• Tidak ada hasil yang ditemukan

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan selama bulan Juni 2012-Februari 2013, merupakan bagian dari Penelitian payung berjudul: Makanan Fungsional Kaya Protein, Mineral dan Minyak By Product Tepung Ikan Lele sebagai Nutritious and Emergency Food untuk Lansia, yang dibiayai oleh Program Penelitian Hibah Kompetensi Tahun Anggaran 2012 Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Penelitian terdiri atas 2 tahap, yaitu formula biskuit fungsional dan perlakuan pada tikus percobaan. Formula biskuit fungsional dilakukan pada bulan Juni-Agustus 2012, kemudian dilanjutkan dengan perlakuan pada hewan percobaan dengan lama perlakuan 4 minggu. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Analisis Makanan Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Laboratorium Mikrobiologi Pangan BPPT Serpong, Laboratorium Mikrobiologi Pangan, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, dan Laboratorium Percobaan Hewan, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Bahan dan Alat

Penelitian terdiri atas 2 tahapan, yaitu formulasi biskuit krim ikan lele fungsional yang disesuaikan dengan Angka Kecukupan Gizi (AKG) lansia, dan perlakuan kepada tikus percobaan selama 4 minggu. Bahan yang digunakan dalam pembuatan biskuit adalah gula, telur, tepung ikan lele, tepung kedelai, tepung terigu, tepung ubi jalar, dan butter. Bahan untuk pembuatan krim probiotik antara lain biomassa Enterococcus faecium IS-27526, butter, margarine, susu, gula halus, putih telur, dan air jeruk nipis. Bahan-bahan yang digunakan dalam perlakuan pada tikus adalah kultur Escherichia coli, tikus betina Sprague Dawley usia tua,bahan untuk pembuatan ransum (CMC, kasein, minyak kelapa, tepung maizena, vitamin dan mineral mix, dan air), dan bahan analisis mikrobiologi (MRSA, PCA, VRBA, NaCl, Buffer Phosphat).

11 Peralatan yang digunakan dalam penelitian adalah untuk membuat biskuit yaitu mixer, alat cetak kue, oven, dan alat pendukung lainnya. Peralatan lainnya yang juga digunakan dalam penelitian ini diantaranya alat timbang, alat cekok, laminar flow, vortex, shaker incubator, autoclave, fermentor, dan cool centrifuge, neraca analitik, refrigerator, bunsen, gelas ukur, tabung slinder kimia, pipet tetes, Erlenmeyer, cryotube, tabung reaksi dan rak tabung. Peralatan untuk uji mikrobiologi antara lain menggunakan cawan petri, mikropipet, oven, autoklaf, vortex, dan alat penghitung koloni (colony counter).

12

Metode

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimental dengan percobaan hewan di laboratorium. Penelitian terdiri atas 2 tahap, yaitu formulasi biskuit krim ikan lele fungsional yang disesuaikan dengan AKG lansia, dan perlakuan kepada tikus percobaan selama 4 minggu untuk menganalisis pengaruh pemberian perlakuan terhadap perubahan berat badan tikus, total bakteri asam laktat, bakteri anaerob, dan koliform fekal tikus.

Modifikasi Biskuit Fungsional

Pembuatan biskuit fungsional mengacu pada resep biskuit untuk balita (Kusharto et al, 2012; Mervina 2009) dengan penyesuaian terhadap nilai AKG untuk lansia. Bahan yang digunakan dalam biskuit fungsional Kusharto dkk. (2012) adalah tepung terigu protein rendah, gula bubuk, tepung susu, telur, mentega, margarin, baking powder, dan soda kue. Modifikasi dilakukan dengan tidak menggunakan bahan margarin, tepung susu, soda kue, dan baking powder serta substitusi sebagian tepung terigu dengan tepung ubi jalar. Dengan tidak digunakannya margarin, maka jumlah mentega yang digunakan menjadi bertambah. Soda kue dan baking powder tidak digunakan karena kesan “after taste” pahit yang ditinggalkan. Pada formula yang ini digunakan garam yang bertujuan untuk membantu menciptakan tekstur biskuit yang tidak terlalu padat. Selanjutnya, substitusi sebagian tepung terigu dengan tepung ubi jalar bertujuan untuk menambah kadar serat pangan dalam biskuit, serta pengaruhnya terhadap pertumbuhan probiotik karena ubi jalar termasuk prebiotik.

