EFEK PEMBERIAN BISKUIT FUNGSIONALYANG DIPERKAYA TEPUNG IKAN LELE (Clarias gariepinus) DAN TEPUNG UBI JALAR (Ipomoea sp.) DENGAN KRIM PROBIOTIK Enterococcus faecium IS-27526
TERHADAP KESEIMBANGAN MIKROBIOTA FEKAL TIKUS Sprague Dawley BETINA USIA TUA
YULIA INDAH LESTARI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA1
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Efek Pemberian Biskuit Fungsional yang Diperkaya Tepung Ikan Lele (Clarias gariepinus) dan Tepung Ubi Jalar (Ipomoea sp.) dengan Krim Probiotik Enterococcus faecium IS-27526Terhadap Keseimbangan Mikrobiota Fekal Tikus Sprague Dawley Betina Usia Tua adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, September 2013
Yulia Indah Lestari NRP. I151090131
1
ABSTRACT
YULIA INDAH LESTARI. The Effect of Feeding Diet Containing Functional Biscuit Enriched with Catfish (Clarias gariepinus), Sweet Potatoes (Ipomoea sp.) Flours and ProbioticEnterococcus faecium IS-27526 Cream on the Profile of Fecal Microbiota of Female Aged Sprague Dawley Rats.
Supervised by CLARA M. KUSHARTO, RIMBAWAN, and INGRID S. SURONO.
Administration of probiotic E. faecium IS-27526 cream of biscuit is expected to inhibit the growth of E.coli in the rats‟ intestine. Sweet potatoes may have prebiotic effect and helps the growth of good bacteria in the intestine. The aim of the study is to observe the effect of feeding diet containing functional biscuit cream probiotic E. faecium IS-27526 enriched with sweet potatoes and catfish flour on fecal microbiota of rats. Different composition of biscuit cream with and without sweet potatoes flour were administrated and 4 weeks feeding trial using Sprague Dawley rat was conducted in this study. The study assessed profile of fecal microbiota of rats. Administration of probiotic E. faecium IS-27526 on biscuit cream tends to reduce the number of fecal coliform regardless of the presence of sweet potatoes flour. The presence of probiotic E. faecium IS-27526 and sweet potato flour tend to increase fecal lactic acid bacteria as well as to reduce the fecal coliform of rats.
RINGKASAN
YULIA INDAH LESTARI. Efek Pemberian Biskuit Fungsional yang Diperkaya Tepung Ikan Lele (Clarias gariepinus) dan Tepung Ubi Jalar (Ipomoea sp.) dengan Krim Probiotik Enterococcus faecium IS-27526 Terhadap Keseimbangan Mikrobiota Fekal Tikus Sprague Dawley Betina Usia Tua.
Dibimbing oleh CLARA M. KUSHARTO, RIMBAWAN, dan INGRID S. SURONO.
Penurunan fungsi organ tubuh pada lansia menyebabkan lansia mudah terserang berbagai penyakit, diantaranya diare. Penyakit diare yang terjadi pada lansia dapat menyebabkan kecacatan dan kematian, sehingga kesadaran masyarakat akan pencegahan terhadap penyakit tersebut perlu ditingkatkan. Pencegahan terhadap kejadian diare pada lansia salah satunya dapat dilakukan dengan mengkonsumsi produk pangan yang mengandung probiotik. Keberadaan probiotik dalam pencernaan mampu mempertahankan usus atau pencernaan dari serangan bakteri patogen. Selain probiotik, penambahan prebiotik dalam suatu produk pangan juga dapat menjaga kesehatan pencernaan, sehingga diharapkan penambahan serat ubi jalar yang merupakan prebiotik ke dalam biskuit fungsional dapat membantu probiotik dalam menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli yang dapat menyebabkan diare. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh pemberian probiotik Enterococcus faecium IS-27526 pada biskuit fungsional yang diperkaya tepung ikan lele (Clarias gariepinus) dan tepung ubi jalar (Ipomoea sp.) terhadap keseimbangan mikrobiota fekal pada tikus Sprague Dawley betina usia tua.
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Analisis Makanan Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Laboratorium Mikrobiologi Pangan BPPT, Laboratorium Mikrobiologi, Institut Teknologi Indonesia (ITI), Laboratorium Hewan, Departemen Gizi Masyarakat, Institut Pertanian Bogor dan Laboratorium Mikrobiologi Pangan, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan dari bulan Juni 2012-Februari 2013.
Penelitian terdiri atas beberapa tahap, yaitu modifikasi produk biskuit krim Clarias dengan penyesuaian dengan AKG lansia dan substitusi tepung terigu dengan tepung ubi jalar, uji organoleptik untuk mengetahui preferensi konsumen, analisis sifat kimia biskuit, analisis mikrobiologi krim probiotik, serta percobaan hewan untuk menganalisis efek pemberian perlakuan terhadap total bakteri asam laktat fekal tikus, total bakteri koliform fekal tikus, dan total bakteri anaerob fekal tikus. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimental dengan percobaan hewan di laboratorium.
cekok 107 cfu/g per hari (sebanyak 0.1 ml kultur E. coli dengan viabilitas 108 log cfu/g), dan pemberian perlakuan berlangsung selama 4 minggu. Pengamatan terhadap berat badan tikus dilakukan setiap 2 hari sekali, dan pengamatan terhadap total bakteri asam laktat (BAL) fekal, bakteri anaerob fekal, serta bakteri koliform fekal dilakukan dalam 3 periode pengamatan, yaitu sebelum perlakuan (minggu 0), minggu ke-2, dan minggu ke-4.
Berdasarkan hasil uji organoleptik, biskuit dengan substitusi ubi jalar dengan rasio tepung terigu:tepung ubi jalar sebesar 1:1 palling diminati oleh panelis, dan kemudian biskuit dengan formula ini yang digunakan pada perlakuan sebagai biskuit F2 untuk dibandingkan dengan biskuit tanpa substitusi tepung ubi jalar (biskuit F1).
Pemberian perlakuan berpengaruh terhadap peningkatan berat badan tikus selama 4 minggu pengamatan. Total peningkatan berat badan masing-masing kelompok diukur dari selisih antara berat badan rata-rata tikus pada akhir masa percobaan dengan awal percobaan. Peningkatan berat badan yang tertinggi terjadi pada kelompok F1 yang dipapar oleh E. coli (23.0 g), sedangkan pada kelompok kontrol yang tidak dipapar tidak terjadi peningkatan, sebaliknya terjadi penurunan berat badan (2.0 g). Hasil sidik ragam terhadap pengaruh pemberian probiotik terhadap berat badan menunjukkan hasil yang signifikan (p<0.05). Pada kelompok yang tidak dipapar E. coli, jumlah total BAL relatif stabil, bahkan cenderung meningkat pada perlakuan yang menggunakan substitusi tepung ubi jalar. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa jumlah total BAL fekal tikus antar perlakuan tidak berbeda nyata (p>0.05). Secara keseluruhan, BAL fekal pada minggu ke-2 cenderung meningkat, dan cenderung menurun pada minggu ke-4. Hasil sidik ragam total bakteri anaerob antar perlakuan tidak menunjukkan adanya perbedaan yang nyata. Hasil perhitungan viabilitas terhadap kelompok perlakuan kontrol yang dicekok placebo menunjukkanrata-rata jumlah total bakteri anaerob pada minggu ke-2 mengalami cenderung menurun dari 7.17 log cfu/g menjadi 6.82 log cfu/g, dan cenderung meningkat menjadi 7.43log cfu/g pada minggu ke-4. Pola yang sama juga terlihat pada kelompok perlakuan biskuit tanpa substitusi tepung ubi jalar yang dicekok placebo, dimana rata-rata jumlah bakteri anaerob cenderung menurun pada minggu ke-2 dari 7.51 log cfu/g menjadi 7.07 log cfu/g, dan cenderung meningkat pada minggu ke-4 menjadi 7.11 log cfu/g.
Hasil uji sidik ragam total bakteri koliform fekal menunjukkan tidak adanya perbedaan nyata antar perlakuan (p>0.05). Namun secara keseluruhan, hasil perhitungan bakterikoliform fekal pada semua perlakuan cenderung menurun. Pada kelompok yang diberi placeebojumlah bakteri koliform yang terdapat dalam fekal tikus mengalami penurunan sejak minggu ke-2 hingga minggu ke-4.
Hasil dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pemberian A6, biskuit krim probiotik E. faecium IS-27526 dengan substitusi sebagian formula dengan tepung ikan lele (Clarias gariepinus)dan tepung ubi jalar (Ipomoea sp.)cenderung meningkatkan total bakteri asam laktat (BAL)fekal dalam tubuh dan cenderung mengurangi total bakteri koliform fekal pada tikus (Sprague Dawley) betina usia tua.
