• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keragaan Planlet Dendrobium Lasianthera (Jj. Smith) Hasil Iradiasi Sinar Gamma Generasi Mv1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Keragaan Planlet Dendrobium Lasianthera (Jj. Smith) Hasil Iradiasi Sinar Gamma Generasi Mv1"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

KERAGAAN PLANLET

Dendrobium lasianthera

(JJ. Smith)

HASIL IRADIASI SINAR GAMMA GENERASI MV

1

AHMAD ARIF

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Keragaan Planlet

Dendrobium lasianthera (JJ. Smith) Hasil Iradiasi Sinar Gamma Generasi MV1

adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2016

Ahmad Arif

(4)

ABSTRAK

AHMAD ARIF. Keragaan Planlet Dendrobium lasianthera (JJ. Smith) Hasil Iradiasi Sinar Gamma Generasi MV1. Dibimbing oleh DINY DINARTI dan

SYARIFAH IIS AISYAH.

Dendrobium merupakan salah satu genus anggrek yang paling banyak diminati oleh konsumen. Dendrobium lebih disukai karena bentuk dan warna bunganya lebih bervariasi, daya tahan kesegaran bunganya lebih lama, produktivitasnya tinggi dan harganya terjangkau. Salah satu anggrek dendrobium spesies yang ada di Indonesia dan dipergunakan dalam penelitian ini adalah

Dendrobium lasianthera (JJ. Smith) yang berasal dari Papua Nugini dengan ciri khasnya berpetal keriting. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi keragaman karakter kuantitatif dan keragaan planlet Dendrobium lasianthera (JJ. Smith) setelah aklimatisasi yang sebelumnya telah diiradiasi sinar gamma pada kondisi in vitro dengan dosis 0, 20, 40, 60 dan 80 Gy. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa iradiasi sinar gamma dapat menginduksi keragaman dan berpengaruh nyata terhadap karakter kuantitatif yaitu jumlah daun, panjang daun, lebar daun, tinggi tanaman, jumlah akar, panjang akar, ukuran stomata, kerapatan stomata dan pengurangan jumlah kromosom. Pada keragaan tanaman juga terdapat perubahan berupa bentuk daun, bentuk ujung daun, tekstur permukaan daun, simetri daun dan tanaman roset.

Kata kunci: anggrek, keragaman, kromosom, karakter kuantitatif, stomata

ABSTRACT

AHMAD ARIF. Morphology of Dendrobium lasianthera (JJ. Smith) Planlets from Gamma Iradiation on MV1 Generation. Supervised by DINY DINARTI and

SYARIFAH IIS AISYAH.

Dendrobium is one of the orchid genus which is most favorable among consumer. It is widely favorable because of more variation in flower color and shape, flower shelf-life, high productivity and affordable price. One of dendrobium orchid species of Indonesia used in this research was Dendrobium lasianthera (JJ. Smith) originated from Papua Nugini with the special characteristic of its curled petal. The objective of this research was to identify quantitative character variation and morphology of Dendrobium lasianthera (JJ. Smith) planlets after acclimatization that had been iradiated on in vitro culture with the dosage 0, 20, 40, 60 and 80 Gy. The results showed that gamma ray iradiation could induce variation and affected significantly toward quantitative characters such as number of leaf, leaf length, leaf width, plant height, number of root, root length, stomata size, stomata density and deletion of chromosome number. The morphology of plants also changed in the shape of leaf and tip, texture of leaf surface, leaf symmetry and rosette plants.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Agronomi dan Hortikultura

KERAGAAN PLANLET

Dendrobium lasianthera

(JJ. Smith)

HASIL IRADIASI SINAR GAMMA GENERASI MV

1

AHMAD ARIF

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)
(8)
(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul penelitian yang dilaksanakan sejak Bulan Januari 2015 hingga Juni 2015 yaitu berjudul Keragaan Planlet Dendrobium lasianthera (JJ. Smith) Hasil Iradiasi Sinar Gamma Generasi MV1.

Pertama-tama terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Diny Dinarti, MSi dan Ibu Dr Ir Syarifah Iis Aisyah, MScAgr selaku dosen pembimbing yang telah membimbing dan memberikan ilmunya kepada penulis hingga karya tulis ini selesai. Prof. Dr. Ir Sudirman Yahya selaku pembimbing akademik yang telah mendampingi dari awal kuliah hingga karya tulis ini selesai juga saya sampaikan terima kasih. Selanjutnya terima kasih disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga atas segala doa, bantuan materi ataupun non-materi, dukungan, motivasi dan kasih sayangnya. Kepada Beasiswa BidikMisi saya ucapkan terima kasih atas bantuan biaya pendidikan dan juga bantuan dana penelitian. Terima kasih juga diberikan kepada bapak Edi dari Rumah Angle (Anggrek dan Lele) serta bapak Joko dari Laboratorium Micro Technique Departemen Agronomi dan Hortikultura yang telah membantu pada penelitian ini baik itu berupa fasilitas maupun ilmunya sehingga berjalan dengan baik serta kepada teman-teman seperjuangan yang telah membantu dalam pelaksanaan mulai dari awal penelitian hingga terselesaikannya karya ilmiah ini.

Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat dengan sebaik-baiknya.

Bogor, Maret 2016

(10)

DAFTAR ISI

Daftar tabel vi

DAFTAR GAMBAR vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Hipotesis 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

Botani Anggrek Dendrobium lasianthera (JJ. Smith) 2

Mutasi Induksi Sinar Gamma 3

Hasil Iradiasi Sinar Gamma 4

Mutasi Kromosom 4

METODE PENELITIAN 5

Tempat dan Waktu 5

Bahan dan Alat 5

Prosedur Penelitian 5

Aklimatisasi dan Repotting 5

Pemeliharaan 6

Pengamatan 6

Analisis Data 7

HASIL DAN PEMBAHASAN 8

Kondisi Umum 8

Karakter Kuantitatif 10

Karakter Pertumbuhan Vegetatif 10

Stomata 14

Kromosom 17

Karakter Kualitatif 19

Warna daun 19

Keragaan 20

SIMPULAN DAN SARAN 24

Simpulan 24

Saran 24

DAFTAR PUSTAKA 25

(11)

DAFTAR TABEL

1. Persentase hasil analisis uji t-student 5% pada karakter pertumbuhan vegetatif planlet anggrek D. lasianthera hasil iradiasi 13 2. Jumlah dan frekuensi hasil analisis uji t-student 5% pada

planlet anggrek D. lasianthera hasil iradiasi yang berbeda sangat

nyata atau nyata pada keenam karakter pertumbuhan vegetatif 13 3. Persentase hasil analisis uji t-student 5% peubah stomata pada

planlet anggrek D. lasianthera hasil iradiasi 15 4. Jumlah dan frekuensi hasil analisis uji t-student 5% pada planlet

anggrek D. lasianthera hasil iradiasi yang berbeda sangat

nyata atau nyata pada semua peubah stomata 16

5. Hasil pengamatan jumlah kromosom pada beberapa planlet

anggrek D. lasianthera hasil iradiasi 17

6. Hasil pengamatanpersebaran dan frekuensi warna daun pada planlet anggrek D. lasianthera hasil iradiasi menggunakan mini RHS Color

Chart 19

7. Persebaran dan frekuensi bentuk daun pada planlet anggrek

D. lasianthera hasil iradiasi yang berbeda dengan kontrol 21

8. Persebaran dan frekuensi bentuk ujung daun pada planlet anggrek

D. lasianthera hasil iradiasi yang berbeda dengan kontrol 22

9. Persebaran dan frekuensi tanaman roset pada planlet anggrek

D. lasianhera hasil iradiasi 23

DAFTAR GAMBAR

1. Morfologi anggrek Dendrobium lasianthera (J.J Smith) 3 2. Grafik persentase hidup planlet anggrek D. lasianthera hasil iradiasi 9 3. Kondisi planlet anggrek D. lasianthera pada media tanam 9 4. Hama dan penyakit pada planlet anggrek D. lasianthera 10 5. Grafik perbandingan nilai ragam keenam karakter pertumbuhan

vegetatif pada planlet anggrek D. lasianthera hasil iradiasi 12 6. Grafik perbandingan nilai ragam stomata pada planlet

anggrek D. lasianthera hasil iradiasi 14

7. Stomata pada planlet anggrek D. lasianthera hasil iradiasi

dengan kerapatan tertinggi dan terendah 16

8. Kromosom pada beberapa planlet anggrek D. lasianthera kontrol dan hasil iradiasi yang diduga mengalami pengurangan

jumlah 18

9. Bentuk daun dan ujung daun yang berubah pada planlet

D. lasianthera hasil iradiasi yang diduga kromosomnya berkurang 19

10. Tanaman nomor 40.31 pada planlet anggrek D. lasianthera

hasil iradiasi yang memiliki dua warna daun berbeda 20 11. Bentuk daun pada planlet anggrek D. lasianthera hasil iradiasi 21 12. Bentuk ujung daun pada planlet anggrek D. lasianthera

