KECERNAAN IN VITRO BAHAN KERING DAN BAHAN ORGANIK JERAMI JAGUNG (Zea mays) YANG DIINOKULASI DENGAN
Trichoderma sp. PADA LAMA INKUBASI YANG BERBEDA
SKRIPSI Oleh: RASUL GANI K I 211 08 260 FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2013
ii
KECERNAAN IN VITRO BAHAN KERING DAN BAHAN ORGANIK JERAMI JAGUNG (Zea Mays) YANG DIINOKULASI DENGAN
Trichoderma sp. PADA LAMA INKUBASI YANG BERBEDA
SKRIPSI
Oleh:
RASUL GANI K I 211 08 260
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana pada Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin
FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR 2013
iii
PERNYATAAN KEASLIAN
1. Yang bertanda tangan dibawah ini: Nama : Rasul Gani K NIM : I 211 08 260 Menyatakan dengan sebenarnya bahwa:
a. Karya skripsi yang saya tulis adalah asli
b. Apabila sebagian atau seluruhnya dari karya skripsi, terutama dalam Bab Hasil dan Pembahasan, tidak asli atau plagiasi maka bersedia dibatalkan dan dikenakan sanksi akademik yang berlaku.
2. Demikian pernyataan keaslian ini dibuat untuk dapat dipergunakan seperlunya.
Makassar, Desember 2013
iv
Judul Skripsi : Kecernaan In Vitro Bahan Kering dan Bahan Organik Jerami Jagung (Zea mays) yang Diinokulasi Dengan Trichoderma sp. Pada Lama Inkubasi yang Berbeda
Nama : Rasul Gani K Nomor Induk Mahasiswa : I 211 08 260 Fakultas : Peternakan
Skripsi ini telah Diperiksa dan Disetujui Oleh:
Dr. Ir. Hj. Rohmiyatul Islamiyati, MP Dr. Harfiah, S.Pt., MP Pembimbing Utama Pembimbing Anggota
Mengetahui:
Prof. Dr. Ir. Syamsuddin Hasan, M.Sc. Prof. Dr. Ir. Jasmal A. Syamsu, M.Si Dekan Fakultas Peternakan Ketua Jurusan
v
Rasul Gani K (I 211 08 260). Kecernaan in vitro bahan kering dan bahan organik jerami jagung yang diinokulasi dengan Trichoderma sp pada lama inkubasi yang berbeda. Di bawah Bimbingan Rohmiyatul Islamiyati sebagai Pembimbing Utama dan Harfiah sebagai Pembimbing Anggota.
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kecernaan in vitro bahan kering dan bahan organik jerami jagung yang diinokulasi dengan Trichoderma sp. pada lama inkubasi yang berbeda. Penelitian ini disusun berdasarkan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 3 ulangan yaitu: P0= jerami jagung tanpa inokulasi
(kontrol), P1= Jerami jagung + 5% Trichoderma sp. dengan lama waktu inkubasi 1
minggu, P2= Jerami jagung + 5% Trichoderma sp. dengan lama waktu inkubasi 2
minggu, P3= Jerami jagung + 5% Trichoderma sp. dengan lama waktu inkubasi 3
minggu. Kecernaan in vitro bahan kering dan bahan organik menggunakan metode pepsin sellulase. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jerami jagung yang diinokulasi dengan fungi Trichoderma sp. pada lama inkubasi yang berbeda berpengaruh yang nyata (P<0.05) terhadap kecernaan bahan kering dan bahan organik. Disimpulkan bahwa kecernaan in vitro bahan kering dan bahan organik jerami jagung yang difermentasi dengan Trichoderma sp. menunjukkan kecenderungan meningkat pada minggu ke-2 dan menurun pada minggu ke-3.
vi
Rasul Gani K (I 211 08 260). In vitro digestibility of dry matter and organic matter corn straw inoculated with Trichoderma sp at different incubation time. Under Direction Rohmiyatul Islamiyati as Main Supervisor and Harfiah as Co-supervisor
ABSTRACT
The purpose of this study was to determine the in vitro digestibility of dry matter and organic matter corn straw inoculated with Trichoderma sp. at different incubation time. This study is based on completely randomized design (CRD) with 4 treatments and 3 replications is: P0 = maize straw without inoculation (control), P1 = corn straw + 5% Trichoderma sp with long incubation time 1 week, P2 = corn straw + 5 % Trichoderma sp. with a long incubation period of 2 weeks, P3 = corn straw + 5% Trichoderma sp. with a long incubation period of 3 weeks. In vitro digestibility of dry matter and organic matter were analyzed according to the method sellulase pepsin. The results showed that maize straw inoculated with fungi Trichoderma sp. at different incubation time real effect (P<0.05) on digestibility of dry matter and organic matter. It was concluded that the in vitro digestibility of dry matter and organic matter fermented corn straw with Trichoderma sp. showed a tendency to increase at week 2 and decreased at week 3.
vii
KATA PENGANTAR
Puji Syukur penulis panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa atas Anugerah diberikan kepada penulis sehingga Skripsi ini berhasil diselesaikan dengan baik.
Dalam menyelesaikan skripsi ini, berbagai hambatan yang menjadi rel kehidupan bagi keberhasilan penulis. Untuk melewati itu semua karena dibarengi dengan usaha, doa dan kerja keras penulis. Untuk itu dukungan baik berupa moral, material maupun spiritual dari segala kalangan sangat dibutuhkan mulai dari kalangan keluarga hingga kalangan umum.
Kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Syamsuddin Hasan, M.Sc selaku Dekan Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin juga kepada Prof. Dr. Ir. Jasmal A. Syamsu, M.Si selaku Ketua Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak beserta jajarannya, penulis mengucapkan banyak terima kasih atas dukungan dan pelayanan intelektual yang diberikan. Terkhusus kepada seluruh Dosen dan Staf Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, penulis menghaturkan rasa bangga kepada Bapak dan Ibu sekalian.
Keberhasilan ini adalah sebuah fase yang telah tercapai dalam kehidupan dan menjadi kewajiban dan syarat yang harus dipenuhi setelah melalui beberapa tahap perkuliahan oleh seluruh komponen yang ada di dunia kampus. Olehnya itu, dengan penuh rasa hormat penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada Kedua Pembimbing penulis yaitu Dr. Ir. Hj. Rohmiyatul Islamiyati, MP dan Dr. Harfiah S.Pt, M.Siatas didikan, bimbingan, dan telah meluangkan waktunya selama ini.
Ucapan terima kasih dan cinta kasih penulis persembahkan kepada Ayahanda tercinta Helmi A. Koto dan juga kepada Ibunda tercinta Mieke S. (Semoga Tuhan senantiasa memberkahi mereka dalam setiap aktivitasnya) atas kasih sayang, cinta, dan
viii
didikan tulus yang telah diberikan. Kepada saudara-saudaraku dan dukungan kalian menjadi semangat bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Tak lupa penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada teman-teman mahasiswa baik di dunia kampus maupun teman – teman di luar kampus, teman KKN dan teman bermain lainnya khususnya Ardi Setiawan Dar, Muh. Khaidir K., Dirgahayu Putra Kasman, Fadli Ramadhani, Nur Akmal Nurdin, Sofyan Ismail, Rizaldy Natsier, keluarga Vuniman dan Spesies 08 tetap semangat dan eksistensikan pertemanan dan persaudaraan yang ada.
Sebagai ungkapan terakhir, penulis memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa untuk senantiasa melimpahkan rahmat dan berkah-Nya kepada kita semua. Berdoa, berusaha, bekerja keras dan pantang menyerah merupakan tiang menuju keberhasilan. Kesabaran dan ketabahan menjadikan segala sesuatu yang sulit menjadi mudah untuk mengerjakannya. Keberhasilan ini senantiasa penulis persembahkan kepada orang tua, keluarga, teman, dan masyarakat Indonesia. Akhir kata semoga Peternakan menjadi jaya dan mampu mencerdaskan anak bangsa.
