• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penyelesaian Sengketa Administrasi Pemilihan Umum

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penyelesaian Sengketa Administrasi Pemilihan Umum"

Copied!
118
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Arbisanit. Partai, Pemilu dan Demokrasi. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997).

Asshidiqie, Jimly. Menuju Negara Hukum yang Demokratis. (Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, 2008).

Azed, Abul Bari. Sistem-sistem Pemilihan Umum. (Depok: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2000).

Donald, Parulian. Menggugat Pemilu. (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1997).

Fahmi, Khairul. Pemilihan Umum dan Kedaulatan Rakyat. (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011).

Handoyo, Hestu Cipto, Y. Thresianti. Dasar-Dasar Hukum Tata Negara Indonesia. (Yogyakarta: Penerbitan Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 2000).

Huda, Ni’matul. Ilmu Negara. (Yogyakarta: Raja Grafindo, 2013).

Kansil, C.S.T. Tata Kehidupan Bernegara. (Jakarta: Pradnya Paramita, 1986).

(2)

Napitupulu, Paimin. Menuju Pemerintahan Perwakilan. (Bandung: Alumni, 2007).

Prihatmoko, Joko. Mendemokratiskan Pemilu dari Sistem Sampai Elemen Teknis. (Semarang: Pustaka Pelajar, 2008).

Purnama, Eddy. Negara Kedaulatan Rakyat. (Bandung: Nusamedia, 2007).

Siahaan, Maruarar. Undang-Undang Dasar 1945 Konstitusi yang Hidup. (Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, 2008).

Sodikin. Hukum Pemilu: Pemilu Sebagai Praktek Ketatanegaraan. (Jakarta: Gramata Publising, 2014).

Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji. Penelitian Hukum Normatif-Suatu Tinjauan Pustaka. (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003).

Suharizal. Pemilukada. (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011).

Syahuri, Taufiqurrohman. Tafsir Konsitusi Berbagai Aspek Hukum. (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011).

Tutik, Titik Triwulan. Konstruksi Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Amandemen UUD 1945. (Jakarta: Prenada Media Group, 2010).

(3)

Wiyanto, Roni. Penegakan Hukum Pemilu DPR, DPD, dan DPRD. (Bandung: Mandar Maju, 2014).

Seri Penerbitan Studi Politik. Menimbang Masa Depan Orde Baru. (Bandung: Mizan, 1998).

B. Kamus Hukum, Jurnal, Skripsi

Marbun, S. F. Peradilan Administrasi Negara dan Upaya Administrasi di Indonesia. (Yogyakarta: Liberty, 1997).

Asshiddiqie, Jimly. Pengenalan DKPP untuk Pengegak Hukum. Forum Rapat Pimpinan Kepolisian Republik Indonesia , Kepolisian Republik Indonesia, (Jakarta, Februari, 2013)

Asshiddiqie, Jimly. Sosialisasi Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum Republik Indonesia , Pemerintahan Provinsi Aceh (Aceh: Juni, 2013)

Roejito dan Titik Ariyati Winahyu. Putih Hitam Pengadilan Khusus. Komisi Yudisial Republik Indonesia, edisi Juli, (Jakarta,2013),

Surbakti, Ramlan dan Kris Nugroho, Studi tentang Desain Kelembagaan Pemilu yang Efektif,

(4)

C. Website

Surbakti, Ramlan, Didik Supriyanto, Topo Santoso, Penanganan Pelanggaran Pemilu,(http://www.rumahpemilu.com/public/doc/2012_10_11_12_44_25_ 20120105095215.Buku_15_Penanganan%20Pelanggaran%20Pemilu%20we b.pdf, diakses pada tanggal 20 November 2015)

Wijardjo, Boedhi, Wahyudi Djafar, Yulianto, Assessment Transparansi dan Akuntabilitas KPU pada Pelaksanaan Pemilu 2004: Sebuah Refleksi untuk Perbaikan Penyelenggaraan Pemilu,

(http://reformasihukum.org/ID/file/buku/Assessment%20Transparansi%20d an%20Akuntabilitas%20KPU%20Pada%20Pelaksanaan%20Pemilu%20200 4.pdf diakses pada tanggal 18 Oktober 2015).

Yosran, Penyelesaian Sengketa Tata Usaha Negara Pemilu oleh Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara,

(http://pttun-medan.go.id/wp-content/uploads/2013/01/Lampirannya.pdf diakses pada tanggal 20 Januari 2015).

Yulianto, Veri Junaidi, August Mellaz, Memperkuat Kemandirian Penyelenggara Pemilu:Rekomendasi Revisi Undang-Undang Penyelenggara Pemilu, (http:

//www.academia.edu/5301019/EBook_Memperkuat_Kemandirian_Penyele nggara_Pemilu, diakses tanggal 4 Oktober 2015).

--- , Calon Independen dalam Pemilihan Kepala Daerah Ditinjau dari Undang-undang Pemerintahan Daerah,

(http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/36038/3/Chapter%20I.pdf diakses pada tanggal 14 Januari 2016).

---, (www.repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31378/4/Chapter%20I.pdf

(5)

---, Laporan Akuntan Independen atas Penerapan Prosedur,

(http://kpu.go.id/koleksigambar/15._PKPI_%28OK%29_.pdf , diakses pada tanggal 11 Februari 2016)

---,Tidak Semua Putusan Panwas Final dan Mengikat,

( http://www.rumahpemilu.org/in/read/10254/Tidak-Semua-Putusan-Panwas-Final-dan-Mengikat diakses pada tanggal 12 Februari 2016)

 

(6)

BAB III

BADAN-BADAN YANG BERKOMPETENSI

DALAM MENYELESAIKAN PELANGGARAN PEMILIHAN

UMUM SERTA WEWENANGNYA

Dalam mekanisme demokrasi, salah satu syarat yang harus dipenuhi adalah

penyelenggaraan Pemilu secara berkala. Termasuk yang menjadi alasan penting

bahwa Pemilu perlu diadakan secara teratur untuk maksud menjamin terjadinya

pergantian kepemimpinan negara, baik di cabang kekuasaan eksekutif maupun

legislatif. Untuk menjamin siklus kekuasaan yang bersifat teratur itu, diperlukan

mekanisme Pemilu yang diselenggarakan secara berkala, sehingga demokrasi

dapat terjamin, dan pemerintahan yang sungguh-sungguh mengabdi kepada

kepentingan seluruh rakyat dapat benar-benar bekerja efektif dan efisien.

Mekanisme Pemilu tersebut akan mempengaruhi kualitas pelaksanaan

Pemilu yang ditentukan oleh kesiapan semua pihak. Beberapa permasalahan

penting yang selalu menjadi pembicaraan terkait dengan Pemilu diantaranya

adalah masalah sistem dan mekanisme pemilihan, partai politik dan peserta

pemilu dan penyelenggara pemilu. Semua permasalahan tersebut dapat terjadi

karena kesengajaan, kelalaian, baik kesalahan teknis atau kelemahan yang bersifat

administratif dalam perhitungan atau disebabkan faktor human error selama

proses pelaksanaan pemilu sehingga menimbulkan berbagai pelanggaran pemilu

(7)

pemilu, sengketa pemilu, tindak pidana pemilu dan sengketa tata usaha negara

pemilu. Maka setiap pelanggaran tersebut harus diselesaikan oleh lembaga yang

diamanahkan bertanggung jawab dan berwenang di bidang itu.

A. Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu

Untuk menunjang berfungsinya sistem hukum diperlukan suatu sistem etika

yang ditegakkan secara positif berupa kode etika di sektor publik.94 Demikian

halnya dengan pelaksanaan Pemilu juga memiliki kode etik yang harus

dilaksanakan oleh masing-masing penyelenggara Pemilu. Menurut

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum Pasal 1

angka 22 menyatakan bahwa Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu95 adalah

lembaga yang bertugas menangani pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu

dan merupakan suatu kesatuan fungsi penyelenggara Pemilu. DKPP dibentuk

untuk memeriksa dan memutuskan pengaduan dan/atau laporan adanya dugaan

pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh anggota KPU, anggota KPU

Kabupaten/Kota, anggota PPK, anggota PPS, anggota PPLN, anggota KPPS,

anggota KPPSLN, anggota Bawaslu, anggota Bawaslu Provinsi dan anggota

Panwaslu Kabupaten/Kota, anggota Panwaslu Kecamatan, anggota Pengawas

Pemilu lapangan dan anggota pengawas pemilu luar negeri.96

      

94 Jimly Asshidiqie, Menuju Negara Hukum yang Demokratis (Jakarta: Sekretariat Jenderal

dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, 2008), hal 76.

