• Tidak ada hasil yang ditemukan

Struktur Tegakan Hutan Alam Sebelum dan Sesudah Penebangan di Areal Konsesi Hutan Pulau Siberut, Sumatera Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Struktur Tegakan Hutan Alam Sebelum dan Sesudah Penebangan di Areal Konsesi Hutan Pulau Siberut, Sumatera Barat"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

STRUKTUR TEGAKAN HUTAN ALAM SEBELUM DAN

SESUDAH PENEBANGAN DI AREAL KONSESI HUTAN

PULAU SIBERUT, SUMATERA BARAT

HERU DEFRIANTO

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Struktur Tegakan Hutan Alam Sebelum Dan Sesudah Penebangan Di Areal Konsesi Hutan Pulau Siberut, Sumatera Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2013

(4)

vi

ABSTRAK

HERU DEFRIANTO. Struktur Tegakan Hutan Alam Sebelum dan Sesudah Penebangan di Areal Konsesi Hutan Pulau Siberut, Sumatera Barat. Dibimbing oleh TEDDY RUSOLONO.

Struktur tegakan hutan memiliki perbedaan antara kondisi sebelum dengan sesudah penebangan. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor pada kondisi sebelum dan setelah penebangan. Untuk dapat mengetahui seberapa besar perbedaan antara struktur tegakan hutan sebelum dan sesudah penebangan, maka dapat digunakan model distribusi diameter tegakan seperti model famili sebaran. Ada empat model famili sebaran yang umumnya digunakan yaitu Eksponensial negatif, Gamma, Weibull serta Lognormal. Dari keempat model tersebut akan dipilih model famili sebaran terbaik yang dapat menggambarkan perbedaan struktur tegakan hutan. Hasil dari penelitian menunjukan bahwa model famili sebaran Eksponensial negatif terpilih sebagai model terbaik. Berdasarkan hasil uji Chi-square (X2) model famili sebaran Eksponensial negatif sudah dapat menjelaskan perbedaan antara struktur tegakan hutan sebelum dan sesudah penebangan.

Kata kunci: Model struktur tegakan, model famili sebaran, struktur tegakan hutan, uji Chi-square.

The structure of forest stands have differences between the conditions before and after logging. It is influenced by some factors on the conditions before and after logging. To be able figure out how big the differences between the structure of forest stands before and after logging, the diameter distribution model can be used in the stands like the model of the family distribution. There are four models of the family distribution commonly used that is an Exponential negative, Gamma, Lognormal and Weibull. From the four of distribution model will be selected the best of family distribution models which can describe the difference in the structure of forest stands. The results of the research show the Exponential negative distribution family model was selected as the best model. Based on results test of Chi-square (X2) an Exponential negative distribution family model was able to explain the difference between the structure of forest stands before and after logging.

Keywords: Chi-square test, model of distribution family, model of forest structure, structure of forest stand.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Manajemen Hutan

STRUKTUR TEGAKAN HUTAN ALAM SEBELUM DAN

SESUDAH PENEBANGAN DI AREAL KONSESI HUTAN

PULAU SIBERUT, SUMATERA BARAT

HERU DEFRIANTO

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)
(8)

Judul Skripsi : Struktur Tegakan Hutan Alam Sebelum dan Sesudah Penebangan di Areal Konsesi Hutan Pulau Siberut, Sumatera Barat

Nama : Heru Defrianto

NIM : E14070102

Disetujui oleh

Dr. Ir. Teddy Rusolono, MS NIP: 19621024 198803 1 002

Diketahui oleh

Dr. Ir. Didik Suharjito, MS

NIP: 19630401 199403 1 001

(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Struktur Tegakan Hutan Alam Sebelum dan Sesudah Penebangan di Areal Konsesi Hutan Pulau Siberut, Sumatera Barat.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Ir. Teddy Rusolono, MS selaku dosen pembimbing skripsi atas segala masukannya yang membangun serta kepercayaan dan kesabarannya dalam membimbing penulis hingga selesainya penelitian ini.

2. Kedua orang tua yang luar biasa, Ibu Lilik dan Bapak H.Idin Harianto atas segala do`a, dukungan serta kasih sayang yang tak terhingga. Mustofa Hidayatullah dan Ahadi Rahmatullah, adik-adik yang senantiasa mendukung, membantu dan memberikan doa`nya.

3. Segenap Pimpinan, Direksi, Staf dan Karyawan PT. Salaki Summa Sejahtera, khususnya R. Iwan Sumarta, Msc, Ir. Agus F. Nugroho (General Manager), Ir. Mangatas Simanjuntak (Direktur Produksi), atas bantuan dukungan dan kerjasamanya.

4. Dosen-dosen dan staf-staf Departemen Manajemen Hutan yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

5. Ida Fitriyani beserta keluarga yang senantiasa memberikan dukungan dan semangat.

6. Johan dan Frensi selaku teman penelitian yang senantiasa memberikan bantuan dan dukungan.

7. Ari, Januar, Adli, Astrida, dan lain-lain atas bantuan dan dukungannya. 8. Teman-teman Mahasiswa Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat

Bogor, Juli 2013

(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian 1

TINJAUAN PUSTAKA 2

METODE 5

Kondisi Umum Lokasi Penelitian 5

Metode Pengambilan Data 5

Analisis Data 6

HASIL DAN PEMBAHASAN 8

Struktur Tegakan Sebelum dan Sesudah Penebangan 8

Pendekatan Struktur Tegakan Melalui Model Famili Sebaran 10

Uji perbandingan Struktur Tegakan Sebelum dan Sesudah Penebangan 13

SIMPULAN DAN SARAN 15

Simpulan 15

Saran 15

DAFTAR PUSTAKA 16

LAMPIRAN 18

(11)

