ASOSIASI KOMUNITAS
AUFWUCH
PADA TUMBUHAN AIR
DI DANAU TEMPE, SULAWESI SELATAN
WAHYU AZIZI
DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Asosiasi Komunitas Aufwuch pada Tumbuhan Air di Danau Tempe, Sulawesi Selatan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir penulisan ini.
Bogor, Agustus 2015
viii
ABSTRAK
WAHYU AZIZI. Asosiasi Komunitas Aufwuch pada Tumbuhan Air di Danau Tempe, Sulawesi Selatan. Dibimbing oleh NIKEN TUNJUNG MURTI PRATIWI dan YUSLI WARDIATNO.
Aufwuch merupakan komunitas organisme mikro (autotrof maupun
heterotrof) yang hidup di sekitar bagian substrat terendam, yang memiliki peranan penting dalam rantai makanan. Studi ini dilaksanakan di Danau Tempe, Sulawesi Selatan dengan tujuan untuk mengkaji mengenai asosiasi komunitas aufwuch terhadap tumbuhan air serta keterkaitannya dengan parameter fisika, kimia, dan biologi perairan. Pengambilan contoh dilakukan di lima stasiun pengamatan. Di Danau Tempe dijumpai tiga jenis tumbuhan air yang cukup melimpah, yaitu eceng gondok (Eichhornia crassipes), kangkung air (Ipomoea aquatica), dan
Cyperus sp. Aufwuch di Danau Tempe yang ditemukan selama penelitian terdiri
dari tiga kelompok, yaitu mikrofitoaufwuch yang didominasi oleh kelompok Bacillariophyceae (38%), mikrozooaufwuch yang didominasi oleh kelompok Rotifera (39%), dan makrozooaufwuch yang didominasi oleh kelompok Crustaceae (90%). Parameter fisika-kimia perairan mengindikasikan kondisi optimum untuk pertumbuhan aufwuch di Danau Tempe, Sulawesi Selatan.
Kata kunci: aufwuch, Danau Tempe, tumbuhan air
ABSTRACT
WAHYU AZIZI. The Association of Aufwuch Community on Aquatic Plant in Lake Tempe, South Sulawesi. Supervised by NIKEN TUNJUNG MURTI PRATIWI and YUSLI WARDIATNO.
Aufwuch is a community of micro-organisms (autotrophic or heterotrophic)
who live around the submerged substrate, that has an important role in the food chain. This study was conducted at Tempe Lake, South Sulawesi, with the aim is to assess the aufwuch association community to aquatic plants as well as its association with the parameters of physics, chemistry, and biology waters. Sampling was conducted in five observation stations. There are three types of aquatic plants are quite abundant in Tempe Lake, namely the water hyacinth (Eichhornia crassipes), water spinach (Ipomoea aquatica), and Cyperus sp. Aufwuch on Lake Tempe found during the study consisted of three groups, namely mikrofitoaufwuch dominated by groups of Bacillariophyceae (38%),
mikrozooaufwuch dominated by Rotifera group (39%), and makrozooaufwuch
dominated by a group of crustaceans (90%). Physical-chemical parameters of waters indicates the optimum conditions for growth aufwuch at Tempe Lake, South Sulawesi.
WAHYU AZIZI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan
pada
Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan
DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
2015
ASOSIASI KOMUNITAS
AUFWUCH
PADA TUMBUHAN AIR
xii
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga skripsi dengan judul “Asosiasi Komunitas Aufwuch pada Tumbuhan Air di Danau Tempe, Sulawesi Selatan” ini berhasil diselesaikan oleh penulis. Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana pada Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Institut Pertanian Bogor yang telah memberikan kesempatan untuk studi. 2. Beasiswa POM IPB yang telah memberikan dana pendidikan selama dua
tahun.
3. Pusat Penelitian Limnologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang telah memberikan fasilitas dalam melakukan penelitian ini.
4. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan atas izin yang diberikan untuk melakukan penelitian di Danau Tempe.
5. Dr Ir Niken T. M. Pratiwi, MSi selaku ketua komisi pembimbing dan Dr Ir Yusli Wardiatno, MSc selaku anggota komisi pembimbing yang selalu memberikan arahan, masukan dan kritik membangun bagi Penulis.
6. Dr Ir Ario Damar, MSi selaku dosen penguji tamu, dan Inna Puspa Ayu, SPi MSi selaku komisi pendidikan Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan atas koreksi dan saran dalam penyempurnaan karya ilmiah ini.
7. Dr Ir Hefni Effendi, MPhil selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan motivasi serta pencerahan selama perkuliahan.
8. Keluarga tercinta yang telah memberikan dukungan dan kasih sayangnya. 9. Keluarga besar Laboratorium Biologi Mikro Departemen Manajemen
Sumberdaya Perairan FPIK IPB.
10. Seluruh Dosen dan Staf Tata Usaha Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan FPIK IPB.
11. Teman-teman MSP 47.
12. Teman-teman Kosan Pondok AA.
13. Pak Wahyudin, Pak Ciwang, dan Pak Kaseng yang telah memberikan bantuan selama pengambilan contoh di Danau Tempe.
14. Teman-teman serta pihak-pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2015
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL xiv
DAFTAR GAMBAR xiv
DAFTAR LAMPIRAN xv
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 2
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
METODE 3
Waktu dan Tempat 3
Tahapan Penelitian 3
Pengambilan Contoh 3
Analisis Laboratorium 4
Analisis Data 6
HASIL DAN PEMBAHASAN 7
Hasil 7
Pembahasan 14
KESIMPULAN 18
DAFTAR PUSTAKA 19
LAMPIRAN 21
xiv
DAFTAR TABEL
1 Metode digunakan dalam analisis kualitas air 4
2 Nilai rata-rata parameter fisika dan kimia masing-masing Stasiun di
Danau Tempe 8
3 Kelimpahan mikrofitoaufwuch (ind/m3) masing-masing Stasiun di
perairan Danau Tempe 9
4 Nilai indeks keanekaragaman (H‟), indeks keseragaman (E) dan indeks
dominansi (C) mikrofitoaufwuch di Danau Tempe 9 5 Kelimpahan mikrozooaufwuch (ind/m3) masing-masing Stasiun di
Danau Tempe 10
6 Nilai indeks keanekaragaman (H‟), indeks keseragaman (E) dan indeks
dominansi (C) mikrozooaufwuch di Danau Tempe 11 7 Kelimpahan makrozooaufwuch makro (ind/m3) pada masing-masing
Stasiun di perairan Danau Tempe 12
8 Nilai indeks keanekaragaman (H‟), indeks keseragaman (E) dan indeks
dominansi (C) makrozooaufwuch di Danau Tempe 12
DAFTAR GAMBAR
1 Diagram alir perumusan masalah asosiasi komunitas Aufwuch pada
Tumbuhan Air di Danau Tempe 2
2 Lokasi pengambilan contoh Aufwuch di Danau Tempe 3
3 Komposisi kelompok mikrofitoaufwuch di Danau Tempe berdasarkan
(i) jumlah jenis; (ii) kelimpahan (sel/m3) 8
4 Komposisi kelompok mikrozooaufwuch di Danau Tempe berdasarkan
(i) jumlah jenis; (ii) kelimpahan (ind/m3) 10
5 Komposisi kelompok makrozooaufwuch di Danau Tempe berdasarkan
(i) jumlah jenis; (ii) kelimpahan (ind/m3) 11
6 Dendogram pengelompokan Stasiun di Danau Tempe berdasarkan
kelimpahan aufwuch 13
7 Dendogram pengelompokan Stasiun di Danau Tempe berdasarkan
DAFTAR LAMPIRAN
1 Bungka Toddo 21
2 Substrat Tumbuhan Air 22
3 Jenis-jenis Mikrofitoaufwuch dominan yang ditemukan. 23 4 Jenis-jenis Mikrozooaufwuch dominan yang ditemukan. 23
5 Jenis-jenis Makrozooaufwuch yang ditemukan 24
6 Kelimpahan Mikrofitoaufwuch di Danau Tempe 25
7 Kelimpahan Mikrozooaufwuch di Danau Tempe 26
8 Kelimpahan Makrozooaufwuch di Danau Tempe 27
9 Hasil regresi berganda Mikrofitoaufwuch 28
10Hasil regresi berganda Mikrozooaufwuch 29
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Salah satu danau tipe rawa banjiran di Sulawesi, yaitu Danau Tempe, terletak di Kecamatan Tempe, Kabupaten Wajo, Provinsi Sulawesi Selatan dengan luas sekitar 13 000 ha. Luas Danau Tempe dapat mencapai lebih dari 30 000 ha dengan kedalaman maksimum 5,5 meter saat banjir besar dan hanya ± 1.000 ha dengan kedalaman maksimum 1 meter pada musim kemarau.