95 Untuk selanjutnya penulisan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu ditulis dengan kata

DKPP

96 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum Pasal 109

(8)

Berdasarkan UU tentang Penyelenggara Pemilu tersebut subjectum litis atau

subjek yang dapat menjadi pihak yang berperkara di DKPP menurut peraturan

tentang Pedoman Beracara DKPP, pengertian pihak yang dapat berperkara

tersebut dibatasi, sehingga penanganan kasus-kasus dugaan pelanggaran kode etik

penyelenggara pemilu dapat secara realistis ditangani dan diselesaikan oleh

DKPP. Lagi pula, DKPP juga perlu memberikan dukungan penguatan kepada

KPU dan Bawaslu sendiri untuk menjalankan fungsinya tanpa harus menangani

semua urusan dugaan pelanggaran kode etik sendiri. Hal-hal yang dapat

diselesaikan sendiri oleh KPU dan Bawaslu atau pun hal-hal yang semestinya

ditangani dan diselesaikan lebih dulu oleh KPU dan Bawaslu, tidak boleh secara

langsung ditangani oleh DKPP dengan mengabaikan mekanisme internal KPU

dan Bawaslu sendiri lebih dulu.97

Oleh karena itu kasus-kasus pelanggaran kode etik yang secara langsung

dapat diajukan dan ditangani oleh DKPP dibatasi hanya untuk kasus-kasus dugaan

pelanggaran yang dilakukan oleh penyelenggara Pemilu di tingkat provinsi atau

tingkat pusat. Sedangkan untuk kasus-kasus pelanggaran yang dilakukan pada

tingkat kabupaten/kota lebih dahulu harus diklarifikasi dan ditangani oleh KPU

Pusat atau Bawaslu Pusat. Sedangkan jika laporan atau pengaduan berasal

langsung dari masyarakat, partai politik, ataupun penyelenggara Pemilu tingkat

lokal yang diajukan kepada DKPP, maka laporan atau pengaduan tersebut akan

diperiksa dan diselesaikan lebih dahulu oleh KPU atau Bawaslu melalui

anggota-anggota KPU atau anggota-anggota Bawaslu yang duduk sebagai anggoa DKPP.       

97 Jimly Asshiddiqie, “Pengenalan DKPP untuk Pengegak Hukum,” (Forum Rapat Pimpinan

(9)

Maka secara khusus tugas dan wewenang Dewan Kehormatan

Penyelenggara Pemilu ialah memeriksa, mengadili, dan memutus pengaduan

pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu dengan objek utama adalah anggota

KPU, KPU Provinsi, KPU Kab/Kota, anggota Bawaslu, Bawaslu Provinsi,

Panwaslukada Kab/Kota serta sekretariat dan jajaran di bawahnya.98 Beberapa

prinsip penting yang dipraktekkan dalam penyelenggaraan peradilan etik oleh

DKPP ialah prinsip-prinsip audi et alteram partem99, prinsip independensi,

imparsialitas, dan transparansi. Selanjutnya secara detail akan diuraikan

berturut-turut mengenai terlapor dan pelapor, persyaratan dan tata cara penyampaian

laporan, dan mekanisme penyelesaian pelanggaran kode etik penyelenggara

Pemilu sebagaimana tersebut di bawah ini.

1. Terlapor dan Pelapor

Yang dimaksud dengan terlapor dirumuskan dalam Pasal 1 angka 5

Peraturan DKPP No. 2 Tahun 2012, yaitu:

Teradu dan/atau Terlapor adalah anggota KPU, anggota KPU Provinsi, KIP Aceh, anggota KPU Kabupaten/Kota, KIP Kabupaten/Kota, anggota PPK, anggota PPS, anggota PPLN, anggota KPPS, anggota KPPSLN, anggota Bawaslu, anggota Bawaslu Provinsi, anggota Panwaslu Kabupaten/Kota, anggota Panwaslu Kecamatan, anggota Pengawas Pemilu Lapangan, dan/atau anggota Pengawas Pemilu Luar Negeri yang diduga melakukan pelanggaran kode etik Penyelenggara Pemilu.

      

98 Jimly Asshiddiqie, “Sosialisasi Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum

Republik Indonesia , Pemerintahan Provinsi Aceh, Aceh, Juni, 2013)

99 S.F. Marbun, Peradilan Administrasi Negara dan Upaya Administrasi di Indonesia

(10)

Sedangkan yang dapat disebut sebagai pelapor menurut Pasal 1 angka 4

Peraturan DKPP No. 2 Tahun 2012, ialah:

Pengadu dan/atau Pelapor adalah penyelenggara Pemilu, peserta Pemilu, tim kampanye, masyarakat, pemilih, dan/atau rekomendasi DPR yang menyampaikan pengaduan tentang dugaan adanya pelanggaran kode etik Penyelenggara Pemilu.

Pelapor yang akan mengajukan laporan (pengaduan) dapat berasal dari

penyelenggara Pemilu, peserta Pemilu, tim kampanye, masyarakat, pemilih,

dan dari rekomendasi DPR. Akan tetapi, secara formil penyampaian laporan

(pengaduan) kepada DKPP terkait dugaan pelanggaran kode etik

penyelenggara Pemilu sesuai Pasal 8 Peraturan DKPP No. 2 Tahun 2012

dilakukan melalui dua prosedur, sebagai berikut:

a. Laporan langsung kepada DKPP

Laporan dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu yang

langsung disampaikan kepada DKPP apabila pihak terlapor adalah

penyelenggara Pemilu yang menjabat sebagai anggota KPU,

Bawaslu, KPU Provinsi/KIP Aceh, Bawaslu Provinsi, atau PPLN.

b. Laporan kepada DKPP melalui Bawaslu Provinsi

Laporan dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu yang

disampaikan kepada DKPP melalui Bawaslu Provinsi apabila yang

menjadi pihak terlapor adalah penyelenggara Pemilu yang menjabat

sebagai anggota KPU Kabupaten/Kota atau KIP Kabupaten/Kota,

Panwaslu Kabupaten/Kota, PPK, Panwaslu Kecamatan, PPS, PPL,

(11)

B. Komisi Pemilihan Umum (KPU)

Komisi pemilihan umum sesuai dengan amanat UUD NRI Tahun 1945

merupakan lembaga khusus penyelenggara pemilihan umum yang bersifat

nasional, tetap dan mandiri. Di dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011

tentang Penyelenggara Pemilihan Umum Pasal 8 ayat (1), yang menjadi tugas dan

wewenang KPU dalam penyelenggaraan Pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD

ialah:

a. Merencanakan program dan anggaran serta menetapkan jadwal;

b. Menyusun dan menetapkan tata kerja KPU, KPU Provinsi, KPU

Kabupaten/Kota, PPK, PPS, KPPS, PPLN, dan KPPSLN;

c. Menyusun dan menetapkan pedoman teknis untuk setiap tahapan Pemilu

setelah terlebih dahulu berkonsultasi dengan DPR dan Pemerintah;

d. Mengoordinasikan, menyelenggarakan, dan mengendalikan semua tahapan

Pemilu;

e. Menerima daftar pemilih dari KPU Provinsi;

f. Memutakhirkan data pemilih berdasarkan data kependudukan yang

disiapkan dan diserahkan oleh Pemerintah dengan memperhatikan data Pemilu dan/atau pemilihan gubernur, bupati, dan walikota terakhir dan menetapkannya sebagai daftar pemilih;

g. Menetapkan peserta Pemilu;

h. Menetapkan dan mengumumkan hasil rekapitulasi penghitungan suara

tingkat nasional

i. Berdasarkan hasil rekapitulasi penghitungan suara di KPU Provinsi untuk

Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan hasil rekapitulasi penghitungan suara di setiap KPU Provinsi untuk Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Daerah dengan membuat berita acara penghitungan suara dan sertifikat hasil penghitungan suara;

j. Membuat berita acara penghitungan suara dan sertifikat penghitungan

suara serta wajib menyerahkannya kepada saksi peserta Pemilu dan Bawaslu;

k. Menerbitkan keputusan KPU untuk mengesahkan hasil Pemilu dan

mengumumkannya;

l. Menetapkan dan mengumumkan perolehan jumlah kursi anggota Dewan

Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat DaerahKabupaten/Kota untuk setiap partai politik peserta Pemilu anggota Dewan Perwakilan Rakyat, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;

m. Mengumumkan calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan

(12)

n. Menetapkan standar serta kebutuhan pengadaan dan pendistribusian perlengkapan;

o. Menindaklanjuti dengan segera rekomendasi Bawaslu atas temuan dan

laporan adanya dugaan pelanggaran Pemilu;

p. Mengenakan sanksi administratif dan/atau menonaktifkan sementara

anggota KPU Provinsi, anggota PPLN, anggota KPPSLN, Sekretaris Jenderal KPU, dan pegawai Sekretariat Jenderal KPU yang terbukti melakukan tindakan yang mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaraan Pemilu yang sedang berlangsung berdasarkan rekomendasi Bawaslu dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan;

q. Melaksanakan sosialisasi penyelenggaraan Pemilu dan/atau yang berkaitan

dengan tugas dan wewenang KPU kepada masyarakat;

r. Menetapkan kantor akuntan publik untuk mengaudit dana kampanye dan

mengumumkan laporan sumbangan dana kampanye;

s. Melakukan evaluasi dan membuat laporan setiap tahapan penyelenggaraan

Pemilu; dan

t. Melaksanakan tugas dan wewenang lain sesuai ketentuan peraturan

perundang-undangan.

Salah satu tugas dan wewenang dari KPU seperti yang telah disebutkan di

atas, bahwa KPU harus segera menindaklanjuti rekomendasi Bawaslu atas temuan

dan laporan adanya dugaan pelanggaran Pemilu. Pelanggaran Pemilu yang

dimaksud dalam hal ini ialah pelanggaran administrasi Pemilu sesuai Pasal 254

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR,

DPD, dan DPRD. Menurut Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 13 Tahun

2014 tentang Perubahan Atas PKPU Nomor 25 Tahun 2013 tentang Penyelesaian

Pelanggaran Administrasi Pemilihan Umum100 bahwa KPU, KPU Provinsi/KIP

Aceh, KPU/KIP Kabupaten/Kota, PPK, PPS, PPLN, KPPS/KPPSLN, bahwa

penyelesaian sengketa administrasi Pemilu diawali dengan penyampaian laporan.

