• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEBERAGAMAAN DIFABEL NETRA DI YAYASAN KESEJAHTERAAN TUNANETRA ISLAM (YAKETUNIS) YOGYAKARTA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KEBERAGAMAAN DIFABEL NETRA DI YAYASAN KESEJAHTERAAN TUNANETRA ISLAM (YAKETUNIS) YOGYAKARTA"

Copied!
144
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Oleh :

Ummi Sholikhah

NPM : 20120710020

FAKULTAS AGAMA ISLAM

PRODI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

(2)

i SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat

guna memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Penyiaran Islam (S.Kom.I) strata Satu

pada Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam

Fakultas Agama Islam

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Oleh :

Ummi Sholikhah

NPM : 20120710020

FAKULTAS AGAMA ISLAM

PRODI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

(3)

ii

Hal : Persetujuan

Kepada Yth.

Dekan Fakultas Agama Islam

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Assalamu’alaikum, Wr.Wb.

Setelah menerima dan mengadakan perbaikan seperlunya, maka saya berpendapat bahwa skripsi saudara :

Nama : Ummi Sholikhah

NPM : 20120710020

Judul : KEBERAGAMAAN DIFABEL NETRA DI YAYASAN KESEJAHTERAAN

TUNANETRA ISLAM (YAKETUNIS) YOGYAKARTA

telah memenuhi syarat untuk diajukan pada ujian akhir tingkat Sarjana pada Fakultas Agama Islam Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Bersama ini saya sampaikan naskah skripsi tersebut, dengan harapan dapat diterima dan segera dimunaqasyahkan. Atas perhatianya diucapkan terima kasih.

Wassalamu’alaikum, Wr.Wb

Pembimbing

(4)

iii

YOGYAKARTA

Yang dipersiapkan dan disusun oleh :

Nama Mahasiswa : Ummi sholikhah

Nomor Mahasiswa : 20120710020

Telah dimunaqasyahkan di depan Sidang Munaqasyah Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam

pada tanggal 20 Juni 2016 dan telah dinyatakan memenuhi syarat untuk diterima.

Sidang Dewan Munaqosah

Ketua Sidang : Ahmad Hermawan, Lc., M.A (...)

Pembimbing : Dr. M. Nurul Yamin, M.Si (...)

Penguji : Imam Suprabowo, S.Sos.I.,M.Pd.I (...)

Yogyakarta, 20 Juni 2016

Fakultas Agama Islam Komunikasi dan Penyiaran Islam Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Dekan

(5)

iv

Nama Mahasiswa : Ummi Sholikhah

Nomor Mahasiswa : 20120710020

Program Studi : Komunikasi dan Penyiaran Islam

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini merupakan karya saya sendiri dan belum pernah

diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan disuatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang

pengetahuan saya dalam skripsi ini tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah dituliskan

atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan

disebutkan dalam daftar pustaka.

Yogyakarta, 16 Agustus 2016

Yang membuat pernyataan

Ummi Sholikhah

(6)

v

dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.

(7)

vi

Ibuku Hj. Suratmi, Ayahku H. Tukiyo Dan Keluargaku tercinta atas doa dan dukungannya

Almamater tercinta :

Prodi komunikasi penyiaran islam Fakultas agama islam

(8)

vii

Alhamdulillahi Robbil’alamin. Puji syukur marilah kita panjatkan ke hadhirat Allah SWT

yang telah memberikan rahmat, taufik dan hidayahnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi berjudul Keberagamaan Difabel Netra di Yayasan Kesejahteraan Tunanetra Islam

(YAKETUNIS) Yogyakarta. Sholawat setrta salam semoga selalu tercurahkan kepadsa tauladan

kita Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat dan para pengikutnya hingga akhir zaman.

Amin

Skripsi ini disusun sebagai syarat pemenuhan tugas akhir guna memperoleh gelar Sajana

Strata satu pada Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam Fakultas Agama Islam Universitas

Muhammadiyah Yogyakarta dan diharapkan dapat memberikan manfaat bagi tempat penelitian

dan akademisi Komunikasi Penyiaran Islam.

Penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak sehingga

skripsi dapat terselesaikan dengan baik. Untuk itu penulis ucapakan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Bambang Cipto, M.A selaku Rektor Universitas Muhammadiyah

Yogyakarta.

2. Bapak Dr. Mahli Zaenuddin Tago, M.Si selaku Dekan Fakultas Agama Islam Universitas

Muhammadiyah Yogyakarta.

3. Ustadz Fathurrahman Kamal Lc, M.S.I selaku ketua jurusan Komunikasi dan Penyiaran

(9)

viii

5. Kepada seluruh dosen Komunikasi dan Penyiaran Islam, terima kasih atas ilmu yang

diberikan selama ini.

6. Kepada seluruh jajaran dosen dan karyawan Fakultas Agama Islam Universitas

Muhammadiyah Yogyakarta yang telah membantu dalam proses penulisan skripsi.

7. Kepada seluruh teman-teman angkatan 2012 KPI, terima kasih atas persahabatan yang

luar biasa selama menimba ilmu di kampus ini, hal yang luar biasa dan membahagiakan

dapat menimba ilmu bersama kalian.

8. Kepada Yayasan Yaketunis yang telah memberikan izin penelitian dan membantu dalam

memberikan informasi.

Yogyakarta, 16 Agustus 2016

Ummi Sholikhah

(10)

ix

NOTA DINAS... ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

HALAMAN PERNYATAAN... iv

HALAMAN MOTTO... v

HALAMAN PERSEMBAHAN... vi

KATA PENGANTAR... vii

DAFTAR ISI... ix

ABSTRAK... xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Rumusan Masalah... 4

C. Tujuan Penelitian... 5

D. Manfaat Penelitian... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI A. Tinjauan Pustaka... 6

B. Kerangka Teori... 11

1. Keberagamaan... 11

a. Dimensi Ideologis... 14

b. Dimensi Ritualistik... 15

c. Dimensi Eksperensial... 15

d. Dimensi Intelektual... 16

e. Dimensi Konsekuensial... 17

(11)

x

A. Metode Penelitian... 28

1. Pendekatan... 28

2. Lokasi dan Subjek Penelitan... 29

3. Teknik Pengumpulan Data... 30

4. Keabsahan Data... 32

5. Analisis Data... 33

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian... 34

1. Gambaran umum Yayasan Kesejahteraan Tunanetra Islam (YAKETUNIS) di Yogyakarta... 34

2. Keberagamaa Difabel Netra... 59

a. Dimensi Ideologis... 59

b. Dimensi Ritualistik... 61

c. Dimensi Eksperensial... 65

d. Dimensi Intelektual... 69

e. Dimensi Konsekuensial... 73

B. Pembahasan... 76

1. Keberagamaan Difabel Netra... 76

a. Dimensi Ideologis... 77

b. Dimensi Ritualistik... 80

c. Dimensi Eksperensial... 84

d. Dimensi Inteletual... 87

e. Dimensi Konsekuensial... 95

(12)

xi DAFTAR PUSTAKA

(13)

xii ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk (1) Mendeskripsikan keberagamaan difabel netra di yayasan Yaketunis Yogyakarta, (2) Mendeskripsikan faktor yang mendukung dan menghambat keberagamaan difabel netra di yayasan Yaketunis Yogyakarta. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif kualititaif, penelitian ini mengambil lokasi di Yayasan Yaketunis Yogyakarta. Subjek dari penelitian ini adalah pengasuh Yayasan, pengurus asrama, dan difabel netra. Adapun teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam, observasi dan dokumentasi. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa : 1) Para difabel netra memiliki nilai keberagamaan pada lima dimensi keberagamaan yakni, (a) Dimensi ideologis (b) Dimensi intelektual (c) Dimensi eksperensial (d) Dimensi intelektual (e) Dimensi konsekuensial, kegiatan keberagamaan mereka di dukung dengan kegiatan-kegiatan asrama dan sekolah yakni, mengaji Al-Quran, hafalan surat-surat pendek, jamaah shalat lima waktu, jamaah shalat dhuha, pelatihan kultum dan khutbah. 2) Hambatan yang sering terjadi pada kegiatan keberagamaan para difabel netra berasal dari diri sendiri, yakni kurang mereka dalam memotivasi diri (malas), fasilitas yang diberikan yayasan sudah memenuhi syarat untuk membantu para difabel netra dalam setiap kegiatan, lingkungan yayasan juga memberikan peluang kepada difabel netra untuk mengkuti kegiatan-kegiatan keagamaan.

