• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bioakumulasi Logam Berat Pada Ikan Patin Yang Dibudidayakan Di Perairan Waduk Cirata Dan Laboratorium

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Bioakumulasi Logam Berat Pada Ikan Patin Yang Dibudidayakan Di Perairan Waduk Cirata Dan Laboratorium"

Copied!
103
0
0

Teks penuh

(1)

BIOAKUMULASI LOGAM BERAT PADA IKAN

PATIN YANG DIBUDIDAYAKAN DI PERAIRAN

WADUK CIRATA DAN LABORATORIUM

ADANG SAPUTRA

C151 070 211

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini, saya menyatakan bahwa tesis Biokumulasi Logam Berat pada Ikan Patin yang Dibudidayakan di Perairan Waduk Cirata dan Laboratorium, adalah karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, 01 Agustus 2009

Adang Saputra

(3)

Reservoir and Laboratory. Under direction of Kukuh Nirmala and Tri Heru Prihadi

Cirata reservoir in one of the reservoirs built in Citarum river in 1988. The area of Cirata reservoir is about 6.200 ha, with the average dept of 106 m and maximum water volume 2.165 million m3. In 2009, from the total number of 51.418 floating net cages (FNC) only 60% or 30.850 units with the total number of fisheries household 2.838 that actively enganged in culture activities. Materials for FNC construction consist of 56,06% iron ploating and 43,94% sterefoam.

Pangasius djambal is one of fish commodities cultured in Cirata reservoir affect

the condition of its resources in term of water quality degradation either physically, chemically, or biologically. One of chemical factor contributing to the pollutan is heavy metal. Toxic heavy metals that have bigger contribution to the pollutan of P. djambal in Cirata reservoir are Pb, Cd, Hg, and Fe. Rate accumulation of heavy metal in P. djambal is important to be studied especiall in accordance with food savety issues. The research was conducted in two phases that are field activities in July-December 2008 and laboratory activities from October-December 2008. Result of water quality analysis that was evaluated using Storet method showed that water quality in class I, II, and III were heavily polluted, only in class IV was categorized into moderately polluted. Base on the results of plankton abundance analysis, Cirata reservoir is categorized as eutrophic. Results of heavy metal showed that accumulation of Pb and Fe has exceed the standard of food safety while Hg and Cd were still safe. Besides, result of heavy metal bioaccumulation calculation indicated that most of accumulation exist in the sediment. Furthermore, results of bioaccumulation analysis on sediment explained that there is no direct impact of bioaccumulation to the fish organ except from water compartement. On the other hand, results of correlation regression calculation showed that correlation between sediment and water and water and fish organ is negative while between sediment and fish organ is positive. Therefor, fish will easily absorb heavy metal from water compartement.

(4)

RINGKASAN

ADANG SAPUTRA. Bioakumulasi Logam Berat pada Ikan Pating yang Dibudidayakan di Perairan Waduk Cirata dan Laboratorium. Dibimbing oleh Kukuh Nirmala dan Tri Heru Prihadi.

Pada awal pembangunannya, Waduk Cirata bertujuan untuk memenuhi kebutuhan tenaga listrik dan air irigasi serta pengendalian banjir. Namun dengan perkembangan waktu dan kebutuhan manusia, keberadaan Waduk Cirata telah membuka peluang bagi perkembangan subsektor pembangunan lain seperti perikanan, air minum, pariwisata, dan perhubungan. Aktivitas kegiatan perikanan pada tahun 2009 jumlah KJA yang ada di Waduk Cirata sebanyak 51.418 unit dengan jumlah rumah tangga petani (RTP) 2.838. Menurut BPWC (2009) material yang digunakan untuk KJA yaitu pelampung 56,06% dari besi dan 43,94% dari busa, memberikan kontribusi terhadap pencemaran salah satunya akumulasi logam berat. Akibat dari pencemaran ini, terjadi perubahan struktur komunitas perairan, rantai makanan, tingkah laku biota, efek fisiologi, genetika, dan resistensi terhadap penyakit.

Dampak dari akumulasi logam berat pada ikan adalah menurunkan tingkat kematangan gonad, menutup membran insang sehingga ikan kekurangan oksigen, menghambat pertumbuhan, dan ikan yang diproduksi menjadi tidak aman untuk dikonsumsi. Salah satu komoditas yang dibudidayakan di Waduk Cirata adalah ikan patin (Pangasius djambal). Ikan ini mempunyai nilai ekonomis tinggi, mempunyai toleransi tinggi, relatif tahan terhadap penyakit, dan merupakan komoditas unggulan bagi produksi perikanan Indonesia. Tetapi karena kebiasaan makannya adalah plankton dan jasad benthos maka tingkat respirasi bahan kimia diantaranya logam berat menjadi tinggi. Akumulasi logam berat oleh ikan patin sangat penting untuk diketahui karena berhubungan dengan keamanan pangan.

Penelitian lapangan dilaksanakan di Waduk Cirata pada bulan Juli-Desember 2008 dan Laboratorium pada bulan Oktober-Juli-Desember 2008. Sampel sedimen dan air diambil dari Waduk Cirata, sedangkan ikan patin diambil dari KJA milik Pusat Riset Perikanan Budidaya yang berada di bagian tengah. Pemeliharaan ikan patin di KJA milik Pusat Riset Perikanan Budidaya selama 6 bulan mulai dari bulan Juli-Desember 2008. Berat ikan pada awal penebaran rata-rata 300 g dan selama pemeliharaan tidak di beri pakan.

Kegiatan di lapangan adalah pengukuran logam berat pada ikan patin umur pemeliharaan 0 dan 6 bulan serta pengukuran kualitas air yang meliputi faktor fisika, kimia, dan biologi. Kegiatan laboratorium berupa analisis logam berat pada air, sedimen, dan ikan patin yang dilakukan di Laboratorium Lingkungan Budidaya Perikanan FPIK-IPB dan Balai Besar Pengembangan Budidaya air Tawar, Sukabumi.

(5)

ikan patin sebanyak 3 ekor dengan berat rata-rata 600 g. Selama pemeliharaan, ikan diberi pakan secukupnya. Pada bulan Desember 2008 dilakukan pengambilan sampel ikan untuk dianalisis kandungan logam beratnya dilaboratorium.

Untuk melihat status kualitas airnya dianalisis menggunakan Metode STORET. Metode untuk mengetahui keeratan hubungan antar kandungan logam berat Hg, Pb, Cd, dan Fe dalam air, sedimen, dan ikan patin dihitung dengan analisis regresi dan korelasi (Manttjik dan Sumertajaya, 2002) dengan software minitab 14.0. Faktor distribusi sedimen dihitung menggunakan perbandingan koefisien distribusi (Kd) pada sedimen, air, dan ikan. Untuk melihat perbandingan tingkat biokonsentrasi faktor logam berat pada ikan dan air serta ikan dan sedimen menggunakan rumus bioconsentration factor (BCF). Kelimpahan plankton dinyatakan sebagai jumlah individu plankton per satuan volume air dihitung dengan menggunakan metode Lackey Drop Microtransect counting (APHA, 1989).

Kualitas air Waduk Cirata untuk budidaya ikan dengan perhitungan menggunakan Metode Storet sudah termasuk dalam kategori tercemar berat. Parameter yang memberikan kontribusi terhadap pencemaran yaitu: sulfide, ammonia, fenol, total fosfat, Pb, Cd, dan Fe. Hasil analisis terhadap plankton di Waduk Cirata Termasuk kategori tercemar dan hasil analisis terhadap krorofila perairan Waduk Cirata sudah termasuk kategori eutrofik-hypereutrofik (20-60

μg/L).

Konsentrasi Pb pada insang baik yang dipelihara di Cirata maupun akuarium akumulasinya telah melebihi bakumutu standar kemanan pangan. Hasil perhitungan terhadap akumulasi Cd pada insang masih dalam ambang yang ditoleransi untuk keamanan pangan dari Kepdirjen P2HP-DKP Nomor. KEP. 010/DJ-P2HP/2007 yaitu sebesar 0,10 mg/Kg . Konsentrasi logam Hg pada insang yang dipelihara di Waduk Cirata maupun di akuarium masih dalam ambang standar baku mutu untuk keamanan pangan. Kandungan Fe pada insang ikan ini sudah tidak aman untuk dikonsumsi oleh manusia karena lebih tinggi dari standar baku mutu yang direkomendasikan oleh EPA (1987) dalam Laws (1993) yaitu sebesar 3 mg/Kg.

Konsentrasi Pb pada hati ikan baik yang dipelihara di Waduk Cirata maupun akuarium akumulasinya telah melebihi baku mutu standar kemanan pangan. Akumulasi logam Cd pada hati ikan patin masih dalam ambang yang ditoleransi untuk keamanan pangan. Konsentrasi logam Hg pada hati ikan patin yang dipelihara baik di Waduk Cirata maupun akuarium masih dalam ambang standar baku mutu keamanan pangan. Logam Fe pada hati telah termasuk dalam kategori yang tidak aman untuk dikonsumsi oleh manusia karena melebihi standar baku mutu.

(6)

standar baku mutu keamanan pangan. Konsentrasi logam berat Fe pada daging ikan sudah melebihi standar kamanan pangan.

Hasil perhitungan terhadap nilai koefisien determinasi antara sedimen dan air sudah melebihi nilai afinitasnya (>5). Sedangkan perhitungan terhadap faktor biokonsentrasi logam berat antara sedimen dan organ tubuh ikan patin termasuk dalam kategori rendah karena di bawah nilai afinitas (<1). Sedengkan BCF antara air dengan organ tubuh ikan nilainya bervariasi antara médium sampai tinggi karena di atas nilai afinitasnya.

Hasil uji regresi korelasi antara sedimen dengan air mempunyai nilai korelasi negatif. Korelasi antara sedimen dengan organ tubuh ikan (insang, hati, dan daging) bernilai positif baik di awal penelitian, akhir penelitian, maupun yang diakuarum dengan variasi di atas 53%. Regresi korelasinya antara air dan organ tubuh ikan bernilai negatif. Ini menggambarkan bahwa yang memberikan dampak akumulasi logam berat pada ikan patin yaitu dari air.

(7)

@ Hak Cipta milik IPB, Tahun 2009 Hak Cipta dilindungi Undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(8)

BIOAKUMULASI LOGAM BERAT PADA IKAN PATIN

YANG DIBUDIDAYAKAN DI PERAIRAN WADUK CIRATA

DAN LABORATORIUM

ADANG SAPUTRA

C151 070 211

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Akuakultur

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(9)

NIM : C151070211

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Kukuh Nirmala, M.Sc Dr. Ir. Tri Heru Prihadi, M.Sc

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Ilmu Akuakultur

Prof. Dr. Ir. Enang Harris, MS Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S

(10)
(11)

Puji dan Syukur penulis panjatkan Kehadirat Illahirobi, atas rahmat dan ridho-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli 2008 ini ilalah logam berat, dengan judul Bioakumulasi Logam Berat pada Ikan Patin yang Dibudidayakan di Waduk Cirata dan Laboratorium.

