• Tidak ada hasil yang ditemukan

Produktivitas Dan Pemanfaatan Indigofera Sp Sebagai Pakan Ternak Kambing Pada Interval Dan Intensitas Pemotongan Yang Berbeda

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Produktivitas Dan Pemanfaatan Indigofera Sp Sebagai Pakan Ternak Kambing Pada Interval Dan Intensitas Pemotongan Yang Berbeda"

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)

PRODUKTIVITAS DAN PEMANFAATAN

Indigofera

sp

SEBAGAI PAKAN TERNAK KAMBING PADA INTERVAL

DAN INTENSITAS PEMOTONGAN YANG BERBEDA

ANDI TARIGAN

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Produktivitas dan Pemanfaatan Indigofera sp sebagai Pakan Ternak Kambing pada Interval dan Intensitas Pemotongan yang Berbeda adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

(3)

ABSTRACT

ANDI TARIGAN. Produktivity and Utilization of Indigofera sp as Forage for Goats at Different Defoliation Interval and Intensity . Under direction of LUKI ABDULAH, IDAT GALIH PERMANA, SIMON PETRUS GINTING.

One of the main constraint in increasing livestock productivity in developing countries is the fluctuation quantity and quality of feed, especially during the dry season, one of the alternative to solve this problem isIndigoferasp as forage for goat.The study are aimed to evaluate some parameters of productivity and utilization Indigofera sp forage as goats feed ( DM production, branch number, leaf stem ratio, protein, DM, OM, NDF, ADF, Ca, P, intake, digestibility and increase the body weight. The experimental design in the first phase was factorial group random design (RAK Faktorial). The factors were interval and intensity defoliation 3 x 3 x 4. The used of land area was 17 m x 74 m = 1258 m2forIndigoferasp with distance of planting 1 x 0,5 m, each plot was 4 x 3 m2. After 8 months the plant was conducted defoliation treatment, the treatment interval (P1 = 30 days, P2= 60 days, P3 = 90 day and intensity T1 = 0,5 m, T2= 1 m, T3 = 1,5 m) . The second Phase experimental was condneted to evaluate in vitro digestibility was goat. The design of research was used group randoms design (RAK 9 x 3). The results showed that treatments of in vitro digestibility with in vitro digestibility of dry matter and digestibility of organic matter. The three Phase experimental was used group randoms design (RAK 4 x 5), Indigofera sp was fed to 20 male goats Boerka (9-11 kg body weight). The animals were divided into 5 groups based on body weight and for each group were treatment with 4 level usedIndigoferasp in this experiment (R0 = 0%, R1 = 15%, R2 = 30%, R3 = 45%) with ad libitum. The productivity at Indigofera showed that dry matter production, number of branch and leaf stem ratio and the digestibility at Indigofera showed with digestibility DM, OM, crude protein, NDF, ADF. The treatment interval showed 60 days interval and the intensity of 1.5 m defoliation respectively produce 31.25 tons / ha / yr, 28 branches and 1.74. Analysis of the actual nutrition Indigofera sp showed protein content relatively higher 25.81% (P2T3), OM range 88.64% to 90.85%, NDF content 36.83% (P3T3),Ca content 1.57 (P1T3) and P content 1.1% (P1T2). OM, NDF, ADF increasing content (P<0.05) with increasing maturity. The observation of in vitro degestibility at the highest treatment P2T3 (P<0.05) KCBK 77.17%, KCBO 74.98% decreasing (P<0.0.5) with increasing maturity. The observation of fed intake each level of treatment increased (P<0.05) of 356.71, 368.24, 440.92, 422.55 g / head / day, for DM, OM and protein digestibility increasing of 59.04% (R3), 61.67% (R3) and 69.92% (R3) and the increase the body weight for the treatment R3 (45%Indigofera sp)of 52.38 g / head / day. Concluded that for the 60-day treatment interval and intensity of 1.5 m (P2T3) have the best results from dry matter production, number of branch, leaf steam ratio of 31.22 ton/ ha/year, 28, 1.74, 25.81% protein content.

(4)

RINGKASAN

ANDI TARIGAN. Produktivitas dan Pemanfaatan Indigofera sp sebagai Pakan Ternak Kambing pada Interval dan Intensitas Pemotongan yang Berbeda. Dibimbing oleh LUKI ABDULAH, IDAT GALIH PERMANA, SIMON PETRUS GINTING.

Salah satu kendala utama dalam peningkatan produktifitas peternakan di Negara berkembang adalah kuantitas dan kualitas pakan yang berfluktuasi khususnya selama musim kemarau (Van DTTet al.2005). Legum pohon sebagai tanaman pakan di daerah tropis memegang peranan penting dalam penyediaan pakan hijauan yang berkualitas tinggi untuk kebutuhan konsumsi ternak. Kesulitan penyediaan hijauan makanan ternak dalam jumlah besar terutama yang berkadar protein tinggi, mudah dibudidayakan, daya adaptasi tinggi, produksi biomas tinggi merupakan suatu masalah yang sering terjadi di daerah tropis terutama pada saat musim kemarau. Salah satu alternatif tanaman yang dapat menghasilkan hijauan pakan sepanjang tahun adalah Indigofera sp, spesies Indigofera banyak tersebar pada daerah tropis Afrika, Asia, Australia dan Amerika Utara Serta Selatan. Tipe dari legum Indigofera sp adalah memiliki kandungan protein yang tinggi, toleran terhadap musim kering, genangan air dan tahan terhadap salinitas membuat Indigofera sangat baik sebagai hijauan pakan ternak (Hassen et al. 2007). Berdasarkan uraian di atas penelitian produktivitas dan kecernaanin vitro, in vivoserta respon ternak terhadap pemberiaanIndigofera sp pada interval dan intensitas pemotongan yang berbeda perlu dilakukan, agar dihasilkan produktivitas dan kecernaan yang optimal pada Indigofera sp untuk menunjang peningkatan produktivitas ternak.

Penelitian ini dilaksankan dengan metode eksperimen dengan tiga tahap penelitian. Tahap pertama pengamatan terhadap agronomi dan kualitas nutrisi Indigofera sp. Lahan yang digunakan seluas 1258 m2 sebagai lahan penanaman Indigoferasp dengan jarak tanam 1 x 0.5 m, dengan luas petakan 4 x 3 m2.yang masing–masing dibatasi parit atau larikan jarak antara kelompok perlakuan dua meter dan jarak antara perlakuan satu meter. Setelah tanaman berumur 8 bulan dilakukan perlakuan pemotongan intensitas 0.5 m, 1 m dan 1.5 m pada tanaman Tanaman Indigofera sp. Peubah yang diukur adalah Produksi BK, Jumlah Cabang, Rasio Daun dan Batang, Kandungan Bahan Organik, Kandungan Protein Kasar, Kandungan NDF dan ADF, Kandungan Ca dan P. Tahap kedua pengamatan kecernaan in vitro Indigofera sp pada kambing Penelitian ini memakai sumber inokulum dari cairan rumen kambing. Peubah yang diamati adalah KCBK, KCBO. Tahap ketiga pengamatan terhadap kecernaan in vivo serta respon ternak kambing terhadap pemberiaan Indigofera dalam campuran pakan. Peubah yang diamati adalah konsumsi bahan kering, kecernaan BK, kecernaan protein kasar, bahan organik, NDF, ADF dan pertambahan bobot badan harian serta efisiensi penggunaan pakan.

(5)

kasar, kalsium, fosfor semakin menurun seiring dengan meningkatnya interval defoliasi, sedangkan kandungan bahan organik, NDF, ADF semakin tinggi dengan meningkatnya interval defoliasi. Kecernaan in vitro bahan kering dan bahan organik semakin rendah seiring dengan meningkatnya interval defoliasi, sedangkan kecernaanin vitro yang optimal adalah perlakuan interval defoliasi 60 hari (P2) dan intensitas 1.5 m (T3) adalah KCBK 77.17%, KCBO 74.98% Pemberiaan Indigofera sp sampai pada taraf 45% masih dapat meningkatkan konsumsi bahan kering, kecernaan bahan kering, kecernaan bahan organik, kecernaan protein kasar, kecernaan NDF, kecernaan ADF, pertambahan bobot badan harian kambing Boerka dan efisensi penggunaan pakan.

(6)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2009 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(7)

PRODUKTIVITAS DAN PEMANFAATAN

Indigofera

sp

SEBAGAI PAKAN TERNAK KAMBING PADA INTERVAL

DAN INTENSITAS PEMOTONGAN YANG BERBEDA

ANDI TARIGAN

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Nutrisi dan Pakan

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)

Judul Tesis : Produktivitas dan PemanfaatanIndigoferasp sebagai Pakan Ternak Kambing pada Interval dan Intensitas

Pemotongan yang Berbeda Nama : Andi Tarigan

NIM : D152070051

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Luki Abdulah M.Sc. Agr. Ketua

Dr. Idat G. Permana, M.Sc. Agr. Dr. Simon P. Ginting, M.Sc.

Anggota Anggota

Diketahui

Ketua Departemen Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan

Dr. Ir. Idat G. Permana, M.Sc.Agr. Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2008 ini adalah

Produktivitas dan Pemanfaatan Indigofera sp sebagai Pakan Ternak

Kambing pada Interval dan Intensitas Pemotongan yang Berbeda.

Salah satu kendala utama dalam peningkatan produktivitas peternakan di Negara berkembang adalah kuantitas dan kualitas pakan yang berfluktuasi khususnya selama musim kemarau (Van DTT et al. 2005). Salah satu alternatif tanaman yang dapat menghasilkan hijauan pakan sepanjang tahun adalah Indigofera sp, spesies Indigofera banyak tersebar pada daerah tropis Afrika, Asia, Australia dan Amerika Utara Serta Selatan. Tipe dari legum Indigofera sp adalah memiliki kandungan protein yang tinggi, toleran terhadap musim kering, genangan air dan tahan terhadap salinitas (Hassen et al. 2007). Serangkaian penelitian telah dilaksanakan untuk menghasilkan produktivitas dan kecernaan Indigofera sp yang optimal agar dapat menunjang peningkatan produktivitas kambing Boerka.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang tulus dan tidak terhingga dan setinggi-tingginya kepada yang terhormat bapak Dr. Luki Abdullah. M.Sc. Agr, bapak Dr. Idat Galih. Permana, M.Sc. Agr dan bapak Dr. Ir. Simon P. Ginting, M.Sc selaku pembimbing atas kesabaran, penyediaan waktu dan keikhlasan selama proses pembimbingan. Ucapan terimakasih kepada Dr. Ir. Ahmad D. Lubis, M.Sc. selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan saran untuk kesempurnaan tesis ini. Di samping itu kepada Dr. M. Ridla, M.Sc. Agr, selaku ketua program studi serta Dosen lainnya atas ilmu dan sarannya untuk kesempurnaan tesis ini. Serta kepala laboratorium dan lapangan percoban Loka Penelitian Kambing potong atas segala bantuannya pada penelitian ini. Ungkapan terima kasih juga yang sangat tulus kepada Orang Tua saya Bapak Bangsi Tarigan, SH dan Ibu Masana. br Sembiring dan bapak serta ibu mertua. Istri tercinta Vini Dwi Putranti, S.Pt dan anakku tersayang Aloi Prananta Tarigan atas segala do’a, motivasi, kasih sayang selama ini. Kalian adalah hidup, spirit dan inspirasi dalam hidupku. Selanjutnya terima kasih kepada seluruh keluarga dan adik-adikku, teman–teman Pasca Program Studi INP Fakultas Peternakan angkatan 2007, Ir.Andi Saenab, Yenni Ilman Nafiah, S.Pt. M.Si, Oktovianus R. Nahak, S.Pt, Annisa Rahmawati, S.Pt. atas segala dukungan dan semangatnya, teman–teman seperjuangan dalam mencari ilmu di program Pascasarjana IPB.

Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Amin….

(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tanjung Balai, Sumatera Utara pada tanggal 2 Desember 1977 dari Bapak Bangsi Tarigan, SH dan Ibu Masana br Sembiring. Penulis merupakan putra pertama dari tiga bersaudara.

Tahun 1996 penulis lulus dari SMA ST.Thomas 2 Medan dan pada tahun yang sama masuk Universitas Sam Ratulangi, Manado. Penulis memilih Jurusan Produksi Ternak, Fakultas Peternakan dan lulus pada tahun 2001 dan pada tahun yang sama diterima sebagai staf peneliti di Litbang Pertanian. Pada tahun 2007 memperoleh kesempatan tugas belajar dari Badan Litbang Pertanian di Sekolah Pascasarjana Program Studi Ilmu Nutrisi dan Pakan Institut Pertanian Bogor.

(12)

DAFTAR ISI

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 2

1.3 Manfaat Penelitian ... 3

2 TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Indigofera sp... 4

2.2 Brachiaria ruziziensi... 5

2.3 Kualitas Nutrisi Hijauan Pakan... 5

2.4 Pemotongan Tanaman... 6

2.5 Kambing Boerka ... 6

2.6 Konsumsi Pakan... 8

2.7 Koefisien Cerna ... 9

2.8 Pertambahan Bobot Badan Harian... 10

2.9 Efisiensi Penggunaan Pakan ... 10

3 BAHAN DAN METODE PENELITIAN... 11

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 11

3.2 Materi Penelitian ... 11

3.3 Metode Penelitian ... 11

3.3.1 Tahap I Aspek Agronomi dan Kualitas NutrisiIndigoferasp ... 11

3.3.2 Tahap II UjiIn Vitro Indigofera sp ... 14

3.3.3 Tahap III UjiIn Vivo Indigofera sppada Kambing Boerka ... 16

4 HASIL DAN PEMBAHASAN... 21

4.1 Aspek Agronomiindigofera sp... 21

4.1.1 Produksi segar ... 21

4.1.2 Jumlah Cabang... 22

4.1.3 Rasio Daun/Batang ... 23

4.2 Kualitas NutrisiIndigofera sp... 24

4.2.1 Kandungan Bahan Organik... 24

4.2.2 Kandungan Protein Kasar ... 25

4.2.3 Kandungan NDF ... 27

4.2.4 Kandungan ADF ... 28

4.2.5 Kandungan Kalsium... 29

4.2.6 Kandungan Fosfor... 31

(13)

4.3.1 Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik ... 32

4.4 Uji kecernaanin vivo Indigofera sppada Kambing Boerka ... 34

4.4.1 Konsumsi Bahan Kering ... 34

4.4.2 Kecernaan Pakan... 35

4.4.2.1 Kecernaan Bahan Kering ... 35

4.4.2.2 Kecernaan Bahan Organik ... 37

4.4.2.3 Kecernaan Protein Kasar... 37

4.4.2.4 Kecernaan NDF ... 39

4.4.2.5 Kecernaan ADF... 40

4.5 Respon Ternak Terhadap pemberiaanIndigofera sp... 42

4.5.1 Pertambahan Bobot Badan Harian... 42

4.5.2 Efisiensi Penggunaan Pakan... 43

5 KESIMPULAN DAN SARAN... 45

5.1 Kesimpulan... 45

5.2 Saran... 45

DAFTAR PUSAKA... 46

(14)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Susunan pakan penelitian (% BK)... 17 2. Rataan produksi bahan kering, jumlah cabang, rasio daun/batang

tanaman Indigofera spyang diberikan perlakuan interval dan intensitas pemotongan yang berbeda... 21 3. Rataan kandungan bahan organik Indigofera spyang diberikan

perlakuan interval dan intensitas pemotongan yang berbeda (%)... 25 4. Rataan kandungan protein kasar Indigofera spyang diberikan perlakuan

interval dan intensitas pemotongan yang berbeda (%)... 26 5. Rataan kandungan NDF dan ADF Indigofera spyang diberikan

perlakuan interval dan intensitas pemotongan yang berbeda(%)... 29 6. Rataan kandungan kalsium, fosfor Indigofera sp yang diberikan perlakuan

interval dan intensitas pemotongan yang berbeda(%)... 30 7. Rataan kecernaanin vitrotajukIndigofera spyang diberikan

perlakuan interval dan intensitas pemotongan yang berbeda(%)... 32 8. Konsumsi bahan kering kambing Boerka... 35 9. Pengaruh pemberiaan taraf Indigofera sp terhadap kecernaan bahan kering

(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Indigofera sp... 4 2. Kambing Boerka... 7 3. Pengaruh pemberiaan taraf Indigoferasp terhadap

kecernaan protein... 38 4. Pengaruh taraf pemberiaanIndigofera spterhadap kecernaan NDF

pakan kambing Boerka... 39 5. Pengaruh taraf pemberiaanIndigoferasp terhadap kecernaan ADF

pakan kambing Boerka ... 41 6. Pengaruh taraf pemberiaanIndigoferasp terhadap PBBH

kambing Boerka……….. 42 7. Pengaruh taraf pemberiaanIndigofera spterhadap efisiensi

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1 Lay Out Tata Letak Penelitian... 51

2 Data Curah Hujan Tahun 2009…... 52

3 Analisis ragam Produksi bahan kering. ... 53

4 Analisis ragam Jumlah Cabang ... 54

5 Analisis ragam Rasio Daun/Batang... 55

6 Analisis ragam Kandungan Bahan Organik ... 56

7 Analisis ragam Kandungan Protein Kasar... 57

8 Analisis ragam Kandungan NDF ... 58

9 Analisis ragam Kandungan ADF... 59

10 Analisis ragam Kandungan Kalsium... 59

11 Analisis ragam Kandungan Fosfor... 61

12 Analisis ragam Kecernaanin vitroBahan Kering ... 62

13 Analisis ragam Kecernaanin vitroBahan Organik ... 63

14 Analisis ragam Konsumsi Bahan Kering ... 64

15 Analisis ragam Kecernaan Bahan Kering ... 64

16 Analisis ragam Kecernaan Bahan Organik ... 64

17 Analisis ragam Kecernaan Protein Kasar... 65

18 Analisis ragam Kecernaan NDF ... 65

19 Analisis ragam Kecernaan ADF ... 65

20 Analisis ragam Pertambahan Bobot Badan Harian... 66

(17)

Salah satu kendala utama dalam peningkatan produktifitas peternakan di Negara berkembang adalah kuantitas dan kualitas pakan yang berfluktuasi khususnya selama musim kemarau (Van DTTet al.2005). Legum pohon sebagai tanaman pakan di daerah tropis memegang peranan penting dalam penyediaan pakan hijauan yang berkualitas tinggi untuk kebutuhan konsumsi ternak. Kesulitan penyediaan hijauan makanan ternak dalam jumlah besar terutama yang berkadar protein tinggi, mudah dibudidayakan, daya adaptasi tinggi, produksi biomas tinggi merupakan suatu masalah yang sering terjadi di daerah tropis terutama pada saat musim kemarau.

Salah satu alternatif tanaman yang dapat menghasilkan hijauan pakan sepanjang tahun adalah Indigofera sp, spesies Indigofera banyak tersebar pada daerah tropis Afrika, Asia, Australia dan Amerika Utara Serta Selatan. Tipe dari legum Indigofera sp adalah memiliki kandungan protein yang tinggi, toleran terhadap musim kering, genangan air dan tahan terhadap salinitas membuat Indigofera sangat baik sebagai hijauan pakan ternak (Hassen et al. 2007). Komposisi nutrisiIndigofera spbahan kering 21.97%, lemak kasar 6.15%, protein kasar 24.17%, abu 6.41%, kandungan NDF 54.24% dan ADF 44.69%. Produksi tanaman 2.5 kg terdiri dari produksi daun 880 gr (36.43 %), produksi batang 1620 gr (63.57%) serta tinggi tanaman 418 cm.

Pemotongan sebagian maupun seluruh pucuk tanaman yang berada di atas permukaan tanah, secara umum dapat dinyatakan sebagai intensitas dan interval pemotongan (Humphreys 1978). Reaksi hijauan terhadap pemotongan merupakan faktor yang perlu diperhatikan karena merupakan dasar pengelolan untuk menjaga keseimbangan pertumbuhan supaya sesuai dengan kebutuhan nutrisi ternak. Pengaturan interval dan intensitas pemotongan sangat penting untuk menentukan produksi dan kualitas serta kemampuan tumbuh kembali (regrowth) tanaman tersebut, agar dapat menghasilkan produksi hijauan pakan yang berkualitas tinggi secara berkesinambungan.

(18)

sebagai cadangan yang dihasilkan oleh daun (Humpreys 1978). Thapa et al. (1997) menyatakan bahwa berkurangnya kandungan nutrisi pada hijauan pakan seiring dengan bertambahnya umur tanaman, terutama pada daun dan batang. Penurunan rasio daun dan batang pada hijauan dewasa dapat digambarkan sebagai indikator menurunnya nilai nutrisi dan produksi sebagai bagian dari buruknya manajemen pemotongan karena nutrisi pada hijauan pakan tersebesar terdapat pada daun sehingga apabila produksi batang lebih tinggi dari pada produksi daun, maka kualitas hijauan pakan tersebut menurun.