(12)

13. Daun keriput pada planlet anggrek D. lasianthera hasil iradiasi

tanaman nomor 60.26 23

14. Daun asimetri pada planlet anggrek D. lasianthera tanaman

nomor 20.28 23

15. Tanaman roset pada planlet anggrek D. lasianthera hasil iradiasi pada tiap dosis 23 16. Bentuk daun awalnya melengkung pada planlet anggrek

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Dendrobium adalah salah satu genus anggrek epifit yang ada di dunia dengan keragaman spesies mencapai kurang lebih 900. Dendrobium menyebar luas di China, Asia Tenggara, Indonesia, Korea, Jepang, Papua Nugini dan juga Oceania dengan adaptasi yang tinggi terhadap ketinggian dan iklim. Dendrobium merupakan jenis anggrek simpodial (Llamas 2003). Indonesia sendiri memiliki spesies Dendrobium berjumlah 275 spesies. Spesies anggrek terbaik banyak terdapat di Indonesia bagian timur seperti Papua dan Maluku. Dendrobium lebih disukai karena bentuk dan warna bunganya lebih bervariasi, tahan lama kesegarannya, bertangkai lentur, produktivitasnya tinggi dan harganya terjangkau (Widiastoety et al. 2010). Dendrobium lebih dominan disukai oleh konsumen sebagai anggrek potong dibanding anggrek jenis lain yaitu sebesar 34% diikuti oleh anggrek Oncidium 26%, Cattleya 20%, Vanda 17% dan anggrek jenis lainnya sebesar 3% (Dinas Kelautan dan Pertanian DKI Jakarta 2013).

Spesies Dendrobium yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Dendrobium lasianthera (JJ. Smith) yang merupakan salah satu anggrek spesies asli Indonesia yang berasal dari hutan dataran rendah Papua Nugini. Habitatnya berada di sekitar aliran sungai dan hidup padapohon-pohon dengan ketinggian yang rendah. Spesies ini merupakan spesies yang paling menarik dalam section spatulata

dan juga salah satu yang paling sulit tumbuh karena membutuhkan lingkungan yang panas dan kelembaban tinggi sepanjang waktu (Wood 2006). Oleh karena itu diperlukan variasi baru anggrek D. lasianthera yang memiliki daya adaptasi yang lebih baik dan toleran terhadap kondisi yang kurang oprimum.

Volume ekspor anggrek dari tahun 2012 hingga 2014 mengalami penurunan sedangkan volume impornya turun pada tahun 2013 dengan nilai volume impor sebesar 7.07 ton di tahun 2012 menjadi 5.018 ton di tahun 2013 dan pada tahun 2014 naik kembali menjadi 7.783 ton. Produksi anggrek dalam bentuk tangkai sejak tahun 2012 hingga 2014 terus mengalami penurunan yaitu dari 20,727,891 tangkai di tahun 2012 dan menjadi 19,739,627 di tahun 2014 (Kementan 2015).Data impor yang masih tinggi dan produksi anggrek yang terus mengalami penurunan ini memperlihatkan bahwa produksi anggrek di Indonesia masih kurang sehingga perlu ditingkatkan kuantitas dan kualitasnya untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Menurut Widiastoety et al. (2010)pengembangan anggrek khususnya dendrobium di Indonesia memiliki beberapa kendala yang harus dihadapi seperti terbatasnya ketersediaan bibit unggul, pemanfaatan teknologi yang belum merata. Selain itu dendrobium juga belum dimanfaatkan optimal untuk menghasilkan variasi baru.

(14)

2

Berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Cahyo (2015) pada kultur in vitro Dendrobium lasianthera (JJ. Smith) hasil iradiasi sinar gamma menyatakan bahwa iradiasi dapat menurunkan pertumbuhan plb hidup dan berkecambah, jumlah akar, serta jumlah daun. Berdasarkan pengamatan pada planlet juga diperoleh perubahan ukuran dan bentuk daun. Bentuk daun ada yang spiral dan melebar. Keragaman paling tinggi secara fenotip terlihat pada dosis 60 Gy dan 80 Gy sedangkan Lethal dose 30% (LD30) berada pada dosis 19.7697 Gy

dan LD50 berada pada dosis 67.3504 Gy.

Oleh karena itu penelitian lanjutan pada planlet anggrek Dendrobium lasianthera hasil iradiasi sinar gamma ini perlu dilakukan untuk mengevaluasi pertumbuhan dan perkembangannya setelah aklimatisasi. Selain itu analisis lebih lanjut seperti mengamati keragaan, kromosom dan stomata juga harus dilakukan untuk melihat keragaman yang ditimbulkan sehingga dapat dilakukan evaluasi.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari dan mengidentifikasi keragaman karakter kuantitatif dan keragaan planlet Dendrobium lasianthera (JJ. Smith)yang telah diiradiasi dengan sinar gamma pada tahap setelah aklimatisasi.

Hipotesis

Iradiasi sinar gamma berpengaruh nyata dan menimbulkan keragaman pada karakter kuantitatif planlet anggrek Dendrobium lasianthera (JJ. Smith) dan terdapat perubahan keragaan tanaman pada tahap setelah aklimatisasi.

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Anggrek Dendrobium lasianthera (JJ. Smith)

Dendrobium merupakan salah satu suku terbesar dalam keluarga anggrek dengan dua genera utama yaitu Dendrobium dengan 900 spesies dan Eria 400 spesies. Genus Dendrobium mempunyai distribusi dan sebaran yang luas dari mulai Korea dan Jepang melewati daerah Indo-Malaya menuju daerah Papua Nugini, Australia dan pulau-pulau di pasifik. Papua Nugini dianggap sebagai pusat pengembangan Dendrobium dikarenakan terdapat banyak sekali spesies terbaik di sana. Genus Dendrobium telah dibagi ke dalam 20 sections untuk memudahkan pengelompokannya. Salah satu sectionnya adalah Spatulata atau Ceratobium yang biasa disebut dendrobium bertanduk dan berantena karena bentuk petal dorsalnya.

Dendrobium lasianthera (JJ. Smith) merupakan salah satu spesies dalam section

(15)

3 yang terlipat yang dapat dilihat pada Gambar 1. Warna umum bunganya adalah coklat. Labelumnya besar dan berwarna ungu (Soon 2005).

D. lasianthera (JJ. Smith) memiliki sinonim D. ostrinoglossum yang ditemukan kembali oleh Lawler dan Millar tahun 1976 yang sebelumnya ditemukan oleh Feddes Report pada tahun 1932. D. lasianthera mungkin merupakan spesies paling menarik dalam section spatulata dan juga salah satu yang paling sulit tumbuh. Pseudobulb berukuran 110 cm x 5 mm dengan daun berukuran 8 x 2.5 cm. Pembungaannya lateral dengan jumlah bunga sampai 30 bunga dalam satu tangkai. Bunganya bertahan hingga 12 minggu dengan waktu perkembangan bunga yang beragam. Pada habitat aslinya spesies ini tumbuh di lingkungan berawa dan basah pada ketinggian hingga 100 m. Oleh karena itu dalam pemeliharaannya dibutuhkan lingkungan yang sangat spesifik dengan kondisi panas, basah dan kelembaban tinggi sepanjang waktu (Wood 2006).

Mutasi Induksi Sinar Gamma

Sinar gamma dan sinar X merupakan mutagen yang umumnya paling banyak digunakan di antara mutagen lain dalam pemuliaan mutasi. Sejak 40 tahun lalu induksi mutasi menggunakan sinar gamma telah menjadi sangat lazim digunakan sementara penggunaan sinar X sudah dikurangi secara signifikan. Penggunaan sinar gamma lebih disukai karena ketersediaan dan fleksibilitas penggunaannya luas seperti bidang medis, pemuliaan mutasi dan makanan (Mba dan Shu 2011). Selain itu sinar gamma juga disukai karena kemudahan aplikasi, keamanan, daya tembus tinggi, bisa diproduksi kembali dengan cepat, peluang translokasi tinggi dan sedikit limbah zat radioaktif (Wang et al. 2011)

Sinar gamma saat ini adalah agen mutasi yang paling banyak disukai. Sinar gamma ditemukan pada tahun 1900 oleh P. Villard setelah radiasi alfa dan beta yang ditemukan sebelumnya oleh E. Rutherford dan F. Soddy. Sinar gamma berasal dari inti atom dan dapat dihasilkan oleh inti yang tidak stabil. Sinar gamma adalah

(16)

4

radiasi elektromagnetik dengan panjang gelombang pendek. Sinar gamma bukan partikel dan tidak memerlukan energi listrik. Kekuatan menembusnya yang besar membuatnya berbahaya. Sinar gamma dapat digunakan untuk mengiradiasi bagian tanaman dengan skala jangkauan lebar seperti benih, bunga, anther, polen, protoplas dan tanaman utuh ataupun sebagian (Harten 1998).

