BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perpindahan Panas
Perpindahan panas adalah proses perpindahan energi yang terjadi pada
benda atau material yang bersuhu tinggi ke benda atau material yang bersuhu
rendah, hingga pada satu saat akan tercapai kesetimbangan panas.
Kesetimbangan panas terjadi jika panas dari sumber panas sama dengan jumlah
panas yang dilepas oleh benda atau material tersebut ke lingkungan sekitarnya.
Proses perpindahan panas berlangsung dalam 3 mekanisme, yaitu: [3] 1. Konduksi.
2. Konveksi.
3. Radiasi.
Dalam prakteknya ketiga proses perpindahan panas tersebut sering terjadi
secara bersama-sama.
Dalam bab ini akan dijelaskan teori perpindahan panas secara konduksi,
konveksi, dan radiasi.
2.1.1 Konduksi
2.1.1.1 Laju Perpindahan Panas
Konduksi adalah proses perpindahan panas dari suatu bagian benda padat
atau material ke bagian lainnya. Perpindahan panas secara konduksi dapat
berlangsung pada benda padat umumnya logam.
Jika salah satu ujung sebuah batang logam diletakkan di atas nyala
api, sedangkan ujung yang satu lagi dipegang, bagian batang yang dipegang
ini suhunya akan naik, walaupun tidak kontak secara langsung dengan
nyala api. Pada perpindahan panas secara konduksi tidak ada bahan
dari logam yang berpindah. Yang terjadi adalah molekul-molekul logam
yang diletakkan di atas nyala api membentur molekul-molekul yang berada di
dekatnya dan memberikan sebagian panasnya. Molekul-molekul terdekat
kembali membentur molekul-molekul terdekat lainnya dan memberikan
sebagian panasnya, dan begitu seterusnya di sepanjang bahan sehingga suhu
Jika pada suatu logam terdapat perbedaan suhu, maka pada pada
logam tersebut akan terjadi perpindahan panas dari bagian bersuhu tinggi
ke bagian bersuhu rendah. Besarnya laju perpindahan panas (q) berbanding
lurus dengan luas bidang (A) dan perbedaan suhu ( ⁄ ) pada logam tersebut
seperti ditunjukkan pada Gambar 2.1. Secara matematis dinyatakan sebagai :
= −
Gambar 2.1 Perpindahan laju panas pada sebuah konduktor
Dengan memasukkan konstanta kesetaraan yang disebut konduktifitas termal
didapat persamaan berikut yang disebut juga dengan hukum Fourier tentang
konduksi:
= − −
Dimana : q = Laju perpindahan panas (W)
k = Konduktifitas termal (W/m 0C) A = Luas penampang (m2)
⁄ = Gradien suhu,yaitu laju perubahan suhu T dalam arah aliran x(0C/m)
Tanda minus (-) menunjukkan arah perpindahan panas terjadi dari bagian yang
bersuhu tinggi ke bagian bersuhu rendah.
Nilai kondukitivitas thermal suatu bahan menunjukkan laju
perpindahan panas yang mengalir dalam suatu bahan. Konduktifitas
thermal kebanyakan bahan merupakan fungsi suhu, dan bertambah sedikit
kalau suhu naik, akan tetapi variasinya kecil dan sering kali diabaikan. Jika
nilai konduktifitas thermal suatu bahan makin besar, maka makin besar
harga k-nya besar adalah penghantar panas yang baik, sedangkan bila k-nya
kecil bahan itu kurang menghantar atau merupakan isolator. Nilai
Konduktifitas thermal berbagai bahan diberikan pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Konduktifitas thermal berbagai bahan[1]
2.1.1.2 Konduksi pada bidang Datar [6]
Perpindahan panas pada suatu dinding datar seperti yang ditunjukkan
pada Gambar 2.2, dapat diturunkan dengan menerapkan Persamaan 2-2.
Gambar 2.2 Konduktifitas pada bidang datar
Jika Persamaan 2-2 diintegrasikan :
∫ = − ∫
Maka akan diperoleh
∆ = − ∆
= − ∆ − −
Dimana : T1 = Suhu dinding sebelah kiri (0C)
T2 = Suhu dinding sebelah kanan (0C)
∆ = Tebal dinding (m)
Apabila dalam sistem itu terdapat lebih dari satu macam bahan,
misalnya dinding berlapis rangkap seperti pada Gambar 2.3, maka aliran
Q
= −∆ − = −∆ −
= −
∆ − −
Gambar 2.3 Dinding konduktor yang yang terdiri dari tiga lapisan
Persamaan tersebut mirip dengan hukum Ohm dalam aliran listrik.