Pada musim kemarau, daerah yang tidak digenangi air menjadi hamparan lahan yang subur yang digunakan sebagai lahan pertanian palawija. Di sisi lain, diperkirakan sekitar 45% permukaan area yang digenangi air tertutupi oleh tumbuhan air, selebihnya merupakan area terbuka yang dimanfaatkan sebagai daerah penangkapan ikan dan alur pelayaran. Jenis tumbuhan air yang banyak ditemui di Danau Tempe adalah eceng gondok, kangkung, serta Cyperus sp.
Keberadaan tumbuhan air yang melimpah di Danau Tempe dimanfaatkan oleh masyarakat untuk melakukan kegiatan perikanan yang unik, yang disebut
Bungka Toddo. Bungka Toddo adalah teknik pemeliharaan ikan dengan cara
menempatkan tumbuhan air dalam lingkaran pagar bambu (kerai) (Lampiran 1). Tumbuhan air, seperti eceng gondok, kangkung, atau jenis lainnya banyak dimanfaatkan dalam kegiatan Bungka Toddo. Meskipun demikian, tidak semua tumbuhan air di Danau Tempe dimanfaatkan untuk Bungka Toddo, melainkan juga tumbuh secara liar di perairan Danau Tempe.
Bagian tumbuhan air yang terendam menyediakan berbagai kebutuhan hidup bagi ikan di perairan Danau Tempe. Tumbuhan air memiliki fungsi sebagai penyedia sumberdaya makanan, tempat berlindung, dan tempat bertelur ikan. Di samping itu, tumbuhan air berperan sebagai penyedia lingkungan hidup yang baik bagi perairan, di antaranya memproduksi oksigen terlarut, serta sebagai agen adsorbsi bahan tersuspensi.
Salah satu komunitas yang berasosiasi dengan tumbuhan air adalah
aufwuch. Pengertian aufwuch meliputi semua organisme yang melekat (tidak
menembus) pada substrat yang terendam dalam air, serta merayap-rayap atau berenang bebas di permukaan substrat dan bahkan pada saat-saat tertentu berenang bebas meninggalkan substrat tersebut (Hickling 1961). Aufwuch, plankton, dan benthos merupakan sebagian dari komponen dalam suatu ekosistem perairan dan mempunyai peranan dalam penentuan produktivitas habitat perairan (Lauff 1960). Peranan aufwuch dalam rantai makanan adalah sebagai produsen primer (autotrof) dan makanan ikan (Young 1945). Aufwuch pada dasarnya makanan mikroskopis yang ditemukan tumbuh di batu atau substrat lainnya, yang tidak terbatas sebagai autotrof melainkan juga heterotrof.
Keberadaan aufwuch di perairan cukup penting bagi ikan untuk bertahan hidup. Aufwuch dapat ditemukan di lingkungan air tawar dan laut. Istilah
aufwuch meliputi ganggang dan larva serangga, krustasea, protozoa, dan
2
Perumusan Masalah
Danau Tempe merupakan rawa banjiran yang memiliki kesuburan perairan yang baik, sehingga mendukung untuk berkembangnya komunitas aufwuch. Aufwuch memiliki peranan penting dalam rantai makanan di ekosistem perairan. Keberadaan aufwuch di perairan baik jenis maupun kelimpahan dipengaruhi oleh substrat yang didiami, serta parameter fisika-kimia perairan tersebut. Perlunya pengamatan terhadap aufwuch, tumbuhan air, serta parameter fisika-kimia perairan tersebut. Sehingga dapat diketahui asosiasi komunitas aufwuch pada tumbuhan air di Danau Tempe.
Gambar 1 Diagram alir perumusan masalah asosiasi komunitas aufwuch pada tumbuhan air di Danau Tempe
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji asosiasi komunitas aufwuch pada tumbuhan air serta keterkaitannya dengan parameter fisika, kimia, dan biologi perairan Danau Tempe.
Manfaat Penelitian
Memberikan informasi mengenai asosiasi komunitas organisme mikro pada tumbuhan air di Danau Tempe, sebagai bahan pertimbangan dalam pengelolaan Danau Tempe agar berlanjut dan lestari.
METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini akan dilaksanakan selama sembilan bulan, yaitu pada bulan Maret-November 2014. Lokasi Pengambilan contoh di Danau Tempe, Sulawesi Selatan yang dilakukan pada lima stasiun (Gambar 2). Analisis laboratorium dilakukan di Laboratorium Biologi Mikro I, Divisi Produktivitas dan Lingkungan Perairan Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Institut Pertanian Bogor dan Laboratorium Pengujian Limnologi LIPI.
Gambar 2 Lokasi pengambilan contoh Aufwuch di Danau Tempe
Tahapan Penelitian
Pengambilan Contoh
Pengambilan contoh aufwuch dilakukan pada titik 1A, 1B, 1C, 2A, 3A, 4A, dan 5C. Penentuan lokasi stasiun didasarkan pada DAS yang ada di Danau Tempe. Sub stasiun „A‟ merupakan area tidak permanen terendam air, sedangkan
4
kemudian diawetkan menggunakan larutan formalin (4%) untuk keperluan analisis laboratorium. Tumbuhan air yang diamati meliputi eceng gondok (Eichhornia crassipes), kangkung air (Ipomoea aquatica), dan rumput (Cyperus sp.).
