SKRIPSI
Oleh :
Ummi Sholikhah
NPM : 20120710020
FAKULTAS AGAMA ISLAM
PRODI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
i SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat
guna memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Penyiaran Islam (S.Kom.I) strata Satu
pada Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam
Fakultas Agama Islam
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Oleh :
Ummi Sholikhah
NPM : 20120710020
FAKULTAS AGAMA ISLAM
PRODI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
ii
Hal : Persetujuan
Kepada Yth.
Dekan Fakultas Agama Islam
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Assalamu’alaikum, Wr.Wb.
Setelah menerima dan mengadakan perbaikan seperlunya, maka saya berpendapat bahwa skripsi saudara :
Nama : Ummi Sholikhah
NPM : 20120710020
Judul : KEBERAGAMAAN DIFABEL NETRA DI YAYASAN KESEJAHTERAAN
TUNANETRA ISLAM (YAKETUNIS) YOGYAKARTA
telah memenuhi syarat untuk diajukan pada ujian akhir tingkat Sarjana pada Fakultas Agama Islam Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Bersama ini saya sampaikan naskah skripsi tersebut, dengan harapan dapat diterima dan segera dimunaqasyahkan. Atas perhatianya diucapkan terima kasih.
Wassalamu’alaikum, Wr.Wb
Pembimbing
iii
YOGYAKARTA
Yang dipersiapkan dan disusun oleh :
Nama Mahasiswa : Ummi sholikhah
Nomor Mahasiswa : 20120710020
Telah dimunaqasyahkan di depan Sidang Munaqasyah Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam
pada tanggal 20 Juni 2016 dan telah dinyatakan memenuhi syarat untuk diterima.
Sidang Dewan Munaqosah
Ketua Sidang : Ahmad Hermawan, Lc., M.A (...)
Pembimbing : Dr. M. Nurul Yamin, M.Si (...)
Penguji : Imam Suprabowo, S.Sos.I.,M.Pd.I (...)
Yogyakarta, 20 Juni 2016
Fakultas Agama Islam Komunikasi dan Penyiaran Islam Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Dekan
iv
Nama Mahasiswa : Ummi Sholikhah
Nomor Mahasiswa : 20120710020
Program Studi : Komunikasi dan Penyiaran Islam
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini merupakan karya saya sendiri dan belum pernah
diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan disuatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang
pengetahuan saya dalam skripsi ini tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah dituliskan
atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan
disebutkan dalam daftar pustaka.
Yogyakarta, 16 Agustus 2016
Yang membuat pernyataan
Ummi Sholikhah
v
dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.
vi
Ibuku Hj. Suratmi, Ayahku H. Tukiyo Dan Keluargaku tercinta atas doa dan dukungannya
Almamater tercinta :
Prodi komunikasi penyiaran islam Fakultas agama islam
vii
Alhamdulillahi Robbil’alamin. Puji syukur marilah kita panjatkan ke hadhirat Allah SWT
yang telah memberikan rahmat, taufik dan hidayahnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi berjudul Keberagamaan Difabel Netra di Yayasan Kesejahteraan Tunanetra Islam
(YAKETUNIS) Yogyakarta. Sholawat setrta salam semoga selalu tercurahkan kepadsa tauladan
kita Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat dan para pengikutnya hingga akhir zaman.
Amin
Skripsi ini disusun sebagai syarat pemenuhan tugas akhir guna memperoleh gelar Sajana
Strata satu pada Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam Fakultas Agama Islam Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta dan diharapkan dapat memberikan manfaat bagi tempat penelitian
dan akademisi Komunikasi Penyiaran Islam.
Penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak sehingga
skripsi dapat terselesaikan dengan baik. Untuk itu penulis ucapakan terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Bambang Cipto, M.A selaku Rektor Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta.
2. Bapak Dr. Mahli Zaenuddin Tago, M.Si selaku Dekan Fakultas Agama Islam Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta.
3. Ustadz Fathurrahman Kamal Lc, M.S.I selaku ketua jurusan Komunikasi dan Penyiaran
viii
5. Kepada seluruh dosen Komunikasi dan Penyiaran Islam, terima kasih atas ilmu yang
diberikan selama ini.
6. Kepada seluruh jajaran dosen dan karyawan Fakultas Agama Islam Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta yang telah membantu dalam proses penulisan skripsi.
7. Kepada seluruh teman-teman angkatan 2012 KPI, terima kasih atas persahabatan yang
luar biasa selama menimba ilmu di kampus ini, hal yang luar biasa dan membahagiakan
dapat menimba ilmu bersama kalian.
8. Kepada Yayasan Yaketunis yang telah memberikan izin penelitian dan membantu dalam
memberikan informasi.
Yogyakarta, 16 Agustus 2016
Ummi Sholikhah
ix
NOTA DINAS... ii
HALAMAN PENGESAHAN... iii
HALAMAN PERNYATAAN... iv
HALAMAN MOTTO... v
HALAMAN PERSEMBAHAN... vi
KATA PENGANTAR... vii
DAFTAR ISI... ix
ABSTRAK... xii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1
B. Rumusan Masalah... 4
C. Tujuan Penelitian... 5
D. Manfaat Penelitian... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI A. Tinjauan Pustaka... 6
B. Kerangka Teori... 11
1. Keberagamaan... 11
a. Dimensi Ideologis... 14
b. Dimensi Ritualistik... 15
c. Dimensi Eksperensial... 15
d. Dimensi Intelektual... 16
e. Dimensi Konsekuensial... 17
x
A. Metode Penelitian... 28
1. Pendekatan... 28
2. Lokasi dan Subjek Penelitan... 29
3. Teknik Pengumpulan Data... 30
4. Keabsahan Data... 32
5. Analisis Data... 33
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian... 34
1. Gambaran umum Yayasan Kesejahteraan Tunanetra Islam (YAKETUNIS) di Yogyakarta... 34
2. Keberagamaa Difabel Netra... 59
a. Dimensi Ideologis... 59
b. Dimensi Ritualistik... 61
c. Dimensi Eksperensial... 65
d. Dimensi Intelektual... 69
e. Dimensi Konsekuensial... 73
B. Pembahasan... 76
1. Keberagamaan Difabel Netra... 76
a. Dimensi Ideologis... 77
b. Dimensi Ritualistik... 80
c. Dimensi Eksperensial... 84
d. Dimensi Inteletual... 87
e. Dimensi Konsekuensial... 95
xi DAFTAR PUSTAKA
xii ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk (1) Mendeskripsikan keberagamaan difabel netra di yayasan Yaketunis Yogyakarta, (2) Mendeskripsikan faktor yang mendukung dan menghambat keberagamaan difabel netra di yayasan Yaketunis Yogyakarta. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif kualititaif, penelitian ini mengambil lokasi di Yayasan Yaketunis Yogyakarta. Subjek dari penelitian ini adalah pengasuh Yayasan, pengurus asrama, dan difabel netra. Adapun teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam, observasi dan dokumentasi. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa : 1) Para difabel netra memiliki nilai keberagamaan pada lima dimensi keberagamaan yakni, (a) Dimensi ideologis (b) Dimensi intelektual (c) Dimensi eksperensial (d) Dimensi intelektual (e) Dimensi konsekuensial, kegiatan keberagamaan mereka di dukung dengan kegiatan-kegiatan asrama dan sekolah yakni, mengaji Al-Quran, hafalan surat-surat pendek, jamaah shalat lima waktu, jamaah shalat dhuha, pelatihan kultum dan khutbah. 2) Hambatan yang sering terjadi pada kegiatan keberagamaan para difabel netra berasal dari diri sendiri, yakni kurang mereka dalam memotivasi diri (malas), fasilitas yang diberikan yayasan sudah memenuhi syarat untuk membantu para difabel netra dalam setiap kegiatan, lingkungan yayasan juga memberikan peluang kepada difabel netra untuk mengkuti kegiatan-kegiatan keagamaan.
xiii ABSTRACT
This study aims to (1) describe visual impairment diversity in Yaketunis foundation Yogyakarta, (2) describe factors that support and hinder visual impairment diversity in Yaketunis foundation Yogyakarta. The method used in this study was descriptive qualitative research method. The research setting was Yaketunis foundation Yogyakarta. The research subjects were the foundation’s caregivers, dormitory administrators, and visual impaired people. The data gathering technique was in depth interview, observation and documentation. The result of the study shows that: (1) the visual impaired people have diversity value on five dimensions of (a) ideology dimension (b) intellectual dimension (c) experiential dimension (d) intellectual dimension (e) consequential dimension. Their diversity activities are supported by the activities in school and dormitory such as reciting Al-Quran, reciting short letters of A-Quran, praying five times a day together, shola dhuha, kultum (short speech) practice, and speech (khutba). 2)The obstacle that often happen in diversity activities of visual impaired people are from themselves, in which they lack of self-motivation (lazy). The facilities provided by the foundation are qualified to help them do every activity, the foundation neighborhood also gives them a chance to join religious activities.