Dengan demikian perpindahan panas dapat dianalogikan dengan aliran arus
listrik seperti ditunjukkan pada Gambar 2.4.
Gambar 2.4 Analogi listrik aliran panas pada konduktor berlapis tiga
Menurut analogi diatas, perpindahan panas sama dengan:
=∆ ℎ�
ℎ −
Jika ketiga Persamaan 2-4 dipecahkan serentak, maka aliran panas adalah:
= −
∆ ⁄ + ∆ ⁄ + ∆ ⁄ −
Sehingga persamaan Fourier dapat dituliskan sebagai berikut :
=
Harga tahanan thermal total ℎ tergantung pada susunan dinding
penyusunnya, apakah bersusun seri atau paralel atau gabungan.
2.1.1.3 Konduksi pada Silinder [6]
Arah perpindahan panas pada benda berbentuk silinder seperti tabung
atau pipa adalah radial. Pada Gambar 2.5 ditunjukkan suatu pipa logam
dengan jari- jari dalam �,jari-jari luar , dan panjang L, perbedaan suhu
permukaan dalam dengan permukaan luar adalah ∆ = �− .
Perpindahan panas pada elemen dr yang jaraknya r dan titik pusat adalah :
= − −
Gambar 2.5 Aliran radial panas di dalam silinder
Luas bidang permukaan silinder berjari jari r adalah
= � − Sehingga
= − � −
Perpindahan panas dari permukaan dalam ke permukaan luar silinder adalah :
= ∫ = − � ∫ −
Batas integral suhu adalah Tt dan To, sedang batas integral r adalah ri dan ro.
Q
= � � −
ln ( ⁄ )� −
Menurut Persamaan 2-11 di atas:
ℎ =
� ln ( ⁄ )�
Maka tahanan thermal silinder adalah :
ℎ = ln (�⁄ )� −
Dengan demikian, analogi listrik aliran panas pada silinder dapat dibuat seperti
pada Gambar 2.6.
Gambar 2.6 Analogi listrik aliran panas pada silinder
Konsep tahanan thermal dapat juga digunakan pada silinder berlapis
seperti halnya dengan dinding datar berlapis. Pada Gambar 2.7 ditunjukkan
Gambar 2.7 Silinder berlapis dan analogi listrik
Untuk silinder berlapis seperti pada Gambar 2.7 penyelesaiannya adalah
:
= � −
ln ( ⁄ )
+ln ( ⁄ )+ln ( ⁄ )
−
Dimana : kA = Konduktifitas termal bahan A
kB = Konduktifitas termal bahan B
kC = Konduktifitas termal bahan C
2.1.2 Konveksi
Konveksi adalah perpindahan panas oleh gerakan massa pada fluida dari
suatu daerah ke daerah lainnya. Perpindahan panas konveksi merupakan
mekanisme perpindahan panas antar permukaan benda padat dengan fluida.
Pada Gambar 2.8 ditunjukkan sebuah plat panas yang suhunya Tw. Di
atas plat datar mengalir fluida dengan kecepatan U∞ yang merata dengan suhu
T∞. Dengan adanya perbedaan suhu maka panas akan terdistribusi dari plat ke
Gambar 2.8 Perpindahan panas konveksi dari suatu plat
Mekanisme fisis perpindahan panas konveksi berhubungan dengan
proses konduksi. Guna menyatakan pengaruh konduksi secara menyeluruh
digunakan hukum Newton tentang pendinginan :
= ℎ − ∞ 2-14
Dimana Q = Laju perpindahan panas (W)
h = Koefisien perpindahan panas konveksi (W/m2 oC) A = Luas permukaan (m2)
Tw = suhu dinding (oC) T∞ = Suhu fluida (oC)
Koeisien perpindahan panas konveksi diberikan pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Koefisien perpindahan panas konveksi[1]
Fluida-Kondisi H(W/m2. oC)
Udara – konveksi bebas 6-30
Udara – konveksi paksa 30-300
Minyak – konveksi paksa 60-1.800
Air – konveksi bebas 170-1.500
Air – konveksi paksa 300-6.000
Didihan air 3.000-60.000
Kondensasi uap 6.000-120.000
Apabila fluida tidak bergerak (atau tanpa sumber penggerak)
maka perpindahan panas tetap ada karena adanya pergerakan fluida akibat
perbedaan massa jenis fluida. Peristiwa ini disebut dengan konveksi
alami (natural convection) atau konveksi bebas (free convection). Lawan
dari konveksi ini adalah konveksi paksa (Forced convection) yang terjadi
apabila fluida dengan sengaja dialirkan (dengan suatu penggerak) di atas plat.