Analisis Laboratorium
Analisis laboratorium yang dilakukan adalah analisis terhadap aufwuch dan analisis parameter fisika-kimia perairan. Analisis terhadap aufwuch terbagi atas fitoaufwuch serta zooaufwuch. Fitoaufwuch hanya terdiri dari organisme mikro, sedangkan zooaufwuch meliputi organisme mikro dan makro. Organisme mikro pada fitoaufwuch, yaitu mikrofitoaufwuch, merupakan sebutan bagi jenis mikroalgae. Organisme mikro pada zooaufwuch, yaitu mikrozooaufwuch merupakan sebutan bagi jenis mikro avertebrata yang dapat diamati dengan mikroskop majemuk, sedangkan organisme makro pada zooaufwuch, yaitu
makrozooaufwuch merupakan sebutan bagi jenis mikro avertebrata yang dapat
diamati cukup dengan mikroskop stereo. Identifikasi mikroaufwuch mengacu pada Mizuno (1979), sedangkan identifikasi makroaufwuch mengacu pada Pennak (1978) dan Lovett (1981).
Analisis kualitas air meliputi parameter fisika dan kimia perairan in situ, yaitu suhu, kecerahan, pH, oksigen terlarut (Disolved Oxygen/DO), dan kedalaman. Adapun parameter yang diukur di laboratorium meliputi nitrat, nitrit, amonium, amonia, dan ortofosfat. Pengukuran semua parameter fisika dan kimia perairan mengacu pada metode baku APHA 2012 (Rice et al. 2012).
Tabel 1 Metode yang digunakan dalam analisis kualitas air
Parameter Alat/Metode Keterangan
Suhu (°C) WQC In Situ
Kedalaman (m) Tali Ukur In Situ
Kecerahan (m) Secchi Disk In Situ
pH WQC In Situ
DO (mg/L) WQC In Situ
Amonium (mg/L) APHA, ed. 22, 2012, 4500-NH3-F Lab Amonia (mg/L) APHA, ed. 22, 2012, 4500-NH3-F Lab Nitrat (mg/L) APHA, ed. 22, 2012, 4500-NH3-F Lab Nitrit (mg/L) APHA, ed. 22, 2012, 4500-NH3-F Lab Ortofosfat (mg/L) APHA, ed. 22, 2012, 4500-NH3-F Lab
Analisis aufwuch dilakukan pada bulan April 2013-November 2014. Pencacahan aufwuch dilakukan dengan menggunakan mikroskop binokuler model Olympus CH-2 dengan perbesaran 10x10 dan mikroskop stereo model Olympus SZ-6045 TRTP. Analisis aufwuch dimaksudkan untuk mengetahui jenis dan kelimpahannya pada tumbuhan air. Menurut Krebs (1972) kelimpahan
mikroaufwuch dinyatakan dalam ind/m3 yang diperoleh dengan menggunakan
Keterangan :
N Mikrofitoaufwuch = Kelimpahan aufwuch (cel/m3) N Mikrozooaufwuch = Kelimpahan aufwuch (ind/m3) n = Jumlah aufwuch yang tercacah Vt = Volume air tersaring (ml)
Vs = Volume contoh pada Sedgwick Rafter Counting (ml) Vd = Volume air yang disaring (l)
1000 = Faktor konversi dari liter ke m3
Kelimpahan makrozooaufwuch didefinisikan sebagai jumlah individu
makrozooaufwuch per satuan luas (m2) (Krebs 1972). Contoh makrozooaufwuch
diidentifikasi dan dihitung kelimpahannya dengan rumus berikut:
Keterangan :
Ki = Kelimpahan makrozooaufwuch jenis ke-i Ni = Individu makrozooaufwuch jenis ke-i A = Luas area contoh
Keanekaragaman aufwuch dihitung dengan menggunakan indeks keanekaragaman Shannon-Wiener (Krebs 1972), yaitu:
Keterangan :
H‟ = Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener pi = ni/N
ni = Jumlah individu spesies ke-i i = 1,2,3,...,n
n = Jumlahn spesies N = Jumlah total individu
Keseragaman jenis dihitung dengan menggunakan indeks keseragaman Evennes (Krebs 1972), dengan persamaan:
Keterangan :
E = Indeks keseragaman
6
Dominansi jenis ditentukan menggunakan indeks dominansi Simpson (Krebs 1972), dengan persamaan:
Keterangan :
C = Indeks dominansi Simpson Ni = Jumlah individu spesies ke-i I = 1,2,3,...,n
n = Jumlah spesies N = Jumlah total individu
Suatu perairan yang mempunyai keanekaragaman jenis rendah cenderung memiliki keseragaman yang rendah pula. Nilai indeks keseragaman (E) dan indeks dominansi (C) berkisar antara 0-1. Jika nilai indeks keseragaman mendekati 0 maka nilai indeks dominansi akan mendekati 1. Hal ini dapat didefenisikan jika keseragaman suatu populasi semakin kecil, maka ada kecenderungan suatu jenis mendominasi populasi tersebut (Odum 1993).
Analisis Data
Pengelompokan Stasiun
Pengelompokan dilakukan untuk mengetahui adanya kesamaan distribusi
aufwuch dan kualitas perairan pada Danau Tempe. Analisis pengelompokan
Stasiun dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu berdasarkan parameter biologi dan parameter fisika kimia. Pengelompokan Stasiun berdasarkan parameter biologi (kelimpahan aufwuch) dapat dilakukan dengan menentukan tingkat kesamaan antara Stasiun pengamatan menggunakan indeks Bray-Curtis (Bray dan Curtis in Legendre dan Legendre 1983). Nilai indeks Bray-Curtis diperoleh melalui rumus:
Keterangan:
Ib = Indeks Bray-Curtis
Xi1 = Jumlah individu jenis ke-i pada Stasiun 1 Xi2 = Jumlah individu jenis ke-i pada Stasiun 2 i = 1,2,3,...,n
- -Keterangan:
Ic = Indeks Canberra
Xi1 = Nilai parameter fisika dan kimia ke-i pada Stasiun 1 Xi2 = Nilai parameter fisika dan kimia ke-i pada Stasiun 2 i = 1,2,3,...,n
N = Jumlah parameter
Pengelompokan data hasil analisis disajikan dalam bentuk dendrogram. Visualisasi dendrogram digunakan untuk melihat kesamaan wilayah distibusi berdasarkan kelimpahan aufwuch dan kualitas perairan.
Regresi Berganda
Regresi berganda digunakan untuk menentukan pola hubungan antara beberapa variabel bebas (X1, X2,……,Xp) terhadap satu variabel tak bebas (Y). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah parameter fisika (suhu, kedalaman dan kecerahan), kimia (pH, DO, amonia, amonium, nitrit, nitrat, dan ortofosfat), dan biologi (mikrofitoaufwuch, dan mikrozooaufwuch). Variabel terikat yang dimaksud adalah kelompok komunitas aufwuch (mikrofitoaufwuch,
mikrozooaufwuch, dan makrozooaufwuch). Hubungan antara peubah-peubah
tersebut dapat dirumuskan dalam bentuk persamaan (Mattjik & Sumertajaya 2002) sebagai berikut.