YOGYAKARTA
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk (1) Mendeskripsikan keberagamaan difabel netra di yayasan Yaketunis Yogyakarta, (2) Mendeskripsikan faktor yang mendukung dan menghambat keberagamaan difabel netra di yayasan Yaketunis Yogyakarta. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif kualititaif, penelitian ini mengambil lokasi di Yayasan Yaketunis Yogyakarta. Subjek dari penelitian ini adalah pengasuh Yayasan, pengurus asrama, dan difabel netra. Adapun teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam, observasi dan dokumentasi. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa : 1) Para difabel netra memiliki nilai keberagamaan pada lima dimensi keberagamaan yakni, (a) Dimensi ideologis (b) Dimensi intelektual (c) Dimensi eksperensial (d) Dimensi intelektual (e) Dimensi konsekuensial, kegiatan keberagamaan mereka di dukung dengan kegiatan-kegiatan asrama dan sekolah yakni, mengaji Al-Quran, hafalan surat-surat pendek, jamaah shalat lima waktu, jamaah shalat dhuha, pelatihan kultum dan khutbah. 2) Hambatan yang sering terjadi pada kegiatan keberagamaan para difabel netra berasal dari diri sendiri, yakni kurang mereka dalam memotivasi diri (malas), fasilitas yang diberikan yayasan sudah memenuhi syarat untuk membantu para difabel netra dalam setiap kegiatan, lingkungan yayasan juga memberikan peluang kepada difabel netra untuk mengkuti kegiatan-kegiatan keagamaan.
YOGYAKARTA ABSTRACT
This study aims to (1) describe visual impairment diversity in Yaketunis foundation Yogyakarta, (2) describe factors that support and hinder visual impairment diversity in Yaketunis foundation Yogyakarta. The method used in this study was descriptive qualitative research method. The research setting was Yaketunis foundation Yogyakarta. The research subjects were the foundation’s caregivers, dormitory administrators, and visual impaired people. The data gathering technique was in depth interview, observation and documentation. The result of the study shows that: (1) the visual impaired people have diversity value on five dimensions of (a) ideology dimension (b) intellectual dimension (c) experiential dimension (d) intellectual dimension (e) consequential dimension. Their diversity activities are supported by the activities in school and dormitory such as reciting Al-Quran, reciting short letters of A-Quran, praying five times a day together, shola dhuha, kultum (short speech) practice, and speech (khutba). 2)The obstacle that often happen in diversity activities of visual impaired people are from themselves, in which they lack of self-motivation (lazy). The facilities provided by the foundation are qualified to help them do every activity, the foundation neighborhood also gives them a chance to join religious activities.
1 A. LATAR BELAKANG MASALAH
Perkembangan manusia merupakan perubahan yang progresif dan
berlangsung terus menerus atau berkelanjutan. Keberhasilan dalam
mencapai suatu tahap perkembangan akan sangat menentukan
keberhasilan dalam tahap perkembangan berikutnya. Sedangkan, apabila
ditemukan adanya satu proses perkembangan yang terhambat, terganggu,
atau bahkan terpenggal, dan kemudian dibiarkan maka untuk selanjutnya
sulit untuk mencapai perkembangan yang optimal.
Difabel netra sendiri merupakan anak berkebutuhan khusus yang
mengalami hambatan pada indera penglihatan sehingga untuk memenuhi
kebutuhanya serta menjalankan kegiatan sehari-hari membutuhkan
bantuan secara khusus.1 Kebijakan pemerintah dalam menangani
penyandang cacat diarahkan kepada perlindungan, pemulihan dan
kemandirian dalam mencapai taraf hidup kesejahteraan sosial yang layak,
normatif dan manusiawi yang dilaksanakan melalui pelayanan dan
rehabilitasi sosial penyandang cacat melalui sistem panti dan non panti.2
1
Sari Rudiyati, Ortodidaktik Anak Tunanetra, (Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta, 2003), hlm. 4
2
Kementrian Sosial Republik Indonesia, Pedoman Pelaksanaan Uji Coba Multi Layanan Panti
Sosial Penyandang Cacat, (Kementrian Sosial RI : Direktorat Jenderal Pelayanan Dan Rehabilitasi
Saat ini terjadi peningkatan jumlah penyandang difabel netra baik
karena kecacatan sejak lahir, penyakit, kecelakaan maupun karena
malnutrisi (kekurangan gizi). Pada tahun 2009 terdapat sebanyak 338.672
orang penyandang disabilitas netra di Indonesia yang memerlukan
berbagai upaya rehabilitasi sosial agar memiliki kemampuan untuk dapat
memenuhi kebutuhnya serta mengembangkan potensi yang dimiliki.3
Dalam rangka memenuhi kebutuhannya, difabel sangat
membutuhkan pelayanan dan bantuan dari lingkungan sekitarnya baik
perorangan maupun lembaga. Hal ini membuat beberapa lembaga atau
institusi berupaya untuk ikut serta meningkatkan sumber daya bagi difabel
netra. Salah satu lembaga yang berpartisipasi dalam memberikan layanan
dalam meningkatkan sumber daya difabel netra ialah Yayasan
Kesejahteraan Tunanetra Islam (YAKETUNIS). Yaketunis memberikan
ruang bagi difabel netra untuk meningkatkan bakat, potensi serta
kemampuan untuk dikembangkan.
Yayasan Yaketunis adalah yayasan yang pertama kali menerbitkan
Al-quran braile di Indonesia, yayasan ini tercatat sebagai pondok
pesantren di Kementrian Agama, memiliki fasilitas berupa asrama,
memiliki 38 anak didik dan 9 pengurus asrama dengan total jumlah
penghuni asrama 47 orang. Kegiatan diyayasan ini sama seperti kegiatan
pondok pesantren, yakni : santri wajib sholat berjamaah dimasjid, wajib
mengikuti TPA (Taman Pendidikan Al-Quran) dilakukan seminggu lima
3
kali serta hafalan surat-surat pendek, pelatihan khutbah dan kultum,
pelatihan qiroah, dan lain-lain. Yayasan ini sering mengikuti lomba, yang
diadakan oleh Kementrian Agama maupun Sekolah Luar Biasa (SLB) di
Yogyakarta. Salah satu santri Yayasan Yaketunis memenangkan lomba
qiroah atau biasa disebut membaca Al-quran dengan nada yang diadakan
oleh sekolah SLB se-kota Yogyakarta.
Yayasan ini memberikan fasilitas kepada para tunanetra agar dapat
mengembangkan diri dalam pengetahuan umum, sosial dan agama.
Dengan berbasis pondok pesantren yayasan ini memiliki aktivitas-aktivitas
keberagamaan yang tersusun rapi dan pelaksanaan yang
berkesinambungan.
Keberagamaan pada difabel netra sangat diperlukan, dengan
keterbatasan yang dimiliki difabel netra mereka mudah merasa tidak
percaya diri dengan kekurangan yang dimilikinya bahkan dapat merasa
bahwa tuhan tidak adil dan tidak jarang berakhir dengan bunuh diri.
Kemampuan fisik yang terbatas membuat hidup difabel tergantung pada
bantuan orang lain. Dalam lingungan sosial difabel menderita tekanan
prikis yang berat karena tersisih dari peran aktif dalam masyarakat.
Disinilah perlunya difabel netra mempunyai nilai keberagamaan.
Dengan kegiatan yang dilakukan para difabel netra diYayasa Yaketunis,
mereka dapat mandiri dan hidup lebih baik bersama anggota masyarakat
Keberagamaan merupakan ketaatan seorang muslim terhadap
agama yang dianutnya, baik itu dilihat dari segi pengetahuan keagamaan,
keyakinan dalam beragama, pelaksanaan akidah dan juga dalam segi
praktik keagamaan, seorang muslim harus total menjadi muslim dalam
melakukan kegiatan atau aktivitas apapun dengan niat beribadah kepada
Allah, karena aktivitas beragama tidak hanya terjadi ketika seseorang
melakukan ibadah shalat akan tetapi juga ketika melakukan aktivitas
lainya. Dalam surat Al-Baqarah ayat 208 yang artinya :
‘’islam menyuruh umatnya untuk beragama (atau ber-Islam) secara menyeluruh’’.
