• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keanekaragaman Dan Keseragaman Serta Kebiasaan Makan Ikan Indigenous Di Waduk Penjalin Brebes, Jawa Tengah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Keanekaragaman Dan Keseragaman Serta Kebiasaan Makan Ikan Indigenous Di Waduk Penjalin Brebes, Jawa Tengah"

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)

KEANEKARAGAMAN DAN KESERAGAMAN

SERTA KEBIASAAN MAKANAN IKAN

INDIGENOUS

DI

WADUK PENJALIN BREBES, JAWA TENGAH

ELINAH

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Keanekaragaman dan Keseragaman serta Kebiasaan Makan Ikan Indigenous di Waduk Penjalin Brebes, Jawa Tengah adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

RINGKASAN

ELINAH. Keanekaragaman dan Keseragaman serta Kebiasaan Makan Ikan Indigenous di Waduk Penjalin Brebes, Jawa Tengah. Dibimbing oleh DJAMAR T.F. LUMBAN BATU dan YUNIZAR ERNAWATI.

Salah satu waduk yang terletak di Wilayah Jawa Tengah adalah Waduk Penjalin, waduk ini berfungsi sebagai irigasi, lokasi wisata, kegiatan perikanan tangkap dan lokasi budidaya. Keberadaan waduk ini berada di Desa Winduaji Kecamatan Paguyangan Kabupaten Brebes. Ikan yang terdapat di waduk terdiri dari berbagai macam jenis ikan air tawar baik spesies indigenous maupun introduksi. Makanan alami di suatu perairan akan mempengaruhi besarnya populasi ikan di suatu perairan. Pengetahuan mengenai kebiasaan makan diperlukan dalam melihat pemanfaatan ikan terhadap sumberdaya yang ada.

Penelitian ini dilakukan di Waduk Penjalin yang terdapat di Desa Winduaji Kecamatan Paguyangan Kabupaten Brebes. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji keanekaragaman dan keseragaman serta kebiasaan makan ikan indigenous di Waduk Penjalin. Penelitian dilaksanakan selama tiga bulan mulai Maret sampai Mei 2015. Lokasi penelitian dibagi menjadi 4 stasiun. Pengumpulan data meliputi: pengumpulan ikan indigenous yang tertangkap, plankton dan kualitas air. Analisi data pada ikan dilakukan meliputi kelimpahan relatif, keanekaragaman, keseragaman dan dominansi ikan, kebiasaan makan dan luas relung, sedangkan pada plankton dilihat kelimpahannya. Kemudian seluruh data dianalisis secara deskriptif dan menggunakan program minitab versi 15 untuk melihat interaksi pemanfaatan makanan alami ikan indigenous yang terdapat di Waduk Penjalin.

Total ikan indigenous yang tertangkap selama penelitian adalah 85 ekor yang terdiri dari ikan uceng (Nemacheilus fasciatus), wader padi (Rasbora lateristriata), beunteur (Puntius binotatus), julung-julung (Dermogenys pusilla), gurame (Osphronemus gouramy), dan sepat (Trichogaster trichopterus). Nilai indeks keanekaragaman berkisar 0.18 - 0.33, indeks keseragaman berkisar 0.04 - 0.12 dan indeks dominansi berkisar 0.81 - 1.00. Berdasarkan analisis dendogram, kebiasaan makan ikan indigenous didapat empat kelompok yaitu yang pertama, kedua dan ketiga adalah kelompok herbivor yang tergolong planktivor terdiri dari ikan julung-julung, beunteur dan wader padi sedangkan yang keempat adalah omnivor yaitu uceng. Nilai luas relung ikan berkisar 0.71 - 3.92. Kualitas perairan Waduk Penjalin berdasarkan pengamatan kualitas air, masih mendukung bagi kehidupan ikan.

(5)

SUMMARY

ELINAH. Diversity and Uniformity and Food Habit Indigenous Fish in Penjalin Reservoir Brebes, Central Java. Supervised by DJAMAR T.F. LUMBAN BATU and YUNIZAR ERNAWATI.

One of the reservoirs located in Central Java region is a Penjalin Reservoir, the reservoir serves as irrigation, tourist sites, activities of fisheries and aquaculture locations. The existence of reservoirs located in Winduaji village Paguyangan District of Brebes. The fish contained in the reservoir consists of a wide variety of freshwater fish species both indigenous and introduced species. Natural foods in waters will affect the fish population in the waters. Knowledge about food habit is required in view of the utilization of fish resources.

This research was conducted in reservoirs located in the village Penjalin Winduaji Paguyangan District of Brebes. The purpose of this study was to assess the diversity and uniformity as well as the food habit of indigenous fish in the Penjalin Reservoir. The study lasted three months from March to May 2015. Location of the study were divided into four stations. The data collection includes: the collection of indigenous fish are caught, plankton and water quality. Analysis of data on fish conducted with see relative abundance, diversity, uniformity and dominance, feeding habits and spacious niches, while the abundance of plankton. Then all data were analyzed descriptively and using the program Minitab version 15 to see the interaction of the utilization of natural foods indigenous fish contained in the Penjalin Reservoir.

All indigenous fish caught during the study were 85 fish, which consisted of uceng (Nemacheilus fasciatus), wader padi (Rasbora lateristriata), beunteur (Puntius binotatus), julung-julung (Dermogenys pusilla), gurame (Osphronemus gouramy), dan sepat (Trichogaster trichopterus). The value of diversity index ranges 0.14 - 0.43, uniformity index ranges from 0.04 - 0.15 and dominance index ranges 0.67 - 1.00. Based on the analysis dendogram, indigenous fish food habit acquired the first four groups are herbivores are classified planktivor is julung-julung, beunteur, and wader padi while the fourth is an omnivore that uceng. Comprehensive value niches fish ranged 0.71 - 3.92. Water quality Penjalin Reservoir based on the observation of water quality, there is still support for the life of the fish.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Perairan

KEANEKARAGAMAN DAN KESERAGAMAN

SERTA KEBIASAAN MAKANAN IKAN

INDIGENOUS

DI

WADUK PENJALIN BREBES, JAWA TENGAH

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)

Judul Tesis: Keanekaragaman dan Keseragaman serta Kebiasaan Makan Ikan Indigenous di Waduk Penjalin Brebes, Jawa Tengah.

Nama : Elinah NRP : C251130071

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Djamar T.F. Lumban Batu, M.Agr Dr.Ir. Yunizar Ernawati, MS

Ketua Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Pengelolaan Sumberdaya Perairan

Dr.Ir. Sigid Hariyadi, M.Sc Dr. Ir. Dahrul Syah, M. Sc.Agr

(10)
(11)

PRAKATA

Puji syukur khadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat, hidayah, serta inayah yang diberikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Karya ilmiah ini berjudul “Keanekaragaman dan Keseragaman serta Kebiasaan Makan Ikan Indigenous di Waduk Penjalin Brebes, Jawa Tengah”. Penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Institut Pertanian Bogor yang telah memberikan kesempatan studi kepada Penulis

2. Prof. Dr. Ir. Djamar T.F. Lumban Batu, M. Agr selaku pembimbing I dan Dr. Ir. Yunizar Ernawati, MS selaku pembimbing II yang telah banyak memberikan bimbingan, masukan dan arahan selama pelaksanaan penelitian dan penyusunan tesis.

3. Kepada Penguji Luar Komisi Dr. Ir. Isdrajad Setyobudiandi, M. Sc dan Ketua Program Studi SDP Dr. Ir. Sigid Hariyadi, M.Sc atas saran dan masukan yang sangat berarti.

4. Kepada Ayah dan Ibu: Samsudin, SP. MM dan Rusiah, S.pd, yang banyak memberikan masukan serta motivasi, semangat dan doanya. 5. Kepada Ayah dan Ibu Mertua: Andi Effendi dan Sutini yang banyak

memberikan motivasi, semangat dan doa.

6. Kepada Suami ku tercinta Asep Rahmat dan Putraku Prabyantara Rahman Hakim yang sangat mendukung dengan ide-ide cemerlangnya dan strategi yang canggih, dan memotivasi membantu selama penelitian dari awal sampai akhir penyusunan.

7. Kepada Adik-adikku yang cerdas: Hari Suharto, Nana Sutisna, yang banyak memberikan ide-idenya.

8. Kepada Kakak dan Adik ipar ku: Ceu Titin, Mas Praja, Nurita, Arif, Rika, Andrizal Oktavianus, Indra sang pendayung handal yang selalu siap mendukung tenaga dan pikirannya.