2.1.3 Radiasi
Radiasi adalah perpindahan panas tanpa memerlukan zat
perantara (medium) tetapi dalam bentuk gelombang elektromagnetik.
matahari tidak dapat mengalir melalui atmosfer bumi secara konduksi karena
antara bumi dan matahari adalah hampa udara. Panas matahari tidak dapat
sampai ke bumi melalui proses konveksi karena konveksi juga harus
melalui pemanasan bumi terlebih dahulu. Selain itu, konduksi dan konveksi
memerlukan medium sebagai perantara untuk membawa panas. Jadi
walaupun antara bumi dan matahari merupakan ruang hanpa, panas
matahari tetap akan sampai ke bumi melalui perpindahan panas secara
radiasi.
Besarnya laju perpindahan panas secara radiasi adalah:
= � − 2-15
Dimana: Q = Laju perpindahan panas (W)
e = Emisivitas benda yang terkena radiasi (0<e<1)
� = Konstanta Stefan-Bolztman = 5,67 x 10-5 W/m2K4 T1 = Suhu benda (oK)
T2 = Suhu lingkungan (oK)
Emisivitas benda adalah besaran yang bergantung pada sifat
permukaan benda. Benda hitam sempurna (black body) memiliki harga
emisivitas (e = 1). Benda ini merupakan pemancar dan penyerap yang
paling baik. Permukaan pemantul sempurna memilki nilai e = 0.
2.1.4 Perpindahan Panas Pada Kabel[6]
Pada penghantar kawat telanjang yang dialiri arus listrik, arus
akan menimbulkan panas pada penghantar. Perpindahan panas pada kawat
telanjang yang dialiri arus listrik berlangsung dengan konveksi seperti di
Gambar 2.9 Perpindahan panas pada kawat telanjang dan analogi
listriknya
Perpindahan panas yang terjadi adalah :
= ℎ �− ∞
Jika panjang kawat adalah L, maka luas permukaan kawat adalah
= � �
Sehingga
= � � ℎ �− ∞
Menurut persamaan diatas, sepertahanan termal adalah :
ℎ = � � ℎ
Atau
ℎ = �
� ℎ −
Perpindahan panas dapat dituliskan sebagai berikut:
= � − ∞
� � ℎ
−
Dimana: Q = Laju perpindahan panas (W)
Ti = Suhu kawat (oC)
T∞ = Suhu lingkungan (oC)
h = Koefisien perpindahan panas konveksi (W/m2 oC)
Perpindahan panas pada kabel yang dialiri arus listrik berlangsung
dengan cara konduksi dan konveksi. Konduksi terjadi dari permukaan dalam
isolasi (atau permukaan luar tembaga) ke permukaan luar isolasi. Sedangkan
secara konveksi, dari permukaan luar isolasi ke lingkungan. Dengan
demikian tahanan thermal yang dilalui panas adalah Rkonduksi dan Rkonveksiseperti
yang ditunjukkan pada Gambar 2.10.
Gambar 2.10 Perpindahan panas pada kabel berisolasi dan analogi listriksnya
Dengan demikian perpindahan panas yang terjadi dapat dituliskan sebagai berikut :
= � −+ ∞
= �− ∞
ln(r r⁄ )i
� + �r ℎ
= � � − ∞
ln(r r⁄ )i
+ r h
−
Diman : Q = Laju perpindahan panas (W)
Ti = Suhu permukaan dalam isolasi (oC)
Ti = Suhu lingkungan (oC)
ro = Jari-jari luar isolasi (m)
ri = Jari-jari kabel (m) L = Panjang kabel (m)
h = Koefisien perpindahan panas konveksi (W/m2 oC)
Untuk kabel lapis rangkap dengan jenis isolasi yang berbeda seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 2.11, maka perpindahan panas yang terjadi adalah :
= � � − ∞
ln(r r⁄ )
+ln(r r⁄ )+ r h
−
Gambar 2.11 Perpindahan panas pada kabel berisolasi rangkap dan analogi listriknya
2.2 BAHAN ISOLASI
Bahan isolasi digunakan untuk memisahkan bagian-bagian peralatan
listrik yang berbeda tegangan. Hal yang sangat penting diperhatikan pada
suatu bahan isolasi adalah sifat kelistrikannya. Namun demikian sifat
mekanis, sifat thermal, dan ketahanan terhadap bahan kimia perlu juga
diperhatikan. Dalam bab ini akan dijelaskan sifat kelistrikan, sifat mekanis,
sifat thermal, dan ketahanan terhadap bahan kimia dari bahan isolasi.