Makassar, Desember 2013
ix
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PENGAJUAN ... ii
PERNYATAAN KEASLIAN ... iii
HALAMAN PENGESAHAN ... iv
ABSTRAK... v
ABSTRACT ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI ... ... ix
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1
Perumusan masalah ... 2
Hipotesa ... 3
Tujuan dan Kegunaan ... 3
TINJAUAN PUSTAKA A. Limbah Jagung Sebagai Hijauan Makan Ternak... 4
B. Pemanfaatan Jerami Jagung Sebagai Pakan Ternak ... 6
C. Fungi Trichoderma sp. ... 8
D . Pengukuran Daya Cerna In Vitro ... 15
E. Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik………. 17
METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ... 19
Materi Penelitian ... 19
Prosedur Penelitian ... 19
Pelaksanaan Penelitian ... 20
x
Anlisis Data………... 24
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Fisik Jerami Jagung ... 25
Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik ... 28
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 32
Saran ... 32
DAFTAR PUSTAKA ... 33
LAMPIRAN ... 38 RIWAYAT HIDUP
xi
DAFTAR TABEL
No. Teks Halaman
1. Luas Panen dan Produksi Tanaman Jagung Kabupaten/Kota di Sulawesi
Selatan ………. 5
2. Kandungan Nilai Gizi Jerami Jagung ……….. 7 3. Hasil Pengamatan Warna, Bau, dan Tekstur pada Jerami Jagung yang
Diinokulasi dengan Trichoderma sp pada lama Inkubasi yang Berbeda …. 25 4. Rataan Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik pada Jerami Jagung
yang Diinokulasi dengan Trichoderma sp pada lama Inkubasi yang Berbeda ... 28
xii
DAFTAR GAMBAR
No. Teks Halaman
1. Trichoderma sp ... 8
2. Hifa Trichoderma sp ... 8
3. Jerami Jagung Tanpa Menggunakan Trichoderma sp ……… 26
4. Jerami Jagung Hasil Inkubasi (7 Hari) Menggunakan Trichoderma sp ... 26
5. Jerami Jagung Hasil Inkubasi (14 Hari) Menggunakan Trichoderma sp…. 27
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
No Teks Halaman
1 Rataan Kecernaan Bahan Kering (%) pada jerami jagung yang diinokulasi dengan Trichoderma sp. pada lama inkubasi yang
berbeda ……… 38 2 Rataan Kecernaan Bahan Organik (%) pada jerami jagung yang
diinokulasi dengan Trichoderma sp. pada lama inkubasi yang
berbeda ……… 40
3 Denah penelitian Trichoderma sp. ……….. 42 4 Foto – foto Kegiatan Selama Penelitian……….. 43
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pakan merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh terhadap produktivitas ternak. Apabila kekurangan pakan, baik secara kualitas maupun kuantitas dapat menyebabkan rendahnya produksi ternak yang dihasilkan. Oleh karena itu, perlu dilakukan usaha untuk mencari bahan pakan yang berpotensi baik dari segi kualitas maupun kuantitas.
Permasalahan pakan dapat diatasi dengan mencari pakan alternatif yang potensial, murah, mudah diperoleh dan tidak bersaing dengan manusia. Hasil sampingan pertanian merupakan bahan yang mudah diperoleh dan melimpah. Salah satu limbah pertanian yang biasa dimanfaatkan sebagai pakan ternak yaitu jerami jagung. Jerami jagung merupakan limbah pertanian yang cukup banyak tersedia dan sering digunakan sebagai bahan pakan pada saat persediaan rumput berkurang. Limbah tanaman jagung di Sulawesi Selatan meningkat, seiring digalakkannya program pencapaian produksi jagung 1.5 juta ton. Limbah tanaman jagung berkisar 5-6 ton bahan kering per hektar (Direktorat Budidaya Ternak Ruminansia, 2006).
Kandungan nutrisi jerami jagung mengandung bahan kering 60%, protein 3,3%, abu 4,4%, serat kasar 20,2%, dan lemak 0,7% (Lubis, 1992). Jerami jagung memiliki kekurangan yaitu kandungan nutrisi dan daya cernanya yang rendah. Hal ini disebabkan oleh karena dinding selnya sudah mengalami lignifikasi lanjut sehingga selulosa dan hemiselulosa terikat oleh lignin.
2
Untuk meningkatkan nilai nutrisi jerami jagung maka dilakukan suatu proses pengolahan secara biologis yaitu dengan memberi fungi pendegradasi serat. Pada proses pengolahan secara biologis, umumnya terjadi perombakan bahan-bahan yang kompleks menjadi lebih sederhana sehingga mudah dicerna dan diserap oleh ternak. Fungi Trichoderma sp. memproduksi enzim ekstraseluler yang mempunyai kemampuan mendegradasi komponen yang kompleks. Inokulasi fungi Trichoderma sp. pada jerami jagung diharapkan dapat meningkatkan kecernaan bahan kering dan bahan organik. Perumusan Masalah
Jerami jagung merupakan sisa dari tanaman jagung setelah buahnya dipanen dan dapat diberikan pada ternak, baik dalam bentuk segar maupun dalam bentuk kering. Pemanfaatan jerami jagung sebagai pakan ternak telah dilakukan terutama untuk ternak sapi, kambing, dan domba. Rendahnya nilai nutrisi dan kecernaan jerami jagung, maka diperlukan suatu usaha untuk memperbaiki nilai kecernaan bahan kering dan bahan organiknya. Jerami jagung yang diinokulasi dengan fungi Trichoderma sp. dapat mempengaruhi kecernaan bahan kering dan bahan organik jerami jagung, akan tetapi belum diketahui pengaruh inokulasinya dengan lama inkubasi yang berbeda terhadap daya cerna in vitro bahan kering dan bahan organiknya.
3 Hipotesa
Diduga bahwa jerami jagung yang diinokulasi dengan fungi Trichoderma sp. dengan lama inkubasi yang berbeda dapat meningkatkan daya cerna in vitro bahan kering dan bahan organik jerami jagung.
Tujuan dan Kegunaan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui lama inkubasi jerami jagung yang diinokulasi dengan fungi Trichoderma sp. terhadap daya cerna in vitro dengan masa inkubasi yang tepat.
Kegunaannya adalah sebagai sumber informasi kepada peternak untuk memanfaatkan jerami jagung yang telah diinokulasikan dengan fungi Trichoderma sp. sebagai bahan pakan ternak.
4
TINJAUAN PUSTAKA
Limbah Jagung Sebagai Hijauan Makanan Ternak
Tanaman jagung termasuk keluarga graminae dan merupakan jenis tumbuhan semusim (annual), susunan tubuh (morfologi) tanaman jagung terdiri atas akar, batang, dan buah. Batang tanaman jagung beruas-ruas (berbuku-buku) dengan jumlah ruas yang bervariasi 10 – 40 ruas. Tanaman jagung umumnya tidak bercabang, kecuali pada jagung manis, sering tumbuh beberapa cabang (beranak) yang muncul dari pangkal batang (Rukmana, 1997).
Pucuk tanaman dan daun jagung dapat diberikan pada ternak pemamah biak, butir jagungnya untuk manusia. Seluruh batang jagung dapat pula diberikan pada ternak bila tanaman tersebut gagal sebagai tanaman pangan. Batang jagung dan seluruh pohon jagung yang telah diambil butir jagungnya dan sudah tua dapat pula diberikan pada ternak (Huitema, 1986). Menurut Hardjodinomo (1982) bahwa tanaman jagung dapat hidup di daerah tropis dan subtropis. Temperatur yang optimal untuk tumbuhnya adalah antara 30 – 32o C temperatur terendah 9 – 10o C dan temperatur tertinggi 40 – 44o C.
Tanaman Jagung setiap kali panen akan menghasilkan limbah sebagai hasil sampingan. Adapun yang termasuk jenis hasil limbah tanaman jagung misalnya batang, daun jagung (jerami jagung) kelobot dan janggel jagung (Anonim, 1986). Potensi jerami jagung untuk pakan di Sulawesi Selatan cukup besar disajikan pada Tabel 1.
