• Tidak ada hasil yang ditemukan

Adaptasi Genotipe Tanaman Kedelai (Glycine Max (L.) Merril) Dari Berbagai Negara Terhadap Kondisi Lingkungan Tumbuh Tropika Basah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Adaptasi Genotipe Tanaman Kedelai (Glycine Max (L.) Merril) Dari Berbagai Negara Terhadap Kondisi Lingkungan Tumbuh Tropika Basah"

Copied!
108
0
0

Teks penuh

(1)

LINGKUNGAN TUMBUH TROPIKA BASAH

ISIYANA

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Adaptasi Genotipe Tanaman Kedelai (Glycine max (L.) Merril) dari Berbagai Negara terhadap Kondisi Lingkungan Tumbuh Tropika Basah adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2015

(4)
(5)

ISIYANA.

Adaptasi Genotipe Tanaman Kedelai (Glycine max (L.) Merril) dari Berbagai Negara terhadap Kondisi Lingkungan Tumbuh Tropika Basah. Dibimbing oleh ISKANDAR LUBIS.

Kebutuhan kedelai di Indonesia semakin meningkat sehingga dibutuhkan varietas yang berdaya hasil tinggi. Penelitian ini disusun dengan rancangan augmented dalam rancangan acak lengkap (RAL) dengan perlakuan tunggal berupa 105 genotipe kedelai dari berbagai negara (perlakuan) dan lima varietas pembanding (kontrol). Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari adaptasi 110 genotipe tanaman kedelai dari berbagai negara terhadap lingkungan tumbuh Tropika Basah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa genotipe Ichiguuhou, Masshokutou (KOU 503), Anthoshoukokutou, Senyoutou berasal dari Republik rakyat Cina dan KE 32 berasal dari Filipina memiliki umur tanaman genjah lebih cepat dari kelima varietas pembanding. Genotipe Java 5, Tanggamus, SC-1-8, Tidar, Local var (Tegineneng) berasal dari Indonesia, SJ4, San Sai, Col/THAI/1986/THAI-80 berasal dari Thailand, Sandek Sieng dari Kamboja, dan Stressland dari Amerika Serikat memiliki hasil tinggi dan beradaptasi baik dari semua genotipe yang diamati. Genotipe-genotipe inidapat digunakan sebagai sumber gen dalam perbaikan umur panen kedelai dan perbaikan daya hasil kedelai.

Kata kunci: Adaptasi, daya hasil, kedelai, rancangan augmented, umur panen

ABSTRACT

ISIYANA. Adaptation of Soybean Genotypes (Glycine max (L.) Merrill) from Various Countries to Environmental of Grow Condition at Wet Tropical. Supervised by ISKANDAR LUBIS.

Soybean demand in Indonesia is increasing, so it needs to create a high yield soybean varieties. This research is conducted with augmented design in a completely randomized design (CRD) with a single treatment using of 105 soy genotypes of various countries (treatment) and five control varieties. This research aims to study the adaptation of 110 genotypes of soybean plants from various countries to environmental of grow condition at wet Tropical. The results showed that genotype Ichiguuhou, Masshokutou (KOU 503), Anthoshoukokutou, Senyoutou from the people of the Republic of China and KE 32 from the Philippines have a lifespan as early maturing crops. Genotype Java 5, Tanggamus, SC-1-8, Tidar, Local var (Tegineneng) from Indonesia, SJ4, San Sai, Col/THAI/1986/THAI-80 from Thailand, Sandek Sieng from Cambodia, and Stressland from USA have higher yield than all genotypes were observed and able to adapt. The genotypes can be used as a source of genes in the soybean yield improvement program.

(6)
(7)

KONDISI LINGKUNGAN TUMBUH TROPIKA BASAH

ISIYANA

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Agronomi dan Hortikultura

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(8)
(9)
(10)
(11)

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, taufik dan hidayah sehinggapenelitian yang berjudul “Adaptasi Genotipe Tanaman Kedelai (Glycine Max (L.) Merrill) dari Berbagai Negara terhadap Kondisi Lingkungan Tumbuh Tropika Basah” ini dapat diselesaikan dengan baik. Penelitian ini membahas tentang upaya memperoleh genotipe dengan kemampuan adaptasi yang baik sehingga dapat dikembangkan lebih lanjut dan sebagai bahan perluasan keragaman genetik. Genotipe yang digunakan 110 genotipe kedelai dari berbagai negara.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini, khususnya penulis sampaikan kepada:

• Ayah, ibu, serta keluarga penulis yang selalu memberikan doa, kasih sayang dan dukungan yang telah memotivasi penulis untuk menyelesaikan penulisan skripsi.

• Dr Ir Iskandar Lubis, MS, selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penulisan skripsi

• Dr Diny Dinarti, MSi, selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan pengarahan selama mengikuti perkuliahan di IPB

• Prof Dr Tatsuhiko Shiraiwa dan Dr Koki Homma selaku dosen Universitas Kyoto Jepang yang telah memberikan benih kedelai jepang dan membiayai penelitian ini

• National Institute of Agrobiological Sciences (NIAS) yang telah memberikan benih dari berbagai negara untuk penelitian ini

• Prof Dr Ir Munif Ghulamahdi, MS dan Dr Ir Trikoesoemaningtyas, MSc yang telah memberikan varietas dan galur-galur kedelai untuk penelitian ini

• Pak Andy Saryoko dan Pak Daner Sagala yang telah memberikan bantuan selama penelitian

• Pak Adang dan para pekerja Sawah baru yang telah membantu penulis selama di Lapang

• Pak Rahmat selaku penanggung jawab Laboratorium Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura Institur Pertanian Bogor

• Achmad Hamdani, keluarga pondokan Malea Bawah, teman-teman Alih Jenis AGH dan Dandelion yang telah membantu dan mendukung selama penelitian

Semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi pembaca ataupun bagi mereka yang memerlukan

Bogor, September 2015

(12)
(13)

DAFTAR TABEL xv

DAFTAR GAMBAR xv

DAFTAR LAMPIRAN xvi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan 2

Hipotesis 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

Botani Tanaman Kedelai 2

Pengaruh Lingkungan Tumbuh Terhadap Tanaman Kedelai 3

Fase Tumbuh Tanaman Kedelai 4

BAHAN DAN METODE 6

Waktu dan Tempat Penelitian 6

Bahan dan Alat 6

Metode Percobaan 6

Analisis Data 6

Pelaksanaan Penelitian 7

Pengamatan 7

HASIL DAN PEMBAHASAN 8

Kondisi Umum Penelitian 8

Keragaan Karakter Agronomi dan Hasil Genotipe-Genotipe Kedelai 10

Persentase Daya Tumbuh 11

Umur Berbunga (Fase R1) 14

Umur Muncul Polong (Fase R3) 16

Umur Awal Pengisian Polong (Fase R5) 17

Umur Awal Perubahan Warna Polong (Fase R7) 19

Umur Polong Matang Penuh (Fase R8) 20

Kehijauan Daun pada 4 Minggu Setelah Tanam 22

Kehijauan Daun pada 6 Minggu Setelah Tanam 23

Kehijauan Daun pada 8 Minggu Setelah Tanam 23

Tinggi Tanaman pada Fase R1 25

Tinggi Tanaman pada Fase R3 26

Tinggi Tanaman pada Fase R5 27

Tinggi Tanaman pada Fase R8 27

Jumlah Buku pada Fase R1 30

Jumlah Buku pada Fase R3 31

Jumlah Buku pada Fase R5 31

Jumlah Buku pada Fase R8 32

Jumlah Cabang pada Fase R1 34

Jumlah Cabang pada Fase R3 35

Jumlah Cabang pada Fase R5 36

(14)

Bobot Biji per Tanaman 43

Jumlah Biji per Tanaman 45

Bobot 100 Butir 45

Persentase Kondisi Biji 49

Indeks Panen 51

Korelasi Antar Karakter 51

SIMPULAN DAN SARAN 54

Simpulan 54

Saran 54

DAFTAR PUSTAKA 54

(15)

1 Karakteristik fase tumbuh vegetatif pada tanaman kedelai 4 2 Karakteristik fase tumbuh generatif pada tanaman kedelai 5 3 Rekapitulasi hasil sidik ragam berbagai karakter genotipe tanaman kedelai

yang diamati 10

4 Persentase daya tumbuh tanaman kedelai 12

5 Nilai tengah kehijauan daun pada 4 minggu setelah tanam dari 105 genotipe kedelai yang diuji dan kelima varietas pembanding 22 6 Nilai tengah kehijauan daun pada 6 minggu setelah tanam dari 105

genotipe kedelai yang diuji dan kelima varietas pembanding 24 7 Nilai tengah tinggi tanaman pada fase R1 dari 105 genotipe kedelai yang

diuji dan kelima varietas pembanding 26

8 Nilai tengah tinggi tanaman pada fase R8 dari 105 genotipe kedelai yang

diuji dan kelima varietas pembanding 28

9 Nilai tengah jumlah buku pada fase R1 dari 105 genotipe kedelai yang

diuji dan kelima varietas pembanding 30

10 Nilai tengah jumlah buku pada fase R8 dari 105 genotipe kedelai yang

diuji dan kelima varietas pembanding 32

11 Nilai tengah jumlah cabang pada fase R1 dari 105 genotipe kedelai yang

diuji dan kelima varietas pembanding 34

12 Nilai tengah jumlah cabang pada fase R8 dari 105 genotipe kedelai yang

diuji dan kelima varietas pembanding 36

13 Nilai tengah tinggi polong terendah dari 105 genotipe kedelai yang diuji

dan kelima varietas pembanding 38

14 Nilai tengah jumlah polong dari 105 genotipe kedelai yang diuji dan

kelima varietas pembanding 40

15 Nilai tengah bobot kering berangkasan pada kadar air 0 °C dari 105 genotipe kedelai yang diuji dan kelima varietas pembanding 42 16 Nilai tengah bobot biji per tanaman pada kadar air 14% dari 105 genotipe

kedelai yang diuji dan kelima varietas pembanding 44 17 Nilai tengah jumlah biji per tanaman dari 105 genotipe kedelai yang diuji

dan kelima varietas pembanding 46

18 Nilai tengah bobot 100 butir pada kadar air 14 % dari 105 genotipe kedelai yang diuji dan kelima varietas pembanding 47 19 Nilai tengah persentase biji penuh, sedikit keriput, keriput, dan rusak dari

105 genotipe kedelai yang diuji dan kelima varietas pembanding 49 20 Nilai tengah indeks panen dari 105 genotipe kedelai yang diuji dan

kelima varietas pembanding 52

DAFTAR GAMBAR

1 Suhu minimun, suhu maksimum, dan rata-rata suhu di kebun percobaan

IPB Sawah baru 9

(16)