2.2.1 Sifat Kelistrikan
Berikut ini dijelaskan 4 hal sifat kelistrikan suatu bahan isolasi yakni:
1. Kekuatan dielektrik.
3. Rugi-rugi dielektrik
4. Tahanan isolasi
2.2.1.1. Kekuatan Dielektrik[2]
Suatu dielektrik tidak mempunyai elektron-elektron bebas,
melainkan elektron-elektron yang terikat pada inti atom unsur yang
membentuk dielektrik tersebut. Pada Gambar 2.12 ditunjukkan suatu bahan
dilektrik yang ditempatkan di antara dua elektroda piring sejajar.
Gambar 2.12 Medan elektrik dalam dielektrik[2]
Bila elektroda diberi tegangan searah V, maka timbul medan elektrik (E)
di dalam dielektrik. Medan elektrik ini memberi gaya kepada elektron- elektron
agar terlepas dari ikatannya dan menjadi elektron bebas. Dengan kata lain,
medan elektrik merupakan suatu beban yang menekan dielektrik agar
berubah sifat menjadi konduktor. Beban yang dipikul dielektrik ini disebut
terpaan medan elektrik(Volt/cm).
Setiap dielektrik mempunyai batas kekuatan untuk memikul
terpaan elektrik. Jika terpaan elektrik yang dipikul melebihi batas
tersebut, dan berlangsung cukup lama, maka dielektrik akan menghantar
arus atau gagal melaksanakan fungsinya sebagai isolator. Dalam hal ini
dielektrik disebut tembus listrik atau breakdown.
Terpaan elektrik tertinggi yang dapat dipikul suatu dielektrik
tanpa menimbulkan tembus listrik pada dielektrik disebut kekuatan dielektrik.
Jika suatu dielektrik mempunyai kekuatan dielektrik Ek, maka terpaan V
Elektroda Dielektrik Elektroda
+
-
elektrik yang dapat dipikulnya adalah lebih kecil atau sama dengan Ek.
Jika terpaan elektriknya melebihi Ek, maka di dalam dielektrik akan terjadai
proses ionisasi berantai yang dapat membuat dielektrik mengalami tembus
listrik. Proses ini membutuhkan waktu dan lamanya tidak tentu tetapi
bersifat statistik. Waktu yang dibutuhkan sejak mulai terjadi ionisasi sampai
terjadi tembus listrik disebut waktu tunda tembus (time lag). Jadi, tidak
selamanya terpaan elektrik dapat menimbulkan tembus listrik, tetapi harus
memenuhi dua syarat yaitu:
1. Terpaan elektrik yang dipikul dielektrik harus lebih besar atau sama
dengan kekuatan dielektriknya, dan
2. Lama terpaan elektrik berlangsung lebih besar atau sama dengan
waktu tunda tembus.
Untuk tegangan sinusoidal frekuensi daya dan untuk tegangan searah,
syarat kedua tidak berlaku, karena waktu puncak tegangan berlangsung dalam
orde mili detik sedang waktu tunda tembus ordenya dalam mikro detik.
Tetapi untuk tegangan impuls yang durasinya dalam orde mikro detik
kedua syarat tersebut dipenuhi. Untuk tegangan impuls, sekalipun
tegangan yang diberikan telah menimbulkan terpaan elektrik yang lebih
besar daripada kekuatan dielektrik, masih ada kemungkinan dielektrik tidak
tembus listrik. Kemungkinan ini terjadi jika terpaan elektrik itu berlangsung
lebih singkat daripada waktu tunda tembus. Tembus listrik terjadi jika
terpaan elektrik yang melebihi kekuatan dielektrik itu berlangsung lebih
lama daripada waktu tunda tembusnya. Lamanya waktu tunda tembus tidak
tentu, oleh karena itu ditentukan dengan statistik. Jadi, tembus listrik suatu
dielektrik bersifat statistik, sehingga terpaan elektrik yang menimbulkan
tembus listrik dinyatakan dalam suatu harga statistik, yaitu harga
yang memberikan probabilitas tembus 50%.
Tegangan tembus yang menyebabkan dielektrik tersebut tembus
listrik disebut tegangan tembus atau breakdown voltage. Tegangan tembus
adalah besar tegangan yang menimbulkan terpaan elektrik pada dielektrik
sama dengan atau lebih besar daripada kekutan dielektriknya. Untuk
memberi probabilitas tembus 50% (V50%) yang artinya adalah: [2]
1. Jika suatu dielektrik diberi n kali tegangan impuls sebesar V50% , maka
dielektrik tersebut akan mengalami tembus listrik sebanyak 0,5n kali.