Titik tumbuh pada hijauan pakan terletak didekat permukaan tanah sampai cabang pohon pada tanaman legum. Apabila titik tumbuh legum terambil pada waktu pemotongan maka tidak akan terjadi pertumbuhan kembali. Kabi et al. (2008) menyatakan bahwa frekuensi pemotongan legum yang tinggi dapat menurunkan produksi bahan kering sehingga dapat mempengaruhi produksi biomasa tanaman, komposisi morfologi, komposisi nutrisi dan kecernaan pakan. Selain faktor produksi, faktor kualitas nutrisi tanaman pakan seperti: komposisi nutrisi, koefisien kecernaan dan palatabilitas merupakan kriteria yang sangat penting dalam menentukan potensinya sebagai sumber pakan.

Berdasarkan uraian di atas penelitian produktivitas dan kecernaanin vitro, in vivo serta respon ternak terhadap pemberiaan Indigofera sp pada interval dan intensitas pemotongan yang berbeda perlu dilakukan, agar dihasilkan produktivitas dan kecernaan yang optimal pada Indigofera sp untuk menunjang peningkatan produktivitas ternak.

1.2 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan

1. Mengetahui produksi bahan kering, jumlah cabang, rasio daun dan batang legum Indigofera sp pada berbagai interval dan intensitas pemotongan yang berbeda.

(19)

3. Mengetahui tingkat konsumsi bahan kering dan kecernaan in vitro bahan kering, bahan organik, tingkat kecernaanin vivo bahan kering, bahan organik, NDF, ADF, pertambahan bobot badan dan efisiensi penggunaan ransum.

1.3 Manfaat

(20)

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1Indigoferasp

Indigofera sp merupakan tanaman dari kelompok kacangan (family Fabaceae) dengan genus Indigofera dan memiliki 700 spesies yang tersebar di Benua Afrika, Asia, Australia dan Amerika Utara, sekitar tahun 1900 Indigofera spdibawa ke Indonesia, oleh kolonial Eropah, serta terus berkembang secara luas (Tjelele 2006). Tanaman ini dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak yang kaya akan nitrogen, fosfor dan kalsium. Indigofera sangat baik dimanfaatkan sebagai hijauan pakan ternak dan mengandung protein kasar 27.97%, serat kasar 15.25%, kalsium 0.22% dan fosfor 0.18%. Legum Indigofera sp memiliki kandungan protein yang tinggi, toleran terhadap musim kering, genangan air dan tahan terhadap salinitas (Hassenet al. 2007).

Indigofera sp mengandung pikmen indigo, yang sangat penting untuk pertanian komersial pada daerah tropik dan sub tropik, selanjutnya dapat digunakan sebagai hijauan pakan ternak dan suplemen kualitas tinggi untuk ternak ruminansia (Haude 1997).

(21)

2.2Brachiaria ruziziensis

Tanaman ini merupakan rumput berdaun lebat dengan tinggi sedang, berstolon, daunnya berbulu pendek, produksi bijinya tinggi, kualitas biji dan daya tumbuh biasanya tinggi (Horne et al. 1999). Brachiaria ruziziensis cocok untuk tanah subur dan berdrainase baik, pada daerah–daerah dengan curah hujan tinggi. Pada kondisi demikian Brachiaria ruziziensis menghasilkan pakan dengan kualitas lebih baik daripada spesiesBrachiarialainnya. Brachiria ruziziensistidak cocok pada tanah–tanah tidak subur yang berdrainase buruk atau daerah dengan musim kemarau panjang.

2.3 Kualitas Nutrisi Hijauan Pakan

Kualitas nutrisi dapat dilihat dari komposisi kimia hijauan. Komposisi kimia dari bahan hijauan pakan terdiri dari bahan kering, protein kasar, lemak, serat kasar, ekstrak tanpa lemak dan abu (Crowder and Chheda 1982). Untuk melihat komposisi kimia bahan pakan tersebut dilakukan dengan analisis proksimat. Metode analisis proksimat merupakan metode yang menggambarkan komposisi zat makanan pada suatu bahan makanan. Selain itu untuk melihat komposisi kimia zat makanan berdasarkan kandungan serat adalah dengan metode van Soest. Pakan ternak terdiri dari dua fraksi yaitu isi sel dan dinding sel. Dinding sel dibagi lagi menjadi serat kasar yang tidak larut dalam detergen neteral (NDF), bagian yang larut dalam detergen asam (ADF) dan lignin. NDF atau serat detergen netral pada dasarnya adalah hemiselulosa abu tidak larut, sedangkan ADF atau serat detergen asam adalah lignoselulosa dan silika (Van Soest 1991).

(22)

karbohidrat bukan serat, mineral dan lemak sedangkan dinding sel terdiri dari atas sebagian besar selulosa, hemiselulosa dan pektin. Jenis–jenis legum mempunyai kandungan protein dan mineral (kalsium, fosfor) yang lebih tinggi dibandingkan dengan rumput (McDonaldet al.2002).

2.4 Pemotongan Tanaman

Pemotongan didefinisikan sebagai pemotongan bagian atas tanaman baik oleh pemanenan dengan peralatan maupun oleh renggutan ternak (Humphreys 1978). Pada umumnya pemotongan menyangkut pengertian:

a. Interval : jarak waktu dilakukan pemotongan selama jangka waktu tertentu

b. Intensitas : seberapa banyak bagian tanaman yang dipotong.

c. Waktu : periode pertumbuhan tanaman atau kondisi iklim pada saat dilakukan pemotongan.

Secara umum pemotongan akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman, bahan kering dapat dicerna dan komposisi kimia. Legum pohon yang ditanam pada sistem pertanian intensif, baik sebagai tanaman sela atau sumber pakan ternak membutuhkan manajemen pemotongan dan jarak tanam yang tepat (Horne et al.1999).

Interval pemotongan juga dapat menurunkan produksi bahan kering legum pohon. Kharim et al. (1991) menyatakan bahwa bertambahnya usia tanaman mengakibatkan perbandingan daun dengan batang semakin kecil. Kecilnya rasio daun dengan batang berpengaruh terhadap kandungan protein kasar, kandungan energi. Karena kandungan protein dan energi paling banyak didapat pada daun dibanding dengan batang, apabila rasio daun lebih besar dibandingkan dengan batang maka jumlah protein dan energi pada tanaman semakin tinggi. Dimana kandungan protein dan energi tanaman sangat berperan terhadap produksi ternak

2.5 Kambing Boerka

(23)

adalah untuk mendapatkan Kambing Boerka dengan komposisi 50% Boer:50% Kacang. Dari total populasi kambing 14 juta ekor (Ditjennak 2007) kambing kacang merupakan jenis kambing dengan populasi terbesar (83%). Jenis kambing kacang memiliki bobot tubuh dan kapasitas tubuh yang rendah dan lebih merupakan jenis kambing dengan tipe prolifik (Astuti et al. 1984). Kambing kacang umumnya memiliki keunggulan terutama dalam hal kesuburan (fertilitas) dan adaptasi terhadap lingkungan. Bangsa kambing Boer merupakan salah satu jenis kambing dengan potensi pertumbuhan dan bobot tumbuh yang tinggi dan memiliki sifatfertilitas yang baik (Greyling 2000). Dengan sifat unggul tersebut, maka kambing Boer telah banyak digunakan dalam program persilangan dibanyak Negara. Dimana bobot lahir serta laju pertumbuhan pada suatu ras kambing tergantung kepada potensi bobotnya saat mencapai kedewasaan (maturity), sehingga tingkat pertumbuhan anak pada ras kambing dengan tipe besar akan lebih tinggi dibandingkan dengan ras kambing dengan tipe kecil (Dhanda 2003), dengan potensi pertumbuhan dan bobot tubuh yang tinggi kambing boerka memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan terus.

Gambar 2 Kambing Boerka

2.6 Konsumsi Pakan

(24)

keistimewaan, salah satunya adalah dapat makan dengan cepat dan menampung makanan dalam jumlah yang banyak. Kemampuan mengkonsumsi pakan ini dapat dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu kapasitas tampung alat pencernaan ternak, bobot badan, bentuk dan kandungan zat-zat makanan ransum, kebutuhan ternak akan zat-zat makanan, status fisiologi ternak dan genotip ternak. Makin baik kualitas bahan pakan semakin tinggi konsumsi pakan dari seekor ternak.

Kambing merupakan jenis ternak ruminansia yang lebih efisien dari pada domba dan sapi. Kambing dapat mengkonsumsi bahan kering yang relatif lebih banyak untuk ukuran tubuhnya (5–7% dari bobot badan), kambing lebih efisien dalam mencerna pakan yang mengandung serat kasar dibandingkan sapi dan domba (Luginbuhl and Poore 2005). Kambing mampu mengkonsumsi daun– daunan, semak belukar, tanaman ramban dan rumput yang sudah tua dan berkualitas rendah. Jenis pakan tersebut dapat dimanfaatkan dengan efisien, sehingga kambing dapat beradaptasi pada lingkungan yang kurang pakan (Devender and Burns 1994).

Jumlah pakan yang dikonsumsi menentukan jumlah zat–zat makanan tersedia bagi ternak dan selanjutnya akan mempengaruhi tingkat produktivitas ternak tersebut. Namun yang menentukan konsumsi pakan pada ternak ruminansia sangat komplek, karena banyak faktor yang terkait seperti sifat pakan, ternak dan faktor lingkungan, dimana makin baik kualitas makanannya, makin tinggi konsumsi pakan.

Jumlah bahan kering pakan yang dapat dikonsumsi oleh seekor ternak selama satu hari perlu diketahui. Konsumsi bahan kering tergantung dari hijauan saja yang diberikan atau bersamaan dengan konsentrat. Konsumsi bahan kering pada ternak kambing menurut Devendra and Burns (1994) 3-5%, NRC (1995) 2–3 %. Peterson (2005) 3.5–5%, namun pada umumnya adalah 3–3.8% dari berat badan.

2.7 Koefisien Cerna

(25)

diserap oleh saluran pencernaan. Bagian yang dapat dicerna adalah selisih antara zat–zat makanan dikonsumsi dengan yang dikeluarkan bersama feses dan bila bagian tersebut dinyatakan sebagai persentase terhadap konsumsi maka disebut koefisien cerna (McDowell 1992). Pada dasarnya pengukuran kecernaan adalah suatu usaha untuk menentukan jumlah zat makanan dari suatu bahan pakan yang diserap oleh saluran pencernaan. Bagian yang dicerna adalah selisih antara zat makanan yang dikandung dalam bahan makanan yang dimakan dan zat makanan yang terkandung dalam feses (Ella 1996). Peterson (2005) menyatakan bahwa tinggi rendahnya daya cerna dipengaruhi oleh jenis ternak, umur hewan, jenis bahan pakan dan susunan kimianya. Metode–metode yang digunakan untuk mengukur kecernaan suatu bahan makanan telah banyak, antara lain total collected method,marker method, in sacco, in vivodanin vitro.