Setiap muslim baik dalam berfikir, bersikap maupun bertindak,
diperintahkan untuk ber-Islam. Dalam melakukan aktifitas ekonomi,
sosial, politik atau aktivitas apapun, setiap muslim diperintahkan untuk
melakukanya dalam rangka beribadah kepada Allah. Dimanapun dan
dalam keadaan apapun.4
B. RUMUSAN MASALAH
Dari uraian yang telah peneliti paparkan sebelumnya, maka yang
menjadi rumusan masalah pada penelitian ini adalah
1. Bagaimana keberagamaan difabel netra di Yayasan Yaketunis?
2. Faktor apa saja yang mendukung dan menghambat keberagamaan
difabel netra di Yayasan Yaketunis?
4
C. TUJUAN PENELITIAN
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah
1. Untuk mengetahui keberagamaan difabel netra di Yayasan
Yaketunis.
2. Untuk mengetahui faktor apa saja yang mendukung dan
menghambat keberagamaan difabel netra di Yayasan Yaketunis.
C. MANFAAT PENELITIAN
1. Secara teoritis penelitian ini dapat memberikan bekal, memperluas dan
memperkaya wawasan dalam ilmu psikologi agama untuk
meningkatkan keberagamaan.
2. Secara praktis penelitian ini dapat menjadi rujukan atau bahan
pertimbangan bagi siapa saja, baik individu maupun kelompok yang
6 A. TINJAUAN PUSTAKA
Berdasarkan pengamatan dan penelusuran yang peneliti lakukan
terhadap tulisan skripsi, hasil penelitian yang relevan yang berkenaan
dengan skripsi ini adalah:
1. Nishfi Fauziah Rochmah menulis skripsi tentang ‘’ Bimbingan
Keagamaan Bagi Difabel di SLB Negri 2 Yogyakarta’’. Dalam
tulisanya yang berfokus pada difabel tunagarita ini, ia menghasilkan
kesimpulan bahwa pembinaan keagamaan dapat dilakukan dengan
memberikan materi bimbingan keagamaan meliputi : ibadah, aqidah,
dan akhlak. Sedangkan dalam proses pelaksanaan bimbingan
keagamaan bagi siswa SMPLB difabel tunagaraita ringan di SLB
Negeri 2 Yogyakarta, terdapat tiga tahap yaitu persiapan pelaksanaa
bimbingan keagamaan, kemudian pelaksanaan bimbingan keagamaan,
evaluasi hasil bimbingan keagamaan serta tindak lanjut dari evaluasi
hasil bimbingan.1 Materi dalam pelaksanaan bimbingan keagamaan ini
berupa (1) Tata cara sholat wajib dan sunnah beserta
ketentuan-ketentuanya (2) Memahami sejarah Nabi (3) Tata cara puasa wajib
1
dan puasa sunnah beserta ketentuan-ketentuanya (4) Akhlak kepada
orang tua (5) Membiasakan perilaku terpuji (6) Memahami hukum
islam tentang haji dan umrah (7) Memberi pemahaman tentang rukun
iman dan rukun islam (8) Mengamalkan ajaran Al-Quran dan Hadist.
Guru memberikan pemahaman mengenai materi diatas dan murid
diminta memperhatikan dengan seksama, setelah itu diadakan test
terkait materi yang dilakukan, test dapat dilakukan dalam bentuk lisan,
tulisan dan praktik.
Hasil dalam penelitian ini adalah timbulnya kesadaran anak
dalam mengamalkan pelajaran yang sudah didapatkan disekolah. Jadi
pada dasarnya, pemberian bimbingan keagamaan sangat diperlukan
untuk memberikan pemahaman anak tentang agama serta
menumbuhkan nilai religiusitas anak. Subjek penelitian dalam skripsi
ini sama yaitu anak berkebutuhan khusus (ABK), akan tetapi objek
penelitiannya berbeda, dalam skripsis ini penilis menjelaskan tentang
pembinaan keagamaan dimana berfokus kepada teori-teori
keagamaan. Sedangkan peneliti nanti akan membahas tentang
pembinaan keberagamaan yang fokus kepada praktik-praktinya.
2. Abdul Rahman Arsyad menulis dalam jurnalnya ‘’ Pendidikan Agama
Pada Anak Berkebutuhan Khusus di SMPLB Sentra Pendidikan
Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus’’. Dalam tulisanya
menunjukkan bahwa meskipun dengan fasilitas pembelajaran yang
tetap berpedoman pada kurikulum Diknas, dengan menggunkan
metode ceramah, demonstrasi, dan tanya jawab berdasarkan silabus
yang diaplikasikan melalui RPP (Rencana Program Pembelajaran).
Tenaga pendidik (guru agama) menggunakan metode pembelajaran
pendidikan agama berdasarkan disabilitas dengan mengintegrasikan
proses pembiasaan dan kreativitas guru sebagai pola pelaksanaan pola
pendidikan yang sesuai dengan karakter anak berkebutuhan khusus.
Pola ini melahirkan output yang mengantarkan anak kebutuhan khusus
dalam memahami dan meyakini adanya Tuhan, mengenal kitab-kitab
Allah, melaksakan ibadah (sholat dan puasa), serta berperilaku yang
terpuji. Pemahaman pendidikan agama diperkuat lewat bimbingan
rohani.2
Hasilnya ialah, pendidikan agama pada anak berkebutuhan
khusus memberikan perubahan positif pada anak, materi yang
diterima anak diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Perubahan
sikap dan perilaku anak setelah memahami tata cara shalat, setiap
masuk waktu shalat, anak bergegas untuk berwudhu, dan adzan, serta
memimpin shalat secara berjamaah.
Pengetahuan anak dan kemampuan dalam kitab suci Al-Quran
masih dalam tahap menghafal huruf-huruf dan surat-surat pendek.
Pentingnya pendidikan agama untuk diajarkan kepada anak akan
2
Abdul Rahman Arsyad, Pendidikan Agama pada Anak Berkebutuhan Khusus di SMPLB Sentra
Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus, (Makassar : Balai Penelitian dan
meningkatkan potensi spiritual anak dan membentuk peserta didik
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa dan berakhlak mulia. Cara penyampaian materi dari
pengajar juga berpengaruh terhadap pemahaman dan penerimaan
materi kepada anak. Subjek penelitian dalam skripsi ini sama yaitu
anak berkebutuhan khusus (ABK), akan tetapi objek penelitiannya
berbeda, dalam skripsis ini penilis menjelaskan tentang pendidikan
agama anak berkebutuhan khusus di lingkungan sekolah. Sedangkan
peneliti nanti akan membahas tentang pembinaan keberagamaan
difabel netra.
3. Ermis Suryana dan Maryamah Maryamah menulis dalam skripsinya
tentang ‘’Pembinaan Keberagamaan Siswa Melalui Pengembangan
Budaya Agama di SMA Negeri 16 Palembang’’. Dalam pembahasan
ini ia menghasilkan kesimpulan bahwa urgensi pengembangan budaya
agama disekolah adalah agar seluruh warga sekolah memperoleh
kesempatan untuk dapat memiliki bahkan mewujudkan seluruh aspek
keberagamanaanya baik pada aspek keyakinan, praktik agama,
pengalaman dan pengetahuan agama. Hal ini dilakukan dengan cara
menciptakan lingkungan sekolah yang islami dan kegiatan masyarakat
yang dilakukan oleh rohis (rohani islam) sebagai semacam sekolah
khusus kegiatan ekstrakulikuler teduh kegiatan keagamaan.
suasana religius yang kondusif serta kegiatan ekstrakulikuler
mendapatkan respon positif dari para siswa.
Hal itu dapat dapat dilihal dari beberapa hal : pada waktu
istirahat sudah cukup banyak siswa yang melaksanakan sholat sunnah
Dhuha, siswa melakukan sholat wajib dengan berjamaah sesuai waktu
sholat yang berlangsng pada pada jam sekolah, secara umum siswa
sudah memiliki sikap keagamaan yang cukup baik, hal ini terlihat dari
sikap santun siswa terhadap guru dan karyawan sekolah, cukup
banyak siswa yang memakai pakaian muslimah dengan kesadaran
sendiri.3
Hasil dari penelitian ini adalah, pemahaman materi,
lingkungan memberikan pengaruh besar terhadap perubahan anak
dalam nilai religiusitas. Lingkungan yang dipenuhi dengan
aktivitas-aktivitas keagamaan akan menumbuhkan minat dan semangat anak
dalam praktik keagamaan. Meskipun dalam skripsi ini berbicara
tentang pembinaan keberagamaan, namun terdapat perbedaan dengan
apa yang peneliti teliti. Dalam penelitian tersebut subjeknya adalah
orang normal sedangkan dalam penelitian yang akan peneliti lakukan
adalah difabel netra.