Hasil Iradiasi Sinar Gamma

Berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Cahyo (2015) pada kultur in vitro Dendrobium lasianthera (JJ. Smith) hasil iradiasi sinar gamma menyatakan bahwa iradiasi dapat menurunkan pertumbuhan plb hidup dan berkecambah, jumlah akar, serta jumlah daun. Berdasarkan pengamatan pada planlet juga diperoleh perubahan ukuran dan bentuk daun. Bentuk daun ada yang spiral dan melebar. Keragaman paling tinggi secara fenotip terlihat pada dosis 60 dan 80 Gy sedangkan LD30 berada pada dosis 19.7697 Gy dan LD50 berada pada

dosis 67.3504 Gy. Semakin besar dosis iradiasi sinar gamma maka kemampuan tumbuh plb Dendrobium lasianthera (JJ. Smith) semakin kecil.

Hasil yang serupa diperoleh dari penelitian Suwarno et al. (2013) pada planlet anggrek Phalaeonopsis amabilis L. var. Jawa Candiochid. Semakin tinggi dosis iradiasi yang diberikan maka jumlah akar dan daun menurun. Pada penelitian radiasi pada anggrek Phalaenopsis amabilis yang dilakukan Widiarsih dan Dwimahyani (2013)juga menunjukkan bahwa radiasi berpengaruh terhadap persen hidup, pembentukan malformasi daun variegata dan pembungaan berumur genjah. Mutan Phalaenopsis amabilis mampu berbunga 13 bulan setelah aklimatisasi dengan warna dan bentuk bunga yang sama seperti tipe kontrol.

Mutasi Kromosom

(17)

5

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di Rumah Angle (Anggrek dan Lele) dan laboratorium Micro Technique Departeman Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor, Dramaga, Bogor yang berlangsung pada Bulan Januari 2015 hingga Juni 2015.

Bahan dan Alat

Planlet Dendrobium lasianthera (JJ. Smith) hasil iradiasi sinar gamma yang

plb-nya telah diiradiasi sebelumnya dan ditumbuhkan pada kondisi in vitro oleh Cahyo (2014) hingga siap diaklimatisasi pada dosis 0, 20, 40, 60 dan 80 Gy dengan jumlah planlet masing-masing dosis sebanyak 20, 70, 39,54 dan 21 planlet. Media tanam yang digunakan adalah spaghnum moss dan akar pakis. Bahan yang digunakan berupa pupuk daun dengan kandungan N:P:K 20:20:20, NaClO (clorox), vitamin B1 starter, bakterisida streptomisin sulfat, fungisida mankozeb, insektisida berbahan aktif lamda sihalotrin 25EC, HCl 1 % dan orcein 2 %.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah nampan semai 50 lubang, pot individu, label, mini sprayer, mini RHS color chart, mikroskop cahaya, gelas objek, kaca preparat, cover glass, pipet, selotip bening, kuteks bening, pensil berpenghapus, pinset dan silet.

Prosedur Penelitian

Aklimatisasi dan Repotting

Aklimatisasi planlet anggrek dilakukan melalui beberapa tahap yaitu sterilisasi media tanam, pengeluaran planlet dari botol kultur, pembersihan planlet, perendaman dan penanaman. Media tanam spaghnum moss direndam dalam larutan NaClO konsentrasi 0.00525% selama 3 jam untuk sterilisasi setelah itu dibilas dengan air. Selanjutnya planlet anggrek dikeluarkan dengan hati-hati menggunakan pinset dan agar-agar yang tersisa pada akar dibersihkan dengan air sampai tidak ada yang tersisa. Setelah itu planlet direndam dalam larutan bakterisida streptomisin sulfat 0.2 g L-1, fungisida mankozeb 0.8 g L-1 dan vitamin B1 starter 2 ml L-1 selama

3 menit. Setelah itu planlet ditanam menggunakan spaghnum moss dalam nampan semai dan diberi label. Pemberian label pada tiap individu tanaman dilakukan dengan menyebutkan dosis terlebih dahulu baru setelah itu diikuti oleh urutan tanaman misalnya tanaman pertama dosis 20 Gy diberi label 20.1, lalu tanaman kedua diberi label 20.2 dan seterusnya. Pada saat mencapai usia 3 bulan dilakukan

(18)

6

Pemeliharaan

Pemeliharaan anggrek di dalam greenhouse terdiri dari penyiraman, pengendalian hama penyakit dan pemupukan. Penyiraman dilakukan bergantung pada kondisi cuaca dan kelembaban media. Penyiraman dilakukan pada pagi atau sore hari. Saat menggunakan spaghnum moss penyiraman diberikan 3 hari sekali sedangkan pada media pakis diberikan setiap hari. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan menyemprotkan bakterisida streptomisin sulfat 0.2 g L-1 dan fungisida mankozeb 0.8 g L-1 tiap minggu. Pada saat di media pakis diaplikasikan

tambahan pestisida berupa insektisida berbahan aktif lamda sihalotrin 25EC 2 ml L-1 setiap 1 bulan. Pemupukan diberikan lewat daun tiap minggu menggunakan pupuk daun dengan kandungan N:P:K 32:10:10 dengan dosis 2 g L-1 yang digabung

dengan vitamin B1 2 ml L-1.

Pengamatan

Data yang diamati pada penelitian terdiri dari data kuantitatif dan kualitatif. Data kuantitatif terdiri dari karakter pertumbuhan vegetatif, stomata dan kromosom sedangkan data kualitatif terdiri dari morfologi daun dan warna daun. Pengamatan dilakukan pada setiap individu tanaman.

A. Data kuantitatif :

1. Persentase hidup planlet : diamati setiap minggu dengan rumus

(� �ℎ � � ℎ�

� � ) x 100%

2. Jumlah daun : diamati setiap dua minggu pada daun yang telah membuka sempurna

3. Panjang daun : diamati setiap dua minggu pada daun terpanjang dan diukur dari duduk daun sampai ujung daun (cm)

4. Lebar daun : diamati setiap dua minggu pada daun yang sama dengan daun terpanjang dan diukur pada bagian daun terlebar (cm)

5. Tinggi tanaman : diamati setiap dua minggu dan diukur dari permukaan media sampai ujung daun tertinggi dengan meluruskan daun (cm)

6. Jumlah akar : diamati pada akhir penelitian

7. Panjang akar : diamati pada akhir penelitian pada akar terpanjang (cm) 8. Kerapatan dan ukuran stomata : diamati pada akhir penelitian

Pengamatan stomata menggunakan preparat kering yaitu menggunakan metode kuteks. Sampel daun yang diambil yaitu daun yang berada di tengah dan diamati pada bagian bawah daun. Kuteks diolesi pada daun tengah bagian bawah lalu dibiarkan kering selama kurang lebih tiga menit. Setelah itu solatip ditempelkan dengan ukuran lebih besar dari bidang olesan pada bidang yang diolesi lalu solatip dicabut dan ditempelkan pada preparat yang telah diberi label. Kemudian ukuran dan kerapatan dapat diamati pada mikroskop.

Ukuran stomata berupa panjang dan lebar diukur dengan menggunakan bantuan software komputer DP2-BSW. Kerapatan stomata dihitung secara manual pada perbesaran 40x10 dengan tiga kali ulangan setelah itu dapat dikonversikan menjadi jumlah stomata per mm2 dengan menggunakan

rumus yaitu:

(19)

7

Keterangan:

Luas bidang pandang pada perbesaran 40x10 = 0.19625 mm2 9. Jumlah kromosom : diamati pada akhir penelitian

Tanaman yang diamati kromosomnya adalah tanaman yang menunjukkan perbedaan besar pada karakter kuantitatif seperti karakter pertumbuhan vegetatif, stomata, morfologi daun dan warna daun. Sampel ujung akar hanya diambil pada tanaman yang memiliki perakaran yang sehat, subur dan tidak boleh mengambil lebih dari dua ujung akar untuk menghindari kematian tanaman. Pengamatan kromosom dilakukan dengan metode Griesbach (1981) menggunakan bahan sampel dari ujung akar. Ujung akar yang dijadikan sampel adalah ujung akar yang masih baru dengan ciri berwarna hijau atau putih segar.