Terima kasih dan penghargaan yang tak terhingga penulis sampaikan kepada :

1. Bapak Dr. Ir. Kukuh Nirmala, M.Sc, selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Bapak Dr. Ir. Tri Heru Prihadi, M.Sc selaku anggota komisi pembimbing. 2. Kepala Badan Riset Kelautan dan Perikanan, atas bantuan Beasiswa untuk

mengikuti pendidikan Program Master.

3. Kepala Pusat Riset Perikanan Budidaya, atas bantuan dan izin yang diberikan selama mengikuti pendidikan.

4. Prof. Dr. Achmad Sudradja, selaku peneliti senior pada Pusat Riset Perikanan Buidaya yang selalu memberikan bimbingan dan memotivasi dalam menyelesaikan studi.

5. Dra. Irsyapihani Insan,M.Si., selaku Kepada Bidang Pelayanan Teknis, Pusat Riset Perikanan Budidaya.

6. Ir.Bambang Priono, SU, selaku Kepala Bagian Tata Usaha Pusat Riset Perikanan Budiaaya.

7. Ir. Lies Emawati Hadie, M.Si, selaku Kepala Bidang Monitoring dan Evaluasi Pusat Riset Perikanan Budidaya.

8. Purnomo Indra Basuki, S.E. selaku Kepala Subidang Publikasi dan Perpustakaan Pusat Riset Perikanan Budidaya.

9. Laboratorium Lingkungan Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar – Sukabumi

10.Laboratorium Lingkungan Budidaya Perikanan, Departemen Budidaya Perikanan, FPIKA-IPB.

11.Kepada kedua orang tua tercinta Alm (Bapak Madsahri dan Ibunda Enah Manah).

12.Untuk istri tercinta (Tri Wahyuni, A.Pi) dan anak-anakku (Diah Mutiara Safitri dan Firman Mutiara Saputra) serta kaka-kaka tercinta.

13.Armen Hidayat, I. Nyoman Radiarta, Ofri Johan, Rasidi, Suprapti, Joni Haryadi, Diana, Erfina Safitri, Anjang B. Prastyo, IRA, Idil dan semua teman sejawat yang selalu membantu dalam penyelesaian karya ilmiah ini)

14.Purnamawati dan rekan-rekan Program Studi Ilmu Akuakultur serta semua pihak atas bantuan dan kerjasamanya dalam penyelesaian karya ilmiah ini.

Penulis menyadari karya ilmiah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu saran dan kritik untuk perbaikan akan sangat penulis hargai. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(12)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 12 Nopember 1973 di Ciamis, Jawa Barat. Penulis merupakan anak kelima dari pasangan Bapak Madsahri dan Ibunda Enah Manah (Alm.).

Penulis lulus dari SD Negeri Tanjung Sari Kecamatan Cipaku, Kabupaten Ciamis pada tahun 1987, SMP Negeri Kawali, di Kecamatan Kawali, Kabupaten Ciamis lulus pada tahun 1990, pada tahun 1993 lulus dari Sekolah Menengah Pertanian Negeri Cirebon. Pada tahun yang sama penulis diterima di Sekolah Tinggi Perikanan Jakarta dan lulus pada tahun 1998. Diangkat menjadi pegawai negeri di Pusat Riset Perikanan Budidaya pada tahun yang sama sampai sekarang dan pada tahun 2000 diterima pada program sarjana di IPB jurusan Pengelolaan Sumberdaya Perairan. Pada tahun 2007 penulis melanjutkan S2 di Institut Pertanian Bogor, Program Studi Ilmu Akuakultur atas biaya Badan Riset Kelautan dan Perikanan.

(13)

DAFTAR TABEL ………. xv

DAFTAR GAMBAR ……….………… xvi

DAFTAR LAMPIRAN………... xviii

1.PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ……….…. 1

1.2. Pendekatan dan Rumusan Masalah ……….. 7

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian ………. 8

1.4. Hipotesis ……… 8

2. TINJAUAN PUSTAKA ………..…….. 9

2.1. Perairan Waduk Cirata ……….……. 9

2.2. Sumber Logam Berat ... 14

2.3. Logam Berat dalam Ekosistem Perairan... 17

2.4. Sifat Fisika Kimia Logam Berat…..………..… 18

2.4.1. Sifat fisika dan kimia logam timbal (Pb)…..……….……. 18

2.4.2. Sifat fisika dan kimia logam kadmium (Cd)... 19

2.4.3. Sifat fisika dan kimia logam merkuri (Hg)... 19

2.4.4. Sifat fisika dan kimia logam besi (Fe)……… 20

2.5. Mekanisme Akumulasi Logam Berat oleh Ikan Patin... 21

2.5. Dampak Logam Berat pada Ikan Patin ... 22

2.6. Budidaya Ikan Patin dalam Keramba Jaring Apung (KJA) di Waduk Cirata... 24 3. METODE PENELITIAN ……….. 29

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian..……….… 29

3.2. Metode Pelaksanaan Penelitian... 29

3.3. Alat dan Bahan... 30

3.4. Prosedur Kerja ………...…….…….. 31

3.4.1. Kegiatan Lapang (survai)...……….. 31

3.4.2. Kegiatan Laboratorium...……… 34

3.5. Analisis Data...……… 34

3.5.1. Evaluasi dengan Metode Stopret…...…... 34

3.5.2. Regresi korelasi………….………..…...…. 35

3.5.3. Kefisien determinasi (Kd)………... 36

(14)

3.5.5.Kelimpahan plankton...………... 36

4. HASIL DAN PEMBAHASAN……….. 38

4.1. Kondisi Perairan Waduk Cirata Secara Fisik, Kimia, dan Biologi 38 4.2. Kandungan Logam Berat pada Ikan ... 43

4.2.1. Insang…….………..………..………. 43

4.2.2. Hati... 48

4.2.3. Daging... 52

4.3. Distribusi Logam Berat pada Media Pemeliharaan Ikan………... 57

4.3.1. Logam berat timbal (Pb)………..………... 57

4.3.2. Logam berat kadmium (Cd)….………... 58

4.3.3. Logam berat merkuri (Hg)…...………... 59

4.3.4. Logam berat besi (Fe)…….….………... 59

4.4. Distribusi Logam Berat pada Organ Ikan……….…………. 60

4.4.1. Logam berat timbal (Pb)………..………... 60

4.4.2. Logam berat kadmium (Cd)….………... 61

4.4.3. Logam berat merkuri (Hg)…...………... 61

4.4.4. Logam berat besi (Fe)…….….………... 62

4.5. Bioakumulasi Logam Berat pada Sedimen, Air, dan Ikan ……… 63

4.6. Hubungan Antara Parameter……….. 66

4.6.1. Hubungan antara Logam Berat pada Sedimen dan Air ….. 66

4.6.2. Hubungan antara Logam Berat pada Sedimen dengan Insang Ikan ... 66 4.6.3. Hubungan antara Logam Berat pada Sedimen dengan Hati Ikan………... 68 4.6.4. Hubungan antara Logam Berat pada Sedimen dengan Daging Ikan... 69 4.6.5. Hubungan antara Logam Berat pada Air dengan Insang Ikan……….… 70 4.6.6. Hubungan antara Logam Berat pada Air dengan Hati Ikan……….… 71 4.6.7. Hubungan antara Logam Berat pada Air dengan Daging Ikan……….… 72 5. KESIMPULAN DAN SARAN………. 73

5.1. Kesimpulan... 73

5.2. Saran... 73

DAFTAR PUSTAKA... 74

(15)

Tabel Halaman

1. Jumlah KJA dan rumah tangga petani di Waduk Cirata tahun 2009… 11 2. Data kualitas perairan Waduk Cirata pada tahun 2003 ……… 12 3. Batas toleransi konsentrasi beberapa unsur dan senyawa logam

berat...………. 16 4. Kisaran umum konsentrasi logam dalam tubuh ikan...……….. 16 5. Komposisi umum unsur logam dalam sedimen tanah... 16 6. Batas maksimum logam dalam air untuk keamanan

manusia... 17 7. Parameter air yang diukur dan alat yang digunakan... 31 8. Parameter-parameter kualitas air, sedimen, dan ikan yang diukur di

laboratorium... 32 9. Penentuan kualitas air Waduk Cirata dengan Metode Storet... 39 10. Nilai parmeter kualitas air hasil pengukuran dan standar baku mutu... 39 11. Hasil analisis terhadap kelimpahan plankton di Waduk Cirata... 41 12. Klasifikasi tingkat kesuburan perairan berdasarkan unsur hara dan

biomassa fitoplankton (krorofila) (DKP 2007)... 42 13. Hasil perhitungan koefisien determinasi (Kd) pada sedimen dan air

Waduk Cirata... 63 14. Nilai BCF antara insang ikan yang dipelihara di Waduk Cirata dan

sedimen... 63 15. Nilai BCF antara hati ikan yang dipelihara di Waduk Cirata dan

sedimen... 64 16. Nilai BCF antara daging ikan yang dipelihara di Waduk Cirata dan

sedimen... 64 17. Nilai BCF antara insang ikan yang dipelihara di Waduk Cirata dan

Air... 64 18. Nilai BCF antara hati ikan yang dipelihara di Waduk Cirata dan

Air... 65 19. Nilai BCF antara daging ikan yang dipelihara di Waduk Cirata dan

(16)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Gambaran umum Waduk Cirata dilihat dari Citra Landsat ETM 7 akuisisi bulan September 2004… ...