@ Hak Cipta Milik IPB, tahun 2013 Hak Cipta dilindungi Undang-undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
EFEK PEMBERIAN BISKUIT FUNGSIONAL YANG DIPERKAYA TEPUNG IKAN LELE (Clarias gariepinus) DAN TEPUNG UBI JALAR (Ipomoea sp.) DENGAN KRIM PROBIOTIK Enterococcus faecium IS-27526
TERHADAP KESEIMBANGAN MIKROBIOTA FEKAL TIKUS Sprague Dawley BETINA USIA TUA
YULIA INDAH LESTARI I 151090131
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Ilmu Gizi Masyarakat
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Penelitian : Efek Pemberian Biskuit Fungsionalyang Diperkaya Tepung Ikan Lele (Clarias gariepinus) dan Tepung Ubi Jalar (Ipomoeasp.) dengan Krim Probiotik Enterococcus faecium IS-27526terhadapKeseimbangan Mikrobiota Fekal Tikus Sprague Dawley Betina Usia Tua
Nama : Yulia Indah Lestari
NIM : I151090131
Disetujui Komisi Pembimbing
Prof. Dr. drh. Clara M Kusharto, MSc. Dr. Rimbawan
Ketua Anggota
Ir. Ingrid Surono, MSc., Ph.D. Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi a.n Dekan
Ilmu Gizi Masyarakat Sekretaris Program Magister
drh. M. Rizal M. Damanik, MRepSc, PhD Prof. Dr. Ir.Nahrowi, MSc.
x
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia
dan rahmat-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tesis ini disusun
untuk memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studi Gizi Masyarakat, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Penghargaan dan ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:
1. Ibu Prof. Dr. drh. Clara M. Kusharto, Msc.; Bapak Dr. Rimbawan; dan Ibu Dr.
Ir. Ingrid S. Surono, MSc. Selaku Komisi Pembimbing yang telah meluangkan
waktu dan pikirannya dalam memberikan bimbingan selama ini, serta
perhatian dan dukungannya yang luar biasa dalam membimbing penulis untuk
menyelesaikan studi
2. Bapak drh. M. Rizal M. Damanik, MRepSc, PhD selaku Ketua Program Studi
Pascasarjana yang telah bersedia menjadi moderator dalam Ujian Tesis, dan
memberikan masukan-masukan dalam perbaikan tesis
3. Ibu Dr. Ir. Sri Anna Marliyati, MSi yang telah bersedia menjadi Penguji Luar
Komisi Pembimbing dalam Ujian Tesis, dan memberikan saran dan masukan
yang amat berharga bagi penyempurnaan tesis ini.
4. Ibu Ir.Darti Nurani, MSi, selaku kepala Laboratorium Mikrobiologi ITI, yang
telah membantu dan memfasilitasi analisis mikrobiologi di laboratorium ITI
selama pengambilan data
5. Mbak Ari, Bapak Taufik, Ibu Sri, Bapak Adi dan staff Laboratorium
Mikrobiologi Pangan SEAFAST yang telah membantu penulis selama proses
pengambilan data
6. Seluruh dosen Ilmu Gizi Masyarakat yang telah membimbing penulis selama
mengikuti perkuliahan
7. Papa Wibowo Luhtadi, Mama Erna Handayani, Mbak Trully, Mbak Aline,
Mbak Anggi dan Saudara-saudara atas do‟a, dan dorongannya selama penulis
menempuh dan menyelesaikan studi di IPB
8. Yusuf WiraTamtama atas segala dukungan, motivasi, semangat, do‟a,
xi 9. Rekan-rekan mahasiswa S2 GM-IPB 2009 khususnya Dian Savitri, yang telah
banyak membantu penulis selama proses pengambilan data dan pengolahan
data.
Penulis menyadari masih banyaknya kekurangan dalam penulisan karya
ilmiah ini, namun semoga karya ilmiah ini tetap bermanfaat bagi perkembangan
ilmu pengetahuan, khususnya di bidang gizi masyarakat. Terima kasih.
Bogor, September 2013
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 17 Juli 1985 dari bapak Wibowo
Luhtadi dan ibu Erna Handayani dengan tiga orang kakak (Trullia Veranny S.Sos,
Aline Prilareza S.Sos, dan Anggia Miranti SE, Ak).
Pendidikan formal penulis dimulai dari TK Berdikari Jakarta Selatan. Pada
tahun 1997, penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN 04 pagi Cilandak
Barat, kemudian melanjutkan pendidikan ke SLTPN 68 Cipete Jakarta Selatan.
Pada tahun 2000-2003 penulis menempuh pendidikan di SMUN 34 Pondok Labu,
Jakarta Selatan. Pada tahun 2003, penulis sempat mengambil studi di D3 Farmasi
Universitas Indonesia, namun kemudian di tahun selanjutnya pindah ke jurusan
Biologi di universitas yang sama, melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa
Baru (SPMB). Penulis masuk di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam (MIPA) Jurusan Biologi, dan menyelesaikan perkuliahan S1 pada tahun
2009.
Tahun 2009 penulis melanjutkan kuliah di Program Pascasarjana IPB pada
Fakultas Ekologi Manusia Program Studi Ilmu Gizi Masyarakat. Saat ini penulis
xiii
Tepung Ikan Lele (Clarias gariepinus) ... 9
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian... 10
Bahan dan Alat ... 10
Metode... 12
Modifikasi Biskuit Krim Probiotik…... 12
Pembuatan Krim Probiotik... 13
Percobaan pada Hewan... 14
Analisis Bakteri Fekal Asam Laktat (BAL) Tikus Percobaan... 14
Analisis Bakteri Fekal Anaerob Tikus Percobaan... 15
Analisis Bakteri Fekal Koliform Tikus Percobaan... 15
Rancangan Percobaan... 16
Pengolahan dan Analisis data ... 16
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Biskuit Probiotik……... 17
Pengaruh Perlakuan terhadap Pertambahan Berat Badan Tikus... 18
Pengaruh Perlakuan terhadap Total Bakteri Fekal Asam Laktat (BAL)………. . 19
Pengaruh Perlakuan terhadap Total Bakteri Fekal Anaerob... 21
Pengaruh Perlakuan terhadap Total Bakteri Fekal Koliform... 23
xiv
Saran ... 26 DAFTAR PUSTAKA... 27
xv DAFTAR TABEL
Halaman
1. FormulaBiskuit Probiotik... 13
2. Komposisi Krim Probiotik... 13
3. Pengelompokan Tikus Berdasarkan Jenis Perlakuan... 14
4. Karakteristik Biskuit ... 17
5. Rata-rata Peningkatan Berat Badan Tikus Selama Perlakuan... 37
6. Perubahan Total Bakteri Fekal Asam Laktat pada Minggu ke-2 terhadap Minggu ke-0... 38
7. Perubahan Total Bakteri Fekal Asam Laktat pada Minggu ke-4 terhadap Minggu ke-2... 38
8. Perubahan Total Bakteri Fekal Anaerob pada Minggu ke-2 terhadap Minggu ke-0... 39
9. Perubahan Total Bakteri Fekal Anaerob pada Minggu ke-4 terhadap Minggu ke-2... 39
10. Perubahan Total Bakteri Fekal Koliform pada Minggu ke-4 terhadap Minggu ke-2... 40
xvi
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1. Tikus Percobaan dan Kandang……... 11 2. Rata-rata Peningkatan Berat Badan Tikus Selama Perlakuan ... 19
3. Peningkatan Total Bakteri Fekal Asam Laktat pada
Minggu ke-0, 2 dan 4.. ... 21
5. Peningkatan Total Bakteri Fekal Anaerob pada
Minggu Ke-0, 2, dan 4... ... 23
6. Penurunan Total Bakteri Fekal Koliform pada
xvii DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Metode Analisis Sifat Kimia Biskuit... 31
2. Kuesioner Uji Organoleptik Biskuit untuk Panelis Lansia... 34
3. Pembuatan Ransum Tikus Percobaan... 35
4. Metode Analisis Mikrobiologi Bakteri Fekal Asam Laktat (BAL),
Bakteri Fekal Anaerob, dan Bakteri Fekal Koliform Tikus... 36
5. Peningkatan Berat Badan Tikus Selama 4 Minggu... 38
6. Hasil Analisis Multivariat Pengaruh Perlakuan Terhadap
Peningkatan Bakteri Fekal Asam Laktat Tikus... 39
7. Hasil Analisis Multivariat Pengaruh Perlakuan Terhadap
Peningkatan Bakteri Fekal Anaerob Tikus... 40
8. Hasil Analisis Multivariat Pengaruh Perlakuan Terhadap
Peningkatan Fekal Koliform Tikus... 41
9. Deskriptif Pengaruh Formula dan Perlakuan terhadap
Bakteri Fekal Asam Laktat... 42
10. Deskriptif Pengaruh Formula dan Perlakuan terhadap
Bakteri Fekal Asam Laktat... 43
11. Deskriptif Pengaruh Formula dan Perlakuan terhadap
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Penurunan fungsi tubuh secara alamiah terjadi sejalan dengan
bertambahnya usia. Penurunan fungsi fisiologis tubuh sejalan dengan
pertambahan usia dapat mengakibatkan gangguan pada kesehatan yang dikenal
dengan penyakit degeneratif, selain itu juga akan berdampak pada mudahnya
terkena infeksi, karena sistem kekebalan tubuh yang mulai menurun.