5 Umur berbunga (fase R1) 15 6a) tanaman pada fase R1; b) Hama Aphis glycines Maisumura; c) Hama

Valanga nigricornis; dan d) gulma yang dominan 16

7 Umur muncul polong (fase R3) 17

8 a) Tanaman pada fase R3; b) serangan ulat jengkal (Chrysodeixis chalcites); dan c ) Serangan belalang (Oxyachinensis) 17

9 Waktu awal pengisian polong (fase R5) 18

10 a) Tampilan tanaman fase R5, b) perkembangan biji fase R5, c) kepik polong, d) kepik hijau muda, e) kepik hijau dewasa dan f) polong yang

terserang 19

11 Waktu perubahan warna polong (fase R7) 20

12 a) Tanaman fase R7, b) gejala penuaan , c) serangan ulat bulu 20

13 Waktu polong matang penuh (fase R8) 21

14 a) Genotipe Kadi Bhatto pada 11 minggu setelah tanam dan b) Genotipe

Nezumi meta pada 10 minggu setelah tanam 29

15 a) genotipe Tachinagaha, b) genotipe Tidar, c) Tambaguro 100, d) Manshuu Masshokutou (Complete= biji penuh, Slighty shrivelled= biji sedikit keriput, Shrivelled= biji keriput, dan Damaged= biji rusak) 51

DAFTAR LAMPIRAN

1 Identitas genotipe kedelai yang digunakan dalam percobaan 58

2 Deskripsi varietas kedelai pembanding 61

3 Tata letak percobaan di lapang 65

4 Nilai tengah kehijauan daun pada 8 minggu setelah tanam dari 105 genotipe kedelai yang diuji dan kelima varietas pembanding 66 5 Nilai tengah tinggi tanaman pada fase R3 dari 105 genotipe kedelai yang

diuji dan kelima varietas pembanding 67

6 Nilai tengah tinggi tanaman pada fase R5 dari 105 genotipe kedelai yang

diuji dan kelima varietas pembanding 68

7 Nilai tengah jumlah buku pada fase R3 dari 105 genotipe kedelai yang

diuji dan kelima varietas pembanding 69

8 Nilai tengah jumlah buku pada fase R5 dari 105 genotipe kedelai yang

diuji dan kelima varietas pembanding 70

9 Nilai tengah jumlah cabang pada fase R3 dari 105 genotipe kedelai yang

diuji dan kelima varietas pembanding 71

10 Nilai tengah jumlah cabang pada fase R5 dari 105 genotipe kedelai yang

diuji dan kelima varietas pembanding 72

11 Ukuran dan warna dari 105 genotipe kedelai yang diuji dan kelima

varietas pembanding 73

12 Persentase kondisi benih 75

13 Korelasi fenotipik antarkarakter varietas/galur kedelai pada pengujian di

kebun percobaan IPB Sawah Baru 90

(17)

Latar Belakang

Kedelai adalah komoditi pangan yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat di Indonesia. Kedelai yang ditanam di Indonesia awalnya adalah kedelai hasil introduksi dari Jepang, Taiwan, Kolumbia, Amerika Serikat dan Filipina. Kedelai introduksi terus melewati serangkaian penelitian yang berkesinambungan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, sehingga dapat beradaptasi di Indonesia (Rukmana dan Yuniarsih 1996).

Kedelai di Indonesia dimanfaatkan sebagai makanan sehari-hari seperti tempe, tahu dan susu kedelai. Kebutuhan kedelai rata-rata setiap tahunnya kurang lebih sebesar 2.2 juta ton biji kering (Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 2015). Produksi kedelai tahun 2014 sebanyak 921.34 ribu ton biji kering, meningkat sebanyak 141.34 ribu ton (18.12%) dibandingkan tahun 2013 (BPS 2014). Peningkatan konsumsi kedelai nasional sangat dipengaruhi oleh peningkatan jumlah penduduk. Jumlah penduduk Indonesia pada Februari 2014 diperkirakan sebanyak 251.04 juta orang (BPS 2014) dibandingkan dengan jumlah penduduk tahun 2010 sebesar 237.56 juta orang (BPS 2010). Jumlah penduduk yang meningkat mengakibatkan kebutuhan akan pemenuhan pangan juga semakin meningkat.

Tantangan dalam pemenuhan pangan nasional adalah meningkatnya populasi manusia, meningkatnya konsumsi daging dan pangan nabati, adanya pemanasan global, menurunnya luas lahan garapan, kelangkaan air, degradasi lingkungan dan erosi serta perubahan alam yang sulit diprediksi (Sopandie 2014). Tantangan pemenuhan pangan sangat berpengaruh terhadap produksi pangan nasional, salah satunya kedelai. Pemanasan global merupakan salah satu tantangan yang sangat besar. Pemanasan global merupakan kejadian yang diakibatkan oleh meningkatnya temperatur rata-rata pada lapisan atmosfer, meningkatnya temperatur pada air laut dan meningkatnya temperatur pada daratan (Susanta dan Sutjahjo 2007). Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang terkena dampak langsung dari pemanasan global tersebut (Rusbiantoro 2008). Indonesia merupakan negara yang beriklim tropis dan memiliki suhu yang panas dan dengan adanya pemanasan global mengakibatkan iklim Indonesia menjadi lebih panas.

(18)

iklim Oldeman menyatakan bahwa bulan basah memiliki curah hujan > 200 mm dalam satu bulan dan bulan kering < 100 mm dalam satu bulan (BMKG 2014 ). Bogor memiliki curah hujan rata-rata setiap tahun sekitar 3.500 – 4000 mm (Pemkot Bogor 2015 ). Bogor memiliki tipe iklim tropika basah dan memiliki tipe iklim yang berbeda dari negara asal kedelai. Faktor agroklimat yang mempengaruhi pertumbuhan kedelai antara lain suhu dan panjang hari, namun keragaman genetik kedelai cukup luas untuk penyesuaian dan adaptasi terhadap dua komponen agroklimat ini dengan memilih varietas-varietas yang sesuai (Sumarno dan Manshuri 2007).

Varietas kedelai dari wilayah subtropis akan berbunga lebih cepat pada umur 20-22 hari dengan batang tanaman masih pendek jika kedelai tersebut sesuai untuk panjang hari 14-16 jam, sedangkan umur berbunga aslinya adalah sekitar 50 hari dengan tinggi batang kedelai 60-70 cm (Sumarno dan Manshuri 2007). Kecepatan berbunga akan meningkatkan produksi hasil jika didukung dengan daya hasil yang tinggi pula. Penelitian ini diharapkan mampu menemukan atau mengkaji genotipe kedelai subtropis yang berpotensi dan beradaptasi baik di Indonesia yang nantinya akan dikembangkan lebih lanjut oleh para pemulia tanaman.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari adaptasi 110 genotipe tanaman kedelai dari berbagai negara terhadap kondisi lingkungan tumbuh tropika basah.

Hipotesis

1. Terdapat perbedaan respon pertumbuhan diantara genotipe-genotipe yang diuji.

2. Terdapat satu atau lebih genotipe yang memiliki pertumbuhan lebih baik daripada genotipe pembanding

3. Terdapat satu atau lebih genotipe yang memiliki daya adaptasi paling baik.

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman Kedelai

(19)

Tanaman kedelai memiliki dua tahap pertumbuhan yaitu tahap vegetatif dan tahap generatif. Tahap vegetatif ditentukan dengan menghitung jumlah daun pada batang utama, dimulai dengan daun trifoliate yang telah membuka sempurna. Tahap reproduksi Rl dan R2 merupakan fase berbunga, R3 dan R4 pada pengembangan polong, R5 dan R6 pada pengembangan benih, dan R7 dan R8 pematangan (Fehret. al.1971).

Pengaruh Lingkungan Tumbuh Terhadap Tanaman Kedelai

Pengaruh suhu tinggi pada tanaman kedelai pada fase vegetatif ditunjukkan oleh daun yang menguning dan penurunan nilai tukar CO2. Pengaruh suhu tinggi pada fase reproduksi mengakibatkan penurunan pembentukan bunga dan pengembangan polong sehingga dapat mengurangi potensi hasil (Egli dan Wardlaw 1980). Stres suhu tinggi selama pengisian biji dalam lingkungan terkendali mengurangi tingkat perkecambahan biji dan vigor kedelai (Glycine max ( L. ) Merrill), tetapi efek dari suhu tinggi di lapangan belum diidentifikasi (Egli et. al2005).

Pengaruh suhu harian pada pertumbuhan tanaman kemungkinan sama dengan efek suhu pada fotosintesis. Suhu malam hari yang tinggi di daerah tropis dapat menyebabkan meningkatnya rata-rata respirasi mitokondria sehingga menyebabkan perombakan karbohidrat menjadi berlebih. Tanaman kedelai subtropis merupakan tanaman pertanian yang sensitif terhadap fotoperiode dan merupakan tanaman hari pendek. Tanaman hari pendek ialah tanaman yang akan berbunga kalau mendapatkan pencahayaan yang lebih pendek daripada periode kritisnya (Heddy 2010).

Tanaman kedelai dapat tumbuh baik di daerah yang memiliki curah hujan sekitar 100-400 mm/bulan, sedangkan untuk mendapatkan hasil optimal, tanaman kedelai membutuhkan curah hujan antara 100-200 mm/bulan. Suhu yang dikehendaki tanaman kedelai antara 21-34 oC, akan tetapi suhu optimum bagi pertumbuhan tanaman kedelai 23-27 oC. Proses perkecambahan benih kedelai memerlukan suhu yang cocok sekitar 30oC (Deptan 2014).

Bogor memiliki ketinggian tempat antara 190 sampai 350 meter diatas permukaan laut (Pemkot Bogor 2011). Menurut penelitian sebelumnya kondisi iklim rata-rata per bulan di wilayah Dramaga, Kabupaten Bogor pada bulan Februari sampai Mei 2014 adalah; curah hujan rata-rata sebesar 424 mm, suhu rata-rata sebesar 25.3 oC dan kelembaban rata-rata sebesar 88% (Butar-butar 2014). Klasifikasi tipe iklim Oldeman digunakan untuk lahan pertanian tanaman pangan dan dipengaruhi oleh curah hujan. Klasifikasi tipe iklim Oldeman adalah bulan basah jika jumlah curah hujan dalam satu bulan > 200 mm dan bulan kering jika curah hujan dalam satu bulan < 100 mm (BMKG 2014).

(20)

Varietas-varietas yang sesuai bagi suhu dan panjang hari spesifik dapat dipilih oleh negara produsen (Sumarno dan Manshuri 2007).