Van Soest (1982) membagi tahapan proses pencernaan menjadi dua bagian yaitu 1) proses terbesar terjadi di dalam rumen dan retikulum dan 2) proses berikutnya terjadi di saluran pencernaan yang lebih lambat (pasca rumen) dimana proses pencernaan berupa feses akan terbuang bersama-sama dengan sisa-sisa metabolisme atau jaringan-jaringan yang aus.

McDonald et al. (2002) menyatakan bahwa selisih antara zat makanan yang dikandungan dalam bahan makanan dengan zat makanan yang ada didalam feses merupakan bagian yang dicerna. Bagian yang dapat dicerna dapat diartikan seebagai bagaian dari bahan makanan yang tidak ditemukan dalam feses dan bila bagian tersebut sebagai persentase terhadap konsumsi makanan disebut koefisien cerna.

2.8 Pertambahan Bobot Badan Harian

Pakan yang mengandung nilai nutrisi yang seimbang merupakan dampak positif terhadap pertumbuhan dari seekor tenak. Pertumbuhan yang cepat akan mengurangi biaya produksi yang harus disediakan oleh peternak.

(26)

bobot badan harian akan diketahui nilai suatu bahan pakan ternak (Church and Pond 1995).

Pertambahan bobot badan kambing kacang yang hanya memperoleh pakan hijauan dengan lama merumput 6.5 jam/hari menghasilkan pertambahan bobot badan harian sebesar 35.7 g/ekor/hari (Merkel 1999). Herlinae (2003) melaporkan pertambahan bobot badan kambing kacang yang digembalakan dilahan gambut menghasilkan pertambahan bobot badan antara 71.13–71.41 g/ekor/hari. Menurut NRC (1995) kambing kacang pada berat badan 20 kg pertambahan bobot badannya minimal 50 g/ekor/hari. Ginting dan Mahmalia (2008) menyatakan bahwa pertambahan bobot badan harian persilangan antara kambing Boer dan Kacang (Boerka) dewasa berkisar antara 52–67 g/hari.

2.9 Efisiensi Penggunaan Pakan

(27)

3 MATERI DAN METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian di dilakukan pada bulan Desember 2008 sampai Juli 2009. Lokasi penelitian adalah dataran rendah–kering (50 m dpl, curah hujan rata–rata 1.800 mm/tahun) jenis tanahpod soilkuning merah dengan pH tanah 4.5–5.0 dan berlokasi di lapangan percobaan Loka Penelitian Kambing Potong Sungei Putih Sumatera Utara. Analisis prosimat kualitas nutrisi dilakukan di Laboratorium Loka Penelitian Kambing Potong. Analisis kecernaan in vitro dan mineral dilaukan di Laboratorium Nutrisi Ternak Perah IPB dan analisis total phennol, tannin di Laboratorium Pakan Balai Penelitian Ternak Ciawi Bogor.

3.2 Materi Penelitian

Bahan yang digunakan pada penelitian yaitu: biji Indigoferasp. sebanyak 1 kg, polybag 25 kg. Pupuk dasar digunakan adalah pupuk kandang sebanyak 10 ton /ha dan kapur 1 ton/ ha, sedangkan pupuk kimia urea 100 kg/ha, SP–36 150 kg/ha dan KCL 200 kg/ha. Dua puluh ekor kambing Boerka jantan, umur 6 bulan dan rataan berat badan 9-11 kg.

Peralatan yang digunakan pada pada penelitian yaitu: kandang metabolisme, timbangan, cangkul, parang, babat, meteran, sprayer dan peralatan laboratorium lainnya.

3.3 Metode Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dengan metode eksperimen yang terdiri dari tiga tahap yaitu:

3.3.1 Tahap I : Aspek penelitian agronomi dan kandungan nutrisiIndigofera

sp

(28)

kemudian tanaman dipindahkan pada lahan tanaman yang sudah disiapkan. Pengolahan lahan dilakukan dengan menggunakan traktor, membersihkan akar-akarnya dan tanah diratakan serta dihaluskan. Selanjutnya pemberiaan pupuk kimia urea 100 kg/ha, SP–36 150 kg/ha dan KCL 200 kg/ha pada lahan yang telah diolah.

Lahan yang digunakan seluas 1258 m2 sebagai lahan penanaman Indigofera sp jarak tanam adalah 1 x 0.5 m, dan luas petakan 4 x 3 m2. yang masing–masing dibatasi parit atau larikan jarak antara kelompok perlakuan dua meter dan jarak antara perlakuan satu meter. Setelah tanaman berumur 8 bulan perlakuan pemotongan dengan intensitas 0.5 m, 1.0 m dan 1.5 m dilakukan pada tanaman TanamanIndigoferasp.

Analisa Nutrisi

Sampel bagian pucuk tanaman yang digunakan untuk mengukur produksi bahan kering dan rasio daun dan batang tanaman diambil pada saat dilakukan pemanenan 30 hari, 60 hari dan 90 hari pada setiap masing–masing perlakuan, yaitu sampel yang diambil adalah bagian tajuk tanaman, sedangkan untuk perhitungan jumlah cabang tanaman dilakukan sebelum pemanenan, setiap minggu selama tiga kali pengamatan dengan diberikan tanda pita merah pada masing–masing sampel pengamatan yaitu tanaman yang berada pada tengah plot percobaan. Untuk pengamatan terhadap rasio daun/batang sampel diambil dengan memisahkan bagian daun dan batang pada setiap sampel tanaman, lalu dimasukan kedalam oven selama 48 jam untuk mendapatkan bahan kering untuk setiap pengamatan daun dan batang. Untuk pengamatan terhadap kandungan nutrisi. Masing–masing sampel diambil 500 g segar pada setiap plot tanaman, dibawa ke Laboratorium untuk mendapatan data bahan kering. Sampel yang sudah kering digiling dengan penggiling Wiley Mell menggunakan saringan dengan diameter 1.0 mm. Selanjutnya dianalisa dengan anlisis proksimat dan Van Soest.

Peubah yang diukur:

(29)

3. Rasio Daun dan Batang

4. Kandungan Bahan Organik (AOAC 2005) 5. Kandungan Protein Kasar (AOAC 2005) 6. Kandungan NDF dan ADF (Van Soest 1991) 7. Kandungan Ca dan P (AOAC 2005)

Rancangan Penelitian

Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah rancangan acak kelompok (RAK) berpola faktorial 3 x 3 dengan 4 kali ulangan. Faktor pertama adalah interval pemotongan yaitu:

P1 : 30 hari P2 : 60 hari P3 : 90 hari

Faktor kedua merupakan intensitas pemotongan tanaman yaitu: T1 : 0.5 m

T2 : 1 m

T3 : 1.5 m

Data yang diperoleh dianalisis statistik dengan sidik ragam menggunakan analisis SAS 6.12 dan bila berbeda nyata maka dilanjutkan dengan Uji Duncan (Steel and Torrie 1995).

Model linier analisis keragaman pada penelitian ini adalah :

Yijk =μ+αi +βj + (αβ)ij +σk +

ε

ijk

Yijk = Nilai Pengamatan pada interval pemotongan ke-i, intensitas pemotongan ke–

j dan kelompok ke–k

μ = Rataan umum

αi = Pengaruh interval pemotongan ke–i

(30)

(αβ)ij = Pengaruh interaksi interval pemotongan ke-i dengan intensitas pemotongan

ke–j

σk = Pengaruh kelompok ke–k

ε

ijk = Pengaruh galat

3.3.2 Tahap II: Kecernaanin vitro Indigoferasp pada kambing

Penelitian ini memakai sumber inokulum dari cairan rumen kambing. SampelIndigoferasp merupakan hasil komposit pada setiap kombinasi perlakuan sebagai perlakuan percobaan, pengambilan cairan rumen dilakukan sebanyak tiga kali pengamatan, dimana sebagai ulangan adalah pengambilan inokulum cairan rumen kambing.

Teknik Analisis

Cairan rumen yang digunakan adalah cairan rumen kambing yang belum mendapatkan pakan pada pagi hari, diambil di rumah potong hewan (RPH) Ciampea, Bogor. Pengambilan cairan rumen sebagai sumber inokulum dilakukan sebagai berikut Rumen diambil dari kambing yang telah dipotong sesaat sebelumnya, kemudian dibuka menggunakan gunting. Isi rumen diambil dengan tangan yang memakai sarung tangan karet untuk menghindari kontaminasi, kemudian dimasukan ke dalam kain tipis rangkap dua. Selanjutnya diperas melalui sebuah corong dan cairannya dimasukan ke dalam thermos yang telah disediakan sebelumnya. Thermos tersebut terlebih dahulu dibuang air panasnya (39-40oC) yang diisikan sebelumnya.

Sampel seberat 1.5 gram dari masing-masing perlakuan dimasukan kedalam tabung fermentor (tabung plastik polypropilen kapasitas 50 ml). Ditambahkan dengan saliva buatan (McDougall) sebanyak 18 ml pada suhu (39-40oC) dan pH 6.5-6.9. Diinokulasi dengan cairan rumen sebanyak 12 ml. Setiap media in vitro diberi gas CO2 selama ± 30 detik supaya tetap dalam kondisi

(31)

tetes). Selanjutnya tabung disentrifusi dengan kecepatan 5000 rpm selama 20 menit. Supernatan yang diinkubasi selama 24 jam dibuang dan endapanya diperlakukan sebagai berikut:

Kecernaan fermentatif; isinya disaring dengan kertas saring Whatman No.41 dengan bantuan pompa vakum. Hasil saringan dikeringkan dalam oven pada suhu 105oC selama 24 jam, kemudian ditimbang untuk menentukan KCBK fermentatif. Setelah itu dipijarkan dalam tanur listrik pada suhu 600oC selama 24 jam, kemudian dianalisa kadar proteinya dengan metode Kjeldahl.