Penurunan fungsi internal umumnya terjadi pada sistem kardiovaskular,
pernafasan, syaraf, sensori, dan pencernaan. Penurunan fungsi organ pencernaan
dapat menyebabkan lansia mudah terserang penyakit diare, baik dikarenakan oleh
bakteri, maupun penyebab lainnya. Kesadaran akan pentingnya mengatasi diare
pada lansia perlu ditingkatkan, mengingat banyaknya kecacatan dan kematian
pada lansia yang dapat disebabkan oleh diare (Greenough, 2005).
Penyakit diare disebabkan oleh lingkungan dan penggunaan air yang tidak
bersih, serta infeksi bakteri atau virus seperti Rotavirus, Escherichia coli, dan
Campylobacter (Solis et al. 2002). Kurangnya akses terhadap air bersih
menyebabkan bakteri enteropatogen, seperti E. coli pada air yang tidak bersih
mampu menginfeksi dan menyebabkan diare pada manusia. Di Indonesia, akses
terhadap air bersih masih rendah, sehingga salah satu usaha pencegahan terjadinya
diare antara lain dengan meningkatkan sistem imun manusia itu sendiri.
Peningkatan sistem imun tubuh dapat diperoleh dengan menerapkan gaya
hidup sehat, seperti makanan tambahan dengan konsep makanan fungsional yang
sekarang ini mulai diminati masyarakat (Rieuwpassa, 2006). Penambahan
probiotik sebagai salah satu komponen makanan fungsional dapat memberikan
berbagai manfaat untuk kesehatan, antara lain penurunan dan pencegahan diare,
peningkatan keseimbangan mikroba usus dan stimulasi sistem imun.
Beberapa penelitian mengenai probiotik sebelumnya telah banyak
dilakukan. Rieuwpassa (2006) telah menambahkan isolat Enterococcus faecium
IS-27526 yang diisolasi dari dadih ke dalam krim probiotik pada biskuit.
Demikian pula dengan penelitian Collado et al. pada tahun 2007 yang
menunjukkan bahwa E. faecium IS-27526 mampu menempel dengan baik pada
2
probiotik dengan memanfaatkan metode mikroenkapsulasi Fluid Bed Dryer
(FBD) yang bertujuan untuk mempertahankan viabilitas probiotik. Pada tahun
2011, Surono et al.melaporkan pengaruh pemberian probiotik E. faecium
IS-27526 terhadap peningkatan berat badan dan kandungan sIgA pada saliva anak
pra-sekolah, di mana penelitian tersebut menunjukkan adanya pengaruh yang
signifikan pada peningkatan berat badan dan kadar sIgA saliva maupun sekretori
responden yang mengkonsumsi susu UHT yang mengandung probiotik E. faecium
IS-27526.
Penurunan fungsi saluran pencernaan pada lansia dapat menyebabkan para
lansia mudah terserang penyakit, salah satunya diare. Keberadaan bakteri
penyebab diare dari berbagai sumber dapat dengan mudah menginfeksi saluran
pencernaan lansia, sehingga penambahan probiotik atau prebiotik dalam produk
pangan sehari-hari diharapkan dapat membantu menjaga stabilitas sistem
pencernaan.
Ubi jalar merupakan pangan yang berasal dari benua Amerika, termasuk
family convolvulaceae. Sebagai tanaman sumber karbohidrat, ubi jalar juga
merupakan sumber vitamin dan mineral yang cukup tinggi, tetapi memiliki
kandungan protein rendah yaitu 1,47 g per 100 g bahan (Juanda & Cahyono,
2000). Penggunaan ubi jalar sebagai prebiotik dalam pangan telah umum
dilakukan, sehingga penambahan tepung ubi jalar pada biskuit probiotik
kemungkinan dapat membantu mengurangi kejadian diare pada lansia.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh pemberian krim
probiotik Enterococcus faecium IS-27526 pada biskuit fungsional yang diperkaya
tepung ikan lele (Clarias gariepinus) dan tepung ubi jalar (Ipomoea sp.) terhadap
keseimbangan mikrobiota fekal tikus Sprague Dawley betina usia tua. Tujuan
khususnya antara lain mengkaji pengaruh E. faecium IS-27526 terhadap total
bakteri fekal asam laktat (BAL); mengkaji pengaruh E. faecium IS-27526
terhadap total bakteri fekal koliform; dan mengkaji pengaruh E. faecium IS-27526
3 Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh pemberian krim
probiotik Enterococcus faecium IS-27526 pada biskuit fungsional yang diperkaya
tepung ikan lele (Clarias gariepinus) dan tepung ubi jalar (Ipomoea sp.) terhadap
keseimbangan mikrobiota fekal tikus Sprague Dawley betina usia tua.
Tujuan Khusus
1. Mengkaji pengaruh E. faecium IS-27526 maupun kombinasi dengan ubi jalar
terhadap total bakteri fekal asam laktat (BAL) tikus
2. Mengkaji pengaruh E. faecium IS-27526 maupun kombinasi dengan ubi jalar
terhadap total bakteri fekal anaerob tikus
3. Mengkaji pengaruh E. faecium IS-27526 maupun kombinasi dengan ubi jalar
terhadap total bakteri fekal koliform tikus
Hipotesis penelitian 1. Ubi jalar memberikan efek prebiotik
2. E. faecium IS-27526 menjaga keseimbangan mikrobiota fekal
Manfaat penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan bukti ilmiah dan
informasi mengenai kemampuan ubi jalar dalam memberikan efek prebiotik pada
bakteri asam laktat (BAL) dalam usus, sehingga dapat diterapkan dalam produk
konsumsi sehari-hari yang mampu berperan dalam menjaga keseimbangan
mikrobiota dalam sistem pencernaan lansia, mencegah infeksi bakteri yang dapat
menyebabkan diare, dan menjaga status kesehatan dan gizi, khususnya para
4
TINJAUAN PUSTAKA Probiotik
Probiotik adalah bakteri hidup yang diberikan sebagai suplemen makanan
yang mempunyai pengaruh secara aktif dalam meningkatkan kesehatan manusia
dan hewan dengan memperbaiki keseimbangan mikroflora intestinal jika
dikonsumsi pada kondisi hidup dalam jumlah yang cukup, yaitu 107 – 108 koloni
per gram. Pengertian probiotik yang dianggap paling tepat dan sering digunakan
sampai sekarang adalah kultur tunggal ataupun campuran dari mikrobia hidup
yang dikonsumsi manusia atau hewan yang memiliki efek menguntungkan bagi
inangnya dengan cara menjaga keseimbangan mikroflora alami yang ada dalam
tubuh (Havenaar et al. 1992).
Beberapa kriteria dan persyaratan suatu mikroorganisme dikatakan sebagai
probiotik yang efektif dan menguntungkan bagi kesehatan adalah berasal dari
manusia (human origin), stabil terhadap asam maupun cairan empedu, dapat
menempel (adhesi) pada usus manusia, membentuk koloni pada manusia, bersifat
antagonis terhadap bakteri patogen, meningkatkan sistem imun, secara klinis
terbukti efektif terhadap kesehatan, dan aman untuk dikonsumsi.
Viabilitas dari bakteri probiotik dalam suatu produk sangat mempengaruhi
efikasi dari probiotik. Bakteri probiotik harus bisa bertahan selama proses
pembuatan, penyimpanan produk dan bertahan terhadap kondisi asam lambung,
enzim dan garam empedu yang terdapat dalam usus halus. Untuk meningkatkan
viabilitas selama menempuh jalur pencernaan dan meningkatkan stabilitas saat
penyimpanan, dapat digunakan teknik mikroenkapsulasi probiotik (Siro et al.,
2008)
Enterococcus faecium IS-27526
Enterococcus faecium IS-27526 adalah probiotik yang diisolasi dari dadih
fermentasi tradisional susu kerbau asal Sumatera Barat (Akuzawa dan Surono,
2002).
5 Escherichia coli (E. coli) merupakan spesies dari genus Escherichia yang
termasuk dalam famili Enterobacteriaceae. E.coli memiliki bentuk batang,
bersifat motil dan gram negatif (Nataro & Kaper 1998). E. coli merupakan flora
normal usus besar manusia dan bersifat anaerob fakultatif.
Menurut modifikasi bagan Kauffman, serotype E.coli dibagi berdasarkan
profil antigen permukaan O (somatic), H (flagellar) dan K (capsullar)-nya
(Nataro & Kaper 1998). Seluruhnya terdapat 170 antigen O yang berbeda dimana
masing-masing didefinisikan sebagai satu serogrup. Analisis serotype ini yang
dijadikan factor virulensi spesifik untuk identifikasi strain E.coli penyebab diare.