Dari beberapa penelitian yang pernah dilakukan, sebagaimana
telah dituliskan sebelumnya, penelitian tentang keberagamaan difabel
3
Ermis Suryana, Marhamah Marhamah, Pembinaan Keberagamaan Siswa Melalui Pengembangan
Budaya Agama di SMA Negri 16 Palembang. Skripsi diterbitkan, (Palembang : Fakultas Tarbiyah
netra belum pernah dilakukan, oleh karena itu peneliti mencoba
melakukan penelitian yaitu dengan judul : ‘‘Keberagamaan Difabel
Netra Di Yayasan Kesejahteraan Tunanetra Islam (YEKETUNIS)
Yogyakarta’’.
B. KERANGKA TEORI 1. Keberagamaan
a. Latar belakang dan perlunya keberagamaan
Religiusutas ialah suatu kesatuan unsur-unsur yang
komperhensif, yang menjadikan seseorang disebut sebagai orang
beragama dan bukan sekedar mengaku mempunyai agama.
Religiusitas meliputi pengetahuan agama, keyakinan agama,
pengalaman ritual agama, pengamalan agama, perilaku agama dan
sikap sosial keagamaan.4
James Martineau mendefinisikan agama sebagai
kepercayaan tentang Tuhan yang abadi, yaitu tentang jiwa dan
kemauan ilahi yang mengatur alam raya dan berpegang pa5da
hubungan-hubungan moral dengan umat manusia. Sedangkan
seorang ahli filsafat terkenal, Profesor McTaggart mengatakan
agama adalah keadaan kejiwaan yang dapat di gambarkan sebagai
perasaan yang terletak di atas adanya keyakinan kepada keserasian
antara diri kita sendiri dan alam raya secara keseluruhan.
4
Djamaludin Ancok dan Fuad Anshori Suroso, Psikologi Islam (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1994), hlm. 77
5
Era globalisasi memberikan perubahan besar pada tatanan
dunia secara menyelur uh dan perubahan itu dihadapi bersama
sebagai suatu perubahan yang wajar. Sebab, mau tidak mau, siap
tidak siap perubahan itu diperkirakan akan terjadi. Dikala itu
manusia dihadapkan pada peradaban umat manusia. Sedangkan di
dsisi lain manusia, dihadapkan kepada malapetaka sebagai dampak
perkembangan dan kemajuan modernisasi dan perkembangan
teknologi itu sendiri.6
Perubahan dunia merupakan sesuatu yang tak bisa ditolak
kehadiranya. Perubahan merupakan kodrat Tuhan akan alam
semesta, karena itu yang perlu kita pikirkan adalah bagaimana
memberikan respon atas perubahan yang terus bergerak
mengepung kehidupan umat beragama. Perubahan dengan
demikian bisa diletakkan dalam dua perspektif ; sebagai pendorong
umat beragama untuk bertindak kreatif, sekaligus menempatkan
diri manusia pada posisi terjepit tatkala tidak bisa memberikan
respons yang memadai atas perubahan yang tengah terjadi.7
Dalam kondisi seperti itu, manusia akan mengalami konflik
batin secara besar-besaran. Konflik tersebut sebagai dampak dari
ketidakseimbangan antara kemampuan IPTEK yang menghasilkan
kebudayaan materi dengan kekosongan rohani. Hal ini akan
6
Jalaluddin, Psikologi Agama, ( Raja Grafindo Persada : Jakarta, 2001), hlm.197.
7
mempengaruhi kehidupan psikologis manusia. Pada kondisi ini,
manusia akan mencari penenteram batin, antara lain agama.8
Menurut pendekatan psikologi pembinaan moral dan
mental keagamaan sangat diperlukan, khususnya kepada para
remaja, dikarenakan perubahan perilaku yang lebih mudah terjadi
dikalangan remaja dibandingkan dengan kalangan orang dewasa.
Secara umum, kesalehan dan seringnya mengikuti kegiatan agama,
baik sendiri maupun bersama, berhubungan dengan kesehatan
mental yang lebih baik.
Penggunaan agama sebagai perilaku berkaitan dengan
harga diri yang lebih tinggi dan depresi yang lebih rendah,
terutama dikalangan orang-orang yang cacat fisik. Komitmen
agama yang taat berkaitan dengan tingkat depresi yang lebih
rendah, penyembuhan dari depresi yang lebih cepat, kesejahteraan
dan moril yang lebih tinggi, harga diri yang lebih baik.9
b. Dimensi keberagamaan
Kita dapat meneliti agama dengan memperhatikan definisi
agama, baik secara substantif maupun fungsional. Sebagai
psikolog, kita lebih tertarik untuk melihat agama sebagaimana
diterima oleh penganutnya, yakni dalam pikiranya, perasaanya,
8
Jalaluddin, Op.cit, hlm.197.
9
tindakanya. Tidak hanya dilihat dari agama, melainkan juga
keberagamaanya. Gambaran keberagamaan seseorag itu secara
terperinci disebut Deconchy sebagai psikografi.
Psikografi adalah peta keberagamaan. Dalam peta itu kita
menguraikan keberagamaan dalam rangkaian bagianya. Glock dan
Stark mengembangkan teknik analisis keberagamaan yang paling
mudah yakni analisis dimensional. Untuk menyusun psikografi
agama, kita urai agama menjadi lima dimensi, yakni :
1) Dimensi ideologis
Bagian dari keberagamaan yang berkaitan dengan apa
yang harus dipercayai termasuk dalam dimensi ideologis.
Kepercayaan atau doktrin agama adalah dimensi yang paling
dasar. Inilah yang membedakan satu agama dengan agama
yang lainya, bahkan satu madzhab dengan madzhab yang
lainya.
Ada tiga kategori kepercayaan. Pertama, kepercayaan
yang menjadi dasar esensial suatu agama. Kepercayaan kepada
Allah, para malaikat, Nabi atau rasul, kitab-kitab Allah, surga
dan neraka, serta qodha dan qadar. Kedua, kepercayaan yang
berkaitan dengan tujuan Ilahi dalam penciptaan manusia.
‘’Dialah yang menciptakan kematian dan kehidupan, untuk menguji kamu sekalian, siapa diantara kamu yang paling baik amalnya (QS Al-Mulk [67] : 2) ’’.
Ketiga, kepercayaan yang berkaitan dengan cara terbaik untuk
melaksanakan tujuan Ilahi yang diatas. Orang islam percaya
bahwa untuk beramal saleh, ia harus melakukan pengabdian
kepada Allah dan perkhidmatan kepada sesama manusia.
2) Dimensi ritualistik
Dimensi keberagamaan yang berkaitan dengan
sejumlah perilaku disebut dimensi ritualistik. Yang dimaksud
dengan perilaku disini adalah perilaku khusus yang ditetapkan
oleh agama, seperti tata cara ibadah, berpuasa, membaca
Al-Quran, doa, dzikir, ibadah qurban, zakat, haji hingga jenis dan
tata cara berpakaian.10 Dimensi ini mencakup hal-hal yang
dilakukan orang untuk menunjukkan komitmen terhadap agama
yang dianutnya.
3) Dimensi eksperensial
Dimensi eksperensial adalah bagian keagamaan yang
bersifat afektif, yakni keterlibatan emosional dan sentimental
pada pelaksanaan ajaran agama. Inilah perasaan keagamaan
(religion feeling) yang dapat bergerak dalam empat tingkat :
konfirmatif (merasakan kehadiran Tuhan atau apa saja yang
diamatinya), responsif (merasa bahwa Tuhan menjawab
10
kehendaknya atau keluhanya), eskatik (merasakan hubungan
yang akrab dan penuh cinta dengan Tuhan), dan partisipatif
(merasa menjadi kawan setia kekasih, atau wali Tuhan dan
menyertaI Tuhan dalam melakukan karya ilahiah).11
Dimensi eksperensial berkaitan dengan perasaan
keagamaan yang dialami oleh penganut agama. Psikologi
menamainya religious experiences. Pengalaman keagamaan ini
bisa saja terjadi sangat moderat, seperti kekhusyukan didalam
sholat atau sangat intens seperti yang dialami oleh para sufi.
4) Dimensi intelektual
Setiap agama memiliki sejumlah informasi khusus yang
harus diketahui oleh para pengikutnya. Ilmu fiqih di dalam
islam menghimpun informasi tentang fatwa para ulama
berkenaan dengan pelaksanaan ritus-ritus keagamaan.12 Pada
dimensi ini, kita dapat mengetahui seberapa jauh tingkat melek
agama (religious literary) para pengikut agama yang diteliti,
atau tingkat ketertarikan mereka untuk mempelajari
agamanya.13 Orang yang sangat dogmatis tidak mau
mendengarkan pengetahuan dari kelompok manapun yang
bertentangan dengan keyakinan agamanya.