Kecernaan enzimatik; endapan yang tersisa dalam tabung fermentor ditambah 30 ml larutan 0.2% dalam suasana asam, kemudiaan diinkubasi selama 24 jam dalam keadaan aerob pada suhu (39-40oC). Selanjutnya disaring dengan kertas saring Whatman No.41 (yang beratnya diketahui) dengan bantuan pompa vakum. Perlakuan selanjutnya sama dengan perlakuan kecernaan fermentatif. Nilai parameter ditentukan dengan persamaan sebagai berikut:

1. Kecernaan Bahan Kering (KCBK)

Kecernaan bahan kering (KCBK) dihitung dengan persamaan: Bk sampel – (Bk residu – Bk kontrol)

KCBK = --- x 100% Bk sampel

2. Kecernaan Bahan Organik (KCBO)

Kecernaan bahan organik (KCBO) dihitung dengan persamaan: Bo sampel – (Bo residu – Bo kontrol)

KCBK = --- x 100% Bo sampel

Peubah yang diukur:

1. Kecernaan Bahan Kering (Tilley dan Terry 1963) 2. Kecernaan Bahan Organik (Tilley dan Terry 1963)

Rancangan Penelitian

(32)

Model linier analisis keragaman pada penelitian ini adalah :

Yijk =μ+αi +βj +

ε

ij

Yijk = Nilai Pengamatan pada perlakuan pemotongan ke-i dan kelompok ke–j

μ = Rataan Umum

αi = Pengaruh perlakuan pemotongan ke–i

βj = Pengaruh kelompok ke–j

ε

ij = Pengaruh acak pada perlakuan ke–i dan kelompok ke–j

3.3.3 Tahap III: Kecernaanin vivo Indigoferasp pada kambing Boerka

Pengamatan kecernaan in vivo Indigofera sp dimana perlakuan tanaman yang dipakai merupakan hasil perlakuan yang terbaik dari intensitas dan interval pemotongan pada tanaman Indigofera sp tinggi pemotongan 1.5 m dan interval pemotongan 60 hari (P2T3) pada hasil penelitian sebelumnya, luas lahan yang dipakai 17 m x 35 m=595 m2. Tanaman dipotong sebanyak 10 batang setiap hari sampai 60 hari dengan tinggi pemotongan 1.5 m, sehingga pakan yang diberikan merupakan hasil perlakuan P2T3. Ternak kambing boerka jantan fase tumbuh umur 6 bulan dengan bobot badan 9–11 kg dikelompokkan berdasarkan bobot tubuhnya. Di berikan pakan sesuai dengan kebutuhan bahan kering pakan, pada setiap ekor kambing dan diasumsikan bahwa kebutuhannya adalah sebesar 3% dari bobot hidup berdasarkan bahan kering (NRC 1981).

Teknik pelaksanaan

Digunakan 20 ekor kambing Boerka jantan sedang tumbuh (Umur 6 bulan) dengan bobot badan berkisar 9-11 kg. Ternak dibagi terlebih dahulu menjadi 4 kelompok berdasarkan bobot badan yaitu berat, sedang, ringan. Ternak secara acak dialokasikan dalam 4 perlakuan pakan (5 ekor per perlakuan berdasrkan bobot badan).

Disusun 4 jenis ranasum berdasarkan taraf pemberiaanIndigoferasp yaitu : R0 : rumputBrachiaria ruziziensis 100%

(33)

Tabel 1 Susunan Pakan Penelitian (% BK)

Bahan Pakan Taraf PemberiaanIndigoferasp pada pakan

0% (R0) 15%(R1) 30%(R2) 45%(R3)

Indigoferasp 0 15 30 45

B. ruziziensis 100 85 70 55

Jumlah 100 100 100 100

BK 20.04 20.05 20.05 20.05

Protein kasar 8.06 10.62 13.81 15.74

BO 90.50 91.79 91.80 91.39

NDF 61.75 56.25 51.76 46.76

ADF 37.83 35.76 33.70 34.00

Energi kasar 4.064 4.163 4.262 4.363

Hasil analisis Laboratorium Loka Penelitian kambing Potong, Sei Putih

Pakan Indigofera sp yang diberikan kepada ternak merupakan hasil perlakuan pemotongan yang terbaikaitu interval 60 hari dan intensitas pemotongan 1.5 m (P2T3). Pemberiaan campuran pakan disesuaikan dengan kebutuhan bahan kering pakan untuk setiap ekor kambing dan diasumsikan bahwa kebutuhan adalah 3% dari bobot badan berdasarkan bahan kering (NRC 1981). Ternak ditempatkan dikandang metabolisme. Ternak dibiarkan beradaptasi selama 3 minggu sebelum pengumpulan data dilakukan. Ransum dan air minum diberikan secara tak terbatas (ad libitum). Konsumsi pakan dicatat setiap hari dengan menimbang jumlah yang diberikan dan sisanya pada setiap perlakuan.pertambahan bobot badan harian dihitung berdasarkan data bobot badan yang diperoleh dari penimbangan ternak setiap minggu selama 9 minggu masa pengamatan.

(34)

(diukur), sampel feses dan urin masing-masing diambil sebanyak 105 dari berat feses dan volume urinlalu ditimbanga dan dikeringkan. Setelah hari ke 7 sampel dikomposit untuk setiap kelompot ternak (individu ternak). Dari gabungan sampel diambil sub sampel untuk dianalisa, sehingga diperoleh kecernaan pakan (kecernaan bahan kering, bahan organik, bahan kering, serta serat deterjen netral dan serat deterjen asam).

Analisis kimia sampel pada perlakuan feses dilakukan sesuai dengan metode analisis proksimat (AOAC. 2005). Serat deterjen netral (NDF) dan serat deterjen asam (ADF) ditentukan menurut Goering dan Van Soest (1991).

Peubah yang diukur:

1. Konsumsi Bahan Kering

Rataan konsumsi pakan per ekor/hari yang diperoleh dengan jalan menimbang pakan segar yang diberikan dikalikan dengan kandungan bahan keringnya, kemudian dikurangi sisa pakan dan dikalikan dengan bahan kering pakan tersebut. Pengukuran dilakukan setiap 24 jam selama 54 hari.

2. Kecernaan Ransum

Tujuaan pengukuran ini adalah untuk menilai daya cerna pakan yang diberikan pada ternak kambing Boerka Jantan yaitu:

BK yang dikonsumsi–BK Feses

Koefisien KCBK = --- x 100% BK yang dikonsumsi

BO yang dikonsumsi –BO Feses

Koefisien KCBO = --- x 100% BO yang dikonsumsi

PK yang dikonsumsi – PK Feses

Koefisien KCPK = --- x 100% PK yang dikonsumsi

NDF yang dikonsumsi–NDF Feses

Koefisien KCNDF = --- x 100% NDF yang dikonsumsi

ADF yang dikonsumsi–ADF Feses

(35)

3. Pertambahan Bobot Badan

Penimbangan bobot badan kambing Boerka dilakukan setiap minggu selama pengamatan dengan menggunakan timbangan

PBB/hari= (BB akhir–BB awal)/63 hari(g/ekor/hari)

4. Efisiensi Penggunaan Pakan

Efisiensi penggunaan pakan diukur dengan cara membagi pertambahan bobot badan dengan jumlah pakan yang dikonsumsi.

Rancangan Penelitian

Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah rancangan acak kelompok (RAK) 4 x 5. Sehingga terdapat 20 ekor ternak kambing boerka Jantan. Data yang diperoleh akan dianalisis statistik dengan sidik ragam dan bila berbeda nyata maka dilanjutkan dengan uji Polinomial Orthogonal (Steel and Torrie 1995).

Model linier analisis keragaman pada penelitian ini adalah:

Yijk =μ+αi +βj +

ε

ijk

Yijk = Nilai Pengamatan pada perlakuan pakan ke-i dan kelompok ke–j

μ = Rataan Umum

αi = Pengaruh perlakuan pemotongan ke–i

βj = Pengaruh kelompok ke–j

(36)

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Aspek Pengamatan AgronomiIndigoferasp

4.1.1 Produksi Bahan Kering

Interval dan intensitas pemotongan dapat menurunkan produksi dari hijauan legum pohon (Karim et al. 1991). Hasil pengamatan terhadap produksi bahan kering Indigofera sp memperlihatkan perbedaan yang nyata (P<0.05) interaksi antara perlakuan interval dan intensitas pemotongan terhadap produksi bahan kering tanaman, semakin meningkat interval intensitas pemotongan diikuti dengan semakin meningkatnya produksi bahan kering tanaman seperti ditunjukan pada Tabel 2. Perlakuan intensitas pemotongan memberikan pengaruh yang nyata (P<0.05) pada setiap perlakuan terhadap produksi bahan kering tanaman. Hasil pada perlakuan interval 60 hari dan intensitas 1.5 m (P2T3) pemotongan produksi bahan kering sebesar 31.22 ton/ha/thn tidak berbeda nyata (P>0.05) dengan perlakuan interval 90 hari dan intensitas 1.5 m pemotongan (P3T3) sebesar 33.25 ton/ha/thn. Perlakuan dengan interval 30 hari dan intensitas pemotongan 0.5 m (P1T1) memiliki produksi bahan kering Indigofera sp terendah yaitu 11.24 ton/ha/thn seperti ditunjukan pada Tabel 2.

Tabel 2 Rataan produksi bahan kering, jumlah cabang, rasio daun/batang tanamanIndigoferasp yang diberikan perlakuan interval dan intensitas pemotongan yang berbeda

Peubah Perlakuan T1 T2 T3 Rataan

Produksi BK

(ton/ha/thn)

P1 11.25±0.27f 17.40±0.74e 20.14±1.45d 16.26±0.82 P2 11.63±0.71f 20.69±0.87d 31.23±2.06a 21.18±1.21 P3 22.82±1.02c 28.94±1.68b 33.25±1.11a 28.33±1.27 Rataan 15.23±0.66 22.34±1.09 28.20±1.54

Jumlah cabang P1 15±1.15d 19±1.76c 24±3.51b 19±2.14 P2 15±1.00d 20±1.35c 28±2.36a 21±4.71 P3 15±0.69d 20±1.68c 28±1.50a 21±1.29 Rataan 15±0.94 20±1.59 27±2.45

Rasio daun /batang P1 2.62±0.03a 2.63±0.05a 2.60±0.03a 2.61±0.03 P2 1.67±0.03b 1.73±0.06b 1.74±0.04b 1.71±0.04 P3 0.64±0.03d 0.62±0.02d 0.72±0.03c 0.66±0.02 Rataan 1.64±0.03 1.66±0.04 1.68±0.03

Keterangan : 1 P1 = 30 hari, P2 = 60 hari, P3 = 90 hari, T1= 0.5 m, T2 = 1 m, T3 = 1.5 m

(37)

Hasil Produksi bahan kering Indigofera sp tertinggi pada penelitian ini adalah 33.25 ton/ha/thn (P3T3). Hasil ini masih lebih tinggi bila dibandingkan dengan produksi Gliricidia maculata yang dilaporkan Van Hao (2001) sebesar 23 ton/ha/thn.

