1
PERANAN GRANT SULTAN SEBAGAI ALAT BUKTI
KEPEMILIKAN TANAH DIKAITKAN DENGAN KONVERSI
HAK ATAS TANAH
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum
Oleh :
SHEILA WIYASIH ELANG NIM : 110200402
DEPARTEMEN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM AGRARIA
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERTA UTARA
ABSTRAK
PERANAN GRANT SULTAN SEBAGAI ALAT BUKTI KEPEMILIKAN TANAH DIKAITKAN DENGAN KONVERSI HAK ATAS TANAH
*) Sheila Wiyasih Elang **) Zaidar, S.H., M.Hum
***) Prof. Dr. Muhammad Yamin, S.H., M.S., C.N
Grant Sultan diberikan oleh sultan kepada para kaula swaparaja. Hak ini dapat dikonversikan menjadi hak milik, hak guna usaha atau hak guna bangunan, sesuai dengan subjek hak dan peruntukannya. Grant adalah sebentuk surat keterangan tentang kepemilikan sebidang tanah. Sedangkan Grant Sultan adalah surat keterangan tentang kepemilikan atas yang diberikan oleh Sultan bagi kaulanya. Grant Sultan digunakan sebagai bukti kepemilikan, yaitu bukti-bukti hak-hak atas tanah. Pada masa kesultanan, grant diperlukan terutama dalam hal peralihan hak atas tanah.Hingga kini grant sultan tetap menjadi masalah walaupun keberdaannya tetap diakui.
Penelitian ini memiliki 3 (tiga) permasalahan, yaitu; Bagaimana keberadaan grant sultan saat ini sebagai bukti hak atas tanah, bagaimana kendala yuridis yang dihadapi kantor pertanahan dalam konversi hak atas tanah jika grant sebagai alat bukti hak, bagaimana upaya dalam mengatasi kendala dalam konversi grant sebagai bukti hak. Penelitian ini bersifat deskriptif analisis yang mengacu pada penelitian yuridis normatif. Sumber dalam penelitian adalah data sekunder berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder maupun bahan hukum tertier. Data diperoleh dengan menggunakan alat pengumpulan data yaitu studi
kepustakaan (library research) dan studi lapangan. Analisa data yang digunakan
dalam penenlitian ini adalah analisa data kualitatif.
mengatasi kendala dalam pelaksanaan konversi tanah Grant Sultan adalah maka yang utama dilakukan oleh pihak kantor BPN adalah mengkoordinir pelaksanaan konversi hak atas tanah Grant Sultan dengan mengoptimalkan sumber daya yang tersedia, yaitu dengan meningkatkan segi mutu pelayanan yang terbaik bagi terselenggaranya konversi tanah Grant Sultan. Sedangkan untuk mengantisipasi penyalahgunaan terhadap bukti hak Grant Sultan, telah diupayakan sedapat mungkin untuk menjamin keamanan register Grant Sultan, telah diupayakan sedapat mungkin untuk menjamin keamanan register Grant Sultan.
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur Penulis panjatkan bagi Tuhan Yang Maha Esa, atas
segala rahmat dan karunia-Nya sehingga Penulis mampu untuk menjalani
perkuliahan sampai pada tahap penyelesaian skripsi ini dengan baik.
Adapun skripsi ini berjudul ―Peranan Grant Sultan Sebagai Alat Bukti Kepemilikan Tanah Dikaitkan Dengan Konversi Hak Atas Tanah‖ yang
merupakan salah satu syarat akademis untuk menyelesaikan Pendidikan Program
S-1 di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Medan.
Penulis menyadari bahwa hasil Penulisan skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan.Oleh karenanya, Penulis sangat mengharapkan adanya saran dan
kritik dari para pembaca skripsi ini. Kelak dengan adanya saran dan kritik
tersebut, maka diharapkanPenulis dapat menghasilkan karya tulis yang lebih baik
dan berkualitas, baik dari segi substansi maupun dari segi cara Penulisannya.
Dalam proses penulisan skripsi ini, Penulis telah banyak mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak dan pada kesempatan ini Penulis ingin mengucapkan
terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc.(CTM), Sp.A(K).,
selaku Rektor Universitas Sumatera Utara (USU) yang telah mengelola
dan menyelenggarakan universitas sesuai dengan visi dan misi USU.
2. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M. Hum., selaku Dekan Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara (USU) yang telah memimpin
serta membina tenaga pendidik dan mahasiswa di lingkungan Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara (USU).
3. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum., selaku Pembantu Dekan
I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU) yang telah banyak
membantu Dekan dalam memimpin pelaksanaan pendidikan, penelitian,
dan pengabdian kepada masyarakat.
4. Bapak Syarifuddin Hasibuan, S.H., M.Hum.,DFM, selaku Pembantu
Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU) yang telah
banyak membantu Dekan dalam memimpin pelaksanaan kegiatan di
bidang administrasi umum.
5. Bapak Muhammad Husni, S.H., M.H., selaku Pembantu Dekan III
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU) yang telah banyak
membantu Dekan dalam pelaksanaan kegiatan di bidang pembinaan dan
pelayanan kesejahteraan mahasiswa.
6. Prof. Dr. Muhammad Yamin, S.H., M.S., C.N., selaku Ketua Program
Kekhususan Hukum Agraria serta Dosen Pembimbing II. Dalam
kesempatan ini, Penulis juga mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya
atas ilmu yang dibagikan Beliau baik pada saat perkuliahan maupun
sewaktu memberikan bimbingan bagi Penulisan skripsi ini. Bagi Penulis,
Beliau merupakan figur yang teladan, tekun, dan objektif dalam mendidik
mahasiswa. Penulis sangat mengagumi dedikasi Beliau dalam
tidaklah mungkin dapat diselesaikan dengan baik tanpa bantuan, kritik,
dan saran dari Beliau.
7. Ibu Zaidar, S.H., M.Hum. selaku Dosen Pembimbing II yang telah
memberikan semangat dan perhatian penuh dalam penulisan skripsi ini.
8. Bapak Sugeng Karyono dan Bapak Syafruddin Chandra selaku Pegawai
Kantor Pertanahan Kota Medan yang telah membantu memberi data dan
informasi yang diperlukan.
9. Keluargaku yang tercinta yang telah mendukung penulis hingga
menyelesaikan studi di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
Medan.
10.Teman-teman di jurusan Agraria serta semua pihak yang karena
keterbatasan ruang tidak dapat disebutkan satu per satu yang turut
mendukung dalam penyelesaian skripsi ini. Mengingat skripsi ini masih
membutuhkan kajian yang cukup mendalam dan sifat ilmu pengetahuan
yang mengalami perkembangan maka penulis sangat mengharapkan saran
dan kritikan yang bersifat membangun demi kemajuan ilmu pengetahuan.
11. Orang tua tercinta, tersayang dan terkasih, terima kasih atas cinta, kasih,
doa, perhatian, nasihat, dan bantuan yang sangat berarti dan tak terhingga
nilainya, serta dukungan baik moril dan materil yang tiada pernah habis.
membahagiakan dan membalas atas pengabdian dan dedikasi orang tua
selama ini.
12.Kakak Penulis tercinta, Fiona, yang selama ini banyak mendukung dan
memotivasi Penulis dalam proses Penulisan skripsi ini
13.Teman-teman mahasiswa stambuk 2010, Senior dan Junior yang tidak bisa
Penulis sebutkan satu persatu. Terima kasih banyak atas dukungan yang
diberikan sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik
dan benar.
14.Semua pihak yang membantu Penulis dalam berbagai hal yang tidak dapat
disebut satu-persatu.
Penulis memohon maaf kepada Bapak/Ibu Dosen Pembimbing dan Dosen
Penguji atas sikap dan kata yang tidak berkenan selama penulisan skripsi
ini.Akhirnya sembari mengucapkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa
atas Rahmad dan Karunia-Nya, penulis berharap tulisan ini dapat bermanfaat bagi
ilmu pengetahuan.