Produktivitas kedelai di Indonesia (Tropis) berkisar 1.0-2.0 ton ha-1 dan di Amerika Serikat (Subtropis) berkisar 1.8-4.0 ton ha-1. Perbedaan produktivitas kedelai ini disebabkan adanya perbedaan agroklimat dan teknik budidaya. Daerah Tropis meliputi 1) kesuburan tanah sedang hingga subur, 2) lapisan olah tanah dangkal-sedang, 3) panjang hari 12 jam, 4) curah hujan sering berlebih atau kering, 5) kesesuaian lahan sangat beragam, 6) hama dan penyakit sangat banyak, 7) pemeliharaan tanaman kurang hingga intensif, 8) pengusahaan tanaman sebagai tanaman sampingan, dan 9) cara budidaya secara manual. Daerah Subtropis meliputi1) kesuburan tanah sangat subur, 2) lapisan olah tanah sangat dalam, 3) panjang hari 14-16 jam, 4) hujan rintik-rintik, 5) kesesuaian lahan sangat sesuai, 6) hama dan penyakit sedikit, 7) pemeliharaan tanaman sangat intensif, 8) pengusahaan tanaman sebagai tanaman utama, dan 9) cara budidaya secara mekanisasi (Sumarno dan Manshuri 2007).

Fase Tumbuh Tanaman Kedelai

Menurut Fehr dan Caviness (1997), perkembangan tanaman kedelai dimulai dari proses benih berkecambah, masak fiologis hingga kedelai dipanen. Tanaman kedelai memiliki perbedaan perkembangan antara varietas kedelai indeterminate dan determinate. Varietas indeterminate memiliki tinggi tanaman yang lebih tinggi daripada tanaman determinate. Varietas indeterminate memiliki cabang yang terus tumbuh walaupun pada fase pembungaan, perkembangan polong dan perkembangan biji sedang berlangsung. Pertumbuhan cabang pada varietas determinate akan terhenti ketika memasuki fase pembungaan. Waktu muncul bunga serempak pada seluruh bagian tanaman kedelai varietas determinate ini. Fase vegetatif dimulai dari waktu tanaman berkecambah seperti pada Tabel 1. Fase generatif dimulai dari tanaman mulai berbunga, perkembangan polong, perkembangan biji dan pemasakan seperti pada Tabel 2.

Tabel 1 Karakteristik fase tumbuh vegetatif pada tanaman kedelai

Singkatan

Kotiledon muncul dari dalam tanah (tanam-VE : 5-15 hari).

Daun-daun unifoliate membuka gulungan (VE-VC : 3-10 hari).

Daun-daun unifoliate terbuka penuh (VC-V1 : 3-10 hari).

Daun-daun trifoliate terbuka penuh pada buku di atas buku daun unifoliate (V1-V2 : 3-10 hari). Tiga buku pada batang utama dengan daun-daun yang telah terbuka penuh dimulai dari daun unifoliate (V2-V3 : 3-8 hari).

(21)

Tabel 2 Karakteristik fase tumbuh generatif pada tanaman kedelai

Bunga pertama terbuka pada buku manapun pada batang utama.

Bunga terbuka pada salah satu dari dua buku teratas pada batang utama dengan daun terbuka penuh (R1-R2 : 0-7 hari).

Polong sepanjang 5 mm pada salah-satu diantara empat buku teratas pada batang utama dengan daun terbuka penuh (R2-R3 : 5-15 hari).

Polong sepanjang 2 cm pada salah satu dari empat buku teratas pada batang utama dengan daun terbuka penuh (R3-R4 : 5-15 hari). Biji sebesar 3 mm dalam polong pada salah-satu dari empat buku teratas pada batang utama dengan daun membuka penuh (R4-R5 : 4-28 hari).

Polong berisikan biji hijau yang memenuhi rongga polong pada salah-satu dari empat buku teratas pada batang utama dengan daun membuka penuh (R5-R6 ; 11-20 hari).

Satu polong normal pada batang utama telah mencapai warna polong matang (R6-R7 ; 9-30 hari).

95% dari polong yang ada telah mencapai warna polong matang (R7-R8 ; 7-18 hari).

Rancangan Augmented

(22)

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di kebun percobaan Babakan, University Farm IPB, Sawah Baru, Dramaga, Bogor dan pasca panen dilaksanakan di Seed Centre IPB, Leuwikopo. Penelitian berlangsung pada tanggal 24 Maret hingga 30 Agustus 2015.

Bahan dan Alat

Bahan yang akan digunakan adalah 110 genotipe kedelai (koleksi NIAS (National Institute of Agrobiological Sciences), Universitas Kyoto, IPB dan Balitkabi), legin, carbofuran, pupuk urea, SP-36 dan KCl. Identitas genotipe kedelai yang digunakan pada percobaan dapat dilihat pada Lampiran 1, sedangkan deskripsi 5 varietas kedelai pembanding dapat dilihat pada Lampiran 2. Alat yang digunakan adalah alat pertanian, meteran, alat penanda percobaan (label), ember, kamera, timbangan analitik, klorofil meter (SPAD), field router, oven dan moisture tester.

Metode Percobaan

Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan augmented dalam rancangan acak lengkap (RAL) dengan genotipe kedelai sebagai perlakuan (P) tunggal. Benih kedelai yang digunakan sebagai pembanding (kontrol) adalah kedelai varietas Tanggamus, Tidar, Dering 1, Wilis dan Tachinagaha (varietas Jepang) terdiri dari 5 ulangan sehingga terdapat 130 satuan percobaan. Model matematika percobaan ini mengikuti model Mattjik dan Sumertajaya (2013) sebagai berikut :

Yij=µ + τi+ εij

Keterangan :

Yij = nilai pengamatan pada perlakuan genotipe ke-i µ = nilai rata-rata umum

τi = pengaruh utama perlakuan genotipe kedelai ke-i

εij = pengaruh galat percobaan yang menyebar normal

Analisis Data

(23)

Pelaksanaan Penelitian

Persiapan dan Pengolahan tanah dilakukan 2 minggu sebelum tanam. Pengolahan lahan dilakukan untuk memperoleh media tumbuh yang baik bagi tanaman sehingga tanaman dapat tumbuh secara optimal. Penanaman kedelai dilakukan pada petak percobaan dengan jarak tanam 40cm x 20cm, tata letak percobaan dapat dilihat pada Lampiran 3. Pengaplikasian pupuk organik 10 ton ha-1 dan kapur pertanian 2 ton ha-1. Persiapan lahan dilakukan pembuatan saluran drainase dengan lebar 40 cm dan dengan kedalaman 30 cm untuk menghindari genangan air.

Penanaman dilakukan dengan mengaplikasikan pupuk anorganik untuk memenuhi unsur hara yang diperlukan oleh tanaman kedelai. Dosis pupuk yang digunakan adalah 50 kg ha-1 urea, 150 kg ha-1SP-36 dan 100 kg ha-1KCl. Benih kedelai direndam dengan legin selama 4-5 menit, kemudian ditanam sebanyak 2 butir per lubang disertai pemberian carbofuran 5-7 butir pada setiap lubang tanam. Jarak 10 cm dari lubang tanam utama, ditanam satu benih kedelai per lubang sebagai bibit untuk sulaman. Tanaman kedelai dilakukan pemeliharaan tanaman pada setiap fase pertumbuhan, yaitu: 1) pengendalian gulma dilakukan secara manual, sehingga tidak terjadi persaingan mendapatkan cahaya matahari, unsur hara dan air antara tanaman kedelai dengan gulma; 2) penyiraman dilakukan sesuai kebutuhan tanaman kedelai dengan sumber air yang berada di sekitar Kebun Percobaan Sawah Baru; 3) Pengendalian hama penyakit dilakukan secara kimiawi apabila diperlukan.

Pengamatan dimulai pada dua minggu setelah tanam (MST) dengan menghitung daya tumbuh benih di lapang. Pengamatan tanaman kedelai berdasarkan stadia pertumbuhannya yaitu fase vegetatif, fase generatif dan saat setelah panen. Pengamatan disesuaikan menurut genotipe karena waktu memasuki fase pertumbuhan setiap genotipe berbeda. Penjarangan dilakukan pada tanaman kedelai sehingga pada setiap lubang hanya tumbuh 1 tanaman kedelai. Penyulaman dilakukan dengan memindahkan bibit tanaman kedelai secara hati-hati agar akar utama tidak terputus dan ditanam kembali. Penyulaman dilakukan pada dua minggu setelah tanam (MST) dan dilakukan pada sore hari.

Pemanenan dilakukan apabila 90% dari populasi polong per tanaman contoh telah berwarna kuning kecoklatan dan daun gugur. Waktu panen berbeda-beda antar setiap genotipe. Penanganan pasca panen dilakukan untuk pengamatan komponen hasil tanaman.

Pengamatan

Parameter yang diamati dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Persentase daya tumbuh tanaman (%) : Daya tumbuh dilakukan dengan membandingkan jumlah benih yang tumbuh dengan jumlah benih yang ditanam pada 2 MST.

2. Waktu muncul bunga (hari) : diamati apabila minimal 1 tanaman contoh telah muncul bunga dan sebagian populasi tanaman sudah muncul bunga (R1). 3. Waktu muncul polong (hari) : diamati pada saat terdapat satu atau lebih

(24)

utama pada fase R1, R3, R5 dan R8.

6. Nilai kehijauan daun : diamati pada 4 MST, 6 MST dan 8 MST.

7. Ketinggian polong terendah : diukur dari pangkal batang sampai titik polong terendah pada saat sebelum panen (R8).

8. Waktu panen (hari) : diamati apabila 90% polong telah matang (kuning kecoklatan atau kehitaman).

9. Jumlah buku per tanaman : diamati pada saat fase R1, R3, R5 dan R8. 10. Jumlah cabang per tanaman : diamati pada saat fase R1, R3, R5 dan R8. 11. Jumlah polong per tanaman : diamati pada saat panen.

12. Bobot kering berangkasan (g) : dilakukan pada saat panen. Pengamatan bobot kering berangkasan dilakukan dengan memisahkan tiga bagian tanaman yaitu batang, kulit polong dan bagian daun (tangkai daun dan daun). Setiap bagian tersebut di oven pada suhu 80oC selama 3 hari (kadar air 0%) dan ditimbang bobot masing-masing bagian.

13. Bobot biji per rumpun : dilakukan ketika sudah dilakukan pengeringan dan kemudian dilakukan pengamatan kadar air. Hasil pengamatan bobot biji per tanaman tersebut dikonversikan pada kadar air 14%.

14. Jumlah biji per tanaman : dilakukan dengan menghitung seluruh benih per tanaman (biji penuh, biji sedikit keriput, biji keriput dan biji rusak).

15. Bobot 100 butir : diamati dari bobot biji sempurna yang diambil sebanyak 100 butir dan diulang 4 kali dan diukur kadar air. Hasil pengamatan bobot 100 butir tersebut dikonversikan pada kadar air 14%.

16. Persentase kondisi biji : dilakukan dengan menghitung jumlah biji penuh, biji sedikit keriput, biji keriput dan biji rusak.

17. Indeks panen : ditentukan berdasarkan persamaan: indeks panen = (bobot benih/bobot biomassa) x 100%. Bobot benih dan bobot biomassa memiliki kadar air 14 %.