2. Jika ada sejumlah dielektrik yang sama, masing-masing diberi tegangan
impuls V50%, maka setengah dari dielektrik itu akan tembus listrik.
2.2.1.2 Konduktansi[2]
Pada Gambar 2.13.a ditunjukkan suatu dielektrik yang ditempatkan
diantara dua elektroda piring sejajar. Kedua elektroda dan dielektrik merupakan
suatu kondensator.
(a) (b) (c)
Gambar 2.13 Konduksi pada suatu dielektrik[2]
Jika kondensator ini merupakan kondensator murni dan dihubungkan
ke sumber arus searah seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.13.a, maka
muatan mengalir ke kondensator sehingga tegangan kondensator naik. Aliran
muatan akan berhenti ketika tegangan kondensator telah sama dengan
tegangan sumber. Dengan perkataan lain, arus mengalir melalui dieletrik
hanya selama berlangsung pengisian muatan ke kondensator dan arus ini
berlangsung hanya dalam waktu yang sangat singkat. Kurva
pengisian ditunjukkan pada Gambar 2.13.b.
Jika kondesator yang dibentuk dielektrik dengan kedua elektroda
adalah berupa kondensator komersial, maka kurva arus adalah seperti
ditunjukkan pada Gambar 2.13.c. arus pengisian terjadi selama waktu t1.
kemudian arus berkurang perlahan-lahan selama waktu t2, arus ini disebut
absorpsi. Akhirnya arus mencapai suatu harga tertentu (ik) arus ini disebut arus
benar-benar tak berhingga.
Beda tegangan (V) diantara kedua elektroda menimbulkan terpaan
elektrik (E) dalam dielektrik. Terpaan elektrik ini menggerakkan
molekul-molekul dielektrik sampai semuanya terpolarisasi. Molekul-molekul
tersebut ada yang bergerak cepat dan ada yang bergerak lamban.
Molekul-molekul yang bergerak cepat terpolarisasi dengn cepat yang menimbulkan
arus pengisian. Sedangkan molekul-molekul yang bergerak lamban,
terpolarisasi dengan lambat yang menimbulkan arus absorpsi.[2]
2.2.1.3. Rugi-Rugi Dielektrik[2]
Tegangan yang diterapkan pada suatu dilektrik menimbulkan
tiga komponen arus, yaitu: arus pengisian, arus absorpsi dan arus konduksi.
Oleh karena itu rangkaian ekivalen suatu dielektrik harus dapat
menampilkan adanya ketiga komponen arus tersebut diatas. Rangkaian
ekivalen yang mendekati ditunjukkan pada Gambar 2.14.
Gambar 2.14 Rangkaian ekivalen suatu dielektrik[2]
Keterangan: Cg = Kapasitansi geometris
Rk = Tahanan dielektrik
Ra = Tahanan arus absorbsi
Ca = Kapasitansi arus absorsi
Jika terminal a-b dihubungkan ke sumber tegangan searah maka ada
ketiga komponen arus mengalir pada terminal a-b. Arus ip yang mengisi
kondensator Cg, arus ia yang mengisi kondensator Ca dan arus ikyang mengalir
melalui tahanan Rk. Karena adanya tahanan Ra , maka arus ia berlangsung
lebih lambat dari arus ip. Arus ip berlangsung dengan cepat dan berhenti jika
tegangan kondensator telah sama dengan tegangan sumber. Ketika arus
pengisian ip berhenti, ia masih mengalir mengisi kondensator Ca dan arus ini
juga akan berhenti ketika tegangan kondensator Catelah sama dengan tegangan
sumber. Akhirnya arus yang tersisa adalah arus konduksi yang mengalir melalui
tahanan Rk, dan rangkaian dapat disederhanakan menjadi Gambar 2.15 berikut
dan terminal a-b dihubungkan ke sumber tegangan bolak-balik.