Kualitas perairan di Danau Tempe cenderung bervariasi pada masing-masing stasiun. Hasil pengukuran parameter fisika dan kimia perairan di Danau Tempe disajikan dalam Tabel 2. Parameter fisika yang diukur meliputi suhu, kedalaman, dan kecerahan, sedangkan parameter kimia yang diukur meliputi pH, oksigen terlarut (DO), amonium, amonia, nitrat, nitrit, dan ortofosfat.
8
Tabel 2 Nilai rata-rata parameter fisika dan kimia pada masing-masing Stasiun di Danau Tempe
Nilai yang disajikan pada tabel merupakan 100 % saturasi
Komposisi aufwuch
Mikrofitoaufwuch
Hasil penelitian menunjukkan bahwa mikrofitoaufwuch di perairan Danau Tempe terdiri dari lima famili yaitu Cyanophyceae (5 genera), Chlorophyceae (11 genera), Bacillarophyceae (8 genera), Euglenophyceae (2 genera), Chrysophyceae (1 genus). Komposisi mikrofitoaufwuch berdasarkan kelimpahan, didominasi oleh Bacillariophyceae dengan kelimpahan sebesar 399 355 994 sel/m3. Bacillariophyceae yang mendominasi adalah Melosira sp. Gambar 3 menyajikan komposisi mikrofitoaufwuch di perairan Danau Tempe.
(i) (ii)
Kelimpahan mikrofitoaufwuch pada setiap stasiun selama pengamatan berkisar antara 70 380 007–306 974 630 sel/m3. Kelimpahan terendah ditemukan pada Stasiun 4 sebesar 70 380 007 sel/m3 dan kelimpahan tertinggi ditemukan pada Stasiun 3 sebesar 306 974 630 sel/m3. Mikrofitoaufwuch secara keseluruhan lebih melimpah di Stasiun perairan 3. Tabel 3 menyajikan komposisi
mikrofitoaufwuch berdasarkan jumlah jenis dan kelimpahan pada setiap stasiun.
Tabel 3 Kelimpahan mikrofitoaufwuch (ind/m3) pada masing-masing Stasiun di perairan Danau Tempe
Stasiun Jumlah jenis Kelimpahan (sel/m3)
1 16 219 657 867
2 19 75 108 109
3 15 306 974 630
4 15 70 380 007
5 13 280 208 454
Nilai indeks keanekaragaman, keseragaman, dan dominansi (Tabel 4) dapat digunakan untuk menilai kestabilan komunitas suatu perairan. Secara
keseluruhan nilai indeks keanekaragaman (H‟) pada perairan Danau Tempe
berkisar antara 0,58-1,77 dan nilai indeks keseragaman (E) berkisar antara 0,23-0,65. Nilai indeks dominansi (C) tertinggi diperoleh pada Stasiun 5 sebesar 0,72. Visualisasi jenis-jenis mikrofitoaufwuch yang ditemukan selama penelitian terdapat pada Lampiran 6.
Tabel 4 Nilai indeks keanekaragaman (H‟), indeks keseragaman (E) dan indeks dominansi (C) mikrofitoaufwuch di Danau Tempe
Stasiun Keanekaragaman Keseragaman Dominansi
1 1,49 0,54 0,28
10
(i) (ii)
Gambar 4 Komposisi kelompok mikrozooaufwuch di Danau Tempe berdasarkan (i) jumlah jenis; (ii) kelimpahan (ind/m3)
Kelimpahan mikrozooaufwuch pada setiap stasiun selama pengamatan memiliki nilai berkisar antara 416 908–1 055 502 ind/m3. Kelimpahan terendah ditemukan pada Stasiun 5 sebesar 416 908 ind/m3 dan kelimpahan tertinggi ditemukan pada Stasiun 3 sebesar 1 055 502 ind/m3 (Tabel 5). Kelimpahan
mikrozooaufwuch secara keseluruhan lebih melimpah di Stasiun 2.
Tabel 5 Kelimpahan mikrozooaufwuch (ind/m3) pada masing-masing Stasiun di perairan Danau Tempe
Stasiun Jumlah Taksa Kelimpahan (ind/m3)
1 25 940 874
2 16 871 260
3 13 1 055 502
4 12 732 706
5 16 416 908
Nilai indeks keanekaragaman, keseragaman, dan dominansi (Tabel 6) dapat juga digunakan untuk menilai kestabilan komunitas suatu perairan. Secara
Tabel 6 Nilai indeks keanekaragaman (H‟), indeks keseragaman (E) dan indeks dominansi (C) mikrozooaufwuch di Danau Tempe
Stasiun Keanekaragaman Keseragaman Dominansi
1 2,33 0,72 0,15
Komunitas makrozooaufwuch pada ekosistem perairan Danau Tempe terdiri dari berbagai jenis populasi makrozooaufwuch. Hasil penelitian menggambarkan bahwa komposisi makrozooaufwuch berdasarkan jumlah jenis di perairan Danau Tempe terdiri dari empat kelompok yaitu Gastropoda (4 genera), Insekta (5 genera), Crustaceae (5 genera), larva (1 genus). Berdasarkan kelimpahan kelompok Crustaceae memiliki kelimpahan tertinggi yaitu sebesar 2 446 ind/m3. Jenis Crusteceae yang mendominasi yaiitu jenis Palaemonetes sp. Gambar 5 menyajikan komposisi makrozooaufwuch di perairan Danau Tempe.
(i) (ii)
Gambar 5 Komposisi kelompok makrozooaufwuch di Danau Tempe berdasarkan (i) jumlah jenis; (ii) kelimpahan (ind/m3)
Kelimpahan makrozooaufwuch di setiap Stasiun selama pengamatan memiliki nilai berkisar antara 195-970 ind/m3. Kelimpahan terendah ditemukan pada Stasiun 2 sebesar 195 ind/m3 dan kelimpahan tertinggi ditemukan pada Stasiun 3 sebesar 970 ind/m3 (Tabel 7). Kelimpahan makrozooaufwuch secara keseluruhan lebih melimpah di Stasiun 3. Tingginya kelimpahan
makrozooaufwuch di Stasiun 3 diduga berkaitan dengan faktor lingkungan yang
12
Tabel 7. Kelimpahan makrozooaufwuch makro (ind/m3) pada masing-masing Stasiun di perairan Danau Tempe
Stasiun Jumlah Taksa Kelimpahan (ind/m3)
1 11 492
2 9 195
3 12 970
4 9 531
5 7 524
Nilai indeks keanekaragaman, keseragaman, dan dominansi (Tabel 8) dapat juga digunakan untuk menilai kestabilan komunitas suatu perairan. Secara
keseluruhan nilai indeks keanekaragaman (H‟) pada perairan Danau Tempe
berkisar antara 1,34-2,03 dan nilai indeks keseragaman (E) berkisar antara 0,63-0,93. Nilai indeks dominansi (C) tertinggi diperoleh pada Stasiun 5 sebesar 0,35. Visualisasi jenis-jenis makrozooaufwuch yang ditemukan selama penelitian terdapat pada Lampiran 8.