18. Radiasi matahari, suhu dan kelembaban udara : diamati dengan bantuan alat field router.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Penelitian

Kebun percobaan IPB Sawah Baru memiliki pH berkisar antara 5.54-6.16. Menurut Butar-butar (2014) bahwa lahan penelitian ini memiliki tekstur lempung berdebu dengan komposisi pasir 12.26%, debu 46.00%, dan liat 41.47%. Curah hujan rata-rata bulan Maret-Juni 2015 berkisar 374.3 mm, 206.1 mm, 201.9 mm, dan 198.4 mm (BMKG 2015).

(25)

°C, dan 33.62 °C. Rata-rata suhu pada bulan Maret-Juli 2015 adalah 26.80 °C, 26.20 °C, 26.80 °C, 26.77 °C, dan 26.78 °C.

Pengamatan rata-rata radiasi matahari dilakukan selama bulan April hingga Juli 2015 dimulai dari pukul 08.00-16.00 menggunakan alat fieldrouter (Gambar 2). Rata-rata radiasi matahari pada bulan April-Juli 2015 adalah 497.60W/m², 512.80 W/m², 491.77 W/m², dan 474.77 W/m².

Pengamatan rata-rata kelembaban udara dilakukan selama bulan Maret hingga Juli 2015 menggunakan alatfieldrouter(Gambar 3). Rata-rata kelembaban udara pada bulan Maret-Juli 2015 adalah 80 %, 80 %, 80 %, 74 %, dan 70 %. Kelembaban udara di lahan penelitian mengalami penurunan karena intensitas hujan semakin menurun dan mendekati musim kemarau.

Menurut Sumarno dan Manshuri (2007), tanaman kedelai dapat tumbuh pada tanah bertekstur liat dengan drainase baik dan lempung berpasir, pH 5.5-7.0, suhu 23-26 °C untuk pertumbuhan organ vegetatif dan generatif, kelembaban optimal berkisar 75-90 % dan curah hujan per bulan berkisar 100-150 mm.Lingkungan lahan penelitian hampir memenuhi kriteria syarat tumbuh kedelai mulai dari pH, suhu dan kelembaban. Curah hujan yang tinggi mengakibatkan tanaman terserang penyakit, tetapi penanganan sejak dini dapat menekan

Gambar 1 Suhu minimun, suhu maksimum, dan rata-rata suhu di kebun percobaan IPB Sawah baru

(26)

perkembangan penyakit, sehingga kedelai dapat tumbuh dengan baik di lahan penelitian sawah baru ini.

Keragaan Karakter Agronomi dan Hasil Genotipe-Genotipe Kedelai

Hasil rekapitulasi sidik ragam pada Tabel 3 menunjukkan bahwa perlakuan genotipe yang diuji berpengaruh nyata hingga sangat nyata pada semua peubah pengamatan sehingga dilakukan uji lanjut BNT. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat keragaman antara genotipe yang diuji. Pengaruh perlakuan kontrol (varietas pembanding) nyata pada peubah yang diamati, kecuali pada peubah nilai umur tanaman pada fase R8 dan tinggi polong terendah. Perbandingan rataan nilai genotipe yang diuji dan kontrol (varietas pembanding) berbeda nyata pada peubah yang diamati kecuali pada peubah nilai kehijauan daun pada 8 MST dan pada jumlah polong kurang dari 3 cm. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan genotipe yang diuji berbeda nyata dengan kontrol (varietas pembanding) pada peubah yang diamati kecuali pada pada peubah nilai kehijauan daun pada 8 MST dan pada jumlah polong kurang dari 3 cm.

Tabel 3 Rekapitulasi hasil sidik ragam berbagai karakter genotipe tanaman kedelai yang diamati

Tinggi tanaman pada fase R1 ** ** ** 13.24

Tinggi tanaman pada fase R3 ** ** ** 16.71

Tinggi tanaman pada fase R5 ** ** ** 12.31

Tinggi tanaman pada fase R8 ** ** ** 13.30

(27)

Tabel 3 Rekapitulasi hasil sidik ragam berbagai karakter genotipe tanaman kedelai

Tinggi polong terendah ** tn ** a)23.44

Jumlah polong ** ** ** b)13.14

Bobot kering berangkasan ** ** ** 28.50

Bobot biji/tanaman * ** ** b)13.43

Jumlah biji/tanaman ** ** ** b)11.32

Persentase biji penuh (butir) ** ** ** 16.21

Persentase biji sedikit keriput (butir) ** ** * b)19.18

Persentase biji keriput (butir) ** ** ** 29.43

Persentase biji rusak (butir) ** ** ** b)24.41

Bobot 100 butir (g) ** ** ** 8.29

Indeks Panen ** ** ** 10.27

Keterangan: ** = Berbeda sangat nyata pada taraf uji 1 %, * = Berbeda nyata pada taraf uji 5%, tn = Tidak berpengaruh nyata, G = Genotipe, K = Kontrol (varietas pembanding), G vs K = perbandingan rataan genotipe dan kontrol, a) = Data ditransformasikan dengan log (x+1), b) = Data ditransformasikan dengan (x+0.5)1/2.

Persentase Daya Tumbuh

Pengamatan persentase daya tumbuh dilakukan 2 minggu setelah tanam (MST) untuk memberikan waktu bagi benih yang dormansi untuk tumbuh. Dormansi benih adalah kondisi benih yang hidup tidak berkecambah sampai batas waktu akhir pengamatan walaupun faktor lingkungan optimum untuk perkecambahan (Widajatiet al. 2013).

(28)

Genotipe nomor 102 berasal dari Filipina juga memiliki daya tumbuh yang rendah hal ini akibat rendahnya viabilitas benih sehingga banyak benih yang tidak berkecambah.

Tabel 4 Persentase daya tumbuh tanaman kedelai

ID Nama Genotipe 1 62 HM 39 100.0 100.0 103 SC-1-8 79.6 79.6

68 Col/Pak/1989/Ibpgr/

2323(2) 100.0 100.0 18 Chuuhoku 2 88.9 77.8

71 Karasumame

(Shinchiku) 98.1 98.1 22 Nezumi Meta 83.3 77.8

78 Karasumame

(Haitou) 98.1 98.1 24 Kongnamul Kong 83.3 77.8 65 U 1042-1 94.4 96.3 30 KE 32 77.8 77.8 74 U 1741-2-2 No. 3 96.3 96.3 31 Heamnam 81.5 77.8 100 E C 112828 98.1 96.3 50 U 1416 74.1 77.8 34 PK 73-54 94.4 94.4 13 Fiskeby V 72.2 75.9 35 M 581 92.6 94.4 21 Pochal 79.6 75.9 48 Oudu 90.7 94.4 26 Pekin Dai Outu 77.8 75.9

56 Local Var (Seputih

Raman) 94.4 94.4 40 Antoshoukokutou 74.1 75.9 72 L 317 96.3 94.4 91 Tambaguro 100 57.4 75.9 73 U 1155-4 92.6 94.4 111 Akisengoku 75.9 75.9 7 Thai-71 Ags 126 92.6 92.6 3 LD003309 77.8 74.1 23 Chieneum Kong 94.4 92.6 6 Stressland 74.1 74.1 47 Williams 82 96.3 92.6 44 Hakka Zashi 74.1 74.1

55 L 2A 96.3 92.6 77 Chiengmai

Palmetto 77.8 74.1 61 M 918 92.6 92.6 92 Ichiguuhou 74.1 74.1

70

Col/Thai/1986/Thai-80 90.7 92.6 93

Manshuu

Masshokutou 75.9 74.1 94 U 1290-1 88.9 92.6 64 M 42 74.1 72.2 101 San Sai 90.7 92.6 104 M100-47-52-13 66.7 72.2

108 DS34-3 (HT-3) 92.6 92.6 27 Masshokutou (Kou

502) 68.5 70.4 10 Sumbing 88.9 90.7 43 Senyoutou 72.2 70.4 39 Peking 85.2 90.7 85 Enrei 64.8 70.4 41 Bongchunbaekjam 90.7 90.7 1 Koukou 6514-2 63.0 68.5 66 Kadi Bhatto 88.9 90.7 33 Choyoutou 64.8 68.5 109 DS65-4 (HT-4) 81.5 90.7 106 DS24-2 (HT-1) 66.7 68.5 60 M 44 90.7 88.9 107 DS25-1 (HT-2) 61.1 68.5

96 Merapi 90.7 88.9 88 UA4805 75.3 67.9

81 Tidar 87.8 87.4 14 KS 1034 46.3 66.7

2 Athow 83.3 87.0 25 Shirosota 66.7 66.7

11 Tambora 88.9 87.0 46 Baritou 3 A 70.4 66.7

32 Heukdaelip 85.2 87.0 82 Tanggamus 62.0 65.6

37 Cheongye

Myongtae 87.0 87.0 36 Uronkon 63.0 64.8

(29)

Tabel 4 Persentase daya tumbuh tanaman kedelai (lanjutan)

49 Hakubi 90.7 87.0 12 SJ1 63.0 63.0

67 U 8006-3 83.3 87.0 63 Col/Thai/1986/

Thai-78 63.0 63.0

51 Gapsanjaelae (I) 88.9 85.2 42 Jeokgak 63.0 61.1

76 Bishuu Daizu 87.0 85.2 105 M150-7b-41-10 61.1 61.1

89 317 Ringgit 81.5 85.2 90 Fukuyutaka 53.7 59.3

99 Local Var

(Tegineneng) 83.3 85.2 17 KLS 203 63.0 57.4

29 Okjo 83.3 83.3 9 Sukho Thai 1 51.9 55.6

58 Petek 83.3 83.3 19 Rigai Seitou 44.4 55.6

75 Karasumame

(Naihou) 83.3 83.3 15 Seita 48.1 48.1

79 Ringgit 83.3 83.3 20 Chousenshu

(Ca) 48.1 46.3

97 M 652 74.1 83.3 86 PI416937 48.1 46.3

84 Wilis 77.5 82.4 16 Manshuu 46.3 44.4

28 Masshokutou

(Kou 503) 81.5 81.5 102 Miss 33 Dixi 42.0 43.2

53 Bhatmas 61.1 81.5 110 Himeshirazu 27.8 38.9

69 N 2392 77.8 81.5 4 Tiefeng 8 33.3 33.3

98 Sandek Sieng 81.5 81.5 80 Tachinagaha 29.9 32.7

83 Dering 1 80.0 81.1 52 N 2295 31.5 31.5

8 Koushurei 273 75.9 79.6 54 Aoki Mame 27.8 27.8

38 Keumdu 77.8 79.6 5 Tiefeng 18 20.4 22.2

57 Col/Pak/1989/Ibp

(30)

Umur Berbunga (Fase R1)

Umur berbunga diamati pada saat 22–47 hari setelah tanam (HST) (Gambar 5). Varietas pembanding yang berbunga paling cepat dan berbunga paling lama adalah Tachinagaha pada saat 27 HST dan Tanggamus pada saat 43 HST. Kedua varietas pembanding ini menjadi acuan untuk membandingkan genotipe-genotipe yang diuji berbunga cepat atau lama. Menurut Adie dan Krisnawati (2007), umur berbunga 50% tanaman kedelai dibagi menjadi 5, yaitu sangat genjah (<25 hari), genjah (25-30 hari), medium (31-35 hari), dalam (35-40 hari) dan sangat dalam (>40 hari).