11
Taufik Abdullah, M.Rusli Karim, Metodologi Penelitian Agama : Suatu Pengantar, (Tiara Wacana: Yogyakarta, 2004), hlm. 112.
12
Jalaluddin Rakhmat, Op.Cit, hlm. 45-46
13
5) Dimensi konsekuensial
Dimensi konsekuensial menunjukan akibat ajaran
agama dalam perilaku umum, yang tidak secara langsung dan
secara khusus ditetapkan agama (seperti dalam dimensi
ritualistik). Inilah efek ajaran agama, pengetahuan, praktik,
pengalaman agama pada perilaku individu dalam kehidupanya
sehari-hari. Efek agama ini boleh jadi positif atau negatif pada
tingkat personal dan sosial.14 Dimensi inilah yang menjelaskan
apakah efek ajaran islam terhadap etos kerja, hubungan
interpersonal, kepedulian terhadap sesama.
Bagaimana individu berelasi dengan dunianya, terutama
dengan manusia lain. Dalam keberislaman, dimensi ini meliputi
perilaku suka menolong, bekerjasama, menyejahterakan dan
menumbuhkembangkan orang lain, menegakkan keadilan dan
kebenaran, berlaku jujur, memaaafkan, menjaga lingkungan
hidup, menjaga amanat, mematuhi norma-norma islam dan
sebagainya.15
2. Faktor pendukung dan penghambat perkembangan keagamaan.
14
Jalaluddin Rakhmat, Op.Cit, hlm. 46-47.
15
Agama menyangkut kehidupan batin manusia. Oleh karena
itu kesadaran agama dan pengalaman agama seseorang lebih
menggambarkan sisi-sisi batin dalam kehidupan yang ada kaitanya
dengan sesuatu yang sakral dan dunia gaib. Dari kesadaran agama
dan pengalaman agama ini pula kemudian muncul sikap
keagamaan yang ditampilkan seseorang.
Sikap keragamaan merupakan suatu keadaan yang ada
dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk bertingkah laku
sesuai dengan kadar ketaatanya terhadap agama. Sikap keagamaan
tersebut oleh adanya konsistensi antara kepercayaan terhadap
agama sebagai unsur kognitif, perasaan terhadap agama sebagai
unsur efektif dan perilaku terhadap agama sebagai unsur konatif.
Jadi sikap keagamaan serupakan integrasi secara kompleks antara
pengetahuan agama, perasaan agama serta tindak ekagamaan
dalam diri seseorang.
Beranjak dari kenyataan yang ada, maka sikap keagamaan
dibentuk oleh dua faktor, yaitu faktor intern dan faktor ekstern.
Faktor intern karena manusia dilahirkan sebagai homo religius
(makhluk beragama) yaitu potensi untuk beragama. Dan faktor
ekstren karena manusia memerlukan bimbingan dan
pengembangan dari lingkunganya.
Faktor-faktor yang ikut berpengaruh terhadap
perkembangan jiwa keagamaan antara lain adalah faktor
hereditas, tingkat usia, kepribadian.
a) Tingkat usia
Hubungan antara perkembangan usia dengan
perkembangan jiwa keagamaan tampaknya tak dapat
dihilangkan begitu saja. Anak yang menginjak usia
berfikir kritis lebih kritis pula dalam memahami ajaran
agama. Tingkat perkembangan usia dan kondisi yang
dialami para remaja ini menimbulkan konflik kejiwaan,
yang cenderung mempengaruhi terjadinya konversi
(perubahan) agama. Starbuck berpendapat bahwa
memang benar pada usia adolesensi (masa remaja)
sebagai rentan umur tipikal terjadinya konversi agama.
Dan Robert H. Thouless membagi konversi agama
melalui tiga sebab, yaitu intelektual, moral dan sosial.
b) Kepribadian
Kepribadian menurut pandangan psikologi
terdiri dari dua unsur, yaitu unsur hereditas dan
pengaruh lingkungan. Hubungan antara unsur hereditas
(keturunan) dengan pengaruh lingkungan inilah yang
membentuk kepribadian (Arno F. Wittig). Adanya
menyebabkan munculnya konsep tipologi dan katrakter.
Tipologi lebih ditekankan kepada unsur bawaan,
sedangkan karakter lebih ditekankan oleh adanya
pengaruh lingkungan.
2) Faktor ekstern
Manusia sering disebut dengan homo religius (makhluk
beragama). Pernyataan ini menggambarkan bahwa manusia
memiliki potensi berupa kesiapan untuk menerima pengaruh
luar sehingga dirinya dapat dibentuk menjadi makhluk yang
memiliki rasa dan perilaku keagamaan.
Faktor ekstern yang dinilai berpengaruh dalam
perkembangan jiwa keagamaan dapat dilihat dari lingkungan
dimana seseorang itu hidup. Umumnya lingkungan tersebut
dibagi menjadi tiga, yaitu :
a) Lingkungan keluarga
Keluarga merupakan satuan sosial yang paling
sederhana dalam kehidupan manusia. Bagi anak-anak
keluarga merupakan lingkungan sosial pertama yang
dikenalnya.
Sigmund Freud dengan konsep father
image(cintra kebapakan) menyatakan bahwa
perkembangan jiwa keagamaan anak dipengaruhi pleh
menunjukkan sikap dan tingkah laku yang baik, maka
anak akan cenderung mengidentifikasi sikap dan
tingkah laku bapak terhadap dirinya. Demikian pula
sebaliknya jika bapak menampilkan sikap buruk juga
akan ikut berpengaruh terhadap pembentukan
kepribadian anak.
Pengaruh kedua orang tua terhadap perkembangan
jiwa keagamaan anak dalam pandangan islam sudah
lama disadari. Oleh karena itu sebagai intervensi
terhadap perkembangan jiwa keagamaan tersebut,
kedua orang tua diberikan beban tanggung jawab. Ada
semacam ketentuan yang dianjurkan kepada orang tua,
yaitu mengadzankan ketelinga bayi yang baru lahir,
mengakikahkan, membiasakan shalat serta bimbingan
lainya yang sejalan dengan perintah agama. Keluarga
dinilai sebagai faktor yang paling dominan dalam
meletakkan dasar bagi perkembangan jiwa keagamaan.
b) Lingkungan institusional
Lingkungan isnstitusional yang ikut
mempengaruhi perkembangan jiwa keagamaan dapat
berupa institusi formal sperti sekolah ataupun yang
nonformal seperti berbagai perkumpulan atau
Sekolah sebagai institusi pendidikan formal ikut
memberikan pengaruh dalam membantu kepribadian
anak. Menurut Singgih D. Gunarsas pengaruh itu dapat
dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu : (1) kurikulum dan
anak (2) Hubungan guru dan murid (3) Hubungan antar
anak. Dilihat dari kaitanya dengan perkembangan jiwa
keagamaan, tampaknya ketiga kelompok tersebut ikut
berpengaruh. Sebab pada prinsipnya perkembangan
jiwa keagamaan tak dapat dilepaskan dari upaya untuk
membentuk kepribadian yang luhur.
Melalui kurikulum, yang berisi materi
pengajaran, sikap dan keteladanan guru sebagai
pendidik serta pergaulan antarteman disekolah dinilai
berperan dalam menanamkan kebisaan yang baik.
Pembiasaan yang baik merupakan bagian dari
pembentukan moral yang erat kaitanya dengan
perkembangan jiwa keagamaan seseorang.
c) Lingkungan masyarakat
Norma dan tata nilai yang ada pada masyarakat
terkadang pengaruhnya lebig besar dalam
perkembangan jiwa keagamaan baik dalam bentuk
pisitif maupun negatif. Misalnya lingkungan
akan berpengaruh pada jiwa keagamaan anak (Sutari
Imam Barnadib).16
2. Tinjauan tentang difabel netra
a. Pengertian
Difabel netra adalah kondisi luka atau rusaknya penglihatan
sehingga mengakibatkan kurangnya kemampuan persepsi
penglihatan.17 Menurut Kementrian Sosial Republik Indonesia
dalam salah satu bukunya dijelaskan bahwa difabel netra
merupakan seseorang yang penglihatanya terganggu sehingga
menghalangi dirinya untuk beraktifitas secara maksimal dan
memerlukan bantuan lain secara khusus.18
Jadi, difabel netra merupakan seseorang yang mengalami
hambatan pada indera penglihatan sehingga untuk memenuhi
kebutuhanya serta menjalankan kegiatan sehari-hari membutuhkan
bantuan secara khusus.
b. Karakteristik difabel netra
16
Jalaluddin, Psikologi Agama, ( Jkarta : PT. Grafindo Persada, 1995), hlm. 225-236.