Proses pembuatan biskuit diawali dengan mencampur gula bubuk dan mentega, lalu dihomogenkan menggunakan mixer dengan kecepatan tinggi hingga warnanya memucat. Kemudian tambahkan telur, dan kembali dihomogenkan hingga agak mengembang. Selanjutnya, bahan-bahan berbentuk tepung ditambahkan ke dalam adonan sambil dihomogenkan menggunakan mixer dengan kecepatan rendah hingga kalis, dan adonan didiamkan selama beberapa menit agar lebih mudah dibentuk dan dicetak. Setelah didiamkan beberapa menit, adonan dipipihkan setebal ± 0.5 cm, lalu dicetak. Pemanggangan dilakukan selama ± 20 menit dengan suhu awal 140°C dan suhu akhir 160°C.

13 Terdapat beberapa formula awal dengan variasi rasio antara tepung terigu dan tepung ubi jalar. Biskuit fungsional yang dibuat kemudian diuji organoleptik kepada 30 orang lansia, dan diuji sifat fisik dan kimianya. Selanjutnya, dari beberapa formula dipilih satu formula yang paling diminati oleh panelis untuk kemudian diujikan kepada tikus percobaan. Pemberian biskuit krim kepada tikus dilakukan dengan menghancurkan biskuit krim dan mencampurkannya ke dalam ransum mereka setiap hari.

Tabel 1. Formula Biskuit Probiotik per 500 g

No. Bahan Biskuit Balita

(Kusharto 2012) F1 F2 1 Gula 100 125 125 2 Telur 1 1 1 3 Tepung Kepala 6 7.5 7.5 4 Tepung Badan 14 17.5 17.5 5 Isolat Kedelai 40 50 50 6 Tepung Terigu 100 150 75

7 Tepung Ubi Jalar - - 75

8 Butter Oil Substitute (BOS) 20 150 15

Pembuatan Krim Probiotik

Formula yang digunakan dalam pembuatan krim probiotik mengacu pada hasil penelitian Rieuwpassa (2006). Probiotik yang digunakan dalam penelitian ini adalah E. faecium IS-27526 yang telah memenuhi syarat bakteri sebagai probiotik, yaitu aman dikonsumsi, tahan asam, garam empedu, dan lisozim, memiliki kemampuan menempel dan berkolonisasi dengan cukup baik dan mampu berkompetisi dengan patogen sehingga dapat dimanfaatkan untuk menjaga kesehatan (Surono 2003). Komposisi krim yang digunakan dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 2. Komposisi Krim

No. Bahan Jumlah

1 Mentega (unsalted) 10 g

2 Margarin 10 g

3 Gula Halus 75 g

4 Susu Cair 5 ml

Menurut Tannock (1999), salah satu syarat produk probiotik adalah kandungan mikroba hidup sebesar 106-108 cfu/g. Oleh karena hal tersebut, maka

14

pada penelitian ini, dalam setangkup biskuit krim terdapat 108 cfu/g probiotik E. faecium IS-27526 yang telah terintegrasi dalam krim. Penghitungan banyaknya pasta probiotik yang digunakan dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut.

Berat krim yang dibuat (1000 g) x Jumlah Probiotik yang diinginkan (108 cfu/g) Hasil Uji Viabilitas pasta BAL (4.8 x 1010 cfu/g)

Percobaan pada Hewan

Penelitian selanjutnya adalah pemberian biskuit krim kepada tikus melalui beberapa perlakuan. Masing-masing tikus mendapatkan biskuit sebanyak 1 biskuit lalu ditambahkan ke dalam ransum standar. Penelitian ini menggunakan hewan sebanyak 30 ekor tikus betina Sprague Dawley usia 5 bulan dengan syarat sehat, dan berat badan yang hampir sama. Tikus ditempatkan pada kandang per individu dan diadaptasikan selama 5-7 hari dengan memberikan ransum standar. Pemberian ransum standar dilakukan setiap pagi. Komposisi dan cara pembuatan ransum standar dapat dilihat pada lampiran 3. Setelah masa adaptasi, tikus ditimbang dan dibagi menjadi 6 kelompok perlakuan, seperti terlihat pada tabel berikut.

