLS dapat
dicoba untuk mendapatkan asumsi kekonstantan ragam dari model linier, pangkat,
dan eksponensial (Draper & Smith 1998). Secara visual, hasil pengujian
homoskedastisitas pada model pendugaan model regresi GLS/GNLS terlihat pada
Gambar 11.
A B
Gambar 11. Pola pencaran sisaan model terhadap nilai dugaan model yang menunjukkan pola ragam konstan pada model linier BD1 (A), model pangkat BD2 (B), dan model eksponensial BD3 (C).
Adanya korelasi antara peubah diameter tajuk di lapangan dan citra SPOT
Pankromatik menunjukkan adanya konsistensi antara hasil penaksiran diameter
tajuk pada citra SPOT Pankromatik dan hasil pengukuran lapangan. Kemampuan
interpreter dalam menaksir diameter tajuk juga terlihat dengan baik dan kesalahan
penempatan posisi plot contoh di lapangan dan citra SPOT Pankromatik tidak
terlalu besar.
Model penduga biomassa tegakan yang hanya melibatkan diameter tajuk
menunjukkan bahwa model pangkat (BC2) menggunakan metode OLS
merupakan model terbaik dibandingkan model linier dan eksponensial dengan
A B
26
nilai koefisien determinasinya terbesar dan kesalahan (s dan AIC) paling kecil. Koefisien determinasi sebesar 16,05% ini mengindikasikan bahwa keragaman
biomassa tegakan dapat dijelaskan oleh keragaman kerapatan tajuk sebesar
16,05%, sedangkan sisanya (83,95%) dijelaskan oleh peubah yang lain.
3.2.3 Kerapatan dan Diameter Tajuk
Secara umum, model-model yang dicobakan sangat signifikan dalam
menduga biomassa tegakan berdasarkan kerapatan tajuk dan diameter tajuk yang
ditunjukkan oleh angka signifikansi (p-value) lebih kecil dari 0,01 berdasarkan
analisis regresi menggunakan metode OLS dan GLS/GNLS (Tabel 5).
Tabel 5. Dugaan parameter regresi dan nilai statistik pemilihan model terbaik dari model-model linier (BCD1), pangkat (BCD2), dan eksponensial (BCD3) penduga biomassa tegakan yang dicobakan menggunakan pendekatan OLS dan GLS/GNLS
Model Parameter p-value R2adj s AIC
OLS
BCD1 b0 9,874 0,00 40,14 8,138 1.622,12
b1 1,013
b2 -0,244
BCD2 b0 4,254 0,00 39,28 1,476 223,75
b1 0,661
b2 -0,066
BCD3 b0 10,808 0,00 38,40 1,480 227,06
b1 0,046
b2 -0,005
GLS/GNLS
BCD1 b0 9,198 0,00 40,08 3,8534 1.622,82
b1 1,048
b2 -0,237
BCD2 b0 4,765 0,00 40,67 4,0534 1.617,83
b1 0,671
b2 -0,105
BCD3 b0 13,359 0,00 40,00 4,2538 1.628,13
b1 0,040
b2 -0,010
Penggunaan peubah kerapatan tajuk dan diameter tajuk sekaligus dalam
model diharapkan dapat menjelaskan keragaman biomassa tegakan yang lebih
baik. Walaupun demikian, pengecekan terhadap korelasi antara keduanya
diperlukan untuk menghindari adanya kolinieritas dalam model regresi. Indikator
yang dapat digunakan adalah nilai variance inflation factor (VIF) (Draper &
sebesar 1,9 pada model pangkat menunjukkan tidak adanya kolinieritas yang serius dalam penggunaan peubah kerapatan tajuk dan diameter tajuk sekaligus.
Rawlings et al. (1998) memberikan batas nilai VIF > 10 untuk regresi berganda
yang diindikasikan adanya kolinieritas.
Selain itu, pengamatan terhadap asumsi kekonstanan ragam dalam model
regresi dilakukan melalui diagram pencar sisaan berdasarkan nilai dugaan model
regresi. Secara visual, pola pada diagram pencar sisaan yang tidak menyerupai
pita memanjang menunjukkan adanya heteroskedastisitas pada model dengan
metode OLS (Gambar 12) yang harus diperbaiki melalui model penduga
menggunakan metode GLS/GNLS sehingga asumsi homoskedastisitas dalam
model terpenuhi (Gambar 13).