2

2. Sebaran titik pengambilan sample sediment, air, dan ikan di Waduk

Cirata…..………... 30

3. Logam berat Pb (mg/Kg) dalam insang ikan patin……...……….. 43

4. Logam berat Cd (mg/Kg) dalam insang ikan patin…………...…….. 44

5. Logam berat Hg (mg/Kg) dalam insang ikan patin…………...…….. 45

6. Logam berat Fe (mg/Kg) dalam insang ikan patin…………...……... 47

7. Logam berat Pb (mg/Kg) dalam hati ikan patin……….…... 48

8. Logam berat Cd (mg/Kg) dalam hati ikan patin………...…... 49

9. Logam berat Hg (mg/Kg) dalam hati ikan patin…...…...….…... 50

10. Logam berat Fe (mg/Kg) dalam hati ikan patin…...…....….…... 51

11. Logam berat Pb (mg/Kg) dalam daging ikan patin………...…... 52

12. Logam berat Cd (mg/Kg) dalam daging ikan patin……...……... 54

13. Logam berat Hg (mg/Kg) dalam daging ikan patin…...….…... 55

14. Logam berat Fe (mg/Kg) dalam daging ikan patin…...….…... 56

15 Logam berat Pb pada media pemeliharaan... 57

16 Logam berat Cd pada media pemeliharaan... 58

17 Logam berat Hg pada media pemeliharaan... 59

18 Logam berat Fe pada media pemeliharaan... 59

19 Logam berat Pb pada organ tubuh ikan patin... 60

20 Logam berat Cd pada organ tubuh ikan patin... 61

21 Logam berat Hg pada organ tubuh ikan patin... 61

22 Logam berat Fe pada organ tubuh ikan patin... 62

(17)

1. Hasil pengukuran dan analisis kualitas air……… 79

2. Hasil evaluasi kualitas air Waduk Cirata dengan Metode Storet…….. 80

3. Hasil analisis logam berat awal penelitian... 81

4. Data hasil analisis logam berat akhir penelitian... 82

5. Hasil regresi dan korelasi sedimen dan air Waduk Cirata... 84

6. Hasil regresi dan korelasi sedimen dan insang ikan patin... 85

7. Hasil regresi dan korelasi sedimen dan hati ikan patin... 86

8. Hasil regresi dan korelasi sedimen dan daging ikan patin... 87

9. Hasil regresi dan korelasi air dan insang ikan patin... 88

10. Hasil regresi dan korelasi air dan hati ikan patin... 89

(18)

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Waduk adalah genangan air yang sengaja dibuat dengan membendung aliran sungai. Waduk juga merupakan penampungan alami dalam pengumpulan unsur hara, bahan padatan, dan bahan kimia toksik baik pada air maupun dasar/sedimen perairan dan unsur tersebut merupakan sumber kontaminan yang utama. Pada umumnya unsur kontamin terdiri dari minyak, pestisida, dan substansi toksik yang dapat merusak kehidupan dasar perairan serta ikan yang hidup didalamnya. Menurut Darmono (2008) kondisi hujan asam dan asam dari aliran air yang mengalir ke danau atau waduk merupakan masalah yang serius pada danau atau waduk karena asam dapat tertimbun didalamnya dan menjadi racun. Karena hujan asam akan mempercepat proses bioakumilasi logam berat.

Waduk Cirata merupakan salah satu waduk yang dibangun di Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum pada tahun 1988 yang terletak antara Waduk Saguling dan Jatiluhur. Posisi Waduk Cirata berada pada ketinggian 221 m dpl, luas 6.200 ha, dan kedalaman mencapai 106 m dengan volume air maksimum 2.165 juta m3 (Husen, 2004). Sedangkan menurut Radiarta et al., (2005) Waduk Cirata telah mengalami penurunan (degradasi), kedalam maksimum hanya mencapai 89 m. Kisaran kedalaman yang paling dominan pada Waduk Cirata adalah 21-30 m yang mencapai 26%.

(19)

106

106 107

107 108

108

-8 -8

-7 -7

-6 -6

Waduk Cirata

Gambar 1. Gambaran umum Waduk Cirata dilihat dari Citra Landsat ETM 7 akuisisi bulan September 2004

Sesuai dengan sifatnya, Waduk Cirata merupakan sumber daya alam yang akan mengalami penurunan daya guna apabila pengaruh lingkungan yang ditimbulkan olah aktifitas manusia dan industri terlalu berat. Penurunan daya guna ini dapat berupa penurunan kualitas perairan yang bersifat fisik, kimia, maupun biologi. Adanya masukan limbah yang merupakan bahan asing bagi perairan akibat dari aktifitas manusia, akan menyebabkan terjadinya pencemaran perairan yang dapat mengakibatkan perubahan sifat fisik, kimia, dan biologi perairan tersebut.

(20)

3

air. Penurunan kualitas air berdampak pada penurunan daya dukung Waduk Cirata. Komoditas ikan yang dibudidayakan di Waduk Cirata adalah ikan mas, nila, patin, dan bawal.

Menurut DKP (2007), daya dukung suatu perairan untuk kegiatan budidaya dalam KJA adalah tingkat maksimum produksi (ikan) yang dapat didukung oleh suatu perairan pada tingkat perubahan konsentrasi total P yang masih dapat diterima oleh masyarakat yang terkait dengan perairan yang bersangkutan. Daya dukung waduk untuk perikanan budidaya ialah sejumlah atau besaran stok ikan maksimal atau potensi produksi yang bisa ditampung atau dipelihara dengan berbagai sarana pemeliharaan di waduk dengan memperhatikan keberlanjutan waduk yang tidak mengurangi kualitas lingkungan yang diperlukan bagi pelaku budidaya dan masyarakat lain pengguna waduk. Keberlanjutan waduk berorientasi pada pemanfaatan waduk yang maksimal dalam upaya pengelolaan konservasi agar waduk bisa digunakan bagi pelaku budidaya generasi sekarang dan yang akan dating, bahkan bagi pemanfaatan waduk lainnya.

Perkembangan KJA di Waduk Cirata terus meningkat dari tahun ke tahun, (Garno & Adibroto 1999) melaporkan pada tahun 1999 terdapat 27.786 KJA dengan produksi ikan 25.114 ton. Jumlah 27.786 KJA ini menutupi 136 ha atau 2,2% permukaan waduk dan sisa-sisa pakan yang tertampung di dalam waduk ada sekitar 198,376 ton. Pada tahun 2003 dilaporkan bahwa jumlah KJA yang ada di Waduk Cirata sebanyak 38.276 unit yang menutupi permukaan waduk sebesar 15%-20%, dengan sisa pakan yang berada di dasar waduk sebesar 279.121 ton (Prihadi 2004). Pada tahun 2009 jumlah KJA yang ada di Waduk Cirata sebanyak 51.418 unit, tetapi yang aktif melakukan kegiatan budidaya hanya sebesar 60% atau sebanyak 30.850 unit dengan jumlah rumah tangga petani (RTP) 2.838 (BPWC 2009).

(21)

logam berat, yang merupakan sumber polutan sangat tidak diharapkan karena akan berdampak cukup serius.

Sumber kegiatan yang memberikan kontribusi logam berat ke Waduk Cirata ada dua yaitu kegiatan di darat (eksternal) dan kegiatan di Waduk Cirata itu sendiri (internal). Kegiatan eksternal yang memberikan kontribusi logam berat adalah pencucian emas, pabrik tekstil, pabrik cat, industri deterjen, pabrik baterai, kegiatan pertanian, kendaraan bermotor, dan kegiatan limbah domestik yang dibuang melalui sungai. Kegiatan di Waduk Cirata (internal) yang memberikan kontribusi logam berat adalah kegiatan lalulintas kapal motor (perahu), pakan ikan, anti poling, sisa minyak dalam drum pelampung, dan buangan domestik dari penjaga KJA. Menurut BPWC (2009) material yang digunakan untuk KJA khususnya pelampung 28.824,93 unit (56,06%) dari besi dan 22.593,07 (43,94%) dari busa yang berpotensi sebagai sumber logam Pb. Akibat dari pencemaran logam berat ini menyebabkan perubahan struktur komunitas perairan, jaring makanan, tingkah laku biota, efek fisiologi, genetika, dan resistensi terhadap penyakit (Moriarty, 1987).

Secara umum diketahui bahwa logam berat merupakan unsur yang berbahaya di permukaan bumi, sehingga kontaminasi logam berat di lingkungan merupakan masalah besar dunia saat ini. Permasalahan spesifik logam berat di lingkungan yaitu terakumulasinya logam berat yang menyebabkan tingkat toksisitas pada tanah, udara, dan air terus meningkat.

Secara kimia sifat logam berat yaitu ionik, sehingga mudah mengendap pada sedimen dan mempunyai waktu tinggal (residence time) sampai ribuan tahun. Logam berat bisa juga terakumulasi dalam tubuh ikan melalui beberapa jalan yaitu: pernapasan (respirasi), saluran makanan (biomagnifikasi), dan melalui kulit (difusi) (Darmono, 2008). Dampak dari akumulasi logam berat pada ikan adalah menurunkan tingkat kematangan gonad, menutup membran insang sehingga ikan kekurangan oksigen, serta menghambat pertumbuhan. Faktor lain dari akumulasi logam berat pada organ tubuh ikan adalah ikan yang diproduksi menjadi tidak aman untuk dikonsumsi.

(22)

5

tempat logam tersebut berada. Tingkat kandungan logam berat pada setiap kompartemen sangat bervariasi, bergantung pada lokasi, jenis kompartemen, dan tingkat pencemarannya. Kompartemen sedimen menempati urutan pertama sebagai tempat akumulasi logam berat yang paling tinggi, sehingga kompartemen sedimen ini menjadi penting untuk diamati kontribusinya terhadap akumulasi pada biota air.

Sedangkan air merupakan kompartemen kedua setelah sedimen. Menurut Darmono (2008) tingkat konsentrasi logam berat dalam lingkungan perairan dibedakan menurut tingkat pencemarannya, yaitu: polusi berat, polusi sedang, dan non polusi. Oleh karena itu, pencemaran logam berat dalam lingkungan perairan perlu dikaji dengan serius, karena efek dari toksisitas logam berat tersebut bisa mengganggu keseimbangan lingkungan hidup.

Untuk mengukur pencemaran logam berat dalam lingkungan perairan, baik pengaruh jangka pendek maupun jangka panjang perlu diketahui dulu sifat dari siklus biogeokimiawi logam berat tersebut. Siklus perputaran logam berat dalam air bisa dipelajari dengan konsep pendekatan sistem kehidupan air yang terdiri dari sejumlah kompartemen dan peragaan alur dari perpindahan logam tersebut. Menurut Hart & Lake (1987) salah satu siklus biogeokimiawi logam berat dalam air yaitu kompartemen sedimen dasar perairan yang merupakan kompartemen terbesar dari logam berat pada setiap ekosistem perairan.

Beberapa hasil penelitian tentang logam berat yang sering mencemari habitat perairan ialah Hg, Cr, Cd, As, dan Pb (Anonimus, 1976). Menurut Darmono (2001) yang termasuk dalam kelompok logam berat yang toksik adalah Pb, Cd, dan Hg. Sedangkan menurut Effendi (2003) urutan toksisitas logam berat di perairan adalah Hg, Cu, Cd, dan Zn. Davis dan Cornwell (1991) mengemukakan, bahwa senyawa anorganik yang paling toksik dalam perairan adalah As, Ba, Cd, Cr, Hg, Se, dan Ag. Sanusi (1985) mengemukakan air limbah industri umumnya mengandung unsur logam berat beracun seperti Hg, Cd, Pb, Cu, Zn, dan Ni.