Antigen O dan K merupakan polisakarida yang melindungi mikroba dari efek
bakterisidal dari komplemen dan sel pagosit pada kondisi tidak adanya antibody
spesifik (Gross 1995). Nataro & Kaper (1998) membagi E.coli penyebab diare ke
dalam 6 strain, yaitu enteropatogenic E.coli (EPEC), enterotoxigenic E.coli
(ETEC), enterohemorrhagic E.coli (EHEC), enteroaggregative E.coli (EAEC),
enteroinvasive E.coli (EIEC) dan diffusely adherent E.coli (DAEC).
Ubi Jalar (Ipomoea sp.)
Ubi jalar (Ipomoea sp.) termasuk ke dalam divisi Spermatophyta,
subdivisi Angiospermae, kelas Dicothyledone, ordo Solanaceae, family
Convolvulaceae, genus Ipomeae dan spesies Ipomoea sp. Pada umumnya ubijalar
dibagi dalam dua genus yaitu ubi jalar yang bermubi lunak karena
banyakmengandung air dan ubi jalar yang berumbi keras karena banyak
mengandung pati (Lingga et al. 1986). Menurut Palmer (1982), jenis
oligosakarida yang terdapat pada ubi jalar adalah rafinosa. Pada ubi jalar yang
sudah dimasak juga masih terdapat rafinosa dan tidak dapat dicerna.
Adijuwana (2005) mengidentifikasi kandungan rafinosa dari tiga jenis
varietas ubi jalar (ubi jalar putih varietas Jago dan Sukuh serta ubi jalar merah
klon BB00105.10) dengan metode kromatografi kertas. Hasil identifikasi tersebut
menunjukkan bahwa kadar rafinosa pada ubi jalar yang tidak dikukus
berturut-turut adalah 2.97% (varietas Sukuh), 2.27% (varietas Jago), 1.26% (ubi jalar
merah). Sedangkan pada ubi jalar dengan pengukusan tidak diperoleh spot yang
6
oligosakarida pada ubi jalar Sukuh yang memiliki kadar rafinosa tertinggi,
menunjukkan bahwa selain rafinosa juga terdapat sukrosa, maltosa dan
maltotriosa.
Hasil penelitian Suryadjaya (2005), menunjukkan bahwa pemberian
ekstrak ubi jalar pada tikus Sprague Dawley selama 10 hari dapat menekan jumlah
E.coli dalam feses sebesar 2.35 log cfu/g namun meningkatkan jumlah BAL
sebesar 0.28 log cfu/g. Oligosakarida dapat berubah setelah mengalami proses
pengolahan. Menurut Jood et al. (1985), kadar sukrosa, rafinosa, stakiosa dan
verbakosa yang terkandung dalam lima jenis leguminose yang diuji (Phaseolus
vulgaris, Cicer areitinium, Phaseolus mungo, Cajanus cajan dan Vicia vaba)
mengalami penurunan setelah dilakukan proses perendaman air maupun larutan
sodium bikarbonat, pemasakan, pemasakan dengan otoklaf pada biji yang
sudahdirendam, germinasi maupun penggorengan biji yang sudah berkecambah.
Senyawa prebiotik idak dapat dicerna oleh usus halus dan akan mencapai
usus besar, kemudian difermentasi oleh bakteri usus dan dapat menstimulir
pertumbuhan BAL. Fermentasi oligosakarida oleh bakteri usus akan
menghasilkan energi metabolisme dan asam lemah rantai pendek (terutama asam
asetat dan asam laktat), sehingga komposisi mikroflora usus berubah. Selain
asam, bakteri usus juga akan menghasilkan zat yang bersifat antimikroba. Hampir
semua zat yang diproduksi oleh bakteri bersifat asam merupakan hasil fermentasi
karbohidrat oligosakarida (Tomomatsu 1994). Adanya produksi asam tersebut
akan menurunkan pH usus sehingga persentase bakteri yang menguntungkan
seperti Bifidobacterium dan Lactobacillus meningkat, sedangkan persentase
bakteri pembusuk seperti E. coli dan Streptococcus faecalis yang merugikan akan
menurun. Menurut Tomomatsu (1994), pertumbuhan bakteri patogen seperti
Salmonella dan E. coli akan terhambat dengan adanya asam dan zat-zat
antibakteri. Dengan demikian oligosakarida merupakan media yang baik untuk
pertumbuhan bakteri Bifidobacterium dan Lactobacillus yang menguntungkan di
dalam kolon (usus besar), sehingga dapat digolongkan sebagai prebiotik.
Karbohidrat yang tidak dapat dicerna dan diklaim memiliki efek
fungsional terhadap kesehatan karena karbohidrat tersebut dapat: menunda
7 meningkatkan toleransi terhadap glukosa, mereduksi penyerapan lemak dan
kolesterol, meningkatkan volume dan kemampuan membawa air dari usus dan
memodulasi fermentasi mikroba dengan meningkatkan produksi asam lemak
rantai pendek (Short Chain Fatty Acid atau SCFA), menurunkan pH dan produksi
amonia. Kombinasi dan efek fungsional tersebut menghasilkan peningkatan
kesehatan inang dengan menurunnya gangguan pada usus (konstipasi dan diare),
penyakit kardiovaskuler dan kanker usus (Zietner dan Gibson 1998).
Sumber prebiotik alami terdapat dalam air susu ibu (ASI) dalam bentuk
oligosakarida yang terkandung colostrum, yaitu N-acetyl glucosamine (Ballongue
2004), yang dicerna dalam usus kurang dari 5% dan dapat mendukung
pertumbuhan Bifidobacteria (Ballongue 2004 dan Surono 2004). Sumber
prebiotik lain dapat diperoleh dari buah-buahan dan sayuran seperti bawang
merah, bawang putih, pisang, asparagus, oligosakarida kedelai. Selain terdapat
dalam buah dan sayuran, prebiotik juga terdapat dalam umbi-umbian seperti
rafinosa dalam ubi jalar (Palmer 1982, Adijuwana 2005), oligofruktosa dan
rafinosa dalam ubi garut dan ganyong (Krisnayudha 2007).
Senyawa-senyawa yang termasuk dalam prebiotik adalah oligosakarida
(seperti: rafinosa, stakiosa, GOS, FOS, inulin), beberapa disakarida dan
alternative sumber prebiotik lain (seperti: laktitol, sorbitol) dan serat makanan
yang tidak diserap oleh usus halus.
a. Oligosakarida
Oligosakarida merupakan gula-gula yang terdiri dari 2 sampai 20 unit sakarida
atau karbohidrat sederhana (Manning dan Gibson 2004). Menurut Oku (1994),
oligosakarida terutama terdiri dari verbakosa, stakiosa dan rafinosa yang memiliki ikatan α-galakto-glukosa dan α-galakto-galaktosa. Oligosakarida yang tidak dicerna dan diserap dalam usus halus akan mencapai usus besar, selanjutnya akan
didegradasi atau difermentasi oleh bakteri usus. Rafinosa. Oligosakarida dari
kelompok rafinosa bersifat fungsional karena tidak dapat dicerna oleh enzim-enzim pencernaan manusia, yaitu α-galaktosidase, sehingga bermanfaat bagi kesehatan karena akan menghasilkan energy metabolisme yang lebih rendah
8
mencegah penyakit gigi dan dapat meningkatkan mikroflora usus (Oku 1994). Di
dalam kolon, rafinosa dapat menstimulir pertumbuhan Bifidobacterium spp dan
Bacteriodes spp. Menurut Benno et al. (1987) diacu dalam Salminen et al.
(1998), menunjukkan bahwa pemberian rafinosa pada manusia sebesar 15 g/hari
dapat menaikkan jumlah bifidobakteria feses secara signifikan dan menurunkan
jumlah Clostridium spp dan Bacteriodaceae, terjadi penurunan pH fekal selama
mengkonsumsi rafinosa. Rafinosa dapat diperoleh dari purifikasi beberapa
tanaman Oligosakarida kedelai. Dalam oligosakarida kedelai terdapat rafinosa,
stakiosa dan sukrosa yang dibentuk dari galaktosa yang berikatan dengan sukrosa.
Oligosakarida kedelai dibuat dari kedelai atau whey kedelai melalui proses
ekstraksi dan purifikasi. Oligosakarida bersifat stabil terhadap panas maupun
asam, stabilitasnya lebih baik dibandingkan dengan sukrosa. Hayakawa et al.
(1990) diacu dalam Salminen et al. (1998), membuktikan bahwa secara in vitro,
stakiosa dan rafinosa yang dimurnikan dari oligosakarida kedelai dapat
difermentasi oleh Bifidobacterium spp.
Konsumsi oligosakarida kedelai 10 g/hari dapat meningkatkan jumlah
bifidobacteria dalam feses manusia secara signifikan, menurunkan bakteri usus
halus yang berbahaya. Fruktooligosakarida (FOS). FOS merupakan oligosakarida
yang tidak dapat dicerna. Konsumsi FOS sebesar 4-20 g/hari dapat meningkatkan
pertumbuhan bifidobacteria, menurunkan jumlah bacteroides dan clostridia fekal,
meningkatkan berat feses, mudah buang air besar, menurunkan pembentukan
bahan-bahan putrefaktif (Gibson et al. 1995 diacu dalam Salminen et al. 1998).