9. Pak Rowi dan Keluarga Besar Waduk Penjalin yang banyak membantu selama penelitian berlangsung.

10.Serta seluruh teman-teman SDP 13 dan kawan-kawan semuanya atas segala doa dan kasih sayang serta motivasinya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL i

DAFTAR GAMBAR i

DAFTAR LAMPIRAN i

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 3

Manfaat Penelitian 3

2 METODE 4

Waktu dan Tempat Penelitian 4

Bahan 4

Alat 4

Metode Penelitian 4

Metode Pengumpulan Data 5

Analisi Data 6

Teknik Analisis Data 9

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 10

Komposisi, Keanekaragaman, Keseragaman dan Dominansi Ikan 10 Kebiasaan Makan Ikan Indigenous di Waduk Penjalin 13 Luas Relung Ikan Indigenous di Waduk Penjalin 15 Interaksi Pemanfaatan Makanan Alami Ikan Indigenous 16

Kelimpahan Plankton 17

Kondisi Fisika dan Kimia Perairan 20

Upaya Pengelolaan Sumberdaya Perikanan di Waduk Penjalin 22

5 SIMPULAN DAN SARAN 25

Simpulan 25

Saran 25

DAFTAR PUSTAKA 26

LAMPIRAN 29

(13)

DAFTAR TABEL

1 Lokasi Stasiun Pengambilan Sampel 5

2 Hasil Tangkapan Ikan di Waduk Penjalin 10

3 Hasil Tangkapan Perwaktu sampling 10

4 Persentase Tangkapan dan Kisaran Panjang Bertat Ikan di Waduk

Penjalin 12

5 Kelimpahan Fitoplankton pada Tiap Stasiun Penelitian di Waduk

Penjalin 18

6 Jenis Fitoplankton yang dimanfaatkan Ikan Indigenous di Waduk

Penjalin 20

7 Kualitas Perairan Waduk Penjalin 21

DAFTAR GAMBAR

1 Skema Perumusan Masalah 2

2 Lokasi Penelitian 4

3 Keanekaragaman, Dominansi dan Keseragaman 13

4 Persentase Kebiasaan Makan Ikan Uceng (Nemacheilus fasciatus)

berdasarkan Genus dan Kelas 14

5 Persentase Kebiasaan Makan Ikan Wader Padi (Rasbora letersitriata)

berdasarkan Genus dan Kelas 14

6 Persentase Kebiasaan Makan Ikan Beteur (Puntius Binotatus)

berdasarkan Genus dan Kelas 15

7 Persentase Kebiasaan Makan Ikan Julung-julung (Dermogenys pusilla)

berdasarkan Genus dan Kelas 15

8 Luas Relung Ikan Indigenous di Waduk Penjalin 16

9 Dendogram Interaksi Pemanfaatan Makanan Alami Ikan Indigenous di

Waduk Penjalin 17

DAFTAR LAMPIRAN

1 Lokasi Penelitian 29

2 Ikan-ikan yang Tertangkap di Perairan Waduk Penjalin 31

3 Kegiatan Lapangan 34

4 Pengambilan dan Pengukuran Kualitas Perairan Waduk Penjalin 35 5 Keanekaragaman, Dominansi dan Keseragaman Ikan Indigenous Tiap

Stasiun 36

6 Kebiasaan Makan Ikan Indigenous di Waduk Penjalin 38

(14)
(15)
(16)
(17)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Waduk merupakan ekosistem terbuka yang dipengaruhi lingkungan sekitar, yang memiliki karakteristik sistem sungai yang mengalir (reverin) dan sistem waduk yang tergenang (lakustik), hal ini dikarenakan waduk merupakan daerah genangan yang digunakan sebagai penampungan air yang terbentuk karena pembendungan air sungai (Odum 1998). Waduk dibangun dalam rangka menampung air pada periode musim hujan dan digunakan pada saat kemarau untuk berbagai kepentingan, seperti air minum, pariwisata, pengendalian banjir dan lainnya (Kodoatie and Sjarief 2008).

Salah satu waduk yang terletak di Wilayah Jawa Tengah adalah Waduk Penjalin, waduk ini berfungsi sebagai irigasi, lokasi wisata, kegiatan perikanan tangkap dan lokasi budidaya. Keberadaan waduk ini berada di Desa Winduaji Kecamatan Paguyangan Kabupaten Brebes dan dibangun sekitar tahun 1930. Sumber air waduk sendiri berasal dari aliran Sungai Penjalin, Sungai Soka, dan Sungai Garung. Luas permukaan waduk adalah 125 ha, kedalaman normal 12 m, volume air 9,5 juta m3, dengan panjang tanggul 850 m yang terletak pada ketinggian 365 m dpl (Purwati et al. 2012).

Ikan yang terdapat di waduk terdiri dari berbagai macam jenis ikan air tawar. Spesies ikan yang menghuni wilayah perairan Indonesia bukan hasil introduksi adalah ikan indigenous. Hasil penelitian Rukaya and Wibowo (2011) di Waduk Penjalin ditemukan 17 jenis spesies indigenous. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Hedianto et al. (2013) menemukan hanya 3 jenis spesies indigenous dan 3 jenis spesies introduksi yang terdapat di Waduk Penjalin. Hasilnya juga menunjukkan adanya dominansi dari jumlah ikan introduksi yang mendiami wilayah perairan Waduk Penjalin. Hal ini dapat terjadi akibat adanya kompetisi dalam perebutan habitat dan makanan.

(18)

2

Menurut Reid and Muler (1989) in Wargasasmita (2005) menjelaskan bahwa sebagian besar kepunahan ikan air tawar disebabkan oleh adanya perubahan atau lenyapnya habitat (35%), introduksi ikan asing (30%), dan eksploitasi yang berlebihan (4%). Penelitian Gaygusuz et al.(2007) yang dilakukan di Turki, menunjukkan bahwa kehadiran spesies introduksi Carassius gibelio menyebabkan penurunan dari jumlah ikan spesies asli di waduk tersebut. Adanya peningkatan jumlah ikan introduksi di Waduk Penjalin dan dikhawatirkan dapat mengakibatkan rendahnya populasi ikan indigenous dan bahkan kepunahan.

Oleh karenanya dilakukan penelitian mengenai keanekaragaman dan keseragaman ikan yang terdapat di waduk Penjalin saat ini, serta kebiasaan makanan alami ikan guna mengetahui keterkaitan hubungan antara ikan serta lingkungan perairannya.

Perumusan Masalah

Ikan yang terdapat di waduk terdiri dari berbagai macam jenis ikan air tawar baik spesies indigenous maupun introduksi. Permasalahan yang terjadi di Waduk Penjalin adalah terjadinya penurunan jumlah jenis ikan indigenous serta peningkatan ikan introduksi yang semakin mendominasi di Waduk Penjalin. Hal ini dapat menyebabkan adanya kompetisi baik pada pemanfaatan pakan atau perebutan relung. Ikan yang berpeluang besar untuk dapat berkembang dan mendominansi merupakan ikan yang dapat memanfaatkan sumberdaya yang tersedia di perairan dan dapat mempengaruhi perubahan komposisi ikan-ikan yang ada. Makanan alami di suatu perairan akan mempengaruhi besarnya populasi di suatu perairan. Ketersediaan makanan dan pengetahuan mengenai kebiasaan makan diperlukan dalam melihat pemanfaatan ikan terhadap sumberdaya yang ada. Sehingga berdasarkan permasalahan tersebut dibutuhkan penelitian ini. Berdasarkan uraian di atas maka untuk lebih jelas, perumusan masalah dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Skema Perumusan Masalah

(19)

3

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji keanekaragaman, keseragaman, dominansi serta kebiasaan makan ikan indigenous di Waduk Penjalin.

Manfaat Penelitian

(20)

4

2

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di perairan Waduk Penjalin, Desa Winduaji Kecamatan Paguyangan Kabupaten Brebes, Jawa Tengah (Gambar 2). Penelitian dilakukan pada bulan Maret sampai Mei 2015. Sedangkan analisis biota ikan dan plankton di lakukan di Laboratrioum Ekobiologi Ikan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK), IPB dan analisis kualitas air dilakukan di Laboratorium Produktivitas Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK), IPB.

Gambar 2 Lokasi Penelitian

Keterangan: St.1 = Inlet, St.2 = Inlet, St.3 = Tengah, St.4 = Outlet

Bahan

Bahan penelitian berupa ikan-ikan indigenous hasil tangkapan yang terdapat di Waduk Penjalin, plankton, dan sampel air. Bahan kimia yang digunakan adalah formalin 10% sebagai pengawet ikan dan larutan lugol 10% untuk plankton.

Alat

Alat yang digunakan yaitu: perahu, jaring insang, ember, alat bedah, Plankton net No.25, botol sampel, pipet tetes, objek glas, mikroskop binokuler, penggaris, timbangan digital, wadah plastik, dan ice box.

Metode Penelitian

(21)

5 stasiun (Tabel 1) yang dilakukan dengan cara purposive sampling: 2 titik pada daerah inlet (stasiun 1 dan 2), 1 titik pada bagian tengah (stasiun 3), dan 1 titik pada outlet (stasiun 4). Pengambilan ikan dilakukan dengan menggunakan jaring insang yang dipasang pada sore dan diangkat pada pagi hari.

Tabel 1 Lokasi Stasiun Pengambilan Sampel

Stasiun Koordinat Keterangan

I S 7◦19'40.4904" Daerah inlet Waduk Penjalin

(mendapat masukan air dari sungai-sungai kecil dan terdapat tumbuhan air di sekitarnya)

E 109◦2'59.9604

II S 7◦20'0.78" Daerah inlet Waduk Penjalin

E 109◦2'50.8524 (banyak terdapat tumbuhan air dan mendapat masukan air dari sungai Penjalin yang merupakan masukan air terbesar di Waduk Penjalin)

III S 7◦19'42.978" Daerah Tengah Waduk Penjalin

E 109◦3'1.7568 (merupakan daerah dengan pemukiman warga dan warna air kehijauan)

IV S 7◦19'33.1716" Daerah outlet Waduk Penjalin

E 109◦3'9.6264 (tidak terlalu banyak tumbuhan airnya dan dekat dengan area pemancingan)

Metode Pengumpulan Data Ikan

Ikan ditangkap menggunakan jaring insang dengan jaring insang mesh size (1, 1.5, 2, 2.5 dan 3 inchi) ukuran (1.80 x 50 m) yang dipasang pada sore dan di angkat pada pagi hari yang dilakukan sebanyak 2 kali dalam sebulan. Contoh ikan hasil tangkapan pada masing-masing stasiun dipisahkan menurut stasiun penangkapan. Ikan hasil perolehan kemudian diukur panjang totalnya menggunakan penggaris atau millimeter blok dengan ketelitian 0.1 cm, dan dilakukan penimbangan bobotnya dengan menggunakan timbangan digital dengan ketelitian 0,1 gram. Kemudian dimasukan dalam wadah yang diberi formalin 10%.