(14)

xiii ABSTRACT

This study aims to (1) describe visual impairment diversity in Yaketunis foundation Yogyakarta, (2) describe factors that support and hinder visual impairment diversity in Yaketunis foundation Yogyakarta. The method used in this study was descriptive qualitative research method. The research setting was Yaketunis foundation Yogyakarta. The research subjects were the foundation’s caregivers, dormitory administrators, and visual impaired people. The data gathering technique was in depth interview, observation and documentation. The result of the study shows that: (1) the visual impaired people have diversity value on five dimensions of (a) ideology dimension (b) intellectual dimension (c) experiential dimension (d) intellectual dimension (e) consequential dimension. Their diversity activities are supported by the activities in school and dormitory such as reciting Al-Quran, reciting short letters of A-Quran, praying five times a day together, shola dhuha, kultum (short speech) practice, and speech (khutba). 2)The obstacle that often happen in diversity activities of visual impaired people are from themselves, in which they lack of self-motivation (lazy). The facilities provided by the foundation are qualified to help them do every activity, the foundation neighborhood also gives them a chance to join religious activities.

(15)
(16)
(17)
(18)

YOGYAKARTA

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk (1) Mendeskripsikan keberagamaan difabel netra di yayasan Yaketunis Yogyakarta, (2) Mendeskripsikan faktor yang mendukung dan menghambat keberagamaan difabel netra di yayasan Yaketunis Yogyakarta. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif kualititaif, penelitian ini mengambil lokasi di Yayasan Yaketunis Yogyakarta. Subjek dari penelitian ini adalah pengasuh Yayasan, pengurus asrama, dan difabel netra. Adapun teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam, observasi dan dokumentasi. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa : 1) Para difabel netra memiliki nilai keberagamaan pada lima dimensi keberagamaan yakni, (a) Dimensi ideologis (b) Dimensi intelektual (c) Dimensi eksperensial (d) Dimensi intelektual (e) Dimensi konsekuensial, kegiatan keberagamaan mereka di dukung dengan kegiatan-kegiatan asrama dan sekolah yakni, mengaji Al-Quran, hafalan surat-surat pendek, jamaah shalat lima waktu, jamaah shalat dhuha, pelatihan kultum dan khutbah. 2) Hambatan yang sering terjadi pada kegiatan keberagamaan para difabel netra berasal dari diri sendiri, yakni kurang mereka dalam memotivasi diri (malas), fasilitas yang diberikan yayasan sudah memenuhi syarat untuk membantu para difabel netra dalam setiap kegiatan, lingkungan yayasan juga memberikan peluang kepada difabel netra untuk mengkuti kegiatan-kegiatan keagamaan.

(19)

YOGYAKARTA ABSTRACT

This study aims to (1) describe visual impairment diversity in Yaketunis foundation Yogyakarta, (2) describe factors that support and hinder visual impairment diversity in Yaketunis foundation Yogyakarta. The method used in this study was descriptive qualitative research method. The research setting was Yaketunis foundation Yogyakarta. The research subjects were the foundation’s caregivers, dormitory administrators, and visual impaired people. The data gathering technique was in depth interview, observation and documentation. The result of the study shows that: (1) the visual impaired people have diversity value on five dimensions of (a) ideology dimension (b) intellectual dimension (c) experiential dimension (d) intellectual dimension (e) consequential dimension. Their diversity activities are supported by the activities in school and dormitory such as reciting Al-Quran, reciting short letters of A-Quran, praying five times a day together, shola dhuha, kultum (short speech) practice, and speech (khutba). 2)The obstacle that often happen in diversity activities of visual impaired people are from themselves, in which they lack of self-motivation (lazy). The facilities provided by the foundation are qualified to help them do every activity, the foundation neighborhood also gives them a chance to join religious activities.

(20)

1 A. LATAR BELAKANG MASALAH

Perkembangan manusia merupakan perubahan yang progresif dan

berlangsung terus menerus atau berkelanjutan. Keberhasilan dalam

mencapai suatu tahap perkembangan akan sangat menentukan

keberhasilan dalam tahap perkembangan berikutnya. Sedangkan, apabila

ditemukan adanya satu proses perkembangan yang terhambat, terganggu,

atau bahkan terpenggal, dan kemudian dibiarkan maka untuk selanjutnya

sulit untuk mencapai perkembangan yang optimal.

Difabel netra sendiri merupakan anak berkebutuhan khusus yang

mengalami hambatan pada indera penglihatan sehingga untuk memenuhi

kebutuhanya serta menjalankan kegiatan sehari-hari membutuhkan

bantuan secara khusus.1 Kebijakan pemerintah dalam menangani

penyandang cacat diarahkan kepada perlindungan, pemulihan dan

kemandirian dalam mencapai taraf hidup kesejahteraan sosial yang layak,

normatif dan manusiawi yang dilaksanakan melalui pelayanan dan

rehabilitasi sosial penyandang cacat melalui sistem panti dan non panti.2

1

Sari Rudiyati, Ortodidaktik Anak Tunanetra, (Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta, 2003), hlm. 4

2

Kementrian Sosial Republik Indonesia, Pedoman Pelaksanaan Uji Coba Multi Layanan Panti

Sosial Penyandang Cacat, (Kementrian Sosial RI : Direktorat Jenderal Pelayanan Dan Rehabilitasi

(21)

Saat ini terjadi peningkatan jumlah penyandang difabel netra baik

karena kecacatan sejak lahir, penyakit, kecelakaan maupun karena

malnutrisi (kekurangan gizi). Pada tahun 2009 terdapat sebanyak 338.672

orang penyandang disabilitas netra di Indonesia yang memerlukan

berbagai upaya rehabilitasi sosial agar memiliki kemampuan untuk dapat

memenuhi kebutuhnya serta mengembangkan potensi yang dimiliki.3

Dalam rangka memenuhi kebutuhannya, difabel sangat

membutuhkan pelayanan dan bantuan dari lingkungan sekitarnya baik

perorangan maupun lembaga. Hal ini membuat beberapa lembaga atau

institusi berupaya untuk ikut serta meningkatkan sumber daya bagi difabel

netra. Salah satu lembaga yang berpartisipasi dalam memberikan layanan

dalam meningkatkan sumber daya difabel netra ialah Yayasan

Kesejahteraan Tunanetra Islam (YAKETUNIS). Yaketunis memberikan

ruang bagi difabel netra untuk meningkatkan bakat, potensi serta

kemampuan untuk dikembangkan.

Yayasan Yaketunis adalah yayasan yang pertama kali menerbitkan

Al-quran braile di Indonesia, yayasan ini tercatat sebagai pondok

pesantren di Kementrian Agama, memiliki fasilitas berupa asrama,

memiliki 38 anak didik dan 9 pengurus asrama dengan total jumlah

penghuni asrama 47 orang. Kegiatan diyayasan ini sama seperti kegiatan

pondok pesantren, yakni : santri wajib sholat berjamaah dimasjid, wajib

mengikuti TPA (Taman Pendidikan Al-Quran) dilakukan seminggu lima

3

(22)

kali serta hafalan surat-surat pendek, pelatihan khutbah dan kultum,

pelatihan qiroah, dan lain-lain. Yayasan ini sering mengikuti lomba, yang

diadakan oleh Kementrian Agama maupun Sekolah Luar Biasa (SLB) di

Yogyakarta. Salah satu santri Yayasan Yaketunis memenangkan lomba

qiroah atau biasa disebut membaca Al-quran dengan nada yang diadakan

oleh sekolah SLB se-kota Yogyakarta.

Yayasan ini memberikan fasilitas kepada para tunanetra agar dapat

mengembangkan diri dalam pengetahuan umum, sosial dan agama.

Dengan berbasis pondok pesantren yayasan ini memiliki aktivitas-aktivitas

keberagamaan yang tersusun rapi dan pelaksanaan yang

berkesinambungan.

Keberagamaan pada difabel netra sangat diperlukan, dengan

keterbatasan yang dimiliki difabel netra mereka mudah merasa tidak

percaya diri dengan kekurangan yang dimilikinya bahkan dapat merasa

bahwa tuhan tidak adil dan tidak jarang berakhir dengan bunuh diri.

Kemampuan fisik yang terbatas membuat hidup difabel tergantung pada

bantuan orang lain. Dalam lingungan sosial difabel menderita tekanan

prikis yang berat karena tersisih dari peran aktif dalam masyarakat.

Disinilah perlunya difabel netra mempunyai nilai keberagamaan.

Dengan kegiatan yang dilakukan para difabel netra diYayasa Yaketunis,

mereka dapat mandiri dan hidup lebih baik bersama anggota masyarakat

(23)

Keberagamaan merupakan ketaatan seorang muslim terhadap

agama yang dianutnya, baik itu dilihat dari segi pengetahuan keagamaan,

keyakinan dalam beragama, pelaksanaan akidah dan juga dalam segi

praktik keagamaan, seorang muslim harus total menjadi muslim dalam

melakukan kegiatan atau aktivitas apapun dengan niat beribadah kepada

Allah, karena aktivitas beragama tidak hanya terjadi ketika seseorang

melakukan ibadah shalat akan tetapi juga ketika melakukan aktivitas

lainya. Dalam surat Al-Baqarah ayat 208 yang artinya :

‘’islam menyuruh umatnya untuk beragama (atau ber-Islam) secara menyeluruh’’.