Laporan dugaan pelanggaran administrasi Pemilu disampaikan oleh pelapor

      

100 Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 13 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas

(13)

paling lama 7 (tujuh) hari sejak diketahui atau ditemukan adanya pelanggaran.101

Pelapor dalam hal ini ialah warga negara Indonesia yang mempunyai hak pilih,

pemantau Pemilu, atau peserta Pemilu.102 Sebagaimana perkara pelanggaran

Pemilu lainnya, maka laporan dugaan pelanggaran administrasi Pemilu dapat

dibedakan menjadi dua bentuk, yakni:

a. Laporan langsung

Laporan langsung dapat disampaikan secara lisan atau tertulis.

Laporan langsung yang disampaikan secara lisan adalah pelapor

melaporkan pelanggaran di kantor Pengawas Pemilu dengan

mengisi formulir B.1-DD, sedangkan laporan yang disampaikan

secara tertulis si pelapor datang ke Pengawas Pemilu dengan

membawa laporan tertulis berupa surat dan/atau tembusan surat

dan mengisi formulir yang ditentukan.103

b. Laporan tidak langsung

Laporan tidak langsung dilakukan dengan dua cara yaitu: (1)

Laporan lisan yang disampaikan pelapor kepada pengawas Pemilu

melalui telepon/hotline; dan (2) Laporan tertulis yang disampaikan

Pelapor kepada pengawas Pemilu dalam bentuk pesan singkat

      

101 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan

Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Pasal 249 ayat (4)

102 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan

Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Pasal 249 ayat (2)

103 Peraturan Bawaslu Nomor 14 Tahun 2012 tentang Tata Cara Pelaporan dan Penanganan

(14)

melalui telepon genggam, faksimili, surat elektronik, atau laporan

di situs/website.

Secara garis besar formulir penerimaan laporan pelanggaran model B.1-DD

berdasarkan Peraturan Bawaslu No. 14 Tahun 2012 memuat:

- Nomor penerimaan laporan pelanggaran;

- Wilayah hukum perkara;

- Identitas pelapor;

- Peristiwa yang dilaporkan;

- Saksi-saksi;

- Bukti-bukti;

- Uraian singkat kejadian;

- Hari dan tanggal penerimaan laporan;

- Tanda tangan penerima laporan dan pelapor;

Tahapan-tahapan penyelesaian sengketa adminstrasi Pemilu khusus

diselesaikan selanjutnya berdasarkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor

25 Tahun 2013 jo. PKPU Nomor 13 Tahun 2014 tentang Penyelesaian

Pelanggaran Administrasi Pemilihan Umum dan akan menghasilkan keputusan

penyelesaian dugaan pelanggaran administrasi Pemilu yang bersifat final dan

mengikat.

C. Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu)

Bawaslu berwenang mengawasi jalannya setiap tahapan pemilu agar tidak

(15)

hingga ke tingkat pemungutan suara. Desain pengawasan pemilu yang dilakukan

Bawaslu merupakan fungsi kontrol dalam mencegah pelanggaran Pemilu. Ranah

pengawasan yang dilakukan Bawaslu adalah semua tahapan penyelenggaraan

Pemilu yang dilakukan KPU dalam hal:

1. Pemutakhiran data pemilih;

2. Penetapan peserta pemilu;

3. Proses pencalonan;

4. Pelaksanaan kampanye dan pelaporan dana kampanye Pemilu;

5. Pengadaan dan pendistribusian logistik pemilu;

6. Pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara di TPS;

7. Rekapitulasi hasil penghitungan suara pada tingkat PPS, PPK, KPU

Kabupaten/Kota, KPU Provinsi, dan KPU;

8. Penetapan dan pengumuman hasil pemilu; dan

9. Penetapan calon terpilih.104

Adapun yang menjadi tujuan dilakukannya pengawasan Pemilu yaitu:

a. Memastikan terselenggaranya Pemilu secara langsung, umum,

bebas, rahasia, jujur, adil, dan berkualitas, serta dilaksanakannya peraturan perundang-undangan mengenai Pemilu secara menyeluruh;

b. Mewujudkan Pemilu yang demokratis; dan

c. Menegakkan integritas, kredibilitas penyelenggara, transparansi

penyelenggaraan dan akuntabilitas hasil Pemilu105 

Di samping itu juga Bawaslu berwenang melakukan penyelesaian sengketa

Pemilu. Berbeda dengan KPU yang sebelumnya dapat menyelesaikan sengketa       

104 Ramlan Surbakti dan Kris Nugroho, “Studi tentang Desain Kelembagaan Pemilu yang

Efektif,”http://www.kemitraan.or.id/sites/default/files/Studi%20tentang%20Desain%20Kelembaga

an%20Pemilu.pdf (29 November 2015)

105 Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum Nomor 11 Tahun 2014 tentang Pengawasan

(16)

administrasi Pemilu jika sudah mendapat rekomendasi dari Bawaslu atas temuan

laporan adanya pelanggaran administrasi Pemilu, maka Bawaslu dalam hal ini

tidak hanya mengkaji laporan temuan pelanggaran administrasi Pemilu tetapi juga

pelanggaran Pemilu lainnya. Berdasarkan Peraturan Bawaslu Nomor 15 Tahun

2012 tentang Tata Cara Penyelesaian Sengketa Pemilihan Umum Anggota DPR,

DPD, dan DPRD Pasal 6 ayat (2), Bawaslu mengkaji laporan pelanggaran Pemilu

yang terdiri dari:

a. Pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu;

b. Pelanggaran administrasi Pemilu;

c. Sengketa Pemilu; dan

d. Tindak pidana Pemilu;

Sesuai Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 Pasal 250 ayat (1),

masing-masing laporan pelanggaran Pemilu tersebut akan dilanjutkan ke instansi yang

lebih berwenang untuk kemudian ditindaklanjuti, yakni:

a. Pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu diteruskan oleh

Bawaslu kepada Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu;

b. Pelanggaran administrasi Pemilu diteruskan kepada KPU, KPU

Provinsi, atau KPU Kabupaten/Kota;

c. Sengketa Pemilu diselesaikan oleh Bawaslu; dan

d. Tindak pidana Pemilu diteruskan kepada Kepolisian Negara

Republik Indonesia;

Seperti yang telah dikemukakan di atas, bahwa Bawaslu juga memiliki

(17)

Sesuai Pasal 257 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 yang dapat disebut

sebagai Pelapor untuk mengajukan laporan sengketa Pemilu ialah:

- Partai politik calon peserta Pemilu

- Partai politik peserta Pemilu

- Calon anggota DPR, DPD, dan DPRD yang tercantum dalam

daftar calon sementara dan/atau daftar calon tetap.

Penyelesaian sengketa Pemilu untuk selanjutnya terdapat dalam Peraturan

Bawaslu Nomor 15 Tahun 2012 tentang Tata Cara Penyelesaian Sengketa

Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD.

D. Pengadilan Negeri

Pengadilan negeri menjadi tempat memeriksa, mengadili, dan memutus

perkara tindak pidana Pemilu.106 Dalam upaya penegakan hukum dalam perkara

tindak pidana Pemilu legislatif diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun

2012, maka dengan demikian sistem peradilan pidana yang tepat diterapkan

adalah sebagaimana diatur dalam undang-undang tersebut dan Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. Berdasarkan

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 dan Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 maka

komponen-komponen yang bekerja dalam system ini adalah kepolisian,

kejaksaan, pengadilan, lembaga permasyarakatan, dan advokat. Khusus untuk

permasalahan Pemilu ditambah dengan laporan Bawaslu.107

      

106 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan

Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Pasal 262 ayat (1)

(18)

Setiap tindak pidana Pemilu DPR, DPD, dan DPRD Provinsi dan DPRD

Kabupaten/Kota baik pelanggaran maupun kejahatan yang ditangani oleh

pengawas Pemilu dapat diketahui karena dua faktor, yaitu temuan atau laporan

adanya tindak pidana Pemilu. Yang dimaksud dengan temuan tindak pidana

Pemilu pada dasarnya merupakan tindak pidana Pemilu yang ditemukan sendiri

oleh pengawas Pemilu pada waktu menjalankan tugas, wewenang, dan

kewajibannya. Sedangkan laporan tindak pidana Pemilu merupakan tindak pidana

yang dilaporkan oleh WNI yang mempunyai hak pilih, peserta Pemilu maupun

pemantau Pemilu.108

Tenggang waktu penyelesaian tindak pidana Pemilu yang diatur dalam

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 lebih singkat dibandingkan penyelesaian

tindak pidana menurut KUHAP.109 Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012

hanya membutuhkan waktu paling lama 51 (lima puluh satu) hari untuk

menangani dan menyelesaikan tindak pidana Pemilu sampai pada putusan di

tingkat banding di Pengadilan Tinggi. Adapun tenggang waktu 51 (lima puluh

satu) hari secara garis besarnya meliputi:

1. Temuan/laporan tindak pidana Pemilu ke Pengawas Pemilu 7 hari

2. Penanganan di tingkat pengawas Pemilu 5 hari

3. Penanganan di tingkat penyidik Polri 14 hari

4. Penanganan di tingkat penuntut umum/kejaksaan 5 hari

5. Pemeriksaan dan putusan di Pengadilan Negeri 7 hari

       108 Roni Wiyanto, Loc. Cit., hal. 179.

109 Pasal 20 KUHAP. Dalam penjelasannya menyatakan bahwa waktu penanganan perkara

(19)

6. Permohonan banding melalui Pengadilan Negeri 3 hari

7. Pelimpahan berkas banding ke Pengadilan Tinggi 3 hari

8. Pemeriksaan dan putusan banding di Pengadilan Tinggi 7 hari

Jumlah 51 hari110

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 mengatur kualifikasi subjek hukum

yang dapat menjadi pelapor terkait adanya pelanggaran tindak pidana Pemilu.