17
Sari Rudiyati, Ortodidaktik Anak Tunanetra, (Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta, 2003), hlm. 4
18
Kementrian Sosial Republik Indonesia, Modul Bimbingan Jasmani dan Olahraga Adaptif Orang
dengan Kecacatan Netra, (Jakarta : Direktorat Rehabilitasi Sosial Orang Dengan Kecacatan,
Dilihat dari kemampuan penglihatan, yang termasuk orang
dengan kecacatan netra ialah :
1) Kelompok yang mempunyai jarak pandang 20/70 feet
(6/21 meter) artinya ia bisa melihat dari jarak 20 feet
sedangkan anak normal dari jarak 70 feet. Kelompok ini
tergolong daya penglihatan rendah (Low Vision).
2) Kelompok yang hanya dapat membaca huruf E paling
besar pada kartu Optiti Snellen dari jarak 20 feet,
sedangkan orang normal dapat membacanya dari jarak
200 feet (20/200 feet atau 6/60 meter).
Kelompok ini sedara hukum sudah tergolong buta
(Legally Blind).
3) Kelompok yang sangat sedikit kemampuan melihatnya
sehingga hanya mengenal bentuk dan objek.
4) Kelompok yang hanya dapat menghitung jari dari
berbagai jarak.
5) Kelompok yang tidak dapat melihat tangan yang
digerakkan.
6) Kelompok yang hanya mempunyai Light Projection
(dapat melihat terang serta gelap dan dapat menunjuk
sumber cahaya).
7) Kelompok yang hanya mempunyai persepsi cahaya
8) Kelompok yang tidak mempunyai persepsi cahaya (no
light perception) yang disebut dengan buta total (totally
blind).
Dari beberapa karakteristik diatas, secara umum dibagi
menjadi dua kelompok yaitu mereka yang mengalami penglihatan
rendah (low vision) dan mereka yang tidak mempunyai persepsi
cahaya (totally blind). Untuk mengetahui sejauh mana difable netra
dapat memfungsikan penglihatanya, Kementria Sosial RI
membaginya menjadi 7 kelompok :
1) Mereka yang mampu membaca cetakan standar.
2) Mereka yang mampu membaca cetakan standar dengan
memakai alat pembesar (Magnification Devices).
3) Mereka yang hanya mampu membaca cetakan besar
(ukuran besar huruf no.18)
4) Mereka yang mampu membaca kombinasi antara
cetakan besar/reguler print.
5) Mereka yang mampu membaca cetakan besar dengan
menggunakan alat pembesar.
6) Mereka yang hanya mampu dengan braille tapi masih
bisa melihat cahaya.
7) Mereka yang hanya menggunakan braille tetapi sudah
tidak mampu melihat cahaya.19
19
c. Keterbatasan difabel netra
Keterbatasan penglihatan yang di alami difabel netra
menjadikan mereka mengalami permasalahan dalam aktifitas
sehari-hari. Adapun keterbatasan yang sering di alami oleh difabel
netra diantaranya :
1) Keanekaragaman pengalaman
Keterbatasan pada indera penglihatan mengakibatkan
difabel netra mengalami kesulitan dalam memperoleh berbagai
pengalaman dan informasi. Hal itu berakibat pada minimnya
konsep-konsep tentang diri, objek dan lingkungan.
2) Interaksi dengan lingkungan
Penguasaan diri dan lingkungan akan lebih efektif
melalui penglihatan bila dibandingkan dengan indera lainya
baik secara sendiri maupun dengan gabungan dari beberapa
indera. Keterbatsan penglihatan difabel netra menyebabkan
sering mengalami masalah dengan lingkungan sehingga
menyebabkan adanya kepasifan dalam melakukan interaksi
sosial.
3) Berpindah-pindah tempat
Untuk terciptanya interaksi dengan lingkungan sosial
dibutuhkan adanya kemampuan berpindah-pindah tempat.
netra melakukan mobilitas semakin berkurang hambatan dalam
berinteraksi dengan lingkunganya.20
20
28 A. Metode Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Metode penelitian adalah teknik-teknik spesifik dalam
penelitian.1 Dalam penelitian ini metode penelitian yang digunakan
adalah penelitian kualitatif. Metode kualitatif sendiri adalah prosedur
penelitian yang menghasilkan data deskriptif : ucapan atau tulisan dan
perilaku yang dapat diamati dari orang-orang (subyek) itu sendiri. Ada
dua macam pendekatan yang telah menjadi aliran utama dalam metode
kualitatif, yaitu pengamatan peserta (participant observation) dan
dokumen pribadi (personal document), termasuk pewawancaraan
tak-terstruktur (unstruktured interviewing).2
Peneliti bermaksud mengetahui proses keberagamaan dan
menjelaskan faktor apa saja yang mendukung dan menghambat
keberagamaan para difabel netra di Yayasan Yaketunis, maka dengan
terjunya pengamat dalam kehidupan keseharian orang yang diteliti
harus dilakukan.
1
Deddy Mulyana, Metode Penelitian Kualitatif, ( PT. Remaja Rosdakarya : Bandung, 2001 ), hlm. 146.
2
2. Lokasi dan subyek penelitian a. Lokasi penelitian
Lokasi dalam penelitian ini adalah Yayasan Kesejahteraan
Tunanetra Islam (YAKETUNIS), terletak di kota Yogyakarta
bagian Selatan, yaitu di kampung Danunegaran, Kelurahan
Mantrijeron, Kecamatan Mantrijeron, Kota Yogyakarta. Adapun
alamat dari yayasan ini adalah Jl. Parangtritis No. 46 Yogyakarta,
55143. Peneliti memilih lokasi ini karena yayasan ini memenuhi
kriteria (1) Yayasan ini dikhususkan untuk penyandang difabel
netra (2) Yayasan ini berbasis pondok pesantren (3) Terdapat
banyak aktivitas-aktivitas di yayasan ini yang dapat menunjang
keberagamaaan difabel netra.
Berdasarkan kriteria tersebut, maka yayasan tersebut
memenuhi syarat untuk dijadikan tempat penelitian.
b. Subyek penelitian
Subyek penelitian adalah informan yang memberikan data
mengenai masalah yang hendak diteliti. Peneliti harus memilih
informan berdasarkan pengetahuannya tentang hal yang akan
Dalam hal ini, yang menjadi subjek penelitian dalam
penelitian ini adalah :
1) Kepala yayasan, dijadikan informan selaku penanggung
jawab yayasan.
2) Pengurus asrama, dijadikan sebagai informan terkait
yang menangani anak difabel netra di asrama Yayasan
Yaketunis.
3) Para difabel netra Yayasan Yaketunis, dijadikan
informan terkait pelaksana keberagamaan di asrama
Yayasan Yaketunis.
c. Teknik pengumpulan data
1) Wawancara
Wawancara adalah bentuk komunikasi antara dua orang,
melibatkan seseorang yang ingin memproleh informasi dari
seorang lainya dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan,
berdasarkan tujuan tertentu. Dalam hal ini, peneliti akan
menggunakan teknik wawancara tak terstruktur atau sering
juga disebut wawancara mendalam, wawancara intensif,
wawancara kualitatif, wawancara terbuka, wawancara
entografis. Wawancara terstruktur mirip dengan percakapan
informal. Metode ini bertujuan memperoleh bentuk-bentuk
dan urutanya disesuaikan dengan ciri-ciri setiap responden.3
Susunan pertanyaan dapat diubah pada saat wawancara serta
disesuaikan dengan kondisi responden yang dihadapi.
Wawancara dalam penelitian ini ditujukan kepada
pengurus asrama dikarenakan mereka berperan banyak dalam
kehidupan sehari-hari para difabel netra. Wawancara juga
ditujukan kepada para difabel netra yang tinggal diasrama
selaku pelaksana keberagamaan di Yayasan Yaketunis
Yogyakarta.
2) Observasi
Observasi atau pengamatan berperan serta adalah
pengamatan yang dilakukan sambil sedikit banyak berperan
serta dalam kehidupan orang yang kita teliti. Pengamat terlibat
mengikuti orang-orang yang iya teliti dalam kehidupan
sehari-hari mereka, melihat apa yang mereka lakukan, dan menanyai
mereka mengenai tindakan yang mereka lakukan.4 Observasi
digunakan untuk melengkapi data yang belum diperoleh
melalui wawancara.