Medan, 18 April 2015
Penulis,
Sheila Wiyasih Elang
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... vi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Permasalahan ... 7
C. Tujuan Penulisan ... 7
D. Manfaat Penulisan ... 8
E. Metode Penelitian ... 8
F. Keaslian Penulisan ... 9
G. Sistematika Penulisan ... 11
BAB II KEBERADAAN GRANT SULTAN SAAT INI SEBAGAI BUKTI HAK ATAS TANAH A. Sejarah Grant Sultan di Deli Sumatera Utara ... 14
B. Pengertian Grant Sultan ... 18
C. Kedudukan Tanah Grant Sultan dalam Hukum Tanah Indonesia ... 24
BAB III KENDALA YURIDIS YANG DIHADAPI KANTOR PERTANAHAN DALAM KONVERSI HAK ATAS TANAH JIKA GRANT SEBAGAI ALAT BUKTI HAK A. Pengertian konversi dan objek konversi ... 27
C. Kendala dalam Pelaksanaan konversi Grant Sultan ... 39
BAB IV UPAYA DALAM MENGATASI KENDALA DALAM KONVERSI GRANT SEBAGAI BUKTI HAK A. Upaya yuridis dalam mengatasi masalah dalam konversi grant sultan ... 58
B. Upaya teknis dalam mengatasi masalah dalam konversi grant sultan ... 67
C. Upaya personil dalam mengatasi masalah dalam konversi grant sultan ... 70
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 73
A. Kesimpulan ... 73
B. Saran ... 74
DAFTAR PUSTAKA ... 75
ABSTRAK
PERANAN GRANT SULTAN SEBAGAI ALAT BUKTI KEPEMILIKAN TANAH DIKAITKAN DENGAN KONVERSI HAK ATAS TANAH
*) Sheila Wiyasih Elang **) Zaidar, S.H., M.Hum
***) Prof. Dr. Muhammad Yamin, S.H., M.S., C.N
Grant Sultan diberikan oleh sultan kepada para kaula swaparaja. Hak ini dapat dikonversikan menjadi hak milik, hak guna usaha atau hak guna bangunan, sesuai dengan subjek hak dan peruntukannya. Grant adalah sebentuk surat keterangan tentang kepemilikan sebidang tanah. Sedangkan Grant Sultan adalah surat keterangan tentang kepemilikan atas yang diberikan oleh Sultan bagi kaulanya. Grant Sultan digunakan sebagai bukti kepemilikan, yaitu bukti-bukti hak-hak atas tanah. Pada masa kesultanan, grant diperlukan terutama dalam hal peralihan hak atas tanah.Hingga kini grant sultan tetap menjadi masalah walaupun keberdaannya tetap diakui.
Penelitian ini memiliki 3 (tiga) permasalahan, yaitu; Bagaimana keberadaan grant sultan saat ini sebagai bukti hak atas tanah, bagaimana kendala yuridis yang dihadapi kantor pertanahan dalam konversi hak atas tanah jika grant sebagai alat bukti hak, bagaimana upaya dalam mengatasi kendala dalam konversi grant sebagai bukti hak. Penelitian ini bersifat deskriptif analisis yang mengacu pada penelitian yuridis normatif. Sumber dalam penelitian adalah data sekunder berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder maupun bahan hukum tertier. Data diperoleh dengan menggunakan alat pengumpulan data yaitu studi
kepustakaan (library research) dan studi lapangan. Analisa data yang digunakan
dalam penenlitian ini adalah analisa data kualitatif.
mengatasi kendala dalam pelaksanaan konversi tanah Grant Sultan adalah maka yang utama dilakukan oleh pihak kantor BPN adalah mengkoordinir pelaksanaan konversi hak atas tanah Grant Sultan dengan mengoptimalkan sumber daya yang tersedia, yaitu dengan meningkatkan segi mutu pelayanan yang terbaik bagi terselenggaranya konversi tanah Grant Sultan. Sedangkan untuk mengantisipasi penyalahgunaan terhadap bukti hak Grant Sultan, telah diupayakan sedapat mungkin untuk menjamin keamanan register Grant Sultan, telah diupayakan sedapat mungkin untuk menjamin keamanan register Grant Sultan.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keberadaan tanah tidak akan terlepas dari segala aspek kehidupan manusia
itu sendiri, karena tanah merupakan ruang bagi manusia untuk menjalani
kehidupan didunia. Oleh sebab itu, tanah dibutuhkan oleh setiap individu sehingga
sering timbul konflik di antara sesama masyarakat, terutama yang menyangkut
tanah. Maka dari itulah diperlukan kaidah-kaidah yang mengatur hubungan antara
manusia dengan tanah.
Tanah merupakan tempat anggota masyarakat untuk menjalani
kehidupannya. Selain tanah juga merupakan sumber daya alam yang memberi
kehidupan bagi setiap makluk hidup. Selain itu, tanah sebagai tempat setiap
makluk hidup bertempat tinggal, bahkan seorang meninggalpun akan
dimakamkan dan menjadi tempat kediaman arwahnya.1Selain menjadi tempat
tinggal tanah juga dapat dijadikan sebagai investasi. Banyaknya masyarakat yang
memerlukan tanah mengakabitkan tingginya harga tanah sehingga hal ini dapat
menguntungkan para investor dalam jangka panjang.
Menurut Mr. B. Ter Haar Ban, mengenai hubungan masyarakat dengan
tanah, membagi dalam hubungan antara masyarakat dengan tanah baik ke luar
maupun ke dalam, dan hubungan perseorangan dengan tanah. Berdasarkan atas
berlakunya ke luar maka masyarakat sebagai kesatuan, berkuasa memungut hasil
dari tanah, dan menolak lain-lain orang luar masyarakat tersebut berbuat
sedemikian itu sebagai kesatuan juga bertanggungjawab terhadap orang luaran
masyarakat atas perbuatan dan pelanggaran di bumi masyarakat itu. Hak
masyarakat atas tanah disebut Hak Yasan Komunaal dan oleh Van Vollenhoven
diberi nama beschikgrecht (hak pertuanan).2
Tanah telah memegang peran vital dalam kehidupan dan penghidupan
bangsa, serta pendukung suatu negara, lebih-lebih yang corak agrarisnya
berdominasi. Sifat yang khusus dari hak pertuanan atau persekutuan terletak pada
daya timbal-balik daripada hak itu terhadap hak-hak yang melekat pada orang
perorangan atau individu. Semakin kuat hubungan individu dengan tanah, makin
memperdalam hubungannya dengan hukum perseorangan (terhadap tanah itu),
dan makin kecillah hak yang dimiliki masyarakat terhadap sebidang tanah itu.
Sebelum lahirnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (selanjutnya disebut UUPA), di Indonesia
terdapat dualisme sistim hukum tanah yang belaku yakni Sistim Hukum Tanah
Barat yang mana peraturan pokoknya diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata (selanjutnya KUHPerdata) dan hukum tanah barat itu bersifat kapital
individualis, serta sistim hukum tanah adat yang berdasarkan kepada
prinsip-prinsip hukum penduduk asli bangsa Indonesia dimana sistim ini mempunyai ciri
khusus yang bersifat kemasyarakataan.
Keadaan dualisme ini sangat merugikan bangsa Indonesia dikarenakan
Belanda tidak mengakui hak-hak adat, sehingga status tanah adat tidak menjadi
jelas.3 Selain itu menurut pendapat A.P Parlindungan, filisofi dan teori hukum
agraria penjajah tidak sesuai dengan cita-cita bangsa dan lebih banyak memberi
kesengsaraan kepada bangsa Indonesia dan tidak menjamin kepastian hukum.4
Menghapus dualisme hukum tersebut harus dibentuk suatu hukum agraria yang
unifikasi bagi seluruh tumpah dara Indonesia. Hal tersebut tercapai dengan
diundangkannya UUPA pada tanggal 24 September 1960 dalam Lembaran
Negara Nomor 104 Tahun 1960. Dengan lahirnya UUPA maka berlaku status quo
hak-hak tanah terdahulu dimaksudkan bahwa berlakunya UUPA tidak dibenarkan
lagi menerbitkan hak-hak atas tanah baik berdasarkan hukum adat apalagi hukum
perdata barat5. Guna mewujudkannya kesatuan dalam hal pengaturan hak-hak
atas tanah yang ada sebelum lahirnya UUPA maka pada bagian kedua dari UUPA
diatur mengenai ketentuan konversi dari hak-hak atas tanah. Pengaturan tersebut
dimaksudkan agar hak-hak atas tanah yang ada sebelum berlakunya UUPA dapat
masuk dalam sistim UUPA.
Dualisme dalam hukum pertanahan juga mengakibatkan dualisme dalam
penyelenggaraan dan prosedur peralihan hak atas tanah. Oleh sebab itu, pada
tanggal 24 September 1960 lahir UUPA disebutkan bahwa ―Hukum Agraria yang
berlaku atas bumi air dan ruang angkasa ialah hukum adat, sepanjang tidak yang
bertentangan dengan kepentingan nasional negara.‖6
3Zaidar, Dasar Filosofi Hukum Agraria Indonesia, (Medan: Pustaka Bangsa Press, 2006), hal. 14
4A.P Parlindungan, Komentar atas Undang-Undang Pokok Agraria, (Bandung: Mandar Maju, 1998), hal 25
5Tampil Ansari Siregar, Undang-Undang Pokok Agraria Dalam Bagan, Cetakan Ketiga Studi Hukum dan Masyarakat, (Medan: Fakultas Hukum Universitas Sumatra Utara, 2004), hal 287.
