LAMPIRAN A Data Hasil Pengukuran 1. Hasil pengukuran suhu inti kabel tanpa pipa PVC
Tebal isolasi = 2.07 mm I = 11 A Waktu
(Menit)
Suhu pengukuran inti (oC) Rata-rata
(oC)
Suhu pengukuran isolasi (oC) Rata-rata
Tebal isolasi = 2.62 mm I = 11 A Waktu
(Menit)
Suhu pengukuran inti (oC) Rata-rata (oC)
Suhu pengukuran isolasi (oC)
Tebal isolasi = 2.99 mm I = 11 A Waktu
(Menit)
Suhu pengukuran inti (oC) Rata-rata (oC)
2. Hasil pengukuran suhu inti dan isolasi kabel dalam PVC 0.5 inchi
Tebal isolasi = 2.62 mm I = 11 A Waktu
(Menit)
Suhu pengukuran inti (oC) Rata-rata (oC)
Tebal isolasi = 2.99 mm I = 11 A
3. Hasil pengukuran suhu inti dan isolasi kabel dalam PVC 0.75 inchi Tebal isolasi = 2.07 mm I = 11 A
Waktu (Menit)
Suhu pengukuran inti (oC) Rata-rata (oC)
Tebal isolasi = 2.62 mm I = 11 A Waktu
(Menit)
Suhu pengukuran inti (oC) Rata-rata (oC)
Tebal isolasi = 2.99 mm I = 11 A
4. Hasil pengukuran suhu inti dan isolasi kabel dalam PVC 1.25 inchi Tebal isolasi = 2.07 mm I = 11 A
Waktu (Menit)
Suhu pengukuran inti (oC) Rata-rata (oC)
Tebal isolasi = 2.62 mm I = 11 A Waktu
(Menit)
Suhu pengukuran inti (oC) Rata-rata (oC)
Tebal isolasi = 2.99 mm I = 11 A Waktu
(Menit)
Suhu pengukuran inti (oC) Rata-rata (C)
5. Hasil pengukuran suhu inti dan isolasi kabel dalam PVC 1.5 inchi Tebal isolasi = 2.07 mm I = 11 A
Waktu (Menit)
Suhu pengukuran inti (oC) Rata-rata (oC)
Suhu pengukuran isolai (oC) Rata-rata
Tebal isolasi = 2.62 mm I = 11 A Waktu
(Menit)
Suhu pengukuran inti (oC) Rata-rata (oC)
Tebal isolasi = 2.99 mm I = 11 A Waktu
(Menit)
Suhu pengukuran inti (oC) Rata-rata (oC)
LAMPIRAN B 1. Hasil pengukuran tebal isolasi kabel-1
Titik
2. Hasil pengukuran tebal isolasi kabel-2
Titik pengukuran Tebal kabel (mm) Tebal rata-rata (mm)
9 2.64
10 2.63
11 2.62
12 2.62
3. Hasil pengukuran tebal isolasi kabel-3
Titik pengukuran Tebal kabel (mm) Tebal rata-rata (mm)
1 2.99
2.99
2 2.99
3 2.99
4 2.97
5 3.01
6 2.99
7 2.99
8 3.00
9 2.97
10 2.99
11 2.99
LAMPIRAN C
1. Tahanan Variable Yamabishi Tipe RZ-220-8A, Tegangan 220V, 50Hz, arus 0 – 36 A.
3. Termos pendingin
5. Gambar saat melakukan pengujian
DAFTAR PUSTAKA
1. Muhaimin, Drs., Bahan-bahan Listrik Untuk Politeknik, Pradnya Paramita, Jakarta, 1999
2. Tobing, Bonggas L., Dasar Teknik Pengujian Tegangan Tinggi, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2003
3. Arismunandar, Artono., Teknik Tegangan Tinggi, Pradnya Paramita, Jakarta, 1984
4. Young, Hugh D., Fisika Universitas, Edisi Kesepuluh, Erlangga, Jakarta, 2001 5. Simanullang, Hotman P.,”Pengaruh Ketebalan Isolasi Terhadap Keseimbangan
Suhu Kabel”.Medan: Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara, 2009
BAB III
METODE PENELITIAN 3.1 Umum
Metode penelitian merupakan cara yang harus ditempuh dalam kegiatan penelitian agar hasil yang akan dicapai dari suatu penelitian dapat memenuhi secara ilmiah. Dengan demikian, maksud dari penyusunan metode ini agar peneliti dapat menghasilkan suatu kesimpulan yang dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah. Metode penelitian ini mencakup beberapa hal diantaranya adalah penetapan tempat dan waktu penelitian, penetapan objek penelitian, penetapan variabel penelitian, metode pengumpulan data, dan teknik analisa data.
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari 2015 di Laboratorium Teknik Tegangan Tinggi, Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara, Medan.
3.3 Objek Penelitian
Dalam percobaan ini, variasi pengukuran dilakukan untuk menentukan suhu setimbang kabel yang dialiri arus konstan 11A dengan variasi pengukuran sebagai berikut:
1. Pengukururan suhu inti kabel 2. Pengukuran suhu isolasi kabel 3.5 Teknik Analisis Data
Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah membandingkan data-data yang diperoleh dari hasil pengukuran dari masing-masing sampel dan menampilkannya dalam bentuk grafik.
3.6 Alat dan Bahan Pengujian
Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kabel tembaga telanjang yang luas penampangnya 1 mm2 dan panjangnya 34 cm.
Gamabar 3.1 Isolasi dari bahan polyolefin
Bahan isolasi yang digunakan adalah polyolefin yang berbentuk sarung seperti pada Gamba 3.1. Bahan polyolefin merupakan jenis polimer thermoplastic sama halnya seperti polietilen maupun polivinil memiliki kerja suhu maksimum 90oC. Berdasarkan klasifikasi bahan isolasi menurut IEC (International Electrotechnical Commision) didasarkan atas batas suhu kerja bahan, seperti ditunjukkan pada Tabel 2.3 maka bahan polyolefin termasuk pada kelas Y.
1. 1 unit tahanan variable, merek Yamabishi Tipe RZ-220-8A, Tegangan 220V, 50Hz, arus 0 – 36 A.
2. Tang ampere, merek hioki tipe 3285
3. Termometer digital, merek Blue Grismo, range suhu -100C-2000C, menggunakan sensor termokopel.
4. Stop watch.
5. Tiga potong kabel tembaga dengan luas penampang 1 mm2 dengan ketebalan berbeda-beda, yaitu:
Kabel-1 dengan tebal isolasi 2.07 mm Kabel-2 dengan tebal isolasi 2.62 mm Kabel-3 dengan tebal isolasi 2.99 mm
6. Pipa PVC dengan diameter 0.5 inchi, 0.75 inchi, 1.25 inchi, dan 1.5 inchi dipotong dengan panjang masing-masing 30 cm dan diberi 2 buah lubang seperti pada Gambar 3.4.
7. Thermos.
3.7 Rangkaian dan Prosedur Pengujian
Rangkaian pengujian yang dilakukan diperlihatkan pada Gambar 3.2.
AC Terminal
input
Terminal Sampel
Tahanan Variabel A
jauh ke atas nyala api agar tidak terkena lidah api (hal ini dilakukan agar panas yang diterima isolasi tidak berlebihan sehingga tidak merusak struktur isolasi), dan untuk membuat penyusutan isolasi merata kabel diputar dan digerak-gerakkan diatas kompor seperti pada Gambar 3.3 sampai isolasi menyusut dan menempel pada kawat tembaga. Proses ini hanya dilakukan sebentar saja. 2. Kabel tersebut kemudian ditandai pada 3 titik yaitu titik A,C, dan D (seperti
pada Gambar 3.4). Isolasi pada titik C’ dikupas selebar + 3 mm sebagai tempat mengukur panas inti kabel.
3. Kabel yang telah ditandai dimasukkan kedalam kantong plastik kedap air dan kemudian dimasukkan ke dalam termos berisi es batu selama + 1 jam, hal ini dilakukan agar pada saat pengujian suhu awal dapat dibuat seragam yaitu 25oC.
Gambar 3.3 Proses pemanasan kabel yang telah diberi isolasi
4. Pipa PVC dipotong sepanjang 30 cm, kedua ujung pipa yang telah dipotong ditutup menggunakan kertas karton. Bagian tengah karton dilobangi seukuran kabel, agar ujung kabel nantinya dapat disambungkan ke terminal sampel. Pipa PVC kemudian dilobangi seukuran diameter sensor termometer pada dua titik
yaitu titik B dan C. Titik C pada pipa PVC dibuat sejajar dengan titik C’ pada
T1 T2
A
B C
C’ D
Pipa PVC
Isolasi
Inti kabel
T1= Termometer untuk mengukur suhu isolasi kabel T2= Termometer untuk mengukur suhu inti kabel
Gambar 3.4 Posisi kabel dan termometer pada saat pengukuran
5. Kabel yang telah didinginkan dimasukkan kedalam pipa PVC melalui lobang
pada kertas karton kemudian diatur agar titik A, C, C’ dan D pada kabel dan
pipa PVC sejajar.