Dengan metode observasi peneliti dapat mengadakan
pengamatan secara langsung dalam pelaksanaan keberagamaan
keberagamaan yang dilakukan para difabel netra di Yayasan
Yaketunis Yogyakarta.
3) Dokumentasi
Selain pengamatan berperan-serta (observasi) dan
wawancara mendalam (wawancara sejarah hidup) dapat pula
dilengkapi dengan analisis dokumen seperti otobiografi,
memori, catatan harian, brosur, foto-foto yang berhubungan
dengan masalah penelitian.5
Metode dokumentasi digunakan untuk memeperoleh
dokumen-dokumen tentang keberagamaan para difabel netra di
Yayasan Yaketunis Yogyakarta dan dokumen-dokumen yang
berkaitan dengan penelitian.
d. Keabsahan data
Teknik keabsahan data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah tringulasi sumber. Metode tringulasi sumber untuk
membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu
informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda
dalam penelitian kualitatif . Hal ini dapat dilakukan dengan
membandingkan data hasil pengamatan atau observasi dengan data
5
hasil wawancara, serta membandingkan hasil wawancara dengan
isi suatu dokumen yang berkaitan.6
e. Analisis Data
Proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data
yang tersedia dari berbagai sumber, yaitu dari wawancara,
observasi, dokumen pribadi, dokumen resmi, gambar, foto dan
sebagainya. Setelah dibaca, dipelajari dan ditelaah, langkah
berikutnya ialah mengadakan reduksi data, yang dilakukan dengan
jalan melakukan abstraksi. Abstraksi yaitu merangkum, memilih
hal-hal yang pokok, memfokuskan kepada hal-hal yang penting.
Dengan melakukan reduksi data maka dapat memberikan
gambaran yang lebih jelas dan mempermudah peneliti dalam
mengumpulkan data. Langkah selanjutnya adalah menyusun dalam
satuan-satuanya. satuan-satuan kemudian dikategorisasikan,
dibentuk tabel, grafik dan sebagainya. Dengan penyajian data yang
sedemikian rupa, maka data akan semakin mudah difahami.7
Tahap akhir dari analisis data ialah penarikan
kesimpulan,penarikan kesimpulan berkaitan dengan jawaban dari
pertanyaan yang peneliti ajukan. Apakah data yang peneliti
dapatkan sesuai dengan pertanyaan yang peneliti ajukan.
6
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (PT Remaja Rosdakarya: Bandung, 2006), hlm. 330-331.
7
34 A. Hasil Penelitian
Pada bab ini menyajikan hasil penelitian kualitatif dengan masalah
keberagamaan difabel netra yang diperoleh melalui wawancara , observasi
mengenai keberagamaan difabel netra di di yaketunis.
Pertama-tama akan disajikan mengenai gambaran umum
keorganisasian serta kegiatan-kegiatan di Yaketunis dan dilanjutkan
kepada hasil wawancara dan observasi yang akan dikelompokkan
berdasarkan kriteria yang telah ditentukan dan disesuaikan dengan
rumusan masalah.
1. Gambaran Umum Yaketunis a. Letak geografis
Yayasan Kesejahteraan Tunanetra Islam (YAKETUNIS)
berlokasi di kota Yogyakarta bagian Selatan, yaitu di kampung
Danunegaran, Kelurahan Mantrijeron, Kecamatan Mantrijeron,
Kota Yogyakarta.
Letak yayasan tersebut tepatnya di Jalan Parangtritis no.46
Yogyakarta 55243 yang berbatasan dengan :
Sebelah Utara : Berbatasan dengan jalan Kampung Danunegaran
Sebelah Selatan : Berbatasan dengan perumahan penduduk
Sebelah Barat :Berbatasan dengan SD Muhammadiyah
Danunegaran
b. Sejarah pendirian
Berdirinya Yaketunis merupakan ide dari seorang tunanetra
bernama Supardi Abdushomad. Pada saat itu beliau berkunjung ke
Perpustakaan Islam di Jl. Mangkubumi No. 38 menemui Bapak H.
Moch. Solichin Wakil Kepala Perpustakaan Islam. Kedatangan
beliau bermaksud sharing kepada Bapak. H. Moch. Solichin
mengenai bagaimana caranya mengangkat harkat martabat warga
tunanetra.
Pada tahun 1940 Bapak Supardi Abdushomad sempat
mengenyam pendidikan pondok pesantren Krapyak Yogyakarta.
Sebagai tunanetra, beliau banyak bergantung kepada orang awas
dalam hal belajar. Bapak Kyai meminta santrinya untuk
membimbing bapak Supardi. Santri yang memberikan bimbingan
kepada bapak Supardi tak jarang meminta imbalan seperti memijat,
menimba air untuk mandi, bahkan pernah juga jatah makan dibagi
dua. Pada saat itu bapak Supardi memikirkan keberadaanya
sebagai tunanetra dan timbul gagasan bahwa hendaknya ada suatu
alat yang dapat membantu kaum tunanetra dalam membaca
sehingga tidak selalu bergantung pada orang lain.
Meskipun tidak begitu lama dipondok pesantren, beliau
doa-doa dan lain-lain. Setelah beliau keluar dari pondok beliau
mengikuti pelatihan tunanetra dipenampungan RS. Mata dr. Yap.
Dipanti tersebut beliau berhasil mempelajari huruf braille latin.
Pada tahun 1959 beliau bekerja di kantor Sosial Daerah Istimewa
Yogyakarta Jl.P. Mangkubumi No.46 Yogyakarta. Beliau bertugas
melatih biola dan olahraga catur, sebagai tunantentra muslim
beliau rajin mengerjakan shalat dan membaca Al-Quran secara
hafalan. Hal itu diketahui oleh Bapak Arif Dirjen Rehabilitasi
Sosial Republik Indonesia. Melihat Al-Quran braille di
perpustakaan Wiyata Guna Bandung beliau memberikan Al-Quran
tersebut kepada Bapak Supardi.
Menerima Al-Quran tersebut bapak supardi sangat senang
dan pergi ke Perpustakaan Islam Jl. Pangeran Mangkubumi No.34
untuk meminta bantuan dalam mempelajari Al-Quran braille. Hal
itu mendapatkan sambutan baik dari pihak perpustakaan dengan
dibantu oleh Bapak H. Moch Sholichin dan Bapak H. Muqodas
serta Bapak H. Machdum. Dalam mempelajari Al-Quran braile
juga dibantu oleh mahasiswa IAIN Sunan Kalijaga, dengan hafalan
yang dimiliki oleh Bapak Supardi hal itu memudahkan beliau
dalam mempelajari Braille Arab.
Dengan motivasi agama agar para tunanetra memiliki nilai
spiritual, sehingga terhindar dari rasa putus asa dalam menghadapi
sosiologis dimaksudkan agar para tunanetra tidak menjadikan
kekurangan yang dimilikinya sebagai alasan untuk bergantung
kepada orang lain di sekitarnya. Tunanetra perlu belajar untuk
mengangkat harkat dan martabatnya, agar hidupnya lebih
produktif. Serta dengan modal Al-Quran braille Bapak Supardi
mengajak beberapa tokoh muslim di Yogyakarta antara lain :
Bapak h. Muqodas Syuhada (Kepala Perpustakaan Islam), Bapak
Moch Sholichin (Staf Perpustakaan Islam), Bapak Drs. H. M.
Margono Pusposuwarno (Guru PAI SMPLB-A Gunajaya
Yogyakarta), Bapak H.M Hadjid Busyairi (GuruPAI SLB-A
Citayaja Yogyakarta), Bapak Zainudin Ruslan (Guru SGA
Muhammadiyah Yogyakarta), Ibu Wajid Hamidi (tokoh
masyarakat).
Akhirnya disepakati untuk mendirikan yayasan yang diberi
nama Yayasan Kesejahteraan Tunanetra Islam (Yaketunis)
Yogyakarta pada tanggal 12 Mei 1964 dengan alamat : Jl.
Mangkubumi No. 38 Yogyakarta, Akta Notaris No. 10 Tahun 1964
Notaris: Soerjanto Partaningrat, SH, dengan izin operasional No.
188/0622/V.I tanggal 16 Maret 2009.