DAFTAR TABEL

1. Nilai kemungkinan maksimum (L) kelompok seluruh jenis 11

2. Nilai kemungkinan maksimum (L) kelopok Dipterocarpaceae 11

3. Nilai perbandingan X² antara struktur tegakan sebelum dengan sesudah

Penebangan pada model famili sebaran terpilih 14

DAFTAR GAMBAR

1. Kerapatan pohon untuk kelompok jenis dipterocarpaceae sebelum dan sesudah penebangan (A) dan kelompok seluruh jenis sebelum

dan sesudah penebangan (B) 9

2. Kerapatan dugaan model famili sebaran terbaik untuk kelompok dipterocarpaceae (A) dan kelompok seluruh jenis sebelum dan

(12)

33

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kegiatan pemanenan hutan tidak terlepas dari adanya kegiatan penebangan. Kegiatan penebangan dilakukan guna memperoleh hasil kayu dari area hutan tersebut. Kegiatan penebangan untuk memperoleh kayu biasanya dilakukan secara merata disemua lokasi petak tebangan. Namun penebangan yang dilakukan di area PT. Salaki Summa Sejahtera tidak bisa dilakukan disemua lokasi petak tebangan, karena kondisi topografi yang relatif curam dengan lereng yang pendek sehingga tidak semua lokasi pohon dapat dilakukan penebangan. Karena tidak semua lokasi pohon dapat dilakukan penebangan, maka intensitas penebangan yang dilakukan di lokasi petak tebangan berbeda-beda antara satu sama lainnya sesuai dengan kondisi topografi tersebut. Intensitas penebangan yang berbeda menyebabkan kerusakan yang terjadi pada tegakan tinggal berbeda sehingga struktur tegakan akan berbeda satu sama lain. Sangat menarik untuk mengetahui perbedaan struktur tegakan sebelum dan sesudah penebangan yang diakibatkan perbedaan dari intensitas penebangan yang dilakukan.

Intensitas penebangan yang berbeda menyebabkan struktur tegakan berbeda pada kondisi sebelum dan sesudah diadakannya penebangan. Perbedaan struktur tegakan dapat dilihat dari model distribusi diameter tegakan, terutama pada kerapatan tegakan. Model distribusi diameter seperti model famili sebaran dapat digunakan untuk memperoleh gambaran mengenai struktur tegakan, sehingga nantinya dapat diketahui perbedaan antara kondisi struktur tegakan sebelum dan sesudah dilakukan penebangan. Berbagai model famili sebaran yang pernah dicobakan diantaranya adalah famili sebaran eksponensial negatif, gamma, lognormal dan weibull. Dalam penelitian ini akan dicobakan keempat model tersebut untuk menentukan model terbaik yang dapat menggambarkan struktur tegakan.

.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari dan menganalisis struktur tegakan sebelum dan sesudah penebangan serta menentukan model struktur tegakan terbaik yang dapat menggambarkan struktur tegakan sebelum dan sesudah penebangan pada berbagai intensitas penebangan yang berbeda. Hasil dari penelitian ini dapat digunakan untuk menilai sejauh mana dampak dari intensitas penebangan yang berbeda terhadap struktur tegakan dan implikasinya untuk selanjutnya menentukan tindakan silvikultur apa yang sesuai untuk dilakukan di area PT. Salaki Summa Sejahtera.

(13)

TINJAUAN PUSTAKA

Struktur Tegakan Hutan

Menurut Suhendang (1995), dipandang dari kepentingan manajemen hutan, tegakan merupakan suatu hamparan lahan hutan yang secara geografis terpusat dan memiliki ciri-ciri kombinasi dan sifat-sifat vegetasi (komposisi jenis, pola pertumbuhan, kualitas pertumbuhan), serta sifat-sifat fisik (bentuk lapangan memiliki luasan minimal tertentu sebagaimana disyaratkan). Pada sebagian besar tipe hutan di luar Jawa, keadaan fisik tegakannya mempunyai tiga ciri utama, yaitu:

1. Merupakan tegakan hutan tidak seumur

2. Memiliki komposisi jenis yang heterogen dengan jumlah jenis yang sangat tinggi

3. Memiliki jenis-jenis pohon yang bernilai ekonomis tinggi.

Struktur tegakan dapat digolongkan ke dalam dua tipe, yaitu struktur tegakan vertikal dan horizontal. Struktur tegakan vertikal didefinisikan sebagai sebaran individu pohon pada berbagai lapisan tajuk, sedangkan struktur tegakan horizontal menurut Davis dan Johnson (1987) didefinisikan banyaknya pohon per satuan luas pada setiap kelas diameter. Dalam penelitian ini struktur tegakan yang digunakan adalah struktur horizontal, karena ukuran kenormalan hutan alam salah satunya dapat dilihat dari kondisi struktur tegakan horizontalnya.

Menurut Wahjono dan Imanuddin (2007), adanya perubahan struktur tegakan hutan yang diikuti dengan pertumbuhan alami berguna untuk mencapai kondisi hutan yang seperti semula. Adapun pola serta kecepatan perumbuhan tegakan sangat tergantung kepada kondisi awal tegakan dan kualitas tempat tumbuhnya.

Struktur tegakan hutan alam bekas tebangan memiliki kondisi yang beragam terutama dalam hal komposisi jenis, kerapatan pohon, kondisi struktur tegakan, intensitas penebangan yang dilakukan serta bervariasinya kualitas tempat tumbuh tegakan hutan. Keragaman tersebut dapat menyebabkan pertumbuhan tegakan menjadi beragam, ada yang tumbuh dengan relatif cepat atau sebaliknya relatif lebih lambat. Kecepatan pertumbuhan itu mencerminkan kemampuan upaya pemulihan hutan alam bekas tebangan untuk mencapai atau mendekati keadaan seperti semula sebelum ditebang atau mencapai kondisi struktur tegakan yang layak tebang sehingga siap untuk mendapat perlakuan penebangan pohon-pohon layak tebang pada rotasi tebang berikutnya (Muhdin et al. 2008)

Kegunaan Struktur Tegakan

(14)

3

Sedangkan Muhdin et al. (2008) menyatakan kondisi struktur tegakan hutan bekas tebangan diduga berbeda dengan kondisi struktur tegakan di hutan primer. Informasi tentang struktur tegakan ini dipandang penting karena ditinjau dari faktor ekonomi, struktur tegakan dapat menunjukkan potensi tegakan (timber standing stock) minimal yang harus tersedia sehingga layak dikelola, sedangkan ditinjau dari faktor ekologi, struktur tegakan dapat memberikan gambaran tentang kemampuan regenerasi tegakan.