Hukum tanah di Indonesia dari zaman penjajahan terkenal bersifat
‗dualisme‘, yang dapat diartikan bahwa status hukum atas tanah ada yang
dikuasai oleh hukum Eropa di satu pihak, dan yang dikuasai oleh hukum adat, di
pihak lain.³
Terkait dengan hal itu, di wilayah Sumatera Utara yang dulu disebut
dengan Sumatera Timur memiliki karakteristik tersendiri sebagai akibat
pembukaan konsesi perkebunan di wilayah ini. Penduduk yang bermukim di
wilayah kesultanan seperti Golongan Eropa dan Timur Asing pada waktu tertentu
tunduk pada peraturan yang dikeluarkan oleh Gubernem, sedangkan daerah
Swaparaja mempunyai pemerintahan sendiri. Sesuai prinsip hukum antar
golongan tanah mempunyai status tersendiri yang terpisah dari status personal
yang menguasai tanah tersebut.7
Di Sumatera Timur khususnya bekas daerah-daerah keswaparajaan seperti
Kerajaan Deli, Serdang, Asahan, Kualuh, Bilah, Langkat dan lain-lain memiliki
status tanah yang tunduk kepada kesultanan. Wilayah-wilayah tersebut saat ini
adalah Kotamadya Medan, Kabupaten Deli Serdang, Kabupaten Langkat,
Kotamadya Binjai, Kotamadya Tebing Tinggi, Kabupaten Asahan, Kabupaten
Tanjung Balai dan Kabupaten Labuhan Batu. Di daerah-daerah tersebut dikenal
adanya Grant Sultan yakni kurnia raja atas sebidang tanah kepada kawulanya
untuk diusahai.8
7Badan Pertanahana Nasional Kantor Wilayah Provinsi Sumatera Utara, Grant Sultan dan Permasalahannya di Sumatera Utara (Bahan Diskusi Pada Kunjungan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Kalimanta Timur di Medan Tanggal 31 Agustus 1999), hal. 1
Bentuk Grant Sultan yang diberikan bermacam-macam seperti Seorat Penentoean Milik yang berarti mengaruniakan sebidang tanah untuk menjadi
miliknya. Geran Menentoekan Haq Kebon yakni memberikan perizinan untuk
mempunyai hak satu kebun atau Soerat Penjerahan Hak Memperoesahai Tanah
yakni menyerahkan hak menguasai sebidang tanah.9
Semula keterangan yang menjadi jaminan bagi penentuan hak tanah
diberikan oleh Kepala Urung dengan pemberitahuan secara tertulis bahwa kepala
urung mengetahui yang bersangkutan mendapatkan konsesi atas sebidang tanah di
daerahnya. Dokumen-dokumen ini yang diberi stempel Kepala Oeroeng dengan
Soerat Kampoeng atau juga disebut Geran Datoek.10
Grant-grant sultan ini diberikan terutama di dataran-dataran rendah,
sedangkan untuk daerah perbukitan Grant ini hanya diberikan untuk
daerah-daerah yang penting saja. Pada bagian-bagian yang dihuni orang Melayu yang
berada di bawah empat oeroeng tersebut di atas, maka grant-grant itu dikeluarkan
oleh Kepala Oeroeng dengan tanda tangan dan materai; grant kemudian
dikirimkan kepada Sultan yang juga menandatangani dan memberikan
materainya.11
Pada mulanya penguasaan sebidang tanah oleh penduduk tidak didukung
dengan bukti tertulis pada masa itu yang dikarenakan tanah yang tersedia masih
luas. Kemudian setelah datangnya perusahaan-perusahaan perkebunan yang
memerlukan tanah dan kepastian tentang batas-batas tanah maka timbul keinginan
9Ibid
10Ibid
dari penduduk agar penguasaannya atas tanah mendapat penetapan dari penguasa.
Sehingga oleh sultan diberika tanda bukti yang disebut dengan grant sultan.12
Pada saat sekarang, grant sultan menjadi permasalahan ketika UUPA di
sahkan. Banyak para pemilik tanah grant sultan sangat sulit untuk diberikan bukti
kepemilikannya, padahal masyarakat tersebut benar-benar memiliki grant sultan
tersebut. Namun untuk mempermudah hal tersebut, pemerintah memberlakukan
konversi sebagai bentuk untuk menentukan kepemilikan grant sultan itu.
Adapun mengenai hak-hak atas tanah yang didasarkan kepada hukum
barat ketentuan konversinya telah diatur hanya berlaku sampai dengan tanggal 24
Septembar 1980 sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Surat Edaran Dirjen.
Agraria No. BTU 8/356/8/79 dan juga dalam Keputusan Presiden 32 Tahun
1979.Dan untuk hak-hak tanah yang tunduk kepada hukum adat teleh diadakan
ketentuan khusus yaitu dengan SK 26/DDA/1970, bahwa konversi dari hak-hak
tanah adat yang tidak ada batas waktu konversi karena pertimbangan khusus ,
biaya, prosedur dan ketidak pedulian dari rakyat untuk mensertifikasi tanahnya13.
Dan oleh karena itu mengenai pendaftaran konversi hak-hak tanah adat masih
dibuka sampai sekarang.
Hal yang penting dalam pendaftaran konversi ini adalah terletak dalam
proses pembuktian haknya, karena sebagaimana yang diuraikan oleh A.P
Pelindungan, dalam bukunya Komentar Atas UUPA, bahwa hak-hak atas tanah
tidak mempunyai bukti tertulis atau hanya berdasarkan keadaan tertentu di akui
12Ibid, hal. 2
sebagai hak-hak seseorang berdasarkan kepada hak-hak dasar adat dan diakui oleh
yang empunya sepadan tanah tersebut.
Penjelasan singkat di atas merupakan bagian gambaran singkat terhadap
keberadaan grant sultan saat ini yang masih banyak dipermasalahkan terkait
dengan pembuktian atas kepemilikannya. Tanah grant sultan yang saat ini kembali
disengketakan dianggap menjadi asset yang cukup besar untuk dimiliki bahkan
sangat disayangkan apabila dibiarkan begitu saja, bahkan upaya untuk
memalsukan bukti tertulis pun dilakukan agar mendapatkan tanah grant sultan
tersebut. Berdasarkan permasalahan inilah diangkat skripsi yang berjudul
PERANAN GRANT SULTAN SEBAGAI ALAT BUKTI KEPEMILIKAN
TANAH DIKAITKAN DENGAN KONVERSI HAK ATAS TANAH.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, rumusan masalah
yang antara lain:
1. Bagaimana keberadaan grant sultan saat ini sebagai bukti hak atas tanah?
2. Bagaimana kendala yuridis yang dihadapi kantor pertanahan dalam
konversi hak atas tanah jika grant sebagai alat bukti hak?
3. Bagaimana upaya dalam mengatasi kendala dalam konversi grant sebagai
bukti hak?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui keberadaan grant sultan saat ini sebagai bukti hak atas
tanah.
2. Untuk mengetahui kendala yuridis yang dihadapi kantor pertanahan dalam
konversi hak atas tanah jika grant sebagai alat bukti hak.
3. Untuk mengetahui upaya dalam mengatasi kendala dalam konversi grant
sebagai bukti hak.
D. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat hasil penelitian skripsi ini terhadap rumusan
permasalahan yang sudah diuraikan dapat dibagi menjadi dua jenis manfaat, yaitu:
1. Manfaat teoritis
Secarateoritis, skripsi ini diharapkan dapat mampu memperkaya khasanah
perkembangan Ilmu hukum pada umumnya dan hukum perdata pada
khususnya, serta dapat bermanfaat selain sebagai bahan informasi juga
sebagai literatur atau bahan informasi sehingga dapat memberikan
sumbangan pemikiran guna membangun argumentasi ilmiah mengenai
peranan grant sultan sebagai alat bukti kepemilikan tanah.
2. Manfaat praktis
Secara praktis penulisan skripsi ini juga diharapkan dapat memberikan
masukan atau sumbangan pemikiran kepada pihak-pihak terkait mengenai
pelaksanaan pemberian, permasalahan yang timbul terhadap peranan grant
E. Keaslian Penulisan
Berdasarkan hasil penelitian dan pemeriksaan di Perpustakaan Pusat
Universitas Sumatera Utara dan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
maka diketahui bahwa belum pernah dilakukan penulisan yang serupa mengenai
PERANAN GRANT SULTAN SEBAGAI ALAT BUKTI KEPEMILIKAN
TANAH DIKAITKAN DENGAN KONVERSI HAK ATAS TANAH.
Adapun beberapa tulisan yang memiliki kesamaan akan tetapi judul dan
dan pembahasannya berbeda. Berikut para penulis dan judulnya tersebut:
1. Skripsi berjudul ―Tinjauan Proses Pembuktian Kebenaran Dasar Penguasaan Tanah dalam Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Adat: Studi Mengenai
Konversi Hak Atas Tanah Grant Sultan di Kota Medan‖ oleh Henny Suryani.
2. Tesis berjudul ―Pelaksanaan Pendaftaran Konversi Hak atas Tanah Grant Sultan di Kota Medan‖ oleh Aprillyani.
3. Tesis berjudul ―Pelaksanaan konservasi Tanah Grant Sultan di Kota Medan‖ oleh Emri.
Berdasarkan beberapa penelitian yang telah disebutkan di atas, maka
penulisan skripsi ini merupakan ide asli penulis, adapun tambahan ataupun
kutipan dalam penulisan ini bersifat menambah penguraian penulis dalam skripsi
ini. Dengan demikian keaslian penulisan skripsi ini adalah ide penulis dan dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan akademik.
F. Metode Penelitian
dipergunakan dalam penelitian skripsi ini, yang pada akhirnya bertujuan mencapai
keilmuan dari penulisan skripsi ini. Dalam penulisan skripsi ini, metode yang
dipakai adalah sebagai berikut:
1. Jenis dan sifat penelitian
Jenis penelitian dalam skripsi ini adalah penelitian hukum empiris.