(23)

dan Zn2+. Kadar Hg sebanyak 5—10 µg/L akan berdampak dalam meningkatkan protein plasma sehingga ikan sulit untuk menyerap protein dan akan menurunkan tingkat respirasinya sehingga pertambahan berat akan menurun, demikian juga dengan konsentrasi Pb sebesar 0,1 µg/L akan menurunkan laju tumbuh dan konsentrasi Zn2+ maks 0,2 mg/L akan menurunkan growth rate ikan yang dipelihara (Jorgensen, 1989).

Menurut hasil pemantauan kualitas air Waduk Cirata Desember 2002 yang dilakukan tim terpadu dari instansi tekait di wilayah Pemda Jawa Barat dan ITB dikemukakan bahwa konsentrasi beberapa jenis logam berat seperti: Pb (0,010-0,015 mg/L), Zn (0,019-0,038 mg/L), Cr (0,002-0,005 mg/L), Cu (0,0034-0,0068 mg/L), Cd (0,006 mg/L), As (0,025-0,038) mg/L), dan Hg (0,00012-0,00017 mg/L). Hasil pemantauan BPWC Triwulan IV (2007) terhadap konsentrasi

beberapa logam berat di air Waduk Cirata yaitu: Fe (0,73 mg/L), Hg (0,13 μg/L), Cu (0,007 mg/L), Zn (0,008 mg/L). Menurut Amin (2008) jenis logam berat pada tubuh ikan mas yang dipelihara di Waduk Cirata, yaitu: Hg (0,00131 mg/kg), Pb (0,61 mg/kg), Cd (0,075 mg/kg), Zn (40,09 mg/kg), Cu (3,37 mg/kg), dan Ni (2,26 mg/kg).

Hasil penelitian awal (Juni 2008) akumulasi logam berat pada sedimen menunjukkan nilai Hg (26,83 mg/kg), Pb (2,38 mg/kg), Cd (0,32 mg/Kg), dan Fe (29,50 mg/Kg), konsentrasi logam berat pada air yaitu: Hg (0,002 mg/L), Pb (0,11 mg/L), Cd (0,3 mg/L), dan Fe (0,02 mg/L), dan logam berat pada daging ikan patin sebagai berikut: (Pb (0,10 mg/kg), Hg (0,0001 mg/kg), Cd (0,26 mg/kg) dan Fe (0,52 mg/kg). Hal ini menunjukkan bahwa logam berat Hg, Pb, Cd, dan Fe meberikan dampak yang cukup besar terhadap pencemaran pada ikan patin maupun perairan Waduk Cirata itu sendiri.

(24)

7

sering terjadi di Waduk Cirata sehingga mengakibatkan kematian ikan secara massal dan pada akhirnya mengakibatkan kerugian yang sangat besar.

Salah satu komoditas ikan yang dibudidayakan di Waduk Cirata adalah ikan patin (Pangasius djambal). Ikan ini mempunyai nilai ekonomis tinggi, mempunyai toleransi yang tinggi terhadap lingkungan, relatif tahan terhadap penyakit, dan merupakan komoditas unggulan bagi produksi perikanan air tawar Indonesia. Menurut Cholik et al., (2005) ikan patin termasuk dalam kelompok karnivora tetapi dapat memakan biji-bijian dan kacang-kacangan, sehingga diduga tingkat respirasi bahan kimia diantaranya logam berat menjadi tinggi. Tingkat akumulasi logam berat oleh ikan patin sangat penting untuk diketahui karena berhubungan dengan keamanan pangan bagi manusia.

1.2. Pendekatan dan Perumusan Masalah

Kegiatan budidaya KJA di Waduk Cirata sampai tahun 2009 sudah melebihi daya dukung peruntukannya. Sehingga kualitas perairan Waduk Cirata mengalami penurunan dan sudah ada berubahn tatanan lingkungan dari kondisi awal ke kondisi yang lebih buruk sebagai akibat masuknya bahan-bahan pencemar. Sumber pencemaran ini sebagian besar berasal dari pertambangan, peleburan logam, pencucian tambang emas, limbah rumah tangga, kegiatan pertanian, dan jenis industri lainnya.

Cemaran yang masuk ke ekosistem perairan Waduk Cirata diketegorikan dalam 2 jenis yaitu: limbah anorganik dan organik. Salah satu cemaran limbah anorganik adalah logam berat baik yang masuk dalam kelompok toksik maupun esensial. Media akumulasi logam berat dalam ekosistem perairan yaitu pada sedimen dan air. Akumulasi logam berat dari tiap kompartemen tersebut akan terakumulasi oleh biota perairan diantaranya ikan patin melalui proses pernapasan (osmoregulasi), pencernaan (biomagnifikasi) dan difusi.

(25)

Cirata dan Laboratorium sangat perlu untuk dianalisis karena akan berhubungan dengan keamanan pangan.

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk: 1) Mendeskripsikan kandungan logam berat Hg, Pb, Cd, dan Fe dalam sedimen dan air Waduk Cirata, serta akumulasinya pada organ tubuh ikan patin (insang, hati, daging) dalam satu siklus budidaya. 2). Menentukan hubungan kandungan logam berat pada sedimen, air, dan organ tubuh ikan patin. 3). Menganalisis besarnya akumulasi logam berat pada ikan patin yang dipelihara pada akuarium yang diberi media sedimen dari Waduk Cirata dan tidak diberi sedimen. Manfaat dari penelitian ini adalah untuk memberikan informasi kandungan logam berat di perairan Waduk Cirata, serta akumulasinya pada organ tubuh ikan patin (insang, hati, dan daging) dalam satu siklus budidaya.

1.4. Hipotesis

Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah :

1. Kandungan logam berat Hg, Pb, Cd, dan Fe pada sedimen dan air Waduk Cirata telah melewati ambang batas baku mutu peruntukannya.

2. Terdapatnya korelasi kandungan logam berat pada sedimen, air, dan organ tubuh ikan patin dalam satu siklus budidaya.

3. Kandungan logam berat Hg, Pb, Cd, dan Fe pada organ tubuh (insang, hati, dan daging) dalam satu siklus budidaya ikan patin akan melewati batas ambang beku mutu keamanan pangan.

(26)

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Perairan Waduk Cirata

Pada umumnya habitat air tawar dibagi menjadi dua kelompok, yaitu (1) perairan menggenang atau habitat lentik, misalnya waduk, danau, kolam, rawa, dan (2) habitat perairan mengalir atau habitat lotik, misalnya mata air dan sungai (Koesoebiono dalam Amin 2008). Menurut Amin (2008) habitat lotik terbagi lagi menjadi dua zone yaitu habitat lotik dingin, dangkal, dan sering mempunyai dasar aliran yang berbatu-batu serta habitat lotik hangat, lebih dalam dengan dasar berlumpur.

Salah satu perairan yang mempunyai fungsi multi guna, yaitu waduk. Waduk adalah wilayah yang digenangi air sepanjang tahun serta dibentuk atau dibangun atas rekayasa manusia (Jangkaru 2002). Waduk dibangun dengan cara membendung aliran sungai sehingga air sungai tertahan sementara dan menggenangi bagian daerah aliran sungai (DAS) atau watershed yang rendah. Waduk dapat dibangun di dataran rendah maupun dataran tinggi. Waduk-waduk yang dibangun di dataran tinggi atau hulu sungai akan memiliki bentuk menjari, relatif sempit, bertebing curam, dan dalam. Sebaliknya waduk yang dibangun di dataran rendah atau hilir sungai berbentuk bulat, relatif luas, dan badan air relatif dangkal.

Waduk merupakan penampungan alami dalam pengumpulan unsur hara, bahan padatan, dan bahan kimia toksik yang akhirnya mengendap di dasar perairan sehingga perairan menjadi terkontaminasi. Unsur kontaminasi terdiri dari minyak, pestisida, dan substansi toksik yang dapat merusak kehidupan dasar perairan dan ikan yang hidup di dalamnya. Menurut Darmono (2008) kondisi hujan asam dan asam dari aliran air yang mengalir ke danau atau waduk merupakan masalah yang serius pada danau atau waduk karena asam dapat tertimbun didalamnya. Biasanya waduk memiliki drainase, kedalaman rata-rata, kedalaman maksimum, luas beban perairan yang lebih besar dibanding danau, tetapi dengan waktu tinggal yang lebih pendek (Suwignyo 1981; Ryding & Rast 1989).

(27)

yang karakteristik fisika, kimia, dan biologinya berbeda dari sungai yang dibendung. Dari kualitas airnya, waduk lebih stabil dibandingkan dengan sungai asalnya. Waduk menunjukkan tingkat heterogenitas secara spasial dalam produktifitas dan biomassa fitoplankton karena adanya gradien longitudinal, kecepatam aliran, waktu tinggal, padatan tersuspensi, ketersediaan cahaya, dan nutrien.

Waduk Cirata merupakan salah satu waduk yang ada di Jawa Barat, berada pada DAS Citarum. Waduk Cirata dibangun selain untuk kepentingan pembangkit tenaga listrik, juga mampu menjadi pusat kegiatan perekonomian bagi masyarakat di sekitar waduk. Waduk Cirata selesai dibangun pada tahun 1988 dengan volume air pada waktu normal sekitar 2.160.000.000 m3, luas permukaan air 6.200 ha, kedalaman rata-rata 34,9 m, terdapat kedalaman maksimum (Zmaks) 106 m. Status

kesuburan perairannya adalah mesotrophic hingga eutrophic dengan pola pencampuran massa air oligomictic (Prihadi 2004).

Selanjutnya Prihadi (2005) mengatakan, waduk ini mulai dioperasikan pada tahun 1988 dengan luasan waduk saat dioperasikan pertama kali adalah 6.200 ha. Kondisi Waduk Cirata sampai saat ini telah mengalami degradasi yang sangat serius. Luasan permukaan Waduk Cirata makin lama semakin sempit dengan kedalaman air yang makin berkurang, karena Waduk Cirata dimanfaatkan untuk kegiatan budidaya ikan dalam KJA. Menurut Radiarta et al. (2005) pada saat musim penghujan (April 2002) luas waduk mencapai 5.794 ha, luas ini mengalami penurunan saat musim kemarau (September 2002) yaitu 4.664 ha. Kedalaman perairan Waduk Cirata mengalami degradasi dimana kedalaman maksimum hanya 89 m dibandingkan dengan saat pertama kali waduk ini dioperasikan yang mencapai 106 m.

(28)

11

waduk adalah sebesar 279.121 ton. Jumlah KJA ini sudah menutupi permukaan Waduk Cirata sebesar 15%–20%.