Tabel 8 Nilai indeks keanekaragaman (H‟), indeks keseragaman (E) dan indeks dominansi (C) makrozooaufwuch di Danau Tempe
Stasiun Keanekaragaman Keseragaman Dominansi
1 1,75 0,73 0,23
2 2,03 0,93 0,14
3 1,56 0,63 0,27
4 1,49 0,68 0,26
5 1,34 0,69 0,35
Distribusi spasial aufwuch (Mikrofitoaufwuch, Mikrozooaufwuch,
Makrozooaufwuch) diilustrasikan melalui dendrogram. Dendrogram
pengelompokan stasiun berdasarkan kelimpahan aufwuch (ind/m3) dan kualitas perairan disajikan pada Gambar 6. Berdasarkan dendrogram diketahui bahwa komunitas aufwuch terdistribusi di dua kelompok lokasi, yaitu lokasi 1 (Stasiun 1, 3, 4) dan lokasi 2 (Stasiun 2, 5)
5
Gambar 6 Dendogram pengelompokan Stasiun di Danau Tempe berdasarkan kelimpahan aufwuch
14
Hasil regresi berganda digunakan untuk melihat pengaruh beberapa parameter fisika, kimia, dan biologi terhadap kelimpahan mikrofitoaufwuch (Y1) maupun mikrozooaufwuch (Y2), serta parameter fisika, kimia, dan biologi terhadap kelimpahan makrozooaufwuch (Y3). Persamaan regresi kelimpahan aufwuch menggunakan beberapa variabel bebas, yaitu suhu (X1), pH (X2), DO (X3), amonia (X4), ortofosfat (X5), anorganik nitrogen (X6), mikrofitoaufwuch (X7), mikrozooaufwuch (X8) (Lampiran 9,10,11). Berikut rumus yang didapatkan: Ln Y1 = -26,5086 + 18,93364 Ln X1 – 9,80352 Ln X2 – 24,4547 Ln X5 +
Komposisi jenis mikrofitoaufwuch dari kelompok Chlorophyceae mendominasi dibandingkan kelompok lainnya dengan presentase 41%. Kelimpahan dari masing-masing jenis mikrofitoaufwuch, jenis Bacillariophyceae memiliki kelimpahan tertinggi yaitu sebesar 399 355 994 ind/m3. Jenis Bacillariophyceae yang paling banyak didapatkan adalah jenis Melosira sp. Tingginya kelimpahan Bacillariophyceae diduga karena faktor lingkungan yang mendukung seperti pH dan suhu. pH perairan yang diperoleh rata-rata 7,6 (netral) dan suhu sekitar 30,4-36°C. Menurut Sachlan (1972) Bacillarophyceae dapat tumbuh dengan baik terhadap perairan dengan pH netral dan suhu optimum berkisar 18-30°C. Di samping itu, Bacillariophyceae juga banyak dijumpai di lapisan permukaan perairan. Oleh karena pengambilan contoh aufwuch juga dilakukan pada bagian permukaan air, banyak diperoleh Bacillariophyceae. Selain itu juga pada komunitas mikrofitoaufwuch ditemukan Merismopedia sp. dan Oscillatoria sp. dari kelas Cyanophyceae. Menurut Ganai et al, (2013), keberadaan Merismopedia sp. dan Oscillatoria sp. menunjukkan bahwa suatu perairan eutrofik.
Mikrofitoaufwuch sendiri memiliki fungsi sebagai pembentuk bahan
organik dan penghasil oksigen terbesar di perairan melalui proses fotosintesis sebesar 90-95% (Schimittou 1991). Organisme ini mampu berkembang dengan baik pada perairan yang relatif tenang seperti: waduk, danau, dan kolam (Barnes 1978). Sebagai mata rantai makan pertama mikro aufwuch sangat menunjang kehidupan biota di suatu perairan (Odum 1971). Apabila keseimbangan struktur komunitas mikro aufwuch di suatu perairan terganggu maka akan berakibat menurunnya tingkat kesuburan bagi perairan tersebut, dalam hal ini sangat mempengaruhi kelangsungan hidup organisme yang ada di dalamnya.
Kelimpahan dari mikro aufwuch itu sendiri menggambarkan karakteristik umum dari suatu perairan waduk dan danau (Ryding dan Ryast, 1989). Mikro
aufwuch merupakan makanan alami larva organisme perairan, yang berperan
berperan sebagai organisme konsumen adalah mikrozooaufwuch, larva, ikan, udang, kepiting, dan organisme tingkat trofik yang lebih tinggi lainnya. Informasi mengenai keberadaan mikrofitoaufwuch didukung oleh keberadaan nutriennya dapat digunakan sebagai petunjuk tentang status trofik suatu perairan.
Komposisi jenis mikrozooaufwuch dari kelompok rotifera mendominasi dibandingkan kelompok lainnya dengan presentase 43%. Kelimpahan dari masing-masing jenis mikrozooaufwuch jenis rotifera memiliki kelimpahan tertinggi yaitu sebesar 1 571 511 ind/m3. Kelimpahan tertinggi pada
mikrozooaufwuch yaitu pada genus Vorticella sp. dari kelompok Protozoa.
Vorticella sp. merupakan organisme dari kelompok cilliata. Dominasi cilliata diduga ada hubungannya dengan bahan organik dalam air. Seperti yang dinyatakan Zajic (1971), bahwa cilliata tumbuh baik dalam perairan yang banyak mengandung bahan organik. Vorticella sp. merupakan indikator, bahwa pada perairan tersebut terjadi penguraian bahan organik. Selanjutnya dikatakan pula, meningkatnya populasi kelas cilliata akan cenderung diikuti oleh meningkatnya populasi kelas monogonata atau rotifera.
Mikrozooaufwuch didalam suatu ekosistem perairan merupakan mata rantai
yang penting bagi jaring makanan (food web) di perairan tersebut. Sebagai konsumen, mikrozooaufwuch ikut menggambarkan tingkat kesuburan suatu perairan. Selain jenis-jenis organisme tersebut di atas dijumpai pula larva chironomidae tetapi sangat jarang. Diduga bahwa larva chironomidae lebih senang hidup di dasar perairan.
Komposisi jenis makrozooaufwuch dari kelompok Insekta dan Crustaceae mendominasi dibandingkan kelompok lainnya dengan presentase 33%. Kelimpahan dari masing-masing jenis makrozooaufwuch diuraikan sebagai berikut. Crustaceae memiliki kelimpahan tertinggi yaitu sebesar 2 446 ind/m3. Jenis Crustaceae yang banyak ditemui adalah Palaemonetes sp.. Banyaknya Crustaceae yang didapat, diduga terjadi karena melimpahnya bahan makanan bagi Crustaceae tersebut sehingga dapat tumbuh subur. Seperti diketahui pada Danau Tempe produktivitas mikro aufwuch sangat tinggi, sehingga keadaan tersebut baik bagi jaring makanan (food web) pada trofik level lainnya, yaitu Crustaceae.
Sebagai bagian dari ekosistem perairan tawar, udang air tawar berperan dalam menjaga keseimbangan ekosistem dengan berfungsi dalam rantai makanan perairan (Wowor et al. 2009). Menurut Santoso (1993), banyaknya jumlah spesies dan individu yang diperoleh pada suatu habitat, menunjukkan bahwa kondisi lingkungan dan unsur hara mendukung untuk kehidupan spesies udang tersebut. Menurut Suwarni (1998), secara umum berdasarkan kelompok habitat, makanan utama ikan belosoh di Danau Tempe adalah alga dan crustaceae, disamping itu juga memakan protozoa, moluska, ikan, detritus, dan tumbuhan air. Hal ini berkaitan dengan ketersediaan makanan di alam.