Penelitian hukum empiris yakni implementasi ketentuan hukum dalam aksinya
pada setiap peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam suatu masyarakat yang
khususnya dalam pembahasan skripsi ini yang berjudul ―Peranan grant sultan
sebagai alat bukti kepemilikan tanah dikaitkan dengan konversi hak atas tanah.‖
Adapun sifat penelitian skripsi ini bersifat deskriptif analitis yang
merupakan suatu penelitian yang menggambarkan, menelaah, menjelaskan dan
menganalisis suatu peraturan hukum.14 Jenis penelitian ini mempergunakan
metode yuridis normatif, dengan pendekatan kualitatif. Penelitian yuridis normatif
adalah penelitian dengan penelusuran dokumen atau lebih banyak dilakukan
terhadap data yang bersifat sekunder yang ada di perpustakaan.
2. Sumber Data
Dalam penulisan skripsi ini metode pengumpulan data dengan studi
dokumen dengan penulusuran lapangan (field research). Field research memiliki
arti teknik pengumpulan data dengan mengadakan penelitian lapangan dengan
melakukan wawancara atau korespondensi dengan masyarakat yang ada
hubungannya dengan masalah yang dipecahkan. Sumber data adalah subjek dari
mana data yang diperoleh.15
a. Bahan hukum primer
Diperoleh melalui wawancara dengan beberapa pihak yang dianggap memiliki
kepentingan terkait dengan pembahasan skripsi ini, UUD Negara Republik
Indonesia Tahun1945, Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960.
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata.
b. Bahan hukum sekunder
Bahan hukum sekunder berupa karya-karya ilmiah, berita-berita serta tulisan
dan buku yang ada hubungannya dengan permasalahan yang diajukan.
c. Bahan hukum tersier
Bahan hukum tertier berupa bahan-bahan yang memberikan petunjuk maupun
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti
Kamus Hukum dan Kamus Besar Bahasa Indonesia dan lain sebagainya.
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data diperlukan untuk memperoleh suatu kebenaran dalam penulisan skripsi, dalam hal ini digunakan metode pengumpulan data dengan cara studi lapangan (field research), yaitu mempelajari dan menganalisis data secara sistematis melalui wawancara dengan pegawai Badan Pertahanan Nasional Kota Medan yang berhubungan dengan materi yang dibahas dalam skripsi ini.
5. Analisis data
Data yang berhasil dikumpulkan, data sekunder, kemudian diolah dan
dianalisa dengan mempergunakan teknik analisis metode kualitatif, yaitu dengan
menguraikan semua data menurut mutu, sifat gejala dan peristiwa hukumnya
melakukan pemilahan terhadap bahan-bahan hukum relevan tersebut di atas agar
sesuai dengan masing-masing permasalahan yang dibahas dengan mempertautkan
bahan hukum yang ada. Mengolah dan menginterpretasikan data guna
mendapatkan kesimpulan dari permasalahan serta memaparkan kesimpulan dan
saran, yang dalam hal ini adalah kesimpulan yang ditarik berdasarkan metode
deduktif, yakni kesimpulan yang dituangkan dalam bentuk pernyataan.16
G. Sistematikan Penulisan
Untuk memudahkan penulisan skripsi ini agar permasalahan yang diangkat
dengan pembahasan skripsi sesuai, maka diperlukan adanya sistematika penulisan
yang teratur yang saling berkaitan satu sama lain. Tiap bab terdiri dari setiap sub
bab dengan maksud untuk mempermudah dalam hal-hal yang dibahas dalam
skripsi ini. Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah :
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini dikemukakan tentang latar belakang, rumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penulisan, metode penulisan,
keaslian penulisan, dan sistematika penulisan.
BAB II KEBERADAAN GRANT SULTAN SAAT INI SEBAGAI
BUKTI HAK ATAS TANAH.
Berisikan sejarah Grant Sultan di Deli Sumatera Utara, pengertian
grant sultan, kedudukan tanah Grant.
BAB III KENDALA YURIDIS YANG DIHADAPI KANTOR
PERTANAHAN DALAM KONVERSI HAK ATAS TANAH
JIKA GRANT SEBAGAI ALAT BUKTI HAK.
Bab ini berisikan pengertian konversi dan objek konversi, prosedur
konversi Grant Sultan serta kendala yuridis yang dihadapi kantor
pertanahan dalam konversi hak atas tanah.
BAB IV UPAYA DALAM MENGATASI KENDALA DALAM
KONVERSI GRANT SEBAGAI BUKTI HAK.
Berisikan upaya yuridis, teknis dan personil dalam mengatasi
kendala pelaksanaan konversi Grant Sultan.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
BAB II
KEBERADAAN GRANT SULTAN SAAT INI
SEBAGAI BUKTI HAK ATAS TANAH
A. Sejarah lahirnya atau diterbitannya Grant Sultan di Deli Sumatera Utara
Di jaman kuno dimasa hidupnya Aristoteles, dia telah menyatakan bahwa
dalam suatu negara selalu terdapat mereka yang kaya sekali, mereka yang melarat,
danmereka yang berada ditengah-tengahnya. Uraian yang dikemukakan
Aristoteles itu membuktikan bahwa dimasa itu telah dikenal sistem lapis-berlapis
dalam masyarakat dan besar kemungkinan dijaman sebelumnya orang sudah
mengenal adanya lapisan-lapisan di dalam masyarakat yang mempunyai
kedudukan bertingkat-tingkat dari bawah keatas.17
Begitu juga kiranya bangsawan Melayu Serdang sebagai salah satu bagian
dari lapis-berlapis dari masyarakat Melayu yang ada di Serdang mempunyai
kedudukan lebih tinggi sedikit dari masyarakat Melayu di Serdang oleh karena
adanya semacam ―kontrak sosial‖ yang dilakukan penduduk setempat dengan
Tuanku Umar Johan Pahlawan Alamsyah bergelar Kejeruan junjongan
(1703-1782) yang tidak berhasil merebut haknya atas tahta Deli dalam perebutan dengan
saudaranya Panglima Gandar Wahid sewaktu terjadinya perang suksesi sekitar
tahun 1720. Maka ia bersamaibundanya Tuanku Puan Sampali pindah dari
Sampali dan mendirikan Kampung Besar (Serdang) disekitar tahun 1723.
Kampung besar yang mereka dirikan itu dalam perkembangan selanjutnya
menjadi negara dan mendaulatkan mereka sebagai bangsawan Serdang. Namun
beberapa abad kemudian bangsawan Melayu Serdang itu dipaksa melepaskan
kekuasaannya atas warisan berkuasa yang mereka terima secara turun – temurun
dari pendahulu terdahulunya melalui suatu revolusi.18
Revolusi itu bermula dari kejatuhan imprealisme Jepang kemudian disusul
olehadanya pendeklarasian kemeredekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945.
Deklarasikemeredekaan inilah yang dikenal sebagai awal dari revolusi Indonesia.
Dalam perkembangan selajutnya revolusi Indonesia di Sumatera Timur ini tidak
hanya menuntut pembentukan pemerintahan nasional tetapi juga mengarah kepada
―pemebersihan‖ antek – antek Belanda. Pembersihan antek – antek Belanda ini
lebih mengarah kepada bangsawan – bangsawan Melayu yang juga imabsan
―pembersihan‖ itu diarahkan juga kepada bangsawan Melayu Serdang. Bagian
dari pembersihan ini secara resminya lebih dikenal dengan sebagai ―Maret
Kelabu‖ atau revolusi sosial 1946 di Sumatera Timur tersebut.
Berbeda dari penulisan sejarah – sosial ekonomi di jurusan sejarah pada
fakultas sastra USU , penulisan sejarah revolusi kurang begitu banyak
dibandingkan dengan penulisan sejarah sosial–ekonomi tersebut. Padahal menurut
keyakinan bahwa pengkajian sejarah itu tidak hanya menganalisa tentang sejarah
sosial ekonomi saja ,tetapi ada semacam yang terlupa oleh kita bahwa ilmu
sejarah yang mengkhususkan.19
Grant Sultan pada mulanya dikenal di masa pemerintahan Kolonial
Belanda dimana pada saat itu daerah Singaraja mempunyai hak pemerintahan
sendiri. Sedangkan daerah Singaraja adalah meliputi daerah Sumatera Timur yang
18Ibid
terdiri dari kerajaan-kerajaan melayu. Oleh sebab itu dapat dilihat dahulu sejarah
kerajaan melayu di Sumatera Timur.
Grant Sultan diberikan kepada kaula Swapraja.20 Pada mulanya orang
tidak memerlukan surat, sebab tanah banyak dan luas. Setelah datangnya
perusahaan-perusahaan perkebunan, yang memerlukan tanah yang luas dan
kepastian tentang batas-batas tanah, yang diserahkan kepada mereka maka timbul
sesuatu faktor baru dalam penguasaan tanah, yaitu, orang tidak lagi dapat bebas
bertualang, berpindah-pindah secara bebas menggarap tanah yang disukainya.