(22)

6

Plankton

Pengambilan plankton dilakukan sebanyak 1 kali dalam sebulan selama 3 bulan pada rentang waktu jam 08.00 sampai 12.00 WIB dengan menggunakan ember dan kemudian disaring menggunakan plankton net No.25. Hal ini dengan pertimbangan pada waktu tersebut sudah terdapat cahaya matahari sebagai faktor yang mempengaruhi fotosintesis fitoplankton. Contoh air kemudian ditampung dalam botol sampel ukuran 50 ml kemudian diawetkan dengan menggunakan larutan lugol 10% sebanyak ± 1 ml atau sampai warna air sampel berwarna coklat tua. Analisis di laboratorium dilakukan dengan mengocok contoh air dan ditaruh pada objek glas dengan menggunakan pipet tetes dan dilihat dengan menggunakan mikroskop binokuler. Identifikasi plankton dilakukan dengan mengacu pada buku identifikasi plankton menggunakan Edmondson (1959); Mizuno (1979); and Nedham and Nedham (1963).

Kualitas Air

Pengambilan contoh air dilakukan sebanyak 1 kali dalam sebulan selama 3 bulan. Pengambilan contoh air diambil pada rentang waktu jam 08.00 sampai 12.00 WIB. Kualitas air yang diukur meliputi parameter fisika dan kimia. Parameter fisika dan kimia yang diukur secara in-situ meliputi suhu, kecerahan, kedalaman, pH dan oksigen terlarut sedangkan pengukuran yang dilakukan secara ex-situ dilakukan untuk pengukuran BOD5.

Analisis Data

1.1. Komposisi, Keanekaragaman, Keseragaman dan Dominasi Ikan

a. Kelimpahan Relatif Ikan

Kelimpahan relatif ikan pada setiap waktu pengamatan dihitung dengan menggunakan rumus kelimpahan relatif (Brower and Zar 1977 in Nurningsih 2004), sebagai berikut:

Keterangan:

Kr : Kelimpahan Relatif

Ni : Jumlah total individu spesies ke-i (ekor) N : Jumlah semua individu (ekor)

b. Indeks Keanekaragaman

(23)

7

2.303 ≤H’≤6.909 : Keanekaragaman tergolong sedang H’ ≥6.909 : Keanekaragaman tergolong tinggi.

c. Indeks Dominansi

Analisis yang digunakan untuk mengetahui indeks dominansi dihitung untuk memperoleh informasi mengenai jenis ikan yang mendominansi pada suatu komunitas pada tiap habitat. Indeks dominansi yang digunakan adalah indeks dominansi Simpson dengan menggunakan rumus (Odum 1971 in Hedianto and Purnamaningtyas 2011), sebagai

Indeks dominansi C berkisar antara 0-1 dengan kriteria sebagai berikut: 1. Mendekati 0 = maka komunitas ikan yang diamati tidak ada spesies

secara ekstrim yang mendominansi spesies lainnya. Hal ini menunjukkan kondisi struktur komunitas dalam keadaan stabil.

2. Mendekati 1 = maka di dalam struktur komunitas ikan dijumpai ada spesies yang mendominansi spesies lainnya. Hal ini menunjukkan struktur komunitas ikan dalam keadaan labil (Odum 1998).

d. Indeks Keseragaman (Ekuitabilitas)

(24)

8 mendekati 0.0 keseragaman komunitas ikan semakin kecil, ada kecenderungan dominansi jenis-jenis tertentu. Tetapi jika nilai E mendekati 1.0 maka keragaman komunitas akan semakin besar yang berarti sebaran jumlah individu tiap spesies sama (Odum 1998).

1.2. Analisis Kelimpahan Plankton

Analisis kelimpahan biota plankton dilakukan dengan mengacu pada buku identifikasi plankton (Edmondson 1959; Mizuno 1979; Nedham and Nedham 1963). Penentuan kelimpahan fitoplankton dilakukan dengan analisis menggunakan rumus (APHA 2005), yaitu :

N =

Keterangan:

N : Jumlah total fitoplankton (ind/L)

N : Jumlah rataan total individu per lapang pandang (ind/ lapang pandang) A : Luas gelas penutup (mm2)

B : Luas satu lapang pandang (mm2) C : Volume air terkonsentrasi (ml)

D : Volume air satu tetes (ml) di bawah gelas penutup E : Volume air yang disaring (l).

1.3. Kebiasaan Makan dan Kategori Kebiasaan Makan

a. Analisis Kebiasaan Makan

Analisis data untuk mengetahui preferensi dan kebiasaan makanan ikan dilakukan menggunakan metode indeks bagian terbesar (index of preponderance) dari (Natarajan and Jhingran 1961 in Effendi 1979) dengan rumus sebagai berikut:

(25)

9 Keterangan:

IPi : Indeks bagian terbesar (index of preponderance) makanan ke- i Vi : Persentase volume makanan ke- i

Oi : Persentase frekuensi kejadian makanan ke- i.

Untuk menganalisis kategori kebiasaan makanan pada ikan mengacu pada (Nikolsky 1963), dengan mengurutkan persentase makanan yaitu:

a. Apabila IP bernilai > 25 dikategorikan sebagai makanan utama; b. Apabila IP bernilai 5 - 25 dikategorikan sebagai makanan pelengkap; c. Apabila IP bernilai < 5 sebagai makanan tambahan.

b. Luas Relung

Perhitungan luas relung pakan dihitung menggunakan metode Levin’s Measure (Collwel and Futuyma 1971), dengan rumus:

[∑ ∑ ]

Keterangan:

Bij : Relung kelompok ukuran ikan ke-1 terhadap sumberdaya makanan ke-j

Pij : Proporsi dari kelompok ukuran ikan ke-i yang berhubungan dengan sumberdaya makanan ke-j

n : Jumlah kelompok ukuran ikan (i= 1,2,3….n) m : Jumlah sumberdaya makanan ikan (j= 1,2,3…n).

Teknik Analisis Data

1. Seluruh data yang diperoleh kemudian dianalisis secara deskriptif dengan menampilkan gambar, tabel dan grafik dengan membuat gambaran-gambaran situasi atau keadaan secara sistematik, faktual dan akurat mengenai sifat-sifat antar fenomena yang diselidiki.

(26)

10

3

HASIL DAN PEMBAHASAN

Komposisi, Keanekaragaman, Keseragaman dan Dominansi Ikan

Total jumlah ikan yang tertangkap selama penelitian adalah sebanyak 407 ekor dengan jumlah ikan indigenous yang tertangkap 85 ekor yang terdiri dari 6 spesies dan ikan introduksi 322 ekor yang terdiri dari 4 spesies. Terdiri dari famili Balitoridae (Nemacheilus fasciatus), Cyprinidae (Rasbora lateristriata dan Puntius binotatus), Hemiramphidae (Dermogenys pusilla), Ospromidae (Trichogaster trichopterus dan Osphronemus gouramy), Chilchidae (Parachromis managuensis dan Oreochromis niloticus) dan Eleotridae (Oxyeleotris marmorata) (Tabel 2).

Tabel 2 Hasil Tangkapan Ikan di Waduk Penjalin

No. Nama Ikan Nama Latin Famili

Stasiun Penangkapan

I II III IV

1 Uceng Nemacheilus fasciatus Balitoridae 8 18 8 8 42

2 Ekor Pedang* Xiphophorus helleri Poeciliidae 5 6 3 3 17

3 Sepat Trichogaster trichopterus Osphronemidae 1 1

4 Wader Padi Rasbora lateristriata Cyprinidae 1 2 1 4

5 Beunteur Puntius binotatus Cyprinidae 1 2 3

6 Gurame Osphronemus gouramy Osphronemidae 1 1

7 Julung-julung Dermogenys pusilla Hemiramphidae 34 34

8 Manila gift* Parachromis managuensis Cichlidae 43 46 39 34 162

9 Nila* Oreochromis niloticus Cichlidae 28 12 36 12 88

10 Betutu* Oxyeleotris marmorata Eleotridae 15 18 11 11 55

Jumlah 100 104 97 106 407

Ket: * jenis ikan introduksi

Tabel 3 Hasil Tangkapan Perwaktu Sampling

(27)

11 Total jumlah ikan yang didapat pada stasiun 1 adalah 100 ekor, pada stasiun 2 adalah 104 ekor, pada stasiun 3 adalah 97 ekor dan pada stasiun 4 adalah 106 ekor. Jumlah ikan indigenous yang didapat pada stasiun 1 adalah 3 spesies berjumlah 10 ekor, pada stasiun 2 didapat 3 spesies berjumlah 21 ekor, pada stasiun 3 didapat 2 spesies berjumlah 42 ekor, dan pada stasiun 4 didapat 4 spesies berjumlah 12 ekor.

Hasil tangkapan menggunakan jaring insang perwaktu sampling menunjukkan tangkapan ikan indigenous yang didapat berjumlah sedikit dibandingkan dengan ikan introduski. Penyebaran per waktu sampling juga menunjukkan bahwa ikan indigenous yang didapat tidak merata jika dibanding dengan tangkapan ikan introduski yang hampir selalu didapat tiap kali sampling. Ikan indigenous yang paling banyak ditemukan adalah uceng dan julung-julung sebanyak 42 ekor dan 34 ekor. Sedangkan ikan indigenous lainnya yang ditemukan adalah wader padi sebanyak 4 ekor, beunteur 3 ekor, gurame 1 ekor dan sepat 1 ekor.