Genotipe yang diuji berbunga paling cepat dari varietas pembanding terdapat 34 genotipe, yaitu pada saat 22–26 HST. Genotipe berbunga paling cepat di antaranya: Masshokutou (KOU 502), Antoshoukokutou, Koukou 6514-2, Athow, LD003309, Fiskeby V, KS 1034, Rigai Seitou, Ichiguuhou, Masshokutou (KOU 503), KE32, Choyoutou, Senyoutou, Hakka Zashi, COL/PAK/1989/IBPGR/2323 (2), Peking, Williams 82, Tiefeng 8, Tiefeng 18, Stressland, Chuuhoku 2, Nezumi Meta, Chieneum Kong, Kongnamul Kong, Cheongye Myongtae, Baritou 3 A, COL/PAK/1989/IBPGR/2326 (1), Enrei, DS24-2 (HT-1), Seita, KLS 203, Pochal, Pekin Dai Outu, dan Gapsanjaelae (I). Genotipe yang diuji berbunga paling lama dari varietas pembanding terdapat 2 genotipe, yaitu Karasumame (Naihou) pada saat 45 HST dan Miss 33 Dixi pada saat 47 HST. Data penelitian ini menunjukkan bahwa genotipe yang berbunga paling cepat antara umur 22-24 HST merupakan kedelai dengan umur berbunga sangat genjah dan genotipe yang berbunga paling lama antara umur 45-47 HST merupakan kedelai dengan umur berbunga sangat dalam.

a

c

b

d

Gambar 4 a) lalat bibit kacang (Ophiomyia phaseoli Tryon); b) Penyakit hawar bakteri (Pseudomonas syringae pv. Glycinea); c) Penyakit rebah semai (Sclerotium rolfsiiSacc), dan

(31)

Genotipe yang berbunga paling cepat sebagian besar berasal dari daerah subtropis, yaitu Republik Rakyat Cina, Korea, Pakistan, Amerika Serikat, Korea Utara, Jepang, dan Taiwan. Hal ini sesuai menurut Sumarno dan Manshuri (2007) bahwa tanaman kedelai Indonesia berbunga pada umur 24-40 hari dan kedelai wilayah subtropis di daerah asalnya berbunga pada umur 50-70 hari tetapi berbunga lebih cepat 20-22 hari di daerah tropis, karena panjang hari di Indonesia 12 jam. Genotipe yang berbunga cepat juga ada yang berasal dari daerah tropis, yaitu Indonesia, Malaysia, dan Filipina. Hal ini dari faktor genetik genotipe tersebut.

Hama yang menyerang pada fase R1 adalah kutu daun (Aphis glycines Maisumura) dan belalang (Valanga nigricornis). Kutu daun menyukai bagian-bagian muda dari tanaman inangnya. Serangga muda dan imago menghisap cairan tanaman sehingga menyebabkan pertumbuhan tanaman kerdil (Marwoto dan Hardaningsih 2007). Gejala serangan belalang adalah adanya gigitan pada daun dan batang sehingga menyebabkan tanaman patah.

Gulma dominan yang tumbuh pada saat fase R1 adalah gulma golongan rumput Eleusine indica, Digitaria ciliaris, dan Cyperus sp. Gulma cepat tumbuh karena akar dan berangkasan dari tanaman kedelai belum menutupi areal tumbuh sehingga masih banyak ruang tumbuh bagi gulma. Tampilan tanaman pada fase R1, Aphis glycines Maisumura, Valanga nigricornis, dan gulma yang dominan disajikan pada Gambar 6.

Nomor Kode Lapangan (NKL) Genotipe

(32)

Umur Muncul Polong (Fase R3)

Umur muncul polong diamati pada saat 28-63 hari setelah tanam (HST) (Gambar 7). Varietas pembanding yang memiliki umur muncul polong paling cepat dan muncul polong paling lama adalah Tachinagaha pada saat 29 HST dan Tanggamus pada saat 51 HST. Kedua varietas pembanding ini menjadi acuan untuk membandingkan genotipe-genotipe yang diuji memiliki umur muncul polong cepat atau lama. Genotipe yang diuji memiliki umur muncul polong tercepat dari varietas pembanding terdapat 6 genotipe, yaitu pada saat 28 HST. Genotipe fase R3 paling cepat, diantaranya: Masshokutou (KOU 503), KE 32, Antoshoukokutou, Senyoutou, COL/PAK/1989/IBPGR/2323 (2), dan Ichiguuhou. Genotipe yang memiliki umur muncul polong tercepat berasal dari Republik Rakyat Cina, Filipina dan Pakistan. Genotipe-genotipe tersebut termasuk genotipe yang memiliki umur berbunga yang cepat. Hal ini karena faktor panjang penyinaran yang terdapat di Indonesia. Menurut Sumarno dan Manshuri (2007), bahwa suhu berinteraksi dengan panjang penyinaran dalam menentukan waktu berbunga dan pembentukan polong. Genotipe yang diuji memiliki umur muncul polong paling lama dari varietas pembanding terdapat 2 genotipe, yaitu genotipe Karasumame (Naihou) pada saat 56 HST dan Miss 33 Dixi pada saat 63 HST. Genotipe ini berasal dari Taiwan dan Filipina. Genotipe yang memiliki umur muncul polong terlama juga termasuk genotipe yang berbunga paling lama, hal ini menunjukkan umur berbunga berkorelasi positif sangat nyata terhadap umur muncul polong (r=0.972**).

a

c

b

d

(33)

Hama yang menyerang tanaman pada fase R3 adalah ulat jengkal (Chrysodeixis chalcites), Belalang (Oxya chinensis), dan kepik (Anoplocnemis phasiana). Serangan yang ditimbulkan oleh ulat jengkal dan belalang adalah adanya bekas gigitan daun dari arah pinggir. Serangan kepik mengakibatkan pucuk kedelai layu dan rusak karena dihisap oleh kepik tersebut. Gulma yang tumbuh pada fase R3 sama seperti gulma yang tumbuh pada fase R1. Tampilan tanaman pada fase R3, ulat jengkal (Chrysodeixis chalcites), Belalang (Oxya chinensis) disajikan pada Gambar 8.

Umur Awal Pengisian Polong (Fase R5)

Umur awal pengisian polong diamati pada saat 33-68 hari setelah tanam (HST) (Gambar 9). Varietas pembanding yang memiliki umur awal pengisian polong paling cepat dan paling lama adalah Tachinagaha pada saat 36 HST dan Tanggamus pada saat 56 HST. Kedua varietas pembanding ini menjadi acuan untuk membandingkan genotipe-genotipe yang diuji memiliki umur awal pengisian polong cepat atau lama. Genotipe yang diuji memiliki umur awal pengisian polong tercepat dari varietas pembanding terdapat 16 genotipe, yaitu

20

Nomor Kode Lapangan (NKL) Genotipe

Gambar 7 Umur muncul polong (fase R3)

b

a c

Gambar 8 a) Tanaman pada fase R3; b) serangan ulat jengkal

(34)

pada saat 33-35 HST. Genotipe fase R5 paling cepat, diantaranya: Antoshoukokutou, Fiskeby V, KS 1034, Masshokutou (KOU 503), KE 32, Senyoutou, COL/PAK/1989/IBPGR/2323 (2), Ichiguuhou, Tiefeng 8, Tiefeng 18, Chuuhoku 2, Rigai Seitou, Nezumi Meta, Kongnamul Kong, Peking, dan Enrei. Genotipe-genotipe tersebut berasal dari Republik Rakyat Cina, Swedia, Malaysia, Filipina, Pakistan, Korea dan Korea Utara. Genotipe-genotipe tersebut termasuk genotipe yang memiliki umur berbunga dan muncul polong yang paling cepat, sehingga mempengaruhi kecepatan perkembangan tanaman kedelai. Genotipe yang diuji memiliki umur awal pengisian polong paling lama dari varietas pembanding terdapat 2 genotipe, yaitu genotipe Karasumame (Naihou) pada saat 63 HST dan Miss 33 Dixi pada saat 68 HST. Genotipe ini berasal dari Taiwan dan Filipina. Genotipe yang memiliki umur pengisian polong terlama juga termasuk genotipe yang berbunga dan muncul polong paling lama, hal ini menunjukkan umur berbunga (r=0.942**) dan muncul polong (r=0.959**) memiliki korelasi positif dengan umur pengisian polong.

Hama yang dominan menyerang tanamankedelai pada fase R5 adalah hama perusak polong, di antaranya: kepik polong (Riptortus liniaris) dan kepik hijau (Nezara viridula). Kepik polong menyerang dengan menghisap cairan biji, menyebabkan polong dan biji kempes sehingga polong gugur. Kepik hijau menyerang dengan menghisap cairan biji sehingga menyebabkan penurunan hasil dan kualitas biji (Marwoto dan Hardaningsih 2007). Tampilan tanaman fase R5, perkembangan biji, hama yang menyerang dan polong yang terserang disajikan pada Gambar 10.

Nomor Kode Lapangan (NKL) Genotipe

(35)

Umur Awal Perubahan Warna Polong (Fase R7)

Umur Awal perubahan warna polong diamati pada saat 60-95 hari setelah tanam (HST) (Gambar 11). Varietas pembanding yang memiliki umur awal perubahan warna polong paling cepat dan paling lama adalah Tachinagaha pada saat 79 HST dan Tanggamus serta Wilis pada saat 85 HST. Kedua varietas pembanding ini menjadi acuan untuk membandingkan genotipe-genotipe yang diuji memiliki umur awal perubahan warna polong cepat atau lama. Genotipe yang diuji memiliki umur awal perubahan warna polong tercepat dari varietas pembanding terdapat 69 genotipe, yaitu pada saat 60-78 HST. Genotipe-genotipe tersebut berasal dari Republik Rakyat Cina, Amerika Serikat, Thailand, Indonesia, Swedia, Malaysia, Korea, Korea, Korea Utara, Taiwan, India, Nepal, Pakistan, dan Jepang. Jumlah genotipe yang memiliki pertumbuhan tercepat pada fase R7 meningkat daripada jumlah genotipe yang memiliki pertumbuhan tercepat pada fase R1, R3, dan R5. Hal ini karena pada fase R7 rata-rata suhu semakin meningkat (Gambar 1). Menurut Adie dan Krisnawati (2007), bahwa suhu hangat dapat mempercepat pemasakan kedelai. Genotipe yang memiliki umur awal perubahan polong paling lama terdapat 2 genotipe, yaitu N 2392 dan Miss 33 Dixi pada saat 95 HST. Genotipe-genotipe tersebut berasal dari Nepal dan Filipina. Genotipe yang memiliki perubahan warna polong lama ini memiliki fase R1, fase R3 dan fase R5 yang lama.

a b c

d e f

(36)

Hama yang menyerang pada tanaman fase R7 ini adalah ulat bulu (Creatonatus lactineus). Ulat bulu menyerang daun tanaman kedelai, serangan yang parah bisa menghabiskan daun kedelai dalam waktu yang cepat. Tanaman kedelai pada fase R7 sudah menunjukkan gejala penuaan, seperti daun sudah mulai menguning dan berguguran. Tampilan tanaman pada fase R7, gejala penuaan dan serangan ulat bulu disajikan pada Gambar 12.