Dengan demikian, kebiasaan berpindah-pindah mulai berkurang dan diambil
tempatnya oleh keinginan menetap diatas sebidang tanah tertentu dan serentak
dengan itu timbul pula keinginan, supaya hak atas tanah itu mendapat penetapan
atau pengakuan dari penguasa,21 terlebih-lebih lagi berhubung dengan
bertambahnya peristiwa-peristiwa jual-beli tanah, disebabkan kedatangan
orang-orang dari daerah lain yang memerlukan pertapakan rumah.
Berdasarkan fakta-fakta tertera diatas, pada mulanya oleh Kepala-Kepala
Urung dikeluarkan surat keterangan yang diberi nama ―Grant-Datuk‖ atau ―Surat Kampung‖ yang berisikan pengakuan Kepala Urung yang bersangkutan, bahwa ia
mengetahui seseorang A adalah menguasai sebidang tanah tertentu.
Kadang-kadang surat keterangan semacam itu dibuat dibagian bawah dari sesuatu surat
jual-beli.
20Mahadi, Sedikit ― Sejarah Perkembangan Hak-Hak Suku Melayu Atas Tanah Di
Sumatera Timur‖ (Tahun 1800-1975), Badan Pembinaan Hukum Nasional, diedarkan Penerbit Alumni, Bandung, 1976,hal.256
Baru kira-kira dalam tahun 1890 Sultan Deli mengeluarkan surat
keterangan penyerahan tanah kepada seseorang sebagai ―Kurnia‖, ditulis tangan
dengan mempergunakan huruf Arab. Dalam surat-surat keterangan itu
ditambahkan ketetapan, bahwa hak yang diberikan itu akan gugur, apabila tanah
tidak dipergunakan dengan baik dan bahwa pengalihan hak kepada orang lain
harus dengan seizing Sultan.22
Grant Sultan diurung-urung, sepanjang mengenai bagian Melayunya,
dikeluarkan oleh Kepala-Kepala Urung (XII Kota, Serbanyaman, Sukapiring dan
Senembah Deli). Setelah ditanda-tangani oleh Kepala Urung dan diberi cap Grant
dikirim kepada Sultan untuk diberi tanda tangan Sultan dan cap.23
Didaerah-daerah dimana dahulunya terdapat Kerajaan-Kerajaan Melayu
seperti Percut Sungai Tuan, Padang dan Bedagai, prosedur yang serupa diikuti
juga. Didaerah-daerah yang diperintah langsung oleh Sultan seperti disekitar
Medan (Kota Matsum, P. Brayan, Titipapan, Glugur, Labuhan dan daerah Medan
Sendiri). Grant Sultan langsung ditanda-tangani oleh Sultan Deli.
Dari Uraian tertera diatas, Nampak, bahwa daerah Kota Madya Medan
sekarang berasal dari :
a. Urung XII Kota, misalnya Medan Baru.
b. Urung Serbanyaman (sesudah Medan mendapat perluasan).
c. Urung Sukapiring, misalnya bidang tanah yang terletak diantara Sungai
Deli dengan Sunga Babura, Kampung baru.
d. Urung Senembah, sesudah Medan mendapat perluasan.
22Ibid,hal.258
e. Percut.
f. Daerah yang langsung diperintah oleh Sultan (Kota Matsum, Glugur, P.
Brayan dll)
B. Pengertian Grant Sultan
Grant Sultan berasal dari kata grant yang berarti diperuntukkan perizinan
hak tanah bagi pembangunan rumah.24 Grant sultan diberikan kepada hamba
sahaya raja-raja pribumi terkait dengan hak—hak pribumi atas pertanahan. Dasa
utama hak atas tanah ini adalah tanah itu milik seluruh suku dan pada prakteknya
penduduk sebuah desa.25 Secara pengertian, Grant Sultan adalah hak milik untuk
mengusahakan tanah yang diberikan oleh sultan kepada para kaula swaparaja.26
Sendangkan menurut Abdul Rahim Lubis, Grant sultan adalah bukti hak atas
tanah yang dilaksanakan kepada kaula swaparaja yang diterbitkan oleh Sultan
yang ada diwilayah sumatera timur termasuk Sultan Deli yang diberikan kepada
kaulanya. Umumnya untuk tanah kebun dan ladang.27
Grant sultan merupakan hak yang dapat dikonversikan menjadi hak milik,
hak guna usaha atau hak guna bangunan, sesuai dengan subjek hak dan
peruntukannya.28 Sehingga grant Sultan dapat disimpulkan sebagaisurat
keterangan tentang hak-hak atas tanah yang dapat dipunyai oleh warga pribumi
27Wawancara dengan Abdul Rahim Lubis, Kepala sesksi hak tanah dan pendaftaran tanah di kabupaten asahan sekaligus staf pengajar pada program Mkn di USU.
atas izin, pemberian, maupun pengakuan sultan terhadap hak-hak atas tanah yang
diberikan kepda kaulanya.
Pada tahun 1889 oleh gubernamen Belanda telah ditetapkan satu contoh
akta yang kemudian disebut Grant. Kemudian pada tahun 1890, dikeluarkan surat
keterangan oleh Sultan tentang pemberian sebidang tanah yang disebut sebagai
kurnia, yang artinya sultan menyerahkan sebidang tanah kepada kaulanya sebagai
suatu hadiah pemberian kepada kaulanya.29
Jadi Grant Sultan, sebagai bukti kepemilikan, yaitu bukti-bukti hak-hak
atas tanah. Pada masa kesultanan, grant diperlukan terutama dalam hal peralihan
hak atas tanah. Awal mulanya bukti hak atas tanah tidak terlalu dipermasalahkan,
disebabkan tanah yang tersedia masih sangat luas, dikarenakan jumlah penduduk
masih sangat sedikit, sehingga orang tidak terlalu mempermasalahkan bukti
hak-hak atas tanah seiring dengan bertambahnya penduduk maka tanah grant sultan
banyak dipermasalahkan terutama bagi perusahaan perkebunan asing di daerah
Swapraja, maka kebutuhan akan lahan baik untuk perkebunan maupun
permukiman penduduk semakin bertambah, karena dirasa perlu untuk menetapkan
bentuk hak-hak atas tanah, jika terjadi peralihan hak atas tanah.
Pembagian golongan penduduk yang termasuk kaula Swapraja maupun
yang termasuk kaula Gubemenen Belanda, agar dapat dengan jelas dibedakan
yang termasuk kaula Sultan Deli adalah:
1. Pribumi Deli sendiri
2. Pribumi dari Swapraja lain di Sumatera Timur yang tinggal di Deli
3. Keturunan dari imigrasi yang sudah tercampur dengan pribumi itu sedemikian
rupa sehingga mereka dianggap sudah berbaur ke dalamnya.30
Sedangkan yang termasuk kaula Gubermenem Belanda adalah :
1. Golongan Eropa
2. Golongan Timur Asing
3. Pribumi bukan kaula raja Sultan31
Grant Sultan pada dasarnya diterbitkan untuk 4 (empat) golongan, yaitu:32
1. Putra Deli
2. Bangsa Minangkabau
3. Bangsa Jawa
4. Bangsa Mandailing
Tidak ada klasifikasi tertentu terkait dengan untuk siapa grant sultan ini
diberikan karena grant sultan diterbitkan bagi penduduka pribumi sebagai bukti
kepemilikan atas sebidang tanah yang telah dikuasai masyarakat tersebut. Adapun
tujuan dari diterbitkannya grant sultan adalah sebagai bukti kepemilikan tanah
bagi masyarakat pribumi. Luas wilayah grant sultan adalah sekitar wilayah pinggir
kota medan di luar wilayah yang telah diperjanjikan antara pemerintah Hindia
SRIPADOEKA TOENKAO SULTAN DELI
GERAN, JAITOE MENENTOEKAN HAK KEBOEN
NOMBER (125)
1. Bahwa kita Sripadoeka Toenkoe Sultan Maamoen Alrasjid Perkasa
Alamsjah jang bertachta kerajaan didalam negeri Deli serta daerah djadjahan
rantau ketaaloekkannja telah member perizinan kepada ini kepada seorang Islam
bernama (Oedjoeng) bangsa (Melajoe Deli) jang mempoenjai hak satoe keboen
dikampong (Gloegoer), terhak itoe dengan sebab dibelinya kepada SImpit yang
bertanggal kepada (13 hari boelan Januari Tahoen 1897). Maka peringgan itoe
keboen berikoet sebagaimana jang diterangkan dibawah ini :
Peringgan sebelah Selatan (Keboen Ahmad).
pandjangnja Selatan Oetara sebelah Barat (78.60) meter;
Peringgan Sebelah Oetara (keboen Hadji Ismail),
pandjangnya Selatan Oetara sebelah Timoer (83.50) meter;
Peringgan sebelah Barat (seongei Deli),
pandjangnja Barat Tiomer sebelah Selatan (110.30) meter;
Peringgan sebelah Timoer (pasar besar),
pandjangnja Barat Timoer sebelah Oetara (121.30) meter;
2. Maka adapoen kita member izin ini kepada jang empenja hak misti
menoeroet perintah dari pada kita atau wakil kita,
3. Siapa jang menerima ini soerat mendjadi keterangan dan hak kepadanja.
Selama beloem teroebah ganti peratoeran dari pada kita terletaknja keboen itoe
atas kadar jang ditentoekan masa itoe maka berlakoelah atoeran itoe sepanjangnja.