Ikan uceng yang tertangkap sebanyak 42 ekor, banyak tertangkap di stasiun 2 yakni berjumlah 18 ekor. Stasiun 2 merupakan daerah inlet dan mendapat masukan air sungai, hal ini menyebabkan adanya sumber oksigen yang masuk dari arus sungai di stasiun ini. Menurut (Kottelat et al. 1993) ikan uceng merupakan ikan yang memiliki tubuh kecil memanjang dan dapat ditemukan pada kandungan oksigen tinggi. Ikan julung-julung yang tertangkap berjumlah 34 ekor semuanya ditemukan pada stasiun 3 pada tiap sampling. Tingginya jumlah ikan julung-julung yang ditemukan di stasiun ini bisa disebabkan karena pada ke 3 stasiun lainnya banyak terdapat tumbuhan air yang merupakan tempat hidup dari banyak ikan-ikan lain. Hal ini menyebabkan tidak adanya ruang atau terjadinya kompetisi yang tinggi pada stasiun lain, sehingga ikan ini banyak di temukan di stasiun ini. Ikan julung-julung merupakan ikan yang hidupnya berkelompok di air tawar dan berada di permukaan air. Ikan julung-julung termasuk ikan herbivor yang memakan algae, partikel-partikel kecil vegetasi lain yang besarnya disesuaikan bukaan mulutnya (Kottelat et al. 1993). Perbedaan jumlah ikan yang didapat antar stasiun diduga disebabkan adanya penyebaran ikan (Rachman et al. 2012). Berdasarkan Nurningsih (2003), menyatakan bahwa penyebaran ikan dipengaruhi baik oleh lingkungan, faktor penyebaran dan sumber makanan. Distribusi komposisi ikan di perairan danau atau waduk berfluktuasi mengikuti tempat (spasial) dan waktu (temporal). Pola fluktuasi ini salah satunya diakibatkan adanya tekanan ekologis pada komunitas ikan (Britton 2010).

Berdasarkan informasi yang didapat, selain menggunakan jaring insang alat tangkap yang digunakan warga untuk menangkap ikan di Waduk Penjalin adalah dengan mengunakan jala tebar, bubu dan pancingan. Hal lain yang memungkinkan menyebabkan tangkapan ikan indigenous sedikit adalah adanya penggunaan alat tangkap yang kurang tepat. Ikan-ikan yang sering didapat pemancing adalah mujaer, gurame, gabus, mas, betutu, tawes, cakul, sepat, nila, ceba, louhan dengan ukuran yang beragam. Ikan-ikan tersebut justru sebagian besar tidak tertangkap atau tertangkap dengan jumlah yang sedikit pada saat penelitian.

(28)

12

Penjalin dibanding spesies indigenous. Kehadiran ikan introduksi di suatu perairan dapat mempengaruhi sistem perairan air tawar pada tingkat individu, populasi ekosistem bahkan ekosistem. Adanya ikan introduksi akan berdampak pada penurunan kelimpahan ikan asli atau spesises indigenous (Elvira 1995; Simon and Townsend 2003).

Komposisi hasil tangkapan menunjukkan bahwa dari total 10 jenis spesies ikan tersebut, ikan manila gift memiliki persentase tinggi. Persentase ikan manila gift sebesar 39% dari persentase ikan lainnya dan merupakan jenis ikan yang dominan tertangkap pada setiap ukuran dan tiap waktu sampling. Persentase ikan introduksi yang tinggi juga ditunjukkan oleh kehadiran ikan nila sebanyak 21%. Tingginya persentase keberadaan ikan nila juga bisa disebabkan keberhasilan penebaran benih ikan yang dilakukan oleh dinas perikanan pada tahun 2006 dan 2007. Menurut Offen et al. 2009, adanya dominansi chilchidae seperti nila dan manila gift akan menyebabkan tekanan pada keberadaan ikan lainnya, seperti yang terjadi di Danau Victoria. Ikan introduksi yang didapat menunjukkan adanya distribusi ukuran dari kecil hingga besar dari jenis ikan tersebut. Distribusi ukuran tersebut juga membuktikan bahwa ikan tersebut mampu bereproduksi dengan baik serta merupakan introduksi yang sukses.

Persentase hasil tangkapan ikan indigenous sebesar 21% terdiri dari uceng (10%), julung-julung (8%), wader padi (1%), beunteur (1%), sepat (0.5%) dan gurame (0.5%). Hasil tangkapan ikan indigenous tersebut menunjukkan rendahnya nilai persentase tangkapan. Berdasarkan panjang total dan berat tubuh antar ikan relatif bervariasi, namun ikan dengan persentase tinggi cenderung didominansi oleh ukuran ikan indigenous yang relatif kecil. Sedangkan komposisi hasil tangkapan ikan introduksi seperti betutu dan nila yang terdapat di Waduk Penjalin mempunyai ukuran yang relatif besar. Hal ini menunjukkan bahwa manila gift merupakan ikan yang telah menginvasi perairan Waduk Penjalin. Spesies introduksi yang sukses umumnya akan menggeser keberadaan ikan-ikan indigenous pada badan air tersebut menjadi lebih sedikit (Gido et al. 2004).

Tabel 4 Persentase Tangkapan dan Kisaran Panjang Berat Ikan di Waduk Penjalin

No Nama Ikan Nama Latin

2 Ekor Pedang* Xiphophorus helleri 17 4 37 - 65 0.6 - 1.2

3 Sepat Trichogaster trichopterus 1 0.5 83 14.25

4 Wader Padi Rasbora lateristriata 4 1 71 - 108 4 - 13

5 Beunteur Puntius binotatus 3 1 50 - 83 4 – 7

6 Gurame Osphronemus goramy 1 0.5 185 85

7 Julung-julung Dermogenys pusilla 34 8 62 – 68 0.6 - 1

8 Manila gift* Parachromis managuensis 162 39 90 - 198 7 - 228

9 Nila* Oreochromis niloticus 88 21 180 - 330 36 - 524

10 Betutu* Oxyeleotris marmorata 55 15 130 - 205 7 - 214

Ket: * jenis ikan introduksi

(29)

13 sedangkan pada stasiun 2 dan 3 adalah (0.14). Nilai-nilai tersebut menunjukkan adanya keanekaragaman yang rendah. Ikan dengan jumlah relatif lebih banyak adalah ikan uceng dan julung-julung. Sisanya hanya ditemukan 1 sampai 4 ekor saja tiap spesies. Nilai indeks keanekaragaman tergantung kepada jumlah individu setiap jenisnya atau jumlah individu setiap jenis ada yang mendominansi.

Berdasarkan perhitungan indeks dominansi ikan indigenous di perairan Waduk Penjalin adalah 0.67 - 1. Indeks dominansi pada stasiun 2, 3, dan 4 adalah 1.00 sedangkan pada stasiun 1 nilainya adalah 0.67. Dominansi yang tinggi terjadi pada spesies ikan indigenous seperti uceng dan julung-julung dibanding dengan spesies indigenous lainnya (Tabel 4). Nilai tersebut menunjukkan adanya dominansi dan struktur komunitas ikan dalam keadaan labil. Kesimpulan ini juga didukung dengan nilai indeks dominansi yang terdapat di Waduk Ir. H. Djuanda yang mencapai nilai 0.92 (2009) dan 0.53 (2010). Rendahnya keanekaragaman di Waduk Ir. H. Djuanda menunjukkan adanya dominansi yang tinggi oleh beberapa jenis ikan seperti oskar dan golsom (Hedianto and Purnamaningtyas 2011).

Nilai indeks keseragaman ikan indigenous di Waduk Penjalin adalah 00.4 - 0.15. Indeks keseragaman tertinggi adalah pada stasiun 4 dan 2 (0.15 dan 0.09) sedangkan pada stasiun 3 dan 4 (0.06 dan 0.04). Berdasarkan hal tersebut maka keseragaman ikan indigenous di Waduk Penjalin memiliki nilai yang kecil dengan adanya dominansi dari jenis tertentu. Hal tersebut juga dapat dilihat berdasarkan hasil persentase tangkapan ikan dan nilai indeks dominansi yang didapat, bahwa nilai dominansi yang tinggi terjadi pada spesies ikan indigenous seperti ikan uceng dan julung-julung (Table 4). Indeks keanekaragaman, dominansi dan keseragaman ikan indigenous di Waduk Penjalin disajikan pada Gambar 3 dibawah ini.

Gambar 3 Keanekaragaman, Dominansi dan Keseragaman Ikan Indigenous di Waduk Penjalin

Kebiasaan Makan Ikan Indigenous di Waduk Penjalin

Ikan uceng (Nemacheilus fasciatus) yang didapat pada saat penelitian berjumlah 42 ekor dengan ukuran panjang total berkisar antara 50 - 80 mm dan bobot 3 - 5 gr. Makanan alami ikan uceng terdiri dari beberapa fitoplankton, insecta, crustacea dan zooplankton. Makanan utama ikan uceng terdiri dari 38.61% crustacea, sedangkan sebagai makanan pelengkap terdiri dari fitoplankton dari kelas Bacillariophyceae, zooplankton, insecta dan fitoplankton dari kelas

Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4

Keanekaragaman (H') 0.19 0.14 0.14 0.43

(30)

14

Chlorophyceae masing-masing adalah 23.08%, 15.38%, 15.23% dan 7.7% (Gambar 4). Persentase analisis kebiasaan makan ikan uceng (Nemacheilus fasciatus) yang terdapat di Waduk Penjalin disajikan pada Gambar 4 di bawah ini.

Gambar 4 Persentase Kebiasaan makan Ikan uceng (Nemacheilus fasciatus) berdasarkan Genus dan Kelas

Ikan wader padi (Rasbora lateristriata) yang didapat pada saat penelitian berjumlah 4 ekor dengan ukuran panjang total berkisar antara 71 - 108 mm dan bobot 4 - 13 gr. Makanan alami ikan wader padi terdiri dari fitoplankton dan serasah. Makanan utama ikan wader padi adalah 59% fitoplankton dari kelas Cyanophyceae dan 40% serasah. Sedangkan sebagai makanan tambahan adalah fitoplankton dari kelas Bacillariophyceae sebesar 1%. (Gambar 5). Persentase analisis kebiasaan makan ikan wader padi (Rasbora lateristriata) yang terdapat di Waduk Penjalin di sajikan pada Gambar 5 di bawah ini.