Sesuai Pasal 249 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 yang dapat

menyampaikan laporan tindak pidana Pemilu yaitu WNI yang mempunyai hak

pilih, pemantau Pemilu, atau peserta Pemilu. Laporan yang disampaikan pun

paling sedikit harus memuat hal berikut:

1. Nama dan alamat pelapor;

2. Identitas terlapor;

3. Waktu dan tempat kejadian perkara;

4. Uraian kejadian;111

Adapun yang menjadi tahapan penyelesaian tindak pidana Pemilu dilakukan

sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012. Putusan yang dihasilkan

pada Pengadilan Negeri mengenai perkara tindak pidana Pemilu dapat diajukan

banding ke Pengadilan Tinggi sesuai dengan wilayah hukumnya. Banding

merupakan satu-satunya upaya hukum yang diperbolehkan oleh Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 2012 terhadap putusan Pengadilan Negeri.112

E. Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara

      

110 Roni Wiyanto, Loc. Cit., hal. 179-180.

111 Ibid., hal. 187.

112 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan

(20)

Dalam perkembangannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 hingga

sekarang telah mengalami dua kali perubahan. Pertama, Undang-Undang Nomor 9

Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986

tentang Peradilan Tata Usaha Negara.113 Kedua, Undang-Undang Nomor 51

Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986

tentang Peradilan Tata Usaha Negara.114 Menurut Pasal 47 Undang-Undang

Nomor 5 Tahun 1986 PTTUN sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman

berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa tata usaha negara

tingkat banding. Peraturan perundang-undangan tersebut juga berlaku untuk

penyelesaian sengketa Pemilu DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD

Kabupaten/Kota melalui mekanisme pengajuan gugatan ke PTTUN sebagai akibat

dikeluarkannya Keputusan KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota

tentang penetapan partai politik peserta Pemilu yang tidak lolos verifikasi dan

penetapan daftar yang dicoret dari daftar calon tetap anggota DPR, DPD, DPRD

Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota.115

Dalam penyelesaian sengketa tata usaha negara Pemilu, PTTUN harus

memperhatikan pengajuan gugatan mengenai sengketa tata usaha negara Pemilu

terkait dengan subjek hukum atau para pihak yang berkepentingan dalam

penyelesaian sengketa tata usaha negara Pemilu, sebagai berikut:

      

113 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 5

Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 35, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4380)

114 Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang

Nomor 5 Tahun 1986 tentnag Peradilan Tata Usaha Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 160, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5079)

115 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan

(21)

1. Tergugat dan Penggugat

Tergugat dan Penggugat merupakan para pihak yang mempunyai

kepentingan dalam sengketa di bidang tata usaha negara Pemilu. Yang dimaksud

dengan Tergugat adalah badan atau pejabat tata usaha negara yang mengeluarkan

keputusan berdasarkan wewenang yang ada padanya atau yang dilimpahkan

kepadanya yang digugat oleh orang atau badan hukum perdata, dalam hal ini ialah

KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota.Sedangkan Penggugat ialah

orang atau badan hukum perdata yang dirugikan oleh keluarnya suatu Keputusan

Tata Usaha Negara, dalam hal ini ialah calon anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi

dan DPRD Kabupaten/Kota, atau partai politik peserta Pemilu.

2. Pihak intervensi

Selain tergugat dan penggugat masih terdapat pihak lain yang dapat ikut

serta atau penggabungan dalam proses persidangan baik bertindak sendiri secara

aktif maupun mewakilkan kepada seorang kuasa dalam hal ini dengan bantuan

jasa advokat. Terdapat tiga jenis penggabungan pihak ketiga ke dalam proses

persidangan yang sedang berjalan. Pertama, voeging

PTTUN akan melakukan pemeriksaan dan memberikan putusan gugatan

tersebut paling lama 21 hari sejak gugatan dinyatakan lengkap.116 Putusan

PTTUN bersifat mengikat dan KPU wajib mengeksekusi putusan tersebut paling

lama 7 (tujuh) hari.117 Adapun yang menjadi tahapan penyelesaian sengketa tata

      

116 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan

Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Pasal 269 ayat (6)

117 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan

(22)

usaha negara Pemilu selanjutnya diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun

2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan

Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Apabila keputusan

dari PTTUN terdapat pihak yang berkepentingan merasa tidak puas dapat

mengajukan upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung terhadap keputusan

(23)

BAB IV

PENYELESAIAN SENGKETA ADMINISTRASI

PEMILIHAN UMUM

Sebagai suatu negara demokrasi yang berdasarkan hukum dan sebagai

negara hukum yang demokratis, tentunya Pemilu yang demokratis juga harus

menyediakan mekanisme hukum untuk menyelesaikan kemungkinan adanya

pelanggaran-pelanggaran Pemilu dan perselisihan mengenai hasil Pemilu agar

Pemilu tetap legitimate. Pendapat tersebut menunjukkan bahwa proses Pemilu

sebagai sebuah proses politik bukan berarti tanpa permasalahan. Pelanggaran

mungkin saja akan terjadi baik disengaja maupun tidak disengaja. Oleh karena itu

perlu mekanisme hukum dalam pelaksanaan Pemilu untuk menyelesaikan

pelanggaran Pemilu. Mekanisme hukum diperlukan untuk mengoreksi apabila

terjadi pelanggaran dan memberikan sanksi pada pelaku pelanggaran sehingga

proses Pemilu dilaksanakan secara demokratis.118

Demikian juga halnya dengan pelanggaran administrasi Pemilu dapat terjadi

dalam setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu dalam hal ini khusus menyoroti

pelanggaran administrasi Pemilu DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD

Kabupaten/Kota. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan

Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah mengatur tentang penyelesaian

(24)

pelanggaran Pemilu, demikian juga halnya dengan penyelesaian pelanggaran

administrasi Pemilu.

C. Tata Cara Penyelesaian Sengketa Admistrasi Pemilihan Umum

menurut Undang-Undang No. 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum

Anggota DPR, DPD, dan DPRD

Untuk memahami bagaimana prosedur dan tata cara penyelesaian sengketa

administrasi Pemilu sesuai Undang-Undang No. 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan

Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD, tahapan-tahapan yang harus dilalui

adalah sebagai berikut:

1. Menerima laporan

Laporan dugaan pelanggaran administrasi Pemilu disampaikan oleh pelapor

paling lama 7 (tujuh) hari sejak diketahui atau ditemukan adanya pelanggaran.119

Pelapor dalam hal ini ialah warga negara Indonesia yang mempunyai hak pilih,

pemantau Pemilu, atau peserta Pemilu.120 Sebagaimana perkara pelanggaran

Pemilu lainnya, maka laporan dugaan pelanggaran administrasi Pemilu dapat

dibedakan menjadi dua bentuk, yakni:

      

119 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan

Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Pasal 249 ayat (4)

120 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan

(25)

a. Laporan langsung

Laporan langsung dapat disampaikan secara lisan atau tertulis.

Laporan langsung yang disampaikan secara lisan adalah pelapor

melaporkan pelanggaran di kantor Pengawas Pemilu dengan mengisi

formulir B.1-DD, sedangkan laporan yang disampaikan secara

tertulis si pelapor datang ke Pengawas Pemilu dengan membawa

laporan tertulis berupa surat dan/atau tembusan surat dan mengisi

formulir yang ditentukan.121

b. Laporan tidak langsung

Laporan tidak langsung dilakukan dengan dua cara yaitu: (1)

Laporan lisan yang disampaikan pelapor kepada pengawas Pemilu

melalui telepon/hotline; dan (2) Laporan tertulis yang disampaikan

Pelapor kepada pengawas Pemilu dalam bentuk pesan singkat

melalui telepon genggam, faksimili, surat elektronik, atau laporan di

situs/website.

Secara garis besar formulir penerimaan laporan pelanggaran model B.1-DD

berdasarkan Peraturan Bawaslu No. 14 Tahun 2012 memuat:

- Nomor penerimaan laporan pelanggaran;

- Wilayah hukum perkara;

- Identitas pelapor;

- Peristiwa yang dilaporkan;

- Saksi-saksi;

      

121 Peraturan Bawaslu Nomor 14 Tahun 2012 tentang Tata Cara Pelaporan dan Penanganan

(26)

- Bukti-bukti;

- Uraian singkat kejadian;

- Hari dan tanggal penerimaan laporan;

- Tanda tangan penerima laporan dan pelapor;

2. Meneliti materi laporan/temuan

Pengawas Pemilu setelah menerima laporan dugaan pelanggaran

administrasi Pemilu harus segera melakukan kajian dengan mencari bukti-bukti

pendukung untuk menemukan kebenaran laporan dan wajib menindaklanjuti

apabila laporan yang diterimanya ternyata terbukti kebenarannya. Tindakan

pengawas Pemilu dalam melakukan kajian dan mencari alat-alat bukti serta

bukti-bukti pendukung lainnya paling lama 3 (tiga) hari sejak diterimanya laporan.