Setiap muslim baik dalam berfikir, bersikap maupun bertindak,

diperintahkan untuk ber-Islam. Dalam melakukan aktifitas ekonomi,

sosial, politik atau aktivitas apapun, setiap muslim diperintahkan untuk

melakukanya dalam rangka beribadah kepada Allah. Dimanapun dan

dalam keadaan apapun.4

B. RUMUSAN MASALAH

Dari uraian yang telah peneliti paparkan sebelumnya, maka yang

menjadi rumusan masalah pada penelitian ini adalah

1. Bagaimana keberagamaan difabel netra di Yayasan Yaketunis?

2. Faktor apa saja yang mendukung dan menghambat keberagamaan

difabel netra di Yayasan Yaketunis?

4

(24)

C. TUJUAN PENELITIAN

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah

1. Untuk mengetahui keberagamaan difabel netra di Yayasan

Yaketunis.

2. Untuk mengetahui faktor apa saja yang mendukung dan

menghambat keberagamaan difabel netra di Yayasan Yaketunis.

C. MANFAAT PENELITIAN

1. Secara teoritis penelitian ini dapat memberikan bekal, memperluas dan

memperkaya wawasan dalam ilmu psikologi agama untuk

meningkatkan keberagamaan.

2. Secara praktis penelitian ini dapat menjadi rujukan atau bahan

pertimbangan bagi siapa saja, baik individu maupun kelompok yang

(25)

6 A. TINJAUAN PUSTAKA

Berdasarkan pengamatan dan penelusuran yang peneliti lakukan

terhadap tulisan skripsi, hasil penelitian yang relevan yang berkenaan

dengan skripsi ini adalah:

1. Nishfi Fauziah Rochmah menulis skripsi tentang ‘’ Bimbingan

Keagamaan Bagi Difabel di SLB Negri 2 Yogyakarta’’. Dalam

tulisanya yang berfokus pada difabel tunagarita ini, ia menghasilkan

kesimpulan bahwa pembinaan keagamaan dapat dilakukan dengan

memberikan materi bimbingan keagamaan meliputi : ibadah, aqidah,

dan akhlak. Sedangkan dalam proses pelaksanaan bimbingan

keagamaan bagi siswa SMPLB difabel tunagaraita ringan di SLB

Negeri 2 Yogyakarta, terdapat tiga tahap yaitu persiapan pelaksanaa

bimbingan keagamaan, kemudian pelaksanaan bimbingan keagamaan,

evaluasi hasil bimbingan keagamaan serta tindak lanjut dari evaluasi

hasil bimbingan.1 Materi dalam pelaksanaan bimbingan keagamaan ini

berupa (1) Tata cara sholat wajib dan sunnah beserta

ketentuan-ketentuanya (2) Memahami sejarah Nabi (3) Tata cara puasa wajib

1

(26)

dan puasa sunnah beserta ketentuan-ketentuanya (4) Akhlak kepada

orang tua (5) Membiasakan perilaku terpuji (6) Memahami hukum

islam tentang haji dan umrah (7) Memberi pemahaman tentang rukun

iman dan rukun islam (8) Mengamalkan ajaran Al-Quran dan Hadist.

Guru memberikan pemahaman mengenai materi diatas dan murid

diminta memperhatikan dengan seksama, setelah itu diadakan test

terkait materi yang dilakukan, test dapat dilakukan dalam bentuk lisan,

tulisan dan praktik.

Hasil dalam penelitian ini adalah timbulnya kesadaran anak

dalam mengamalkan pelajaran yang sudah didapatkan disekolah. Jadi

pada dasarnya, pemberian bimbingan keagamaan sangat diperlukan

untuk memberikan pemahaman anak tentang agama serta

menumbuhkan nilai religiusitas anak. Subjek penelitian dalam skripsi

ini sama yaitu anak berkebutuhan khusus (ABK), akan tetapi objek

penelitiannya berbeda, dalam skripsis ini penilis menjelaskan tentang

pembinaan keagamaan dimana berfokus kepada teori-teori

keagamaan. Sedangkan peneliti nanti akan membahas tentang

pembinaan keberagamaan yang fokus kepada praktik-praktinya.

2. Abdul Rahman Arsyad menulis dalam jurnalnya ‘’ Pendidikan Agama

Pada Anak Berkebutuhan Khusus di SMPLB Sentra Pendidikan

Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus’’. Dalam tulisanya

menunjukkan bahwa meskipun dengan fasilitas pembelajaran yang

(27)

tetap berpedoman pada kurikulum Diknas, dengan menggunkan

metode ceramah, demonstrasi, dan tanya jawab berdasarkan silabus

yang diaplikasikan melalui RPP (Rencana Program Pembelajaran).

Tenaga pendidik (guru agama) menggunakan metode pembelajaran

pendidikan agama berdasarkan disabilitas dengan mengintegrasikan

proses pembiasaan dan kreativitas guru sebagai pola pelaksanaan pola

pendidikan yang sesuai dengan karakter anak berkebutuhan khusus.

Pola ini melahirkan output yang mengantarkan anak kebutuhan khusus

dalam memahami dan meyakini adanya Tuhan, mengenal kitab-kitab

Allah, melaksakan ibadah (sholat dan puasa), serta berperilaku yang

terpuji. Pemahaman pendidikan agama diperkuat lewat bimbingan

rohani.2

Hasilnya ialah, pendidikan agama pada anak berkebutuhan

khusus memberikan perubahan positif pada anak, materi yang

diterima anak diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Perubahan

sikap dan perilaku anak setelah memahami tata cara shalat, setiap

masuk waktu shalat, anak bergegas untuk berwudhu, dan adzan, serta

memimpin shalat secara berjamaah.

Pengetahuan anak dan kemampuan dalam kitab suci Al-Quran

masih dalam tahap menghafal huruf-huruf dan surat-surat pendek.

Pentingnya pendidikan agama untuk diajarkan kepada anak akan

2

Abdul Rahman Arsyad, Pendidikan Agama pada Anak Berkebutuhan Khusus di SMPLB Sentra

Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus, (Makassar : Balai Penelitian dan

(28)

meningkatkan potensi spiritual anak dan membentuk peserta didik

menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang

Maha Esa dan berakhlak mulia. Cara penyampaian materi dari

pengajar juga berpengaruh terhadap pemahaman dan penerimaan

materi kepada anak. Subjek penelitian dalam skripsi ini sama yaitu

anak berkebutuhan khusus (ABK), akan tetapi objek penelitiannya

berbeda, dalam skripsis ini penilis menjelaskan tentang pendidikan

agama anak berkebutuhan khusus di lingkungan sekolah. Sedangkan

peneliti nanti akan membahas tentang pembinaan keberagamaan

difabel netra.

3. Ermis Suryana dan Maryamah Maryamah menulis dalam skripsinya

tentang ‘’Pembinaan Keberagamaan Siswa Melalui Pengembangan

Budaya Agama di SMA Negeri 16 Palembang’’. Dalam pembahasan

ini ia menghasilkan kesimpulan bahwa urgensi pengembangan budaya

agama disekolah adalah agar seluruh warga sekolah memperoleh

kesempatan untuk dapat memiliki bahkan mewujudkan seluruh aspek

keberagamanaanya baik pada aspek keyakinan, praktik agama,

pengalaman dan pengetahuan agama. Hal ini dilakukan dengan cara

menciptakan lingkungan sekolah yang islami dan kegiatan masyarakat

yang dilakukan oleh rohis (rohani islam) sebagai semacam sekolah

khusus kegiatan ekstrakulikuler teduh kegiatan keagamaan.

(29)

suasana religius yang kondusif serta kegiatan ekstrakulikuler

mendapatkan respon positif dari para siswa.

Hal itu dapat dapat dilihal dari beberapa hal : pada waktu

istirahat sudah cukup banyak siswa yang melaksanakan sholat sunnah

Dhuha, siswa melakukan sholat wajib dengan berjamaah sesuai waktu

sholat yang berlangsng pada pada jam sekolah, secara umum siswa

sudah memiliki sikap keagamaan yang cukup baik, hal ini terlihat dari

sikap santun siswa terhadap guru dan karyawan sekolah, cukup

banyak siswa yang memakai pakaian muslimah dengan kesadaran

sendiri.3

Hasil dari penelitian ini adalah, pemahaman materi,

lingkungan memberikan pengaruh besar terhadap perubahan anak

dalam nilai religiusitas. Lingkungan yang dipenuhi dengan

aktivitas-aktivitas keagamaan akan menumbuhkan minat dan semangat anak

dalam praktik keagamaan. Meskipun dalam skripsi ini berbicara

tentang pembinaan keberagamaan, namun terdapat perbedaan dengan

apa yang peneliti teliti. Dalam penelitian tersebut subjeknya adalah

orang normal sedangkan dalam penelitian yang akan peneliti lakukan

adalah difabel netra.

