• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penggunaan ARCH/GARCH dalam Penanganan Heteroskedastisitas Ragam Sisaan (Studi Kasus: Curah Hujan Bulanan Stasiun Kalijati)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penggunaan ARCH/GARCH dalam Penanganan Heteroskedastisitas Ragam Sisaan (Studi Kasus: Curah Hujan Bulanan Stasiun Kalijati)"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

PENGGUNAAN ARCH/GARCH DALAM PENANGANAN

HETEROSKEDASTISITAS RAGAM SISAAN

(Studi Kasus: Curah Hujan Bulanan Stasiun Kalijati)

SITI HASANAH

DEPARTEMEN STATISTIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penggunaan ARCH/GARCH dalam Penanganan Heteroskedastisitas Ragam Sisaan (Studi Kasus: Curah Hujan Bulanan Stasiun Kalijati) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

SITI HASANAH. Penggunaan ARCH/GARCH dalam Penanganan Heteroskedastisitas Ragam Sisaan (Studi Kasus: Curah Hujan Bulanan Stasiun Kalijati). Dibimbing oleh ANANG KURNIA dan DIAN KUSUMANINGRUM.

Pencatatan curah hujan yang telah dilakukan oleh BMKG termasuk dalam data deret waktu karena data diamati berdasarkan interval waktu yang sama. Permasalahan seperti korelasi serial, ketidakstasioneran pada data baik dalam ragam dan nilai tengah, serta adanya heteroskedastisitas sisaan dari model ARIMA sering ditemukan terutama pada data curah hujan yang sangat fluktuatif. Ketidakstasioneran dalam ragam mengakibatkan terjadinya heteroskedastisitas ragam sisaan pada model ARIMA sehingga diperlukan model ARCH/GARCH yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah tersebut. Data curah hujan bulanan Kabupaten Subang pada Stasiun Kalijati dari tahun 1991 hingga 2012 adalah data yang tidak stasioner dalam ragam. Oleh karena itu penelitian ini menggunakan metode ARCH/GARCH untuk menangani heteroskedastisitas ragam sisaan yang terdapat pada model ARIMA dari data tersebut. Pemodelan ragam sisaan dengan ARCH/GARCH menghasilkan nilai MAD yang lebih kecil dibandingkan dengan pemodelan ARIMA. ARIMA (0,1,1) x (0,1,1)12 – GARCH (1,1) adalah model simultan terbaik yang tidak mengandung heteroskedastisitas pada ragam sisaannya. Peramalan dengan model ARIMA (0,1,1) x (0,1,1)12 – GARCH (1,1) menunjukkan rata-rata curah hujan per bulan untuk tahun 2013 adalah 279 mm dengan puncak curah hujan tertinggi terdapat pada bulan Januari 2013 sebesar 454 mm.

(5)

ABSTRACT

SITI HASANAH. The use of ARCH/GARCH to Handle Heteroscedasticity in the Residual Variance (Case Study: Monthly Rainfall of Kalijati Station). Supervised by ANANG KURNIA and DIAN KUSUMANINGRUM.

Rainfall data collected by BMKG are classified as time series data because the data is observed in the same time interval. Some problems such as serial correlation, nonstationarity in variance and mean of the data, and heteroscedasticity in the residual of the ARIMA model are frequently found particularly in the fluctuated rainfall data. The nonstationarity of variance can cause variance heteroscedasticity in ARIMA model, therefore a more sufficient ARCH/GARCH model is needed to overcome this problem. The variance of the monthly rainfall data in Kalijati Station from 1991 to 2012 was not stationary. Therefore this study used ARCH/GARCH method to handle heteroscedasticity problem which was found in ARIMA model of the rainfall data. Modeling the residual variance using ARCH/GARCH method obtained a smaller MAD value than ARIMA modeling. ARIMA (0,1,1) x (0,1,1)12 – GARCH (1,1) was the best simultaneous model which did not contain heteroscedasticity in the residual variance. The ARIMA (0,1,1) x (0,1,1)12 – GARCH (1,1) model forecasted that the monthly rainfall average in 2013 year was 279 mm with the highest monthly rainfall occuring on January 2013, which was 454 mm.

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Statistika

pada

Departemen Statistika

PENGGUNAAN ARCH/GARCH DALAM PENANGANAN

HETEROSKEDASTISITAS RAGAM SISAAN

(Studi Kasus: Curah Hujan Bulanan Stasiun Kalijati)

DEPARTEMEN STATISTIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014

(8)
(9)

Judul Skripsi : Penggunaan ARCH/GARCH dalam Penanganan Heteroskedastisitas Ragam Sisaan (Studi Kasus: Curah Hujan Bulanan Stasiun Kalijati) Nama : Siti Hasanah

NIM : G14100015

Disetujui oleh

Dr. Anang Kurnia, MSi Pembimbing I

Dian Kusumaningrum, MSi Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr. Anang Kurnia, MSi Ketua Departemen Statistika

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga Tugas Akhir ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam Tugas Akhir ialah Penggunaan ARCH/GARCH dalam Penanganan Heteroskedastisitas Ragam Sisaan (Studi Kasus: Curah Hujan Bulanan Stasiun Kalijati).

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Anang Kurnia dan Ibu Dian Kusumaningrum selaku pembimbing. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada teman-teman yang telah membantu dalam penyelesaian tugas akhir ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Terima kasih kepada Statistika 47 atas kebersamaanya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

Peramalan Curah Hujan 2

Analisis Deret Waktu 4

ARIMA 4

Asumsi dalam ARIMA 5

ARCH / GARCH 6

Validasi Model 7

METODE 8

Data 8

Metode 8

HASIL DAN PEMBAHASAN 9

Eksplorasi Data 9

Pemodelan ARIMA 10

Pemodelan ARCH/GARCH 13

SIMPULAN DAN SARAN 15

Simpulan 15

Saran 16

DAFTAR PUSTAKA 16

LAMPIRAN 17

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Kelayakan model 12

Tabel 2 ARCH LM Test 13

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Rata-rata jumlah curah hujan bulanan tahun 1991-2012 9