Gambar 2.15 Rangkaian ekivalen penyederhanaan
Maka arus tiap komponen:
� = � −
= � −
Arus total yang diberikan sumber tegangan seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 2.16 adalah:
= √ �+ −
Gambar 2.16 Komponen arus dielektrik
Arus IRmenimbulkan rugi-rugi daya pada tahanan Re. Rugi-rugi ini disebut
rugi-rugi dielektrik. Rugi-rugi dielektrik adalah rugi-rugi pada dielektrik yang
berbentuk panas karena adanya arus yang mengalir pada dielektrik dan adanya
tahanan dielektrik. Besarnya rugi-rugi dielektrik adalah perkalian V dan IR atau:
= � � = � � = � � −
Menurut Gambar 2.16, cos � =��
�, sehingga arus sumber adalah :
= cos� −
Dengan mensubstitusi Persamaan 2-21 ke Persamaan 2-24 maka diperoleh:
= cos � −�
Dari Persamaan 2-25 dan Persamaan 2-23, maka dieroleh:
= cos � � � � = � tan � −
Rugi-rugi dielektrik menimbulkan panas yang dapat menaikkan
temperatur dielektrik dan pada akhirnya dapat mempercepat penuaan
dielektrik. Rugi-rugi dielektrik tergantung kepada frekuensi tegangan
sumber. Oleh karena itu, rugi- rugi dielektrik tidak terjadi jika dielektrik
dihubungkan ke sumber tegangan searah. Rugi-rugi dielektrik sebanding
dengan faktor rugi-rugi dielektrik (Tan δ). Jika Tan δ besar, maka rugi-rugi
dielektrik makin besar.[2].
Jika suatu dielektrik diberi tegangan searah seperti ditunjukkan
pada Gambar 2.17, maka arus yang mengalir pada dielektrik terdiri atas dua
komponen yaitu:
1. Arus yang mengalir pada permukaan dielektrik (arus permukaan, Is ).
2. Arus yang mengalir melalui volume dielektrik (arus volume, Iv).
Sehingga arus sumber adalah :
� = + −
Hambatan yang dialami arus permukaan disebut tahanan permukaan (Rs)
sedang hambatan yang dialami arus volum disebut tahanan volume (Rv).
Gambar 2.17 Arus pada suatu dielektrik[2]
Dalam prakteknya, hasil pengukuran tahanan isolasi tergantung kepada besar
dan polaritas tegangan pengukuran serta jenis bahan isolasi. Pada Gambar 2.18
ditunjukkan pengaruh tegangan terhadap hasil pengukuran tahanan isolasi,
masing-masing untuk bahan isolasi gas, cair, dan bahan isolasi padat.
Untuk keperluan evaluasi, didefenisikan suatu faktor yang disebut faktor
titik lemah, yaitu perbandingan tahanan pada tegangan V1 dengan tahanan
pada tegangan V2 , dimana V2 lebih nggi daripada V1 . V
a. Isolasi cair dan gas b. Isolasi padat
Gambar 2.18 Pengaruh tegangan terhadap tahanan isolasi
Jika faktor titik lemah semakin besar, merupakan pertanda bahwa isolasi
semakin buruk.
� = −
Akibat adanya arus absorpsi, maka hasil pengukuran tergantung juga pada
waktu pengukuran. Pada Gambar 2.19 ditunjukkan perubahan tahanan isolasi
terhadap waktu.
Perbandingan tahanan pada saat 1 menit dan 10 menit disebut indeks polarisasi.
� = �
� −
Indeks polarisasi untuk dielektrik kelas isolasi A>1,5 dan kelas isolasi B>2,5.
Tahanan dielektrik juga tergantung kepada temperature, kelembapan, dan
bentuk benda uji.
Gambar 2.19 Perubahan tahanan terhadap waktu[2] t(me RIsolas
R
R
2.2.2. Sifat Terhadap Panas
Suatu bahan isolasi dapat rusak disebabkan oleh panas dalam kurun waktu
tertentu. Waktu tertentu disebut sebagai umur-panas bahan isolasi. Sedangkan
kemampuan bahan menahan suatu panas tanpa terjadi kerusakan disebut
ketahanan panas (heat resistance).
Klasifikasi bahan isolasi menurut IEC (International
Electrotechnical Commision) didasarkan atas batas suhu kerja bahan, seperti
di tunjukkan pada Tabel 2.3. serat poliamid, kertas, prespan, kayu, poliakrilat, polietilen, polivinil, karet plastik, bahan selulosa pengisi pertinaks, tekstolit, triasetat, polietilen tereftalat.
Bahan-bahan anorganik yang dicelup atau direkat menjadi satu dengan epoksi, poliurethan atau vernis dengan ketahanan panas yang tinggi.
155 OC
H Mika, fiberglas, dan asbes yang dicelup
berserat, karet silikon, email kawat poliamid murni.