Umur Polong Matang Penuh (Fase R8)

Umur polong matang penuh diamati pada saat 71-111 hari setelah tanam (HST) Gambar 13. Varietas pembanding yang memiliki umur polong matang penuh paling cepat dan paling lama adalah Tidar pada saat 85 HST dan Tanggamus pada saat 92 HST. Kedua varietas pembanding ini menjadi acuan untuk membandingkan genotipe-genotipe yang diuji memiliki umur polong matang penuh palingcepat atau lama. Genotipe yang diuji memiliki umur polong tercepat dari varietas pembanding terdapat 55 genotipe, yaitu pada saat 71-84 HST. Genotipe-genotipe ini berasal dari Republik Rakyat Cina, Thailand, Indonesia, Swedia, Malaysia, Korea, Korea Utara, Filipina, India, Taiwan, Nepal,

60 65 70 75 80 85 90 95 100

0 20 40 60 80 100 120

U

m

u

r

fas

e

R

7 (

h

ar

i)

Nomor Kode Lapangan (NKL) Genotipe

Gambar 11 Waktu perubahan warna polong (fase R7)

a b c

(37)

Pakistan, Amerika Serikat dan Jepang. Genotipe tercepat pada fase R8 berkurang daripada fase R7. Hal ini karena kematangan polong pada setiap genotipe berbeda-beda. Genotipe yang memiliki umur polong matang penuh paling lama adalah Miss 33 Dixi pada saat 102 HST, N 2392 pada saat 103 HST, dan Tambaguro 100 pada saat 111 HST.

Menurut Adie dan Krisnawati (2007) bahwa umur tanaman kedelai dikelompokkan menjadi lima, yaitu umur sangat genjah (<70 hari), genjah (70-79 hari), sedang (80-85 hari), dalam (86-90 hari) dan sangat dalam (>90 hari). Genotipe yang diuji menunjukkan terdapat empat kriteria umur tanaman kedelai.Umur tanaman genjah terdapat 24 genotipe, umur sedang terdapat 46 genotipe, umur dalam terdapat 34 genotipe, dan umur sangat dalam terdapat 13 genotipe. Genotipe yang diuji memiliki umur tanaman genjah berasal dari daerah subtropis dan 1 genotipe berasal dari daerah tropis. Hal ini dipengaruhi oleh panjang hari yang terdapat di daerah subtropis yaitu 14-16 jam/hari sedangkan daerah tropis 12 jam/hari.Genotipe kedelai umur genjah yang berasal dari daerah tropis yaitu dari daerah Filipina memiliki umur matang yang genjah di daerah asalnya sehingga memiliki umur yang genjah juga jika di tanam di Indonesia. Menurut Sumarno dan Manshuri (2007) bahwa umur matang kedelai di Indonesia berkisar antara 75-95 hari, sedangkan kedelai di daerah subtropis berkisar 150-160 hari.

Genotipe yang diuji memiliki pertumbuhan paling cepat dari varietas pembanding pada fase R1-R8 dan termasuk tanaman berumur genjah adalah Ichiguuhou, Masshokutou (KOU 503), KE 32, Antoshoukokutou dan Senyoutou. Genotipe-genotipe ini berasal dari Republik Rakyat Cina dan Filipina. Genotipe yang diuji memiliki pertumbuhan paling lama dari varietas pembanding pada fase R1-R8 dan termasuk tanaman berumur sangat dalam adalah Miss 33 Dixi berasal dari Filipina.

Nomor Kode Lapangan (NKL) Genotipe

(38)

Kehijauan Daun pada 4 Minggu Setelah Tanam

Perlakuan genotipe memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap nilai kehijauan daun (SPAD) pada 4 MST (Tabel 5). Hal ini karena terdapat perbedaan karakteristik antar genotipe-genotipe yang diuji. Varietas pembanding (kontrol) yang memiliki nilai tengah kehijauan daun yang paling tinggi adalah varietas Tachinagaha sehingga dijadikan sebagai pembanding.

Tabel 5 Nilai tengah kehijauan daun pada 4 minggu setelah tanam dari 105 genotipe kedelai yang diuji dan kelima varietas pembanding

Nama Genotipe SPAD Nama Genotipe SPAD Nama Genotipe SPAD

Tachinagaha 37.68 Seita 38.48 Java 5 34.92

Tidar 33.54 Fukuyutaka 38.41 PI416937 34.91

Tanggamus 33.92 Chieneum

Kong 38.38 Heamnam 34.86

Dering 1 32.21 DS24-2 (HT-1) 38.36 Manshuu M 34.80

Wilis 33.43 Chuuhoku 2 38.31 SC-1-8 34.46

Tiefeng 8 44.74a KLS 203 38.30 M 42 34.33

Pekin Dai Outu 43.83a Tambaguro 100 38.28 Merapi 34.33

M 44 43.12a Fiskeby V 38.26 E C 112828 34.24

LD003309 42.59a Hakubi 38.10 Thai-71 Ags 126 34.14

Athow 41.51 Pochal 38.04 Choyoutou 34.12

Enrei 41.16 Manshuu 37.70 U 1741-2-2 No. 3 34.07

Bishuu Daizu 41.10 Ichiguuhou 37.63 Bhatmas 34.01

LV (Seputih

Raman) 40.88 K (Naihou) 37.56 San Sai 33.81

Nezumi Meta 40.86 Shirosota 37.50 DS25-1 (HT-2) 33.79

Jeokgak 40.78 M (Kou 502) 37.40 Oudu 33.60b

Koushurei 273 40.67 Uronkon 37.38 Col/Thai/1986/Tha

i-78 33.54b

KE 32 40.27 Baritou 3 A 37.38 M (Kou 503) 33.53b

DS65-4 (HT-4) 40.13 Gapsanjaelae

(I) 37.36 317 Ringgit 33.53b

UA4805 40.06 L 2a 37.17 Sandek Sieng 33.47b

Williams 82 40.02 Chiengmai P 37.13 Sumbing 33.32b

Bongchunbaekjam 39.90 Okjo 37.03 L 317 33.21b

Antoshoukokutou 39.89 HM 39 36.91 LV (Tegineneng) 33.20b

U 1416 39.87 M100-47-52-13 36.87 Miss 33 Dixi 32.96b

KS 1034 39.71 Heukdaelip 36.79 M150-7b-41-10 32.71b

Col/Thai/1986/Tha

i-80 39.62 SJ4 36.63 K (Shinchiku) 32.52b

Peking 39.48 Col/Pak/1989/I

bpgr/2323(2) 36.54 N 2491 32.51b

M 918 39.48 Senyoutou 36.49 Petek 32.42b

PK 73-54 39.43 Sukho Thai 1 36.40 U 8006-3 31.58b

Tambora 39.41 N 2295 36.36 Col/Pak/1989/Ibpg

r/2326 (1) 31.50b

(39)

Tabel 5 Nilai tengah kehijauan daun pada 4 minggu setelah tanam dari 105 genotipe kedelai yang diuji dan kelima varietas pembanding (lanjutan)

Nama Genotipe SPAD Nama Genotipe SPAD Nama Genotipe SPAD

DS34-3 (HT-3) 39.04 U 1042-1 36.24 M 581 31.06b

Aoki Mame 38.97 Hakka Zashi 36.06 U 1290-1 31.01b

Keumdu 38.76 Akisengoku 35.99 Kadi Bhatto 30.63b

Tiefeng 18 38.68 Rigai Seitou 35.90 Himeshirazu 30.28b

K (Haitou) 38.64 Koukou 6514-2 35.50 M 652 27.20b

Kongnamul Kong 38.58 N 2392 35.12 U 1155-4 27.18b

Chousenshu (Ca) 38.57 Karasumame 34.96

KK = 5.17%

Keterangan: SPAD = nilai kehijauan daun, a = Berbeda nyata lebih tinggi daripada Tachinagaha dan b = berbeda nyata lebih rendah daripada Tachinagaha berdasarkan Uji BNT pada taraf 5 %, genotipe yang diuji diurutkan dari nilai tertinggi hingga terendah.

Genotipe yang diuji memiliki nilai tengah lebih tinggi dari varietas pembanding adalah Tiefeng 8 berasal dari Republik Rakyat Cina. Genotipe yang memiliki nilai tengah terendah dari varietas pembanding adalah U 1155-4 berasal dari Nepal. Klorofil meter SPAD (Soil Plant Analisis Development) dapat mengukur jumlah relatif klorofil daun di lapang tanpa pengukuran klorofil secara destruktif (Argenta et al. 2004). Menurut Sirait (2008) bahwa jumlah klorofil memperlihatkan adaptasi suatu genotipe. Genotipe Tiefeng 8 memiliki nilai kehijauan daun yang tinggi menunjukkan bahwa jumlah relatif klorofil yang terkandung pada daun tersebut tinggi, sehingga genotipe tersebut mampu beradaptasi pada lingkungan tumbuh daerah tropis.

Kehijauan Daun pada 6 Minggu Setelah Tanam

Varietas pembanding (kontrol) yang memiliki nilai tengah kehijauan daun yang paling tinggi adalah varietas Tachinagaha sehingga dijadikan sebagai pembanding (Tabel 6). Genotipe yang diuji memiliki nilai tengah lebih tinggi dari varietas pembanding adalah Aoki Mame berasal dari Republik Rakyat Cina. Genotipe yang memiliki nilai tengah terendah dari varietas pembanding adalah U 1155-4 berasal dari Nepal. Genotipe-genotipe yang diuji dan varietas pembanding mengalami peningkatan kehijauan daun pada 6 MST. Hal ini karena pada 6 MST tanaman memasuki fase pengisian polong dan tanaman semakin dewasa sehingga klorofil yang terkandung di dalam daun semakin meningkat.

Kehijauan Daun pada 8 Minggu Setelah Tanam

(40)

penuaan sehingga kandungan klorofil daun berkurang. Nilai kehijauan daun dan kandungan klorofil sangat dipengaruhi oleh umur tanaman, genotipe (varietas) dan ketebalan daun (Jinwenet al. 2011). Genotipe yang memiliki nilai kehijauan daun pada 8 MST paling tinggi dan paling rendah adalah genotipe Aoki Mame dan genotipe Nezumi Meta.