Galaktooligosakarida (GOS). Galaktooligosakarida yang terdapat dalam susu
sapi, air susu ibu (ASI) dan yoghurt dapat menstimulir pertumbuhan
bifidobacteria. Menurut Ito et al. (1990) diacu dalam Salminen et al. (1998), enzim β-D-galaktosidase dari Aspergillus oryzae dan Streptococcus thermophillus dapat memecah laktosa menjadi galaktooligosakarida. Terjadi perubahan
mikroflora usus secara nyata apabila mengkonsumsi galaktooligosakarida sebesar
10 g/hari. Galaktosil Laktosa (GL). GL merupakan trisakarida yang terdapat
dalam ASI. GL yang dibuat secara komersial dan ditambahkan dalam infant
formula mampu menstimulir pertumbuhan bifidobacteria pada pencernaan balita
9 non karsinogen. Palatinosa dapat dicerna, namun daya cerna palatinosa kondensat
belum diketahui dengan jelas. Khasimura et al. (1989) diacu dalam Salminen et
al. (1998), pemberian palatinosa dapat meningkatkan jumlah bifidobacteria dalam
feses.
b. Disakarida dan alternatif sumber prebiotik lainnya
Laktulosa, laktitol, xilitol, sorbitol dan mannitol merupakan bahan pengganti atau
alternatif oligosakarida. Bahan-bahan tersebut dapat dicerna namun lambat dan
dapat difermentasi oleh BAL dalam kolon. Laktolosa, laktitol dan xilitol
berpengaruh sangat baik terhadap peningkatan mikroflora usus. Namun demikian
konsumsi laktulosa, laktitol, xilitol, dan mannitol yang tinggi dapat menurunkan
toleransinya (Salminen dan Salminen 1989 diacu dalam Salminen et al. 1998).
Tepung Ikan Lele (Clarias gariepinus)
Ikan lele (Clarias gariepinus) merupakan ikan air tawar yang banyak
dibudidayakan di Indonesia dan harga yang relatif terjangkau. Protein dalam ikan
lele cukup tinggi yaitu sebesar 17%. Kandungan asam amino ikan lele juga cukup
lengkap terutama kandungan asam amino lisinnya yang tinggi, yaitu 10.5%.
Tingginya kandungan air pada ikan lele menyebabkan daging ikan mudah rusak,
sehingga pengolahannya yang tepat untuk digunakan dalam berbagai jenis produk
pangan adalah dengan mengolahnya menjadi tepung. Kandungan protein ikan lele
setelah diolah menjadi tepung cukup tinggi, yaitu berkisar 56-64% (Mervina
2009).
Penambahan tepung ikan lele telah terbukti memberikan banyak manfaat,
diantaranya hasil penelitian yang dilakukan oleh Yusuf (2011), yang
menunjukkan adanya peningkatan kadar protein pada produk pangan berupa mie
ubi jalar. Ferazuma (2012) melaporkan bahwa terdapat hasil yang signifikan pada
crackers yang diberi tepung ikan lele (Clarias gariepinus) sebagai sumber
10
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan selama bulan Juni 2012-Februari 2013, merupakan
bagian dari Penelitian payung berjudul: Makanan Fungsional Kaya Protein,
Mineral dan Minyak By Product Tepung Ikan Lele sebagai Nutritious and
Emergency Food untuk Lansia, yang dibiayai oleh Program Penelitian Hibah
Kompetensi Tahun Anggaran 2012 Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi,
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Penelitian terdiri atas 2 tahap, yaitu
formula biskuit fungsional dan perlakuan pada tikus percobaan. Formula biskuit
fungsional dilakukan pada bulan Juni-Agustus 2012, kemudian dilanjutkan
dengan perlakuan pada hewan percobaan dengan lama perlakuan 4 minggu.
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Analisis Makanan
Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Laboratorium
Mikrobiologi Pangan BPPT Serpong, Laboratorium Mikrobiologi Pangan,
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut
Pertanian Bogor, dan Laboratorium Percobaan Hewan, Departemen Gizi
Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
Bahan dan Alat
Penelitian terdiri atas 2 tahapan, yaitu formulasi biskuit krim ikan lele
fungsional yang disesuaikan dengan Angka Kecukupan Gizi (AKG) lansia, dan
perlakuan kepada tikus percobaan selama 4 minggu. Bahan yang digunakan dalam
pembuatan biskuit adalah gula, telur, tepung ikan lele, tepung kedelai, tepung
terigu, tepung ubi jalar, dan butter. Bahan untuk pembuatan krim probiotik antara
lain biomassa Enterococcus faecium IS-27526, butter, margarine, susu, gula halus,
putih telur, dan air jeruk nipis. Bahan-bahan yang digunakan dalam perlakuan
pada tikus adalah kultur Escherichia coli, tikus betina Sprague Dawley usia
tua,bahan untuk pembuatan ransum (CMC, kasein, minyak kelapa, tepung
maizena, vitamin dan mineral mix, dan air), dan bahan analisis mikrobiologi
11 Peralatan yang digunakan dalam penelitian adalah untuk membuat biskuit
yaitu mixer, alat cetak kue, oven, dan alat pendukung lainnya. Peralatan lainnya
yang juga digunakan dalam penelitian ini diantaranya alat timbang, alat cekok,
laminar flow, vortex, shaker incubator, autoclave, fermentor, dan cool centrifuge,
neraca analitik, refrigerator, bunsen, gelas ukur, tabung slinder kimia, pipet tetes,
Erlenmeyer, cryotube, tabung reaksi dan rak tabung. Peralatan untuk uji
mikrobiologi antara lain menggunakan cawan petri, mikropipet, oven, autoklaf,
vortex, dan alat penghitung koloni (colony counter).
12
Metode
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimental
dengan percobaan hewan di laboratorium. Penelitian terdiri atas 2 tahap, yaitu
formulasi biskuit krim ikan lele fungsional yang disesuaikan dengan AKG lansia,
dan perlakuan kepada tikus percobaan selama 4 minggu untuk menganalisis
pengaruh pemberian perlakuan terhadap perubahan berat badan tikus, total bakteri
asam laktat, bakteri anaerob, dan koliform fekal tikus.
Modifikasi Biskuit Fungsional
Pembuatan biskuit fungsional mengacu pada resep biskuit untuk balita
(Kusharto et al, 2012; Mervina 2009) dengan penyesuaian terhadap nilai AKG
untuk lansia. Bahan yang digunakan dalam biskuit fungsional Kusharto dkk.
(2012) adalah tepung terigu protein rendah, gula bubuk, tepung susu, telur,
mentega, margarin, baking powder, dan soda kue. Modifikasi dilakukan dengan
tidak menggunakan bahan margarin, tepung susu, soda kue, dan baking powder
serta substitusi sebagian tepung terigu dengan tepung ubi jalar. Dengan tidak
digunakannya margarin, maka jumlah mentega yang digunakan menjadi
bertambah. Soda kue dan baking powder tidak digunakan karena kesan “after
taste” pahit yang ditinggalkan. Pada formula yang ini digunakan garam yang
bertujuan untuk membantu menciptakan tekstur biskuit yang tidak terlalu padat.
Selanjutnya, substitusi sebagian tepung terigu dengan tepung ubi jalar bertujuan
untuk menambah kadar serat pangan dalam biskuit, serta pengaruhnya terhadap
pertumbuhan probiotik karena ubi jalar termasuk prebiotik.
Proses pembuatan biskuit diawali dengan mencampur gula bubuk dan
mentega, lalu dihomogenkan menggunakan mixer dengan kecepatan tinggi hingga
warnanya memucat. Kemudian tambahkan telur, dan kembali dihomogenkan
hingga agak mengembang. Selanjutnya, bahan-bahan berbentuk tepung
ditambahkan ke dalam adonan sambil dihomogenkan menggunakan mixer dengan
kecepatan rendah hingga kalis, dan adonan didiamkan selama beberapa menit agar
lebih mudah dibentuk dan dicetak. Setelah didiamkan beberapa menit, adonan
dipipihkan setebal ± 0.5 cm, lalu dicetak. Pemanggangan dilakukan selama ± 20
13 Terdapat beberapa formula awal dengan variasi rasio antara tepung terigu
dan tepung ubi jalar. Biskuit fungsional yang dibuat kemudian diuji organoleptik
kepada 30 orang lansia, dan diuji sifat fisik dan kimianya. Selanjutnya, dari
beberapa formula dipilih satu formula yang paling diminati oleh panelis untuk
kemudian diujikan kepada tikus percobaan. Pemberian biskuit krim kepada tikus
dilakukan dengan menghancurkan biskuit krim dan mencampurkannya ke dalam
ransum mereka setiap hari.