Tabel 3. Pembagian Kelompok Perlakuan Tikus

Kelompok Perlakuan

A1 = Ransum Standar + Placebo

A2 = Ransum Standar + E. coli

A3 = Ransum Standar + Biskuit Krim F1 + Placebo

A4 = Ransum Standar + Biskuit Krim F1 + E. coli

A5 = Ransum Standar + Biskuit Krim F2 + Placebo

A6 = Ransum Standar + Biskuit Krim F2 + E. coli

Analisis Bakteri Fekal Asam Laktat (BAL) Tikus Percobaan

Perhitungan jumlah bakteri asam laktat bertujuan untuk mengamati pengaruh pemberian E. faecium IS-27526 terhadap jumlah total bakteri asam laktat pada feses tikus. Analisis dilakukan dengan menumbuhkan sampel dengan pengenceran tertentu pada medium deMan Rogosa Agar (MRSA) steril yang

15 diberi indicator bromocresol purple ke dalam cawan petri. Perhitungan jumlah koloni bakteri asam laktat yang tumbuh dilakukan setelah inkubasi 48 jam.

Analisis Bakteri Fekal Anaerob Tikus Percobaan

Perhitungan jumlah bakteri anaerob bertujuan untuk mengamati pengaruh pemberian E. faecium IS-27526 terhadap jumlah total bakteri anaerob pada feses tikus. Analisis dilakukan dengan menumbuhkan sampel dengan pengenceran tertentu pada medium Plate Count Agar (PCA) steril dalam cawan petri, yang kemudian diberi lapisan Bacto Agar pada lapisan atas, untuk memberi kondisi anaerob. Perhitungan jumlah koloni bakteri anaerob yang tumbuh dilakukan setelah inkubasi 24-48 jam.

Analisis Bakteri Fekal Koliform Tikus Percobaan

Analisis bakteri koliform fekal tikus dilakukan dengan menanam sampel pada medium yang sesuai untuk pertumbuhan bakteri koliform Violet Red Bile Agar (VRBA) dan menghitung total bakteri koliform yang tumbuh setelah diinkubasi selama 24 jam. Koloni tipikal bakteri koliform adalah koloni dengan warna hijau metalik, permukaannya mengilat, conveks, diameter 1-2 mm, sel berbentuk batang, gram negative, dan katalase positif.

16

Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan untuk penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap Faktorial (RAL). Model matematika rancangan penelitian adalah sebagai berikut:

Yij = µ + αi + єij

Dimana

Yij : variabel yang dianalisis

µ : pengaruh rata-rata yang sebenarnya αi : pengaruh perlakuan ke-i

Єij : pengaruh pengacakan unit j dari perlakuan ke-i

Banyaknya jumlah tikus Sprague dawley yang digunakan dalam percobaan dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:

(t-1) (r-1) ≥ 15

dimana :

t : banyaknya kelompok perlakuan r: jumlah ulangan

Dengan 6 kelompok perlakuan, maka hasil perhitungan untuk banyaknya jumlah tikus Sprague dawley yang digunakan adalah 4 ekor untuk setiap kelompok. Kemudian dengan kemungkinan adanya tikus yang mati, maka banyaknya tikus menjadi 5 ekor pada setiap kelompok.

Pengolahan dan Analisis Data

Data yang diperoleh diolah dan dianalisis menggunakan Microsoft Excel for Windows dan SPSS 16.0.Data yang diperoleh dianalisis dengan ANOVA,untuk melihat apakah terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok kontrol dan perlakuan.

17 HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Biskuit Probiotik

Formulasi awal biskuit dilakukan dengan memodifikasi formula dasar biskuit fungsional Kusharto, et. al. (2012) dan Mervina (2009), dengan menyesuaikan dengan AKG lansia, dan mensubstitusi tepung terigu dengan tepung ubi jalar. Setelah membuat formula, dan menguji organoleptik beberapa formula biskuit, selanjutnya dipilih dua formula biskuit yang akan digunakan dalam penelitian.