Akan tetapi jika masih memerlukan keterangan tambahan dari pelapor,

maka pengawas Pemilu diberikan waktu tambahan untuk menindaklanjuti laporan

pelanggaran Pemilu yaitu paling lama 2 (dua) hari atau paling lama 5 (lima) hari

setelah laporan diterima.122 Pengawas Pemilu juga melakukan penelitian berkas

laporan mengenai syarat formil dan materil yang harus dipenuhi. Sesuai dengan

ketentuan Pasal 10 Peraturan Bawaslu No.8 Tahun 2012 maka syarat yang harus

dipenuhi suatu laporan yakni:

a. Syarat formil, meliputi:

1) Pihak yang berhak melaporkan;

2) Waktu pelaporan tidak melebihi ketentuan batas waktu; dan

      

122 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan

(27)

3) Keabsahan laporan dugaan pelanggaran yang meliputi: (1)

Kesesuaian tanda tangan dalam formulir laporan dugaan

pelanggaran dengan kartu identitas, dan (2) tanggal dan

waktu.

b. Syarat materil, yang meliputi:

1) Identitas pelapor;

2) Nama dan alamat terlapor;

3) Peristiwa dan uraian kejadian;

4) Waktu dan tempat peristiwa terjadi;

5) Saksi-saksi yang mengetahui peristiwa tersebut; dan

6) Barang bukti yang mungkin diperoleh atau diketahui.

Jika laporan dugaan pelanggaran tersebut belum memenuhi syarat formil

dan materil, maka petugas penerima laporan melakukan konfirmasi ulang kepada

pelapor untuk segera melengkapi persyaratan dengan mempertimbangkan batas

waktu pelaporan, yaitu paling lambat 7 (tujuh) hari sejak terjadinya pelanggaran.

Apabila ditemukan laporan yang dugaan pelanggaran yang tidak memenuhi syarat

formil, maka laporan tersebut menjadi informasi awal adanya dugaan pelanggaran

yang ditindaklanjuti sebagai temuan. Tetapi jika laporan telah sesuai persyaratan

maka akan diteruskan ke bagian atau petugas yang menangani dan mengkaji

laporan pelanggaran.123

      

123 Peraturan Bawaslu Nomor 14 Tahun 2012 tentang Tata Cara Pelaporan dan Penanganan

(28)

3. Melakukan kajian dan mengambil keputusan

Kajian terhadap laporan dugaan pelanggaran administrasi Pemilu dilakukan

setelah syarat formil dan materil terpenuhi. Jika terdapat pelanggaran administrasi

Pemilu setelah dilakukannya klarifikasi, maka pengawas Pemilu harus

memperhatikan tempus et locus delicti. Maksudnya ialah pengawas Pemilu

melakukan penanganan temuan atau laporan dugaan pelanggaran sesuai dengan

kewenangannya berdasarkan pada tempat terjadinya pelanggaran yang dilaporkan.

Tetapi dalam kondisi tertentu Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan/atau Panwaslu

Kabupaten/Kota dapat mengambil alih penanganan pelanggaran yang menjadi

temuan/laporan kepada pengawas Pemilu pada tingkatan di bawahnya.124

Hasil kajian terhadap berkas dugaan pelanggaran administrasi Pemilu

dikualifikasikan sebagai:

1) Laporan/temuan dugaan pelanggaran administrasi Pemilu terbukti

kebenarannya atau hasil kajian berupa pelanggaran administrasi

Pemilu; atau

2) Laporan/temuan dugaan pelanggaran administrasi Pemilu tidak

terbukti kebenarannya atau hasil kajian bukan pelanggaran

administrasi Pemilu.125

Hasil kajian ini akan ditindaklanjuti paling lama 3 (tiga) hari oleh pengawas

Pemilu untuk diteruskan kepada KPU, KPU Provinsi, atau KPU Kabupaten/Kota.

Jika Pengawas Pemilu masih memerlukan keterangan tambahan dari pelapor

       124 Roni Wiyanto, Loc. Cit., hal. 96-97.

125 Peraturan Bawaslu Nomor 14 Tahun 2012 tentang Tata Cara Pelaporan dan Penanganan

(29)

mengenai tindak lanjut dilakukan paling lama 5 (lima) hari setelah laporan

diterima.126

4. Penyelesaian pelanggaran administrasi Pemilu

Setelah tahapan-tahapan di atas telah dilakukan, maka tindak lanjut atas

dugaan pelanggaran administrasi Pemilu yang terbukti kebenarannya secara garis

besar dilakukan sebagai berikut:

a. Membuat rekomendasi atas hasil kajian terkait dugaan pelanggaran

administrasi Pemilu;

b. Menyerahkan dokumen yang berupa rekomendasi atas hasil kajian

dan berkas kajian dugaan pelanggaran administrasi Pemilu kepada

KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, atau PPS sesuai

tingkatannya;

c. Penyerahan dokumen tindak lanjut pelanggaran administrasi Pemilu

kepada KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, atau PPS

paling lama 5 (lima) hari sejak menerima laporan/temuan dugaan

pelanggaran administrasi Pemilu.127

Selanjutnya KPU, KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota setelah

menerima rekomendasi atas hasil kajian terkait pelanggaran administrasi Pemilu,

sebagai berikut:

      

126 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan

Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Pasal 249 (5)

(30)

a. Wajib menindaklanjuti dan menyelesaikan pelanggaran administrasi

Pemilu berdasarkan rekomendasi yang diberikan oleh Bawaslu,

Bawaslu Provinsi, dan Panwaslu Kabupaten/Kota sesuai tingkatan;

b. Batas waktu bagi KPU, KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota

dalam menindaklanjuti rekomendasi yang diberikan oleh Bawaslu,

Bawaslu Provinsi, dan Panwaslu Kabupaten/Kota sesuai tingkatan

dilakukan dengan memeriksa dan memberikan putusan paling lama

7 (tujuh) hari sejak diterimanya rekomendasi;

c. Tata cara penyelesaian penyelesaian pelanggaran administrasi

Pemilu dilakukan dengan tahapan:

1) Mencermati kembali data atau dokumen sebagaimana

rekomendasi Bawaslu sesuai dengan tingkatannya; dan

2) Menggali, mencari, dan menerima masukan dari berbagai

pihak untuk kelengkapan dan kejelasan pemahaman

laporan pelanggaran administrasi Pemilu; 128

3) KPU, KPU Provinsi/KIP Aceh, KPU/KIP

Kabupaten/Kota, PPK, PPS, PPLN, KPPS/KPPSLN

membuat keputusan dalam rapat pleno;

4) Hasil dari rapat pleno tersebut akan menghasilkan

keputusan berupa pernyataan:

a. Dugaan pelanggaran administrasi Pemilu tidak

terbukti; atau       

128 Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 13 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas

(31)

b. Dugaan pelanggaran administrasi Pemilu terbukti,

disertai rekomendasi sanksi yang akan diberikan;

Keputusan tersebut akan diumumkan kepada publik dan KPU

Provinsi/KIP Aceh KPU/KIP Kabupaten/Kota, PPK, PPS, PPLN, KPPS/KPPSLN

melaporkan penyelesaian dugaan Pelanggaran Administrasi Pemilu kepada KPU 1

(satu) tingkat di atasnya paling lama 3 (tiga) hari sejak ditetapkan Keputusan.

Adapun jenis sanksi yang dapat diberikan terdiri atas:

a. Perintah penyempurnaan prosedur;

b. Perintah perbaikan terhadap Keputusan atau hasil dari proses;

c. Teguran lisan;

d. Peringatan tertulis;

e. Diberhentikan/tidak dilibatkan dalam kegiatan tahapan; atau

f. Pemberhentian sementara.129

Keputusan penyelesaian dugaan pelanggaran administrasi Pemilu bersifat

final dan mengikat. Untuk lebih memahami penyelesaian sengketa administrasi

Pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD selanjutnya dijelaskan lebih singkat dalam

mekanisme di bawah ini:

      

129 Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 13 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas

(32)

Skema 1

Prosedur Penyelesaian Sengketa Administrasi Pemilu

Anggota DPR, DPD, dan DPRD

7 Hari:

Sejak diketahui atau ditemukan pelanggaran

3+2 (5) hari: a. Klarifikasi b. Mencari bukti c. Mengkaji kebenaran d. Tindak lanjut

PELAPOR

WNI yang mempunyai hak pilih, pemantau Pemilu, atau peserta Pemilu

PENGAWAS PEMILU

KPU, KPU Provinsi,

(33)

D. Aplikasi Penyelesaian Sengketa Administrasi Pemilihan Umum

menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 (Menurut Keputusan

KPU Nomor: 05/Kpts/KPU/Tahun 2013 tentang Penetapan Partai

Politik Peserta Pemilihan Umum Tahun 2014)

Untuk memperjelas dan memperkuat serta mendukung penulisan hukum ini,

maka penulis menyajikan kasus sengketa administrasi Pemilu terkait penetapan

partai politik peserta Pemilu oleh KPU, yaitu Keputusan Nomor

05/Kpts/KPU/Tahun 2013 terkait penetapan Partai Keadilan Persatuan Indonesia

(PKPI) tidak memenuhi syarat sebagai peserta Pemilu 2014. Maka untuk lebih

jelasnya penulis sajikan kasus sengketa administrasi Pemilu sebagai berikut:

1. Kasus Sengketa Administrasi Pemilu Legislatif

Keputusan Komisi Pemilihan Umum Nomor 05/Kpts/KPU/Tahun 2013

tentang Penetapan Partai Politik Peserta Pemilihan Umum Tahun 2014,

menetapkan bahwa:

a) Sepuluh partai politik dinyatakan memenuhi syarat sebagai peserta

pemilihan umum tahun 2014 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8

ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012, yang terdiri dari:

1) Partai Amanat Nasional (PAN)

2) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP)

3) Partai Demokrat

(34)

5) Partai Golongan Karya (Golkar)

6) Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura)

7) Partai Keadilan Sejahtera (PKS)

8) Partai Kebangkitan Bangsa (PKB)

9) Partai Nasional Demokrat (Nasdem)

10)Partai Persatuan Pembangunan (PPP)

b) Dua puluh empat partai politik dinyatakan tidak memenuhi syarat

sebagai peserta pemilihan umum tahun 2014 sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 8 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012, yang

terdiri dari:

1) Partai Bulan Bintang (PBB)

2) Partai Demokrasi Pembaruan (PDP)

3) Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI)

4) Partai Kedaulatan Bangsa Indonesia Baru (PKBIB)

5) Partai Peduli Rakyat Nasional (PPRN)

6) Partai Persatuan Nasional (PPN)

7) Partai Bhinneka Indonesia (PBI)

8) Partai Buruh

9) Partai Damai Sejahtera (PDS)

10)Partai Demokrasi Kebangsaan (PDK)

11)Partai Karya Peduli Bangsa (PKPB)

12)Partai Karya Republik (PKR)

(35)

14)Partai Kedaulatan

15)Partai Kesatuan Demokrasi Indonesia (PKDI)

16)Partai Kongres

17)Partai Nasional Benteng Kerakyatan Indonesia (PNBKI)

18)Partai Nasional Indonesia Marhaenisme (PNI Marhaenisme)

19)Partai Penegak Demokrasi Indonesia (PPDI)

20)Partai Pengusaha Dan Pekerja Indonesia (PPPI)

21)Partai Nasional Republik

22)Partai Republik

23)Partai Republika Nusantara (RepublikaN)

24)Partai Serikat Rakyat Independen (SRI)

2. Pembahasan

Merunut kepada Keputusan Nomor 05/Kpts/KPU/Tahun 2013 terkait

penetapan Partai Keadilan Persatuan Indonesia (PKPI) yang tidak memenuhi

syarat sebagai peserta Pemilu 2014, jika dikaitkan dengan Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 2012 akan dapat dilihat apakah Partai Keadilan Persatuan

Indonesia (PKPI) telah melakukan pelanggaran administrasi Pemilu dan KPU

telah melakukan proses yang tepat sesuai dengan ketentuan yang ada dalam

menetapkan Partai Keadilan Persatuan Indonesia (PKPI) tidak memenuhi

(36)

a. Proses pendaftaran peserta Pemilu

Sesuai dengan ketentuan Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun

2012 bahwa partai politik yang memenuhi ambang batas perolehan suara

dari jumlah suara sah secara nasional ditetapkan sebagai partai politik

peserta Pemilu pada Pemilu berikutnya. Menurut Pasal 208 Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 2012 menyatakan bahwa partai politik yang memenuhi

ambang batas perolehan suara sekurang-kurangnya 3,5% (tiga koma lima

persen) dari jumlah suara sah secara nasional untuk diikutkan dalam

penentuan perolehan kursi anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD

Kabupaten/Kota.

Tetapi bukan berarti partai politik tersebut secara serta merta ditetapkan oleh

KPU menjadi peserta Pemilu berikutnya, tetapi partai politik yang

bersangkutan terlebih dahulu harus mendaftarkan kepada KPU dengan

melampirkan dokumen-dokumen persyaratan yang telah ditetapkan dalam

Pasal 15 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012. Berdasarkan hasil Pemilu

legislatif tahun 2009, bahwa partai politik yang memenuhi ambang batas

perolehan suara secara nasional ialah:

1) Partai Amanat Nasional (PAN) 6,01%

2) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) 14,03%

3) Partai Demokrat 20,85%

4) Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) 4,46%

5) Partai Golongan Karya (Golkar) 14,45%

(37)

7) Partai Keadilan Sejahtera (PKS) 7,88%

8) Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) 4,94%

9) Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 5,32%

Maka berdasarkan hasil tersebut, Partai Keadilan Persatuan Indonesia

(PKPI) tidak termasuk di dalam partai politik yang memenuhi batas ambang

suara secara nasional. Oleh karena itu, proses pendaftaran Partai Keadilan

Persatuan Indonesia (PKPI) ini harus sesuai dengan ketentuan Pasal 8 ayat

(2) jo. Pasal 15 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012. Setelah dilakukan

pengumpulan dokumen persyaratan untuk pendaftaran peserta Pemilu,

bahwa pengawas Pemilu menyatakan Partai Keadilan Persatuan Indonesia

(PKPI) tidak memenuhi syarat untuk menjadi peserta Pemilu legislatif 2014.

Sesuai dengan prosedur penyelesaian pelanggaran administrasi Pemilu maka

pengawas Pemilu yang menemukan adanya pelanggaran administrasi

Pemilu meneruskan rekomendasi kepada KPU untuk kemudian

ditindaklanjuti.

b. Penyelesaian pelanggaran administrasi Pemilu

Setelah pengawas Pemilu telah melakukan kajian dan mengambil keputusan

bahwa telah ditemukan adanya pelanggaran administrasi Pemilu maka hal

ini harus ditindaklanjuti paling lama 3 (tiga) hari untuk diteruskan kepada

KPU, KPU Provinsi, atau KPU Kabupaten/Kota sesuai dengan Pasal 249

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012. Selanjutnya KPU, KPU Provinsi,

(38)

1) Mencermati kembali data atau dokumen sebagaimana

rekomendasi dari Bawaslu dan selanjutnya menggali,

mencari, dan menerima masukan dari berbagai pihak untuk

kelengkapan dan kejelasan pemahaman laporan pelanggaran

administrasi Pemilu sesuai dengan ketentuan Pasal 18

Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 25 Tahun 2013

tentang Penyelesaian Pelanggaran Administrasi Pemilihan

Umum. Dalam hal ini ialah melakukan penelitian

administrasi dan penetapan keabsahan mengenai

dokumen-dokumen yang diajukan Partai Keadilan Persatuan Indonesia

(PKPI) untuk menjadi peserta Pemilu legislatif tahun 2014.130

Dari hasil verfikasi aktual oleh KPU, maka hasil penelitian

masing-masing syarat sesuai Pasal 8 ayat (2) Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 2012 akan dicermati sebagai berikut:

a) Berstatus badan hukum sesuai dengan Undang-Undang

tentang Partai Politik;

Partai Keadilan Dan Persatuan Indonesia (PKPI) sebuah

Partai Politik yang telah berbadan hukum berdasarkan

Keputusan Menteri Kehakiman dan HAM RI No

M.H.H.12 AH Tahun 2010 tanggal 27 September 2010.

      

130 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan

(39)

b) Memiliki kepengurusan di seluruh provinsi;

Untuk tingkat provinsi, PKPI tidak memenuhi syarat di

satu provinsi, yaitu Sumatera Barat. Dengan demikian,

PKPI tidak dapat memenuhi persyaratan di 100 persen

seluruh provinsi.

c) Memiliki kepengurusan di 75% (tujuh puluh lima persen)

jumlah kabupaten/kota di provinsi yang bersangkutan dan

dan menyertakan sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh

persen) keterwakilan perempuan pada kepengurusan partai

politik tingkat pusat, dapat dilihat dalam tabel berikut:

No. Wilayah Kepenguru san Keterwakil an Perempuan, dan Kepemilika n Kantor Kepengurusan, Keterwakilan Perempuan,

Kepemilikan Kantor, dan Keanggotaan Partai Politik

tingkat Kabupaten/Kota Kesim - pulan Jumla h Kab/ Kota Syarat minimal 75% Kab/Kot a Jumla h meme nuhi syarat

PUSAT Memenuhi

syarat

Tidak meme

nuhi syarat 1. Aceh Memenuhi

syarat

23 17 21

2. Sumatera Utara

Memenuhi syarat

33 25 27

3. Sumatera Barat

Tidak Memenuhi syarat

19 14 11

4. Riau Memenuhi syarat

12 9 9

5. Jambi Memenuhi syarat

11 8 10

6. Sumatera Selatan

Memenuhi syarat

15 11 12

7. Bengkulu Memenuhi syarat

(40)

8. Lampung Memenuhi syarat

14 11 12

9. Kep. Bangka Belitung

Memenuhi syarat

7 5 7

10. Kepulaua n Riau

Memenuhi syarat

7 5 6

11. DKI Jakarta

Memenuhi syarat

6 5 6

12. Jawa Barat

Memenuhi syarat

26 20 20

13. Jawa Tengah

Tidak Memenuhi syarat

35 26 22

14. D. I. Yogyakar ta

Tidak Memenuhi syarat

5 4 3

15. Jawa Timur

Tidak Memenuhi syarat

38 29 27

16. Banten Memenuhi syarat

8 6 7

17. Bali Memenuhi syarat

9 7 7

18. Nusa Tenggara Barat

Memenuhi syarat

10 8 9

19. Nusa Tenggara Timur

Memenuhi syarat

21 16 18

20. Kalimant an Barat

Memenuhi syarat

14 11 12

21. Kalimant an Tengah

Memenuhi syarat

14 11 12

22. Kalimant an Selatan

Memenuhi syarat

13 10 12

23. Kalimant an Timur

Tidak Memenuhi syarat

14 11 10

24. Sulawesi Utara

Memenuhi syarat

15 11 13

25. Sulawesi Tengah

Memenuhi syarat

11 8 10

26. Sulawesi Selatan

Memenuhi syarat

24 18 21

27. Sulawesi Tenggara

Memenuhi syarat

12 9 10

28. Gorontalo Tidak Memenuhi

(41)