Dari beberapa penelitian yang pernah dilakukan, sebagaimana

telah dituliskan sebelumnya, penelitian tentang keberagamaan difabel

3

Ermis Suryana, Marhamah Marhamah, Pembinaan Keberagamaan Siswa Melalui Pengembangan

Budaya Agama di SMA Negri 16 Palembang. Skripsi diterbitkan, (Palembang : Fakultas Tarbiyah

(30)

netra belum pernah dilakukan, oleh karena itu peneliti mencoba

melakukan penelitian yaitu dengan judul : ‘‘Keberagamaan Difabel

Netra Di Yayasan Kesejahteraan Tunanetra Islam (YEKETUNIS)

Yogyakarta’’.

B. KERANGKA TEORI 1. Keberagamaan

a. Latar belakang dan perlunya keberagamaan

Religiusutas ialah suatu kesatuan unsur-unsur yang

komperhensif, yang menjadikan seseorang disebut sebagai orang

beragama dan bukan sekedar mengaku mempunyai agama.

Religiusitas meliputi pengetahuan agama, keyakinan agama,

pengalaman ritual agama, pengamalan agama, perilaku agama dan

sikap sosial keagamaan.4

James Martineau mendefinisikan agama sebagai

kepercayaan tentang Tuhan yang abadi, yaitu tentang jiwa dan

kemauan ilahi yang mengatur alam raya dan berpegang pa5da

hubungan-hubungan moral dengan umat manusia. Sedangkan

seorang ahli filsafat terkenal, Profesor McTaggart mengatakan

agama adalah keadaan kejiwaan yang dapat di gambarkan sebagai

perasaan yang terletak di atas adanya keyakinan kepada keserasian

antara diri kita sendiri dan alam raya secara keseluruhan.

4

Djamaludin Ancok dan Fuad Anshori Suroso, Psikologi Islam (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1994), hlm. 77

5

(31)

Era globalisasi memberikan perubahan besar pada tatanan

dunia secara menyelur uh dan perubahan itu dihadapi bersama

sebagai suatu perubahan yang wajar. Sebab, mau tidak mau, siap

tidak siap perubahan itu diperkirakan akan terjadi. Dikala itu

manusia dihadapkan pada peradaban umat manusia. Sedangkan di

dsisi lain manusia, dihadapkan kepada malapetaka sebagai dampak

perkembangan dan kemajuan modernisasi dan perkembangan

teknologi itu sendiri.6

Perubahan dunia merupakan sesuatu yang tak bisa ditolak

kehadiranya. Perubahan merupakan kodrat Tuhan akan alam

semesta, karena itu yang perlu kita pikirkan adalah bagaimana

memberikan respon atas perubahan yang terus bergerak

mengepung kehidupan umat beragama. Perubahan dengan

demikian bisa diletakkan dalam dua perspektif ; sebagai pendorong

umat beragama untuk bertindak kreatif, sekaligus menempatkan

diri manusia pada posisi terjepit tatkala tidak bisa memberikan

respons yang memadai atas perubahan yang tengah terjadi.7

Dalam kondisi seperti itu, manusia akan mengalami konflik

batin secara besar-besaran. Konflik tersebut sebagai dampak dari

ketidakseimbangan antara kemampuan IPTEK yang menghasilkan

kebudayaan materi dengan kekosongan rohani. Hal ini akan

6

Jalaluddin, Psikologi Agama, ( Raja Grafindo Persada : Jakarta, 2001), hlm.197.

7

(32)

mempengaruhi kehidupan psikologis manusia. Pada kondisi ini,

manusia akan mencari penenteram batin, antara lain agama.8

Menurut pendekatan psikologi pembinaan moral dan

mental keagamaan sangat diperlukan, khususnya kepada para

remaja, dikarenakan perubahan perilaku yang lebih mudah terjadi

dikalangan remaja dibandingkan dengan kalangan orang dewasa.

Secara umum, kesalehan dan seringnya mengikuti kegiatan agama,

baik sendiri maupun bersama, berhubungan dengan kesehatan

mental yang lebih baik.

Penggunaan agama sebagai perilaku berkaitan dengan

harga diri yang lebih tinggi dan depresi yang lebih rendah,

terutama dikalangan orang-orang yang cacat fisik. Komitmen

agama yang taat berkaitan dengan tingkat depresi yang lebih

rendah, penyembuhan dari depresi yang lebih cepat, kesejahteraan

dan moril yang lebih tinggi, harga diri yang lebih baik.9

b. Dimensi keberagamaan

Kita dapat meneliti agama dengan memperhatikan definisi

agama, baik secara substantif maupun fungsional. Sebagai

psikolog, kita lebih tertarik untuk melihat agama sebagaimana

diterima oleh penganutnya, yakni dalam pikiranya, perasaanya,

8

Jalaluddin, Op.cit, hlm.197.

9

(33)

tindakanya. Tidak hanya dilihat dari agama, melainkan juga

keberagamaanya. Gambaran keberagamaan seseorag itu secara

terperinci disebut Deconchy sebagai psikografi.

Psikografi adalah peta keberagamaan. Dalam peta itu kita

menguraikan keberagamaan dalam rangkaian bagianya. Glock dan

Stark mengembangkan teknik analisis keberagamaan yang paling

mudah yakni analisis dimensional. Untuk menyusun psikografi

agama, kita urai agama menjadi lima dimensi, yakni :

1) Dimensi ideologis

Bagian dari keberagamaan yang berkaitan dengan apa

yang harus dipercayai termasuk dalam dimensi ideologis.

Kepercayaan atau doktrin agama adalah dimensi yang paling

dasar. Inilah yang membedakan satu agama dengan agama

yang lainya, bahkan satu madzhab dengan madzhab yang

lainya.

Ada tiga kategori kepercayaan. Pertama, kepercayaan

yang menjadi dasar esensial suatu agama. Kepercayaan kepada

Allah, para malaikat, Nabi atau rasul, kitab-kitab Allah, surga

dan neraka, serta qodha dan qadar. Kedua, kepercayaan yang

berkaitan dengan tujuan Ilahi dalam penciptaan manusia.

(34)

‘’Dialah yang menciptakan kematian dan kehidupan, untuk menguji kamu sekalian, siapa diantara kamu yang paling baik amalnya (QS Al-Mulk [67] : 2) ’’.

Ketiga, kepercayaan yang berkaitan dengan cara terbaik untuk

melaksanakan tujuan Ilahi yang diatas. Orang islam percaya

bahwa untuk beramal saleh, ia harus melakukan pengabdian

kepada Allah dan perkhidmatan kepada sesama manusia.

2) Dimensi ritualistik

Dimensi keberagamaan yang berkaitan dengan

sejumlah perilaku disebut dimensi ritualistik. Yang dimaksud

dengan perilaku disini adalah perilaku khusus yang ditetapkan

oleh agama, seperti tata cara ibadah, berpuasa, membaca

Al-Quran, doa, dzikir, ibadah qurban, zakat, haji hingga jenis dan

tata cara berpakaian.10 Dimensi ini mencakup hal-hal yang

dilakukan orang untuk menunjukkan komitmen terhadap agama

yang dianutnya.

3) Dimensi eksperensial

Dimensi eksperensial adalah bagian keagamaan yang

bersifat afektif, yakni keterlibatan emosional dan sentimental

pada pelaksanaan ajaran agama. Inilah perasaan keagamaan

(religion feeling) yang dapat bergerak dalam empat tingkat :

konfirmatif (merasakan kehadiran Tuhan atau apa saja yang

diamatinya), responsif (merasa bahwa Tuhan menjawab

10

(35)

kehendaknya atau keluhanya), eskatik (merasakan hubungan

yang akrab dan penuh cinta dengan Tuhan), dan partisipatif

(merasa menjadi kawan setia kekasih, atau wali Tuhan dan

menyertaI Tuhan dalam melakukan karya ilahiah).11

Dimensi eksperensial berkaitan dengan perasaan

keagamaan yang dialami oleh penganut agama. Psikologi

menamainya religious experiences. Pengalaman keagamaan ini

bisa saja terjadi sangat moderat, seperti kekhusyukan didalam

sholat atau sangat intens seperti yang dialami oleh para sufi.

4) Dimensi intelektual

Setiap agama memiliki sejumlah informasi khusus yang

harus diketahui oleh para pengikutnya. Ilmu fiqih di dalam

islam menghimpun informasi tentang fatwa para ulama

berkenaan dengan pelaksanaan ritus-ritus keagamaan.12 Pada

dimensi ini, kita dapat mengetahui seberapa jauh tingkat melek

agama (religious literary) para pengikut agama yang diteliti,

atau tingkat ketertarikan mereka untuk mempelajari

agamanya.13 Orang yang sangat dogmatis tidak mau

mendengarkan pengetahuan dari kelompok manapun yang

bertentangan dengan keyakinan agamanya.