5
Tabel 1. Luas Panen dan Produksi Tanaman Jagung Kabupaten/Kota di Sulawesi Selatan, 2012
Kabupaten/Kota Luas Panen (Ha) Produksi (Ton)
Kepulauan Selayar 2.567 5.234 Bulukumba 30.726 110.263 Bantaeng 28.532 172.120 Jeneponto 50.469 239.434 Takalar 2.586 13.274 Gowa 38.677 219.407 Sinjai 2.417 7.773 Maros 3.435 19.037 Pangkep 1.055 5.841 Barru 1.022 5.153 Bone 38.879 170.305 Soppeng 10.394 48.881 Wajo 17.134 76.393 Sidrap 12.321 59.475 Pinrang 11.783 64.674 Enrekang 7.373 39.877 Luwu 5.908 17.344 Tana Toraja 4.126 24.454 Luwu Utara 22.209 99.544 Luwu Timur 4.238 17.151 Toraja Utara 710 2.444 Makassar 14 53 Pare-pare 59 154 Palopo 492 1.869 Sulawesi Selatan 2011 297.126 1.420.154 2010 303.375 1.343.043 2009 299.669 1.395.742 Sumber : BPS Sulawesi Selatan (2012)
6
Daun segar dari jagung dapat digunakan sebagai makanan ternak besar seperti sapi, dan kerbau yang selanjutnya dikembalikan kelahan dalam bentuk pupuk kandang. Dinyatakan pula bahwa pemangkasan seluruh daun pada fase panen tidak menurunkan hasil secara nyata karena pada fase itu biji telah berisi penuh (Suprapto, 1992).
Pemanfaatan Jerami Jagung sebagai Pakan Ternak
Jerami jagung merupakan limbah pertanian yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan pakan terutama didaerah yang padat ternak (Rangkuti, 1987). Penggunaan jerami jagung sebagai pakan masih dibatasi oleh faktor ketersediaannya yang berfluktuasi tergantung usaha tani dan musim (Mulyaningsih dkk., 1987). Selanjutnya dijelaskan bahwa jerami jagung memiliki nilai nutrisi yang rendah dan kurang disukai oleh ternak dengan kandungan bahan organik sebesar 89,9% dan protein kasar sebanyak 7,44%.
Jerami jagung adalah limbah pertanian yang tidak kalah pentingnya dibandingkan jerami padi sebagai pakan (Hasan dan Amril, 1991). Tangenjaja dan Gunawan (1988) menyatakan bahwa limbah jagung sudah dipakai walaupun belum dimanfaatkan secara penuh. Hal ini sejalan dengan pendapat Subandi dkk., (1988), bahwa jerami jagung merupakan salah satu sumber hijauan yang disukai ternak. Di daerah-daerah kering yang rumputnya sedikit, biasanya petani memanfaatkan atau menyimpan jerami jagung sebagai upaya penyediaan bahan pakan.
7
Potensi penggunaan jerami jagung dapat dimaksimalkan bila ditambahkan hijauan seperti leguminosa untuk pembuatan silase yang nantinya dapat digunakan sebagai pakan ruminansia (Djuned dkk., 1980).
Kandungan nutrisi jerami jagung adalah sebagai berikut : Tabel 2. Kandungan Nilai Gizi Jerami Jagung
Kandungan Zat Kadar Zat (%)
Bahan Kering 60,0 Protein 3,3 Abu 4,4 Serat Kasar 20,2 Lemak 0,7 Sumber: Lubis, 1992
Widyawati dan Slamet (2005) menyatakan kadar protein kasar jerami jagung cukup tinggi dikarenakan dipanen pada waktu jagung masih muda dan daun masih berwarna hijau. Pada daun yang berwarna hijau diharapkan jerami jagung mempunyai palatabilitas yang cukup tinggi pula. Subandi dkk., (1988) menyatakan bahwa limbah jagung sudah digunakan sebagai bahan pakan meski belum dimanfaatkan secara penuh.
8 Fungi Trichoderma sp.
Klasifikasi fungi Trichoderma sp. menurut Niken (2009), adalah sebagai berikut: Kingdom : Fungi Divisio : Amastigomycota Subdiviso : Deuteromycotina Classis : Deuteromycetes Ordo : Moniliases Family : Moniliaceae Genus : Trichoderma Gambar 1. Trichoderma sp (Sumber: http://www.shroomery.org/images/23418/TRICHODERMA21.jpg)
9
Trichoderma sp. adalah fungi penghuni tanah yang dapat diisolasi dari perakaran tanaman lapangan dan dapat ditemui di lahan pertanian dan perkebunan. Trichoderma bersifat saprofit pada tanah, kayu, dan beberapa jenis bersifat parasit pada fungi lain. Spesies Trichoderma disamping sebagai organisme pengurai, dapat pula berfungsi sebagai agen hayati dan stimulator pertumbuhan tanaman (Ramada, 2008).
Salah satu jenis fungi yang sering dipergunakan untuk inokulasi adalah Trichoderma sp. Dalam proses inokulasi, fungi mengubah senyawa-senyawa yang ada di dalam substrat untuk pertumbuhan dan pembentukan protein, sehingga produksi terinokulasi merupakan bahan pakan dengan kandungan protein yang lebih tinggi. Selain itu terjadi pula perombakan senyawa-senyawa yang kompleks menjadi lebih sederhana sehingga mudah dicerna dan diserap oleh ternak. Perombakan ini terjadi karena proses fermentasi, fungi memproduksi enzim yang melakukan perombakan terhadap senyawa-senyawa kompleks. Keuntungan ganda diperoleh dari inokulasi limbah dengan fungi Trichoderma sp. yaitu kandungan protein meningkat dan enzim yang diproduksi fungi membantu dalam kecernaan bahan (Rukhmani, 2005).
Penggunaan fungi sebagai inokulum fermentasi sudah banyak dilakukan karena pertumbuhannya relatif mudah dan cepat, kadar asam nukleat rendah (Scherllart, 1975). Pertumbuhannya pun mudah dilihat karena penampakannya yang berserabut seperti kapas yang mulanya bewarna putih, tetapi jika spora telah timbul akan terbentuk berbagai warna tergantung dari jenis fungi, dan fungi ini
10
terdiri dari suatu thallus bercabang yang disebut hifa, dimana miselia merupakan masa hifa (Fardiaz 1989).
Trichoderma viride adalah salah satu jenis fungi yang bersifat selulolitik karena dapat menghasilkan selulase. Banyak fungi yang bersifat selulolitik tetapi tidak banyak yang menghasilkan enzim selulase yang cukup banyak untuk dapat dipakai secara langsung bagi usaha dalam skala besar. Fungi selulolitik yang cukup baik memproduksi enzim selulolitik adalah Trichoderma viride. Trichoderma viride bisa juga dikatakan sebagai mikroorganisme yang mampu menghancurkan selulosa tingkat tinggi dan memiliki kemampuan mensintesis beberapa faktor esensial untuk melarutkan bagian selulosa yang terikat kuat dengan ikatan hidrogen. Ada juga yang mengatakan bahwa Trichoderma viride merupakan fungi yang potensial memproduksi selulase dalam jumlah yang relatif banyak untuk mendegradasi selulosa. Trichoderma viride merupakan kelompok fungi selulolitik yang dapat menguraikan selulosa dengan menghasilkan enzim kompleks selulase. Enzim ini berfungsi sebagai agen pengurai yang spesifik untuk menghidrolisis ikatan kimia dari selulosa dan turunannya. Trichoderma viride dan Trichoderma reesei merupakan kelompok fungi tanah sebagai penghasil selulase yang paling efisien. Enzim selulase yang dihasilkan Trichoderma viride mempunyai kemampuan dapat memecah selulosa menjadi glukosa sehingga mudah dicerna oleh ternak. Selain itu Trichoderma viride mempunyai kemampuan meningkatkan protein bahan pakan dan pada bahan berselulosa dapat merangsang dikeluarkannya enzim selulase. Keuntungan fungi tersebut sebagai sumber selulase adalah menghasilkan selulase lengkap dengan semua komponen-
11
komponen yang dibutuhkan untuk hidrolisis total selulosa kristal yang dihasilkan cukup tinggi. Jenis beberapa di antara enzim ini ialah pektinase, invertase, amilase, dan protease. yang diketahui dapat menghasilkan enzim selulase yang sangat baik adalah jenis QM 9414 dan QM 9124 yang telah dikembangkan di Laboratorium Natick Masaschucetts USA (Anonim, 2012).