Selain itu juga, pada pengambilan contoh makrozooaufwuch banyak terdapat jenis insekta yang terambil, seperti Chironomus, Buenoa, Helichus, dan laba-laba air. Diduga hal ini terjadi karena organisme jenis insekta juga memanfaatkan sumberdaya biologi di perairan untuk bahan makanannya, seperti
mikroaufwuch. Menurut Odum (1971), sebagian serangga pada ekosistem alami
16
Selain itu juga banyak terdapat gastropoda yang ditemukan pada pengambilan contoh makrozooaufwuch. Faktor lingkungan dapat mempengaruhi kehidupan makrozooaufwuch, khususnya pada kelompok gastropoda. Faktor lingkungan tersebut dapat berupa faktor fisika, kimia, dan biologi perairan. Banyaknya gastropoda yang didapat diduga dipengaruhi oleh pH perairan. Nilai pH rata-rata selama pengamatan adalah 7,6. Hal tersebut juga didukung dengan PP No. 82 Tahun 2001 yang menyebutkan bahwa pH perairan yang baik bagi perikanan adalah berkisar antara 6-9.
Nilai indeks keanekaragaman pada masing-masing kelompok aufwuch yang diperoleh cenderung bervariasi pada setiap stasiun. Nilai indeks keseragaman yang diperoleh menunjukkan bahwa kelompok mikrofitoaufwuch cenderung bervariasi pada masing-masing stasiun. Mikrofitoaufwuch pada Stasiun 1, 2, 4 cenderung seragam, yang dapat dilihat dari nilai indeks keseragaman yang lebih tinggi dibandingkan nilai indeks dominansinya, sedangkan pada Stasiun 3 dan 5 terdapat nilai indeks keseragaman yang lebih rendah dibandingkan dengan nilai indeks dominansi. Hal tersebut mengindikasikan adanya jenis yang mendominansi pada stasiun tersebut. Dominansi dari jenis mikroalgae tertentu berkaitan dengan struktur tubuh dan pola hidupnya (Madhav & Kondalarao, 2004). Berdasarkan hasil yang didapat, mikrofitoaufwuch di perairan Danau Tempe didominasi oleh diatom atau kelas Bacillariophyceae (42 %). Dominannya Bacillariophyceae dibandingkan dengan beberapa kelompok fitoplankton lainnya merupakan hal yang umum terjadi pada bagian perairan yang mengalami mixing dan perubahan perairan karena pasang surut secara terus menerus (Badylak & Phlips, 2004).
Nilai indeks keseragaman pada kelompok mikrozooaufwuch dan
makrozooaufwuch cenderung seragam pada setiap stasiun, sehingga dapat
dikatakan tidak ada dominansi jenis yang terjadi. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai indeks keseragaman yang lebih besar dari nilai indeks dominansi pada masing-masing stasiun.
Hasil penentuan indeks kesamaan stasiun pengamatan berdasarkan kelimpahan aufwuch menunjukkan adanya dua kelompok pada taraf kesamaan 86%. Kelompok pertama terdiri dari Stasiun 1, 3, dan 4, sedangkan kelompok kedua terdiri dari Stasiun 2 dan 5. Hasil penentuan indeks kesamaan stasiun pengamatan berdasarkan parameter fisika, dan kimia perairan menunjukkan adanya dua kelompok pada taraf kesamaan 95%. Kelompok pertama terdiri dari Stasiun 1, 2, 4, dan 5 sedangkan kelompok kedua hanya terdiri dari Stasiun 3. Kesamaan stasiun yang didapat, menggambarkan bahwa stasiun dalam masing-masing kelompok memiliki karakteristik yang sama. Secara umum pada penglompokkan berdasarkan kelimpahan aufwuch maupun berdasarkan parameter fisika-kimia perairan Stasiun 2 memiliki kemiripan karakteristik dengan Stasiun 5, dan Stasiun 1, 3, dan 4 juga relatif memiliki kemiripan karakteristik pada penglompokkan berdasarkan kelimpahan aufwuch maupun berdasarkan parameter fisika-kimia perairan.
parameter mikrofitoaufwuch. Berikutnya, kelimpahan makrozooaufwuch berkaitan dengan parameter seperti pH, DO, amonia, mikrofitoaufwuch dan
Mikrozooaufwuch.
Distribusi aufwuch berkaitan dengan parameter fisika dan kimia perairan Danau Tempe. Parameter fisika dan kimia perairan merupakan faktor abiotik dalam ekosistem yang berperan bagi keberlangsungan hidup organisme perairan. Menurut Giripunje et al, (2013), faktor-faktor seperti musim, periode sinar matahari, pola angin, kedalaman danau, suhu, pH, kekeruhan, oksigen terlarut, pengayaan nutrisi, seperti klorida terlarut, fosfat, dan karbon organik mempengaruhi keberadaan mikrofitoaufwuch di danau air tawar. Selain itu juga fitur DAS, penggunaan lahan, serta fitur biogeokimia, tanah, atau sedimen juga mempengaruhi ekologi mikrofitoaufwuch. Kelimpahan mikro dan makro
zooaufwuch bergantung erat dengan kelimpahan mikrofitoaufwuch yang menjadi
bahan makannannya selain parameter yang lain.
Pada Danau Tempe kisaran suhu yang didapatkan berkisar antara 30,4-36°C. Suhu yang didapatkan di Danau Tempe cenderung tinggi yang mungkin disebabkan oleh lokasi Danau Tempe yang berada di lintang garis khatulistiwa sehingga panas yang didapat lebih tinggi dibanding lokasi lainnya, serta diduga karena pengukuran dilakukan lebih siang. Suhu terendah ditemukan pada Stasiun 2 dan 4, diduga suhu tersebut rendah karena lokasi pengambilan contoh tertutup padatnya tumbuhan air sehingga sinar matahari tidak banyak masuk ke permukaan perairan. Selanjutnya suhu tertinggi pada Stasiun 3 diduga terjadi karena lokasi pengambilan contoh memiliki penutupan tumbuhan air yang rendah sehingga sinar matahari sepenuhnya masuk ke permukaan peraiaran. Effendi (2003) menyatakan bahwa cahaya matahari yang masuk ke perairan akan mengalami penyerapan dan perubahan menjadi energi panas sehingga mempengaruhi suhu. Proses penyerapan cahaya ini berlangsung secara intensif pada lapisan atas sehingga lapisan atas perairan memiliki suhu yang lebih tinggi (lebih panas) dan densitas lebih kecil daripada lapisan bawah.
Kedalaman pada Danau Tempe cenderung bervariasi yaitu berkisar antara 40-145 cm, kedalaman terdangkal ditemukan pada Stasiun 3 dan 4 yaitu 40 cm, sedangkan kedalaman terdalam ditemukan pada Stasiun 5 yaitu 145 cm. Rendahnya kedalaman Danau Tempe yang didapatkan dibandingkan data sekunder yang ada diakibatkan masalah sedimentasi yang terjadi sudah parah.