Adianti (2011) menjelaskan bahwa pengetahuan tentang struktur tegakan berguna untuk penentuan kerapatan pohon pada berbagai kelas diameter, penentuan luas bidang diameter dasar tegakan, penentuan volume tegakan, serta penentuan biomassa tegakan.

Model Struktur Tegakan

Pola struktur tegakan di lapangan dapat diketahui dengan suatu cara pendugaan model struktur tegakan menggunakan model famili sebaran. Menurut Ermayani (2000) empat model famili sebaran yang sering menjadi model terpilih dalam menerangkan pola struktur tegakan, yaitu Lognormal, Gamma, Eksponensial negatif dan Weibull. Adianti (2011) menyatakan dalam pendugaan model struktur tegakan untuk setiap famili sebaran menggunakan parameter-parameter berbeda. Parameter tersebut yang kemudian akan digunakan untuk mendapatkan nilai peluang pada kelas diameter. Sedangkan untuk pemilihan model terbaik pada struktur tegakan menurut Adianti (2011) dilakukan dengan menggunakan metode kemungkinan maksimum, yaitu dengan memilih famili sebaran yang mempunyai nilai fungsi kemungkinan tertinggi sebagai model penduga terbaik bagi struktur tegakan yang bersangkutan.

Husch et al. (2003) pun mengemukakan berbagai model famili sebaran diantaranya model sebaran Eksponensial negatif, sebaran Weibull, sebaran Beta, sebaran Gamma. Dalam penelitian ini akan digunakan 4 model famili sebaran yang sering digunakan untuk menduga pola struktur tegakan hutan, yaitu famili sebaran Eksponensial Negatif, famili sebaran Gamma, famili sebaran Lognormal dan famili sebaran Weibull.

Famili Ekponensial Negatif

Famili sebaran eksponensial negatif hanya memiliki satu parameter yang

disimbolkan dengan θ. Peubah acak x yang menyebar secara eksponensial negatif dinotasikan dengan X~E (θ). Suatu peubah acak x dikatakan mempunyai sebaran

eksponensial negatif dengan parameter θ, dengan simbol E (θ) jika mempunyai

Famili sebaran gamma ( ) memiliki β parameter, yaitu parameter skala (α) dan parameter bentuk ( ). Peubah acak x yang menyebar gamma ( ) dinotasikan dengan X~G( ,α). Peubah acak x dikatakan mempunyai sebaran gamma ( ) jika

mempunyai fungsi kepekatan :

F(x)= -α(Γ α)-1

x(α-1) exp (-x/ ), 1(0,∞)

Dengan α>0, >0 dan Γ(α)=∫x(α-1)

(15)

Famili Sebaran Lognormal

Sebaran lognormal kadang-kadang dikatakan sebagai sebaran antilognormal. Sebaran lognormal terbagi dua yaitu yang memiliki dua parameter dan tiga

parameter. Yang membedakan keduanya adalah parameter θ. Dalam famili

sebaran lognormal dengan dua parameter, nilai θ ini dianggap 0 sedangkan yang lain tidak. Dalam berbagai aplikasi, yang sering digunakan adalah famili pertama

dimana θ dianggap 0 sehingga nilai x (peubah bebas) dikatakan sebagai variabel

acak positif.

Peubah acak x dikatakan menyebar lognormal apabila y=log x, menyebar normal dan mempunyai fungsi kepekatan:

F(x) = (xσ√βп)-1

exp [-1/2(log x –μ)2/σ2]; i (0,∞)

Parameter μ dikenal dengan sebutan parameter skala dan σ parameter

bentuk. Peubah acak x dinotasikan dengan X ~log (μ, σ).

Famili Sebaran Weibull

Peubah acak x yang menyebar weibull dengan parameter skala α dan

parameter bentuk c biasanya dilambangkan dengan X~W (α,c). Ketika α=1 maka sebaran Weibull ini akan menjadi sebaran eksponensial dengan α = 1/c.

Peubak acak x dikatakan menyebar secara Weibull jika mempunyai fungsi kepekatan dengan bentuk :

F(x) = (c/ α) (x/ α)c-1

exp [-(x/ α)c], α > 0

(16)

5

METODE PENELITIAN

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

PT. Salaki Summa Sejahtera memiliki luas kawasan hutan sekitar 48.420 ha yang berada dalam kelompok hutan Siberut dan berdasarkan pembagian wilayah administrasi pemerintahan, terletak di dalam wilayah Kecamatan Siberut Utara dan Siberut Barat, Kabupaten Kepulauan Mentawai, Propinsi Sumatra Barat. Secara geografis wilayah PT. Salaki Summa Sejahtera terletak diantara 98°40᾽ -99°15᾽ Bujur Timur (BT) dan 00°95᾽-01°15᾽ Lintang Selatan (LS). menjadi tiga, yaitu kelas penutupan hutan primer, kelas hutan bekas tebangan dan kelas bukan hutan. Pada kelas hutan primer, fungsi hutan produksi tetap memiliki luasan 1.244 ha dengan buffer zone Taman Nasional Siberut seluas 1.247 ha atau sekitar 5% dari luas total PT. Salaki Summa Sejahtera. Secara keseluruhan PT. Salaki Summa Sejahtera didominasi oleh kayu jenis Non-Dipterocarpaceae. Jenis yang termasuk kedalam kayu komersial diantaranya Meranti, Keruing, Katuka, Gut-gut, Ungra, Peiki, Alosit, Tumu, Polenggu dan Dalatkau.

Metode Pengambilan Data

Sampel data diambil di areal kerja PT. Salaki Summa Sejahtera, Pulau Siberut, Sumatera Barat di petak tebang 264 dan 265 selama bulan Oktober-November 2011. Alat dan bahan yang digunakan dalam kegiatan penelitian ini adalah kompas, pita meter dan phiband, haga hypsometer/Christen meter, tali rafia/tambang, tally sheet dan alat-alat tulis, alat hitung/kalkulator, seperangkat komputer dengan software Microsoft Excel, Matlab R2008b untuk mengolah data.