Miselium Trichoderma dapat menghasilkan suatu enzim yang bermacam-macam, termasuk enzim selulase (pendegradasi selulosa) dan kitinase (pendegradsi kitin). Oleh karena adanya enzim selulase, Trichoderma dapat tumbuh secara langsung di atas kayu yang terdiri atas selulosa sebagai polimer dari glukosa. Oleh karena adanya kitinase, Trichoderma dapat bersifat sebagai parasit bagi fungi yang lainnya. Secara alami seseorang dapat sering menemukan Trichoderma yang menjadi parasit pada badan buah dan miselia dari fungi yang lain, seperti badan buah dari Hydnochaete. Trichoderma viride adalah penghasil enzim selulolitik yang sangat efisien, terutama enzim yang mampu menghidrolisis kristal selulosa. Trichoderma viride banyak digunakan dalam penelitian karena memiliki beberapa keuntungan, dinataranya adalah (Anonim, 2012):
1. Selulase yang diperoleh mengandung semua komponen-komponen yang diperlukan untuk proses hidrolisis seluruh kristal selulosa.
2. Protein selulase dihasilkan dalam kualitas sangat tinggi.
Menurut Mandels (1957), Trichoderma viride merupakan fungi yang potensial memproduksi selulase dalam jumlah yang relatif banyak untuk mendegradasi selulosa sehingga mudah dicerna oleh ternak. Enzim ini berfungsi sebagai agen pengurai yang spesifik untuk menghidrolisis ikatan kimia dari
12
selulosa dan turunannya. Selain itu Trichoderma viride mempunyai kemampuan meningkatkan protein bahan pakan dan pada bahan berselulosa dapat merangsang dikeluarkannya enzim selulase (Poesponegoro, 1976). Sebagai spesies saprofit, fungi Trichoderma sp. tumbuh pada kisaran suhu optimal 22-30oC (Pelczar dan Reid, 1986). Sedangkan menurut Enari (1983), suhu optimal untuk pertumbuhan fungi ini adalah 32-35oC dan pH optimal sekitar 4.0.
Selulase yang dihasilkan oleh Trichoderma viride mengandung komponen terbesar berupa selobiase dan β-1,4-glukan-selobiohidrolase (C1), sementara β -1,4-glukan-selobiohidrolase (Cx) terdapat dalam jumlah kecil. Selulase yang diproduksi mengandung asam-asam amino tertentu, yaitu (Anonim 2012) :
1. Golongan asam amino yang bersifat asam : aspartat dan glutamat. 2. Golongan asam amino polar : serin, treonin, dan glisin.
3. Sebagian kecil asam amino dasar.
4. Sebagian kecil golongan asam amino sulfur.
Semua enzim ini bersifat hidrolitik dan bekerja baik secara berturut-turut atau bersamaan. Selobiohidrolase adalah enzim yang mempunyai afinitas terhadap selulosa tingkat tinggi yang mampu memecah selulosa kristal. Sedangkan endoglukanase bekerja pada selulosa amorf. Selanjutnya dijelaskan selobiohidrolase memecah selulosa melalui pemotongan ikatan hidrogen yang menyebabkan rantai-rantai glokosa mudah untuk dihidrolisis lebih lanjut. Hidrolisa selanjutnya berlangsung sehingga diperoleh selobiosa dan akhirnya glukosa dilakukan oleh enzim β–glukonase dan β–glukosidase (Anonim, 2012).
13
Trichoderma adalah fungi yang mempunyai potensi selulolitik, karena mampu menghasilkan enzim selulase pada substrat yang mengandung selulasa. Selulase yang dihasilkan Trichoderma memiliki komponen yang lengkap, yaitu C1 (selobiohidrolase) yang aktif menghidrolisis selulosa alami, Cx (endoglukanase) yang aktif merombak selulosa terlarut seperti CMC (Carboxyl methyl cellulase) dan β-gluosidase (Salma dan Gunarto, 1996) yang menghidrolisa selobiosa menjadi produk akhir yaitu dalam biodegradasi bahan-bahan berselulosa (Hardjo, dkk. 1989).
Nuur (2004) melakukan penelitian pengaruh fermentasi enceng gondok (Eichornia crassipes) dengan Trichoderma harzianum terhadap kadar protein kasar dan serat kasar. Perlakuan lama inkubasi selama 0 hari, 3 hari, 6 hari, 9 hari, 12 hari, 15 hari. Disimpulkan bahwa pengaruh fermentasi eceng gondok dengan Trichoderma harzianum tidak berbeda nyata terhadap protein kasar dan berbeda sangat nyata terhadap serat kasar.
Trichoderma harzianum memiliki peranan yang sangat penting dalam meningkatkan kualitas suatu bahan pakan. Untuk menurunkan serat kasar penggunaan Trichoderma harzianum akan lebih efektif dibandingkan dengan Rhizopus sp. Menurut Ginting dan Krisnan (2006), Trichoderma harzianum mempunyai aktifitas selulolitik lebih tinggi dibandingkan dengan Trichoderma koningii atau Trichoderma viridae. Fati (1997) berpendapat bahwa fermentasi dedak padi dengan fungi Trichoderma harzianum mampu meningkatkan protein dari 8,74% menjadi 14,66% dan menurunkan serat kasar dari 18,90% menjadi 12,81%. Sedangkan Tami dkk. (1997) berpendapat bahwa penggunaan
14
Trichoderma harzianum dalam fermentasi ampas tahu dapat memperbaiki nilai gizi yang ditandai dengan menurunnya kandungan serat kasar dari 21,67% menjadi 14,24% sedangkan proteinnya meningkat dari 24,48% menjadi 32,65% serta dapat meningkatkan performans ayam pedaging jantan. Fermentasi dengan menggunakan fungi memungkinkan terjadinya perombakan bahan yang sulit dicerna oleh ternak menjadi bahan yang mudah dicerna sehingga nilai manfaatnya meningkat (Winarno, 1980). Fermentasi juga dapat meningkatkan nilai kecernaan (Saono,1976; Winarno, 1980), menambah rasa dan aroma, serta meningkatkan kandungan vitamin dan mineral (Kuhad dkk. 1997).
Berdasarkan hasil penelitian Susanti (2006) bahwa aktivitas enzim selulase yang tertinggi yang di produksi oleh Trichoderma harzianum menggunakan tongkol jagung dan blondo adalah pada perlakuan dosis inokulum 5% dengan lama fermentasi 7 hari. Cepat lambatnya fermentasi sangat menentukan jumlah enzim yang dihasilkan, semakin lama waktu fermentasi yang digunakan maka semakin banyak bahan yang dirombak oleh enzim, tetapi dengan bertambahnya waktu fermentasi maka ketersediaan nutrient didalam media habis sehingga fungi lama-kelamaan akan mati (Fardiaz,1989). Pederson (1971) berpendapat bahwa kandungan asam amino, lemak, karbohidrat, vitamin, dan mineral bahan mengalami perubahan akibat aktivitas dan perkembangbiakan mikroorganisme selama fermentasi, selain itu juga terjadi perubahan bau dan tekstur.
Susunan sel fungi Trichoderma bersel banyak membentuk benang halus yang disebut dengan hifa. Hifa pada fungi ini berbentuk pipih, bersekat, dan bercabang-cabang membentuk anyaman yang disebut miselium. Miseliumnya
15
dapat tumbuh dengan cepat dan dapat memproduksi berjuta-juta spora karena sifat inilah Trichoderma dikatakan memiliki daya kompetitif yang tinggi. Dalam pertumbuhannya, bagian permukaan akan terlihat putih berseri, dan bermiseli kusam. Setelah dewasa, miselium memiliki warna hijau kekuningan (Niken, 2009).
Pengukuran Daya Cerna in vitro
Secara umum analisa kimia suatu bahan pakan berhubungan dengan kandungan nilai gizi bahan pakan yang dimanfaatkan oleh ternak. Namun dalam hal ini sebenarnya belum menunjukkan derajat daya cernanya. Daya cerna makanan berhubungan erat dengan komposisi kimiawinya, dan serat kasar mempunyai pengaruh yang terbesar terhadap daya cerna (Tillman dkk, 1988).
Metode yang sangat berhasil dan telah digunakan secara luas untuk mempelajari daya cerna dan fermentasi bahan pakan dalam saluran pencernaan ternak ruminansia adalah teknik in vitro. Metode in vitro merupakan suatu metode yang dikembangkan untuk meniru pencernaan secara alamiah dan merupakan salah satu metode yang paling akurat dari seluruh teknik laboratorium untuk memprediksi kecernaan in vitro dari sejumlah sampel yang banyak dalam waktu relatif singkat (Minson dan Mc Leod, 1972).