Prosedur pembuatan preparat yaitu sampel akar ujung akar diambil sepanjang 0.5-1 cm. Setelah itu dimasukkan dalam tube yang berisi HCL 1 %. Ujung akar lalu dipanaskan dalam waterbath suhu 60o C selama 2 menit kemudian dipindahkan ke dalam gelas arloji dengan posisi ujung akar di bagian dalam gelas arloji. Setelah itu ujung akar tersebut ditetesi orcein 2%. Ujung akar dibiarkan selama kurang lebih satu jam lalu ujungnya dipotong dengan silet sebesar 1 mm setelah itu diletakkan pada kaca preparat dan ditutupi cover glass lalu cover glass tersebut ditekan dengan ujung pensil berpenghapus dan kromosom dapat segera diamati di mikroskop. Gambar terbaik kemudian dapat difoto dan diperjelas gambarnya dengan menggunakan aplikasi komputer adobe photoshop. B. Data kualitatif

Data kualitatif morfologi daun diamati menurut Panduan Karakterisasi Anggrek Balithi (2007) sedangkan warna daun diamati menggunakan mini RHS

Color Chart. Daun yang dijadikan sampel adalah daun ke-6 namun jika tidak ada maka diamati pada daun ke-4 atau ke-5. Pengamatan pada daun diamati pada akhir penyamatan yaitu bulan ke-6 meliputi:

1. Bentuk daun 2. Bentuk ujung daun 3. Bentuk tepi daun

4. Tekstur permukaan daun 5. Simetri daun

6. Warna daun

Analisis Data

Rancangan lingkungan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan satu faktor yaitu dosis iradiasi sinar gamma pada 0, 20, 40, 60 dan 80 Gy. Setiap individu tanaman merupakan satuan amatan. Model linear aditif rancangan percobaan RAL menurut Mattjik dan Sumertajaya (2013) adalah:

Yij = μ + αi + εij

Keterangan:

Yij : Pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

(20)

8

αi : Pengaruh perlakuan ke-i

εij : Pengaruh acak pada perlakuan ke-i ulangan ke-j

Data kuantitatif yang diperoleh dianalisis dengan menghitung nilai ragam

(σ2) pada masing-masing dosis menggunakan software microsoft excel lalu setelah

itu menggunakan uji t-student 5% dengan cara membandingkan nilai suatu individu tanaman dengan nilai rata-rata kontrol dengan bantuan software STAR (Statistical Tools for Agricultural Research). Data kualitatif disimpulkan secara deskriptif.

σ2 = ∑ Xi – �

N : Jumlah populasi tanaman

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum

Masa aklimatisasi adalah periode kritis dimana planlet harus beradaptasi dengan lingkungan di luar botol agar dapat bertahan hidup. Faktor yang mempengaruhi keberhasilan aklimatisasi bergantung pada suhu dan kelembaban udara serta intensitas cahaya (Zulkarnain 2009). Gambar 2 menunjukkan semua populasi planlet pada semua dosis iradiasi dapat hidup di minggu pertama hingga ke-3 kecuali pada beberapa tanaman pada dosis 60 Gy. Pada minggu ke-4 mulai terjadi penurunan persentase hidup yaitu pada dosis 20, 60 dan 80 Gy. Penurunan tersebut juga terjadi pada semua dosis pada minggu ke-5 hingga minggu terakhir. Pada minggu ke-24 persentase planlet hidup berturut dari yang tertinggi yaitu 0, 20, 60, 80 dan 40 Gy.

Pada umumnya semakin besar dosis iradiasi maka kerusakan fisiologis yang terjadi pada sel dan jaringan tumbuhan semakin tinggi sehingga menyebabkan kematian. Namun kematian pada saat di green house lebih banyak disebabkan oleh faktor eksternal yaitu lingkungan tumbuh dibandingkan pengaruh iradiasi (Widiarsih dan Dwimahyani 2013). Penurunan persentase hidup planlet pada media pakis disebabkan karena media tersebut memiliki kekurangan yaitu kurang bisa menjaga kelembaban seperti media spaghnum moss. Selain itu menurut Purwanto dan Semiarti (2009) media pakis sangat disukai semut dan hewan-hewan kecil lainnya bahkan juga mikroorganisme. Hewan kecil tersebut dapat merusak tanaman dan membawa bibit penyakit seperti cendawan dan bakteri sehingga tanaman mati.

(21)

9 sesuai untuk menjaga kelembaban dan mengendalikan hama. Planlet pada media

spaghnum moss dan pakis dapat dilihat pada Gambar 3.

Kematian planlet disebabkan oleh bakteri, cendawan dan hama yang menyerang pada akar, batang dan daun. Penyakit yang disebabkan oleh bakteri adalah penyakit busuk lunak, busuk pucuk batang dan bercak coklat. Penyakit busuk lunak dan busuk pucuk batang disebabkan oleh Erwinia caratovora. Bakteri ini mulai menyerang pada daun dan dengan cepat menyebar ke batang, pucuk dan akar. Penyakit oleh bakteri Erwinia caratovora tersebut terjadi sepanjang penelitian ini. Penyakit lain yang ditemukan adalah bercak coklat yang disebabkan

Pseudomonas sp. yang ditandai dengan bercak kecoklatan, lunak dan berair. Penyakit yang disebabkan oleh cendawan yang ditemukan pada penelitian ini adalah busuk akar dan busuk coklat. Busuk akar disebabkan oleh Rhizoctonia solani

dan juga oleh kelembaban media yang tinggi. Penyakit busuk coklat disebabkan oleh Sclerotium rolfsii dengan gejala akar, pseudobulb dan pangkal daun akan membusuk berwarna kuning kecoklatan.

Serangan hama yang ditemukan pada penelitian ini adalah kutu parlatoria (Parlatoria proteus), kutu putih (Pseudococcus sp.) dan semut. Pada media

spaghnum moss ditemukan kutu parlatoria yang menyebabkan gugur daun sedangkan kutu putih dan semut ditemukan pada media pakis yang menyerang akar, bawah daun dan titik tumbuh. Beberapa hama dan penyakit dapat dilihat pada

Gambar 2 Grafik persentase hidup planlet anggrek D. lasianthera hasil iradiasi

(22)

10

Karakter Kuantitatif

Karakter Pertumbuhan Vegetatif

Penghitungan nilai ragam dilakukan untuk melihat keragaman pada karakter pertumbuhan vegetatif yaitu jumlah daun, panjang daun, lebar daun, tinggi tanaman, jumlah akar dan panjang akar pada tiap dosis iradiasi dan kontrol. Berdasarkan Gambar 5 yang memperlihatkan nilai ragam jumlah daun, panjang daun, lebar daun, tinggi tanaman dan jumlah akar menunjukkan bahwa nilai ragam kontrol yaitu dosis 0 Gy berada pada nilai terendah pada setiap pengamatan kecuali pada panjang akar ragam dosis 0 Gy berada di tengah-tengah dibandingkan dosis lain.

Pada karakter jumlah daun nilai ragam tertinggi berada pada dosis 80 Gy diikuti oleh dosis 40 Gy. Nilai pada dosis 20 dan 60 Gy nilainya hampir sama dan saling berpotongan namun pada pengamatan terakhir nilai dosis 60 Gy lebih tinggi dari 20 Gy. Pada dosis 80 Gy jumlah daun bervariasi dari yang pertumbuhan jumlah daunnya lambat hingga ada yang pertambahan jumlah daunnya cepat hingga normal karena pengaruh iradiasi dosis tinggi (Gambar 5a). Karakter panjang daun nilai ragamnya dari yang tertinggi hingga terendah yaitu pada dosis 60, 40, 20 dan 80 Gy (Gambar 5b). Selanjutnya karakter lebar daun nilai ragam tertinggi terjadi di dosis 80 Gy diikuti dosis 20, 40 dan 60 Gy (Gambar 5c). Pada karakter tinggi tanaman nilai ragam tertinggi juga berada pada dosis 60 Gy lalu diikuti 80, 40 dan 20 Gy (Gambar 5d). Pada karakter tinggi tanaman dosis 60 Gy ada yang terhambat Gambar 4 Hama dan penyakit pada planlet anggrek D. lasianthera (a) kutu putih

(23)

11 pertumbuhannya karena ada tanaman roset yang pertumbuhan tingginya terhambat serta terdapat tanaman yang tumbuh tinggi dengan cepat ataupun lambat.

Nilai ragam pada karakter jumlah akar memperlihatkan bahwa pada dosis 40 Gy nilainya paling tinggi diikuti 60, 80 dan 20 Gy. Perbedaan nilai ragam jumlah akar 40 Gy sangat besar dibandingkan dengan dosis iradiasi lainnya (Gambar 5e). Selain itu pada karakter panjang akar juga terdapat perbedaan yang tinggi antara dosis yang nilai ragamnya paling tinggi yaitu dosis 20 Gy diikuti, 40, 60, 0 dan 80 Gy (Gambar 5f).