Rahman (2002) menyatakan bahwa interval pemotongan berpengaruh terhadap produksi segar dan bahan kering hijauan. Dengan semakin lamanya interval pemotongan memungkinkan tanaman untuk meningkatkan produksi tajuk dimana untuk interval pemotongan 90 hari tanaman masih mampu untuk berproduksi tinggi. Meningkatnya produksi tajuk tanaman dengan bertambahnya interval pemotongan dan intensitas pemotongan, disebabkan tanaman memperoleh kesempatan yang lebih lama untuk mengembangkan perakarannya serta mengakumulasikan hasil fotosintesis ke dalam sisitem perakaran tersebut. Setelah pemotongan cadangan karbohidrat yang terdapat pada batang dan akar segera terpakai untuk dirombak menjadi energi bagi pertumbuhan tunas-tunas baru, sehingga memungkinkan tanaman tersebut untuk dengan cepat berproduksi menghasilkan tunas-tunas tanaman yang baru dan menghasilkan produksi tanaman yang tinggi.

4.1.2 Jumlah Cabang

Hasil sidik ragam menunjukan adanya perbedaan nyata (P<0.05) interaksi antara perlakuan interval dan intensitas pemotongan terhadap jumlah cabang Indigofera sp. Interaksi antara interval dengan intensitas pemotongan menghasilkan jumlah cabang terbanyak terdapat pada interval 90 hari dan intensitas 1.5 m (P3T3) sebanyak 28 cabang berbeda nyata (P<0.05) jumlah cabang pada interval 30 hari dan intensitas 0.5 m (P3T1) terendah sebanyak 15 cabang seperti ditunjukan pada Tabel 2. Perlakuan interval pemotongan tidak memberikan perbedan nyata (P>0.05) terhadap jumlah cabang pada setiap perlakuan. Terjadi peningkatan jumlah cabang tanaman dengan tingginya intensitas pemotongan pada masing-masing perlakuan intensitas pemotongan.

(38)

2. Cadangan energi pada tanaman disediakan untuk pertumbuhan kembali (regrowth), sedangkan untuk kebutuhan perkembangan tanaman diperoleh dari sumber lain terutama dari hasil fotosintesis. Selanjutnya Anis (1992) menyatakan bahwa pertumbuhan kembali (regrowth) terutama ditopang oleh pelepasan karbohidrat cadangan pada tanaman. Sehingga semakin banyak cadangan energi pada tanaman pertumbuhan jumlah cabang semakin tinggi. Sejalan dengan semakin banyak jumlah cabang tanaman Indigofera sp diikuti dengan tingginya produksi bahan kering Indigofera sp pada setiap taraf perlakuan intensitas pemotongan, hal ini disebabkan karena banyaknya cadangan energi pada tanaman sehingga cadangan karbohidrat yang terdapat pada akar dan batang dapat dimanfaatkan oleh tanaman untuk produksi daun dan cabang tanaman. Sehingga semakin tinggi intensitas pemotongan, semakin banyak jumlah cabang yang dihasilkan oleh tanaman tersebut.

4.1.3 Rasio Daun/Batang

Hasil analisis sidik ragam menunjukan adanya perbedaan yang nyata (P<0.05) interaksi antara perlakuan interval dan intensitas pemotongan terhadap rasio daun/batang ditunjukan pada Tabel 2. Interaksi perlakuan interval dan intensitas pemotongan memiliki rasio daun/batang tertinggi, terdapat pada perlakuan interval 30 hari dan intensitas pemotongan 1 m (P1T2) sebesar 2.63 berbeda nyata (P<0.05) dengan perlakuan interval 90 hari dan intensitas pemotongan 1 m (P3T2) memiliki rasio daun/batang yang terendah sebesar 0.62 berbeda nyata dengan perlakuan yang lainnya (Tabel 2). Terlihat terjadi penurunan jumlah rasio daun/batang seiring dengan meningkatnya interval pemotongan Indigofera sp. Rasio daun/batang Indigofera sp tidak berbeda nyata untuk semua taraf intensitas. Untuk tanaman Indigofera sp tidak terdapat perbedaan rasio daun/batang antara intensitas pemotongan 0.5 m, 1 m dan 1.5 m (Tabel 2).

(39)

Indigofera sp, hal tersebut berbanding terbalik dengan produksi dan jumlah cabang Indigofera sp, semakin meningkat interval dan intensitas pemotongan menghasilkan produksi bahan keringan dan jumlah cabang semakin tinggi.

Bagian tanaman yang dikonsumsi ternak pada umumnya adalah bagian daun, sehingga akan lebih baik bila rasio daun/batang semakin tinggi karena semakin banyak yang dapat dimanfaatkan oleh ternak, karena daun lebih banyak dikonsumsi oleh ternak daripada bagian batang tanaman. Hal tersebut didukung oleh pendapat Shehu et al. (2001) menyatakan bahwa rasio daun/batang pada legum pohon sangat penting karena daun merupakan organ metabolisme dan kualitas legum pohon dipengaruhi oleh rasio daun/batang. Semakin banyak jumlah daun dari pada batang, kualitas legum tersebut semakin baik.

Untuk memenuhi kebutuhan hijauan pakan bagi ternak, maka rasio daun/batang merupakan tolak ukur yang sangat penting. Semakin lama interval pemotongan diikuti dengan semakin rendah rasio daun/batang. Hal ini dapat dipahami karena semakin tua tanaman semakin berkurang jumlah daun pada tanaman dibanding dengan tanaman yang muda. Selanjutnya Waters dan Givens (1992) mengatakan bahwa perlakuan interval dan intensitas pemotongan mempengaruhi komposisi anatomi dan morfologi tanaman, diantaranya rasio daun/batang. Penurunan kandungan nutrisi dengan meningkatnya usia tanaman, dapat digambarkan melalui rasio daun/batang pada tanaman.

4.2 Kualitas NutrisiIndigoferasp

4.2.1 Kandungan Bahan Organik

(40)

organik terendah sebesar 88.46% berbeda nyata dengan perlakuan yang lainnya (Tabel 3). Angka ini lebih rendah bila dibandingkan dengan hasil penelitian yang didapat Van Hao (2001) melaporkan bahwa kandungan bahan organikGliricidia adalah 88.60%.

Interval pemotongan terlihat semakin meningkat diikuti dengan meningkatnya kandungan bahan organik pada Indigofera sp, hal tersebut disebabkan karena semakin meningkat kandungan serat pada tanaman seiring dengan bertambahnya umur tanaman dan diikuti dengan semakin besar kandungan dinding sel tanaman. Dimana terdapat hubungan antara kandungan bahan organik dengan kandungan ADF pada tanaman, pada penelitian ini kandungan ADF relatif rendah, sehingga memungkinkan terjadi peningkatan kandungan bahan organik Indigofera sp, hal tersebut didukung oleh pendapat Reidet al. (1988) yang menyatakan bahwa acid detergent fiber (ADF) merupakan indikator yang terbaik untuk menggambarkan kandungan dan konsumsi bahan organik pakan.

Tabel 3 Rataan kandungan bahan organik Indigoferasp yang diberikan perlakuan interval dan intensitas pemotongan yang berbeda (% BK)

Perlakuan T1 T2 T3 Rataan

P1 88.46±0.79b 88.98±0.73b 88.77±0.78b 88.73±0.76 P2 89.12±0.79b 89.29±0.32b 89.32±0.12b 89.24±0.41 P3 89.32±0.12b 90.85±0.59a 90.68±1.33a 90.28±0.68 Rataan 88.96±0.56 89.70±0.54 89.59±0.74

Keterangan : 1 P1 = 30 hari, P2 = 60 hari, P3 = 90 hari, T1= 0.5 m, T2 = 1 m, T3 = 1.5 m

2 Angka yang diikuti superskrip yang berbeda pada baris dan kolom yang sama menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata (P<0.05)

4.2.2 Kandungan Protein Kasar

Kualitas hijauan yang baik ditandai dengan kandungan protein kasar yang tinggi serta kandungan serat yang rendah. Menurunya kandungan protein kasar ini disebabkan oleh menurunya rasio daun/batang dan meningkatnya umur tanaman. Shehu et al. (2001) menyatakan bahwa kualitas legum pohon dipengaruhi oleh rasio daun/batang pada tanaman.

(41)

berbeda nyata (P>0.05) interaksi interval dan intensitas pemotongan terhadap kandungan protein kasar Indigofera sp. Tetapi pada hasil analsisis sidik ragam perlakuan interval pemotongan memberikan pengaruh yang nyata (P<0.05) terhadap kandungan protein kasar Indigofera sp (Tabel 4). Kandungan protein kasar tertinggi diperoleh pada interval pemotongan 60 hari (P2) sebesar 25.81% berbeda nyata (P<0.05) dengan kandungan protein kasar pada inteval pemotongan 30 hari (P1) terendah sebesar 21.12%. Sedangkan pada perlakuan intensitas pemotongan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap kandungan protein kasarIndigoferasp pada setiap taraf intensitas pemotongan seperti yang disajikan pada Tabel 4. Kandungan protein kasar pada perlakuan intensitas pemotongan 1 m dan 1.5 m berbeda nyata (P<0.05) antara interval pemotongan 60 hari (P2) dengan interval pemotongan 90 hari (P3).

Tabel 4 Rataan kandungan protein kasar Indigoferasp yang diberikan perlakuan interval dan intensitas pemotongan yang berbeda (% BK)

Perlakuan T1 T2 T3 Rataan

P1 21.12±0.19e 21.97±1.34cd 21.76±0.55cd 21.61±0.69 P2 25.50±1.03a 25.78±0.60a 25.81±0.72a 25.69±0.78 P3 23.03±0.90cb 23.60±0.20b 23.20±0.29cb 23.27±0.46 Rataan 23.21±0.70 23.78±0.71 23.59±0.52

Keterangan : 1 P1 = 30 hari, P2 = 60 hari, P3 = 90 hari, T1= 0.5 m, T2 = 1 m, T3 = 1.5 m

2 Angka yang diikuti superskrip yang berbeda pada baris dan kolom yang sama menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata (P<0.05)

Tabel 4 diatas menunjukan kandungan protein kasar tertinggi terdapat pada interkasi perlakuan interval pemotongan 60 hari dan intensitas pemotongan 1.5 m (P2T3) adalah 25.81%, serta menurun sejalan dengan bertambahnya umur tanaman ditandai dengan kandungan protein kasar yang menurun.

Kandungan protein kasar terendah pada kombinasi P1T1 yaitu interval 30 hari dan intensitas 0.5 m, hal ini disebabkan umur tanaman yang masih muda dan kadar air yang tinggi, sehingga dinding sel tanaman belum terbentuk dengan baik, ditandai juga dengan rasio daun/batang yang tinggi dan kandungan NDF, ADF yang rendah.