11

Taufik Abdullah, M.Rusli Karim, Metodologi Penelitian Agama : Suatu Pengantar, (Tiara Wacana: Yogyakarta, 2004), hlm. 112.

12

Jalaluddin Rakhmat, Op.Cit, hlm. 45-46

13

(36)

5) Dimensi konsekuensial

Dimensi konsekuensial menunjukan akibat ajaran

agama dalam perilaku umum, yang tidak secara langsung dan

secara khusus ditetapkan agama (seperti dalam dimensi

ritualistik). Inilah efek ajaran agama, pengetahuan, praktik,

pengalaman agama pada perilaku individu dalam kehidupanya

sehari-hari. Efek agama ini boleh jadi positif atau negatif pada

tingkat personal dan sosial.14 Dimensi inilah yang menjelaskan

apakah efek ajaran islam terhadap etos kerja, hubungan

interpersonal, kepedulian terhadap sesama.

Bagaimana individu berelasi dengan dunianya, terutama

dengan manusia lain. Dalam keberislaman, dimensi ini meliputi

perilaku suka menolong, bekerjasama, menyejahterakan dan

menumbuhkembangkan orang lain, menegakkan keadilan dan

kebenaran, berlaku jujur, memaaafkan, menjaga lingkungan

hidup, menjaga amanat, mematuhi norma-norma islam dan

sebagainya.15

2. Faktor pendukung dan penghambat perkembangan keagamaan.

14

Jalaluddin Rakhmat, Op.Cit, hlm. 46-47.

15

(37)

Agama menyangkut kehidupan batin manusia. Oleh karena

itu kesadaran agama dan pengalaman agama seseorang lebih

menggambarkan sisi-sisi batin dalam kehidupan yang ada kaitanya

dengan sesuatu yang sakral dan dunia gaib. Dari kesadaran agama

dan pengalaman agama ini pula kemudian muncul sikap

keagamaan yang ditampilkan seseorang.

Sikap keragamaan merupakan suatu keadaan yang ada

dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk bertingkah laku

sesuai dengan kadar ketaatanya terhadap agama. Sikap keagamaan

tersebut oleh adanya konsistensi antara kepercayaan terhadap

agama sebagai unsur kognitif, perasaan terhadap agama sebagai

unsur efektif dan perilaku terhadap agama sebagai unsur konatif.

Jadi sikap keagamaan serupakan integrasi secara kompleks antara

pengetahuan agama, perasaan agama serta tindak ekagamaan

dalam diri seseorang.

Beranjak dari kenyataan yang ada, maka sikap keagamaan

dibentuk oleh dua faktor, yaitu faktor intern dan faktor ekstern.

Faktor intern karena manusia dilahirkan sebagai homo religius

(makhluk beragama) yaitu potensi untuk beragama. Dan faktor

ekstren karena manusia memerlukan bimbingan dan

pengembangan dari lingkunganya.

(38)

Faktor-faktor yang ikut berpengaruh terhadap

perkembangan jiwa keagamaan antara lain adalah faktor

hereditas, tingkat usia, kepribadian.

a) Tingkat usia

Hubungan antara perkembangan usia dengan

perkembangan jiwa keagamaan tampaknya tak dapat

dihilangkan begitu saja. Anak yang menginjak usia

berfikir kritis lebih kritis pula dalam memahami ajaran

agama. Tingkat perkembangan usia dan kondisi yang

dialami para remaja ini menimbulkan konflik kejiwaan,

yang cenderung mempengaruhi terjadinya konversi

(perubahan) agama. Starbuck berpendapat bahwa

memang benar pada usia adolesensi (masa remaja)

sebagai rentan umur tipikal terjadinya konversi agama.

Dan Robert H. Thouless membagi konversi agama

melalui tiga sebab, yaitu intelektual, moral dan sosial.

b) Kepribadian

Kepribadian menurut pandangan psikologi

terdiri dari dua unsur, yaitu unsur hereditas dan

pengaruh lingkungan. Hubungan antara unsur hereditas

(keturunan) dengan pengaruh lingkungan inilah yang

membentuk kepribadian (Arno F. Wittig). Adanya

(39)

menyebabkan munculnya konsep tipologi dan katrakter.

Tipologi lebih ditekankan kepada unsur bawaan,

sedangkan karakter lebih ditekankan oleh adanya

pengaruh lingkungan.

2) Faktor ekstern

Manusia sering disebut dengan homo religius (makhluk

beragama). Pernyataan ini menggambarkan bahwa manusia

memiliki potensi berupa kesiapan untuk menerima pengaruh

luar sehingga dirinya dapat dibentuk menjadi makhluk yang

memiliki rasa dan perilaku keagamaan.

Faktor ekstern yang dinilai berpengaruh dalam

perkembangan jiwa keagamaan dapat dilihat dari lingkungan

dimana seseorang itu hidup. Umumnya lingkungan tersebut

dibagi menjadi tiga, yaitu :

a) Lingkungan keluarga

Keluarga merupakan satuan sosial yang paling

sederhana dalam kehidupan manusia. Bagi anak-anak

keluarga merupakan lingkungan sosial pertama yang

dikenalnya.

Sigmund Freud dengan konsep father

image(cintra kebapakan) menyatakan bahwa

perkembangan jiwa keagamaan anak dipengaruhi pleh

(40)

menunjukkan sikap dan tingkah laku yang baik, maka

anak akan cenderung mengidentifikasi sikap dan

tingkah laku bapak terhadap dirinya. Demikian pula

sebaliknya jika bapak menampilkan sikap buruk juga

akan ikut berpengaruh terhadap pembentukan

kepribadian anak.

Pengaruh kedua orang tua terhadap perkembangan

jiwa keagamaan anak dalam pandangan islam sudah

lama disadari. Oleh karena itu sebagai intervensi

terhadap perkembangan jiwa keagamaan tersebut,

kedua orang tua diberikan beban tanggung jawab. Ada

semacam ketentuan yang dianjurkan kepada orang tua,

yaitu mengadzankan ketelinga bayi yang baru lahir,

mengakikahkan, membiasakan shalat serta bimbingan

lainya yang sejalan dengan perintah agama. Keluarga

dinilai sebagai faktor yang paling dominan dalam

meletakkan dasar bagi perkembangan jiwa keagamaan.

b) Lingkungan institusional

Lingkungan isnstitusional yang ikut

mempengaruhi perkembangan jiwa keagamaan dapat

berupa institusi formal sperti sekolah ataupun yang

nonformal seperti berbagai perkumpulan atau

(41)

Sekolah sebagai institusi pendidikan formal ikut

memberikan pengaruh dalam membantu kepribadian

anak. Menurut Singgih D. Gunarsas pengaruh itu dapat

dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu : (1) kurikulum dan

anak (2) Hubungan guru dan murid (3) Hubungan antar

anak. Dilihat dari kaitanya dengan perkembangan jiwa

keagamaan, tampaknya ketiga kelompok tersebut ikut

berpengaruh. Sebab pada prinsipnya perkembangan

jiwa keagamaan tak dapat dilepaskan dari upaya untuk

membentuk kepribadian yang luhur.

Melalui kurikulum, yang berisi materi

pengajaran, sikap dan keteladanan guru sebagai

pendidik serta pergaulan antarteman disekolah dinilai

berperan dalam menanamkan kebisaan yang baik.

Pembiasaan yang baik merupakan bagian dari

pembentukan moral yang erat kaitanya dengan

perkembangan jiwa keagamaan seseorang.

c) Lingkungan masyarakat

Norma dan tata nilai yang ada pada masyarakat

terkadang pengaruhnya lebig besar dalam

perkembangan jiwa keagamaan baik dalam bentuk

pisitif maupun negatif. Misalnya lingkungan

(42)

akan berpengaruh pada jiwa keagamaan anak (Sutari

Imam Barnadib).16

2. Tinjauan tentang difabel netra

a. Pengertian

Difabel netra adalah kondisi luka atau rusaknya penglihatan

sehingga mengakibatkan kurangnya kemampuan persepsi

penglihatan.17 Menurut Kementrian Sosial Republik Indonesia

dalam salah satu bukunya dijelaskan bahwa difabel netra

merupakan seseorang yang penglihatanya terganggu sehingga

menghalangi dirinya untuk beraktifitas secara maksimal dan

memerlukan bantuan lain secara khusus.18

Jadi, difabel netra merupakan seseorang yang mengalami

hambatan pada indera penglihatan sehingga untuk memenuhi

kebutuhanya serta menjalankan kegiatan sehari-hari membutuhkan

bantuan secara khusus.

b. Karakteristik difabel netra

16

Jalaluddin, Psikologi Agama, ( Jkarta : PT. Grafindo Persada, 1995), hlm. 225-236.