Dan manakala hak ini maoe dipindahkan dengan sebab djoeal atau gadai dan
lain-lain tiada boleh kalau beloem lebih dahoeloe menerangkan kepada kita atau wakil
kita. Demikianlah baroe sah tiap-tiap kali berpindah hak itoe.
4. Sjahdan jang poenja hak ini soedah mengakoe mengerjakan tanah itoe
dengan bersih selamanja, lagi bertanam pokok-pokok boeah-boehan. Serta
tambahan poela kalau jang poenja hak kemana-mana wadjib baginja
meninggalkan gantinja akan memliharakan haknja itoe. Manakala hak itoe
tertinggal seberapa tanah kosong anam boelan atau satoe tahoen, atau tiada
menoeroet sebagaimana kenjataan perizinan ini, maka kita memindahkan hak
seberapa tanah kosong itoe kepada barang siapa jang boleh meneria pengakoean
ini. Dan kerab kali mereka itoe jang mempoenjai hak melanggar atoeran ini maka
mereka itoe dapat hoekoeman dari pada kita. Didalam halat perwatasan jang
terseboet ditinggalkan lima depa dari djalan besar. Maka itoe tanah selama beloem
digoenakan negeri boleh djoega jang empoenja hak didalam perwatasannja
bertanam pohon-pohon, tetapi manakala ada pergoenannja maka termilik koeasa
negeri djoe dengan tiada mengganti keroegian kepada jang empoenja oesaha
adanja.
Termaktoeb di Medan, pada (30 hari boelan Juli 1923). Perlu dibuat catetan,
bahwa syarat-syarat dibawah ini selalu dicantumkan dalam Grant Sultan:
1. Tahan yang bersangkutan harus dikerjakan, jika tidak, haknya dicabut.
2. Kadang-kadang ditentukan, bahwa sipemegang hak harus membuat rumah.
Izin yang dimaksud misalnya dituangkan dalam suatu formula sebagai
berikut :34
―Adalah dari tanah yang tersebut disebelah kanan ini terang dari pada kita Padoeka Sri Tengkoe Besar Negeri Deli berpindah hak kepada‖ seorang
bangsa Melajoe
Nama ……… dengan sebab djoeal dengan ………..
………Pada………hari
boelan………..tahoen………
Tanda tangan memindahkan
hak
………
Kita yang membenarkan pindahan ini
Padoeka Sri Tengkoe
Besar Negeri Deli,
Tanda tangan saksi-saksi
_________________________
_________________________
_________________________
C. Kedudukan Tanah Grant Sultan dalam Hukum Tanah Indonesia
Sejak diberlakukannya UUPA diberlakukan, di Indonesia terdapat dua
macam tanah hak, yaitu tanah hak Indonesia dan tanah hak Barat Tanah hak
Indonesia diatur menurut hukum adat, baik yang tertulis maupun tidak, dimana
peraturan pertanahan tersebut diciptakan oleh pemerintahan Swapraja dan juga
oleh Belanda yang semula berlaku bagi orang-orang Indonesia meliputi seluruh
tanah yang tidak diatur oleh Hukum Tanah Barat.
Hukum Tanah Swapraja adalah keseluruhan peraturan tentang pertanahan
yang khusus berlaku di daerah Swapraja. Contoh: Kesultanan Jogjakarta;
Surakarta; Cirebon dan Deli. Dimana di dalam daerah Swaparaja tersebut hukum
tanah diciptakan oleh Pemerintah Swaparaj dan sebagian oleh Belanda.Kesultanan
Deli merupakan daerah yang memiliki suatu pemerintahan tersendiri termasuk
ketentuan tersendiri tentang pertanahan dengan menggunakan Hukum Tanah
Swapraja. Peraturan pertanahan yang terdapat di kesultanan Deli menggunakan
peraturan pertanahan di Sumatera Timur itulah sebabnya Kesultanan Deli
merupakan salah satu wilayah daerah Swapraja
Tanah-tanah di derah-daerah Swapraja di Sumatera Timur dipunyai
dengan hak-hak ciptaan Pemerintah Swapraja. Di daerah Kesultanan Deli
misalnya dikenal tanah-tanah yang dipunyai dengan apa yang disebut.35
1. Grant sultan, semacam hak milik Adat, diberikan oleh Pemerintah Swapraja,
khusus bagi para kaula Swapraja, didaftar di kantor Pejabat Swapraja.
2. Grant controleur, diberikan oleh Pemerintah Swapraja bagi bukan kaula
Swaparaja, didaftar di kantor Controleur (Pejabat Pangreh Paraja Belanda);
3. Grant Deli Maatschappij, terdapat di kota Medan dan diberikan oleh Deli
Maatschappij, suatu perusahaan yang mempunyai usaha perkebunan besar
tembakau dan bergerak juga di bidang Pelayanan Umum dan tanah,
memperoleh tanah yang luas dari Pemerintah Swapraja Deli dengan grant.
Tanah tersebut dipetak-petak dan diberikan kepada yang memerlukan oleh
Deli Maatschappij juga dengan grant yang merupakan ―sub-grant‖, dikenal dengan sebutan ―grant D‖, singkatan dari ―grant Deli Maatschappi
4. Hak konsesi, untuk perusahaan kebun besar, diberikan oleh Pemerintah
Swapraja dan didaftar di kantor Residen.
Berdasarkan UUPA dalam bagian Kedua mengenai ketentuan-ketentuan
Konversi, dalam Pasal 2 ayat (1) menegaskan bahwa: Hak-hak atas tanah yang
memberi wewenang sebagaimana atau mirip dengan hak yang dimaksud dalam
Pasal 20 ayat (1) seperti yang disebut dengan nama sebagai di bawah, yang ada
pada mulai berlakunya Undang-undang ini, yaitu: hak agrarisch eigendom, milik,
yasan, andarbeni, hak atas druwe, hak atas druwe desa, grant sultan,
landerijenbezitrecht, altijddurende, erfpacht, hak usaha atas bekas tanah pertikelir
dan hak-hak lain dengan nama apapun juga yang akan ditegaskan lebih lanjut oleh
Menteri Agraria, sejak mulai berlakunya Undang-undang ini menjadi hak milik
tersebut dalam Pasal 20 ayat (1), kecuali jika yang mempunyai tidak memenuhi
Melihat dari pada ketentuan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
setelah berlakunya UU no. 5 tahun 1960 tentang UUPA, maka secara otomatis,
hak-hak atas tanah yang diperoleh dari Grant Sultan adalah menjadi Hak milik.
Dengan demikian, secara otomatis, Tanah Grant Sultan No. 1 tahun 1935 tersebut
menjadi milik dari Datuk M. Cheer.
Pada mulanya penguasaan sebidang tanah oleh penduduk tidak didukung
dengan bukti tertulis sebab masa itu tanah yang tersedia masih luas. Kemudian
setelah datangnya perusahaan-perusahaan perkebunan yang memerlukan tanah
yang luas dan kepastian tentang batas-batas tanah maka timbul keinginan dari
penduduk agar penguasaannya atas tanah mendapat penetapan dari penguasa,
sehingga oleh sultan diberikanlah tanda bukti yang disebut dengan grant sultan.36
Berdasarkan perjanjian yang dibuat antara sultan deli dengan gubernemen
belanda pada tanggal 2 Juni 1907 ditetapkan bahwa Kawula Sultan Deli adalah
pribumi Deli sendiri, pribumi dari Swapraja lain di Sumatera Timur, keturunan
dari imigran yang sudah bercampur dengan pribumi itu sedemikian rupa sehingga
mereka dianggap sudah termasuk kedalamnya.37
BAB III
KENDALA YURIDIS YANG DIHADAPI KANTOR PERTANAHAN
DALAM KONVERSI HAK ATAS TANAH JIKA GRANT
SEBAGAI ALAT BUKTI HAK
A. Pengertian dan Objek Konversi
Sebagaimana diketahui sebelum berlakunya UUPA berlaku bersamaan dua
perangkat hukum tanah di Indonesia (dualisme). Satu bersumber pada hukum adat
disebut hukum tanah adat dan yang lain bersumber pada hukum barat disebut
hukum tanah Barat. Dengan berlakunya hukum agraria yang bersifat nasional
(UUPA) maka terhadap tanah-tanah dengan hak barat maupun tanah-tanah dengan
hak adat harus dicarikan padanannya di dalam UUPA. Untuk dapat masuk ke
dalam sistem dari UUPA diselesaikan dengan melalui lembaga konversi.
Beberapa ahli hukum memberikan pengertian konversi yaitu: A.P.