Pada penelitian Cahyo (2015) pada D. Lasianthera kondisi in vitro dimana nilai LD50 berada pada dosis 67.3504 yang berarti keragaman tertinggi dan potensi

mutan putatif terbanyak berada pada dosis sekitar LD50. Pada penelitian ini nilai

ragam tertinggi pada tiap karakter pertumbuhan vegetatif terjadi pada dosis 80, 60, 40 dan 20 Gy. Hal ini menunjukkan bahwa keragaman tinggi dapat terjadi di luar dosis LD50. Namun keragaman yang tinggi pada karakter pertumbuhan vegetatif

belum bisa dijadikan sebagai indikator terbentuknya mutan karena karakter tersebut banyak dipengaruhi gen dan lingkungan. Selain itu keragaman karakter pertumbuhan vegetatif tersebut dikarenakan efek radiasi langsung oleh sinar gamma berupa reduksi pertumbuhan. Menurut Sobir dan Syukur (2015) keragaman karakter kuantitatif merupakan hasil dari interaksi gen-gen minor dengan lingkungan.

Iradiasi dapat menginduksi keragaman genetik yang disebabkan oleh kerusakan DNA, protein dan enzim yang berpengaruh terhadap proses fisiologi dan biokimia. Perubahan morfologi, fisiologi dan fungsional berkorelasi dengan lamanya iradiasi. Efek biologis radiasi bisa muncul pada berbagai tahap pertumbuhan seperti pembelahan sel yang abnormal, kematian sel, mutasi, kegagalan pembentukan jaringan dan organ dan reduksi pertumbuhan tanaman (Lagoda 2011).

Menurut Sulistianingsih et al. (2012) pada penelitiannya mengenai variasi genetik Phalaenopsis amabilis hasil iradiasi menunjukkan bahwa keragaman genetik yang besar dapat diperoleh dengan iradiasi sinar gamma. Keragaman tersebut merupakan tanda bahwa iradiasi dapat mengubah tanaman dan juga merupakan kunci sukses dari pemuliaan tanaman.

Berdasarkan hasil uji t-student pada Tabel 1 pada enam karakter pertumbuhan vegetatif, tanaman umumnya menunjukan respon yang sangat nyata lebih dari 50 % populasi pada semua dosis iradiasi, selain itu hasil yang nyata berkisar antar 4 – 16%. Hal ini serupa dengan penelitian Faradilla (2008) pada tanaman anthurium yang menunjukkan bahwa hasil iradiasi berpengaruh nyata terhadap peubah jumlah daun, panjang daun, lebar daun dan tinggi tanaman. Pada penelitian Romeida (2012) pada anggrek Spathoglottis plicata yang diiradiasi menunjukkan bahwa iradiasi sinar gamma memberikan pengaruh yang nyata terhadap tinggi tanaman, panjang daun dan lebar daun.

(24)

12

(25)

13 Tabel 1 Persentase hasil analisis uji t-student 5% pada karakter pertumbuhan

vegetatif planlet anggrek D. lasianthera hasil iradiasi

Karakter Dosis (Gy) Rata-rata (cm) ** * tn

Keterangan : ** = berbeda sangat nyata uji t-student taraf 5%, * = berbeda nyata uji t-student taraf 5%, tn = tidak berbeda nyata uji t-student taraf 5%.

Tabel 2 Jumlah dan frekuensi hasil analisis uji t-student 5% pada planlet anggrek

D. lasianthera hasil iradiasi yang berbeda sangat nyata atau nyata pada keenam karakter pertumbuhan vegetatif

Dosis (Gy) Jumlah Frekuensi

20 14 25.00%

40 8 32.00%

60 12 28.57%

(26)

14

Stomata

Nilai ragam karakter stomata pada ukuran berupa panjang dan lebar menunjukan pola yang sama dilihat dari dosis yang memiliki nilai ragam tertinggi sampai terendah. Panjang dan lebar stomata memiliki ragam tertinggi pada dosis 40 Gy diikuti oleh 60, 20, 80 dan 0 Gy (Gambar 6a). Dosis 40 Gy mempunyai panjang stomata terkecil 24129.41 nm dan terbesar 43050.53 nm jika dibandingkan dengan rata-rata kontrol yang nilainya 35567.45 nm. Selanjutnya pada lebar stomata dosis 40 Gy nilai terendahnya 11892.69 nm dan tertinggi 33003.04 nm dengan rata-rata kontrol sebesar 26154.72 nm. Nilainya yang cukup berbeda jauh dengan kontrol bisa menimbulkan keragaman yang tinggi.

Pada kerapatan stomata dosis 80 Gy mempunyai nilai ragam paling tinggi di atas nilai rata-rata dosis 0, 20, 40 dan 60 Gy (Gambar 6b). Kerapatan stomata pada dosis 80 Gy rata-ratanya lebih tinggi dari dosis 0 Gy dan dosis lainnya. Selain itu dapat dilihat pada Gambar 7 pada dosis 80 Gy juga terdapat tanaman dengan nilai kerapatan yang paling tinggi pada tanaman 80.1 sebesar 95.5414 mm-2 dan terendah pada tanaman 80.16 sebesar 22.42038 mm-2 dari semua dosis iradiasi dengan nilai rata-rata kontrol sebesar 43.32409 mm-2. Pada tanaman 80.1

menunjukkan gejala terhambatnya pertumbuhan yaitu tanaman menjadi kerdil sedangkan pada tanaman 80.16 tanaman menjadi roset, daun menebal dan pertumbuhan terhambat yang dapat dilihat pada Gambar 7e dan 7f.

Stomata berperan dalam pertukaran CO2 dan penguapan air dari tanaman ke

lingkungan. Oleh karena itu stomata berperan penting pada saat pertukaran gas CO2

untuk fotosintesis dan kehilangan air melalui transpirasi. Hal ini berdampak pada produktivitas fotosintesis dan rendemen hasilnya (Hopkins et al. 2008). Secara tidak langsung kerapatan stomata yang sangat tinggi dan rendah juga membuat pertumbuhan tanaman terhambat dan mati karena proses metabolismenya terganggu. Keragaman tinggi pada kerapatan stomata diduga berpengaruh pada karakter pertumbuhan vegetatif yang lain khususnya tinggi tanaman. Tinggi tanaman memendek akibat tanaman menjadi roset, kerdil, daunnya menebal dan pertumbuhannya terhambat seperti yang ditemukan pada dosis 80 Gy.

(27)

15 Pada karakter stomata berupa panjang, lebar dan kerapatan di tiap-tiap dosis umumnya memiliki persentase sangat nyata lebih dari 60% saat diuji dengan t-student 5%. Panjang stomata terbanyak berbeda sangat nyata ada pada dosis 20 Gy lalu setelah itu 40, 80 dan 60 Gy sedangkan pada lebar stomata dosis 80 Gy memiliki persentase frekuensi yang sangat tinggi yaitu 87.50% diikuti oleh dosis 40, 20 dan 60 Gy (Tabel 3).

Pada kerapatan stomata diperoleh persentase tanaman yang berbeda sangat nyata sebesar 60 hingga 72% dari total tanaman dengan frekuensi terbesar ditemukan pada 20 Gy diikuti 40, 80 dan 60 Gy. Hasil ini menunjukkan bahwa iradiasi sinar gamma berpengaruh sangat nyata terhadap panjang, lebar dan kerapatan stomata. Pada karakter ukuran dan kerapatan stomata pengaruhnya terjadi secara acak dikarenakan bisa terjadi penurunan dan peningkatan ukuran maupun kerapatan pada berbagai dosis berdasarkan nilai rata-ratanya (Tabel 3). Menurut hasil penelitian Lestari et.al. (2012) radiasi sinar X pada daun lili trumpet dapat menurunkan panjang stomata, jumlah, indeks dan kerapatan stomata yang terjadi secara acak. Penelitian Azmi (2015) pada tanaman anggrek bulan hasil mutasi biologis dengan kolkisin pada tanaman yang diduga diploid memiliki panjang dan lebar stomata yang berbeda nyata lebih besar dari kontrol sedangkan kerapatannya nyata lebih kecil dari kontrol.

Hasil tersebut serupa dengan penelitian Celik et al (2014) pada tanaman kedelai yang menyatakan bahwa iradiasi sinar gamma pada dosis tinggi 300 Gy berpengaruh nyata terhadap kerapatan stomata dan trikoma. Kerapatan stomata dapat menurun karena iradiasi dosis tinggi tersebut. Menurut Qosim et al. (2011) iradiasi sinar gamma dapat merubah anatomi dan struktur daun pada manggis salah satunya merubah ukuran dan kerapatan stomata.

Tabel 3 Persentase hasil analisis uji t-student 5% peubah stomata pada planlet anggrek D. lasianthera hasil iradiasi

(28)

16

Penelitian Sutarto et al. (2004) pada bawang putih memperlihatkan bahwa semakin tinggi dosis iradiasi sinar gamma dapat menurunkan jumlah stomata yang diakibatkan terganggunya perkembangan sel protoderma yang berfungsi menghasilkan sel stomata.