Tabel 6 Nilai tengah kehijauan daun pada 6 minggu setelah tanam dari 105 genotipe kedelai yang diuji dan kelima varietas pembanding

Nama

Tachinagaha 48.92 Koushurei 273 46.59 Col/Pak/1989/I

bpgr/2323(2) 41.78b

Tidar 36.81 KLS 203 46.52 M 581 41.26b

Tanggamus 35.37 Okjo 46.31 U 1042-1 41.12b

Dering 1 33.89 Bhatmas 46.29 N 2491 41.00b

Wilis 34.70 Athow 46.22 Thai-71 Ags

126 40.78b

Aoki Mame 56.57a Chuuhoku 2 45.89 Himeshirazu 40.43b Bishuu

Daizu 53.69 Tiefeng 8 45.82

M150-7b-41-10 40.20b

Pekin Dai

Outu 52.52 Senyoutou 45.71 Merapi 40.07b

Bongchunba

ekjam 51.83 Ichiguuhou 45.70 Java 5 40.06b

UA4805 51.59 HM 39 45.67 Col/Pak/1989/I

bpgr/2326 (1) 40.02b

U 1416 51.57 Peking 45.64 Gapsanjaelae

(I) 39.90b

Antoshoukok

utou 51.20 Manshuu 45.49 M 42 39.76b

DS24-2

(HT-1) 50.80 PI416937 45.42 N 2392 39.47b

Heukdaelip 50.71 LD003309 45.32 Petek 38.83b

M 918 50.43 Stressland 45.31 Sukho Thai 1 38.67b

Uronkon 50.34 Tambaguro

100 45.21 L 2A 38.62b

Chousenshu

(Ca) 50.01 Rigai Seitou 45.19 U 8006-3 38.42b

PK 73-54 49.90 U 1290-1 45.08 Chiengmai P 38.41b

Jeokgak 49.57 KE 32 45.04 Manshuu M 38.29b

M 44 48.84 KS 1034 44.98 Sumbing 37.83b

Shirosota 48.67 Nezumi Meta 44.98 K (Haitou) 37.47b

Fukuyutaka 48.67 Col/Thai/1986/

Seita 48.03 Choyoutou 44.84 E C 112828 35.86b

(41)

Tabel 6 Nilai tengah kehijauan daun pada 6 minggu setelah tanam dari 105 genotipe kedelai yang diuji dan kelima varietas pembanding (lanjutan) Nama

Williams 82 47.79 LV (Seputih

Raman) 44.64b Miss 33 Dixi 35.10b

Tambora 47.77 Baritou 3 A 44.43b L 317 34.88b

N 2295 47.60 M (Kou 502) 44.41b Sandek Sieng 34.64b

Tiefeng 18 47.50 Heamnam 44.41b San Sai 34.30b

DS25-1

(HT-Akisengoku 47.19 M (Kou 503) 43.82b K (Naihou) 33.28b

Fiskeby V 47.09 Koukou

6514-2 43.43b M 652 32.44b

Hakka Zashi 47.06 Oudu 43.19b Kadi Bhatto 31.46b

DS65-4

(HT-4) 47.02 317 Ringgit 43.04b Ringgit 30.29b

Kongnamul

Kong 46.82 Karasumame 42.40b U 1155-4 28.68b

SJ4 46.80 Hakubi 42.18b

KK = 4.74%

Keterangan: SPAD = nilai kehijauan daun, a = Berbeda nyata lebih besar daripada Tachinagaha dan b = berbeda nyata lebih kecil daripada Tachinagaha berdasarkan Uji BNT pada taraf 5 %, genotipe yang diuji diurutkan dari nilai tertinggi hingga terendah.

Tinggi Tanaman pada Fase R1

Data tinggi tanaman rata-rata pada fase R1 disajikan pada Tabel 7. Pengaruh perlakuan genotipe yang diuji berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman pada fase R1, sehingga dilakukan uji lanjut BNT. Varietas pembanding yang memiliki tinggi tanaman paling tinggi adalah varietas Wilis sebesar 47.85 cm. Genotipe yang memiliki tinggi tanaman berbeda nyata paling tinggi dan paling rendah dari varietas Wilis adalah genotipe Miss 33 Dixi sebesar 71.67 cm dan genotipe Masshokutou (KOU 502) sebesar 11.83 cm.

(42)

Tinggi Tanaman pada Fase R3

Data tinggi tanaman rata-rata pada fase R3 disajikan pada Lampiran 5. Varietas pembanding yang memiliki tinggi tanaman paling tinggi adalah varietas Wilis sebesar 64.08 cm. Genotipe yang memiliki tinggi tanaman berbeda nyata paling tinggi dan paling rendah dari varietas Wilis adalah genotipe Kadi Bhatto sebesar 132.40 cm dan genotipe Nezumi Meta sebesar 13.20 cm.

Menurut Fehr dan Caviness (1997), bahwa varietas indeterminate akan terus tumbuh walaupun pada fase pembungaan, perkembangan polong dan pengisian polong, sedangkan varietas determinate pertumbuhannya akan terhenti ketika memasuki fase pembungaan. Genotipe Kadi Bhatto merupakan kedelai varietas indeterminate karena tinggi tanaman terus meningkat setelah fase R1 dan cenderung meningkat pesat. Genotipe Nezumi Meta merupakan kedelai varietas determinate karena tidak mengalami pertambahan tinggi setelah fase R1.

Tabel 7 Nilai tengah tinggi tanaman pada fase R1 dari 105 genotipe kedelai yang diuji dan kelima varietas pembanding

Nama Genotipe Tinggi Tachinagaha 22.53 M150-7b-41-10 31.10 DS25-1 (HT-2) 22.03

Tidar 40.65 Keumdu 30.77 Bhatmas 22.00

Tanggamus 45.76 Jeokgak 30.50 M 44 21.93

Dering 1 43.39 Uronkon 29.80 PI416937 21.33

Wilis 47.85 Bishuu Daizu 29.67 DS65-4 (HT-4) 21.33

Miss 33 Dixi 71.67 M 652 29.50 UA4805 21.30

K (Naihou) 57.93 Thai-71 Ags 126 29.47 Hakubi 21.27

L 2A 56.90 Shirosota 28.83 Akisengoku 21.17

Karasumame 54.93 Heukdaelip 28.83 Chieneum Kong 21.07

Chiengmai P 50.37 LV (Seputih

Raman) 28.80 Tiefeng 8 20.80

Java 5 50.23 Tambaguro 100 28.53 Stressland 20.77

Merapi 48.83 N 2491 28.27 M 918 20.63

Col/Thai/1986/T

hai-80 48.63 Aoki Mame 27.57 Tiefeng 18 19.53

Kadi Bhatto 48.50 Enrei 27.53 Antoshoukokutou 19.50

Ringgit 47.67 Kls 203 26.77 Oudu 19.30

Petek 47.57 Pochal 26.77 Chousenshu

(Ca) 19.00

SJ1 47.10 Kongnamul

Kong 26.43 N 2295 18.23

K (Haitou) 45.93 Sukho Thai 1 26.17 Ichiguuhou 18.23

E C 112828 44.50 U 1741-2-2 No.

3 25.87 Koushurei 273 18.17

San Sai 44.43 Hm 39 25.37 Chuuhoku 2 18.17

Sumbing 43.40 Ks 1034 25.27 Williams 82 17.53

Sandek Sieng 42.03 Heamnam 25.20 Ke 32 16.77

(43)

Tabel 7 Nilai tengah tinggi tanaman pada fase R1 dari 105 genotipe kedelai yang diuji dan kelima varietas pembanding (lanjutan)

Nama Genotipe Tinggi

Tambora 41.90 PK 73-54 25.00 U 8006-3 16.63

LV (Tegineneng) 41.27 Fiskeby V 24.77 Col/Pak/1989/Ib

pgr/2323(2) 16.10

SC-1-8 40.50 Seita 24.70 Col/Pak/1989/Ib

pgr/2326 (1) 15.73

U 1155-4 40.17 Senyoutou 24.63 Peking 15.20

SJ4 39.03 Fukuyutaka 24.17 Koukou 6514-2 15.17

317 Ringgit 38.13 U 1042-1 23.90 Athow 15.17

M100-47-52-13 36.53 Okjo 23.83 Rigai Seitou 15.10

K (Shinchiku) 35.43 Pekin Dai Outu 23.73 Choyoutou 14.93 Bongchunbaekja

m 35.33 Gapsanjaelae (I) 23.37 LD003309 13.97

U 1416 34.17 Manshuu M 23.27 Nezumi Meta 13.87

M 581 34.13 DS24-2 (HT-1) 22.97 Himeshirazu 13.70

N 2392 33.27 DS34-3 (HT-3) 22.97 M (Kou 503) 12.90

Col/Thai/1986/T

hai-78 31.47 Manshuu 22.60 M (Kou 502) 11.83

U 1290-1 31.30 M 42 22.37

KK = 13.24%

Keterangan: a = Berbeda nyata lebih besar daripada Wilis dan b = berbeda nyata lebih kecil daripada Wilis berdasarkan Uji BNT pada taraf 5 %, genotipe yang diuji diurutkan dari nilai tertinggi hingga terendah.

Tinggi Tanaman pada Fase R5

Data tinggi tanaman rata-rata pada fase R5 disajikan pada Lampiran 6. Varietas pembanding yang memiliki tinggi tanaman paling tinggi adalah varietas Wilis sebesar 75.02 cm. Genotipe yang memiliki tinggi tanaman berbeda nyata paling tinggi dan paling rendah dari varietas Wilis adalah genotipe Kadi Bhatto sebesar 155.60 cm dan genotipe Nezumi Meta sebesar 14.50 cm. Genotipe yang memiliki tinggi tanaman paling tinggi dan paling rendah pada umur pengisian polong (fase R5) sama seperti pada fase pembentukan polong (fase R3). Genotipe Kadi Bhatto tetap mengalami pertambahan tinggi walaupun sudah memasuki fase R5, sedangkan genotipe Nezumi Meta tidak mengalami pertambahan tinggi yang drastis seperti pada genotipe Kadi Bhatto.

Tinggi Tanaman pada Fase R8

(44)

73.06 cm. Hal ini menunjukkan bahwa lingkungan lahan penelitian mendukung untuk pertumbuhan kedelai. Genotipe yang memiliki tinggi tanaman berbeda nyata paling tinggi dan paling rendah dari varietas Wilis adalah genotipe Kadi Bhatto sebesar 163.00 cm dan genotipe Nezumi Meta sebesar 14.20 cm.