Jumlah KJA di Waduk Cirata sampai tahun 2003 mencapai 38.276 unit, hal ini merupakan jumlah yang sudah melebihi kapasitas yang maksimal sekitar 10 ribuan unit. Pada tahun 2009 jumlah KJA yang ada di Waduk Cirata sebanyak 51.418 unit, tetapi yang aktif melakukan kegiatan budidaya hanya sebesar 60% atau sebanyak 30.850 unit dengan jumlah rumah tangga petani (RTP) 2.838 (BPWC 2009) (Tabel 1). Akibat dari jumlah yang melebihi dari kapasitas asimilasinya berdampak pada kualitas air yang terus menurun (Tabel 2).

Tabel 1. Jumlah KJA dan rumah tangga petani di Waduk Cirata tahun 2009

Wilayah

No Nama desa

Jumlah Petani (RTP)

Jumlah KJA (petak/kolam)

Konstruksi jaring (%) drum

besi busa

Zona 1 Bandung

1 Margalaksana 497 8.403

46,66 53,34 2 Margaluyu 262 6.337

3 Nanggeleng 51 586 4 Nyenang 128 1.794 5 Bojong

Mekar

20 328

Jumlah 958 17.448

Zona 2 Purwakarta

1 Citamiang 93 1.487

79,08 20,.92 2 Sinar Galih 83 2.288

3 Tegal datar 302 5.822 4 Pasir Jambu 87 1.573

Jumlah 565 11.170

Zona 3 Cianjur

1 Bobojong 220 2.614

42,44 57,94

2 Mande 413 8.140

3 Cikidang Bayangbang

250 3.374

4 Kertajaya 174 2.790 5 Gunung Sari 54 1.078 6 Kamurang 204 4.804

Jumlah 1.315 22.800

Total 2.838 51.418 56,06 43,94

(29)

Menurut hasil analisis, limbah pakan yang terdapat di Waduk Cirata berdasarkan kaedah Yap dalam Prihadi (2002) limbah pakan yang berada di dasar perairan waduk akibat kegiatan perikanan budidaya sebanyak 279.121 ton, artinya jika luas permukaan 6.200 ha sedangkan luas permukaan kegiatan keramba jaring apung sekitar 158–198 ha, dari perhitungan ini maka ketinggian limbah pakan sekitar 2 meter. Banyaknya pakan yang berada di dasar perairan tersebut sangat memungkinkan karena tingkat purifikasi air tidak mampu lagi bekerja untuk menguraikan limbah organik tersebut, sehingga usaha restorasi waduk perlu dilakukan segera.

Tabel 2. Data kualitas perairan Waduk Cirata pada tahun 2003 Oksigen tertarut (mg/L) : 6,5–8,5 (7,3 ± 0,1) Kandungan bahan organik KMnO4 : 5–64

NO3(nitrate) (ml/L) : 0,139–1,819 (0,762 ± 0,072)

Alkalinitas (mg CaCO3/L) : 19,89–48,63 (34,36 ± 0,9)

NH4 (amonia) (ml/L) : 0,139–4,816 (2,752 t 0,072)

NO2 (nitric) (ml/L) : 0,062 3,490 (2,66 t 0,59)

Total P (fosfor) (ml/L) : 0,254–1,108 (0,721 t 0,024) PO4 (fosfat) (ml/L) : 0,1114 0,996 (0,560 t 0,024)

Mg (magnesium) : 32,00 84,00 (59,18 t 2,24) Hg (air raksa) (mg/L) : 0,002–0,018

Pb (plumbum) : 0,01–0,310

Zn2+ : 0 , 0 2 – 0,316

Mn (mg/L) : 0,06–0,48

Cr : 0,025–0,63

Fe : 0,05–3,24

Cu : 0,00–0,02

Cd (mg/L) : 0,007–0,012

Keasaman (pH) : 6,3–8 ,5

Kecerahan air (cm) : 6 0 –1 3 0 (100±8)

Sumber : Prihadi (2004)

Keterangan : Nilai rata-rata dan Standar Deviasi

(30)

13

mahal karena airnya sudah tercemar oleh barbagai macam limbah dari aktivitas manusia baik limbah rumah tangga, industri, maupun kegiatan lainnya (Wardhana 2001). Karena air merupakan pelarut yang baik untuk banyak unsur, maka air merupakan media transportasi bagi unsur hara dan hasil limbah dalam berbagai proses kehidupan, oleh karena itu banyak sekali senyawa ionik berdiasosiasi dalam air.

Menurut Haynes (1978) dalam Nurifdiansyah (1993) pencemaran terhadap badan air dapat mengakibatkan masuknya unsur-unsur beracun, bertambahnya padatan tersuspensi, terjadinya dioksidasi, dan naiknya temperatur. Secara umum kelompok sumber pencemaran perairan terdiri dari dua yaitu point source and non point source. Menurut Amin (2008) pencemaran yang diberikan oleh kegiatan di darat terhadap pencemaran perairan digolongkan menjadi empat kategori, yaitu: (1) pencemaran yang disebabkan oleh limbah industri (industrial pollution), (2) pencemaran yang disebabkan karena sampah atau limbah rumah tangga (sewage pollution), (3) pencemaran disebabkan karena sedimentasi (sedimentation pollution), dan (4) pencemaran yang disebabkan karena kegiatan pertanian (agricultural pollution).

Menurut Effendi (2003) dilihat dari sifat toksisitasnya, pencemaran dibedakan menjadi dua kelompok yaitu:

a) Polutan tidak toksik

Pencemaran tidak toksik biasanya telah berada pada ekosistem secara alami. Sifat destruktif pencemaran ini muncul apabila berada dalam jumlah yang berlebihan, sehingga dapat mengganggu kesetimbangan ekosistem melalui perubahan proses fisika-kimia perairan.

b) Polutan toksik

(31)

2.2. Sumber Logam Berat

Logam berat ialah unsur logam dengan berat molekul tinggi >20. Istilah logam biasanya diberikan kepada semua unsur-unsur kimia dengan ketentuan atau kaidah-kaidah tertentu. Unsur ini dalam kondisi suhu kamar, tidak selalu berbentuk padat, ada juga yang bentuknya cair. Logam-logam cair contohnya: Hg, Ce, Pb, Fe, Zn. Setiap logam mempunyai bentuk dan kemampuan atau daya yang terkandung didalamnya berbeda-beda, salah satunya memiliki kemampuan yang baik sebagai penghantar arus listrik (konduktor), memiliki kemampuan sebagai alloy dengan logam lainnya, dan untuk logam yang padat dapat ditempa dan dibentuk (Palar 2004).

Logam adalah unsur alam yang dapat diperoleh dari laut, erosi batuan, tambang, vulkanisme, dan industri lainnya. Logam dapat dibagi ke dalam 3 kelompok, yaitu:

a) Logam ringan (seperti: natrium, kalium, dan sebagainya) biasanya sebagai kation aktif di dalam larutan encer.

b) Logam transisi (seperti: besi, tembaga, kobal, mangan) diperlukan dalam konsentrasi yang rendah, tetapi dapat menjadi racun dalam konsentrasi yang tinggi.

c) Logam berat dan metaloid (seperti: raksa, timah hitam, timah, selanium, arsen) umumnya tidak diperlukan dalam kegiatan metabolisme dan sebagai racun bagi sel pada konsentrasi rendah.

Menurut Amin (2008) logam-logam diatmosfir berdasarkan sumber alaminya berasal dari: (1) debu-debu dari kegiatan gunung berapi, (2) erosi dan pelapukan tebing dan tanah, (3) asap dan kebakaran hutan, dan (4) aerosol dan partikulasi dari permukaan laut. Kegiatan manusia juga merupakan sumber utama pemasukan logam ke dalam lingkungan perairan. Masuknya logam yang berasal dari buangan langsung berbagai jenis limbah yang beracun, gangguan pada cekungan perairan, presitifasi dan jatuhan atmosfir.

(32)

15

a) Kegiatan pertambangan

Eksploitasi timbunan biji dalam membongkar permukaan batu bara dan sejumlah besar sisa-sisa batu atau tanah untuk mempercepat kondisi pelapukan. Hal ini menyebabkan masalah kualitas air yang serius, yang mengakibatkan tingginya kadar logam seperti besi (Fe), mangan (Mn), zink (Zn), kobal (Co), nikel (Ni), dan tembaga (Cu).

b) Cairan limbah rumah tangga

Jumlah logam runutan yang cukup besar disumbangkan ke dalam perairan dari cairan limbah rumah tangga adalah: sampah-sampah metabolik, korosi pipa-pipa air (Cu, Pb, Zn, dan Cd), dan produk-produk konsumer (misalnya formula deterjen yang mengandung Fe, Mn, Cr, Ni, Co, Zn, Cr, dan As). c) Limbah dan buangan industri

Beberapa logam runutan yang dibuang ke dalam lingkungan perairan melalui cairan limbah industri demikian juga dengan penimbunan dan pencucian lumpur industri. Emisi logam dari pembakaran bahan bakar fosil juga merupakan sumber utama logam dari udara yang ada di dalam air alamiah dan daerah aliran sungai.

d) Aliran pertanian

Sifat yang berbeda-beda mengenai kegiatan dan praktik pertanian di seluruh dunia mempersulit pengujian sumber-sumber logam ini secara keseluruhan. Namun demikian, sangat banyak endapan yang mengandung logam, hilang dari daerah pertanian sebagai akibat dari erosi tanah.