Terdapat dua formula biskuit yang digunakan dalam perlakuan, yaitu F1 merupakan biskuit tanpa substitusi tepung ubi jalar, sedangkan biskuit F2 merupakan biskuit dengan substitusi tepung ubi jalar dengan perbandingan 1:1. Berikut adalah karakteristik kedua biskuit.

Tabel 4. Karakteristik Biskuit per 500 g

No. Zat Gizi Biskuit F1 Biskuit F2

1 Karbohidrat (g) 255.59 213.14

2 Lemak (g) 142.26 141.81

3 Protein (g) 54.34 47.89

4 Serat (g) 0.45 3.23

5 Energi (kkal/100 g) 617.35 535.42

Menurut Winarno (1997), kandungan air dalam bahan pangan ikut menentukan penerimaan, kesegaran dan daya tahan pangan tersebut. Kadar air produk berada di bawah batas SNI (maksimal 5%). Kadar abu produk masih berada di atas SNI 01-2973-1992. Besarnya kadar abu tersebut disebabkan oleh tepung kepala ikan dan tepung badan ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) yang ditambahkan dalam formula biskuit (Mervina, 2009).

Kadar lemak produk sudah memenuhi syarat SNI.Kadar karbohidrat produk berada dibawah persyaratan SNI (min. 70%) yang disebabkan substitusi sebagian tepung terigu dengan tepung ikan, isolat protein kedelai, serta tepung ubi jalar.

18

Secara keseluruhan, karakteristik biskuit belum memenuhi standar SNI untuk biskuit tepung terigu. Hal tersebut dikarenakan formula biskuit masih merupakan formula awal yang disesuaikan dengan AKG lansia, dan dikarenakan adanya penggunaan tepung ubi jalar sebagai substitusi tepung terigu.

Pemberian probiotik kepada tikus selama perlakuan diberikan dalam bentuk krim probiotik yang terintegrasi dalam krim biskuit. Jumlah yang diberikan sebesar 108 per hari. Viabilitas probiotik dalam biomassa didapatkan 1010 CFU/gr, sehingga untuk mendapatkan krim dengan viabilitas 108 cfu/gr krim jumlah pasta biomassa yang ditambahkan ke dalam adonan krim adalah 5 gr/kg krim. Berdasarkan hasil uji terhadap krim biskuit, jumlah total probiotik setelah diaplikasikan ke dalam biskuit adalah 108 cfu/gr krim.

Pengaruh Perlakuan Terhadap Peningkatan Berat Badan Tikus

Total peningkatan berat badan masing-masing kelompok diukur dari selisih antara berat badan rata-rata tikus pada akhir masa percobaan dengan awal percobaan. Peningkatan berat badan yang tertinggi terjadi pada kelompok F1 yang dipapar oleh E. coli(23.0 g), sedangkan pada kelompok kontrol yang tidak dipapar tidak terjadi peningkatan, sebaliknya terjadi penurunan berat badan (2.0 g).

Pengukuran terhadap berat badan pada kelompok kontrol yang dicekok larutan placebo menunjukkan adanya kestabilan dalam berat badan, sedangkan pada kelompok Kontrol yang dipapar E. coli berat badan tikus percobaan mengalami peningkatan dan kemudian penurunan selama perlakuan. Berat badan tikus percobaan pada kelompok biskuit F1 (tanpa substitusi tepung ubi jalar), baik perlakuan dengan placebo maupun E. coli menunjukkan adanya penurunan berat badan pada beberapa hari pertama, namun juga meningkat selama perlakuan. Pada kelompok biskuit F2 (dengan substitusi tepung ubi jalar) yang dicekok placebo seperti terlihat pada tabel, menunjukkan adanya peningkatan dan penurunan yang terjadi selama perlakuan. Sebaliknya, perlakuan biskuit F2 (dengan substitusi tepung ubi jalar) yang dicekok E. coli perlahan menunjukkan adanya peningkatan berat badan. Hal tersebut kemungkinan dikarenakan keberadaan tepung ubi jalar cenderung meningkatkan total bakteri fekal asam laktat (BAL) yang mampu melekat baik dengan dinding mukosa usus tikus,

19 sehingga penyerapan zat gizi menjadi optimal, sehingga tetap dapat meningkatkan berat badan tikus selama perlakuan.