6. Kabel dalam pipa PVC dihubungkan dengan terminal sampel pada rangkaian pengujian.
7. Tahanan variabel diatur agar arus yang mengalir pada kabel yang diuji mencapai 11 A.
8. Termometer dipasang pada lobang yang disiapkan pada pipa PVC.
9. Suhu kabel ditunggu sampai mencapai 25oC kemudian rangkaian pengujian
dihubungkan ke sumber tegangan sebesar 220 VAC.
10. Kenaikan suhu inti dan isolasi kabel yang ditunjukkan oleh kedua termometer dicatat setiap 5 menit sampai suhu mencapai suhu setimbang.
11. Setelah suhu setimbang didapat sumber tegangan dilepas.
12. Langkah 1-11 dilakukan pada kabel dengan ketebalan isolasi 2.07 mm, 2.62 mm dan 2.99 mm masing-masing dengan menggunakan PVC berdiameter 0.5 inchi, 0.75 inchi, 1.25 inchi dan 1.5 inchi.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengtahui pengaruh ketebalan isolasi di dalam pipa PVC terhadap kekesetimbanganan suhu.
4.1 Data Hasil Percobaan
Data hasil percobaan yang dapat dilihat pada Lampiran A terdiri dari pengukuran suhu inti dan isolasi kabel dalam pipa PVC berdiameter 0.5 inchi, 0.75 inchi, 1.25 inchi, dan 1.5 inchi, dengan ketebalan isolasi 2.07 mm, 2.62 mm, dan 2.99 mm.
4.2 Analisis Data
4.2.1 Menentukan Suhu Kesetimbangan Kabel
Suhu rata-rata yang terdapat pada Lampiran A dapat dihitung dengan cara sebagai berikut:
ℎ � �− � � =∑ ℎ ℎ � ℃ .
Pengukuran suhu inti kabel dengan isolasi 2.07 mm dalam pipa PVC berdiameter 0.5 inchi untuk pemanasan selama 5 menit :
ℎ � �− � � = . + . + . = . ℃
Pengukuran suhu inti kabel dengan isolasi 2.62 mm dalam pipa PVC berdiameter 0.5 inchi untuk pemanasan selama 5 menit :
ℎ � �− � � = . + . + . = . ℃
Pengukuran suhu inti kabel dengan isolasi 2.99 mm dalam pipa PVC berdiameter 0.5 inchi untuk pemanasan selama 5 menit :
ℎ � �− � � = . + . + . = . ℃
Cara perhitungan yang sama dilakukan untuk menentukan semua suhu rata-rata pada setiap hasil pengukuran.
4.2.2 Menentukan Ketebalan Isolasi Kabel
Tebal isolasi kabel yang memiliki panjang 34 cm diukur di 12 tempat berbeda. Titik-titik tempat pengukuran dilakukan dari satu ujung ke ujung yang lainnya dengan jarak pengukuran + 3 cm. Hasil pengukuran tebal isolasi dapat dilihat pada Lampiran B.
Adapun tebal rata-rata isolasi kabel dihitung sebagai berikut:
Kabel-1
� �− � � =
. + . + . + . + . + . + . + . + . + . + . + .
� �− � �
4.2.3 Pengukuran Suhu Inti Dan Isolasi Kabel Dalam PVC Berdiameter 0.5 Inchi
Hasil pengukuran suhu inti dan isolasi kabel dalam PVC berdiameter 0.5 inchi dapat dilihat pada Tabel 4.1 dan Tabel 4.2.
Tabel 4.1 Hasil pengukuran suhu inti kabel dengan ketebalan isolasi bervariasi dalam pipa PVC 0.5 inci
Waktu (Menit)
Suhu pengukuran inti kabel (oC)
Berdasarkan Tabel 4.1 diperoleh grafik kenaikan suhu inti kabel seperti pada Gambar 4.1.
Gambar 4.1 Grafik hubungan antara ketebalan isolasi dengan suhu inti kabel dalam pipa PVC 0.5 inchi
Tabel 4.2 Hasil pengukuran suhu isolasi kabel dengan ketebalan isolasi bervariasi dalam pipa PVC 0.5 inchi
Waktu (Menit)
Suhu pengukuran isolasi kabel (oC)
2.07 mm 2.62 mm 2.99 mm
Berdasarkan Tabel 4.2 diperoleh grafik kenaikan suhu isolasi kabel seperti pada Gambar 4.2.
Gambar 4.2 Grafik hubungan antara ketebalan isolasi dengan suhu isolasi kabel dalam pipa PVC 0.5 inchi
Tabel 4.3 Waktu pengujian untuk mencapai suhu setimbang inti dan isolasi kabel pada pipa PVC 0.5 Inchi
Tebal Isolasi (mm)
Waktu Mencapai Suhu Setimbang (oC) Inti Kabel Isolasi Kabel
2.07 25 25
2.62 35 35
2.99 45 50
Dari Tabel 4.3 di atas diperoleh grafik hubungan antara tebal isolasi dengan waktu mencapai suhu setimbang seperti pada Gambar 4.3.
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70
Gambar 4.3 Grafik hubungan antara tebal isolasi dengan waktu mencapai suhu setimbang pada pipa PVC 0.5 Inchi
Tabel 4.4 Suhu setimbang inti dan isolasi kabel pada pipa PVC 0.5 Inchi Tebal Isolasi
(mm)
Suhu Setimbang (oC)
Inti Kabel Isolasi Kabel
2.07 50.7 46.2667
2.62 47.8333 43.5333
2.99 45.7333 41.1667
Dari Tabel 4.4 di atas diperoleh grafik hubungan antara tebal isolasi dengan suhu setimbang kabel seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.4.
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55
2.07 2.62 2.99
Gambar 4.4 Grafik hubungan antara tebal isolasi dengan suhu setimbang pada pipa PVC 0.5 Inchi
4.2.4 Pengukuran Suhu Inti Dan Isolasi Kabel Dalam PVC Berdiameter 0.75 Inchi
Hasil pengukuran suhu inti dan isolasi kabel dalam PVC berdiameter 0.75 inchi dapat dilihat pada Tabel 4.5 dan Tabel 4.6.
Tabel 4.5 Hasil pengukuran suhu inti kabel dengan ketebalan isolasi bervariasi dalam pipa PVC 0.75 inchi
Waktu (Menit)
Suhu pengukuran inti kabel (oC)
Berdasarkan Tabel 4.5 diperoleh grafik kenaikan suhu inti kabel seperti pada Gambar 4.5.
Gambar 4.5 Grafik hubungan antara ketebalan isolasi dengan suhu inti kabel dalam pipa PVC 0.75 inchi
Tabel 4.6 Hasil pengukuran suhu isolasi kabel dengan ketebalan isolasi bervariasi dalam pipa PVC 0.75 inchi
Waktu (Menit)
Suhu pengukuran isolasi kabel (oC)
2.07 mm 2.62 mm 2.99 mm
Gambar 4.6 Grafik hubungan antara ketebalan isolasi dengan suhu isolasi kabel dalam pipa PVC 0.75 inchi
Tabel 4.7 Waktu pengujian untuk mencapai suhu setimbang inti dan isolasi kabel pada pipa PVC 0.75 Inchi
Tebal Isolasi (mm)
Waktu Mencapai Suhu Setimbang (oC) Inti Kabel Isolasi Kabel
2.07 30 30
2.62 40 40
2.99 45 55
Dari Tabel 4.7 di atas diperoleh grafik hubungan antara tebal isolasi dengan waktu mencapai suhu setimbang seperti pada Gambar 4.7.
Gambar 4.7 Grafik hubungan antara tebal isolasi dengan waktu mencapai suhu setimbang pada pipa PVC 0.75 Inchi
0
Isolasi 2.07 mm Isolasi 2.62 Isolasi 2.99
Tabel 4.8 Suhu setimbang inti dan isolasi kabel pada pipa PVC 0.75 Inchi Tebal Isolasi
(mm)
Suhu Setimbang (oC)
Inti Kabel Isolasi Kabel
2.07 51.4333 46.3333
2.62 48.5333 44.6
2.99 45.8333 41.9667
Dari Tabel 4.8 di atas diperoleh grafik hubungan antara tebal isolasi dengan suhu setimbang kabel seperti pada Gambar 4.8.
Gambar 4.8 Grafik hubungan antara tebal isolasi dengan suhu setimbang pada pipa PVC 0.75 Inchi
4.2.5 Pengukuran Suhu Inti Dan Isolasi Kabel Dalam PVC Berdiameter 1.25 Inchi
Hasil pengukuran suhu inti dan isolasi kabel dalam PVC berdiameter 1.25 inchi dapat dilihat pada Tabel 4.9 dan Tabel 4.10.
Tabel 4.9 Hasil pengukuran suhu inti kabel dengan ketebalan isolasi bervariasi dalam pipa PVC 1.25 inchi
Waktu (Menit)
Suhu pengukuran inti kabel (oC)
30 52.9333 49.9 47.3
Berdasarkan Tabel 4.9 diperoleh grafik yang menunjukkan kenaikan suhu inti kabel seperti pada Gambar 4.9.