17

Sari Rudiyati, Ortodidaktik Anak Tunanetra, (Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta, 2003), hlm. 4

18

Kementrian Sosial Republik Indonesia, Modul Bimbingan Jasmani dan Olahraga Adaptif Orang

dengan Kecacatan Netra, (Jakarta : Direktorat Rehabilitasi Sosial Orang Dengan Kecacatan,

(43)

Dilihat dari kemampuan penglihatan, yang termasuk orang

dengan kecacatan netra ialah :

1) Kelompok yang mempunyai jarak pandang 20/70 feet

(6/21 meter) artinya ia bisa melihat dari jarak 20 feet

sedangkan anak normal dari jarak 70 feet. Kelompok ini

tergolong daya penglihatan rendah (Low Vision).

2) Kelompok yang hanya dapat membaca huruf E paling

besar pada kartu Optiti Snellen dari jarak 20 feet,

sedangkan orang normal dapat membacanya dari jarak

200 feet (20/200 feet atau 6/60 meter).

Kelompok ini sedara hukum sudah tergolong buta

(Legally Blind).

3) Kelompok yang sangat sedikit kemampuan melihatnya

sehingga hanya mengenal bentuk dan objek.

4) Kelompok yang hanya dapat menghitung jari dari

berbagai jarak.

5) Kelompok yang tidak dapat melihat tangan yang

digerakkan.

6) Kelompok yang hanya mempunyai Light Projection

(dapat melihat terang serta gelap dan dapat menunjuk

sumber cahaya).

7) Kelompok yang hanya mempunyai persepsi cahaya

(44)

8) Kelompok yang tidak mempunyai persepsi cahaya (no

light perception) yang disebut dengan buta total (totally

blind).

Dari beberapa karakteristik diatas, secara umum dibagi

menjadi dua kelompok yaitu mereka yang mengalami penglihatan

rendah (low vision) dan mereka yang tidak mempunyai persepsi

cahaya (totally blind). Untuk mengetahui sejauh mana difable netra

dapat memfungsikan penglihatanya, Kementria Sosial RI

membaginya menjadi 7 kelompok :

1) Mereka yang mampu membaca cetakan standar.

2) Mereka yang mampu membaca cetakan standar dengan

memakai alat pembesar (Magnification Devices).

3) Mereka yang hanya mampu membaca cetakan besar

(ukuran besar huruf no.18)

4) Mereka yang mampu membaca kombinasi antara

cetakan besar/reguler print.

5) Mereka yang mampu membaca cetakan besar dengan

menggunakan alat pembesar.

6) Mereka yang hanya mampu dengan braille tapi masih

bisa melihat cahaya.

7) Mereka yang hanya menggunakan braille tetapi sudah

tidak mampu melihat cahaya.19

19

(45)

c. Keterbatasan difabel netra

Keterbatasan penglihatan yang di alami difabel netra

menjadikan mereka mengalami permasalahan dalam aktifitas

sehari-hari. Adapun keterbatasan yang sering di alami oleh difabel

netra diantaranya :

1) Keanekaragaman pengalaman

Keterbatasan pada indera penglihatan mengakibatkan

difabel netra mengalami kesulitan dalam memperoleh berbagai

pengalaman dan informasi. Hal itu berakibat pada minimnya

konsep-konsep tentang diri, objek dan lingkungan.

2) Interaksi dengan lingkungan

Penguasaan diri dan lingkungan akan lebih efektif

melalui penglihatan bila dibandingkan dengan indera lainya

baik secara sendiri maupun dengan gabungan dari beberapa

indera. Keterbatsan penglihatan difabel netra menyebabkan

sering mengalami masalah dengan lingkungan sehingga

menyebabkan adanya kepasifan dalam melakukan interaksi

sosial.

3) Berpindah-pindah tempat

Untuk terciptanya interaksi dengan lingkungan sosial

dibutuhkan adanya kemampuan berpindah-pindah tempat.

(46)

netra melakukan mobilitas semakin berkurang hambatan dalam

berinteraksi dengan lingkunganya.20

20

(47)

28 A. Metode Penelitian

1. Pendekatan Penelitian

Metode penelitian adalah teknik-teknik spesifik dalam

penelitian.1 Dalam penelitian ini metode penelitian yang digunakan

adalah penelitian kualitatif. Metode kualitatif sendiri adalah prosedur

penelitian yang menghasilkan data deskriptif : ucapan atau tulisan dan

perilaku yang dapat diamati dari orang-orang (subyek) itu sendiri. Ada

dua macam pendekatan yang telah menjadi aliran utama dalam metode

kualitatif, yaitu pengamatan peserta (participant observation) dan

dokumen pribadi (personal document), termasuk pewawancaraan

tak-terstruktur (unstruktured interviewing).2

Peneliti bermaksud mengetahui proses keberagamaan dan

menjelaskan faktor apa saja yang mendukung dan menghambat

keberagamaan para difabel netra di Yayasan Yaketunis, maka dengan

terjunya pengamat dalam kehidupan keseharian orang yang diteliti

harus dilakukan.

1

Deddy Mulyana, Metode Penelitian Kualitatif, ( PT. Remaja Rosdakarya : Bandung, 2001 ), hlm. 146.

2

(48)

2. Lokasi dan subyek penelitian a. Lokasi penelitian

Lokasi dalam penelitian ini adalah Yayasan Kesejahteraan

Tunanetra Islam (YAKETUNIS), terletak di kota Yogyakarta

bagian Selatan, yaitu di kampung Danunegaran, Kelurahan

Mantrijeron, Kecamatan Mantrijeron, Kota Yogyakarta. Adapun

alamat dari yayasan ini adalah Jl. Parangtritis No. 46 Yogyakarta,

55143. Peneliti memilih lokasi ini karena yayasan ini memenuhi

kriteria (1) Yayasan ini dikhususkan untuk penyandang difabel

netra (2) Yayasan ini berbasis pondok pesantren (3) Terdapat

banyak aktivitas-aktivitas di yayasan ini yang dapat menunjang

keberagamaaan difabel netra.

Berdasarkan kriteria tersebut, maka yayasan tersebut

memenuhi syarat untuk dijadikan tempat penelitian.

b. Subyek penelitian

Subyek penelitian adalah informan yang memberikan data

mengenai masalah yang hendak diteliti. Peneliti harus memilih

informan berdasarkan pengetahuannya tentang hal yang akan

(49)

Dalam hal ini, yang menjadi subjek penelitian dalam

penelitian ini adalah :

1) Kepala yayasan, dijadikan informan selaku penanggung

jawab yayasan.

2) Pengurus asrama, dijadikan sebagai informan terkait

yang menangani anak difabel netra di asrama Yayasan

Yaketunis.

3) Para difabel netra Yayasan Yaketunis, dijadikan

informan terkait pelaksana keberagamaan di asrama

Yayasan Yaketunis.

c. Teknik pengumpulan data

1) Wawancara

Wawancara adalah bentuk komunikasi antara dua orang,

melibatkan seseorang yang ingin memproleh informasi dari

seorang lainya dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan,

berdasarkan tujuan tertentu. Dalam hal ini, peneliti akan

menggunakan teknik wawancara tak terstruktur atau sering

juga disebut wawancara mendalam, wawancara intensif,

wawancara kualitatif, wawancara terbuka, wawancara

entografis. Wawancara terstruktur mirip dengan percakapan

informal. Metode ini bertujuan memperoleh bentuk-bentuk

(50)

dan urutanya disesuaikan dengan ciri-ciri setiap responden.3

Susunan pertanyaan dapat diubah pada saat wawancara serta

disesuaikan dengan kondisi responden yang dihadapi.

Wawancara dalam penelitian ini ditujukan kepada

pengurus asrama dikarenakan mereka berperan banyak dalam

kehidupan sehari-hari para difabel netra. Wawancara juga

ditujukan kepada para difabel netra yang tinggal diasrama

selaku pelaksana keberagamaan di Yayasan Yaketunis

Yogyakarta.

2) Observasi

Observasi atau pengamatan berperan serta adalah

pengamatan yang dilakukan sambil sedikit banyak berperan

serta dalam kehidupan orang yang kita teliti. Pengamat terlibat

mengikuti orang-orang yang iya teliti dalam kehidupan

sehari-hari mereka, melihat apa yang mereka lakukan, dan menanyai

mereka mengenai tindakan yang mereka lakukan.4 Observasi

digunakan untuk melengkapi data yang belum diperoleh

melalui wawancara.

Dengan metode observasi peneliti dapat mengadakan

pengamatan secara langsung dalam pelaksanaan keberagamaan

(51)

keberagamaan yang dilakukan para difabel netra di Yayasan

Yaketunis Yogyakarta.