Dengan demikian para perintis berdirinya yaketunis adalah
sebagai berikut:
1. Supardi Abdushomad (tunanetra)
3. Muhammad Solichin
4. Muhammad Margono Pusposuwarno
5. Muhammad Hadjid Busyairi
6. Zainudin Ruslan
7. Ibu Wajid Hamidi
Sebagai sebuah yayasan sosial, yaketunis bergerak pada
bidang-bidang sebagai berikut:
1. Pendidikan
Dibidang pendidikan Yaketunis menyelenggarakan
pendidikan SLB-A dan MTs LB-A. Bagi tunanetra yang
mengikuti pendidikan formal diluar bidang pendidikan
yang ada di yayasan, masih bisa menjadi anak asuh di
Yaketunis, dengan syarat tetap mengikuti semua
kegiatan-kegiatan yang telah ditetapkan oleh asrama.
Disamping pendidikan formal, Yaketunis juga
menyelenggarakan kursus agama islam, kursus agama
islam disini yaitu kegiatan-kegiatan asrama yang sudah
ditetapkan oleh asrama seperti : (1) Baca tulis arab dan latin
braille serta Al-Quran braille (2) Hafalan surat-surat pendek
(3) Kajian doa-doa harian (4) Pelatihan khotbah (5)
Pelatihan pidato. Yayasan ini juga menyelenggarakan
ekstrakurikuler seperti : (1) Pelatihan memijat (2) Pelatihan
2. Penerbitan
Pada bidang penerbitan, Yaketunis menerbitkan
Al-Quran braille, majalah braille, buku-buku pelajaran braille,
kalender braille untuk membantu para tunanetra dalam
pembelajaran. Penerbitan Yaketunis juga menerima
pemesanan jika ada lembaga atau instansi dari luar yang
ingin mencetak Al-Quran braille, buku-buku braille dan
kalender braille.
c. Dasar dan Tujuan Pendirian
Mendirikan sebuah instansi atau lembaga tentunya harus
diiringi dengan dasar dan tujuan pendirian, dengan begitu lembaga
tersebut mempunyai pedoman dan arah tujuan yang membuat
lembaga tersebut tetap berjalan.
Yayasan Kesejahteraan Tunanetra Islam sendiri didirikan
berdasarkan Firman Allah SWT dalam Al-Qur’an Surat ‘Abasa
ayat 1 sampai 10 yang artinya :
Sedangkan tujuan didirikanya Yayasan Yaketunis adalah
sebagai berikut :
1. Ikut serta mewujudkan kesejahteraan lahir dan batin warga
tunanetra dalam rangka mewujudkan keadilan sosial seluruh
rakyat indonesia.
2. Mengembangkan sumber daya insani dalam rangka
meningkatkan cinta.
3. Memberikan bimbingan warga tunanetra kearah kesadaran
beragama dan kemajuan sosial, ekonomi, budaya,
pendidikan, sesuai bakat minat dan keahlian.1
d. Struktur Organisasi
Organisasi merupakan badan penyelenggaraan suatu usaha
kerjasama dalam rangka untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan, dengan kata lain suatu kerangka yang menunjukkan
segenap pekerjaan, wewenang dan tanggung jawab atas
tugas-tugasnya.
Sesuai dengan data yang diperoleh penulis, maka struktur
organisasi yayasan kesejahteraan tunanetra islam (YAKETUNIS)
Yogyakarta adalah sebagai berikut:
Ketua : DR. IR. Harsono, M.SC.
Wakil ketua : DRS. Choirul Fuady
1
Sekretaris : Wiyoto
Bendahara : Muhammad Hadjid
Anggota : Masruri Abdulah
H. Ahmat Hidayat Sukri SH
DRS. H. Subowo, MM.2
Adapun struktur kerjanya adalah :
1. Sekretaris, membawahi :
a) Humas
b) Perlengkapan
c) Keuangan
2. Bagian pendidikan meliputi :
a) SLB-A.
b) MTs LB/A.
c) Kursus .
d) Mengelola perpustakaan braille.
e) Mengelola percetakan braille.3
2
Dokumentasi Yakketunis 15 Desember 2015, 02 April 2016
3
3. Pengasramaan
Sedangkan struktur kepengurusan Yaktunis saat ini ialah sebagai
berikut :
a) Ketua : DRS. H. Subowo, MM
b) Wakil ketua : DRS. Choirul Fuady
c) Sekertaris : Wiyoto
d) Keuangan : Muhammad Hadjid
e) Humas : Wiyoto
f) Perlengkapan : Wiyoto
g) Pendidikan : Ibu Ambarsih (SLB-A) dan Bapak
Agus Suryanto (MTsLB-A)
h) Penerbitan : Ibu Ambarsih
i) Pengasramaan : Masrusi Abdullah
Sedangkan struktur organisasi di asrama Yaketunis sebagai
berikut :
1. Taman Pendidikan Al-Quran (TPA)
Ketua : Trismunandar
Sekretaris : Endang Setyowsati
Koordinator Tahassus dan TPA : Yulia Ayu Saningtyas
Koordinator Tahfidz : Danik Trihandayani
Ketua : Dedi Aryanugraha
Wakil ketua : Herfianto
Sekretaris : Wildan Aulia, Dika Yuda Pertiwi
Bendahara : Mukhlisin, Qonitatul Hidayati
Anggota : Yulia Ayu Saningtyas
Sigit Aris Prasetyo
Aisyah
Kuswantoro
Heni Khuswatun Hasanah
Muhammad Nabil
Ridwan Akbar
Andi Santoso
Aulia Rahmi
Endang Setyowati
Trismunandar.4
e. Tugas-Tugas Kepengurusan Serta Program Kegiatan Di Yaketunis:
1. Tugas sekretaris
a. Bertanggung jawab dalam mengatur kegiatan sekretaris dan
ketatausahaan.
b. Menyusun konsep-konsep dan program kerja.
c. Membuat surat-surat laporan yayasan.
4
d. Mengurus surat-surat keluar maupun masuk.
2. Tugas humas
a. Menjalin kerjasama dengan pihak lain.
b. Menyampaikan informasi untuk pihak dalam yayasan dan
luar yayasan.
3. Tugas keuangan
a. Bertanggung jawab menghitung anggaran belanja yayasan.
b. Bertanggung jawab dalam pemakaian keuangan sehari-hari
c. Melaporkan keadaan pemasukan dan pengeluaran
keuangan.
4. Tugas perlengkapan
a. Menerima, mencatat, menyimpan dan menyalurkan
barang-barang yang dibutuhkan.
b. Memelihara semua sarana yayasan, memperbaiki sarana
yang perlu diperbaiki.
c. Mengamati penggunaan sarana yayasan agar terperlihara,
dan tetap bisa dimanfaatkan.
d. Menginventarisir semua barang-barang yayasan.
a. Menyelenggarakan kegiatan formal tingkat sekolah dasar
dan sekolah menengah pertama.
b. Mengadakan kursus-kursus seperti membaca Al-Quran
braille dan pelatihan memijat.
c. Menerima tunanetra meskipun menempuh sekolah diluar
yayasan untuk tinggal diasrama.
6. Tugas penerbitan (Braille)
a. Menerbitkan Al-Quran braille
b. Menerbitkan buku-buku braille
c. Menerbitkan kalender braille
d. Menerbitkan majalah braille
7. Tugas pengasrama
a. Menyusun rencana pemberdayaan tunanetra dan
pembinaan agama terhadap tunanetra.
b. Meningkatkan kesejahteraan anak asuh.
c. Menangani urusan keseharian asrama.
d. Mengadakan pengawasan terhadap perilaku anak asuh
e. Memberikan pelayanan bimbingan, seperti bimbingan
belajar, bimbingan ibadah kepada anak asuh.
Program-program yang dilaksanakan di Yaketunis adalah
sebagai berikut :
1. Menyelenggarakan pendidikan formal
Pendidikan formal yang telah dilaksakan sampai saat ini adalah
pendidikan tingkat dasar (SLB-A) untuk tunanetra yang akan
ditempuh selama 6 tahun dan pendidikan tingkat pertama
(MTsLB-A) yang ditempuh selama 3 tahun, SMKLB-A yang ditempuh
selama 3 tahun.
2. Memberikan keterampilan yang dapat digunakan sebagai bekal
mereka terjun kemasyarakat tanpa bergantung kepada orang lain,
seperti memijat.
3. Menerbitkan Al-Quran braille, majalah braille, kalender braille dan
buku-buku braille.
4. Menyelenggarakan kursus baca Al-Quran braille.
5. Pengelolaan asrama.5
Sedangkan program kegiatan yang dilaksanakan di dalam asrama
ada 2 macam, antara lain adalah :
1. Kegiatan TPA (Taman Pendidikan Al-Quran), kegiatan ini
berupa pengajian Al-Quran setiap malam jumat, malam sabtu
dan malam senin.
2. Kegiatan ORMAKE (Organisasi Asrama Yaketunis), kegiatan
ormake dibagi menjadi 4 bidang, antara lain :
5