Gambar 4.9 Grafik hubungan antara ketebalan isolasi dengan suhu inti kabel dalam pipa PVC 1.25 inchi
Tabel 4.10 Hasil pengukuran suhu isolasi kabel dengan ketebalan isolasi bervariasi dalam pipa PVC 1.25 inchi
Waktu (Menit)
Suhu pengukuran isolasi kabel (oC)
2.07 mm 2.62 mm 2.99 mm
20 44.6667 43.5333 40.5333
Berdasarkan Tabel 4.10 diperoleh grafik kenaikan suhu isolasi kabel seperti pada Gambar 4.10.
Gambar 4.10 Grafik hubungan antara ketebalan isolasi dengan suhu isolasi kabel dalam pipa PVC 1.25 inchi
0
Tabel 4.11 Waktu pengujian untuk mencapai suhu setimbang inti dan isolasi kabel pada pipa PVC 1.25 Inchi
Tebal Isolasi (mm)
Waktu Mencapai Suhu Setimbang (oC)
Inti Kabel Isolasi Kabel
2.07 45 50
2.62 60 60
2.99 70 70
Dari Tabel 4.11 di atas diperoleh grafik hubungan antara tebal isolasi dengan waktu mencapai suhu setimbang seperti pada Gambar 4.11.
Gambar 4.11 Grafik hubungan antara tebal isolasi dengan waktu mencapai suhu setimbang pada pipa PVC 1.25 Inchi
Gambar 4.12 Suhu setimbang inti dan isolasi kabel pada pipa PVC 1.25 Inchi Tebal Isolasi
(mm)
Suhu Setimbang (oC)
Inti Kabel Isolasi Kabel
2.07 55.3 51.2333
2.62 51.4667 48.6667
2.99 48.6667 45.5
Dari Tabel 4.12 di atas diperoleh grafik hubungan antara tebal isolasi dengan suhu setimbang kabel seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.12.
Gambar 4.12 Grafik hubungan antara tebal isolasi dengan suhu setimbang pada pipa PVC 1.25 Inchi
4.2.6 Pengukuran Suhu Inti Dan Isolasi Kabel Dalam PVC Berdiameter 1.5 Inchi
Hasil pengukuran suhu inti dan isolasi kabel dalam PVC berdiameter 1.5 inchi dapat dilihat pada Tabel 4.13 dan Tabel 4.14.
Tabel 4.13 Hasil pengukuran suhu inti kabel dengan ketebalan isolasi bervariasi dalam pipa PVC 1.5 inchi
Waktu (Menit)
Suhu pengukuran inti kabel (oC)
80 55.7 52.5 49.6333
85 55.7 52.5 49.6333
90 55.7 52.5 49.6333
Berdasarkan Tabel 4.13 diperoleh grafik kenaikan suhu inti kabel seperti pada Gambar 4.13 berikut.
Gambar 4.13 Grafik hubungan antara ketebalan isolasi dengan suhu inti kabel dalam pipa PVC 1.5 inchi
Tabel 4.14. Hasil pengukuran suhu isolasi kabel dengan ketebalan isolasi bervariasi dalam pipa PVC 1.5 inchi
Waktu (Menit)
Suhu pengukuran isolasi kabel (oC)
2.07 mm 2.62 mm 2.99 mm
55 52.6667 51.3667 46.3667
Berdasarkan Tabel 4.14 diperoleh grafik kenaikan suhu isolasi kabel seperti pada Gambar 4.14 di bawah ini.
Gambar 4.14 Grafik hubungan antara ketebalan isolasi dengan suhu isolasi kabel dalam pipa PVC 1.5 inchi
Tabel 4.15 Waktu pengujian untuk mencapai suhu setimbang inti dan isolasi kabel pada pipa PVC 1.5 Inchi
Tebal Isolasi (mm)
Waktu Mencapai Suhu Setimbang (oC)
Inti Kabel Isolasi Kabel
2.07 55 60
Gambar 4.15 Grafik hubungan antara tebal isolasi dengan waktu mencapai suhu setimbang pada pipa PVC 1.5 Inchi
Tabel 4.16 Suhu setimbang inti dan isolasi kabel pada pipa PVC 1.5 Inchi Tebal Isolasi
(mm)
Suhu Setimbang (oC)
Inti Kabel Isolasi Kabel
2.07 55.7 52.7333
2.62 52.5 51.5333
2.99 49.6333 46.5333
Dari Tabel 4.16 di atas diperoleh grafik hubungan antara tebal isolasi dengan suhu setimbang kabel seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.16.
4.2.7 Pengukuran Suhu Inti Dan Isolasi Kabel Dengan Tebal Isolasi 2.07 mm Hasil pengukuran suhu inti dan suhu isolasi kabel dengan tebal isolasi 2.07 mm dapat dilihat pada Tabel 4.17 dan Tabel 4.19.
Tabel 4.17 Hasil pengukuran suhu inti kabel dengan ketebalan isolasi 2.07 mm Waktu
Berdasarkan Tabel 4.17 diperoleh grafik kenaikan suhu inti kabel seperti pada Gambar 4.17.
Tabel 4.18 Waktu pengujian untuk mencapai suhu setimbang inti dan isolasi kabel
Diameter PVC (Inchi)
Waktu Mencapai Suhu Setimbang (oC) Inti Kabel Isolasi Kabel
0.5 25 25
Gambar 4.17 Grafik hubungan antara waktu dengan kenaikan suhu inti kabel berisolasi 2.07 mm
Dari Tabel 4.18 diperoleh grafik hubungan antara besar diameter pipa PVC dengan lama kabel mencapai suhu setimbang seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.18.
PVC 0.5 Inchi PVC 0.75 Inchi PVC 1.25 Inchi PVC 1.5 Inchi
Gambar 4.18 Grafik hubungan antara diameter PVC dengan waktu mencapai suhu setimbang
Tabel 4.19 Hasil pengukuran suhu isolasi kabel dengan ketebalan isolasi 2.07 mm Waktu
(Menit )
Suhu Pengukuran Isolasi (oC) PVC 0.5
Dari Tabel 4.19 di atas diperoleh grafik hubungan antara kenaikan suhu isolasi dengan waktu pengukuran, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.19.
Tabel 4.20 Suhu setimbang isolasi kabel Diameter PVC
(Inchi)
Suhu Setimbang (oC)
Inti Kabel Isolasi Kabel
Gambar 4.19 Grafik hubungan antara waktu dengan kenaikan suhu isolasi kabel berisolasi 2.07 mm
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90
S
u
h
u
(
C
)
Waktu (Menit)
Gambar 4.20 Grafik hubungan antara diameter pipa PVC dengan suhu setimbang 4.2.8 Pengukuran Suhu Inti Dan Isolasi Kabel Dengan Tebal Isolasi 2.62 mm Hasil pengukuran suhu inti dan suhu isolasi kabel dengan tebal isolasi 2.62 mm dapat dilihat pada Tabel 4.21 dan Tabel 4.23.
75 55.3 55.7
80 55.3 55.7
85 55.3 55.7
90 55.3 55.7
Berdasarkan Tabel 4.21 diperoleh grafik kenaikan suhu inti kabel seperti pada Gambar 4.21.
Tabel 4.22 Waktu pengujian untuk mencapai suhu setimbang inti dan isolasi kabel
Diameter PVC (Inchi)
Waktu Mencapai Suhu Setimbang (oC)
Inti Kabel Isolasi Kabel
0.5 35 35
Gambar 4.21 Grafik hubungan antara waktu dengan kenaikan suhu inti kabel berisolasi 2.62 mm
Dari Tabel 4.22 diperoleh grafik hubungan antara besar diameter pipa PVC dengan lama kabel mencapai suhu setimbang seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.22.
Gambar 4.22 Grafik hubungan antara diameter PVC dengan waktu mencapai suhu setimbang
60 43.5333 44.6 48.6667 51.4333
65 43.5333 44.6 48.6667 51.5333
70 43.5333 44.6 48.6667 51.5333
75 48.6667 51.5333
80 48.6667 51.5333
85 48.6667 51.5333
90 48.6667 51.5333
Dari Tabel 4.23 di atas diperoleh grafik hubungan antara kenaikan suhu isolasi dengan waktu pengukuran, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.23.
Tabel 4.24 Suhu setimbang isolasi kabel Diameter PVC
(Inchi)
Suhu Setimbang (oC)
Inti Kabel Isolasi Kabel
0.5 47.8333 43.5333
0.75 48.5333 44.6
1.25 51.4667 48.6667
Gambar 4.23 Grafik hubungan antara waktu dengan kenaikan suhu isolasi kabel
PVC 0.5 Inchi PVC 0.75 Inchi PVC 1.25 Inchi PVC 1.5 Inchi
4.2.9 Pengukuran Suhu Inti Dan Isolasi Kabel Dengan Tebal Isolasi 2.99 mm Hasil pengukuran suhu inti dan suhu isolasi kabel dengan tebal isolasi 2.99 mm dapat dilihat pada Tabel 4.25 dan Tabel 4.27.