Gambar 2 Fluktuasi curah hujan bulanan 10

Gambar 3 Plot deret waktu data curah hujan 11

Gambar 4 Plot ACF dan PACF 12

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Proses Pembentukan Model 17

Lampiran 2 Hasil Uji ADF 18

Lampiran 3 Signifikansi dugaan parameter model ARIMA 18 Lampiran 4 ACF dan PACF Sisaan ARIMA (0,1,1) x (0,1,1)12 18 Lampiran 5 Hasil estimasi dugaan parameter model GARCH 19

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pencatatan curah hujan yang dilakukan oleh BMKG termasuk dalam data deret waktu. Hal tersebut dikarenakan data curah hujan diamati berdasarkan interval waktu yang sama dan berurutan. Data curah hujan bulanan Kabupaten Subang yang tercatat pada Stasiun Kalijati ditandai oleh fluktuasi yang tinggi pada musim penghujan. Karakteristik lain dari data tersebut adalah terdapat perbedaan yang signifikan pada jumlah curah hujan antar musim. Fluktuasi ekstrim pada musim penghujan maupun kemarau dapat menyebabkan banjir maupun kekeringan. Informasi mengenai besarnya curah hujan diperlukan untuk mengantisipasi efek dari fluktuasi curah hujan tersebut. Oleh karena itu diperlukan suatu model curah hujan yang dapat memprediksi dan memberikan informasi mengenai besarnya curah hujan pada waktu yang akan datang.

Data curah hujan dapat dimodelkan dengan model AR, MA, maupun ARMA. Model tersebut dapat digunakan apabila data memenuhi asumsi kestasioneran dalam nilai tengah dan ragam. Data yang tidak memenuhi asumsi kestasioneran dalam nilai tengah dapat dimodelkan dengan model ARIMA. Model ARIMA menggunakan proses pembedaan pada data yang dapat menyebabkan data menjadi stasioner dalam nilai tengah. Kelemahan pemodelan ARIMA adalah terkadang tidak dapat mengakomodir adanya heteroskedastisitas sisaan yang ditandai dengan adanya ketidakstasioneran dalam ragam. Ketidakstasioneran ragam dapat menimbulkan adanya pelanggaran asumsi homoskedastisitas pada sisaan. Homoskedastisitas adalah suatu asumsi yang menggambarkan keadaan sisaan yang acak dan memiliki nilai ragam yang konstan, sedangkan heteroskedastisitas menunjukkan adanya ragam sisaan yang berubah-ubah seiring dengan bertambahnya amatan. Data curah hujan bulanan Stasiun Kalijati tahun 1991 hingga 2012 adalah data yang tidak stasioner dalam ragam sehingga jika dimodelkan dengan ARIMA mengakibatkan terjadinya heteroskedastisitas pada ragam sisaanya.

(14)

2

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Memodelkan data curah hujan bulanan Kabupaten Subang yang tercatat pada Stasiun Kalijati menggunakan ARCH/GARCH untuk mengatasi permasalahan data yang tidak stasioner dalam ragam dan mengalami heteroskedastisitas ragam sisaan pada model ARIMA.

2. Melakukan peramalan hingga satu tahun berikutnya yaitu pada tahun 2013.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat mengatasi adanya heteroskedastisitas ragam sisaan pada model ARIMA dari data curah hujan. Hasil dari pemodelan dapat digunakan oleh instansi untuk mengetahui pola dan besarnya curah hujan pada tahun berikutnya, sehingga efek dari fluktuasi ekstrim curah hujan yang dapat menyebabkan banjir atau kekeringan dapat diantisipasi.

TINJAUAN PUSTAKA

Peramalan Curah Hujan

Penelitian mengenai peramalan curah hujan sudah banyak dilakukan untuk berbagai kepentingan. Penggunaan metode tersebut disesuaikan dengan permasalahan yang sering muncul pada data curah hujan. Peramalan curah hujan untuk menganalisa periode banjir terdapat pada penelitian yang berjudul Aplikasi Change Point Analysis (CPA) pada Data Curah Hujan Harian (Tua 2014). Penelitian ini menggunakan CPA untuk memprediksi titik-titik ekstrim perubahan rata-rata curah hujan, kemudian pemodelan ARIMA digunakan untuk peramalan curah hujan tersebut. Kejadian banjir besar Jakarta pada tahun 1996, 1999, 2002, 2007, dan 2008 terdeteksi oleh analisis CPA namun peramalan dengan metode ARIMA belum memberikan hasil optimal. Hasil plot peramalan menunjukkan pola yang konstan oleh karena itu titik ekstrim perubahan curah hujan belum bisa diprediksi. Salah satu permasalahan yang sering muncul pada pemodelan data deret waktu terutama pada data curah hujan adalah adanya pelanggaran asumsi heteroskedastisitas pada ragam sisaan. Permasalahan ini dapat diatasi oleh pemodelan ragam sisaan ARCH/GARCH. Aulia (2012) mengaplikasikan metode tersebut pada penelitiannya yang berjudul Penerapan Model ARCH/GARCH pada Data Perubahan Curah Hujan Harian di Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat, Periode 2010-2011. Hasil penelitian tersebut menunjukkan AR(1) adalah model rataan terbaik namun bermasalah pada ragam sisaannya. AR(1)-GARCH(1,1) adalah model simultan terbaik yang tidak dipengaruhi lagi oleh komponen ARCH.

(15)

3 peramalan curah hujan dengan JST telah dilakukan oleh Sarwoko (2013). Penelitian tersebut berjudul Pemodelan Prediksi Total Hujan pada Musim Hujan Menggunakan Jaringan Saraf Tiruan dan Support Vector Regression. Kelebihan dari metode SVR adalah dapat mengatasi overfitting sehingga dapat menghasilkan kinerja yang baik. Hasil dari penelitian ini menunjukkan kinerja SVR lebih baik dibandingkan dengan kinerja JST dalam peramalan curah hujan.

Peramalan besarnya curah hujan dapat dipengaruhi oleh adanya peubah lain. VAR (Vector Autoregressive) adalah metode yang dapat digunakan untuk menentukan besarnya curah hujan karena adanya korelasi curah hujan antar stasiun dalam satu wilayah. Pengembangan metode VAR yaitu dengan penambahan peubah eksogen dinamakan metode VARX (Vector Autoregressive Exogenous). Peubah eksogen yang dipilih adalah peubah yang paling berpengaruh terhadap besarnya curah hujan. Penelitian mengenai VARX telah dilakukan Saputro (2012) pada peramalan curah hujan Kabupaten Indramayu.