Gambar 2 . Berat badan tikus percobaan selama 4 minggu dengan perlakuan „Kontrol- E.coli‟( ), „Kontrol-Buffer’( ), „Biskuit F1-E.coli’ ( ), „Biskuit F1-Buffer’ (×), „Biskuit F2-E.coli’(×), „Biskuit F2 -Buffer‟ ( )

Hasil sidik ragam terhadap pengaruh pemberian probiotik terhadap berat badan menunjukkan hasil yang signifikan (p<0.05). Hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Surono et. al. (2011) yang menunjukkan adanya peningkatan berat badan pada kelompok anak yang diberi perlakuan probiotik. Hal tersebut dikarenakan kemampuan BAL untuk menempel dengan baik pada dinding mukosa usus, mencegah pertumbuhan bakteri patogen dan menjaga usus tetap utuh sehingga penyerapan zat gizi menjadi optimal.

Pengaruh Perlakuan Terhadap Total Bakteri Fekal Asam Laktat (BAL) Total fekal bakteri asam laktat tikus diperoleh dari perhitungan jumlah koloni bakteri yang ditumbuhkan pada media deMan Rogosa Sharp Agar (MRSA). Bakteri asam laktat yang secara normal tumbuh di saluran pencernaan dapat memberikan efek positif terhadap kesehatan tubuh melalui kemampuannya menekan pertumbuhan pathogen (Purwandhani 1998).

Rata-rata jumlah bakteri asam laktat fekal tikus pada awal penelitian berkisar antara log 6.85-log 8.57 pada ketiga perlakuan, sedangkan pada akhir penelitian sebagian mengalami penurunan, yaitu berkisar antara log 6.95-log 7.89. Pada kelompok yang tidak dipapar E. coli, jumlah total BAL cenderung stabil dan

200 220 240 260 280 300 320 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 Berat Badan (g)

Peningkatan Berat Badan Tikus Selama 4 Minggu

A1 A2 A3 A4 A5 A6

20

terlihat adanya peningkatan pada perlakuan yang menggunakan substitusi tepung ubi jalar. Hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa formula dan perlakuan yang diberikan tidak berbeda nyata terhadap peningkatan fekal BAL tikus (p= 0.082 dan 0.200). Namun, secara keseluruhan nilai rata-rata fekal BAL pada kelompok yang dipapar E. coli lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok yang tidak dipapar (diberi placebo). Rata-rata fekal BAL pada kelompok yang dipapar E. coli memiliki nilai sebesar 7.69 log cfu/g sedangkan rata-rata pada kelompok yang tidak dipapar sebesar 7.31 log cfu/g.

Rata-rata fekal BAL pada kelompok yang diberi susbtitusi tepung ubi jalar memiliki nilai yang tertinggi jika dibandingkan dengan rata-rata dari kelompok formula lainnya. Pada kelompok yang diberi substitusi tepung ubi jalar, rata-rata fekal BAL sebesar 7.63 log cfu/g, sedangkan pada kelompok kontrol sebesar 7.53 log cfu/g dan pada kelompok dengan pemberian biskuit tanpa substitusi tepung ubi jalar sebesar 7.34 log cfu/g.

Rata-rata fekal BAL pada kelompok yang diberi biskuit tanpa substitusi tepung ubi jalar menunjukkan nilai yang lebih rendah dibandingkan dengan kelompok kontrol. Hal tersebut kemungkinan terjadi karena pada kelompok tersebut memiliki kandungan protein tinggi yang berasal dari ikan lele, dan tanpa adanya antioksidan tambahan dari tepung ubi jalar sehingga menyebabkan ransum menjadi mudah terkontaminasi bakteri dari luar, sehingga BAL dalam pencernaan tikus percobaan kelompok tersebut tidak hanya berkompetisi dengan E. coli yang berasal dari pencekokan, tetapi juga bakteri lainnya yang berasal dari luar sehingga jumlah BAL cenderung menurun dibandingkan kelompok lainnya.

Secara keseluruhan, viabilitas fekal BAL pada minggu ke-2 cenderung meningkat, dan kembali mengalami penurunan pada minggu ke-4. Pada kelompok perlakuan yang dicekok dengan E. coli, hasil perhitungan pada kelompok kontrol menunjukkan adanya penurunan jumlah BAL pada minggu ke-2 kemudian meningkat kembali pada minggu ke-4. Sedangkan pada kelompok perlakuan biskuit F1 (tanpa substitusi tepung ubi jalar) dan F2 (dengan substitusi tepung ubi jalar), jumlah BAL meningkat pada minggu ke-2 dan menurun pada minggu ke-4.