(42)

menurun pada interval pemotongan 90 hari. Tjelele (2006) melaporkan hasil penelitian terhadap kandungan protein kasar Indigofera arrecta berkisar antara 24.61%‒26.10%, hasil penelitian tersebut lebih tinggi bila dibandingkan dengan kandungan protein kasar pada penelitian ini yaitu berkisar antara 21.12%‒25.81%. Selanjutnya Whitehead (2000) menyatakan bahwa penurunan kadar protein kasar tanaman selain karena umur tanaman juga disebabkan oleh penurunan proporsi daun/batang, helai daun mempunyai kandungan protein yang lebih tinggi dibandingkan dengan bagian batang tanaman.

4.2.3 Kandungan NDF

Peningkatan umur tanaman dinyatakan dengan meningkatnya kandungan NDF, sejalan dengan menurunya kecernaan pakan (Van Soest 1991). Rataan kandungan NDFIndigoferasp ditunjukan pada Tabel 5. Hasil analisis sidik ragam menunjukan adanya perbedaan nyata (P<0.05) interaksi interval dan intensitas pemotongan terhadap kandungan NDF tanaman. Kandungan NDF tertinggi terdapat pada perlakuan interval pemotongan 90 hari dengan intensitas 0.5 m (P3T1) sebesar 36.83% berbeda nyata (P<0.05) dengan kandungan NDF pada perlakuan interval pemotongan 30 hari dan intensitas 0.5 m (P1T1) sebesar 35.81% (Tabel 5). Kandungan NDF pada perlakuan interval pemotongan 30 hari (P1) dengan interval pemotongan 60 hari (P2) berbeda nyata kandungan NDF antara intensitas pemotongan 1.5 m (T3) dengan intensitas 1 m (T2) dan intensitas 0.5 m (T1).

(43)

ini akibat semakin meningkatnya interval pemotongan, diikuti dengan semakin meningkatnya umur tanaman, juga ditandai dengan meningkatnya kandungan NDF pada tanaman tersebut. Hoffman et al. (2001) menyatkan bahwa hijauan pakan ternak yang memilki kandungan NDF 40%, lebih tinggi nilai kecernaannya dibandingkan dengan hijauan pakan ternak dengan kandungan NDF 60%.

4.2.4 Kandungan ADF

Acid Detergent Fiber (ADF) merupakan fraksi bahan hijauan yang umumnya sukar dicerna dan dapat terdiri dari : selulosa, lignin dan abu yang tidak larut (insoluble ash). Kadar ADF sering digunakan sebagai indikasi kecernaan hijauan karena padanya terdapat lignin proporsi yang tinggi.

(44)

Tabel 5 Rataan kandungan NDF Indigofera sp yang diberikan perlakuan interval dan intensitas pemotongan yang berbeda (% BK)

Peubah Perlakuan T1 T2 T3 Rataan

NDF P1 35.81±0.13b 34.82±0.13 34.74±0.16 35.12±0.14 P2 35.36±0.21c 36.64±0.25a 36.07±0.20b 36.02±0.22 P3 36.83±0.32 36.79±0.51 36.56±0.15 36.72±0.32 Rataan 36.00±0.22 36.08±0.29 35.79±0.17

ADF P1 24.66±0.58ba 23.86±0.44 ed 23.72±0.59ed 24.08±0.53 P2 25.29±0.34a 24.64±0.13ba 23.25±0.23e 24.39±0.23 P3 24.57±0.32ba 24.26±0.51bd 23.70±0.15ed 24.17±0.32

24.84±0.41 24.25±0.36 23.55±0.32

Keterangan : 1 P1 = 30 hari, P2 = 60 hari, P3 = 90 hari, T1= 0.5 m, T2 = 1 m, T3 = 1.5 m

2 Angka yang diikuti superskrip yang berbeda pada baris dan kolom yang sama menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata (P<0.05)

Hasil analisis sidik ragam menunjukan perlakuan intensitas pemotongan berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap kandungan ADF Indigofera sp, dimana semakin meningkat taraf intensitas pemotongan, semakin rendah kandungan ADF tanaman. Hasil tersebut berbanding lurus dengan kandungan bahan organik pada penelitian ini, dimana sampai pada interval pemotongan 90 hari (P3) masih cukup tinggi kandungan bahan organik tanaman tersebut, hal tersebut ditandai dengan masih rendahnya kandungan ADF yaitu 24.57% pada interval 90 hari (P3) dan intensitas 0.5 m (T1) sehingga pada umur 90 hari kandungan ADF pada tanaman masih relatif baik, kandungan ADF pada tanaman yang merupakan komponen yang dapat menurunkan kandungan nutrisi pada tanaman. Jung dan Allen (1995) menyatakan bahwa kandungan ADF memilki korelasi positif yang lebih tinggi dengan kecernaan pakan. Dimana semakin tinggi kandungan ADF mengakibatkan rendahnya kecernaan pada pakan tesebut.

4.2.5 Kandungan Kalsium

(45)

Tabel 6 Rataan kandungan kalsium, fosfor Indigoferasp yang diberikan perlakuan interval dan intensitas pemotongan yang berbeda (% BK)

Peubah Perlakuan T1 T2 T3 Rataan

Kalsium P1 1.55±0.02ba 1.50±0.05ba 1.57±0.05a 1.54±0.04 P2 1.47±0.08ba 1.46±0.07ba 1.48±0.07ba 1.47±0.07 P3 1.42±0.06bac 1.40±0.04bc 1.30±0.04c 1.37±0.04 Rataan 1.48±0.05 1.45±0.05 1.45±0.05

Fosfor P1 0.91±0.05b 1.11±0.04a 0.97±0.07b 0.99±0.05 P2 0.93±0.04b 1.08±0.5a 0.83±0.05c 0.94±0.19 P3 0.63±0.04d 0.94±0.04b 0.83±0.05c 0.80±0.04

0.82±0.04 1.04±0.04 0.87±0.05

Keterangan : 1 P1 = 30 hari, P2 = 60 hari, P3 = 90 hari, T1= 0.5 m, T2 = 1 m, T3 = 1.5 m

2 Angka yang diikuti superskrip yang berbeda pada baris dan kolom yang sama menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata (P<0.05)

Hasil analisis sidik ragam terhadap kandungan kalsium Indigofera sp menunjukan tidak adanya perbedan nyata (P>0.05) interaksi antara interval dan intensitas pemotongan (Tabel 6). Sedangkan perlakuan interval pemotongan memberikan pengaruh yang nyata (P<0.05) terhadap kandungan kalsium Indigoferasp. Perlakuan interval pemotongan 90 hari dan intensitas 1.5 m (P3T3), memberikan pengaruh nyata (P<0.05) terhadap kandungan kalsiumIndigoferasp serta berpengaruh nyata terhadap perlakuan yang lainnya.

Pada Tabel 6 diatas kandungan kalsium tertinggi terdapat pada interval pemotongan 30 hari (P1) sebesar 1.57% berbeda nyata (P<0.05) dengan kandungan kalsium terendah sebesar 1.30%. Hasil analisis sidik ragam terhadap kandungan kalsium pada intensitas pemotongan 0.5 m (T1) dan intensitas pemotongan 1 m (T2) tidak berpengaruh nyata (P>0.05) antara interval pemotongan 30 hari dengan interval pemotongan 60 hari. Dari hasil sidik ragam menunjukan bahwa semakin muda tanaman diikuti dengan tingginya kandungan kalsium pada tanaman tersebut. Hasil tersebut masih lebih tinggi bila dibandingkan dengan hasil penelitian oleh Tjelele (2006) kandungan kalsium pada Indigofera amorphoides1.03%,Indigofera arrecta1.20% danIndigofera viciodes 1.38%.

(46)

Selain itu kalsium bukan merupakan unsur yang mobil, yang dapat berpindah kejaringan tanaman yang lebih muda.

Terlihat kandungan kalsium semakin menurun dengan meningkatnya umur tanaman, perlakuan interval pemotongan memberikan pengaruh yang nyata terhadap kandungan kalsium pada tanaman, dengan meningkatnya umur tanaman hal tersebut didukung oleh pendapat Chiy dan Philips (1997) yang menyatakan bahwa kandungan kalsium akan meningkat sampai tanaman mengalami peluruhan (5-45% bagian helai daun menguning atau coklat), kemudian kandungan kalsiumnya akan menurun.

4.2.6 Kandungan Fosfor

Hasil analisis terhadap kandungan fosfor Indigofera sp ditunjukan pada Tabel 6. Interaksi antara perlakuan interval intensitas pemotongan memberikan pengaruh yang nyata (P<0.05) terhadap kandungan fosfor pada tanaman.

Interaksi antara perlakuan interval dan intensitas pemotongan terhadap kandungan fosfor pada perlakuan interval pemotongan 30 hari (P1) dengan intensitas 1 m (T2) tertinggi sebesar 1.11% berbeda nyata (P<0.05) dengan kandungan fosfor perlakuan interval 30 hari dan intensitas 1.5 (P1T3) yaitu sebesar 0.97% (Tabel 6). Angka ini masih lebih tinggi bila dibandingkan dengan hasil penelitian Kabaija dan Smith (1989) melaporkan bahwa kandungan fosforL. Leucocephalaberkisar antara 0.10%‒ 0.13%.

(47)

perpindahan kandungan fosfor dalam tanaman kejaringan yang lebih aktif, seperti pembentukan batang tanaman, dinding sel tanaman akibat bertambahnya umur tanaman. Hasil tersebut sesuai dengan pendapat Whitehead (2000) menyatakan bahwa kandungan fosfor dalam tanaman akan menurun disebabkan beberapa faktor diantaranya bertambahnya usia tanaman dan spesies tanaman.

4.3 Uji Kecernaanin vitropada kambing

4.3.1 Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik

Evaluasi kecernaan secara in vitro merupakan suatu teknik untuk menentukan kecernaan yang dimiliki oleh suatu bahan pakan. Teknik ini untuk mengatasi keterbatasan-keterbatasan percobaan yang mengunakan teknik in vivo yang membutuhkan waktu yang relatif lama.