Gambar 5 Persentase Kebiasaan makan Ikan wader padi (Rasbora lateristriata) berdasarkan Genus dan Kelas

(31)

15

Gambar 6 Persentase Kebiasaan makan Ikan Beunteur (Puntius binotatus) berdasarkan Genus dan Kelas

Ikan julung-julung (Dermogenys pusilla) yang didapat pada saat penelitian berjumlah 34 ekor dengan ukuran panjang total berkisar antara 62 - 68 mm dan bobot 0.6 - 1 gr. Makanan alaminya terdiri dari beberapa fitoplankton. Makanan utama ikan julung-julung terdiri dari fitoplankton yang terdiri dari kelas Bacillariophyceae sebanyak 48.01% dan Cyanophyceae sebanyak 42.14%, sedangkan sebagai makanan pelengkap adalah fitoplankton dari kelas Chlorophyceae sebanyak 9.85% (Gambar 7). Persentase analisis kebiasaan makan ikan julung-julung (Dermogenys pusilla) yang terdapat di Waduk Penjalin disajikan pada Gambar 7 di bawah ini.

Gambar 7 Persentase Kebiasaan Makan Ikan Julung-julung (Dermogenys pusilla) berdasarkan Genus dan Kelas

Luas Relung Ikan Indigenous di Waduk Penjalin

(32)

16

Ikan uceng, beunteur, dan wader padi tergolong ikan-ikan yang lebih leluasa dari jenis ikan indigenous lainnya, karena mampu memanfaatkan beberapa sumberdaya yang berbeda sebagai makanan utamanya. Sifat selektif ditunjukan oleh ikan julung-julung karena hanya memanfaatkan salah satu jenis makanan alami dengan persentase yang tinggi. Ikan yang memanfaatkan berbagai macam sumberdaya makanan sebagai makanannya maka nilai luas relungnya akan meningkat, walaupun sumberdaya yang tersedia menurun (Krebs 1989). Menurut Effendi (1997), bahwa sifat leluasa suatu jenis ikan dalam memanfaatkan makanan yang ada dapat meningkatkan jumlah populasinya. Berdasarkan hasil tangkapan ikan indigenous yang tertangkap selama penelitian, cenderung mendapatkan jumlah yang sedikit dibanding ikan introduksi. Hal ini berarti dalam ekologi rantai makanan, ikan-ikan indigenous diduga terganggu perkembangan populasinya. Luas relung ikan indigenous di Waduk Penjalin dapat dilihat berdasarkan Gambar 8 yang tersaji pada diagram batang di bawah ini.

Gambar 8Luas Relung Ikan Indigenous di Waduk Penjalin

Interaksi Pemanfaatan Makanan Alami Ikan Indigenous di Waduk Penjalin

Analisis terhadap jenis-jenis ikan indigenous di perairan Waduk Penjalin, menunjukkan bahwa sumberdaya pakan alami yang dimanfaatkan oleh ikan terdiri atas fitoplankton, zooplankton, insecta, crustacea dan serasah. Berdasarkan jenis makanan yang dimanfaatkan ikan julung-julung, beunteur dan wader padi tergolong sebagai planktivor dengan memanfaatkan makanan berupa fitoplankton yang tinggi sebesar 100%, 63.89% dan 60%. Sedangkan ikan uceng tergolong sebagai omnivor dengan makanan utamanya adalah crustacea dan fitoplankton sebesar 38.61% dan 30.77% sedangkan makanan pelengkap terdiri dari zooplankton dan insecta sebesar 15.38% dan 15.23%.

Berdasarkan analisis dendogram (diagram pohon) terhadap tingkat kesamaan kebiasaan makanan (tingkat similarity 50%), didapatkan terdapat empat kelompok (Gambar 9). Pengelompokkan ini menggambarkan pula persaingan terhadap sumberdaya makanan alami pada setiap kelompok ikan. Kelompok pertama, kedua dan ketiga adalah kelompok ikan planktivor yang cenderung herbivor terdiri atas ikan julung-julung, beunteur dan wader padi sedangkan kelompok keempat adalah ikan omnivor yaitu ikan uceng.

(33)

17

Gambar 9 Dendogram Interaksi Pemanfaatan Makanan Alami Ikan Indigenous di Waduk Penjalin

Menurut Nikolsky (1963) bahwa ikan dapat dibedakan dalam tiga kategori berdasarkan urutan makanan. Tiga kategori tersebut yakni makanan utama adalah kelompok makanan mempunyai Indeks Preponderan (IP) lebih besar dari 25%, makanan pelengkap adalah kelompok makanan yang mempunyai IP berkisar antara 5 - 25%, dan makanan tambahan adalah kelompok makanan yang

mempunyai IP kurang dari 5%. Berdasarkan hal tersebut dapat diketahui bahwa

ikan-ikan indigenous yang tertangkap selama penelitian yakni:

1. Ikan uceng berdasarkan IP, maka makanan utamanya adalah crustacea

(38.61%), sedangkan makanan pelengkap berupa fitoplankton dari kelas Bacillariophyceae (23.08%), zooplankton (15.38%), insecta (15.23%), dan fitoplankton dari kelas Chlorophyceae (7.7%).

2. Ikan wader padi berdasarkan IP, maka makanan utamanya adalah

fitoplankton dari kelas Cyanophyceae (59%) dan serasah (40%), sedangkan sebagai makanan tambahan adalah fitoplankton dari kelas Bacillariophyceae (1%).

3. Ikan beunteur berdasarkan IP makanan utamanya adalah fitoplankton dari

kelas Bacillariophyceae (63.35%) dan zooplankton (36.12%), sedangkan makanan tambahan adalah fitoplankton dari kelas Cyanophyceae (0.53%).

4. Ikan julung-julung berdasarkan IP makanan utamanya adalah fitoplankton

dari kelas Bacillariophyceae (48.01%) dan fitoplankton dari kelas

Cyanophyceae (42.14%) sedangkan makanan tambahan adalah

fitoplankton dari kelas Chlorophyceae (9.85%).

Kelimpahan Plankton

Plankton yang teramati pada saat penelitian di Waduk Penjalin yaitu sebanyak 48 jenis fitoplankton. Fitoplankton yang ditemukan terdiri dari lima kelas yaitu: Bacillariophyceae, Chlorophyceae, Cyanophyceae, Dinophyceae dan Euglenophyceae. Kelas Bacillariophyceae (20 jenis), Chlorophyceae (17 jenis), Cyanophyceae (6 jenis), Dinophyceae (2 jenis) dan Euglenophyceae (3 jenis).

(34)

18

Jenis fitoplankton dari kelas Bacillariophyceae yang ditemukan terdiri dari dua puluh jenis fitoplankton yakni: Navicula sp., Gyrosigma sp., Melosira sp., Rhizoselenia sp., Amphiprora sp., Nitzschia sp., Synedra sp., Diatoma sp., Coscinodiscus sp., Asterionella sp., Surirella sp., Pleurosigma sp., Frustulia sp., Stephanodiscus sp., Tabellaria sp., dan Cocconeis sp., Cyclotella sp.,Campylodiscus sp., Fragilaria sp., dan Pinnularia sp. Jenis fitoplankton yang jumlahnya banyak ditemukan dari kelas Bacillariophyceae adalah Navicula sp., Melosira sp, Asterionella sp, dan Diatoma sp.

Jenis fitoplankton dari kelas Chlorophyceae yang ditemukan terdiri dari tujuh belas jenis fitoplankton yakni: Scenedesmus sp., Crucigenia sp. Mougeotia sp., Botryoccoccus sp., Zygnema sp., Cosmarium sp., Microspora sp., Pediastrum sp., Closterium sp., Ankistrodesmus sp., Staurastrum sp., Selenastrum sp., Cladophora sp., Spirogyra sp., Tetraedron sp., Micrasterias sp., Volvox sp. Jenis fitoplankton yang banyak ditemukan dari kelas Chlorophyceae adalah Scenedesmus sp., Zygnema sp., Microspora sp., dan Pediastrum sp.

Jenis fitoplankton dari kelas Cyanophyceae yang ditemukan terdiri dari enam jenis fitoplankton yakni: Mycrocystis sp., Oscillatoria sp., Colosphaerium sp., Anabaena sp., Aphanizomenon sp., dan Merismopedia sp. Jenis fitoplankton yang banyak ditemukan dari kelas Cyanophyceae adalah Oscillatoria sp., Colosphaerium sp. Jenis fitoplankton dari kelas Dinophyceae yang ditemukan terdiri dari dua jenis fitoplankton yakni Peridinium sp dan Ceratium sp. Sedangkan jenis fitoplankton yang banyak ditemukan dari kelas Dinophyceae adalah Peridinium sp. Jenis fitoplankton dari kelas Euglenophyceae yang ditemukan terdiri dari tiga jenis yakni Euglena sp., Phacus sp., dan Trachelomonas sp. Jenis fitoplankton dari kelas Euglenophyceae yang banyak ditemukan adalah Phacus sp. (Lampiran 8).

Berdasarkan Tabel 4 dapat terlihat bahwa rata-rata kelimpahan fitoplankton di perairan Waduk Penjalin berkisar 6.3 5-7.5 5 sel/L. Kelimpahan fitoplankton tertinggi pada stasiun 1 adalah 7.15 sel/L, kelimpahan selanjutnya adalah pada stasiun 3 adalah 7.1 5, pada stasiun 2 adalah 6.4 5 dan pada stasiun 4 adalah 6.3 5. Kelimpahan fitoplankton selama penelitian bulan Maret, April dan Mei berfluktuasi tiap bulannya.

Tabel 5 Kelimpahan Fitoplankton pada tiap Stasiun Penelitian di Waduk Penjalin Stasiun

Kelimpahan (Sel/L)

Sampling 1 Sampling 2 Sampling 3 Jumlah Rata-rata

Stasiun 1 80.256 1.458.057 738.208 2.276.521 758.840 (7.5 5)

Stasiun 2 331.512 990.280 626.875 1.948.667 649.555 (6.4 5)

Stasiun 3 322.848 880.828 924.766 2.128.442 709.480 ( 7.1 5)

Stasiun 4 410.856 714.044 781.337 1.906.237 635.412 (6.3 5)

(35)

19 mendukung bagi perkembangan fitoplankton. Kondisi perairan pada saat penelitian bulan April ini lebih mendukung untuk pertumbuhan fitoplankton. Kelimpahan tertinggi juga terdapat pada stasiun 1 dan 3. Hal tersebut diduga berkaitan dengan area pada stasiun pengamatan dimana pada stasiun 1 terdapat masukan aliran sungai sedangkan pada stasiun 3 merupakan daerah dekat pemukiman penduduk. Tingginya kelimpahan tersebut dimungkinkan adanya limpasan yang berasal dari aliran sungai atau kegiatan penduduk yang membuang sampah atau limbah dan terbawa bersama aliran air hujan ke dalam perairan. Hal tersebut dapat menyebabkan terjadinya perbedaan komposisi fitoplankton dari tiap stasiun pengamatan. Hal tersebut juga didukung pernyataan Effendi (2003) yang menyatakan sumber fosfat sebagai unsur hara dapat berasal dari dekomposisi bahan organik (limbah industri domestik, dan limpasan dari daerah pertanian).