Tabel 4.25 Hasil pengukuran suhu inti kabel dengan ketebalan isolasi 2.99 mm Waktu
Berdasarkan Tabel 4.25 diperoleh grafik kenaikan suhu inti kabel seperti pada Gambar 4.25.
Tabel 4.26 Waktu pengujian untuk mencapai suhu setimbang inti dan isolasi kabel
Diameter PVC (Inchi)
Waktu Mencapai Suhu Setimbang (oC) Inti Kabel Isolasi Kabel
0.5 45 50
0.75 50 55
1.25 70 70
Gambar 4.25 Grafik hubungan antara waktu dengan kenaikan suhu inti kabel berisolasi 2.99 mm
Dari Tabel 4.26 diperoleh grafik hubungan antara besar diameter pipa PVC dengan lama kabel mencapai suhu setimbang seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.26.
PVC 0.5 Inchi PVC 0.75 Inchi PVC 1.25 Inchi PVC 1.5 Inchi
Gambar 4.26 Grafik hubungan antara diameter PVC dengan waktu mencapai suhu setimbang
Tabel 4.27 Hasil pengukuran suhu isolasi kabel dengan ketebalan isolasi 2.99 mm Waktu
(Menit )
Suhu Pengukuran Isolasi (oC) PVC 0.5
Dari Tabel 4.27 di atas diperoleh grafik hubungan antara kenaikan suhu isolasi dengan waktu pengukuran, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.27.
Tabel 4.28 Suhu setimbang isolasi kabel Diameter PVC
(Inchi)
Suhu Setimbang (oC)
Inti Kabel Isolasi Kabel
0.5 45.7333 41.1667
0.75 46.3333 41.9667
1.25 48.6667 45.5
Gambar 4.27 Grafik hubungan antara waktu dengan kenaikan suhu isolasi kabel
PVC 0.5 Inchi PVC 0.75 Inchi PVC 1.25 Inchi PVC 1.5 Inchi
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil analisa data maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Semakin besar diameter pipa PVC maka suhu kesetimbangan inti dan isolasi kabel semakin tinggi, hal ini dipengaruhi oleh bertambahnya volume udara yang berada di dalam pipa PVC mengakibatkan panas yang dilepaskan oleh kabel juga ikut bertambah.
2. Semakin besar diameter pipa PVC maka waktu yang dibutuhkan inti dan isolasi kabel untuk mencapai suhu kesetimbangan semakin lama, hal ini dipengaruhi oleh bertambahnya volume udara yang mengkonveksikan panas dalam pipa PVC sehingga distribusi panas membutuhkan waktu yang lebih lama.
3. Semakin tebal isolasi kabel maka suhu kesetimbangan inti dan isolasi kabel semakin rendah. Penurunan suhu ini diakibatkan oleh isolasi yang semakin tebal membuat isolasi mampu menyerap lebih banyak panas dari konduktor, sehingga panas yang di lepas ke luar lebih kecil.
4. Semakin tebal isolasi kabel maka waktu yang dibutuhkan inti dan isolasi kabel untuk mencapai suhu kesetimbangan semakin lama, bertambah tebalnya isolasi mengakibatkan proses pelepasan panas ke udara semakin lama.
5.2 Saran
Untuk peneliti berikutnya penulis menyarankan untuk melakukan penelitian tentang pengaruh ketebalan isolasi terhadap kesetimbangan suhu kabel dengan memvariasikan:
1. Jenis konduktor yang diteliti, seperti misalnya pada kabel yang terbuat dari alumunium.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perpindahan Panas
Perpindahan panas adalah proses perpindahan energi yang terjadi pada benda atau material yang bersuhu tinggi ke benda atau material yang bersuhu rendah, hingga pada satu saat akan tercapai kesetimbangan panas. Kesetimbangan panas terjadi jika panas dari sumber panas sama dengan jumlah panas yang dilepas oleh benda atau material tersebut ke lingkungan sekitarnya. Proses perpindahan panas berlangsung dalam 3 mekanisme, yaitu: [3]
1. Konduksi. 2. Konveksi. 3. Radiasi.
Dalam prakteknya ketiga proses perpindahan panas tersebut sering terjadi secara bersama-sama.
Dalam bab ini akan dijelaskan teori perpindahan panas secara konduksi, konveksi, dan radiasi.
2.1.1 Konduksi
2.1.1.1 Laju Perpindahan Panas
Konduksi adalah proses perpindahan panas dari suatu bagian benda padat atau material ke bagian lainnya. Perpindahan panas secara konduksi dapat berlangsung pada benda padat umumnya logam.
Jika pada suatu logam terdapat perbedaan suhu, maka pada pada logam tersebut akan terjadi perpindahan panas dari bagian bersuhu tinggi ke bagian bersuhu rendah. Besarnya laju perpindahan panas (q) berbanding lurus dengan luas bidang (A) dan perbedaan suhu ( ⁄ ) pada logam tersebut seperti ditunjukkan pada Gambar 2.1. Secara matematis dinyatakan sebagai :
= −
Gambar 2.1 Perpindahan laju panas pada sebuah konduktor
Dengan memasukkan konstanta kesetaraan yang disebut konduktifitas termal didapat persamaan berikut yang disebut juga dengan hukum Fourier tentang konduksi:
= − −
Dimana : q = Laju perpindahan panas (W) k = Konduktifitas termal (W/m 0C) A = Luas penampang (m2)
⁄ = Gradien suhu,yaitu laju perubahan suhu T dalam arah aliran x(0C/m)
Tanda minus (-) menunjukkan arah perpindahan panas terjadi dari bagian yang bersuhu tinggi ke bagian bersuhu rendah.
harga k-nya besar adalah penghantar panas yang baik, sedangkan bila k-nya kecil bahan itu kurang menghantar atau merupakan isolator. Nilai Konduktifitas thermal berbagai bahan diberikan pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Konduktifitas thermal berbagai bahan[1]
Bahan K(W/m.0C) Bahan K(W/m.0C)
Logam Bukan logam
2.1.1.2 Konduksi pada bidang Datar [6]
Perpindahan panas pada suatu dinding datar seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.2, dapat diturunkan dengan menerapkan Persamaan 2-2.
Gambar 2.2 Konduktifitas pada bidang datar Jika Persamaan 2-2 diintegrasikan :
∫ = − ∫
Maka akan diperoleh
∆ = − ∆
= − ∆ − − Dimana : T1 = Suhu dinding sebelah kiri (0C)
T2 = Suhu dinding sebelah kanan (0C) ∆ = Tebal dinding (m)
Q = −∆ − = −∆ −
= −
∆ − −
Gambar 2.3 Dinding konduktor yang yang terdiri dari tiga lapisan Persamaan tersebut mirip dengan hukum Ohm dalam aliran listrik. Dengan demikian perpindahan panas dapat dianalogikan dengan aliran arus listrik seperti ditunjukkan pada Gambar 2.4.
Gambar 2.4 Analogi listrik aliran panas pada konduktor berlapis tiga Menurut analogi diatas, perpindahan panas sama dengan:
=∆ ℎ�
ℎ −
Jika ketiga Persamaan 2-4 dipecahkan serentak, maka aliran panas adalah:
= −
Harga tahanan thermal total ℎ tergantung pada susunan dinding penyusunnya, apakah bersusun seri atau paralel atau gabungan.
2.1.1.3 Konduksi pada Silinder [6]
Arah perpindahan panas pada benda berbentuk silinder seperti tabung atau pipa adalah radial. Pada Gambar 2.5 ditunjukkan suatu pipa logam dengan jari- jari dalam �, jari-jari luar , dan panjang L, perbedaan suhu permukaan dalam dengan permukaan luar adalah ∆ = �− .
Perpindahan panas pada elemen dr yang jaraknya r dan titik pusat adalah : = − −
Gambar 2.5 Aliran radial panas di dalam silinder Luas bidang permukaan silinder berjari jari r adalah
= � −
Sehingga
= − � − Perpindahan panas dari permukaan dalam ke permukaan luar silinder adalah :
= ∫ = − � ∫ −
Batas integral suhu adalah Tt dan To, sedang batas integral r adalah ri dan ro.
Q
= � � −
ln ( ⁄ )� −
Menurut Persamaan 2-11 di atas:
ℎ =
� ln ( ⁄ )�
Maka tahanan thermal silinder adalah :
ℎ = ln (�⁄ )� −
Dengan demikian, analogi listrik aliran panas pada silinder dapat dibuat seperti pada Gambar 2.6.
Gambar 2.6 Analogi listrik aliran panas pada silinder
Gambar 2.7 Silinder berlapis dan analogi listrik
Untuk silinder berlapis seperti pada Gambar 2.7 penyelesaiannya adalah :
= � −
ln ( ⁄ )
+ln ( ⁄ )+ln ( ⁄ )
−
Dimana : kA = Konduktifitas termal bahan A
kB = Konduktifitas termal bahan B
kC = Konduktifitas termal bahan C
2.1.2 Konveksi
Konveksi adalah perpindahan panas oleh gerakan massa pada fluida dari suatu daerah ke daerah lainnya. Perpindahan panas konveksi merupakan mekanisme perpindahan panas antar permukaan benda padat dengan fluida.