3) Dokumentasi

Selain pengamatan berperan-serta (observasi) dan

wawancara mendalam (wawancara sejarah hidup) dapat pula

dilengkapi dengan analisis dokumen seperti otobiografi,

memori, catatan harian, brosur, foto-foto yang berhubungan

dengan masalah penelitian.5

Metode dokumentasi digunakan untuk memeperoleh

dokumen-dokumen tentang keberagamaan para difabel netra di

Yayasan Yaketunis Yogyakarta dan dokumen-dokumen yang

berkaitan dengan penelitian.

d. Keabsahan data

Teknik keabsahan data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah tringulasi sumber. Metode tringulasi sumber untuk

membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu

informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda

dalam penelitian kualitatif . Hal ini dapat dilakukan dengan

membandingkan data hasil pengamatan atau observasi dengan data

5

(52)

hasil wawancara, serta membandingkan hasil wawancara dengan

isi suatu dokumen yang berkaitan.6

e. Analisis Data

Proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data

yang tersedia dari berbagai sumber, yaitu dari wawancara,

observasi, dokumen pribadi, dokumen resmi, gambar, foto dan

sebagainya. Setelah dibaca, dipelajari dan ditelaah, langkah

berikutnya ialah mengadakan reduksi data, yang dilakukan dengan

jalan melakukan abstraksi. Abstraksi yaitu merangkum, memilih

hal-hal yang pokok, memfokuskan kepada hal-hal yang penting.

Dengan melakukan reduksi data maka dapat memberikan

gambaran yang lebih jelas dan mempermudah peneliti dalam

mengumpulkan data. Langkah selanjutnya adalah menyusun dalam

satuan-satuanya. satuan-satuan kemudian dikategorisasikan,

dibentuk tabel, grafik dan sebagainya. Dengan penyajian data yang

sedemikian rupa, maka data akan semakin mudah difahami.7

Tahap akhir dari analisis data ialah penarikan

kesimpulan,penarikan kesimpulan berkaitan dengan jawaban dari

pertanyaan yang peneliti ajukan. Apakah data yang peneliti

dapatkan sesuai dengan pertanyaan yang peneliti ajukan.

6

Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (PT Remaja Rosdakarya: Bandung, 2006), hlm. 330-331.

7

(53)

34 A. Hasil Penelitian

Pada bab ini menyajikan hasil penelitian kualitatif dengan masalah

keberagamaan difabel netra yang diperoleh melalui wawancara , observasi

mengenai keberagamaan difabel netra di di yaketunis.

Pertama-tama akan disajikan mengenai gambaran umum

keorganisasian serta kegiatan-kegiatan di Yaketunis dan dilanjutkan

kepada hasil wawancara dan observasi yang akan dikelompokkan

berdasarkan kriteria yang telah ditentukan dan disesuaikan dengan

rumusan masalah.

1. Gambaran Umum Yaketunis a. Letak geografis

Yayasan Kesejahteraan Tunanetra Islam (YAKETUNIS)

berlokasi di kota Yogyakarta bagian Selatan, yaitu di kampung

Danunegaran, Kelurahan Mantrijeron, Kecamatan Mantrijeron,

Kota Yogyakarta.

Letak yayasan tersebut tepatnya di Jalan Parangtritis no.46

Yogyakarta 55243 yang berbatasan dengan :

Sebelah Utara : Berbatasan dengan jalan Kampung Danunegaran

Sebelah Selatan : Berbatasan dengan perumahan penduduk

(54)

Sebelah Barat :Berbatasan dengan SD Muhammadiyah

Danunegaran

b. Sejarah pendirian

Berdirinya Yaketunis merupakan ide dari seorang tunanetra

bernama Supardi Abdushomad. Pada saat itu beliau berkunjung ke

Perpustakaan Islam di Jl. Mangkubumi No. 38 menemui Bapak H.

Moch. Solichin Wakil Kepala Perpustakaan Islam. Kedatangan

beliau bermaksud sharing kepada Bapak. H. Moch. Solichin

mengenai bagaimana caranya mengangkat harkat martabat warga

tunanetra.

Pada tahun 1940 Bapak Supardi Abdushomad sempat

mengenyam pendidikan pondok pesantren Krapyak Yogyakarta.

Sebagai tunanetra, beliau banyak bergantung kepada orang awas

dalam hal belajar. Bapak Kyai meminta santrinya untuk

membimbing bapak Supardi. Santri yang memberikan bimbingan

kepada bapak Supardi tak jarang meminta imbalan seperti memijat,

menimba air untuk mandi, bahkan pernah juga jatah makan dibagi

dua. Pada saat itu bapak Supardi memikirkan keberadaanya

sebagai tunanetra dan timbul gagasan bahwa hendaknya ada suatu

alat yang dapat membantu kaum tunanetra dalam membaca

sehingga tidak selalu bergantung pada orang lain.

Meskipun tidak begitu lama dipondok pesantren, beliau

(55)

doa-doa dan lain-lain. Setelah beliau keluar dari pondok beliau

mengikuti pelatihan tunanetra dipenampungan RS. Mata dr. Yap.

Dipanti tersebut beliau berhasil mempelajari huruf braille latin.

Pada tahun 1959 beliau bekerja di kantor Sosial Daerah Istimewa

Yogyakarta Jl.P. Mangkubumi No.46 Yogyakarta. Beliau bertugas

melatih biola dan olahraga catur, sebagai tunantentra muslim

beliau rajin mengerjakan shalat dan membaca Al-Quran secara

hafalan. Hal itu diketahui oleh Bapak Arif Dirjen Rehabilitasi

Sosial Republik Indonesia. Melihat Al-Quran braille di

perpustakaan Wiyata Guna Bandung beliau memberikan Al-Quran

tersebut kepada Bapak Supardi.

Menerima Al-Quran tersebut bapak supardi sangat senang

dan pergi ke Perpustakaan Islam Jl. Pangeran Mangkubumi No.34

untuk meminta bantuan dalam mempelajari Al-Quran braille. Hal

itu mendapatkan sambutan baik dari pihak perpustakaan dengan

dibantu oleh Bapak H. Moch Sholichin dan Bapak H. Muqodas

serta Bapak H. Machdum. Dalam mempelajari Al-Quran braile

juga dibantu oleh mahasiswa IAIN Sunan Kalijaga, dengan hafalan

yang dimiliki oleh Bapak Supardi hal itu memudahkan beliau

dalam mempelajari Braille Arab.

Dengan motivasi agama agar para tunanetra memiliki nilai

spiritual, sehingga terhindar dari rasa putus asa dalam menghadapi

(56)

sosiologis dimaksudkan agar para tunanetra tidak menjadikan

kekurangan yang dimilikinya sebagai alasan untuk bergantung

kepada orang lain di sekitarnya. Tunanetra perlu belajar untuk

mengangkat harkat dan martabatnya, agar hidupnya lebih

produktif. Serta dengan modal Al-Quran braille Bapak Supardi

mengajak beberapa tokoh muslim di Yogyakarta antara lain :

Bapak h. Muqodas Syuhada (Kepala Perpustakaan Islam), Bapak

Moch Sholichin (Staf Perpustakaan Islam), Bapak Drs. H. M.

Margono Pusposuwarno (Guru PAI SMPLB-A Gunajaya

Yogyakarta), Bapak H.M Hadjid Busyairi (GuruPAI SLB-A

Citayaja Yogyakarta), Bapak Zainudin Ruslan (Guru SGA

Muhammadiyah Yogyakarta), Ibu Wajid Hamidi (tokoh

masyarakat).

Akhirnya disepakati untuk mendirikan yayasan yang diberi

nama Yayasan Kesejahteraan Tunanetra Islam (Yaketunis)

Yogyakarta pada tanggal 12 Mei 1964 dengan alamat : Jl.

Mangkubumi No. 38 Yogyakarta, Akta Notaris No. 10 Tahun 1964

Notaris: Soerjanto Partaningrat, SH, dengan izin operasional No.

188/0622/V.I tanggal 16 Maret 2009.

Dengan demikian para perintis berdirinya yaketunis adalah

sebagai berikut:

1. Supardi Abdushomad (tunanetra)

(57)

3. Muhammad Solichin

4. Muhammad Margono Pusposuwarno

5. Muhammad Hadjid Busyairi

6. Zainudin Ruslan

7. Ibu Wajid Hamidi

Sebagai sebuah yayasan sosial, yaketunis bergerak pada

bidang-bidang sebagai berikut:

1. Pendidikan

Dibidang pendidikan Yaketunis menyelenggarakan

pendidikan SLB-A dan MTs LB-A. Bagi tunanetra yang

mengikuti pendidikan formal diluar bidang pendidikan

yang ada di yayasan, masih bisa menjadi anak asuh di

Yaketunis, dengan syarat tetap mengikuti semua

kegiatan-kegiatan yang telah ditetapkan oleh asrama.