Teknik tersebut dilakukan dengan menginkubasi contoh bahan pakan dalam cairan rumen sebagai sumber mikroorganisme rumen setelah ditambahkan dengan larutan penyangga yang tepat (Tilley dan Terry, 1963). Pada perkembangan selanjutnya Tilley dan Terry (1963) menyatakan bahwa walaupun sebagian besar pencernaan terjadi di dalam rumen retikulum tetapi harus juga
16
dipertimbangkan pencernaan pada saluran pencernaan setelah rumen retikulum terutama pencernaan protein makanan dan protein mikroorganisme. Lebih lanjut dikemukakan bahwa fermentasi in vitro menggunakan dua tingkatan daya cerna yaitu pertama sampel difermentasi dalam tabung dengan menggunakan cairan rumen dan yang kedua diikuti oleh pencernaan dengan pepsin asam.
Fermentasi in vitro ditujukan untuk menduga apa yang terjadi pada pencernaan in vivo. Teknik in vitro dimaksudkan untuk menilai daya cerna suatu bahan makanan dengan menirukan proses pencernaan diluar tubuh ternak, koefisien cerna yang ditentukan secara in vitro biasanya lebih rendah 1- 2 % dari nilai in vivo. Untuk itu perlu mempertimbangkan keadaan dalam rumen diantaranya : kondisi rumen yang anaerob, temperature antara 38 – 39oC dan pH 6,8 – 6,9. Sampel in vitro perlu dikeringkan sebelum digiling melalui saringan 0,8 – 1,0 mm (Tilley dan Terry 1963).
Teknik kecernaan in vitro yaitu memfermentasikan bahan yang akan diteliti di dalam tabung dengan menggunakan cairan rumen atau enzim untuk melihat berapa banyak dari bahan tersebut yang hilang selama fermentasi. Kelebihan dari metode in vitro adalah mudah, efisien, dan banyak sampel dapat dianalisis secara bersamaan. Keberhasilan menggunakan metode ini adalah dengan memperbaiki kesalahan, yang biasanya disebabkan oleh populasi mikroba, preparasi sampel, pH medium selama inkubasi, dan prosedur kerja. Sedangkan kekurangan dari metode ini adalah menggunakan waktu standar, padahal waktu lamanya bahan makanan berada dalam rumen bervariasi menurut jenis dan bentuk
17
makanan, selain itu tidak terjadi penyerapan zat-zat makanan seperti terjadi pada hewan hidup (Tangdilintin, 1992).
Daya cerna suatu bahan makanan dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya suhu, laju perjalanan makanan dalam saluran pencernaan, komposisi ransum, bentuk fisik makanan, spesies, umur, serta palatabilitas bahan makanan (Anggorodi, 1990).
Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik
Bahan pakan mengandung zat nutrisi yang terdiri dari air dan bahan kering. Bahan kering terdiri dari bahan organik dan bahan anorganik. Sedangkan bahan organik terdiri dari protein, karbohidrat, lemak, dan vitamin. Ternak membutuhkan bahan organik maupun bahan anorganik tetapi bahan organik lebih banyak dibutuhkan (Tillman dkk., 1989).
Perbedaan nilai kecernaan bahan kering dan bahan organik suatu hijauan berhubungan dengan komposisi kimia, dimana bagian yang berserat, lignin dan kandungan silika yang tumbuh sebagai akibat dari perbedaan spesies dalam genotif tingkat pertumbuhan, kondisi lingkungan, tempat tumbuh dan sistem pengolahan akan menurunkan kecernaan (Anggorodi, 1990).
Daya cerna bahan kering dan bahan organik sangat dipengaruhi oleh faktor komposisi makanan, lemak, penyiapan makanan, faktor hewan serta jumlah makanan. Baik susunan kimia maupun proporsi serat kasar dalam makanan perlu dipertimbangkan. Dinding sel tanaman terutama terdiri dari selulosa dan hemiselulosa yang sukar dicerna terutama bila mengandung lignin. Sebaliknya isi sel hampir dapat dicerna seluruhnya. Penambahan persentase serat kasar dalam
18
bahan makanan terjadi pada tanaman yang tua, yang disertai dengan penambahan lignifikasi dari selulosa dan hemiselulosa pada dinding sel. Biasanya dianggap bahwa penambahan 1% serat kasar dalam tanaman menyebabkan penurunan daya cerna bahan organiknya sekitar 0,7 sampai 1,0 unit pada ruminansia (Tillman dkk., 1989).
19
MATERI DAN METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei – Juni 2012, yang bertempat di Laboratorium Herbivora dan di Laboratorium Kimia Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar.
Materi Penelitian
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah parang, talenan, karung goni, miroskop, timbangan, oven, dan seperangkat alat untuk analisa kecernaan in vitro bahan kering dan bahan organik.
Bahan-bahan yang digunakan adalah jerami jagung, Trichoderma sp., kertas label, air, dan bahan-bahan kimia untuk kecernaan in vitro pepsin sellulase, (Minson dan Mc Leod, 1972).
Prosedur Penelitian Rancangan Penelitian
Penelitian ini dilakukan berdasarkan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 4 perlakuan dan 3 ulangan (Gasperz, 1991). Adapun susunannya sebagai berikut :
P0 = Jerami jagung tanpa inokulasi (kontrol)
P1 = Jerami jagung + 5% fungi Trichoderma sp. dengan lama waktu inkubasi 1
minggu.
P2 = Jerami jagung + 5% fungi Trichoderma sp. dengan lama waktu inkubasi 2
20
P3 = Jerami jagung + 5% fungi Trichoderma sp. dengan lama waktu inkubasi 3
minggu.
Persamaan matematika dari Rancangan Acak Lengkap (RAL) adalah sebagai berikut :
Yij = µ + ti + eij
Keterangan :
Yij = Hasil pengamatan dari peubah perlakuan ke-i dengan ulangan ke- j (1, 2, 3)
µ = Nilai tengah umum
ti = Pengaruh perlakuan ke-i (1, 2, 3, 4)
eij = Pengaruh galat percobaan dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
Pelaksaan Penelitian
Jerami jagung (daun) hibrida DMI-2 yang berasal dari kabupaten Jeneponto dipotong ± 2-3 cm sebanyak 1 kg kemudian disemprot dengan air sampai kelembaban 55-60%, lalu ditaburkan 5% inokulum fungi Trichoderma sp., dicampur hingga merata, dimasukkan kedalam kantong plastik yang diberi lubang-lubang kecil kemudian di inkubasi selama 1, 2, dan 3 minggu. Setelah cukup waktunya plastik dibuka dan diamati kondisi fisik. Kemudian diambil sampel untuk dianalisa kecernaan in vitro
21 Parameter yang Diukur
Parameter yang diukur dalam penelitian ini adalah kecernaan in vitro kandungan bahan kering dan bahan organik jerami jagung yang diinokulasi dengan Trichoderma sp. sesuai metode in vitro sistem sellulase, (Minson dan Mc Leod, 1972). Adapun prosedurnya adalah sebagai berikut :
Hari I
1. Sampel yang telah digiling ditimbang ± 0,33 – 0,35 gram sampel bahan kering dan dimasukkan masing-masing dalam tabung plastik yang volumenya 129 ml, sebanyak 12 tabung.
2. Masing-masing dari sampel yang akan diteliti juga ditimbang sebanyak 1 gram dan dimasukkan kedalam cawan porselin untuk penentuan kandungan bahan kering dan bahan organiknya.
Hari II
1. Tambahkan 15 ml larutan asam pepsin ke dalam setiap tabung kemudian tutup tabungnya dengan sumbat karet.
2. Diinkubasi selama 72 jam pada temperatur 50o C. Sebaiknya selama inkubasi dilakukan pengocokan secara perlahan sebanyak 2 kali sehari.