Tabel 1. Formula Biskuit Probiotik per 500 g
No. Bahan Biskuit Balita
Formula yang digunakan dalam pembuatan krim probiotik mengacu pada
hasil penelitian Rieuwpassa (2006). Probiotik yang digunakan dalam penelitian ini
adalah E. faecium IS-27526 yang telah memenuhi syarat bakteri sebagai probiotik,
yaitu aman dikonsumsi, tahan asam, garam empedu, dan lisozim, memiliki
kemampuan menempel dan berkolonisasi dengan cukup baik dan mampu
berkompetisi dengan patogen sehingga dapat dimanfaatkan untuk menjaga
kesehatan (Surono 2003). Komposisi krim yang digunakan dapat dilihat pada
Menurut Tannock (1999), salah satu syarat produk probiotik adalah
14
pada penelitian ini, dalam setangkup biskuit krim terdapat 108 cfu/g probiotik E.
faecium IS-27526 yang telah terintegrasi dalam krim. Penghitungan banyaknya
pasta probiotik yang digunakan dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut.
Berat krim yang dibuat (1000 g) x Jumlah Probiotik yang diinginkan (108 cfu/g) Hasil Uji Viabilitas pasta BAL (4.8 x 1010 cfu/g)
Percobaan pada Hewan
Penelitian selanjutnya adalah pemberian biskuit krim kepada tikus melalui
beberapa perlakuan. Masing-masing tikus mendapatkan biskuit sebanyak 1
biskuit lalu ditambahkan ke dalam ransum standar. Penelitian ini menggunakan
hewan sebanyak 30 ekor tikus betina Sprague Dawley usia 5 bulan dengan syarat
sehat, dan berat badan yang hampir sama. Tikus ditempatkan pada kandang per
individu dan diadaptasikan selama 5-7 hari dengan memberikan ransum standar.
Pemberian ransum standar dilakukan setiap pagi. Komposisi dan cara pembuatan
ransum standar dapat dilihat pada lampiran 3. Setelah masa adaptasi, tikus
ditimbang dan dibagi menjadi 6 kelompok perlakuan, seperti terlihat pada tabel
berikut.
Tabel 3. Pembagian Kelompok Perlakuan Tikus
Kelompok Perlakuan
A1 = Ransum Standar + Placebo
A2 = Ransum Standar + E. coli
A3 = Ransum Standar + Biskuit Krim F1 + Placebo
A4 = Ransum Standar + Biskuit Krim F1 + E. coli
A5 = Ransum Standar + Biskuit Krim F2 + Placebo
A6 = Ransum Standar + Biskuit Krim F2 + E. coli
Analisis Bakteri Fekal Asam Laktat (BAL) Tikus Percobaan
Perhitungan jumlah bakteri asam laktat bertujuan untuk mengamati
pengaruh pemberian E. faecium IS-27526 terhadap jumlah total bakteri asam
laktat pada feses tikus. Analisis dilakukan dengan menumbuhkan sampel dengan
15 diberi indicator bromocresol purple ke dalam cawan petri. Perhitungan jumlah
koloni bakteri asam laktat yang tumbuh dilakukan setelah inkubasi 48 jam.
Analisis Bakteri Fekal Anaerob Tikus Percobaan
Perhitungan jumlah bakteri anaerob bertujuan untuk mengamati pengaruh
pemberian E. faecium IS-27526 terhadap jumlah total bakteri anaerob pada feses
tikus. Analisis dilakukan dengan menumbuhkan sampel dengan pengenceran
tertentu pada medium Plate Count Agar (PCA) steril dalam cawan petri, yang
kemudian diberi lapisan Bacto Agar pada lapisan atas, untuk memberi kondisi
anaerob. Perhitungan jumlah koloni bakteri anaerob yang tumbuh dilakukan
setelah inkubasi 24-48 jam.
Analisis Bakteri Fekal Koliform Tikus Percobaan
Analisis bakteri koliform fekal tikus dilakukan dengan menanam sampel
pada medium yang sesuai untuk pertumbuhan bakteri koliform Violet Red Bile
Agar (VRBA) dan menghitung total bakteri koliform yang tumbuh setelah
diinkubasi selama 24 jam. Koloni tipikal bakteri koliform adalah koloni dengan
warna hijau metalik, permukaannya mengilat, conveks, diameter 1-2 mm, sel
16
Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan untuk penelitian ini adalah
Rancangan Acak Lengkap Faktorial (RAL). Model matematika rancangan
penelitian adalah sebagai berikut:
Yij = µ + αi + єij
Dimana
Yij : variabel yang dianalisis
µ : pengaruh rata-rata yang sebenarnya αi : pengaruh perlakuan ke-i
Єij : pengaruh pengacakan unit j dari perlakuan ke-i
Banyaknya jumlah tikus Sprague dawley yang digunakan dalam percobaan
dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:
(t-1) (r-1) ≥ 15
dimana :
t : banyaknya kelompok perlakuan
r: jumlah ulangan
Dengan 6 kelompok perlakuan, maka hasil perhitungan untuk banyaknya jumlah
tikus Sprague dawley yang digunakan adalah 4 ekor untuk setiap kelompok.
Kemudian dengan kemungkinan adanya tikus yang mati, maka banyaknya tikus
menjadi 5 ekor pada setiap kelompok.
Pengolahan dan Analisis Data
Data yang diperoleh diolah dan dianalisis menggunakan Microsoft Excel
for Windows dan SPSS 16.0.Data yang diperoleh dianalisis dengan ANOVA,untuk
melihat apakah terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok kontrol dan
17 HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Biskuit Probiotik
Formulasi awal biskuit dilakukan dengan memodifikasi formula dasar
biskuit fungsional Kusharto, et. al. (2012) dan Mervina (2009), dengan
menyesuaikan dengan AKG lansia, dan mensubstitusi tepung terigu dengan
tepung ubi jalar. Setelah membuat formula, dan menguji organoleptik beberapa
formula biskuit, selanjutnya dipilih dua formula biskuit yang akan digunakan
dalam penelitian.
Terdapat dua formula biskuit yang digunakan dalam perlakuan, yaitu F1
merupakan biskuit tanpa substitusi tepung ubi jalar, sedangkan biskuit F2
merupakan biskuit dengan substitusi tepung ubi jalar dengan perbandingan 1:1.
Berikut adalah karakteristik kedua biskuit.
Tabel 4. Karakteristik Biskuit per 500 g
No. Zat Gizi Biskuit F1 Biskuit F2
1 Karbohidrat (g) 255.59 213.14
2 Lemak (g) 142.26 141.81
3 Protein (g) 54.34 47.89
4 Serat (g) 0.45 3.23
5 Energi (kkal/100 g) 617.35 535.42
Menurut Winarno (1997), kandungan air dalam bahan pangan ikut
menentukan penerimaan, kesegaran dan daya tahan pangan tersebut. Kadar air
produk berada di bawah batas SNI (maksimal 5%). Kadar abu produk masih
berada di atas SNI 01-2973-1992. Besarnya kadar abu tersebut disebabkan oleh
tepung kepala ikan dan tepung badan ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) yang
ditambahkan dalam formula biskuit (Mervina, 2009).
Kadar lemak produk sudah memenuhi syarat SNI.Kadar karbohidrat
produk berada dibawah persyaratan SNI (min. 70%) yang disebabkan substitusi
sebagian tepung terigu dengan tepung ikan, isolat protein kedelai, serta tepung ubi
18
Secara keseluruhan, karakteristik biskuit belum memenuhi standar SNI
untuk biskuit tepung terigu. Hal tersebut dikarenakan formula biskuit masih
merupakan formula awal yang disesuaikan dengan AKG lansia, dan dikarenakan
adanya penggunaan tepung ubi jalar sebagai substitusi tepung terigu.
Pemberian probiotik kepada tikus selama perlakuan diberikan dalam
bentuk krim probiotik yang terintegrasi dalam krim biskuit. Jumlah yang
diberikan sebesar 108 per hari. Viabilitas probiotik dalam biomassa didapatkan
1010 CFU/gr, sehingga untuk mendapatkan krim dengan viabilitas 108 cfu/gr krim
jumlah pasta biomassa yang ditambahkan ke dalam adonan krim adalah 5 gr/kg
krim. Berdasarkan hasil uji terhadap krim biskuit, jumlah total probiotik setelah
diaplikasikan ke dalam biskuit adalah 108 cfu/gr krim.
Pengaruh Perlakuan Terhadap Peningkatan Berat Badan Tikus
Total peningkatan berat badan masing-masing kelompok diukur dari
selisih antara berat badan rata-rata tikus pada akhir masa percobaan dengan awal
percobaan. Peningkatan berat badan yang tertinggi terjadi pada kelompok F1 yang
dipapar oleh E. coli(23.0 g), sedangkan pada kelompok kontrol yang tidak dipapar
tidak terjadi peningkatan, sebaliknya terjadi penurunan berat badan (2.0 g).