Dosis 20 Gy memiliki jumlah tanaman yang paling banyak berbeda sangat nyata pada panjang, lebar dan kerapatan stomatanya dengan persentase frekuensi 55.36% dari total populasi dosis 20 Gy. Pada dosis 40, 60 dan 80 Gy jumlahnya tidak berbeda jauh satu sama lain yaitu masing-masing 12, 15 dan 8 tanaman. Namun frekuensinya berbeda dikarenakan jumlah total populasi pada tiap dosisnya berbeda sehingga frekuensi tertinggi terjadi pada dosis 80 Gy (Tabel 4).

Tabel 4 Jumlah dan frekuensi hasil analisis uji t-student 5% pada planlet anggrek

D. lasianthera hasil iradiasi yang berbeda sangat nyata atau nyata pada semua peubah stomata

Dosis (Gy) Jumlah Frekuensi

20 31 55.36%

40 12 48.00%

60 15 35.71%

80 8 57.14%

(29)

17

Kromosom

Pada penelitian Hartati et al. (2014) tentang karakterisasi anggrek secara sitologi, jumlah kromosom pada beberapa anggrek Dendrobium crumenantum dan

Dendrobium mutabile yang diuji berjumlah 2n=2x=38. Hasil pengamatan

kromosom pada kontrol Dendrobium lasianthera juga menunjukkan jumlah yang sama yaitu 2n=2x=38. Data hasil pengamatan pada Tabel 5 memperlihatkan bahwa ada lima tanaman yang diduga jumlah kromosomnya berbeda dengan kontrol. Kelima tanaman tersebut adalah 20.8, 20.14, 40.17, 40.25 dan 80.9. Jumlah kromosom pada tanaman tersebut mengalami pengurangan jumlah kromosom sehingga disebut mutan putatif yang dapat dilihat pada Gambar 8.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Aisyah (2006) mengenai iradiasi sinar gamma pada tanaman anyelir menemukan hal serupa yang menunjukkan bahwa iradiasi dapat menyebabkan perubahan jumlah, bentuk dan ukuran kromosom pada tanaman anyelir. Perubahan jumlah yang terjadi yaitu monosomik ganda, trisomik ganda dan monosomik. Menurut Wang et al. (2011) delesi terjadi akibat iradiasi yang menyebabkan pematahan kromosom. Kromosom patah tersebut bisa mengalami translokasi yang bisa menyatu kembali secara acak atau delesi. Pematahan tersebut dapat merubah gen pada segmen kromosom.

Variasi jumlah kromosom merupakan sumber dari keragaman genetik. Variasi jumlahnya dapat terjadi karena pengurangan atau penambahan set kromosom atau kromosom utuh (Syukur 2013). Menurut Poespodarsono (1988) mutasi adalah suatu perubahan yang terjadi pada materi genetik tanaman baik berupa gen tunggal, sejumlah gen ataupun terhadap susunan kromosom. Oleh karena itu perubahan jumlah kromosom merupakan peubah penting yang menunjukkan terjadinya mutasi pada penelitian ini.

Keragaan pada tanaman yang kromosomnya berkurang bisa berubah ataupun tetap seperti kontrol. Pada tanaman 20.8, 40.17 dan 40.25 keragaan bentuk daun, bentuk ujung daun, tepi daun, permukaan daun dan simetri daun tidak ada perubahan sedangkan pada tanaman 20.14 dan 80.9 terjadi perubahan keragaan. Tabel 5 Hasil pengamatan jumlah kromosom pada beberapa planlet anggrek D.

lasianthera hasil iradiasi

No Tanaman Jumlah kromosom

(30)

18

Tanaman 20.14 mengalami perubahan bentuk daun dari lanset menjadi bujur telur dan bentuk ujung daun dari menajam ke ujung menjadi tumpul. Pada tanaman 80.9 juga ditemukan hal yang sama yaitu bentuk daun menjadi bujur telur dan ujung daun menjadi pepat/memotong (Gambar 9).

Jika dilihat dari peubah stomata pada tanaman yang diduga mengalami pengurangan umlah kromosom ditemukan bahwa pada tanaman 20.8, 20.14 dan 40.17 semua peubah berupa panjang, lebar dan kerapatan stomata berpengaruh sangat nyata berdasarkan uji t-student 5%. Oleh karena itu perubahan jumlah kromosom yang terjadi diduga berpengaruh terhadap gen yang mengatur stomata. Hal yang berbeda terjadi pada dua tanaman lain yaitu tanaman 40.25 dan 80.9. Pada tanaman 40.25 peubah stomata yang berpengaruh nyata hanya pada kerapatannya sedangkan pada tanaman 80.9 berpengaruh sangat nyata terhadap lebar dan kerapatan namun tidak nyata pada panjang stomata. Perbedaan tersebut diduga karena pengurangan jumlah kromosom berpengaruh pada sifat lain yang belum teramati selama penelitian ini.

Menurut Harten (1998) pengaruh terjadinya delesi pada sel tanaman ditentukan oleh sifat dominan dari gen tersebut. Pada kasus heterozigot pada gen resesif dan dominan, kromosom homolog akan terekspresi dan dapat terjadi perubahan fenotip sel atau tidak.

Gambar 8 Kromosom pada beberapa planlet anggrek D. lasianthera

(31)

19

Karakter Kualitatif

Warna daun

Terdapat empat warna yang mendekati pada mini RHS Color chart dan pada daun planlet yaitu 136A, 137A, 137C dan 144A. Pada dosis 0 Gy warna daun yang paling dominan mendekati adalah warna 137C dan 137A dengan nilai masing-masing 35% dan 39%. Sementara itu warna 144A dan 137A hanya sebesar 13% dari populasi kontrol. Pada dosis lainnya warna daun paling banyak ada pada warna 137C dan 136A.

Perubahan warna dari 137A ke 136A menunjukkan bahwa pada sebagian tanaman hasil iradiasi warnanya menjadi lebih muda. Hal ini juga ditunjukkan dengan bertambahnya frekuensi warna yang sesuai pada 144A yaitu pada dosis 20 dan 80 Gy (Tabel 6). Hal serupa ditemukan pada penelitian Wulan (2007) yang menyatakan bahwa perubahan warna daun pada perlakuan iradiasi kembang sepatu cenderung berubah menjadi lebih muda atau kekuningan.

Selain hasil analisis warna daun menggunakan mini RHS color chart, juga ditemukan tanaman yang sangat berbeda warnanya dari tanaman manapun. Tanaman tersebut memiliki dua warna daun yang berbeda yaitu tanaman 40.31 pada usia 6 MST (Gambar 10). Perbedaan itu ternyata hanya bersifat sementara dan tanaman kembali memiliki warna daun normal. Fenomena ini diduga karena pengaruh lingkungan pada saat kondisi in vitro sehingga setelah diaklimatisasi warna daun dan klorofil telah beradaptasi dan kembali normal.

Tabel 6 Hasil pengamatan persebaran dan frekuensi warna daun pada planlet anggrek D. lasianthera hasil iradiasi menggunakan mini RHS Color Chart

Keterangan : peringkat warna hijau termuda hingga tertua yaitu 144A, 137C, 137A dan 136A Gambar 9 Bentuk daun dan ujung daun yang berubah pada planlet D.

(32)

20

Keragaan

Pengamatan morfologi daun meliputi bentuk daun, bentuk ujung daun, tepi daun, permukaan daun dan simetri daun. Berdasarkan karakterisasi yang dilakukan pada tanaman kontrol atau dosis 0 Gy planlet Dendrobium lasianthera, dapat diketahui bahwa bentuk daun normal adalah lanset, bentuk ujung daun menajam ke ujung, tepi daun normal mengutuh, permukaan daunnya gundul dan daunnya simetri. Berdasarkan data karakterisasi pada Tabel 7 dan Tabel 8 ditemukan bentuk daun dan ujung daun pada dosis 0 Gy yang daunnya yang berbeda dengan bentuk daun dan ujung daun tanaman normal pada 0 Gy. Hal ini kemungkinan disebabkan adanya variasi somaklonal akibat penggunaan teknik perbanyakan dengan kultur jaringan.

Bentuk daun pada populasi tanaman yang diiradiasi dapat ditemukan empat variasi bentuk selain bentuk lanset pada kontrol yaitu bujur telur, kebalikan lanset dan bulat telur yang dapat dilihat pada Gambar 11. Hasil yang ditunjukkan pada penelitian ini serupa dengan penelitian Romeida (2012) pada anggrek Spathoglotis plicata bentuk daunnya berubah dari lonjong menjadi lonjong membulat.