Pada Gambar 2.8 ditunjukkan sebuah plat panas yang suhunya Tw. Di
Gambar 2.8 Perpindahan panas konveksi dari suatu plat
Mekanisme fisis perpindahan panas konveksi berhubungan dengan proses konduksi. Guna menyatakan pengaruh konduksi secara menyeluruh digunakan hukum Newton tentang pendinginan :
= ℎ − ∞ 2-14
Dimana Q = Laju perpindahan panas (W)
h = Koefisien perpindahan panas konveksi (W/m2 oC) A = Luas permukaan (m2)
Tw = suhu dinding (oC)
T∞ = Suhu fluida (oC)
Koeisien perpindahan panas konveksi diberikan pada Tabel 2.2. Tabel 2.2 Koefisien perpindahan panas konveksi[1]
Fluida-Kondisi H(W/m2. oC)
Udara – konveksi bebas 6-30
Udara – konveksi paksa 30-300
Minyak – konveksi paksa 60-1.800
Air – konveksi bebas 170-1.500
Air – konveksi paksa 300-6.000
Didihan air 3.000-60.000
Kondensasi uap 6.000-120.000
Apabila fluida tidak bergerak (atau tanpa sumber penggerak) maka perpindahan panas tetap ada karena adanya pergerakan fluida akibat perbedaan massa jenis fluida. Peristiwa ini disebut dengan konveksi alami (natural convection) atau konveksi bebas (free convection). Lawan dari konveksi ini adalah konveksi paksa (Forced convection) yang terjadi apabila fluida dengan sengaja dialirkan (dengan suatu penggerak) di atas plat.
matahari tidak dapat mengalir melalui atmosfer bumi secara konduksi karena antara bumi dan matahari adalah hampa udara. Panas matahari tidak dapat sampai ke bumi melalui proses konveksi karena konveksi juga harus melalui pemanasan bumi terlebih dahulu. Selain itu, konduksi dan konveksi memerlukan medium sebagai perantara untuk membawa panas. Jadi walaupun antara bumi dan matahari merupakan ruang hanpa, panas matahari tetap akan sampai ke bumi melalui perpindahan panas secara radiasi.
Besarnya laju perpindahan panas secara radiasi adalah:
= � − 2-15
Dimana: Q = Laju perpindahan panas (W)
e = Emisivitas benda yang terkena radiasi (0<e<1) � = Konstanta Stefan-Bolztman = 5,67 x 10-5 W/m2K4 T1 = Suhu benda (oK)
T2 = Suhu lingkungan (oK)
Emisivitas benda adalah besaran yang bergantung pada sifat permukaan benda. Benda hitam sempurna (black body) memiliki harga emisivitas (e = 1). Benda ini merupakan pemancar dan penyerap yang paling baik. Permukaan pemantul sempurna memilki nilai e = 0.
2.1.4 Perpindahan Panas Pada Kabel[6]
Gambar 2.9 Perpindahan panas pada kawat telanjang dan analogi listriknya
Perpindahan panas yang terjadi adalah : = ℎ �− ∞
Jika panjang kawat adalah L, maka luas permukaan kawat adalah = � �
Sehingga
= � � ℎ �− ∞
Menurut persamaan diatas, sepertahanan termal adalah :
ℎ = � � ℎ
Atau
ℎ = �
� ℎ −
Perpindahan panas dapat dituliskan sebagai berikut:
= � − ∞ � � ℎ
−
Dimana: Q = Laju perpindahan panas (W) Ti = Suhu kawat (oC)
h = Koefisien perpindahan panas konveksi (W/m2 oC)
Perpindahan panas pada kabel yang dialiri arus listrik berlangsung dengan cara konduksi dan konveksi. Konduksi terjadi dari permukaan dalam isolasi (atau permukaan luar tembaga) ke permukaan luar isolasi. Sedangkan secara konveksi, dari permukaan luar isolasi ke lingkungan. Dengan demikian tahanan thermal yang dilalui panas adalah Rkonduksi dan Rkonveksi seperti
yang ditunjukkan pada Gambar 2.10.
Gambar 2.10 Perpindahan panas pada kabel berisolasi dan analogi listriksnya Dengan demikian perpindahan panas yang terjadi dapat dituliskan sebagai berikut :
= � −+ ∞
= �− ∞
ln(r r⁄ )i
� + �r ℎ
= � � − ∞ ln(r r⁄ )i
+ r h
−
Diman : Q = Laju perpindahan panas (W) Ti = Suhu permukaan dalam isolasi (oC)
Ti = Suhu lingkungan (oC)
ro = Jari-jari luar isolasi (m) ri = Jari-jari kabel (m)
L = Panjang kabel (m)
h = Koefisien perpindahan panas konveksi (W/m2 oC)
Untuk kabel lapis rangkap dengan jenis isolasi yang berbeda seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.11, maka perpindahan panas yang terjadi adalah :
= � � − ∞
ln(r r⁄ )
+ln(r r⁄ )+ r h
−
Gambar 2.11 Perpindahan panas pada kabel berisolasi rangkap dan analogi listriknya
2.2 BAHAN ISOLASI
Bahan isolasi digunakan untuk memisahkan bagian-bagian peralatan listrik yang berbeda tegangan. Hal yang sangat penting diperhatikan pada suatu bahan isolasi adalah sifat kelistrikannya. Namun demikian sifat mekanis, sifat thermal, dan ketahanan terhadap bahan kimia perlu juga diperhatikan. Dalam bab ini akan dijelaskan sifat kelistrikan, sifat mekanis, sifat thermal, dan ketahanan terhadap bahan kimia dari bahan isolasi.
2.2.1 Sifat Kelistrikan
3. Rugi-rugi dielektrik 4. Tahanan isolasi
2.2.1.1. Kekuatan Dielektrik[2]
Suatu dielektrik tidak mempunyai elektron-elektron bebas, melainkan elektron-elektron yang terikat pada inti atom unsur yang membentuk dielektrik tersebut. Pada Gambar 2.12 ditunjukkan suatu bahan dilektrik yang ditempatkan di antara dua elektroda piring sejajar.
Gambar 2.12 Medan elektrik dalam dielektrik[2]
Bila elektroda diberi tegangan searah V, maka timbul medan elektrik (E) di dalam dielektrik. Medan elektrik ini memberi gaya kepada elektron- elektron agar terlepas dari ikatannya dan menjadi elektron bebas. Dengan kata lain, medan elektrik merupakan suatu beban yang menekan dielektrik agar berubah sifat menjadi konduktor. Beban yang dipikul dielektrik ini disebut terpaan medan elektrik(Volt/cm).
Setiap dielektrik mempunyai batas kekuatan untuk memikul terpaan elektrik. Jika terpaan elektrik yang dipikul melebihi batas tersebut, dan berlangsung cukup lama, maka dielektrik akan menghantar arus atau gagal melaksanakan fungsinya sebagai isolator. Dalam hal ini dielektrik disebut tembus listrik atau breakdown.
Terpaan elektrik tertinggi yang dapat dipikul suatu dielektrik tanpa menimbulkan tembus listrik pada dielektrik disebut kekuatan dielektrik. Jika suatu dielektrik mempunyai kekuatan dielektrik Ek, maka terpaan
V
Elektroda
Dielektrik
Elektroda
+
elektrik yang dapat dipikulnya adalah lebih kecil atau sama dengan Ek.
Jika terpaan elektriknya melebihi Ek, maka di dalam dielektrik akan terjadai
proses ionisasi berantai yang dapat membuat dielektrik mengalami tembus listrik. Proses ini membutuhkan waktu dan lamanya tidak tentu tetapi bersifat statistik. Waktu yang dibutuhkan sejak mulai terjadi ionisasi sampai terjadi tembus listrik disebut waktu tunda tembus (time lag). Jadi, tidak selamanya terpaan elektrik dapat menimbulkan tembus listrik, tetapi harus memenuhi dua syarat yaitu:
1. Terpaan elektrik yang dipikul dielektrik harus lebih besar atau sama dengan kekuatan dielektriknya, dan
2. Lama terpaan elektrik berlangsung lebih besar atau sama dengan waktu tunda tembus.
Untuk tegangan sinusoidal frekuensi daya dan untuk tegangan searah, syarat kedua tidak berlaku, karena waktu puncak tegangan berlangsung dalam orde mili detik sedang waktu tunda tembus ordenya dalam mikro detik. Tetapi untuk tegangan impuls yang durasinya dalam orde mikro detik kedua syarat tersebut dipenuhi. Untuk tegangan impuls, sekalipun tegangan yang diberikan telah menimbulkan terpaan elektrik yang lebih besar daripada kekuatan dielektrik, masih ada kemungkinan dielektrik tidak tembus listrik. Kemungkinan ini terjadi jika terpaan elektrik itu berlangsung lebih singkat daripada waktu tunda tembus. Tembus listrik terjadi jika terpaan elektrik yang melebihi kekuatan dielektrik itu berlangsung lebih lama daripada waktu tunda tembusnya. Lamanya waktu tunda tembus tidak tentu, oleh karena itu ditentukan dengan statistik. Jadi, tembus listrik suatu dielektrik bersifat statistik, sehingga terpaan elektrik yang menimbulkan tembus listrik dinyatakan dalam suatu harga statistik, yaitu harga yang memberikan probabilitas tembus 50%.
memberi probabilitas tembus 50% (V50%) yang artinya adalah: [2]
1. Jika suatu dielektrik diberi n kali tegangan impuls sebesar V50% , maka
dielektrik tersebut akan mengalami tembus listrik sebanyak 0,5n kali. 2. Jika ada sejumlah dielektrik yang sama, masing-masing diberi tegangan
impuls V50%, maka setengah dari dielektrik itu akan tembus listrik.