Besarnya curah hujan dapat diketahui dari data empirik berdasarkan pengamatan dengan alat ukur hujan maupun dari data satelit. Data satelit dapat menjadi solusi disaat peneliti ingin memperoleh data curah hujan pada wilayah yang sangat luas dan tidak terjangkau oleh peralatan konvensional (Gunawan 2008). Warawati (2013) telah melakukan kajian peramalan curah hujan berbasis data satelit TRMM (Tropical Rainfall Measuring Mission). Metode prediksi curah hujan yang digunakan berbasis statistical downscalling yaitu Regresi Kuadrat Terkecil Parsial (RKTP), Regresi Kuadrat Terkecil Terboboti (RKTT), dan Regresi Komponen Utama (RKU). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kinerja RKU lebih baik dibandingkan metode RKTP dan RKTT dalam memprediksi besarnya curah hujan. Besarnya curah hujan sebagai peubah respon dapat dipengaruhi oleh banyak peubah prediktor. Kendala yang sering muncul disaat peubah prediktor lebih dari satu yaitu adanya multikolinearitas. Permasalahan multikolinearitas muncul ketika peubah prediktor saling berkorelasi. Projection Pursuit Regression (PPR) adalah salah satu metode yang dapat mengatasi multikolinearitas pada pemodelan curah hujan berbasis statistical downscalling. Wigena (2006) telah menerapkan metode PPR untuk peramalan curah hujan di daerah Indramayu. Hasil dari penelitian ini adalah peramalan curah hujan dengan metode PPR lebih baik dibandingkan dengan metode RKU.

(16)

4

Analisis Deret Waktu

Data deret waktu adalah rangkaian data berupa nilai pengamatan yang diukur selama kurun waktu tertentu dengan interval yang sama (Bowerman 1987). Suatu data deret waktu dapat dimodelkan oleh pemodelan sederhana jika terdapat kestasioneran nilai tengah dan ragam pada data tersebut. Namun kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa cukup sulit mendapatkan data yang stasioner dalam ragam maupun nilai tengah. Bila asumsi kestasioneran tidak terpenuhi maka data tersebut kurang tepat dimodelkan oleh pemodelan sederhana seperti AR, MA, maupun ARMA. Data deret waktu yang stasioner dapat diramalkan hanya dengan metode pemulusan sedangkan data yang tidak stasioner dimodelkan dengan metode yang lebih kompleks.

Pola data deret waktu dapat berupa trend, siklis, horisontal, dan musiman. Pola trend menunjukkan gerak data yang berkala pada waktu yang cukup panjang. Gerak siklis terjadi berulang namun tidak periodik di sekitar garis trend yang menunjukkan pola siklis. Bila data berfluktuasi di sekitar nilai tengah yang konstan maka data tersebut berpola horisontal. Pola musiman menunjukkan gerak yang lebih teratur dibanding pola siklis dan biasanya dipengaruhi oleh iklim dan kebiasaan. Faktor musiman ini dapat terjadi jika terdapat pola prilaku yang sama, berulang pada titik waktu tertentu (Cryer dan Chan 2008). Pola musiman ini dapat terlihat pada plot Autocorrelation Function (ACF) maupun Partial Autocorrelation Function (PACF) yang membentuk siklus pada data. Selain itu, ACF dan PACF dapat digunakan untuk mengidentifikasi model dari data deret waktu. ACF adalah sekumpulan nilai koefisien autokorelasi yang nilainya simetrik di sekitar nol (Montgomery 1990). Nilai koefisien autokorelasi ini mengukur asosiasi perubahan deret waktu dengan dirinya sendiri. Fungsi autokorelasi dapat dirumuskan sebagai berikut:

dengan rk adalah nilai autokorelasi pada lag ke-k, Yt adalah peubah bebas Y pada waktu ke-t, Ȳ adalah nilai rataan Y, n adalah banyaknya amatan, k adalah banyaknya lag yang diamati, dan t adalah waktu amatan (1,2,3,....n).

PACF dapat didefinisikan sebagai fungsi dari lag k dengan korelasi (Yt, Yt-k) setelah pengaruh Y1, Y2, Yk-1 ditiadakan (Cryer dan Chan 2008). ACF dan PACF dapat digunakan untuk mengidentifikasi model pada data deret waktu. Pemodelan data deret waktu dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok, yaitu pemodelan deret waktu untuk data yang stasioner dan tidak stasioner. Model Autoregressive AR(p), Moving Average MA(q), dan kombinasi keduanya, ARMA (p,q) dapat digunakan untuk memodelkan data deret waktu yang stasioner. Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA) adalah pemodelan untuk data deret waktu yang tidak stasioner dalam nilai tengah.

ARIMA

ARIMA menggunakan proses pembedaan agar data stasioner dalam nilai tengah. Model ARIMA terdiri atas gabungan model ARMA yang mengalami proses pembedaan sebagai berikut:

(17)

5 dengan Øp adalah parameter AR, Өq adalah parameter MA, d adalah lag pembedaan unsur reguler, B adalah Backshift operator, dan εt adalah komponen acak ke-t.

Suatu model ARIMA dapat dipengaruhi oleh efek musiman sehingga model yang terbentuk berpola musiman. Pola musiman akan memperlihatkan nilai ACF yang nyata pada lag ke-k, lag ke- k+c, lag ke-k+2c dan seterusnya. Perumusan model ARIMA musiman secara umum adalah sebagai berikut:

Øp (B)Φp (Bs) Yt = Өq (B)Θq(Bs) εt

proses pembedaan pada model menghasilkan persamaan sebagai berikut: Øp (B)Φp (Bs)(1-B)d (1-B)Ds Yt = Өq (B)Θq(Bs) εt

dengan s adalah periode musiman dan D adalah banyaknya pembedaan pada unsur musiman. Proses mendapatkan model umum sama dengan proses generalisasi rumus model ARIMA biasa.

Pemodelan dengan ARIMA disebut juga dengan pemodelan Box-Jenkins. Langkah pertama dalam pemodelan dengan Box-Jenkins adalah mengidentifikasi data melalui pola ACF dan PACF dari data lalu menentukan model tentatif. Model tentatif yang nyata selanjutnya dievaluasi autokorelasi dan sisaanya (Montgomery et al. 1990).