(33)
[image:33.612.125.509.99.244.2]

Tabel 3. Batas toleransi konsentrasi beberapa unsur dan senyawa logam berat Unsur/senyawa Krustase µg/L Ikan (µg/L) Manusia (mg/kg)

Cd++[CdCl2]

Cr++[Cr2(SO4)3]

Cu++[CuSO4]

Fe++[FeSO4]

Mn++

Pb++[Pb(NO3)2]

0,03-0,4 0,03-0,1 0,08-0,8 1,62-152 500-1.000 3-170 3 1,2-200 0,03-0,8 0,9-152 50-1.200 0,33-200 50-500 500-5.000 8.000 500-5.000 500-5.000 2.000

Sumber: Jung & Liebmann dalam Forstner & Wittmann (1981)

Tabel 4. Kisaran umum konsentrasi logam dalam tubuh ikan

Logam berat Kisaran Jaringan tubuh (organ) Kadmium (Cd) Krom (Cr) Tembaga (Cu) Besi (Fe) Timbal (Pb) Mangan (Mn) - 0,02-1,6 0,07-1,28 0,1-1,78 2,0 0,421-2,98 - otot otot otot total ikan otot Sumber: Forstner & Wittmann (1981)

Tabel 5. Komposisi umum unsur logam dalam sedimen

Logam berat Kisaran

(34)

17

Tabel 6. Batas maksimum logam dalam air untuk keamanan manusia Logam berat Konsentrasi (mg m-3) Kadmium (Cd)

Krom (Cr) Merkuri (Hg) Besi (Fe) Timbal (Pb) Mangan (Mn)

10 50 0,144

300 5 50 Sumber: EPA (1987); dalam Laws (1993)

2.3. Logam Berat dalam Ekosistem Perairan

Perairan Waduk Cirata merupakan salah satu ekosistem waduk yang sudah mengalami pencemaran. Sumber pencemaran yang masuk ke ekosistem Waduk Cirata berasal dari pabrik, pertanian, perikanan, dan kegiatan masyarakat. Sesuai dengan sifatnya, logam berat tidak bisa diuraikan (anorganik) sehingga akumulasi dan pengangkutan dalam ekosistem perairan cukup tinggi. Pengangkutan dan perubahan bentuk pencemaran logam di dalam lingkungan perairan dihubungkan dengan: (1) sifat-sifat kimia-fisika pencemar, (2) proses pengangkutan di dalam lingkungan, dan (3) proses perubahan bentuk pencemar (Conel & Miller 2006).

Di dalam perairan pada umumnya logam berat berikatan dalam bentuk senyawa kimia atau dalam bentuk logam ion, bergantung pada kompartemen logam tersebut berada. Tingkat kandungan logam berat pada setiap kompartemen sangat bervariasi, bergantung pada lokasi, jenis kompartemen, dan tingkat pencemaran. Siklus perputaran logam berat dalam air sangat dipengaruhi oleh siklus biogeokimiawi logam berat tersebut, jumlah kompartemen, dan peragan alur dari perpindahan logam tersebut. Menurut Hart & Lake (1987), mengatakan bahwa ada 4 kompartemen yang terlihat dalam siklus biogeokimiawi logam dalam air, yaitu:

a) Kompartemen logam yang terlarut ialah ion logam bebas, kompleks, dan koloidal ikatan senyawanya.

(35)

c) Kompartemen partikel biotik, terdiri dari fitoplankton dan bakteri di dalam laut dangkal, laut dalam, daerah pantai, muara sungai, dan waduk yang menempel pada tanaman.

d) Kompartemen sedimen di dasar perairan, merupakan kompartemen terbesar dari logam berat pada setiap ekosistem air.

Sifat atau tingkah laku logam dalam lingkungan perairan sangat bergantung dari karakteristik logam yang bersangkutan atau lazim disebut spesiasi logam. Spesiasi suatu logam akan mempengaruhi hadirnya logam tersebut dalam jaringan bilogik (bioavailability) dan toksisitasnya terhadap biota tersebut dalam air sangat berbeda-beda tergantung pada jenis air dan sifat kimia-fisika logam berat itu sendiri.

2.4. Sifat Fisik Kimia Logam Berat

2.4.1.Sifat fisik dan kimia logam timbal (Pb)

Timbal (Pb) mempunyai nomor atom 83, berat atom 207,9, titik cair 327,50C, dan titik didih 1.7250C. Timbal di alam dalam bentuk sulfida (gelena), Pb Carbonat (Cerussite), PBSO4 (Angelieite), sedangkan timbal air berada dalam

bentuk PB2+, PbCO3, (Pb(CO3)2-, PbOH+, dan Pb (OH)2. Secara alami timbal

tersebar luas pada batuan dan lapisan kerak bumi. Saeni (1989) menyatakan sumber utama timbal di atmosfir dan daratan dapat berasal dari bahan bakar bertimbal sedangkan batuan kapur dan gelena (PbS) merupakan sumber timbal pada perairan alami.

(36)

19

berat tinggi dalam air, ada kecenderungan konsentrasi logam berat tersebut tinggi dalam sedimen dan akumulasi logam berat dalam tubuh hewan domersal.

2.4.2.Sifat fisik dan kimia logam kadmium (Cd)

Kadmium adalah logam berat dengan nomor atom 48, massa atom 112,4, dan massa jenis 8,85 g/cm3. Mempunyai dua elektron di kulit terluar, Cd termasuk ke dalam golongan II B, periode 5 dalam sistem periodik. Cd memiliki titik didih lebih dari 670C dan titik cair 320, 90C (Cotton & Wilkinson 1989).

Pada pH yang tinggi kadmium mengalami pengendapan, toksisitas kadmium dipengaruhi oleh pH dan kesadahan (Effendi 2003). Kadmium mempunyai efek menghambat proses fisiologi seperti aktivitas cilia pada insang, serta pengambilan oksigen (Akberali & Trueman 1985).

Kadmium banyak dipakai pada industri metalurgi, pelapisan logam, pigmen baterai, peralatan elektronik, pelumas, peralatan fotografi, gelas keramik, tekstil, dan plastik (Eckenfelder 1989).

2.4.3.Sifat fisik dan kimia logam merkuri (Hg)

Merkuri adalah unsur renik pada kerak bumi, yakni hanya sekitar 0,08 mg/kh (Moore 1991). Pada perairan alami, merkuri hanya ditemukan dalam jumlah yang sangat kecil. Merkuri merupakan satu-satunya logam yang berada dalam bentuk cairan pada suhu normal. Merkuri terserap dalam bahan-bahan partikulat dan mengalami presitipasi. Pada dasar perairan anaerobik, merkuri berkaitan dengan sulfur.

(37)

Sumber alami merkuri yang paling umum adalah cinnabar (HgS) (Novoty & Olem 1994). Selain itu, mineral sulfida misalnya: sphalerite (ZnS), wurtzite (ZnS), galene (PbS), juga mengandung merkuri. Cinnabar sukar larut dalam air (Effendi 2003). Namun pelapukan bermacam-macam batuan dan erosi tanah dapat melepaskan merkuri ke dalam lingkungan perairan (Mc Neely et al. 1979).

Senyawa merkuri digunakan dalam pembuatan amalgam, cat, komponen listrik, baterai, ekstraksi emas dan perak, gigi palsu, senyawa anti karat, fotografi, dan elektronik (Eckenfelder 1989). Industri kimia yang memproduksi gas klorin dan asam klorida juga menggunakan merkuri. Garam-garam merkuri juga digunakan sebagai fumigan yang berperan sebagai pestisida (Sawyer & McCarty 1978 dalam Effendi 2003).

Kadar merkuri di air tawar secara alami berkisar antara 10-100 µg/L, sedangkan pada perairan laut berkisar antara <10-30 µg/L (Moore 1991). Senyawa merkuri bersifat sangat toksik bagi manusia dan hewan. Garam-garam merkuri terserap dalam usus dan terakumulasi di dalam ginjal dan hati. Metil merkuri diangkut oleh sel darah merah dan dapat mengakibatkan kerusakan pada otak.

2.4.4.Sifat fisik dan kimia logam besi (Fe)

Besi adalah logam dalam kelompok makromineral di dalam kerak bumi, tetapi termasuk kelompok mikro dalam system biologi. Logam ini mungkin logam yang pertama ditemukan dan digunakan oleh manusia sebagai alat pertanian. Pada system biologi seperti hewan, manusia, dan tanaman, logam ini bersifat esensial, kurang stabil, dan secara perlahan berubah menjadi fero (Fe2+) atau feri (Fe3+). Pada perairan alami dengan pH sekitar 7 dan kadar oksigen terlarut yang cukup, ion ferro yang bersifat mudah larut dioksidasi menjadi ion ferri. Pada oksidasi ini terjadi pelepasan elektron. Sebaliknya, pada reduksi ferri menjadi ferro terjadi penangkapan elektron. Proses oksidasi dan reduksi besi tidak melibatkan oksigen dan hydrogen (Eckenfelder 1989; Mackereth et al. 1989).

(38)

21

menghasilkan ion ferri, air, dan energi bebas yang digunakan untuk sintesis bahan organik dari karbondioksida. Bakteri kemosintetis bekerja secara optimum pada pH rendah (sekitar 5). Metabolisme bakteri Desulfovibrio menghasikan H2SO4

yang melarutkan besi (ferri) (Cole 1988).

Pada pH 7,5-7,7 ion ferri mengalami oksidasi dan berikatan dengan hidroksida membentuk Fe (OH)3 yang bersifat tidak larut dan mengendap

(presitipasi) di dasar perairan, membentuk warna kemerahan pada substrat dasar. Oleh karena itu, besi banyak ditemukan pada perairan berada dalam kondisi anaerob dan suasana asam (Cole 1988).

Fenomena serupa sering terjadi pada badan sungai yang menerima aliran air asam dengan kandungan besi cukup tinggi yang berasal dari daerah pertambangan. Sebagai pertanda terjadinya pemulihan kualitas air, pada bagian hilir sungai dasar perairan berwarna kemerahan karena terbentuknya Fe (OH)3

sebagai konsekuensi dari meningkatnya pH dan terjadinya proses oksidasi besi (ferro) (Cole 1988).

Sumber di alam adalah pyrite (FeS2), hematite (Fe2O3), magnetite (Fe3O4),

limonite[FeO(OH)], geothite (HFeO2), dan ochere[Fe (OH)3] (Cole 1988; Moore

1991). Senyawa besi pada umumnya bersifat sukar larut dan cukup banyak terdapat di dalam tanah. Kadang-kadang besi juga terdapat sebagai senyawa

siderite (FeCO3) yang bersifat mudah larut dalam air (Cole 1988).

Toksisitas besi (LC50) terhadap Lemna minor adalah 3,7 mg/L (Wang 1986

dalam Moore 1991), sedangkan terhadap avertebrata air Asellus aquaticus

(Isopoda) dan Carangonyx pseudogracilis (Amphipoda) berturut-turut 95 mg/L dan 160 mg/L (Martin & Holdich 1986 dalam Moore 1991). Nilai LC50 besi

terhadap ikan berkisar antara 0,3-10 mg/L. Toksisitas besi (LC50) terhadap

Dhapnia magnan adalah 5,9 mg/L (Biesinger & Christensen, 1972 dalam

Canadian Council of Resource and Enveronment Ministers 1987)

2.5. Mekanisme Akumulasi Logam Berat oleh Ikan

(39)

larutan garam berbentuk ion hidrofilik. (2) Logam tipe kelas B, seperti Cu, Zn, dan Ni, yang merupakan komponen kovalen dan jaringan berbentuk ion bebas. Tipe logam berat yang paling toksik bagi lingkungan adalah kelas B seperti Cd, Pb, dan Hg.