Pengukuran terhadap berat badan pada kelompok kontrol yang dicekok
larutan placebo menunjukkan adanya kestabilan dalam berat badan, sedangkan
pada kelompok Kontrol yang dipapar E. coli berat badan tikus percobaan
mengalami peningkatan dan kemudian penurunan selama perlakuan. Berat badan
tikus percobaan pada kelompok biskuit F1 (tanpa substitusi tepung ubi jalar), baik
perlakuan dengan placebo maupun E. coli menunjukkan adanya penurunan berat
badan pada beberapa hari pertama, namun juga meningkat selama perlakuan.
Pada kelompok biskuit F2 (dengan substitusi tepung ubi jalar) yang dicekok
placebo seperti terlihat pada tabel, menunjukkan adanya peningkatan dan
penurunan yang terjadi selama perlakuan. Sebaliknya, perlakuan biskuit F2
(dengan substitusi tepung ubi jalar) yang dicekok E. coli perlahan menunjukkan
adanya peningkatan berat badan. Hal tersebut kemungkinan dikarenakan
keberadaan tepung ubi jalar cenderung meningkatkan total bakteri fekal asam
19 sehingga penyerapan zat gizi menjadi optimal, sehingga tetap dapat meningkatkan
berat badan tikus selama perlakuan.
Gambar 2 . Berat badan tikus percobaan selama 4 minggu dengan perlakuan „Kontrol- E.coli‟( ), „Kontrol-Buffer’( ), „Biskuit F1-E.coli’ ( ), „Biskuit F1-Buffer’ (×), „Biskuit F2-E.coli’(×), „Biskuit F2 -Buffer‟ ( )
Hasil sidik ragam terhadap pengaruh pemberian probiotik terhadap berat
badan menunjukkan hasil yang signifikan (p<0.05). Hal tersebut sejalan dengan
hasil penelitian yang dilakukan oleh Surono et. al. (2011) yang menunjukkan
adanya peningkatan berat badan pada kelompok anak yang diberi perlakuan
probiotik. Hal tersebut dikarenakan kemampuan BAL untuk menempel dengan
baik pada dinding mukosa usus, mencegah pertumbuhan bakteri patogen dan
menjaga usus tetap utuh sehingga penyerapan zat gizi menjadi optimal.
Pengaruh Perlakuan Terhadap Total Bakteri Fekal Asam Laktat (BAL) Total fekal bakteri asam laktat tikus diperoleh dari perhitungan jumlah
koloni bakteri yang ditumbuhkan pada media deMan Rogosa Sharp Agar
(MRSA). Bakteri asam laktat yang secara normal tumbuh di saluran pencernaan
dapat memberikan efek positif terhadap kesehatan tubuh melalui kemampuannya
menekan pertumbuhan pathogen (Purwandhani 1998).
Rata-rata jumlah bakteri asam laktat fekal tikus pada awal penelitian
berkisar antara log 6.85-log 8.57 pada ketiga perlakuan, sedangkan pada akhir
penelitian sebagian mengalami penurunan, yaitu berkisar antara log 6.95-log 7.89.
Pada kelompok yang tidak dipapar E. coli, jumlah total BAL cenderung stabil dan 200
Peningkatan Berat Badan Tikus Selama 4 Minggu
20
terlihat adanya peningkatan pada perlakuan yang menggunakan substitusi tepung
ubi jalar. Hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa formula dan perlakuan
yang diberikan tidak berbeda nyata terhadap peningkatan fekal BAL tikus (p=
0.082 dan 0.200). Namun, secara keseluruhan nilai rata-rata fekal BAL pada
kelompok yang dipapar E. coli lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok yang
tidak dipapar (diberi placebo). Rata-rata fekal BAL pada kelompok yang dipapar
E. coli memiliki nilai sebesar 7.69 log cfu/g sedangkan rata-rata pada kelompok
yang tidak dipapar sebesar 7.31 log cfu/g.
Rata-rata fekal BAL pada kelompok yang diberi susbtitusi tepung ubi jalar
memiliki nilai yang tertinggi jika dibandingkan dengan rata-rata dari kelompok
formula lainnya. Pada kelompok yang diberi substitusi tepung ubi jalar, rata-rata
fekal BAL sebesar 7.63 log cfu/g, sedangkan pada kelompok kontrol sebesar 7.53
log cfu/g dan pada kelompok dengan pemberian biskuit tanpa substitusi tepung
ubi jalar sebesar 7.34 log cfu/g.
Rata-rata fekal BAL pada kelompok yang diberi biskuit tanpa substitusi
tepung ubi jalar menunjukkan nilai yang lebih rendah dibandingkan dengan
kelompok kontrol. Hal tersebut kemungkinan terjadi karena pada kelompok
tersebut memiliki kandungan protein tinggi yang berasal dari ikan lele, dan tanpa
adanya antioksidan tambahan dari tepung ubi jalar sehingga menyebabkan ransum
menjadi mudah terkontaminasi bakteri dari luar, sehingga BAL dalam pencernaan
tikus percobaan kelompok tersebut tidak hanya berkompetisi dengan E. coli yang
berasal dari pencekokan, tetapi juga bakteri lainnya yang berasal dari luar
sehingga jumlah BAL cenderung menurun dibandingkan kelompok lainnya.
Secara keseluruhan, viabilitas fekal BAL pada minggu ke-2 cenderung
meningkat, dan kembali mengalami penurunan pada minggu ke-4. Pada kelompok
perlakuan yang dicekok dengan E. coli, hasil perhitungan pada kelompok kontrol
menunjukkan adanya penurunan jumlah BAL pada minggu ke-2 kemudian
meningkat kembali pada minggu ke-4. Sedangkan pada kelompok perlakuan
biskuit F1 (tanpa substitusi tepung ubi jalar) dan F2 (dengan substitusi tepung ubi
jalar), jumlah BAL meningkat pada minggu ke-2 dan menurun pada minggu ke-4.
Hal tersebut terjadi karena pada perlakuan biskuit F1 (tanpa substitusi
21 BAL dalam pencernaan tikus yang berasal dari probiotik pada krim biskuit,
sehingga mampu meningkatkan total fekal BAL pada minggu ke-2. Selanjutnya,
penurunan jumlah yang terjadi pada minggu ke-4 kemungkinan terjadi karena
adanya proses kompetisi antara E. coli dan BAL. Menurut Scheinbach (1998),
proses penghambatan yang dilakukan oleh bakteri baik terhadap bakteri pathogen
terjadi melalui kompetisi dalam pengambilan substrat atau nutrisi. Kemungkinan
lainnya terjadinya penurunan fekal BAL pada minggu ke-4 pada perlakuan F1 dan
F2 disebabkan oleh pemberian probiotik yang secara kontinu sejak minggu ke-0
hingga ke-4, sehingga kompetisi yang terjadi pun akan semakin besar.
Gambar 3 . Total Bakteri fekal Asam Laktat (BAL) selama 4 minggu dengan perlakuan „Kontrol- E.coli‟( ), „Kontrol-Buffer’( ), „Biskuit F1 -E.coli’ ( ), „Biskuit F1-Buffer’ (×), „Biskuit F2-E.coli’(×),
„Biskuit F2-Buffer‟ ( )
Pengaruh Perlakuan Terhadap Total Bakteri Fekal Anaerob
Hasil sidik ragam total bakteri anaerob antar perlakuan tidak menunjukkan
adanya perbedaan yang nyata. Hasil perhitungan viabilitas terhadap kelompok
perlakuan kontrol yang dicekok placebo menunjukkan rata-rata total bakteri fekal
anaerob pada minggu ke-2 mengalami penurunan dari 7.17 log cfu/g menjadi 6.82
log cfu/g, dan kembali meningkat menjadi 7.43 log cfu/g pada minggu ke-4. Pola
yang sama juga terlihat pada kelompok perlakuan biskuit tanpa substitusi tepung
22
menurun pada minggu ke-2 dari 7.51log cfu/g menjadi 7.07 log cfu/g, dan
kembali meningkat pada minggu ke-4 menjadi 7.11 log cfu/g.
Rata-rata total bakteri fekal anaerob yang terus meningkat sejak minggu ke-0
hingga ke-4 terlihat pada hasil perhitungan kelompok perlakuan F2 yang dicekok
placebo yaitu sebesar 6.44 log cfu/g pada minggu ke-0 hingga 7.84 log cfu/g pada
minggu ke-4. Pada kelompok perlakuan kontrol yang dicekok E.coli, rata-rata
total bakteri anaerob meningkat sejak minggu ke-0 hingga ke-4, yaitu sebesar 6.67
log cfu/g hingga 7.84 log cfu/g. Rata-rata jumlah total bakteri fekal anaerob pada
kelompok perlakuan biskuit tanpa susbtitusi tepung ubi jalar yang dicekok E. coli
mengalami peningkatan pada minggu ke-2, namun kembali menurun pada minggu
ke-4, yaitu dari 6.96 log cfu/g menjadi 7.43 log cfu/g kemudian menjadi 6.63 log
cfu/g. Hasil perhitungan pada kelompok perlakuan biskuit dengan substitusi
tepung ubi jalar yang dicekok E. coli menunjukkan penurunan sejak minggu ke-2
hingga ke-4, yaitu sebesar 8.18 log cfu/g pada minggu ke-0 menjadi 6.63 log cfu/g
pada minggu ke-2 dan menjadi 6.34 pada minggu ke-4.