Gambar 12. Pola pencaran sisaan model terhadap nilai dugaan model yang menunjukkan pola ragam tidak konstan pada model linier BCD1 (A), model pangkat BCD2 (B), dan model eksponensial BCD3 (C).
A B
28
Gambar 13. Pola pencaran sisaan model terhadap nilai dugaan model yang menunjukkan pola ragam konstan pada model linier BCD1 (A), model pangkat BCD2 (B), dan model eksponensial BCD3 (C).
Model penduga biomassa tegakan yang melibatkan kerapatan dan diameter
tajuk menunjukkan bahwa model pangkat (BCD2) menggunakan metode GNLS
merupakan model terbaik dibandingkan model linier dan eksponensial dengan
nilai koefisien determinasinya terbesar walaupun kesalahan (s dan AIC) bukan
paling kecil. Koefisien determinasi sebesar 40,67% ini mengindikasikan bahwa
keragaman biomassa tegakan dapat dijelaskan oleh keragaman kerapatan tajuk
sebesar 40,67%, sedangkan sisanya (59,33%) dijelaskan oleh peubah yang lain.
Adanya kelemahan pendugaan parameter model regresi menggunakan
metode OLS yang cukup mengganggu maka dalam analisis selanjutnya dilakukan
terhadap model pendugaan paramater regresi menggunakan GLS dan GNLS pada
A B
kelompok model linier, pangkat, dan eksponensial yang menghasilkan model penduga biomassa sebanyak 9 buah. Pemilihan model regresi terbaik untuk
menduga biomassa tegakan hutan rawa gambut berdasarkan peubah pengukuran
pada citra satelit menggunakan nilai-nilai statistik R2adj, s, dan AIC. Secara umum,
model-model yang dihasilkan cukup berarti, sehingga peubah penduga kerapatan
tajuk dan/atau diameter tajuk dapat menjelaskan kandungan biomassa tegakan
pada hutan rawa gambut.
Pemilihan model terbaik dari keseluruhan model menggunakan sistem
pemeringkatan berdasarkan kriteria nilai-nilai statistik R2adj, s, dan AIC.
Pemeringkatan menggunakan total skor peringkat pada setiap model dengan
kriteria skor terkecil diberikan pada nilai R2adj yang tinggi dan nilai s dan AIC
yang rendah sehingga model yang terpilih merupakan model dengan total skor
yang terkecil (Tabel 6).
Berdasarkan hasil pemeringkatan, model pangkat dengan peubah bebas
kerapatan tajuk dan diameter tajuk (BCD2) merupakan model yang dapat
direkomendasikan pada urutan pertama untuk menduga biomassa tegakan
berdasarkan kedua peubah tersebut. Bentuk model pangkat yang terpilih ini,
mengisyaratkan bahwa biomassa tegakan sebagai salah satu dimensi tegakan
mempunyai pola petumbuhan mengikuti pola nonlinier. Pola nonlinier berupa
pangkat ini menyerupai pola model alometrik penduga biomassa pohon pada
umumnya. Pada urutan kedua, model pangkat dengan peubah bebas kerapatan
tajuk (BC2) dipertimbangkan untuk terpilih atas dasar nilai koefisien determinasi
terbesar kedua dengan nilai kesalahan AIC terkecil.