Proses metabolisme logam berat kelas B ini sangat berbeda dari logam berat kelas A. Logam berat kelas B bila masuk ke dalam sel hewan akuatik pada umumnya selalu proporsional dengan tingkat konsentrasi logam berat dalam air sekitarnya, sehingga logam berat dapat terikat dengan adanya ketersediaan ligan dalam sel. Menurut Darmono (2008) respon sel terhadap masuknya logam berat bergantung pada sel-sel sebagai berkut:

a) Sel yang mengandung ligan berlebihan dan sesuai untuk ikatan logam yang masuk, logam dapat terikat sepenuhnya dan tidak menimbulkan gangguan metabolisme.

b) Sel yang mengandung ligan terbatas, tetapi dapat mensintesis ligan lagi bila diperlukan, sehingga masih dapat mengikat logam yang masuk dan tidak menimbulkan gangguan metabolisme.

c) Sel yang mengandung ligan terbatas, tetapi masih dapat mensintesis ligan dengan jalan mengusir logam yang telah terikat untuk keluar sel.

d) Sel yang mengandung ligan terbatas tetapi dalam proses pengikatannya terjadi kompetisi antara logam itu sendiri.

Dilihat dari sifatnya, kelompok logam berat kelas B sangat mudah dan cepat melakukan penetrasi dalam tubuh organisme air dari pada logam kelas A yang termasuk logam ringan. Toksisitas logam Pb, Cd, dan Hg terhadap ikan sangat dominan, sehingga kerusakan yang ditimbulkan terhadap jaringan organisme ikan terjadi pada organ yang peka seperti insang dan usus kemudian masuk pada jaringan dalam seperti hati dan ginjal.

2.6. Damapak Logam Berat pada Ikan Patin

(40)

23

kacang-kacangan dan tumbuhan (Hora & Pillay 1962 dalam Sumantadinata 1983).

Walaupun ikan patin ini tergolong ikan karnivora, tetapi bisa memakan kacang-kacangan dan tumbuhan selain makanan utamnnya, sehingga tingkat akumulasi logam berat pada ikan ini diduga sangat tinggi. Karena masuknya logam berat pada ikan melalui beberapa cara diantranya melalui jaringan makanan dan respirasi.

Ikan patin juga termasuk ikan yang bergerak lambat, sehingga akumulasi logam beratnya akan lebih tinggi jika dibandingkan dengan ikan yang mempunyai pergerakan yang lebih cepat. Apalagi ikan yang dipelihara di Waduk Cirata dengan teknologi KJA mempunyai ruang gerak yang sangat terbatas, sehingga tingkat akumulasi logam beratnya akan semakin tinggi. Menurut Darmono (2008) ikan-ikan yang hidup pada habitat yang terbatas akan sulit untuk melarikan diri dari pengaruh polusi.

Untuk logam berat Hg, Cd, dan Pb sangat reaktif terhadap ligan sulfur dan nitrogen, sehingga logam ini sangat penting bagi fungsi normal metaloenzim dan juga metabolisme sel. Apabila metaloenzim disubtitusi oleh logam yang bukan semstinya maka akan menyebabkan protein mengalami deformasi dan mengakibatkan menurunnya kemampuan katalitik enzim tersebut.

Logam berat dapat diserap oleh ikan patin melalui insang maupun saluran pencernaan. Insang sebagai alat pernapasan ikan juga digunakan sebagai alat pengatur tekanan antara air dan dalam tubuh ikan (osmoregulasi). Enzim yang sangat berperan dalam insang ikan patin adalah enzim karbonik anhidrase dan transpor ATP ase. Karbonik anhidrase adalah enzim yang mengandung Zn dan berfungsi menghidrolisis CO2 menjadi asam karbonat, apabila ikatan Zn ini

diganti logam lain, maka fungsi enzim karbonik anhidrase ini akan menurun. Disamping gangguan sistem biokimiawi tersebut perubahan struktur morfologi insang juga terjadi. Ikan patin akan mengalami hipoksia (karena kesulitan mengambil oksigen dari air) sehingga terjadi penebalan sel epitel insang, yang mengakibatkan ikan kurang mampu untuk berenang.

(41)

signifikan, karena saluran pencernaan dan hati sebagai penghasil enzim pencernaan akan selalu mendapatkan gangguan oleh pengaruh toksik logam yang masuk. Toksisitas logam berat pada saluran pencernaan terjadi melalui pakan yang terkontaminasi oleh logam berat. Toksisitas saluran pencernaan juga dapat terjadi melalui air yang mengandung dosis toksik logam berat. Sedangkan pengaruh logam berat pada hati yaitu menimbulkan gangguan sistem enzim di dalam hati ikan patin itu sendiri.

Proses akumulasi logam berat dalam jaringan tubuh ikan patin terjadi setelah absorpsi logam berat dari air atau melalui pakan yang terkontaminasi. Dimana logam berat akan dibawa oleh sistem peredaran darah dan kemudian didistribusikan ke dalam jaringan tubuh. Sehingga penyebaran akumulasi logam berat pada ikan patin menjadi lebih merata hampir diseluruh organ tubuhnya. Apabila kandungan logam berat ini melebihi standar baku mutu kemanan pangan, maka prodak ikan patin ini akan berakibat buruk bagi yang mengkonsumsinya.

2.7. Budidaya Ikan Patin dalam Keramba Jaring Apung (KJA) di Waduk

Cirata

Teknologi budidaya ikan patin dalam KJA telah berkembang di perairan Waduk Cirata dan telah terbukti meningkatkan jumlah produksi ikan budidaya. Perkembangan KJA di perairan waduk tidak terkendali contoh di Waduk Cirata mulai tahun 1988-1994 meningkat 140%/tahun (Krismono, 1995), maka banyak dijumpai kematian ikan yang dipelihara di KJA misalnya; tahun 1993 di Waduk Saguling 1.042 ton, tahun 1994 di Waduk Cirata 1.039 ton, dan tahun 1996 di Waduk Jatiluhur ikan yang mati mencapai 1.560 ton dengan jenis ikan nila, mas, dan patin (Krismono, 1995). Belajar dari pengalaman yang sudah terjadi diperlukan cara pengelolaan perairan waduk untuk budidaya ikan dalam KJA yang sesuai dengan daya dukung, sehingga dapat menekan angka kematian pada ikan.

(42)

25

Kerugian budidaya ikan dalam KJA diantaranya resiko lepasnya ikan patin ke waduk dan resiko pencemaran air yang tidak diharapkan.

Untuk keberhasilan budidaya ikan patin di waduk, kualitas air menjadi faktor utama. Kualitas air sangat ditentukan oleh banyaknya variabel-variabel biologi, fisika, dan kimia yang mempengaruhi kesesuaian air untuk suatu penggunaan tertentu. Karena dalam kondisi ini metabolisme meningkat, sehingga nafsu makan juga naik. Apabila kondisi perairan menurun dapat menyebabkan kematian pada ikan patin yang dipeliharanya (Purnamawati, 2002). Dalam budidaya ikan patin, kualitas air harus disesuaikan dengan kebiasaan ikan yang akan dibudidayakan. Menurut (Slembrouck et al, 2005) budidaya ikan patin dalam KJA padat tebar 1,25 ekor ikan per m2, DO 5,9-8,1 mg.L-1, suhu 25-310C daya konduksi 35-75 µS dan pH 6-7.

Suhu merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam mengatur metabolisme serta penyebaran organisme dan mempengaruhi pada sifat fisik kimiawi perairan. Kenaikan suhu dapat menurunkan kandungan oksigen serta menaikan daya toksik yang ada dalam suatu perairan tertentu. Suhu juga berpengaruh langsung pada organisme perairan tertentu di dalam proses fotosintesis tumbuhan akuatik dan siklus reproduksi (Sverdrup et al. 1961). Lebih jauh menurut Wardojo (1975), kenaikan suhu air sebesar 10OC akan menyebabkan peningkatan kebutuhan oksigen hewani akuatik dua kali lebih banyak. Menurut Gunarso (1985), ikan sangat peka terhadap perubahan suhu walaupun hanya 0,03OC. Sedangkan suhu air yang baik untuk budidaya ikan laut yaitu berkisar antara 27OC—32OC (Mayunar el al.1995).

(43)

hewan air. Saputra et al. (2007) mengemukakan bahwa suhu air merupakan salah satu parameter kualitas air yang memegang peranan penting di dalam kehidupan dan pertumbuhan biota perairan. Suhu berpangaruh langsung pada organisme perairan terutama di dalam proses fotosintesis tumbuhan akuatik, proses metabolisme, dan siklus reproduksi.

Tingkat keasaman (pH) adalah suatu ukuran untuk menyatakan besarnya konsentrasi ion hydrogen (H+) di dalam air (Tebbut 1992 dalam Effendi 2003). Nilai pH menunjukkan derajat keasaman atau kebasaan suatu perairan. Nila pH suatu perairan sangat ditentukan oleh CO2 dan substansi asam. Phytoplankton dan

tanaman air lainnya mengambil CO2 selama berlangsungnya proses fotosintesis,

sehingga pH perairan meningkat di siang hari dan kembali turun pada malam hari (Boyd & Licthkoppler 1982; Zonneveld et al. 1991).

Mackereth et al. (1989) berpendapat bahwa pH juga berkaitan erat dengan karbondioksida dan alkalinitas. Pada pH <5, alkalinitas dapat mencapai nol. Semakin tinggi nilai pH, semakin tinggi pula nilai alkalinitas dan semakin rendah kadar karbondioksida bebas. Larutan yang bersifat asam (pH) rendah bersifat korosif. Dalam keadaan tidak ada oksigen akan dihasilkan hidrogen sulfida (H2S),

amonia (NH3), dan metana (CH4). Hampir semua senyawa yang dihasilkan

tersebut bersifat asam yang pada akhirnya akan menurunkan pH. Zat tersebut akan digunakan untuk proses fotosintesis, sehingga kandungan karbondioksida akan menurun, dan ion bikarbonat (HCO3-) akan berubah menjadi CO2 dan ion OH-.

Adanya dominasi ion hidroksil ini mengakibatkan pH air meningkat (Prihadi, 2005).

Pada pemeliharaan ikan, pH memiliki arti penting untuk diketahui karena nilai pH yang ekstrim dapat merusak permukaan insang sehingga menyebabkan kematian pada ikan. Selain alasan tadi, pH juga dapat meningkatkan efek toksik beberapa polutan seperti amonia, sianida, dan logam berat seperti aluminium (Beveridge 1987).

(44)

27

tumbuh maksimal, pH harus tetap ideal dengan fluktuasi yang kecil (Stickney 1993).