Hal tersebut terjadi karena pada perlakuan biskuit F1 (tanpa substitusi tepung ubi jalar) dan F2 (dengan substitusi tepung ubi jalar), terdapat penambahan

21 BAL dalam pencernaan tikus yang berasal dari probiotik pada krim biskuit, sehingga mampu meningkatkan total fekal BAL pada minggu ke-2. Selanjutnya, penurunan jumlah yang terjadi pada minggu ke-4 kemungkinan terjadi karena adanya proses kompetisi antara E. coli dan BAL. Menurut Scheinbach (1998), proses penghambatan yang dilakukan oleh bakteri baik terhadap bakteri pathogen terjadi melalui kompetisi dalam pengambilan substrat atau nutrisi. Kemungkinan lainnya terjadinya penurunan fekal BAL pada minggu ke-4 pada perlakuan F1 dan F2 disebabkan oleh pemberian probiotik yang secara kontinu sejak minggu ke-0 hingga ke-4, sehingga kompetisi yang terjadi pun akan semakin besar.

Gambar 3 . Total Bakteri fekal Asam Laktat (BAL) selama 4 minggu dengan perlakuan „Kontrol- E.coli‟( ), „Kontrol-Buffer’( ), „Biskuit F1 -E.coli’ ( ), „Biskuit F1-Buffer’ (×), „Biskuit F2-E.coli’(×),

„Biskuit F2-Buffer‟ ( )

Pengaruh Perlakuan Terhadap Total Bakteri Fekal Anaerob

Hasil sidik ragam total bakteri anaerob antar perlakuan tidak menunjukkan adanya perbedaan yang nyata. Hasil perhitungan viabilitas terhadap kelompok perlakuan kontrol yang dicekok placebo menunjukkan rata-rata total bakteri fekal anaerob pada minggu ke-2 mengalami penurunan dari 7.17 log cfu/g menjadi 6.82 log cfu/g, dan kembali meningkat menjadi 7.43 log cfu/g pada minggu ke-4. Pola yang sama juga terlihat pada kelompok perlakuan biskuit tanpa substitusi tepung ubi jalar yang dicekok placebo, di mana rata-rata total bakteri fekal anaerob

6.5 7 7.5 8 8.5 9 0 2 4 V iab il it as (lo g cf u /g) A1 A2 A3 A4 A5 A6

22

menurun pada minggu ke-2 dari 7.51log cfu/g menjadi 7.07 log cfu/g, dan kembali meningkat pada minggu ke-4 menjadi 7.11 log cfu/g.

Rata-rata total bakteri fekal anaerob yang terus meningkat sejak minggu ke-0 hingga ke-4 terlihat pada hasil perhitungan kelompok perlakuan F2 yang dicekok placebo yaitu sebesar 6.44 log cfu/g pada minggu ke-0 hingga 7.84 log cfu/g pada minggu ke-4. Pada kelompok perlakuan kontrol yang dicekok E.coli, rata-rata total bakteri anaerob meningkat sejak minggu ke-0 hingga ke-4, yaitu sebesar 6.67 log cfu/g hingga 7.84 log cfu/g. Rata-rata jumlah total bakteri fekal anaerob pada kelompok perlakuan biskuit tanpa susbtitusi tepung ubi jalar yang dicekok E. coli mengalami peningkatan pada minggu ke-2, namun kembali menurun pada minggu ke-4, yaitu dari 6.96 log cfu/g menjadi 7.43 log cfu/g kemudian menjadi 6.63 log cfu/g. Hasil perhitungan pada kelompok perlakuan biskuit dengan substitusi tepung ubi jalar yang dicekok E. coli menunjukkan penurunan sejak minggu ke-2 hingga ke-4, yaitu sebesar 8.18 log cfu/g pada minggu ke-0 menjadi 6.63 log cfu/g pada minggu ke-2 dan menjadi 6.34 pada minggu ke-4.