Total kelimpahan fitoplankton yang diperoleh berkisar 6.3 5 - 7.5 5 sel/L. Hal ini menunjukan bahwa perairan waduk Penjalin termasuk kedalam perairan dengan tingkat kesuburan sedang. Hal ini sesuai dengan pendapat Goldman and Horne (1983), yang mengelompokkan perairan berdasarkan kelimpahan fitoplankton yaitu tingkat kesuburannya rendah (<104 sel/L), tingkat kesuburan sedang (104 - 107 sel/L) dan tingkat kesuburan tinggi (>107 sel/L).

Berdasarkan Tabel 6 menunjukkan bahwa terdapat beberapa jenis fitoplankton yang dimanfaatkan secara bersama, atau dengan kata lain, ikan-ikan tersebut memanfaatan sumberdaya yang sama. Jenis fitoplankton yang dimanfaatkan juga sebagai pakan alami oleh beberapa ikan indigenous diantaranya adalah dari kelas Bacillariophyceae (Melosira sp., Navicula sp., dan Pleurosigma sp.), dan dari kelas Cyanophyceae (Oscillatoria sp., dan Microcystis sp.) dan dari kelas Chlorophyceae (Volvox p.). Fitoplankton yang dimanfaatkan oleh ikan-ikan indigenous yang sama diantaranya adalah:

1. Melosira sp. diantaranya dimanfaatkan oleh ikan-ikan seperti: wader padi, dan beunteur.

2. Navicula sp. diantaranya dimanfaatkan oleh ikan-ikan seperti: beunteur dan julung-julung.

3. Pleurosigma sp. diantaranya dimanfaatkan oleh ikan-ikan seperti: wader, dan beunteur.

4. Oscillatoria sp diantaranya dimanfaatkan oleh ikan seperti: wader padi

5. Microcystis sp diantaranya dimanfaatkan oleh ikan-ikan seperti: wader padi dan beunteur.

(36)

20

Tabel 6 Jenis Fitoplankton yang dimanfaatkan Ikan Indigenous di Waduk Penjalin Organisme Uceng Wader Padi Benteur Julung-julung

BACILLARIOPHYCEAE

Jika dihubungkan dengan kebiasaan makan (Lampiran 7), ikan-ikan dengan jumlah yang sedikit diduga karena pada umumnya ikan tersebut menggunakan sumberdaya yang sama yaitu memakan fitoplankton dengan jenis yang sama sebagai makanan utama, hal ini dapat menyebabkan terjadinya persaingan dalam mendapatkan makanan. Sedangkan ikan dengan jumlah yang cukup banyak dibanding lainnya yaitu seperti ikan uceng dan beunteur ini merupakan ikan yang bersifat lebih leluasa, yang seharusnya mampu memperbanyak populasinya. Sedangkan ikan julung-julung yang ditemukan juga relatif banyak padahal menggunakan sumberdaya yang sama sebagai pakan alaminya yaitu fitoplankton dari jenis Navicula sp. Namun berdasarkan jumlah fitoplankton yang didapat Navicula sp. merupakan salah satu fitoplankton yang ditemukan dalam jumlah relatif banyak perairan (Lampiran 8).

Berdasarkan keanekaragaman fitoplankton yang didapat di perairan Waduk Penjalin, jika dibandingkan dengan jumlah atau pemanfaatan ikan terhadap fitoplankton, maka masih banyak jenis fitoplankton yang belum dimanfaatkan sebagai makanan alami ikan (Lampiran 8). Hal ini dapat menjadi salah satu penanda, bahwa masih adanya relung yang bisa dimanfaatkan ikan atau upaya peningkatan jumlah ikan dengan cara memasukan jenis ikan yang dapat memanfaatkan fitoplankton yang belum termanfaatkan.

Kondisi Fisika dan Kimia Perairan

(37)

21 kimia perairan berupa: temperatur, kecerahan, kedalaman, pH, oksigen terlarut dan BOD5. Hasil pengukuran tersebut disajikan pada Tabel 7

Tabel 7 Kualitas Perairan Waduk Penjalin

Berdasarkan Tabel 7 temperatur perairan Waduk Penjalin tidak memperlihatkan adanya fluktuasi yang berbeda jauh antar stasiun. Hasil pengukuran temperatur selama penelitian tiap stasiun diperoleh berkisar antara 29oC sampai 30oC. Penelitian yang dilakukan Rukayah and Wibowo (2011) mendapatkan hasil pengukuran temperatur perairan Waduk Penjalin berkisar antara 24.5oC - 29.5oC. Temperatur merupakan faktor penting dalam penentuan pertumbuhan ikan. Kisaran temperatur yang baik untuk penunjang kehidupan ikan berkisar 28oC- 32oC. Hal ini menunjukkan bahwa temperatur perairan di Waduk Penjalin masih memenuhi syarat optimum bagi pertumbuhan ikan (Frasawi et al. 2013).

Hasil pengukuran kecerahan perairan Waduk Penjalin pada tiap stasiun mempunyai nilai berbeda. Berdasarkan Tabel 6, kecerahan perairan berkisar antara 124 - 185 cm. Menurut Pescod (1973) in Frasawi et al. (2013) kecerahan didefinisikan sebagai kondisi yang menggambarkan suatu kemampuan penetrasi cahaya matahari untuk menembus permukaan air sampai kedalaman tertentu. Nilai kecerahan suatu perairan sangat bergantung pada warna air dan kekeruhan, semakin gelap perairan akan semakin keruh, dan nilai kecerahan akan rendah (Frasawi et al. 2013). Hasil penelitian yang dilakukan Frasawi et al. (2013) di Waduk Embung Klamalu Kabupaten Sorong tingkat kecerahan pada kisaran 25 - 40 cm kisaran yang masih dalam kondisi alami perairan. Hal ini menunjukkan bahwa perairan Waduk Penjalin masih dalam kondisi baik jika dilihat dari kondisi kecerahan perairannya

(38)

22

biota perairan (Effendi 2003). Berdasarkan hal tersebut perairan Waduk Penjalin masih dalam kondisi optimum bagi kehidupan biota akuatik di dalamnya.

Hasil pengamatan nilai BOD5 pada tiap stasiun berkisar 9 - 9.29 mg/L. Penelitian Rukayah and Wibowo (2011) memperoleh nilai BOD5 berkisar antara 0.24 - 9.94 mg/L. Perairan yang baik untuk menunjang kegiatan budidaya ikan air tawar menurut standar baku mutu PP. No 82 Tahun 2001 adalah 0 - 10 mg/L (Tatangindatu et al. 2013). Berdasarkan hal tersebut maka perairan Waduk Penjalin masih dalam kisaran yang layak untuk kehidupan biota perairan.

Nilai pengukuran pH di Waduk Penjalin yakni 7. Derajat keasaman (pH) adalah suatu ukuran dari konsentrasi ion hidrogen dan menunjukkan kondisi air. Ikan yang hidup di perairan air tawar, angka pH yang dianggap sesuai untuk kehidupan ikan-ikan tersebut berkisar antara 6,5 hingga 8,4. Sementara itu kebanyakan jenis ganggang tidak dapat hidup di perairan dengan pH lebih dari 8,5 (Asdak 2001 in Frasawi et al. 2013). Berdasarkan hasil pengukuran pH di Waduk Penjalin nilai tersebut masih dalam kondisi optimum bagi kehidupan ikan.

Berdasarkan hasil pengukuran parameter fisika dan kimia kualitas perairan di Waduk Penjalin secara umum beberapa parameter tersebut menunjukkan masih cukup layak untuk mendukung kehidupan biota perairan.

Upaya Pengelolaan Sumberdaya Perikanan di Waduk Penjalin Brebes

Waduk Penjalin selain berfungsi untuk irigasi pertanian yang ada di sekitar Kabupaten Brebes, waduk ini merupakan tempat habitat ikan. Kegiatan perikanan yang terdapat di Waduk Penjalin terutama adalah kegitan perikanan tangkap. Oleh karenanya ekosistem ini perlu dilakukan upaya pengelolaan di Waduk Penjalin. Kegiatan perikanan di Waduk Penjalin selain usaha penangkapan juga terdapat kegiatan pemancingan dan terdapat budidaya berjumlah sembilan KJA yang saat ini tidak termanfaatkan. Keberhasilan usaha penangkapan ditentukan oleh lokasi penangkapan dan keterkaitan dengan kebiasaan makan ikan dalam menempati ruang habitat. Keberadaan makanan di lingkungan perairan merupakan hal penting yang mempengaruhi keberadaan ikan. Berdasarkan kebiasaan makan, ikan indigenous yang terdapat di Waduk Penjalin lebih banyak yang memanfaatkan fitoplankton dari kelas Bacillariophyceae sebagai makanan utamanya.