Rata-rata pengaruh perlakuan terhadap bakteri fekal anaerob pada
kelompok placebo (7.15) memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan
rata-rata pada kelompok E. coli (7.083). Rata-rata pengaruh formula terhadap
bakteri fekal anaerob menunjukkan nilai yang tertinggi terdapat pada kelompok
kontrol (7.29), sedangkan terendah terdapat pada kelompok formula biskuit
23 Gambar 4 . Total Bakteri fekal Anaerob selama 4 minggu dengan perlakuan
„Kontrol- E.coli‟( ), „Kontrol-Buffer’( ), „Biskuit F1-E.coli’ ( ), „Biskuit F1-Buffer’ (×), „Biskuit F2-E.coli’(×), „Biskuit F2 -Buffer‟ ( )
Pengaruh Perlakuan Terhadap Total Bakteri Fekal Koliform
Hasil uji sidik ragam total bakteri fekal koliform menunjukkan tidak adanya
perbedaan nyata antar perlakuan (p>0.05). Namun secara keseluruhan, hasil
perhitungan viabilitas bakteri fekal koliform pada semua perlakuan cenderung
menurun. Pada kelompok yang tidak dipapar E. coli total bakteri koliform yang
terdapat dalam fekal tikus mengalami penurunan sejak minggu ke-2 hingga
minggu ke-4. Hal tersebut terjadi karena adanya kompetisi substrat yang terjadi
antara koliform dengan BAL. Pada kelompok ini, koliform berasal dari dalam
pencernaan tikus, tanpa ada penambahan dari luar (cekok).
Pada kelompok yang dicekok E. coli, hasil perhitungan menunjukkan hasil yang
berbeda-beda. Pada perlakuan kontrol, total bakteri fekal koliform pada minggu
kedua mengalami penurunan, namun kembali meningkat pada minggu ke-4.
Peningkatan tersebut terjadi karena tidak adanya tambahan bakteri baik atau BAL
dari luar, sehingga BAL hanya berasal dari dalam pencernaan tikus itu sendiri.
Penurunan total bakteri fekal koliform pada perlakuan dengan biskuit tanpa
substitusi tepung ubi jalar ditunjukkan pada minggu ke-4. Sedangkan pada
perlakuan dengan biskuit yang disubstitusi ubi jalar, penurunan total bakteri fekal
24
Penurunan total bakteri fekal koliform yang terjadi pada kedua perlakuan dengan
probiotik menunjukkan hasil yang sejalan dengan total BAL yang meningkat. Hal
tersebut menunjukkan bahwa probiotik dalam krim biskuit mampu meningkatkan
jumlah BAL dalam pencernaan tikus, sehingga mampu menekan atau mengurangi
jumlah koliform dalam fekal tikus, seperti yang terjadi pada hasil penelitian
Dwiari (2008). Penurunan total bakteri fekal koliform pada perlakuan yang
dicekok terjadi karena adanya proses penghambatan yang dilakukan oleh BAL.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Jin et al. pada tahun 2000 menunjukkan
adanya proses penghambatan yang dilakukan oleh BAL (E. faecium 18C23)
dengan menghambat atau mempersulit proses pelekatan bakteri E. coli dengan
reseptor pada dinding mukosa usus. Meski tidak memiliki situs pengikatan yang
sama dengan E. coli pada mukosa usus, namun penghambatan dapat terjadi karena
nilai pH dan rintangan sterik yang terjadi dengan adanya BAL di dalam usus
bersama-sama dengan bakteri E.coli.
Gambar 5 . Total Bakteri fekal Koliform selama 4 minggu dengan perlakuan „Kontrol- E.coli‟ ( ), „Kontrol-Buffer’( ), „Biskuit F1-E.coli’ ( ), „Biskuit F1-Buffer’ (×), „Biskuit F2-E.coli’(×), „Biskuit F2 -Buffer‟ ( )
Penurunan total bakteri fekal koliform yang dikompetisikan dengan E.
faecium dikarenakan E. faecium mampu berkompetisi dengan patogen untuk
mengambil substrat dan menghasilkan asam laktat. Hal ini juga didukung oleh
beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa BAL mampu menghasilkan
asam-asam organik sebagai hasil fermentasi gula seperti asam-asam asetat dan laktat
25 (Ouwehand dan Vesterlund 2004). Asam laktat dan asam asetat yang dihasilkan
oleh BAL dapat menghambat bakteri patogen sedangkan asam propionat lebih
baik dalam menghambat pertumbuhan kapang dan yeast. Sebagai salah satu asam
lemah, asam laktat mampu menurunkan jumlah patogen dikarenakan akumulasi
anion dalam sel yang akan menurunkan kecepatan sintesa makromolekul mikroba
sehingga mampu menghambat pertumbuhan mikroba (Eklund 1980,1985 dan
Russell 1992 diacu dalam Ouwehand dan Vesterlund 2004). Asam lemah yang
tidak terdisosiasi bersifat lebih toksik dibandingkan dalam bentuk terdisosiasi.
Asam lemah yang tidak terdisosiasi mampu menembus dinding sel mikroba,
karena larut dalam lemak. Keberadaan asam lemah dalam sel mikroba akan
menyebabkan terurainya asam organik menjadi RCOO- dan H+, yang kemudian
akan menyebabkan turunnya pH di dalam sel akibat adanya pelepasan proton.
Menurut Eklund (1985, diacu dalam Ouwehand dan Vesterlund 2004),
penghambatan pertumbuhan mikroba bukan dikarenakan adanya pelepasan proton
26
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Pemberian krim probiotik E. faecium IS-27526 pada tikus cenderung
meningkatkan total bakteri asam laktat (BAL) fekal selama perlakuan. Viabilitas
BAL pada perlakuan biskuit F2 (dengan substitusi tepung ubi jalar) cenderung
mengalami peningkatan dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Terjadi
penurunan total bakteri fekal koliform pada hampir semua perlakuan, namun
perlakuan dengan biskuit F2 menunjukkan hasil yang lebih cepat dalam
penurunan total bakteri fekal koliform.
Saran
Penelitian ini menunjukkan adanya kecenderungan krim probiotik E.
faecium IS-27526 pada biskuit fungsional yang diperkaya tepung ikan lele
(Clarias gariepinus) dan tepung ubi jalar (Ipomoea sp.) dapat menjaga
keseimbangan mikrobiota dalam saluran pencernaan tikus usia tua, maka dalam
aplikasinya disarankan dapat dicoba pada hewan coba dengan hirarki yang lebih
tinggi dan hasilnya diharapkan memperkuat anjuran untuk dapat dilakukan uji
27 DAFTAR PUSTAKA
Adijuwana NT. 2005. Pemanfaatan Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) untuk
Mendukung Pertumbuhan Bakteri Asam Laktat [skripsi]. Bogor:
Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Ballongue J. 2004. Bifidobacteria and Probiotic Action. Di dalam: Salminen S,
Wright A dan Ouwehand A, editor. 2004. Lactic Acid Bacteria
Microbiological and Functional Aspects. Ed ke-3, Revised and Expanded.
New York: Marcel Dekker, Inc. hlmn 67-124.
Collado MC, Surono IS, Meriluoto J, Salminen S. 2007. Potential probiotic
characteristics of Lactobacillus and Enterococcus strains isolated form
traditional dadih fermented milk against pathogen intestinal colonization.
Journal of Food Protection, Vol 70, No 3, p. 700-705.
Dwiari SR. 2008. Pengujian Potensi Prebiotik Ubi Garut dan Ubi Jalar serta Hasil
Olahannya (Cookies dan Sweet Potato Flakes). [tesis]. Bogor: Dept Ilmu
dan Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor.
Gibson GR. 2004. Fibre and effects on probiotics (die probiotic concept). Clinical
Nutrition Supplements, I: 25-31.
Greenough WB. 2005. Diarrhea and Hypovolemia in Older Individuals, Johns
Hopkins Advanced Studies in Medicine (5): 528-534.
Gross R.J. 1995. Escherichia. Di dalam: Greenwood D,Slack R.C.B & Peutherer
J.F., editor. Medical Microbiology. A Guide to Microbial Infections:
Pathogenesis, Immunity, Laboratory Diagnosis and Control. 14th Ed.
Hongkong: ELBS with Churchill Livingstone.
Harianti R. 2009. Pengaruh pemberian biskuit tinggi protein berisi krim probiotik
fungsional terhadap profil mikrobiota fekal dan berat badan tikus. [tesis].
Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Havenaar, Veld HI. 1992. Di dalam : Lee YK, Salminen S. 2009. Handbook of
Probiotics and Prebiotics. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc.
Jood S, Mehta U, Singh R, Bhat CM. 1985. Effect of Processing on Flatus
Producing Factors in Legumes, J Agric Food Chem (33): 268-271.
Krisnayudha K. 2007. Mempelajari Potensi Garut (Maranta arundiacea L.) dan