2.2.1.2 Konduktansi[2]
Pada Gambar 2.13.a ditunjukkan suatu dielektrik yang ditempatkan diantara dua elektroda piring sejajar. Kedua elektroda dan dielektrik merupakan suatu kondensator.
(a) (b) (c) Gambar 2.13 Konduksi pada suatu dielektrik[2]
Jika kondensator ini merupakan kondensator murni dan dihubungkan ke sumber arus searah seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.13.a, maka muatan mengalir ke kondensator sehingga tegangan kondensator naik. Aliran muatan akan berhenti ketika tegangan kondensator telah sama dengan tegangan sumber. Dengan perkataan lain, arus mengalir melalui dieletrik hanya selama berlangsung pengisian muatan ke kondensator dan arus ini berlangsung hanya dalam waktu yang sangat singkat. Kurva pengisian ditunjukkan pada Gambar 2.13.b.
Jika kondesator yang dibentuk dielektrik dengan kedua elektroda adalah berupa kondensator komersial, maka kurva arus adalah seperti ditunjukkan pada Gambar 2.13.c. arus pengisian terjadi selama waktu t1.
kemudian arus berkurang perlahan-lahan selama waktu t2, arus ini disebut
absorpsi. Akhirnya arus mencapai suatu harga tertentu (ik) arus ini disebut arus
benar-benar tak berhingga.
Beda tegangan (V) diantara kedua elektroda menimbulkan terpaan elektrik (E) dalam dielektrik. Terpaan elektrik ini menggerakkan molekul-molekul dielektrik sampai semuanya terpolarisasi. Molekul-molekul tersebut ada yang bergerak cepat dan ada yang bergerak lamban. Molekul-molekul yang bergerak cepat terpolarisasi dengn cepat yang menimbulkan arus pengisian. Sedangkan molekul-molekul yang bergerak lamban, terpolarisasi dengan lambat yang menimbulkan arus absorpsi.[2]
2.2.1.3. Rugi-Rugi Dielektrik[2]
Tegangan yang diterapkan pada suatu dilektrik menimbulkan tiga komponen arus, yaitu: arus pengisian, arus absorpsi dan arus konduksi. Oleh karena itu rangkaian ekivalen suatu dielektrik harus dapat menampilkan adanya ketiga komponen arus tersebut diatas. Rangkaian ekivalen yang mendekati ditunjukkan pada Gambar 2.14.
Gambar 2.14 Rangkaian ekivalen suatu dielektrik[2]
Keterangan: Cg = Kapasitansi geometris
Rk = Tahanan dielektrik
Ra = Tahanan arus absorbsi
Ca = Kapasitansi arus absorsi
Jika terminal a-b dihubungkan ke sumber tegangan searah maka ada
melalui tahanan Rk. Karena adanya tahanan Ra , maka arus ia berlangsung
lebih lambat dari arus ip. Arus ip berlangsung dengan cepat dan berhenti jika
tegangan kondensator telah sama dengan tegangan sumber. Ketika arus pengisian ip berhenti, ia masih mengalir mengisi kondensator Ca dan arus ini
juga akan berhenti ketika tegangan kondensator Ca telah sama dengan tegangan
sumber. Akhirnya arus yang tersisa adalah arus konduksi yang mengalir melalui tahanan Rk, dan rangkaian dapat disederhanakan menjadi Gambar 2.15 berikut
dan terminal a-b dihubungkan ke sumber tegangan bolak-balik.
Gambar 2.15 Rangkaian ekivalen penyederhanaan Maka arus tiap komponen:
� = � −
= � −
Arus total yang diberikan sumber tegangan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.16 adalah:
= √ �+ −
Gambar 2.16 Komponen arus dielektrik
Arus IR menimbulkan rugi-rugi daya pada tahanan Re. Rugi-rugi ini disebut
rugi-rugi dielektrik. Rugi-rugi dielektrik adalah rugi-rugi pada dielektrik yang berbentuk panas karena adanya arus yang mengalir pada dielektrik dan adanya tahanan dielektrik. Besarnya rugi-rugi dielektrik adalah perkalian V dan IR atau:
= � � = � � = � � −
Menurut Gambar 2.16, cos � =��
�, sehingga arus sumber adalah :
= cos� − Dengan mensubstitusi Persamaan 2-21 ke Persamaan 2-24 maka diperoleh: = cos � −�
Dari Persamaan 2-25 dan Persamaan 2-23, maka dieroleh:
= cos � � � � = � tan � −
Rugi-rugi dielektrik menimbulkan panas yang dapat menaikkan temperatur dielektrik dan pada akhirnya dapat mempercepat penuaan dielektrik. Rugi-rugi dielektrik tergantung kepada frekuensi tegangan sumber. Oleh karena itu, rugi- rugi dielektrik tidak terjadi jika dielektrik dihubungkan ke sumber tegangan searah. Rugi-rugi dielektrik sebanding dengan faktor rugi-rugi dielektrik (Tan δ). Jika Tan δ besar, maka rugi-rugi
Jika suatu dielektrik diberi tegangan searah seperti ditunjukkan pada Gambar 2.17, maka arus yang mengalir pada dielektrik terdiri atas dua komponen yaitu:
1. Arus yang mengalir pada permukaan dielektrik (arus permukaan, Is ). 2. Arus yang mengalir melalui volume dielektrik (arus volume, Iv). Sehingga arus sumber adalah :
� = + − Hambatan yang dialami arus permukaan disebut tahanan permukaan (Rs)
sedang hambatan yang dialami arus volum disebut tahanan volume (Rv).
Gambar 2.17 Arus pada suatu dielektrik[2]
Dalam prakteknya, hasil pengukuran tahanan isolasi tergantung kepada besar dan polaritas tegangan pengukuran serta jenis bahan isolasi. Pada Gambar 2.18 ditunjukkan pengaruh tegangan terhadap hasil pengukuran tahanan isolasi, masing-masing untuk bahan isolasi gas, cair, dan bahan isolasi padat.
Untuk keperluan evaluasi, didefenisikan suatu faktor yang disebut faktor titik lemah, yaitu perbandingan tahanan pada tegangan V1 dengan tahanan
a. Isolasi cair dan gas b. Isolasi padat Gambar 2.18 Pengaruh tegangan terhadap tahanan isolasi Jika faktor titik lemah semakin besar, merupakan pertanda bahwa isolasi semakin buruk.
� = −
Akibat adanya arus absorpsi, maka hasil pengukuran tergantung juga pada waktu pengukuran. Pada Gambar 2.19 ditunjukkan perubahan tahanan isolasi terhadap waktu.
Perbandingan tahanan pada saat 1 menit dan 10 menit disebut indeks polarisasi.
� = �
� − Indeks polarisasi untuk dielektrik kelas isolasi A>1,5 dan kelas isolasi B>2,5.
Tahanan dielektrik juga tergantung kepada temperature, kelembapan, dan bentuk benda uji.
RIsolas
R
2.2.2. Sifat Terhadap Panas
Suatu bahan isolasi dapat rusak disebabkan oleh panas dalam kurun waktu tertentu. Waktu tertentu disebut sebagai umur-panas bahan isolasi. Sedangkan kemampuan bahan menahan suatu panas tanpa terjadi kerusakan disebut ketahanan panas (heat resistance).
Klasifikasi bahan isolasi menurut IEC (International Electrotechnical Commision) didasarkan atas batas suhu kerja bahan, seperti di tunjukkan pada Tabel 2.3.
Tabel 2.3 Klasifikasi bahan isolasi[1]
Kelas Bahan Suhu kerja
maksimum
Y
Katun, sutera alam, wol sintetis, rayon, serat poliamid, kertas, prespan, kayu, poliakrilat, polietilen, polivinil, karet
90 OC
A
Bahan kelas Y yang telah dicelup dalam vernis, aspal, minyak trafo. Email yang dicampur dengan vernis dan poliamid.
105 OC
E
Email kawat yang terbuat dari : polivinil formal, poli urethan dan damar, bubuk plastik, bahan selulosa pengisi pertinaks, tekstolit, triasetat, polietilen tereftalat.
120 OC
B
Bahan non organik (mika, fiberglas, asbes) dicelup atau direkat menjadi satu dengan pernis atau kompon, bitumen, bakelit, poli monochloro tri flour etilen, poli etilen tereftalat, poli karbonat, sirlak.