Jenis data yang diambil adalah data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari pengukuran langsung pada petak yang terpilih sebagai contoh. Data sekunder diperoleh dari Inventarisasi Hutan Menyeluruh Berkala (IHMB) pada hutan primer, Inventarisasi Tegakan Sebelum Penebangan (ITSP) pada petak tebangan yang diukur dalam penelititan, Laporan Hasil Cruising (LHC), peta areal kerja dan data-data lain yang diperlukan selama penelitian.

Pengambilan data primer dilakukan dengan cara menentukan secara

purposif pada petak tebang yang akan dilakukan penebangan. Petak yang terpilih

dibuat plot contoh berukuran 100 m x 100 m sebanyak 10 plot yang peletakannya secara diskontinyu sesuai jaringan jalan sarad dan mengikuti kegiatan pemanenan dalam satu petak tersebut. Metode yang digunakan untuk mengukur struktur tegakan adalah metode jalur. Pada plot contoh dibuat jalur contoh dengan ukuran 20 m x 100 m sehingga diperoleh 5 jalur. Terhadap plot contoh dilakukan

pengukuran seluruh jenis meliputi nama lokal dan diameter ≥ 10 cm. Diameter

(17)

berbanir diameter diukur pada ketinggian 20 cm di atas banir. Jenis pohon yang diukur dibagi menjadi jenis Dipterocarpaceae dan non-Dipterocarpaceae serta seluruh jenis dalam kondisi sehat.

Analisis Data

Analisis data dilakukan untuk menentukan model struktur tegakan. Hal yang harus dilakukan terlebih dahulu adalah mengklasifikasikan data kedalam dua kelompok kayu yaitu kelompok jenis Dipterocarpaceae serta kelompok seluruh jenis. Hal ini dilakukan untuk mengetahui perbandingan distribusi diameter pohon

pada masing-masing kelompok. Selanjutnya diameter pohon tersebut

dikelompokkan kedalam kelas diameter dengan interval 10 cm. Kelas diameter terendah dimulai dari 10-19 cm dan kelas diameter tertinggi adalah 130-139 cm. Analisis data dilakukan pada seluruh plot contoh yang diukur, yaitu 10 plot yang peletakannya secara diskontinyu sesuai jaringan jalan sarad dan mengikuti kegiatan pemanenan dalam satu petak tersebut. Dari 10 plot tersebut kemudian dikelompokkan kembali berdasarkan intensitas penebangan, yaitu kelompok intensitas penebangan ≤ 6 pohon/ha, 7-10 pohon/ha dan ≥ 11 pohon/ha.

Tahapan berikutnya yaitu mencari model struktur tegakan yang sesuai menggunakan model famili sebaran. Pemilihan model menggunakan model famili sebaran dilakukan dengan menggunakan metode kemungkinan maksimum (maximum likelihood function). Model yang diikutkan dalam pemilihan yaitu famili sebaran weibull, gamma, sebaran ekponensial negatif, dan lognormal. Semua model tersebut dicobakan sebagai model penduga bagi sebaran diameter tegakan.

Ada beberapa tahapan yang harus dilakukan sebelum menentukan model famili sebaran terbaik yaitu menduga parameter masing-masing model famili sebaran yang dipilih, mencari nilai fungsi kemungkinan maksimum berdasarkan nilai parameter yang diperoleh, serta menentukan model famili sebaran terbaik berdasarakan fungis kemungkinan maksimum tertinggi. Tahapan-tahapan tersebut dilakukan pada keempat model famili sebaran menggunakan aplikasi komputer yaitu software MATLAB R2008b.

Model struktur tegakan yang diperoleh dapat digunakan untuk menduga kerapatan tegakan melalui persamaan berikut (Sigiro 2013) :

 

   

 

Persamaan di atas dapat juga ditulis dalam bentuk :

1

, min max

a b a b

NP x  x x N P x  x x

Keterangan :

N(a,b) = kerapatan pohon dugaan pada selang diameter xa sampai xb

(18)

7

Untuk mengetahui perbedaan kerapatan antara struktur tegakan sebelum dan sesudah penebangan pada model famili sebaran terpilih maka dilakukan uji perbandingan. Uji yang digunakan adalah uji Chi-square atau Khi Kuadrat (X2) (Hasan 2004):

2

2 i i

i

Y y X hit

y

Keterangan :

X2hit = nilai uji Khi kuadrat hitung

Yi = jumlah pohon (sebelum penebangan) pada kelas diameter ke-i, i = β,γ,…,10

(19)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Struktur Tegakan Sebelum dan Sesudah Penebangan

Tegakan hutan menurut Suhendang (1995) merupakan suatu hamparan lahan hutan yang secara geografis terpusat dan memiliki ciri-ciri kombinasi dan sifat-sifat sifat–sifat vegetasi (komposisi jenis, pola pertumbuhan, kualitas pertumbuhan), serta sifat-sifat fisik (bentuk lapangan memiliki luasan minimal tertentu sebagaimana disyaratkan). Hal ini berarti struktur tegakan memiliki sifat vegetasi dan sifat fisik yang berbeda antara satu tegakan dengan tegakan hutan yang lain. Struktur tegakan secara horizontal menurut Davis dan Johnson (1987) didefinisikan banyaknya pohon pada setiap kelas diameter. Sedangkan kerapatan tegakan menyatakan banyaknya individu pohon per satuan luas..