Kecerahan pada Danau Tempe berkisar antara 15-60,7 cm. Kecerahan terendah didapatkan pada Stasiun 3 sebesar 15 cm diduga karena tingginya kekeruhan akibat banyaknya sedimen yang teraduk oleh arus perairan, kecerahan tertinggi yaitu didapatkan pada Stasiun 1 sebesar 60,7 cm. Rendahnya kecerahan di perairan Danau Tempe diduga akibat masukan air hujan yang membawa limpasan pertanian dan erosi tanah, serta gelombang arus yang terjadi di danau itu sendiri. gelombang arus ke dalam danau menjadi fakktor pembatas keberadaan plankton. Selanjutnya masukan limpasan pertanian akan membawa bahan organik yang dapat meningkatkan kelimpahan fitoplankton di Danau Tempe (Giripunje 2013).
18
Kandungan DO yang terdapat pada titik pengambilan contoh juga bervariasi yaitu berkisar antara 2,9-16,9 mg/L. Kandungan DO terendah ditemukan pada Stasiun 2, sedangkan kandungan DO tertinggi ditemukan pada Stasiun 3. Kandungan DO yang tinggi diduga disebabkan oleh besarnya difusi yang terjadi, banyaknya cahaya matahari yang masuk, serta banyaknya perifiton yang menempel pada tumbuhan air di Stasiun tersebut. Nilai rata-rata DO demikian menunjukkan bahwa kandungan oksigen terlarut (DO) di Danau Tempe cukup untuk perkembangbiakkan organisme akuatik.
Kandungan amonium yang terdapat pada Stasiun pengamatan berbeda-beda yaitu berkisar antara 0,005-0,013 mg/L, kandungan terendah ditemukan pada Stasiun 2,4,5 sedangkan kandungan amonium tertinggi ditemukan pada Stasiun 1. Kandungan amonia berkisar antara 0,0002-0,2912 mg/L, kandungan terendah ditemukan pada Stasiun 3 sedangkan kandungan tertinggi ditemukan pada Stasiun 5. Amonium bersifat tidak toksik (innocuous). Namun, pada suasana alkalis (pH tinggi) lebih banyak ditemukan amonia yang tak terionisasi (unionized) dan bersifat toksik. Amonia tak terionisasi ini lebih mudah terserap ke dalam tubuh organisme akuatik dibandingkan dengan amonium (Tebbut 1992). Kandungan amonia yang terdapat pada stasiun pengamatan berbeda-beda yaitu berkisar antara 0,0002-0,2912 mg/L. Kandungan terendah ditemukan pada Stasiun 3 sedangkan kandungan tertinggi ditemukan pada Stasiun 5.
Kandungan nitrat yang terdapat pada stasiun pengamatan berbeda-beda yaitu berkisar antara 0,58-0,91 mg/L. Kandungan terendah ditemukan pada Stasiun 1 sedangkan kandungan tertinggi ditemukan pada Stasiun 3. Senyawa nitrat adalah senyawa yang relatif tidak beracun, sehingga merupakan senyawa yang penting dalam pertumbuhan biota akuatik.
Kandungan nitrit yang terdapat pada Stasiun pengamatan berbeda-beda yaitu berkisar antara 0,004-0,012 mg/L. Kandungan terendah ditemukan pada Stasiun 5 sedangkan kandungan nitrit tertinggi ditemukan pada Stasiun 4. Senyawa nitrit adalah senyawa yang relatif beracun bila konsentrasi di perairan melebihi 0,02 mg/L.
Kandungan ortofosfat yang terdapat pada Stasiun pengamatan berbeda-beda yaitu berkisar antara 0,0429-0,1325. Kandungan terendah ditemukan pada Stasiun 1 sedangkan kandungan tertinggi ditemukan pada Stasiun 5. Ortofosfat merupakan bentuk fosfor yang dapat dimanfaatkan secara langsung oleh tumbuhan akuatik.
KESIMPULAN
Terdapat tiga komunitas aufwuch yang berasosiasi dengan tumbuhan air (eceng gondok, kangkung air, dan rumput) di Danau Tempe, yaitu
mikrofitoaufwuch, mikrozooaufwuch, dan makrozooaufwuch. Komunitas
mikrofitoaufwuch didomnasi oleh Melosira sp (Bacilariophyceae). Komunitas
mikrozooaufwuch didominasi Vorticella sp (Protozoa). Komunitas
makrozooaufwuch didominasi oleh Palaemonetes sp (Crustaceae). Parameter
DAFTAR PUSTAKA
Badylak S, Philips ES. 2004. Spatial and temporal patterns of phytoplankton composition in a subtropical coastal lagoon, the Indian River Lagoon, Florida, USA. Journal of PlanktonResearch. 26(10): 1229 1247.
Barnes,R.S.K.1978.Estuarine Biology.London: The Institute of Biology‟s Studies in Biology Edward Arnold (Publisher).
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air: bagi pengelola sumberdaya dan
lingkungan perairan. Yogyakarta (ID): Kanisius.
Ganai AH, Parveen S. 2013. Effect of physico-chemical conditions on the structure and composition of the phytoplankton community in Wular Lake at Lankrishipora, Kashmir. Academic Journals. Vol 6(1): 71-84. DOI: 10.5897/IJBC2013.0597.
Giripunje MD, Fulke AB, Khairnar K, Meshram PU, Paunikar WN. 2013. A review of phytoplankton ecology in freshwater lakes of india. ARLG. Vol 7(2): 127-141. DOI: 10.5897/IJBC2013.0597.
Hickling CF. 1961. Tropical Inland Fisheries. London and Southampton (GB). The Camelot Press.
Krebs CJ. 1972. Ecology; The Experimnetal Analysis of Distribution and
Abundance. London (GB): Harver and Row Publisher.
Lauff GH. 1960. The Significance of Periphyton on Natural and Artificial
Malaysia and Singapore. Selangor (MY): Universiti Pertanian Malaysia.
Mizuno T. 1979. Illustration of The FreshWater Plankton. Osaka (JP): Hoikusha Publishing Co. Ltd. Japan.
Nybakken JW. 1988. Biologi Laut. Suatu Pendekatan Ekologis. Jakarta (ID): PT Gramedia.
Odum EP. 1971. Dasar-Dasar Ekolog Ed ke-3. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press.
Odum FP. 1993. Dasar-Dasar ekologi. Samingan T, penerjemah; Srigandono B, editor. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press. Terjemahan dari: Fundamental of Ecology 3rd ed.
Pennak RW. 1978. Fresh-Water Invertebrates of the United States, Second
Edition. New York (US): University of Colorado.
__________. 1964. Collegiate Dictionary of Zoology. New York (US): The Ronald Press Company.
20
Rice EW, Baird RB, Eaton AD, Clesceri LS. 2012. APHA (American Public Health Association): Standard Method for The Examination of Water and
Wastewater 22th ed. Washington DC (US): AWWA (American Water
Works Association) and WEF (Water Environment Federation).
Ryding SOP, Rast W. 1989. The control Eutrophication lakes and reservoir; Man
and the Biosphere series, Vol I. The Parthenon Publishing Group.