130 OC
F
Bahan-bahan anorganik yang dicelup atau direkat menjadi satu dengan epoksi, poliurethan atau vernis dengan ketahanan panas yang tinggi.
155 OC
H Mika, fiberglas, dan asbes yang dicelup
dalam silicon tanpa campuran bahan 180
berserat, karet silikon, email kawat poliamid murni.
C
Bahan-bahan anorganik yang tidak dicelup dan tidak terikat dengan substansi organik misalnya mika, mikanit yang tahan panas, mikaleks, gelas, keramik, Teflon (politetra fluoroetilen) adalah satu-satunya substansi organik.
Diatas 180
OC
2.2.3. Sifat Kimia
Beberapa sifat kimia yang dibahas adalah: sifat kemampuan larut, resistansi kimia, higroskopisitas, permeabilitas uap, pengaruh tropis dan resistansi radio aktif.
2.2.3.1. Sifat Kemampuan Larut
Sifat ini diperlukan untuk menentukan macam bahan pelarut suatu bahan, misalnya: vernis, plastik dan sebagainya. Sifat ini juga diperlukan untuk menguji kemampuan ketahanan bahan isolasi di dalam cairan selama diimpregnasi dan selama pemakaiannya (bahan isolasi minyak trafo).
Kemampuan larut bahan padat dapat dievaluasi berdasarkan banyaknya bagian permukaan bahan yang dapat larut setiap satuan waktu jika diberi bahan pelarut. Kemampuan larut suatu bahan akan lebih besar jika suhunya dinaikkan. Umumnya bahan pelarut komposisi kimianya sama dengan bahan yang dilarutkan. Contohnya : hidro karbon (parafin, karet alam) dilarutkan dengan cairan hidro karbon atau phenol formaldehida.
2.2.3.2. Resistansi Kimia
Bahan isolasi yang digunakan pada instalasi tegangan tinggi harus mampu menahan terjadinya ozon. Artinya, bahan tersebut harus mempunyai resistansi ozon yang tinggi. Karena ozon dapat menyebabkan isolasi berubah menjadi regas. Pada prakteknya, bahan isolasi anorganik mempunyai ketahanan terhadap ozon yang baik.
2.2.3.3. Higroskopisitas
Beberapa bahan isolasi ternyata mempunyai sifat higroskopisitas, yaitu sifat menyerap air di sekelilingnya. Uap air ternyata dapat mengakibatkan perubahan mekanis–fisik dan memperkecil daya isolasi.
Untuk itu selama penyimpanan atau pemakaian bahan isolasi agar tidak terjadi penyerapan uap air oleh bahan isolasi, maka hendaknya ditambahkan bahan penyerap uap air yaitu senyawa P2O5 atau CaCl2.
2.2.3.4. Permeabilitas Uap
Kemampuan bahan isolasi untuk dilewati uap disebut permeabilitas uap bahan tersebut. Faktor ini perlu diperhatikan bagi bahan yang digunakan untuk: isolasi kabel, rumah kapasitor.
Banyak uap M dalam satuan mikro-gram, selama t jam, melalui permukaan S meter persegi, dengan beda tekanan pada kedua sisi bahan P dalam satuan mm-Hg, adalah:
= . ℎ.. . −
Dimana : A = Permeabilitas uap yang disebut juga konstanta difusi g = Permeabilitas uap air �⁄ . . �
Pada Tabel 2.4 ditunjukkan permeabilitas uap beberapa bahan
Tabel 2.4 Permeabilitas beberapa bahan[1]
2 Indonesia) dan daerah tropis yang kering.
Di daerah tropis basah memungkinkan tumbuhnya jamur dan serangga dapat hidup dengan baik. Suhu yang cukup tinggi disertai kelembaban yang terjadi dalam waktu lama dapat menyebabkan turunnya resistivitas isolasi, menambah besarnya sudut rugi dielektrik, menambah permitivitas dan mengurangi kemampuan kelistrikan bahan.
Pada penggunaan bahan isolasi di daerah tropis harus diperhatikan 2 hal yaitu: perubahan sifat kelistrikan setelah bahan direndam dan kecepatan pertumbuhan jamur pada bahan tersebut. Karena hal-hal tersebut maka bahan isolasi sebaiknya dilapisi dengan bahan anti jamur, antara lain: paranitro phenol, penthachloro phenol.
2.2.3.6. Resistansi Radiasi
Sifat bahan isolasi sering dipengaruhi energi radiasi yang menerpa bahan isolasi tersebut, pengaruh ini dapat mengubah sifat bahan isolasi.
Radiasi sinar matahari mempengaruhi umur bahan isolasi, khususnya jika bahan tersebut bersinggungan langsung dengan oksigen. Sinar ultra violet dapat merusak beberapa bahan organik yaitu menurunnya kekuatan mekanik, elastisitas dan retak-retak.
tahan terhadap panas jika terkena sinar-sinar tersebut, misalnya: politetra flouroethilen.
Kemampuan suatu bahan isolasi untuk menahan pengaruh radiasi tanpa mengalami kerusakan disebut resistansi radiasi.
2.2.4. Sifat-sifat Mekanis
Kekuatan mekanis bahan-bahan isolasi maupun logam adalah kemampuan menahan beban dari dalam atau luar. Beberapa sifat mekanis yang dibahas adalah:
Kekuatan (strength), modulus elastisitas, kekerasan. 2.2.4.1. Kekuatan (Strength)
Kekuatan adalah kemampuan bahan untuk tahan terhadap gaya-gaya luar tanpa mengalami kerusakan. Kekuatan bahan isolasi terbagi menjadi 4 jenis yaitu kekuatan regangan, kekuatan tekuk, kekuatan tekanan, dan kekuatan tekanan dadakan Kekuatan bahan isolasi merupakan salah satu sifat mekanis terpenting dalam isolasi. Jenis kekuatan bahan isolasi yang dibutuhkan tergantung pada pemakaiannya, seperti yang diberikan pada Tabel 2.4.
Tabel 2.5 Contoh isolator dan sifat mekanis terpenting[2]
No. Pemakaian Bahan Isolasi Jenis kekuatan yang paling dibutuhkan
Isolator pendukung pada gardu induk
2.2.4.2. Modulus Elastisitas
permanen adalah perubahan bentuk yang tetap yang dialami suatu bahan elastisitas akibat mengalami tegangan di luar batas elastis.
Ukuran elastisitas suatu bahan tertentu disebut modulus elasitisitas yang merupakan ukuran dari kekauan suatu bahan elastis atau ketahanannya terhadap perubahan bentuk akibat pembebanan.
2.2.4.3. Kekerasan
Kekerasan adalah kemampuan suatu bahan untuk tahan terhadap penetrasi. Pengujian derajat kekerasan dapat dilakukan dengan penggoresan atau penumbukan dengan benda lancip terhadap bahan yang dapat mengalami deformasi plastis yaitu logam dan plastik.
Satuan derajat kekerasan bahan dengan penggoresan adalah Moh dengan intan sebagai bahan terkeras nilainya 10 dan kapur sebagai yang terlunak dengan nilai 1. Sedangkan untuk mengukur derajat kekerasan berdasarkan tumbukan digunakan metode-metode: Brinell, Rockwell dan Vickres.
Pada cara pengujian dengan metode Brinell, sebuah bola baja dengan diameter 10 mm dan sudah diperkeras, ditekankan ke permukaan bahan yang diuji dengan beban statis sehingga menimbulkan lekukan pada permukaan bahan yang diuji. Derajat kekerasan dapat dihitung dengan persamaan:
= � � � −
Derajat kekerasannya dinyatakan dengan satuan Brinell (HG).
Pada pengujian derajat kekerasan metode Vickres menggunakan intan yang berbentuk piramid. Pengujian dengan cara ini lebih menguntungkan dibanding dengan metode Brinell, karena pada intan tidak akan terjadi deformasi plastis. Untuk menetukan derajat kekerasannya digunakan p Persamaan 2-34 yang membedakan di sini, lekukannya tidak berbentuk bidang bola. Pada pengujian dengan metode Vickres satuannya dalah Vickres (HD).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Arus listrik yang mengalir pada kabel yang memiliki tahanan akan menghasilkan rugi-rugi daya berupa energi panas. Besarnya rugi-rugi daya berbanding lurus dengan kuadrat arus dan tahanan. Energi panas yang dihasilkan sebanding dengan rugi-rugi daya dan waktu.
Energi panas yang dihasilkan akan menyebabkan suhu kabel meningkat. Apabila kabel tersebut dialiri arus secara terus-menerus suhu kabel akan terus meningkat sampai mencapai suhu setimbang (steady state). Suhu setimbang terjadi saat panas yang diterima oleh kabel sama dengan panas yang dilepas oleh kabel tersebut ke lingkungan, baik secara konduksi, konveksi, maupun radiasi. Kenaikan suhu kabel dipengaruhi oleh ketebalan isolasi kabel.
Dalam tugas akhir ini akan diteliti dampak ketebalan isolasi kabel listrik dalam pipa PVC terhadap kesetimbangan suhu kabel dan lamanya waktu mencapai suhu setimbang (steady state).