Gambar 1 menyatakan bahwa tingkat kerapatan untuk masing-masing kelas diameter sebelum penebangan menunjukkan bentuk yang bervariasi, terutama untuk kelompok Dipterocarpaceae. Hal ini dikarenakan bahwa suatu tegakan hutan dipengaruhi oleh sifat-sifat vegetasi seperti komposisi jenis, pola pertumbuhan serta kualitas pertumbuhan yang berbeda-beda. Namun untuk kelompok seluruh jenis kondisi sebelum penebangan menunjukkan bentuk yang seragam dengan jumlah individu pohon persebarannya tidak merata pada setiap kelas diameter, semakin berkurang bahkan tidak ada sama sekali hingga kelas diameter terbesar disertai dengan dengan penurunan secara seragam yang apabila divisualisasikan akan membentuk kurva J terbalik. Untuk struktur tegakan sesudah penebangan Gambar 1 juga menunjukkan bahwa pada kelompok Dipterocarpaceae terlihat adanya perbedaan kerapatan pada setiap kelas diameter yang dipengaruhi oleh sifat-sifat vegetasi dan intensitas penebangan yang dilakukan. Sedangkan untuk kelompok seluruh jenis menunjukkan bahwa secara keseluruhan struktur tegakan memiliki bentuk seragam dengan jumlah individu pohon persebarannya tidak merata pada setiap kelas diameter, semakin berkurang kelas diameter bahkan tidak ada sama sekali hingga kelas diameter terbesar disertai dengan penurunan kelas diameter secara seragam membentuk kurva J terbalik.

Jenis yang dominan pada struktur tegakan hutan sebelum maupun sesudah penebangan di areal PT. Salaki Summa Sejahtera berasal dari kelompok non-Dipterocarpaceae. Hal ini dapat dilihat dari selisih kerapatan antara kelompok seluruh jenis dengan kelompok Dipterocarpaceae. Apabila diselisihkan maka kelompok non-Dipterocarpaceae memiliki tingkat kerapatan pada masing-masing

kelas diameter yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok

(20)

9

Intensitas Penebangan ≤ 6 pohon/ha

Intensitas Penebangan 7-10 pohon/ha

Intensitas Penebangan ≥ 11 pohon/ha

(A) (B)

(21)

Pada kelompok Dipterocarpaceae (Gambar 1A), terlihat perbedaan kondisi antara struktur tegakan sebelum dengan sesudah penebangan. Pada kondisi sebelum tebangan, terdapat individu pohon yang hampir ada di semua kelas diameter bahkan hingga kelas diameter > 90 cm. Namun pada kerapatan setelah penebangan, individu pohon yang terdapat pada kelas diameter > 50 cm secara keseluruhan sudah jarang ditemukan. Hal ini dikarenakan umumnya jenis Dipterocarpaceae dapat mencapai diameter > 50 cm sehingga memenuhi syarat untuk dilakukannya penebangan. Akibatnya banyak jenis Dipterocarpaceae dengan diameter > 50 cm ditebang sehingga jumlah individu dengan kelas diameter > 50 cm pada kondisi sesudah penebangan lebih sedikit dibandingkan kondisi sebelum dilakukan penebangan.

Sedangkan pada kelompok seluruh jenis (Gambar 1B), perbedaan kondisi tegakan juga terlihat pada kelas diameter > 50 cm , terutama pada kelompok

intensitas penebangan ≥ 11 pohon/ha. Pada kelas diameter > 50 cm, kondisi

sebelum penebangan masih terdapat individu pohon dengan jumlah yang sedikit, sedangkan pada kondisi sesudah penebangan sudah berkurang bahkan tidak ada sama sekali. Hal ini dikarenakan individu pohon, terutama jenis komersial yang berasal dari kelompok non-Dipterocarpaceae sangat sedikit jumlahnya yang dapat mencapai ukuran > 50 cm sehingga apabila dilakukan penebangan maka kelas diameter > 50 cm terlihat jelas banyak yang berkurang dibandingkan sebelum dilakukan penebangan.

Pendekatan Struktur Tegakan Melalui Model Famili Sebaran Untuk mengetahui pola struktur tegakan di lapangan maka digunakan suatu cara pendugaan model struktur tegakan dengan menggunakan model famili sebaran. Model famili sebaran terbaik diperoleh berdasarkan kemungkinan maksimum tertinggi dengan nilai parameter masing-masing fungsi sebaran harus diketahui lebih dahulu. Berdasarkan hasil perhitungan, nilai parameter masing-masing famili sebaran mempunyai nilai yang berbeda-beda. Model famili sebaran eksponensial memiliki satu parameter saja sedangkan model famili sebaran lainnya memiliki dua parameter.

(22)

11

Tabel 1 Nilai kemungkinan maksimum (L) kelompok seluruh jenis

Intensi

Tabel 2 Nilai kemungkinan maksimum (L) kelompok Dipterocarpaceae

(23)

Intensitas Penebangan 7-10 pohon/ha

Intensitas Penebangan ≥ 11 pohon/ha

(24)

13

Gambar β menunjukkan pada intensitas penebangan ≤ 6 pohon/ha untuk

kelompok Dipterocarpaceae perbedaan kerapatannya tidak jauh berbeda yang terletak pada diameter 10 hingga diameter 40 cm. Untuk intensitas penebangan 7-10 pohon/ha perbedaan kerapatan mulai terlihat jelas dari diameter 7-10 cm hingga diameter yang cukup besar yaitu 70 cm. Jumlah individu pada kondisi sebelum penebangan lebih banyak dibandingkan sesudah dilakukan penebangan.

Sedangkan untuk intensitas penebangan ≥ 11 pohon/ha perbedaan kerapatan terlihat sangat jelas pada diameter 10 cm hingga diameter 70 cm. Jumlah individu pada kondisi sebelum penebangan juga lebih banyak jika dibandingkan dengan kondisi sesudah penebangan. Hal ini berarti bahwa untuk kelompok Dipterocarpaceae penebangan dengan intensitas ≤ 6 pohon/ha tidak terlalu berpengaruh terhadap kondisi struktur tegakan setelah diadakannya penebangan. Sedangkan untuk intensitas penebangan 7-10 pohon/ha dan ≥ 11 pohon/ha pada kelompok Dipterocrpaceae memberikan dampak perbedaan yang cukup besar terhadap struktur tegakan sebelum dengan sesudah dilakukan penebangan.