C
Bahan-bahan anorganik yang tidak dicelup dan tidak terikat dengan substansi organik misalnya mika, mikanit yang tahan panas, mikaleks, gelas, keramik, Teflon (politetra fluoroetilen) adalah satu-satunya substansi organik.
Diatas 180
OC
2.2.3. Sifat Kimia
Beberapa sifat kimia yang dibahas adalah: sifat kemampuan larut, resistansi
kimia, higroskopisitas, permeabilitas uap, pengaruh tropis dan resistansi radio
aktif.
2.2.3.1. Sifat Kemampuan Larut
Sifat ini diperlukan untuk menentukan macam bahan pelarut suatu bahan,
misalnya: vernis, plastik dan sebagainya. Sifat ini juga diperlukan untuk
menguji kemampuan ketahanan bahan isolasi di dalam cairan selama
diimpregnasi dan selama pemakaiannya (bahan isolasi minyak trafo).
Kemampuan larut bahan padat dapat dievaluasi berdasarkan banyaknya
bagian permukaan bahan yang dapat larut setiap satuan waktu jika diberi bahan
pelarut. Kemampuan larut suatu bahan akan lebih besar jika suhunya dinaikkan.
Umumnya bahan pelarut komposisi kimianya sama dengan bahan yang
dilarutkan. Contohnya : hidro karbon (parafin, karet alam) dilarutkan dengan
cairan hidro karbon atau phenol formaldehida.
2.2.3.2. Resistansi Kimia
Bahan isolasi mempunyai kemampuan yang berbeda ketahanannya
terhadap korosi yang disebabkan oleh: gas, air, asam, basa dan garam. Hal ini
perlu diperhatikan untuk pemakaian bahan isolasi yang digunakan di daerah
yang konsentrasi kimianya aktif, suhu di atas normal. Karena kecepatan korosi
Bahan isolasi yang digunakan pada instalasi tegangan tinggi harus mampu
menahan terjadinya ozon. Artinya, bahan tersebut harus mempunyai resistansi
ozon yang tinggi. Karena ozon dapat menyebabkan isolasi berubah menjadi
regas. Pada prakteknya, bahan isolasi anorganik mempunyai ketahanan
terhadap ozon yang baik.
2.2.3.3. Higroskopisitas
Beberapa bahan isolasi ternyata mempunyai sifat higroskopisitas, yaitu sifat
menyerap air di sekelilingnya. Uap air ternyata dapat mengakibatkan perubahan
mekanis–fisik dan memperkecil daya isolasi.
Untuk itu selama penyimpanan atau pemakaian bahan isolasi agar tidak
terjadi penyerapan uap air oleh bahan isolasi, maka hendaknya ditambahkan
bahan penyerap uap air yaitu senyawa P2O5 atau CaCl2.
2.2.3.4. Permeabilitas Uap
Kemampuan bahan isolasi untuk dilewati uap disebut permeabilitas uap
bahan tersebut. Faktor ini perlu diperhatikan bagi bahan yang digunakan untuk:
isolasi kabel, rumah kapasitor.
Banyak uap M dalam satuan mikro-gram, selama t jam, melalui permukaan
S meter persegi, dengan beda tekanan pada kedua sisi bahan P dalam satuan
mm-Hg, adalah:
= . ℎ.. . −
Dimana : A = Permeabilitas uap yang disebut juga konstanta difusi
g = Permeabilitas uap air �⁄ . . �
Pada Tabel 2.4 ditunjukkan permeabilitas uap beberapa bahan
Tabel 2.4 Permeabilitas beberapa bahan[1]
No. Nama Bahan
A
�
��. ���. ���� ⁄
2
Indonesia) dan daerah tropis yang kering.
Di daerah tropis basah memungkinkan tumbuhnya jamur dan serangga
dapat hidup dengan baik. Suhu yang cukup tinggi disertai kelembaban yang
terjadi dalam waktu lama dapat menyebabkan turunnya resistivitas isolasi,
menambah besarnya sudut rugi dielektrik, menambah permitivitas dan
mengurangi kemampuan kelistrikan bahan.
Pada penggunaan bahan isolasi di daerah tropis harus diperhatikan 2 hal
yaitu: perubahan sifat kelistrikan setelah bahan direndam dan kecepatan
pertumbuhan jamur pada bahan tersebut. Karena hal-hal tersebut maka bahan
isolasi sebaiknya dilapisi dengan bahan anti jamur, antara lain: paranitro phenol,
penthachloro phenol.
2.2.3.6. Resistansi Radiasi
Sifat bahan isolasi sering dipengaruhi energi radiasi yang menerpa bahan
isolasi tersebut, pengaruh ini dapat mengubah sifat bahan isolasi.