Tabel 7 Rataan kecernaanin vitrotajukIndigofera spyang diberikan perlakuan interval dan intensitas pemotongan yang berbeda (% BK)

Peubah Perlakuan T1 T2 T3 Rataan

KCBK P1 72.65±0.71c 74.07±0.43b 74.95±0.82b 73.89±0.65 P2 75.03±0.51b 76.08±0.55a 77.13±0.49a 76.08±0.51 P3 68.02±0.82e 68.86±0.43e 70.68±0.60a 69.18±0.61 Rataan 71.90±0.68 73.00±0.47 74.25±0.63

KCBO P1 70.70±0.52de 70.15±0.47e 71.16±0.44d 70.67±0.47 P2 72.32±0.49c 73.29±0.90b 74.98±0.62a 73.53±0.67 P3 66.86±0.50g 68.10±0.72f 68.68±0.23f 67.88±0.48

69.96±0.50 70.51±0.69 71.60±0.43

Keterangan : 1 P1 = 30 hari, P2 = 60 hari, P3 = 90 hari, T1= 0.5 m, T2 = 1 m, T3 = 1.5 m

2 Angka yang diikuti superskrip yang berbeda pada baris dan kolom yang sama menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata (P<0.05)

Dari hasil sidik ragam menunjukan bahwa perlakuan interval dan intensitas pemotongan memberikan pengaruh nyata (P<0.05) terhadap kandungan kecernaan bahan keringIndigoferasp seperti ditunjukan pada Tabel 7.

(48)

Angka tersebut masih lebih tinggi bila dibandingkan dengan hasil penelitian kecernaan in vitro oleh Lukhele and Van Ryssen (2002) melaporkan bahwa, kecernaan in vitro Colophospermum mopane berkisar antara 52.60%‒54.30%. Kecernaan bahan kering pada perlakuan intensitas pemotongan 1 m (T2) dan intensitas pemotongan 1.5 m (T3) berbeda nyata (P<0.05) antara perlakuan interval pemotongan 30 hari (P1) dan interval 60 hari (P2). Terlihat terjadi penurunan kandungan kecernaan bahan kering Indigofera sp disebabkan karena terjadi peningkatan interval pemotongan tanaman, sehingga bertambahnya umur daripada tanaman tersebut.

Hasil analisis sidik ragam kecernaan bahan organik Indigofera sp disajikan pada Tabel 7. Dari hasil sidik ragam perlakuan interval dan intensitas pemotongan berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap kecernaan bahan organik Indigoferasp.

Hasil kecernaan bahan organik tertinggi terdapat pada perlakuan interval 60 hari (P2) dengan intensitas pemotongan 1.5 m(T3) kecernaan bahan kering sebesar 74.98% berbeda nyata (P<0.05) dibandingkan dengan perlakuan interval pemotongan 90 hari (P3) dengan intensitas pemotongan 0.5 m (T1) kecernaan bahan kering terkecil sebesar 66.86%. Kecernaan bahan organik pada perlakuan intensitas pemotongan 1 m (T2) dan intensitas pemotongan 1.5 m (T3) berbeda nyata (P<0.05) antara perlakuan interval pemotongan 30 hari (P1) dengan interval pemotongan 90 hari (P3) ditujukan pada Tabel 7.

Hasil kecernaan bahan kering dan bahan organik pada penelitian ini, termasuk memiliki kecernaan pakan yang tinggi berkisar 68.02%‒77.13% dan 66.86% ‒ 74.98%. Angka ini lebih tinggi bila dibandingkan dengan hasil penelitian Karachi (1997) melaporkan bahwa kecernaan in vitro bahan organik legum L.purpureus adalah 64.40%. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian Bulo (1985) menyatakan hasil kecernaan bahan kering dan organik legum herba dan legum pohon berkisar anatara 36%‒63 %.

(49)

sehingga terjadi perubahan komposisi kimia pada tanaman, dimana tanaman tua komposisi dinding sel akan lebih tinggi dibandingkan dengan isi sel. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Nohong (2000) menyatakan bahwa penurunaan kecernaan disebabkan peningkatan serat kasar dengan makin panjangnya interval pemotongan tanaman. Serat kasar merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi koefisien kecernaan bahan makanan. Kecernaan suatu bahan makanan akan semakin menurun dengan meningkatnya kandungan serat kasar, hal tersebut berbanding lurus dengan hasil kandungan NDF dan ADF pada penelitian ini, yang merupakan bagian dari serat kasar pada tanaman. McDonald et al. (2002) menyatakan bahwa peningkatan proporsi serat pada tanaman merupakan faktor yang mempengaruhi kecernaan.

4.4 Uji KecernaanIn Vivo Indigoferasp Pada Kambing Boerka

4.4.1 Konsumsi Bahan Kering

Pengaruh taraf pemberiaan Indigofera sp pada campuran pakan terhadap konsumsi bahan kering disajikan pada Tabel 8. Rataan konsumsi bahan kering pakan adalah berturut-turut 356.71, 368.24, 440.92, 422.55 g ekor-1hari-1untuk perlakuan 0; 15; 30 dan 45% taraf pemberian Indigofera sp dalam campuran pakan (Tabel 8).

(50)

Tabel 8 Konsumsi bahan kering kambing Boerka (gr/hari)

Peubah Perlakuan

R0 R1 R2 R3

KonsumsiIndigofera 0 55.24 132.28 190.15

KonsumsiBrachiaria 356.71 313 308.64 232.40

Konsumsi BK 356.71a 368.24a 440.92b 422.55b

Keterngan : R0 = 100% Brachiaria ruziziensis + 0 % Indigofera sp, R1= 85%Brachiaria ruziziensis + 15 % Indigoferasp, R2 70%Brachiaria ruziziensis +30 %Indigofera sp, R3 = 55%Brachiaria ruziziensis + 45 % Indigofera sp Angka yang diikuti superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata (P<0.05)

Semakin meningkat penambahan tarafIndigoferasp pada campuran pakan meningkatkan kandungan nilai gizi pada pakan, diikuti dengan peningkatan konsumsi bahan kering (Tabel 8).

Hal tersebut didukung oleh Parakkasi (1995) menyatakan bahwa konsumsi pakan dipengaruhi terutama oleh faktor kualitas pakan, kebutuhan energi ternak, tingkat kecernaan pakan, semakin baik kualitas pakan, semakin tinggi konsumsi dari seekor ternak. Selanjutnya Thompson dan Stuedemann (1993) menyatakan bahwa salah satu penyebab menurunya kecernaan ternak ruminansia disebabkan pakan yang dikonsumsi mengandung toksit.

Pengaruh perlakuan penambahan taraf Indigofera sp pada pakan ternak kambing terhadap konsumsi bahan kering yang dianalisa menggunakan analisis polinomial orthogonal membentuk kurva kubik dan mengikuti persamaan

Y= -25.36x3+182.77x2-359.23x+558.53 (R2= 1)

4.4.2 Kecernaan Pakan

4.4.2.1 Kecernaan Bahan Kering

(51)

Tabel 9 Pengaruh pemberiaan taraf Indigofera sp terhadap kecernaan bahan kering dan bahan organik (%)

Peubah Perlakuan

R0 R1 R2 R3

Kecernaan BK 43.61c±4.98 50.14b±3.83 57.88a±2.15 60.07a2.43 Kecernaan BO 46.28c±4.91 53.10b±3.68 59.97a±2.02 62.53a±2.10

R0 = 0 %Indigofera sp, R1= 15 %Indigofera sp, R2 = 30 %Indigofera sp, R3 = 45 %Indigofera sp Angka yang diikuti superskrip yang berbeda pada baris dan kolom yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata (P<0.05)

Pengaruh perlakuan pakan terhadap kecernaan bahan kering dan bahan organik disajikan pada Tabel 9. Rataan kecernaan bahan kering adalah 43.61% ±4.98, 50.14% ±3.83, 57.88% ±2.15, 60.07%±2.43 berturut-turut untuk perlakuan 0; 15; 30 dan 45% taraf pemberianIndigoferasp sebagai pakan kambing Boerka. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa kecernaan bahan kering dipengaruhi oleh perlakuan pemberian Indigofera sp (P<0.05) sebagai pakan ternak kambing Boerka ditunjukan pada Tabel 9. Adanya pengaruh nyata dari perlakuan pemberian Indigofera sp disebabkan peningkatan nilai gizi pakan seperti protein, karbohidrat, mineral. McDonald et al. (2002) menyatakan bahwa kecernaan pakan dipengaruhi oleh komposisi bahan makanan, nilai gizi pakan, faktor hewan serta tingkat pemberian pakan. Walaupun kandungan fenolik dan tanin yang dikandung pada Indigofera sp rendah, tetapi Indigofera sp mengandung senyawa asam amino nonprotein yaitu indospicine membentuk ikatan dengan mimosin berupa hepatotoxik, fungsinya sama dengan anti nutrisi lainnya, dapat menghambat penyerapan zat-zat nutrien pada rumen. Hal tersebut didukung oleh pendapat Rosenthal (1982) menyatakan bahwa diantara asam amino nonprotein pada Indigofera, Indospicine membentuk ikatan dengan mimosin berupa ikatan hepatotoxik, dimana ikatan tersebut dapat merusak fungsi hati pada domba, kambing dan sapi, selanjutnya Hegarty (1968) mengisolasi indospicine pada Indigofera endecaphylla menghasilkan produksi kandungan indospicine pada tanaman indigofera cukup tinggi.

Gambar

Gambar 1 Indigofera sp
Tabel 1 Susunan Pakan Penelitian (% BK)
Tabel 2 Rataan produksi bahan kering, jumlah cabang, rasio daun/batang
Tabel 6 Rataan kandungan kalsium, fosfor Indigofera sp yang diberikan
+4

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini ditunjukkan dengan tidak adanya perbedaan nyata pada konsumsi bahan kering, kecernaan bahan kering dan bahan organik serta TDN pakan oleh domba yang diberi keempat

Tujuan penelitian adalah mengkaji kecernaan bahan kering dan bahan organik alfalfa akibat pemberian fosfat dan umur defoliasi pertama yang berbeda.. Penelitian dilakukan

Konsumsi dan kecernaan bahan kering dan bahan organik dalam haylase pakan lengkap ternak sapi Peranakan Ongole.. Relationships between udder and

Efek penambahan tepung rumput laut merah (Gracilaria sp.) pada pakan sapi potong terhadap kecernaan bahan kering dan bahan organik secara in vitro.. Lind

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kadar serat kasar, kecernaan bahan kering dan kecernaan bahan organik secara in vitro jerami kedelai yang ditanam dengan perlakuan

Kecernaan in vitro bahan kering dan bahan organik jerami jagung yang diinokulasi dengan Trichoderma sp pada lama inkubasi yang berbeda.. Di bawah Bimbingan

Kecernaan in vitro bahan kering dan bahan organik jerami kedelai edamame menurun dengan sekamin bertambahnya umur panen dan penambahan inokulum rhizobium tidak

Hal ini terjadi terkait dengan konsumsi bahan kering dan pertambahan bobot hidup harian yang juga tidak dipengaruhi oleh substitusi rumput dengan Indigofera sp., karena