Asumsi dalam ARIMA

Data deret waktu dapat dimodelkan dengan pemodelan sederhana jika stasioner dalam ragam maupun nilai tengah. Suatu data dikatakan stasioner dalam nilai tengah apabila data berfluktuasi disekitar nilai tengah yang tetap dari waktu ke waktu (Harris dan Sollis 2003). Kestasioneran dalam nilai tengah dapat diuji menggunakan uji fomal yaitu uji ADF (Aughmented Dckey Fuller- test). Uji ADF adalah pengembangan dari uji DF untuk mendeteksi adanya ketidakstasioneran dalam nilai tengah. Perbedaan uji ADF dan uji DF adalah uji ADF memasukkan unsur lag yang tidak diketahui pada proses pembedaan sehingga spesifikasi sisaan lebih tepat (Harris dan Sollis 2003). Rumus umum uji ADF adalah sebagai beriut:

ΔYt= 1+ βt+αYt-1+αi∑ΔYt-1 p

-i=1

+εt

dengan ΔYt adalah Yt - Yt-1 , 1 β adalah Konstanta, α adalah Koefisien autoregressif, p adalah banyaknya lag autoregressif, dan εt adalah Komponen acak ke-t. Hipotesis nol dari uji ADF adalah adanya ketidakstasioneran pada data. Hipotesis nol ditolak saat statistik uji MacKinnon lebih kecil dari nilai kritis ADF. Kenormalan sisaan pada data deret waktu dapat dilihat secara deskriptif maupun dapat diuji secara formal. Secara deskriptif sisaan dapat diplotkan dengan histogram. Sisaan dikatakan menyebar normal jika bentuk histogram simetris atau mendekati simetris. Secara formal pengujian kenormalan sisaan dapat dilakukan dengan uji Jarque-Bera. Hipotesis nol dari uji Jarque-Bera adalah sisaan menyebar normal. Hipotesis nol akan ditolak jika statistik uji lebih besar dari nilai khi kuadrat pada alpha tertentu. Adapun statistik uji Jarque-Bera adalah sebagai berikut:

JB=n6(sβ+(k-γ)β

4 )

(18)

6

autokorelasi dapat dilihat dari grafik antara sisaan dengan waktu yang membentuk pola siklus. Selain itu, keberadaan autokorelasi dapat dideteksi oleh Uji LM. Rumus Uji LM adalah:

LM=nRβ

dengan n adalah banyaknya jumlah amatan dan � adalah koefisien determinasi dari regresi kuadrat sisaan dengan kuadrat sisaan sebelumnya. Uji ini sangat baik digunakan pada sampel dengan ukuran besar yaitu diatas 100 amatan.

Suatu model dikatakan layak untuk digunakan sebagai model peramalan jika memenuhi asumsi white noise. Asumsi ini menunjukkan model memiliki sisaan yang acak sehingga model layak digunakan. Uji Portmanteu digunakan untuk menguji asumsi white noise. Hipotesis nol dari uji ini adalah model telah white noise (Box et al. 2008). Uji Portmanteu dirumuskan sebagai berikut:

Q=n ∑rkβ K

k=1

dengan n adalah jumlah data setelah proses pembedaan, K adalah banyaknya lag dan rk adalah autokorelasi pada lag ke-k. Hipotesis nol ditolak ketika Q > χβ(K-p-q).

ARCH / GARCH

Data yang tidak stasioner dalam ragam dan dimodelkan oleh ARIMA sehingga melanggar asumsi heteroskedastisitas sisaan dapat diatasi oleh pemodelan ragam sisaan ARCH/GARCH. Model ARCH diperkenalkan oleh Engle pada tahun 1982. Kelebihan dari metode ARCH (Autoregressive conditional heteroscedastic) adalah dapat memodelkan ragam sisaan yang tidak konstan. Model umum ARCH maupun GARCH sama, yaitu :

εt =vt tβ

vt adalah white noise yang memiliki rataan nol dan ragam satu. Ragam sisaan pada

metode ARCH terdiri atas komponen ragam tetap dan ragam yang bergantung pada volatilitas periode sebelumnya (Harris dan Sollis 2003). Sebagai contoh, suatu proses AR dengan model ARCH dirumuskan sebagai berikut:

Yt= ∑ØiYt-i+εt

Secara umum model ARCH(q) yang memiliki lag sampai q yaitu:

t

β= β+

1 εt-1β + β εt-ββ +…+ q εt-qβ

dengan � adalah ragam kondisional pada waktu ke-t, � adalah ragam tetap, dan

�� adalah konstanta ARCH lag ke-i. Efek ARCH ini dapat diuji dengan ARCH LM

test. Hipotesis nol dari uji ini adalah tidak ada efek ARCH pada sisaan sampai ordo ke- k (Harris dan Sollis 2003).

(19)

7 parameter dengan presisi tepat. Oleh karena itu Bollerslev (1986) memperkenalkan metode General Autoregressive Heteroscedasticity (GARCH) yang terdiri atas komponen ragam tetap, suku ARCH, dan suku GARCH. Model GARCH (p,q)

data dengan ordo ARCH yang tinggi sehingga pendugaan parameter lebih efisien. Kelebihan dari metode ARCH/GARH adalah metode ini mampu mengatasi fenomena volatility clustering sehingga menjadikan peramalan lebih realistis (Gujarati 2004). Volatility clustering menandakan data sangat fluktuatif, perubahan pada data cenderung menggerombol. Perubahan besar pada data ke-t akan diikuti oleh perubahan besar pada periode data berikutnya. Keunggulan lain dari metode ARCH/GARCH yaitu metode ini tidak menganggap heteroskedastisitas sisaan sebagai masalah namun justru mampu memodelkannya. Adanya heteroskedastisitas sisaan seperti yang diketahui, dapat menyebabkan pendugaan parameter menjadi tidak efisien.

Selain memiliki keunggulan, metode pemodelan ragam sisaan ARCH/GARCH juga memiliki beberapa kelemahan. Metode ini hanya mampu menghitung efek sisaan yang simetri. Artinya sisaan yang positif maupun negatif dianggap sama pengaruhnya terhadap volatilitas data. Kelemahan lainnya yaitu bentuk sebaran sisaan dari model tidak terlalu simetri dan akan sedikit menyimpang dari sebaran normal. Menurut Lo (2003), data yang dipengaruhi oleh komponen ARCH/GARCH akan memiliki keruncingan yang lebih dari tiga. Hal ini menandakan sisaan dari model akan bersifat fat tailed, bentuk sebaran dari sisaan memiliki ekor yang lebih panjang dari sebaran normal.