Parlindungan menyatakan : ―Konversi itu sendiri adalah pengaturan dari hak-hak
tanah yang ada sebelum berlakunya UUPA untuk masuk dalam sistem dari
UUPA‖.38
Boedi Harsono menyatakan : ―Konversi adalah perubahan hak yang lama menjadi satu hak yang baru menurut UUPA‖.39 Kata ‗konversi‘ berasal dari
bahasa latin convertera yang berarti membalikan atau mengubah nama dengan
pemberian nama baru atau sifat baru sehingga mempunyai isi dan makna yang
38A.P. Parlindungan, Pendaftaran Tanah di Indonesia, (Bandung: Mandar Maju, 1990), hlm. 1
baru. Sedangkan pengertian konversi dalam hukum agraria adalah perubahan hak
lama atas tanah menjadi hak baru. Yang dimaksud dengan hak-hak lama adalah
hak atas tanah sebelum berlakunya UUPA, dan yang dimaksud dengan
hak-hak baru adalah hak-hak-hak-hak yang memuat UUPA khususnya Pasal 16 ayat 1.
Berdasarkan keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa konversi
hak-hak atas tanah adalah penggantian/perubahan hak-hak-hak-hak atas tanah dari status yang
lama yaitu sebelum berlakunya UUPA menjadi status yang baru, sebagaimana
diatur menurut UUPA itu sendiri, adapun yang dimaksud dengan hak-hak atas
tanah sebelum berlakunya UUPA adalah hak-hak atas tanah yang diatur dan
tunduk pada hukum adat dan KUHPerdata. Terhadap pelaksanaan konversi itu
sendiri A.P. Parlindungan memberikan komentar, ―bahwa pelaksanaan konversi
itu sendiri merupakan sesuatu yang boleh dikatakan sangat drastis, oleh karena
sekaligus ingin diciptakan berkembangnya suatu unifikasi hukum keagrariaan di
tanah air kita, sungguhpun harus diakui persiapan dan peralatan, perangkat hukum
maupun tenaga trampil belumlah ada sebelumnya‖.
Pada kenyataannya UUPA telah merombak yang mendasar terhadap
sistem-sistem agraria, terdapat dalam bagian kedua dari UUPA adalah merupakan
suatu pengakuan terhadap adanya jenis-jenis hak atas tanah yang lama, walaupun
hak tersebut perlu disesuaikan dengan hak-hak yang ada dalam UUPA, sehingga
dengan demikian tidak bertentangan dengan jiwa dan filosofi yang terkandung
dalam UUPA.
Landasan hukum konversi terhadap hak-hak atas tanah yang ada sebelum
―tentang ketentuan-ketentuan konversi yang terdiri IX Pasal yaitu dari Pasal I
sampai dengan Pasal IX‖, khususnya untuk konversi tanah-tanah yang tunduk
kepada hukum adat dan sejenisnya diatur dalam Pasal II, Pasal VI dan Pasal VII
ketentuan-ketentuan konversi, di samping itu untuk pelaksanaan konversi yang
dimaksud oleh UUPA dipertegaskan lagi dengan dikeluarkannya Peraturan
Menteri Pertanian dan Agraria Nomor 2 Tahun 1962 dan Surat Keputusan Menteri
Dalam Negeri Nomor 26/DDA/1970 yaitu tentang Penegasan Konversi dan
Pendaftaran Bekas Hak-hak Indonesia Atas Tanah.
Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, masyarakat pola pikirnya agak
sedikit berubah, dengan beralihnya suatu kepemilikan Hak Atas Tanah tersebut
masyarakat mulai banyak yang memakai jasa Pejabat Pembuat Akta Tanah
(selanjutnya disingkat PPAT) untuk dibuatkannya akta peralihan hak tetapi
kebanyakan tidak didaftarkan untuk disertifikatkan ke BPN melainkan hanya
membuat akta saja. Jadi, masyarakat beranggapan bahwa sudah mempunyai akta
peralihan hak dari PPAT sudah kuat. Dalam rangka memenuhi Pasal 51
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang UUPA, diundangkanlah Undang-Undang-Undang-Undang
Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda
Yang Berkaitan Dengan Tanah, Lembaran Negara Nomor 42 Tahun 1996 dan
Tambahan Lembaran Negara Nomor 62 Tahun 1996 (selanjutnya disingkat
UUHT).
Setelah diundangkannya UUHT maka hak jaminan yang dibebankan pada
hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam UUPA, berikut atau tidak berikut
hutang tertentu, memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu
terhadap kreditur-kreditur lain (Pasal 1 angka 1 UUHT). Di samping itu, dengan
lahirnya UUHT tersebut maka untuk pemberian kredit oleh kreditur (Bank)
kepada debitur dapat terpenuhi, artinya kepentingan para pihak terakomodir
dengan jelas dan pasti, hal itu ditunjukkan pada tanah-tanah yang disinggung di
atas yaitu tanah konversi/hak-hak adat yang memenuhi syarat untuk didaftarkan
dapat diberikan kredit.Dengan diterimanya hak atas tanah belum terdaftar (hak
adat) oleh Bank sebagai jaminan dalam memperoleh kredit maka menurut UUHT
posisi kreditur akan kuat, yaitu sebagai kreditur preference (kreditur yang
mempunyai kedudukan yang diutamakan daripada kreditur-kreditur lain) dan
tidak khawatir pada suatu saat debitur akan wanprestasi.
Tujuan dari konversi hak–hak atas tanah tidak lepas dari tujuan yang
hendak dicapai UUPA yakni unifikasi dan kesederhanaan dalam hukum
pertanahan serta untuk memberikan jaminan kepastian hukum mengenai hak-hak
atas tanah dan terciptanya kemakmuran, kebahagiaan dan keadilan bagi Negara
dan rakyat. Secara lebih khusus konversi bertujuan untuk mengadakan unifikasi
hak-hak atas tanah, sehingga kelak tidak ada lagi hak-hak atas tanah produk
hukum yang lama yakni hak-hak atas tanah yang tunduk pada KUHperdata yang
lebih mengutamakan kepentingan individu maupun hak-hak atas tanah menurut
hukum adat dengan keanekaragamannya itu.
Hak atas tanah sebelum berlakunya UUPA terdiri dari hak-hak yang
tunduk pada hukumadat dan hak-hak yang tunduk pada hukum barat.
1. Hak agrarisch egeidom lembaga agrarisch egeidom ini adalah usaha dari
Pemerintah Hindia Belanda dahulu untuk mengkonversi tanah hukum adat,
baik yang berupa milik perorangan maupun yang ada hak perorangannya pada
hak ulayat dan jika disetujui sebagian besar dari anggota masyarakat
pendukung hak ulayatnya, tanahnya dikonversikan menjadi agrarisch ageidom
2. Tanah hak milik, hak yasan, adar beni, hak atas druwe, hak atas druwe desa,
pesini Istilah dan lembaga-lembaga hak atas tanah ini merupakan istilah lokal
yang terdapat di Jawa
3. Grant Sultan yang terdapat di daerah Sumatra Timur terutama di Deli yang
dikeluarkan oleh Kesultanan Deli term asuk bukti-bukti hak atas tanah yang
diterbitkan oleh para Datuk yang terdapat di sekitar Kotamadya Medan. Di
samping itu masih ada lagi yang disebut grant lama yaitu bukti hak tanah yang
juga dikeluarkan oleh Kesultanan Deli.
4. Landrerijen bezitrecat, altijddurende erfpacht, hak-hak usaha atas bekas tanah
partikeli
Selain tanah-tanah yang disebut di atas yang tunduk pada Hukumadat ada
juga hak-hak atas tanah yang lain yang dikenal dengan namaantara lain ganggan
bauntuik, anggaduh, bengkok, lungguh, pituas dan lain-lain40
Hak atas tanah yang tunduk pada hukum barat adalah :
1. Hak Eigendom adalah hak kebendaan (zakelijk recht) yang dipunyai
seseorang untuk secara bebas menikmati sebidang tanah dan dan
menguasainya secara mutlak.
2. Hak Opostal adalah hak kebendaan untuk mempunyai gedung-gedung
pekerjaan-pekerjaan (warken) dan tanaman-tanaman di atas tanah
kepunyaan orang lain.
3. Hak erfpacht adalah hak kebendaan untuk menikmati secara bebas
sebidang tanah, kepunyaan orang lain.41
B. Prosedur konversi Grant Sultan
Keberadaaan grant sultan pada saat sekarang ini masih diakui sebagai hak
atas bukti kepemilikan sepanjang tanahnya tetap dikuasai oleh pemilik tanah
tersebut. Apabila tanah tersebut tidak dikuasai, maka akan sangat sulit untuk
membuktikan kepemilikan grant sultan tersebut.42
Grant Sultan, merupakan bukti kepemilikan tanah bekas milik adat yang
diakui berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, yaitu
berdasarkan bukti yang lama. Dengan demikian, pembuktian hak lama dan hak
milik adat dilakukan melalui alat-alat mengenai adanya hak-hak tesebut berupa
bukti-bukti tertulis, keterangan saksi dan atau pernyataan yang bersangkutan yang
kadar kebenarannya dianggap cukup oleh pejabat yang berwenang.