Pada dosis 20, 40 dan 60 Gy dapat ditemukan dua jenis bentuk daun yang berbeda sedangkan pada dosis 80 Gy terdapat tiga jenis yang berbeda. Pada dosis 20 Gy ditemukan paling banyak tanaman yang berbeda pada bentuk daun yaitu berjumlah 12 tanaman sedangkan pada dosis 40, 60, dan 80 Gy hanya ditemukan tiga sampai lima tanaman yang berbeda bentuk daunnya (Tabel 7). Bentuk bulat telur ditemukan pada semua dosis iradiasi sedangkan kebalikan lanset hanya ditemukan pada dosis 60 dan 80 Gy. Bentuk bujur telur ditemukan pada semua dosis kecuali 60 Gy. Frekuensi bentuk daun terbesar berada pada 80 lalu diikuti 20, 60 dan 40 Gy.

Bentuk ujung daun pada tanaman yang tidak diiradiasi memiliki bentuk menajam ke ujung. Namun pada tanaman yang diiradiasi ditemukan bentuk ujung daun yang berbeda dengan kontrol yaitu bentuk tumpul, pepat/memotong dan tumpul bertakik sedikit (Gambar 12). Pada dosis 20 Gy ditemukan tiga jenis bentuk ujung daun sedangkan pada dosis 40, 60 dan 80 Gy ditemukan dua jenis saja yaitu tumpul dan tumpul bertakik sedikit. Frekuensi perubahan bentuk daun terbesar berada pada dosis 60 Gy diikuti dosis 20, 80 dan 40 Gy. Persebaran bentuk ujung daun pada tanaman hasil iradiasi umumnya mengarah pada bentuk tumpul menurut hasil yang diperoleh pada Tabel 8.

Gambar 10 Tanaman nomor 40.31 pada planlet anggrek D. lasianthera

(33)

21 Tabel 7 Persebaran dan frekuensi bentuk daun pada planlet anggrek D.

lasianthera hasil iradiasi yang berbeda dengan kontrol

Dosis (Gy) Bentuk daun Jumlah Jumlah total Frekuensi 0

Lonjong 1

3 8.57%

Bujur telur 1

Bulat telur 1

20 Bujur telur 3 12 17.14%

Bulat telur 9

40 Bujur telur 2 3 7.69%

Bulat telur 1

60 Kebalikan lanset 1 5 9.26%

Bulat telur 4

80

Bujur telur 2

4 19.05%

Kebalikan lanset 1

Bulat telur 1

Keterangan : bentuk daun normal pada kontrol adalah lanset

(34)

22

Pada karakter bentuk tepi daun tidak ditemukan perubahan yang terjadi pada tanaman yang diiradiasi yaitu tepi daunnya tetap mengutuh. Sementara pada karakter tekstur permukaan daun ada satu tanaman yang berbeda dari yang lain. Tanaman tersebut mempunyai permukaan daun yang berkeriput. Hal ini terjadi pada dosis 20 dan 60 Gy pada tanaman bernomor 20.65 dan 60.26 (Gambar 13). Pada simetri daun planlet Dendrobium lasianthera hasil iradiasi sinar gamma juga terdapat tiga tanaman yang memiliki daun asimetri yaitu tanaman 20.28, 40.19 dan 60.18 yang ditunjukkan pada Gambar 14. Hal yang serupa ditemukan pada penelitian Astutik (2012) pada anggrek klon Phalaenopsis hasil iradiasi sinar gamma yang juga memilliki bentuk daun tidak normal, pucuk bergelombang atau asimetri.

Tabel 8 Persebaran dan frekuensi bentuk ujung daun pada planlet anggrek D. lasianthera hasil iradiasiyang berbeda dengan kontrol

Dosis (Gy) Bentuk ujung daun Jumlah Jumlah total Frekuensi

0 Tumpul 1 3 8.57%

Tumpul bertakik sedikit 2 20

Tumpul 12

7 27.14%

Pepat/memotong 2

Tumpul bertakik sedikit 5

40 Tumpul 5 8 15.38%

Tumpul bertakik sedikit 3

60 Tumpul 10 19 35.19%

Tumpul bertakik sedikit 9

80 Tumpul 3 5 23.81%

Tumpul bertakik sedikit 2

Keterangan: bentuk ujung daun normal pada kontrol adalah menajam ke ujung

(35)

23

Selain perubahan morfologi daun, pada tanaman hasil radiasi juga ditemukan tanaman yang batangnya tidak tumbuh baik yang menyebabkan tanaman tersebut berbentuk roset yang dapat dilihat pada Gambar 15. Hal serupa ditemukan pada penelitian Aisyah (2006) pada Anyelir yang menghasilkan tanaman albino, kerdil dan roset. Bentuk roset menyebabkan tanaman tumbuh pendek dan jarak antar daun rapat. Jumlah tanaman yang menunjukkan gejala roset paling banyak pada dosis 20 Gy sedangkan frekuensi terbanyak ada pada dosis 80 Gy (Tabel 9). Pada salah satu tanaman roset juga ditemukan yang memiliki daun yang sangat tebal dari tanaman lain yaitu pada tanaman bernomor 80.16 yang memiliki kerapatan stomata terkecil.

Tabel 9 Persebaran dan frekuensi tanaman roset pada planlet anggrek D. lasianhera hasil iradiasi

Dosis (Gy Jumlah Frekuensi

0 - -

20 5 7.14%

40 3 7.69%

60 3 5.56%

80 2 9.52%

Gambar 15 Tanaman roset pada planlet anggrek D. lasianthera hasil iradiasi pada tiap dosis (a) kontrol, (b) 20 Gy, (c) 40 Gy, (d) 60 Gy, (e) 80 Gy Gambar 13 Daun keriput pada

planlet anggrek D. lasianthera hasil iradiasi tanaman nomor 60.26

(36)

24

Pada tanaman D. lasianthera hasil iradiasi sinar gamma juga ditemukan bentuk daun yang awalnya berbeda dengan kontrol lalu pada daun berikutnya berubah kembali seperti tanaman kontrol. Hal ini kemungkinan terjadi karena epigenetik. Epigenetik diakibatkan oleh faktor selain gen dalam hal ini adalah perbedaan kondisi lingkungan pada kondisi in vitro dan in vivo. Contoh yang ditemukan dalam populasi tanaman adalah perubahan daun dari bulat telur yang kembali menjadi lanset lalu dari melengkung menyempit ke bentuk lanset pada tanaman 60.43 (Gambar 16).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Iradiasi sinar gamma pada planlet Dendrobium lasianthera dengan dosis 20, 40, 60 dan 80 Gy dapat menginduksi keragaman dan menghasilkan tanaman yang berbeda sangat nyata pada karakter pertumbuhan vegetatif yaitu jumlah daun, panjang daun, lebar daun, tinggi tanaman, jumlah akar dan panjang akar. Selain itu iradiasi juga berpengaruh sangat nyata pada karakter stomata yaitu panjang, lebar dan kerapatan stomata. Berkuranganya jumlah kromosom juga ditemukan pada planlet dengan nomor tanaman 20.8, 20.14, 40.17, 40.25 dan 80.9 dengan jumlah kromosom diduga antara 28 hingga 34 sehingga disebut sebagai mutan putatif.

Keragaan planlet Dendrobium lasianthera hasil iradiasi sinar gamma perubahannya meliputi bentuk daun dari lanset menjadi empat bentuk yaitu bujur telur, kebalikan lanset, bulat telur dan bulat telur sungsang. Bentuk ujung daun yang normalnya meruncing dengan sisi-sisi yang tajam menjadi tiga bentuk yaitu tumpul, pepat/memotong dan tumpul bertakik sedikit. Pada tekstur permukaan daun ditemukan satu tanaman yang permukaannya berkeriput. Dalam penelitian ini juga ditemukan tanaman roset dan daun asimetri pada beberapa tanaman.

Saran

Penelitian lebih lanjut dengan menggunakan marka molekuler perlu dilakukan lagi untuk melihat variasi genetik antar tanaman dengan kontrol maupun antar perlakuan iradiasi. Selain itu pengamatan pada fase generatif juga diperlukan untuk melihat pengaruh iradiasi pada bunga dan waktu berbunga serta kestabilan mutan yang ditemukan pada generasi berikutnya.

(37)

25

DAFTAR PUSTAKA

Aisyah SI. 2006. Induksi mutagen fisik pada anyelir (Dianthus carophyllus Linn.) dan pengujian stabilitas mutannya yang diperbanyak secara vegetatif [Disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

________. 2013. Mutasi Induksi. Syukur M, Sastrosumarjo S, editor. Sitogenetika Tanaman. Bogor (ID): IPB Press.

Astutik. 2012. Keragaman klon Phalaenopsis hasil iradiasi sinar gamma: perubahan fenotif fase pertumbuhan vegetatif. Buana Sains. 12(1): 37-42.