Validasi Model

Model terbaik adalah model yang memiliki dugaan parameter yang signifikan dan memenuhi asumsi white noise. Model tersebut selanjutnya dievaluasi nilai AICnya. Akaike’s Information Criterion (AIC) digunakan untuk pemilihan kriteria model. Kriteria ini memilih model yang meminimumkan nilai AIC (Montgomery et al. 1990). Model dikatakan baik jika memiliki nilai AIC yang kecil. Adapun rumus umum dari AIC adalah:

AIC= ln jumlah kuadrat sisaannn r

dengan r adalah jumlah total parameter dalam model.

Validasi model dilakukan untuk memberikan gambaran apakah model yang dibuat memang cukup baik dan dapat mewakili data aktual. Ukuran yang dapat dipakai dalam validasi model adalah MAD. Sebelum melakukan validasi model oleh MAD, model terlebih dahulu dilihat nilai AIC sebagai indikator pemilihan model yang baik. Model umum ARIMA yaitu,

(20)

8

sedangkan model umum ARCH/GARCH adalah εt =vt tβ . Nilai � didapatkan dari perumusan yang berbeda pada model ARCH dan GARCH. Maka Mean Absolute Deviation (MAD) dapat dirumuskan sebagai berikut:

MAD=∑nt=1|Ynt-Ŷt|

dengan � adalah nilai sebenarnya pada waktu ke-t, 9 adalah dugaan pada waktu ke-t, dan n adalah banyaknya amatan.

METODE

Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data curah hujan bulanan Kabupaten Subang yang tercatat pada Stasiun Kalijati dari tahun 1991 hingga tahun 2012. Data dibagi menjadi dua kelompok, yaitu data untuk pemodelan dari Januari 1991 hingga Desember 2010. Sisanya adalah data untuk validasi yang terdiri atas 24 amatan (bulan Januari 2011 hingga Desember 2012). Peramalan dilakukan untuk periode Januari 2013 hingga Desember 2013.

Metode

Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: 1. Melakukan eksplorasi data curah hujan

a. Pembedaan data jika tidak stasioner dalam rataan b. Transformasi data jika tidak stasioner dalam ragam 2. Melakukan pemodelan ARIMA

a. Mengidentifikasi model ARIMA dengan pola ACF dan PACF serta menentukan model tentatif.

b. Menduga parameter model sementara.

c. Mendiagnosa model dengan memeriksa signifikansi parameter dan pemenuhan asumsi white noise. Apabila model tidak memenuhi asumsi maka harus dilakukan overfitting atau kembali ke tahap identifikasi model. Model yang memenuhi asumsi white noise akan dievaluasi nilai AIC nya. Model yang dipilih adalah model dengan nilai AIC minimum.

d. Memeriksa keberadaan komponen ARCH pada model yang didapat. Jika terdapat komponen ARCH pada model maka dilanjutkan dengan langkah 3. Apabila model tidak dipengaruhi oleh komponen ARCH maka model yang didapatkan pada poin d adalah model terbaik.

3. Melakukan pemodelan ARCH/GARCH

a. Mengidentifikasi model ARCH. Ordo yang tinggi pada model ARCH dapat diatasi dengan model GARCH. Ordo ARCH terlihat dari banyaknya lag yang signifikan dipengaruhi komponen ARCH.

(21)

9

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

Cura

c. Mendiagnosa model apakah masih dipengaruhi keberadaan ARCH. Jika pengaruh ARCH masih ada, maka kembali ke langkah 3a. Jika sudah tidak ada pengaruh ARCH, maka hitung nilai AIC dari model. Model terbaik adalah model yang memiliki nilai AIC minimum.

4. Melakukan validasi model dan membandingkan nilai MAD model ARIMA dan ARIMA ARCH/GARCH.

5. Melakukan peramalan.

Diagram alir dari metode terdapat pada Lampiran 1.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Eksplorasi Data

Kabupaten Subang memiliki iklim hujan tropik yang ditandai dengan musim kemarau yang singkat. Musim kemarau jatuh pada bulan kering yaitu pada bulan Juli dan Agustus. Jumlah curah hujan pada bulan kering menunjukkan angka yang kurang dari 60 mm per bulan, sedangkan pada bulan basah jumlah curah hujan per bulan ditunjukkan oleh angka diatas 100 mm. Gambar 1 menunjukkan rata-rata jumlah curah hujan per bulan selama 22 tahun. Selama 22 tahun, rata-rata jumlah curah hujan yang tercatat pada Stasiun Kalijati didominasi oleh angka diatas 100 mm per bulan. Curah hujan tertinggi terdapat pada bulan Februari, kemudian diikuti oleh bulan Januari dan Maret. Hal ini disebabkan oleh adanya angin muson barat yang bersifat lembab dan basah. Angin muson barat yang bertiup pada bulan Oktober-April menyebabkan daerah-daerah di Indonesia mengalami musim penghujan. Fluktuasi ekstrim sering kali terjadi pada masa peralihan antar musim. Terdapat perbedaan jumlah curah hujan yang cukup tinggi antara bulan April dan bulan Juni. Begitu pula pada peralihan antara bulan Agustus dan Oktober, terdapat peningkatan curah hujan sebesar 220%.

(22)

10

jan feb mar apr mei jun jul agt sept okt nov des

T

Kabupaten Subang memiliki panjang waktu bulan basah yang lebih lama dari bulan kering, oleh karena itu rata-rata curah hujan per tahunnya berada di atas angka 1200 mm. Hanya pada tahun 2005 rata-rata curah hujan per tahun berada dibawah angka 1200 mm yaitu sebesar 1078 mm. Satu tahun sebelumnya, yaitu pada tahun 2004 curah hujan mengalami peningkatan ekstrim. Hal ini disebabkan terjadinya La Nina pada tahun 2004. La Nina mengakibatkan daerah-daerah di Indonesia mengalami peningkatan curah hujan. Secara umum curah hujan yang tercatat pada stasiun Kalijati memiliki pola pergerakkan yang sama. Pola pergerakkan curah hujan tahunan dapat dilihat pada Gambar 2. Tahun 1992 curah hujan mengalami peningkatan disetiap bulannya dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Begitu pula pada tahun 1997, 2005, dan 2007 curah hujan mengalami penurunan yang serempak disetiap bulannya. Pada tahun 1994 hingga tahun 2002 selalu terjadi penurunan curah hujan dari bulan Januari menuju bulan Februari kemudian akan meningkat kembali pada bulan Maret. Fenomena sebaliknya mulai terjadi pada tahun 2003. Keragaman curah hujan terbesar terdapat pada tahun 2004 dan bulan Februari adalah bulan basah dengan keragaman curah hujan tertinggi.