Hari V
1. Sumbat karet dikeluarkan lalu masukkan 1 ml sodium carbonat melalui dinding tabung.
22
3. Tutup kembali dengan sumbat karet dan diinkubasikan lagi selama 48 jam pada temperatur 50o C. Sebaiknya dilakukan juga pengocokan perlahan dua kali sehari. Hari VII
1. Crucible yang sudah dikeringkan, dicatat beratnya. 2. Saring isi tabung dengan crucible tersebut
3. Keringkan crucible yang berisi sampel selama 12 jam. Hari VIII
1. Timbang crucible yang berisi sampel dan sudah dikeringkan. 2. Abukan sampelnya pada temperatur 520o C selama 3 jam.
Larutan yang dipergunakan di dalam pengukuran daya cerna in vitro sistem selulase adalah larutan asam pepsin dan larutan buffer selulosa asetat, yang dibuat melalui prosedur sebagai berikut :
1. Larutan Asam – Pepsin
- Asam : asam klorida (HCl) 0,125 M yang dibuat dari 10,7 ml HCl pekat yang diencerkan dengan 1000 ml air.
- Asam pepsin : untuk 1 tabung dibutuhkan 0,12 gram pepsin 1 : 10 yang dilarutkan dengan 25 ml HCl 0,125 M.
2. Larutan buffer selulosa – asetat
Buffer asetat dibuat dari 6,8 gram natrium asetat (CH3COONa3H2O) dan 2,9 ml asam asetat glasial (CH3COOH) yang dilarutkan dalam aquadest sampai volumenya menjadi 1000 ml dengan pH 4,6. Buffer
23
selulosa asetat untuk satu tabung berisi 0,3 gram selulosa yang dilarutkan 50 ml buffer asetat.
Rumus yang digunakan untuk menghitung daya cerna in vitro bahan kering dan bahan organik sebagai berikut :
BKS – ( BKR – BKRB )
% DCBK = X 100%
BKS
Dimana :
DCBK = Daya Cerna Bahan Kering BKS = Bahan Kering Sampel BKR = Bahan Kering Residu
BKRB = Bahan Kering Residu Blanko
BOS – ( BOR – BORB )
% DCBO = X 100%
BOS
Dimana :
DCBO = Daya Cerna Bahan Organik BOS = Bahan Organik Sampel BOR = Bahan Organik Residu
24 Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis secara statistik dengan menggunakan sidik ragam sesuai Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 3 ulangan. Jika perlakuan menunjukkan pengaruh nyata, dilanjutkan dengan melakukan uji Duncan (Duncan’s Multiple Random Tests = DMRT) menurut petunjuk Gasperz (1991) dan diolah dengan bantuan software SPSS versi 16.
25
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Fisik Jerami Jagung
Hasil pengamatan warna, bau, tekstur, dan pertumbuhan fungi pada jerami jagung yang diinokulasi dengan Trichoderma sp. pada lama inkubasi yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Hasil Pengamatan Warna, Bau, dan Tekstur pada Jerami Jagung yang Diinokulasi dengan Trichoderma sp. pada Lama Inkubasi yang Berbeda Pengamatan
Fisik
P0 P1 P2 P3
Warna Coklat Coklat
keputih-putihan
Coklat keputih-putihan
Putih kecoklatan
Bau Khas jerami
jagung Harum agak menyengat Harum agak menyengat Harum agak menyengat
Tekstur Keras Agak lembek Agak lembek Agak lembek
Pertumbuhan
fungi Tidak ada
Tumbuh belum merata Tumbuh agak merata Menutupi permukaan
Sumber: Data Hasil Penelitian, 2012
Pengamatan fisik jerami jagung yang diinokulasi dengan Trichoderma sp. pada lama inkubasi yang berbeda menunjukkan warna coklat keputih-putihan, aroma jerami jagung menghasilkan bau yang sama yaitu aroma harum dan agak menyengat sedangkan teksturnya agak lembek. Hal ini disebabkan karena miselium Trichoderma sp. yang berwarna putih telah berkembang pada jerami jagung dan telah terjadi perombakan struktur keras secara biologis oleh fungi Trichoderma sp. sehingga bahan dari struktur yang kompleks menjadi struktur yang lebih sederhana. Bioteknologi tradisional (konvensional) merupakan
26
bioteknologi yang menggunakan mikroorganisme sebagai alat untuk menghasilkan produk bahan pakan yang berkualitas, misalnya jamur dan bakteri yang menghasilkan enzim-enzim tertentu untuk melakukan metabolisme sehingga terjadi perubahan fisik, seperti tekstur, bau dan warna akibat proses biologis dalam bahan pakan (Anonim, 2013).
Gambar 3. Jerami Jagung Tanpa Menggunakan Trichoderma sp. (Sumber: Data Hasil Penelitian, 2012)
Gambar 4. Jerami Jagung Hasil Inkubasi (7 Hari) Menggunakan Trichoderma sp. (Sumber: Data Hasil Penelitian, 2012)
P11 P01
27
Gambar 5. Jerami Jagung Hasil Inkubasi (14 Hari) Menggunakan Trichoderma sp. (Sumber: Data Hasil Penelitian, 2012)
Gambar 6. Jerami Jagung Hasil Inkubasi (21 Hari) Menggunakan Trichoderma sp. (Sumber: Data Hasil Penelitian, 2012)
Pertumbuhan fungi pada jerami jagung yang diinokulasi dengan Trichoderma sp. pada lama inkubasi yang berbeda pada perlakuan P1 pertumbuhan fungi belum merata, perlakuan P2 fungi tumbuh agak merata dan pada perlakuan P3 fungi telah tumbuh menutupi permukaan. Hal ini
28
mengindikasikan bahwa semakin lama jerami jagung diinkubasi maka pertumbuhan Trichoderma sp. semakin banyak.
Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik
Hasil kecernaan in vitro bahan kering dan bahan organik pada jerami jagung yang diinokulasi dengan Trichoderma sp. pada lama inkubasi yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Rataan Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik pada Jerami Jagung yang Diinokulasi dengan Trichoderma sp. pada Lama Inkubasi yang Berbeda.
Perlakuan
Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik (%)
P0 P1 P2 P3 Kecernaan Bahan Kering 40.57 bc 40.11b 41.46c 35.99a Kecernaan Bahan Organik 38.16 c 37.04b 38.75c 32.83a
Keterangan: Huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) berdasarkan uji Duncan.
Jerami jagung yang diinokulasi dengan Trichoderma sp. pada lama inkubasi yang berbeda menunjukkan pengaruh yang nyata (P<0,05) terhadap kecernaan in vitro bahan kering jerami jagung. Hasil uji Duncan menunjukkan bahwa kecernaan in vitro bahan kering pada perlakuan P0 sama dengan P1 dan P2, nyata lebih tinggi dari P3. Pada perlakuan P1 nyata lebih rendah daripada P2 dan lebih tinggi dari P3. Sedangkan pada perlakuan P2 nyata lebih tinggi dari P3.
Kecernaan bahan kering jerami jagung sebelum fermentasi adalah 40.57% dan cenderung meningkat setelah proses fermentasi. Perubahan kecernaan bahan kering dapat terjadi karena pertumbuhan kapang, dan proses dekomposisi substrat
29
(Gervais, 2008). Penurunan kecernaan bahan kering pada P1 dan P3 terjadi akibat perombakan komponen jerami jagung oleh kapang yang menghasilkan komponen air. Rasio substrat dan air yang kecil lebih menguntungkan dalam produksi enzim karena akan terjadi kontak yang lebih baik antara substrat dengan mikroba. Haddadin et al. (2009) menjelaskan bahwa kadar air substrat yang terlalu tinggi pada fermentasi media padat menyebabkan udara yang terdapat pada pori-pori subtrat digantikan oleh air, tercipta kondisi anaerob, mengurangi difusi oksigen dan penurunan dekomposisi substrat.
Pada Tabel 4 jerami jagung yang diinokulasi Trichoderma sp. yang baik adalah yang diinkubasi selama 2 minggu (P2), adanya kecenderungan peningkatan kecernaan bahan kering yakni 41.46%. Hal ini selama proses fermentasi, kapang akan terus melakukan pertumbuhan dan perkembangan serta memproduksi enzim pemecah serat. Selama fermentasi kapang membutuhkan zat organik (terutama karbohidrat terlarut) untuk metabolisme termasuk pertumbuhan sel. Aktivitas metabolisme diindikasikan dengan terbentuknya H2O pada proses respirasi (Enari, 1983).