Moss (1993) mengatakan jika dalam suatu perairan terdapat bahan organik yang tinggi, maka hasil dekomposisi bahan organik tersebut diantaranya karbondioksida. Di dalam air karbondioksida ini akan membentuk asam karbonat. Keadaan ini juga bisa terjadi jika 1% dari karbondioksida bereaksi dengan air, sehingga membentuk asam karbonat (Cole 1988). Pada pembentukan asam karbonat tersebut akan dihasilkan ion hidrogen yang mengakibatkan pH perairan menurun.

Kesadahan adalah gambaran kation divalen. Kation-kation ini dapat bereaksi dengan sabun membentuk endapan maupun dengan anion-anion yang terdapat di dalam air membentuk endapan atau karat pada peralatan logam.

Pada perairan tawar, kation divalen yang paling berlimpah adalah kalsium dan magnesium, sehingga kesadahan pada dasarnya ditentukan oleh jumlah kalsium dan magnesium. Kalsium dan magnesium berikatan dengan anion penyusun alkalinitas, yaitu bikarbonat dan karbonat. Kesadahan diklasifikasikan berdasarkan dua kelompok, yaitu (1) berdasarkan ion logam (metal) dan (2) berdasarkan anion yang berasosiasi dengan logam. Berdasarkan ion logam, kesadahan dibedakan menjadi kesadahan kalsium dan kesadahan magnesium (Effendi 2003).

(45)

Kelarutan oksigen merupakan salah satu faktor kualitas air yang paling kritis dalam budidaya ikan di kolam, sehingga goncangan oksigen sedikit saja langsung dapat dirasakan oleh ikan. Kelarutan oksigen di perairan dipengaruhi oleh suhu, tekanan parsial gas, dan salinitas (Boyd & Licthkoppler 1982). Selanjutnya dinyatakan bahwa sumber oksigen di kolam berasal dari fotosintesis phytoplankton dan difusi dari udara, sedangkan penyebab utama berkurangnya kelarutan oksigen adalah karena respirasi plankton, respirasi ikan, respirasi organisme dasar, dan difusi ke udara.

(46)

3. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di dalam dua tahap yaitu kegiatan survai lapangan di Waduk Cirata pada bulan Juli-Desember 2008 dan kegiatan di Laboratorium Lingkungan Perairan Departemen Akuakultur FPIK-IPB bulan Oktober sampai Desember 2008.

Sampel sedimen, air, dan ikan patin diambil dari Waduk Cirata. Posisi pengambilan sampel air dan sedimen yaitu pada bagian inlet, tengah, dan outlet

(Gambar 2). Sedangkan ikan patin diambil dari KJA milik Pusat Riset Perikanan Budidaya yang berada di bagian tengah Waduk Cirata. Kegiatan penelitian meliputi dua tahap yaitu: kegiatan dilapangan dan kegiatan laboratorium. Kegiatan di lapangan adalah pengukuran logam berat pada ikan patin yang dipelihara di KJA pada waktu pemeliharaan 0 bulan (awal penelitian) dan 6 bulan (akhir penelitian) dalam satu siklus budidaya serta kualitas airnya yang dimulai pada bulan Juli 2008. Kegiatan laboratorium berupa analisis logam berat pada sedimen, air, dan ikan patin di Laboratorium Lingkungan Budidaya Perikanan, Departemen Budidaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB dan Balai Besar Pengembangan Budidaya air Tawar, Sukabumi. Lamanya pemeliharaan ikan patin di akuarium selama 3 bulan yang dilaksanakan mulai pada bulan Oktober-Desember 2008.

3.2. Metode Pelaksanaan Penelitian

Pengambilan data lapang, terlebih dahulu dilakukan penetapan stasiun pengukuran dan dilanjutkan dengan pengambilan sampel air, sedimen, ikan patin. Titik stasiun pengambilan kualitas air ada tiga yang dianggap mewakili yaitu: stasiun 1 (S-1) dibagian inlet (muara sungai citarum) dengan posisi geografis

06ο.45,57’ LS - 107ο.16,40’ BT, stasiun 2 (S-2) pada bagian tengah Waduk Cirata

(47)
[image:47.612.122.488.86.393.2]

Gambar 2. Sebaran titik pengambilan sampel sedimen, air, dan ikan patin di Waduk Cirata

3.3. Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan adalah YSI tipe 556, GPSmap sounder tipe 298,

secchi disc, turbidity meter dengan ketelitian 0,001, ekman grab, plankton net dengan mesh size 50 mikron, botol sampel, freezer, pH meter, spectrofotometer, kertas label, dan AAS (Automic Absorbsion Spectrophotometer), dan peralatan lain yang digunakan untuk analisis kualitas air. Bahan kimia yang digunakan untuk preparasi air adalah H2SO4 pekat, HNO3 pekat, HgCl, dan bahan kimia

untuk mengawetkan plankton adalah lugol, untuk analisis logam berat sampel ikan diawetkan dengan menggunkan es. Pemeliharaan ikan patin di KJA milik Pusat Riset Perikanan Budidaya selama 6 bulan mulai dari bulan Juli-Desember 2008. Berat ikan pada awal penebaran rata-rata 300 g dan selama pemeliharaan tidak di beri makan. Untuk kegiatan laboratorium alat yang digunakan adalah akuarium ukuran 60 x 30 x 40 cm sebanyak 6 buah untuk pemeliharaan ikan patin dan 1 buah untuk akuarium stok ikan patin.

Stasiun 1 (inlet)

Stasiun 2 (tengah)

Stasiun 3 (outlet)

06ο.43,58’ LS 107ο.16,.49’ BT

06ο.45,57’ LS 107ο.16,40’ BT

(48)

31

3.4. Prosedur Kerja

3.4.1.Kegiatan lapangan (survai)

[image:48.612.118.506.56.792.2]

Kegiatan lapang dilakukan sebanyak dua kali yaitu pada bulan Juli 2008 (awal penelitian) dan Desember 2008 (akhir penelitian). Kegiatan lapangan terdiri dari dua kegiatan yaitu: 1) pengukuran kualitas air Waduk Cirata secara langsung (insitu). Parameter dan alat yang digunakan dalam pengukuran kualitas air secara langsung disajikan pada Tabel 7. 2) pengambilan sampel untuk dianalisis di laboratorium meliputi contoh air, sedimen, dan ikan patin. Sebelum pengukuran dilaksanakan semua alat dikalibrasi sesuai dengan petunjuk dari manual peralatan masing-masing.

Tabel 7. Parameter air yang diukur dan alat yang digunakan

Parameter Satuan Alat Tempat Analisis

Kualitas Air Fisika 1.Suhu air 2.Kekeruhan 3.Kecerahan 4.TDS 5. Kedalaman

Kimia Air 1. DO 2. pH

o

C NTU

Cm - Meter

mg/L -

YSI 556 Turbidity meter

Sechi disk Visual GPSmap 298

YSI 556 YSI 556

Lapangan Lapangan Lapangan Lapangan Lapangan

Lapangan Lapangan

(49)

pengangkutan, sampel yang sudah dibungkus disimpan dalam cool box sampai di analisis.

Pengambilan contoh sedimen untuk analisis logam berat Cd merujuk pada metode AOAC 973.34 16th edisi 1999, logam berat Pb merujuk pada metode AOAC 973.23 16th edisi 1999, dan Hg merujuk pada metode AOAC 973.15 16th edisi 1999. Untuk logam berat Fe, pengambilan sampel merujuk pada SNI-06-6989.8-2004. Sedimen yang diambil dari dasar perairan pada tiap-tiap stasiun dimasukkan dalam plastik hitam kemudian dimasukan dalam cool box.

Contoh ikan patin yang dianalisis di bawa dalam keadaan hidup sampai di laboratorium. Kemudian ikan dibelah untuk mengambil tiap-tiap organ untuk dianalisis yaitu insang, hati, dan daging sebanyak masing-masing 100 g. Metode analisis selanjutnya untuk logam berat Cd merujuk pada metode AOAC 973.34 16th edisi 1999, logam berat Pb merujuk pada metode AOAC 973.23 16th edisi 1999, dan Hg merujuk pada metode AOAC 973.15 16th edisi 1999. Untuk logam berat Fe, pengambilan sampel merujuk pada SNI-06-6989.8-2004.

Untuk analisis plankton, contoh air yang sudah disaring dengan plankton net sebanyak 100 L, kemudian dimasukkan dalam botol dan dititrasi dengan lugol. Parameter-parameter yang diukur di laboratorium disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8. Parameter-parameter kualitas air, sedimen, dan ikan yang diukur di laboratorium

Parameter Satuan Metode Analisis Tempat Analisis

1. Karbondioksida (CO2)

2. Total fosfat

3. Orto fosfat (PO43--P)

4. Nitrit (NO2-N)

5. Nitrat (NO3-N)

6. Amonia (NH3-N)

mg/L

mg/L

mg/L mg/L mg/L

mg/L

Titrimetrik dengan sodium karbonat

(Na2CO3)

Titrasi dengan H2SO4

pekat dan pemanasan

Stannous chloride Sulfanilamide Spektropotometer

Gambar

Tabel                                                                                                            Halaman
Gambar                                                                                                        Halaman
Gambar 1. Gambaran umum Waduk Cirata dilihat dari Citra Landsat ETM 7
Tabel 1. Jumlah KJA dan rumah tangga petani di Waduk Cirata tahun 2009
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dalam tahap ini mencakup langkah- langkah sebagai berikut (1) Model pengembangan (desain produk), (2) Validasi desain, (3) Revisi desain, Hasil penelitian mengenai

BAB IV ANALISIS MASLAHAH MURSALAH TERHADAP PERATURAN PEMERINTAH NO 104 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PERUNTUKAN DAN FUNGSI HUTAN DALAM KASUS PEMANFAATAN TANAH

Penelitian yang dilaksanakan adalah penelitian kualitatif. Dalam penelitian ini, peneliti mewawancarai lima orang guru biologi dan lima orang kepala sekolah dari

Dalam menjaga kesinambungan arah penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara diperlukan rumusan Visi Antara yang menjelaskan visi di antara cita-cita luhur

Pola penggunaan internet yang melampaui batas membuat individu memiliki waktu yang lebih banyak dalam bermain internet, kurang berisitrahat, tidak mampu menjaga pola makan,

berinteraksi dan memberikan ruang yang luas kepada masyarakat/komite sekolah untuk ikut dalam perumusan program lanjutan yang telah direncanakan oleh kepala

Data variabel Prestasi Belajar Konstruksi Bangunan I dalam penelitian ini diperoleh dari dokumen yaitu perolehan nilai mahasiswa dalam bentuk Daftar Penetapan Nilai

Transfusi darah dan penggunaan tattoo menggunakan jarum untuk melakukannya, dan jarum merupakan alat yang diperlukan untuk menembus kulit atau merusak membran mukosa