Grant Sultan, yang merupakan bukti hak atas tanah, sampai saat sekarang
banyak terdapat di Kota Medan. Sedangkan untuk dapat mengidentifikasi bahwa
sebidang tanah adalah tanah Grant Sultan,‖sangat sulit untuk dilihat secara
langsung di lapangan, karena sebagian besar tanah tersebut secara fisik dikuasai
oleh penggarap. Jadi untuk dapat mengidentifikasi bahwa sebidang tanah adalah
tanah Grant Sultan hanya dapat dilihat jika ada bukti tertulis, yaitu berbentuk
Grant Sultan‖.
Dalam kenyataannya konversi tanah Grant Sultan yang telah dilaksanakan
berdasarkan keterangan data dan informasi yang ada di kantor Pertanahan, bahwa
konversi yang telah dilaksanakan sejak masa berlakunya UUPA merupakan jenis
konversi langsung. Jadi, konversi yang pernah dilaksanakan adalah masa sebelum
berlakunya Peraturan Pemerintahan Nomor 24 Tahun 1997. Konversi Tanah
Grant Sultan pernah dilaksanakan dapat dilihat pada Grant Sultan yang terdaftar
pada register yang terdapat di Kantor Pertanahan Kota Medan. Pada Grant Sultan
tersebut yang menjelaskan perubahan hak ataupun pernyataan konversi hak atas
tanah Grant Sultan.
Ada 2 perlakuan terhadap Grant Sultan:43
- Kalau terdaftar dan masih hidup, tanah dikuasai, GRANT SULTAN masih asli, tanah dikuasi makan cukup dilakukamn penegasan hak. Kalau dahulu di konversi, hanya dicap. Sekarang dilakukan penegasan hak , artinya ada ditemukan bukti-bukti GRANT SULTAN lalu setelah itu ditegaskan lah hak milik GRANT SULTAN dengan cara pengukuran, berita acara pengesahan data fisik dan yuridis terus diumumkan di media masa 2 bulan.
Apabila terdaftar, dilihat siapa pemiliknya , apabila masih ada pemilik Grant Sultan daftar. kalau tidak ada pemilik sudah diahlikan, lalu dibalik nama ahli waris. Apabila telah dialihkan maka tidak bisa penegasan hak tapi pengalihan hak.
- Kalau tidak ditemukan surat-surat GRANT SULTAN, dilakukan pengakuan hak, dengan surat pernyataam penguasaan fisik dimana tanah telah dikuasai selama 2 tahun berturut dan kemudian diukur , diperiksa oleh panitia A dan diumukan, lalu didaftarkan, dibukukan di BPN tanpa dipungut biaya pajak. Dan disertifikatkan. - Yang tidak terdaftar, maka diproses seperti biasa. Terhadap GRANT SULTAN
yang tidak dikuasai tentu tidak dapat diproses, harus diselesaikan semua hal di lapangan seperti pembebasan orang-orang yang masih menduduki. Bagi GRANT SULTAN yang palsu maka diproses melalui jalur hukum.
Mekanisme pelaksanaan konversi Tanah Grant Sultan yang pernah
dilakukan, merupakan konversi langsung. Konversi langsung adalah adalah
konversi yang dilakukan ketika pemilik Grant Sultan masih hidup.Cara
pelaksanaan konversi tanah Grant Sultan yang sudah pernah dilakukan di Kantor
Pertanahan Kota Medan, dengan cara sebagai berikut :
1. Pemohon diwajibkan membuat permohonan pendaftaran konversi dengan
melampirkan Grant Sultan yang dimiliki;
2. Objek tanah grant sultan kemudian direkondtruksi di lapangan untuk
meneliti data fisik tanah Grant Sultan;
3. Setelah dilakukan pengukuran data fisik, maka terhadap pemohon,
dibebankan biaya pengukuran;
4. Pemohon juga diwajibkan untuk membayar biaya pendaftaran.
Mekanisme pelaksanaan konversi tanah Grant Sultan yang dilakukan di
Kantor Pertanahan Grant Sultan terbagi atas :
1. Terhadap Grant Sultan yang terdaftar, jika pemilik langsung masih hidup,
pemilik langsung grant sultan tersebut membuat permohonan ke kantor
pertanahan atas nama pemilik. Jika syarat-syarat yang telah di tentukan
sesuai perundang-undangan yang berlaku terpenuhi, maka terhadap
pemohon konversi yaitu pemilik Grant Sultan dikenakan biaya pengukuran
tanah, akan tetapi terhadap pemohon tidak dikenakan BPHTB dan uang
pemasukan. Sehingga dikenakan biaya ukur, baru dapat diterbitkan
sertifikat.
Grant Sultan yang terdaftar, akan tetapi pemilik langsung sudah meninggal dunia
dan Grant Sultan telah beralih kepada pihak ketiga, maka upaya yang ditempuh
untuk pelaksanaan konversi atau pengakuan hak dilakukan oleh ahli waris,
sehingga ahli warislah yang mengajukan konversi, berdasarkan surat keterangan
waris. Setelah syarat-syarat untuk melakukan konversi telah terpenuhi sesuai
perundang-undangan yang berlaku, maka pemohon (dalam hal ini ahli waris) akan
dikenakan biaya pembuatan daftar data yuridis dan data fisik bidang tanah sebagai
lampiran pengumuman. Kepala BPN akan membuat pengumuman tentang data
fisik dan data yuridis terhadap pengakuan hak yang dimohonkan tersebut, baik di
kantor pertanahan maupun dimuat di media massa, yaitu surat kabar.
Pengumuman yang dibuat adalah dimaksudkan sebagai pemberitahuan kepada
khalayak ramai atau masyarakat umum, yang bertujuan untuk memancing reaksi
dari pihak yang lebih berhak.
Grant Sultan yang belum terdaftar tetapi sudah beralih kepada pihak
ketiga, sebelum dilakukan konversi, berdasarkan hasil penelitian panitia A,
Notaris maupun camat yang membuat akta pelepasan hak dan ganti rugi
terhadap tanah Grant Sultan yang sudah beralih kepada pihak ketiga,
berdasarkan kenyataan bahwa tanah tersebut sudah dianggap kembali
menjadi tanah negara.
Pemohonan atas hak tanah, terhadap pemohon dikenakan biaya surat ukur
yaitu, tentang daftar dan fisik tanh. Jika persyaratan tersebut telah dipenuhi
pemohon, maka akan di terbitkan Surat Keputusan Pemberian Hak,
selanjutnya pemohon hak atas tanah dikenakan BPHTB dan Uang
Pemasukan Kepada Negara (UP). Uang pemasukan tersebut dibayar
kepada Bendahara Khusus Penerimaan Uang pemasukan tersebut.
Selanjutnya, apabila semua persyaratan telah dipenuhi baru kemudian
dapat diterbitkan sertifikat
2. Terhadap Grant Sultan yang belum terdaftar, juga terdapat suatu kondisi,
dimana Grant Sultan yang terdaftar tersebut tidak lagi berada di tangan
pemilik langsung ataupun pada ahli warisnya, melainkan sudah dialihkan
kepada pihak lain, sebelum dilakukan upaya konversi. Peralihan hak yang
dilakukan biasanya berbentuk pelepasan hak dan ganti rugi baik yang
dilakukan oleh Notaris/PPAT ataupun oleh Camat. Dalam kondisi yang
demikian, maka jika pemegang Grant Sultan hendak mengajukan
permohonan konversi,ada beberapa tahapan yang harus dijalani yaitu
sebagai berikut :
Pemohon konversi telah melengkapi persyaratan permohonan berdasarkan
selanjutnya ditentukan berdasarkan hasil penelitian Panitia Pemeriksa
Tanah (Panitia A), yang terdiri dari:
1. Kepala Seksi hak-hak atas tanah atau staf hak-hak atas tanah yang
senior dari Kantor Pertanahan Kota, sebagai ketua merangkap anggota;
2. Kepala seksi pengukuran dan pendaftaran tanah atau staf seksi
pengukuran dan pendaftaran tanah atau staf seksi pengukuran dan
pendaftaran tanah yang senior dari Kantor Pertanahan Kota, sebagai
wakil ketua merangkap anggota;
3. Kepala seksi atau staf yang ditunjuk mewakili seksi pengaturan
penguasaan tanah, penatagunaan tanah kantor pertanahan kota, kepala
desa/lurah/kelurahan yang ditunjuk untuk mewakili sebagai anggota;
4. Kepala sub seksi pengurusan hak atas tanah atau staf yang ditunjuk
sebagai sekretaris merangkap anggota.
Grant Sultan yang belum terdaftar dalam register di Kantor BPN,
maka jika pemegang Grant Sultan bermaksud mengajukan permohonan
konversi hak atas tanah, mekanisme yang harus di tempuh sama dengan
prosedur permohonan atas tanah negara. Hanya saja Grant Sultan yang
belum terdaftar pada register tersebut, kemudian dapat dijadikan tanda
bukti hak atau bukti perolehan hak atas tanah. Meskipun demikian
keabsahan bukti hak, yaitu Grant Sultan yang belum terdaftar tersebut
terlebih dahulu diteliti. Bagaimanapun pemegang Grant Sultan yang tidak
terdaftar, tentu berada pada posisi yang kurang menguntungkan,