Jerami jagung yang diinokulasi dengan Trichoderma sp. pada lama inkubasi yang berbeda menunjukkan pengaruh yang nyata (P<0,05) terhadap kecernaan in vitro bahan organik jerami jagung. Hasil uji Duncan menunjukkan bahwa kandungan bahan organik pada perlakuan P0 nyata lebih tinggi dari P1 dan P3, sama P2. Pada perlakuan P1 nyata lebih rendah dari pada P2, P0, dan lebih tinggi dari pada P3. Sedangkan pada P2 nyata lebih tinggi dari P1 dan P3.
30
Kecernaan bahan organik jerami jagung sebelum fermentasi adalah 38.16% dan cenderung meningkat setelah proses fermentasi. Penurunan kecernaan bahan organik pada P1 dan P3 terjadi karena bahan organik pada proses fermentasi disebabkan bahan organik dirombak oleh enzim mikroba guna memenuhi kebutuhan energi bagi pertumbuhan kapang dan akan menghasilkan panas, air, dan karbondioksida, akibatnya terjadi perubahan komposisi bahan. Hal ini sesuai pendapat Rahman (1992) bahwa bahan organik merupakan sumber nutrisi bagi kapang dan penggunaannya sangat dipengaruhi oleh kemampuan metabolisme serta daya larut unsur nutrisi tersebut. Kapang memanfaatkan nutrisi yang tersedia dalam medium untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhannya dimana molekul-molekul sederhana yang larut sekitar hifa dapat langsung dimanfaatkan, sedangkan komponen yang lebih kompleks seperti protein, selulosa, pati, dan lain-lain harus didegradasi terlebih dahulu sebelum masuk ke dalam sel. Demikian juga dengan bertambahnya waktu inkubasi (P3) maka makin banyak kesempatan bagi kapang untuk mendegradasi unsur-unsur organik substrat guna memenuhi kebutuhannya untuk bertumbuh sehingga mengakibatkan berkurangnya unsur organik tersebut, disamping faktor lain dari proses fermentasi itu sendiri.
Pada Tabel 4. jerami jagung yang diinokulasi Trichoderma sp. yang baik adalah yang diinkubasi selama 2 minggu (P2), adanya kecenderungan peningkatan kecernaan bahan organik yakni 38.75%. Hal ini disebabkan karena dalam proses fermentasi terjadi penguraian zat-zat makanan yang sukar larut sehingga kecernaan dapat meningkat. Hal ini sesuai dengan pendapat Winarno dan Fardiaz
31
(1980) bahwa fermentasi adalah segala macam proses metabolik dengan bantuan enzim dari mikroba (jasad renik) untuk melakukan oksidasi, reduksi, hidrolisa dan reaksi kimia lainnya, sehingga terjadi perubahan kimia pada suatu substrat organik dengan menghasilkan produk tertentu dan menyebabkan terjadinya perubahan sifat bahan tersebut. Proses fermentasi bahan pangan oleh mikroorganisme menyebabkan perubahan-perubahan yang menguntungkan seperti memperbaiki mutu bahan pakan baik dari aspek gizi maupun daya cerna serta meningkatkan daya simpannya.
Jerami jagung umumnya memiliki kandungan dinding sel yang sangat tinggi, sehingga kecernaan jerami menjadi rendah. Kandungan nutrisi jerami jagung utamanya dinding sel sangat dipengaruhi oleh faktor umur dan varietas tanaman pada saat panen. Akan tetapi dengan penambahan fungi Trichoderma sp. dalam proses fermentasi meningkatkan nilai nutrisi jerami jagung. Hal ini sesuai dengan pendapat Tillman et al., (1998), bahwa umur hijauan makanan ternak merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh terhadap tinggi rendahnya kecernaan. Hijauan yang masih muda akan lebih dapat dicerna daripada hijauan yang sudah tua. Selanjutnya Yuwono (2002), menyatakan bahwa pengolahan bahan pakan secara biologis dengan enzim melalui bantuan mikroba disebut proses fermentasi yang pada umumnya mikroba yang digunakan adalah mikroba selulolitik (untuk mendegradasi serat kasar).
32
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Kecernaan in vitro bahan kering dan bahan organik jerami jagung yang difermentasi dengan Trichoderma sp. menunjukkan kecenderungan meningkat pada minggu ke-2 dan menurun pada minggu ke-3.
Saran
Disarankan bahwa jerami jagung yang diinokulasi fungi Trichoderma sp. lebih ditingkatkan lagi level pemberiannya dari 5%.
33
DAFTAR PUSTAKA
Anggorodi. 1990. Ilmu Makanan Ternak Umum. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Anonim 1986, Limbah Tanaman Jagung untuk Meningkatkan Produksi Ternak. Harian
Pelita, Jakarta.
. 2012. Jamur Penghasil Enzim. http://wulan-berbagi-ilmu.blogspot.com /2012/01/jamur-penghasil-enzim.html. Diakses Tanggal 25 Oktober 2013.
. 2013. Makalah Bioteknologi, Pengertian dan Contoh Bioteknologi Konvensional dan Modern. http://drzpost.com/reading-362-Makalah-Bioteknologi-Pengertian-dan-Contoh-Bioteknologi-Konvensional-dan-Modern. html. Diakses Tanggal 25 Februari 2013.
Badan Pusat Statistika. 2012. Luas Panen dan Produksi Tanaman Palawija Menurut Kabupaten/Kota di Sulawesi Selatan.
Direktorat Budidaya Ternak Ruminansia, 2006. Limbah tanaman sebagai pakan ruminansia, Jakarta.
Djuned. H., M. Wiradisastra., T. Usri., T. Aisjah., dan A. Rochana. 1980. Tanaman Makanan Ternak. Fakultas Peternakan Universitas Padjajaran, Bandung.
Enari, T.M. 1983. Microbial cellulase. In: Microbial Enzymes and Biotechnology. W.N. FOGARTY (Ed.). Applied Science Publisher, New York. Fardiaz, S. 1989. Fisiologi Fermentasi. PAU IPB. Bogor.
Fardiaz, S.1989. Fisiologi Fermentasi. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Fati, N. 1997. Pengaruh Penggunaan Dedak Padi yang Difermentasi dengan Galur Trichoderma Terseleksi terhadap Perfomans Ayam Broiler. Program Pascasarjana Universitas Andalas. Padang.
34
Gervais P. 2008. Water relations in solid state fermentation. In: Pandey A, C.R. Soccol, C. Larroche, editor. Current Developments in Solid-State Fermentation. Asiatech Publisher Inc. New Delhi.
Ginting, S. P dan R, Krisnan. 2002. Petunjuk Teknis Teknologi Pemanfaatan Pakan Berbahan Limbah Hortikultura Untuk Ternak Kambing. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Loka Penelitian Kambing Potong. Sumatra Utara. Haddadin, M.S.Y., J. Haddadin, O.I. Arabiyat and B. Hattar. 2009. Biological
conversion of olive pomace into compost by using Trichoderma harzianum and Phanerochaete chrysosporium. Bioresour. Technol. 100:4773–4782
Hardjodinomo. 1982. Bertanam Jagung. Penerbit Bina Cipta, Bandung.
Hardjo, S., N. S. Indrasti, dan T. Bantacut. 1989. Biokonversi Pemanfaatan Limbah Industri Pertanian. PAU Pangan dan Gizi IPB. Bogor.
Harman. G. E, Howell., C. R. Viterbo., I. Chet., dan M. Lorito. 2004. Tricodherma species_Opportunistic, Avirulent Plant Symbionts. Nature Review Microbiology Volume 2. www.nature.com.
Hartadi, H., S. Reksohadiprodjo., S. Lebdosoekojo., A. D. Tillman., L. C. Kearl., and L. E. Harris. 1987. Tables of Feed Composition For Indonesi. IFI Utah Agric. Etp. Station Utah State Univ. Logan, Utah.
Hasan, S. dan A. Amril. 1991. Pemanfaatan Limbah Pertanian. Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar.
Huitema, H. 1986. Peternakan Daerah Tropis : Arti Ekonomi dan Kemampuannya. Yayasan Obor Indonesia dan PT. Gramedia, Jakarta.
Kartadisastra, H. R. 1997. Penyediaan dan Pengelolaan Pakan Ternak Ruminansia. Kanisius. Yogyakarta.