Sachlan M. 1972. Planktonologi. Jakarta (ID): Direktorat Jendral Perikanan. Santoso B. 1993. Petunjuk Praktis Ikan Mas. Yogyakarta (ID): Kanisius
Schimittou. 1991. Petunjuk Teknik Budidaya Ikan KJA. Jakarta (ID): Indonesia Fisheries Information System
Suwarni. 1998. Hubungan Kelompok Panjang Ikan Belosoh (Glossogobius giuris) dengan Karakteristik Habitat di Danau Tempe, Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan. [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Tebbutt THY. 1992. Principles of Water Quality Control 4th ed. Oxford (GB): Pergamon Press.
Wowor D, Muthu V, Meier R, Balke M, Cai Y, Ng PKL. 2009. Evolution of life hystory traits in asian freshwater prawns of genus Macrobrachium (Custacea: Decapoda: Palaemonidae) based on multilocus molecular phylogenetic analysis. Mol Phylogenetic and Evol 52: 340-350.
Young OA. 1945. A Limnological Investigation of Peryphyton in Douglas Lake.
Michigan. Tran. Amer. Mic. Soc. 64:1-20.
LAMPIRAN
22
Lampiran 2 Substrat Tumbuhan Air
Eceng Gondok (Eichhornia crassipes)
Kangkung Air (Ipomoea aquatica)
Lampiran 3 Jenis-jenis Mikrofitoaufwuch dominan yang ditemukan.
Melosira sp. Pediastrum sp. Navicula sp.
Anabaena sp. Closterium sp. Gomphonema sp.
Lampiran 4 Jenis-jenis Mikrozooaufwuch dominan yang ditemukan.
Trichocerca sp. Brachionus sp. Cyclops sp.
Monostyla sp. Vorticella sp. Nauplius (stadia)
24
Lampiran 5 Jenis-jenis Makrozooaufwuch yang ditemukan
Palaemonetes sp. Buenoa sp. Brotia sp.
Helichus sp. Chironomus sp. Laba-laba air
Lampiran 6 Kelimpahan Mikrofitoaufwuch di Danau Tempe
ORGANISME STASIUN
1 2 3 4 5
Cyanophyceae
Anabaena sp. 86.137.640 6.996.847 164.272.020 14.010.852 4.792.897
Merismopedia sp. 3.755.260 140.685 345.879 241.566 549.015
Nodularia sp. 137.254
Croococcus sp. 113.234
Nostoc sp. 338.559
Chlorophyceae
Closterium sp. 48.796.643 989.599 2.774.239 15.000.908 1.921.551
Pediastrum sp. 13.242.231 25.091.338 89.711.724 22.853.646 35.024.384
Tetraedron sp. 2.515.859 314.654 1.066.118 700.909 35.000
Navicula sp. 4.218.605 2.982.693 1.478.565 6.414.320 1.753.072
Melosira sp. 58.540.050 25.786.528 42.814.901 6.551.574 235.159.407
Nitzschia sp. 617.641 122.156 584.014
Gomphonema sp. 580.583 2.028.609 3.075.854 3.219.055 387.742
Synedra sp. 24.706
Asterionella sp. 24.706
Fragilaria sp. 2.878.209 72.744
Achnantes sp. 40.261
Euglenophyceae
Trachelomonas sp. 4.804 27.451
Phacus sp. 85.440 131.763
Chrysophyceae
26
Lampiran 7 Kelimpahan Mikrozooaufwuch di Danau Tempe
ORGANISME STASIUN
Acanthocyclops sp. 2.402 4.289
Nauplius sp. 162.474 111.626 147.440 282.056 179.459
Lampiran 8 Kelimpahan Makrozooaufwuch di Danau Tempe
ORGANISME STASIUN
1 2 3 4 5
GASTROPODA
Bellamya 7 11 7 9
Helicorbis 11 25 4 5 25
Lestes 4
Brotia 2
INSEKTA
Chironomus 21 25 28 7
Buenoa 14 11 5
Helichus 4
pupa chironomid 11 4 11
laba-laba air 4
CRUSTACEA
Caridina 149 35 209 134 92
Pseudatya 21 35
Palaemonetes 166 32 343 156 276
Atya 71 39 294 172 99
Macrobrachium 25 14 25 45 14
28
Lampiran 9 Hasil regresi berganda Mikrofitoaufwuch
SUMMARY OUTPUT
Regression 4 6,477556 1,619389 5,132243 0,169668
Residual 2 0,631065 0,315532
Intercept -26,5086 13,60775 -1,94805 0,19076 -85,0581 32,04078 -85,0581 32,04078
X Variable 1 18,93364 4,3918 4,311136 0,049818 0,037255 37,83003 0,037255 37,83003 X Variable 2 -9,80352 3,270804 -2,99728 0,095615 -23,8767 4,269614 -23,8767 4,269614 X Variable 3 -24,4547 13,5912 -1,7993 0,213782 -82,9329 34,02351 -82,9329 34,02351
X Variable 4 7,216279 5,616451 1,284847 0,327557 -16,9494 31,38192 -16,9494 31,38192
Lampiran 10 Hasil regresi berganda Mikrozooaufwuch
SUMMARY OUTPUT
Regression Statistics
Multiple R 0,641739
R Square 0,411829
Adjusted R Square 0,264786
Standard Error 0,964278
Observations 6
ANOVA
df SS MS F Significance F
Regression 1 2,60422 2,60422 2,800744 0,169535
Residual 4 3,719326 0,929831
Total 5 6,323546
Coefficients Standard Error t Stat P-value Lower 95% Upper 95% Lower 95,0% Upper 95,0%
Intercept 23,34401 6,208873 3,759783 0,019779 6,105417 40,58261 6,105417 40,58261
X Variable 1 -0,56585 0,338112 -1,67354 0,169535 -1,5046 0,372905 -1,5046 0,372905
30
Lampiran 11 Hasil regresi berganda Makrozooaufwuch
SUMMARY OUTPUT
Regression Statistics
Multiple R 0,999774
R Square 0,999548
Adjusted R Square 0,99729
Standard Error 0,073054
Observations 7
ANOVA
df SS MS F Significance F
Regression 5 11,81085 2,362169 442,6150678 0,036070701
Residual 1 0,005337 0,005337
Total 6 11,81618
Coefficients Standard Error t Stat P-value Lower 95% Upper 95% Lower 95,0% Upper 95,0%
Intercept -93,4846 2,390233 -39,1111 0,016273676 -123,8553873 -63,1138 -123,855 -63,1138
X Variable 1 34,05507 0,769216 44,27242 0,014377156 24,2812512 43,82889 24,28125 43,82889
X Variable 2 -4,48863 0,118692 -37,8174 0,016830132 -5,996759753 -2,9805 -5,99676 -2,9805
X Variable 3 45,44704 0,989412 45,93337 0,013857447 32,87536837 58,01872 32,87537 58,01872
X Variable 4 0,376848 0,031698 11,88885 0,053421877 -0,025908151 0,779605 -0,02591 0,779605
X Variable 5 1,505424 0,052955 28,42847 0,022384508 0,832569669 2,178279 0,83257 2,178279