Berdasarkan rekapitulasi hasil verifikasi faktual oleh KPU,

Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) tidak

memenuhi persyaratan 75% Kabupaten/Kota pada Tingkat

Provinsi, pada 6 (enam) Provinsi yaitu Provinsi Sumatera

Barat, Provinsi Jawa Tengah, Provinsi DI Yogyakarta,

Jawa Timur, Kalimantan Timur dan Gorontalo.

d) Memiliki kepengurusan di 50% (lima puluh persen)

jumlah kecamatan di kabupaten/kota yang bersangkutan;

e) Memiliki anggota sekurang-kurangnya 1.000 (seribu)

orang atau 1/1.000 (satu perseribu) dari jumlah Penduduk

pada kepengurusan partai politik

- Sumatera Barat : tidak memenuhi syarat di 3

Kabupaten/Kota

- Jawa Tengah : tidak memenuhi

syarat di 4 Kabupaten/Kota syarat

29. Sulawesi Barat

Memenuhi syarat

5 4 5

30. Maluku Memenuhi syarat

11 8 8

31. Maluku Utara

Memenuhi syarat

9 7 7

32. Papua Memenuhi syarat

29 22 22

33. Papua Barat

Memenuhi syarat

(42)

- D. I. Yogyakarta : tidak memenuhi syarat di 1

Kabupaten/Kota

- Jawa Timur : tidak memenuhi syarat di 2

Kabupaten/Kota

- Kalimantan Timur : tidak memenuhi syarat di 1

Kabupaten/Kota

- Gorontalo : tidak memenuhi syarat di 1

Kabupaten/Kota

f) Mempunyai kantor tetap untuk kepengurusan pada

tingkatan pusat, provinsi, dan kabupaten/kota sampai

tahapan terakhir Pemilu;

Berdasarkan verifikasi aktual KPU untuk tingkat provinsi,

Partai Keadilan Persatuan Indonesia (PKPI) tidak

memenuhi syarat di satu provinsi, yaitu Sumatera Barat.

g) Mengajukan nama, lambang, dan tanda gambar partai

politik kepada KPU; dan

Persyaratan mengenai nama, lambang, dan tanda gambar

partai telah dipenuhi oleh Partai Keadilan Persatuan

Indonesia (PKPI) kepada KPU.

h) Menyerahkan nomor rekening dana Kampanye Pemilu

atas nama partai politik kepada KPU.

Bahwa Partai Keadilan Persatuan Indonesia (PKPI) telah

(43)

dibuka di Bank BRI Cut Meutia yang merupakan bank

pemerintah dengan status Bank Umum dengan Nomor

Rekening 0230-01-002731-30-7.131

5) KPU, KPU Provinsi/KIP Aceh, KPU/KIP

Kabupaten/Kota, PPK, PPS, PPLN, KPPS/KPPSLN

membuat keputusan dalam rapat pleno dan hasil dari rapat

pleno tersebut akan menghasilkan keputusan berupa

pernyataan adanya pelanggaran administrasi atau tidak

serta menjatuhkan sanksi yang sesuai dengan pelanggaran

tersebut sesuai dengan Peraturan Komisi Pemilihan Umum

Nomor 13 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Peraturan

Komisi Pemilihan Umum Nomor 25 Tahun 2013 tentang

Penyelesaian Pelanggaran Administrasi Pemilihan Umum

Pasal 22

Maka berdasarkan Keputusan KPU Nomor:

05/Kpts/KPU/Tahun 2014 tentang Penetapan Partai Politik

Peserta Pemilihan Umum Tahun 2014, bahwa KPU telah

melakukan rapat pleno yang tertuang dalam Berita Acara

Komisi Pemilihan Umum Nomor: 05/BA/I/2013 tanggal 8

Januari 2013 tentang Rekapitulasi Hasil Verifikasi Faktual

Kepengurusan Partai Politik Tingkat Pusat, Tingkat       

131 “Laporan Akuntan Independen atas Penerapan Prosedur,”

http://kpu.go.id/koleksigambar/15._PKPI_%28OK%29_.pdf (11 Februari 2016)

(44)

Provinsi, dan Tingkat Kabupaten/Kota serta Keanggotaan

Partai Politik dan Berita Acara Komisi Pemilihan Umum

Nomor: 08/BA/I/2013 tanggal 8 Januari 2013 tentang

Penetapan Partai Politik Peserta Pemilihan Umum Tahun

2014.

Dari hasil rapat pleno KPU tersebut dihasilkan suatu

keputusan serta sanksi bagi Partai Keadilan Persatuan

Indonesia (PKPI) yakni, diberhentikan/tidak dilibatkan

dalam kegiatan tahapan dalam hal ini ialah tidak

diikutsertakan menjadi partai politik peserta Pemilu

legislatif tahun 2014 disebabkan karena tidak memenuhi

syarat administrasi partai politik tersebut sesuai dengan

Pasal 8 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012.

Keputusan yang dihasilkan oleh KPU ini bersifat final dan

mengikat. Namun ternyata keputusan KPU segera diprotes

oleh Partai Keadilan Persatuan Indonesia (PKPI) dengan

mengajukan permohonan kepada Bawaslu untuk segera

ditindaklanjuti dan hasil keputusannya ialah bahwa Partai

Keadilan Persatuan Indonesia (PKPI) memenuhi syarat

dan dapat menjadi peserta Pemilu.132 Kemudian karena

KPU tidak mengeksekusi hasil keputusan Bawaslu, Partai

Keadilan Persatuan Indonesia (PKPI) mengajukan hal ini

      

(45)

untuk kemudian ditindaklanjuti oleh Pengadilan Tinggi

Tata Usaha Negara dan menghasilkan keputusan yang

sama dengan Bawaslu sebelumnya.133

Berdasarkan proses penyelesaian sengketa administrasi Pemilu oleh KPU

diatas, KPU telah melaksanakan tahapan-tahapan penyelesaian sengketa

administrasi Pemilu sesuai dengan apa yang telah diatur dalam Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 2012 tentangPemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan

Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Dimulai dari mencermati kembali dokumen terhadap adanya temuan atas

pelanggaran administrasi Pemilu yang dilakukan oleh Partai Keadilan Persatuan

Indonesia (PKPI) terhadap pemenuhan persyaratan partai politik sebagai peserta

Pemilu legislatif tahun 2014, kemudian menggali, mencari, dan menerima

masukan dari berbagai pihak untuk kelengkapan dan kejelasan pemahaman

laporan pelanggaran administrasi Pemilu sehingga dapat menghasilkan data-data

penemuan bahwa Partai Keadilan Persatuan Indonesia (PKPI) tidak memenuhi

beberapa persyaratan, yakni:

a) Tidak memiliki kepengurusan di seluruh provinsi;

b) Tidak memiliki kepengurusan di 75% (tujuh puluh lima persen)

jumlah kabupaten/kota di provinsi yang bersangkutan dan dan

menyertakan sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh persen)

      

(46)

keterwakilan perempuan pada kepengurusan partai politik tingkat

pusat;

c) Tidak memiliki anggota sekurang-kurangnya 1.000 (seribu) orang

atau 1/1.000 (satu perseribu) dari jumlah Penduduk pada

kepengurusan partai politik;

d) Tidak mempunyai kantor tetap untuk kepengurusan pada salah satu

di tingkatan provinsi;

Sesuai dengan ketentuan Pasal 253 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012

tentangPemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan

Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, jika terdapat pelanggaran yang

meliputi tata cara, prosedur, dan mekanisme yang berkaitan dengan administrasi

pelaksanaan Pemilu dalam setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu maka yang

melanggar ketentuan seperti yang disebutkan sebelumnya akan dapat dikatakan

telah melakukan pelanggaran administrasi Pemilu dalam hal ini Partai Keadilan

Persatuan Indonesia (PKPI) telah melakukan pelanggaran pada prosedur

pendaftaran peserta Pemilu yang terdapat dalam Pasal 8 Undang-Undang Nomor

8 Tahun 2012.

Selanjutnya tahapan yang dilakukan oleh KPU ialah memberikan keputusan

terhadap pelanggaran administrasi Pemilu melalui rapat pleno. Berdasarkan rapat

pleno maka KPU memberikan keputusan yaitu berupa diberhentikan/tidak

dilibatkan dalam kegiatan tahapan sehingga tidak dapat lolos verifikasi penetapan

partai politik peserta Pemilu. Namun keputusan KPU mengenai sengketa

(47)

Partai Keadilan Persatuan Indonesia (PKPI) kepada Bawaslu dan PTTUN terkait

keputusan KPU tersebut. Pasal 26 PKPU Nomor 25 Tahun 2013 tentang

Penyelesaian Pelanggaran Administrasi Pemilihan Umum menyatakan bahwa

“Keputusan penyelesaian dugaan Pelanggaran Administrasi Pemilu bersifat final

dan mengikat”, tidak serta merta menjadikan Keputusan KPU tersebut sesuai

dengan pembahasan kasus pelanggaran administrasi Pemilu oleh Partai Keadilan

Persatuan Indonesia (PKPI) menjadi final dan mengikat. Terdapat pertentangan

antara ketentuan mengenai keputusan KPU tersebut dengan pendapat Arifin

Zainal Mochtar yang menyatakan bahwa “Keputusan KPU termasuk dalam rezim

putusan TUN (Tata Usaha Negara). Sehingga terhadap putusan KPU bukan final

dan mengikat”.134 Hal ini akan berakibat pada eksekusi keputusan KPU yang tidak

dapat dilaksanakan secara langsung oleh yang bersangkutan dengan keputusan

yang dimaksud.