Pada kelompok seluruh jenis, intensitas penebangan ≤ 6 pohon/ha

perbedaaan kerapatannya terlihat jelas pada diameter 10 cm hingga diameter 40 cm dimana kerapatan sesudah penebangan lebih rendah jika dibandingkan dengan kerapatan sebelum penebangan. Pada intensitas penebangan 7-10 pohon/ha perbedaan kerapatan terlihat pada diameter 10 cm hingga diameter 40 cm.

Sedangkan untuk intensitas penebangan ≥ 11 pohon/ha perbedaan kerapat juga terlihat jelas pada kelas diameter 10 cm hingga diameter 50 cm. Hal ini berarti

untuk intensitas penebangan yang dilakukan yaitu ≤ 6 pohon/ha dan 7-10 pohon/ha akan memberikan pengaruh terhadap perbedaan struktur tegakan sebelum dengan sesudah dilakukan penebangan, terutama terlihat jelas pada

diameter 10 cm hingga diameter 40 cm. Untuk intensitas penebangan ≥ 11

pohon/ha perbedaan struktur tegakan sebelum dengan sesudah penebangan terlihat jelas pada diameter 10 cm hingga diameter 50 cm. Sedangkan untuk kelas diameter > 50 cm tidak terlihat perbedaan struktur tegakan sebelum dengan sesudah penebangan karena individu yang terkena dampak penebangan pada kelompok seluruh jenis paling banyak berasal dari jenis non-Dipterocarpaceae yang banyak terdapat pada kelas diameter < 50 cm. Untuk lebih memperjelas perbedaan struktur tegakan sebelum dengan sesudah penebangan, maka dilakukan uji perbandingan struktur tegakan sebelum dan sesudah penebangan

Uji Perbandingan Struktur Tegakan Sebelum dan Sesudah Penebangan

(25)

Tabel 3 Nilai perbandingan X2 antara struktur tegakan sebelum dengan sesudah penebangan pada model famili sebaran terpilih

Keterangan: SJ : Seluruh jenis Dip : Dipterocarpaceae * berbeda nyata ( p < 5%) # tidak berbeda nyata ( p > 5%)

Berdasarkan Tabel 3 terlihat bahwa hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai X2 hitung memiliki nilai yang berbeda untuk setiap intensitas penebangan. Secara keseluruhan nilai X2 hitung > X2 tabel (0,05)yang berarti menolak hipotesis

H0 dan menerima H1 yakni terdapat perbedaan pada struktur tegakan sebelum dan

sesudah penebangan. Sedangkan untuk jenis Dipterocarpaceae pada intensitas

penebangan ≤ 6 pohon/ha nilai X2

hitung < X2 tabel (0,05)yang berarti menerima

hipotesis H0 dan menolak H1 yakni tidak terdapat perbedaan pada struktur tegakan

sebelum dan sesudah penebangan. Hal ini berarti dengan menggunakan uji perbandingan pada model famili sebaran Eksponensial negatif dapat diketahui

bahwa dengan intensitas penebangan ≤ 6 pohon/ha tidak memberikan perbedaan

yang besar antara kondisi struktur tegakan sebelum dengan sesudah diadakannya penebangan bagi kelompok Dipterocarpaceae, sedangkan untuk kelompok seluruh jenis memberikan perbedaan bagi kondisi struktur tegakan sebelum dan sesudah penebangan. Sedangkan untuk intensitas penebangan 7-10 pohon/ha dan ≥ 11 pohon/ha baik kelompok Dipterocarpaceae dan seluruh jenis kondisi sesudah penebangannya berbeda dengan kondisi sebelum penebangan. Hal ini membuktikan bahwa semakin besar intensitas penebangan yang dilakukan maka dampak perbedaan stuktur tegakan yang dihasilkan akan semakin besar antara kondisi sebelum dengan sesudah diadakannya penebangan.

Kelas

≤ 6 pohon/ha 7-10 pohon/ha ≥ 11 pohon/ha

(26)

15

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan, struktur tegakan sebelum penebangan memiliki perbedaan antar satu plot dengan plot lain. Hal ini dikarenakan kondisi awal tegakan yang berbeda akibat pengaruh faktor sifat vegetasi (komposisi jenis, pola pertumbuhan, kualitas pertumbuhan). Struktur tegakan sesudah penebangan memiliki pola struktur tegakan berbeda antara satu sama lain disebabkan oleh perbedaan intensitas penebangan yang dilakukan. Jenis yang mendominasi pada struktur tegakan sebelum maupun sesudah penebangan berasal dari kelompok non-Dipterocarpaceae. Model famili sebaran Eskponensial negatif dapat menggambarkan struktur tegakan hutan yang terdapat di PT. Salaki Summa Sejahtera. Berdasarkan uji Chi-square (X2) diketahui bahwa semakin besar intensitas penebangan yang dilakukan akan memberikan dampak perbedaan yang semakin besar terhadap struktur tegakan sebelum dengan setelah penebangan

kecuali untuk intensitas penebangan ≤ 6 pohon/ha pada kelompok

Dipterocarpaceae.

Saran

(27)

Adianti M. 2011. Studi Model Struktur Tegakan Hutan Tanaman Pinus Merkusii Jungh Et De Vriese Tanpa Penjarangan di Hutan Pendidikan Gunung Walat [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor

Davis LS, Johson KN. 1987. Forest Management Third Edition. New York: MC Graw Hill Company, Inc.

Ermayani, E. 2000. Studi Model Struktur Tegakan dan Prospek Pertumbuhan Tegakan Hutan Alam Bekas Tebangan (Studi kasus di HPH PT. Dwimajaya Utama Propinsi Kalimantan Tengah) [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor . Tidak diterbitkan.

Hasan, I. 2004. Analisis Data Penelitian dengan Statistik. Jakarta. PT. Bumi Aksara.

Husch B, Thomas WB, John A. Kershaw,Jr. 2003. Forest Mensuration 4th edition. New Jersey. John Wiley & Sons,Inc.

Krisnawati H, Suhendang E dan Parthama P. 2008. Model Pertumbuhan Matrik Transisi untuk Hutan Alam Bekas Tebangan di Kalimantan Tengah (Transition Matrix Growth Models for Logged-Over Natural Forest in Central Kalimantan): jurnal penelitian hutan dan konservasi alam. Puskonser [Internet]. [diunduh 2010 Feb 21]; 5(2): 107-128. Tersedia pada: http:// puskonser.co.id/index.php/getdown/download/35.