Rata-rata pengaruh perlakuan terhadap bakteri fekal anaerob pada kelompok placebo (7.15) memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata pada kelompok E. coli (7.083). Rata-rata pengaruh formula terhadap bakteri fekal anaerob menunjukkan nilai yang tertinggi terdapat pada kelompok kontrol (7.29), sedangkan terendah terdapat pada kelompok formula biskuit dengan substitusi tepung ubi jalar (6.93).

23 Gambar 4 . Total Bakteri fekal Anaerob selama 4 minggu dengan perlakuan

„Kontrol- E.coli‟( ), „Kontrol-Buffer’( ), „Biskuit F1-E.coli’ ( ), „Biskuit F1-Buffer’ (×), „Biskuit F2-E.coli’(×), „Biskuit F2 -Buffer‟ ( )

Pengaruh Perlakuan Terhadap Total Bakteri Fekal Koliform

Hasil uji sidik ragam total bakteri fekal koliform menunjukkan tidak adanya perbedaan nyata antar perlakuan (p>0.05). Namun secara keseluruhan, hasil perhitungan viabilitas bakteri fekal koliform pada semua perlakuan cenderung menurun. Pada kelompok yang tidak dipapar E. coli total bakteri koliform yang terdapat dalam fekal tikus mengalami penurunan sejak minggu ke-2 hingga minggu ke-4. Hal tersebut terjadi karena adanya kompetisi substrat yang terjadi antara koliform dengan BAL. Pada kelompok ini, koliform berasal dari dalam pencernaan tikus, tanpa ada penambahan dari luar (cekok).

Pada kelompok yang dicekok E. coli, hasil perhitungan menunjukkan hasil yang berbeda-beda. Pada perlakuan kontrol, total bakteri fekal koliform pada minggu kedua mengalami penurunan, namun kembali meningkat pada minggu ke-4. Peningkatan tersebut terjadi karena tidak adanya tambahan bakteri baik atau BAL dari luar, sehingga BAL hanya berasal dari dalam pencernaan tikus itu sendiri. Penurunan total bakteri fekal koliform pada perlakuan dengan biskuit tanpa substitusi tepung ubi jalar ditunjukkan pada minggu ke-4. Sedangkan pada perlakuan dengan biskuit yang disubstitusi ubi jalar, penurunan total bakteri fekal koliform sudah terlihat sejak minggu ke-2.

4 5 6 7 8 9 0 2 4 Viabilita s (Log cfu/g) A1 A2 A3 A4 A5 A6

24

Penurunan total bakteri fekal koliform yang terjadi pada kedua perlakuan dengan probiotik menunjukkan hasil yang sejalan dengan total BAL yang meningkat. Hal tersebut menunjukkan bahwa probiotik dalam krim biskuit mampu meningkatkan jumlah BAL dalam pencernaan tikus, sehingga mampu menekan atau mengurangi jumlah koliform dalam fekal tikus, seperti yang terjadi pada hasil penelitian Dwiari (2008). Penurunan total bakteri fekal koliform pada perlakuan yang dicekok terjadi karena adanya proses penghambatan yang dilakukan oleh BAL. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Jin et al. pada tahun 2000 menunjukkan adanya proses penghambatan yang dilakukan oleh BAL (E. faecium 18C23) dengan menghambat atau mempersulit proses pelekatan bakteri E. coli dengan reseptor pada dinding mukosa usus. Meski tidak memiliki situs pengikatan yang sama dengan E. coli pada mukosa usus, namun penghambatan dapat terjadi karena nilai pH dan rintangan sterik yang terjadi dengan adanya BAL di dalam usus bersama-sama dengan bakteri E.coli.

Gambar 5 . Total Bakteri fekal Koliform selama 4 minggu dengan perlakuan „Kontrol- E.coli‟ ( ), „Kontrol-Buffer’( ), „Biskuit F1-E.coli’ ( ), „Biskuit F1-Buffer’ (×), „Biskuit F2-E.coli’(×), „Biskuit F2 -Buffer‟ ( )

Penurunan total bakteri fekal koliform yang dikompetisikan dengan E. faecium dikarenakan E. faecium mampu berkompetisi dengan patogen untuk mengambil substrat dan menghasilkan asam laktat. Hal ini juga didukung oleh

Dokumen terkait