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut 1. Apa pengaruh pemakaian isolasi dan pipa PVC terhadap suhu kabel yang dialiri
arus listrik.
2. Apa pengaruh pemakaian isolasi dan pipa PVC terhadap lamanya suatu kabel penghantar mencapai suhu setimbang (stedy state).
3. Apa pengaruh ketebalan isolasi terhadap suhu kebel yang dialiri arus.
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan Tugas Akhir ini adalah untuk mengamati pengaruh ketebalan isolasi kabel dalam pipa PVC terhadap kesetimbangan suhu kabel sehingga dapat diketahui :
1. Hubungan antara tebal isolasi dalam pipa PVC dengan suhu kabel.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah untuk memberi informasi bagaimana pengaruh ketebalan isolasi terhadap suhu kesetimbangan kabel listrik jika kabel tersebut ditempatkan di dalam pipa PVC.
1.5 Batasan Masalah
Agar pembahasan tugas akhir ini lebih terarah, penulis membatasi batasan masalah sebagai berikut:
1. Kabel yang menjadi objek penelitian adalah kabel tembaga dengan luas penampang 1 mm2, dilapisi dengan isolasi berbahan polyolefin, dengan ketebalan isolasi 2.07 mm, 2.62 mm, dan 2.99 mm dengan diameter pipa PVC 0.5 inchi, 0.75 inchi, 1.25 inchi, dan 1.5 inchi.
2. Proses pengambilan data dilakukan pada waktu dan kondisi cuaca yang relatif sama yaitu saat cuaca cerah antara pukul 12.00-15.00 dengan suhu ruangan 29oC. Untuk itu pengukuran suhu kabel dianggap tidak dipengaruhi oleh kondisi lingkungan sistem, seperti kelembapan udara, kecepatan angin, dan suhu udara luar.
3. Posisi kabel saat pengukuran berada di tengah pipa PVC.
4. Parameter yang dibahas adalah suhu kabel dan suhu isolasi kabel. 5. Besar arus yang yang digunakan adalah 11 A.
6. Panjang kabel yang digunakan adalah 34 cm.
1.6 Metodologi Penelitian
Penelitian dilakukan di laboratorium Teknik Tegangan Tinggi Departemen
Teknik Elektro Universitas Sumatera Utara. Penelitian dilakukan untuk mengetahui
pengaruh ketebalan isolasi kabel listrik dalam pipa PVC terhadap kesetimbangan
suhu kabel. Pertama-tama kabel listrik diberi isolasi polyolefin dengan ketebalan
yang berbeda beda yaitu 2.07 mm, 2.62 mm, dan 2.99 mm. Kabel yang telah diberi
isolasi kemudian dimasukkan ke dalam thermos berisi es, agar didapat suhu awal
thermometer yang akan digunakan untuk mengukur suhu inti dan suhu isolasi kabel
seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.2 (pada Subbab 3.7). Kabel yang telah
dimasukkan ke dalam pipa PVC tersebut dihubungkan dengan sumber arus 11 A
seperti pada Gambar 3.1 (pada Subbab 3.7). Kemudian kenaikan suhu yang dibaca
oleh thermometer dicatat setiap 5 menit sampai diperoleh suhu setimbang.
1.7 Sistematika Penulisan
Materi pembahasan dalam Tugas Akhir ini diurutkan dalam lima bab yang diuraikan sebagai berikut:
BAB I: PENDAHULUAN
Bab ini membahas tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, batasan masalah, metode penulisan, dan sistematika penulisan.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisi tentang teori perpindahan panas bahan isolasi. BAB III : METODE PENELITIAN
Bab ini berisi tentang tempat dan waktu penelitian, bahan pengujian, alat penelitian dan spesifikasinya, variasi pengujian, prosedur percobaan.
BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN
Bab ini berisi tentang data hasil percobaan, dan analisa data. BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN
ABSTRAK
Arus listrik yang mengalir pada sebuah kabel selama selang waktu tertentu akan menimbulkan panas pada kabel. Panas pada kabel akan meningkat seiring bertambahnya waktu hingga mencapai kondisi setimbang (stedy state). Pada tugas akhir akan dibahas pengaruh ketebalan isolasi kabel berdiameter 1 mm2 yang dimasukkan ke dalam pipa PVC. Ketebalan isolasi kabel dibuat bervariasi yaitu 2.07 mm, 2.62 mm, dan 2,99 mm. Kabel tersebut dimasukkan ke dalam pipa PVC dengan diameter yang berbeda yaitu 0.5 inchi, 0.75 inchi, 1.25 inchi, dan 1.5 inchi
kemudian dihubungkan dengan sumber arus 11 A. Setelah itu kenaikan suhu pada
inti dan isolasi kabel dicatat setiap 5 menit sampai diperoleh suhu setimbang. Dari data hasil percobaan yang dilakukan di peroleh bahwa semakin besar diameter pipa PVC maka semakin tinggi pula suhu kesetimbangan inti dan isolasi kabel, serta semakin besar diameter pipa PVC maka semakin lama pula waktu yang dibutuhkan untuk mencapai suhu kesetimbangan inti dan isolasi kabel.
PENGARUH KETEBALAN ISOLASI KABEL LISTRIK
DALAM PIPA PVC TERHADAP KESETIMBANGAN SUHU
KABEL
Tugas Akhir ini Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Menyelesaikan Pendidikan Sarjana (S-1) pada
Departemen Teknik Elektro Sub Konsentrasi Teknik Energi listrik
Oleh :
THANKS F.S
NIM: 090402089
DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PENGARUH KETEBALAN ISOLASI KABEL LISTRIK DALAM PIPA PVC TERHADAP KESETIMBANGAN SUHU KABEL
Oleh : THANKS F.S NIM: 090402089
Tugas Akhir ini diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik
pada
DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
Sidang pada tanggal 16 bulan Desember tahun 2015 di depan Penguji : 1. Ketua Penguji : Ir. Hendra Zulkarnain
2. Anggota Penguji : Ir. Windalina Syafiar
Disetujui oleh : Pembimbing Tugas Akhir,
Ir. Syahrawardi NIP: 195702231983031002
Diketahui oleh :
Ketua Departemen Teknik Elektro,
ABSTRAK
Arus listrik yang mengalir pada sebuah kabel selama selang waktu tertentu akan menimbulkan panas pada kabel. Panas pada kabel akan meningkat seiring bertambahnya waktu hingga mencapai kondisi setimbang (stedy state). Pada tugas akhir akan dibahas pengaruh ketebalan isolasi kabel berdiameter 1 mm2 yang dimasukkan ke dalam pipa PVC. Ketebalan isolasi kabel dibuat bervariasi yaitu 2.07 mm, 2.62 mm, dan 2,99 mm. Kabel tersebut dimasukkan ke dalam pipa PVC dengan diameter yang berbeda yaitu 0.5 inchi, 0.75 inchi, 1.25 inchi, dan 1.5 inchi
kemudian dihubungkan dengan sumber arus 11 A. Setelah itu kenaikan suhu pada
inti dan isolasi kabel dicatat setiap 5 menit sampai diperoleh suhu setimbang. Dari data hasil percobaan yang dilakukan di peroleh bahwa semakin besar diameter pipa PVC maka semakin tinggi pula suhu kesetimbangan inti dan isolasi kabel, serta semakin besar diameter pipa PVC maka semakin lama pula waktu yang dibutuhkan untuk mencapai suhu kesetimbangan inti dan isolasi kabel.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan anugerah-Nya yang telah diberikan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir yang berjudul:
PENGARUH KETEBALAN ISOLASI KABEL LISTRIK DALAM PIPA PVC TERHADAP KESETIMBANGAN SUHU KABEL.
Penulisan Tugas Akhir ini merupakan salah satu persyaratan untuk menyelesaikan studi dan memperoleh gelar Sarjana Teknik di Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.
Dengan selesainya Tugas Akhir ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini, yang antara lain kepada :
1. Orangtua saya Drs.Lumongga Simanjuntak dan Mariani Tambunan, BA beserta saudara-saudari saya Win Ray Simanjuntak, Grace Simanjuntak, Cherish Simanjuntak Crown Ita Simanjuntak dan Bribing Simanjuntak, juga Oppung saya Oppung Bakti dan Bou saya Dahlia Simanjuntak serta semua saudara dan orang tua yang tidak saya sebutkan satu persatu, yang selalu membimbing, mendoakan dan selalu sabar mendukung Penulis dalam menyelesaian Tugas Akhir ini.
2. Bapak Ir. Syahrawardi selaku Dosen Pembimbing Tugas Akhir, Bapak Ir.Hendra Zulkarnaen, dan Ibu Ir.Windalina Syafiar selaku dosen penguji yang telah membantu dan membimbing penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.
3. Bapak Fakhruddin Rizal Batubara, ST, M.T.I selaku dosen wali penulis. 4. Bapak Ir. Surya Tarmizi Kasim, M.Si selaku Ketua Departemen Teknik
Elektro FT. USU
5. Seluruh staf pengajar Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.