Muhdin, Suhendang E, Wahjono D, Purnomo H, Istomo, Simangunsong BCH. 2008. Keragaman Struktur Tegakan Hutan Alam Sekunder (The Variability of Stand of Logged-over Natural Forest): JMHT. Repository IPB [Internet].

[diunduh 2011 Sep 27]; 14(2): 81-87. Tersedia pada:

http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/30940/MHT081402 muh_2008_No2_81-87.pd

Sigiro, A. 2013. Struktur Tegakan Dan Regenerasi Alami Hutan Di Pulau Siberut, Sumatera Barat [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor . Tidak diterbitkan.

(28)

17

(29)
(30)

19

Lampiran 1. Daftar jenis tumbuhan yang dapat ditemukan di areal IUPHHK PT Salaki Summa Sejahtera

No Nama Lokal Nama Umum Spesies Famili No Nama Lokal Nama Umum Spesies Famili

1 Aanggai Ficus lepicarpa Blume Moraceae 31 Matan anggem Ardisia attenuata Miq. Myrsinaceae

2 Alatna Medang kuning Gymnacranthera forbesii King. Myristicaceae 32 Mong Dipterocarpus retusus Blume Dipterocarpaceae

3 Attuik Kalak Polyalthia lateriflora King. Annonaceae 33 Pakalen iba Dacryodes rostrata (Bl.) Lamk. Burseraceae

4 Babaen Kisereh Euphoria malaccensis Radlk. Sapindaceae 34 Palitceu Evodia latifolia Dc. Rutaceae

5 Bere Punak Mangifera foetida Lour. Anacardiaceae 35 Pasak bumi Eurycoma longifolia Jack Simaroubaceae

6 Bolasi Calophyllum soulattri Burm.f. Clusiaceae 36 Peiki Artocarpus integer (Thumb). Merr. Moraceae

7 Bubu Saurania nodiflora Dc. Actinidiaceae 37 Polaga Litsea brachystachya Boerl. Lauraceae

8 Buka Pingka Aphanamixis grandifolia Blume Meliaceae 38 Polenggu Sempur air Dillenia indica L. Dilleniaceae

9 Buk-buk Medang Shorea retinodes Sloot Dipterocarpaceae 39 Rasak Resak Vatica rassak (Korth.) Blume Dipterocarpaceae

10 Fosa Baccaurea deflexa Roxb. Euphorbiaceae 40 Renggeu Palaquium obovatum Engl. Sapotaceae

11 Garau Keruing bunga Dipterocarpus hasseltii Blume Dipterocarpaceae 41 Rimbu Glochidion capitatum J.J.S. Euphorbiaceae

12 Gut-gut Mallotus subpeltatus Muell Arg. Euphorbiaceae 42 Sibeu lakau Cryptocarya ferrea Blume Lauraceae

13 Kabid Terap Artocarpus elasticus Reinw. ex Blume Moraceae 43 Sibeu munte Syzygium grandis L.f. Myrtaceae

14 Kabid raba Artocarpus rigidus Reinw. Moraceae 44 Sibokbok Leea indica Merr. Leaceae

15 Kalabatti (?) Nephelium glabrum Noronha Sapindaceae 45 Siputelengguak Hydnocarpus merrilliana Sleum. Flacourtiaceae

16 Kalabin bebegen Memecylon costatum Miq. Melastomataceae 46 Tetepana Hydnocarpus merrillianus Sleum. Flacourtiaceae

17 Kalibangbang Endospermum diadenum A. Shaw Euphorbiaceae 47 Tinanggau Flacourtia rukam Z.et.M. Flacourtiaceae

18 Kalumangga Jabon Ficus fistulosa Reinw. Moraceae 48 Tomboi Pterospermum javanicum Jungh. Sterculiaceae

19 Kalumantei Plectronia didyma Kurz. Rubiaceae 49 Tumu Campnosperma macrophylla Hook.f. Anacardiaceae

20 Karai Shorea ovalis Blume Dipterocarpaceae 50 Unggla Hydnocarpus merrillianus Sleum. Flacourtiaceae

21 Katatareng Bhesa paniculata Arn. Celasteraceae 51 Kalappupuk Cryptocarpa sp. Lauraceae

22 Katuka Shorea pauciflora King Dipterocarpaceae 52 Katongairi Plectronia sp. Rubiaceae

23 Koka Dipterocarpus elongatus Korth. Dipterocarpaceae 53 Letaik Tricalysia sp. Rubiaceae

24 Kumbuk Aporusa prainiana King Euphorbiaceae 54 Longlong kulit Vatica sp. Dipterocarpaceae

25 Lakkomak Manggis Garcinia mangostana L. Clusiaceae 55 Menegan Palaquium sp. Sapotaceae

26 Leba Symplocos fasciculata Zoll. Symplocaceae 56 Potsaiguan Cleistanthus sp Euphorbiaceae

27 Lila Macaranga conifera Zoll. Euphorbiaceae 57 Roan Myristica sp. Myristicaceae

28 Logauna Kayu rah Horsfieldia irya (Gaertn.) Warb. Myristicaceae 58 Sibeu kanang Cyptocarya sp. Lauraceae

29 Magri Archidendron jiringa Wilson Leguminosae 59 Tepuk-tepuk Gardenia sp. Rubiaceae

(31)

Lampiran 2 Kerapatan tegakan pada intensitas penebangan ≤ 6 pohon /ha

Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah

10-19 cm 20 16 36 32 48 28 224 168 252 192 240 180 35 25 239 180

20-29 cm 11 10 12 9 11 7 40 29 45 35 41 35 11 9 42 33

30-39 cm 7 6 9 6 8 7 38 34 17 13 32 27 8 6 29 25

40-49 cm 5 4 3 3 7 7 15 13 15 15 23 22 5 5 18 17

50-59 cm 2 2 6 3 3 2 3 3 6 3 4 3 4 2 4 3

60-69 cm 3 2 3 1 2 0 3 2 3 1 2 0 3 1 3 1

70-79 cm 3 1 7 6 3 3 3 1 7 6 4 4 4 3 5 4

80-89 cm 1 1 2 2 2 0 2 2 2 2 2 0 2 1 2 1

90-99 cm 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

100 -109 cm 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 - 0

-110-119 cm 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0

120-129 cm 0 0 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1

130-139 cm 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 - - - -Total 53 42 80 64 87 57 330 253 349 269 351 274 73 54 343 265