Pemilihan model terbaik dari dua model kandidat terpilih atas dasar nilai
koefisien determinasi dan AIC perlu mempertimbangkan kemudahan penggunaan
model tersebut selanjutnya. Dengan demikian, model pangkat dengan satu
peubah bebas (BC2) direkomendasikan terpilih karena hanya menggunakan
peubah kerapatan tajuk saja dan perbedaan nilai koefisien determinasi yang tidak
30
Tabel 6. Pemeringkatan model terpilih menggunakan kriteria nilai R2adj, s, dan
AIC
Model R2adj s AIC Total skor
BC1 3 2 3 8
BC2 2 5 1 8
BC3 6 4 5 15
BD1 8 8 8 24
BD2 7 7 7 21
BD3 9 9 9 27
BCD1 4 1 4 9
BCD2 1 3 2 6
BCD3 5 6 6 17
3.3 Pengujian Model Penduga Biomassa
Konfirmasi keterandalan model penduga biomassa tegakan yang dihasilkan
maupun model terpilih (BC2) berdasarkan 230 data plot contoh dilakukan dengan
uji validasi menggunakan 30 data plot contoh yang berbeda (Tabel 1). Parameter
pengujian model penduga biomassa menggunakan nilai-nilai SA, SR, RMSE, dan
2
hitungseperti terlihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Nilai statistik uji validasi dari model-model linier (BC1, BD1, BCD1), pangkat (BC2, BD2, BCD2), dan eksponensial (BC3, BD3, BCD3)
Model/Metode penduga regresi SA SR(%) RMSE 2hitung
BC1/GLS -0,06 11,63 8,1348 27,66
BC2/GNLS -0,01 11,83 8,1111 19,66
BC3/GNLS -0,16 16,28 8,2848 70,30
BD1/GLS 0,12 21,32 9,7734 45,92
BD2/GNLS 0,13 21,84 9,7332 48,85
BD3/GNLS 0,12 21,41 9,8134 45,29
BCD1/GLS -0.06 11,82 8,1425 28,46
BCD2/GNLS -0,01 12,50 8,1020 20,74
BCD3/GNLS -0,16 16,10 8,2830 68,04
Secara umum, setiap model yang dihasilkan menggunakan metode GLS
maupun GNLS dan model terpilih (BC2) terbukti valid berdasarkan nilai
simpangan agregat menunjukkan hasil model yang valid. Nilai-nilai SA model
rata-rata, semua model yang diperoleh mempunyai nilai koefisien > 10% atau melewati batas pengujian model. Adanya perbedaan hasil uji validasi pada kedua
nilai statistik tersebut maka diperlukan hasil pengujian validasi yang lain
berdasarkan nilai statistik khi-kuadrat(2) dan nilai RMSE pada setiap model.
Hasil pengujian2 menunjukkan bahwa model BC1, BC2, BD3, BCD1, dan
BCD2 mempunyai nilai2hitung< 2tabel(42,56) pada tingkat nyata 5% dan derajat
bebas 29 sehingga dapat dikatakan bahwa model-model tersebut cukup valid
digunakan untuk menduga biomassa tegakan hutan rawa gambut berdasarkan
kerapatan dan diameter tajuk. Menurut kriteria nilai nilai RMSE, secara umum
model-model regresi yang dihasilkan mempunyai kesalahan pendugaan yang
cukup kecil terlihat pada nilai RMSEyang mendekati angka 0. Dengan demikian,
model BC2 yang terpilih sebagai model terbaik juga terbukti valid berdasarkan
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
1. Model penduga biomassa tegakan pada hutan rawa dapat dibuat
menggunakan model pangkat berdasarkan peubah kerapatan tajuk dan
diameter tajuk melalui persamaan: B = 4,594Clap0,608 dengan nilai Radj2
sebesar 40,54%. Pada model ini, keragaman biomassa tegakan dapat
dijelaskan oleh keragaman kerapatan tajuk sebesar 40,54%, sedangkan
sisanya 59,46% dijelaskan oleh peubah lain yang tidak digunakan dalam
model.
2. Penaksiran peubah kerapatan tajuk dan diameter tajuk pada citra SPOT
Pankromatik terbukti konsisten dengan pengukuran kerapatan tajuk dan
diameter tajuk di lapangan.
4.2 Saran
1. Pembuatan model penduga biomassa tegakan pada hutan rawa gambut
berdasarkan peubah penaksiran secara visual pada citra SPOT Pankromatik
masih belum sempurna sehingga perlu diperbaiki dalam penelitian
berikutnya.
2. Penggunaan algoritma khusus untuk membatasi tajuk individu pohon pada
citra satelit resolusi tinggi diduga dapat meningkatkan ketelitian model
pendugaan biomassa sehingga kajian seperti ini perlu dilakukan.
3. Dalam rangka pengembangan keilmuan dan kemudahan dalam aplikasinya
perlu dikaji kembali model penduga berdasarkan klasifikasi hutan rawa
Aunuddin. 2005. Statistika: Rancangan dan Analisis Data. Bogor: IPB Press.
Basuki TM, van Laake PE, Skidmore AK, Hussin YA. 2009. Allometric equations for estimating the abovegraound biomass in tropical lowland Dipterorcarp forests. Forest Ecology and Management
257:1684-1694
Brown S. 2002. Measuring carbon in forests: current status and future challenges. Environmental Pollution 116:363-372.
Draper NR, Smith H. 1998. Applied Regression Analysis. New York: John Wiley & Sons.
Everitt BS, Hothorn T. 2006.