Jumlah ikan indigenous di Waduk Penjalin dari tahun ke tahun semakin menurun, hal ini dapat dilihat dari jumlah ikan dan spesies yang tertangkap. Hal ini terlihat dari hasil penelitian yang menunjukkan hanya ditemukan 6 spesies ikan indigenous dengan total tangkapan sebanyak 85 ekor ikan. Berdasarkan komposisi, keanekaragaman, keseragaman dan dominansi ikan indigenous di Waduk Penjalin juga menunjukkan nilai yang rendah dengan adanya dominansi dari jenis tertentu. Hasil ini juga didukung dengan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan Rukayah and Wibowo (2011), ditemukan 17 jenis ikan indigenous dan 8 spesies introduksi di Waduk Penjalin. Selanjutnya penelitian yang dilakukan Hedianto et al. (2013) hanya menemukan 6 spesies yang terdiri dari 3 spesies ikan indigenous dan 3 spesies ikan introduksi. Hasil tersebut menunjukkan bahwa ikan-ikan yang terdapat di Waduk Penjalin keanekaragamannya semakin berkurang jika dilihat baik dari jumlah maupun keanekaragaman spesiesnya.

(39)

23 plankton yang dimanfaatkan sebagai pakan alami, banyak jenis plankton yang belum dimanfaatkan. Sedangkan berdasarkan hasil pengamatan kebiasaan makan ikan indigenous yang terdapat di Waduk Penjalin, pengetahuan ini bisa dijadikan pertimbangan mengenai masukan upaya peningkatan stok ikan dengan melihat kebiasaan makannya. Sehingga perlu dilakukan penambahan stok ikan indigenous ataupun usaha peningkatan jumlah ikan introduksi guna meningkatkan produksi ikan yang memanfatkan plankton atau pakan alami dengan pertimbangan dan pengetahuan secara hati-hati. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah pengendalian jumlah spesies introduksi terutama yang mengancam keberadaan spesies indigenous baik dalam hal perebutan relung maupun kompetisi dalam memperoleh makanan.

Berdasarkan hal tersebut, maka perlu adanya upaya penebaran yang bertujuan untuk pengkayaan stok guna mempertahankan atau memperbaiki stok serta tetap mampu berperan sebagai penggerak perekonomian rakyat golongan kecil. Hal ini terutama dalam hal pemenuhan kebutuhan protein hewani bagi keluaraga, sumber mata pencaharian tambahan atau utama bagi masyarakat di sekitar perairan waduk, penyerap tenaga kerja. Pemilihan jenis ikan yang akan ditebar merupakan salah satu faktor yang harus diperhatikan dalam penebaran. Hal ini berkaitan dengan adanya isu mengenai penurunan hasil tangkapan akibat adanya introduksi yang tidak hati-hati seperti yang terjadi di Danau Victoria (Njiru et al. 2010). Menurut Cowx (1994), terdapat beberapa kriteria jenis ikan yang bisa di jadikan pertimbangan dalam hal melakukan penebaran sebagai berikut:

1. Sesuai dengan keinginan pasar, hal ini dikarenakan tujuan utama adalah memperoleh keuntungan dengan menjual hasil tangkapan, jenis ikan tersebut merupakan ikan yang digemari oleh masyarakat sekitar,

2. Dapat memanfaatkan jenis makanan yang tersedia dan rantai makanan pendek. Ikan yang mampu memanfaatkan fitoplankton, zooplankton dan detritus lebih disukai dibandingkan dengan ikan karnivora atau predator. Penebaran jenis ikan predator dikhawatirkan akan berdampak pada populasi ikan-ikan kecil (anakan ikan) yang merupakan ikan asli badan air tersebut serta biota lainnya (Teplitsky et al.; 2003; Pearson and Goater 2009; Duxbury et al. 2010). Namun keberadaan ikan predator asli masih sangat diperlukan sebagai kontrol keberadaan ikan tebaran agar berada dalam kondisi seimbang (Offem et al. 2009),

3. Dapat tumbuh dengan cepat sehingga dapat mencapai ukuran yang diinginkan oleh pasar,

4. Tidak berkompetisi dengan ikan yang sudah ada (mampu memanfaatkan relung dan pakan yang kosong).

5. Benih berasal dari panti benih (Hatchery) dengan jumlah induknya cukup memadai sehingga menghindari adanya variabilitas genetik. Kualitas benih ikan yang ditebar merupakan faktor penting yang akan menentukan hasil dari penebaran.

6. Benih ikan yang akan ditebar bebas dari penyakit dan parasit serta bersertifikat, karena salah satu hal dampak buruk yang dikhawatirkan dalam kegiatan introduksi sutau jenis ikan adalah penyebaran parasit dan penyakit (De Jong et al. 2004).

(40)

24

Berdasarkan informasi dari Penyuluh perikanan di wilayah tersebut bahwa terdapat kegiatan upaya pengelolaan sumberdaya perikanan di Waduk Penjalin dilakukan oleh Paguyuban Masyarakat Penjalin Lestari. Kegiatan pengelolaan di Waduk Penjalin diwujudkan melalui aktifitas penebaran benih ikan yang diprakarsai oleh Dinas Perikanan terkait. Pelaksanaan ini belum dapat dilangsungkan secara kontiyu, hal tersebut lebih disebabkan karena adanya keterbatasan dalam pengalokasian anggaran pengelolaan bagi perairan umum. Penebaran ikan pernah dilakukan yaitu benih nila, mola, dan tawes sebanyak 120.000 (2006) dan 114.000 (2007). Waduk Penjalin mendapatkan dukungan suplay benih dari unit perbenihan rakyat (UPR) dan balai benih ikan (BBI) Brebes. Benih ikan yang dihasilkan di oleh UPR maupun BBI adalah gurame, mas, nila, lele, tawes, tambakan, mujair, nila, patin dan bawal. Jenis ikan-ikan tersebut dapat dijadikan sebagai alternatif ikan yang akan ditebar, salah satunya adalah ikan patin.

(41)

25

4

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

1. Total jumlah ikan yang tertangkap selama penelitian adalah sebanyak 407 ekor dengan persentase total tangkapan ikan indigenous adalah 21% dan ikan introduksi adalah 79%.

2. Berdasarkan analisis dendogram, kebiasaan makanan dari jenis-jenis ikan indigenous, didapatkan empat kelompok dalam rantai makanan. Ikan beunteur, wader padi dan julung-julung sebagai (herbivor) dan uceng (omnivor).

3. Berdasarkan nilai luas relung ikan indigenous: ikan uceng, beunteur dan wader padi tergolong ikan-ikan yang lebih leluasa dari pada ikan julung-julung yang lebih selektif dalam memanfaatkan makanan yang ada.

4. Berdasarkan kualitas perairan Waduk Penjalin masih mendukung bagi kehidupan biota perikanan.

5. Berdasarkan hasil penelitian, dalam upaya pengelolaan perlu dilakukan upaya penebaran yang bertujuan untuk pengkayaan penambahan stok ikan. Pemilihan jenis ikan yang akan ditebar perlu memperhatikan jenis ikan dan pengendalian jumlah spesies introduksi terutama yang mengancam keberadaan spesies indigenous. Jenis ikan yang di jadikan alternatif penebaran adalah ikan-ikan yang dihasilkan oleh UPR dan BBI seperti ikan patin.

Saran

(42)

26

DAFTAR PUSTAKA

[APHA] American Public Health Association. 2005. Standard methods for the examination of water and waste water including bottom sediment and sludges, 21 st ed. Washington (US): APHA. AWWA. WPOF. 1296 p. Britton, Gozlan JR, Copp GH. 2010. Managing Non-native Fish in The

Environment. Fish and Fisheries. 12 (3): 256-274.

Collwel RK, Futuyma DJ. 1971. On The Measurement of Niche Bredth and overlap. Ecology. 52 (4): 567-576.

Cowx LG. 1994. Stocking Strategy. Fisheries Management And Ecology. 1 (1): 15-30.

De Jong MC, Gibson R, Cowx IG. 2004. Impacts of Stocking and Introductions on Freshwater Fisheries of Newfoundland and Labrador, Canada. Fisheries Management and Ecology. 11: 183-193 p.

Duxbury C, Holland J, Pluchino M. 2010. Experimental Evaluation of the Impacts of the Invasive Catfish Hoplosternum littoralle (Hancock,1882) on Aquatic Macroinvertebrates. Aquatic invasions. 5 (1): 97-102.

Edmondson WT. 1959. Freshwater Biology. Second Edition. John Wiley and Sons, Inc. New York (US): USA. 1408 p.

Effendie MI. 1979. Metodologi Biologi Perikanan. Bogor (ID): Yayasan Dewi Sri. 122 p.

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Cetakan Kelima. Yogjakarta (ID): Kanisius.179 p. Ekau W, Auel H, Portner HO, Gilbert D. 2010. Impact of Hypoxia on The

Structure and Processes in Pelagic Communities (zooplankton, macro-invertebrates and fish). Biogeosciences. 7: 1669-1699 p.

Elvira B. 1995. Native And Exotic Freshwater Fishes In Spanish River Basins. Freshwater Biology. 33: 103-108 p.

Frasawi A, Rompas R, Watung J. 2013. Potensi Budidaya Ikan Di Waduk Embung Klamalu Kabupaten Sorong Provinsi Papua Barat: Kajian Kualitas Fisika Kimia Air. Budidaya Perairan. 1(3): 24-30.

Gaygusuz O, Tarkan AS, Gaygusuz CG. 2007. Changes in The Fish Community of The Omerli Reservoir (Turkey) Following The Introduction of Non-Native Gibel Carp Carassius gibelio (Bloch, 1782) and Other Human Impacts. Aquatic Invasions. 2 (2): 117-120.

Gido KB, Schaefer JF, Pigg J. 2004. Pattern of Invasions in the Great Plains of North America, Biological Conservation.118: 121-131p.

Goldman CR, Horne AJ. 1983. Limnology. Internal Student Edition. Tokyo (JP): Mc. Graw Hill International Book Company. 442 p.

Hedianto, Purnamaningtyas. 2011. Penerapan Kurva ABC (Rasio Kelimpahan/ Biomassa) untuk Mengevaluasi Dampak Introduksi Terhadap Komunitas Ikan di Waduk Ir. H. Djuanda. Prosiding Forum Nasional Pemacuan Sumber Daya Ikan III, 18 Oktober 2011. Hlm: 1-11.