Rata-rata

Dipterocarpaceae Total

Kelas

Diameter Plot 2 Plot 5 Plot 6

Dipterocarpaceae Total

(32)

21

(33)

Lampiran 4 Kerapatan tegakan pada intensitas penebangan ≥ 11 pohon /ha

Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah

10-19 cm 60 44 20 16 84 44 244 164 240 168 252 172 55 35 245 168

20-29 cm 22 18 7 6 12 10 64 50 40 33 51 35 14 11 52 39

30-39 cm 15 12 8 7 3 2 33 27 27 23 13 11 9 7 24 20

40-49 cm 8 8 9 8 8 8 24 24 22 19 13 11 8 8 20 18

50-59 cm 14 11 5 1 4 0 18 15 6 2 4 0 8 4 9 6

60-69 cm 4 0 3 1 3 3 4 0 3 1 3 3 3 1 3 1

70-79 cm 0 0 4 2 4 0 0 0 4 2 4 0 3 1 3 1

80-89 cm 3 0 1 0 2 1 3 0 1 0 3 2 2 0 2 1

90-99 cm 0 0 1 0 1 1 0 0 1 0 1 1 1 0 1 0

100 -109 cm 1 0 1 0 2 0 1 0 1 0 2 0 1 - 1

-110-119 cm 1 1 0 0 1 0 1 1 0 0 1 0 1 0 1 0

120-129 cm 0 0 0 0 3 1 0 0 0 0 3 1 1 0 1 0

130-139 cm 1 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 - 0 0

Total 129 94 59 41 127 70 393 282 345 248 350 236 105 68 363 255 Rata-rata

Dipterocarpaceae Total

Plot 10 Plot 4

Plot 1 Kelas

Diameter

Dipterocarpaceae Total

(34)

23

Lampiran 5 Parameter Sebelum Penebangan

Plot Kelompok

Parameter Sebaran

Eksponensial

Negatif Gamma Weibull Log normal

(35)

Lampiran 6 Parameter Sesudah Penebangan

Plot Kelompok

Parameter Sebaran

Eksponensial

Negatif Gamma Weibull Log normal

(36)

25

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Heru Defrianto. Lahir pada tanggal 21 Desember 1988 di Jakarta. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara, dari pasangan bapak H.Idin Harianto dan ibu Lilik Asia Prihatin. Penulis mengawali pendidikan di TK BKB Intan Jakarta pada tahun 1993-1995. Pada tahun 1995-2001 penulis melanjutkan pendidikan di MI Al-Furqoon Jakarta Selatan. Kemudian pada tahun 2001-2004 penulis melanjutkan pendidikan di MTs Sa`adatuddarain Jakarta Selatan. Pada tahun 2004-2007 penulis melanjutkan pendidikan di SMAN 55 Jakarta Selatan. Pada tahun 2007 penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) dan menjalani perkuliahaan pada tingkat Tahap Persiapan Bersama (TPB) selama satu tahun hingga akhirnya diterima di Departemen Manajemen Hutan , Fakultas Kehutanan IPB.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah melakukan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan di Pangandaran-Gunung Sawal tahun 2009 dan Praktek Pengelolaan Hutan tahun 2010 di Hutan Pendidikan Gunung Walat. Penulis juga melakukan Praktek Kerja Lapang di CV. Pangkar Begili, Kalimantan Barat tahun 2011. Penulis juga aktif sebagai Asisten Praktikum Dendrologi tahun 2009 dan 2010 di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Program Studi Manajemen Hutan IPB, penulis menyusun skripsi dengan judul

Gambar

Gambar 1  Kerapatan pohon kelompok jenis Dipterocarpaceae sebelum dan sesudah
Tabel 1  Nilai kemungkinan maksimum (L) kelompok seluruh jenis
Gambar 2  Kerapatan dugaan model famili sebaran terbaik kelompok Dipterocarpaceae
Tabel 3  Nilai perbandingan X2 antara struktur tegakan sebelum dengan sesudah penebangan pada model famili sebaran terpilih

Referensi

Dokumen terkait

Ketika terdapat dua buah kawat dengan panjang l dialiri arus listrik sebesar I yang tiap kawat diletakkan pada suatu medan magnetik sebesar B, maka akan timbul gaya Lorentz berupa

Bu kabul göz önüne alınarak herhangi bir i noktasına etkiyecek statikçe eşdeğer tekil yük aşağıda verilen ifade ile hesaplanır. noktalara etkiyecek

Artikel ditulis dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris dengan format esai, disertai judul pada masing-masing bagian artikel, kecuali bagian pendahuluan yang disajikan tanpa

Dengan demikian, maka dapat disimpulkan bahwa metode penelitian merupakan suatu teknik atau cara mencari, memperoleh, mengumpulkan atau mencatat data, baik berupa data primer

Selain itu, target audience yang ada hanya sebatas target market dari restoran tersebut, sehingga pada saat ini terjadi pergeseran kelompok umur antara target yang

Dengan ini kami mengundang perusahaan saudara untuk megikuti Klarifikasi Penawaran Paket Pekerjaan. Pembangunan Kapal Penangkap Ikan 10 GT yang Insya Allah akan

Hasil wawancara dari pedagang dan beberapa pengunjung menunjukkan bahwa keinginan mereka untuk mewujudkan terciptanya kawasan wisata Bukit Kelam yang indah dan bersih,

Faktor yang menyebabkan daya tawar konsumen tersebut tinggi yaitu dengan semakin beragamnya pilihan dari perusahaan penerbangan lain yang menawarkan harga tiket yang murah,