Radiasi sinar matahari mempengaruhi umur bahan isolasi, khususnya jika
bahan tersebut bersinggungan langsung dengan oksigen. Sinar ultra violet dapat
merusak beberapa bahan organik yaitu menurunnya kekuatan mekanik,
elastisitas dan retak-retak.
Sinar X, sinar-sinar dari reaktor nuklir misalnya: sinar α, ,dan
partikelpartikel radio isotop, mempunyai pengaruh sangat besar pada bahan
tahan terhadap panas jika terkena sinar-sinar tersebut, misalnya: politetra
flouroethilen.
Kemampuan suatu bahan isolasi untuk menahan pengaruh radiasi tanpa
mengalami kerusakan disebut resistansi radiasi.
2.2.4. Sifat-sifat Mekanis
Kekuatan mekanis bahan-bahan isolasi maupun logam adalah kemampuan menahan beban dari dalam atau luar. Beberapa sifat mekanis yang dibahas adalah:
Kekuatan (strength), modulus elastisitas, kekerasan.
2.2.4.1. Kekuatan (Strength)
Kekuatan adalah kemampuan bahan untuk tahan terhadap gaya-gaya luar tanpa
mengalami kerusakan. Kekuatan bahan isolasi terbagi menjadi 4 jenis yaitu
kekuatan regangan, kekuatan tekuk, kekuatan tekanan, dan kekuatan tekanan
dadakan Kekuatan bahan isolasi merupakan salah satu sifat mekanis terpenting
dalam isolasi. Jenis kekuatan bahan isolasi yang dibutuhkan tergantung pada
pemakaiannya, seperti yang diberikan pada Tabel 2.4.
Tabel 2.5 Contoh isolator dan sifat mekanis terpenting[2]
No. Pemakaian Bahan Isolasi Jenis kekuatan yang paling
dibutuhkan
Isolator pendukung pada gardu
induk
Elastisitas adalah sifat dari suatu bahan dalam batas tegangan tertentu yang
memungkinkan bahan kembali ke bentuk semula setelah gaya yang mengubah
bentuknya dihilangkan. Batas elastisitas adalah tegangan satuan dimana di luar
permanen adalah perubahan bentuk yang tetap yang dialami suatu bahan
elastisitas akibat mengalami tegangan di luar batas elastis.
Ukuran elastisitas suatu bahan tertentu disebut modulus elasitisitas yang
merupakan ukuran dari kekauan suatu bahan elastis atau ketahanannya terhadap
perubahan bentuk akibat pembebanan.
2.2.4.3. Kekerasan
Kekerasan adalah kemampuan suatu bahan untuk tahan terhadap penetrasi.
Pengujian derajat kekerasan dapat dilakukan dengan penggoresan atau
penumbukan dengan benda lancip terhadap bahan yang dapat mengalami
deformasi plastis yaitu logam dan plastik.
Satuan derajat kekerasan bahan dengan penggoresan adalah Moh dengan
intan sebagai bahan terkeras nilainya 10 dan kapur sebagai yang terlunak
dengan nilai 1. Sedangkan untuk mengukur derajat kekerasan berdasarkan
tumbukan digunakan metode-metode: Brinell, Rockwell dan Vickres.
Pada cara pengujian dengan metode Brinell, sebuah bola baja dengan
diameter 10 mm dan sudah diperkeras, ditekankan ke permukaan bahan yang
diuji dengan beban statis sehingga menimbulkan lekukan pada permukaan
bahan yang diuji. Derajat kekerasan dapat dihitung dengan persamaan:
= � � � −
Derajat kekerasannya dinyatakan dengan satuan Brinell (HG).
Pada pengujian derajat kekerasan metode Vickres menggunakan intan yang
berbentuk piramid. Pengujian dengan cara ini lebih menguntungkan dibanding
dengan metode Brinell, karena pada intan tidak akan terjadi deformasi plastis.
Untuk menetukan derajat kekerasannya digunakan p Persamaan 2-34 yang
membedakan di sini, lekukannya tidak berbentuk bidang bola. Pada pengujian
dengan metode Vickres satuannya dalah Vickres (HD).
Pada pengujian kekerasan dengan metode Rockwell hasil pengujiannya
dapat langsung terbaca pada alat pengujian. Sehingga pengujian dengan metode
ini lebih mudah dan cepat. Mata penumbuk yang digunakan adalah intan
bebentuk kerucut untuk bahan yang keras atau bola baja jika bahan yang diuji