(43)

27 Krismono. 2000. Penyebaran dan pertumbuhan ikan patin (Pangasius hypophthalmus) di perairan Waduk Jatiluhur. Prosiding seminar hasil penelitian perikanan 1999/2000. Hlm: 110-115.

Kodoatie RJ, Sjarief R. 2008. Pengelolaan Sumberdaya Air Terpadu. Edisi Revisi. Yogyakarta (ID): Andi. 420 p.

Kottelat MJA, Whitten SN, Kartikasari, Wirjoatmodjo S. 1993. Freshwater fishes of Western Indonesia and Sulawesi. Hongkong (HK): Periplus Edition Ltd. 221 p.

Krebs CJ. 1989. Ecological methodology. University of British Columbia. New York (US): Harper and Row Publisher. 654 p.

Mizuno T. 1979. Ilustration of The Freshwater Plankton of Japan. Revised Edition. Osaka, Japan (JP): Hoikusha Publishing Co. Ltd. 353 p.

Muchlisin ZA, Azizah S, Huat KK, Rudi E. 2003. Keanekaragaman Ikan Air

Nikolsky GV. 1963. The ecology of fishes. Transl. by L. New York (US): Birkett Academic Press. 352 p

Njiru M, Mkumbo OC, Knapp M. 2010. Some Possible Factors Leading to Decline in Fish Species in Lake Victoria. Aquatic ecosystem health and management . 13(1): 3-10.

Nurningsih. 2004. Pemanfaatan Makanan oleh Ikan-Ikan Dominan di Perairan Waduk Ir. H. Djuanda. [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Odum EP. 1998. Dasar- Dasar Ekologi. Edisi ke-3.Yogyakarta (ID): UGM Pr. 630 p.

Offem BO, Ikpi GU, Ayotunde EO. 2009. Effect Stocking Size of the Predatory African Catfish (Helerobranchus longifilis V,) on the Growth Performance of Nile Tilapia (Oreochromis niloticus L,) in Pond Culture. International Journal of Fisheries and aquaculture. 1 (3): 38-43.

Pearson KJ, Goater CP. 2009. Effect of Predaceaous and Nonpredaceoaus Introduced Fish on the Survival, Growth, and Antipredation Behaviours of Long-toed Salamanders. Can. J. Zool. 87: 948-955 p.

Purnomo K, Warsa A. 2011. Sruktur Komunitas Dan Relung Makanan Ikan Pasca Introduksi Ikan Patin Siam (Pangasianodon Hypophthalmus) Di Waduk Malahayu, Kabupaten Brebes. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. 17(1): 73-82.

Purwati E, Suprayogi A, Hani’ah. 2012. Analisis Perbandingan Fluktuasi Perubahan Volume Waduk Penjalin dengan Metode Pemeruman dan Pengukuran Elevasi Muka Air. Jurnal Geodesi Undip. 1(1): 1-9.

(44)

28

Rahardjo MF. 2011. Spesies Akuatik Asing Invasif. Prosiding Forum Nasional Pemacuan Sumber Daya Ikan III 18 Oktober 2011. Hlm: 1-7.

Rukayah S, Wibowo DN. 2011. Komposisi Spesies Ikan Indegenous Dan Introduksi Pada Ekosistem Waduk Penjalin Kabupaten Brebes. Prosiding Seminar Nasional Hari Lingkungan Hidup. Hlm: 39-48.

Simon KS, Townsend CR. 2003. Impact of Freshwater Invanders at Different Levels of Ecological Organisation, with Emphasis on Salmonids and Ecosystem Consequences. Freshwater Biology. 48: 982-994p.

Tatangindatu F, Kalesaran O, Rompas R. 2013. Studi Parameter Fisika Kimia Air pada Areal Budidaya Ikan di Danau Tondano, Desa Paleloan, Kabupaten Minahasa. Jurnal Budidaya Perairan. 1 (2): 8 -19.

Teplitski C, Plenet S, Joly P. 2003. Tadpoles’ Responses to Risk of Fish Introduction. Oecologia. 134: 270-277p.

Wahyuni S, Sulistiono, Affandi R. 2014. Distribusi Secara Spasial dan Temporal Ikan di Waduk Cirata, Jawa Barat. Jurnal Bumi Lestari. 14 (1): 74-84. Wargasasmita S. 2005. Ancaman Invasi Ikan Asing Terhadap Keanekaragaman

(45)

29

Lampiran 1 Lokasi Penelitian

Stasiun I

(46)

30

Stasiun 3

(47)

31 Lampiran 2 Ikan-ikan yang Tertangkap di Perairan Waduk Penjalin

Ikan Beunteur (Puntius binotatus) Panjang Total Berkisar 50-83 mm

Ikan Uceng (Nemacheilus fasciatus Panjang Berkisar 50-80 mm

Ikan Wader Padi (Rasbora lateristriata) Panjang Berkisar 71-108 mm

(48)

32

Ikan Sepat (Trichogaster trichopterus) Panjang Berkisar 83 mm

Ikan Gurame (Osphronemus goramy) Panjang Berkisar 185 mm

Ikan Manila Gift (Parachromis managuensis) Panjang Berkisar 90-198 mm

(49)

33

Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Panjang Beriksar 180-330 mm

Ikan Betutu (Oxyeleotris marmorata) Panjang Berkisar 130-205 mm

(50)

34

Lampiran 3 Kegitan Lapangan

Penangkapan Ikan Pengukuran Ikan

(51)

35 Lampiran 4 Pengambilan dan Pengukuran Kualitas Perairan Waduk Penjali

Pengambilan Sampel Plankton

Pengukuran Temperatur Perairan dan Pengukuran Kecerahan dan Kedalaman

Pengukuran Oksigen Terlarut

(52)

36

(53)

37

No Nama Ikan Jumlah

Stasiun 3

pi (pi)2 log pi pi log pi ln s

1 Uceng 8 0.19048 0.036281 -0.72016 -0.13717 2.079442

2 Sepat 3 Wader Padi 4 Benteur 5 Gurame

6 Julung-julung 34

Jumlah 42 1 1 0 -0.13717 2.079442

Kelimpahan 8

Jumlah taksa 1

Keanekaragaman (H') 0.13717

Dominansi (C) 1

Keseragaman (E) 0.06597

No Nama Ikan Jumlah

Stasiun 4

pi (pi)2 log pi pi log pi ln s 1 Uceng 8 0.666667 0.444444 -0.17609 -0.11739 2.079442 2 Sepat

3 Wader Padi 1 0.083333 0.006944 -1.07918 -0.08993 0 4 Benteur 2 0.166667 0.027778 -0.77815 -0.12969 0.693147

5 Gurame 1 0.083333 0.006944 -1.07918 -0.08993 0

6 Julung-julung

Jumlah 12 1 0.486111 -3.11261 -0.42695 2.772589

Kelimpahan 46

Jumlah taksa 5

Keanekaragaman (H') 0.42695

Dominansi (C) 1

(54)

38

Lampiran 6 Kebiasaan Makan Ikan Indigenous di Waduk Penjalin Ikan Uceng

Organisme % Organisme %

Insecta 15.23 Insecta 15.23

Crustacea 38.61 Crustacea 38.61

Nitzschia sp. 23.08 Bacillariophyceae 23.08

Volvox sp. 7.7 Chlorophyceae 7.7

Pleuroxus sp. 15.38 Zooplankton 15.38

100 100

Ikan Wader Padi

Organisme % Organisme %

Oscillatoria sp. 17 Cyanophyceae 59

Microcystis sp. 42 Serasah 40

Serasah 40 Bacillariophceae 1

Pleurosigma sp. 0.33 100

Melosira sp. 0.67

100

Ikan Julung- julung

Organisme % Organisme %

Navicula sp. 36.27 Bacillariophyceae 48.01

Microcystis sp. 36.96 Cyanophyceae 42.14

Achnanthes sp. 1.73 Chlorophyceae 9.85

Coscinodiscus sp. 7.25 100

Closterium sp. 9.84

Diatoma sp. 2.42

Surirella sp. 0.35

Oscillatoria sp. 5.18

Gambar

Gambar 1 Skema Perumusan Masalah
Gambar 2 Lokasi Penelitian
Tabel 2 Hasil Tangkapan Ikan di Waduk Penjalin
Tabel 4 Persentase Tangkapan dan Kisaran Panjang Berat Ikan di Waduk Penjalin
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sehingga GDSDW GLGH¿QLVLNDQ VHVXDWX yang dikonstruksikan secara sosial adalah sesuatu yang di bangun berdasarkan komunikasi dan interaksi antar individu

Hasil analisis data hipotesis menggunakan uji sampel paired t-test dapat diketahui bahwa hasil pada pre-test dan post- test kelompok eksperimen terlihat bahwa p = 0.000 (p

Perbedaan panjang serat dari hasil kombinasi dua jenis murbei dengan empat varietas ulat sutera menunjukkan adanya pengaruh interaksi yang dihasilkan Perbedaan

Hasil penjajaran berganda gen sitokrom b Kryptopterus limpok dan Kryp- topterus apogon dengan pembanding Kryptop- terus (GenBank) adalah 159 nukleotida yang di-

Sistem penelitian dengan memanfaatkan penurunan intensitas cahaya yang digunakan untuk mendeteksi keretakan spesimen komposit yang di dalamnya terdapat serat optik.. Keretakan

Data yang diperoleh kemudian diolah dan dianalisis sehingga diperoleh gambaran yang jelas dan konkrit terhadap objek yang dibahas dan selanjutnya disajikan secara

Efektivitas biopestisida biji mahkota dewa (Phaleria macrocarpa) dengan lama fermentasi yang berbeda untuk mengendalikan hama keong emas (Pomacea canaliculata) pada tanaman

Berdasarkan keseluruhan pembahasan hasil penelitian, 56% mahasiswa Program Penelusuran Pengembangan Potensi Putra/Putri (P5) Kabupaten Jayapura progdi PTIK untuk