Gambar 2 Fluktuasi curah hujan bulanan

Pemodelan ARIMA

(23)

11 Plot deret waktu dapat dilihat pada Gambar 3 . Amatan dengan nilai curah hujan ekstrim terjadi pada bulan Februari tahun 2003 dan 2004, serta pada bulan Januari 2009. Secara grafik data curah hujan bulanan terlihat tidak stasioner. Pemeriksaan kestasioneran secara formal menggunakan uji ADF. Hasil uji ADF pada Lampiran 2 menunjukkan bahwa nilai-p sebesar 0.4881 yang lebih besar dari taraf nyata (α) 5%, hal ini menunjukkan bahwa data tidak stasioner. Proses pembedaan pada data dilakukan agar data menjadi stasioner. Data yang sudah dilakukan pembedaan sebanyak satu kali diuji kembali kestasionerannya dengan uji ADF dan hasilnya menunjukkan bahwa data sudah stasioner dengan nilai-p sebesar 0.000.

Gambar 3 Plot deret waktu data curah hujan

(24)

12

Gambar 4 Plot ACF dan PACF

Seluruh model tentatif selanjutnya diduga signifikansi parameternya. Ringkasan hasil pendugaan parameter model-model tentatif terdapat pada Lampiran 3. Seluruh dugaan parameter dari model tentatif memiliki nilai-p yang lebih kecil dari taraf nyata 5%, artinya seluruh model nyata. Tahap selanjutnya adalah pemilihan model dengan mendiagnosa model yang nyata. Proses diagnosa model meliputi pemeriksaan asumsi white noise dan kehomogenan ragam. Pemeriksaan asumsi kehomogenan ragam dilakukan melalui eksplorasi pola ACF dan PACF dari sisaan. Plot ACF dan PACF dari sisaan dapat dilihat pada Lampiran 4. Adanya beberapa lag yang nyata pada ACF dan PACF sisaan menunjukkan asumsi kehomogenan ragam terlanggar. Hal ini menandakan terjadi heteroskedastisitas pada sisaan.

Tabel 1 menunjukkan nilai AIC dan asumsi white noise bagi model. Model dikatakan memenuhi asumsi white noise jika nilai-p lebih besar dari taraf nyata 5%. Hanya satu model yang memenuhi asumsi white noise yaitu ARIMA (0,1,1) x (0,1,1)12. Asumsi white noise menunjukkan model memiliki sisaan yang acak dan model tersebut layak digunakan sebagai model untuk prediksi. Model yang dipilih adalah model yang memenuhi asumsi white noise dan memiliki nilai AIC yang paling kecil. Model ARIMA (0,1,1) x (0,1,1)12 adalah model terbaik meskipun tidak memenuhi asumsi kehomogenan ragam. Oleh karena itu pemodelan ragam sisaan menggunakan ARCH/GARCH perlu dilakukan untuk menangani ragam sisaan yang tidak homogen (mengalami heteroskedastisitas).

Tabel 1 Kelayakan model

(25)

13

Pemodelan ARCH / GARCH

Ketidakhomogenan ragam sisaan dari model ARIMA dapat diatasi oleh model ragam sisaan ARCH/GARCH. Model ragam sisaan ARCH/GARCH mampu mengatasi permasalahan heteroskedastisitas sisaan. Keberadaan komponen ARCH pada sisaan dapat dideteksi oleh uji ARCH LM. Hasil uji ARCH LM pada model rataan (model ARIMA) menunjukkan bahwa terdapat komponen ARCH pada sisaan. Hal ini ditunjukkan oleh nilai-p yang kurang dari taraf nyata 5%. Tabel 2 memperlihatkan terdapat 5 lag yang dipengaruhi oleh komponen ARCH. Artinya terdapat 5 koefisien ARCH yang harus diduga nilainya. Banyaknya komponen ARCH yang terdeteksi menyebabkan model menjadi tidak efisien karena banyak parameter yang harus diduga nilainya.

Tabel 2 ARCH LM Test

Ketidakefisienan model ARCH mengakibatkan harus digunakannya model GARCH sebagai perluasan dari model ARCH. Model tentatif yang memungkinkan adalah GARCH (1,1), GARCH (1,2), GARCH (2,1), dan GARCH (2,2). Indeks pertama menunjukkan suku GARCH dan indeks kedua menunjukkan suku ARCH. Ringkasan hasil estimasi dugaan parameter model GARCH terdapat pada Lampiran 5. Model GARCH (1,1) memiliki dugaan parameter yang signifikan dan nilai AIC yang paling kecil dibandingkan semua model tentatif lainnya. Sehingga model yang digunakan adalah ARIMA (0,1,1) x (0,1,1)12 – GARCH (1,1). Langkah selanjutnya adalah mendiagnosa model apakah masih terdapat unsur ARCH. Maka uji keberadaan komponen ARCH dilakukan kembali untuk memeriksa apakah masih terdapat unsur ARCH pada model. Nilai-p yang lebih besar dari taraf nyata 5% menunjukkan bahwa tidak terdapat lagi komponen ARCH pada model (Lampiran 6). Pemeriksaan kenormalan sisaan dilakukan dengan uji Jarque Bera. Nilai-p yang kurang dari taraf nyata 5% menunjukkan bahwa sisaan tidak menyebar normal. Ketidaknormalan sisaan ini tidak terlalu berpengaruh terhadap pemodelan karena adanya penyimpangan terhadap asumsi kenormalan menunjukkan bahwa data memiliki volatilitas yang sangat acak. Model untuk data curah hujan bulanan adalah:

�� = . + ��− + ��− − ��− + . ε�− − . ε�− + . ε�− + ε�

dengan model ragam kondisional adalah:

(26)

14

Model menunjukkan jumlah curah hujan pada waktu ke- t dipengaruhi oleh jumlah curah hujan 1 bulan sebelumnya, 12 bulan sebelumnya, dan 13 bulan sebelumnya. Ragam dari sisaan dipengaruhi oleh kuadrat sisaan 1 bulan sebelumnya dan ragam sisaan 1 bulan sebelumnya. Nilai MAD untuk model ARIMA (0,1,1) x (0,1,1)12 adalah 177. 976. Nilai ini jauh lebih besar dibandingkan dengan nilai MAD model ARIMA (0,1,1) x (0,1,1)12 – GARCH (1,1) yaitu 78.97. Nilai MAD yang lebih kecil menunjukkan model semakin baik dan hasil prediksi akan semakin mendekati data aktual. Namun nilai MAD pada model ARIMA (0,1,1) x (0,1,1)12 – GARCH (1,1) masih tergolong besar. Hal tersebut ditunjukkan dengan adanya jarak yang cukup besar antara plot data peramalan dari model dengan plot data aktual pada data ekstrim.

Gambar 5 Plot peramalan

Gambar 5 menunjukkan puncak curah hujan berada di sekitar bulan Februari setiap tahunnya. Musim kering dengan curah hujan per bulan kurang dari 60 mm terjadi secara berulang di sekitar bulan Juli dan Agustus. Peramalan dengan model simultan ARIMA (0,1,1) x (0,1,1)12 – GARCH (1,1) memperlihatkan plot yang cukup mendekati data aktual. Terdapat beberapa amatan ekstrim yang belum bisa didekati oleh model peramalan. Hal ini dikarenakan data curah hujan begitu volatil dengan fluktuasi ekstrim. Pencataatan besarnya curah hujan bulanan dapat mencapai nilai di atas 1000 mm pada bulan basah, sedangkan pada bulan-bulan lainnya terjadi kekeringan. Plot hasil peramalan dengan model simultan menghasilkan peramalan yang lebih baik dibandingkan dengan model ARIMA. Hal tersebut ditunjukkan oleh jarak antara data aktual dengan data hasil peramalan dari model simultan lebih kecil dibandingkan jarak dengan data hasil peramalan model ARIMA. Hasil penelitian Aulia pada tahun 2012 menunjukkan hal yang serupa. Model simultan AR (1) – GARCH (1,1) menghasilkan peramalan yang lebih baik dibandingkan model AR (1). Namun perbedaan hasil peramalan diantara kedua model tersebut tidak berbeda jauh.

Hasil validasi (Januari 2011 hingga Desember 2012) menunjukkan rata-rata curah hujan pada model ARIMA (0,1,1) x (0,1,1)12 adalah 313 mm sedangkan

(27)

15 model ARIMA (0,1,1) x (0,1,1)12 – GARCH (1,1) menghasilkan rata-rata curah hujan sebesar 253 mm. Hasil validasi ini sesuai dengan analisis sifat curah hujan yang dilakukan oleh BMKG Dramaga yang menyebutkan bahwa rata-rata curah hujan untuk wilayah Subang berkisar antara 151 hingga 300 mm. Peramalan curah hujan periode Januari 2013 hingga Desember 2013 dapat dilihat pada Gambar 5. Curah hujan ekstrim terjadi pada bulan Januari dan Maret 2013 dengan jumlah curah hujan per bulan sebesar 454 mm dan 426 mm. Gambar menunjukkan adanya fluktuasi curah hujan yang cukup tinggi dari bulan Desember 2012 menuju bulan Januari 2013. Bulan Juli adalah bulan dengan jumlah curah hujan terendah untuk tahun 2013 yaitu sebesar 117 mm. Selama 23 tahun curah hujan ekstrim selalu berkisar pada bulan Januari hingga bulan Maret, sedangkan curah hujan terendah terdapat pada bulan Juli atau Agustus. Antisipasi terhadap kemungkinan terjadinya banjir pada 3 bulan basah di atas perlu dilakukan.

Hasil peramalan menunjukkan rata-rata curah hujan per bulan sepanjang tahun 2013 adalah 279 mm. Nilai rata-rata yang cukup tinggi ini menyebabkan beberapa daerah di Kecamatan Kalijati dan Subang bagian tengah serta utara mengalami hujan deras disertai angin kencang (BMKG 2013). Bencana banjir tidak terjadi di sekitar Kecamatan Kalijati namun terjadi di sekitar Subang bagian utara pada bulan Januari 2013. Banjir tersebut mengakibatkan genangan air hingga dapat merendam mesin kendaraan. Satu orang warga Kecamatan Pabuaran Subang (dekat Kecamatan Kalijati) yang tewas akibat banjir yang terjadi pada tanggal 18 januari 2013 (www.KOTASUBANG.com). Hal ini menunjukkan perlunya peningkatan kewaspadaan terhadap kemungkinan terjadinya banjir terutama pada bulan Januari hingga Maret.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

(28)

16

Saran

Nilai MAD yang dihasilkan oleh model masih tergolong besar. Hal ini disebabkan tingginya volatilitas dari data curah hujan. Penggunaan dekomposisi musiman maupun penanganan pencilan pada data ekstrim dapat dilakukan pada penelitian berikutnya.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2014. Kaleidoskop Subang 2013. [Internet]. [diunduh 08 Juli 2014]. Tersedia pada: http://www. KOTASUBANG.com.

Aulia H. 2012. Penerapan Model ARCH/GARCH pada Data Perubahan Curah Hujan Harian, di Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat, Periode 2010-2011 [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

[BMKG] Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika. 2013. Prak-Jabar-Januari-2013-B. Bogor (ID): BMKG.

Bowerman, Bruce L. 1987. Time Series Forecasting Unified Concepts and Computer Implementation. Ohio (US): PWS.

Box EP, Jenkins, Reinsel. 2008. Time Series Analysis Forecasting and Control. New York (US): Wiley.

Cryer JD, Chan KS. 2008. Time Series Analysis 2nd edition. New York (US): Springer.