Kuhad, R.C., A. Singh, K.K. Triphati, R.K. Saxena, dan K. Eriksson. 1997. Mikroorganisms as Alternative Source Prorein. Nutr. Rev 55, 65-75.
35
Mandels, M. 1957. Induction of Cellulose in Trichoderma viride as Influenced by Carbon Sources and Metals. J. Bacteriol. 73 : 269
Minson, D. J dan M. N. Mc Leod. 1972. The In vitro Technique its Modification for Estimating Digestibility the Dry Matter Digestibility In vivo of Grass and Legume. Anim. Sci. and Tech.
Mulyaningsih, N. A., R. Wiryasasmita., D. R. Permana dan T. Basuki. 1987. Kecernaan in vitro silase jerami jagung dengan penambahan tepung jagung. Proc. Biocenvertion Project 2nd Workshop on Crop. Residue For Feed and Other Purposes, Grati.
Niken, 2009. Mengenal Lebih Jelas Trichoderma sp. http://ayya.multiply.com/journal. Diakses tanggal 9 Maret 2009.
Nuur, M. M. 2004. Pengaruh Fermentasi Enceng Gondok (Eichornia crassipes) dengan Trichoderma harzianum terhadap kadar protein kasar dan serat kasar. Universitas Muhammadiyah Malang.
Pederson, C. 1971. Microbiology of Food Fermentation. The AVI Publ. Co., Westport. Connecticut.
Poesponegoro, M. 1976. Fermentasi Substrat Padat. Laporan Ceramah Ilmiah Nasional. Lembaga Kimia Nasional LIPI.
Rahman, A., 1992. Teknologi Fermentasi Industrial. Penerbit Arcan. Jakarta Ramada, A., 2008. Pupuk Biologis Trichoderma. http://organicindonesianvanilla. blogspot.com/2008/01/pupuk-biologis-trichoderma.html.
Rangkuti, M. 1987. Meningkatkan pemakaian jerami padi sebagai pakan ternak ruminansia dengan suplementasi. Proc. Biocenvertion Project 2nd Workshop on Crop. Residues For Feed and Other Purposes, Grati.
Rukhmani, S. 2005. peningkatan nilai gizi bahan pakan dari limbah pertanian melalui fermentasi. Prosiding Lokakarya Nasional Potensi dan Peluang Pengembangan Usaha Agrobisnis Kelinci. Balai Penelitian Ternak, Bogor.
36
Salma, S. dan L. Gunarto. 1996. Aktivitas isolat trichoderma harzianum dalam perombakan selulosa. Jurnal Penelitian Tanaman Pangan. 1(15):43-47
Saono, S. 1976. Pemanfaatan jasad renik dalam pengolahan hasil sampingan atau sisa- sisa produk pertanian. Berita IPTEK, Jakarta.
Schellart JA. 1975. Fungal Protein from Corn waste Effiuens. Wageningen: Veenman H and BS Zone D.
Subandi, S. dan M. A. Widjono. 1988. Jagung. Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor.
Suprapto, H. S. 1992. Bertanam Jagung. Penebar Swadaya, Jakarta.
Susanti, D. 2006. Seleksi Dan Produk Enzim Selulase Oleh Kapang Selulolik Menggunakan Tongkol Jagung Pada Pakan Ternak. Tesis. Pascasarjana Universitas Andalas, Padang.
Tami, D., S, A. Latief dan J. Rahman. 1997. Penggunaan trichoderma harzianum dalam fermentasi ampas tahu dan pemanfaatannya dalam ransum ayam pedaging. Prosiding Seminar Ilmu-Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak, IPB Bogor.
Tangdilintin, F. K. 1992. Estimasi Daya Cerna Makanan pada Ternak Ruminansia dengan Metode In Vitro. BIPP. Vol 1 (3) : 37-53.
Tangendjaja, B. dan Gunawan. 1988. Jagung dan Limbahnya untuk Makanan Ternak Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Bogor.
Tilley, J. M. A. dan R. A. Terry. 1963. A Two Stage Technique for the In vitro Digestion of Forage Crops. J. Brit. Grassland Sci. 18:104-111.
Tillman, A. D., H. Hartadi., S. Reksohadiprodjo., S. Prawirokusumo dan S. Lebdosukodjo. 1989. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
37
Tillman, A. D., H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawiro Kusuma, dan S. Lebdosoekoekojo. 1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Volk, T. J. 2004. Tom Volk's Fungus of the Month for November 2004. University of Wisconsin-La Crosse.
Widyawati dan Slamet. 2005. Pengaruh dosis pemupukan kompos ampas teh terhadap produksi jerami jagung manis (zea mays saccharata). J. Pengembangan Peternakan Tropis. Vol. 30 (1) : 47-52.
Winarno, F.G. 1980. Bahan Pangan Terfermentasi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pangan, IPB, Bogor.
Winarno, F. G. dan S. Fardiaz. 1989. Mikrobiologi Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi PAU Pangan dan Gizi IPB. Yuwono, SD. 2002. Penerapan life cycle assessment pada pemanfaatan limbah
38
39
Lampiran 1. Rataan kecernaan Bahan Kering (%) pada jerami jagung yang diinokulasi dengan Trchoderma sp. pada lama inkubasi yang berbeda
Keterangan : Superscript yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0.05) Ulangan Perlakuan P0 P1 P2 P3 1 40.89 40.94 41.07 35.37 2 40.25 39.40 41.90 36.12 3 40.56 39.98 41.40 36.49 jumlah 121.70 120.32 124.37 107.98 rata-rata 40.57bc 40.11b 41.46c 35.99a
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:Daya_Cerna_BKSource
Type III Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 52.882 a 3 17.627 58.386 .000 Intercept 18752.241 1 18752.241 6.211E4 .000 Perlakuan 52.882 3 17.627 58.386 .000 Error 2.415 8 .302 Total 18807.538 12 Corrected Total 55.297 11
40
Post Hoc Tests
Daya_Cerna_BK Duncan Perlakuan N Subset 1 2 3 P3 3 35.9933 P1 3 40.1067 P0 3 40.5667 40.5667 P2 3 41.4567 Sig. 1.000 .335 .083
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means.
41
Lampiran 2. Rataan kecernaan Bahan Organik (%) pada jerami jagung yang diinokulasi dengan Trchoderma sp. pada lama inkubasi yang berbeda
Ulangan Perlakuan P0 P1 P2 P3 1 38.90 37.50 38.50 32.40 2 37.45 37.07 38.99 32.73 3 38.13 36.54 38.77 33.35 jumlah 114.48 111.11 116.26 98.48 rata-rata 38.16c 37.04b 38.75c 32.83a
Keterangan : Superscript yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0.05)
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:Daya_Cerna_BOSource
Type III Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 64.391 a 3 21.464 81.735 .000 Intercept 16157.542 1 16157.542 6.153E4 .000 Perlakuan 64.391 3 21.464 81.735 .000 Error 2.101 8 .263 Total 16224.034 12 Corrected Total 66.492 11
42
Post Hoc Tests
Daya_Cerna_BO Duncan Perlakuan N Subset 1 2 3 P3 3 32.8267 P1 3 37.0367 P0 3 38.1600 P2 3 38.7533 Sig. 1.000 1.000 .194
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means.
43 Lampiran 3. Denah penelitian Trichoderma sp.
P33 P23 P11 P21 P22 P12 P01 P02 P31 P32 P13 P03
44 Lampiran 4. Foto Penelitian
Penimbangan Jerami Jagung
Penimbangan Fungi Trichoderma sp.
45
Pencampuran Fungi Trichoderma sp dan Jerami Jagung
Pelubangan pada kantong plastik
46
47
RIWAYAT HIDUP
Rasul Gani K, lahir pada tanggal 16 September 1988 di Kota Makassar. Penulis adalah anak Keenam dari tujuh bersaudara. Anak dari pasangan Helmi A. Koto Dan Mieke S. Penulis mengawali pendidikan di SD Inpres Baraya I selama 6 tahun. Dan melanjutkan pendidikan sekolah lanjutan tingkat pertama di SMPN 4 Makassar. Setelah itu melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 4 Makassar selama 3 tahun .Melanjutkan pendidikan di Universitas Hasanuddin melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) dan pada tahun 2008 lulus di Fakultas Peternakan Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak. Selama menjalani perkuliahan, aktif dalam berbagai kegiatan organisasi.