      

134 “Tidak Semua Putusan Panwas Final dan Mengikat,”

(48)

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian atas permasalahan yang telah diuraikan pada bab-bab

terdahulu maka dapat ditarik kesimpulan, yaitu :

I. Indonesia adalah salah satu negara yang menganut paham demokrasi dan hal

tersebut secara jelas dan nyata tertulis dalam konstitusi dalam UUD NRI

Tahun 1945 Pasal 1 ayat (2) yang menyatakan bahwa “Kedaulatan berada

di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”. Kedaulatan rakyat berarti rakyatlah yang mempunyai kekuasaan yang

tertinggi, rakyatlah yang menentukan corak dan cara pemerintahan, dan

rakyatlah yang menentukan tujuan apa yang hendak dicapai. Pemilu

memang dianggap sebagai lambang sekaligus tolok ukur utama dan pertama

dari demokrasi tersebut. Secara teoritis Pemilihan Umum dianggap

merupakan tahap paling awal dari berbagai rangkaian kehidupan

ketatanegaraan yang demokratis, sehingga Pemilu merupakan motor

penggerak mekanisme sistem politik demokrasi.

II. Sebagai sarana pelaksanaan asas kedaulatan rakyat berdasarkan Pancasila,

Pemilu bertujuan antara lain:

1) Memungkinan terjadinya peralihan pemerintahan secara aman dan

terti;.

(49)

3) Dalam rangka melakukan hak-hak asasi warga negara;

Agar dapat menjalankan Pemilu yang demokratis, maka harus didukung

pula dengan sistem pemilihan umum yang baik. Artinya ialah penyelenggara

Pemilu memiliki posisi yang penting dalam mewujudkan Pemilu yang

demokratis. Pasal 22E UUD NRI Tahun 1945 menyatakan bahwa pemilihan

umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat

nasional, tetap, dan mandiri. Klausula “suatu komisi pemilihan umum”

dalam UUD NRI Tahun 1945 tidak merujuk kepada sebuah nama institusi

dan penamaan kelembagaan Pemilu dimandatkan kepada undang-undang

untuk mengaturnya sebagaimana yang telah disebutkan dalam Pasal 22E

ayat (6) UUD NRI Tahun 1945, akan tetapi menunjuk pada fungsi

penyelenggaraan pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan

mandiri. Tidak hanya komisi pemilihan umum (KPU) sebagai

penyelenggara pemilu, tetapi juga pengawas penyelenggara pemilu dalam

hal ini Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang akan mengawasi

pelaksaanaan Pemilu dalam setiap tahapan Pemilu agar sesuai dengan asas

langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Pelaksanaan pemilu diatur

dalam undang-undang serta peraturan yang khusus mengatur tentang

pelaksanaan pemilu supaya dapat berjalan dengan baik.

III. Telah dibuat pengaturan mengenai pelaksanaan Pemilu agar terlaksana

secara demokratis, tetapi tidak tertutup kemungkinan lahirnya peluang

dalam pelaksanaan Pemilu yang tidak memenuhi standar demokrasi dan

(50)

pemilu yang demokratis juga harus menyediakan mekanisme hukum untuk

menyelesaikan kemungkinan adanya pelanggaran-pelanggaran pemilu.

Maka lembaga-lembaga berikut adalah yang berkompetensi untuk

menyelesaikan pelanggaran-pelanggaran Pemilu:

1) Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu adalah lembaga yang

bertugas menangani pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu.

Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan

Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD Pasal 251 pelanggaran kode

etik penyelenggara Pemilu adalah pelanggaran terhadap etika

penyelenggara Pemilu yang berpedomankan sumpah dan/atau janji

sebelum menjalankan tugas sebagai penyelenggara Pemilu.

Penanganan pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu

berdasarkan Peraturan DKPP No. 2 Tahun 2012. Beberapa prinsip

penting yang dipraktekkan dalam penyelenggaraan peradilan etik

oleh DKPP ialah prinsip-prinsip audi et alteram partem, prinsip

independensi, imparsialitas, dan transparansi.

2) Komisi Pemilihan Umum adalah lembaga yang menangani

pelanggaran administrasi Pemilu. Sesuai dengan ketentuan

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota

DPR, DPD, dan DPRD Pasal 253 pelanggaran administrasi Pemilu

adalah pelanggaran yang meliputi tata cara, prosedur, dan

mekanisme yang berkaitan dengan administrasi pelaksanaan Pemilu

(51)

Pemilu dan pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu.

Penanganan pelanggaran administrasi Pemilu diawali dengan

penerimaan laporan berupa rekomendasi dari Bawaslu atas adanya

dugaan pelanggaran Pemilu. Tahapan-tahapan penyelesaian sengketa

adminstrasi Pemilu khusus diselesaikan selanjutnya berdasarkan

Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 25 Tahun 2013 jo.

PKPU Nomor 13 Tahun 2014 tentang Penyelesaian Pelanggaran

Administrasi Pemilihan Umum.

3) Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) merupakan badan yang tidak

hanya berwenang untuk mengawasi penyelenggaraan setiap tahapan

Pemilu, mengkaji setiap laporan atas adanya dugaan pelanggaran

Pemilu mulai dari pelanggaran kode etik Pemilu, pelanggaran

administrasi Pemilu, sengketa Pemilu,tindak pidana Pemilu, dan

sengketa tata usaha negara Pemilu tetapi juga berkompetensi

menyelesaikan sengketa Pemilu. Menurut ketentuan

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD,

DPRD Pasal 257, sengketa Pemilu ini timbul karena adanya

perbedaan penafsiran atau suatu ketidakjelasan tertentu mengenai

suatu masalah kegiatan dan/atau peristiwa yang berkaitan dengan

pelaksanaan Pemilihan, keadaaan dimana terdapat pengakuan yang

berbeda dan/atau penolakan penghindaran antarpeserta Pemilihan

atau antara peserta Pemilihan dengan penyelenggara Pemilihan, dan

(52)

Tahapan-tahapan penyelesaian sengketa adminstrasi Pemilu oleh

Bawaslu diselesaikan selanjutnya berdasarkan Peraturan Komisi

Pemilihan Umum Nomor 25 Tahun 2013 jo. PKPU Nomor 13 Tahun

2014 tentang Penyelesaian Pelanggaran Administrasi Pemilihan

Umum.

4) Pengadilan negeri menjadi tempat memeriksa, mengadili, dan

memutus perkara tindak pidana Pemilu. Tindak pidana dalam hal ini

tidaklah sama dengan tindak pidana yang diatur di dalam Kitab

Undang-Undang Hukum Pidana. Tindak pidana Pemilihan Umum

adalah pelanggaran terhadap ketentuan pidana dalam undang-undang

Pemilu yang penyelesaiannya dilakukan melalui pengadilan. Adapun

yang dapat menjadi pelaku tindak pidana Pemilu ialah

Penyelenggara Pemilu yang menjadi pelaku tindak pidana Pemilu,

Pengawas Pemilu yang menjadi pelaku tindak pidana Pemilu,

Peserta Pemilu dan/atau calon legislatif yang menjadi pelaku tindak

pidana Pemilu, Pejabat/aparatur negara yang menjadi pelaku tindak

pidana Pemilu.Sistem penerapannya ialah bertolak dari asas lex

specialis legi generali sehingga didasarkan pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 khusus mengenai tindak pidana Pemilu

legislatif. Waktu penanganannya tidak selama penyelesaian kasus

tindak pidana pada umumnya melainkan hanya membutuhkan waktu

paling lama 51 (lima puluh satu) hari untuk menangani dan

(53)

banding idi Pengadilan Tinggi. Dan upaya hukum yang hanya

diperbolehkan dalam penyelesaian perkara tindak pidana Pemilu

ialah upaya banding.

5)

Referensi

Dokumen terkait

Mengingat banyaknya masalah yang mengitari penelitian ini, seperti yang telah dikemukakan dalam identifikasi masalah diatas, maka penulis memfokuskan penelitian ini

Titer antibodi hasil Uji HI pada unggas air domestik di sekitar CAPD Rataan Spesies ∑ Sampel ∑ Positif (%) Titer (Seroprevalensi) Antibodi (GMT) Mentok 14 100 26,9 Itik 15 100

Karena pengelompokkan fungsi ini baru merupakan gambaran generik maka tentunya belum bisa mencakup semua peran, maka mungkin saja terjadi pada seseorang dimana fungsi perannya

Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 17 Tahun 2010 tentang Jabatan Fungsional Pemeriksa dan Angka Kreditnya

Pada aspek pertama guru mendapatkan nilai 3 di mana guru masih belum terbiasa menghadapi siswa dan guru sudah dapat.. menjelaskan materi dengan baik namun cukup memakan

Menyatakan suatu objek memanggil operasi / metode yang ada pada objek lain atau dirinya sendiri, arah panah mengarah pada objek yang memiliki operasi/metode,

Bahan lantai kandang yang digunakan oleh peternak atau responden di Desa Pematang Balam, Kecamatan Hulu Palik, Kabupaten Bengkulu Utara dapat dilihat pada

Countenece Stake, sumber data penelitian ini adalah pengurus KONI, PSSI Kabupaten Brebes, PERSAB, pelatih, atlet serta masyarakat Kabupaten Brebes. Teknik