Gujarati DN. 2004. Basic Econometric 4th edition. New York (US) : McGraw-Hill. Gunawan D. 2008. Perbandingan Curah Hujan Bulanan dari Data Permukaan, Satelit TRMM, dan Model Permukaan NOAH. [Internet]. [diunduh 18 Maret 2013]. Tersedia pada: http://www. bmkg.go.id/Puslitbang.

Harris R, Sollis R. 2003. Applied Time Series Modelling and Forecasting. England (UK): J Wiley.

Lo MS. 2003. Generalized Autoregressive Conditional Heteroscedastic Time Series Models [tesis]. Spanyol (ES): Simon Fraser University.

Montgomery DC, Jennings CL, Kulachi M. 2008. Introduction to Time Series Analysis and Forecasting. New Jersey (US) : J Wiley.

Sarwoko D. 2013. Pemodelan Prediksi Total Hujan pada Musim Hujan Menggunakan Jaringan Saraf Tiruan dan Support Vector Regression [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Tua MB. 2014. Aplikasi Change Point Analysis (CPA) pada Data Curah Hujan Harian [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Tukidi. 2010. Karakter Curah Hujan di Indonesia. [Internet]. [diunduh 4 februari 2014]. Tersedia pada: http://www. journal.unnes.ac.id/nju/index.php.

Warawati AD. 2013. Prakiraan Curah Hujan Stasiun Sukadana dengan Teknik Statistical Downscaling berdasarkan Data Satelit TRMM [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

(29)

17 Lampiran 1 Proses Pembentukan Model

Eksplorasi data

Stasioner rataan dan ragam

Identifikasi model

Pendugaan Parameter

Diagnosa model (asumsi white noise, signifikansi parameter, AIC minimum)

Model ARIMA terbaik

Uji LM

Identifikasi model. Jika ordo ARCH > 3 Gunakan GARCH

Pendugaan parameter

Diagnosa model (uji LM kembali, AIC minimum)

Validasi model Model ARIMA ARCH/GARCH

Peramalan

Pembedaan, transformasi Tidak

Ya

Tidak

Ya

Tidak terdapat efek ARCH

Terdapat efek ARCH

Masih terdapat efek ARCH

(30)

18

Lampiran 2 Hasil Uji ADF

Metode Taraf nyata (α) Nilai-t Nilai-p

Uji Augmented Dickey-Fuller -0.514566 0.4881

σilai kritis pada taraf nyata (α) : 0.01 -2.575.144

0.05 -1.942.224

0.1 -1.615.772

Pembedaan Pertama

Uji Augmented Dickey-Fuller -1.144.255 0.0000*

Nilai kritis pada taraf nyata (α) : 0.01 -2.575.144

0.05 -1.942.224

0.1 -1.615.772

*Signifikan pada taraf nyata (α) 5%

Lampiran 3 Signifikansi dugaan parameter model ARIMA

*Signifikan pada taraf nyata (α) 5%

Lampiran 4 ACF dan PACF Sisaan ARIMA (0,1,1) x (0,1,1)12

Model Parameter yang diduga Nilai-p

ARIMA (0,1,1) x (2,1,0)6 θ 0.000*

0.000* 0.029*

ARIMA (0,1,1) x (0,1,2)6 θ 0.000*

0.000* 0.007*

ARIMA (0,1,1) x (1,1,0)12 θ 0.000*

0.000*

ARIMA (0,1,1) x (0,1,1)12 θ 0.000*

0.000*

� �

� �

(31)

19 Lampiran 5 Hasil estimasi dugaan parameter model GARCH

Model Parameter Koefisien kesalahan baku z-Statistik Nilai-p Prob

Model Parameter Coefficient Standard error z-Statistic

GARCH (1,1) C 0.180 0.388 0.460 0.044* MA(1) 0.960 0.009 104.293 0.000*

SMA (1) 0.244 0.063 3.876 0.000* Persamaan varian (Variance equation)

C 14927.6 2135 6.990 0.000*

Persamaan varian (Variance equation)

C 24525.29 5919.9 4.142 0.000*

Persamaan varian (Variance equation)

C 22817.6 5313 4.294 0.000*

Persamaan varian (Variance equation)

C 24055.8 16539.43 1.454 0.146

(32)

20

Lampiran 6 Uji ARCH LM

No Lag ke- Nilai-p

1 1 0.8215

2 2 0.9711

3 3 0.9626

4 4 0.9737

5 5 0.9564

6 6 0.9641

(33)

21

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Siti Hasanah, lahir di Bogor pada 25 November 1991. Penulis merupakan anak dari pasangan Hendi S. dan Ai Rohaetin. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara.

Gambar

Gambar 1 Rata-rata jumlah curah hujan bulanan tahun 1991-2012
Gambar 2 Fluktuasi curah hujan bulanan
Gambar 3 Plot deret waktu data curah hujan
Gambar 4 Plot ACF dan PACF
+2

Referensi

Dokumen terkait

Pada simulasi, dengan menggunakan nilai parameter kontroler PID konstan pada Tabel 1 dan Tabel 2 diperoleh respon translasi dan rotasi seperti yang ditunjukkan pada Gambar 11

Menghitung nilai peramalan produksi TBS kelapa sawit untuk 12 periode ke depan dengan menggunakan model fungsi transfer input ganda yang diperoleh.. Membandingkan hasil

Dengan alat ukur yang disusun dan dirancang dengan mengunakan sensor arus dan sensor tegangan yang dihubungkan langsung dengan Arduino, maka nilai dari beberapa besaran

24 Pengaruh dalam penelitian ini maksudnya adalah pengaruh motivasi belajar dan kemandirian belajar selama masa pandemi Covid–19 terhadap hasil belajar siswa kelas XII

Perhitungan panjang lintasan perambatan gelombang diperlukan untuk mendapatkan kecepatan gelombang rata-rata dari setiap fraksi komponen dengan berbagai kombinasi multi

Panitia Pencatatan dan VerifIkasi Barang Daerah (P2BD) Unit SKPD di Lingkungan Pemerintah Daerah Provinsi Larnpung dibentuk oleh masing-masing kepala SKPD dengan

Sebagai pelaksanaan amanat Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (UUPM), selama 2014 OJK telah melakukan pengawasan terhadap kegiatan pasar modal berupa

Melakukan prediksi terhadap nilai suatu variabel, misalkan Y, berdasarkan nilai variabel yang lain , misalkan X, dengan menggunakan model regresi linier ( ( interpolasi te po