Genotipe Kadi Bhatto memiliki umur masak sangat dalam yang termasuk genotipe indeterminate dan memiliki tinggi tanaman paling tinggi dari varietas pembanding. Genotipe Nezumi Meta memiliki umur masak genjah yang termasuk genotipe determinate dan memiliki tinggi tanaman paling rendah dari varietas pembanding. Penampilan genotipe Kadi Bhatto dan Nezumi Meta disajikan pada Gambar 14. Tinggi tanaman kedelai terbagi menjadi empat kategori yaitu sangat pendek (<15 cm), pendek (15-50 cm), sedang (>50-68 cm), tinggi (>68-86 cm) dan sangat tinggi (>86 cm) (Deptan 2007). Tinggi tanaman pada penelitian terdapat empat kelompok tinggi tanaman tersebut yaitu sangat pendek, pendek, sedang, tinggi, dan sangat tinggi (Tabel 8). Penelitian menunjukkan bahwa umur tanaman pada fase R8 berkorelasi positif sangat nyata dengan tinggi tanaman pada fase R8 (r=0.36**). Menurut Hakim (2012), bahwa genotipe kedelai yang berdaya hasil tinggi mempunyai batang tinggi. Tinggi tanaman pada fase R8 berkorelasi positif dengan hasil biji per tanaman (r=0.34**).

Tabel 8 Nilai tengah tinggi tanaman pada fase R8 dari 105 genotipe kedelai yang diuji dan kelima varietas pembanding

Nama Genotipe Tinggi

(Cm) K Nama Genotipe

Tinggi

(Cm) K

Tachinagaha 30.58 P N 2392 46.80b P

Tidar 71.06 T DS65-4 (HT-4) 46.30b P

Tanggamus 66.58 S M150-7b-41-10 45.20b P

Dering 1 72.02 T U 1290-1 44.80b P

Wilis 73.06 T Hakubi 44.10b P

Kadi Bhatto 163.00a U U 1416 43.60b P

U 1155-4 113.40a U DS34-3 (HT-3) 41.90b P

K(Shinchiku) 109.90a U Bongchunbaekjam 41.50b P

Miss 33 Dixi 104.90a U Koushurei 273 41.40b P

Chiengmai P 96.40a U LD003309 40.40b P

L 2A 84.70 T KE 32 40.30b P

SJ1 83.90 T DS25-1 (HT-2) 40.20b P

SC-1-8 82.60 T Ichiguuhou 39.90b P

E C 112828 80.30 T Shirosota 37.30b P

K (Naihou) 80.00 T Tambaguro 100 37.10b P

Karasumame 79.70 T Rigai Seitou 37.00b P

LV (Tegineneng) 75.30 T Keumdu 36.70b P

Ringgit 73.30 T Jeokgak 35.70b P

K (Haitou) 73.20 T M (Kou 503) 34.70b P

Sandek Sieng 70.50 T Heukdaelip 34.60b P

Col/Thai/1986/Thai-80 69.70 T Uronkon 32.90b P

U 1042-1 69.30 T Koukou 6514-2 32.30b P

Sumbing 68.10 T Enrei 32.20b P

San Sai 67.30 S Heamnam 32.00b P

(45)

Tabel 8 Nilai tengah tinggi tanaman pada fase R8 dari 105 genotipe kedelai yang diuji dan kelima varietas pembanding (lanjutan)

Nama Genotipe Tinggi

(Cm) K Nama Genotipe

Tinggi

(Cm) K

317 Ringgit 66.60 S HM 39 31.50b P

Sukho Thai 1 65.50 S KS 1034 31.40b P

Java 5 64.80 S Pochal 31.40b P

U 1741-2-2 No. 3 64.80 S N 2491 30.80b P

Merapi 64.00 S Kongnamul Kong 30.60b P

Gapsanjaelae (I) 63.10 S Aoki Mame 30.40b P

L 317 63.00 S KLS 203 29.70b P

LV (Seputih Raman) 62.20 S PK 73-54 29.70b P

Petek 61.30 S Fiskeby V 29.60b P

SJ4 60.50 S Bhatmas 29.60b P

M 652 59.40 S Seita 29.30b P

Tambora 58.90b S Fukuyutaka 28.50b P

Stressland 58.80b S M (Kou 502) 28.30b P

Oudu 57.20b S Pekin Dai Outu 28.00b P

Manshuu M 56.30b S N 2295 27.80b P

Senyoutou 55.80b S M 918 26.60b P

Williams 82 55.80b S Akisengoku 26.50b P

U 8006-3 55.00b S Okjo 26.30b P

Baritou 3 A 54.20b S PI416937 26.30b P

Hakka Zashi 51.20b S Manshuu 25.80b P

M 581 51.10b S UA4805 25.70b P

Col/Pak/1989/Ibpgr/2323(2) 51.00b S Tiefeng 18 24.90b P Col/Pak/1989/Ibpgr/2326 (1) 50.90b S Chieneum Kong 24.00b P

M100-47-52-13 49.90b P Chousenshu (Ca) 22.80b P

Bishuu Daizu 49.70b P Tiefeng 8 22.70b P

M 42 48.50b P M 44 22.70b P

Antoshoukokutou 48.30b P Peking 21.70b P

Choyoutou 47.90b P Chuuhoku 2 19.00b P

Col/Thai/1986/Thai-78 47.70b P Himeshirazu 18.70b P

Athow 47.30b P Nezumi Meta 14.20b O

KK = 13.30%

Keterangan: K = Kelompok tinggi tanaman kedelai (O: sangat pendek, P: pendek, S: sedang, T: tinggi, U: sangat tinggi), a = Berbeda nyata lebih besar daripada Wilis dan b = berbeda nyata lebih kecil daripada Wilis berdasarkan Uji BNT pada taraf 5 %, genotipe yang diuji diurutkan dari nilai tertinggi hingga terendah.

a b

(46)

Jumlah Buku pada Fase R1

Data rata-rata jumlah buku pada fase R1 disajikan pada Tabel 9. Varietas pembanding yang memiliki jumlah buku paling tinggi adalah varietas Tidar sebesar 25.00. Genotipe yang memiliki jumlah buku berbeda nyata paling tinggi dari varietas Tidar adalah genotipe Karasumame (Naihou) sebesar 33.67. Genotipe yang memiliki jumlah buku berbeda nyata paling rendah dari varietas Tidar adalah genotipe LD003309 sebesar 6.00. Genotipe Karasumame (Naihou) merupakan genotipe yang memiliki umur berbunga yang lama dari varietas pembanding dan termasuk kedelai berumur sangat dalam pada fase berbunga. Genotipe LD003309 merupakan salah satu genotipe yang memiliki umur berbunga paling cepat dari varietas pembanding dan termasuk kedelai berumur sangat genjah pada fase berbunga.

Tabel 9 Nilai tengah jumlah buku pada fase R1 dari 105 genotipe kedelai yang diuji dan kelima varietas pembanding

Nama Genotipe Jumlah

Tachinagaha 8.47 N 2295 14.00b DS34-3 (HT-3) 10.33b

Tidar 25.00 M 42 14.00b Akisengoku 10.33b

Tanggamus 24.87 Manshuu M 14.00b Manshuu 10.00b

Dering 1 19.13 Chousenshu (Ca) 13.67b Antoshoukokutou 10.00b

Wilis 20.07 Chieneum Kong 13.67b Bhatmas 10.00b

K (Naihou) 33.67a SJ4 13.67b Aoki Mame 10.00b

Java 5 31.33a KLS 203 13.33b UA4805 10.00b

L 2A 30.67a Shirosota 13.33b Kongnamul Kong 9.67b

M 652 29.67 Tambaguro 100 13.33b U 1416 9.67b

San Sai 29.33 M100-47-52-13 13.33b DS24-2 (HT-1) 9.67b Miss 33 Dixi 27.33 K (Haitou) 13.00b DS25-1 (HT-2) 9.67b

E C 112828 26.67 U 1290-1 13.00b Chuuhoku 2 9.33b

L 317 25.67 Bongchunbaekjam 12.67b Peking 9.33b

SC-1-8 24.67 Col/Thai/1986/Th

ai-80 12.67b Baritou 3 A 9.33b

Merapi 23.00 U 1155-4 12.33b Enrei 9.33b

Sandek Sieng 22.00 N 2491 12.33b PI416937 9.33b

Ringgit 21.00 Thai-71 Ags 126 12.00b Gapsanjaelae (I) 9.00b LV

(Tegineneng) 20.67 M 581 12.00b Hm 39 9.00b

Kadi Bhatto 20.33 Uronkon 12.00b Ichiguuhou 9.00b

U 1741-2-2 No. 3 20.33 Sukho Thai 1 11.67b Stressland 8.67b

Chiengmai P 18.33b Nezumi Meta 11.67b Hakubi 8.67b

Col/Pak/1989/Ib

pgr/2326 (1) 18.00b Heukdaelip 11.67b Himeshirazu 8.67b

Petek 18.00b PK 73-54 11.67b Tiefeng 18 8.33b

M (Kou 503) 17.67b M 44 11.67b Choyoutou 8.33b

N 2392 17.33b U 8006-3 11.67b Oudu 8.33b

Gambar

Gambar 6 a) tanaman pada fase R1; b) Hama Aphis glycines
Gambar 7 Umur muncul polong (fase R3)
Gambar 10 a) Tampilan tanaman fase R5, b) perkembangan bijifase R5, c) kepik polong, d) kepik hijau muda, e) kepik hijaudewasa dan f) polong yang terserang
Gambar 11 Waktu perubahan warna polong (fase R7)
+7

Referensi

Dokumen terkait

ditambah dengan kemudahan mengikuti proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan kontekstual dan keterbantuan siswa dalam melatih kemampuan berpikir

Pada hasil penelitian yang telah dipaparkan oleh menulis untuk mengetahui mengenai kompensasi yang diterima oleh anggota DPRD Provinsi Lampung, mengetahui mengenai

Berdasarkan hasil penelitian ini dan pengujian mengenai aplikasi Pengenalan Anatomi Paru-paru Pada Tubuh Manusia Berbasis Augmented Reality, maka dapat disimpulkan

Pada gambar 11, fitur ini menampilkan kumpulan beberapa foto hasil dari proses pemangkasan rambut sesuai dengan model tatanan rambut yang sudah di scan oleh

Rumusan Masalah Berdasarkan fenomena dan permasalahan yang terjadi, maka peneliti merumuskan masalah apakah terdapat hubungan antara Konformitas dengan Regulasi Emosi terhadap

Sedangkan untuk kadar nilai nano semen yang dapat memberikan kuat tarik lentur paling optimum didapat pada angka 16,55% dengan nilai intensitas peningkatan kuat tarik

Dengan menggunakan hubungan matematika yang tepat antara periode planet dan jarak rata-rata dari matahari, ia berhasil memberikan kesimpulan dalam hukum-hukum tentang gerak

Belakangan ini harga jual hasil tangkapan para nelayan di daerah kuala langsa ini menurun yaitu banyak faktor yang mempengaruhi harga jual hasil tangkapan nelayan ini turun,