Disamping pendidikan formal, Yaketunis juga

menyelenggarakan kursus agama islam, kursus agama

islam disini yaitu kegiatan-kegiatan asrama yang sudah

ditetapkan oleh asrama seperti : (1) Baca tulis arab dan latin

braille serta Al-Quran braille (2) Hafalan surat-surat pendek

(3) Kajian doa-doa harian (4) Pelatihan khotbah (5)

Pelatihan pidato. Yayasan ini juga menyelenggarakan

ekstrakurikuler seperti : (1) Pelatihan memijat (2) Pelatihan

(58)

2. Penerbitan

Pada bidang penerbitan, Yaketunis menerbitkan

Al-Quran braille, majalah braille, buku-buku pelajaran braille,

kalender braille untuk membantu para tunanetra dalam

pembelajaran. Penerbitan Yaketunis juga menerima

pemesanan jika ada lembaga atau instansi dari luar yang

ingin mencetak Al-Quran braille, buku-buku braille dan

kalender braille.

c. Dasar dan Tujuan Pendirian

Mendirikan sebuah instansi atau lembaga tentunya harus

diiringi dengan dasar dan tujuan pendirian, dengan begitu lembaga

tersebut mempunyai pedoman dan arah tujuan yang membuat

lembaga tersebut tetap berjalan.

Yayasan Kesejahteraan Tunanetra Islam sendiri didirikan

berdasarkan Firman Allah SWT dalam Al-Qur’an Surat ‘Abasa

ayat 1 sampai 10 yang artinya :

(59)

Sedangkan tujuan didirikanya Yayasan Yaketunis adalah

sebagai berikut :

1. Ikut serta mewujudkan kesejahteraan lahir dan batin warga

tunanetra dalam rangka mewujudkan keadilan sosial seluruh

rakyat indonesia.

2. Mengembangkan sumber daya insani dalam rangka

meningkatkan cinta.

3. Memberikan bimbingan warga tunanetra kearah kesadaran

beragama dan kemajuan sosial, ekonomi, budaya,

pendidikan, sesuai bakat minat dan keahlian.1

d. Struktur Organisasi

Organisasi merupakan badan penyelenggaraan suatu usaha

kerjasama dalam rangka untuk mencapai tujuan yang telah

ditetapkan, dengan kata lain suatu kerangka yang menunjukkan

segenap pekerjaan, wewenang dan tanggung jawab atas

tugas-tugasnya.

Sesuai dengan data yang diperoleh penulis, maka struktur

organisasi yayasan kesejahteraan tunanetra islam (YAKETUNIS)

Yogyakarta adalah sebagai berikut:

Ketua : DR. IR. Harsono, M.SC.

Wakil ketua : DRS. Choirul Fuady

1

(60)

Sekretaris : Wiyoto

Bendahara : Muhammad Hadjid

Anggota : Masruri Abdulah

H. Ahmat Hidayat Sukri SH

DRS. H. Subowo, MM.2

Adapun struktur kerjanya adalah :

1. Sekretaris, membawahi :

a) Humas

b) Perlengkapan

c) Keuangan

2. Bagian pendidikan meliputi :

a) SLB-A.

b) MTs LB/A.

c) Kursus .

d) Mengelola perpustakaan braille.

e) Mengelola percetakan braille.3

2

Dokumentasi Yakketunis 15 Desember 2015, 02 April 2016

3

(61)

3. Pengasramaan

Sedangkan struktur kepengurusan Yaktunis saat ini ialah sebagai

berikut :

a) Ketua : DRS. H. Subowo, MM

b) Wakil ketua : DRS. Choirul Fuady

c) Sekertaris : Wiyoto

d) Keuangan : Muhammad Hadjid

e) Humas : Wiyoto

f) Perlengkapan : Wiyoto

g) Pendidikan : Ibu Ambarsih (SLB-A) dan Bapak

Agus Suryanto (MTsLB-A)

h) Penerbitan : Ibu Ambarsih

i) Pengasramaan : Masrusi Abdullah

Sedangkan struktur organisasi di asrama Yaketunis sebagai

berikut :

1. Taman Pendidikan Al-Quran (TPA)

Ketua : Trismunandar

Sekretaris : Endang Setyowsati

Koordinator Tahassus dan TPA : Yulia Ayu Saningtyas

Koordinator Tahfidz : Danik Trihandayani

(62)

Ketua : Dedi Aryanugraha

Wakil ketua : Herfianto

Sekretaris : Wildan Aulia, Dika Yuda Pertiwi

Bendahara : Mukhlisin, Qonitatul Hidayati

Anggota : Yulia Ayu Saningtyas

Sigit Aris Prasetyo

Aisyah

Kuswantoro

Heni Khuswatun Hasanah

Muhammad Nabil

Ridwan Akbar

Andi Santoso

Aulia Rahmi

Endang Setyowati

Trismunandar.4

e. Tugas-Tugas Kepengurusan Serta Program Kegiatan Di Yaketunis:

1. Tugas sekretaris

a. Bertanggung jawab dalam mengatur kegiatan sekretaris dan

ketatausahaan.

b. Menyusun konsep-konsep dan program kerja.

c. Membuat surat-surat laporan yayasan.

4

(63)

d. Mengurus surat-surat keluar maupun masuk.

2. Tugas humas

a. Menjalin kerjasama dengan pihak lain.

b. Menyampaikan informasi untuk pihak dalam yayasan dan

luar yayasan.

3. Tugas keuangan

a. Bertanggung jawab menghitung anggaran belanja yayasan.

b. Bertanggung jawab dalam pemakaian keuangan sehari-hari

c. Melaporkan keadaan pemasukan dan pengeluaran

keuangan.

4. Tugas perlengkapan

a. Menerima, mencatat, menyimpan dan menyalurkan

barang-barang yang dibutuhkan.

b. Memelihara semua sarana yayasan, memperbaiki sarana

yang perlu diperbaiki.

c. Mengamati penggunaan sarana yayasan agar terperlihara,

dan tetap bisa dimanfaatkan.

d. Menginventarisir semua barang-barang yayasan.

(64)

a. Menyelenggarakan kegiatan formal tingkat sekolah dasar

dan sekolah menengah pertama.

b. Mengadakan kursus-kursus seperti membaca Al-Quran

braille dan pelatihan memijat.

c. Menerima tunanetra meskipun menempuh sekolah diluar

yayasan untuk tinggal diasrama.

6. Tugas penerbitan (Braille)

a. Menerbitkan Al-Quran braille

b. Menerbitkan buku-buku braille

c. Menerbitkan kalender braille

d. Menerbitkan majalah braille

7. Tugas pengasrama

a. Menyusun rencana pemberdayaan tunanetra dan

pembinaan agama terhadap tunanetra.

b. Meningkatkan kesejahteraan anak asuh.

c. Menangani urusan keseharian asrama.

d. Mengadakan pengawasan terhadap perilaku anak asuh

e. Memberikan pelayanan bimbingan, seperti bimbingan

belajar, bimbingan ibadah kepada anak asuh.

(65)

Program-program yang dilaksanakan di Yaketunis adalah

sebagai berikut :

1. Menyelenggarakan pendidikan formal

Pendidikan formal yang telah dilaksakan sampai saat ini adalah

pendidikan tingkat dasar (SLB-A) untuk tunanetra yang akan

ditempuh selama 6 tahun dan pendidikan tingkat pertama

(MTsLB-A) yang ditempuh selama 3 tahun, SMKLB-A yang ditempuh

selama 3 tahun.

2. Memberikan keterampilan yang dapat digunakan sebagai bekal

mereka terjun kemasyarakat tanpa bergantung kepada orang lain,

seperti memijat.

3. Menerbitkan Al-Quran braille, majalah braille, kalender braille dan

buku-buku braille.

4. Menyelenggarakan kursus baca Al-Quran braille.

5. Pengelolaan asrama.5

Sedangkan program kegiatan yang dilaksanakan di dalam asrama

ada 2 macam, antara lain adalah :

1. Kegiatan TPA (Taman Pendidikan Al-Quran), kegiatan ini

berupa pengajian Al-Quran setiap malam jumat, malam sabtu

dan malam senin.

2. Kegiatan ORMAKE (Organisasi Asrama Yaketunis), kegiatan

ormake dibagi menjadi 4 bidang, antara lain :

5

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk memahami dan mendeskripsikan orientasi keberagamaan yang dimiliki oleh santri pondok pesantren tradisional dan siswa sekolah islam

[r]

Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan dan mengetahui kualitas modul sistem reproduksi bermuatan keislaman dengan huruf Braille untuk siswa difabel netra kelas IX

Dari hasil penelitian secara umum tentang persepsi mahasiswa difabel tentang efektifitas pendidikan pemakai di perpustakaan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta adalah sudah

Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan dan mengetahui kualitas modul sistem reproduksi bermuatan keislaman dengan huruf Braille untuk siswa difabel netra kelas IX

Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap upaya pemenuhan hak difabel di Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga dan Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Pengumpulan

Penelitian bertujuan untuk melakukan analisis kualitas epub modul kimia materi pokok elektrolit dan non elektrolit untuk siswa difabel netra berdasarkan penilaian ahli materi,

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dapat diru- muskan rumusan masalah sebagai berikut: Bagaimana ketersediaan media pembelajaran kimia bagi peserta didik difabel netra