Azmi TKK. 2015. Induksi poliploidi anggrek bulan (Phalaenopsis sp.) menggunakan kolkisin pada organ generatif dan protocorm [Disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

[Balithi] Balai Penelitian Tanaman Hias. 2007. Panduan Karakterisasi Tanaman Hias Anggrek. Jakarta (ID): Balithi.

Cahyo FA. 2015. Pengaruh iradiasi sinar gamma terhadap pertumbuhan plb anggrek Dendrobium lasianthera (JJ. Smith) secara in vitro [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Celik O, Atak C, Suludere Z. 2014. Response of soybean plants to gamma radiation: Biochemical analyses and expresion patterns of trichome development. Plant Omics Jurnal. 7(5):382-391.

Dinas Kelautan dan Pertanian Provinsi DKI Jakarta. 2013. Katalog Bunga Potong dan Tanaman Hias. Jakarta (ID): UPT Pusat Promosi dan Pemasaran Hortikultura.

Faradilla FM. 2008. Mutasi induksi melalui sinar gamma pada dua kultival Anthurium andreanum (A. andreanum‘Mini’ dan A. andreanum‘Holland’)

[Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Hartati S, Darsana L, Cahyono O. 2014. Studi karakterisasi anggrek secara sitologi dalam rangka pelestarian plasma nutfah. J ilmu-ilmu pertanian. 29(1): 25-30.

Harten AMV. 1998. Mutation Breeding : Theory and Practical Applications. New York (USA): Cambridge University Press.

Hopkins WG, Norman PHA. 2008. Introduction to Plant Physiology Fourth Edition. USA: John Wiley & Sons, Inc.

[Kementan] Kementerian Pertanian. 2015. Basisdata ekspor-impor komoditi pertanian. [diunduh 2015 Okt 5]. Tersedia pada: http://database.pertanian.go.id/eksim/index1.asp

________________________________. Sub Sektor Hortikultura. [diunduh 2015 Okt 5]. Tersedia pada: http://www.pertanian.go.id/ap_pages/mod/datahorti

Lagoda PJL. 2011. Effects of Radiation on Living Cells and Plants. Shu QY, Forster BP, Nakagawa H, editor. Plant Muation Breeding and Biotechnology. Vienna, (Austria): Joint FAO/IAEA.

Lestari NKD, Astarini IA, Nurjaya IGMO. 2012. Perubahan anatomi stomata daun lili trumpet (Lilium longiflorium) setelah pemaparan radiasi sinar X. Metamorfosa 1(1): 1-5.

Llamas KA. 2003. Tropical Flowering Plant : A Guide to Identification and Cultivation. Portland (USA): Timber Press Inc.

(38)

26

Mba C, Shu QY. 2011. Gamma Irradiation. Shu QY, Forster BP, Nakagawa H, editor. Plant Muation Breeding and Biotechnology. Vienna, (Austria): Joint FAO/IAEA.

Poespadarsono S. 1988. Dasar-dasar Ilmu Pemuliaan Tanaman. Bogor (ID): PAU IPB.

Purwanto AW, Semiarti E. 2009. Pesona Kecantikan Anggrek Vanda. Yogyakarta (ID): Kanisius.

Qosim WA, Purwanto R, Wattimena GA, Witjaksono. 2011. Alternation of leaf anatomy of mangosteen (Garcinia mangostana L.) in vitro by gamma irradiation. Plant mutation report. 2(3): 4-11.

Romeida A. 2012. Induksi mutasi dengan iradiasi sinar gamma untuk pengembangan klon unggul anggrek Spathoglotis plicata Blume aksesi bengkulu [Disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Sobir, Syukur M. 2015. Genetika Tanaman. Bogor (ID): IPB Press.

Soon TE. 2005. Orchids of Asia. Singapore: Times Edition Marshall Cavendish. Sulistianingsih R, Purwantoro A, Mangoendidjojo W, Semiarti E. 2012. Variasi

genetik anggrek alam Phalaenopsis amabilis (L.) Blume hasil iradiasi sinar gamma. J ilmiah aplikasi isotop dan radiasi. 8(1): 1-10.

Sutarto I, Nurrohma, Dewi K, Arwin. 2004. Pengaruh iradiasi sinar gamma 60Co terhadap pertumbuhan tanaman bawang putih (Allium sativum L) varietas lumbu hijau di dataran rendah. Di dalam: Sutrisno S, Yatim S, Pattiradjawane EL, Ismachin M, Mugiono, Utama M, Wandowo, Suwadji E, Sumatra M, Nasroh K, Ishak, Sugiarto, Abidin Z, Leswara ND, Mansur U, Achmad SA, Idris K, editor. Risalah seminar ilmiah penelitian dan pengembangan aplikasi isotop dan radiasi; 2004 Feb 17-18; Jakarta, Indonesia. Jakarta (ID): Puslitbang Teknologi Isotop dan Radiasi. Hlm 69-74.

Suwarno A, Habibah NA, Herlina L. 2013. Respon pertumbuhan planlet anggrek

Phalaeonopsis amabilis L. var. jawa Candiochid akibat radiasi sinar gamma. Unnes J Life Sci. 2(2): 78-84.

Syukur M. 2013. Variasi Jumlah Kromosom. Syukur M, Sastrosumarjo S, editor.

Sitogenetika Tanaman. Bogor (ID): IPB Press.

Wang HY, Liu ZH, Chen PD, Wang XE. 2011. Irradiation - Facilitated

Chromosomal Translocation: Wheat as an Example. Shu QY, Forster BP,

Nakagawa H, editor. Plant Muation Breeding and Biotechnology. Vienna, (Austria): Joint FAO/IAEA.

Widiarsih S, Dwimahyani I. 2013. Aplikasi iradiasi gamma untuk pemuliaan mutasi anggrek bulan (Phalaenopsis amabilis Bl.) umur genjah. J Ilmiah Aplikasi Isotop dan Radiasi. 9(1): 59-66.

Widiastoety D, Solvia N, Soedarjo M. 2010. Potensi anggrek dendrobium dalam meningkatkan variasi dan kualitas anggrek bunga potong. Jurnal Litbang Pertanian. 29(3): 101-106.

Wood HP. 2006. The Dendrobiums. A.R.G. Konigstein (Ger): Gantner Verlag K.G. Wulan TA. 2007. Peningkatan keragaman kembang sepatu (Hibiscus rosa-sinensis

Linn) melalui mutasi induksi dengan iradiasi sinar gamma [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

(39)

27

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir pada tanggal 1 Agustus 1993 di Jakarta yang merupakan anak ke 4 dari 5 bersaudara pasangan Syamsudin Latif dan Eko Juni Hastuti. Pendidikan menengah atas ditempuh di SMAN 110 Jakarta yang diselesaikan pada tahun 2011. Setelah itu penulis melanjutkan studi di Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB). Selama menempuh pendidikan penilis mendapat beasiswa pendidikan Bidikmisi dari semester 1 hingga 8.

Gambar

Gambar 1 Morfologi anggrek Dendrobium lasianthera (J.J Smith)
Gambar 2 Grafik persentase hidup planlet anggrek D. lasianthera hasil iradiasi
Gambar 4 Hama dan penyakit pada planlet anggrek D. lasianthera (a) kutu putih
Gambar 5 Grafik perbandingan nilai ragam keenam karakter pertumbuhan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayahnya, sehingga dapat menyelesaikan

Berdasarkan diagram tersebut dapat dketahui bagaimana hubungan antara sistem pembelajaran dosen di kelas dengan pemahaman mahasiswa dalam memahami materi

Perbedaan dengan penelitian sebelumnya antara lain menggunakan perasan lidah mertua ( Sansevieria Trifasciata Lorentii), variable yang digunakan waktu pengukuran,

Berdasarkan hasil pemeriksaan kualitas bakteriologis dengan menggunakan metode indeks MPN dapat disimpulkan bahwa 100% dari minuman tebu dengan atau tanpa es yang

Tujuan dari penelitian ini antara lain untuk menganalisa aspek teknis alat tangkap bubu lipat (Traps) di Perairan Tegal, menganalisa pendapatan, biaya dan keuntungan

Hasil output uji T terhadap komposisi hasil tangkapan rajungan dalam berat (kg) pada selang kepercayaan 95% (P>0,05) dan hasil output uji T hasil tangkapan dalam jumlah

Seperti yang telah dijelaskan oleh Ayu Citra bahwa responden akan sangat mudah untuk menguasai materi yang tergolong pada level pengetahuan (level C1), level pemahaman

Technique for Order Preference by Similarity to Ideal Solution TOPSIS Metode yang digunakan untuk menyelesaikan masalah Multiple Attribute Decision Making pada penelitian ini